• Tidak ada hasil yang ditemukan

Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik pada Anak dan Peran Pemeriksaan Ekokardiografi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik pada Anak dan Peran Pemeriksaan Ekokardiografi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik pada Anak dan Peran

Pemeriksaan Ekokardiografi

Abdullah Afif Siregar

Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RS H. Adam Malik Medan

Abstrak: Penelitian retrospektif pemeriksaan ekokardiografi (2-DE, M-mode, Doppler dan Doppler berwarna) pada penderita DR dan PJR, selama 9 tahun telah dilakukan. Diagnosis DR ditegakkan berdasarkan kriteria Jones yang direvisi 1965 atau update 1992. Sampel adalah anak penderita DR atau PJR, dengan atau tanpa penyakit sistemik disertai dengan atau tanpa gagal jantung, disertai dengan atau tanpa pengobatan. Penderita DR atau PJR dengan penyakit jantung bawaan tidak dimasukkan dalam penelitian ini.

Tujuan penelitian untuk melihat peran pemeriksaan ekokardiografi pada penderita DR dan PJR, dan untuk membantu membedakan diagnosis DR dan PJR.

Data ditabulasi dan dinyatakan dalam nilai rerata dan simpang baku, dan dilakukan analisa statistik dengan uji t dengan tingkat kemaknaan p<0,05. dengan confidence interval 95%. Data dianalisa dengan komputer menggunakan program SPSS.

Didapati 123 penderita terdiri dari 54 penderita DR (31 dengan gagal jantung) dan 69 penderita PJR (38 dengan gagal jantung). Didapati 115 penderita dengan kelainan katup dan 8 tanpa kelainan katup. Kelainan katup terbanyak berupa MR dan MS, diikuti MR, AR, TR dan PR. Didapati 8 penderita effusi perikard yang menyertai kelainan katup. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara umur, berat badan dan tinggi badan diantara kedua sampel. Pada penderita DR didapati dimensi LA, Aorta, Rasio LA/Ao, IVSED, LVED, fraksi pemendekan, LVPWED dan fraksi ejeksi yang abnormal. Pada penderita PJR didapati dimensi LA, rasio LA/Ao, EF slope, IVSED, LVED, fraksi pemendekan, LVPWED dan fraksi ejeksi yang abnormal pada pemeriksaan M-mode.

Terdapat perbedaan yang bermakna EF-slope, LVED, Fraksi pemendekan antara penderita DR dan PJR tanpa ataupun disertai gagal jantung pada pemeriksaan M-mode.

Pemeriksaan ekokardiografi tidak mempunyai peran besar dalam membedakan DR dengan PJR, tetapi diperlukan untuk mengetahui kelainan jantung dan follow up.

Kata kunci: Demam rematik = DR, Penyakit jantung rematik = PJR, MS = Mitral Stenose, MR = mitral regurgitasi, Aortic Regurgitasi = AR, Trikuspid Regurgitasi = TR, Pulmonal Regurgitasi = PR, LA = Left atrium, Ao = Aorta, IVS = Interventriculer septum ED = end diastolic dimension, LV = Left Ventricular, LVPW = Left Ventricular Posterior Wall

Abstract: Retrospective study of echocardiography examination (2-DE, M-mode, Doppler and Color Doppler) on RF and RHD patients, during 9 years has been reviewed. The diagnosis of RF was based on Jones criteria (revision) 1965 or update 1992. The samples were child with RF or RHD and they could be with or without systemic disease, with or without congestive heart failure, together with or without treatment. The RF or RHD patients with Congenital Heart Disease were excluded from this study.

The purpose of this study was to know the role of echocardiography examination and to differentiate the diagnosis of RF and RHD.

The data was tabulated and presented in average and standard deviation. T test with probability (p<0.05) and confidence interval of 95% was performed in analyzing the data.

(2)

significant differences among age, body weight and body length. On M-mode, there were abnormalities of LA dimension, LA/Ao ratio, IVSED, LVED, Shortening fraction and ejection fraction for RF patients. And for RHD patients there were abnormalities of LA dimension, LA/Ao ratio, EF-slope, IVSED, LVED, Shortening fraction, LVPWED and ejection fraction. There was significant difference between RF and RHD patients with or without heart failure on M-mode examination about EF-slope, LVED, and Shortening fraction. The Echocardiography examination did not have a big role in differentiating RF and RHD but it is required to know heart abnormality and follow up patient.

Keywords: RF = Rheumatic fever, RHD = Rheumatic heart disease, MS = Mitral Stenosis, MR = mitral regurgitation, AR = Aortic Regurgitation, TR = Tricuspid Regurgitation, PR = Pulmonal Regurgitation, LA = Left atrium, Ao = Aorta, IVS = Interventriculer septum ED = end diastolic dimension, LV = Left Ventricular, LVPW = Left Ventricular Posterior Wall

PENDAHULUAN

Demam rematik (DR) masih merupakan problem kesehatan dinegara sedang berkembang. Hal ini karena sekuele yang ditimbulkannya berupa cacat katup jantung dan merupakan penyebab terbanyak penyakit jantung didapat pada anak. Penyakit ini mempunyai hubungan dengan keadaan sosial, ekonomi, psikologi, pekerjaan sipenderita dan menimbulkan problem medik1-4

. Infeksi Streptokokus β hemolitik grup A pada tenggorokan telah lama diketahui sebagai pencetus penyakit ini. Reaksi inflamasi yang terjadi biasanya berupa radang perivaskuler, dan distribusinya bisa bersifat diffus atau fokal1,2

.

Penyakit ini dapat mengenai jantung, sendi, susunan saraf pusat, kulit dan jaringan sub kutan1-3

. Manifestasi klinis yang paling sering ditemui berupa poliartritis migran, karditis, demam dan manifestasi klinis lain berupa korea sydenham, nodul subkutan dan eritema marginatum jarang ditemui 1,2,4,5

. Tidak ada suatu test diagnostik yang spesifik untuk menegakkan diagnosis penyakit ini. Tidak ada simtom, tanda atau tes laboratorium yang patognomonik untuk menegakkan diagnosis penyakit ini 1

. Gabungan beberapa hasil pemeriksaan klinis dan laboratorium telah lama digunakan untuk menegakkan diagnosis penyakit ini, dan diagnosis yang akurat perlu ditegakkan karena penyakit ini dapat meninggalkan sekuele berupa cacat katup jantung yang lebih dikenal sebagai penyakit jantung rematik (PJR).

Pada tahun 1944 Kriteria Jones pertama kali digunakan sebagai pedoman untuk menegakkan diagnosis penyakit ini dan sampai saat ini telah beberapa kali mengalami perubahan dan perbaikan. Menegakkan diagnosis penyakit ini sangat penting dikuasai karena adakalanya bisa terjadi underdiagnosis atau overdiagnosis 5,6

(3)

menegakkan diagnosis karditis subklinis telah dikemukan beberapa peneliti 8-11

. Meskipun pada pencegahan sekunder DR dan PJR diberikan terapi yang sama tetapi pada fase awal DR diperlukan pencegahan primer. Tetapi kriteria Jones updated (1992) menolak mencantumkan pemeriksaan eko untuk mendiagnosis DR.

Menjadi pertanyaan pada penelitian ini bagaimana peran pemeriksaan eko pada penderita DR dan PJR, apakah pemeriksaan eko dapat membantu membedakan diagnosis DR dan PJR pada anak pada saat kunjungan pertama?

Bila bermanfaat dapat membantu menegakkan diagnosis DR atau PJR pada anak saat kunjungan pertama dan membedakannya serta dapat membantu penderita DR atau PJR pada anak dalam penatalaksanaannya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

BAHAN DAN CARA

Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dari data catatan medik anak yang menderita DR dan PJR pada saat datang pertama kali di Bagian Anak FK-USU/SMF Anak dan Departemen Kardiologi FK-USU/SMF Kardiologi RS Haji Adam Malik Medan untuk rawat inap atau rawat jalan. Semua anak yang menderita DR atau PJR pada saat datang pertama kali datang untuk rawat inap atau rawat jalan pada periode Juli tahun 1993 sampai dengan Juli 2002 dimasukkan dalam penelitian ini. Diagnosis demam rematik ditegakkan dengan menggunakan kriteria Jones yang direvisi 1965 atau update 1992. Anak yang dimasukkan dalam penelitian ini anak yang menderita DR atau PJR dan telah dilakukan pemeriksaan eko baik 2-DE, M-mode, Doppler dan Doppler berwarna, baik dengan atau tanpa disertai penyakit sistemik lain yang menyertainya, dengan atau tanpa disertai gagal jantung, dengan atau tanpa pengobatan terhadap kausa penyakit sistemik lain yang menyertainya, gagal jantung gejala simtomatik yang menyertainya.

Anak yang menderita DR atau PJR yang disertai penyakit jantung bawaan baik sianotik maupun asianotik tidak dimasukkan dalam penelitian ini.

Sampel dipilih dari semua catatan medik yang memenuhi kriteria inklusi. Berdasarkan perhitungan dari rumus estimasi besar sampel, maka minimal diperlukan 43 sampel untuk masing-masing kelompok.

Rumus perhitungan sampel: z α2 (P1Q1 + P2Q2) n1 = n2 =

d2 dengan mengambil:

n = besar sampel untuk tiap kelompok P1 = proporsi populasi anak demam rematik

(0,07%)

P2 = proporsi populasi yang diteliti (5%) D = tingkat kesalahan. Pada penelitian ini

dipergunakan tingkat kesalahan 10% (tingkat kepercayaan 90%)

α = tingkat kemaknaan. Pada penelitian ini dipergunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05 dan interval kepercayaan 95%. Dari tabel diperoleh nilai z α = 1,96

Protokol pemeriksaan penderita DR/PJR meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik yang meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pemeriksaan laboratorium meliputi darah rutin, ASTO, C-Reaktif Protein dan kultur apus tenggorokan, pemeriksaan elektrokardiografi, foto toraks dan ekokardiografi.

Pemeriksaan eko awal dilakukan pada saat masuk rumah sakit sampai dengan hari ke-3 dengan menggunakan mesin ekokardiografi merek Kontron instrument tipe sigma 1 cardio anglais SNIN 5900 code 790400 sejak tahun 1993 dengan menggunakan transduser frekuensi 3,5 MHz dan hanya dapat melakukan pemeriksaan 2 DE dan M-mode. Sejak tahun 2001 selain dengan mesin di atas digunakan juga pemeriksaan dengan menggunakan mesin ekokardiografi merek GE logiq 400 CL dengan transduser 3,5 MHz dan dapat melakukan pemeriksaan 2 DE, M-mode, doppler dan doppler berwarna.

Pemeriksaan 2-DE ditujukan untuk menilai kondisi katup jantung dan gerakannya. Pengukuran M-mode dilakukan dengan menggunakan rekomendasi American Society of Echocardiography 20,24

(4)

pada diastolik akhir, diameter aorta pada diastolik akhir dan atrium kiri pada sistolik akhir. Nilai normal dimensi ventrikel kiri, septum interventrikel dan dinding posterior ventrikel kiri dibandingkan dengan nilai standard12

. Pembesaran atrium kiri dinyatakan bila rasio atrium kiri terhadap diameter aorta > 1,3. Fraksi ejeksi ditentukan dari hasil perhitungan komputer kedua mesin ekokardiografi tersebut dengan metode Teicholz.

Pemeriksaan doppler dan doppler berwarna katup mitral dan trikuspid dilakukan dengan potongan posisi apical 4 chamber view untuk menentukan arah dan derajat aliran darah melalui mitral dan trikuspid, potongan posisi apical five chamber view dilakukan untuk menentukan arah aliran darah melalui aorta serta potongan posisi parasternal short axis pinggir kiri atas sternum dilakukan untuk menentukan arah aliran darah melalui katup pulmonal.

Pemeriksaan eko dilakukan pada saat masuk sampai hari ketiga. Hasil pemeriksaan dibandingkan dengan nilai baku normal pada anak berdasarkan berat badan saat masuk. Fraksi ejeksi dan fraksi pemendekan dihitung dari dimensi ventrikel kiri dan digunakan sebagai petunjuk fungsi ventrikel. Nilai yang diperoleh dibandingkan dengan dengan nilai baku yaitu rerata 74% dengan kisaran 64-83% untuk fraksi ejeksi dan rerata 36% dengan kisaran 28-44% untuk fraksi pemendekan 12,20. Fraksi ejeksi dihitung berdasarkan:

EDV - ESV

EF = ---x 100% EDV

nilai normal = 74% (64%–83%)

Fraksi pemendekan dihitung berdasarkan:

LVED – LVES

SF = --- x 100% LVED

Nilai normal = 36% (28%–44%)

Data yang diperoleh ditabulasi dan dinyatakan dengan nilai rerata dan simpang baku. Dilakukan analisa statistik dengan uji t dengan tingkat kemaknaan p<0,05. dengan confidence interval 95%. Analisa data dengan mempergunakan komputer program SPSS.

HASIL PENELITIAN

Tidak semua penderita dapat dilakukan pemeriksaan eko karena problem biaya pemeriksaan dan kondisi penderita.

Selama periode Juli tahun 1993 sampai Juli 2002 tercatat 123 penderita demam rematik dan penyakit jantung rematik yang memenuhi kriteria penelitian. Secara klinis dari 123 penderita didapati 54 orang menderita demam rematik dan 69 menderita penyakit jantung rematik. Secara klinis dari 54 penderita DR 31 orang dengan gagal jantung dan dari 69 penderita PJR 38 orang mengalami gagal jantung. Didapati 115 penderita dengan kelainan katup jatung dan 8 tanpa kelainan katup yaitu berupa artritis, korea dan gangguan irama. Kelainan katup terbanyak berupa regurgitasi mitral (MR) dan stenosis mitral (MS) dan diikuti regurgitasi mitral, regurgitasi aorta (AR), regurgitasi trikuspid (TR) dan regurgitasi pulmonal (PR). Selain itu didapati 8 effusi perikard yang menyertai kelainan katup. Pada Tabel 1 dapat dilihat kelainan katup yang didapat yang ditegakkan secara klinis dan didukung pemeriksaan eko.

Tabel 1.

Kelainan katup pada demam rematik dan penyakit jantung rematik

Kelainan Katup Jumlah Persen

MR + MS 50 43,47

MR 33 28,69

MR+ MS + AR 9 7,82

MS 8 6,95

MR + AR 8 6,95

AR 3 2,60

MS + TR 1 0,86

MR + MS + AR 1 0,86

MR + MS + AR + TR 1 0,86 MR + MS + AR + TR + PR 1 0,86

Jumlah 115 100

Keterangan: MR = regurgitasi mitral; MS = stenosis mitral; AR = regurgitasi aorta; TR = regurgitasi trikuspid; PR = regurgitasi pulmonal.

(5)

didiagnosis sebagai demam rematik dan 61 sebagai penyakit jantung rematik. Umur penderita termuda 4 tahun dan tertua 15 tahun dengan rerata 10,62 + 2,62 tahun. Berat badan berkisar antara 11–55 kg dengan rerata 26,0 + 8,86 kg dan tinggi badan berkisar 99– 175 cm dengan rerata 130,74 + 15,57 cm. Umur, berat dan tinggi penderita dapat dilihat pada Tabel 2 dan dengan uji t tidak didapati perbedaan diantara kelompok DR dan PJR.

Tabel 2.

Karakteristik penderita DR dan PJR

Parameter DR PJR

n= 46 n = 61 p

Umur (tahun) 10,26 + 2,56 10,90 + 2,68 0,214 Berat badan (kg) 25,85 + 8,65 26,12 + 9,33 0,881 Tinggi badan (cm) 130,5 + 13,14 130,92 + 17,42 0,893

Pemeriksaan M mode dilakukan pada 107 penderita dan bila penderita dikelompokkan atas kelompok demam rematik dan kelompok penyakit jantung rematik didapati pembesaran atrium kiri dari nilai normal pada penderita

DR maupun PJR dan aorta tidak mengalami pembesaran. Pada penderita PJR didapati penurunan nilai EF slope lebih rendah dari penderita DR dan dengan uji t perbedaan tersebut bermakna. Nilai IVS maupun LVPW masih dalam batas-batas normal. Dimensi ventrikel kiri mengalami pembesaran dari nilai normal pada penderita DR maupun PJR baik pada saat diastole maupun sistole, dan pada DR lebih besar dibanding dengan PJR dan dengan uji t perbedaan tersebut bermakna. Fraksi ejeksi pada DR dan PJR sedikit menurun dibanding nilai normal, tetapi tidak didapati perbedaan diantara keduanya, sedangkan nilai fraksi pemendekan juga menurun sedikit tetapi masih dalam batas-batas normal tetapi dengan uji t didapati perbedaan diantara DR dan PJR. Persentase penebalan IVS dan LVPW di atas nilai normal baik pada DR dan PJR tetapi dengan uji t perbedaan tersebut tidak bermakna.

Pada Tabel 3 dapat dilihat beberapa nilai yang diperoleh dari hasil pemeriksaan M-mode penderita DR dan PJR disertai nilai uji t.

Tabel 3.

Hasil pemeriksaan M-mode penderita DR dan PJR

Parameter DR

n = 46

PJR n = 61

p

Atrium kiri (mm) 36.01 + 10.13 38.87 + 10.32 0.156

Aorta (mm) 21.42 + 3.16 20.42 + 4.92 0.230

Rasio LA/Ao 1.71 + 0.51 2.36 + 3.20 0.177

EF slope (mm/sec) 97.32 + 51.18 70.6 + 38.53 0.03 *

IVS ED (mm) 7.42 + 1.53 7.35 + 1.86 0.837

IVS ES (mm) 10.37 + 1.87 10.48 + 2.75 0.817

% IVS 42.0 + 21.1 44.5 + 26.1 0.598

LVED (mm) 50.43 + 8.49 45.87 + 11.28 0.025*

LVES (mm) 33.75 + 7.51 31.78 + 8.05 0.204

Fraksi pemendekan (persen) 33.33 + 7.42 30.44 + 7.37 0.050*

LVPW ED (mm) 7.44 + 1.63 8.05 + 2.16 0.115

LVPW ES (mm) 11.07 + 2.33 11.55 + 2.86 0.356

% LVPW 49.9 + 16.6 64.5 + 13.85 0.481

Fraksi ejeksi (persen) 63.91 + 10.61 62.28 + 12.26 0.478

(6)

Tabel 4.

Hasil pemeriksaan M-mode penderita DR dan PJR

Gagal Jantung Tanpa Gagal Jantung

Parameter

DR n = 30

PJR n = 35

p DR

n = 16

PJR N = 26

P

Atrium kiri (mm) 38.64 +

10.93

41.31 + 8.53 0.273 31.08 + 6.10 35.58 + 11.71 0.163

Aorta (mm) 20.96 + 2.90 20.18 + 5.51 0.490 22.29 + 3.52 20.74 + 4.06 0.215

Rasio LA/Ao 1.86 + 0.538 2.77 + 4.16 0.241 1,41 + 0.31 1.80 + 0.78 0.068

EF slope (mm/sec) 94.99 + 42.23

63.26 + 39.02 0.003* 101.68 +

66.17

80.48 + 36.26 0.186

IVS ED (mm) 7.68 + 1.33 8.10 + 1.86 0.301 6.94 + 1.80 6.25 + 1.22 0.159

IVS ES (mm) 10.74 + 1.84 10.96 + 2.83 0.722 9.68 + 1.78 9.79 + 2.52 0.883

% IVS 41.36 +

20.70

35.57 + 18.27 0.235 43.20 + 22.45 57.52 + 30.40 0.115

LVED (mm) 53.23 + 8.44 44.81 + 13.26 0.004* 45.19 + 5.79 47.42 + 7.54 0.322

LVES (mm) 35.52 + 7.52 31.45 + 9.33 0.060 30.43 + 6.48 32.27 + 5.86 0.359

Fraksi pemen dekan (persen)

33.48 + 7.56 29.43 + 7.69 0.037* 33.04 + 7.40 31.91 + 6.76 0.620

LVPW ED (mm) 7.87 + 1.70 8.58 + 2.42 0.182 6.65 + 1.15 7.28 + 1.45 0.150

LVPW ES (mm) 11.56 + 2.51 12.29 + 3.03 0.299 10.16 + 1.67 10.49 + 2.26 0.628

% LVPW 47.94 +

18.01

45.02 + 17.36 0.508 53.68 + 13.31 92.88 + 21.56 0.474

Fraksi ejeksi (persen) 62.33 + 11.86

61.50 + 12.72 0.788 65.36 + 9.43 63.40 + 11.72 0.579

Keterangan: IV = interventricle septum; LV = Left ventricle; LVPW = Left ventricle posterior wall; ED = End diastolic; ES = End systolic; LA = Left atrium; Ao = Aorta. Angka yang ditebalkan merupakan nilai abnormal (lebih besar atau lebih kecil).

Bila pemeriksaan M-mode pada masing-masing penderita DR dan PJR dikelompokkan atas adanya gagal jantung dan tanpa gagal jantung maka didapati pembesaran atrium kiri dibanding dengan nilai normal baik pada penderita DR dan PJR dengan gagal jantung maupun tanpa gagal jantung. Nilai Aorta pada penderita DR tanpa gagal jantung sedikit membesar dibanding nilai normal sedang pada penderita pada DR dan PJR dengan gagal jantung dan pada penderita PJR tanpa gagal jantung masih dalam batas nilai normal. Nilai rasio atrium kiri dibanding aorta juga lebih dari 1,3 baik pada penderita DR dan PJR dengan gagal jantung maupun tanpa gagal jantung Nilai EF slope pada penderita PJR dengan gagal jantung lebih rendah dari normal dan dengan uji t didapati perbedaan yang bermakna antara EF slope penderita PJR dengan gagal jantung dibanding penderita DR

(7)

pada kelompok tanpa gagal jantung tidak didapati perbedaan diantara DR dan PJR. Dinding ventrkel kiri juga lebih besar dari normal pada penderita DR dengan gagal jantung dan PJR dengan gagal jantung dan pada kelompok PJR tanpa gagal jantung, tetapi pada penderita DR tanpa gagal jantung nilainya masih dalam batas-batas normal dan penebalan ini secara statistik tidak bermakna antara penderita DR dan PJR baik dengan gagal jantung maupun tanpa gagal jantung. Fraksi ejeksi pada kelompok penderita DR dan PJR dengan gagal jantung maupun tanpa gagal jantung sedikit menurun dibanding nilai normal tetapi perbedaan ini tidak bermakna. Pada Tabel 4 dapat dilihat beberapa nilai yang diperoleh dari hasil pemeriksaan M-mode penderita DR dan PJR yang dikelompokkan atas adanya gagal jantung dan tanpa gagal jantung disertai nilai uji t.

Pada pemeriksaan 2-DE didapati penebalan daun katup mitral baik yang anterior ataupun posterior yang ditandai dengan bertambahnya ekogenisiti dari daun katup mitral. Penebalan daun katup mitral didapati pada 57 (53,2%) penderita masing-masing 19 (17,75%) pada kasus DR dan 38 (35,51%) pada kasus PJR. Di samping penebalan daun katup mitral juga didapati gerakan daun katup mitral yang kaku. Selain itu didapati prolaps daun katup mitral baik yang anterior ataupun posterior pada 24 (22,42%) kasus masing-masing 15 (14,01%) pada kasus DR dan 9 (8,41%) kasus PJR. Efusi perikard didapati pada 8 kasus yang dikonfirmasi juga dengan pemeriksaan M-mode dan umumnya ringan dan tidak ada disertai dengan tanda tamponade jantung. Di samping itu didapati 1 kasus dengan trombus di atrium kiri pada penderita MS. Dilatasi anulus katup mitral tidak dapat dikemukakan karena tidak dievaluasi pada catatan medik yang tersedia. Penebalan daun katup mitral disertai penurunan nilai EF slope didapati pada penderita MS termuda berusia 6 tahun.

Pemeriksaan doppler dan doppler berwarna hanya dilakukan pada 20 penderita. Dari 20 penderita didapati 16 kasus regurgitasi mitral dengan rerata velocity 4.27 m/sec, 12 kasus regurgitasi aorta dengan rerata velocity 3.16 m/sec, 9 kasus regurgitasi trikuspid dengan rerata velocity 2.46 m/sec, dan 4 kasus regurgitasi pulmonal dengan

velocity 2.22 m/sec. Hanya 11 kasus yang diukur area mitral valve dengan cara pressure half time dan rerata area mitral valve 2.67 cm2

, pada kasus MR maupun kasus MS. Pada kasus MS saja area mitral valve rerata sebesar 1.84 cm2

. Penilaian derajat regurgitasi katup dengan tehnik doppler berwarna secara kwalitatif tidak dilakukan. Kelainan yang didapati berupa kelainan tunggal dan kombinasi.

PEMBAHASAN

DR dan PJR masih merupakan problem kesehatan pada anak karena insidensnya sepanjang tahun masih tetap. Pada penelitian ini selama 8 tahun didapati 123 kasus baru DR dan PJR. Setiap tahun didapati kasus baru DR dan PJR. Juga didapati seorang anak berusia 6 tahun dengan MS. Penelitian mengenai pemeriksaan eko DR dan PJR pada anak di Indonesia belum banyak dipublikasi. Pemeriksaan eko pada DR dan PJR perlu dilakukan karena dapat menilai derajat dan jenis kelainan jantung yang terlibat. Penelitian ini untuk melihat hasil pemeriksaan eko pada DR dan PJR pada anak pada saat kunjungan pertama. Penelitian lain melaporkan mengenai pemeriksaan eko pada DR akut saja, berupa penelitian prospektif dan ada yang berupa retrospektif dan tidak menyertakan PJR 19-22

. Pada penderita DR kebocoran katup yang ringan tidak dapat dideteksi dengan auskultasi, tetapi dapat ditunjukkan dengan pemeriksaan eko doppler 12,13,15,19

. Kelainan katup yang terbanyak didapati pada penelitian ini melibatkan katup mitral, aorta, trikuspid dan pulmonal, seperti pada penelitian lain 10,11,17,18,19

. Keterlibatan katup mitral murni ataupun bersamaan dengan katup lainnya didapati sebesar 97,40% dan keterlibatan katup aorta murni sebesar 2,60%. Keterlibatan ini secara klinis dan didukung dengan pemeriksaan eko 2-DE, M-mode dan doppler. Peranan eko doppler sangat besar terutama untuk menilai regurgitasi trikuspid dan pulmonal yang didapati pada 3 kasus yang dengan auskultasi tidak dapat didengar. Keterlibatan mitral pada DR dan PJR paling sering didapati dan dilaporkan berupa regurgitasi maupun stenosis10,17,25

. Pada mitral regurgitasi sering didapati pembesaran dimensi LV dan LA bergantung pada derajat regurgitasi yang terjadi17

(8)

yang murni didapati pembesaran dimensi LA dan pada penelitian ini hanya didapati 8 kasus MS murni dan selebihnya disertai dengan MR dan umumnya didapati pembesaran atrium kiri. Pada penelitian ini didapati pembesaran LA dan LV. Meskipun LA lebih besar pada PJR dibanding DR tetapi perbedaan ini tidak bermakna. Juga didapati penurunan nilai EF slope pada PJR dibanding DR dan perbedaan ini bermakna. Penurunan nilai EF slope menunjukkan adanya MS. Didapati nilai LV lebih besar pada DR dibanding PJR dan perbedaan ini bermakna. Fungsi ventrikel kiri dapat dinilai dari fraksi ejeksi dan fraksi pemendekan. Pada penelitian ini fraksi ejeksi diantara DR dan PJR keduanya menurun dibanding nilai baku tetapi secara statistik perbedaan ini tidak bermakna dan hanya fraksi pemendekan yang menurun sedikit dari nilai normal dan perbedaan ini bermakna. Pada analisa statistik berikut penderita DR dan PJR dipisahkan dalam kelompok yang mengalami gagal jantung dan tanpa gagal jantung dan semua parameter diuji. Didapati beberapa parameter yang nilainya abnormal pada kelompok DR dan PJR dengan gagal jantung dan tanpa gagal jantung. Dengan uji t didapati perbedaan yang bermakna didapati pada kelompok gagal jantung yaitu pada nilai EF slope, dimensi LV dan fraksi pemendekan. Bila dilihat Tabel 3 dan Tabel 4 terlihat nilai yang berbeda secara bermakna didapati pada parameter yang sama yaitu pada nilai EF slope, dimensi LV dan fraksi pemendekan. Dari penelitian ini tampaknya yang memberikan gambaran ekokardiografi M-mode yang berbeda didapati pada kelompok yang secara klinis mengalami gagal jantung, sedang pada kelompok tanpa gagal jantung tidak mengalami perbedaan yang bermakna. Vasan11

dalam penelitiannya menemukan sebagian besar pasiennya mempunyai fungsi sistolik ventrikel kiri yang normal dan gagal jantung berhubungan dengan adanya gangguan hemodinamik akibat lesi katup yang bermakna.

Ty dan Ortis17

melaporkan keterlibatan mitral sebesar 86% dan Sukman18

melaporkan keterlibatan mitral sebesar 100% pada penderita demam rematik yang dilakukan pemeriksaan eko doppler dan Vasan melaporkan keterlibatan katup mitral sebesar 94% pada DR episode pertama dan sebesar

84% pada karditis berulang. Prashanti19 mendeteksi 90% kasus serangan awal DR memperlihatkan karditis dengan eko 2-DE dan doppler berwarna dan 80% merupakan Mitral regurgitasi dan 75% mempunyai penebalan daun katup mitral. Medeiros10 melaporkan terdapatnya mitral regurgitasi 100% pada kasus yang ditelitinya. Meskipun didapatinya keterlibatan katup mitral pada penelitian ini dan penelitian lainnya hampir sama, tetapi ada perbedaan, dimana penelitian ini meliputi DR dan PJR sedang penelitian lainnya hanya pada DR. Calleja23

melaporkan pada penderita PJR paling sering mengenai katup mitral diikuti katup aorta, katup trikuspid dan katup pulmonal. Kelainan itu bisa berupa kelainan tunggal, ganda, tripel dan kuadripel.

Pemeriksaan 2-DE dapat memberikan gambaran keadaan katup mitral. Pada penelitian ini didapati kelainan katup mitral sebesar 53,27% berupa penebalan daun katup mitral, prolapse katup mitral dan gerakan katup mitral yang kaku, dan adanya effusi perikard, dan trombus di LA. Ty dan Ortis 17 dan Medeiros10

juga melaporkan kelainan katup mitral pada pemeriksaan 2-DE pada kasus DR. Kelainan yang mereka dapati berupa penebalan daun katup, prolaps, dilatasi anulus, effusi perikard, perlekatan kommisura tanpa stenosis, ruptur kordae, vegetasi dan stenosis. Prashanti 19

juga mendapati kasus DR yang ditelitinya mempunyai penebalan daun katup mitral (75%), gerakan daun katup mitral yang restriksi (22,9%), flail anterior mitral valve, prolaps daun katup anterior, ruptur korda. Ia juga mendapati regurgitasi aorta 32,5%, keterlibatan katup trikuspid 22,5% dan effusi perikard 10%. Vasan 11

juga menemukan regurgitasi mitral paling banyak didapati di samping penebalan katup mitral dengan atau tanpa restriksi gerakan daun katup pada karditis rematik dan karditis rematik berulang. Figueroa25

juga menemukan paling banyak keterlibatan katup mitral dan kemudian katup aorta pada penelitiannya.

Pemeriksaan eko doppler pada penderita DR dan PJR pada anak sangat penting dilakukan karena pada penderita DR/PJR dengan kebocoran katup ringan yang tidak dapat dideteksi dengan auskultasi, dapat ditunjukkan dengan pemeriksaan eko doppler9,15

(9)

menegakkan diagnosis DR dengan eko doppler berwarna untuk mendeteksi adanya regurgitasi yang sulit dideteksi dengan auskultasi terutama pada kasus dengan takikardia 15

. Tetapi pemeriksaan eko doppler sangat sensitif karena pada orang normal bisa didapati sebesar 3–45% MR ringan 21

. Pada penelitian ini juga didapati effusi perikard 8 kasus, trombus di LA 1 kasus dan regurgitasi trikuspid dan pulmonal pada 3 kasus, yang secara klinis tidak dapat ditegakkan, tetapi dapat diketahui dari pemeriksaan eko. Selain itu dengan eko doppler dapat dihitung area mitral valve, tetapi pada penelitian ini jumlah yang diperiksa sangat sedikit sehingga kurang layak untuk dianalisa. Pemeriksaan eko pada anak dengan DR dan PJR perlu dilakukan untuk menilai kelainan pada katup jantung dan kelainan lain yang menyertainya. Sebaiknya dilakukan pada saat kunjungan pertama untuk mengetahui kelainan katup pada fase dini dan menyingkirkan kelainan yang kronis. Hal ini perlu pada penatalaksanaan DR dan PJR pada anak.

Pada penelitian ini didapati penderita PJR lebih banyak dibanding DR pada saat pertama kali berkunjung. Disini tampak pentingnya peran deteksi dini menegakkan diagnosis DR. Diagnosis dini DR perlu ditegakkan untuk memberikan pengobatan yang tepat, mencegah berulangnya demam rematik dan mencegah kerusakan katup jantung berlanjut. Penderita DR yang berlanjut menjadi PJR terjadi karena pengobatan yang tidak adekuat. Banyak faktor yang berperan dalam hal ini. Tidak hanya faktor medik, tetapi juga faktor lain diluar medik. Tetapi segi medik memegang peranan penting karena serangan ulangan DR dapat dicegah dengan obat-obatan.

Penelitian ini mempunyai keterbatasan karena:

1). Bersifat retrospektif, sehingga kemungkinan data yang tercatat tidak seragam dan sama dalam penulisannya, dan tidak tercatat sempurna.

2). Untuk menegakkan diagnosis DR digunakan 2 kriteria yaitu Kriteria Jones Revisi (1965) dan Kriteria Jones Update (1992), yang sama dalam kriteria mayor, tetapi berbeda dalam kriteria minor.

3). Digunakan 2 alat ekokardiografi yang berbeda dengan fasilitas pemeriksaan yang

tidak sama, dimana alat pertama hanya dapat melakukan pemeriksaan 2-DE dan M-Mode, dan alat kedua lebih lengkap serta dilengkapi dengan 2-DE, M-mode, Doppler dan doppler berwarna. Penelitian lain umumnya meng gunakan alat ekokardiografi yang lengkap dengan 2-DE, M-mode, doppler dan doppler berwarna. 4). Di samping itu dalam pengolahan data

M-mode semua jenis dan jumlah kelainan katup disatukan pada penderita DR dan PJR. Tidak dibedakan antara kelainan katup tunggal atau ganda atau lebih. Semua kelainan katup tidak dipisahkan dan dianalisa secara tersendiri. Hal ini disadari sangat akan mempengaruhi hasil analisa.

KESIMPULAN

Pada penelitian ini anak yang menderita DR dan PJR selalu mengalami kelainan katup. Didapati penderita MS termuda berusia 6 tahun. Kelainan katup yang tersering terlibat adalah mitral, aorta, trikuspid dan pulmonal, berupa regurgitasi dan stenosis, yang dapat dideteksi secara klinis dan pemeriksaan eko.

Pada penelitian ini meskipun didapati kelainan beberapa parameter pemeriksaan eko pada anak yang menderita DR dan PJR, tetapi kelainan tersebut tidak mempunyai nilai yang berarti, sehingga pemeriksaan eko tidak mempunyai peran yang besar dalam membedakan DR dengan PJR. Tetapi pemeriksaan eko tetap diperlukan pada anak yang menderita DR dan PJR untuk mengetahui kelainan ikutan pada jantung dan pada follow up penderita.

SARAN

(10)

DAFTAR PUSTAKA

1. Lopez WL, de la Paz AG. Jones Criteria for Diagnosis of Rheumatic Fever. A Historical Review and Its Applicability in Developing Countries. In: Calleja HB, Guzman SV. Rheumatic fever and Rheumatic Heart Disease, epidemiology, clinical aspect, management and prevention and control programs. A publication of the Philipine Foundation for the prevetion and control of rheumatic fever/rheumatic heart disease: Manila, 2001; p. 17–26.

2. Chakko S, Bisno AL. Acute Rheumatic Fever. In: Fuster V, Alexander RW, O’Rourke et al. Hurst The Heart; vol.II; 10th ed. Mc Graw-Hill: New York, 2001; p. 1657–65.

3. Meador RJ, Russel IJ, Davidson A, et al. Acute Rheumatic Fever. Available from: http://www.emedicine.com/med/topic29 22.htm.

4. Stollerman GH. Rheumatic fever (Seminar). Lancet 1997; 349: 935–42.

5. Madiyono B. Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik pada Anak di Akhir Milenium Kedua. In Kaligis RWM, Kalim H, Yusak M et al. Penyakit Kardiovaskular dari Pediatrik Sampai Geriatrik. Balai Penerbit Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta 2001. p. 3–16.

6. Stollerman GH. Can We Eradicate Rheumatic Fever in the 21st

Century? Indian Heart J 2001; 53: 25–34.

7. Parillo S, Parillo CV, Sayah AJ, et al.Rheumatic Fever. Available from: http://www.emedicine.com/emerg/topic5 09.htm.

8. Narula J, Chandrasekar Y, Rahimtoola S. Diagnosis of active rheumatic carditis. The Echoes of change. Circulation 1999; 100:1576–81.

9. Saxena A. Diagnosis of Rheumatic Fever: Current Status of Jones Criteria and Role of Echocardiography. Indian J Pediatr; 2000 Mar: 67(3 Suppl.): S11-4.

10. Medeiros CCJ, Moraes AV, Snitcowsky R, et al. Echocardiographic Diagnosis of Rheumatic Fever and Rheumatic Valvar Disease. Cardiol Young 1992; 2: 236–39.

11. Vasan RS, Shrivastava S, Vijayakumar M, et al. Echocardiographic Evaluation of Patients with Acute Rheumatic Fever and Rheumatic Carditis. Circulation 1996; 94: 73–82.

12. Park MK. Acute Rheumatic Fever. In: Pediatric Cardiology for Practitioners; 3rd ed. St. Louis: Mosby, 1996; p. 302–09.

13. Achutti A, Achutti VR. Epidemiologi of Rheumatic Fever in The Developing World. Cardiol Young 1992; 2: 206–15.

14. Stollerman GH. Rheumatic Fever As We Enter The 21st

Century. Available from: http://www/rheumatic%20fever%20as%2 0we%20enter%20the%2021st%20century htm.

15. Veasy GL. Rheumatic Fever–T. Duckett Jones and The Rest of The Story. Cardiol Young 1995; 5: 293–01.

16. Williamson L, Bowness P, Mowat A, et al. Difficulties in Diagnosing Acute Rheumatic Fever-Arthritis May Be Short Lived and Carditis Silent. BMJ 2000; 320: 362–65.

17. Ty ET and Ortiz EE. M-mode, cross sectional and color flow Doppler echocardiographic finding in acute rheumatic fever. Cardiol Young 1992; 2: 229–35.

18. Sukman TP, Sastroasmoro S, Madiyono B, et al. Echocardiographic Diagnosis of Acute Rheumatic Fever in Children. Paediat Indones 1993; 33: 227–31.

19. Prashanthi SV, Raju PK, Rao KL, et al. Initial Attack of Acute Rheumatic Fever a Clinical and Echocardiographic Study (Echocardiography and Rheumatic Fever). Presented at 54th

Joint Annual Conference of Association of Physicians of India, January 1999. Available from: hhtp:// www./ICI%20Pharmaceuticals%20-%20 Medi%20Forum.RF.htm.

(11)

21. Sanyal SK. Long term sequelae of The First Attack of Acute Rheumatic Fever During Chilhood. In: Emmanouilides GC, Riemenschneider TA, Allen HD, Gutsegell HP. Moss and Adams Heart disease in infants, children, and adolescent; vol. I; 5th

ed. Williams & Wilkins: Baltimore, 1995; p.1416–40.

22. Calleja HB, Guzman SV. Advocacy for Echocardiography in Jones Criteria for The Diagnosis of Rheumatic Fever. In: Calleja HB, Guzman SV. Rheumatic fever and rheumatic heart disease, epidemiology, clinical aspect, management and prevention and control programs. A publication of the Philipine Foundation for the prevetion and control of rheumatic fever/rheumatic heart disease: Manila, 2001; p. 27–33.

23. Calleja HB. Rheumatic mitral valve disease. I. Mitral Stenosis. In: Calleja HB, Guzman SV. Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease, Epidemiology, Clinica Aspect, Management and Prevention and Control Programs. A publication of the Philipine Foundation for the prevetion and control of rheumatic fever/rheumatic heart disease: Manila, 2001; p. 198–203.

24. Oh JK, Seward JB, Tajik AJ. Assesment of Ventricular Function. In Oh Jk, Seward JB, Tajik AJ. The Echo Manual 2nd

ed. Lippincot Williams & Wilkins: Philadelphia; 1999. p. 37–43.

25. Figueroa FE, Fernandez MS, Valdes P, et al. Prospective Comparison of Clinical and Echocardiographic Diagnosis of Rheumatic Carditis: Long Term Follow Up of Patients with Subclinical Disease. Heart 2001; 85: 407–10.

26. Dajani A, Taubert K, Ferrieri P, et al. Treatment of Acute Streptococcal Pharyngitis and Prevention of Rheumatic Fever; A statement for health profesional by Comitte on Rheumatic fever, endocarditis, and Kawasaki disease of the council on cardiovascular disease in the young, American Heart Association. Pediatrics 1995; 96: 758–64.

Gambar

Tabel 3.  Hasil pemeriksaan M-mode penderita DR dan PJR
Tabel 4.  Hasil pemeriksaan M-mode penderita DR dan PJR

Referensi

Dokumen terkait

a) Kajian mendapati komponen dalam mata pelajaran Kemahiran Hidup Sekolah Rendah ini terdiri empat komponen. Namun dapatan yang diperoleh menunjukkan keperluan untuk kerja amali

Penjaringan, Jakarta Utara 818699290 Sentra Industri Terpadu III, Pantai Indah Kapuk Blok H No. Kamal

Dari hasil angket berdasarkan variabel Citra merek dengan indikator pertama yaitu kekuatan merek menunjukkan pengaruh terhadap keputusan pembelian ulang karena

1639/DJU/SK/OT01.1/9/2015 untuk melalukan penilaian dan penjaminan mutu pada pengadilan negeri dan pengadilan tinggi seluruh Indonesia sesuai standar sertifikasi

Sedangkan hadis ahad, terlebih ahad yang gharib dari segi kedatangannya (wurud) hanya bersifat bersifat dhanni, yakni diduga kuat berasal dari Nabi SAW. Predikat sebagai hadis

Hasil: Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil bahwa ekstrak dan suspensi ekstrak daun bayam duri (Amaranthus spinosus L.) mempunyai efektivitas dalam menurunkan volume udema

Hadis tersebut dijadikan hujah oleh Imam asy-Syafi‘i karena sanadnya shahih, akan tetapi tidak diamalkan oleh Imam Abu Hanifah karena sikap perawi hadis tersebut yaitu Abu

Manisan nanas tanpa bertabur gula lebih disukai panelis (60% panelis) dibandingkan dengan manisan nanas yang bergula.. Manisan nanas tanpa gula warnanya lebih cerah yaitu lebih