• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Pada Penggunaan Lahan Hortikultura Di Sub Das Lau Biang (Kawasan Hulu Das Wampu)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Pada Penggunaan Lahan Hortikultura Di Sub Das Lau Biang (Kawasan Hulu Das Wampu)"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

LAU BIANG (KAWASAN HULU DAS WAMPU)

SKRIPSI

Oleh:

CORY MEILIANY BR. SURBAKTI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

LAU BIANG (KAWASAN HULU DAS WAMPU)

SKRIPSI

Oleh:

CORY MEILIANY BR. SURBAKTI 050308025/TEKNIK PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir. Sumono, MS Ir.Edi Susanto, M.Si

Ketua Anggota

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Nama : Cory Meiliany Br. Surbakti

NIM : 050308025

Departemen : Teknologi Pertanian Program Studi : Teknik Pertanian

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Sumono, MS)

Ketua Anggota (Ir. Edi Susanto, M.Si)

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknologi Pertanian (Ir. Saipul Bahri Daulay, M. Si)

(4)

Wampu), dibimbing oleh SUMONO dan EDI SUSANTO.

Pengalihfungsian lahan hutan menjadi lahan budidaya pertanian di bagian hulu DAS Wampu khususnya di Sub DAS Lau Biang telah mengakibatkan masalah peningkatan laju erosi di DAS tersebut. Untuk itu dilaksanakan penelitian di lahan tanaman hortikultura (jeruk) pada bulan April-Juli 2009 dengan menggunakan metode USLE dan metode Petak Kecil dengan mengambil 10 kecamatan untuk pengambilan sampel. Parameter yang diamati adalah jenis tanah, kedalaman efektif tanah, permeabilitas tanah, kadar C-organik tanah, tekstur tanah, struktur tanah, kemiringan lereng dan curah hujan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalihfungsian lahan menjadi lahan tanaman hortikultura (jeruk) berpengaruh terhadap besarnya erosi yang terjadi. Rata-rata erosi yang terjadi menurut metode prediksi sebesar 361,794 ton/ha.thn dan pengukuran erosi dengan metode petak kecil diperoleh laju erosi 20,299 ton/ha.thn lebih kecil dibandingkan dengan metode USLE. Kata kunci : Erosi tanah, Erosi yang Ditoleransikan, Tingkat Bahaya Erosi.

ABSTRACT

CORY MEILIANY BR. SURBAKTI: The Study of Erosion Hazard Level (TBE) on Horticulture Land at Sub DAS Lau Biang (Headwaters of DAS Wampu), supervised by SUMONO and EDI SUSANTO.

The transferring of function of forest land into agriculture at the headwaters of DAS Wampu, especially at Sub DAS Lau Biang has resulted in the increase of erosion rate at this DAS. Therefore, research was carried out at the orange crop area in April-July 2009 using the USLE and small square methods by taking 10 subdistricts for sampling. The observed parameters were the kind of soil, the effective depth of soil, soil permeability, soil C-organic content, soil texture, soil structure, slope and rainfall.

The results showed that the transferring of function of forest land into orange crop affected the amount of erosion. The average of erosion that occured according to the predictive method was 361,794 ton/ha.year, and according to small squares method was 20,299 ton/ha.year that was smaller than the USLE method.

(5)

Drs. Konsep Surbakti dan ibu Srie Mory Br. Bangun. Penulis merupakan putri sulung dari tiga bersaudara.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negeri I Medan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih program studi Teknik Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian.

(6)

segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada Penggunaan Lahan Tanaman Hortikultura di Sub DAS Lau Biang (Kawasan Hulu DAS Wampu)”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara

dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono, MS sebagai Ketua Pembimbing dan

Bapak Ir. Edi Susanto, M.Si sebagai Anggota Komisi Pembimbing serta kepada yang telah membimbing dan memberikan masukan berharga kepada penulis mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai skripsi ini diselesaikan. Khusus untuk Bapak Ahmad Syofyan, SE di Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser yang telah banyak memberi bantuan selama penelitian.

Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar di Program studi Teknik Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian, serta semua rekan mahasiswa yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Desember 2009

(7)

ABSTRAK ... i

Erosi dan Sedimentasi pada Suatu DAS ... 15

Faktor Yang Mempengaruhi Erosi ... 19

Faktor iklim ... 19

Faktor tanah ... 20

Faktor topografi ... 22

Faktor vegetasi... 24

Faktor manusia dan tindakan konservasi ... 25

Tingkat Bahaya Erosi ... 26

Tanaman Hortikultura ... 27

METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ... 30

Bahan dan Alat Penelitian ... 30

Metode Penelitian ... 30

Pengamatan lapangan... 31

Laju erosi yang dapat ditoleransikan (T) ... 31

Pengukuran erosi dengan metode petak kecil ... 32

Prediksi erosi dengan metode USLE ... 34

Faktor erosivitas hujan (R) ... 34

Faktor erodibilitas tanah (K)... 35

Faktor topografi (LS) ... 36

Faktor vegetasi (C) dan faktor manusia/tindakan konservasi (P) ... 36

Tingkat bahaya erosi ... 38

Parameter Penelitian ... 38

(8)

Hal. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Sub DAS Lau Biang Bagian Hulu DAS Wampu ... 41

Pengukuran Erosi Tanah di Lahan Tanaman Hortilkultura (Jeruk) di Sub DAS Lau Biang ……… 42

Erosi ditoleransikan (T) pada lahan tanaman hortikultura (jeruk) ... 42

Erosi pada lahan tanaman hortikultura (jeruk) Sub DAS Lau Biang ... 43

Pengukuran erosi tanah dengan metode Petak Kecil ... 43

Prediksi erosi dengan metode USLE ... 46

Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada Lahan Tanaman Hortikultura (Jeruk)……….. ……… 49

Penilaian Faktor-Faktor Erosi ... 51

Faktor erosivitas hujan (R) ... 51

Faktor erodibilitas tanah (K)... 52

Faktor topografi (LS) ... 56

Faktor vegetasi (C) dan faktor manusia/tindakan konservasi (P) ... 58

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 60

Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(9)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Luas wilayah kecamatan, kabupaten dan kota DAS Wampu ... 12

2. Luas wilayah kecamatan pada Sub DAS Lau Biang ... 13

3. Kelas kemiringan lereng di kawasan DAS Wampu ... 13

4. Jenis dan luas penggunaan lahan di setiap Sub DAS Wampu ... 14

5. Nilai faktor kedalaman tanah pada berbagai jenis tanah ... 32

6. Kode struktur tanah ... 36

7. Kode permeabilitas profil tanah ... 36

8. Nilai faktor (C) untuk berbagai tipe pengelolaan tanaman ... 37

9. Nilai faktor (P) untuk berbagai tindakan konservasi tanah ... 37

10. Kriteria tingkat bahaya erosi ... 38

11. Nilai erosi yang ditoleransikan (T) pada lahan tanaman jeruk ... 42

12. Data petak kecil pada lahan tanaman Jeruk ... 43

13. Nilai tingkat bahaya erosi (TBE) pada lahan tanaman jeruk ... 48

14. Nilai erosivitas hujan di Sub DAS Lau Biang ... 50

15. Nilai kandungan partikel tanah (M) pada lahan tanaman jeruk ... 53

16. Nilai C-organik (a) pada lahan tanaman jeruk ... 54

17. Nilai topografi (LS) pada tanaman jeruk ... 55

18. Nilai faktor pengelolaan tanaman (C) dan tindakan konservasi (P) ... 56

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Flowchart pengukuran laju erosi metode USLE ... 65

2. Flowchart pengukuran laju erosi metode petak kecil ... 66

3. Data curah hujan di Tiga Pancur ... 67

4. Data curah hujan di Barus Jahe... 68

5. Data curah hujan di Merek ... 69

6. Data curah hujan di Tiga Panah ... 70

7. Data curah hujan di Sumber Jaya... 71

8. Data curah hujan di Sinabung ... 72

9. Tabel nilai erosivitas hujan... 73

10. Tabel nilai erodibilitas tanah pada lahan tanaman jeruk ... 74

11. Tabel nilai erosi (A) lahan tanaman jeruk ... 75

12. Data hasil analisis tanah pada lahan tanaman jeruk ... 76

13. Gambar petak kecil di lapangan ... 77

14. Gambar proses permeabilitas ... 78

15. Data permeabilitas pada lahan tanaman jeruk ... 79

16. Peta administrasi ... 80

17. Peta jenis tanah ... 81

18. Peta kelas lereng... 82

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen, dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu titik (outlet). Oleh karena itu, pengelolaan DAS merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan yang pada dasarnya merupakan usaha-usaha penggunaan sumber daya alam di suatu DAS secara rasional untuk mencapai tujuan produksi pertanian yang optimum dalam waktu yang tidak terbatas (lestari), disertai dengan upaya untuk menekan kerusakan seminimum mungkin sehingga distribusi aliran merata sepanjang tahun.

Dari definisi di atas, maka dapat dikemukakan bahwa DAS merupakan ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan

outflow dari material dan energi. Ekosistem DAS, terutama DAS bagian hulu

(13)

dan transport sedimen serta material terlarut lainnya. Adanya bentuk keterkaitan daerah hulu-hilir seperti tersebut di atas maka kondisi suatu DAS dapat digunakan sebagai satuan unit perencanaan sumber daya alam termasuk pembangunan pertanian berkelanjutan (Marwah, 2001).

Sub DAS Lau Biang merupakan bagian hulu dari DAS Wampu yang mencakup wilayah Kecamatan Dolok Silau dan Silimakuta di Kabupaten Simalungun, serta wilayah Kecamatan Merek, Tiga Panah, Simpang Empat, Kabanjahe, Berastagi, Barus Jahe, Payung, Dolat Rakyat, Merdeka, Namanteran, Tiga Binanga, Munthe, Tiganderket, dan Kuta Buluh di Kabupaten Karo, dan sebagian wilayah Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang, serta sebagian wilayah Kecamatan Salapian dan Sei Bingei di Kabupaten Langkat. Luas wilayah Sub DAS Lau Biang sekitar 95.552,095 Ha atau sekitar 22,95% dari total luas wilayah DAS Wampu (410.715 Ha). Selain Sub DAS Lau Biang, Sub DAS lainnya di DAS Wampu adalah Sub DAS Wampu Hulu seluas 204.680 Ha (49,83%), Sub DAS Sei Bingei seluas 79.047 Ha (19,25%), dan Sub DAS Wampu Hilir seluas 32.738 Ha (7,97%) (BP-DAS Wampu Sei Ular, 2008).

(14)

hilir terjadi penyempitan dan pendangkalan sungai khususnya di Sub DAS Wampu Hilir dan Sub DAS Sei Binge di Kabupaten Langkat dan Kota Binjai (Misran, 2008). Khusus di Sub DAS Lau Biang, penggunaan lahan dominannya justru untuk pertanian lahan kering seluas 85,06% dari luas Sub DAS tersebut, sementara untuk hutan hanya 11,43% (BP-DAS Wampu Sei Ular, 2008).

Hutabarat (2008) menyebutkan bahwa ada tiga faktor utama penyebab degradasi DAS di Indonesia yaitu : (1) keadaan alam geomorfologi (geologi, tanah dan topografi) yang rentan terjadi erosi, banjir, tanah longsor, dan kekeringan; (2) iklim, terutama curah hujan yang tinggi dan potensial dapat menimbulkan daya rusak terhadap hamparan lahan/tanah, yang menyebabkan erosivitas yang tinggi; dan (3) aktivitas manusia dalam pemanfaatan/penggunaan lahan/hutan yang melampaui daya dukung wilayah/lingkungan dan atau tidak menerapkan kaidah konservasi tanah dan air yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan keterampilan petani, serta sikap mental orang-orang yang tidak bertanggung jawab (memiliki moral hazard) terutama dalam menggarap/alih fungsi hutan menjadi lahan budidaya atau untuk penggunaan lainnya.

Kemampuan tanah yang rendah dalam menyerap dan menyimpan air, bukan hanya menyebabkan tanaman akan mudah kekeringan pada musim kemarau, tetapi juga menyebabkan air yang mengalir di atas permukaan tanah (run off) pada musim hujan menjadi lebih banyak dan akan menyebabkan lapisan tanah akan lebih banyak terkikis akibat erosi.

(15)

umbi-umbian), hortikultura (sayuran, buah-buahan), dan tanaman industri (kopi,

cacao, dan kemiri). Sementara agroteknologi yang dikembangkan belum

sepenuhnya, bahkan dapat dikatakan sangat minimal, dalam menerapkan teknik konservasi tanah dan air, dan kawasan ini memiliki curah hujan yang tinggi dengan jenis tanah andosol yang rentan terhadap erosi serta kondisi relief yang bergelombang hingga bergunung dengan luas penggunaan lahan pertanian kering yang mencapai 85% dengan mengusahakan tanaman pangan dan tanaman hortikultura (BP-DAS Wampu Sei Ular, 2008). Berkaitan dengan hal tersebut akan dilakukan penelitian guna mendapatkan informasi sejauh mana tingkat bahaya erosi yang terjadi pada penggunaan lahan di kawasan hulu DAS Wampu (Sub DAS Lau Biang).

Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat dijadikan dasar dalam penelitian ini adalah: 1. Seberapa besar laju erosi yang masih dapat ditoleransikan pada penggunaan

lahan tanaman hortikultura di Sub DAS Lau Biang.

2. Bagaimana tingkat bahaya erosi (TBE) yang terjadi pada penggunaan lahan tanaman hortikultura di Sub DAS Lau Biang.

(16)

Kegunaan penelitian

1. Sebagai bahan dasar bagi penulis untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Teknik Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

(17)

Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh dalam pengelolaan DAS, terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan mengenai

DAS berdasarkan fungsi, yaitu pertama DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi

lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan. Kedua DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau. Ketiga DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah (Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air, 2006).

(18)

produksi seluas 66,35 juta Ha. Dari luas kawasan hutan tersebut kondisi kawasan yang tidak berhutan terjadi deforestasi seluas 30,83 juta Ha atau 25,6% dari luas kawasan hutan. Tercatat laju deforestasi pada tahun 2000 hingga 2005 mencapai 1,08 juta Ha/tahun (Gambar 1). Kawasan hutan yang kritis semakin meningkat karena laju deforestasi tersebut jauh lebih besar dibandingkan laju rehabilitasi yang hanya 500 ribu Ha/tahun (Hutabarat, 2008).

Gambar 1. Laju deforestasi versus laju rehabilitasi (Hutabarat, 2008) DAS bagian hulu mempunyai peran penting, terutama sebagai tempat penyedia air untuk dialirkan ke bagian hilirnya. Oleh karena itu bagian hulu DAS sering kali mengalami konflik kepentingan dalam penggunaan lahan, terutama untuk kegiatan pertanian, pariwisata, pertambangan, serta permukiman. Mengingat DAS bagian hulu mempunyai keterbatasan kemampuan, maka setiap kesalahan pemanfaatan akan berdampak negatif pada bagian hilirnya. Pada prinsipnya, DAS bagian hulu dapat dilakukan usaha konservasi dengan mencakup aspek-aspek yang berhubungan dengan suplai air. Secara ekologis, hal tersebut berkaitan dengan ekosistem tangkapan air (catchment ecosystem) yang merupakan

= Luas (Ha)

(19)

rangkaian proses alami daur hidrologi (Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air, 2006).

Peran daerah hulu dalam menjamin kelangsungan ekonomi sumber daya dan konservasi keanekaragaman hayati (bio-diversity) secara sistem hidrologi dan ekologi tidak dapat diabaikan. Dengan pertimbangan tersebut, maka menurut Pasaribu (1999), DAS dapat dimanfaatkan secara penuh dan pengembangan ekosistem daerah hulu dapat dilaksanakan sesuai dengan kaidah-kaidah preservasi (preservation), reservasi (reservation), dan konservasi (conservation). Dengan demikian menunjukkan bahwa daerah hulu dan hilir suatu DAS mempunyai keterkaitan biofisik yang direpresentasikan oleh daur hidrologi dan daur unsur hara. Adanya keterkaitan biofisik tersebut, DAS dapat dimanfaatkan sebagai satuan perencanaan dan evaluasi yang logis terhadap pelaksanaan program-program pengelolaan DAS. Berdasarkan rumusan yang dihasilkan dari lokakarya Pengelolaan DAS yang diselenggarakan di Yogyakarta pada tahun 1995, maka ada 3 hal yang dianggap penting untuk diperhatikan dalam upaya pengelolaan DAS, yaitu :

1. Bahwa pengelolaan DAS merupakan bagian penting dari kegiatan pembangunan di Indonesia, khususnya dalam rangka pemanfaatan sumber daya hutan, tanah, dan air, sehubungan dengan perlindungan lingkungan. 2. Pada dasarnya pengelolaan DAS bersifat multi disiplin dan lintas sektoral

(20)

3. Dalam pelaksanaan sistem perencanaan pengelolaan DAS terpadu, perlu diterapkan azas “Integrated Watershed Management Plan”. Untuk itu dalam setiap rencana pemanfaatan DAS seharusnya diformulasikan dalam bentuk paket perencanaan terpadu dengan memperhatikan kejelasan keterkaitan antar sektor pada tingkat regional/wilayah dan nasional serta kesinambungannya.

Salah satu fokus kegiatan Departemen Kehutanan untuk melaksanakan amanat Kabinet Indonesia Bersatu adalah pengelolaan DAS. Seperti diketahui terdapat 458 DAS kritis di Indonesia. Dari jumlah DAS kritis tersebut, 60 DAS merupakan prioritas I, 222 DAS termasuk prioritas II dan sisanya 176 DAS tergolong prioritas III dalam upaya penanggulangan/rehabilitasinya. Sedangkan lahan kritis di wilayah DAS kritis di Indonesia sangat luas dan terbagi ke dalam lahan sangat kritis seluas 6.890.567 Ha dan 23.306.233 Ha merupakan lahan kritis (Darori, 2008).

Begitu luasnya lahan kritis di kawasan DAS yang menyebabkan terjadinya DAS kritis, maka pengelolaan kawasan berdasarkan konsep DAS mutlak diperlukan. Pengelolaan DAS pada dasarnya merupakan pembangunan berkelanjutan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang mendayagunakan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana, mewujudkan keselarasan, keserasian, keseimbangan antara sumber daya manusia, dalam memanfaatkan sumber daya buatan dan sumber daya alam serta mengupayakan kelestarian fungsi sumber daya alam dalam jangka panjang (Nasution, 2008).

(21)

hutan, tanah dan air. Kurang tepatnya perencanaan dapat menimbulkan adanya degradasi DAS yang mengakibatkan lahan menjadi gundul, tanah/lahan menjadi kritis dan erosi pada lereng-lereng curam. Pada akhirnya proses degradasi tersebut dapat menimbulkan banjir yang besar di musim hujan, debit sungai

menjadi sangat rendah di musim kemarau, kelembaban tanah di sekitar hutan menjadi berkurang di musim kemarau sehingga dapat menimbulkan kebakaran hutan, terjadinya percepatan sedimen pada waduk-waduk dan jaringan irigasi yang ada, serta penurunan kualitas air

(Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air, 2006).

Secara geografis Daerah Aliran Sungai Wampu terletak antara 02º58’51”- 04º36’00’’ Lintang Utara dan 97º48’03”- 98º38’50” Bujur Timur

dengan luas sekitar 410.714,75 Ha atau 4107,15 Km² (BP-DAS Wampu Sei Ular, 2008). Sedangkan menurut administratif terletak di

Kabupaten Langkat, Karo, Deli Serdang, Simalungun, dan Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka

- Sebelah Selatan berbatasan dengan DAS Lau Renun dan DTA Danau Toba - Sebelah Timur berbatasan dengan DAS Belawan, Deli, Percut dan Ular - Sebelah Barat berbatasan dengan provinsi NAD

(Misran, 2008; BP-DAS Wampu Sei Ular, 2008).

(22)

(a). Sub DAS Wampu Hulu seluas 204.679,85 Ha (49,83%) (b). Sub DAS Sei Bingei seluas 79.046,91 Ha (19,25%) (c). Sub DAS Wampu Hilir seluas 32.737,53 Ha (7,97%) (d). Sub DAS Lau Biang seluas 94.250,45 Ha (22,95%). (BP-DAS Wampu Sei Ular, 2008).

Wilayah kecamatan yang termasuk ke dalam DAS Wampu meliputi : - 16 kecamatan di Kabupaten Karo

- 11 kecamatan di Kabupaten Langkat - 2 kecamatan di Kabupaten Deli Serdang - 2 kecamatan di Kabupaten Simalungun - 5 kecamatan di Kota Binjai (Tabel 1).

(23)

Tabel 1. Luas wilayah kecamatan, kabupaten dan kota DAS Wampu.

Kabupaten/Kecamatan Luas Wilayah

Ha %

6. Mardingding 12808,45 3,12

7. Merdeka 2540,34 0,62

8. Merek 12130,48 2,95

9. Munthe 7901,31 1,92

10. Namanteran 7698,06 1,87

11. Payung 3071,95 0,75

12. Kuta Buluh 23457,62 5,71

13. Tiga Binanga 6333,69 1,54

14. Tiganderket 12247,33 2,98

15. Tiga Panah 9516,64 2,32

16. Simpang Empat 7281,31 1,77

Jumlah 126257,80 30,73

Kabupaten Langkat:

6. Secanggang 12985,46 3,16

7. Sei Bingei 33029,15 8,04

8. Selesai 16468,91 4,01

9. Tanjung Pura 6969,22 1,70

10. Wampu 6225,41 1,52

11. Stabat 4894,16 1,19

Jumlah 260333,10 63,39

Kota Binjai:

1. Kutalimbaru 6265,20 1,53

2. Sunggal 45,21 0,01

Jumlah 6310,41 1,54

Jumlah 410714,75 100,00

(24)

Tabel 2. Luas wilayah kecamatan pada Sub DAS Lau Biang

11. Namanteran 7523,418 7,98

12. Munthe 7901,312 8,38

13. Payung 3071,953 3,26

14. Tiganderket 9283,204 9,85

15. Kuta Buluh 2863,562 3,04

16. Tiga Binanga 2185,782 2,32

17. Kutalimbaru 1,374 0,001

18. Salapian 24,847 0,03

19. Sei Bingei 49,473 0,05

Luas Sub DAS Lau Biang 95552,095 100,00

Sumber: BP-DAS Wampu Sei Ular (2008)

Dari segi kemiringan lereng, bentuk lahan dominan di DAS Wampu adalah agak curam hingga sangat curam (kemiringan > 26%) seluas 282.179,86 Ha atau 68,7% dari luas DAS Wampu. Bentuk kemiringan lereng lainnya berikut luasnya disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kelas kemiringan lereng di kawasan DAS Wampu

Lereng (%) Bentuk Lahan Ha %

< 2 Datar 30851,025 7,51

2 – 8 Landai 27809,410 6,77

9-15 Bergelombang 67114,834 16,34

16-25 Berbukit 2759,617 0,67

26-40 Agak curam 104853,056 25,53

41-60 Curam 77465,902 18,86

> 60 Sangat curam 99860,902 24,31

Jumlah 410714,747 100,00

Sumber: BP-DAS Wampu Sei Ular (2008)

(25)

Tabel 4. Jenis dan luas penggunaan lahan di setiap Sub DAS dalam kawasan DAS Wampu

No Sub Das Penggunaan Lahan Ha %/Kec.

1 Lau Biang Belukar 1062,491 1,05

Danau/air 152,338 0,13

Hutan tanaman industri 1617,986 1,13

Hutan lahan kering sekunder 11869,586 10,30

Pemukiman 482,023 0,54

Pert. lahan kering campur semak 315,966 0,85

Pertanian lahan kering 80169,822 85,06

Sawah 415,763 0,60

Total DAS Wampu 410714,747

(26)

Permasalahan khusus di DAS Wampu antara lain adalah (1) banyaknya penggarapan-penggarapan liar di era reformasi, sehingga banyak lahan hutan yang rusak dan beralih fungsi di daerah hulu saat ini, sehingga dapat menimbulkan besarnya sedimentasi di daerah hilir; (2) pola usaha tani yang kurang mengikuti kaidah konservasi tanah di Sub DAS Lau Biang (tanaman hortikultura) Kabupaten Karo; (3) pada bagian hilir DAS adalah terjadinya penyempitan dan pendangkalan sungai di Sub DAS Wampu Hilir, Sub DAS Bingei Kabupaten Langkat dan Kota Binjai (Misran, 2008).

Erosi Dan Sedimentasi Pada Suatu DAS

Erosi adalah proses terkikisnya dan terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah oleh media alami yang berupa air (air hujan). Tanah dan bagian-bagian tanah yang terangkut dari suatu tempat yang tererosi disebut sedimen. Sedangkan sedimentasi (pengendapan) adalah proses terangkutnya/terbawanya sedimen oleh suatu limpasan/aliran air yang diendapkan pada suatu tempat yang kecepatan airnya melambat atau terhenti seperti pada saluran sungai, waduk, danau maupun kawasan tepi teluk/laut (Arsyad, 2000).

Erosi dan sedimentasi merupakan proses penting dalam pembentukan suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) serta memiliki konsekuensi ekonomi dan lingkungan yang penting di DAS tersebut. Erosi dan sedimentasi secara alami akan mempengaruhi pembentukan landscape suatu DAS dan sebaliknya bentuk dan kondisi fisik suatu DAS akan sangat berpengaruh terhadap laju erosi dan sedimentasi (Linsley, dkk, 1996).

(27)

alami merupakan proses-proses pengangkutan tanah yang terjadi di bawah keadaan vegetasi alami. Biasanya terjadi pada keadaan lambat yang memungkinkan terbentuknya tanah yang tebal yang mampu mendukung pertumbuhan vegetasi secara normal. Proses geologi meliputi terjadinya pembentukan tanah di permukaan bumi secara alami. Dalam hal ini erosi yang terjadi tidak melebihi laju pembentukan tanah. Erosi dipercepat adalah pengangkutan tanah yang menimbulkan kerusakan tanah sebagai akibat perbuatan manusia yang mengganggu keseimbangan antara proses pembentukan dan pengangkutan tanah. Oleh sebab itu, hanya erosi dipercepat inilah yang menjadi perhatian konservasi tanah. Dalam pembahasan selanjutnya, istilah erosi yang dipergunakan menggambarkan erosi dipercepat yang disebabkan oleh air (Rahim, 2003; Arsyad, 2000).

Adapun faktor-faktor alam yang mempengaruhi erosi adalah erodibilitas tanah, karakteristik landscape dan iklim. Akibat dari adanya pengaruh manusia dalam proses peningkatan laju erosi seperti pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya dan/atau pengelolaan lahan yang tidak didasari tindakan konservasi tanah dan air menyebabkan perlunya dilakukan suatu prediksi laju erosi tanah sehingga bisa dilakukan suatu manajemen lahan. Manajemen lahan berfungsi untuk memaksimalkan produktivitas lahan dengan tidak mengabaikan keberlanjutan dari sumber daya lahan (As-syakur, 2008).

Erosivitas hujan merupakan faktor alami yang hampir tidak mungkin

(28)

lereng serta faktor vegetasi dan pengelolaan tanah merupakan faktor yang paling sering dikelola untuk mengurangi jumlah aliran permukaan serta menurunkan laju dan jumlah erosi (Agus dan Widianto, 2004; Arsyad, 2006).

Untuk mempertahankan kelestarian sumber daya tanah, secara teoritis proses penghanyutan tanah (erosi) harus seimbang dengan pembentukan tanah. Suatu kedalaman tertentu harus dipelihara agar terdapat cukup air yang tersimpan dan unsur hara serta tempat berjangkarnya tanaman. Oleh karena itu perlu ditetapkan berapa erosi dari sebidang tanah yang masih dapat dibiarkan (permissible erossion) di bawah suatu sistem pengelolaan tertentu. Dalam penetapan batas erosi yang masih dapat dibiarkan adalah perlu diingat bahwa tidaklah mungkin menurunkan laju erosi menjadi nol dari tanah-tanah yang

diusahakan untuk pertanian, terutama pada tanah-tanah yang berlereng (Alibasyah, 1996).

Menurut Asdak (2004), dalam sistem hidrologi karakteristik daerah aliran sungai terkait dengan unsur-unsur seperti iklim, jenis tanah, tata guna lahan dan topografi. Di antara faktor-faktor tersebut, faktor tata guna lahan, panjang dan kemiringan lereng dapat direkayasa manusia. Hal ini tercermin dalam rumus USLE (Universal Soil Loss Equation) oleh Wischmier dan Smith (1978) .

Prediksi erosi pada sebidang tanah dapat dilakukan menggunakan model yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (Arsyad, 2000) yang diberi nama

Universal Soil Loss Equation (USLE) dengan persamaan sebagai berikut:

(29)

dimana:

A = banyaknya tanah tererosi (ton/ha/thn)

R = faktor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satuan tingkat erosi hujan tahunan yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I30).

K = faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per tingkat erosi hujan (R) untuk

suatu tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak percobaan yang panjangnya 22,1 m (72,6 kaki) terletak pada lereng 9 %, tanpa tanaman.

L = faktor panjang lereng yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan panjang lereng 22,1 m (72,6 kaki) di bawah keadaan yang identik.

S = faktor kecuraman lereng yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari suatu tanah dengan kecuraman lereng tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah dengan lereng 9 % di bawah keadaan yang identik.

C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu tanah dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi tanah dari tanah yang identik tanpa tanaman.

(30)

Saifuddin Sarief (1980) dalam bukunya yang berjudul “Beberapa Masalah Pengawetan Tanah dan Air”, penelitian yang telah dilakukan untuk menentukan pengikisan dan penghanyutan tanah menggunakan metode pengukuran besarnya tanah yang terkikis dan aliran permukaan (run-off) untuk satu kali kejadian hujan. Metode ini disebut “Pengukuran Erosi Petak Kecil”, metode ini ditujukan untuk mendapatkan data-data sebagai berikut :

1. Besarnya erosi

2. Pengaruh faktor tanaman

3. Pemakaian bahan pemantap tanah (soil conditioner) 4. Pemakaian mulsa penutup tanah, dan

5. Pengelolaan tanah

Dengan berpegangan pada pendapat Konhke dan Bertrand (1959) bahwa petak kecil yang biasanya berbentuk persegi panjang dipergunakan untuk mendapatkan besarnya pengikisan dan penghanyutan yang disebabkan oleh pengaruh faktor-faktor tertentu untuk suatu tipe tanah dan derajat lereng tertentu (Kartasapoetra, 1990).

Faktor Yang Mempengaruhi Erosi

1. Faktor Iklim

(31)

Besarnya hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu. Oleh karena itu, besarnya curah hujan dapat dinyatakan dalam meter kubik per satuan luas atau secara lebih umum dinyatakan dalam tinggi air yaitu millimeter. Besarnya curah hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali hujan atau masa tertentu seperti per hari, per bulan, per tahun atau per musim.

2. Faktor tanah

Berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbeda-beda. Kepekaan erosi tanah adalah mudah tidaknya tanah tererosi yang merupakan fungsi dari berbagai interaksi sifat-sifat fisika dan kimia tanah. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan erosi adalah (1) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, (2) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dan pengikisan oleh butir-butir hujan yang jatuh dan aliran permukaan.

Menurut Arsyad (2000), beberapa sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman, sifat lapisan tanah, dan tingkat kesuburan tanah, sedangkan kepekaan tanah terhadap erosi yang menunjukkan mudah atau tidaknya tanah mengalami erosi ditentukan oleh berbagai sifat fisika tanah.

(32)

dalam jumlah yang tinggi dapat tersuspensi oleh butir-butir hujan yang jatuh menimpanya dan pori-pori lapisan permukaan akan tersumbat oleh butir-butir liat.

Struktur adalah ikatan butir primer ke dalam butiran sekunder atau agregat. Terdapat dua aspek struktur yang penting dalam hubungannya dengan erosi. Pertama adalah sifat-sifat fisika-kimia liat yang menyebabkan terjadinya flokulasi dan yang kedua adalah adanya bahan pengikat bahan pengikat butir-butir primer sehingga terbentuk agregat yang mantap.

Bahan organik berupa daun, ranting dan sebagainya yang belum hancur yang menutupi permukaan tanah merupakan pelindung tanah terhadap kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh. Bahan organik yang telah mulai mengalami pelapukan mempunyai kemampuan menyerap dan menahan air yang tinggi. Bahan organik dapat menyerap air sebesar dua sampai tiga kali beratnya, akan tetapi kemampuan itu hanya faktor kecil dalam pengaruhnya terhadap aliran permukaan. Pengaruh bahan organik dalam mengurangi aliran permukaan terutama berupa perlambatan aliran permukaan terutama berupa perlambatan aliran permukaan, peningkatan infiltrasi dan pemantapan agregat tanah.

Tanah-tanah yang dalam dan permeabel kurang peka terhadap erosi daripada tanah yang permeabel, tetapi dangkal. Kedalaman tanah sampai lapisan kedap air menentukan banyaknya air yang dapat diserap tanah dan dengan demikian mempengaruhi besarnya aliran permukaan.

(33)

peka erosi dibandingkan dengan tanah yang lapisan bawahnya padat dan permeabilitasnya rendah.

Kepekaan erosi tanah haruslah merupakan pernyataan keseluruhan sifat-sifat tanah dan bebas dari pengaruh faktor-faktor penyebab erosi lainnya. Menurut Hudson (1992), kepekaan erosi didefinisikan sebagai mudah tidaknya tanah untuk tidak tererosi, sedangkan menurut Arsyad (2000), kepekaan tanah didefinisikan sebagai erosi per satuan tingkat erosi hujan untuk suatu tanah dalam keadaan standar. Kepekaan erosi tanah menunjukkan besarnya erosi yang terjadi dalam ton tiap Ha tiap tahun tingkat erosi hujan, dari tanah yang terletak pada keadaan baku (standar). Tanah dalam standar adalah tanah yang terbuka tidak ada vegetasi sama sekali terletak pada lereng 9 % dengan bentuk lereng yang seragam dengan panjang lereng 72,6 kaki atau 22 m. Nilai faktor kepekaan erosi tanah yang ditandai dengan huruf K, dinyatakan dalam persamaan berikut:

K= A/R, ... . (2) dengan arti lambang huruf K adalah nilai faktor kepekaan erosi suatu tanah, A adalah besarnya erosi yang terjadi dari tanah pada petak standar (ton/ha/tahun), dan R adalah EI30 tahunan.

3. Faktor Topografi

Jika keadaan lereng di lapangan tidak sama dengan baku, maka faktor panjang lereng dan kemiringan lereng harus dikembalikan pada keadaan baku, yaitu panjang lereng 22 m dan kemiringan lereng 9 % dengan persamaan berikut :

(34)

Lereng yang lebih curam, selain memerlukan tenaga dan biaya yang lebih besar dalam penyiapan dan pengelolaan, juga menyebabkan lebih sulitnya pengaturan air dan lebih besar masalah erosi yang dihadapi. Di samping itu, lereng-lereng dengan bentuk yang seragam dan panjang memerlukan pengelolaan yang berbeda dengan lereng-lereng pada kemiringan yang sama, tetapi mempunyai bentuk yang tidak seragam dan pendek. Pada lereng yang panjang dan seragam, air yang mengalir di permukaan tanah akan terkumpul di lereng bawah sehingga makin besar kecepatannya daripada di lereng bagian atas. Akibatnya tanah lereng bagian bawah mengalami erosi lebih besar daripada lereng bagian atas. Sebaliknya, lereng yang panjang dan tidak seragam biasanya diselingi oleh lereng datar dalam jarak pendek. Akibatnya aliran air yang terkumpul di lereng bawah tidak begitu besar dan erosi yang terjadi lebih kecil dibandingkan dengan lereng yang panjang dan seragam (Arsyad, 1989).

Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Dua titik yang berjarak horizontal 100 m yang mempunyai selisih tinggi 10 m membentuk lereng 10%. Kecuraman lereng 100 % sama dengan kecuraman 45º. Selain dari memperbesar jumlah aliran permukaan, makin curamnya lereng juga memperbesar kecepatan aliran permukaan yang dengan demikian memperbesar energi angkut air. Dengan makin curamnya lereng, jumlah butir-butir tanah yang terpercik ke atas oleh tumbukan butir hujan semakin banyak. Jika lereng permukaan dua kali lebih curam, banyaknya erosi 2 sampai 2,5 kali lebih besar (Sinukaban, 1986).

(35)

berkurang demikian rupa sehingga kecepatan aliran air berubah. Air yang mengalir di permukaan tanah akan berkumpul di ujung lereng. Dengan demikian, lebih banyak air yang mengalir akan makin besar kecepatannya di bagian bawah lereng mengalami erosi lebih besar daripada di bagian atas. Akibatnya adalah tanah-tanah di bagian bawah lereng mengalami erosi lebih besar daripada bagian atas. Makin panjang lereng permukaan tanah, makin tinggi potensial erosi karena akumulasi air aliran permukaan semakin tinggi. Kecepatan aliran permukaan makin tinggi mengakibatkan kapasitas penghancuran dan deposisi makin tinggi pula (Wischmeier and Smith, 1978).

4. Faktor Vegetasi

Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi dapat dibagi dalam lima bagian, yakni (a) intersepsi hujan oleh tajuk tanaman, (b) mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak air, (c) pengaruh akar dan kegiatan-kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif, (d) pengaruhnya terhadap stabilitas struktur dan porositas tanah, dan (e) transpirasi yang mengakibatkan kandungan air berkurang (Arsyad, 2000).

(36)

pergiliran tanaman adalah mengurangi erosi karena kemampuannya yang tinggi dalam memberikan perlindungan oleh tanaman, memperbaiki struktur tanah karena sifat perakaran, dan produksi bahan organik yang tinggi.

5. Faktor Manusia atau Tindakan Konservasi

Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan sebidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah (Arsyad, 2000). Selanjutnya dinyatakan bahwa usaha-usaha konservasi tanah ditujukan untuk (1) mencegah kerusakan tanah oleh erosi, (2) memperbaiki tanah yang rusak, dan (3) memelihara serta meningkatkan produktivitas tanah agar dapat digunakan secara lestari.

Kegiatan pengendalian erosi meliputi : (1) pengembangan model (metode) prediksi erosi, dan (2) penelitian untuk mengkaji untuk mencari dan/atau mengkaji teknik pengendalian erosi. Metode (model) prediksi yang paling banyak dikembangkan dan diaplikasikan di Indonesia adalah USLE (Universal Soil Loss

Equation). Dalam rangka pengembangan model tersebut Puslitbangtanak telah

melakukan beberapa penelitian untuk mendapatkan nilai faktor-faktor R (erosivitas hujan), K (erodibilitas tanah), C (vegetasi dan pengelolaan tanaman) dan P (konservasi tanah). Hasil penelitian ini sering digunakan untuk menginventarisasi tingkat bahaya erosi dan perencanaan penggunaan lahan serta pemilihan alternatif teknik konservasi tanah (Dariah, dkk , 2005).

(37)

saluran lebar melintang lereng tanah. Pengelolaan lahan dengan kontur tanah pertanian selalu dikombinasikan dengan teras. Fungsi teras adalah mengurangi panjang lereng, karena itu mengurangi sheet dan riil, mencegah terbentuknya

gully, dan menahan aliran permukaan di daerah kurang hujan. Berdasarkan

fungsinya, teras dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu : teras intersepsi (interseption

terrace), dan teras diversi (diversion terrace). Pada teras intersepsi, aliran

permukaan ditahan oleh saluran yang memotong lereng, sedangkan pada teras diversi berfungsi untuk mengubah arah aliran sehingga tersebar ke saluran lahan dan tidak terkonsentrasi ke suatu tempat. Menurut bentuknya teras dibedakan ke dalam beberapa bentuk, yaitu teras kredit, teras guludan, teras datar, teras bangku, teras kebun dan teras individu (Hardjoamidjojo dan Sukandi, 2008).

Tingkat Bahaya Erosi

(38)

Tanaman Hortikultura

Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu, penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan secara garis besar ke dalam macam penggunaan lahan berdasarkan penyediaan air dan lahan yang diusahakan. Berdasarkan hal itu dikenal macam penggunaan lahan seperti sawah, tegalan, kebun, kebun campuran, ladang, perkebunan, dan hutan. Penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam penggunaan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi dan sebagainya (Arsyad, 2000).

Hortikultura berasal dari kata hortus (= garden atau kebun) dan colere (= to cultivate atau budidaya). Secara harfiah istilah hortikultura diartikan sebagai usaha membudidayakan tanaman buah-buahan, sayuran dan tanaman hias (Janick, 1972 ; Edmond et al., 1975). Sehingga hortikultura merupakan suatu cabang dari ilmu pertanian yang mempelajari budidaya buah-buahan, sayuran dan tanaman hias. Sedangkan dalam GBHN 1993-1998 selain buah-buahan, sayuran dan tanaman hias, yang termasuk dalam kelompok hortikultura adalah tanaman obat-obatan.

(39)

ketinggian lahan permukaan laut disebutkan bahwa lahan di bawah 1000 m, macam-macam tanaman menjadi lebih bervariasi antara tanaman semusim dan tanaman tahunan, di atas ketinggian 1000 m di atas permukaan laut, tanaman pertanian yang cocok untuk dikelola terbatas pada jenis sayuran dan tanaman industri seperti tembakau dan tanaman obat-obatan serta hutan lindung.

Usaha tani lahan kering tanaman pangan dan hortikultura pada dataran tinggi sering dilakukan pada lahan-lahan dengan bentuk wilayah berbukit-bergunung dengan lereng di atas >15 %. Penerapan usaha konservasi tanah dan air yang murah yang dapat diterapkan masyarakat perlu dilakukan untuk menekan laju erosi yang mengangkut lapisan atas tanah dan mengakibatkan merosotnya produktivitas tanah (Mulyani, dkk, 2003).

Secara rampat lahan yang baik untuk pengembangan lahan hortikultura ialah berelief datar atau sedikit landai. Lahan yang terlalu miring tidak terlalu cocok karena biasanya miskin hara (kecuali yang tanahnya terbentuk dari endapan abu volkan) dan memerlukan penterasan untuk pengendalian erosi. Tanah yang baik untuk pengembangan hortikultura ialah tanah alluvial asal jangan terlalu berpasir atau berbatu dan bebas banjir. Pemilihan tapak penanaman yang baik berkenaan dengan suhu dan curah hujan (Terra, 1948).

(40)

ditujukan untuk menyiapkan atau menciptakan media tanam yang baik untuk pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman dapat berproduksi secara optimum. Namun demikian, pengolahan tanah secara berlebih dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, di antaranya terjadinya penghancuran struktur tanah. Olah tanah konservasi merupakan suatu metode pengolahan tanah dengan tetap memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah, sehingga dampak negatif dari pengolahan tanah dapat ditekan sekecil mungkin (Dariah, 2007).

(41)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga Juli 2009 di kawasan hulu DAS Wampu, yaitu Sub DAS Lau Biang yang meliputi 10 (sepuluh) wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Dolok Silau dan Silimakuta di Kabupaten Simalungun, serta wilayah Kecamatan Merek, Tiga Panah, Barus Jahe, Kabanjahe, Munthe, Payung, Tiganderket dan Kuta Buluh di Kabupaten Karo.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini diantaranya : lahan budidaya tanaman hortikultura, contoh tanah/sedimen, contoh air larian, peta administrasi, peta jenis tanah, peta, peta kelas lereng, peta penutupan dan penggunaan lahan, data curah hujan.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah : GPS (Global Positioning System), altimeter, klinometer, bor tanah, ring sampel tanah, meteran, waterpass, pisau pandu, kantong plastik dan karet gelang, kertas label, drum penampung atau kolektor air larian dan sedimentasi, lembar plastik penahan/dinding petak kecil, kawat, patok kayu, paku, martil, dan alat pertukangan lainnya, perangkat penangkar mini curah hujan, timbangan, alat tulis, perangkat komputer yang dilengkapi dengan perangkat sistem informasi geografis (SIG), kamera digital.

Metode Penelitian

(42)

Lau Biang) melalui penghitungan dan pengukuran besarnya erosi dan erosi yang masih dapat ditoleransikan pada penggunaan lahan tanaman hortikultura. Pengukuran erosi dan pengambilan sampel tanah dilakukan dengan cara purposive

sampling terutama dalam menetapkan lokasi lahan budidaya tanaman hortikultura.

1. Pengamatan Lapangan

Penetapan besarnya erosi dilakukan dengan dua cara yaitu (1) Pengukuran secara langsung menggunakan metoda petak kecil (kolektor air larian dan sedimentasi), dan (2) Penghitungan (prediksi) menggunakan persamaan USLE.

2. Laju Erosi yang Dapat Ditoleransikan (T)

Untuk menghitung nilai laju erosi yang masih dapat ditoleransikan dipergunakan rumus sebagai berikut:

xBd RL EqD

T = ... (4)

Dimana :

T = Laju erosi dapat ditoleransi (mm/(ha.thn))

EqD = Faktor kedalaman tanah x kedalaman efektif tanah (mm) RL (W) = Resource life (300 dan 400 tahun)

Bd = Bulk density (kerapatan massa) (gr/cm³)

(43)

Tabel 5. Nilai faktor kedalaman tanah pada berbagai jenis tanah

USDA Sub Order dan Kode Faktor Kedalaman Tanah

Aqualfs (AQ) 0.9

Sumber : Rahim (2003)

3. Pengukuran Erosi dengan Metode Petak kecil

(44)

yang tererosi, di ujung bawah petak dipasang tangki penampungan, berupa drum yang diberi tutup di bagian atasnya agar air hujan langsung tidak masuk ke dalam drum tersebut (hanya air larian dari petak yang dibatasi tersebut yang masuk ke dalam drum penampung).

Gambar 2. Penampang petak kecil dan kolektor pada sebidang lahan pertanian semusim.

(45)

4. Prediksi Erosi dengan Metode USLE

Penetapan erosi aktual pada setiap lahan yang dipilih untuk dijadikan sampel penelitian yang dilakukan dengan cara pendekatan (prediksi) USLE menggunakan persamaan sebagai berikut :

P C S L K R

A= . . . . .

dimana :

A = Besarnya erosi yang diperkirakan (ton/(ha.thn)) R = Faktor erosivitas hujan (cm/thn)

K = Faktor erodibilitas tanah L = Panjang lereng (m) S = Kemiringan lereng (%)

C = Faktor pengolahan tanah dan tanaman penutup tanah P = Faktor teknik konservasi tanah

Masing-masing faktor tersebut akan ditentukan nilainya dengan mempergunakan rumus, seperti dibawah ini :

4.1 Faktor Erosivitas Hujan (R)

(46)

=

P.Max = curah hujan maksimum selama 24 jam pada bulan bersangkutan (cm)

4.2 Faktor Erodibilitas Tanah (K)

Faktor erodibilitas tanah atau faktor kepekaan erosi tanah dihitung dengan persamaan Wischmeier dan Smith (1978) :

100 K = 2,713 M1.14 (10)-4(12-a)+3,25(b-2)+2,5(c-3) ... ..(7) dimana :

K = Faktor erodibilitas tanah

M = Ukuran partikel yaitu (% debu + % pasir sangat halus) (100 - % liat) ... ..(8)

Bila data tekstur yang tersedia hanya fraksi pasir, debu dan liat, maka persen pasir sangat halus dapat diduga 20% dari % pasir (Sinulingga, 1990 dalam Girsang, 1998)

a = % bahan organik tanah (% C x 1,724) b = Kode struktur tanah (Tabel 6)

(47)

Tabel 6. Kode struktur tanah

Kelas Struktur Tanah (Ukuran Diameter) Kode

Granular sangat halus 1

Granular halus 2

Granular sedang sampai kasar 3

Gumpal, lempeng, pejal 4

Sumber : Arsyad (1989)

Tabel 7. Kode permeabilitas profil tanah

Kelas Kecepatan Permeabilitas Tanah Kode

Sangat lambat (< 0,5 cm/jam) 6

Sumber : Arsyad (1989)

4.3 Faktor Topografi (LS)

Faktor topografi dihitung dengan persamaan (3) berikut :

(

0,00138

)

2 +0,00965 +0,0138

4.4 Faktor Pengelolaan Tanaman dan Tanaman Penutup Tanah (C) dan Faktor Konservasi Tanah (P)

Faktor pengelolaan tanah dan tanaman penutup tanah (C) serta faktor teknik konservasi tanah (P) diprediksi berdasarkan hasil pengamatan lapangan dengan

mengacu pustaka hasil penelitian tentang nilai C dan nilai P pada kondisi yang identik. Di samping itu juga akan ditentukan besarnya laju erosi yang masih dapat ditoleransi dan tingkat bahaya erosi. Nilai faktor C dan nilai faktor P

(48)

Tabel 8. Nilai faktor (C) untuk berbagai tipe pengelolaan tanaman

Sumber : Suripin (2004)

Tabel 9. Nilai faktor (P) untuk berbagai tindakan konservasi tanah

No. Tindakan Khusus Konservasi Tanah Nilai P

1.

Tanpa tindakan pengendalian erosi Teras bangku

Pengolahan tanah dan penanaman menurut garis kontur Kemiringan 0-8 %

Kemiringan 8-20 % Kemiringan > 20 % Penggunaan sistem kontur

Penggunaan sistem strip(2-4 m lebar) Penggunaan mulsa jerami(6 ton/ha)

Penggunaan pemantap tanah(60 gr/1/m2 (CURASOL) Padang rumput (sementara)

Strip cropping dengan clotataria(lebar 1 m, jarak antar strip 4,5 m) Penggunaan sistem strip(lebar 2 m-4 m)

Penggunaan mulsa jerami(4-6 ton/ha)

Penggunaan mulsa kadang-kadang(4-6 ton/ha)

(49)

5. Tingkat Bahaya Erosi (TBE)

Tingkat bahaya erosi (TBE) ditentukan dengan membandingkan erosi aktual (A) dengan erosi yang dapat ditoleransikan (T) di daerah itu dengan rumus:

TBE = A/T ... (9) Kriteria tingkat bahaya erosi menurut Hammer (1981) disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Kriteria tingkat bahaya erosi

Nilai Kriteria/Rating TBE

< 1.0 1.10 – 4.02 4.01 – 10.0

>10.01

Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Sumber : Hammer (1981)

Parameter Penelitian

Untuk penghitungan erosi menggunakan persamaan USLE, parameter yang akan diamati diantaranya :

1. Jenis tanah

2. Kedalaman efektif tanah 3. Permeabilitas tanah 4. Kadar C-organik tanah 5. Tekstur tanah

6. Struktur tanah 7. Kemiringan lereng

(50)

Pengukuran erosi secara langsung menggunakan metode petak kecil dilakukan pada tipe/jenis penggunaan lahan budidaya tanaman hortikultura dengan satu unit alat pengukuran (petak kecil). Parameter yang akan diamati dalam pengukuran erosi menggunakan metode petak kecil ini antara lain:

1. Jumlah curah hujan per kejadian hujan 2. Volume air larian pada drum kolektor

3. Berat sedimentasi tanah di dalam drum kolektor

Prosedur penelitian

Adapun prosedur penelitian adalah :

1. Ditentukan laju erosi yang dapat ditoleransikan ( T ). 2. Dihitung erosi dengan menggunakan metode petak kecil.

a. Ditentukan lokasi penempatan alat petak kecil. b. Diukur curah hujan per kejadian hujan.

c. Dilakukan pengukuran setiap setelah kejadian hujan. d. Pengukuran air limpasan dan sedimen

- Diaduk seluruh air limpasan dan sedimen yang tertampung dalam drum penampung.

- Dihitung volume air limpasan dan sedimen yang telah diaduk rata. - Diambil sampel larutan (air limpasan dan sedimen yang diaduk) e. Pengukuran besar tanah yang tererosi

(51)

3. Dihitung erosi menggunakan prediksi metode USLE.

a. Ditentukan titik pengambilan sampel tanah, diambil sampel tanah. b. Dihitung laju permeabilitas tanah.

(52)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Sub DAS Lau Biang Bagian Hulu DAS Wampu

Kawasan Sub DAS Lau Biang merupakan kawasan hulu DAS Wampu

yang terletak pada posisi 02054,24’-03014,78’ Lintang Utara dan 98038,49’- 98016,17’ Bujur Timur dengan luas 95.552,095 Ha. Sub DAS Lau

Biang terletak di 19 kecamatan yang terdiri dari Kabupaten Simalungun (2 kecamatan), Kabupaten Karo (16 kecamatan), serta Kabupaten Langkat (1 kecamatan). Berbatasan dengan Kabupaten Langkat (Kecamatan Salapian dan Sei Bingei) dan Kabupaten Deli Serdang (Kecamatan Kutalimbaru dan Sibolangit) di sebelah utara, Kabupaten Deli Serdang (Kecamatan STM Hulu dan Gunung Meriah) di sebelah timur, Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba di sebelah selatan dan Kabupaten Karo (Kecamatan Merek, Munthe, Tiga Binanga dan Kuta Buluh) di sebelah barat.

(53)

Pengukuran Erosi Tanah di Lahan Tanaman Hortikultura (Jeruk) di Sub DAS Lau Biang

1. Erosi Ditoleransikan (T) pada Lahan Tanaman Hortikultura (Jeruk)

Erosi yang dapat ditoleransikan dapat dilihat pada Tabel 11 berikut : Tabel 11. Tabel nilai erosi yang ditoleransikan (T) pada lahan tanaman jeruk

No Kecamatan Desa

Ket :*) diukur di lapangan

**) Dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah FP USU ***) dihitung menggunakan persamaan Hammer, 1981.

Pada lahan tanaman jeruk nilai erosi yang dapat ditoleransikan (T) yang

terbesar yakni 28,885 ton/(ha.thn) atau setara dengan kehilangan tanah sebesar 2,73 mm/thn di Merek dan yang terkecil yakni 27,030 ton/(ha.thn) atau setara

(54)

ditoleransikan (T) rata-rata yakni 27,763 ton/(ha.thn) atau setara dengan kehilangan tanah sebesar 2,64 mm/thn. Besar nilai erosi ditoleransikan yang diperoleh dalam penelitian ini tidak jauh berbeda dengan batasan erosi ditoleransikan yang ditentukan untuk tanah-tanah di Indonesia. Hardjowigeno

dalam Arsyad (1989) mengemukakan besarnya nilai T maksimum untuk

tanah-tanah di Indonesia adalah 2,5 mm/thn yaitu untuk tanah-tanah-tanah-tanah dalam dengan lapisan bawah (sub soil) yang permeabel dengan substratum yang tidak terkonsolidasi (telah mengalami pelapukan). Tanah-tanah yang kedalamannnya kurang atau sifat-sifat lapisan bawah yang lebih kedap air atau terletak di atas substratum yang belum melapuk, nilai T harus lebih kecil dari 2,5 mm/thn.

Nilai erosi yang dapat ditoleransikan (T) bergantung pada kedalaman efektif tanah, jenis tanah yakni Sub ordo tanah untuk penentuan faktor kedalamannya serta nilai bulk density. Erosi ditoleransikan dipergunakan untuk mengukur sejauh mana erosi tanah yang dapat ditoleransikan/dibiarkan pada suatu lahan agar dapat dilakukan penyesuaian pengelolaan lahan dan teknik konservasi yang tepat dalam pemanfaatan lahan.

2. Erosi pada Lahan Tanaman Hortikultura (Jeruk) Sub DAS Lau Biang

a.Pengukuran Erosi Tanah dengan Metode Petak kecil

(55)

Tabel 12. Data petak kecil pada lahan tanaman jeruk

Ulangan I Ulangan II Ulangan III Sedimen Rata-rata

= sedimen total/jumlah hari hujan = 688,367 gr/6 hari

= 114,728 gr/hari

(56)

Sedimen untuk luasan 22 x 2 m

= sedimen dalam 1 hari x rata-rata jumlah hari hujan bulanan (Lampiran 7)

= (114,728 gr/hari) x (778,5 hari/thn) = 89.315,65 gr/thn.44 m²

Sedimen untuk luasan hektar

= (10.000 m²/44 m²) x Sedimen untuk luasan 22 x 2 m = (10.000 m²/44 m²) x 89315,65 gr/thn.44 m²

= 20.299.012 gr/ha.thn = 20,299 ton/(ha.thn)

= 1, 91 mm/thn dengan bulk density 1,060 gr/cm³

Untuk metode petak kecil pada lahan tanaman jeruk diperoleh nilai erosi sebesar 20,299 ton/(ha.thn) atau 1, 91 mm/thn dengan asumsi bahwa besarnya nilai erosi rata-rata per bulan dari pengukuran selama 4 bulan penelitian dapat digunakan untuk menghitung erosi selama 12 bulan (1 tahun). Nilai erosi metode petak kecil sebesar 1,91 mm/thn nilainya lebih kecil dibandingkan nilai erosi yang ditoleransikan (T) sebesar 2,64 mm/thn. Nilai erosi metode petak kecil ini masih berada di bawah batas toleransi yang diperkenankan yaitu 2 mm/thn atau setara 5.588.580 ton/thn atau 34 ton/(ha.thn) (massa jenis 1,7 gr/cm³) sesuai dengan pernyataan Saptarini, dkk, (2007).

(57)

pengukuran erosi tanah menggunakan metode petak kecil, baik dari kemiringannya, panjang lerengnya dan kondisi tanaman jeruknya.

Nilai erosi petak kecil 20,299 ton/(ha.thn) bila dibandingkan dengan nilai erosi yang dapat ditoleransikan (T) dengan rata-rata 27,763 ton/(ha.thn) maka

diperoleh nilai tingkat bahaya erosi yang dikategorikan rendah yakni (< 1). Besar erosi yang diperoleh dalam pengukuran erosi dengan metode petak

kecil adalah dari besar sedimen yang terbawa oleh aliran permukaan tanpa memilah faktor-faktor yang mempengaruhi erosi. Erosi yang diperoleh pada metode ini adalah dengan melakukan pengukuran secara langsung di lapangan tanpa menggunakan ketetapan-ketetapan aritmetik seperti digunakan dalam metode USLE. Sehingga erosi tanah yang diperoleh dengan metode petak kecil adalah erosi nyata yang terjadi di lahan tanaman jeruk.

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui keakuratan pengukuran erosi metode petak kecil tergantung pada pemilihan lokasi penempatan petak kecil, pemasangan semua komponen petak kecil dan pengukuran volume air limpasan yang tertampung dalam drum penampung. Namun demikian, untuk mendapatkan nilai erosi yang lebih mendekati keadaan sebenarnya perlu dilakukan penelitian selama 1 tahun atau adanya kesinambungan data pengukuran selama 12 bulan untuk kedua musim yakni musim kemarau dan musim hujan serta penggunaan petak kecil yang lebih banyak agar dapat mewakili seluruh lahan tanaman hortikultura (jeruk) pada Sub DAS Lau Biang.

b. Prediksi Erosi dengan Metode USLE

(58)

Biang terdapat di daerah Tiganderket sebesar 731,838 ton/(ha.thn) dan yang terendah di daerah Kabanjahe sebesar 86,367 ton/(ha.thn) dengan nilai erosi rata-rata 361,794 ton/(ha.thn). Erosi tanah yang mungkin terjadi dengan prediksi USLE jika dibandingkan dengan besar erosi ditoleransikan, maka diperoleh tingkat bahaya erosi sangat tinggi (>10,01).

Besarnya nilai erosi yang terjadi dengan menggunakan metode USLE disebabkan oleh penggunaan nilai-nilai tetapan faktor yang mempengaruhi erosi tanah itu sendiri yaitu nilai-nilai faktor yang mempengaruhi kemungkinan terjadinya erosi tanah dalam prediksi USLE yang telah ditetapkan sebelumnya. Penggunaan koefisien tetapan-tetapan tersebut mengakibatkan erosi tanah yang terjadi dengan mengunakan prediksi USLE sangat tinggi. Hal ini juga dipengaruhi oleh data curah hujan diperlukan kurang lengkap sehingga mengakibatkan faktor

erosivitas tinggi (2065,17 cm/thn), nilai erosivitas yang tinggi diperoleh dari data

curah hujan tahunan yang tinggi yakni sebesar 3137,8 mm/thn.

(59)

diperoleh besar erosi yang mendekati besar erosi ditoleransikan adalah besar erosi yang diperoleh dengan metode petak kecil.

Perbedaan besar erosi tanah yang diperoleh dengan kedua metode (petak kecil dan prediksi USLE) disebabkan oleh adanya perbedaan penggunaan faktor-faktor yang mempengaruhi erosi tanah dalam pengukuran. Pada metode petak kecil besar erosi tanah yang diperoleh adalah langsung dari pengukuran sedimen yang terhanyut/terkikis oleh aliran permukaan saat terjadi hujan, tanpa memilah faktor-faktor yang mempengaruhi erosi tanah. Sedangkan perhitungan laju erosi tanah dengan metode prediksi USLE semua faktor yang mempengaruhi erosi (erosivitas hujan, erodibilitas tanah, topografi, tanaman, dan teknik konservasi) diuraikan secara terpisah. Nilai-nilai faktor yang mempengaruhi prediksi erosi dengan metode USLE telah ditentukan sebelumnya, dengan kata lain mungkin faktor-faktor tersebut tidak sesuai dengan lahan yang sedang diukur laju erosinya.

(60)

mempengaruhi erosi tanah diuraikan satu persatu. Hal ini bisa digunakan sebagai bahan pembelajaran di laboratorium (pengukuran laju erosi skala laboratorium).

3. Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada Lahan Tanaman Hortikultura (Jeruk)

Evaluasi bahaya erosi merupakan penilaian atau prediksi terhadap besarnya erosi tanah dan potensi bahayanya terhadap sebidang tanah. Evaluasi bahaya erosi ini didasarkan dari hasil evaluasi lahan dan sesuai dengan tingkatannya. Untuk mengetahui kejadian erosi pada tingkat membahayakan atau suatu ancaman degradasi lahan atau tidak, dapat diketahui dari tingkat bahaya erosi dari lahan tersebut. Nilai tingkat bahaya erosi dapat dilihat pada Tabel 13 berikut:

Tabel 13. Nilai tingkat bahaya erosi (TBE) pada lahan tanaman jeruk

N

(61)

Tabel 13 menunjukkan bahwa tingkat bahaya erosi pada lahan tanaman hortikultura (jeruk) di Sub DAS Lau Biang diperoleh tingkat bahaya erosi dengan menggunakan rumus Hammer (1981) sebagian besar berharkat sangat tinggi, tinggi dan sedang, yang tertinggi di Tiganderket sebesar 25,571 dan yang terendah di Kabanjahe sebesar 3,075. Dengan demikian, dapat disimpulkan berdasarkan pengukuran erosi menurut prediksi USLE bahwa lahan tanaman hortikultura (jeruk) di kawasan Sub DAS Lau Biang ini tingkat bahaya erosi (TBE) sudah sangat tinggi dan merupakan lahan yang kritis karena rentan akan bahaya erosi.

Erosi ditoleransikan (T) sangat berkaitan dengan tingkat bahaya erosi (TBE), karena semakin besar nilai T dengan besar erosi tanah (A) sama, maka TBE akan semakin rendah dan sebaliknya, jika T semakin kecil maka TBE akan semakin tinggi. Jadi hubungan antara T dengan TBE sangat nyata dalam penentuan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi.

(62)

4.Penilaian Faktor-Faktor Erosi

a. Faktor Erosivitas Hujan ( R )

Berdasarkan perhitungan dari data curah hujan di kawasan Sub DAS Lau Biang yang diperoleh dari BMKG, nilai erosivitas hujan di Sub DAS Lau Biang diperoleh sebesar 2065, 170 cm/thn (Lampiran 9). Nilai curah hujan tahunan yang tinggi yakni 3137, 8 mm/thn menyebabkan nilai erosivitas diperoleh yang tinggi. Nilai curah hujan bulanan rata-rata, hari hujan bulanan rata-rata, curah hujan maksimal selama 24 jam/bln, serta nilai erosivitas hujan dapat dilihat juga pada Tabel 14 berikut :

Tabel 14. Nilai erosivitas hujan di Sub DAS Lau Biang

Bulan

**) Dihitung dengan Rumus Bols (1978) / persamaan 6

(63)

Februari rata-rata curah hujan, rata-rata hari hujan, dan hujan maksimum masing-masing sebesar 34,67 cm ; 71,67 hari; dan 22,20 cm. Besarnya nilai-nilai itu menyebabkan adanya kemungkinan terjadi erosi tanah pada bulan tersebut dengan potensi yang cukup besar, demikian juga pada bulan Mei dan April.

Dari Tabel 14 juga dapat dilihat pada bulan Juli nilai erosivitas paling

rendah, diikuti bulan Agustus dan Juni, yaitu masing-masing sebesar 32,00 cm/bln ; 71,39 cm/bln ; dan 84,02 cm/bln. Pada bulan Juli rata-rata curah

hujan, rata-rata hari hujan, dan rata-rata curah hujan maksimum masing-masing sebesar 8,64 cm ; 44,80 hari ; dan 4,82 cm. Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa pada bulan Juli peluang terjadinya erosi tanah cukup rendah. Demikian pula pada bulan Agustus dan Juni. Secara umum pada bulan Februari, Maret, April, Mei, Oktober, November, dan Desember nilai erosivitas hujan tinggi, sedangkan pada bulan Januari, Juni, Juli, Agustus dan September nilai erosivitas hujan rendah.

b. Faktor Erodibilitas Tanah (K)

Nilai erodibilitas pada lahan tanaman jeruk dapat dilihat pada Lampiran 10. Nilai erodibilitas tertinggi 0,548 dan yang terendah 0,154.

Erodibilitas merupakan kepekaan tanah terhadap daya menghancurkan dan penghanyutan oleh air hujan. Tanah yang erodibilitasnya tinggi akan rentan terkena erosi, bila dibandingkan dengan tanah yang erodibilitasnya rendah.

(64)

adalah tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman, sifat lapisan tanah, dan tingkat kesuburan tanah.

Nilai tekstur dan struktur berbanding lurus dengan nilai erodibilitas. Semakin bertambah nilai tekstur dan koefisien struktur juga besar maka semakin tinggi pula nilai erodibilitasnya sehingga nilai erosi yang akan terjadi juga semakin meningkat. Lain halnya dengan nilai permeabilitas dan bahan organik yang berbanding terbalik, semakin cepat nilai permeabilitas tanah dan semakin besar C-organik tanah maka semakin berkurang nilai erodibilitas tanah sehingga semakin berkurang pula nilai erosi yang akan terjadi. Nilai erodibilitas diperoleh dengan pengamatan sifat tanah di lapangan, seperti pengamatan pada profil tanah dan analisis di laboratorium untuk sifat-sifat tanah yang diperlukan dalam penentuan erodibilitas.

Tanah di lokasi penelitian adalah tanah Hydrandepts merupakan tanah andosol yang berasal dari bahan induk abu dan volkan yang berada di daerah dataran, bergelombang dan berbukit. Corak tanah ini bertekstur dari lempung hingga debu dan mempunyai sifat kepekaan terhadap erosi yang besar. Permeabilitas merupakan kemampuan tanah dalam melewatkan air. Nilai permeabilitas tanah sangat dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah. Tanah-tanah di lokasi penelitian memiliki permeabilitas cepat yakni > 25,4 cm/jam. Untuk lahan tanaman jeruk, nilai permeabilitas tertinggi terdapat di desa Merek II sebesar 283,2 cm/jam dan yang terendah terdapat di daerah Merek I dan Dokhan II sebesar 174,706 cm/jam (Lampiran 15).

(65)

pada kedua lahan merupakan gumpal bersudut dengan kode struktur bernilai 4 yang diperoleh dari pengamatan yang dilakukan di laboratorium. Tekstur tanah merupakan banyaknya persentase kandungan debu, pasir dan liat. Tekstur tanah untuk lahan tanaman jeruk dapat dilihat Tabel 15 berikut:

Tabel 15. Nilai kandungan partikel tanah (M) pada lahan tanaman jeruk

No. Kecamatan Desa Debu

21 Tiganderket Tiganderket 31,590 21,850 38,800 7,760 3075,203

22 Tiganderket 31,900 21,300 39,000 7,800 3124,390

Ket : *) Dihitung dengan persamaan 8

(66)

besar nilai erodibilitas dan mengakibatkan nilai erosi semakin meningkat. Nilai M terbesar yakni di Dokhan II sebesar 4949,910 dan yang terkecil di Sukaramai I sebesar 1522,290. Nilai kandungan partikel tanah (M) berbanding terbalik dengan nilai erodibilitas dan nilai erosi maka semakin besar nilai kandungan partikel tanah (M) maka nilai erodibilitas semakin rendah demikian juga nilai erosinya menjadi kecil. Sehingga di Desa Sukaramai I akan lebih rentan terhadap bahaya erosi dibandingkan desa-desa lain karena nilai kandungan partikel tanahnya yang paling kecil.

Tabel 16. Nilai C-organik (a) pada lahan tanaman jeruk

No. Kecamatan Desa Jeruk

21 Tiganderket Tiganderket 0,380 0,007

(67)

Dari Tabel 16 di atas dapat dilihat bahwa nilai kadar C-organik tanah terbesar yakni Desa Naga Timbul I dan Bintang Meriah I dengan nilai 0,410 % dan yang terkecil yakni Desa Merek II, Regaji I dan Semangat I sebesar 0,310 %. Kadar C-organik tanah (a) diperoleh dari % bahan organik yang diperoleh dari data analisis tanah. Lahan tanaman hortikultura (jeruk) di Sub DAS Lau Biang

memiliki kandungan C-organik (a) rata-rata sebesar 0,373 %. kandungan C-organik pada tanah lahan tanaman jeruk rendah dikarenakan pada lahan

tanaman jeruk dominan lahan bersih dari sumber bahan organik, karena permukaan lahan bebas dari gulma dan hanya ditumbuhi oleh tanaman utama (jeruk) dan penyinaran pun relatif merata sehingga permukaan lahan kering.

Bahan organik yang telah mengalami pelapukan memiliki kemampuan menyerap dan menahan air yang tinggi, semakin tinggi bahan organik yang dikandung oleh tanah semakin besar kemampuannya dalam menyerap dan menahan air. Rendahnya kandungan C-organik tanah di lahan tanaman jeruk menyebabkan tanah menjadi semakin peka terhadap erosi. Pengaruh bahan organik berupa perlambatan aliran permukaan (run-off), peningkatan infiltrasi, dan pemantapan agregat tanah.

c. Faktor Topografi (LS)

(68)

faktor kemiringan dan panjang lereng maka diperoleh nilai faktor topografi rata-rata 4,145. Dengan makin curamnya lereng, jumlah butir-butir tanah yang terpercik ke atas oleh tumbukan butir hujan semakin banyak sehingga mengakibatkan erosi tanah yang terjadi menggunakan prediksi USLE menjadi besar. Nilai faktor topografi (LS) pada lahan tanaman jeruk dapat dilihat pada Tabel 17 berikut:

Tabel 17. Nilai topografi (LS) pada lahan tanaman jeruk No

Ket : *) dihitung dengan persamaan 3

(69)

topografi yang besar tersebut dapat disimpulkan bahwa Desa Regaji I dan Sukaramai I tersebut akan lebih rentan terjadi erosi dibandingkan dengan Desa Dokhan I dan Naga Timbul I dan dengan dengan desa-desa lain yang menjadi sampel penelitian ini.

d. Faktor Vegetasi (C) dan Faktor Manusia/Tindakan Konservasi (P)

Faktor pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi tanah merupakan faktor penting dalam erosi. Nilai (C) jeruk yakni 0,30 dengan nilai konservasi yang beragam yang dapat dilihat pada Tabel 18 .

Tabel 18. Nilai faktor pengelolaan tanaman (C) dan tindakan konservasi (P)

No. Kecamatan Desa Jeruk

21 Tiganderket Tiganderket 0,300 0,900

22 Tiganderket Tiganderket 0,300 0,900

Ket : *) menurut Suripin, 2004 ; **) menurut Arsyad. S, 1989 0,2 = Strip tanaman dengan kontur

0,40 = Teras tradisional

(70)

Nilai faktor C dan P merupakan faktor erosi pada prediksi metode USLE yang merupakan koefisien/tetapan dengan nilai tertentu. Untuk itu, perlu dilakukan penetapan nilai C dan P yang sesuai dengan di lapangan agar nilai erosi yang didapat lebih akurat. Faktor C dan P merupakan faktor yang dapat dikendalikan untuk mengatasi masalah bahaya erosi.

Penanggulangan erosi melalui pengelolaan tanaman dapat dilakukan dengan tanaman penutup tanah yang memiliki peranan besar dalam menghambat dan mencegah erosi karena dapat menghalangi tumbukan langsung butir-butir hujan dan dapat mengurangi kecepatan aliran permukaan.

Gambar

Gambar 1. Laju deforestasi versus laju rehabilitasi (Hutabarat, 2008)
Tabel 1. Luas wilayah kecamatan, kabupaten dan kota DAS Wampu.
Tabel 2. Luas wilayah kecamatan pada Sub DAS Lau Biang
Tabel 4. Jenis dan luas penggunaan lahan di setiap Sub DAS dalam kawasan DAS Wampu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nilai p menunjukkan ≤ 0,05 yang berarti ada hubungan antara beban kerja dan kelelahan kerja pada mahasiswa teknik sipil Undip dalam praktikum Ilmu Ukur

Low dan Lamb Jr dalam Albari &amp; Anindyo Pramudito,(2005:198), Obyek yang digunakan dalam penelitian adalah adalah produk Acer “Projector”, dengan meneliti segi brand extension,

meninjau dan menyesuaikan tarif retribusi kebersihan yang telah diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Buleleng Nomor 2 tahun 1995 tentang Retribusi

Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu dikembangkan suatu tool changer otomatis yang dapat mengatasi permasalahan setting tool terutama pada setting posisi cap

Media online yang saat ini sedanga diminati oleh kalangan masyarakat dari berbagai usia menjadikan peluang bisnis yang sangat menjanjikan, hanya dengan memposting foto prodak

Instrumen pengumpul data dalam penelitian pengembangan ini menggunakan teknik non tes angket.Purwoko dan Titin (2007:26) angket atau kuisioner adalah metode

Sistem operasi berbasis grafis dari Microsoft yang digunakan pada computer pribadi (PC), baik untuk pengguna rumahan maupun bisnis, pada komputer laptop, maupun

1) Siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok. 2) Guru menyampaikan materi pembelajaran. 3) Siswa diberi kesempatan membaca dan mempelajari materi tersebut. 4) Siswa diberi