Lenny Mutiara Ambarita : Kajian Hukum Atas Peran Dan Tanggung Jawab Direksi Dalam Pembelian Kembali KAJIAN HUKUM ATAS PERAN DAN TANGGUNG JAWAB
DIREKSI DALAM PEMBELIAN KEMBALI SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS
TESIS
Oleh
LENNY MUTIARA AMBARITA 077011038/M.Kn
Lenny Mutiara Ambarita : Kajian Hukum Atas Peran Dan Tanggung Jawab Direksi Dalam Pembelian Kembali KAJIAN HUKUM ATAS PERAN DAN TANGGUNG JAWAB
DIREKSI DALAM PEMBELIAN KEMBALI SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
LENNY MUTIARA AMBARITA 077011038/M.Kn
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lenny Mutiara Ambarita : Kajian Hukum Atas Peran Dan Tanggung Jawab Direksi Dalam Pembelian Kembali Telah diuji pada
Tanggal : 1 Agustus 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof.Dr.Tan Kamelo,SH.MS
Anggota : 1. Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH.MS.CN 2. Prof.Dr.Ningrum Natasya Sirait,SH.MLI 3. Dr.T.Keizerina Devi Azwar,SH.MHum.CN
ABSTRAK
Pasar modal adalah salah satu sumber pembiayaan perusahaan secara jangka panjang. Keberadaan institusi ini bukan hanya sebagai wahana sumber pembiayaan saja, tetapi juga sebagai sarana bagi masyarakat untuk mendapatkan kesempatan memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan. Krisis finansial yang melanda Amerika Serikat melalui dua perusahaan raksasanya yaitu Lehman Brothers dan Dow Jones yang gagal ternyata berimbas sampai ke Indonesia. Dampak dari krisis finansial ini dapat dilihat dari merosotnya bursa saham. Bahkan karena indeks bursa merosot drastis, terpaksa bursa disuspensi oleh bursa efek Indonesia (atas persetujuan BAPEPAM-LK). Untuk mengatasi krisis ini salah satunya strategi pemerintah adalah menganjurkan kepada perusahaan-perusahaan untuk melakukan pembelian kembali (buy back) saham. Tujuan dari pembelian kembali saham yang dilakukan adalah agar harga saham perusahaan lebih stabil.Dalam hal pasar yang berpotensi krisis Bapepam mengeluarkan Peraturan Nomor XI.B.3 yang isinya bahwa pembelian kembali saham boleh dilakukan tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mengatakan bahwa pembelian kembali saham harus dilakukan dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham.
Penelitian ini deskriptif, yaitu bertujuan untuk menggambarkan serta menganalisis data yang diperoleh secara sistematis, faktual dan akurat mengenai tanggung jawab direksi dalam pembelian kembali saham pada perseroan terbatas. Untuk itu jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian kepustakaan dengan pendekatan perundang-undangan terutama untuk mengkaji peraturan-peraturan yang berkaitan dengan perseroan terbatas dan pasar modal.Metode pengumpulan data yang dipergunakan adalah penelitian kepustakaan dan analisisnya dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan metode deduktif.
Berdasarkan hasil penelitian, pengalihan saham yang dilakukan oleh direksi hendaknya sesuai dengan Anggaran Dasar, Rapat Umum Pemegang Saham dan Undang-Undang. Bahwa direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian dari pembelian kembali saham yang batal karena hukum. Bahwa pembelian kembali saham yang dilakukan tanpa melalui mekanisme Rapat Umum Pemegang Saham dapat berakibat tidak sah.
ABSTRACT
Stock market is a financial source of business in a long time. The existence of this institutions not only as a vehicle of financial source but also, but as a tool for society to get a chance to increase prosperity. Financial crisis which pans in United States of America through its two enermous company Lehman Brothers and Dow Jones has brought an effect to Indonesia. The impact of financial crisis is seen in the declining of stock exchange. Eventually, since the dramatic declining of stock index Indonesia (Bapepam-Lembaga Keuangan) had to suspend its stock change. To contend this crisis one of government strategy is to suggest companies to buy back their share. The intention of this policy is to stabilize stocks price. In a market that is potential to the damage, Bapepam sets out a rule NO. XI.B.3 that states out a company is allowed to do buy back without General Meeting Of Shareholder, which is actually a contradiction rule from company Act No. 40/2007, buy back must be done with the agreement of General Meeting of Shareholder.
This research is descriptive, that explains and analyse data which are obtained systematically, factually and accurate about director’s responsibility in buy back of share in limited company. Research type applied here is normative legal research, that is a research of statute approach especially for studying regulations related to limited company and stock market. Data collection method is library research and the analysis done qualitatively by using deductive method.
According to research result, buyback that is done by director should be done according to General Meeting of share holders and Act. Director should be responsible collborately due to any loss of buy back since it’s not according law. Moreover, buy back done not according to General Meeting of share holders is void.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat
dan kasih-Nya akhirnya Penulis dapat menyelesaikan penelitian tesis ini yang
berjudul “Kajian Hukum Atas Peran dan Tanggung Jawab Direksi Dalam
Pembelian Kembali Saham Pada Persroan Terbatas”.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam
menyelesaikan Program Studi Magister Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
Dalam kesempatan ini dengan kerendahan hati, Penulis menyampaikan
ucapan terima kasih yang tulus kepada:
1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis
untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister
Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Studi
Magister Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin Lubis, SH, MS, CN, selaku Ketua Program
Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
sekaligus pembimbing yang dengan penuh perhatian memberi bimbingan dan
4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program
Studi Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus
penguji yang telah memberi masukan kepada penulis;
5. Bapak Prof. Dr.Tan Kamello, SH.MS, selaku Pembimbing Utama yang dengan
penuh perhatian memberi dorongan, bimbingan dan saran serta pinjaman textbook
kepada penulis;
6. Ibu Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH, MLI, selaku Komisi Pembimbing yang
selalu memberi perhatian, dorongan, dukungan dan arahan kepada penulis;
7. Bapak Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn, selaku Dosen Penguji yang telah
memberikan masukan serta kritik yang membangun kepada penulis;
8. Bapak-bapak dan Ibu-ibu staf pengajar serta para karyawan di Program Studi
Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
9. Kepada yang terhormat dan terkasih (Alm) Papa L.Ambarita dan Mama D br
Turnip sebagai orang tua terbaik yang selalu tulus, sabar dan tabah dalam segala
hal dari dulu, sekarang, esok dan seterusnya menjadi bagian dalam hidup penulis;
10.Buat keluargaku Abang (Pa’Elsha, Pa’Christin, Pa’Thesia), Kakakku
(Ma’Christin, Ma’Thesia), Eda Ma’Elsha, adikku (Betaria dan Tigor), serta
keponakan-keponakanku Thesia, Ompet, Sara, Paskah, Elsa, Oliv, Noel, Christin,
Yudith, Butet, terima kasih yang tulus buat doa, semangat dan tempat untuk
11.Teman-teman mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara angkatan 2007. To my friends, Lisbeth,
Novi, Juliana, K’Artha, Juni, K’Dewi bule, K’Sri Puspita Dewi, Afni, K’Tina,
Dina, Eva, Swary, B’Hendra, Jagjit thank’s for your kindness. Juga untuk kelas A
thank’s atas kekompakannya selama ini, dan yang selalu memotivasi serta
memberikan semangat dalam menyelesaikan tesis ini.
12.Buat keluarga Amang Pendeta J.W. Siahaan, terima kasih buat doa, dukungan
serta waktunya untuk sharing, Adik-adik dan teman-teman seperjuangan di
Sekolah Minggu HKBP Batu IV, pesanku “Mari Kita Mengasihinya Lebih
Sungguh-sungguh lagi melalui Pelayanan Kita”. Tidak lupa buat teman-teman di
Naposobulung HKBP N’ spesial tuk K’Omer thank’s buat doa, dukungan dan
bantuan translatenya, kalian yang membuat hidupku lebih berwarna.
13. Buat adik-adik di kostan (Evi, Nedy, Ecy, Yusi, Nita dan Tama) terima kasih
buat kebaikannya selama dikostan.
Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan perhatiannya
sehingga Penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penulisan tesis ini. Penulis
menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna, namun diharapkan semoga tesis ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, Juli 2009
Penulis,
RIWAYAT HIDUP I. Identitas Pribadi
Nama : Lenny Mutiara Ambarita
Tempat/Tanggal lahir : Pematangsiantar, 31 Januari 1978
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum Menikah
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. Asahan Km. VI, No.527 Pematangsiantar
II. Keluarga
Nama Ayah : (Alm) Liat Ambarita
Nama Ibu : Dina br. Turnip
III. Pendidikan
1. SD HKBP Bt. IV Pematangsiantar (1985-1991)
2. SMP RK Cinta Rakyat 2 Pematangsiantar (1991-1994)
3. SMA RK Budi Mulia (1994-1997)
4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado (1998-2002)
5. S-2 Program Studi Magister Kenotariatan (MKn) Sekolah Pascasarjana
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 12
C. Tujuan Penelitian ... 12
D. Manfaat Penelitian ... 13
E. Keaslian Penelitian ... 13
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 14
1. Kerangka Teori ... 14
2. Konsepsi ... 26
G. Metode Penelitian ... 28
1. Sifat Penelitian ... 28
2. Teknik Pengumpulan Data ... 28
3. Alat Pengumpulan Data ... 29
4. Analisis Data ... 29
BAB II : PERAN DAN KEDUDUKAN DIREKSI DALAM JUAL BELI SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS ... 31
A. Peran dan Kedudukan Direksi pada Perseroan Terbatas ... 31
BAB III : TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM
PEMBELIAN KEMBALI SAHAM ... 41
A. Pengertian dan Pendirian Perseroan Terbatas ... 41
B. Organ pada Perseroan Terbatas ... 50
C. Doktrin Hukum dalam Perseroan Terbatas ... 60
D. Tanggung Jawab Direksi dalam Pembelian Kembali Saham pada Perseroan Terbatas ... 88
BAB IV : KEABSAHAN PEMBELIAN KEMBALI SAHAM YANG DILAKUKAN TANPA MELALUI RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM ... 100
A. Modal dan Saham ... 100
B. Pengaturan Pembelian Kembali menurut UUPT Nomor 40 Tahun 2007 dan Bapepam-Lembaga Keuangan ... 110
C. Keabsahan Pembelian Kembali Saham yang dilakukan tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham ...124
BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN ... 128
A. Kesimpulan ... 128
B. Saran ... 129
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
1. Penawaran Umum (Public Offering) ... 38
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Perkembangan perekonomian dewasa ini, tidak terlepas dari peran pelaku
usaha dalam menjalankan usahanya yang digunakan untuk meningkatkan
perekonomian baik secara pribadi maupun global. Adapun bentuk usaha yang
disenangi dan paling banyak melakukan kegiatan usaha adalah bentuk usaha yang
berbentuk perseroan terbatas karena di samping pertanggungjawabannya yang
bersifat terbatas, Perseroan Terbatas juga memberikan kemudahan bagi pemilik
(pemegang saham) nya untuk mengalihkan perusahaannya (kepada setiap orang)
dengan menjual saham yang dimilikinya pada perusahaan tersebut.
Kata “perseroan” menunjuk kepada modalnya yang terdiri atas sero (saham).
Kata “terbatas” menunjuk kepada tanggung jawab pemegang saham yang tidak
melebihi nilai nominal saham yang diambil bagian yang dimilikinya.1 Ketentuan
perundang-undangan yang mengatur mengenai perseroan terbatas saat ini dapat
ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(selanjutnya disebut UUPT) yang menggantikan berlakunya:2
1
Widjaja, Gunawan dan Yani, Ahmad, Perseroan Terbatas, ( Seri Hukum Bisnis), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000.), hal. 1
2
1. Buku I Bab III Bagian III pasal 36 sampai dengan pasal 56 Kitab Undang-undang
Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel, Staatsblad 1847 : 23) sebagaimana
telah dirubah, terakhir dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 1971 (per tanggal 7
Maret 1996), dan
2. Ordonansi Maskapai Andil Indonesia (Ordonantie op de Indonesische
Maatschappij op Aandelen) (Stb 1939-569 jo. 717) (per tanggal 7 Maret 1996).
Menurut ketentuan yang diatur dalam, organ perseroan adalah Rapat Umum
Pemegang Saham, Direksi dan Dewan Komisaris.3 Rapat Umum Pemegang Saham
adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada
Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang
ini dan/atau anggaran dasar.4 Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab
penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta
mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan
ketentuan anggaran dasar perseroan.5 Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang
bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan
anggaran dasar serta memberikan nasehat kepada direksi.6
3
Pasal 1 angka 1 4
Pasal 1 angka 4 5
Pasal 1 angka 5 6
Pasal 1 angka 6
Anggota direksi juga bertanggung jawab secara penuh apabila yang
bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.7
Tanggung jawab direksi pada dasarnya dilandasi oleh 2 (dua) prinsip yang
penting yaitu prinsip yang lahir karena tugas dan kedudukan yang dipercayakan
kepadanya oleh perseroan (fiduciary duty) dan prinsip yang merujuk kepada
kemampuan serta kehati-hatian tindakan direksi (duty of skill and care). Kedua
prinsip ini menuntut direksi untuk bertindak secara hati-hati dan disertai dengan
itikad baik yang semata-mata untuk kepentingan dan tujuan perseroan.
Dengan ketentuan mengenai
tugas direksi seperti ini maka direksi mempunyai tugas terhadap perseroan (dan
pemegang sahamnya) yaitu tugas kesetiaan (duty of loyality) dan tugas mempedulikan
(duty of care).
8
Masalah pertanggungjawaban direksi diatur dalam ketentuan-ketentuan UUPT
di bawah ini:9
1. Setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.
2. Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah dan lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud ayat 1.
3. Atas nama persero, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari jumlah dari jumlah seluruh saham dengan hak suara sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota direksi yang karena atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan (Pasal 97 angka (6) UUPT).
7
I. G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas Khusus Pemahaman Atas Undang-Undang No.1 Tahun 1995, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2000), hal. 67
8
Chatamarrasjid, Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing the Corporate Veil) Kapita Selekta Hukum Perseroan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 6.
9
Dalam ketentuan Pasal 104 UUPT ditentukan bahwa:
1. Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas perseroan sendiri kepada Pengadilan Niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
2. Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada angka (1) terjadi kesalahan atau kelalaian direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut.
3. Tanggung Jawab sebagaimana dimaksud pada angka (2) berlaku juga bagi anggota direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.
4. Anggota direksi tidak bertanggung jawab atas kepailitan perseroan sebagaimana dimaksud pada angka (2) apabila dapat membuktikan:
a. Kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya.
b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan.
c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan
d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan. 5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka (2), angka (3), dan angka (4)
berlaku juga bagi direksi dan perseroan yang dinyatakan pailit berdasarkan gugatan ketiga.
Dalam hal pertanggungjawaban direksi dapat dilihat dari kasus PT.Merpati
Nusantara Airlines (MNA), bahwa direktur ditempatkan dalam dilema yang besar,
karena di satu pihak menurut Pasal 85 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas, setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara
pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah lalai menjalankan
tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Sedangkan di
pihak lain, Direktur MNA justru memahami isi dan jiwa Pasal 85 ayat (1)
Menteri Perhubungan untuk pesawat terbang CN-235 dengan alasan jika perintah
tersebut dijalankan pasti akan mengakibatkan kerugian tersebut.10
Kasus ini jelas memperlihatkan bahwa ukuran seorang direksi beritikad baik
tidak diatur secara rinci dalam oleh Undang-undang Perseroan Terbatas. Dengan kata
lain, bahwa Undang-undang Perseroan Terbatas belum jelas memberi pengaturan
terhadap tanggung jawab direksi, ataupun perundang-undangan tersebut masih
bersifat masih sumir atau tidak cukup terperinci jika suatu perusahaan terlihat
menawarkan efek melalui pasar modal, maka keseluruhan hal ini merupakan pertanda
bahwa status perusahaan tertutup menjadi perusahaan terbuka (go public).11
10
Kwik Kian Gie, Praktek Bisnis dan Orientasi Ekonomi Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama), hal. 354.
11
I. P. G. Ary Suta, “ Informasi dalam Penawaran Umum”, diselenggarakan oleh Lembaga Manajemen Keuangan dan Akuntansi bekerja sama dengan Himpunan Konsultasi Hukum Pasar Modal, Jakarta, 10 Juli s/d 22 juli 1995, hal. 1, juga pernah disajikan dalam a work shop Proses Emisi di Indonesia, pada tanggal 10 Juli 1995 di Jakarta dengan penyesuaian cara work shop Proses Emisi di Indonesia, pada tanggal 10 Juli 1995 di Jakarta dengan penyesuaian seperlunya.
Berdasarkan Pasal 82 angka (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal dikatakan bahwa Bapepam dapat mewajibkan emiten atau
perusahaan publik untuk memperoleh persetujuan mayoritas pemegang saham
independen untuk secara sah dapat melakukan transaksi yang berbenturan
kepentingan, yaitu kepentingan-kepentingan ekonomis emiten atau perusahaan publik
dengan kepentingan ekonomis pribadi direksi atau komisaris atau juga pemegang
Sejumlah modus transaksi yang dapat dikategorikan sebagai transaksi yang
mengandung benturan kepentingan menurut Peraturan Bapepam Nomor IX.E.1
adalah :
a. Penggabungan usaha, pembelian saham, peleburan usaha, atau pembentukan
usaha patungan.
b. Perolehan kontrak penting
c. Pembelian, atau kerugian penjualan aktiva yang material.
d. Pengajuan tawaran untuk pembelian efek perusahaan lain.
e. Memberi pinjaman kepada perusahaan lain dimana direksi, komisaris
pemegang saham utama atau perusahaan terkendali dari perusahaan publik
menjabat pula sebagai pemegang saham, direksi dan komisaris.
f. Memperoleh pinjaman dari perusahaan lain dimana pemegang saham utama,
direktur atau komisaris dari perusahaan publik merupakan pemegang saham
atau direktur atau komisaris.
g. Melepaskan aktiva perusahaan publik kepada perusahaan lain dimana
pemegang saham utama, direktur dan komisaris menjadi pemegang saham,
direktur atau komisaris.
h. Mengalihkan aktiva perusahaan publik kepada pihak lain yang mana turut
berperan dalam transaksi tersebut pemegang saham utama, komisaris atau
i. Memakai jasa perusahaan di mana pemegang saham utama, direktur,
komisaris dari perusahaan publik menjadi pemegang saham, direktur atau
komisaris.
j. Membeli saham perusahaan lain di mana pemegang saham utama, komisaris
atau direksi menjadi pemegang saham atau anggota, direksi atau komisaris.
k. Melakukan penyertaan pada perusahaan lain. Perusahaan publik melakukan
penyertaan pada perusahaan lain yang mana pemegang saham utama, direksi,
atau komisaris menjadi pemegang saham, komisaris atau direksi pula pada
perusahaan yang menerima penyertaan.
l. Menggunakan fasilitas pada perusahaan publik oleh perusahaan lain baik
afiliasi ataupun bukan. Perusahaan publik memberikan jasa penggunaan
fasilitas kepada perusahaan yang mana pemegang saham utama, komisaris,
dan direksi menjadi pemegang saham atau menjadi anggota komisaris atau
direksi perusahaan yang mempergunakan fasilitas tersebut.
m. Perusahaan menggunakan fasilitas perusahaan lain yang mana pemegang
saham utama, komisaris, atau direksi perusahaan publik merupakan pemegang
saham atau direksi, atau komisaris dari pemberi fasilitas.
n. Dan transaksi lain yang berindikasikan adanya benturan kepentingan.
Transaksi yang mengandung benturan kepentingan adalah transaksi yang
mengandung perbedaan kepentingan ekonomis antara perusahaan di satu pihak
demikian mungkin dilakukan atau difasilitasi oleh direksi berdasarkan
kekuasaannya.12
Dengan kekuasaannya direksi dapat mengambil keputusan untuk bertransaksi
demi kepentingannya atau kepentingan pihak lain, bukan demi perseroan. Untuk itu
Bapepam mengharuskan persetujuan mayoritas pemegang saham independen. Jika
transaksi tersebut dilakukan tanpa memenuhi persyaratan tersebut, maka tindakan
direksi dan komisaris dianggap sebagai tindakan di luar kewenangannya (ultra
vires).13
Namun bagi pemerintah Indonesia sendiri pinjaman luar negeri ini sebenarnya
bukanlah merupakan cara yang strategis untuk membangun perekonomian negara,
potensi dana masyarakat Indonesia haruslah bisa dioptimalkan untuk dapat Kenyataan yang dihadapi pemerintah saat sekarang ini adalah keperluan dana
yang teramat besar, sehingga pemerintah Indonesia terus mengupayakan
penghimpunan dana untuk pembangunan dengan berbagai cara, terutama melalui
pinjaman melalui sindikasi negara-negara donor seperti negara-negara Eropa
sebagaimana yang tergabung dalam Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI)
dan Consultative Group on Indonesia (CGI), Jepang dan Amerika Serikat serta
negara-negara lainnya yang bersedia memberikan bantuannya.
12
M. Irsan Nasarudin, et. al., Aspek Hukum Pasar Modal di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2008), hal. 253.
13
digunakan. Untuk itu dibentuk pasar modal yang dimaksudkan sebagai wahana untuk
memenuhi kebutuhan pembiayaan pembangunan.14
Pasar modal adalah salah satu sumber pembiayaan perusahaan secara jangka
panjang. Keberadaan institusi ini bukan hanya sebagai wahana sumber pembiayaan
saja, tetapi juga sebagai sarana bagi masyarakat untuk mendapatkan kesempatan
memperoleh dan meningkatkan kesejahteraan.15 Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia pengertian pasar modal adalah seluruh kegiatan yang mempertemukan
penawaran dan permintaan atau merupakan aktivitas yang memperjualbelikan
surat-surat berharga.16
Dalam menjalankan kegiatannya pasar modal menggunakan
ketentuan-ketentuan di bawah ini:17
1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
2. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT). 3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara.
4. Peraturan Pemerintah Repubik Indonesia Nomor 45 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal.
5. Peraturan BAPEPAM dan Lembaga Keuangan (LK) 6. Peraturan Bursa Efek Indonesia.
7. Peraturan Sentral Efek Kustodian Indonesia (KSEI). 8. Peraturan Kliring Penjamin Efek Indonesia (KPEI).
Mengenai jual beli menurut pengertian yang diberikan oleh undang-undang
dalam hal ini KUH Perdata Pasal 1457 adalah suatu perjanjian atau suatu persetujuan
timbal balik antara pihak yang satu selaku penjual yang berjanji untuk menyerahkan
14
Ibid., hal. 1. 15
Ibid., hal. 27. 16
Ibid., hal. 10. 17
suatu barang kepada pihak lain, yaitu pembeli, dan pembeli membayar harga yang
telah dijanjikan.18
Dengan demikian, jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak,
seketika setelah para pihak yang bersangkutan mencapai kata sepakat tentang barang
dan harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar.19
Krisis finansial yang melanda Amerika Serikat melalui dua perusahaan
raksasanya yaitu Lehman Brothers dan Dow Jones yang gagal ternyata berimbas
sampai ke Indonesia. Dampak dari krisis finansial ini dapat dilihat dari merosotnya
bursa saham. Bahkan karena indeks bursa merosot drastis, terpaksa bursa disuspensi Menurut Pasal 613 KUH Perdata saham ditempatkan sebagai barang bergerak
dan penyerahannya (levering) dilakukan dengan akta otentik ataupun dibawah tangan
dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain.
Dalam UUPT Pasal 56 angka 1 dikatakan bahwa pemindahan hak atas saham
dilakukan dengan akta pemindahan.
Berdasarkan keterangan yang terdapat dalam KUH Perdata bahwa saham
dapat dijadikan sebagai obyek jual beli namun pemindahan hak atas saham menurut
UUPT harus dilakukan dengan akta pemindahan hak, baik akta otentik maupun akta
dibawah tangan.
18
I. G. Ray Widjaja, Merancang Suatu Kontrak ( Teori dan Praktek ), (Bekasi : Megapoin, 2004), hal. 150.
19
oleh bursa efek Indonesia (atas persetujuan BAPEPAM-LK).20 Untuk mengatasi
krisis ini salah satunya strategi pemerintah adalah menganjurkan kepada
perusahaan-perusahaan baik BUMN maupun perusahaan-perusahaan terbuka untuk melakukan pembelian
kembali (buy back) saham. Tujuan dari pembelian kembali saham yang dilakukan
adalah agar harga saham perusahaan lebih stabil. Beberapa emiten menjadikan
penurunan harga saham sebagai momentum untuk membeli kembali saham. Beberapa
diantaranya adalah PT. Bumi Resources, Tbk (BUMI), PT. Medco Energi
Internasional, Tbk, (MEDC), dan PT. Kalbe Farma, Tbk (KLBF).21 Karena dengan
merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) maka harga saham akan turun
dan hal ini memberi keuntungan bagi para emiten. Sebab, emiten bisa membeli
kembali sahamnya dengan harga murah. Pembelian kembali yang dilakukan dalam
kondisi pasar yang berpotensi krisis Bapepam mengeluarkan peraturan Nomor XI.B.3
yaitu : Pembelian kembali dapat dilakukan oleh emiten atau perusahaan publik tanpa
melalui RUPS.22
Hal ini sangat bertentangan dengan Pasal 38 ayat (1) UUPT yang
mengatakan pembelian kembali saham atau pengalihannya lebih lanjut hanya boleh
dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS, kecuali ditentukan lain dalam peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
Sipil di Indonesia Tolak Buy Back Saham dan Subsidi untuk Spekulan”, diakses tanggal 14 Oktober 2008, hal. 1.
21
di Akhir Tahun”, diakses tanggal 15 September 2008, hal. 1.
22
Dari berbagai keadaan diatas terlebih terdapat pertentangan antara UUPT dan
Peraturan Bapepam-LK dalam tanggung jawab direksi penulis ingin memberikan
kontribusi pemikiran dengan mengangkat judul tesis “ Kajian Hukum Atas Peran dan
Tanggung Jawab Direksi dalam Pembelian Kembali Saham Pada Perseroan Terbatas”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana peran dan kedudukan direksi dalam jual beli saham pada perseroan
terbatas?
2. Bagaimana tanggung jawab direksi dalam melakukan pembelian kembali saham
pada perseroan terbatas?
3. Bagaimana keabsahan pembelian kembali saham yang dilakukan tanpa melalui
RUPS ?
C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat
dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui kedudukan dan peranan direksi dalam perseroan terbatas
dalam penjualan saham pada perseroan terbatas
2. Untuk mengetahui pertanggung jawaban direksi dalam melakukan pembelian
3. Untuk mengetahui keabsahan pembelian kembali saham yang dilakukan tanpa
melalui RUPS
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan akan bermanfaat dalam rangka
mengembangkan ilmu hukum, khususnya hukum bisnis termasuk hukum
perusahaan Indonesia.
2. Secara praktik, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi
lembaga Legislatif, lembaga Yudikatif, dan lembaga Eksekutif dalam rangka
penyempurnaan UUPT dengan mengadakan perbandingan hukum dengan negara
lain yang lebih maju serta diharapkan dapat menjadi acuan bagi kalangan praktisi
hukum dan dunia usaha serta sebagai bahan kajian bagi akademisi untuk
memahami wawasan ilmu pengetahuan khususnya hukum perusahaan.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran penulis atas hasil-hasil penelitian yang ada, di
lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian mengenai “Peran dan Tanggung
Jawab Direksi Dalam Pembelian Kembali Saham Pada Perseroan Terbatas”
yang pernah dilakukan antara lain :
1. Tanggung Jawab Direksi Persero pada Pengelolaan Penyertaan Modal Pemerintah
dalam Hal terjadi Kerugian.
2. Tanggung Jawab Direktur terhadap Pemegang Saham Minoritas dalam
Pengelolaan Perseroan.
Oleh : Boni F. Sianipar (017005008/MHum)
3. Penerapan Business Judgement Rule dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank
yang Berbadan Hukum Perseroan Terbatas
Oleh : Rudi Dogar Harahap ( 067005078/MHum)
Penelitian mengenai “Kajian Hukum Atas Peran dan Tanggung Jawab Direksi
Dalam Pembelian kembali Saham Pada Perseroan Terbatas” ini belum pernah
dilakukan dalam topik dan permasalahan-permasalahan yang sama. Dengan demikian
penelitian ini merupakan penelitian yang baru dan asli sesuai dengan asas-asas
keilmuan, yaitu jujur, rasional, objektif dan terbuka untuk kritikan-kritikan yang
sifatnya membangun dengan topik dan permasalahan dalam penelitian ini.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi,
aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.23
Kerangka teori dimaksud adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir
pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang dijadikan
bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak
23
disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam
penulisan.24
Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan
arahan/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.25
a. Teori Badan Hukum
Kajian penelitian tesis ini akan menyangkut tentang :
Dewasa ini dalam pergaulan hukum dan kepustakaan istilah badan hukum sudah lazim digunakan bahkan merupakan istilah hukum yang resmi di Indonesia. Badan hukum merupakan terjemahan istilah hukum Belanda yaitu Rechtspersoon. Meskipun demikian dalam kalangan hukum ada juga yang menyarankan atau telah mempergunakan istilah lain untuk menggantikan istilah badan hukum, misalnya istilah purusa hukum (Oetarid Sadino), awak hukum (St. K. Malikul Adil), pribadi hukum (Soerjono Soekanto, Purnadi Purbacaraka) dan sebagainya.26
b. Teori Pertanggungjawaban Direksi
Perseroan terbatas sebagai korporasi (corporation), yakni perkumpulan yang
berbadan hukum memiliki beberapa ciri subtstantif yang melekat pada dirinya, yakni:
1. Terbatasnya Tanggung Jawab
Pada dasarnya, para pendiri atau pemegang saham atau anggota suatu korporasi
tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap kerugian atau utang korporasi
tanggung jawab pemegang saham hanya sebatas jumlah maksimum nominal
saham yang ia kuasai. Selebihnya, ia tidak bertanggung jawab.
24
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Pengetahuan, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal. 80. 25
Bandingkan dengan Snelbecker dalam Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1993), hal. 35
26
2. Perpectual Succession
Sebagai sebuah korporasi yang eksis atas haknya sendiri, perubahan keanggotaan tidak memiliki akibat atas status atau eksistensinya. Bahkan dalam konteks perseroan terbatas pemegang saham dapat mengalihkan saham yang ia miliki kepada pihak ketiga. Pengalihan tidak menimbulkan masalah kelangsungan perseroan yang bersangkutan. Bahkan, bagi perseroan terbatas yang masuk dalam kategori perseroan terbatas terbuka dan sahamnya terdaftar di suatu bursa (listed), terdapat kebebasan untuk mengalihkan saham tersebut.
3. Memiliki Kekayaan Sendiri
Semua kekayaan yang ada dimiliki oleh badan itu sendiri, tidak oleh pemilik oleh anggota atau pemegang saham. Ini adalah suatu kelebihan utama badan hukum. Dengan demikian, kepemilikan kekayaan tidak didasarkan pada anggota atau pemegang saham.
4. Memiliki kewenangan kontraktual serta dapat menuntut dan dapat dituntut atas nama dirinya sendiri.
Badan hukum sebagai subyek hukum diperlakukan seperti manusia yang memiliki kewenangan kontraktual. Badan itu dapat mengadakan hubungan kontraktual atas nama dirinya sendiri. Sebagai subyek hukum, badan hukum dapat dituntut dan menuntut dihadapan pengadilan.27
Sebagai pisau analisis dalam penulisan ini adalah setiap individu bertanggung
jawab atas pelanggarannya sendiri.28
Direksi dalam menjalankan pengurusan perseroan harus mengacu
semata-mata untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.29
Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila berbagai prinsip hukum mempengaruhi
isi dari UUPT, termasuk prinsip hukum dari negara common law system. Sehubungan
hal tersebut, maka pada pembahasan tanggung jawab direksi perseroan terbatas akan
27
Ridwan, Khairandy, Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 26, No. 3 Tahun 2007, hal. 33.
28
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni (Dasar-dasar Ilmu Hukum Murni), diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien, (Berkely:University California Press, 1978), hal.136
29
dikaitkan dengan prinsip-prinsip hukum terutama yang diwujudkan dalam pasal-pasal
pada UUPT. Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
a. Fiduciary Duty
Istilah fiduciary duty berasal dari 2 (dua) kata, yaitu fiduciary, dan duty.30 Istilah duty berasal dari bahasa Inggris yang artinya “tugas”, sedangkan istilah fiduciary (bahasa Inggris) berasal dari bahasa Latin “fiduciaries” dengan akar kata “fiducia” yang berarti “kepercayaan” (trust) atau dengan kata kerja “fidere” yang berarti “mempercayai” (to trust). Sehingga dengan istilah “fiduciary” diartikan sebagai “memegang sesuatu dalam kepercayaan” atau dengan kata lain “seseorang yang memegang sesuatu dalam kepercayaan untuk kepentingan orang lain”. Dengan demikian, dalam bahasa Inggris, orang yang memegang sesuatu secara kepercayaan untuk kepentingan orang lain tersebut disebut dengan istilah “trustee” sementara pihak yang dipegang untuk kepentingan tersebut disebut dengan istilah “beneficiary”.31
Dengan demikian, seseorang dikatakan mempunyai tugas fiduciary duty
ketika ia dipercayakan untuk berbuat sesuatu untuk kepentingan seseorang lain.
Dalam hal ini kriteria tugas direksi dapat dibeda-bedakan sebagai berikut:
32
1. Tugas kesetiaan (duty of loyality)
Direksi adalah wakil (trustee) bagi perseroan yang akan bertindak mewakili
perseroan dalam segala macam tindakan hukumnya dilakukan dengan itikad baik
untuk mencapai tujuan dan kepentingan perseroan (duty of loyality and good faith).
Tugas dan tanggung jawab ini merupakan tugas dan tanggung jawab Direksi sebagai
organ, yang merupakan tanggung jawab kolegial sesama anggota Direksi terhadap
30
Munir, Fuady, II, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 110.
31
Ibid., hal. 32. 32
perseroan.33 Direksi tidak sendiri-sendiri bertanggung jawab kepada perseroan. Ini
berarti setiap tindakan yang diambil atau dilakukan oleh salah satu atau lebih anggota
Direksi akan mengikat anggota Direksi lainnya. Namun ini tidak berarti
diperkenankan terjadinya pembagian tugas diantara anggota direksi perseroan, demi
pengurusan Perseroan yang efisien.34
a. Melakukan tindakan jujur untuk kepentingan perusahaan (to act bona fide in
the interest of company)
Adapun beberapa bagian dari tugas kesetiaan dan itikad baik (duty of loyality
and good faith) ke dalam, tugas (the duty):
35
b. Menggunakan kekuasaan mereka untuk tujuan yang tepat (Duty to exercise
power for their proper purpose)
c. Tugas untuk menggunakan kebijaksanaan mereka (Duty to retain their
discrenatory power)
d. Tugas untuk mencegah benturan kepentingan (Duty to avoid conflicts of
interest)
e. Tugas tidak melakukan tindakan untuk tujuan tambahan (duty to act for any
collateral purpose)36
33
Fred. B.G. Tumbuan, Op.cit., hal. 11. Ketentuan mengenai tanggung jawab kolegial ini dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 83 angka (1) UUPT
34
Ibid, baca juga rumusan Pasal 97 angka (4) UUPT 35
David Kelly, et.al., Business Law (fourth edition), (London:Cavendish Publishing Limited, 1992),hal.379 lihat juga dalam Philip Lipton dan Abraham Herzberg : Understanding Company Law (Brisbane: The Law Book company Ltd, 1992),hal.297
36
2. Tugas mempedulikan (duty of care)
Tugas mempedulikan (duty of care) yang diharapkan dari direksi adalah duty
of care sebagaimana dimaksud dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum
(onrechtmatige daad) dalam arti direksi diharapkan untuk berbuat secara hati-hati
sehingga terhindar dari perbuatan kelalaian (negligence) yang merugikan pihak lain.
Beberapa “pedoman dasar” sebagai direksi dalam menjalankan fiduciary duty
terhadap perseroan yang dipimpinnya. Adapun pedoman dasar tersebut adalah
sebagai berikut:37
37
Ibid., hal. 61.
a. Fiduciary duty merupakan unsur wajib (mandatory element) dalam hukum perseroan.
b. Dalam menjalani tugas, seorang direksi tidak hanya harus memenuhi unsur “tujuan yang layak” (proper purpose).
c. Pada prinsipnya direktur dibebani prinsip fiduciary duty terhadap perseroan, bukan terhadap pemegang saham. Karena itu, terhadap perusahaanlah yang dapat memaksakan direksi untuk melaksanakan tugas fiduciary duty tersebut.
d. Akan tetapi, dapat menjalankan fungsinya sebagai direktur, secara umum dia juga harus memperhatikan kepentingan stake holders, seperti pihak pemegang saham dan buruh perusahaan.
e. Sungguh pun penyandang tugas sebagai direktur, secara umum dia juga harus memperhatikan kepentingan stake holders seperti pihak pemegang saham dan buruh perusahaan.
f. Direksi tetap bebas dalam mengambil keputusan sesuai dengan pertimbangan bisnis dan “sense of business” yang dimilikinya. Bahkan pihak pengadilan tidak boleh ikut campur mempertimbangkan “sense of business” dari pihak direksi. g. Dalam hal-hal dimana terdapat conflict of interest, seorang direksi dilarang atau
Dengan demikian, jelaslah bahwa hubungan fiduciary duty tersebut diatas
kepercayaan dan kerahasiaan (trust and confidence) yang dalam peran ini meliputi
ketelitian (scrupulous), itikad baik (good faith), keterusterangan (candor).38
b. Ultra Vires
Istilah ultra vires berasal dari bahasa Latin, yang berarti “di luar” atau
“melebihi” kekuasaan (outside of power), yaitu diluar kekuasaan yang diizinkan oleh
hukum terhadap suatu badan hukum”.39 Istilah ultra vires diterapkan dalam arti yang
luas, yakni termasuk tidak hanya kegiatan yang dilarang oleh anggaran dasarnya,
tetapi termasuk juga tindakan yang tidak dilarang tetapi melampaui kewenangan yang
diberikan.40
Mengenai ultra vires ini, Fred B.G Tumbuan mengatakan bahwa :41
Ketentuan ultra vires tidak diatur secara tegas di dalam UUPT, tetapi lebih
mempercayakan pada anggaran dasar. Praktek peradilanpun tidak banyak terdengar
ada persoalan yang berkenaan dengan doktrin ultra vires ini, sehingga tidak diketahui Maksud dan tujuan perseroan memiliki peran ganda, yaitu di satu pihak
merupakan keberadaan perseroan dan pihak lain menjadi pembatasan bagi kecakapan
bertindak perseroan. Perbuatan hukum yang perseroan tidak cakap untuk melakukan
karena berada di luar cakupan maksud dan tujuan dikenal dengan ultra vires.
38
Bismar Nasution, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Program Pasca Sarjana, 2001), hal. 72 (dikutip dari Hendry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, Six Edition st. Paul. Minn: West Publishing Co. 1990).
39
Munir Fuady, II., Op. cit., hal. 110. 40
Ibid, hal. 110. 41
juga dengan pasti bagaimana posisi yurisprudensi terhadap hal ini. Secara prinsip
doktrin ultra vires berlaku di Indonesia dengan pertimbangan sebagai berikut:42
1. Prinsip ultra vires sudah merupakan doktrin yang berlaku secara universal. 2. UUPT mengisyaratkan berlakunya doktrin ultra vires, yang antara lain
menempatkan maksud dan tujuan perseroan pada posisi yang penting. Konsekuensi logisnya adalah bahwa pelanggaran terhadap maksud dan tujuan tersebut dapat menjadi masalah serius.
c. Business Judgement Rule
Berdasarkan prinsip, maka sebagai organ perseroan yang menjalankan kegiatan
usaha sebagaimana maksud dan tujuan perseroan, direksi tentu dihadapkan kepada
resiko bisnis. Resiko bisnis itu terkadang berada diluar kemampuan maksimal direksi.
Oleh karena itu, “untuk melindungi ketidakmampuan yang disebabkan oleh adanya
keterbatasan manusia, maka direksi dilindungi oleh doktrin business judgement
rule”.43
Konsep Bussiness Judgement Rule mencegah pengadilan-pengadilan
mempertanyakan pengambilan keputusan usaha oleh direksi yang diambil dengan
itikad baik tanpa kepentingan pribadi dan keyakinan yang dapat
dipertanggungjawabkan bahwa mereka telah mengambil suatu keputusan yang
menguntungkan perseroan.44
Berlakunya doktrin ini telah memberikan kelegaan, karena duty of care telah
menimbulkan kekhawatiran yang mendalam para anggota Direksi perseroan di
42
Munir Fuady, II, Op.cit., hal. 146. 43
Ibid, hal.46 44
Amerika Serikat45 Doktrin putusan bisnis (Bussiness Judgement Rule) ini merupakan
satu doktrin yang mengajarkan bahwa suatu putusan Direksi mengenai aktivitas
perseroan tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun, meskipun putusan tersebut
kemudian ternyata salah atau merugikan perseroan, sepanjang putusan tersebut
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:46
1. Putusan sesuai hukum yang berlaku;
2. Dilakukan dengan itikad baik;
3. Dilakukan dengan tujuan yang benar (proper purpose);
4. Putusan tersebut mempunyai dasar-dasar yang rasional (rational basis);
5. Dilakukan dengan kehati-hatian (due care) seperti dilakukan oleh orang yang
cukup hati-hati pada posisi yang serupa;
6. Dilakukan dengan cara yang secara layak dipercayainya (reasonable belief)
sebagai yang terbaik (best interest) bagi perseroan.
Dengan demikian, berbeda (tetapi tidak bertentangan) dengan doktrin-doktrin
lain yang lebih memberatkan direksi, seperti doktrin fiduciary duty, due care, skill
and prudence, gugatan derivative, piercing the corporate veil, ultra vires dan
sebagainya.
Untuk itu doktrin Bussiness Judgement Rule ini lebih memihak kepada direksi,
tetapi masih dalam koridor hukum perseroan yang umum bahwa pengadilan dapat
melakukan penilaian (scrutiny) terhadap setiap putusan dari direksi, termasuk putusan
45
Sutan Remy Sjahdeni, Op.cit., hal. 425 46
bisnis yang disetujui oleh rapat umum pemegang saham, sepanjang untuk
memutuskan apakah putusan tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku atau tidak.
c. Saham dalam Perseroan
Saham adalah bagian pemegang saham di dalam perusahaan, yang dinyatakan
dengan angka dan bilangan yang tertulis pada surat saham yang dikeluarkan oleh
perusahaan.47
Dalam bahasa Inggris, saham disebut dengan share atau stock, sementara
dalam bahasa Belanda disebut aandeel.
Kepada pemegang saham diberikan bukti pemilikan saham untuk
saham yang dimilikinya.
48
Sementara itu yang dimaksud dengan saham suatu perseroan adalah suatu
bagian proporsional dari hak-hak tertentu dalam manajemen dan profit dari suatu
perseroan selama perseroan tersebut masih eksis, dan juga dari asetnya ketika
perseroan dibubarkan.
UUPT tidak memberikan defenisi tentang
apa yang dimaksud dengan saham ini, kecuali penyebutan bahwa saham merupakan
benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan kepada pemegangnya, vide Pasal
60 angka (1) UUPT.
49
Suatu bagian dari pemilikan suatu perseroan, modal yang ditanam dalam suatu perseroan, seperti yang diwakili oleh bagian-bagian modal itu yang dimiliki Saham atau stock, dalam eksiklopedi (Ekonomi, Keuangan dan Perdagangan)
diartikan sebagai :
47
Ibid., hal. 73. 48
Munir Fuady, III, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Buku Ketiga, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hal. 21.
49
oleh individu masing-masing dalam bentuk sertifikat-sertifikat saham. Suatu perseroan dapat mengeluarkan atau mengedarkan beberapa jenis klasifikasi saham (stock), dengan bermacam-macam privilesa, hak-hak, dan tanggung jawab.50
Keberadaan modal dalam PT terbagi atas saham-saham atau disebut juga
sero-sero, yang dapat berupa saham atas nama maupun saham atas tunjuk sebagaimana
diatur dalam Pasal 31 angka (2) UUPT. Jenis-jenis dalam suatu PT tidak diperinci
dengan tegas dalam UUPT, namun terdapat pengaturan tentang saham atas nama,
saham atas tunjuk serta adanya kemungkinan klasifikasi saham. Sebagai subjek
hukum, pemegang saham mempunyai hak dan kewajiban baik terhadap perseroan,
begitu pula terhadap pemegang saham lainnya. Sebagai subjek hukum pemegang Sebagai kekuasaan tertinggi, kekuasaan RUPS juga merupakan kekuasaan
yang bersifat “residu”. Maksudnya apabila ada kekuasaan yang tidak termasuk ke
dalam kewenangan direksi ataupun komisaris dan tidak tegas pula disebut merupakan
kewenangan direksi ataupun komisaris, dan tidak tegas pula disebut merupakan
kewenangan RUPS, maka kewenangan RUPS sebagai kekuasaan tertinggi.
Disamping itu, quorum, voting dan prosedur RUPS juga bersifat variatif. Untuk
quorum, ada yang sampai tiga perempat, dua pertiga, setengah tambah satu atau
sepertiga dari saham yang terwakili, atau bahkan lebih kecil yang akan ditetapkan
oleh Ketua Pengadilan Negeri. Sementara yang merupakan voting, terdapat
angka-angka dimulai dari 100 % (musyawarah), tiga perempat, dua pertiga, sampai dengan
setengah tambah satu dari jumlah saham yang hadir.
50
saham mempunyai hak perseorangan (personal right), yang didapat dipertahankan
serta dapat menuntut pelaksanaan haknya. Ia berhak meminta kepada perseroan agar
sahamnya dibeli dengan harga yang wajar.
d. Jual beli saham
Asas konsensualisme mempunyai arti yang terpenting, yaitu bahwa untuk
melahirkan perjanjian adalah cukup dengan dicapainya sepakat mengenai hal-hal
yang pokok dari perjanjian tersebut dan bahwa perjanjian itu sudah dilahirkan pada
saat tercapainya konsensus. Pada detik tersebut perjanjian sudah sah dan mengikat,
bukannya pada detik-detik lain yang terkemudian atau yang sebelumnya.51
a. Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli.
Mengenai perjanjian dalam jual beli, dalam Pasal 1457 KUH Perdata adalah
suatu perjanjian atau suatu persetujuan timbal balik, antara pihak yang satu selaku
penjual yang berjanji untuk menyerahkan suatu barang kepada pihak lain yaitu
pembeli dan pembeli membayar harga yang telah dijanjikan.
Dari pengertian yang diberikan Pasal 1457 KUHPerdata di atas, persetujuan
jual beli sekaligus membebankan 2 (dua) kewajiban, yaitu :
b. Kewajiban pihak pembeli membayar harga barang yang dijual kepada pembeli.
Dengan demikian, jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak,
seketika setelah para pihak yang bersangkutan mencapai kata sepakat tentang barang
dan harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum di bayar
51
(Pasal 1458 KUH Perdata). Artinya setelah kesepakatan mengenai barang dan harga
telah dicapai lahirlah jual beli.
Perkataan “jual beli” menunjukkan adanya perbuatan bertimbal balik yaitu dari satu pihak perbuatan dinamakan “menjual”, sedangkan dari pihak lain dinamakan “pembeli”. Istilah yang mencakup dua perbuatan yang bertimbal balik itu dinamakan adalah sesuai dengan istilah Belanda “koop en verkoop” yang juga mengandung pengertian bahwa pihak yang satu “verkoopt” (menjual) sedang yang lainnya “koopt” (membeli).52
Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain-lain, seperti asas standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan pentingnya dalam hukum. “Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis”.
Dalam melakukan jual beli saham penyerahannya dilakukan dengan membuat
suatu akta otentik ataupun dibawah tangan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 613
KUHPerdata yang mengatakan bahwa :
“Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya,
dilakukan dengan jalan membuat sebuah akta otentik atau dibawah tangan, dengan
mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain.”
2. Konsepsi
53
Kerangka konsepsionil mengungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian
yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum”.54
52
R. Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung : Alumni, 1984), hal. 2.
53 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 307.
54 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 17.
Konsepsi diterjemahkan
Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian
atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.55
a. Tanggungjawab : keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau ada
sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan).
Untuk menghindarkan terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah
yang digunakan dalam tesis ini, berikut ini adalah defenisi operasional dari
istilah-istilah tersebut.
b. Direktur/ Direksi : Organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab
penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan
maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun
di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.56
c. Perseroan : Badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagai dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dalam UUPT serta peraturan pelaksananya.57
d. Saham : penyertaan modal dalam pemilikan suatu perseroan terbatas atau juga
dapat dikatakan sebagai suatu bukti tanda menanamkan sejumlah uang dalam
suatu perusahaan.
55
Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fidusia (suatu tinjauan putusan pengadilan dan perjanjian di Sumatera Utara), Disertasi, PPs/USU, Medan, 2002, hal. 35
56
Pasal 1 angka (5) UUPT 57
e. Jual beli : Suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk
membayar harga yang telah dijanjikan.
G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian
Berkenaan dengan permasalahan yang akan diteliti, maka penelitian ini
menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu dengan menganalisis permasalahan
berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan juga literatur yang membahas
permasalahan yang diajukan, dimana datanya bersumberkan dari data pustaka
(library research).
2. Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian hukum normatif, sumber data berasal dari bahan pustaka
merupakan bahan dasar yang dalam penelitian digolongkan sebagai bahan sekunder.
Dari sudut informasi maka bahan pustaka dapat dibagi dalam tiga kelompok sebagai
berikut :58
a. Bahan hukum primer yakni adalah hukum yang mengikat dari sudut norma dasar,
peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian ini bahan
hukum primer bersumber dari UUPT dan Peraturan Bapepam-Lembaga
Keuangan
58
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan perpustakaan yang berisikan informasi
tentang bahan primer yang berupa hasil-hasil penelitian, karya ilmiah dari
kalangan hukum serta yang berupa hasil-hasil penelitian, karya ilmiah dari
kalangan hukum tentang perseroan terbatas khususnya mengenal tanggung jawab
direktur.
c. Bahan hukum tersier atau bahan penunjang, yakni bahan yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang
berupa kamus, esiklopedia, majalah, surat kabar dan jurnal-jurnal ilmiah.
3. Alat Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian ini, metode pengumpulan datanya adalah dengan
peneltian kepustakaan (library research) yang bertujuan untuk menghimpun
data-data yang berasal dari buku-buku, peraturan perundang-undangan, jurnal ilmiah,
maupun majalah-majalah yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
4. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan mengurutkan
data ke dalam pola, kategori, dan suatu uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema
dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.59
Apabila bahan-bahan hukum primer, hukum sekunder dan hukum tersier yang
dimaksud telah diperoleh, maka bahan hukum tersebut diperiksa kembali
59
kelengkapannya dan konsistensinya satu sama lain, kemudian disistematir sesuai
dengan permasalahan dari penelitian.
Selanjutnya baik bahan-bahan hukum primer, hukum sekunder maupun
hukum tersier diolah secara kualitatif dengan melakukan identifikasi yang logis,
sistematis sesuai dengan tema untuk dianalisis. Analisis bahan hukum dilakukan
secara kualitatif kemudian ditarik kesimpulan dengan menggunakan cara deduktif
BAB II
PERAN DAN KEDUDUKAN DIREKSI DALAM JUAL BELI SAHAM PADA PERSEROAN TERBATAS
A. Peran Dan Kedudukan Direksi Pada Perseroan Terbatas
Peran direksi telah ada sejak berdirinya perseroan, karena sebagai badan hukum suatu
perseroan tidak dapat bertindak sendiri dan tidak memiliki kehendak untuk menjalankan
dirinya sendiri. Untuk itulah maka diperlukan orang-orang yang memiliki kehendak yang
akan menjalankan perseroan tersebut sesuai dengan maksud dan tujuan pendirian perseroan.
Orang-orang yang akan menjalankan, mengelola, dan mengurus perseroan ini dalam Pasal 1
angka (2) UUPT disebut organ perseroan.
Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas
pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan
ketentuan anggaran dasar.60
Menurut teori organisme Otto von gierke sebagaimana yang dikutip Syuling
pengurus adalah organ atau alat perlengkapan dari badan hukum.61 Jadi badan hukum
tersebut adalah sama seperti manusia yang mempunyai organ-organ tubuh misalnya
kaki, tangan dan sebagainya sedangkan pada badan hukum gerak dari organ badan
hukum diperintah oleh badan hukum itu sendiri, sehingga pengurus adalah
merupakan personifikasi dari badan hukum itu.62
60
Nindyo Pramono, Sertifikasi Saham PT Go Publik dan Hukum Pasar Modal di Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997), hal. 86
61 Ibid 62
UUPT secara umum menyatakan bahwa suatu perseroan sekurang-kurangnya harus
diurus oleh satu orang atau lebih anggota direksi, dengan pengecualian bagi perseroan yang
bidang usahanya melakukan pengerahan dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat
pengakuan utang atau perseroan terbatas terbuka, harus memiliki sekurang-kurangnya dua
orang anggota direksi.63 Tidak ada suatu pembatasan mengenai keanggotaan direksi dalam
perseroan. Tidak hanya warga negara Indonesia, melainkan juga keanggotaan direksi warga
negara Asing yang memenuhi syarat yang ditetapkan (oleh Departemen Tenaga Kerja) dapat
menjadi anggota direksi perseroan.64 UUPT mensyaratkan bahwa anggota direksi haruslah
orang perseorangan.65 Hal ini berarti dalam sistem hukum perseroan Indonesia tidak dikenal
adanya pengurusan perseroan oleh badan hukum perseroan lainnya maupun oleh badan usaha
lain, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.66Selanjutnya orang
perseorangan tersebut adalah mereka yang cakap untuk bertindak dalam hukum, tidak pernah
dinyatakan pailit oleh pengadilan, maupun yang menjadi anggota direksi atau komisaris
perseroan tersebut dan belum pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang
merugikan keuangan negara dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal
pengangkatannya.67
Meskipun masa jabatan keanggotaan masing-masing anggota direksi telah ditentukan
dalam Anggaran Dasar perseroan68
63
Pasal 92 angka (4) UUPT 64
Lihat Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995. Selain itu dari waktu ke waktu, Departemen Tenaga Kerja mengeluarkan daftar bidang usaha dan jabatan yang terbuka untuk dalam bidang usaha tertentu bagi warga negara asing.
65
Pasal 93 angka (1) UUPT 66
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op. cit., hal. 99. 67
Pasal 93 angka (4) juncto Pasal 105 angka (1) UUPT 68
Pasal 94 angka (4) UUPT menyatakan bahwa anggaran dasar mengatur tata cara pencalonan dan pemberhentian anggota Direksi, tanpa mengurangi hak pemegang saham dalam pencalonan. Ketentuan Pasal 94, tanpa mengurangi hak pemegang saham dalam pencalonan.
Rapat Umum Pemegang Saham (untuk selanjutnya disebut RUPS) untuk setiap saat
memberhentikan salah satu atau lebih anggota direksi sebelum berakhirnya masa jabatan
yang ditentukan dalam Anggaran Dasar, baik dengan mengangkat penggantinya yang baru
maupun dengan hanya memberhentikan keanggotaan direksi, sebagaimana ditentukan dalam
Anggaran Dasar maupun peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku, tetap
dipertahankan.69 Keputusan RUPS tersebut hanya dapat diambil setelah anggota Direksi yang
hendak diberhentikan tersebut diberikan kesempatan untuk membela diri maupun
menyatakan pendapatnya dalam RUPS.70
Selain pemberhentian permanen oleh RUPS tersebut di atas, UUPT memungkinkan
juga dilakukan skorsing atau pemberhentian sementara anggota Direksi, baik oleh RUPS
maupun Komisaris Perseroan.71 Pemberitahuan mengenai pemberhentian sementara tersebut
wajib disampaikan secara tertulis kepada anggota Direksi yang bersangkutan.72
B. Jual Beli Saham Pada Perseroan Terbatas
Dalam jangka
waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pemberhentian
sementara harus diselenggarakan RUPS untuk mencabut keputusan pemberhentian sementara
tersebut secara formil memberhentikan secara tetap anggota Direksi tersebut. Mengenai
wewenang dan tanggung jawab Direksi akan dibicarakan pada sub bab berikutnya.
Jual-beli adalah suatu perjanjian bertimbal-balik dengan mana pihak yang
satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain
untuk membayar harga yang telah dijanjikan.73
69
Lihat ketentuan Pasal 95 angka (1) UUPT 70
Pasal 105 angka (2) UUPT 71
Pasal 106 angka (1) UUPT 72
Pasal 106 angka (2) UUPT 73
Pasal 1457 KUH Perdata
bahwa dari satu pihak perbuatan dinamakan menjual, sedangkan dari pihak lain
dinamakan membeli.
Unsur-unsur pokok perjanjian jual beli adalah adanya barang dan harga.
Sesuai dengan asas konsensualisme yang menjiwai hukum perjanjian Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHP), perjanjian jual beli itu sudah
dilahirkan pada detik tercapainya kata sepakat mengenai barang dan harga. Begitu
kedua belah pihak tentang barang dan harga, maka lahirlah perjanjian jual beli yang
sah.74
Perusahaan memiliki berbagai alternatif sumber pendanaan, baik yang berasal
dari dalam maupun dari luar perusahaan. Alternatif pendanaan dari dalam
perusahaan, umumnya dengan menggunakan laba yang ditahan perusahaan.
Sedangkan alternatif pendanaan dari luar perusahaan dapat berasal dari kreditor,
penerbitan surat-surat utang serta maupun pendanaan yang bersifat penyertaan dalam
bentuk saham (equity). Pendanaan melalui mekanisme penyertaan umumnya
dilakukan dengan menjual saham perusahaan kepada masyarakat kepada masyarakat.
Untuk melakukan penjualan saham kepada masyarakat (go public), perseroan yang
74
masih berstatus perusahaan tertutup harus melakukan persiapan internal dan
penyiapan dokumentasi serta memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan Bapepam.75
Pengalihan saham untuk perusahaan tertutup UUPT menentukan bahwa
dalam Anggaran Dasar perseroan terbatas tersebut dapat diatur adanya ketentuan
yang :76
a. Mewajibkan dilakukannya penawaran kepada pemegang saham dalam perseroan terbatas terlebih dahulu sebelum saham perseroan terbatas tersebut dijual kepada pihak ketiga. Dalam hal anggaran dasar mengharuskan pemegang saham penjual menawarkan terlebih dahulu sahamnya kepada kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain, dan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal penawaran dilakukan ternyata pemegang saham tersebut tidak membeli, pemegang saham penjual dapat menawarkan dan menjual sahamnya kepada pihak ketiga. Setiap pemegang saham penjual yang diharuskan menawarkan sahamnya tersebut berhak menarik kembali penawaran tersebut setelah lewatnya jangka waktu 14 (empat belas) hari tersebut. Kewajiban menawarkan kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lain tersebut hanya berlaku 1 (satu) kali.
b. Mensyaratkan diperlukannya persetujuan organ perseroan terbatas, pada umumnya Rapat Umum Pemegang Saham;
Pemberian persetujuan pemindahan hak atas saham yang memerlukan persetujuan organ perseroan atau penolakannya harus diberikan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal organ perseroan menerima permintaan persetujuan pemindahan hak tersebut. Dalam hal jangka waktu tersebut telah lewat dan organ perseroan tidak memberikan pernyataan tertulis, organ perseroan dianggap menyetujui pemindahan hak atas saham tersebut.
Dalam hal pemindahan hak atas saham disetujui oleh organ perseroan, pemindahan hak harus dilakukan dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan diberikan.
c. Mensyaratkan diperolehnya persetujuan/izin instansi yang berwenang terlebih dahulu.
75
Tjiptono Darmadji dan Hendy M. Fakhruddin, Pasar Modal di Indonesia (Pendekatan Tanya Jawab), (Jakarta: Salemba Empat, 2001), hal.40
76
Bagi perseroan terbatas tertutup yang ingin memperoleh dana melalui pasar
modal maka perseroan terbatas tersebut harus menyiapkan persyaratan untuk bisa go
public atau melakukan penawaran umum di pasar modal. Adapun tahap-tahap yang
perlu diperhatikan dan dilakukan oleh perusahaan yang akan melakukan penawaran
umum sebagai berikut :77
1. Tahap Pra-Emisi
a. Perusahaan melakukan kajian mendalam (due diligence) terhadap keadaan keuangan, aset, kewajiban kepada pihak lain dan terhadap perusahaan dan rencana penghimpunan dana. Kajian mendalam akan menghasilkan sejumlah rekomendasi tindakan yang harus dilakukan perusahaan dalam rangka memenuhi persyaratan dalam rangka memenuhi persyaratan melakukan penawaran umum.
b. Perusahaan menyusun rencana penawaran umum yang harus mendapatkan persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Keputusan RUPS itu akan menjadi landasan hukum untuk melakukan penawaran umum, RUPS juga akan memutuskan perubahan Anggaran Dasar perusahaan.
c. Perusahaan menentukan penjamin emisi (underwriter), profesi penunjang, dan lembaga penunjang untuk penawaran umum.
d. Perusahaan menyiapkan semua dokumen dan perjanjian yang diperlukan untuk melakukan penawaran umum.
e. Perusahaan membuat kontrak pendahuluan dengan bursa efek. f. Perusahaan melakukan public expose.
g. Perusahaan menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada Bapepam. h. Bapepam akan menyampaikan pernyataan efektif pernyataan pernyataan
pendaftaran tersebut dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari setelah meneliti kelengkapan dokumen, cakupan dan kejelasan informasi, dan keterbukaan menurut aspek hukum, akuntansi, keuangan dan manajemen.
2. Tahap Emisi
a. Penawaran oleh sindikasi penjamin emisi dan agen penjual di pasar primer.
b. Penjatahan kepada pemodal oleh sindikasi penjamin emisi dan emiten di pasar primer.
c. Penyerahan efek kepada pemodal di pasar primer.
d. Emiten mencatatkan efeknya di pasar sekunder (di bursa)
77
37 3. Tahap setelah Emisi
Sesudah proses emisi, emiten berkewajiban untuk menyampaikan informasi, yaitu:
a. Laporan berkala, misalnya laporan tahunan dan laporan tengah tahunan (continuous disclosure).
b. Laporan kejadian penting dan relevan, misalnya akuisisi, pergantian direksi (timely disclosure).
SEBELUM EMISI BAPEPAM INTERN PERUSAHAAN EMISI PRIMARY MARKET SECONDARY MARKET
1. Rencana Go Public 2. RUPS 3.Penunjukan: - Underwriter - Profesi Penunjang - Lemb. penunjang 4. Mempersiapk an dokumen 5. Konfirmasi sebagai Agen Penjual oleh Emisi 6. Kontrak SESUDAH EMISI 1.Emiten menyampaik an pernyataan pendaftaran. 2.Ekspose terbatas di BAPEPAM 3.Evaluasi: - Kelengkapan dokumen - Kecukupan dan kejelasan informasi - Keterbukaan aspek 1.Penawaran oleh Sindikasi Penjamin Emisi dan Agen Penjualan 2.Penjatahan kepada Pemodal oleh Sindikasi Penjamin Emisi dan Emiten 3.Distribusi saham secara elektronik kepada PEL