• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kewenangan Direksi Dalam Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kewenangan Direksi Dalam Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

KEWENANGAN DIREKSI DALAM PENYELENGGARAAN

RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

TESIS

Oleh

RAJA RUNGGU DELI SITEPU

067005036/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KEWENANGAN DIREKSI DALAM PENYELENGGARAAN

RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora

dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

RAJA RUNGGU DELI SITEPU

067005036/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : KEWENANGAN DIREKSI DALAM PENYELENGGARAAN RAPAT UMUM PEMEGANG

SAHAM

Nama Mahasiswa : Raja Runggu Deli Sitepu

Nomor Pokok : 067005036

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) K e t u a

(Dr. Sunarmi, SH, M.Hum) (Dr. T. Keizerina Devi A., SH, CN, M.Hum) A n g g o t a A n g g o t a

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 30 Agustus 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua

:

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH

Anggota

:

1. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur pada Tuhan Yang Maha Esa atas kesehatan dan kesempatan

yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.

Penyelesaian tesis ini tidak akan rampung tanpa bantuan saran maupun petunjuk

yang diberikan kepada penulis oleh pembimbing maupun penguji. Pada kesempatan

ini penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Bapak Prof. Chairudin P. Lubis, DTM&H, SpA(K), Selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara yang menerima penulis untuk mengikuti studi di Universitas

Sumatera Utara

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa., B. MSc Selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara beserta seluruh Asisten Direktur

yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti

pendidikan di Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH selaku Ketua Program Studi Ilmu

Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan pembimbing

utama penulis dalam penelitian tesis ini.

4. Ibu Dr. Sunarmi, SH. M. Hum dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi A., SH, CN,

M.Hum selaku Anggota Pembimbing, terima kasih atas bimbingan dan

(6)

5. Bapak Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum dan Bapak Dr. Budiman Ginting

selaku penguji pada penelitian tesis ini, terimakasih atas masukannya.

6. seluruh Guru Besar dan Staf Pengajar pada Program Studi Ilmu Hukum

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

7. Teman-teman seangkatan dan seluruh staf pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga sangat berterima kasih kepada kedua orangtua telah menanamkan

nilai-nilai dasar keilmuan dan mendo’akan penulis.

Kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penyelesaian tesis ini,

terutama teman-teman di Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarcarjana

Universitas Sumatera Utara yang tidak mungkin disebutkan satu persatu, penulis

mengucapkan banyak terima kasih.

Penulis juga menyadari bahwa tulisan ini masih banyak

kekurangan-kekurangan, untuk itu penulis memohon saran dan masukan kepada

kalangan-kalangan peneliti selanjutnya agar penelitian ini menjadi sempurna dan bermanfaat

bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tindak pidana penipuan.

Hormat penulis.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Raja Runggu Deli Sitepu

Tempat/Tgl. Lahir : Medan/ 20 September 1965 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen

Instansi : Kejaksaan Negeri Kabanjahe

Pendidikan : - Sekolah Dasar Bhayangkari Medan

- Sekolah Menengah Pertama Negeri 181 Jakarta

- Sekolah Menengah Atas Nusantara Jakarta

- Universitas Pembangunan Panca Budi Medan

- Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (Lulus

(8)

DAFTAR ISI

E. Keaslian Penelitian... 15

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi ... 16

G. Metode Penelitian ... 24

BAB II : RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS ... 29

A. Perseroan Terbatas (PT)... 29

B. Organ Perseroan Terbatas ... 41

C. RUPS Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT)... 46

BAB III : KEWAJIBAN DIREKSI DALAM PENYELENGGARAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM ... 53

A. Tugas dan Tanggung Jawab Direksi ... 53

B. Kewajiban Direksi Melaksanakan RUPS... 57

C. Kewajiban RUPS Dalam Perseroan Terbatas ... 62

D. Hak Pemegang Saham Terhadap Pelaksanaan RUPS... 64

BAB IV : AKIBAT HUKUM APABILA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM TIDAK DILAKSANAKAN... 66

A. Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham ... 66

B. Kesalahan Dan Kelalian Direksi ... 68

C. Akibat Hukum Direksi Apabila RUPS Tidak Dilaksanakan ... 100

D. Analisis Kasus Putusan Pengadilan Negeri ... 104

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 114

A. Kesimpulan ... 114

B. Saran... 116

(9)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak dahulu hingga sekarang manusia dalam tatanan kehidupannya berubah

dan mengalami perkembangan. Manusia yang hidup dalam suatu komunitas yang

dikenal dengan masyarakat memerlukan pengaturan dan peraturan yang ditujukan

untuk mengatur tata tertib kehidupan masyarakat tersebut. Peraturan yang dimaksud

di sini adalah hukum yang hidup dalam masyarakat. Sejarah telah membuktikan

bahwa hukum berkembang mengikuti perkembangan masyarakat, karena hukum itu

ada dalam masyarakat (ubi societas ibi ius1). Hal ini terimplementasi dalam bidang

hukum privat, yaitu dalam bidang hukum perdata dan hukum dagang. Khusus untuk

hukum privat, terus berkembang dengan pesat mengikuti arus teknologi dan

modernisasi. Untuk itu manusia dituntut agar mengetahui keadaan ataupun

permasalahan di sekitar mereka.

Manusia adalah subjek hukum, akan tetapi manusia bukanlah satu-satunya

subjek hukum yang dikenal. Selain manusia, masih terdapat subjek hukum lainnya

yang dikenal dengan badan hukum (rechtspersoon). Di antara banyak badan hukum

yang dikenal dalam doktrin hukum, salah satu yang amat dikenal adalah Perseroan

Terbatas (selanjutnya disingkat PT).2

1

Lili Rasjidi, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Mandar Maju, 2003), hal. 145. 2

(11)

Perkembangan perangkat hukum untuk menciptakan dan melindungi hak

manusia sebagai anggota masyarakat terus mengalami perkembangan. Misalnya

dalam kegiatan ekonomi perusahaan hak seseorang sebagai pelaku ekonomi dalam

menjalankan perusahaan berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat.

Karena pada akhir-akhir ini telah muncul pemikiran-pemikiran mengenai sifat dan

hakikat hukum perusahaan yang berperan menampung kebutuhan masyarakat yang

berkepentingan (stakeholder) dari perusahaan. Hal yang menjadi pemikiran dalam

hukum perusahaan adalah kondisi perusahaan yang berbentuk badan hukum

"Perseroan Terbatas" atau Limited Liability Company .3

Pembaharuan hukum perusahaan menurut Undang-Undang Perseroan

Terbatas (selanjutnya disingkat UUPT) ini ditujukan untuk memberi jawaban atas

tuntutan perkembangan pesat dari eksistensi dan peranan PT sebagai salah satu

bentuk badan hukum dari pelaku ekonomi.4 Karena itu UUPT yang baru ini ditujukan

untuk memberi perlindungan kepentingan bagi setiap pemegang saham, kreditur dan

para pihak ketiga yang berhubungan dengan aktivitas perseroan terbatas. Salah satu

permasalahan yang penting dalam kaitannya dengan aktivitas perusahaan terbatas

tersebut adalah mengenai tanggung jawab direktur.

3

Bismar Nasution, Diktat Hukum Perusahaan, Program Magíster Ilmu Hukum USU, 2003 , hal 1-2

4

(12)

Seorang direktur dari sebuah perusahaan akan selalu berurusan dengan aset

milik orang lain, tidak hanya dalam aspek hukum dimana dia akan berkuasa penuh

untuk mengelola aset-aset perusahaan, tetapi juga perusahaan mungkin mempunyai

pemegang saham yang menginvenstasikan uangnya dalam perusahaan tersebut

dengan membeli saham. Pemegang saham ini sering kali hanya mempunyai

pengawasan yang kecil atau bahkan tidak sama sekali terhadap perilaku seorang

direktur. Investasi mereka akan hilang apabila perusahaan tersebut menjadi insolven.

Demikian juga apabila ada barang atau jasa yang digunakan oleh perusahaan yang

diperoleh secara kredit, direktur akan mengelola barang dan jasa yang didalamnya

terdapat hak para kreditur yang baru akan hilang apabila hutang kredit tersebut

dibayar lunas. Oleh karena itu sangat penting untuk mengontrol perilaku dari para

direktur yang mempunyai posisi dan kekuasaan besar dalam mengelola perusahaan,

termasuk menentukan standar perilaku (standart of conduct) untuk melindungi

pihak-pihak yang akan dirugikan apabila seorang direktur berperilaku tidak sesuai dengan

kewenangannya atau berperilaku tidak jujur.5

Tugas Direksi dalam mengatur atau mengelola kegiatan-kegiatan usaha PT

dan mengurus kegiatan PT diatas tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Karena

pengurusan kekayaan PT harus menunjang terlaksananya kegiatan usaha PT. Direksi

mempunyai 2 (dua) tugas yaitu, pengelolaan dan perwakilan PT, Untuk pelaksanaan

kedua tugas Direksi itu perlu menjadi perhatian bahwa pengelolaan PT pada

5

(13)

hakekatnya adalah tugas dari semua anggota Direksi tanpa kecuali (Collegiale

bestur-rsverant woordelijkheid).6

Dalam sejarah pengaturan terhadap perusahaan, Indonesia pada masa

penjajahan Belanda diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek

van Koophandel-Staatblad 1847-23) dalam Buku Kesatu Titel Ketiga Bagian Ketiga

Pasal 36 sampai dengan Pasal 56. Di samping itu masih terdapat pula badan hukum

lain sebagaimana diatur dalam Maskapai Andil Indonesia (Ordonantie op de

Indonesische Maatshappij op Aandelen, Staatblad 1939-569 jo 717)7.

Indonesia sebagai negara hukum (Recht Staat) telah melakukan perubahan

hukum antara lain di bidang perseroan terbatas. Pengaturan perseroan terbatas dalam

bentuk Undang-Undang diawali dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1995 Tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat dengan UUPT). UUPT

diundangkan pada tanggal 7 Maret 1995 Lembaran Negara RI Tahun 1995 Nomor 13

dan Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3687.

Setelah lahirnya UUPT tahun 1995 Perangkat peraturan hukum perseroan

pada tanggal 16 Agustus 2007 telah dirubah dan diperbaharui dengan di

undangkannya Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan terbatas.

Dengan di Undangkannya Undang-Undang Perseroan yang baru tersebut maka

6

Bismar Nasution, op.cit, hal 18 7

(14)

Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan terbatas dicabut dan

dinyatakan tidak berlaku lagi.8

Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan

modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang

ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksananya.9

Ketentuan dalam hukum perseroan mengatur bahwa pada dasarnya

perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih dengan akta notaris dalam bahasa

Indonesia. Status badan hukum perseroan diperoleh pada tanggal diterbitkannya

Keputusan Menteri mengenai pengesahaan badan hukum perseroan. Apabila setelah

disahkan pemegang saham menjadi kurang dari dua orang maka dalam jangka waktu

paling lama enam bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham

bersangkutan wajib mengalihkan sebahagian sahamnya kepada orang lain atau

perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain. Jika dalam jangka waktu

tersebut pemegang saham tetap kurang dari dua orang, pemegang saham bertanggung

jawab secara pribadi atas segala perikatan dan kerugian perseroan, dan atas

permohonan pihak yang berkepentingan, Pengadilan Negeri dapat membubarkan

Perseroan tersebut.10

8

Marianna Sutadi, beberapa penyelesaian Permasalahan Oleh Pengadilan Menurut

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, disampaikan pada Seminar sehari “Aspek-Aspek Penting

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas”, Rabu, 28 Nopember 2007, Jakarta. Hal. 1

9

Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 10

(15)

Dalam menjalankan usaha di bidang perdagangan, banyak alasan PT

menjadi pilihan. Hal ini dikarenakan perseroan terbatas lebih efisien dibandingkan

dengan bentuk badan hukum lainnya. Mengapa? Karena perseroan terbatas dapat

digunakan untuk mengakomodasikan kegiataan usaha dari yang terkecil yaitu bisnis

perorangan (one-person business) sampai yang terbesar yaitu bisnis multinasional.

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (Selanjutnya

disingkat UUPT) di dalam beberapa Pasal pengaturannya ditujukan untuk memberi

perlindungan kepentingan bagi setiap pemegang saham, kreditur dan para pihak

ketiga yang berhubungan dengan aktivitas perseroan terbatas. Kegiatan berusaha

tersebut dapat dilakukan secara pribadi dengan segala konsekuensinya dan dapat pula

dilakukan dalam bentuk kerja sama antar pribadi atau antar kelompok. Di samping itu

mengenai bentuk usaha yang dipilih pada dasarnya sangat bergantung pada berbagai

hal baik faktor internal maupun eksternal dari para pihak yang mendirikan

perusahaan. Sedangkan berdasarkan sumber dana yang dimanfaatkan untuk

mendirikan perusahaan maka bentuk perseroaan terbatas sangat diminati.11 Di

samping itu juga cukup beralasan mengapa perseroan terbatas yang diminati, karena

secara filosofi bahwa pendirian perseroan terbatas yang dilakukan oleh sekolompok

orang tersebut semata-mata memiliki tujuan untuk memajukan perusahaan.

UUPT yang telah ada jika dibandingkan dengan peraturan yang lama dalam

hal isinya telah mengalami kemajuan yang signifikan, ketentuan-ketentuan dalam

11

(16)

UUPT saat ini dapat dikatakan lengkap dan terperinci. Di dalamnya dikenal

perbedaan perseroan tertutup dengan perseroan terbuka, diatur tentang bagaimana

perlindungan modal dan kekayaan perusahaan, juga tentang penggunaan laba,

pengambilalihan perseroan, juga bagaimana jika perseroan melakukan perbuatan

melanggar hukum. Namun sebagaimana diketahui bahwa sampai saat ini UUPT lebih

terkonsentrasi pada pembahasan mengenai Anggaran Dasar, RUPS dan cara

pendirian PT. Masalah yang paling signifikan yang tidak tergambar dalam UUPT ini

adalah pertanggungjawaban organ-organ dalam perseroan, dalam hal ini dikhususkan

pada organ perseroan yang yang disebut dengan Direksi. Yang mana bentuk

pertanggungjawaban tersebut apakah itu pertanggungjawab secara perdata maupun

pertanggungjawaban secara pidana.

Organ perseroan, menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 40 Tahun

2007 yaitu Pertama rapat umum pemegang saham, Kedua, direksi dan Ketiga, Dewan

Komisaris.12 RUPS adalah rapat yang diselenggarakan oleh direksi perseroan setiap

tahun dan setiap waktu berdasarkan kepentingan perseroan, ataupun atas permintaan

pemegang saham sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.13

Salah satu pemikiran yang muncul dalam UUPT dalam hal RUPS adalah

Pertama, RUPS terdiri atas RUPS Tahunan dan RUPS lainnya. Dalam hal RUPS

tahunan wajib diadakan dalam jangka waktu paling lambat 6 bulan setelah tahun

12

I. G, Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, (Jakarta: Megapoin Kesaint Blanc, 2002). hal 257, dalam hal ini ketentuan tentang organ perseroan tidak mengalami perubahan jika dibandingkan dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas.

13

(17)

buku berakhir, sedangkan RUPS lainnya dapat diadakan setiap waktu berdasarkan

kebutuhan untuk kepentingan perseroan. Kedua, bahwa RUPS berhak memperoleh

keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari direksi dan Dewan

Komisaris.

Jika dibandingkan dengan hukum perusahan yang diatur dalam sistem

hukum common law maka Perseroan Terbatas (United Company by “Shares,

Naamloze Vennooschap”) adalah “asosiasi modal” yang oleh Undang-undang diberi

status badan hukum. Hakim Agung John Marshal dari Mahkamah Agung (MA)

Amerika Serikat mendefinisikan PT sebagai keberadaan semu, tidak terlihat, tidak

berbentuk nyata dan hanya ada dalam pertimbangan hukum. Selanjutnya lebih jelas

MA ini mendefinisikan PT sebagai “asosiasi” sejumlah individu yang bersatu untuk

maksud tertentu dan oleh Undang-Undang diperbolehkan menggunakan modal

bersama tersebut dan mengganti anggota yang terdapat dalam asosiasi tanpa harus

membubarkan asosiasi tersebut.14

Sehubungan dengan hal tersebut, PT merupakan kreasi hukum dan subyek

hukum mandiri. PT sebagai subyek hukum mandiri keberadaannya tidak tergantung

dari keberadaan para pemegang saham. Sekalipun terjadi pergantian tersebut tidak

mengubah keberadaan PT selaku “personal standi in judicio” (subyek hukum

mandiri). Di sinilah letak perbedaan hakiki antara PT sebagai asosiasi modal dengan

persekutuan perdata, seperti Firma dan CV sebagai asosiasi perorangan. “Keberadaan

14

(18)

dan Kemandirian Perseroan Terbatas sebagai Badan Usaha Tunggal dan Sebagai

Anggota Grup” yaitu berbentuk perseroan yang berdiri untuk menjalankan suatu

perusahaan dengan modal terbagi atas saham-saham, dalam hal ini para pemegang

saham (pesero) hanya bertanggung-jawab untuk perikatan-perikatan PT sebesar

jumlah saham yang mereka miliki. Selanjutnya PT sekaligus adalah wadah yang di

dalamnya diwujudkan kerjasama para pemegang saham (asosiasi saham).15

Berdasarkan hal tersebut maka organ yang terdapat dalam PT harus dapat

memiliki kewajiban masing-masing dalam menjalankan PT. Artinya dapat

dicontohkan dimana dalam pemikiran UUPT ini sebagai penyelenggara RUPS adalah

direksi.

Adapun yang dimaksud dengan direksi adalah organ perseroan yang

bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan

perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai

dengan ketentuan anggaran dasar. Direksi kedudukannya sebagai eksekutif dalam

perseroan, tindakannya dibatasi oleh anggaran dasar perseroan. Apabila dalam

pengurusan perseroan bertindak melampui wewenangnya, maka berdasarkan Pasal 97

ayat (3) anggota direksi yang demikian bertanggung jawab penuh secara pribadi.

Ketentuan yang terdapat dalam UUPT dalam hal tugas direksi di atur dalam

Pasal 92 ayat (1) yang menyatakan bahwa kepengurusan perseroan dilakukan oleh

direksi. Kemudian penjelasan Pasal 92 ayat (1) UUPT menyatakan bahwa ketentuan

ini menugaskan direksi untuk mengurus perseroan yang antara lain meliputi

15

(19)

pengurusan sehari-hari dari perseroan. Kemudian Pasal 1 angka 5 UUPT menyatakan

bahwa direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas

pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili

perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran

dasar. Hal ini berarti bahwa direksi merupakan salah satu organ perseroan terbatas

yang tugas dan fungsinya melakukan kepengurusan sehari-hari dari perseroan terbatas

serta mewakili badan hukum dalam melakukan perbuatan hukum dalam rangka

hubungan hukum tertentu. Pada hakikatnya, hanya direksilah yang diberi kekuasaan

untuk mengurusi dan mewakili perseroan terbatas baik di dalam maupun di luar

pengadilan. Dalam mengurusi dan mewakili perseroan terbatas, hendaknya direksi

memperhatikan kepentingan dan tujuan perseroan terbatas.

Jika melihat tugas dan kewenangan yang diberikan Undang-Undang kepada

direksi dalam menjalankan perusahaan maka salah satu kewajiban yang timbul pada

direksi adalah melaksanakan RUPS. RUPS yang dimaksud di sini yaitu RUPS

Tahunan, yang mana penyelenggaraan RUPS tahunan ini memberikan gambaran

kepada pemegang saham atas perkembangan perusahaan, baik itu dalam pelaporan

pertanggungjawaban keuangan perusahan, untuk maupun ruginya perusahaan dalam

perjalanan satu tahun kalender.

Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan dan untuk kepentingan perseroan

berwenang menyelenggarakan RUPS lainnya. Namun jika direksi berhalangan atau

antara direksi dengan perseroan terjadi suatu pertentangan maka yang

(20)

pertanyaan bagaimana jika Dewan Komisaris juga tidak dapat menyelenggarakan

RUPS, padahal RUPS tahunan wajib diselenggarakan?

Untuk mengatasi tersebut, UUPT memberikan kewenangan kepada

pemegang saham untuk menyelenggarakan RUPS atau dapat juga dilakukan atas satu

pemegang saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh)

bagian dari jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar

perseroan yang bersangkutan.16 Tetapi prosedurnya harus meminta bantuan

Pengadilan Negeri terlebih dahulu yaitu dengan cara pemegang saham mengajukan

permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri agar mereka diberikan izin untuk

melakukan pemanggilan RUPS.17

Permintaan pemegang saham tersebut diajukan kepada direksi atau Dewan

Komisaris dengan surat tercatat disertai alasan yang diajukan tersebut. Namun kadang

kala direksi sebagai organ perseroan tidak melaksanakan RUPS sebagai

kewajibannya terhadap PT. RUPS merupakan organ yang memegang kekuasaan

16

I.G. Rai Widjaja, Log.Cit. 17

Pasal 80 ayat (1) UUPT menentukan bahwa Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan dapat memberikan izin kepada pemohon untuk :

a.Melakukan sendiri pemanggilan RUPS tahunan, atas permohonan pemegang saham apabila direksi atau Dewan Komisaris tidak menyelenggarakan RUPS tahunan pada waktu yang telah ditentukan.

(21)

tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan

kepada organ perseroan lainnya.18

Pengaturan yang terdapat dalam perundang-undangan yang terkait pada

Perseroan sudah mengakomodir kebutuhan dalam hukum perusahaan namun masih

terdapat kekurangan dalam hal pertanggungjawaban direksi. Di dalam

undang-undang perseroan tidak terdapat secara nyata bagaimana bentuk dari

pertanggunggungjawaban direksi tersebut. Apakah dalam bentuk

pertanggungjawaban perdata atau pertanggungjawaban pidana. Jika melihat kondisi

di dalam masyarakat, permasalahan hukum yang berkaitan dengan hukum perseroan

sering dijumpai. Permasalahan hukum tersebut ada diselesaikan dengan perangkat

hukum perdata yang dalam hal ini adalah suatu perbuatan melawan hukum dan atau

dalam perangkat hukum pidana yang pada dasarnya adalah implikasi dari meminta

pertanggungjawaban dari seorang direksi.

Permasalahan hukum yang dimaksud di atas telah terjadi pada suatu

perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan. Dalam perjalanan usahanya PT.

Fajar Agung, yang bergerak di bidang perkebunan dan pengelolaan kelapa sawit,

menjadikan pengadilan sebagai wadah dalam penyelesaian hukum yang terjadi dalam

perusahaannya.19 Dalam perjalanan perusahaan ini, direksi tidak lagi menjalankan

18

Misalnya dalam Pasal 80 ayat (2) ditetapkan, RUPS berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari direksi dan Dewan Komisaris. Disini jelas bahwa kewenangan RUPS tersebut tidak mungkin dilimpahkan kepada organ-organ lainnya.

19

(22)

kepengurusan PT seperti apa yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan

dan anggaran dasar perusahaan. Sehingga untung-ruginya perusahaan tidak dapat

diketahui oleh pemegang saham lainnya, disebabkan direksi tersebut tidak pernah

mempertanggungjawabkan keuangan perusahaan dalam RUPS tahunan karena

direksi tersebut tidak melaksanakan RUPS tersebut.

Berdasarkan hal tersebut maka para pemegang saham melakukan tindakan dan

perbuatan hukum dengan menempuh jalur hukum perdata dan pidana. Berdasarkan

atas studi kasus ini maka penulis mengambil judul “Kewenangan Direksi Dalam

Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagai judul dalam penulisan

tesis ini. Hal ini dikarenakan adanya hak pemegang saham untuk mendapatkan keadilan

dalam sebuah perusahaan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat

dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan RUPS dalam UUPT No. 40 Tahun 2007 ?

2. Bagaimana Kewajiban Direksi Dalam Penyelenggaraan RUPS?

3. Bagaimanakah akibat hukum apabila RUPS tidak dilaksanakan oleh Direksi?

(23)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan yang diuraikan di atas, maka tujuan

yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan memahami secara normatif prinsip-prinsip RUPS dalam

UUPT No. 40 Tahun 2007.

2. Untuk mengetahui dan memahami akibat hukum bagi direksi yang menolak

pertangungjawabannya atau menolak hadir dalam RUPS.

3. Untuk mengetahui dan memahami upaya hukum yang dapat dilakukan bagi direksi

yang menolak memberikan pertanggungjawabannya atau tidak hadir dalam RUPS.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian tesis ini, adapun yang menjadi manfaat penelitian adalah

dapat dilihat secara teoritis dan secara praktis :

1. Secara Teoritis

Diharapkan akan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan keilmuan, baik

itu bagi pengembangan ilmu hukum ekonomi pada umumnya khususnya pada

ilmu hukum perusahaan.

2. Secara Praktis

Secara praktis penelitian ini ditujukan kepada kalangan praktisi, agar dapat lebih

mengetahui dan memahami tentang Pertanggungjawaban direksi Perseroan Yang

lalai dalam melaksanakan tugasnya dengan peraturan perundang-undangan tentang

(24)

agar dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Suatu peraturan yang baik

adalah peraturan yang tidak saja memenuhi persyaratan-persyaratan formal

sebagai suatu peraturan, tetapi menimbulkan rasa keadilan dan kepatutan dan

dilaksanakan/ditegakkan dalam kenyataannya.

E. Keaslian Penulisan

Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang

sama, maka peneliti melakukan pengumpulan data tentang “Kewenangan Direksi

Dalam Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham”, dan juga pemeriksaan

terhadap hasil-hasil penelitian yang ada mengenai hal-hal di atas, dan dalam

pemeriksaan ini peneliti juga melihat beberapa penelitian yang terkait dengan hukum

perusahaan baik itu terkait dengan RUPS, Direksi, dan Dewan Komisaris, namun

disini memiliki subsatansi yang berbeda seperti pengaturannya, yaitu

Undang-Undang yang mengaturnya. Oleh karenanya maka penelitian ini dapat dinyatakan

belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama oleh peneliti

lainnya baik di lingkungan Universitas sumatera Utara maupun Perguruan Tinggi

(25)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Untuk mengetahui tentang Kewenangan Direksi Dalam Penyelenggaraan

Rapat Umum Pemegang Saham didasarkan kepada teori yang saling berkaitan,

artinya teori yang belakangan merupakan reaksi atau perbaikan dari teori sebelumnya.

Teori yang dipergunakan berawal pada hak perorangan yang lahir dari

perjanjian dalam mendirikan Badan Hukum yang berbentuk PT. Pasal 1 ayat 1 UUPT

menyatakan bahwa Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan adalah

badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,

melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham

dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan

pelaksananya.

Dalam hukum perjanjian setiap orang yang melakukan perjanjian tersebut

harus mematuhi apa yang menjadi hal-hal yang diperjanjikan. Hal tersebut harus

dapat mengacu pada aturan tentang perjanjian sebagaimana yang diatur dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1320 yang mengatur tentang syarat

sahnya suatu perjanjian, dan juga hal yang mengatur jika terjadi wanprestasi bagi

pihak yang berjanji.

Dalam kaitannya dengan pertanggungjawaban Direksi, salah satunya adalah

adanya unsur pertanggungjawaban yang terbatas dalam suatu perseroan bagi para

(26)

Suatu perseroan terbatas berbeda dengan suatu persekutuan yang bukan

merupakan suatu legal entity dan tidak terpisah dari pada sekutu yang menjadi

anggota persekutuan itu. Perseroan adalah legal entity perseroan tersebut. Sebagai

legal entity yang terpisah dari pemegang sahamnya, perseroan dalam melakukan

fungsi hukumnya bukan bertindak sebagai kuasa dari pemegang sahamnya, tetapi

bertindak untuk dan atas nama dirinya sendiri. Para pemegang saham bukan

merupakan pihak dari perjanjian yang dibuat oleh perseroan terbatas dengan pihak

lain. Oleh karena itu, pemegang saham juga tidak berhak memaksakan pihak lain

untuk melaksanakan kewajibannya yang ditentukan dalam perjanjian itu. Sebagai

konsekwensinya, pihak ketiga tidak dapat menagih atau menggugat perseroan

terbatas atas kewajiban hukum dari pemegang saham perseroan itu. Sebaliknya,

perseroan terbatas juga tidak berhak menagih pihak ketiga atas kewajiban yang harus

dibayarkan kepada pemegang saham perseroan itu.20 Dengan demikian, antara

pemegang saham dan perseroan terbatas merupakan pihak yang terpisah. Dengan

dipisahkannya harta kekayaan milik pribadi para pemegang saham dan harta

kekayaan milik perseroan terbatas, tanggung jawab para pemegang saham hanya

sebatas pada harta kekayaan milik pribadinya yang telah dimasukkan pada perseroan

terbatas.

Dalam ilmu hukum dikenal doktrin keterbatasan tanggung jawab dari suatu

badan hukum. Artinya, secara prinsipil setiap perbuatan yang dilakukan oleh suatu

20

(27)

badan hukum hanya badan hukum sendiri yang bertanggung jawab. Para pemegang

saham tidak bertanggung jawab, kecuali sebatas nilai saham yang dimasukkan.21 Hal

ini berarti bahwa harta kekayaan pribadi para pemegang saham tidak ikut

dipertanggungjawabkan sebagai tanggungan perikatan yang dilakukan oleh badan

hukum yang bersangkutan.22 Prinsip atau asas ini dalam hukum perseroan dinamakan

dengan the doctrine of separate legal personality of a compony atau the principle of

the company’s separate legal personality, yang disingkat dengan sebutan doctrine of

separate corporate personality.23

Akan tetapi, hukum perseroan terbatas pada umumnya, termasuk

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas menentukan pengecualian

berlakunya doktrin keterbatasan tanggung jawab tersebut, yang dalam hukum

perseroan prinsip ini dinamakan dengan doctrine piercing the corporate veil atau

lifting the corporate veil. UUPT sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 Ayat (2)

bahwa dalam hal-hal tertentu, tidak tertutup kemungkinan hapusnya tangung jawab

perseroan terbatas tersebut.24

21

Munir Fuady, Hukum Perusahaan dalam Paradigma Hukum Bisnis, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 125

22

Ciri utama suatu badan hukum adalah adanya pemisahan antara harta kekayaan badan hukum dan pribadi para pemegang saham.dengan demikian, para pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama badan hukum dan juga tidak bertangggung jawab atas kerugian badan hukum melebihi nilai saham yang dimasukkannya.

23

Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung: Alumni , 2004), hal. 149

24

(28)

Berlakunya doktrin atau prinsip atau asas separate corporate personality

menegaskan bahwa antara perseroan terbatas sebagai suatu legal entity dan para

pemegang saham dari perseroan terbatas itu terdapat suatu tabir (veil) pemisah.

Dalam ajaran atau teori hukum perseroan, tabir tersebut dinamakan dengan corporate

veil atau tabir perusahaan. Teori hukum perseroan, dalam keadaan tertentu tabir

tersebut dapat disingkap oleh hakim.25 Penyingkapan corporate veil itu artinya,

dalam hal-hal tertentu keterbatasan tanggung jawab pemegang saham itu tidak

berlaku lagi. Apabila terjadi atau terdapat hal-hal tertentu yang dimaksudkan itu,

pemegang saham tidak dilindungi oleh the doctrine of separate legal personality of a

company atau the principle of the copony’s separate legal personality tersebut.26

Demikian pula jika memperhatikan apa yang terdapat dalam Pasal-Pasal

UUPT, UUPT tidak saja mengakui tetapi juga menegaskan bahwa direksi dan Dewan

Komisaris suatu perseroan terbatas memiliki tanggung jawab yang terbatas pula. Oleh

karena itu tanggung jawab direksi dan Dewan Komisaris akan menjadi tidak terbatas

pula dalam hal membuat dokumen perhintungan tahunan yang tidak benar dan/atau

menyesatkan, kecuali dapat membuktikan bahwa keadaan tersebut bukan karena

kesalahannya. Pasal 69 ayat (3) UUPT menentukan bahwa dalam hal dokumen

perhitungan tahunan yang disediakan ternyata tidak benar dan atau menyesatkan

anggota direksi dan Dewan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab

25

Artinya, apabila terjadi atau terdapat keadaan yang dimaksud, hakim dapat memutuskan agar pemegang saham bertanggung jawab secra pribadi sampai kepada harta pribadinya kepada kreditor perseroan yang dirugikan oleh perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan.

26

(29)

terhadap pihak yang dirugikan. Perhitungan tahunan yang dihasilkan harus

mencerminkan keadaan yang sebenarnya dari aktiva, kewajiban, modal, dan hasil

usaha dari perseroan. Karena itu, direksi dan Dewan Komisaris mempunyai tanggung

jawab penuh akan kebenaran isi perhitungan tahunan perseroan pada khususnya dan

laporan tahunan pada umumnya.

Kemudian penelitian ini juga mengacu pada teori-teori yang berkenaan

dengan pertangungjawaban direksi. Teori-teori yang berkenaan dengan

pertanggungjawaban direksi dapat dilihat dalam prinsip fiduciary duty. Pengertian

kepengurusan mencakup pada pengelolaan kekayaan perseroan, karena UUPT

mengatur mekanisme yang memungkinkan terlaksananya prinsip fiduciary duty yang

mencakup juga duty of care oleh direksi. Hal ini tampak pada pengaturan tugas

masing-masing anggota direksi. Artinya, apabila anggota direksi yang bersangkutan

salah atau lalai melaksanakan tugasnya dengan baik, sehingga perseroan dirugikan

maka direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi dan pemegang saham dapat

mengajukan gugatan ke pengadilan Negeri.

Dalam hal untuk menentukan Standar Duty of Loyality dan Duty of Care

dalam pertanggungjawaban Direktur pada Perseroan Terbatas pada awalnya dapat

dilihat dalam Teori Salomon27. Teori ini mengungkapkan bahwa pada sebuah

pembentukan Perseroan Terbatas, perusahaan menjadi bagian terpisah dari orang

yang membentuknya atau menjalankannya, dimana perusahaan tersebut mempunyai

27

(30)

hak dan kewajiban yang berkaitan erat dengan aktivitasnya bukan kepada orang yang

memiliki atau menjalakannya.28

Dalam perkembangannya, Teori Solomon sering disalahgunakan oleh para

pemilik atau direktur yang beritikad buruk untuk kepentingannya sendiri. Dalam hal

ini maka dibuatlah pengecualian terhadap teori ini, misalnya dalam hal para pemilik

dan direktur berada pada posisi yang tidak terlindungi (exposed position) maka

mereka bertanggung jawab secara pribadi kepada akibat-akibat hukum dari perbuatan

mereka.29

Oleh sebab itu direktur harus mengetahui tugas dan tanggung jawabnya

kepada perusahaan untuk menghindari hal yang di atas. Hal ini berkaitan dengan

Prinsip Tanggung Jawab Direktur atau yang sering disebut dengan Fiduciary Duty. 30

Prinsip ini meletakkan direktur sebagai trustee dalam pengertian hukum trust,

sehingga seorang direktur haruslah mempunyai kepedulian dan kemampuan (Duty of

Care dan Duty of Loyality), itikad baik, loyalitas dan kejujuran terhadap

perusahaannya dengan derajat yang tinggi (High Degree).31 Prinsip ini memberikan

perlindungan penting dari hak pemegang saham perusahaan, karena direktur

28

Dalam Dalam Bismar Nasution dan Zulkarnain Sitompul, Hukum Perusahaan, Bandung: BooksTerrace & Library, 2005, hal. 35 Lihat juga Christopher L. Ryan, Company Directors,

Liabilities, Rights and Duties, CCH Editions Limited, Third Edition, 1990 , hal 215.

29

. Ibid. hal 216 30

. Prinsip ini ditemukan dan dielaborasi oleh Court of Chancery pada sekitar abad 18-19 untuk menjamin bahwa orang yang memegang aset atau menjalankan fungsi dalam kapitasnya sebagai perwakilan untuk kepentingan orang lain berlaku dengan itikad baik dan secara konsisten melindungi kepentingan dari orang yang diwakilinya, Dalam Bismar Nasution dan Zulkarnain Sitompul, Op.cit, hal 33.

31

(31)

mempunyai kewajiban untuk melindungi kepentingan pemegang saham dari tindakan

sewenang-wenang pemegang saham mayoritas. Namun perlu ditekankan bahwa

kewajiban utama dari direktur adalah kepada perusahaan secara keseluruhan bukan

kepada pemegang saham baik secara individu maupun kelompok.32 Sesuai dengan

posisi seorang direktur sebagai sebuah trustee dalam perusahaan. Posisi ini

mengharuskan seorang direktur untuk tidak bertindak ceroboh dalam melakukan

tugasnya (duty of care)33. Selain itu dalam melakukan tugasnya tersebut seorang

direktur tidak boleh mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri atas perusahaan

(duty of loyality ).34 Pelanggaran terhadap kedua prinsip tersebut dalam hubungannya

dengan Fiduciary Duty dapat menyebabkan direktur untuk dimintai pertanggung

jawaban hukumnya secara pribadi terhadap perbuatan yang dilakukannya. baik

kepada para pemegang saham maupun kepada pihak lainnya.35

32

. Dalam Bismar Nasution dan Zulkarnain Sitompul, Op.Cit, hal 117. 33

. Ibid, Lihatjuga dalam, Denis Keenan & Josephine Biscare, Smith & Keenan’s Company

Law For Students, Financial Times, Pitman Publishing, 199, hal 317. lebih lanjut dalam hal 314-324

mereka mengatakan bahwa ada beberapa kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang direktur yaitu: (1) kewajiban untuk secara optimal memupuk keuntungan bagi perusahaan dan tidak mengambil keuntungan pribadi bagi perusahaan dengan pihak lain. Direktur tidak boleh membuat apa yang disebut dengan secret profitand benefits from office. Dalam kaitannya ini harus dihindari terjadinya

conflict of interest. (2) irektur harus menggunakan kewenangannya untuk tujuan yang seharusnya

(propher purpose). (3) Direktur sebuah perusahaan dalam melaksanakan fungsinya termasuk pula memperhatikan kepentingan pegawai. (4) Direktur sebuah perusahaan dalam melaksanakan fungsinya juga harus memperhatikan kepentingan pemegang saham. (5) Direktur sebuah perusahaan harus memperhatikan kepentingan para kreditor.

34

. Ibid, Lihat juga dalam Joel Seligman, Corporations Cases and Materials, Little Brown and Company Boston New York Toronto London, 1995, hal 415. selanjutnya dalam hal 418 dinyatakan bahwa pelanggaran duty of loyality muncul apabila ada kepentingan pribadi yang mungkin terjadi karena : (1) seorang direktur melakukan transaksi dengan perusahaannya sendiri (2) dua perusahaan yang mempunyai satu orang direktur yang sama melakukan perjanjian (3) sebuah induk perusahaan melakukan transaksi dengan cabang perusahaannya sendiri

35

(32)

2. Konsepsi

Pertanggungjawaban direksi dalam kewajiban pelaksanaan RUPS yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah pertanggungjawaban yang di bebankan kepada

direksi.36 Dimana dalam melaksanakan perseroan tersebut direksi tidak melaksanakan

apa yang diamanahkan oleh Undang-Undang dan anggaran dasar perseroan sehingga

membawa dampak serta sanksi hukum baik berupa sanksi administratif, pidana

maupun perdata. Perseroan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Perseroan

Tertutup.

RUPS adalah rapat yang diselenggarakan oleh direksi perseroan setiap tahun

dan setiap waktu berdasarkan kepentingan perseroan, ataupun atas permintaan

pemegang saham sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.37

Adapun yang dimaksud dengan direksi adalah pengurus perseroan yang

bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan

perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai

dengan ketentuan anggaran dasar.38 Sedangkan Dewan Komisaris merupakan

pengurus perseroan yang mempunyai tugas melakukan pengawasan dan memberi

keuntungan yang diperoleh oleh direktur tersebut sebagai akibat dari tindakan yang menguntungkan dirinya secara tidak sah (3) permohonan untuk membatalkan perjanjian yang dibuat oleh direktur tersebut. (4) pengembalian harta kekayaan yang diperoleh direktur tersebut. Lihat Philip Lipton dan Abraham Herzberg, Understanding Company Law, (Brisbane: The Book Law Company Ltd, 1992), hal 342.

36

Defenisi ini diambil berdsarkan pemahaman penulis tesis terhadap penafsiran dari Pasal 97 ayat (2) Undang-undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

37

Merupakan penafsiran dari penulis tesis terhadap penyelenggaraan RUPS tahunan. 38

(33)

nasehat kepada direksi dalam menjalankan perseroan. Dalam menjalankan tugasnya

tersebut Dewan Komisaris juga dibatasi oleh anggaran dasar. Dewan Komisaris

diharapkan bukan hanya dapat memberikan koreksi kepada direksi, melainkan

diharapkan pula untuk memberikan jalan keluar jika terdapat kelemahan-kelemahan

yang dialami direksi.

G. Metode Penelitian

Dalam penelitian tesis ini, yang dijadika objek metode penelitiannya adalah

hukum positif. Berdasarkan objek tersebut maka penelitian ini menggunakan metode

juridis normatif, yaitu mengkaji kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang

larangan bagi direksi yang tidak mau melaksanakan RUPS pada perseroan terbatas..

Rangkaian kegiatan penelitian mulai dari pengumpulan data sampai pada

analisis data dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah penelitian ilmiah,

sebagai berikut:

1. Sifat Penelitian

Adapun sifat dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu penelitian

yang bertujuan memberikan gambaran tentang kewajiban direksi dalam

melaksanakan RUPS sehingga memberikan gambaran terhadap permasalahan yang

dikemukakan. Dengan demikian dalam penelitian ini tidak hanya ditujukan untuk

mendeskripsikan gejala-gejala atau fenomena-fenomena hukum yang terkait dengan

(34)

fenomena-fenomena hukum tersebut dan kemudian mendeskripsikannya secara

sistimatis sesuai dengan kaidah-kaidah penulisan.

2. Metode Pendekatan

Jika melihat karakteristik perumusan masalah yang mana ditujukan untuk

menganalisis kaidah-kaidah hukum tentang pertanggungjawaban direksi pada

perseroan yang lalai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan

perundang-undangan maka jenis penelitian ini tergolong pada penelitian yuridis

normatif. Dalam penelitian ini, hukum dipandang sebagai kaidah atau norma yang

bersifat otonom dan bukan sebagai sebuah fenomena sosial. Oleh karena itu,

penelitian ini menjadikan kaidah hukum sebagai hasil penelitian.

Metode penelitian hukum normatif adalah penelitian yang mengacu kepada

norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan

putusan pengadilan. Ronald Dworkin menyebut metode penelitian tersebut juga

sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang

menganalisis baik hukum sebagai law as it written in the book, maupun hukum

sebagai law as it is decided by the judge through judicial process.39

Dalam penelitian ini, selain untuk mengumpulkan dan menganalisis data

tentang kecukupan kaidah-kaidah hukum dalam Hukum Perusahaan, maka akan

ditinjau pula tentang keserasian kaidah-kaidah hukum dalam Hukum Perusahaan

39

(35)

tersebut dengan Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Hal

ini dilakukan dengan memperbandingkan kaidah-kaidah hukum dalam Hukum

Perusahaan dengan kaidah hukum dalam Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2007

Tentang Perseroan Terbatas yang tidak terdapat pengaturan yang jelas tentang

pertanggungjawaban direksi pada perseroan yang lalai dalam melaksanakan tugusnya

sesuai dengan perintah Undang-Undang.

3. Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu melalui studi pustaka

yang dihimpun dan diolah dengan melakukan pendekatan yuridis normatif. Penelitian

deskriptif lebih mengutamakan data sekunder atau library research, yakni :

a. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang, Hukum Perusahaan, Putusan Pengadilan yang terkait dengan

pertanggungjawaban Direksi dan peraturan perundang-undangan lainnya

yang berhubungan dengan obyek penelitian adalah merupakan bahan

hukum primer.

b. Bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer, berupa hasil penelitian para ahli, hasil karya ilmiah, buku-buku

ilmiah, ceramah atau pidato yang berhubungan dengan penelitian ini

(36)

c. Bahan hukum tertier, kamus hukum, kamus ekonomi, kamus bahasa

Inggris, Indonesia, Belanda dan artikel-artikel lainnya baik yang berasal

dari dalam maupun luar negeri, baik yang berdasarkan civil law maupun

common law yang bertujuan untuk mendukung bahan hukum primer dan

sekunder.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan metode

pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan (library research). Hal ini untuk

mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan

penelitian terdahulu yang berhubungan dengan objek telaahan penelitian ini yang

dapat berupa peraturan perundang-undangan, buku, tulisan ilmiah dan karya-karya

ilmiah lainnya.

5. Alat Pengumpulan Data

a. Studi Dokumen

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen

dimana seluruh data sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini, dikumpulkan

dengan mempergunakan studi pustaka (library research) sebagai alat pengumpulan

data yang dilakukan di Perpustakaan Pusat Universitas Sumatera Utara (USU), baik

(37)

juga diperoleh dari Pengadilan Negeri Medan yaitu berupa putusan Pengadilan

Negeri Medan yang terkait dengan permsalahan dalam penulisan tesis ini.

6. Analisis Data

Pada tahap awal pengumpulan data, dilakukan inventaris seluruh data dan

atau dokumen yang relevan dengan topik pembahasan. Selanjutnya dilakukan

pengkategorian data-data tersebut berdasarkan rumusan permasalahan yang telah

ditetapkan. Data tersebut selanjutnya dianalisis dengan metode analisis yang sudah

dipilih.

Data yang telah dikumpulkan dengan studi kepustakaan tersebut selanjutnya

dianalisis dengan mempergunakan metode analisis kuantitatif yaitu analisis yang

didasarkan atas data-data sekunder yang terkumpul yang mana didukung oleh logika

berpikir secara induktif. Dipilihnya metode analisis induktif adalah agar gejala-gejala

normatif yang diperhatikan dapat dianalisis dari berbagai aspek secara mendalam dan

(38)

BAB II

RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) DALAM UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

A. Perseroan Terbatas (PT)

Perseroan Terbatas sebagai suatu badan hukum dinyatakan telah berdiri

setelah persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang dipenuhi. Proses pendirian

dimulai pada saat anggaran dasar perusahaan diajukan ke departemen Kehakiman.

Umumnya anggaran dasar mengatur hal-hal berikut:40

a. nama dan tempat kedudukan Perseroan;

b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;

c. jangka waktu berdirinya Perseroan;

d. besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;

e. jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap

klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap

saham;

f. nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Dewan Komisaris;

g. penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;

h. tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan

Dewan Komisaris;

i. tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.

40

(39)

Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 ayat (1), anggaran

dasar dapat juga memuat ketentuan lain yang tidak bertentangan dengan

Undang-Undang ini. Dan Anggaran dasar tidak boleh memuat:

a. ketentuan tentang penerimaan bunga tetap atas saham; dan

b. ketentuan tentang pemberian manfaat pribadi kepada pendiri atau pihak lain.

Anggaran dasar juga dapat mengatur hal-hal berikut:41

a. Preemptive rights, pemegang saham memiliki hak untuk membeli terlebih dahulu

atas saham yang dikeluarkan perusahaan berikutnya.

b. Hak untuk menilai, Dewan Komisaris dapat menilai tambahan dana yang disetor

pemegang saham

c. Aturan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan.

Masalah pertama dalam kasus perusahaan adalah apakah secara hukum

perusahaan telah berdiri dan apabila belum konsekuensi hukum apa yang terjadi.

Apabila salah satu persyaratan formal pendirian tidak dipenuhi atau tidak lengkap

akibat apa yang ditimbulkannya. Pertanyaan ini muncul ketika pihak di luar

perusahaan (misalnya kreditur) ingin menembus tirai perusahaan (corporate shield)

dan meminta tanggungjawab pribadi pemegang saham atas kewajiban perseroan.

Terdapat dua konsep berkenaan dengan masalah ini yaitu:42

a. Perseroan de jure. Suatu perseroan yang telah melengkapi seluruh ketentuan

formal untuk pendirian secara hukum telah menjadi badan hukum. Hal-hal apa

41

Bismar Nasution, Op. Cit, hal. 5-6 42

(40)

saja yang dikategorikan sebagai kewajiban (mandatory) dan hal yang bagaiman

dikatogorikan sebagai pedoman (directory) tergantung aturan yang ditetapkan

oleh peraturan perundang-undangan.

b. Perseroan de facto. Teori mengajarkan bahwa meskipun suatu perseroan belum

memenuhi seluruh kewajiban untuk mendapatkan status de jure, perseroan

tersebut dapat dianggap telah cukup untuk mendapatkan status sebagai badan

hukum apabila berhadapan dengan pihak ketiga (kecuali pemerintah). Untuk

mendapatkan status de facto suatu perseroan harus memenuhi syarat-syarat

tertentu. Pertama, iktikad baik untuk memenuhi persyaratan

perundangundangan. Kedua, iktikad baik dalam menjalankan perseroan

seakan-akan perseroan telah berdiri.

Perseroan sebagai badan hukum memiliki hak dan tanggung jawab terpisah

dengan pemegang sahamnya. Sebagai badan hukum memiliki utang dan kewajiban

lainnya atas namanya sendiri dan bukan tanggung jawab pemegang saham.

Sebaliknya perseroan tidak bertanggung jawab terhadap utang dan kewajiban para

pemegang saham. Ketentuan ini dapat dikecualikan apabila telah terjadi suatu situasi

yang dikenal dengan piercing the corporate veil. Situasi tersebut adalah. Pertama,

terdapatnya fraud atau ketidak adilan bagi pihak ketiga (misalnya kreditur) dalam

pengelolaan perusahaan. Kedua, pemegang saham tidak memperlakukan perusahaan

sebagai badan yang terpisah akan tetapi menggunakannya untuk tujuan pribadi.

Misalnya tidak melaksanakan pembukuan dengan baik, tidak melaksanakan Rapat

(41)

secara semborono. Ketiga, perseroan kekurangan modal dibandingkan dengan utang

dan kewajiban lainnya sehingga secara rasional risiko menjadi tinggi.Keempat, situasi

lainnya yang menimbulkan ketidakadilan (fair) apabila perseroan tetap diakui sebagai

badan hukum.43

Teori hukum dan terori bisnis sepakat bahwa suatu perseroan haruslah

memiliki tujuan. Akan tetapi tidak tercapai kesepakatan tentang bagaimana persisnya

tujuan tersebut. Teori bisnis cenderung menjelaskan tujuan sebagai strategi. Strategi

adalah penentuan tujuan dasar jangka panjang dari perseroan, langkah tindakan dan

alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Strategi menyangkut

hal-hal berikut:44

a. Pemilihan target pasar, definisi produk-produk dasar untuk menjawab

permintaan pasar dan penentuan sistem ditribusi.

b. Pencocokan sumber daya dan kemampuan perusahaan dengan sumber daya

dan kemampuan yang diinginkan sesuai dengan kesempatan pasar. Setelah

dilakukan pilihan pasar disusun perencanaan alokasi sumber daya dan

kemapuan.

c. Pemilihan keinginan dan nilai yang dibutuhkan dan

d. Penentuan segmen sesuai dengan pandangan pengurus.

Sementara itu teori hukum lebih tertarik pada tujuan apa yang sesuai dengan

ketentuan dalam anggaran dasar perseroan dan peratutan perundang-undangan yang

43

Chaidir Ali, Badan Hukum, (Bandung: Alumni, 2005), hal. 181 44

(42)

berlaku. Alasannya adalah anggaran dasar adalah kontrak antara pendiri dengan

pemerintah. Pada awalnya masalahnya adalah apakah perusahaan telah melampaui

kewenangan yang ditentukan dalam anggaran dasar. Masalahnya kemudian

berkembang menjadi apakah perseroan masih dalam batas tujuan sebagaimana yang

telah ditetapkan. Terkait erat dan masalah tujuan adalah masalah kewenangan. Dalam

hukum perusahaan seringkali ditetapkan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan oleh

suatu perseroan. Jika perusahaan melakukan kegiatan tidak sesuai dengan tujuan atau

kewenangan maka secara hukum perosahaan telah ultra vires (diluar kewenangan

perseroan). Namun disatu sisi terkait dengan hal di atas maka pendiri dengan

perseroan sebagai legal entity yang mempunyai personality hukum. Di dalam

penulisan tesis ini peneliti hanya melihat apa yang dijadikan acuan secara teoritis

dalam menjalankan sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan yang

berlaku.

Dalam kaitannya dengan tujuan terdapat dua konsep. Pertama, kewenangan

yang secara tegas ditentukan. Perseroan memiliki kewenangan sesuai dengan yang

telah ditentukan oleh hukum perusahaan dan anggaran dasar. Kewenangan umum

menentukan misalnya perusahaan dapat bertindak di dalam dan dilua pengadilan yang

dalam hal ini diwakili oleh direksi, mimiliki kekayaan serta berutang dan

meminjamkan uang. Sedangkan kewenangan terbatas menyangkut pengalihan aset

perusahaan yang umumnya harus dengan persetujuan RUPS. Disamping kedua

(43)

power). Perusahaan dapat melakukan segala tindakan yang dianggap perlu untuk

kepentingan perusahaan kecuali hukum secara tegas melarang perbuatan tersebut.

Setiap tindakan diluar kewenangan perusahaan adalah ultra vires. Suatu

perbuatan atau tindakan dikatakan ultra vires apabila melampai kewenangan

perusahaan, baik kewenangan yang secara tegas maupun implisit atau dilakukan

tanpa ijin RUPS. Terdapat tiga konsekwensi hukum apabila terjadi ultra vires.

Pertama, ganti rugi, Kedua, pidana45 dan ketiga perjanjian. Umumnya ultra vires

tidak dapat digunakan sebagai pembelaan atas tuntutan ganti rugi terhadap

perusahaan akibat tindakan salah seorang karyawannya yang bertindak dalam

cakupan pekerjaannya. Demikian pula halnya dalam hal terjadi dakwaan pidana.

Sementara itu, dalam situasi tertentu tradisi common law membolehkan diajukannya

gugatan ultra vires atas dasar kontrak yang dilakukan perusahaan. Meskipun hal ini

tidak begitu diinginkan karena dapat mengganggu transaksi komersial. Penggunaan

alasan ultra vires dibatasi. Gugatan ultra vires misalnya tidak dapat dilakukan apabila

kontrak sudah dijalankan. Namun demikian perusahaan46 dalam hal ini adalah

pemegang saham melalui gugatan derivatif dapat menggugat direksi dengan dasar

direksi telah bertindak melampaui kewenangan. Sedangkan tindakan illegal bukan

merupakan ultra vires dan perusahaan bertanggung jawab atas tindakan tersebut.

45

Terkait dengan pidana dalam hal ini dapat dilihat adanya pelanggran yang dilakukan terhadap apa yang dilarang di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pakat itu penggelapan sebgaimana dinyatakan dalam Pasal 378 KUH Pidana.

46

(44)

Pada awalnya anggran dasar perusahaan disahkan oleh pemerintah

berdasarkan teori bahwa perusahaan memberikan kontribusi untuk kepentingan

masyarakat dismaping memberikan keuntungan bagi pemegang saham. Di akhir abad

ke 19 terdapat pandangan bahwa perusahaan didirikan hanya untuk keuntungan

pemegang saham Pada tahun 1930an mulai timbul perdebatan tentang tanggung

jawab perusahaan. Perdebatan tersebut terus berlangsung sampai saat ini. Satu pihak

berpendapat tujuan perusahaan adalah menyidiakan barang dan jasa terbaik. Tidak

ada standard hukumyang dapat diberlakukan. Dan standar yang membolehkan

terjadinya pemisahaan tidak sehat antara pemegang saham dan direksi. Sementara

pihak lain berpendapat perusahaan memiliki tanggung jawab sosial dan harus

menyeimbangkan kepentingan pemegang saham, pelanggan dan masyarakat secara

luas.47

Pembangunan perekonimian nasional yang diselenggarakan berdasarkan

demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi yang berkeadilan,

berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan

kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional bertujuan untuk mewujudkan kesejateraan

masyarakat.48

Peningkatan pembangunan perekonomian nasional perlu didukung oleh

suatu Undang-Undangyang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat

menjamin iklim dunia usaha yang kondusif. Selama ini perseroan terbatas telah

47

Ibid 48

(45)

diatur dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas,

yang menggantikan peraturan perundang-Undangan yang berasal dari zaman

kolonial.49

Namun, dalam perkembangannya ketentuan dalam Undang-Undang tersebut

dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat

karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi

sudahberkembang begitu pesatnya khususnya pada era globalisasi. Di samping itu,

meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, kepastian hukum, serta

tuntutan akan pengembangan dunia usaha yangs sesuai denga prinsip pengelolaan

perusahaan yang baik (good corporate governance) menuntut penyempurnaan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas.

Setelah kurang lebih dari 12 Tahun, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995

Tentang Perseroan Terbatas diberlakukan sebagai landasan hukum bagi Perseroan

Terbatas dalam melaksanakan perannya sebagai badan usaha yang sekaligus sebagai

badan hukum di dalam dunia usaha, maka Undang-Undang Perseroan Terbatas

tersebut perlu berkembang sangat cepat.

Pada tanggal 20 Juli 2007 DPR RI bersama-sama Pemerintah telah

mengambil keputusan politik yang sangat penting dan strategis bagi pembangunan

dan pengembangan dunia usaha yaitu dengan disetujuinya bersama oleh DPR RI dan

Pemerintah suatu Rancangan Undang-Undang yang mengatur tentang Perseroan

Terbatas. Rancangan Undang-Undang Perseroan Terbatas tersebut, kemudian pada

49

(46)

tanggal 16 Agustus 2007 disahkan oleh Presiden menjadi Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat dengan UUPT) yang

selanjutnya pada hari yang sama diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM RI.

Dengan demikian terhitung sejak tanggal 16 Agustus 2007, UUPT secara

yuridis berlaku dan mengikat sebagai hukum positif untuk menata dan mengatur lalu

lintas kegiatan usaha sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995

Tentang Perseroan Terbatas.

Pembaharuan hukum Perseroan Terbatas melalui pengaturan kembali

Undang-Undang Perseroan Terbatas yang lama menjadi UUPT tersebut, dilakukan

dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut :50

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas tidak lagi

memenuhi kebutuhan hukum masyarakat seiring dengan perubahan keadaan

ekonomi, politik dan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi pada

eragloblisasi yang berlangsung cepat.

2. Meningkatnya tuntutan masyarakat akan pelayanan yang cepat, akurat dan

menjamin kepastian hukum.

3. Dalam rangka mendukung terselenggaranya good corporate goverment di

kalangan dunia usaha.

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang terdiri dari 14 Bab dan 161 Pasal

50

(47)

memuat ketentuan baik yang bersifat penambahan ketentuan baru, perubahan

ketentuan lama maupun ketentuan lama masih dipertahankan karena dianggap masih

relevan. Undang-Undang Perseroan Terbatas antara lain memuat p[okok-pokok

pikiran sebagai berikut :51

1. Menegaskan Perseroan Terbatas adalah Badan Hukum yang merupakan

persekutuan modal yang didirikan atas dasar perjanjian.

2. Memperkenalkan sistem elektronis di samping tetap mempertahankan

sistem manual dalam keadaan tertentu, untuk pengajuan perubahan

anggaran dasar, dalam rangka memenuhi tuntutan pelayannan yang cepat

dan akurat.

3. Perubahan mengenai pengumuman dan pendaftaran akte pendirian

Perseroan yang telah disahkan dan terhadap perubahan anggaran dasar.

4. Kewajiban Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menyelenggarakan

daftar Perseroan Terbatas dan juga mengumumkan akta pendirian perseroan

terbatas beserta Keputusan Menteri Tentang Pengesahannya seabgai badan

hukum, akta perubahan anggaran dasar perseroan terbatas yang telah

disetujui berserta keputusan menterinya, serta perubahan anggaran dasar

yang pemberitahuannya telah diterima oelh Menteri, dalam Tambahan

Berita Negara RI.

51

Qomaruddin, Pembaharuan Undang Perseroan Terbatas Menurut

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Makalah disampaikan pada Refreshing

(48)

5. Mengatur secara lebih rinci mengenai RUPS, Direksi, dan Dewan Dewan

Komisaris.

6. Mempertegas ketentuan mengenai pembubaran perseroan.

7. Melakukan perubahan-perubahan mengenai modal dan saham.

8. Dimungkinkannya pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan oleh

Perseroan sepanjang memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dengan

batas waktu Perseroan hanya boleh menguasai saham yang telah dibeli

kembali paling lama 3 (tiga) tahun.

9. Kewajiban perseroan menyisihkan laba bersih sebagai cadangan paling

sedikit 20 % dari jumlah modal yang telah ditempatkan dan disetor.

10.Kewajiban perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang

dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung

jawab sosial dan lingkungan.

11.Diperkenalkan pembentukan Tim Ahli dengan tugas memberi masukan

kepada Menteri berkenan dengan Perseroan Terbatas.

Untuk dapat gambaran secara umum tentang perubahan yang termaktub

dalam UUPT dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dapat dilihat dalam tabel

dibawah ini :52

52

(49)

Tabel 1. Perbedaan Pengaturan Dalam Pasal-Pasal Pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Dengan

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

No Undang-Undang Nomo 1 Tahun 1995

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

1 Ketentuan Umum Pasal 1 s.d. Pasal 6 Ketentuan Umum Pasal 1 s.d. Pasal 6 2 Pendirian, Anggaran Dasar,

Pengumuman Pasal 7 s.d. Pasal 23

Pendirian, Ad, dan Perubahan AD, Daftar Perseroan dan Pengumuman Pasal 7 s.d. Pasal 30

3 Modal dan Saham Pasal 24 – Pasal 55 Modal dan Saham Pasal 31 s.d. Pasal 62

4. Laporan Tahunan dan Penggunaan Laba Pasal 56 s.d. Pasal 62

Rencana Kerja, Laporan Tahunan, dan Penggunaan Laba Pasal 63 s.d. Pasal 73

5 Rapat Umum Pemegang Saham Pasal 63 s.d. Pasal 78

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Pasal 74

6 Direksi dan Dewan Komisaris Pasal 79 s.d. 101

Rapat Umum Pemegang Saham Pasal 75 s.d Pasal Pasal 91

7 Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Pasal 102 s.d. Pasal 109

Direksi dan Dewan Komisaris Pasal 92 s.d. Pasal 127

8 Pemeriksaan terhadap Perseroan Pasal 110 s.d. Pasal 113

Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan dan Pemisahan

Usaha Pasal 122 s.d. Pasal 137 9 Pembubaran Perseroan dan Likuidasi

Pasal 114 s.d. Pasal 124

Pemeriksaan terhadap Perseroan Pasal 138 s.d. Pasal 141

10 Ketentuan Peralihan Pasal 125 s.d. Pasal 126

Pembubaran, likuidasi dan Berakhirnya Status Badan Hukum Perseroan Pasal 142 s.d. Pasal 152 11 Ketentuan lain-lain Pasal 127 Biaya Pasal 153

12 Ketentuan Penutup Pasal 128 s.d. Pasal 129

Ketentuan lain-lain Pasal 154 s.d. Pasal 156

Ketentuan Peralihan Pasal 157 s.d. Pasal 158

(50)

Jika melihat tabel di atas maka beberapa perbedaan yang terdapat dalam

Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

secara subtansi tidak ada perbedaannya hanya saja sedikit jauh lebih sempurna

pengaturannya. Dalam hal penambahan yang diatur dalam Undang-Undang No. 40

Tahun 2007 seperti pada No. 4 Tabel di atas maka pada Undang-Undang No. 1 Tahun

1995 hal yang diatur hanya tentang Laporan Tahunan dan Penggunaan Laba yaitu

sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 56 s.d. Pasal 62. Sedangkan pada

Undang-Undang No. 40 Tahun 20007 ada penambahan poin yaitu tentang rencana kerja.

Bahwa kemudian berdasarkan tabel diatas maka hal yang belum diatur dalam

Undang-Undang No. Tahun 1995 dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 adalah

tentang Tanggung jawab sosial dan Lingkungan.

B. Organ Perseroan Terbatas

Perseroan terbatas mempunyai alat yang disebut organ perseroan, gunanya

untuk menggerakkan perseroan agar badan hukum dapat berjalan sesuai dengan

tujuannya. Organ perseroan terdiri dari tiga macam, yaitu :53

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

2. Direksi

3. Dewan Komisaris

Berdasarkan teori organisme dari Otto von Gireke, pengurus adalah organ

atau alat perlengkapan dari badan hukum. Seperti halnya manusia mempunyai

53

(51)

organ seperti kaki, tangan, panca indera dan karena setiap gerakan organ-organ itu

dikehendaki atau diperintahkan oleh otak manusia, berarti setiap gerakan atau

aktivitas pengurus badan hukum dikehendaki atau diperintah oleh badan hukum

sendiri, sehingga pengurus adalah personafikasi dari badan hukum itu sendiri.

Sebaliknya menurut Paul scholten dan Bregstein, pengurus mewakili badan hukum.

Berdasarkan analog pendapat Gierke dan Paul Schoulten maupun Brengstein tersebut,

direksi bertindak mewakili perseroan sebagai badan hukum. Hakikat dari perwakilan

bahwa seseorang melakukan melakukan sesuatu perbuatan untuk kepentingan orang

lain atas tanggung jawab dari orang itu.54

Ketiga organ dari PT tersebut memiliki tugas dan wewenang yang berbeda

satu sama lain di dalam UUPT. Namun, perbedaan dimaksud memiliki fungsi yang

terkait dengan tujuan untuk menjalankan PT dengan sebaik-baiknya. Direksi

kedudukannya sebagai eksekutif dalam perseroan, tindakannya dibatasi oleh anggaran

dasar perseroan. Apabila dalam pengurusan perseroan bertindak melampui

wewenangnya, maka berdasarkan Pasal 97 ayat (3) maka direksi yang demikian

bertanggung jawab penuh secara pribadi. Sedangkan Dewan Komisaris merupakan

organ yang mempunyai tugas melakukan pengawasan dan memberi nasihat kepada

direksi dalam menjalankan perseroan. Dalam menjalankan tugasnya tersebut Dewan

Komisaris juga dibatasi oleh anggaran dasar. Dewan Komisaris yang melakukan

kesalahan dapat digugat ke Pengadilan oleh pemegang saham atas nama perseroan.55

54

Rachmadi Usman, Op. Cit, hal. 164 55

Gambar

Tabel 1. Perbedaan Pengaturan Dalam Pasal-Pasal Pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Dengan  Undang-Undang No

Referensi

Dokumen terkait

Dengan hormat kami informasikan bahwa dalam rangka implementasi kurikulum 2013 di tahun anggaran 2014, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Ha : Electronic word of mouth memiliki pengaruh yang signifikan terhadap brand image Blue Bird pada followers akun resmi Blue Bird Group pasca insiden anarkis demo 22

Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan di Bank BRI Unit Poncowati, maka dapat dikatakan bahwa pelaksanaan restrukturisasi kredit dalam menurunkan kredit

kurang dalam hal menegur orang yang membuang sampah sembarangan, tidak melapor ke Dinas Kebersihan Pasar Horas apabila sampah pedagang tidak terangkut oleh

Sarung tangan yang kuat, tahan bahan kimia yang sesuai dengan standar yang disahkan, harus dipakai setiap saat bila menangani produk kimia, jika penilaian risiko menunjukkan,

Angkutan ini teridiri dari butiran yang sangat halus dengan diameter <50 µm (terdiri dari lempung dan lanau) yang hanya dapat bergerak dengan cara melayang dan tidak berada

Efektivikasi Penerapan Sanksi Dalam Perda No.6/1986 Sebagai Sarana Penega- kan HukUm Untuk hlewujudkan Lingkungan Hidup Yang Baik Dan Sehat... Det:>a.rt.e•nen

Sistem pendukung keputusan sistem yang menentukan sebuah keputusan untuk memanajemen dan menganalisa pekerjaan secara jelas.Ada beberapa hal yang melemahkan daya