• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Pengelolaan Lanskap di Kawasan Wisata Tanjung Bunga, Provinsi Sulawesi Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sistem Pengelolaan Lanskap di Kawasan Wisata Tanjung Bunga, Provinsi Sulawesi Selatan"

Copied!
292
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)
(127)
(128)
(129)
(130)
(131)
(132)
(133)
(134)
(135)
(136)
(137)
(138)
(139)
(140)
(141)
(142)
(143)
(144)
(145)
(146)
(147)
(148)
(149)
(150)
(151)
(152)

SISTEM PENGELOLAAN LANSKAP

DI

KAWASAN WISATA TANJUNG BUNGA

PROVINSI SULAWESI SELATAN

OLEH

:

(

I

N

WAHYUNI

BRAHMI

YANTI

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTAMLAN BOGOR

(153)

ABSTRAK

CRI WAHYUNI BRAHMI YANTI. Sistem Pengelolaan Lanskap

di

Kawasan Wisata Tanjung Bunga, Provinsi Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh

NURHAYATI H.S. ARlFIN dan HAD1 SUSLLO ARlFIN.

Kawasan Tanjung Bunga (KTB) yang terletak

di

Kota W a s s a r , Provinsi Sulawesi Selatan, oleh Pemkot Makassar dalam Rencana Umurn Tata Ruang Wilayah (RUTRVJ) ditetapkan sebagai wilayah pengembangan wisata, pemhman, jasa d m perdagangan. Pembangunan KTE3 seluas 1000 ha dimulai sejak tahun 1997. Selama pelaksanaan pembangunan hingga operasional penggunaannya, kawasan ini akan mengalami perubahan ekosistem. Oleh karena itu sistem pengelolz.an lanskap sangat diperlukan guna menghindari degradasi dan disfungsi kawasan pantai serta sebagai upaya konservasi surnber daya darn dan pelestarian budaya. Penelitian bertujuan untuk menyusun sistem pengelolaan lanskap serta mengajukan strategr dan program pengelolan guna mewujudkan pengembangan KTIi yang berkelanjutan.

Penelitian ~nenggunakan metode swvei dengan pendekatan biofisik, ekologi, dan sosial budaya. Berdasarkan hasil evaluasi land use yang dilakukan dengan pendekatan biofisik, menunjukkan kelas kesesuaian lahan KTB untuk tempat wisata dan pemukiman adalah buruk dengan daya dukung rendah. Untuk menaikkan kelas kesesuaian lahannya diperlukan upaya reklamasi/rekayasa lanskap dan perbaikan drainase tapak. Pengembangan KTB selanjutnya dibagi menjadi tiga rum$, pemanfaatan yaitu (1) ruang preservasi 12% yakm ruang terbuka dengan aktivitas wisata pasif, (2) ruang konservasi 28% yakni ruang terbuka dan pembangunan terbatas dengan aktivitas wisata pasif, dan (3) ruang pembangunan intensif 60% yakni area pelayanan wisata serta pembangunan pemukiman dan ko~nersial yang terbatas dengan berbagai aktivitas wisata.

(154)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

SISTEM PENGELOLAAN LANSKAP DI KAWASAN WISATA TANJUNG BUNGA

PROVINSI SULAWESI SELATAN

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah

dipublikasikan untuk memperoleh gelar pada program S2.

Semua data clan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas d m dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Juli 2002

(155)

SISTEM PENGELOLAAN LANSKAP

DI KAWASAN WISATA TANJUNG

BUNGA

PROVINSI SULAWESI SELATAN

CRI WAHYUNl BRAHMI YANTI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk inemperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Arsitektur Lanskap

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(156)

Judul Tesis : SISTEM PENGELOLAAN LANSKAP DI KAWASAN WISATA TANJUNG BUNGA, PROVINSI SULAWESI SELATAN

Nama : Cri Wahyuni Brahmi Yanti

NRP : 99078

Program Studi : Arsitektur Lanskap

Menyetujui,

1. Kornisi Pembimbing

Ir. Nwhavati H.S.

~dfin,

M.Sc., Ph.D. Ir. Hadi ~us;lo Ariiin, M.S., Ph.D.

Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi

Arsitektur Lanskap

U a d i Susilo Arifin, M.S., Ph.D.

(157)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Makassar pada tanggal 12 April 1969 sebagai putri

tunggal dari Harun Kadir dan Ida Ayu Suati. Pendidikan sarjana ditempuh di

Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian dan

Kehu- Universitas Hasanud* lulus pada

tahun

1993. Pada

tahm

1999 penulis mendapat kesempatan melanjutkan studi di Program Pascasarjana IPB

pada Program Studi Arsitektw Lanskap. Beasiswa pendidikan pascasarjana

diperoleh dari Departemen Pendidikan Republik Indonesia.

Penulis bekerja sebagai tenaga edukatrf di Jurusan Budidaya Pertanian,

(158)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan

judul Sistem Pengelolaan Lanskap di Kawasan Wisata Tanjung Bunga, Provinsi

Sulawesi Selatan ini dilaksanakan sejak bulan Maret 2001. Karya ilmiah ini

memuat tentang usulan land use kawasan Tanjung Bunga berdasarkan

pertimbangan ekologi dan pelestarian budaya. Kemudian berdasarkan land use

yang Qusulkan tersebut diajukan suatu sistem pengelolaan lanskap dengan strategi

dan program pengelolaan yang dapat diterapkan di kawasan wisata Tanjung

Bunga.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir. Nwhayati H.S. Arifin, MSc.,

Ph.D. dan Ir. Hadi Susilo Anfin, M.S., Ph.D. selaku dosen pembimbing. Penulis

sampaikan pula terima kasih kepada Bapak Yunggi beserta staf dari PT Gowa

Makassar Tourism Development (GMTD Tbk), dan mahasiswa Sub Program

Studi Arsitektur Lanskap serta Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian dan Kehutanan

Unhas angkatan '96 yang telah membantu selama pengurnpulan data. Terima

kasih kepada teman-teman dari Program Studi Pascasarjana Arsitektur Lanskap

angkatan pertama atas bantuan dan dukungannya. Ungkapan terima kasih juga

disampaikan kepada Mami, Papi, Niang, dan seluruh keluarga atas segala bantuan,

doa, dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2002

(159)

DAPTAR

IS1

Halaman

DAFTAR TABEL ... X

DAFTAR GAMBAR ... xi

...

DAFTAR LAMPIRAN

...

xlll

BAB I . PEN DAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan Studi ... 5 1.3 Kegunaan Studi ... 5

BAB 11

.

TINJAUAN PUSTAKA ... 6 2.1 Budaya Masyarakat Pantai Sulawesi Selatan

...

6

2.2 Rencana Tata Ruang dalam Pembangunan Berkelanjutan ... 10

2.3 Lanskap Pantai dan Pemanfaatannya ... 13 2.4 Rekreasi Pantai dan Pengelolaannya ... 15

BAB

m

. METODE PENELITIAN ... 21

3.1 Tempat dan Waktu ... 21 3.2 Metode dan Analisis Data ... 21

3.2.1 Metode Survei Lapang

...

21 3.2.2 Pendekatan Analisis dan Sintesis Data ... 24

BAB IV

.

HASIL DAN PEMBAHASAN ...

4.1 Profil Kawasan Tanjung Bunga

...

...

4.1.1 Kondisi Geografi dan Iklim

4.1.2 Kondisi Biofisik

...

...

4.1.3 Kondisi Spasial (Lanskap)

...

4.1.4 Kondisi Sosial dan Budaya Masyarakat

...

4.1.5 Kondisi Ekonomi

4.2 Landasan Kebijakan dan Peraturan ...

4.3 Pembanbwnan Kawasan Tanjung Bunga ...

:.

...

4.4 Pariwisata ... ...

4.5 Evaluasi Land Use

...

4.5.1 Kesesuaian Lahan untuk Pariwisata dan Pemukiman

4.5.2 Master Plan Kawasan Tanjung Bunga ...

4.5.3 Land Use Kawasan Tanjung Bunea yang Diusulkan ...

...

4.5.3.1 ReklamasiRekayasa Lanskap
(160)

...

4.5.3.3 Ruang Preservasi

...

4.5.3.4 Ruang Konservasi

... 4.5.3.5 Ruang Pembangunan Intensif

...

4.6 Sistem Pengelolaan Lanskap Kawasan Wisata Tanjung Bunga ... 4.6.1 Pemberdayaan Supply dan Demand

4.6.2 Konsep Lanskap ... 4.6.3 Zonasi Ruang Tingkat Pengelolaan ... 4.6.4 Daya Dukung Wisata ... 4.6.5 Organisasi Pengelolaan ... 4.6.6 Strategi Pengelolaan ... 4.6.7 Program Pengelolaan ...

...

BAB V . KESIMPULAN DAN SARAN

... 5.1 Kesimpulan

(161)

DAPTAR TABEL

1

.

Jiznis data. indikator. unit pengamatan. sumber data.

.

.

dm

kegunaan anahs~s ... 25

2

.

Komponen supply. demand. dan kendala pada kawasan

wisata pantai

...

28

3 . Data iklim di wilayah Makassar pada tahun 1995 sampai 2000 ... 31

4

.

Tinggi muka air laut pantai Tanjung Bunga pada bulan

Mei 2000 sampai April 2001 ... 33

5

.

Jenis vegetasi yang terdapat di kawasan Tanjung Bunga

...

35

6 . Jenis satwa yang ada di kawasan Tanjung Bunga ... 37

7 . Tingkat pendidikan masyarakat pada lokasi stud

...

43

8

.

Mata pencaharian masyarakat pada lokasi studi ... 47

9

.

Tingkat pendapatan perbulan masyarakat di wilayah studi ... 48

10 . Luas area rencana pemanfaatan lahan di kawasan Tanjung Bunga ... 57

1 1

.

Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Sulawesi Selatan ... 62

12 . Jumlah pengunjung pantai Tanjung Bunga ... 65

13 . Jenis aktivitas rekreasi yang dilakukan pengunjung pantai

Tanjung Bunga ... 66

14

.

Penilaian responden pengunjung pantai Tanjung Bunga terhadap

jumlah fasilitas yang ada ... 67

1 5 . Jenis fasilitas yang oleh responden dinilai perlu untuk disediakan ... 67

16

.

Jenis perbaikan kualitas lahan aktual menjadi potensial ... 75

17

.

Perhitungan daya dukung kawasan wisata Tanjung Bunga dengan
(162)

DAPTAR GAMBAR

Halaman

1 . Luas ruang terbangun dan ruang terbuka di Kota Makassar.

tahun 1992 - 2000 ... 2

2 . Sketsa batasan pantai ... 14

3 . Peta lokasi kawasan Tanjung Bunga. Provinsi Sulawesi Selatan ... 22

4 . Kerangka pikir penelitian rencana sistem pengelolaan lanskap

kawasan Tanjung Bunga ... 23

5 . Kondisi wilayah Tanjung Bunga yang tergenang ... 34

6 . Peta topografi kawasan Tanjung Bunga ... 39

7 . Peta tata guna lahan kawasan Tanjung Bunga pada tahun 1990

...

dan 2000 40

8 . Lanskap pemukiman lama ... 41

9 . Cabang sungai Jeneberang yang dibendung menjadi danau ... 41

10 . Lanskap pemukiman baru ... 42

11 . Tenda peristirahatan di pantai Tanjung Bunga ... 42

12 . Pencemaran sampah padat yang memenuhi pantai di Kel . Buyang ... 44

13 . Peta ruang terbuka di Kota Makassar pada tahun 2000 ... 52

14 . Sarana bermain untuk anak-anak ... 58

15 . Peta rencana jalan di kawasan Tanjung Bunga ... 60

16 . Jalan pintas dari pantai Losari menuju kawasan Tanjung Bunga ... 61

17 . Pola pembangunan akses tepi pantai yang direkomendasikan ... 61

(163)

19 . Benteng Somba Opu ...

20 . Peta kesesuaian lahan KTB untuk tempat rekreasi ...

2 1 . Peta kesesuaian lahan KTB untuk pemukiman ...

22 . Peta kesesuaian lahan KTB untuk wisata dan pemukiman ...

23 . Peta masterpkar~ tata ruang kawasan Tanjung Bunga ...

... 24 . llustrasi reklamasi untuk tangki septic tank

25 . Ilustrasi terjadinya banjir alubat reklamasi dan saluran drainase

yang tidak memadai ...

26 . Sistem aliran drainase tapak untuk kawasan Tanjung Bunga ...

27 . Overlay peta untuk mendapatkan peta land use terpilih ...

28 . Peta land use kawasan Tanjung Bunga yang diusulkan ...

29 . Ilu~strasi pembangunan Q tepi pantai dan tepi danaujsungai ...

30 . Peruntukan ruang wisata di kawasan Tanjung Bunga ...

3 1 . Bagan siste~n pengelolaan lanskap kawasan wisata Tanjung Bunga ...

32 . Aliran metabolik dan kenyamanan hidup manusia sebagai indikator

... keberlanjutan kawasan

33 . Struktur organisasi aktual dari Tourism and E~lvironrnental Division. Town Management PT GMTD Tbk ...

34 . Struktur organisasi divisi pengelolaan kawasan Tanjung Bunga

... yang diusulkan

(164)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

I. Tabel standar kesesuaian lahan USDA 1968 untuk tempat wisata ... 1 17

2. Tabel hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk tempat wisata di

...

kawasan Tanj ung B unga 1 1 9

3. Tabel standar kesesuaian lahan USDA 1 97 1 untuk penimbunan

sampah berbentuk galian (trench-type srrnitary landfills) ... 12 1

4. Tabel standar kesesuaian lahan USDA 198 1 untuk tempat tinggal

berupa gedung maksimum tiga lantai ... 122

5 . Tabel standar kesesuaian Iahan USDA 1983 mtuk jalan d m

...

tangki septlk 1 23

6. Tabel hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk daerah pemukiman

...

(165)

BAB

I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki permasalahan akan

tingginya angka pertambahan junlah penduduk. Fenomena ini umumnya terjadi

di kota-kota besar, termasuk kota Makassar yang merupakan kota terbesar di

Indonesia bagian Timur. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi

Sulawesi Selatan dalam sepuluh tahun terakhir, rata-rata pertambahan jumlah

penduduk kota Makassar 3% per tahun.

Pertambahan jumlah penduduk akan mengakibatkan peningkatan

kebutuhan terhadap berbagai fasilitas seperti perurnahan, sarana perekonomian,

pendidikan, jalur sirkulasi, dan tempat rekreasi. Untuk memenuhi kebutuhan

penduduk akan ruang tersebut, maka dilakukan berbagai upaya pembangunan.

Pembangunan tidak hanya berupa pemanfaatan ruang secara optimal pada

lahan-lahan non-produktif ataupun memanipulasi suatu lingkungan menjadi

daratan buatan melalui cara reklarnasi pantai, tetapi juga inerarnbah ke

lahan-lahan produktrf dan lahan-lahan yang seharusnya diperuntukkan sebagai

konservasi lingkungan. Dengan demikian maka proporsi ruang terbuka terrnasuk

ruang terbuka hijau (RTH) di kota Makassar akan semakin berkurang dengan

semakin meningkatnya luas kawasan terbangun (Gambar 1). Tampak ratio ruang

terbuka terhadap ruang terbangun dari 72,4 % pada tahun 1992 menjadi 66,2 %

(166)

Luas (km2)

-.

1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 19992000

Tahun

[image:166.591.96.503.69.306.2]

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan

Gambar 1. Luas ruang terbangun dan ruang terbuka di Kota Makassar tahun

1992-2000.

Salah satu sumberdaya alam kota Makassar yang berpotensi untuk

dikembangkan sebagai kawasan wisata dalam upaya pemanfaatan ruang secara

optimal adalah sumberdaya alam wilayah pantai. Sumberdaya alan wilayah

pantai dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu sumberdaya alam terestrial

dan sumberdaya alam akuatik. Masing-masing sumberdaya alam tersebut

mempunyai kekhasan tertentu karena wilayah pantai merupakan wilayah

peralihan antara darat dan laut. Oleh karena itu pantai memiliki panorama yang

indah untuk dinikmati dan berpotensi sebagai obyek wisata.

Kawasan Tanjung Bunga yang terletak di Kota Makassar merupakan salah

satu wilayah pantai yang oleh pemerintah setempat dipilih sebagai wilayah untuk

perluasan kota guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan ruang. Pembangunan

kawasan seluas 1.000 hektar ini dimulai sejak tahun 1997 dan direncanakan akan

berlangsung sampai tahun 2016. Wilayah ini dikembangkan sebagai kawasan

(167)

3

pantai Tanjung Bunga sebagai kawasan wisata, akan diikuti pula dengan

peningkatan pembangunan fasilitas fisik yang bertujuan untuk mendukung

pengembangan sektor pariwisata.

Pembukaan dan pengembangan kawasan wisata pantai yang lebih nyaman

Lunumnya membutuhkan areal untuk akomodasi bagi pengunjung, penyediaan

fasilitas untuk kegiatan rekreasi ataupun kegiatan lainnya seperti olah raga,

bersantai, belanja ataupun aktivitas di malam hari. Dengan demiluan pemanfaatan

wilayah pantai untuk tujuan konservasi menjadi berkurang. Padahal tindakan

konservasi merupakan ha1 penting bagi keberlanjutan dari sumberdaya biofisik

pantai. Sumberdaya biofisik pantai selain inerupakan potensi estetik untuk

pengembangan areal rekreasi, juga memiliki fungsi ekologis yang hams

dipertahankan untuk menjaga karakteristik pantai dan sistem ekologi

lingkungannya. Oleh karena itu perencanaan lingkungan pantai tidak hanya dibuat

untuik memenuhi permintaan bagi kepentingan manusia tetapi juga harus

mempertimbangkan kepentingan dan keberlanj utan sumberdaya alam dan

1ingk.ungannya.

Selama pelaksanaan pembangunan hmgga operasional penggunaan,

kawrtsan tanjung Bunga akan mengalami perubahan pada sejwnlah komponen

1ingk;ungan biofisik, sosial, ekonomi, dan budaya inasyarakat yang berdampak

posilif maupun neggtif. Di satu sisi, pengembangan wilayah pantai Tanjung

Bunga untuk tujuan wisata akan memberi dampak positif bagi peningkatan

pemanfaatan ruang secara optimal, menambah devisa negara, sumber pendapatan

daeri~h, serta menambah lapangan kerja. Di sisi lain pembangunan kawasan

(168)

4

degradasi lingkungan seperti erosi, kerusakan habitat dan biota serta kerusakan

terhadap keindahan dan kenyamanan pantai. Pembangunan yang tidak terkendali

akan inengakibatkan semakin berkurangnya ruang terbuka di sekitar pantai.

Selain itu juga menimbulkan persaingan akan ruang yang semakin ineningkat

sehingga tidak ada lagi tempat bagi masyarakat urnum untuk menikmati

keindahan pantai secara leluasa. Dampak negatif lainnya yang dapat timbul

adalah m e n m y a tingkat kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat sekitar

pantai yang umumnya nelayan, dimana laut merupakan swnber mata pencaharian

utama, karena wilayah pantai sudah dikuasai oleh perorangan. Lambat laun

budaya masyarakat pesisir juga &an tergeser dan bukan ha1 yang tidak mungkin

jika nantinya akan punah bila terdesak oleh budaya kota yang cenderung hoingen

dan modem.

Kota Makassar yang dikenal sebagai kota maritim sepantasnya

mempertahankan ciri budaya maritim yang masih ada. Nilai budaya yang

dilestarikan akan memberikan dua keuntungan yaitu pertarna untuk kelestarian

budaya itu sendiri, dan yang kedua rnerupakan sumberdaya yang dapat dijual

untuk tujuan pariwisata. Upaya efektif untuk meminimalkan dainpak negatif

pembangunan dan memelihara kestabilan ekosistem pantai adalah dengan

konservasi sumberdaya alam pantai terrnasuk pelestarian lanskap desa nelayan di

sekitamya guna menunjang pembangunan jangka panjang yang berkelanjutan.

Hal yang perlu dipertimbangkan untuk menghindari terjadinya degradasi

dan tiisfungsi kawasan pantai adalah dengan menyusun suatu rencana pengelolaan

yang berwawasan lingkungan. Dengan demikian maka pemanfaatan kawasan

(169)

5

Studi evaluasi terhadap pengembangan kawasan wisata Tanjung Bunga

merupakan ha1 yang penting dalam rangka menyusun suatu sistem pengelolaan

lanskap dengan memperhatikan aspek ekologis maupun sosial budaya yang

berkaitan dengan upaya konservasi sumberdaya alam dan pelestarian budaya

perkampungan nelayan di sekitarnya. Diharapkan keberlanjutan pengembangan

wilayah ini dapat tenvujud dan tetap sesuai dengan tujuan perencanaan

pembangunan yang benvawasan lingkungan.

1.2. Tujuan Studi

Studi bertujuan untuk menganalisis potensi dan dampak pengembangan

kawasan Tanjung Bunga, menyusun sistem pengelolaan lanskap wisata kawasan

Tanjung Bunga dengan pendekatan biofisik, ekologis dan sosial budaya, serta

mengajukan strategi dan program pengelolaan yang dapat mendukung

pengembangan kawasan yang berkelanjutan.

1.3. Kegunaan Studi

Hasil studi dalam bentuk konsep pengelolaan lanskap wisata kawasan

Tanjung Bunga diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi Pernkot

Makassar serta instansi terkait dalam menyusun kebijakan pengembangan dan

pengelolaan kawasan wisata yang bemawasan lingkungan. Selain itu, diharapkan

pula agar hasil studi ini dapat menjadi pedoman dalam mengelola dan

memanfaatkan sumberdaya kawasan bagi investor dan instansi terkait antara lain

adalah PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD Tbk) dan Dinas

(170)

BAB

I1

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Budaya Masyarakat Pantai Sulawesi Selatan

Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil

karya manusia dalarn rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri

manusia dengan belajar (Koentjaraningrat 1986). Kebudayaan terdiri dari

nilai-nilai, kepercayaan, dan persepsi abstrak tentang jagat raya yang berada di

balik perilaku manusia, dan yang tercermin dalam perilaku. Semua itu adalah

milik bersama para anggota masyarakat, dan apabila orang berbuat sesuai dengan

itu, maka perilaku mereka dianggap dapat diterima di dalain masyarakat

(Haviland 1988). Terdapat tujuh unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada

semua bangsa di dunia, yaitu (1) bahasa, (2) sistem pengetahuan, (3) organisasi

sosial, (4) sistem peralatan hidup dan teknologi, (5) sistem mata pencaharian

hidup, (6) sistem religi, dan (7) kesenian. Tiap unsur kebudayaan tersebut

menjelma dalam ketiga wujud kebudayaan yaitu wujudnya yang berupa sistem

budaya, yang berupa sistem sosial, dan yang berupa unsur-unsur kebudayaan fisik

(Koentjaraningrat 1986).

Pola pemukiinan tradisional sebagai salah satu wujud kebudayaan yang

terdapat di Sulawesi Selatan ada yang menyebar dm ada pula yang berkelompok

dengan tiga kategori bentuk pemukiman yaitu (1) bentuk segiempat yang

dilatarbelakangi pandangan kosmogoni penduduk yang menganggap bahwa

proyeksi bentuk kampung ke makrokosmos hams segi empat, (2) bentuk

(171)

pusat fasilitas (Hamid 1982). Pusat perkampungan urnumnya berupa pasar atau

mesjid. Letak perkampungan urnurnnya dekat dengan sumber mata pencaharian

dan letak rurnah mengikuti empat penjuru mata angin tetapi biasanya mengarah ke

Timur dimana matahari terbit atau menghadap ke sumber mata pencaharian

seperti danau, sungai, atau laut.

Rumah tradisional Makassar berupa rumah panggung berbentuk segi

empat yang terbuat dari kayu dan beratap sirap. Pada bagian puncak rumah di

muka dan di belakang, berbentuk segitiga yang disebut timpa laja dan merupakan

petunjuk status sosial pemiliknya. Apabila bagian timpa laja bersusun lima sampai

tujuh, menunjukkan rumah orang bangsawan tinggi dan memegang kekuasaan

pemerintahan, bila bersusun tiga berarti rumah orang bangsawan, dan jika

bersusun dua atau satu menandakan dari kalangan non bangsawan. Rumah

tradisional ini terdiri dari tiga bagian yaitu tingkat atas merupakan tempat

penyimpanan padi, bahan makanan, dan barang-barang berharga termasuk benda

pusaka; tingkathagian tengah dipakai sebagai tempat tinggal, tempat makan, dan

tempat menerima tamu; dan kolong nunah digunakan sebagai tempat

menyimpan alat pertanian dan binatang peliharaan (Hamzah, Badaruddin, dan

Salim 1984).

Latar belakang sosial budaya suatu masyarakat dapat diketahui melalui

struktur sosialnya. Sedangkan s&ur sosial tersebut didasarkan pada pelapisan

sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat Bugis Makassar pada

awalnya mengenal tiga macam pelapisan sosial yaitu golongan bangsawan

(KaraengIPuang), golongan orang merdeka (Tumaradeka), dan golongan

(172)

8

telah berubah, sehingga hanya dikenal dua macam pelapisan sosial yaitu golongan

bangsawan dan non-bangsawan. Bagi masyarakat nelayan terdapat pula struktur

sosiall dalam lapangan pekerjaannya yaitu papalele sebagai pemilik modal dan

peraliu beserta alat-alat penangkapan ikan, ponggawa sebagai pemimpin

penangkapan ikan dalarn satu perahu, dan sawi sebagai pekerja dalam

penangkapan ikan (Manyambeang, Yoesoef, Alwi, Anta, dan Suharningsih

1984).

Nelayan merupakan mata pencaharian tertua di kalangan orang Makassar

khususnya yang berdomisili di kawasan pantai. Kerajaan Gowa sejak dahulu

sudah dikenal sebagai kerajaan bahari atau kerajaan maritim sebab sumber dan

tumpuan hidupnya berasal dari laut. Karenanya nelayan Makassar mampu

menjelajah laut sampai ke perairan bebas

untuk

mencari jenis ikan yang

dikelien& meski dengan menggunakan perahu sederhana. Jiwa bahari bagi

orang Makassar adalah gambaran siri ' sebagai etos (watak) kebudayaan Makassar

sejak dahulu sampai sekarang. Orang Makassar yang melakukan pelayaran

memegang teguh motto "sekali berlayar tetap berlayar" walau apapun yang terjadi

ia tidak akan kembali ke kampung halaman sebelurn sampai ke tujuan

(Limbugau 1989). Siri ' merupakan unsur budaya masyarakat Bugis Makassar

yang memiliki pengertian sebagai malu, harga diri, martabat. Oleh karena itu sir2 '

merupakan daya pendorong untuk melenyapkan atau mengusir terhadap siapa saja

yang menyinggung perasaan mereka dan juga sebagai daya pendorong untuk

membangkitkan tenaga dalam bekerja keras untuk suatu pekerjaan atau usaha

(173)

9

Upacara tradisional sebagai salah satu bentuk kebudayaan daerah

merupakan wadah bagi warga masyarakat mtuk bersosialisasi dalam

masyarakatnya. Selain itu, juga merupakan pengukuhan terhadap nilai-nilai dan

norma-norma budaya dalam masyarakat. Dalam masyarakat Bugis Makassar

dikenal beberapa macam upacara tradisional, misalnya yang berkaitan dengan

kehidupan manusia mulai dari saat lahir, menikah, sampai meninggal. Kemudian

ada pula upacara tradisional yang berkaitan dengan religilagama misalnya

peringatan maulud. Selain itu dikenal pula upacara tradisional pada saat akan

memulai suatu pekerjaan misalnya akan mendirikan rurnah, mulai bertanam, atau

akan melaut. Di kalangan nelayan, penyelenggaraan upacara tradisional bertujuan

semoga mereka akan selamat dalam perjalanannya menangkap ikan dan akan

kembali dengan membawa hasil laut yang memuaskan. Setelah musim

penangkapan ikan selesai dan telah memperoleh hasil yang banyak, urnurnnya

dilakukan doa syukuran yang merupakan upacara selamatan di pinggir pantai

yang dipimpin oleh seorang imam (Manyambeang et al. 1984).

Pengetahwan astronomi dan meteorologi tradisional masih banyak pula

digunakan oleh para pelaut dan nelayan. Dalam melakukan penangkapan ikan,

mereka memiliki kepercayaan mengenai waktuhari yang baik dan buruk serta

memperhatikan keadaan cuaca, keadaan awan, letak bintang, dan keadaan bulan.

Ilmu astrologi dan meteorologi tradisional juga dijadikan pedoman dalam

melaksanakan kegiatan kehidupan lainnya misalnya dalam kegiatan bercocok

tanam, berbwu, pindah rumah, dan lain-lain (Hamid, Mappasere, dan Batong

(174)

2.2 Rencana Tata Ruang dalam Pembangunan Berkelanjutan

Ruang adalah seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfera

tempat hdup tumbuhan, hewan, dan manusia. Ruang dapat merupakan suatu

wilayah yang mempunyai batas geografi, yaitu batas menurut keadaan fisik,

sosial, atau pemerintahan, yang meliputi sebagian permukaan bumi, lapisan tanah

di bawahnya, dan lapisan udara di atasnya. Penggunaan tanah merupakan suatu

bagian dari tata ruang maka untuk tetap menjaga keseimbangan, keserasian,

kelestarian, dan meinperoleh manfaat tata ruang kota harus dilakukan untuk

meningkatkan kualitas manusia dan kualitas 1ingkunga.n hidup (Jayadinata 1999).

Pada Undang-Undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, djelaskan

bahwa penataan ruang merupakan proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan

ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh pemerintah

dengan peran serta masyarakat. Peran serta masyarakat merupakan ha1 yang

sangat penting karena pada akhirnya hasil penataan ruang adalah untuk

kepentingan seluruh lapisan inasyarakat serta untuk tercapainya tujuan penataan

ruang, yaitu terselenggaranya pemanfaatan ruang benvawasan lingkungan dan

berkualitas.

Dalam membuat perencanaan ruang kota tidak hanya memperhatikan

fungsinya tetapi juga keindahan yang dihasilkan (Catanese dan Snyder 1992).

Dalam perencanaan suatu kota seharusnya setiap kota dan kabupaten memiliki

unsur-unsur sebagai berikut : (1) rencana tata guna lahan untuk masa depan; (2)

sirkulasi lalu lintas kendaraan; (3) saluran pembuangan limbah manusia, sampah

padat,

dan

saluran drainase; (4) pelestarian alam; (5) rekreasi

dan

ruang terbuka;
(175)

11

penerbangan dan rencana fasilitas terkait; (10) pelestarian tempat bersejarah dan

berpemandangan indah; (1 1) unsur-unsur yang bersifat khas dan dibutuhkan oleh

daerah itu.

Pembangunan berkelanjutan didefinislkan oleh Komisi Sedunia untuk

Lingkungan dan Pembangunan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan

kita sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk

memenuhi kebutuhan mereka (Soemarwoto 1997). Faktor lingkungan yang

diperlukan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan ialah

terpeliharanya proses ekologi yang esensial, tersedianya sumberdaya yang cukup,

serta lingkungan sosial-budaya dan ekonomi yang sesuai. Ketiga faktor tersebut

tidak hanya mengalami dampak dari pembangunan, tetapi juga memberi dampak

terhadap pembangunan (Soemanvoto 1997). Berdasarkan Undang-Undang Nomor

23 tahun 1997, pembangunan berkelanjutan yang bemawasan lingkungan hidup

adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, terrnasuk

sumberdaya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan,

kesejahteraan dan mutu lingkungan hidup generasi masa kini dan generasi masa

depan.

Pembangunan berkelanjutan dari kawasan dan sumberdaya pesisir menwut

sudut pandang ekonomi adalah hubungan yang berbanding terbalik antara

pembangunan ekonomi dengan kualitas lingkungan. Artinya apabila kondisi

lingkungan dilindungi maka nilai ekonomi dalam ha1 pembangunan tertentu

mungkin tidak akan tercapai secara utuh. Dan sebaliknya, pembangunan ekonomi

secara maksimal terhadap sumberdaya pesisir akan menyebabkan kerusakan

(176)

12

adalah menyesuaikan antara kebijakan lingkungan dan ekonomi. Untuk itu ada

dua strategi rencana pengelolaan yang bisa dilakukan (Arancibia, Dominguez,

Galaviz, Lomeli, Zapata, dan Gil 1999) yaitu :

1. Menggunakan keterkaitan positif antara efisiensi ekonomi dan perbaikan

lingkungan

2. Turut serta menciptakan sinyal ekonomi baru yang mendorong semua

kegiatan produksi dan konsumsi yang mempertimbangkan dampaknya

terhadap lingkungan

Pembangunan pariwisata bahari secara berkelanjutan hanya dapat dicapai

jika pola dari intensitas pembangunannya memenuhi tiga persyaratan daya dukung

lingkungan yang ada (Dahuri 1993), yaitu :

1. Kegiatan pariwisata bahari hams d~teinpatkan pada lokasi yang secara biofisik

(ekologis) sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan untuk kegiatan ini

2. Jurnlah limbah dari kegiatan pariwisata itu sendiri dan kegiatan lainnya yang

dibuang ke dalarn lingkungan pesisir/laut hendaknya tidak melebih kapasitas

asimilasi sehingga tidak terjadi pencemaran lingkungan atau membahayakan

kesehatan manusia

3. Tingkat pemanfaatan sumberdaya alam yang dapat pulih (renewable

resources) tidak melebihi kemampuan pulih sumberdaya tersebut dalarn kurun

waktu tertentu.

Pengembangan pariwisata tanpa perencanaan clan pengelolaan yang baik

akan mengakibatkan kehilangan dan penurunan mutu kawasan yang tidak

diharapkan, sehingga kawasan yang menarik bagi wisatawan juga turut hilang.

(177)

13

sumberdaya pesisir. Pemilihan lokasi yang tidak sesuai dapat menyebabkan

kesulitan dalam melaksanakan pengembangan, baik sekarang maupun di masa

mendatang. Banyaknya dampak negatif yang terjadi akibat kesalahan dalam

melakukan pendugaan terhadap karakteristik proses alami kawasan pesisir

(kerusakan akibat badai dan ombak, abrasi, dan intrusi air laut) adalah penyebab

kegagalan umum dari perencanaan tata guna lahan yang akhirnya mengakibatkan

rapuhnya ekosistem dan bahkan merusak infrastruktur (Baehaqie dan Helvoort

1993).

Pengelolaan wilayah pesisir haruslah dilakukan secara terpadu guna

mencapai pembangunan yang berkelanjutan, dan keterpaduan pengelolaan ini

haruslah dimulai sejak tahap perencanaan. Keterpaduan yang dimaksud adalah

keterpaduan bidang ilmu, keterkaitan ekologis dan sektoral (Dahuri, Rais, Ginting,

dan Sitepu 1996).

2.3 Lanskap Pantai dan Pemanfaatannya

Alexander von Humboldt mendefinisikan bahwa lanskap adalah karakter

total suatu wilayah (Farina 1998). Lanskap adalah bentang alam yang memiliki

karakteristik tertentu, yang beberapa unsurnya dapat digolongkan menjadi elemen

mayor atau unsur utama yaitu unsur yang relatif sulit untuk diubah, dan elemen

minor atau unsur penunjang yaitu unsur yang relatif kecil dan mudah diubah

(Simonds 1983). Lanskap merupakan konfigurasi secara keselwuhan dari

topografi, penutupan vegetasi, tata guna lahan dan pola pemukiman yang

membatasi keterkaitan dari proses budaya dan alam serta aktivitasnya

(178)

14

Pantai merupakan zona tempat batas laut bertemu dengan daratan dalam

satu kesatuan darat, laut, dan udara (Dnburry 1976). Batasan wilayah pantai

yang digunakan dl Indonesia adalah daerah pertemuan antara darat dan laut; ke

arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih

dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air

asin; sedangkan ke arah laut mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh

proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar,

maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan

hutan dan pencemaran (Dahuri et al. 1996). Gambar 2 merupakan ilustrasi batas-

batas fisik wilayah pesisir.

Sistem lingkungan (ekosistem) pada wilayah pesisir tidak hanya satu tetapi

bisa lebih, di mana ada yang selalu digenangi air dan ada pula yang hanya

digenangi air sesaat. Berdasarkan sifatnya, ekosistem pesisir dapat bersifat alami

seperti terurnbu karang, hutan mangrove, padang lamun, pantai berpasir, pantai

I4

Daerah pantai h I

anda an

I I I

I

I

Turnbuhan I I

[image:178.589.78.502.461.755.2]

I I I I I DARAT 1

(179)

15

berbatu, forrnasi pescaprae, formasi barringtonia, estuaria, laguna dan delta; serta

dapat bersifat buatan (manmade) seperti tambak, sawah pasang surut, kawasan

pariwisata, kawasan industri dan kawasan pemukiman (Dahuri et al. 1996).

Hampir 60% penduduk Indonesia tinggal di daerah pantai. Sejalan dengan

pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, maka penggunaan terhadap

sumber daya pantai akan meningkat pula seperti untuk industrialisasi, pelabuhan

dan pembangkit listrik, urbanisasi, serta rekreasi (Koesoebiono, Collier dan

Burbrike 1982). Dahuri (1998) membagi pemanfaatan wilayah pesisir ke dalam

tiga zona yaitu preservasi, konservasi, dan pembangunan intensif Zona

preservasi mencakup area yang memiliki nilai alami tinggi dan terkadang khas

atau unik, serta mudah rusak. Zona ini hanya sesuai untuk tujuan penelitian,

pendidikan, dan wisata terbatas (ekoturisme). Selutar 20% dari total kawasan

diplot sebagai zona preservasi. Pada zona konservasi, pemanfaatan sumberdaya

dilaksanakan secara bijaksana yaitu mengutarnakan pengelolaan dan pemanfaatan

sumberdaya alam yang dapat diperbaharui. Sekitar 30% dari total kawasan

dialokasikan sebagi zona konservasi misalnya hutan mangrove, tambak ikan dan

aktivitas yang memunglunkan antara lain kegiatan rekreasi, kepadatan pemukiman

yang rendah, dan konstruksi infrastruktur yang terbatas. Sedangkan pada zona

pembangunan intensif dimungkinkan berbagai bentuk aktivitas pembangunan

seperti pabrik, pelabuhan, pemukiman padat, pertanian, dan lain-lain.

2.4 Rekreasi Pantai dan Pengelolaannya

Gum (1994), mengemukakan definisi aktivitas wisata sebagai pergerakan

manusia yang bersifat sementara dari tempat tinggal atau pekerjaannya menuju

(180)

16

disediakan fasilitas untuk mengakomodasikan keinginan mereka. Sementara

menurut Douglass (1982), aktivitas wisata adalah penggunaan waktu luang yang

menyenangkan dan konstruktif yang membenkan tambahan pengetahuan dan

pengalaman mental maupun fisik. Rekreasi tidak hanya sekedar menghabiskan

waktu dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan saja, tetapi juga

diharapkan dapat memperkaya, memperluas, dan mengembangkan kemampuan

seseorang, serta dapat memuaskan hasrat alami manusia untuk mendapatkan

sesuatu yang baru dan gaya hidup yang lebih memuaskan (Brockman 1959).

Rekreasi dapat dilakukan di dalam ruangan (indoor recreation) maupun di

alam terbuka (outdoor recreation). Rekreasi di alarn terbuka tergolong rekreasi

yang berhubungan dengan lingkungan dan berorientasi pada penggunaan surnber

daya alam seperti air, pemandangan alam atau kehidupan di alam bebas

(Douglass 1982). Pariwisata pesisir didefinisikan sebagai kegiatan rekreasi yang

dilakukan di sekitar pantai seperti berenang, berselancar, berjemur, menyelam,

berdayung, snorkling, berjalan-jalan atau berlari di sepanjang pantai, menikmati

keindahan suasana pesisir, dan bermeditasi. Pariwisata ini sering diasosiasikan

dengan tiga "S" (Sun, Sea, and Sand), artinya jenis pariwisata yang menyediakan

keindahan dan kenyamanan alami dari kombinasi cahaya matahari, laut dan pantai

berpasir bersih (Dahuri et al. 1996).

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam merencanakan suatu program

rekreasi tidak hanya melibatkan aktivitas fisik saja, tetapi juga dipengaruhi oleh

lingkungan pribadi seseorang. Suatu aktivitas mungkin merupakan kegiatan

rekreasi yang menyenangkan bagi seseorang tetapi tidak demikian bagi orang lain.

(181)

17

pada suatu kawasan atau obyek wisata perlu diperhatikan keinginan masing-

masing individu yang berbeda-beda latar belakangnya (Brockman 1959).

Prinsip-prinsip umum dari perencanaan kawasan rekreasi (Gold 1980),

yaitu :

1. Semua orang hams dapat melakukan aktivitas dan memakai fasilitas rekreasi

2. Rekreasi hams dikoordinasikan dengan kemungkinan-kemunglunan rekreasi

lain yang sama untuk menghindari duplikasi

3. Rekreasi hams berintegrasi dengan pelayanan umum lain seperti kesehatan,

pendidikan dan transportasi

4. Fasilitas-fasilitas hams dapat beradaptasi dengan permintaan di masa yang

akan datang

5. Fasilitas dan program-programnya secara finansial hams dapat dikerjakan

6. Penduduk sekitar hams dilibatkan dalam proses perencanaan

7. Perencanaan lokal dan regional hams berintegrasi

8. Perencanaan hams mempakan proses yang berkelanjutan dan meinbutuhkan

evaluasi

9. Fasilitas dan pemanfaatan lahan seefektif mungkin untuk ketersediaan sarana

kesehatan, keamanan dan kenyamanan penggunanya, mempakan contoh

desain yang positif serta suatu bentuk kepedulian terhadap manusia.

Perencanaan pernbangunan wisata yang tepat adalah dengan upaya

menyeimbangkan antara supply (penawaran) dari suatu obyek wisata dengan

demand (permintaan) dari masyarakatlpasar. Aspek penawaran yang didukung

oleh pihak pemerintah, swasta, dan organisasi non-profit secara umum dapat

(182)

18

promosi, dan fasilitas pelayanan (Gunn 1994). Aspek permintaan akan aktivitas

wisata dipengaruhi oleh lima faktor utama (Douglass 1982) yaitu:

1. Penduduk [populasi,

umw,

pendihkan, dan hirarki wilayah]

2. Keuangan [sisa pendapatan, kemakmuran]

3. Waktu [waktu luang (berkaitan dengan pekerjaan), mobilitas]

4. Komunikasi [media massa (status sosial, penerangan, dan iklan), serta

komunikasi pribadi]

5. Penawaran [ketersediaan dan aksesibilitas]

Keberlangsungan dari suatu sistem wisata sangat dipengaruhi oleh

beberapa faktor eksternal antara lain sumberdaya alam, sumberdaya budaya,

oganisasi, keuangan, tenaga kerja, hubungan bisnis, kompetisi, masyarakat, dan

kebijakan pemerintah (Gunn 1994).

Pengelolaan sumber daya alam hayati di kawasan alami yang dilindungi

meliputi selwuh proses yang berjalan dalam ekosisem. Pengelolaan yang

diperlukan akan ditentukan oleh tujuan yang ditetapkan bagi kawasan tertentu.

Suatu pengelolaan lanskap tidaklah terjadi secara spontan, melainkan perlu

dirancang secara sadar dan dilaksanakan agar memberi manfaat untuk mencapai

tujuan penerapan kawasan tersebut (Mackinnon, Mackinnon, Child, dan Thorsell

1990). Lebih lanjut dijelaskan bahwa peranan pengelolaan dalam menentukan

tujuan dan fasilitas wisata hams dikembangkan untuk mengetahui sejauh mana

kawasan wisata dapat dimanfaatkan pengunjung agar kapasitas daya dukungnya

tidak terlampaui. Apabila tidak dikendalikan secermat mungkin, jurnlah

pengunjung yang berlebihan dapat memberi darnpak negatif dan akhirnya akan

(183)

19

Pengelolaan wisata dilakukan berdasarkan pada (Arancibia, Lomeli, Cruz,

Orantes, dan Fandino 1999) :

1. Evaluasi daya dukung ekosistem untuk menentukan jumlah wisatawan dan

infrastruktur pada suatu area.

2. Penetapan zonasi di kawasan pesisir yang potensial untuk aktivitas wisata

berdasarkan pertimbangan type lahan, sosial ekonomi, dan geografi.

3. Penetapan standar minimum kualitas lingkungan dan program monitoring

terhadap kualitas air guna mencegah pencemaran dan penurunan dari

ekosistem, kesehatan masyarakat, dan pariwisata.

4. Studi kelangsungan hidup secara ekologi melalui identifikasi lokasi yang

sangat sesuai untuk pengembangan rekreasi dan wisata, luasan proyek, dan

kebutuhan infrastruktur yang memadai termasuk penanganan limbah cair dan

padat. Selain itu juga mempertimbangkan pemeliharaan tanaman-tanaman

pesisir dan penggunaan vegetasi alami.

Daya dukung (carrying capacity) wisata adalah kemampuan suatu areal

untuk menampung jumlah pengunjung tanpa merubah kualitas rekreasi dan

lingkungannya. Dalam pengelolaan wisata, digunakan "daya dukung wisata

optimum" yaitu jumlah penggunaan suatu area yang dapat dipertahankan selama

periode waktu tertentu yang dapat memberikan perlindungan terhadap

sumberdaya wisata serta kepuasan kepada pengguna (Douglass 1982). Terdapat

tiga faktor utama yang m e m p e n g d daya dukung wisata yaitu karakteristik

sumberdaya alam, karakteristik pengelolaan (metode dan kebijakan), dan

karakteristik pengguna (pola penggunaan, prilaku, psikologi, dan jenis peralatan)

(184)

20

Beberapa faktor penting yang hams dipertimbangkan dalam pengelolaan

kawasan wisata pesisir di Asia Tenggara adalah strategi untuk mengatasi

pembangunan yang tidak terencana, penilaian terhadap dampak lingkungan,

kapasitas daya dukung, evaluasi terhadap pembangunan resort, pertimbangan

konservasi, menetapkan dan merevisi standar perencanaan yang digunakan, serta

berpegang pada tujuan pembangunan wisata yang berkelanjutan (Wong 1998).

Suatu rencana pengelolaan merupakan alat yang berguna untuk

mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan, menetapkan prioritas dan

mengorganisasikan pendekatan itu ke masa mendatang. Rencana pengelolaan

membantu pengelola untuk mengalokasikan dan memanfaatkan sebaik-baiknya

staf, dana, perlengkapan serta material terbatas yang dimiliki. Rencana

pengelolaan dapat juga berfungsi sebagai alat komunikasi untuk memperoleh

pengertian dan dukungan dari masyarakat umum maupun pejabat pemerintah yang

(185)

BAB

111

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Kawasan Tanjung Bunga (KTB) yang terletak

dalam wilayah Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan (Gambar 3), dengan

luas 1.000 hektar. Survei lapang, analisis dan sintesis data berlangsung dari bulan

Maret sampai Desember 200 1.

3.2 Metode dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan inetode survei, yaitu pengumpulan data

dengan cara pengamatan, wawancara dan kuisioner di lapangan mengenai data

biofisik, data spasial, keadaan sosial-budaya masyarakat sekitarnya, serta

penelusuran sejarah. Data dari berbagai pustaka, peta rupaburni, dan peta land use

juga digunakan sebagai pendukung. Proses penelitian meliputi inventarisasi rona

awal (exzsting conditzon), analisis data, sintesis data, dan penyusunan sistem

pengelolaan KTB sebagai hasil akhir dari penelitian ini. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada kerangka pikir penelitian yang disajikan pada Gambar 4.

3.2.1 Metode Survei Lapang

Pada tahap awal penelitian dilakukan inventarisasi rona awal dalam bentuk

data biofisik, data spasial, keadaan sosial-budaya masyarakat sekitarnya, serta

penelusuran sejarah. Data diperoleh dari beberapa instansi yang terkait serta

(186)

KETERANGAN :

/

Kawasan Tanjung Bunga

I

PULAU SULAWESI

[image:186.851.86.764.100.470.2]

1

Surnber : Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sulawesi Selatan
(187)

rl

Kota RuTRw Makassar

w

I

KAWASAN WISATA

INVENTARIS AS I RONA AWAL

- Biofisik

-

Spasial

-

Sosial Budaya

-

Ekonorni

ANALISIS POTENSI DAN KENDALA 1 DAMPAK

-

Lingkungan Biofisik

-

Amenity (Estetik & Sosbud)

-

Ekonorni

1

1

PETA

I

Ll

TATA GUNA LAHAN

I

KENDALA

-

Faktor alam

-

Pembangunan

-

Perkembangan

masyarakat

EVALUASI LAND USE PETA-PETA (Pendekatan Biofisik)

L

PLAN LAND CJSE

DEMAND

- Aktivitas wisata

- Fasilitas wisata

-

Pemukiman

-

Aktivitas bisnis

[

LAND USE TERPlLM

]

SUPPLY :

Sumberdaya alam, sumberdaya manusia Sumberdaya buatan, sumberdaya budaya,

ANALISIS PENGELOLAAN

KONSEP PENGELOLAAN BERKELANJUTAN

- Zona ruang & hubungan antar ruang

-

Daya dukung

-

Organisasi Pengelolaan

- Strategi & program pengelolaan

[image:187.851.63.727.113.476.2]
(188)
(189)

Tabel 1. Jenis data, indikator, unit pengamatan, sumber data, dan kegunaan analisis

h,

u

KEGUNAAN ANALISIS

-

Pemetaan

-

Pemetaan

-

land use, pengelolaan

-

land use

-

land use

-

land use, pengelolaan

-

land use

-

land use, pengelolaan

-

Pemetaan, Pengelolaan

-

Pemetaan, land use SUMBER DATA*)

-

Bappeda

-

Bappeda

-

BMG

-

BPN & survei lap.

-

GMTD & survei lapang

-

GMTD & s w e i lapang

-

survei lapang

-

BMG & survei lapang

-

Bappeda, GMTD

- &surveilapang

-

Bappeda, BPN, GMTD, & survei lapang

UNIT PENGAMATAN (SAW AN)

-

Bujur dan Lintang

-

Curah hujan (mmlthn), temperatur udara

CC),

kelembapan udara (%),

kec.angin (knot), arah angin

-

Lereng (%), ketinggian (m dpl)

-

Jenis, tekstur, batuan, drainase,

kedalaman efektif (m), erosi, permeabilitas, potensi mengembang mengerut, salinitas

-

Jenis, jalur, kedalaman air tanah, debit, volume

-

Jenis

-

pasang surut (mhari, m/bulan)

-

RUTRW kota Makassar dan Master Plan Tanjung Bunga

-

Kawasan Tanjung Bunga

NO 1. 2. JENIS DATA Biofisik Spasial INDIKATOR

-

Letak geografis

-

Batas administrasi

-

Iklirn

-

Topografi

-

Tanah

-

Hidrologi

-

Vegetasi dan Satwa

-

Pasang surut

-

Zonasi dan jenis penggunaan lahan [image:189.862.95.777.149.495.2]
(190)

Tabel 1. (Lanjutan) Aspek Pariwisata No Pengelolaan JENIS DATA

I

INDIKATOR

-

Jenis Kelamin

-

Umur

-

Latar belakang, budaya

-

Tingkat pendidikan

-

Jurnlah wisatawan

-

Karakter wisatawan

-

Jenis kegiatan wisata

-

Sistem wisata

-

Rencana pengembangan

-

Fasilitas

-

Kebijakan / peraturan

-

Organisasi dan SDM

-

AMDAL

Ceterangan :

UNIT PENGAMATAN (SATUAN)

-

Kota Makassar (orang)

-

Kecamatan, kelurahan (orang/m2)

-

Jenis

-

Laki / Perempuan

-

(tahun)

-

Suku, adat istiadat, aturan-aturan

-

Jenis, jumlah

-

Daerah asal, pendidikan, perilaku

-

Jenis aktivitas

-

Transportasi, travel, promosi

-

Peraturan, kebijakan

-

Fasilitas yang sudah dan akan ada

-

Kebijakan, peraturan

-

Pemda, pengelola, pengembang

-

Laporan AMDAL sebelumnya

I

-

Kantor Statistik

-

Kantor Statistik

-

Kantor Statistik &

swvei lapang

-

Kantor Statistik

-

Kantor Statistik

-

Survei lapang

-

Kantor Statistik

-

Diparda, GMTD &

swvei lapang

-

idem

-

idem

-

idem

-

idem

-

idem

-

-

Bappeda & Diparda

-

Diparda & GMTD

-

Bappeda & GMTD

KEGUNAAN ANALISIS

-

Demand, pengelolaan

-

Pengelolaan

-

Demand, pengelolaan

-

Pengelolaan

-

Demand, pengelolaan

-

Pengelolaan

-

Demand, pengelolaan

-

Demand, pengelolaan

-

idem

-

idem

-

idem

-

idem

-

idem

-

Pengelolaan

-

Pengelolaan

-

Land use, Pengelolaan

*

Surnber data adalah instansi di Kota Makassar BPN = Badan Pertanahan Nasional [image:190.851.87.749.113.462.2]
(191)

27

1. Menetapkan tujuan evaluasi lahan

2. Mendiskripsikan bentuk penggunaan lahan yang sudah ada dan yang akan

direncanakan serta menetapkan syarat penggunaan lahan atau faktor-faktor

pembatasnya

3. Melakukan survei lahan untuk mengetahui satuan peta tanah dan kualitas

lahan

4. Memperbandingkan antara syarat penggunaan lahan dari penggunaan lahan

tertentu dengan kualitas lahannya

5. Melakukan klasifikasi kesesuaian lahan berdasarkan hasil analisis kualitas

lahan

6. Menyajikan hasil klasifikasi kesesuaian lahan dalam bentuk peta-peta

kesesuaian lahan yang kemudian dilakukan overlay untuk memperoleh suatu

alternatif land use yang memungkinkan untuk kawasan tersebut.

7. Melakukan overlay kembali antara peta kesesuaian lahan yang telah diperoleh

dengan peta master plan dan peta tata ruang KTB saat ini untuk memperoleh

peta land use terpilih dengan berdasarkan analisis ekologi, sosial, ekonomi,

dan budaya.

Tahap sintesis merupakan tahap pemilihan terhadap berbagai alternatif

yang mungkin dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan yang ada

ataupun akan muncul nantinya. Alternatif land use terpilih merupakan komponen

dari supply (penawaran) yang dimiliki oleh kawasan Tanjung Bunga dengan

karakteristik surnberdaya alarn, surnberdaya manusia, sumberdaya budaya, dan

(192)

aktivitas dan fasilitas wisata untuk masa mendatang merupakan hasil proses

analisis data survei yang diperoleh melalui kuisioner maupun data statistik.

Tabel 2. Komponen supply, demand, dan kendala pada kawasan wisata pantai

Demand

-

Vegetasi

-

Pantai

-

Tanah

-

Satwa

-

Laut

-

Topografi

Supply

Sumberdaya budaya Sumberdaya Alam

Sumberdaya manusia

-

Tenaga kerja

-

Arsitektur bangunan

-

Kesenian rakyat

-

Festival / Upacara adat

-

Lanskap kampung nelayan

-

Iklim

-

Sungai

-

Hidrologi

-

Pemerintah

-

Pengambil keputusan

-

Investor

-

Organisasi

Surnberdaya buatan

Aktivitas Wisata

-

Transportasi

-

Akomodasi

-

Penerangan

-

Pertokoan

-

Restoran

-

Lapangan Golf

-

Taman

-

Sarana Informasi

-

Sarana promosi

-

Berenang

-

Memancing

-

Naik boat

-

Berj alan-jalan

-

Nonton festival

-

Makanan khas

-

Olahraga

-

Berkemah

-

Piknik

-

Berjemur

-

Tour budaya

-

Perrnainan

Fasilitas Wisata

-

Peralatan olahraga

-

Kolam pancing

-

Peralatan pancing

-

Tempat sampah

-

Bangku piknik

-

Tempat parkir

-

Perahu boat

-

Klinik

-

Tempat berkemah

-

Bank

-

Toilet

-

Mushollah

-

Tempat informasi

-

Teater

-

Penyelamat pantai

-

Menara pantai

-

Shelter

-

Gelombang

-

Angin

-

Pasang surut

-

Air asin

-

Abrasi

-

Sedimentasi

Faktor non alami

-

Pembangunan
(193)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil inventarisasi rona awal pada tapak yang diperoleh melalui

pengamatan langsung, hasil kuisioner dan wawancara terhadap penduduk dan

pengunjung, serta data dari berbagai pustaka, memberi gambaran mengenai profil

KTB. Berdasarkan hasil inventarisasi tersebut dilakukan analisis terhadap potensi

maupun kendala dan dampak dari pengembangan kawasan, serta evaluasi land use

sehingga diperoleh rencana pemanfaatan lahan yang sesuai untuk KTB. Terhadap

rencana land use tersebut dilakukan analisis pengelolaan lanskap dengan

pertimbangan aspek supply, demand dan kendala-kendala yang ada, sehingga

diperoleh suatu konsep pengelolaan lanskap wisata yang berkelanjutan.

4.1 Profil Kawasan Tanjung Bunga

Profil KTB secara keseluruhan menggarnbarkan keadaan biofisik tapak

dan kehidupan masyarakat yang berrnukim di dalam dan sekitar KTB. Keadaan

biofisik tapak meliputi kondisi geofrafi, iklim, biofisik, dan spasial. Sedangkan

keada

Gambar

Gambar 1. Luas ruang terbangun dan ruang terbuka di Kota Makassar tahun
Gambar 2. Ilustrasi batasan daerah pantai (Hoedhijatmoko 1993).
Gambar 3. Peta lokasi kawasan Tanjung Bunga, Provinsi Sulawesi Selatan.
Gambar 4. Kerangka Pikir Penelitian Rencana Sistem Pengelolaan Lanskap Kawasan Tanjung Bunga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Undang­Undang Pokok Agraria sendiri memberikan landasan hukum bagi pengambilan tanah hak, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 yaitu untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan

Metode penelitian dari skripsi ini adalah perancangan software menggunakan bahasa C++ yang di buat menggunakan software Visual Studio 2015 dan dengan memanfaatkan library

Program CAP - RPP (Community Action Plan – Rencana Perumahan dan Permukiman) ini merupakan salah satu bentuk kebijakan sosial yang diterapkan

Nilai yang terkandung dalam sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa,Kemanusiaan

Dari hasil perbandingan dengan standar FCR ikan nila larasati yang diperoleh dari hasil penelitian yang sebelumnya, maka nilai FCR hasil penelitian dengan

Pola asuh orang tua anak usia dini dikampung adat benda kerep kota-Cirebon Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu..

Bila nilai statistik (data sampel) yang diperoleh dari hasil pengumpulan data sama dengan nilai parameter populasi atau masih berada pada nilai interval parameter populasi,

Meskipun kita lebih menitikberatkan pada komunikasi nonverbal dibandingkan dengan pesan verbal ketika mendeteksi manipulasi, tidak ada aturan baku yang dapat memungkinkan