SISTEM PENGELOLAAN LANSKAP
DI
KAWASAN WISATA TANJUNG BUNGA
PROVINSI SULAWESI SELATAN
OLEH
:
(
I
N
WAHYUNI
BRAHMI
YANTI
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTAMLAN BOGOR
ABSTRAK
CRI WAHYUNI BRAHMI YANTI. Sistem Pengelolaan Lanskap
di
Kawasan Wisata Tanjung Bunga, Provinsi Sulawesi Selatan. Dibimbing olehNURHAYATI H.S. ARlFIN dan HAD1 SUSLLO ARlFIN.
Kawasan Tanjung Bunga (KTB) yang terletak
di
Kota W a s s a r , Provinsi Sulawesi Selatan, oleh Pemkot Makassar dalam Rencana Umurn Tata Ruang Wilayah (RUTRVJ) ditetapkan sebagai wilayah pengembangan wisata, pemhman, jasa d m perdagangan. Pembangunan KTE3 seluas 1000 ha dimulai sejak tahun 1997. Selama pelaksanaan pembangunan hingga operasional penggunaannya, kawasan ini akan mengalami perubahan ekosistem. Oleh karena itu sistem pengelolz.an lanskap sangat diperlukan guna menghindari degradasi dan disfungsi kawasan pantai serta sebagai upaya konservasi surnber daya darn dan pelestarian budaya. Penelitian bertujuan untuk menyusun sistem pengelolaan lanskap serta mengajukan strategr dan program pengelolan guna mewujudkan pengembangan KTIi yang berkelanjutan.Penelitian ~nenggunakan metode swvei dengan pendekatan biofisik, ekologi, dan sosial budaya. Berdasarkan hasil evaluasi land use yang dilakukan dengan pendekatan biofisik, menunjukkan kelas kesesuaian lahan KTB untuk tempat wisata dan pemukiman adalah buruk dengan daya dukung rendah. Untuk menaikkan kelas kesesuaian lahannya diperlukan upaya reklamasi/rekayasa lanskap dan perbaikan drainase tapak. Pengembangan KTB selanjutnya dibagi menjadi tiga rum$, pemanfaatan yaitu (1) ruang preservasi 12% yakm ruang terbuka dengan aktivitas wisata pasif, (2) ruang konservasi 28% yakni ruang terbuka dan pembangunan terbatas dengan aktivitas wisata pasif, dan (3) ruang pembangunan intensif 60% yakni area pelayanan wisata serta pembangunan pemukiman dan ko~nersial yang terbatas dengan berbagai aktivitas wisata.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :
SISTEM PENGELOLAAN LANSKAP DI KAWASAN WISATA TANJUNG BUNGA
PROVINSI SULAWESI SELATAN
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah
dipublikasikan untuk memperoleh gelar pada program S2.
Semua data clan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas d m dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Juli 2002
SISTEM PENGELOLAAN LANSKAP
DI KAWASAN WISATA TANJUNG
BUNGA
PROVINSI SULAWESI SELATAN
CRI WAHYUNl BRAHMI YANTI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk inemperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Arsitektur Lanskap
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : SISTEM PENGELOLAAN LANSKAP DI KAWASAN WISATA TANJUNG BUNGA, PROVINSI SULAWESI SELATAN
Nama : Cri Wahyuni Brahmi Yanti
NRP : 99078
Program Studi : Arsitektur Lanskap
Menyetujui,
1. Kornisi Pembimbing
Ir. Nwhavati H.S.
~dfin,
M.Sc., Ph.D. Ir. Hadi ~us;lo Ariiin, M.S., Ph.D.Ketua Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi
Arsitektur Lanskap
U a d i Susilo Arifin, M.S., Ph.D.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Makassar pada tanggal 12 April 1969 sebagai putri
tunggal dari Harun Kadir dan Ida Ayu Suati. Pendidikan sarjana ditempuh di
Program Studi Agronomi, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian dan
Kehu- Universitas Hasanud* lulus pada
tahun
1993. Padatahm
1999 penulis mendapat kesempatan melanjutkan studi di Program Pascasarjana IPBpada Program Studi Arsitektw Lanskap. Beasiswa pendidikan pascasarjana
diperoleh dari Departemen Pendidikan Republik Indonesia.
Penulis bekerja sebagai tenaga edukatrf di Jurusan Budidaya Pertanian,
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan
judul Sistem Pengelolaan Lanskap di Kawasan Wisata Tanjung Bunga, Provinsi
Sulawesi Selatan ini dilaksanakan sejak bulan Maret 2001. Karya ilmiah ini
memuat tentang usulan land use kawasan Tanjung Bunga berdasarkan
pertimbangan ekologi dan pelestarian budaya. Kemudian berdasarkan land use
yang Qusulkan tersebut diajukan suatu sistem pengelolaan lanskap dengan strategi
dan program pengelolaan yang dapat diterapkan di kawasan wisata Tanjung
Bunga.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir. Nwhayati H.S. Arifin, MSc.,
Ph.D. dan Ir. Hadi Susilo Anfin, M.S., Ph.D. selaku dosen pembimbing. Penulis
sampaikan pula terima kasih kepada Bapak Yunggi beserta staf dari PT Gowa
Makassar Tourism Development (GMTD Tbk), dan mahasiswa Sub Program
Studi Arsitektur Lanskap serta Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian dan Kehutanan
Unhas angkatan '96 yang telah membantu selama pengurnpulan data. Terima
kasih kepada teman-teman dari Program Studi Pascasarjana Arsitektur Lanskap
angkatan pertama atas bantuan dan dukungannya. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada Mami, Papi, Niang, dan seluruh keluarga atas segala bantuan,
doa, dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2002
DAPTAR
IS1
Halaman
DAFTAR TABEL ... X
DAFTAR GAMBAR ... xi
...
DAFTAR LAMPIRAN
...
xlllBAB I . PEN DAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan Studi ... 5 1.3 Kegunaan Studi ... 5
BAB 11
.
TINJAUAN PUSTAKA ... 6 2.1 Budaya Masyarakat Pantai Sulawesi Selatan...
62.2 Rencana Tata Ruang dalam Pembangunan Berkelanjutan ... 10
2.3 Lanskap Pantai dan Pemanfaatannya ... 13 2.4 Rekreasi Pantai dan Pengelolaannya ... 15
BAB
m
. METODE PENELITIAN ... 213.1 Tempat dan Waktu ... 21 3.2 Metode dan Analisis Data ... 21
3.2.1 Metode Survei Lapang
...
21 3.2.2 Pendekatan Analisis dan Sintesis Data ... 24BAB IV
.
HASIL DAN PEMBAHASAN ...4.1 Profil Kawasan Tanjung Bunga
...
...
4.1.1 Kondisi Geografi dan Iklim
4.1.2 Kondisi Biofisik
...
...
4.1.3 Kondisi Spasial (Lanskap)
...
4.1.4 Kondisi Sosial dan Budaya Masyarakat
...
4.1.5 Kondisi Ekonomi4.2 Landasan Kebijakan dan Peraturan ...
4.3 Pembanbwnan Kawasan Tanjung Bunga ...
:.
...4.4 Pariwisata ... ...
4.5 Evaluasi Land Use
...
4.5.1 Kesesuaian Lahan untuk Pariwisata dan Pemukiman
4.5.2 Master Plan Kawasan Tanjung Bunga ...
4.5.3 Land Use Kawasan Tanjung Bunea yang Diusulkan ...
...
4.5.3.1 ReklamasiRekayasa Lanskap...
4.5.3.3 Ruang Preservasi
...
4.5.3.4 Ruang Konservasi
... 4.5.3.5 Ruang Pembangunan Intensif
...
4.6 Sistem Pengelolaan Lanskap Kawasan Wisata Tanjung Bunga ... 4.6.1 Pemberdayaan Supply dan Demand
4.6.2 Konsep Lanskap ... 4.6.3 Zonasi Ruang Tingkat Pengelolaan ... 4.6.4 Daya Dukung Wisata ... 4.6.5 Organisasi Pengelolaan ... 4.6.6 Strategi Pengelolaan ... 4.6.7 Program Pengelolaan ...
...
BAB V . KESIMPULAN DAN SARAN
... 5.1 Kesimpulan
DAPTAR TABEL
1
.
Jiznis data. indikator. unit pengamatan. sumber data..
.dm
kegunaan anahs~s ... 25
2
.
Komponen supply. demand. dan kendala pada kawasanwisata pantai
...
283 . Data iklim di wilayah Makassar pada tahun 1995 sampai 2000 ... 31
4
.
Tinggi muka air laut pantai Tanjung Bunga pada bulanMei 2000 sampai April 2001 ... 33
5
.
Jenis vegetasi yang terdapat di kawasan Tanjung Bunga...
356 . Jenis satwa yang ada di kawasan Tanjung Bunga ... 37
7 . Tingkat pendidikan masyarakat pada lokasi stud
...
438
.
Mata pencaharian masyarakat pada lokasi studi ... 479
.
Tingkat pendapatan perbulan masyarakat di wilayah studi ... 4810 . Luas area rencana pemanfaatan lahan di kawasan Tanjung Bunga ... 57
1 1
.
Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Sulawesi Selatan ... 6212 . Jumlah pengunjung pantai Tanjung Bunga ... 65
13 . Jenis aktivitas rekreasi yang dilakukan pengunjung pantai
Tanjung Bunga ... 66
14
.
Penilaian responden pengunjung pantai Tanjung Bunga terhadapjumlah fasilitas yang ada ... 67
1 5 . Jenis fasilitas yang oleh responden dinilai perlu untuk disediakan ... 67
16
.
Jenis perbaikan kualitas lahan aktual menjadi potensial ... 7517
.
Perhitungan daya dukung kawasan wisata Tanjung Bunga denganDAPTAR GAMBAR
Halaman
1 . Luas ruang terbangun dan ruang terbuka di Kota Makassar.
tahun 1992 - 2000 ... 2
2 . Sketsa batasan pantai ... 14
3 . Peta lokasi kawasan Tanjung Bunga. Provinsi Sulawesi Selatan ... 22
4 . Kerangka pikir penelitian rencana sistem pengelolaan lanskap
kawasan Tanjung Bunga ... 23
5 . Kondisi wilayah Tanjung Bunga yang tergenang ... 34
6 . Peta topografi kawasan Tanjung Bunga ... 39
7 . Peta tata guna lahan kawasan Tanjung Bunga pada tahun 1990
...
dan 2000 40
8 . Lanskap pemukiman lama ... 41
9 . Cabang sungai Jeneberang yang dibendung menjadi danau ... 41
10 . Lanskap pemukiman baru ... 42
11 . Tenda peristirahatan di pantai Tanjung Bunga ... 42
12 . Pencemaran sampah padat yang memenuhi pantai di Kel . Buyang ... 44
13 . Peta ruang terbuka di Kota Makassar pada tahun 2000 ... 52
14 . Sarana bermain untuk anak-anak ... 58
15 . Peta rencana jalan di kawasan Tanjung Bunga ... 60
16 . Jalan pintas dari pantai Losari menuju kawasan Tanjung Bunga ... 61
17 . Pola pembangunan akses tepi pantai yang direkomendasikan ... 61
19 . Benteng Somba Opu ...
20 . Peta kesesuaian lahan KTB untuk tempat rekreasi ...
2 1 . Peta kesesuaian lahan KTB untuk pemukiman ...
22 . Peta kesesuaian lahan KTB untuk wisata dan pemukiman ...
23 . Peta masterpkar~ tata ruang kawasan Tanjung Bunga ...
... 24 . llustrasi reklamasi untuk tangki septic tank
25 . Ilustrasi terjadinya banjir alubat reklamasi dan saluran drainase
yang tidak memadai ...
26 . Sistem aliran drainase tapak untuk kawasan Tanjung Bunga ...
27 . Overlay peta untuk mendapatkan peta land use terpilih ...
28 . Peta land use kawasan Tanjung Bunga yang diusulkan ...
29 . Ilu~strasi pembangunan Q tepi pantai dan tepi danaujsungai ...
30 . Peruntukan ruang wisata di kawasan Tanjung Bunga ...
3 1 . Bagan siste~n pengelolaan lanskap kawasan wisata Tanjung Bunga ...
32 . Aliran metabolik dan kenyamanan hidup manusia sebagai indikator
... keberlanjutan kawasan
33 . Struktur organisasi aktual dari Tourism and E~lvironrnental Division. Town Management PT GMTD Tbk ...
34 . Struktur organisasi divisi pengelolaan kawasan Tanjung Bunga
... yang diusulkan
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
I. Tabel standar kesesuaian lahan USDA 1968 untuk tempat wisata ... 1 17
2. Tabel hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk tempat wisata di
...
kawasan Tanj ung B unga 1 1 9
3. Tabel standar kesesuaian lahan USDA 1 97 1 untuk penimbunan
sampah berbentuk galian (trench-type srrnitary landfills) ... 12 1
4. Tabel standar kesesuaian lahan USDA 198 1 untuk tempat tinggal
berupa gedung maksimum tiga lantai ... 122
5 . Tabel standar kesesuaian Iahan USDA 1983 mtuk jalan d m
...
tangki septlk 1 23
6. Tabel hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk daerah pemukiman
...
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia termasuk salah satu negara yang memiliki permasalahan akan
tingginya angka pertambahan junlah penduduk. Fenomena ini umumnya terjadi
di kota-kota besar, termasuk kota Makassar yang merupakan kota terbesar di
Indonesia bagian Timur. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi
Sulawesi Selatan dalam sepuluh tahun terakhir, rata-rata pertambahan jumlah
penduduk kota Makassar 3% per tahun.
Pertambahan jumlah penduduk akan mengakibatkan peningkatan
kebutuhan terhadap berbagai fasilitas seperti perurnahan, sarana perekonomian,
pendidikan, jalur sirkulasi, dan tempat rekreasi. Untuk memenuhi kebutuhan
penduduk akan ruang tersebut, maka dilakukan berbagai upaya pembangunan.
Pembangunan tidak hanya berupa pemanfaatan ruang secara optimal pada
lahan-lahan non-produktif ataupun memanipulasi suatu lingkungan menjadi
daratan buatan melalui cara reklarnasi pantai, tetapi juga inerarnbah ke
lahan-lahan produktrf dan lahan-lahan yang seharusnya diperuntukkan sebagai
konservasi lingkungan. Dengan demikian maka proporsi ruang terbuka terrnasuk
ruang terbuka hijau (RTH) di kota Makassar akan semakin berkurang dengan
semakin meningkatnya luas kawasan terbangun (Gambar 1). Tampak ratio ruang
terbuka terhadap ruang terbangun dari 72,4 % pada tahun 1992 menjadi 66,2 %
Luas (km2)
-.
1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 19992000
Tahun
[image:166.591.96.503.69.306.2]Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan
Gambar 1. Luas ruang terbangun dan ruang terbuka di Kota Makassar tahun
1992-2000.
Salah satu sumberdaya alam kota Makassar yang berpotensi untuk
dikembangkan sebagai kawasan wisata dalam upaya pemanfaatan ruang secara
optimal adalah sumberdaya alam wilayah pantai. Sumberdaya alan wilayah
pantai dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu sumberdaya alam terestrial
dan sumberdaya alam akuatik. Masing-masing sumberdaya alam tersebut
mempunyai kekhasan tertentu karena wilayah pantai merupakan wilayah
peralihan antara darat dan laut. Oleh karena itu pantai memiliki panorama yang
indah untuk dinikmati dan berpotensi sebagai obyek wisata.
Kawasan Tanjung Bunga yang terletak di Kota Makassar merupakan salah
satu wilayah pantai yang oleh pemerintah setempat dipilih sebagai wilayah untuk
perluasan kota guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan ruang. Pembangunan
kawasan seluas 1.000 hektar ini dimulai sejak tahun 1997 dan direncanakan akan
berlangsung sampai tahun 2016. Wilayah ini dikembangkan sebagai kawasan
3
pantai Tanjung Bunga sebagai kawasan wisata, akan diikuti pula dengan
peningkatan pembangunan fasilitas fisik yang bertujuan untuk mendukung
pengembangan sektor pariwisata.
Pembukaan dan pengembangan kawasan wisata pantai yang lebih nyaman
Lunumnya membutuhkan areal untuk akomodasi bagi pengunjung, penyediaan
fasilitas untuk kegiatan rekreasi ataupun kegiatan lainnya seperti olah raga,
bersantai, belanja ataupun aktivitas di malam hari. Dengan demiluan pemanfaatan
wilayah pantai untuk tujuan konservasi menjadi berkurang. Padahal tindakan
konservasi merupakan ha1 penting bagi keberlanjutan dari sumberdaya biofisik
pantai. Sumberdaya biofisik pantai selain inerupakan potensi estetik untuk
pengembangan areal rekreasi, juga memiliki fungsi ekologis yang hams
dipertahankan untuk menjaga karakteristik pantai dan sistem ekologi
lingkungannya. Oleh karena itu perencanaan lingkungan pantai tidak hanya dibuat
untuik memenuhi permintaan bagi kepentingan manusia tetapi juga harus
mempertimbangkan kepentingan dan keberlanj utan sumberdaya alam dan
1ingk.ungannya.
Selama pelaksanaan pembangunan hmgga operasional penggunaan,
kawrtsan tanjung Bunga akan mengalami perubahan pada sejwnlah komponen
1ingk;ungan biofisik, sosial, ekonomi, dan budaya inasyarakat yang berdampak
posilif maupun neggtif. Di satu sisi, pengembangan wilayah pantai Tanjung
Bunga untuk tujuan wisata akan memberi dampak positif bagi peningkatan
pemanfaatan ruang secara optimal, menambah devisa negara, sumber pendapatan
daeri~h, serta menambah lapangan kerja. Di sisi lain pembangunan kawasan
4
degradasi lingkungan seperti erosi, kerusakan habitat dan biota serta kerusakan
terhadap keindahan dan kenyamanan pantai. Pembangunan yang tidak terkendali
akan inengakibatkan semakin berkurangnya ruang terbuka di sekitar pantai.
Selain itu juga menimbulkan persaingan akan ruang yang semakin ineningkat
sehingga tidak ada lagi tempat bagi masyarakat urnum untuk menikmati
keindahan pantai secara leluasa. Dampak negatif lainnya yang dapat timbul
adalah m e n m y a tingkat kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat sekitar
pantai yang umumnya nelayan, dimana laut merupakan swnber mata pencaharian
utama, karena wilayah pantai sudah dikuasai oleh perorangan. Lambat laun
budaya masyarakat pesisir juga &an tergeser dan bukan ha1 yang tidak mungkin
jika nantinya akan punah bila terdesak oleh budaya kota yang cenderung hoingen
dan modem.
Kota Makassar yang dikenal sebagai kota maritim sepantasnya
mempertahankan ciri budaya maritim yang masih ada. Nilai budaya yang
dilestarikan akan memberikan dua keuntungan yaitu pertarna untuk kelestarian
budaya itu sendiri, dan yang kedua rnerupakan sumberdaya yang dapat dijual
untuk tujuan pariwisata. Upaya efektif untuk meminimalkan dainpak negatif
pembangunan dan memelihara kestabilan ekosistem pantai adalah dengan
konservasi sumberdaya alam pantai terrnasuk pelestarian lanskap desa nelayan di
sekitamya guna menunjang pembangunan jangka panjang yang berkelanjutan.
Hal yang perlu dipertimbangkan untuk menghindari terjadinya degradasi
dan tiisfungsi kawasan pantai adalah dengan menyusun suatu rencana pengelolaan
yang berwawasan lingkungan. Dengan demikian maka pemanfaatan kawasan
5
Studi evaluasi terhadap pengembangan kawasan wisata Tanjung Bunga
merupakan ha1 yang penting dalam rangka menyusun suatu sistem pengelolaan
lanskap dengan memperhatikan aspek ekologis maupun sosial budaya yang
berkaitan dengan upaya konservasi sumberdaya alam dan pelestarian budaya
perkampungan nelayan di sekitarnya. Diharapkan keberlanjutan pengembangan
wilayah ini dapat tenvujud dan tetap sesuai dengan tujuan perencanaan
pembangunan yang benvawasan lingkungan.
1.2. Tujuan Studi
Studi bertujuan untuk menganalisis potensi dan dampak pengembangan
kawasan Tanjung Bunga, menyusun sistem pengelolaan lanskap wisata kawasan
Tanjung Bunga dengan pendekatan biofisik, ekologis dan sosial budaya, serta
mengajukan strategi dan program pengelolaan yang dapat mendukung
pengembangan kawasan yang berkelanjutan.
1.3. Kegunaan Studi
Hasil studi dalam bentuk konsep pengelolaan lanskap wisata kawasan
Tanjung Bunga diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi Pernkot
Makassar serta instansi terkait dalam menyusun kebijakan pengembangan dan
pengelolaan kawasan wisata yang bemawasan lingkungan. Selain itu, diharapkan
pula agar hasil studi ini dapat menjadi pedoman dalam mengelola dan
memanfaatkan sumberdaya kawasan bagi investor dan instansi terkait antara lain
adalah PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD Tbk) dan Dinas
BAB
I1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Budaya Masyarakat Pantai Sulawesi Selatan
Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil
karya manusia dalarn rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan belajar (Koentjaraningrat 1986). Kebudayaan terdiri dari
nilai-nilai, kepercayaan, dan persepsi abstrak tentang jagat raya yang berada di
balik perilaku manusia, dan yang tercermin dalam perilaku. Semua itu adalah
milik bersama para anggota masyarakat, dan apabila orang berbuat sesuai dengan
itu, maka perilaku mereka dianggap dapat diterima di dalain masyarakat
(Haviland 1988). Terdapat tujuh unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada
semua bangsa di dunia, yaitu (1) bahasa, (2) sistem pengetahuan, (3) organisasi
sosial, (4) sistem peralatan hidup dan teknologi, (5) sistem mata pencaharian
hidup, (6) sistem religi, dan (7) kesenian. Tiap unsur kebudayaan tersebut
menjelma dalam ketiga wujud kebudayaan yaitu wujudnya yang berupa sistem
budaya, yang berupa sistem sosial, dan yang berupa unsur-unsur kebudayaan fisik
(Koentjaraningrat 1986).
Pola pemukiinan tradisional sebagai salah satu wujud kebudayaan yang
terdapat di Sulawesi Selatan ada yang menyebar dm ada pula yang berkelompok
dengan tiga kategori bentuk pemukiman yaitu (1) bentuk segiempat yang
dilatarbelakangi pandangan kosmogoni penduduk yang menganggap bahwa
proyeksi bentuk kampung ke makrokosmos hams segi empat, (2) bentuk
pusat fasilitas (Hamid 1982). Pusat perkampungan urnumnya berupa pasar atau
mesjid. Letak perkampungan urnurnnya dekat dengan sumber mata pencaharian
dan letak rurnah mengikuti empat penjuru mata angin tetapi biasanya mengarah ke
Timur dimana matahari terbit atau menghadap ke sumber mata pencaharian
seperti danau, sungai, atau laut.
Rumah tradisional Makassar berupa rumah panggung berbentuk segi
empat yang terbuat dari kayu dan beratap sirap. Pada bagian puncak rumah di
muka dan di belakang, berbentuk segitiga yang disebut timpa laja dan merupakan
petunjuk status sosial pemiliknya. Apabila bagian timpa laja bersusun lima sampai
tujuh, menunjukkan rumah orang bangsawan tinggi dan memegang kekuasaan
pemerintahan, bila bersusun tiga berarti rumah orang bangsawan, dan jika
bersusun dua atau satu menandakan dari kalangan non bangsawan. Rumah
tradisional ini terdiri dari tiga bagian yaitu tingkat atas merupakan tempat
penyimpanan padi, bahan makanan, dan barang-barang berharga termasuk benda
pusaka; tingkathagian tengah dipakai sebagai tempat tinggal, tempat makan, dan
tempat menerima tamu; dan kolong nunah digunakan sebagai tempat
menyimpan alat pertanian dan binatang peliharaan (Hamzah, Badaruddin, dan
Salim 1984).
Latar belakang sosial budaya suatu masyarakat dapat diketahui melalui
struktur sosialnya. Sedangkan s&ur sosial tersebut didasarkan pada pelapisan
sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat Bugis Makassar pada
awalnya mengenal tiga macam pelapisan sosial yaitu golongan bangsawan
(KaraengIPuang), golongan orang merdeka (Tumaradeka), dan golongan
8
telah berubah, sehingga hanya dikenal dua macam pelapisan sosial yaitu golongan
bangsawan dan non-bangsawan. Bagi masyarakat nelayan terdapat pula struktur
sosiall dalam lapangan pekerjaannya yaitu papalele sebagai pemilik modal dan
peraliu beserta alat-alat penangkapan ikan, ponggawa sebagai pemimpin
penangkapan ikan dalarn satu perahu, dan sawi sebagai pekerja dalam
penangkapan ikan (Manyambeang, Yoesoef, Alwi, Anta, dan Suharningsih
1984).
Nelayan merupakan mata pencaharian tertua di kalangan orang Makassar
khususnya yang berdomisili di kawasan pantai. Kerajaan Gowa sejak dahulu
sudah dikenal sebagai kerajaan bahari atau kerajaan maritim sebab sumber dan
tumpuan hidupnya berasal dari laut. Karenanya nelayan Makassar mampu
menjelajah laut sampai ke perairan bebas
untuk
mencari jenis ikan yangdikelien& meski dengan menggunakan perahu sederhana. Jiwa bahari bagi
orang Makassar adalah gambaran siri ' sebagai etos (watak) kebudayaan Makassar
sejak dahulu sampai sekarang. Orang Makassar yang melakukan pelayaran
memegang teguh motto "sekali berlayar tetap berlayar" walau apapun yang terjadi
ia tidak akan kembali ke kampung halaman sebelurn sampai ke tujuan
(Limbugau 1989). Siri ' merupakan unsur budaya masyarakat Bugis Makassar
yang memiliki pengertian sebagai malu, harga diri, martabat. Oleh karena itu sir2 '
merupakan daya pendorong untuk melenyapkan atau mengusir terhadap siapa saja
yang menyinggung perasaan mereka dan juga sebagai daya pendorong untuk
membangkitkan tenaga dalam bekerja keras untuk suatu pekerjaan atau usaha
9
Upacara tradisional sebagai salah satu bentuk kebudayaan daerah
merupakan wadah bagi warga masyarakat mtuk bersosialisasi dalam
masyarakatnya. Selain itu, juga merupakan pengukuhan terhadap nilai-nilai dan
norma-norma budaya dalam masyarakat. Dalam masyarakat Bugis Makassar
dikenal beberapa macam upacara tradisional, misalnya yang berkaitan dengan
kehidupan manusia mulai dari saat lahir, menikah, sampai meninggal. Kemudian
ada pula upacara tradisional yang berkaitan dengan religilagama misalnya
peringatan maulud. Selain itu dikenal pula upacara tradisional pada saat akan
memulai suatu pekerjaan misalnya akan mendirikan rurnah, mulai bertanam, atau
akan melaut. Di kalangan nelayan, penyelenggaraan upacara tradisional bertujuan
semoga mereka akan selamat dalam perjalanannya menangkap ikan dan akan
kembali dengan membawa hasil laut yang memuaskan. Setelah musim
penangkapan ikan selesai dan telah memperoleh hasil yang banyak, urnurnnya
dilakukan doa syukuran yang merupakan upacara selamatan di pinggir pantai
yang dipimpin oleh seorang imam (Manyambeang et al. 1984).
Pengetahwan astronomi dan meteorologi tradisional masih banyak pula
digunakan oleh para pelaut dan nelayan. Dalam melakukan penangkapan ikan,
mereka memiliki kepercayaan mengenai waktuhari yang baik dan buruk serta
memperhatikan keadaan cuaca, keadaan awan, letak bintang, dan keadaan bulan.
Ilmu astrologi dan meteorologi tradisional juga dijadikan pedoman dalam
melaksanakan kegiatan kehidupan lainnya misalnya dalam kegiatan bercocok
tanam, berbwu, pindah rumah, dan lain-lain (Hamid, Mappasere, dan Batong
2.2 Rencana Tata Ruang dalam Pembangunan Berkelanjutan
Ruang adalah seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfera
tempat hdup tumbuhan, hewan, dan manusia. Ruang dapat merupakan suatu
wilayah yang mempunyai batas geografi, yaitu batas menurut keadaan fisik,
sosial, atau pemerintahan, yang meliputi sebagian permukaan bumi, lapisan tanah
di bawahnya, dan lapisan udara di atasnya. Penggunaan tanah merupakan suatu
bagian dari tata ruang maka untuk tetap menjaga keseimbangan, keserasian,
kelestarian, dan meinperoleh manfaat tata ruang kota harus dilakukan untuk
meningkatkan kualitas manusia dan kualitas 1ingkunga.n hidup (Jayadinata 1999).
Pada Undang-Undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, djelaskan
bahwa penataan ruang merupakan proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh pemerintah
dengan peran serta masyarakat. Peran serta masyarakat merupakan ha1 yang
sangat penting karena pada akhirnya hasil penataan ruang adalah untuk
kepentingan seluruh lapisan inasyarakat serta untuk tercapainya tujuan penataan
ruang, yaitu terselenggaranya pemanfaatan ruang benvawasan lingkungan dan
berkualitas.
Dalam membuat perencanaan ruang kota tidak hanya memperhatikan
fungsinya tetapi juga keindahan yang dihasilkan (Catanese dan Snyder 1992).
Dalam perencanaan suatu kota seharusnya setiap kota dan kabupaten memiliki
unsur-unsur sebagai berikut : (1) rencana tata guna lahan untuk masa depan; (2)
sirkulasi lalu lintas kendaraan; (3) saluran pembuangan limbah manusia, sampah
padat,
dan
saluran drainase; (4) pelestarian alam; (5) rekreasidan
ruang terbuka;11
penerbangan dan rencana fasilitas terkait; (10) pelestarian tempat bersejarah dan
berpemandangan indah; (1 1) unsur-unsur yang bersifat khas dan dibutuhkan oleh
daerah itu.
Pembangunan berkelanjutan didefinislkan oleh Komisi Sedunia untuk
Lingkungan dan Pembangunan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan
kita sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk
memenuhi kebutuhan mereka (Soemarwoto 1997). Faktor lingkungan yang
diperlukan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan ialah
terpeliharanya proses ekologi yang esensial, tersedianya sumberdaya yang cukup,
serta lingkungan sosial-budaya dan ekonomi yang sesuai. Ketiga faktor tersebut
tidak hanya mengalami dampak dari pembangunan, tetapi juga memberi dampak
terhadap pembangunan (Soemanvoto 1997). Berdasarkan Undang-Undang Nomor
23 tahun 1997, pembangunan berkelanjutan yang bemawasan lingkungan hidup
adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, terrnasuk
sumberdaya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan,
kesejahteraan dan mutu lingkungan hidup generasi masa kini dan generasi masa
depan.
Pembangunan berkelanjutan dari kawasan dan sumberdaya pesisir menwut
sudut pandang ekonomi adalah hubungan yang berbanding terbalik antara
pembangunan ekonomi dengan kualitas lingkungan. Artinya apabila kondisi
lingkungan dilindungi maka nilai ekonomi dalam ha1 pembangunan tertentu
mungkin tidak akan tercapai secara utuh. Dan sebaliknya, pembangunan ekonomi
secara maksimal terhadap sumberdaya pesisir akan menyebabkan kerusakan
12
adalah menyesuaikan antara kebijakan lingkungan dan ekonomi. Untuk itu ada
dua strategi rencana pengelolaan yang bisa dilakukan (Arancibia, Dominguez,
Galaviz, Lomeli, Zapata, dan Gil 1999) yaitu :
1. Menggunakan keterkaitan positif antara efisiensi ekonomi dan perbaikan
lingkungan
2. Turut serta menciptakan sinyal ekonomi baru yang mendorong semua
kegiatan produksi dan konsumsi yang mempertimbangkan dampaknya
terhadap lingkungan
Pembangunan pariwisata bahari secara berkelanjutan hanya dapat dicapai
jika pola dari intensitas pembangunannya memenuhi tiga persyaratan daya dukung
lingkungan yang ada (Dahuri 1993), yaitu :
1. Kegiatan pariwisata bahari hams d~teinpatkan pada lokasi yang secara biofisik
(ekologis) sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan untuk kegiatan ini
2. Jurnlah limbah dari kegiatan pariwisata itu sendiri dan kegiatan lainnya yang
dibuang ke dalarn lingkungan pesisir/laut hendaknya tidak melebih kapasitas
asimilasi sehingga tidak terjadi pencemaran lingkungan atau membahayakan
kesehatan manusia
3. Tingkat pemanfaatan sumberdaya alam yang dapat pulih (renewable
resources) tidak melebihi kemampuan pulih sumberdaya tersebut dalarn kurun
waktu tertentu.
Pengembangan pariwisata tanpa perencanaan clan pengelolaan yang baik
akan mengakibatkan kehilangan dan penurunan mutu kawasan yang tidak
diharapkan, sehingga kawasan yang menarik bagi wisatawan juga turut hilang.
13
sumberdaya pesisir. Pemilihan lokasi yang tidak sesuai dapat menyebabkan
kesulitan dalam melaksanakan pengembangan, baik sekarang maupun di masa
mendatang. Banyaknya dampak negatif yang terjadi akibat kesalahan dalam
melakukan pendugaan terhadap karakteristik proses alami kawasan pesisir
(kerusakan akibat badai dan ombak, abrasi, dan intrusi air laut) adalah penyebab
kegagalan umum dari perencanaan tata guna lahan yang akhirnya mengakibatkan
rapuhnya ekosistem dan bahkan merusak infrastruktur (Baehaqie dan Helvoort
1993).
Pengelolaan wilayah pesisir haruslah dilakukan secara terpadu guna
mencapai pembangunan yang berkelanjutan, dan keterpaduan pengelolaan ini
haruslah dimulai sejak tahap perencanaan. Keterpaduan yang dimaksud adalah
keterpaduan bidang ilmu, keterkaitan ekologis dan sektoral (Dahuri, Rais, Ginting,
dan Sitepu 1996).
2.3 Lanskap Pantai dan Pemanfaatannya
Alexander von Humboldt mendefinisikan bahwa lanskap adalah karakter
total suatu wilayah (Farina 1998). Lanskap adalah bentang alam yang memiliki
karakteristik tertentu, yang beberapa unsurnya dapat digolongkan menjadi elemen
mayor atau unsur utama yaitu unsur yang relatif sulit untuk diubah, dan elemen
minor atau unsur penunjang yaitu unsur yang relatif kecil dan mudah diubah
(Simonds 1983). Lanskap merupakan konfigurasi secara keselwuhan dari
topografi, penutupan vegetasi, tata guna lahan dan pola pemukiman yang
membatasi keterkaitan dari proses budaya dan alam serta aktivitasnya
14
Pantai merupakan zona tempat batas laut bertemu dengan daratan dalam
satu kesatuan darat, laut, dan udara (Dnburry 1976). Batasan wilayah pantai
yang digunakan dl Indonesia adalah daerah pertemuan antara darat dan laut; ke
arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih
dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air
asin; sedangkan ke arah laut mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh
proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar,
maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan
hutan dan pencemaran (Dahuri et al. 1996). Gambar 2 merupakan ilustrasi batas-
batas fisik wilayah pesisir.
Sistem lingkungan (ekosistem) pada wilayah pesisir tidak hanya satu tetapi
bisa lebih, di mana ada yang selalu digenangi air dan ada pula yang hanya
digenangi air sesaat. Berdasarkan sifatnya, ekosistem pesisir dapat bersifat alami
seperti terurnbu karang, hutan mangrove, padang lamun, pantai berpasir, pantai
I4
Daerah pantai h I
anda an
I I II
I
Turnbuhan I I
[image:178.589.78.502.461.755.2]I I I I I DARAT 1
15
berbatu, forrnasi pescaprae, formasi barringtonia, estuaria, laguna dan delta; serta
dapat bersifat buatan (manmade) seperti tambak, sawah pasang surut, kawasan
pariwisata, kawasan industri dan kawasan pemukiman (Dahuri et al. 1996).
Hampir 60% penduduk Indonesia tinggal di daerah pantai. Sejalan dengan
pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, maka penggunaan terhadap
sumber daya pantai akan meningkat pula seperti untuk industrialisasi, pelabuhan
dan pembangkit listrik, urbanisasi, serta rekreasi (Koesoebiono, Collier dan
Burbrike 1982). Dahuri (1998) membagi pemanfaatan wilayah pesisir ke dalam
tiga zona yaitu preservasi, konservasi, dan pembangunan intensif Zona
preservasi mencakup area yang memiliki nilai alami tinggi dan terkadang khas
atau unik, serta mudah rusak. Zona ini hanya sesuai untuk tujuan penelitian,
pendidikan, dan wisata terbatas (ekoturisme). Selutar 20% dari total kawasan
diplot sebagai zona preservasi. Pada zona konservasi, pemanfaatan sumberdaya
dilaksanakan secara bijaksana yaitu mengutarnakan pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya alam yang dapat diperbaharui. Sekitar 30% dari total kawasan
dialokasikan sebagi zona konservasi misalnya hutan mangrove, tambak ikan dan
aktivitas yang memunglunkan antara lain kegiatan rekreasi, kepadatan pemukiman
yang rendah, dan konstruksi infrastruktur yang terbatas. Sedangkan pada zona
pembangunan intensif dimungkinkan berbagai bentuk aktivitas pembangunan
seperti pabrik, pelabuhan, pemukiman padat, pertanian, dan lain-lain.
2.4 Rekreasi Pantai dan Pengelolaannya
Gum (1994), mengemukakan definisi aktivitas wisata sebagai pergerakan
manusia yang bersifat sementara dari tempat tinggal atau pekerjaannya menuju
16
disediakan fasilitas untuk mengakomodasikan keinginan mereka. Sementara
menurut Douglass (1982), aktivitas wisata adalah penggunaan waktu luang yang
menyenangkan dan konstruktif yang membenkan tambahan pengetahuan dan
pengalaman mental maupun fisik. Rekreasi tidak hanya sekedar menghabiskan
waktu dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan saja, tetapi juga
diharapkan dapat memperkaya, memperluas, dan mengembangkan kemampuan
seseorang, serta dapat memuaskan hasrat alami manusia untuk mendapatkan
sesuatu yang baru dan gaya hidup yang lebih memuaskan (Brockman 1959).
Rekreasi dapat dilakukan di dalam ruangan (indoor recreation) maupun di
alam terbuka (outdoor recreation). Rekreasi di alarn terbuka tergolong rekreasi
yang berhubungan dengan lingkungan dan berorientasi pada penggunaan surnber
daya alam seperti air, pemandangan alam atau kehidupan di alam bebas
(Douglass 1982). Pariwisata pesisir didefinisikan sebagai kegiatan rekreasi yang
dilakukan di sekitar pantai seperti berenang, berselancar, berjemur, menyelam,
berdayung, snorkling, berjalan-jalan atau berlari di sepanjang pantai, menikmati
keindahan suasana pesisir, dan bermeditasi. Pariwisata ini sering diasosiasikan
dengan tiga "S" (Sun, Sea, and Sand), artinya jenis pariwisata yang menyediakan
keindahan dan kenyamanan alami dari kombinasi cahaya matahari, laut dan pantai
berpasir bersih (Dahuri et al. 1996).
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam merencanakan suatu program
rekreasi tidak hanya melibatkan aktivitas fisik saja, tetapi juga dipengaruhi oleh
lingkungan pribadi seseorang. Suatu aktivitas mungkin merupakan kegiatan
rekreasi yang menyenangkan bagi seseorang tetapi tidak demikian bagi orang lain.
17
pada suatu kawasan atau obyek wisata perlu diperhatikan keinginan masing-
masing individu yang berbeda-beda latar belakangnya (Brockman 1959).
Prinsip-prinsip umum dari perencanaan kawasan rekreasi (Gold 1980),
yaitu :
1. Semua orang hams dapat melakukan aktivitas dan memakai fasilitas rekreasi
2. Rekreasi hams dikoordinasikan dengan kemungkinan-kemunglunan rekreasi
lain yang sama untuk menghindari duplikasi
3. Rekreasi hams berintegrasi dengan pelayanan umum lain seperti kesehatan,
pendidikan dan transportasi
4. Fasilitas-fasilitas hams dapat beradaptasi dengan permintaan di masa yang
akan datang
5. Fasilitas dan program-programnya secara finansial hams dapat dikerjakan
6. Penduduk sekitar hams dilibatkan dalam proses perencanaan
7. Perencanaan lokal dan regional hams berintegrasi
8. Perencanaan hams mempakan proses yang berkelanjutan dan meinbutuhkan
evaluasi
9. Fasilitas dan pemanfaatan lahan seefektif mungkin untuk ketersediaan sarana
kesehatan, keamanan dan kenyamanan penggunanya, mempakan contoh
desain yang positif serta suatu bentuk kepedulian terhadap manusia.
Perencanaan pernbangunan wisata yang tepat adalah dengan upaya
menyeimbangkan antara supply (penawaran) dari suatu obyek wisata dengan
demand (permintaan) dari masyarakatlpasar. Aspek penawaran yang didukung
oleh pihak pemerintah, swasta, dan organisasi non-profit secara umum dapat
18
promosi, dan fasilitas pelayanan (Gunn 1994). Aspek permintaan akan aktivitas
wisata dipengaruhi oleh lima faktor utama (Douglass 1982) yaitu:
1. Penduduk [populasi,
umw,
pendihkan, dan hirarki wilayah]2. Keuangan [sisa pendapatan, kemakmuran]
3. Waktu [waktu luang (berkaitan dengan pekerjaan), mobilitas]
4. Komunikasi [media massa (status sosial, penerangan, dan iklan), serta
komunikasi pribadi]
5. Penawaran [ketersediaan dan aksesibilitas]
Keberlangsungan dari suatu sistem wisata sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor eksternal antara lain sumberdaya alam, sumberdaya budaya,
oganisasi, keuangan, tenaga kerja, hubungan bisnis, kompetisi, masyarakat, dan
kebijakan pemerintah (Gunn 1994).
Pengelolaan sumber daya alam hayati di kawasan alami yang dilindungi
meliputi selwuh proses yang berjalan dalam ekosisem. Pengelolaan yang
diperlukan akan ditentukan oleh tujuan yang ditetapkan bagi kawasan tertentu.
Suatu pengelolaan lanskap tidaklah terjadi secara spontan, melainkan perlu
dirancang secara sadar dan dilaksanakan agar memberi manfaat untuk mencapai
tujuan penerapan kawasan tersebut (Mackinnon, Mackinnon, Child, dan Thorsell
1990). Lebih lanjut dijelaskan bahwa peranan pengelolaan dalam menentukan
tujuan dan fasilitas wisata hams dikembangkan untuk mengetahui sejauh mana
kawasan wisata dapat dimanfaatkan pengunjung agar kapasitas daya dukungnya
tidak terlampaui. Apabila tidak dikendalikan secermat mungkin, jurnlah
pengunjung yang berlebihan dapat memberi darnpak negatif dan akhirnya akan
19
Pengelolaan wisata dilakukan berdasarkan pada (Arancibia, Lomeli, Cruz,
Orantes, dan Fandino 1999) :
1. Evaluasi daya dukung ekosistem untuk menentukan jumlah wisatawan dan
infrastruktur pada suatu area.
2. Penetapan zonasi di kawasan pesisir yang potensial untuk aktivitas wisata
berdasarkan pertimbangan type lahan, sosial ekonomi, dan geografi.
3. Penetapan standar minimum kualitas lingkungan dan program monitoring
terhadap kualitas air guna mencegah pencemaran dan penurunan dari
ekosistem, kesehatan masyarakat, dan pariwisata.
4. Studi kelangsungan hidup secara ekologi melalui identifikasi lokasi yang
sangat sesuai untuk pengembangan rekreasi dan wisata, luasan proyek, dan
kebutuhan infrastruktur yang memadai termasuk penanganan limbah cair dan
padat. Selain itu juga mempertimbangkan pemeliharaan tanaman-tanaman
pesisir dan penggunaan vegetasi alami.
Daya dukung (carrying capacity) wisata adalah kemampuan suatu areal
untuk menampung jumlah pengunjung tanpa merubah kualitas rekreasi dan
lingkungannya. Dalam pengelolaan wisata, digunakan "daya dukung wisata
optimum" yaitu jumlah penggunaan suatu area yang dapat dipertahankan selama
periode waktu tertentu yang dapat memberikan perlindungan terhadap
sumberdaya wisata serta kepuasan kepada pengguna (Douglass 1982). Terdapat
tiga faktor utama yang m e m p e n g d daya dukung wisata yaitu karakteristik
sumberdaya alam, karakteristik pengelolaan (metode dan kebijakan), dan
karakteristik pengguna (pola penggunaan, prilaku, psikologi, dan jenis peralatan)
20
Beberapa faktor penting yang hams dipertimbangkan dalam pengelolaan
kawasan wisata pesisir di Asia Tenggara adalah strategi untuk mengatasi
pembangunan yang tidak terencana, penilaian terhadap dampak lingkungan,
kapasitas daya dukung, evaluasi terhadap pembangunan resort, pertimbangan
konservasi, menetapkan dan merevisi standar perencanaan yang digunakan, serta
berpegang pada tujuan pembangunan wisata yang berkelanjutan (Wong 1998).
Suatu rencana pengelolaan merupakan alat yang berguna untuk
mengidentifikasi kebutuhan pengelolaan, menetapkan prioritas dan
mengorganisasikan pendekatan itu ke masa mendatang. Rencana pengelolaan
membantu pengelola untuk mengalokasikan dan memanfaatkan sebaik-baiknya
staf, dana, perlengkapan serta material terbatas yang dimiliki. Rencana
pengelolaan dapat juga berfungsi sebagai alat komunikasi untuk memperoleh
pengertian dan dukungan dari masyarakat umum maupun pejabat pemerintah yang
BAB
111
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Kawasan Tanjung Bunga (KTB) yang terletak
dalam wilayah Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan (Gambar 3), dengan
luas 1.000 hektar. Survei lapang, analisis dan sintesis data berlangsung dari bulan
Maret sampai Desember 200 1.
3.2 Metode dan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan inetode survei, yaitu pengumpulan data
dengan cara pengamatan, wawancara dan kuisioner di lapangan mengenai data
biofisik, data spasial, keadaan sosial-budaya masyarakat sekitarnya, serta
penelusuran sejarah. Data dari berbagai pustaka, peta rupaburni, dan peta land use
juga digunakan sebagai pendukung. Proses penelitian meliputi inventarisasi rona
awal (exzsting conditzon), analisis data, sintesis data, dan penyusunan sistem
pengelolaan KTB sebagai hasil akhir dari penelitian ini. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada kerangka pikir penelitian yang disajikan pada Gambar 4.
3.2.1 Metode Survei Lapang
Pada tahap awal penelitian dilakukan inventarisasi rona awal dalam bentuk
data biofisik, data spasial, keadaan sosial-budaya masyarakat sekitarnya, serta
penelusuran sejarah. Data diperoleh dari beberapa instansi yang terkait serta
KETERANGAN :
/
Kawasan Tanjung BungaI
PULAU SULAWESI
[image:186.851.86.764.100.470.2]1
Surnber : Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sulawesi Selatanrl
Kota RuTRw Makassarw
I
KAWASAN WISATA
INVENTARIS AS I RONA AWAL
- Biofisik
-
Spasial-
Sosial Budaya-
EkonorniANALISIS POTENSI DAN KENDALA 1 DAMPAK
-
Lingkungan Biofisik-
Amenity (Estetik & Sosbud)-
Ekonorni1
1
PETAI
Ll
TATA GUNA LAHANI
KENDALA
-
Faktor alam-
Pembangunan-
Perkembanganmasyarakat
EVALUASI LAND USE PETA-PETA (Pendekatan Biofisik)
L
PLAN LAND CJSE
DEMAND
- Aktivitas wisata
- Fasilitas wisata
-
Pemukiman-
Aktivitas bisnis[
LAND USE TERPlLM]
SUPPLY :
Sumberdaya alam, sumberdaya manusia Sumberdaya buatan, sumberdaya budaya,
ANALISIS PENGELOLAAN
KONSEP PENGELOLAAN BERKELANJUTAN
- Zona ruang & hubungan antar ruang
-
Daya dukung-
Organisasi Pengelolaan- Strategi & program pengelolaan
[image:187.851.63.727.113.476.2]Tabel 1. Jenis data, indikator, unit pengamatan, sumber data, dan kegunaan analisis
h,
u
KEGUNAAN ANALISIS
-
Pemetaan-
Pemetaan-
land use, pengelolaan-
land use-
land use-
land use, pengelolaan-
land use-
land use, pengelolaan-
Pemetaan, Pengelolaan-
Pemetaan, land use SUMBER DATA*)-
Bappeda-
Bappeda-
BMG-
BPN & survei lap.-
GMTD & survei lapang-
GMTD & s w e i lapang-
survei lapang-
BMG & survei lapang-
Bappeda, GMTD- &surveilapang
-
Bappeda, BPN, GMTD, & survei lapangUNIT PENGAMATAN (SAW AN)
-
Bujur dan Lintang-
Curah hujan (mmlthn), temperatur udaraCC),
kelembapan udara (%),kec.angin (knot), arah angin
-
Lereng (%), ketinggian (m dpl)-
Jenis, tekstur, batuan, drainase,kedalaman efektif (m), erosi, permeabilitas, potensi mengembang mengerut, salinitas
-
Jenis, jalur, kedalaman air tanah, debit, volume-
Jenis-
pasang surut (mhari, m/bulan)-
RUTRW kota Makassar dan Master Plan Tanjung Bunga-
Kawasan Tanjung BungaNO 1. 2. JENIS DATA Biofisik Spasial INDIKATOR
-
Letak geografis-
Batas administrasi-
Iklirn-
Topografi-
Tanah-
Hidrologi-
Vegetasi dan Satwa-
Pasang surut-
Zonasi dan jenis penggunaan lahan [image:189.862.95.777.149.495.2]Tabel 1. (Lanjutan) Aspek Pariwisata No Pengelolaan JENIS DATA
I
INDIKATOR-
Jenis Kelamin-
Umur-
Latar belakang, budaya-
Tingkat pendidikan-
Jurnlah wisatawan-
Karakter wisatawan-
Jenis kegiatan wisata-
Sistem wisata-
Rencana pengembangan-
Fasilitas-
Kebijakan / peraturan-
Organisasi dan SDM-
AMDALCeterangan :
UNIT PENGAMATAN (SATUAN)
-
Kota Makassar (orang)-
Kecamatan, kelurahan (orang/m2)-
Jenis-
Laki / Perempuan-
(tahun)-
Suku, adat istiadat, aturan-aturan-
Jenis, jumlah-
Daerah asal, pendidikan, perilaku-
Jenis aktivitas-
Transportasi, travel, promosi-
Peraturan, kebijakan-
Fasilitas yang sudah dan akan ada-
Kebijakan, peraturan-
Pemda, pengelola, pengembang-
Laporan AMDAL sebelumnyaI
-
Kantor Statistik-
Kantor Statistik-
Kantor Statistik &swvei lapang
-
Kantor Statistik-
Kantor Statistik-
Survei lapang-
Kantor Statistik-
Diparda, GMTD &swvei lapang
-
idem-
idem-
idem-
idem-
idem-
-
Bappeda & Diparda-
Diparda & GMTD-
Bappeda & GMTDKEGUNAAN ANALISIS
-
Demand, pengelolaan-
Pengelolaan-
Demand, pengelolaan-
Pengelolaan-
Demand, pengelolaan-
Pengelolaan-
Demand, pengelolaan-
Demand, pengelolaan-
idem-
idem-
idem-
idem-
idem-
Pengelolaan-
Pengelolaan-
Land use, Pengelolaan*
Surnber data adalah instansi di Kota Makassar BPN = Badan Pertanahan Nasional [image:190.851.87.749.113.462.2]27
1. Menetapkan tujuan evaluasi lahan
2. Mendiskripsikan bentuk penggunaan lahan yang sudah ada dan yang akan
direncanakan serta menetapkan syarat penggunaan lahan atau faktor-faktor
pembatasnya
3. Melakukan survei lahan untuk mengetahui satuan peta tanah dan kualitas
lahan
4. Memperbandingkan antara syarat penggunaan lahan dari penggunaan lahan
tertentu dengan kualitas lahannya
5. Melakukan klasifikasi kesesuaian lahan berdasarkan hasil analisis kualitas
lahan
6. Menyajikan hasil klasifikasi kesesuaian lahan dalam bentuk peta-peta
kesesuaian lahan yang kemudian dilakukan overlay untuk memperoleh suatu
alternatif land use yang memungkinkan untuk kawasan tersebut.
7. Melakukan overlay kembali antara peta kesesuaian lahan yang telah diperoleh
dengan peta master plan dan peta tata ruang KTB saat ini untuk memperoleh
peta land use terpilih dengan berdasarkan analisis ekologi, sosial, ekonomi,
dan budaya.
Tahap sintesis merupakan tahap pemilihan terhadap berbagai alternatif
yang mungkin dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan yang ada
ataupun akan muncul nantinya. Alternatif land use terpilih merupakan komponen
dari supply (penawaran) yang dimiliki oleh kawasan Tanjung Bunga dengan
karakteristik surnberdaya alarn, surnberdaya manusia, sumberdaya budaya, dan
aktivitas dan fasilitas wisata untuk masa mendatang merupakan hasil proses
analisis data survei yang diperoleh melalui kuisioner maupun data statistik.
Tabel 2. Komponen supply, demand, dan kendala pada kawasan wisata pantai
Demand
-
Vegetasi-
Pantai-
Tanah-
Satwa-
Laut-
TopografiSupply
Sumberdaya budaya Sumberdaya Alam
Sumberdaya manusia
-
Tenaga kerja-
Arsitektur bangunan-
Kesenian rakyat-
Festival / Upacara adat-
Lanskap kampung nelayan-
Iklim-
Sungai-
Hidrologi-
Pemerintah-
Pengambil keputusan-
Investor-
OrganisasiSurnberdaya buatan
Aktivitas Wisata
-
Transportasi-
Akomodasi-
Penerangan-
Pertokoan-
Restoran-
Lapangan Golf-
Taman-
Sarana Informasi-
Sarana promosi-
Berenang-
Memancing-
Naik boat-
Berj alan-jalan-
Nonton festival-
Makanan khas-
Olahraga-
Berkemah-
Piknik-
Berjemur-
Tour budaya-
PerrnainanFasilitas Wisata
-
Peralatan olahraga-
Kolam pancing-
Peralatan pancing-
Tempat sampah-
Bangku piknik-
Tempat parkir-
Perahu boat-
Klinik-
Tempat berkemah-
Bank-
Toilet-
Mushollah-
Tempat informasi-
Teater-
Penyelamat pantai-
Menara pantai-
Shelter-
Gelombang-
Angin-
Pasang surut-
Air asin-
Abrasi-
SedimentasiFaktor non alami
-
PembangunanBAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil inventarisasi rona awal pada tapak yang diperoleh melalui
pengamatan langsung, hasil kuisioner dan wawancara terhadap penduduk dan
pengunjung, serta data dari berbagai pustaka, memberi gambaran mengenai profil
KTB. Berdasarkan hasil inventarisasi tersebut dilakukan analisis terhadap potensi
maupun kendala dan dampak dari pengembangan kawasan, serta evaluasi land use
sehingga diperoleh rencana pemanfaatan lahan yang sesuai untuk KTB. Terhadap
rencana land use tersebut dilakukan analisis pengelolaan lanskap dengan
pertimbangan aspek supply, demand dan kendala-kendala yang ada, sehingga
diperoleh suatu konsep pengelolaan lanskap wisata yang berkelanjutan.
4.1 Profil Kawasan Tanjung Bunga
Profil KTB secara keseluruhan menggarnbarkan keadaan biofisik tapak
dan kehidupan masyarakat yang berrnukim di dalam dan sekitar KTB. Keadaan
biofisik tapak meliputi kondisi geofrafi, iklim, biofisik, dan spasial. Sedangkan
keada