• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh pemberian fosfat alam dan bahan organik terhadap sifat kimia tanah,pertumbuhan dan produksi padi(Oryza sativa L.) pada tanah sulfat masam potensial.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh pemberian fosfat alam dan bahan organik terhadap sifat kimia tanah,pertumbuhan dan produksi padi(Oryza sativa L.) pada tanah sulfat masam potensial."

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH, PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

PADI (Oryza sativa L.) PADA TANAH SULFAT MASAM POTENSIAL

SKRIPSI

OLEH :

IMAN SALEH BATUBARA 090301034

AGROEKOTEKNOLOGI ILMU TANAH

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN BAHAN ORGANIK TERHADAP SIFAT KIMIA TANAH, PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

PADI (Oryza sativa L.) PADA TANAH SULFAT MASAM POTENSIAL

SKRIPSI

OLEH :

IMAN SALEH BATUBARA 090301034

AGROEKOTEKNOLOGI ILMU TANAH

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul Skripsi : Pengaruh pemberian fosfat alam dan bahan organik terhadap

sifat kimia tanah, pertumbuhan dan produksi padi (Oryza sativa L.) pada tanah sulfat masam potensial.

Nama : Iman Saleh Batubara NIM : 090301034

Program Studi : Agroekoteknologi Minat Studi : Ilmu Tanah

Disetujui Oleh : Komisi Pembingbing

Ir. Fauzi, MP. Kemala Sari Lubis SP., MP. Ketua Anggota

Mengetahui,

(4)

ABSTRAK

IMAN SALEH : Pengaruh Pemberian Fosfat Alam dan Bahan Organik Terhadap Sifat Kimia Tanah, Pertumbuhan Dan Produksi Padi Pada Tanah Sulfat Masam Potensial, dibimbing oleh FAUZI dan KEMALA SARI LUBIS.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian bahan organik dan pupuk fosfat alam terhadap perbaikan sifat kimia tanah, pertumbuhan dan produksi padi pada tanah sulfat masam potensial, hal ini berkaitan dengan permasalahan tanah sulfat masam seperti pH yang rendah, Fe2+ yang tinggi yang menyebabkan produksi padi rendah. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kasa Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor yaitu bahan organik (B), B0 = (0 g /pot); B1 = (40 g kompos jerami /pot); B2 = (80 g kompos jerami/pot); B3 = (80 g pupuk kandang sapi/pot); B4 = (80 g kompos jerami/pot); B5 = (26,7 g

kompos jerami + 53,3 g pupuk kandang sapi/pot) dan pupuk fosfat alam (P), P0 = (0 g /pot); P1 = (0,64 g fosfat alam/pot); P2 = (1,28 g fosfat alam/pot).

Parameter yang diamati pH, C-organik, P-tersedia, Fe2+,tinggi tanaman, jumlah anakan dan bobot gabah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian bahan organik nyata meningkatkan pH, P-tersedia, jumlah anakan maksimum, tinggi tanaman, menurunkan Fe2+pada akhir vegetatif, dan berat gabah. Pemberian fosfat alam berpengaruh nyata meningkatkan pH, P-tersedia tanah, menurunkan Fe2+pada akhir vegetatif, dan berat gabah. Kombinasi kedua perlakuan nyata meningkatkan pH, P-tersedia tanah, menurunkan Fe2+ pada akhir vegetatif dan berat gabah.

(5)

ABSTRACT

IMAN SALEH : The influence of application organic matter and rock phosphate on soil chemical characteristic, growth and production of rice plant on acid sulphate soils, supervised by FAUZI and KEMALA SARI LUBIS.

This research aims to find out the influence of application organic matter and rock phosphate to improve soil chemical characteristic, growth and production of rice plant in acid sulphate soils, it is related to acid sulphate soils case, such as low pH, high iron (Fe2+) making less production. It is conducted in Faculty of Agriculturegreenhouses, University of North Sumatra, using a

randomized block design factorial, with 2 factors; organic matter (B), B0 = (0 g /pot); B1 = (40 g straw /pot); B2 = (80 g straw/pot); B3 = (80 g cow’s

manure/pot); B4 = (80 g cow’s manure/pot); B5 = (26,7 g straw + 53,3 g cow’s manure/pot) and rock phosphate (P), P0 = (0 g /pot); P1 = (0,64 g rock phosphate /pot); P2 = (1,28 g rock phosphate /pot). The measured parameters were pH, C-organic, P-avaliable, Fe2+, plant height, maximum seedlings and weight of dried grains.

The results showed that organic matter application significantly affected in increasing pH, P-avaliable,maximum seedlings, plant height, weight of dried grains while decreasing Fe2+at final vegetative phase. Rock phosphate application significantly affected in increasing pH, P-avaliable, and weight of dried grains while decreasing Fe2+at final vegetative phase. Combination of the two factors significantlyaffected in increasing pH, P-avaliable, and weight of dried grains while decreasing Fe2+at final vegetative phase.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sipogu pada tanggal 03 Februari 1991 dari ayah

Bachtiar Batubara dan Ibu Rohila Simatupang. Penulis merupakan putra keempat

dari empat orang bersaudara.

Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1. Arse, Tapanuli Selatan.

Pada tahun yang sama penulis masuk ke Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera

Utara melalui jalur Pemanduan Minat dan Prestasi (PMP) dan memilih program

studi Agroekoteknologi.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti Himpunan Mahasiswa

Agroekoteknologi sebagai anggota, Ikatan Mahasiswa Ilmu Tanah (IMILTA)

sebagai anggota, UKM Himadita Nursery, Fakultas Pertanian pada tahun

2009 - 2010. Penulis juga penerima beasiswa Tanoto Foundation pada tahun

2010 - 2013.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTP. Nusantara

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas

berkat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “Pengaruh Pemberian Fosfat Alam dan

Bahan Organik Terhadap Sifat Kimia Tanah, Pertumbuhan Dan Produksi Padi (Oryza sativa L.) Pada Tanah Sulfat Masam Potensial.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada

bapak Ir. Fauzi, MP dan Kemala Sari Lubis SP., MP. selaku ketua dan anggota

pembimbing yang telah memberi bimbingan dan sarannya sehingga skripsi ini

dapat selesai.

Penulis ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang telah

memberikan dukungan, semangat dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi

perbaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

berperan dalam skripsi ini.

Medan, November 2013

(8)

DAFTAR ISI

Ketersediaan P Pada Tanah Sulfat Masam... 9

Kelarutan Fe Pada Tanah Sulfat Masam... 11

Fosfat Alam... 12

Bahan Organik... 15

Pupuk Kandang Sapi... 15

Jerami Padi... 17

Tanaman Padi (Oryza sativa L.)... 18

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian... 19

(9)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Rataan pH (H2O) akibat perlakuan bahan organik dan pupuk fosfat alam.... 26

2. Rataan C-organik tanah akibat perlakuan bahan organik dan pupuk

fosfat alam ... 27

3. Rataan P-tersedia tanah akibat perlakuan bahan organik dan pupuk

fosfat alam... 28

4. Rataan Ferro aktif (Fe2+) tanah setelah inkubasi dan pada akhir vegetatif

akibat perlakuan bahan organik dan pupuk fosfat alam... 30

5. Rataan tinggi tanaman akibat perlakuan bahan organik dan pupuk

fosfat alam... 32

6. Rataan tinggi jumlah anakan akibat perlakuan bahan organik dan pupuk

fosfat alam... 33

7. Rataan bobot gabah akibat perlakuan bahan organik dan pupuk

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Deskripsi Padi Varietas Ciherang...45

2. Bagan Percobaan Rak Faktorial... 46

3. Penetapan kebutuhan Fosfat Standart Metode Langmuir...47

4. Perhitungan Berat Tanah per Ember...51

5. Perhitungan Dosis Bahan Organik...51

6. Perhitungan Pupuk Dasar...51

7. Hasil Analisis Tanah Awal... 52

8. Hasil Analisis Bahan Organik... 52

9. Kriteria Sifat Tanah...53

10.Hasil Analisa pH Tanah 10.1 Data pH Tanah ... 54 14.1 Data Tinggi Tanaman ... 58

14.2 Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman ... 58

15. Jumlah Anakan Maksimum Akhir vegetatif 15.1 Data Anakan Maksimum ... 59

15.2 Daftar Sidik Ragam Anakan Maksimum ... 59

(11)

16. Hasil Analisa Ferro aktif (Fe2+) akhir vegetatif

16.1 Data Ferro aktif (Fe2+) akhir vegetatif ... 60 16.2 Daftar Sidik Ragam Ferro aktif (Fe2+) akhir vegetatif ... 60

17. Bobot Gabah

15.1 Data Bobot Gabah ... 61 15.2 Daftar Sidik Ragam Bobot Gabah ... 61

(12)

ABSTRAK

IMAN SALEH : Pengaruh Pemberian Fosfat Alam dan Bahan Organik Terhadap Sifat Kimia Tanah, Pertumbuhan Dan Produksi Padi Pada Tanah Sulfat Masam Potensial, dibimbing oleh FAUZI dan KEMALA SARI LUBIS.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian bahan organik dan pupuk fosfat alam terhadap perbaikan sifat kimia tanah, pertumbuhan dan produksi padi pada tanah sulfat masam potensial, hal ini berkaitan dengan permasalahan tanah sulfat masam seperti pH yang rendah, Fe2+ yang tinggi yang menyebabkan produksi padi rendah. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kasa Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor yaitu bahan organik (B), B0 = (0 g /pot); B1 = (40 g kompos jerami /pot); B2 = (80 g kompos jerami/pot); B3 = (80 g pupuk kandang sapi/pot); B4 = (80 g kompos jerami/pot); B5 = (26,7 g

kompos jerami + 53,3 g pupuk kandang sapi/pot) dan pupuk fosfat alam (P), P0 = (0 g /pot); P1 = (0,64 g fosfat alam/pot); P2 = (1,28 g fosfat alam/pot).

Parameter yang diamati pH, C-organik, P-tersedia, Fe2+,tinggi tanaman, jumlah anakan dan bobot gabah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian bahan organik nyata meningkatkan pH, P-tersedia, jumlah anakan maksimum, tinggi tanaman, menurunkan Fe2+pada akhir vegetatif, dan berat gabah. Pemberian fosfat alam berpengaruh nyata meningkatkan pH, P-tersedia tanah, menurunkan Fe2+pada akhir vegetatif, dan berat gabah. Kombinasi kedua perlakuan nyata meningkatkan pH, P-tersedia tanah, menurunkan Fe2+ pada akhir vegetatif dan berat gabah.

(13)

ABSTRACT

IMAN SALEH : The influence of application organic matter and rock phosphate on soil chemical characteristic, growth and production of rice plant on acid sulphate soils, supervised by FAUZI and KEMALA SARI LUBIS.

This research aims to find out the influence of application organic matter and rock phosphate to improve soil chemical characteristic, growth and production of rice plant in acid sulphate soils, it is related to acid sulphate soils case, such as low pH, high iron (Fe2+) making less production. It is conducted in Faculty of Agriculturegreenhouses, University of North Sumatra, using a

randomized block design factorial, with 2 factors; organic matter (B), B0 = (0 g /pot); B1 = (40 g straw /pot); B2 = (80 g straw/pot); B3 = (80 g cow’s

manure/pot); B4 = (80 g cow’s manure/pot); B5 = (26,7 g straw + 53,3 g cow’s manure/pot) and rock phosphate (P), P0 = (0 g /pot); P1 = (0,64 g rock phosphate /pot); P2 = (1,28 g rock phosphate /pot). The measured parameters were pH, C-organic, P-avaliable, Fe2+, plant height, maximum seedlings and weight of dried grains.

The results showed that organic matter application significantly affected in increasing pH, P-avaliable,maximum seedlings, plant height, weight of dried grains while decreasing Fe2+at final vegetative phase. Rock phosphate application significantly affected in increasing pH, P-avaliable, and weight of dried grains while decreasing Fe2+at final vegetative phase. Combination of the two factors significantlyaffected in increasing pH, P-avaliable, and weight of dried grains while decreasing Fe2+at final vegetative phase.

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan

penduduk yang pesat. Jumlah produksi beras Indonesia pada tahun 2012 adalah

69.045.000 ton dengan kebutuhan beras mencapai 139 kg/kapita/tahun

(BPS, 2012). Namun peningkatan produksi padi nasional dari tahun ke tahun

mengalami penurunan akibat berbagai faktor, seperti penyusutan lahan produktif.

Adanya alih fungsi lahan produktif menjadi lahan non - pertanian menjadi

salah satu penyebab berkurangnya areal pertanian khususnya sawah untuk

pertanaman padi. Untuk menggantikan lahan yang telah dialih fungsikan,

pemerintah harus melakukan perluasan areal terutama ke luar Jawa. Namun

karena terbatasnya lahan subur, maka perluasan lahan untuk pertanian merambah

lahan marginal seperti lahan sulfat masam. Luas lahan sulfat masam yang

digunakan untuk pertanian di Indonesia tidak lebih dari 50% dari luas lahan yang

telah direklamasi (Balittra, 2001).

Tanah sulfat masam merupakan bagian dari lahan rawa yang berpotensi

untuk usaha pertanian dan di perkirakan luasnya sekitar 2 juta hektar yang

tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya (Widjaja Adhi, 1986).

Tanah sulfat masam dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu (1) tanah sulfat

masam potensial yang dicirikan antara lain lapisan pirit pada kedalaman >50 cm

dari permukaan tanah dan (2) semua jenis tanah yang digolongkan sebagai tanah

(15)

cukup, adanya senyawa – senyawa besi yang mobil dan perubahan senyawa

sulfida menjadi besi sulfida pada keadaan reduktif.

Permasalahan umum yang dijumpai pada lahan sulfat masam pada

pengembangannya sebagai areal pertanian adalah kemasaman tanah yang tinggi,

serta ketersediaan hara P yang rendah akibat fiksasi yang tinggi oleh Al dan Fe

yang berakibat pada rendahnya hasil tanaman yang diusahakan. Hara P

merupakan salah satu unsur hara yang paling banyak dibutuhkan tanaman. Oleh

karenanya pemupukan P pada lahan sulfat masam merupakan permasalahan yang

perlu mendapat prioritas. Penetapan kebutuhan P melalui penggunaan persamaan

Isotermal Langmuir telah banyak diterapkan para peneliti dan memberikan hasil

yang lebih sesuai dibandingkan dengan cara lain, dan lebih mudah dilakukan

(Djokosudardjo, 1974). Serapan hara P yang cukup akan menjamin tanaman

tumbuh dengan baik (Lingga, 1986).

Fosfat alam mengandung fosfat yang cukup tinggi sehingga dapat

meningkatkan ketersediaan unsur P pada tanah sulfat masam yang rendah akibat

fiksasi Al, Fe dan Mn. Menurut Tisdale et al (1985) pemberian fosfat alam efektif

pada tanah masam. Dengan memasamkan fosfat alam efektivitas fosfat alam

meningkat karena fosfat dilepas secara perlahan dan ketersediaan fosfat terjamin

selama pertumbuhan tanaman.

Selain permasalahan ketersediaan hara P, kemasaman juga menjadi faktor

penentu dalam keberhasilan kegiatan budidaya pada lahan sulfat masam. Sehingga

hampir semua tanaman budidaya termasuk padi tidak dapat tumbuh secara normal

(16)

pemberian bahan organik, disamping pemberian pupuk P seperti fosfat alam untuk

mengatasi ketersediaan hara P.

Pemberian pupuk kandang sapi sebagai bahan organik memberikan

dampak positif terhadap produksi tanaman pangan pada tanah sulfat masam.

Togatorop dan Setiadi (1992) menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang sapi

(10 ton/ha) pada lahan sulfat masam Karang Agung Ulu, Sumatera Selatan, dapat

meningkatkan produksi gabah secara nyata. Pupuk kandang sapi padat dengan

kadar air 85% mengandung 0,40% N; 0,20% P2O5 dan 0,10% K2O dan yang cair

dengan kadar air 92% mengandung 1% N; sedikit P2O5 dan 1,35% K2O

(Buckman dan Brady, 1982).

Jerami padi sebagai salah satu bahan pembenah organik tersedia

melimpah di kawasan persawahan. Di Indonesia, jerami dibakar atau diangkut ke

luar lahan karena alasan untuk menghilangkan kesulitan pada saat pengolahan

tanah. Dinas Pertanian (2008), menyatakan kandungan hara yang terdapat pada

jerami, yaitu N 0.64%, P 0.05%, K 2.03%, Ca 0.29%, Mg 0.14%, Zn 0.02%,Si

8.8%. Anwar dkk (2006) menyebutkan pemberian kompos jerami padi pada lahan

sulfat masam mampu meningkatkan kualitas tanah dan meningkatkan hasil gabah

sebesar 48%.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti pengaruh

pemberian fosfat alam dan bahan organik terhadap perbaikan sifat kimia tanah,

(17)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian fosfat alam

dan bahan organik terhadap perbaikan sifat kimia tanah, pertumbuhan dan

produksi padi (Oryza sativa L.) pada tanah sulfat masam potensial.

Hipotesis Penelitian

- Pemberian fosfat alam dapat memperbaiki sifat kimia tanah serta

meningkatkan pertumbuhan dan produksi padi (Oryza sativa L.) pada

tanah sulfat masam potensial

- Pemberian bahan organik dapat memperbaiki sifat kimia tanah serta

meningkatkan pertumbuhan dan produksi padi (Oryza sativa L.) pada

tanah sulfat masam potensial

- Interaksi pemberian fosfat alam dan bahan organik dapat memperbaiki

sifat kimia tanah serta meningkatkan pertumbuhan dan produksi padi

(Oryza sativa L.) pada tanah sulfat masam potensial.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai bahan informasi dalam pengembangan dan peningkatan produksi

padi pada lahan sulfat masam.

- Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana (S1) di Fakultas

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Sulfat Masam

Lahan sulfat masam adalah lahan yang memiliki horizon sulfidik atau

sulfurik pada kedalaman 120 cm dari permukaan tanah mineral. Pada umumnya

lahan sulfat masam terbentuk pada lahan pasang surut yang memiliki endapan

marin. Karena kondisi lingkungannya beragam maka karakteristik lahan sulfat

masam sangat beragam. Klasifikasi lahan sulfat masam juga dikenal beberapa

istilah yang mencerminkan kondisi lingkungan dan tingkat kegawatan kendala

yang dihadapi (Noor, 1996).

Tanah sulfat masam terbentuk sebagai akibat dari drainase bahan induk

yang kaya akan pirit (FeS2). Pirit terakumulasi pada tanah – tanah tergenang yang

kaya bahan organik dan sulfat yang terlarut dari sedimen marin. Bakteri yang

mendekomposisi bahan organik pada kondisi anaerobik mereduksi ion – ion sulfat

menjadi sulfida dan oksida besi bervalensi tiga menjadi bervalensi dua. Sumber

utama sulfat adalah air laut, sementara kebanyakan sungai mengandung sulfat

yang terlarut sangat rendah (Barchia, 2006).

Lahan sulfat masam termasuk dalam kelompok lahan rawa pasang surut

yang terdiri atas lahan sulfat masam aktual dan lahan sulfat masam potensial.

Karakteristik tanah yang menentukan tipologi lahan adalah kedalaman lapisan

sulfidik dan sulfurik. Widjaja Adhi (1986) mengusulkan istilah lahan sulfat

masam dan lahan potensial. Lahan sulfat masam aktual adalah dengan lapisan

sulfidik < 50 cm, sedangkan sulfat masam potensial merupakan lahan sulfat

(19)

Tanah sulfat masam berkembang karena produksi asam – asam melebihi

kapasitas netralisasi dari bahan induk yang mengandung pirit sehingga pH tanah

dapat turun lebih rendah dari 4. Faktor lingkungan kondusif terbentuknya pirit

adalah suasana anaerobik, tersedianya sulfat terlarut, bahan organik, kandungan

besi dan waktu (Noor, 2004).

Tanah sulfat masam mempunyai penciri utama, yaitu (1) bahan sulfidik

atau pirit, (2) lapisan (horison) sulfurik, (3) bercak jarosit, dan (4) bahan penetral

berupa karbonat atau basa – basa tertukar lainnya. Sifat tanah sulfat masam

ditandai warna tanah yang kelabu, bersifat mentah, dan kemasaman yang tinggi.

Beberapa pengalaman dan penelitian menunjukkan untuk mengenal dan

mengidentifikasi tanah sulfat masam dapat dilakukan secara cepat, mudah, dan

sederhana dengan pengujian di lapangan (field laboratorium) (Noor, 2004).

Reaksi tanah sulfat masam tergolong masam sampai luar biasa masam,

berkisar pada pH 4 (untuk ordo Entisol) dan pH < 3,5 (ordo Inseptisol). Lahan

sulfat masam yang tergenang mempunyai kemasaman tanah nisbi tinggi dengan

pH 4 tetapi apabila terjadi pengeringan, pH dapat turun secara drastis sehingga

menjadi sangat masam (Noor, 2004).

Masalah kemasaman yang serius, tidak hanya bergantung pada kualitas

pirit untuk mana tanah tidak mempunyai kompensasi dalam hubungan substansi –

substansi penetralan asam melainkan pada kecepatan alkalinitas yang dapat

dikerahkan pada saat sulfuris terbentuk. Pembentukan masam melebihi kapasitas

penyanggaan bahan – bahan campuran sehingga nilai pH turun sampai 2 atau 3.

Kelebihan masam menyela pada struktur – struktur liat dan membebaskan

(20)

Tanah sulfat masam potensial mempunyai kandungan pirit yang tinggi.

Pirit terbentuk karena tersedianya sulfur yang cukup, keadaan reduktif, bahan

organik yang cukup tinggi, adanya senyawa – senyawa besi yang mobil dan

perubahan senyawa sulfida menjadi besi sulfida pada keadaan reduktif. Pada

keadaan anaerob pirit stabil dan tidak berbahaya, tetapi pada keadaan oksidatif

pirit teroksidasi menjadi sulfat masam. Pada suasana reduktif pertumbuhan

tanaman biasanya terganggu karena produksi H2S dan kelarutan ion Fe2+ dan

Mn2+ yang dapat meracuni tanaman (Widjaja Adhi, 1986).

Pirit yang teroksidasi mengakibatkan kelarutan Al, Fe dan SO4 meningkat

yang kemudian terhidrolisis dan menghasilkan H+ yang menyebabkan peningkatan

kemasaman tanah. Konsentrasi Al yang tinggi menyebabkan akumulasi ion – ion

Al pada permukaan akar sehingga menghalangi ketersediaan fosfat. Keracunan Al

dapat menjadi faktor penting sebagai faktor pembatas pertumbuhan. Widjaya

Adhi (1986) menyatakan bahwa ion Al, Fe dan H+ akan mendesak kation – kation

basa seperti Ca, Mg dan K pada kompleks jerapan sehingga mudah tercuci dan

akibatnya ketersediaan bagi tanaman rendah.

Lahan sulfat masam tergolong lahan piasan, yaitu lahan yang mempunyai

sifat-sifat terbatas sehingga diperlukan tindakan upaya perbaikan untuk

meningkatkan produktivitasnya. Jenis tanah dari lahan ini digolongkan juga

sebagai tanah bermasalah, yaitu tanah yang mempunyai sifat baik fisika, kimia,

maupun biologi lebih jelek dibandingkan dengan tanah mineral umumnya

sehingga produktivitas lahan jenis tanah ini tergolong rendah, bahkan sangat

(21)

Lahan sulfat masam, menurut Widjaja Adhi (1995) dianjurkan untuk di

sawahkan guna menghindari terjadinya oksidasi pirit. Pada musim kemarau

dengan air yang terbatas, setidak-tidaknya tanah yang mengandung pirit harus

dalam kondisi basah/tergenang. Pada kondisi air yang sangat terbatas,

dianjurkannya untuk menutup saluran drainase atau membuat tabat (bendung)

pada saluran tersier. Pembuatan saluran cacing juga dianjurkan untuk

mempercepat drainase dan meratakan kelembaban tanah. Pengelolaan tanah dan air

ini merupakan kunci keberhasilan usaha tani. Dengan upaya yang sungguh-sungguh,

lahan pasang surut ini dapat bermanfaat bagi petani dan masyarakat luas.

Ketersediaan P Pada Tanah Sulfat Masam

Unsur hara fosfor adalah unsur hara makro, dibutuhkan tanaman dalam

jumlah yang banyak dan esensial bagi pertumbuhan tanaman. Fosfor sering

disebut sebagai kunci kehidupan karena terlibat langsung hampir pada seluruh

proses kehidupan. Di dalam tubuh tanaman fosfor memberikan peranan yang

penting dalam hal beberapa kegiatan (1) pembelahan sel, (2) pembentukan bunga

buah dan biji, (3) kematangan tanaman melawan efek nitrogen, (4) merangsang

perkembangan akar, (5) meningkatkan kualitas hasil tanaman dan (6) ketahanan

terhadap hama dan penyakit ( Damanik, dkk 2011).

Tanaman akan menyerap P dalam bentuk orthofosfat H2PO4-, H2PO42- dan

PO43-. Pada umumnya H2PO4- lebih tersedia bagi tanaman daripada bentuk yang

lain (Hakim, dkk 1986). H2PO4- di immobilisasi oleh tanaman dan

mikroorganisme, jumlah fosfor yang nyata dalam tanah diubah dalam bentuk

(22)

Sumber utama fosfor tanah adalah kerak bumi, yang diduga mengandung

kurang lebih 0,12% fosfor. Demikian pula semua air yang ada di bumi

mengandung fosfat yang kadarnya rendah. Sumber fosfor alam yang dikenal

mempunyai P tinggi adalah batuan beku dan batuan endapan (sedimen). Persoalan

yang umum dihadapi oleh fosfor dalam tanah adalah tidak semua fosfor tanah

dapat tersedia untuk tanaman. Dalam hal ini sangat tergantung kepada sifat dan

ciri tanah serta pengelolaan tanah itu sendiri oleh manusia (Foth, 1995).

Masalah hara yang paling banyak dilaporkan pada lahan sulfat masam

adalah ketersediaan hara P yang rendah dan fiksasi P yang tinggi oleh Al dan Fe.

Hara P merupakan salah satu unsur hara yang paling banyak dibutuhkan tanaman.

Hara ini berfungsi untuk pertumbuhan akar, transfer energi dalam proses

fotosintesis dan respirasi, perkembangan buah dan biji, kekuatan batang dan

ketahanan terhadap penyakit. Serapan hara P yang cukup akan menjamin tanaman

tumbuh dengan baik (Lingga, 1986). Oleh karena itu pemupukan P pada lahan

sulfat masam adalah komponen teknologi yang harus mendapat prioritas.

Kemasaman yang tinggi di lahan sulfat masam setelah reklamasi

mengimbas terhadap peningkatan kelarutan Al3+, Fe2+, asam-asam organik, dan

diiringi oleh kahat hara makro P, hara mikro Cu, serta Zn. Kondisi pH yang

rendah membuat rusaknya kisi mineral sehingga kelarutan Al meningkat dan

ketersediaan P menurun karena terikat oleh Al dan Fe. Konsentrasi Al yang tinggi

menyebabkan akumulasi ion – ion Al pada permukaan akar sehingga menghalangi

ketersediaan fosfat.

Pengapuran untuk mengurangi kemasaman tanah dan unsur beracun serta

(23)

produktivitas lahan sulfat masam. Penggunaan pupuk fosfat konvensional seperti

SP-36 saat ini paling umum dipakai sebagai sumber P karena pupuk ini tersedia di

pasaran. Namun penggunaan SP-36 yang mudah larut kurang efesien karena

jerapan P oleh Fe dan Al cukup tinggi ( Subiksa dan Diah, 1992). Alternatif lain

adalah menggunakan fosfat alam yang lebih murah dan memiliki efek

pengapuran. Fosfat alam diketahui mempunyai efektivitas lebih panjang karena

bersifat lambat dilepaskan. Keunggulan fosfat alam dibanding SP-36 berkaitan

dengan residu fosfat alam sebagai sumber P jangka panjang.

Kelarutan Fe Pada Tanah Sulfat Masam

Masalah lain yang sering ditemui di lahan sulfat masam selain rendahnya ketersediaan P adalah adanya lapisan pirit (FeS2). Dalam kondisi tergenang pH

tanah meningkat yang menyebabkan reduksi Fe3+ menjadi Fe2+, sehingga

konsentrasi Fe2+ meningkat dalam larutan tanah yang dapat meracuni tanaman

padi (Widjaja Adhi, 1995).

Besi (Fe) pada tanah sulfat masam yang sering menimbulkan masalah

adalah bentuk ferro (Fe2+) yang menyebabkan keracunan bagi tanaman,

khususnya dalam kondisi tergenang. Kadar Fe2+ pada tanah sulfat masam

tergenang (tereduksi) mempunyai kisaran sangat lebar antara 0,07 sampai 6.600

ppm Fe. Kadar Fe2+ ini dipengaruhi oleh pH, bahan organik, kadar Fe3+ serta

reaktivitas Fe3+. Varietas padi yang sekalipun tergolong tahan terhadap kondisi

kadar besi tinggi sebagian mengalami keracunan pada kadar besi 9 mol.m-3

(Noor, 2004).

Keracunan besi pada tanaman padi menjadi salah satu masalah utama

(24)

dipengaruhi oleh keracunan Fe. Penurunan hasil akibat keracunan Fe sekitar 30%

sampai 100%, tergantung pada ketahanan varietas terhadap Fe, intensitas

keracunan besi, dan status kesuburan tanah (Khairullah, dkk 2011). Di Cihea,

Jawa Barat penurunan hasil padi akibat keracunan besi mencapai 52% dibanding

tanaman yang sehat.

Pada tanah sulfat masam tua sebagian besi berubah bentuk menjadi mudah

teroksidasi yakni menjadi ferri (Fe3+) yang menimbulkan kerak karatan pada

permukaan tanah. Hal ini disebabkan bakteri Thiobacillus ferrooxidans yang

secara cepat menghasilkan Fe3+ dari Fe2+ dalam suasana masam, Fe3+ kemudian

langsung mengoksidasi pirit.

Fosfat Alam

Secara garis besar fosfat tanah dibedakan atas fosfat anorganik dan

organik. Penelitian mengenai fosfat organik tanah masih sangat sedikit, walaupun

senyawa ini merupakan fraksi yang melebihi setengah dari seluruh fosfat dalam

tanah. Kandungan fosfat organik pada lapisan tanah atas (top soil) lebih banyak

bila dibandingkan dengan sub soil. Hal ini disebabkan karena absorbsi/serapan

akar tanaman yang sampai ke subsoil, sedangkan pada lapisan tanah atas terdapat

akumulasi dari sisa - sisa tanaman dari satu generasi ke generasi berikutnya

(Hakim, dkk 1986).

Fosfat alam merupakan salah satu pupuk fosfat alami karena berasal dari

bahan tambang, sehingga kandungan P sangat bervariasi. Efektivitas fosfat alam

pada lahan sulfat masam dipengaruhi oleh kualitas fosfat alam dan tingkat

kehalusan butir. Fosfat alam yang bagus mengandung fosfat alam (P2O5) lebih

(25)

Ca3(PO4)2, CaCO3 (karbonat apatit), Ca3(PO)2 (oksi–apatit), Ca3(PO4)2, Ca(OH)2

(hidroksil apatit) dari mineral fosfat yang merupakan bahan kapur yang dapat

menaikkan pH tanah.

Untuk lebih lengkapnya, adapun sifat – sifat dari fosfat alam adalah sebagi

berikut ; (1) kadar P2O5 berkisar antara 27 – 41 %, (2) tidak higroskopis,

(3) reaksinya fisiologisnya netral, (4) reaksi hanya dapat berlangsung pada

suasana asam. Fosfat alam merupakan salah satu sumber unsur P.

Menurut Prasad dan Power (1997) fosfat alam mengandung 11% - 16% P

(25%- 37% P2O5).

Efektivitas fosfat alam ditentukan oleh sifat – sifat terutama reaktivitas dan

kehalusannya. Sifat – sifat tanah antara lain kemasaman, daya fiksasi P, kadar P,

Al dan Ca tanah. Efektivitas dari fosfat alam yang diasamkan sebagian sangat

ditentukan oleh derajat kejenuhan asam (Adiningsiah, 1987).

Dengan pemberian fosfat alam kadar P-tersedia, Ca dapat dipertukarkan,

dan mobilitas fosfor naik sedangkan Al dapat dipertukarkan turun. Fosfat alam

sangat sesuai digunakan untuk tanah – tanah masam seperti tanah sulfat masam

karena pada tanah masam tingkat kelarutannya akan meningkat (Hasibuan, 1997).

Fosfat alam adalah pupuk yang bersifat (slow release) namun

kelebihannya dapat larut dalam kondisi asam. Telah dikenal ada beberapa fosfat

alam yang dapat digunakan langsung sebagai pupuk terutama pada tanah yang

bereaksi masam, miskin bahan organik, memiliki daya fiksasi P tinggi dan

cadangan mineralnya sangat rendah. Kelebihan lainnya dari fosfat alam selain

mengandung hara P terdapat hara lain terutama Ca dan Mg serta beberapa unsur

(26)

Pemupukan P yang bersumber dari super fosfat dan fosfat alam

mempengaruhi dominan bentuk fraksi P-organik dalam tanah. Agar fosfat alam

menjadi pupuk yang efektif, apatit yang terkandung di dalamnya harus dapat larut

secara cepat setelah digunakan. Pada tanah masam yang banyak memerlukan P

penggunaan fosfat alam dinilai lebih efektif dan lebih murah dibandingkan bentuk

P yang lain, karena pada tanah masam fosfat alam lebih reaktif dan lebih murah di

banding penggunaan superfosfat (Sanchez, 1993).

Lahan sulfat masam dalam proses pembentukannya menghasilkan asam

sulfat sehingga membentuk reaksi sangat masam dalam lingkungan tanah. Oleh

karenanya fosfat alam yang diberikan pada tanah sulfat masam akan mengalami

peningkatan kelarutan yang sangat signifikan, sehingga dapat dikatakan lahan

sulfat masam adalah pabrik pupuk alami. Keuntungan yang bisa diperoleh dari

pemanfaatan fosfat alam pada lahan sulfat masam adalah: (1) harga per satuan

hara pupuk lebih murah; (2) kelarutan dan ketersediaan hara P untuk tanaman

meningkat; (3)meningkatkan pH tanah sehingga memperbaiki lingkungan

perakaran tanaman; (4) pelepasan hara P secara bertahap sehingga mengurangi

jerapan oleh Al dan Fe; (5) fosfat alam mengandung hara sekunder seperti Ca dan

Mg yang dibutuhkan tanaman; dan (6) fosfat alam meningkatkan proses granulasi

sehingga tanahnya lebih mudah diolah dan tidak lengket

(Subiksa dan Diah, 1992).

Adsorpsi (jerapan) adalah proses akumulasi senyawa – senyawa atau unsur

di permukaan koloid tanah. Kurva hubungan konsentrasi – konsentrasi dari bahan

terjerap pada suatu temperatur yang tetap disebut isoterm jerapan. Adsorbsi

(27)

dua cara yang biasa dilakukan untuk mempelajari reaksi adsorbsi dengan

memakai adsorbsi isoterm, yaitu: 1) Dengan cara identifikasi bentuk kurva

adsorbsinya dan 2) Dengan cara menggunakan Statistik modeling, berupa

persamaan. Persamaan yang dikenal adalah (a) Persamaaan Freundlich, (b)

Persamaan Langmuir, (c) Persamaan BET, (d) Persamaan Gibbs

(Mukhlis dkk, 2011).

Persamaan adsorpsi Isotherm Langmuir merupakan persamaan yang lebih

tua diajukan oleh Irving Langmuir di tahun 1918, untuk adsorbsi gas oleh bahan

padat. Menurut Irving Langmuir ”gas yang diadsorbsi oleh permukaan zat padat

tidak dapat membentuk lebih dari satu lapisan molekul”. Konsep ini dapat

diterapkan pada adsorbsi solut pada koloid tanah. Untuk adsorbsi solut (bahan

terlarut) persamaan Langmuir adalah:

Dimana:

X : jumlah ion yang teradsorbsi m : jumlah adsorben

C : konsentrasi ion pada larutan setimbang b : adsorbsi maksimum

k : konstanta

(Mukhlis dkk, 2011).

Bahan Organik

Bahan organik tidak hanya berperan dalam memperbaiki fisik tanah, tetapi

sekaligus berperan dalam menekan oksidasi pirit. Dalam konteks tanah sulfat

masam, kompos humus (bahan organik) mempunyai fungsi untuk menurunkan

atau mempertahankan suasana reduksi, karena dapat mempertahankan kebasahan

(28)

Pupuk Kandang Sapi

Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran padat, kotoran cair

dari hewan ternak yang dikandangkan yang dapat bercampur dengan alas

kandang dan sisa – sisa makanan maupun kencing (urine) (Damanik dkk, 2011).

Sehingga kualitas pupuk kandang beragam tergantung pada jenis, umur serta

kesehatan ternak, jenis dan kadar serta jumlah pakan yang dikonsumsi, jenis

pekerjaan dan lamanya ternak bekerja, lama dan kondisi penyimpanan, jumlah serta

kandungan haranya, jumlah dan macam alas kandang, bentuk atau struktur kandang

dan tempat penyimpanan pupuk.

Jenis kotoran hewan yang umum digunakan adalah kotoran sapi, kerbau,

ayam, kuda, kambing dan jenis unggas lainnya. Kotoran sapi banyak digunakan

sebagai pupuk kandang karena ketersediaannya lebih banyak dibandingkan hewan

lain. Rata – rata sapi mengeluarkan kotoran dan air kencing sebanyak 7 – 8%

setiap hari dari berat tubuhnya. Untuk sapi yang berukuran 550 kg akan

mengeluarkan kotoran dan air kencing sebanyak 30 – 45 kg di tambah dengan sisa

pakan (Yulianto dan Saparinto, 2010).

Pupuk kandang sapi mempunyai kandungan unsur hara yang lengkap yang

dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman karena mengandung unsur hara makro

seperti Nitrogen, Fosfor serta Kalium dan juga mengandung unsur hara mikro

seperti magnesium, kalsium dan sulfur. Pupuk kandang juga mengandung creatin,

asam indol asetat dan auksin yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman

(Musnawar, 2003). Pupuk kandang sapi padat dengan kadar air 85% mengandung

0,40% N; 0,20%. P2O5 dan 0,1% K2O dan yang cair dengan kadar air 95%

(29)

Togatorop dan Setiadi (1992) menyatakan hasil penelitian padi gogo

varietas Hawarabunar yang ditanam di lahan sulfat masam, Karang Agung Ulu,

Sumatera Selatan, menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang sapi

(10 ton/ha) dapat meningkatkan produksi gabah secara nyata. Penggunaan pupuk

kandang secara tunggal maupun dikombinasikan dengan pupuk buatan (pupuk

anorganik), sangat berperan untuk meningkatkan produktivitas komoditas

pertanian melalui perbaikan struktur tanah dan penyediaan unsur hara.

Jerami Padi

Jerami padi adalah semua bahan hijauan padi di luar biji yang dihasilkan

tanaman padi. Jerami padi merupakan bahan organik yang potensial

ketersediaannya bagi usaha tani padi sawah. Potensi jerami padi di Indonesia

sangat besar dari segi kuantitas yaitu 77 juta ton dari hasil panen padi

(BPS, 2008). Jumlah jerami sebesar tersebut sangat potensial untuk dapat

digunakan sebagai bahan baku amelioran tanah. Sebagian besar jerami padi belum

dimanfaatkan oleh petani, namun menjadi bahan terbuang dan sering dibakar oleh

petani yang menyebabkan kehilangan kandungan hara pada jerami tersebut.

Produksi jerami padi dapat mencapai 4-5 ton per hektar tergantung pada

lokasi dan jenis varietas tanaman yang digunakan. Dinas Pertanian (2008),

menyatakan kandungan hara yang terdapat pada jerami, antara lain seperti N

0.64%, P 0.05%, K 2.03%, Ca 0.29%, Mg 0.14%, Zn 0.02%,Si 8.8%. Aplikasi

jerami 5 ton/ha/musim selama 4 musim menunjukkan bahwa jerami dapat

meningkatkan kadar C-organik 1,50%, K-dapat ditukar 0,22 me, Mg-dapat ditukar

0,25 me, kapasitas tukar kation tanah 2 me/100 g, Si tersedia dan stabilitas agregat

(30)

170 kg K, 160 kg Mg, 200 kg Si dan 1,70 ton C-organik yang sangat diperlukan

bagi kegiatan jasad renik tanah atau setara dengan 340 kg KCl dan 361 kg kieserit.

Sehingga aplikasi bahan organik dapat memperkaya hara tanah termasuk unsur

hara makro.

Hasil penelitian Anwar dkk (2006) menyebutkan bahwa dengan pemberian

kompos jerami padi pada lahan sulfat masam mampu memperbaiki kualitas tanah

pada fase vegetatif berupa : peningkatan pH dan bahan organik tanah, penurunan

Al-dd tanah, dan peningkatan kelarutan Fe2+ dan SO42-. Pemberian kompos

dengan takaran 2,7 ton ha-1 (setara berat kering) mampu meningkatkan hasil

gabah sebesar 48% dibanding kontrol.

Dengan mengomposkan pupuk kandang sapi dan jerami diharapkan

kualitas bahan organik akan meningkat dengan kandungan hara yang lebih

beragam. Penelitian Batubara (2011) menyebutkan aplikasi jerami dan pupuk

kandang sapi dengan perbandingan 1 : 2 pada tanah sawah berpengaruh nyata

dalam meningkatkan pH dan C- organik.

Tanaman Padi (Oryza sativa L.)

Tumbuhan padi (Oryza sativa L.) termasuk golongan tumbuhan Graminae

tumbuhan mana di tandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas.

Ruas-ruas itu merupakan bubung kosong. Pada kedua ujung bubung kosong itu

bubungnya ditutup oleh buku. Padi memiliki sistem perakaran serabut. Ada dua

jenis akar tanaman padi yaitu : akar seminal yang tumbuh dari akar primer

radikula sewaktu berkecambah dan bersifat sementara dan akar adventif sekunder

(31)

padi tumbuh pada batang dalam susunan yang berselang-seling dan terdapat satu daun

pada tiap buku (Suharno, 2005)

Tanaman padi dapat tumbuh di daerah beriklim panas yang lembab.

Tanaman padi memerlukan curah hujan rata – rata 200 mm/bulan dengan

distribusi selama 4 bulan, sedangkan per tahun sekitar 1500 – 2000 m. Suhu yang

panas merupakan temperatur yang sesuai bagi tanaman padi yaitu pada suhu

2300C dimana pengaruhnya adalah kehampaan pada biji. Daerah dengan

ketinggian 0 – 1500 meter masih cocok untuk tanaman padi (AAK, 1990).

Tanaman padi dapat tumbuh di lahan pasang surut. Hanya saja padi yang

ditanam di lahan ini haruslah yang toleran terhadap keadaan air yang asin

(salinity). Sensitivitas varietas padi terhadap keasinan bervariasi

(Suparyono dan Setyono, 1997).

Pada penelitian ini, jenis padi yang digunakan adalah varietas Ciherang,

dimana dari beberapa varietas padi, padi Ciherang adalah varietas yang paling

banyak ditanam petani. Padi jenis ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan

dengan varietas lainnya seperti IR 64 dan IR 66. Keunggulan dari padi Ciherang

ini adalah memiliki keunggulan dalam hal umur tanaman yang pendek, hanya

86 – 96 hari saja atau tiga bulan sepuluh hari, sehingga akan mempercepat panen

(32)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Percobaan

Penelitian dilakukan di Rumah Kasa dan Laboratorium Kimia– Kesuburan

Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan pada ketinggian

tempat ± 25 m di atas permukaan laut. Penelitian di mulai pada Mei 2013 sampai

dengan November 2013.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan ialah contoh tanah sulfat masam potensial yang

diambil di Desa Karang Anyar, Kecamatan Sei Sicanggang, Kabupaten Langkat,

secara komposit pada kedalaman 0 – 20 cm, Fosfat alam yakni Mesir RP

(32,49% P2O5) sebagai pupuk penyedia unsur P, kompos jerami dan pupuk

kandang sapi sebagai bahan organik, pupuk Urea dan KCl sebagai pupuk dasar,

benih tanaman padi varietas Ciherang sebagai tanaman indikator, air untuk

menyiram tanaman, dan bahan kimia untuk analisis tanah di laboratorium.

Alat yang digunakan adalah cangkul, ember, timbangan, pH meter untuk

mengukur pH, sentrifusi untuk penjernih ekstrak serta peralatan yang digunakan

untuk analisis di laboratorium.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan

dua faktor. Faktor Perlakuan I adalah Bahan Organik (B) dengan 6 taraf dosis,

faktor perlakuan II adalah Pupuk fosfat alam (P) dengan 3 taraf dosis,

masing – masing perlakuan disusun sebanyak 3 ulangan sehingga diperoleh unit

(33)

1. Perlakuan Bahan Organik

B0 = tanpa bahan organik (0 g/pot)

B1 = kompos jerami 10 ton/ha (40 g/pot)

B2 = kompos jerami 20 ton/ha (80 g/pot)

B3 = pupuk kandang sapi 10 ton/ha (40 g/pot)

B4 = pupuk kandang sapi 20 ton/ha (80 g/pot)

B5 = Campuran kompos jerami dan pupuk kandang sapi (1 : 2)

20 ton/ha (80 g/pot).

2. Perlakuan Fosfat Alam (P) berdasarkan Kebutuhan Fosfat Standart

P0 = tanpa fosfat alam (0g/pot)

P1 = 50% dari kebutuhan P optimum tanah (0,64 g/pot)

P2 = 100% dari kebutuhan P optimum tanah (1,28 g/pot)

Kombinasi Perlakuannya adalah :

B0P0 B1P0 B2P0 B3P0 B4P0 B5P0

B0P1 B1P1 B2P1 B3P1 B4P1 B5P1

B0P2 B1P2 B2P2 B3P2 B4P2 B5P2

Model Liniar Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial yang digunakan

adalah sebagai berikut :

Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij +Σijk

Keterangan:

Yijk : respon tanaman yang diamati

μ : nilai tengah umum

αi : pengaruh taraf ke-i dari faktor 1

(34)

(αβ)ij : pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor 1 dan taraf ke-j dari faktor 2

Σijk : pengaruh galat percobaan taraf ke-i dari faktor 1 dan taraf ke-j dari faktor 2

pada ulangan yang ke-k.

Data dianalisis dengan menggunakan ANOVA dan pada perlakuan yang

nyata dilakukan pengujian dengan menggunakan Uji Beda Rataan DMRT

(Duncan Multiple Range Test) pada taraf α 5%.

Pelaksanaan Penelitian Persiapan Kompos

Jerami yang telah dicacah dan kotoran sapi dikomposkan, kompos yang

telah terbentuk di analisis meliputi P-ekstrak HCl 25%, pH (H2O), C-organik,

N- total serta rasio C/N. Bahan organik diaplikasikan dan diinkubasi 2 minggu

sebelum tanam sesuai dengan taraf perlakuan.

Pengambilan dan Penanganan Contoh Tanah

Contoh tanah sulfat masam diambil secara komposit pada kedalaman

0 – 20 cm, kemudian contoh tanah dikering anginkan dan diambil ± 500 gr

sebagai sampel kemudian dilakukan analisis awal tanah yang meliputi pH (H2O),

P- ekstrak HCl 25%, P-tersedia, C- Organik, N-total, Fe2+ larut, DHL dan Al-dd.

Penetapan Kebutuhan P

Sebelum melakukan penelitian di rumah kasa, terlebih dahulu melakukan

penetapan kebutuhan P dengan persamaan Isotherm Langmuir di Laboratorium

dengan prosedur sebagai berikut :

-Timbang masing-masing 3 g contoh tanah, tempatkan ke dalam 8 tabung

sentrifusi dan tambahkan 30 ml larutan seri pengekstrak ke masing-masing

(35)

pada shaker selama 30 menit (pagi) dan 30 menit (sore) selama 6 hari

berturut-turut.

-Sentrifusi selama 5 menit dengan kecepatan 3000 rpm kemudian,

supernatan disaring, tempatkan pada erlenmeyer dan ambil filtrat tersebut

sebanyak 10 ml kemudian tempatkan pada tabung reaksi.

-Tambahkan 1 ml pereaksi campuran B, kocok dan biarkan selama 15

menit, ukur transmitan pada alat Spectronic pada panjang gelombang 694

nm. Buat kurva standar antara absorbence (sb. Y) dengan kadar P (sb. X),

kemudian interpolasikan hasil absorbence contoh ke kurva standar serta

buat kurva antara kadar P pada larutan setimbang (C) dan konsentrasi P

(ppm) yang diberikan pada kertas grafik; dan kebutuhan fosfat standar

(KFS) dapat dihitung dengan interpolasi pada konsentrasi P larutan

setimbang (C) = 0,2 ppm, dari perhitungan tersebut dapat ditentukan

kebutuhan pupuk per pot dengan perlakuan 0%, 50%, dan 100%.

Persiapan Media Tanam

Tanah yang telah dikompositkan dimasukkan ke dalam ember sejumlah

± 8 kg tanah.

Aplikasi Fosfat Alam dan Bahan Organik

Fosfat alam yang digunakan adalah Mesir RP (32,49% P2O5),

diaplikasikan pada tanah dalam ember 2 minggu sebelum tanam bersamaan

dengan bahan organik sesuai dengan taraf perlakuan berdasarkan Kebutuhan

(36)

Penyemaian Benih

Benih padi varietas Ciherang ± 100 gram direndam selama 1 hari. Benih

yang tenggelam adalah benih yang digunakan untuk persemaian, sedangkan benih

yang mengapung adalah benih yang tidak sehat dan dibuang. Perendaman benih

dilkukan dengan metode Larutan Garam. Prosesnya adalah sebagai berikut :

- Dimasukkan air kedalam stoples

- Dimasukkan garam dapur kedalam air dengan perbandingan garam dan air

1 : 10 sambil diaduk hingga garam larut

- Dimasukkan benih yang akan digunakan kedalam larutan garam

- Dibuang benih yang terapung , sedangkan benih yang tenggelam diambil

dan dicuci bersih untuk menghilangkan larutan garam yang menempel

pada benih.

Media Pembibitan

Benih yang sudah diseleksi ditaburkan pada persemaian. Media

persemaian terdiri dari tanah kompos dengan perbandingan 1:1, media persemaian

disiram agar tidak kering dan dijaga agar selalu dalam keadaan lembab.

Persemaian diperlukan untuk membantu tanaman beradaptasi pada masa

perkecambahan dan pertumbuhan awal.

Aplikasi Pupuk Dasar

Pupuk dasar diberikan 1 hari sebelum tanam dengan dosis,

Urea (250 kg/ha) dan KCl (100 kg/ha).

Penanaman

Penanaman bibit dilakukan pada saat benih telah berumur 21 hari.

(37)

dicabut dari persemaian langsung ditanam ke lubang tanam dengan jumlah 3 bibit

tiap lubang tanam /ember.

Penyulaman

Penyulaman dilakukan apabila terdapat tanaman yang mati atau terserang

Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dengan menggunakan varietas dan umur

tanaman yang sama (tanaman cadangan yang telah disediakan).

Penjagaan Air

Penjagaan air dilakukan pada saat pindah tanam. Tanaman padi tetap

digenangi sampai berumur 35 hari, pada umur 36 – 50 hari digenangi dengan

sistem macak – macak (intermitten) dan pada umur 51 – 85 hari tetap digenangi

dan kemudian 86 hari sampai akhir panen generatif tidak digenangi. Sistem

macak – macak dilakukan berselang selama 5 hari sekali.

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan penyiraman, pengendalian gulma

serta pemberantasan hama dan penyakit.

Pemanenan

Pemanenan dilakukan setelah tanaman berumur 12 minggu atau pada akhir

masa generatif. Pemanenan dilakukan dengan memotong dan memisahkan bagian

(38)

Peubah Amatan A. Tanah

Analisis tanah meliputi :

- pH (H2O) dengan metode Elektrometri setelah inkubasi

- P-tersedia dengan metode Bray II setelah inkubasi

- C- organik dengan metode Walkley and Black setelah inkubasi

- Ferro aktif dengan metode ekstraksi α.α. dipyridyl diukur setelah inkubasi

dan akhir vegetatif

B. Tanaman

- Tinggi tanaman (cm), tinggi tanaman diukur dari leher akar sampai ujung

daun tertinggi, dilakukan pada akhir vegetatif.

- Jumlah anakan maksimum,dihitung pada akhir vegetatif tanaman.

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pH (H2O) Tanah

Dari data pengukuran pH (H2O) tanah (Lampiran 9) dan hasil sidik ragam

pH (H2O) tanah (Lampiran 10) diperoleh bahwa perlakuan bahan organik,

perlakuan pupuk fosfat alam dan kombinasi antara bahan organik dengan pupuk

fosfat alam berpengaruh nyata dalam meningkatkan pH (H2O) tanah. Nilai rataan

pH (H2O) tanah setelah diberikan bahan organik dan pupuk fosfat alam dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan pH (H2O) tanah akibat perlakuan bahan organik dan pupuk fosfat alam

Fosfat Alam (P)

Bahan Organik (B) P0 P1 P2 Rataan

B0 4,50 a 4,98 defg 4,73 abcd 4,74 a B1 4,61 ab 4,95 cdefg 4,81 bcde 4,79 a B2 4,94 cdef 5,31 hi 5,03 efg 5,09 b B3 4,71 abc 5,14 fgh 5,77 j 5,21 bc B4 5,53 i 5,20 gh 5,49 i 5,41 c B5 4,94 cdef 5,82 j 5,11 fgh 5,29 bc Rataan 4,87 a 5,23 b 5,16 b Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test).

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa perlakuan B4 (pupuk kandang sapi

80g/pot) tidak berbeda nyata dengan B3 (pupuk kandang sapi 40 g/pot) dan B5

(campuran kompos jerami dan pupuk kandang sapi (1 : 2) 80 g/pot) tetapi

berbeda nyata dengan B0 (kontrol), B1 (kompos jerami 40 g/pot) dan

B2 (kompos jerami 80 g/pot). Pada perlakuan B4 nilai pH tanah lebih tinggi

(40)

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa perlakuan P1 (0,64 g fosfat alam/pot)

tidak berbeda nyata dengan P2 (1,28 g fosfat alam/pot) tapi berbeda nyata

dengan P0 (kontrol). Pada taraf dosis pupuk P1 menunjukkan rataan pH tertinggi

dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu 5,23.

Kombinasi antara bahan organik dan pupuk fosfat alam juga memberikan

pengaruh yang nyata dalam peningkatan pH. Dimana pH tertinggi terdapat pada

perlakuan B3P2 (pupuk kandang sapi 40 g dan fosfat alam 1,28g /pot) yaitu

5,77 dan pH terendah pada perlakuan B0P0 (tanpa bahan organik dan fosfat

alam) yaitu 4,50.

C-Organik

Dari data pengukuran C-Organik tanah (Lampiran 12) dan hasil sidik

ragam C-Organik tanah (Lampiran 13) diperoleh bahwa perlakuan bahan organik,

posfat alam dan kombinasi bahan organik dengan fosfat alam tidak berpengaruh

nyata terhadap peningkatan C-organik tanah. Nilai rataan C-organik tanah setelah

diberikan bahan organik dan pupuk fosfat alam dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan C-organik tanah dengan perlakuan bahan organik dan pupuk fosfat alam.

Fosfat Alam (P)

Bahan Organik (B) P0 P1 P2 Rataan

---%---

B0 3,47 3,45 2,69 3,20

B1 3,19 3,64 4,43 3,75

B2 3,79 3,89 2,98 3,55

B3 2,90 2,59 4,42 3,30

B4 4,33 4,84 3,80 4,32

B5 4,44 4,19 2,19 3,61

(41)

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa rataan C-organik tertinggi adalah pada

perlakuan B4P1 (pupuk kandang sapi 80 g dan fosfat alam 0,64 g /pot) yaitu

4,84% dan terendah pada perlakuan B5P2 (campuran kompos jerami dan pupuk

kandang sapi (1 : 2) 80 g dan fosfat alam 1,28 g /pot) yaitu 2,19%.

P-Tersedia Tanah

Dari data pengukuran P-tersedia tanah (Bray II) (Lampiran 14) dan hasil

sidik ragam P-tersedia tanah (Lampiran 15) diperoleh bahwa perlakuan bahan

organik, perlakuan pupuk fosfat alam dan kombinasi antara bahan organik dengan

pupuk fosfat alam berpengaruh nyata meningkatkan P-tersedia tanah. Nilai rataan

P-tersedia tanah setelah diberikan bahan organik dan pupuk fosfat alam dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan P-tersedia akibat perlakuan bahan organik dan pupuk fosfat alam.

Fosfat Alam (P)

Bahan Organik (B) P0 P1 P2 Rataan

---ppm---

B0 10,40 a 7,66 a 20,85 ab 12,97 a

B1 17,50 ab 23,15 ab 29,30 ab 23,32 a B2 18,10 ab 14,48 ab 37,02 b 23,20 a B3 65,18 c 80,39 c 77,12 c 74,23 bc B4 17,50 ab 125,97 d 123,45 d 88,97 c B5 36,24 b 75,71 c 74,23 c 62,06 b

Rataan 27,49 a 54,56 b 60,33 b

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test).

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa B4 (pupuk kandang sapi 80g/pot) tidak

berbeda nyata dengan B3 (pupuk kandang sapi 40 g/pot) tapi berbeda nyata

dengan B0 (kontrol), B1(kompos jerami 40 g/pot), B2 (kompos jerami 80 g/pot)

(42)

Dimana pada perlakuan B4 lebih tinggi meningkatkan P-tersedia tanah

dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu 88,97 ppm.

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa perlakuan P2 (1,28 g fosfat alam/pot)

tidak berbeda nyata dengan P1(0,64 g fosfat alam/pot) tapi berbeda nyata dengan

P0 (kontrol). Pada taraf dosis pupuk P2 menunjukkan rataan P-tersedia lebih

tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu 60,33 ppm.

Kombinasi antara bahan organik dan pupuk posfat alam juga memberikan

pengaruh yang nyata dalam peningkatan P-tersedia tanah. Dimana P-tersedia

tertinggi terdapat pada perlakuan B4P1 (pupuk kandang sapi 80 g dan fosfat alam

0,64 g/pot) yaitu 125,97 ppm dan terendah pada perlakuan B0P1(tanpa bahan

organik dan fosfat alam 0,64 g/pot yaitu 7,66 ppm.

Ferro aktif setelah inkubasi dan pada akhir vegetatif

Dari data pengukuran Ferro Aktif (Fe2+) tanah setelah inkubasi dan pada

akhir vegetatif (Lampiran 16 dan 22) dan hasil sidik ragam Ferro Aktif (Fe2+)

tanah setelah inkubasi dan pada akhir vegetatif (Lampiran 14 dan 21) diperoleh

bahwa perlakuan bahan organik dan kombinasi bahan organik dengan pupuk

fosfat alam berpengaruh nyata terhadap peningkatan reduksi Fe2+ tanah setelah

inkubasi namun perlakuan pupuk fosfat alam tidak berpengaruh nyata. Sedangkan

pada akhir vegetatif perlakuan bahan organik,fosfat alam serta kombinasi

perlakuan bahan organik dan fosfat alam berpengaruh nyata terhadap penurunan.

Nilai rataan Ferro Aktif (Fe2+) tanah akibat perlakuan bahan organik dan pupuk

fosfat alam pada pengukuran setelah inkubasi dan akhir vegetatif dapat dilihat

(43)

Tabel 4. Rataan Ferro Aktif (Fe2+) tanah akibat perlakuan bahan organik dan pupuk fosfat alam pada pengukuran setelah inkubasi dan akhir vegetatif

Perlakuan Fe2+ inkubasi Fe2+ akhir vegetatif

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test).

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai rataan Fe2+ setelah inkubasi

cenderung meningkat dimana pada perlakuan bahan organik B5 (campuran

(44)

B0, B1, B2, B3 dan B4. Perlakuan B5 nyata lebih tinggi meningkatkan reduksi

Fe2+ tanah bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya, yaitu mencapai

1.046,48 ppm. Pada perlakuan kombinasi antara bahan organik dan pupuk fosfat

alam juga memberikan pengaruh yang nyata dalam peningkatan reduksi Fe2+

tanah. Dimana peningkatan reduksi Fe2+ tertinggi terdapat pada perlakuan B5P2

(campuran kompos jerami dan pupuk kandang sapi (1 : 2) 80 g dan fosfat alam

0,64 g/pot) yaitu 1.137,12 ppm.

Hasil pengukuran pada akhir vegetatif menunjukkan bahwa Ferro Aktif

(Fe2+) tanah menurun dibandingkan setelah inkubasi. Dari Tabel 4 dapat dilihat

bahwa perlakuan B3 (pupuk kandang sapi 40 g/pot) berbeda nyata dengan B0,

B1, B2, B4 dan B5. Dimana pada perlakuan B3 merupakan kandungan Fe2+

tertinggi yaitu 653,69 ppm, namun sudah menurun dibandingkan pengukuran

setelah inkubasi dan perlakuan B0 (tanpa bahan organik) merupakan kandungan

Fe2+ terendah yaitu 521,67 ppm.

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa perlakuan pupuk fosfat alam pada taraf

P1 (0,64 g fosfat alam/pot) berbeda nyata dengan perlakuan P0 (tanpa fosfat

alam) dan P2 (1,28 g fosfat alam/pot). Pada taraf P1 menunjukkan penurunan

Fe2+ yaitu 550,65 ppm. Pada perlakuan kombinasi antara bahan organik dan

pupuk fosfat alam Fe2+ tertinggi adalah pada perlakuan B3P0 (pupuk kandang

sapi 40 g/pot dan tanpa fosfat alam) dimana kandungan Fe2+ masih mencapai

753, 17 ppm dan terendah pada perlakuan B0P1 (tanpa bahan organik dan fosfat

(45)

Tinggi tanaman

Dari data pengukuran tinggi tanaman pada akhir vegetatif (Lampiran 17)

dan hasil sidik ragam tinggi tanaman (Lampiran 18) diperoleh bahwa perlakuan

bahan organik berpengaruh nyata dalam peningkatan tinggi tanaman, begitu juga

dengan kombinasi perlakuan bahan organik dan pupuk fosfat alam, namun

perlakuan pupuk fosfat alam tidak berpengaruh nyata. Nilai rataan tinggi tanaman

pada akhir vegetatif dengan pemberian bahan organik dan pupuk fosfat alam dapat

dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan tinggi tanaman pada akhir vegetatif akibat perlakuan bahan organik dan pupuk fosfat alam.

Fosfat Alam (P)

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test).

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa antara perlakuan bahan organik B4, B2,

B3 dan B5 masing – masing tinggi tanaman tidak berbeda nyata, namun jika

dibandingkan dengan perlakuan B1 dan B0 tinggi tanaman berbeda nyata. Dimana

pada perlakuan B4 (pupuk kandang sapi 80 g/pot) merupakan yang tertinggi

yaitu104,44 cm.

Kombinasi antara bahan organik dan pupuk fosfat alam juga memberikan

(46)

Dimana perlakuan kombinasi B4P1 (pupuk kandang sapi 80 g dan fosfat alam

0,64 g /pot) merupakan yang tertinggi yaitu 106,27 cm dan terendah pada

perlakuan B0P0 (tanpa bahan organik dan fosfat alam) yaitu 89,17 cm.

Jumlah anakan maksimum

Dari data pengukuran jumlah anakan maksimum pada akhir vegetatif

(Lampiran 19) dan hasil sidik ragam jumlah anakan (Lampiran 20) diperoleh

bahwa perlakuan bahan organik berpengaruh nyata dalam peningkatan jumlah

anakan, begitu juga dengan kombinasi perlakuan bahan organik dan pupuk fosfat

alam, namun perlakuan pupuk fosfat alam tidak berpengaruh nyata. Nilai rataan

jumlah anakan maksimum pada akhir vegetatif dengan pemberian bahan organik

dan pupuk fosfat alam dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan jumlah anakan maksimum pada akhir vegetatif akibat perlakuan bahan organik dan pupuk fosfat alam.

Fosfat Alam (P)

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test).

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa perlakuan B5 (campuran kompos jerami

dan pupuk kandang sapi (1 : 2) 80 g/pot) berbeda nyata dengan B0, B1,B2 dan B4

tapi tidak berbeda nyata dengan B3. Dimana pada perlakuan B5memiliki rataan

(47)

Kombinasi antara bahan organik dan pupuk fosfat alam juga memberikan

pengaruh yang nyata dalam meningkatkan jumlah anakan. Dimana perlakuan

kombinasi B5P0 (campuran kompos jerami pupuk kandang sapi (1 : 2) 80 g/pot

dan tanpa fosfat alam) merupakan yang tertinggi yaitu 36,67 anakan dan

terendah pada perlakuan B0P2 (tanpa bahan organik dan 1,28 g fosfat alam/pot)

yaitu 15,00 anakan.

Bobot gabah

Dari data pengukuran bobot gabah (Lampiran 23) dan hasil sidik ragam

bobot gabah (Lampiran 24) diperoleh bahwa perlakuan bahan organik, fosfat alam

serta kombinasi perlakuan bahan organik dan fosfat alam berpengaruh nyata

terhadap peningkatan bobot gabah padi. Nilai rataan bobot gabah dengan

pemberian bahan organik dan pupuk fosfat alam dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan bobot gabah padi akibat perlakuan bahan organik dan pupuk fosfat alam.

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji beda rataan DMRT (Duncan Multiple Range Test).

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa perlakuan bahan organik B4

(pupuk kandang sapi 80 g/pot) berbeda nyata dengan B0, B1 dan B2 namun

tidak berbeda nyata dengan B3 dan B5. Dimana perlakuan B4 merupakan bobot

(48)

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa perlakuan fosfat alam P1 (0,64 g fosfat

alam/pot) berbeda nyata dengan perlakuan P0 dan P2. Pada taraf P1

menunjukkan rataan bobot gabah lebih tinggi bila dibandingkan dengan

perlakuan lainnya yaitu 55,84 g.

Kombinasi antara bahan organik dan pupuk fosfat alam juga memberikan

pengaruh yang nyata dalam meningkatkan bobot gabah padi. Dimana bobot

gabah padi tertinggi terdapat pada perlakuan B4P1 (pupuk kandang sapi 80 g

dan fosfat alam 0,64 g /pot) yaitu 70,49 g dan terendah pada perlakuan B0P0

(tanpa bahan organik dan fosfat alam) yaitu 18,34 g.

Pembahasan

Pemberian bahan organik dan pupuk fosfat alam serta kombinasi antara

keduanya berpengaruh nyata terhadap peningkatan pH tanah. Peningkatan pH

tertinggi terjadi pada perlakuan kombinasi B5P1 (Campuran kompos jerami dan

pupuk kandang sapi (1: 2) 80g dan fosfat alam 0,64 g/pot) yaitu 5,82. Pemberian

bahan organik berupa kompos jerami dan pupuk kandang sapi mampu

meningkatkan pH tanah diduga karena adanya efek reduksi Fe. Ponnamperuma

(1985) dalam Anwar, dkk (2006) menyebutkan kenaikan pH tanah sulfat masam

yang digenangi disebabkan oleh adanya reduksi Fe yang memerlukan H+. Hal ini

karena Fe terdapat sangat banyak pada tanah tersebut, dan semakin banyak bahan

organik semakin cepat proses reduksi Fe. Subiksa dan Diah (1992) menambahkan

bahwa pemberian posfat alam yang berasal dari batuan fosfat yang mengandung

(49)

kenaikan pH. Dimana fosfat alam bersifat slow release, sehingga sangat cocok

untuk tanah sulfat masam.

Perlakuan bahan organik dan fosfat alam serta kombinasi antara keduanya

tidak berpengaruh nyata dalam peningkatan C-organik tanah hal ini diduga karena

bahan organik belum berdekomposisi sempurna setelah inkubasi 2 minggu, hal ini

sejalan dengan Kaderi (2004) yang menyebutkan proses dekomposisi bahan

organik berjalan lambat. Namun, nilai C-organik tanah cenderung meningkat

akibat perlakuan yang diberikan. Berdasarkan kriteria Balai Penelitian Tanah

(2005) C-organik tanah setelah diberikan bahan organik dan fosfat alam termasuk

kedalam kriteria sedang sampai tinggi. Dimana C-organik tanah tertinggi adalah

pada perlakuan B4P1 yaitu 4,84% dan terendah pada perlakuan B5P2 yaitu

2,19%. Peningkatan C-organik tanah ini diakibatkan karena adanya pemberian

bahan organik berupa kompos jerami dan pupuk kandang sapi. Dimana bahan

organik yang diberikan ke dalam tanah setelah mengalami dekomposisi dapat

meningkatkan kandungan karbon tanah. Karbon merupakan komponen paling

besar dalam bahan organik sehingga pemberian bahan organik dapat

meningkatkan kandungan karbon dalam tanah. Hasil penelitian Anwar, dkk (2006)

menyebutkan bahwa dengan pemberian bahan organik pada lahan sulfat masam

mampu memperbaiki kualitas tanah berupa peningkatan pH dan bahan organik

tanah, pemberian kompos jerami dengan takaran ≥2,7 ton/ ha meningkatkan bahan

organik tanah sebesar 1,65-2,37% pada minggu ke-2.

Pemberian bahan organik dan pupuk fosfat alam serta kombinasi antara

keduanya berpengaruh nyata terhadap meningkatkan P-tersedia tanah. P-tersedia

(50)

80 g dan fosfat alam 0,64 g/pot) yaitu 125,97 ppm. Hal ini disebabkan pemberian

pupuk fosfat alam Mesir RP (29% P2O5). Menurut pendapat Subiksa dan Diah

(1992) pupuk fosfat alam bersifat slow release (bertahap dalam melepas P)

sehingga lebih efektif pada tanah sulfat masam dibanding pupuk P dalam bentuk

TSP atau SP-36 yang mempunyai kelarutan tinggi dalam air sehingga segera

dijerap menjadi Fe-P atau Al-P sehingga P menjadi tidak tersedia. Hasil penelitian

Susialita (1999) menyebutkan bahwa serapan P tanaman pada perlakuan fosfat

alam cenderung lebih baik dibandingkan serapan P pada tanaman dengan

perlakuan kontrol dan SP-36. Dengan pemberian fosfat alam kadar P-tersedia

tanah akan meningkat, dan mobilitas fosfor akan naik sedangkan Al dapat

dipertukarkan turun (Hasibuan, 1997). Selain akibat pemberian fosfat alam,

pemberian bahan organik berupa kompos jerami dan pupuk kandang sapi juga

meningkatkan P-tersedia tanah. Pupuk kandang sapi dan kompos jerami sebagai

bahan organik dapat mengkhelat unsur logam seperti Al dan Fe sehingga P

menjadi tersedia, selain itu pupuk kandang sapi juga mengandung unsur hara P,

Buckman dan Brady (1982) menjelaskan pupuk kandang sapi padat dengan kadar

air 85% mengandung 0,20% P2O5. Begitu juga kompos jerami, berdasarkan Dinas

Pertanian (2008) jerami mengandung 0,05% P.

Perlakuan bahan organik berpengaruh nyata terhadap peningkatan reduksi

Fe2+ tanah yang diukur setelah inkubasi selama 2 minggu, begitu juga dengan

kombinasi bahan organik dan pupuk fosfat alam, namun perlakuan pupuk fosfat

alam tidak berpengaruh nyata dalam peningkatan reduksi Fe2+ tanah. Semakin

tinggi taraf dosis bahan organik yang diberikan peningkatan reduksi Fe2+ tanah

(51)

meningkatkan reduksi Fe2+ tanah bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya,

yaitu mencapai 1.046,48 ppm, sedangkan dalam perlakuan kombinasi peningkatan

reduksi Fe2+ tertinggi terdapat pada perlakuan B5P2 yaitu 1.137,12 ppm. Pada

proses penggenangan lahan kering, reaksi reduksi besi dianggap yang paling

penting di dalam tanah tergenang karena dapat meningkatkan reduksi Fe3+

menjadi Fe2+. Dari hasil penelitian Anwar, dkk (2006) menunjukkan bahwa

peningkatan kelarutan Fe2+ disebabkan oleh meningkatnya kandungan bahan

organik tanah dan memicu proses reduksi Fe. Adanya peran bahan organik dalam

meningkatkan reduksi Fe tersebut mendukung hasil penelitian yang diungkapkan

oleh Ponnamperuma (1985) yang menyimpulkan bahwa semakin banyak bahan

organik semakin cepat proses reduksi Fe. Bahan organik sebagai sumber elektron

dan energi bagi mikroba pereduksi, memicu terjadinya proses reduksi Fe. Berikut

merupakan reaksi reduksi Fe pada tanah tergenang, yaitu :

Fe(OH) 3 + 3H

+

+ e- Fe 2+ + 3H 2 O.

Berbeda halnya dengan pengukuran Fe2+ tanah yang dilakukan pada akhir

vegetatif. Dimana perlakuan bahan organik, perlakuan fosfat alam serta

kombinasi perlakuan bahan organik dan fosfat alam berpengaruh nyata terhadap

penurunan Fe2+ tanah. Penurunan Fe2+ tertinggi adalah pada perlakuan

kombinasi B0P1 yaitu 490,84 ppm dan penurunan reduksi terendah pada B3P0

dimana kandungan Fe2+ masih mencapai 753, 17 ppm. Penurunan Fe2+ padaakhir

vegetatif diduga karena adanya pengaruh tanaman padi yang mempunyai

kemampuan mempengaruhi kondisi redoks di daerah sekitar perakarannya.

Menurut Yoshida (1978) umur tanaman padi mempengaruhi kemampuan

(52)

pertambahan umur tanaman. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

Fahmi, dkk (2009) yang menyebutkan Fe2+ dalam tanah sulfat masam yang

diberikan bahan organik berupa kompos jerami mengalami peningkatan mulai

dari pengamatan 2 MST sedangkan pada pengamatan 8 MST mengalami

penurunan.

Pemberian bahan organik berpengaruh nyata dalam peningkatan tinggi

tanaman, begitu juga dengan kombinasi perlakuan bahan organik dan pupuk

fosfat alam, namun perlakuan pupuk fosfat alam tidak berpengaruh nyata. Tinggi

tanaman tertinggi pada perlakuan B4 (pupuk kandang sapi 20 ton/ha) yaitu

104,44 cm sedangkan pada perlakuan kombinasi B4P1 merupakan yang tertinggi

yaitu 106,27 cm dan terendah pada perlakuan B0P0 yaitu 89,17 cm. Pemberian

bahan organik berupa pupuk kandang sapi dan kompos jerami nyata dalam

meningkatkan tinggi tanaman. Hal ini disebabkan kandungan hara yang terdapat

pada bahan organik tersebut. Bahan organik juga mampu mengkhelat unsur

beracun serta memperbaiki sifat kimia tanah sehingga hara yang dibutuhkan

tanaman menjadi lebih tersedia dan pertumbuhan tanaman akan menjadi lebih

optimal. Hal ini sejalan dengan literatur Togatorop dan Setiadi (1992) yang

menyebutkan penggunaan bahan organik secara tunggal maupun

dikombinasikan dengan pupuk buatan pada tanah masam sangat berperan dalam

meningkatkan produktivitas tanaman melalui perbaikan sifat tanah dan

penyediaan unsur hara.

Perlakuan bahan organik berpengaruh nyata dalam peningkatan jumlah

anakan, begitu juga dengan kombinasi perlakuan bahan organik dan pupuk fosfat

Gambar

Tabel 1. Rataan pH (H2O) tanah akibat perlakuan bahan organik dan pupuk fosfat  alam
Tabel 2. Rataan C-organik tanah dengan perlakuan bahan organik dan pupuk  fosfat alam
Tabel 3. Rataan P-tersedia akibat perlakuan bahan organik dan pupuk fosfat alam.
Tabel 4. Rataan Ferro Aktif (Fe2+
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian yang menunjukkan ada pengaruh senam nifas dengan penurunan tinggi fundus uteri maka diharapka pada institusi dan petugas kesehatan

Pelaksanaan PATEN di Kecamatan Bergas memang telah memenuhi syarat subtantif dengan telah didukung oleh Peraturan Bupati Semarang Nomor 117 Tahun 2012 tentang

P2 didapat dari hasil bantuan dengan fasilitas solver pada.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan konsumen handphone merek nokia di Surabaya.. Teknik pengambilan sampel yang

Walau mengaku pernah mendengar dari orang- orang di sekitarnya namun ketika ditanya tidak dapat menjelaskan apa yang dimaksud Subyek juga tidak paham mengenai ASI

dilakukan penelitian tentang ekstraksi senyawa alkaloid dalam daun tapak dara dengan pelarut yang lebih baik dan uji reaksi pengendapan dengan. reagen

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah: Penerapan akuntansi untuk pembiayaan daerah pada pemerintah daerah kabupaten Minahasa Tenggara telah sesuai berdasarkan PP

Teknis analisa data ini dilakukan untuk menarik kesimpulan tentang data yang diperlukan. Dalam penelitian ini akan digunakan teknik analisis data kualitatif dengan