• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah kasus peternak sapi perah rakyat di Kabupaten Pasuruan Jawa timur dan Kabupaten Bandung Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah kasus peternak sapi perah rakyat di Kabupaten Pasuruan Jawa timur dan Kabupaten Bandung Jawa Barat"

Copied!
285
0
0

Teks penuh

(1)

PASURUAN JAWA TIMUR DAN KABUPATEN BANDUNG

JAWA BARAT

Krismiwati Muatip

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul:

KOMPETENSI KEWIRAUSAHAAN PETERNAK SAPI PERAH:

KASUS PETERNAK SAPI PERAH RAKYAT DI KABUPATEN

PASURUAN JAWA TIMUR DAN KABUPATEN BANDUNG

JAWA BARAT

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dengan arahan dari pembimbing dan

belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.

Data yang diambil sebagian langsung dari data lapangan dan sebagian dari data

sekunder dengan sumber-sumber yang jelas dicantumkan dalam daftar pustaka.

Naskah disertasi menjadi tanggung jawab penulis dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2008

Yang Membuat Pernyataan

(3)

Krismiwati Muatip, 2008: Entrepreneurship Competence of the Dairy Farmers:

Case Studies of Dairy Farmers at Pasuruan District - East Java and Bandung

District-West Java. (Under a Team of Advisors Basita Ginting Sugihen as

chairman; Djoko Susanto, and Pang S. Asngari as members).

The objectives of the study are as follows: (1) to analyze the entrepreneurship

competence as well as their productivity level of the dairy farmers; (2) to find out

factors that influence the productivity and the entrepreneurship competence level, as

well (3) to formulize model of extension services for the dairy farmers to improve

their entrepreneurship competence as well as their productivity level. The

respondents were 250 dairy farmers selected randomly; and the data collected through

questionnaires and observation. The number of sample was determined based on

Slovin’s formula, consist of 125 dairy farmers froms a population at 4.730 dairy

farmers at Pasuruan and 125 dairy farmers from a population at 4.701 dairy farmers at

Bandung. Statistical analyses used were correlation, regression, and path analysis.

The major findings of the study are that entrepreneurship competence level of

the dairy farmers at Pasuruan and Bandung District are at the medium category and

the productivity as well. Factors that influenced the entrepreneurship competence of

farmers at Pasuruan District are their ability to access informations and the

motivation, support from institution extension, whereas at Bandung District are their

ability to access informations, and their motivation supported by institustional

extension and the government policy. However, dairy farmer’s productivity ar

Pasuruan, East Java by their ability to access informations, and their motivation,

lacking of facilities, information, institution dairy farmers and institution extension,

whereas in Bandung, West Java were influenced by their ability to access

informations, and their motivation, lacking of facilities, information, and institution

extension. Finally, the study has revealed that entrepreneurship competence has

significantly influence the productivity level of the dairy farmers. Dairy farmers

productivity can be improved by enhancing motivation by mean of give them access

to information source, supported by facilities, information, institution dairy farmers,

institution extension, and the government policy.

(4)

KRISMIWATI MUATIP. 2008. Kompetensi Kewirausahaan Peternak Sapi

Perah: Kasus Peternak Sapi Perah Rakyat di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur

dan Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Komisi Pembimbing: Basita Ginting

Sugihen (Ketua), Djoko Susanto dan Pang S.Asngari (Anggota).

Membangun sumberdaya manusia yang produktif perlu asupan pangan

bergi-zi. Susu merupakan salah satu produk peternakan sebagai sumber protein hewani.

Saat ini, produksi susu dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan masyarakat

Indonesia dan hal ini merupakan peluang dan tantangan bagi usaha peternakan sapi

perah rakyat yang ada di Indonesia untuk meningkatkan produktivitasnya. Peluang

dan tantangan usaha peternakan sapi perah rakyat ini berhasil dimanfaatkan apabila

usaha peternakan sapi perah dikelola secara profesional dengan wadah industri

peternakan. Usaha peternakan tidak lagi diusahakan secara sambilan tetapi harus

di-tangani secara sungguh-sungguh oleh peternak sapi perah yang memiliki kompetensi

kewirausahaan.

Penelitian ini ingin menjawab pertanyaan tentang faktor-faktor apa yang

ber-hubungan dengan perilaku peternak berkaitan dengan perilaku kewirausahaan

peternak sapi perah seperti: (1) kompetensi kewirausahaan apa yang perlu dan telah

dimiliki oleh peternak sapi perah?; (2) bagaimana tingkat produktivitas peternak sapi

perah dalam menjalankan usaha peternakannya?; (3) apakah sarana, prasarana, dan

informasi produksi yang dibutuhkan oleh peternak sapi perah dalam menjalankan

dan mengembangkan usaha, telah tersedia secara tepat dan mudah diakses oleh

peternak?; (4) bagaimana tingkat dukungan kelembagaan sosial, kelembagaan

peternak, kelembagaan penyuluhan, dan kebijakan pemerintah terhadap

tumbuh-kembangnya kompetensi kewirausahaan dan produktivitas peternak sapi perah?;

(5) faktor-faktor apakah yang berperan dalam meningkatkan produktivitas peternak

sapi perah?; dan (6) bagaimana strategi penyuluhan yang tepat dan efektif dalam

menumbuhkembangkan kompetensi kewirausahaan peternak dalam upaya

mening-katkan produktivitas peternak sapi perah yang berbasis penyuluhan pembangunan?

Penelitian bertujuan untuk: (1) mengkaji kompetensi kewirausahaan dan

tingkat produktivitas peternak sapi perah dalam menjalankan usahanya, (2)

mengana-lisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kompetensi kewirausahaan dan

produk-tivitas peternak sapi perah, (3) merumuskan model pengembangan kompetensi

kewi-rausahaan peternak sapi perah, dan (4) merumuskan strategi yang tepat untuk

mengatasi kesenjangan kompetensi kewirausahaan peternak sebagai upaya

peningkatan produktivitas peternak sapi perah berbasis penyuluhan pembangunan.

(5)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) karakteristik peternak sapi perah di

Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Bandung dicirikan dengan pendidikan rendah,

jumlah keluarga antara 2-4 orang, jumlah ternak yang dipelihara antara 1–10 satuan

ternak, rata-rata lama beternak 13–14 tahun, kemampuan mengakses informasi dan

motivasi peternak dalam keadaan sedang; (2) rata-rata tingkat kompetensi

kewi-rausahaan di Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Bandung pada tingkat sedang,

produktivitas peternak di Kabupaten Pasuruan pada tingkat sedang dan Kabupaten

Bandung pada tingkat tinggi; (3) faktor karakteristik peternak di Kabupaten Pasuruan

yang berpengaruh nyata terhadap kompetensi kewirausahaan peternak adalah

ke-mampuan peternak mengakses informasi, sedangkan di Kabupaten Bandung adalah

kemampuan peternak mengakses informasi dan motivasi peternak dalam

mengem-bangkan usaha sapi perah; (4) lingkungan usaha peternak yang berpengaruh nyata

terhadap kompetensi kewirausahaan peternak di Kabupaten Pasuruan adalah

kelem-bagaan penyuluhan, sedangkan di Kabupaten Bandung adalah kelemkelem-bagaan

penyu-luhan dan kebijakan pemerintah; (5) karakteristik peternak di Kabupaten Pasuruan

dan Kabupaten Bandung yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas peternak

adalah kemampuan peternak mengakses informasi dan motivasi peternak dalam

mengembangkan usaha sapi perah; (6) lingkungan usaha yang berpengaruh nyata

terhadap produktivitas peternak di Kabupaten Pasuruan adalah ketersediaan sarana,

prasarana, informasi; kelembagaan peternak; dan kelembagaan penyuluhan,

sedang-kan di Kabupaten Bandung adalah ketersediaan sarana, prasarana, informasi dan

ke-lembagaan penyuluhan. Kompetensi kewirausahaan peternak di Kabupaten Pasuruan

dan Kabupaten Bandung berpengaruh sangat nyata terhadap produktivitas peternak.

Menumbuhkan kompetensi kewirausahaan peternak di Kabupaten Pasuruan

dengan cara memberi akses kepada peternak untuk berinteraksi dengan

sumber-sumber informasi, difasilitasi oleh penyuluh dan dukungan kelembagaan peternak

yang dinamis. Menumbuhkan kompetensi kewirausahaan peternak di Kabupaten

Bandung melalui peningkatan motivasi peternak dan memberi kesempatan peternak

untuk mengakses informasi kepada sumber-sumber informasi yang didukung oleh

sarana, prasarana, informasi sesuai kebutuhan peternak, kelembagaan peternak,

kelembagaan penyuluhan, dan kebijakan pemerintah yang mendukung usaha

peternakan sapi perah.

(6)

Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

(1)

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumber:

(a)

Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu

masalah.

(b)

Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

PASURUAN JAWA TIMUR DAN KABUPATEN BANDUNG

JAWA BARAT

Krismiwati Muatip

Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Kabupaten Bandung, Jawa Barat

Nama

: Krismiwati Muatip

NRP

: P 061040011

Program Studi

: Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Basita Ginting Sugihen,MA.

Ketua

Prof (Ris) Dr.Ign. Djoko Susanto,SKM.

Prof. Dr. Pang S.Asngari.

Anggota

Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Siti Amanah, MSc.

Prof.Dr.Ir.Khairil A. Notodiputro, MS.

(9)

Penguji Luar Komisi

Penguji Ujian Tertutup: Dr. Amiruddin Saleh, MS.

(10)

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, Tuhan seru sekalian

alam, karena hanya dengan ijin-Nya penelitian dan penulisan disertasi ini telah

terselesaikan dengan baik.

Penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada yang terhormat:

(1) Dr.Ir. Basita Ginting Sugihen,MA, (2) Prof (Ris). Dr.Ign. Djoko Susanto,SKM

dan (3) Prof. Dr. Pang S.Asngari, yang telah dengan sabar dan teliti telah

mem-bimbing dan mengarahkan penulis.

Kepada Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua Program Mayor Ilmu

Penyu-luhan Pembangunan IPB, seluruh dosen di Program Studi Ilmu PenyuPenyu-luhan

Pembangunan IPB, dan rekan-rekan seperjuangan di Program Studi Ilmu Penyuluhan

Pembangunan IPB, Rektor Unsoed Purwokerto, Dekan FAPET Unsoed Purwokerto,

Pemda Kabupaten Bandung, Pemda Kabupaten Pasuruan serta segenap pihak yang

telah membantu terselenggaranya penelitian ini, dengan tulus, penulis menyampaikan

terima kasih.

Kepada Bapak H. Muatip Abdul Rozak dan Ibu Hj. Taenah, suami tercinta

Hari Prasetyo, dan ananda Yuwono Dimas Prasmiwardana, seluruh keluarga dan

sahabat, penulis menghaturkan terima kasih atas dukungan, dorongan dan doanya.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada saudara-saudara peternak sapi perah di

Kabupaten Pasuruan dan Kabupaten Bandung yang telah sudi menjadi sampel, tanpa

bantuan dan penerimaan serta kerja sama yang baik, penelitian ini tidak pernah ada.

Tulisan ini merupakan hasil penelitian dalam rangka menyelesaikan Studi

Program Doktor Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor. Penulis menyadari, hal-hal yang dilakukan melalui penelitian ini

barulah langkah awal dari perjuangan mewujudkan peternak sapi perah yang

memiliki kompetensi kewirausahaan sehingga mampu mencapai produktivitas kerja

yang optimal. Harapan penulis, semoga Allah SWT memberi kemudahan untuk

mencapainya. Saran dan masukan sangat diharapkan guna perbaikan, dan untuk

semua saran yang diberikan, penulis sampaikan terima kasih.

Bogor, Agustus 2008

(11)

Penulis adalah putri pertama dari enam bersaudara keluarga bapak H. Muatip

Abdul Rozak dan ibu Hj. Taenah, lahir di Pemalang 19 Februari 1964.

Penulis menempuh dan menyelesaikan S1 pada Fakultas Peternakan Jurusan

Produksi Ternak pada Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, lulus tahun 1988.

S2 diselesaikan pada tahun 1997 di Program Studi Komunikasi Pembangunan

Pertanian dan Pedesaan pada Institut Pertanian Bogor, diterima sebagai mahasiswa

Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan di Sekolah Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor pada September 2004.

Saat ini penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Peternakan,

Universitas Jenderal Soedirman.

Penelitian yang pernah penulis lakukan adalah:

(1)

Studi Tanggapan Peternak Terhadap Program Inseminasi Buatan (IB) di

Kabupaten Banyumas (tahun 2002).

(2)

Peneliti Evaluasi Usaha Sapi Perah Dalam Aspek Finansial Pada Peternak Sapi

Perah Peserta Proyek di Kabupaten Banyumas (tahun 2003).

(3)

Identifikasi dan Pengembangan Ternak Unggulan di Kabupaten Pemalang (tahun

2003).

(4)

Hubungan Motivasi Berprestasi dan Komunikasi Antarpribadi Dengan Efektivitas

Kepemimpinan Ketua Kelompok Peternak Sapi Perah di Kabupaten Banyumas

(tahun 2004).

(5)

Persepsi Masyarakat Kota Purwokerto Tentang Daging Asal Ternak Akibat

Pemberitaan Media Massa Tentang Penyakit Zoonosis (tahun 20040).

(12)

Halaman

DAFTAR TABEL ………..

xiii

DAFTAR GAMBAR ………..

xv

DAFTAR LAMPIRAN ...

xvii

PENDAHULUAN ………..

1

Latar Belakang ………...

1

Masalah Penelitian………...

5

Tujuan Penelitian ………...

6

Kegunaan Penelitian ………...

7

Definisi Istilah ………...

8

TINJAUAN PUSTAKA ………...

11

Usaha Sapi Perah di Indonesia ……….

11

Karakteristik Peternak ………...

13

Pendidikan ………...

14

Jumlah Ternak yang Dipelihara ………....

16

Tipe Usaha ………...

18

Kemampuan Mengakses Informasi ………....

19

Motivasi ………...

21

Kompetensi Kewirausahaan ………...

22

Kompetensi ………...

22

Kewirausahaan ………...

25

Kompetensi Kewirausahaan yang Perlu Dimiliki Peternak Sapi

Perah ………...

29

Kompetensi Teknis ………

32

Kompetensi Manajerial ……….

Lingkungan Usaha ………..

34

39

Sarana, Prasarana, dan Informasi ...………

Sarana dan Prasarana ...

39

40

Informasi Usaha Peternakan Sapi Perah ...

41

Kelembagaan Peternak ………

44

Kelembagaan Sosial ……..………

49

Kelembagaan Penyuluhan .………

55

Kebijakan Pemerintah ………...

61

(13)

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ...……….………..

72

Kerangka Berpikir ...

Dukungan Eksternal dalam Peningkatan Produktivitas Peternak

Sapi Perah ...

Paradigma Pola Perilaku Peternak Sapi Perah yang Memiliki

Kompetensi Kewirausahaan ...

Hipotesis Penelitian ...

72

78

79

82

METODE PENELITIAN ...

84

Lokasi, Populasi dan Sampel ...

Lokasi …………...………...

Populasi dan Sampel ………...

84

84

84

Desain Penelitian ………...

Data dan Instrumentasi ...

86

87

Data ...

Instrumentasi ...

87

88

Validitas Instrumen ...

Reliabilitas Instrumen ...

88

90

Definisi Operasional dan Pengukuran Peubah ...

Teknik Pengumpulan Data ...

Analisis Data ...

Prosedur Pengujian Hipotesis ...

91

107

107

109

HASIL DAN PEMBAHASAN ...

111

Deskripsi Lokasi Penelitian ...

Sejarah Peternakan Sapi Perah di Lokasi Penelitian...

Peternakan Sapi Perah di Kecamatan Nongkojajar ...

Peternakan Sapi Perah di Kecamatan Pangalengan ……...

Karakteristik Peternak Sapi Perah ...

111

112

112

114

115

Pendidikan ...

Jumlah Tanggungan Keluarga ...

Jumlah Ternak Sapi Perah yang Dipelihara ...

Lama Beternak ...

Pemilikan Media ...

Lama Terdedah Media Massa ...

Fungsi Media Massa ...

Kemampuan Mengakses Informasi ...

Motivasi Peternak Mengembangkan Usaha Peternakan Sapi Perah

116

117

118

119

120

121

121

122

124

Kondisi Lingkungan Usaha Peternakan Sapi Perah di Lokasi Penelitian

126

Informasi, Sarana, dan Prasarana ...

Kelembagaan Peternak ...

(14)

Kelembagaan Sosial

132

Kelembagaan Penyuluhan

133

Kebijakan Pemerintah dalam Persusuan Nasional ...

Kebijakan Pemerintah dalam Mencukupi Kebutuhan Susu ...

134

137

Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Pengembangan Sapi Perah

141

Kompetensi Kewirausahaan ...

141

Kompetensi Teknis ... ...

Kompetensi Peternak tentang Bibit Sapi Perah ………...

Kompetensi Peternak tentang Perkandangan ...

Kompetensi Peternak tentang Pakan ...

143

143

145

146

Kompetensi Peternak tentang Pemeliharaan Sapi ...

Kompetensi Peternak tentang Penyakit Sapi Perah ...

Kompetensi Peternak tentang Pemerahan ...

Kompetensi Peternak tentang Reproduksi ...

Kompetensi Peternak tentang Produktivitas ...

Kompetensi Peternak tentang

Recording

(Pencatatan

Produksi Ternak) ...

150

151

152

155

156

157

Kompetensi Manajerial Peternak Sapi Perah ...

Kompetensi Peternak dalam Perencanaan Usaha ...

Kompetensi Peternak dalam Koordinasi Usaha ...

Kompetensi Peternak dalam Pengawasan ...

Kompetensi Peternak dalam Evaluasi ...

157

157

158

159

160

Kompetensi Peternak dalam Komunikasi ...

Kompetensi Peternak dalam Bermitra Usaha ...

Kompetensi Peternak dalam Mengatasi Kendala Usaha ... Kompetensi Peternak dalam Memanfaatkan Peluang Usaha ....

161

162

163

164

Produktivitas Peternak Sapi Perah ...

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Kewirausahaan

Peternak Sapi Perah ...

Pengaruh Karakteristik terhadap Kompetensi Kewirausahaan

Peternak Sapi Perah ...

Pengaruh Lingkungan Usaha terhadap Kompetensi

Kewirausahaan Peternak Sapi Perah ...

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Peternak

Sapi Perah ...

Pengaruh Karakteristik terhadap Produktivitas Peternak

Sapi Perah ...

Pengaruh Lingkungan Usaha terhadap Produktivitas Peternak

Sapi Perah ...

Pengaruh Kompetensi Kewirausahaan terhadap Produktivitas

Peternak Sapi Perah ...

(15)

Kewirausahaan terhadap Produktivitas Peternak Sapi Perah ...

Menumbuhkan Kompetensi Kewirausahaan dan Produktivitas

Peternak Sapi Perah ...

Kasus di Kabupaten Pasuruan ...

Kasus di Kabupaten Bandung ...

Strategi Meningkatkan Kompetensi Kewirausahaan dan

Produktivitas Peternak Sapi Perah ...

Kasus di Kabupaten Pasuruan ...

Kasus di Kabupaten Bandung ...

244

246

246

247

248

249

257

KESIMPULAN DAN SARAN ...

263

Kesimpulan ...

263

Saran ...

264

DAFTAR PUSTAKA ...

266

LAMPIRAN ...

276

(16)

Halaman

1. Ciri dan Watak E

ntrepreneur

……….…..……….

28

2. Paradigma Arah Pergeseran Peternak yang Memiliki

Kompetensi Kewirausahaan ………...………..……….

80

3. Sebaran Sampel Penelitian di Kabupaten Pasuruan ...

85

4. Sebaran Sampel Penelitian di Kabupaten Bandung ...

86

5. Hasil Validitas Instrumentasi Penelitian ...

90

6. Koefisien Alpha Cronbach ...

91

7. Peubah, Indikator, dan Parameter Karakteristik Peternak Sapi perah

94

8. Sub Peubah, Indikator, dan Parameter Kompetensi Kewirausahaan 96

9. Sub

Peubah, Indikator, dan Parameter Produktivitas Peternak Sapi Perah

99

10. Sub Peubah, Indikator, dan Parameter Lingkungan Usaha Peternak

105

11. Karakteristik Subjek Penelitian ...

115

12. Tingkat Dukungan Lingkungan Usaha Peternakan Sapi Perah ...

126

13. Tingkat Kompetensi Kewirausahaan Peternak Sapi Perah ...

142

14. Tingkat Produktivitas Peternak Sapi Perah ...

167

15. Tingkat Produktivitas dalam Komponen-komponennya ...

168

16. Koefisien Korelasi Faktor Karakteristik yang Berhubungan dengan

Kompetensi Peternakan Sapi Perah ... 173

(17)

18.

Koefisien Regresi Berganda Faktor Karakteristik yang Berpengaruh

terhadap Kompetensi Kewirausahaan Peternak Sapi Perah

di Kabupaten Bandung ...

183

19. Koefisien Korelasi Faktor Lingkungan Usaha yang Berhubungan

dengan Kompetensi Kewirausahaan Peternakan Sapi Perah ... 187

20. Koefisien Regresi Berganda Faktor Lingkungan Usaha yang

Berpengaruh terhadap Kompetensi Kewirausahaan Peternak

Sapi Perah di Kabupaten Pasuruan ... 195

21. Koefisien Regresi Berganda Faktor Lingkungan Usaha yang

Berpengaruh terhadap Kompetensi Kewirausahaan Peternak

Sapi Perah di Kabupaten Bandung ...

203

22. Koefisien Korelasi Faktor Karakteristik yang Berhubungan

dengan Produktivitas Peternakan Sapi Perah ... 212

23. Koefisien Regresi Berganda Faktor Karakteristik yang Berpengaruh

terhadap Produktivitas Peternak Sapi Perah di Kabupaten Pasuruan 218

24. Koefisien Regresi Berganda Faktor Karakteristik yang Berpengaruh

terhadap Produktivitas Peternak Sapi Perah di Kabupaten Bandung

221

25. Koefisien Korelasi Faktor Lingkungan Usaha yang Berhubungan

dengan Produktivitas Peternakan Sapi Perah ... 223

26. Koefisien Regresi Berganda Faktor Lingkungan Usaha yang

Berpengaruh terhadap Produktivitas Peternak Sapi Perah

di Kabupaten Pasuruan ...

229

27.

Kegiatan Pelatihan, Penyuluhan, Pendidikan, dan Seminar, Tahun 2006

232

28. Koefisien Regresi Berganda Faktor Lingkungan Usaha yang

Berpengaruh terhadap Produktivitas Peternak Sapi Perah

di Kabupaten Bandung ... 236

29. Hubungan Langsung dan Tidak Langsung Faktor-Faktor yang

(18)

Halaman

1. Pusat dan Permukaan Kompetensi ………... 24

2. Peubah yang Mempengaruhi Produktivitas ... 70

3. Peubah-peubah yang Mempengaruhi Kompetensi Kewirausahaan

serta Dampaknya pada Produktivitas Peternak Sapi Perah ... 82

4. Model Motivasi ... 179

5.

Karakteristik yang Mempengaruhi Kompetensi Kewirausahaan

Peternak Sapi Perah di Kabupaten Pasuruan ... 183

6.

Karakteristik yang Mempengaruhi Kompetensi Kewirausahaan

Peternak Sapi Perah di Kabupaten Bandung ... 186

7.

Lingkungan Usaha yang Mempengaruhi Kompetensi

Kewirausahaan Peternak di Kabupaten Pasuruan ... 202

8.

Lingkungan Usaha yang Mempengaruhi Kompetensi

Kewirausahaan Peternak Sapi Perah di Kabupaten Bandung ... 210

9. Karakteristik yang Mempengaruhi Produktivitas Peternak

Sapi Perah di Kabupaten Pasuruan ... 220

10. Karakteristik yang Mempengaruhi Produktivitas Peternak

Sapi Perah di Kabupaten Bandung ...

223

11. Lingkungan Usaha yang Mempengaruhi Produktivitas Peternak

Sapi Perah di Kabupaten Pasuruan ... 234

12. Lingkungan Usaha yang Mempengaruhi Produktivitas Peternak

Sapi Perah di Kabupaten Bandung ...

241

13. Pengaruh Kompetensi Kewirausahaan terhadap Produktivitas

Peternak Sapi Perah di Kabupaten Pasuruan ... 243

14. Pengaruh Kompetensi Kewirausahaan terhadap Produktivitas

(19)
(20)
(21)

Latar Belakang

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk membentuk sumberdaya ma-nusia berkualitas yang dicirikan oleh keragaan antara lain: produktif, inovatif dan kompetitif adalah tercukupinya asupan makanan yang bergizi. Salah satu sumber protein hewani asal ternak adalah susu. Susu merupakan makanan yang bergizi yang dibutuhkan manusia sejak dini.

Pada tahun 2007 konsumsi susu masyarakat Indonesia adalah 2.455 ribu ton (Setiawati:2008:3). Dibandingkan dengan jumlah penduduk sebanyak 230 juta orang maka diperkirakan rata-rata konsumsi susu penduduk Indonesia adalah 10,38 liter/tahun atau 0,03 liter/hari. Konsumsi susu penduduk Indonesia masih rendah bila dibandingkan dengan negara lain seperti Belanda yang mencapai 122,9 liter/tahun atau Malaysia yang mencapai 27 liter/tahun (Damardjati, 2008: 3). Meskipun konsumsi susu masyarakat Indonesia masih rendah, pemerintah Indonesia belum mampu mencukupi kebutuhan susu penduduk Indonesia. Pemerintah melakukan kebijakan dengan mengimpor susu dari New Zealand dan Australia untuk mencukupi kebutuhan susu penduduk Indonesia.

Pertambahan penduduk Indonesia diperkirakan sebesar 1,49 persen/tahun sehingga pada tahun 2010 penduduk Indonesia mencapai 240 juta orang. Adanya peningkatan populasi penduduk Indonesia, perkembangan ekonomi nasional, serta kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi makanan bergizi, di samping adanya perubahan gaya hidup masyarakat menyebabkan konsumsi susu pada tahun 2010 diperkirakan meningkat menjadi dua kali lipat dari konsumsi sekarang, sehingga kebutuhan susu pada tahun 2010 mencapai 5,1 juta ton/tahun.

(22)

hari dan dengan asumsi pertumbuhan populasi sapi perah sebesar 2,4 persen/tahun maka populasi sapi perah pada tahun 2010 diperkirakan 400.438 ekor, dan diper-kirakan produksi susu pada tahun 2010 adalah 1,4 juta ton/tahun. Produksi terse-but mencukupi keterse-butuhan sebesar 28 persen dari keterse-butuhan susu pada tahun 2010. Untuk mencukupi kebutuhan konsumsi susu pada tahun 2010 masih diperlukan sapi perah sebanyak 1.085.094 ekor atau hampir tiga kali lipat dari populasi seka-rang. Diperlukan upaya-upaya untuk mengatasi kekurangan populasi terak sapi perah dan pasokan susu.

Selama ini, pemerintah Indonesia mengatasi kekurangan pasokan susu da-lam negeri dengan melakukan inpor susu dari Australia dan New Zealand. Pada tahun 2005-2007 berturut-turut pemerintah mengimpor susu sebanyak 172.084,4 ton; 187.685,3 ton; dan 164.265,3 ton (Januari-September). Impor ini belum ter-masuk makanan hasil olahan susu seperti mentega, keju dan yoghurt. Menurut data Biro Pusat Statistik jumlah yang harus dibayarkan untuk impor susu dan makanan olahan sebesar 560,8 juta US$ (Direktorat Jenderal Peternakan, 2007: 27). Impor susu mengakibatkan devisa Indonesia terkuras keluar negeri.

Kekurangan pasokan susu merupakan suatu peluang yang perlu disikapi dengan upaya mengembangkan industri persusuan di dalam negeri. Untuk me-ningkatkan produktivitas sapi perah dapat dilakukan melalui perbaikan mutu pa-kan, manajemen usaha ternak, kesehatan ternak, perbaikan mutu genetik sapi, dan perbaikan mutu sumberdaya peternak. Upaya perbaikan manajemen budidaya maupun genetik tidak akan berhasil bila peternakan sapi perah masih dikelola oleh peternak yang tidak memiliki kompetensi kewirausahaan.

Orientasi pemeliharaan sapi perah selama ini adalah untuk menghasilkan susu. Sapi perah selain menghasilkan susu (”emas putih”) juga menghasilkan kotoran (”emas hitam”), dan pedet (”emas merah”) yang semua itu dapat memberi manfaat bagi peternak.

(23)

pengetahuan dan wawasan tentang budidaya ternak, juga memiliki pengetahuan manajemen, dan perilaku yang positif. Kompetensi kewirausahaan peternak men-jadikannya sebagai orang yang kreatif dan inovatif sehingga mencapai produk-tivitas kerja yang tinggi.

Sikap ”nrimo”, cepat puas, tidak disiplin, meremehkan mutu, dan pan-dangan hidup bahwa usaha sapi perah merupakan mata pencaharian sambilan, merupakan sikap yang banyak dijumpai pada peternak sapi perah. Sikap ini sangat bertentangan dengan sikap wirausaha yang senantiasa memiliki etos kerja tinggi, disiplin, telaten, ulet, tangguh, mandiri, tidak mudah menyerah dan selalu melihat peluang usaha sebagai sebuah tantangan. Mengubah sikap yang telah terbentuk selama bertahun-tahun sangatlah sulit. Oleh karena itu, untuk memben-tuk peternak yang memiliki sikap sebagai wirausahawan memerlukan dukungan lingkungan usaha yang kondusif.

Menumbuhkembangkan kompetensi kewirausahaan pada peternak sapi perah dapat dilakukan dengan memberikan dukungan berupa ketersediaan sarana, prasarana dan informasi yang tepat, mudah diakses, dan sesuai dengan kebutuhan peternak. Selain itu, lembaga peternak yang solid dan padu, nilai-nilai masyara-kat sekitar usaha peternakan yang menghargai prestasi kinerja peternak, lembaga penyuluhan yang mampu bertindak sebagai teman, guru, motivator, dan negosia-tor sehingga mampu menumbuhkan kemandirian dalam berusaha ternak serta ke-bijakan pemerintah yang mendukung berkembangnya usaha peternakan sapi perah merupakan lingkungan usaha yang sangat dibutuhkan oleh peternak sapi perah.

Upaya lain yang harus segera dilakukan adalah mereorientasikan tujuan pemeliharaan sapi perah. Selama ini tujuan pemeliharaan sapi perah sebagai ma-tapencaharian belum berorientasi untuk mencari keuntungan. Oleh karena itu, per-lu diubah pola pemeliharaan dari usaha tradisional yang mengandalkan pengeta-huan dari orang tuanya menjadi industri peternakan berbasis teknologi.

(24)

yang dapat dibuat bio gas atau bio arang untuk mencukupi kebutuhan energi, dibuat kompos untuk memupuk tanaman pertanian, atau untuk beternak cacing yang mampu memberi tambahan pendapatan keluarga, serta menghasilkan pedet setiap tahun sehingga populasi ternak sapi perah semakin berkembang.

Lembaga penyuluhan merupakan lembaga yang diharapkan mampu meng-ubah pandangan peternak tentang usaha peternakan sapi perah untuk dijadikan sebagai usaha yang menguntungkan. Lembaga penyuluhan perlu memiliki strate-gi pendekatan yang tepat, karena stratestrate-gi yang tepat menyebabkan terjadinya partisipasi aktif dari kelayannya (sasaran penyuluhan). Penyuluhan bukan lagi menjadi kegiatan yang membosankan tetapi sebagai ajang mengembangkan kompetensi diri. Penyuluh tidak lagi memberikan materi-materi tentang budidaya sapi perah tetapi bertindak sebagai organisator, negosiator, mediator, dan motiva-tor bagi peternak.

Keberhasilan peternak sapi perah rakyat dalam mengusahakan peternakan sapi perah dapat menghemat devisa negara, karena kebutuhan susu nasional tercu-kupi dari produksi lokal. Selain itu, berkembangnya peternakan sapi perah di In-donesia mampu memberikan sumbangan energi dan populasi sapi yang semakin banyak, serta pendapatan dan kesejahteraan peternak semakin meningkat. Me-ningkatnya pendapatan peternak sapi perah menyebabkan masyarakat membe-rikan penghargaan yang tinggi kepada usaha peternakan yang selama ini dianggap sebagai usaha yang kurang terhormat karena bersinggungan dengan ternak.

(25)

Masalah Penelitian

Dilihat dari segi bisnis kurangnya pasokan susu pada masyarakat Indone-sia merupakan peluang dan tantangan bagi usaha peternakan sapi perah rakyat un-tuk berkembang meningkatkan produktivitasnya. Peluang dan tantangan usaha pe-ternakan sapi perah rakyat ini berhasil apabila usaha pepe-ternakan sapi perah ini dikelola secara profesional dengan wadah industri peternakan. Usaha peternakan tidak lagi diusahakan secara sambilan tetapi ditangani secara sungguh-sungguh oleh peternak yang kompeten. Peluang yang ada pada saat ini memerlukan gene-rasi baru peternak-peternak mandiri, memiliki mental yang ulet, tangguh, mampu bermitra dan selalu mampu membaca peluang untuk mengembangkan usahanya. Sifat-sifat ini terdapat pada seorang yang memiliki kompetensi kewirausahaan. Peternak yang memiliki kompetensi kewirausahaan senantiasa mencari peluang usaha dan memberi nilai tambah pada produk yang dihasilkan. Sapi perah dibudi-dayakan selain untuk menghasilkan susu, juga dimanfaatkan untuk menghasilkan pedet dan kotoran.

Selama ini peternak membudidayakan peternakan sapi perah berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari orang tuanya dan apa yang dilihat dari sesama peternak, sehingga dari aspek teknis telah menguasai. Usaha sapi perah merupa-kan bisnis yang selain perlu menguasai aspek teknis, juga memerlumerupa-kan pe-nanganan manajemen yang serius dari pengelolanya. Aspek manajemen bagi peternak sapi perah kurang mendapatkan perhatian karena usaha sapi perah yang bersifat subsisten. Bagi wirausahawan, selain menguasai aspek teknis juga sangat perlu menguasai teknik manajemen yang baik. Oleh karena itu, diperlukan upaya menumbuhkembangkan kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah.

(26)

yang menjunjung tinggi disiplin, kerja keras, dan kualitas pekerjaaan, maupun strategi penyuluhan yang berpihak pada peternak serta kebijakan pemerintah yang menumbuhkan keberdayaan peternak mampu menumbuhkan kreativitas dan keinovatifan peternak.

Secara spesifik penelitian ini ingin menjawab faktor-faktor yang berhu-bungan dengan perilaku peternak berkaitan dengan perilaku kewirausahaan peter-nak sapi perah seperti :

(1)Bagaimana tingkat kompetensi kewirausahaan dan produktivitas peternak sapi perah dalam menjalankan usaha peternakannya?

(2)Bagaimana tingkat dukungan lingkungan usaha seperti sarana, prasarana, in-formasi; kelembagaan sosial; kelembagaan peternak; kelembagaan penyu-luhan; dan kebijakan pemerintah terhadap tumbuhkembangnya kompetensi kewirausahaan dan produktivitas peternak sapi perah?

(3)Faktor-faktor apakah yang berperan dalam meningkatkan kompetensi kewira-usahaan dan produktivitas peternak sapi perah?

(4)Bagaimana strategi penyuluhan yang tepat dan efektif dalam menumbuhkem-bangkan kompetensi kewirausahaan peternak dalam upaya meningkatkan pro-duktivitas peternak sapi perah yang berbasis penyuluhan pembangunan?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

(1)Mendeskripsikan kompetensi kewirausahaan dan tingkat produktivitas peter-nak sapi perah dalam menjalankan usahanya.

(2)Menganalisis karakteristik dan lingkungan usaha yang berpengaruh terhadap kompetensi kewirausahaan dan produktivitas peternak sapi perah.

(3)Merumuskan pengembangan kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah. (4)Merumuskan strategi yang tepat untuk mengatasi kesenjangan kompetensi

(27)

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa kegunaan, yaitu: (1)Dalam tataran teoritis

(a) Memperkaya khasanah keilmuan tentang kompetensi kewirausahaan dan produktivitas peternak sapi perah.

(b) Memberi informasi yang dapat dijadikan acuan bagi penelitian selanjutnya tentang pengembangan sumberdaya manusia peternak sapi perah yang mandiri, maju dan memiliki produktivitas tinggi berbasis kompetensi ke-wirausahaan dan mampu bersaing di era globalisasi.

(2)Dalam tataran praktis (a) Bagi peternak sapi perah

Dalam upaya penyadaran kepada peternak sapi perah tentang perlunya memiliki kemampuan cerdas (kompetensi) untuk menjalankan bisnis dan selanjutnya memotivasi peternak untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas sumberdaya yang dimiliki dengan mengeksplorasi kompetensi yang dipunyai sehingga mampu menampilkan produktivitas peternak yang berkualitas.

(b) Bagi pemerintah

Sebagai rekomendasi bagi instansi terkait dengan usaha sapi perah (Peme-rintah Daerah dan Dinas Peternakan) di Jawa Timur dan Jawa Barat dalam menginventarisir sarana, prasarana, informasi yang dibutuhkan peternak sapi perah berkaitan dengan pengembangan usaha serta sebagai panduan dalam menetapkan kebijakan, strategi dan program untuk menumbuhkan kompetensi kewirausahaan peternak sapi perah.

(c) Bagi pengantar perubahan atau pembaharuan, khususnya lembaga penyu-luhan peternakan.

(28)

kewirausa-haan sehingga mampu mengoptimalkan sumberdaya yang dimiliki dan yang ada di sekitarnya.

Definisi Istilah

Definisi istilah merupakan terjemahan dari konsep-konsep yang telah diru-juk oleh peneliti sehingga konsep-konsep tersebut dapat diukur secara tepat. Untuk keperluan penelitian ini, digunakan beberapa istilah yang perlu diketahui maknanya. Dengan adanya definisi istilah yang jelas, diharapkan dapat memper-oleh data dan informasi yang tepat, sesuai dengan kebutuhan penelitian. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini:

(1)Peternak sapi perah menunjuk pada individu peternak pemilik peternakan rakyat yang melakukan usaha peternakan sapi perah.

(2)Peternakan rakyat adalah usaha peternakan sapi perah milik perorangan yang tidak memerlukan ijin usaha dari instansi dan pejabat berwenang untuk pendi-riannya..

(3)Kompetensi adalah pengetahuan, sikap, dan kemampuan melakukan tindakan cerdas menjalankan suatu tugas pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dan merupakan karakter individu yang mempengaruhi cara berpikir dan ber-tindak, membuat generalisasi terhadap situasi yang dihadapi, serta bertahan cukup lama dalam diri manusia.

(4)Wirausaha adalah orang yang memiliki kemampuan untuk merencanakan usa-ha, mengaplikasikan apa yang direncanakan, kreatif dan inovatif serta senan-tiasa berpikir untuk mengembangkan usahanya dengan memanfaatkan segala sumberdaya secara optimal untuk mencapai tingkat komersial yang tinggi. (5)Kewirausahaan adalah proses penciptaan sesuatu yang berbeda nilainya atau

(29)

nilai tambah maksimal terhadap produk yang dihasilkan dengan tetap mengin-dahkan sendi-sendi kehidupan masyarakat.

(6)Kompetensi kewirausahaan adalah pengetahuan, sikap, dan kecakapan cerdas atau keterampilan yang memadai untuk melakukan suatu tugas pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya untuk menghasilkan produk yang mampu meng-hasilkan keuntungan finansial dan kepuasan bagi pengguna produk maupun yang menghasilkannya tanpa melupakan norma-norma di lingkungannya. (7)Peternak yang memiliki kompetensi kewirausahaan adalah peternak yang

memiliki pengetahuan, sikap, dan kecakapan atau keterampilan yang memadai untuk melakukan budidaya ternak dan manajemen usaha untuk menghasilkan produk-produk yang berkualitas sehingga mampu mengahasilkan keuntungan finansial dan kepuasan bagi konsumen maupun peternak itu sendiri tanpa melupakan norma-norma yang ada dalam lingkungannya.

(8)Produktivitas adalah hasil kerja yang dihasilkan karena menggunaan faktor-faktor produksi yang efisien dan proses produksi yang efektif.

(9)Produktivitas peternak merupakan hasil kerja yang dihasilkan peternak dalam mengusahakan peternakannya sesuai dengan kompetensi yang dimiliki untuk menghasilkan produk-produk yang berkualitas sehingga mampu diterima kon-sumen dan mampu memberikan input yang maksimal kepada peternak.

(10) Lingkungan usaha adalah sarana, prasarana dan kelembagaan yang ada di lingkungan peternak yang mendukung usaha peternakan sapi perah.

(11) Sarana dan prasarana usaha adalah unsur-unsur yang diperlukan untuk kelancaran usaha beternak sapi perah.

(12) Informasi adalah pesan-pesan yang berkaitan dengan budidaya dan pengem-bangan usaha sapi perah yang tersedia dan dapat diakses oleh peternak. (13) Kelembagaan peternak adalah lembaga tempat berkumpulnya peternak

(30)

(14) Kelembagaan sosial adalah lembaga yang ada di sekitar tempat tinggal maupun lingkungan usaha peternak dimana peternak melakukan interaksi setiap harinya.

(15) Kelembagaan penyuluhan adalah lembaga pemerintah dan atau masyarakat yang mempunyai tugas dan fungsi menyelenggarakan penyuluhan.

(16) Kebijakan Pemerintah adalah peraturan perundangan atau keputusan yang dikeluarkan pemerintah yang berkaitan dengan usaha peternakan sapi perah. (17) Karakteristik petani adalah sifat-sifat atau ciri yang dimiliki seseorang yang

(31)

Usaha Sapi Perah di Indonesia

Peternakan sapi perah di Indonesia telah dimulai sejak abad ke-19, yaitu sejak pengimporan sapi-sapi perah Milking Shorthorn, Ayrshire, dan Yersey dari Australia yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada masa itu sapi pe-rah umumnya dikelola dalam bentuk perusahaan, yaitu pemeliharaan sapi pepe-rah yang bertujuan untuk menghasilkan susu yang selanjutnya dijual kepada konsu-men. Konsumen susu pada saat itu umumnya orang-orang Eropa atau orang asing lainnya, karena orang-orang Indonesia belum suka minum susu (Sudono, 2002:1).

Pada periode pemerintahan Indonesia mulailah timbul peternakan sapi perah rakyat yang memelihara sapi perah dewasa antara 2-3 ekor per peternak. Jenis sapi perah yang dipelihara adalah Peranakan Fries Hollands (PFH) yang berasal dari perusahaan-perusahaan susu yang telah mengalami kehancuran pada masa Penjajahan Jepang dan Revolusi Kemerdekaan Indonesia. Peternak umum-nya para petani di daerah dataran tinggi seperti di daerah Pangalengan dan Lembang (Jawa Barat), Boyolali (Jawa Tengah), serta Pujon dan Nongkojajar (Jawa Timur), yang memelihara sapi perah dengan tujuan utama untuk mendapat-kan pupuk mendapat-kandang, susu merupamendapat-kan tujuan kedua (Sudono, 2002:4).

Pada sekitar tahun limapuluhan, Jawatan Kehewanan di Grati membangun Pusat Penampungan Susu, karena sejak pemerintahan Indonesia berdaulat, rakyat dianjurkan untuk memerah sapi perahnya guna menghasilkan susu. Sebagaimana di Grati, maka Boyolali pun akhirnya berkembang menjadi daerah penghasil sapi perah rakyat dan didirikan pula Pusat Penampungan Susu yang disponsori oleh Jawatan Kehewanan.

Menurut Sudono (2002:19-20), keuntungan-keuntungan mengelola usaha peternakan sapi perah adalah:

(32)

musiman, serta harga susu dari tahun ke tahun tidak berubah bahkan senan-tiasa meningkat.

(2)sapi perah sangat efisien mengubah pakan ternak menjadi protein hewani dan kalori.

(3)jaminan pendapatan yang tetap.

Pendapatan peternak sapi perah diperoleh setiap hari berdasarkan jumlah susu yang diproduksi oleh ternaknya, sepanjang tahun.

(4)penggunaan tenaga buruh yang tetap.

Usaha ternak sapi perah menggunakan tenaga kerja secara terus menerus se-panjang tahun, tidak ada waktu menganggur, sehingga mengurangi pengang-guran.

(5)sapi perah dapat menggunakan berbagai jenis hijauan yang tersedia atau sisa-sisa hasil pertanian, seperti jerami jagung, dedak, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, ampas tahu, ampas bir, ampas kecap dan lain-lainnya.

(6)kesuburan tanah dapat dipertahankan.

Dengan memanfaatkan kotoran sapi sebagai pupuk kandang, maka fertilitas dan kondisi fisik tanah dapat dipertahankan.

Keuntungan-keuntungan di atas menyebabkan banyak orang tertarik untuk mengusahakan sapi perah. Namun, 90 persen sapi perah diusahakan sebagai usaha rakyat dengan kepemilikan ternak 1-3 ekor (Yusdja, 2005:257). Menurut Wardojo dan Djarsanto (Saragih, 1998:10), pada masa yang akan datang cara pandang usa-ha peternakan sapi perah sebagai budidaya ternak perlu diperluas menjadi industri biologis peternakan yang mencakup empat aspek, yaitu: (1) peternak sebagai sub-yek yang harus ditingkatkan pendapatan dan kesejahteraannya, (2) ternak sebagai obyek yang harus ditingkatkan produksi dan produktivitasnya, (3) lahan sebagai basis ekologi budidaya yang harus dilestarikan, (4) teknologi dan pengetahuan se-bagai alat untuk meningkatkan efisiensi yang perlu selalu diperbaharui serta dise-suaikan dengan kebutuhan.

(33)

sampingan yang tidak memerlukan ijin usaha dari instansi dan pejabat berwenang, Batasan peternakan rakyat untuk usaha sapi perah adalah pemilikan kurang dari 10 ekor sapi laktasi/dewasa atau memiliki jumlah keseluruhan kurang dari 20 ekor sapi perah campuran. Perusahaan peternakan sapi perah adalah usaha peternakan sapi perah untuk tujuan komersial dengan produksi utama susu sapi, yang memi-liki 10 ekor laktasi/dewasa atau lebih atau memimemi-liki jumlah keseluruhan 20 ekor sapi perah campuran atau lebih (Sudono,2002:13).

Karakteristik Peternak

Setiap pembangunan pada dasarnya harus mampu membangun manusia-nya. Pembangunan fisik yang tanpa membangun perilaku manusia, seringkali berakibat tidak termanfaatkannya hasil-hasil pembangunan secara maksimal. Sebaliknya, pembangunan yang diawali dengan upaya mengubah perilaku manu-sia menghasilkan orang-orang yang penuh inimanu-siatif, kreatif, dinamis, bekerja ke-ras, efisien, mampu memanfaatkan sumberdaya lokal (alam, modal, kelembagaan, dan kemudahan-kemudahan yang ada secara efektif) dan memiliki keterampilan yang handal untuk melaksanakan pembangunan secara mandiri.

(34)

Pendidikan

Pendidikan adalah kegiatan manusia untuk membangun pengertian, wa-wasan, keyakinan dan kapasitas kognitif, konatif, dan motorik dari dirinya agar perilaku manusia tersebut tampil sebagai ”khalifah di atas bumi,” dan karena itu, pendidikan merupakan kegiatan yang dilakukan secara teratur sejak lahir sampai mati, dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pendidikan dianggap sebagai kewajiban generasi untuk menjadikan angkatan selanjutnya lebih sempurna.

Tilaar (2000: 14) menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Pendi-dikan yang berkualitas bukan mengembangkan intelijensi akademik saja tetapi juga mengembangkan seluruh spektrum intelijensi manusia yang meliputi berba-gai aspek kebudayaan (seni, teknologi, ilmu pengetahuan, moral dan agama). Sejalan dengan Tillar, Raharto (1998:34) juga mengemukakan bahwa pendidikan merupakan suatu proses pemberdayaan untuk mengungkapkan potensi manusia sebagai individu, yang selanjutnya dapat memberikan sumbangan kepada kebuda-yaan masyarakat lokal, bangsa dan masyarakat global. Dengan demikian fungsi pendidikan bukan hanya menggali potensi yang ada dalam diri manusia tetapi juga bagaimana manusia bersangkutan mengontrol potensi yang telah dikembangkan agar bermanfaat bagi pengembangan kualitas hidup (Raharto, 1998:40). Pendi-dikan merupakan investasi dalam modal manusia dan merupakan hal yang sangat krusial bagi pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan dan perlindungan lingkungan (Pekerti, 1998:95).

(35)

teng-gang rasa, saling percaya, dan sebagainya (Sastrapratedja, 2004:16). Hasil pendi-dikan seharusnya adalah pemberdayaan (empowerment) yaitu membantu pertum-buhan tiga macam daya kekuatan yakni: (1) power to, yaitu daya kekuatan kreatif yang membuat seseorang mampu melakukan sesuatu, membantu seseorang agar memiliki kemampuan berpikir, menguasai IPTEK, mengambil keputusan, meme-cahkan masalah dan membangun berbagai keterampilan, (2) power-with, yaitu da-ya untuk membangun kekuatan bersama, solidaritas atas dasar komitmen pada tu-juan dan pengertian yang sama, dan untuk memecahkan permasalahan yang diha-dapi guna menciptakan kesejahteraan bersama, (3) power-within, yaitu daya ke-kuatan batin pada peserta didik, khususnya harga diri, kepercayaan diri, dan ha-rapan akan masa depan (Sastrapratedja, 2004:19-20).

Becker seorang ahli ekonomi pemegang hadiah Nobel membahas hubung-an hubung-antara pelatihhubung-an, umur, dhubung-an pendapathubung-an. Seseorhubung-ang yhubung-ang tidak meningkat ke-mampuan dirinya dengan bertambahnya umur, cenderung mempunyai pendapatan tetap, tetapi seseorang yang melaksanakan pelatihan (pendidikan non formal) un-tuk dirinya akan menerima pendapatan rendah pada awalnya karena pelatihan harus dibayar, tetapi pada akhirnya akan menerima pendapatan yang tinggi dan meningkat (Hasibuan, 2001:45). Pelatihan merupakan salah satu bentuk pendi-dikan non formal selain magang, kegiatan penyuluhan, ataupun lainnya.

(36)

Penyuluhan pertanian adalah suatu sistem pendidikan di luar sekolah un-tuk keluarga petani, di mana petani belajar sambil bekerja unun-tuk menjadi tahu, mau, dan mampu melaksanakan kegiatan dan menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya secara baik, menguntungkan dan memuaskan. Namun, menurut Verner dan Davison (Lunadi, 1993: 6-7), ada enam faktor yang secara fisiologis menghambat keikutsertaan orang dewasa dalam program pendidikan :

(1)bertambahnya usia, menyebabkan titik dekat penglihatan atau titik terdekat yang dapat dilihat secara jelas, mulai bergerak menjauh,

(2)bertambahnya usia, menyebabkan titik jauh penglihatan, atau titik terjauh yang dapat dilihat secara jelas mulai berkurang, makin pendek,

(3)bertambahnya usia, makin besar pula jumlah penerangan yang diperlukan dalam suatu situasi belajar,

(4)bertambahnya usia, menyebabkan kontras warna cenderung ke arah merah dari pada spektrum. Hal ini disebabkan oleh menguningnya kornea atau lensa mata, sehingga cahaya yang masuk agak tersaring, akibatnya lensa mata kurang dapat membedakan warna-warna lembut,

(5)pendengaran atau kemampuan menerima suara berkurang dengan bertambah-nya usia. Pria cenderung lebih cepat mundur dalam hal ini dari pada wanita, (6)kemampuan membedakan bunyi makin mengurang dengan melanjutnya usia.

Jumlah Ternak yang Dipelihara

Atas dasar tingkat produksi, macam teknologi yang dipakai, banyaknya hasil produksi yang dipasarkan, maka macam usaha peternakan di Indonesia oleh Prawirokusumo (1990: 1-4) digolongkan ke dalam tiga bentuk, yaitu:

(a) Usaha yang bersifat tradisional.

(37)

pema-kaian teknologi. Usaha ini merupakan usaha sambilan, memanfaatkan limbah pertanian dan sangat berguna untuk tabungan keluarga.

(b) Usaha skala rumah tangga.

Usaha ini banyak diwakili oleh peternak-peternak ayam ras dan sapi perah. Peternak ini banyak memakai input teknologi, seperti kandang, manajemen, pakan rasional, bibit unggul dan lain-lainnya. Tujuan usaha ini di samping untuk kebutuhan keluarga, juga untuk dijual. Meskipun usaha jenis ini kurang berkembang, namun adanya kredit dari bank, penyuluhan yang intensif serta tersedianya prasarana produksi dan tempat pemasaran yang dikerjakan oleh swasta, menjadikan usaha ini berkembang. Pada usaha sapi perah, dikem-bangkan proyek PIR dimana plasma adalah peternak yang diproyeksikan untuk mempunyai sapi sampai dengan ukuran efisien yakni 7-10 ekor.

(c) Usaha komersial.

Merupakan usaha yang benar-benar telah menerapkan prinsip-prinsip ekonomi antara usaha dengan tujuan mencari keuntungan. Dalam usaha ini, keuntung-an merupakkeuntung-an motivasinya ykeuntung-ang diproyeksikkeuntung-an kepada pasar-pasar ykeuntung-ang ada. Usaha komersial dalam bidang peternakan dapat bermacam-macam, misalnya: usaha pembibitan, usaha pakan ternak, usaha penggemukan (feed lot), usaha

ranch, dan lain-lainnya.

Pada usaha sapi perah, jumlah ternak yang dipelihara diukur dalam Satuan Ternak (ST). Menurut Direktorat Jenderal Bina Usaha Petani Ternak dan Pengo-lahan Hasil Peternakan (Tanpa tahun:29), Satuan Ternak memiliki arti ganda yaitu ternak itu sendiri dan ukuran yang digunakan untuk menghubungkan berat badan ternak dengan jumlah pakan yang dikonsumsi. Satuan ternak yang berhubungan dengan ternak itu sendiri dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu :

- Sapi dewasa (umur > 2 tahun) dinyatakan dalam 1 ST - Sapi muda (umur 1-2 tahun) dinyatakan dalam 0,5 ST - Anak sapi (umur < 1 tahun) dinyatakan dalam 0,25 ST

(38)

inovasi tersebut. Penggunaan teknologi yang baik selanjutnya menghasilkan pro-duktivitas yang tinggi dan manfaat ekonomi yang memungkinkan perluasan/ pengembangan usahatani selanjutnya.

Tipe Usaha

Menurut Soehadji (Saragih, 1998:7), tipologi usaha peternakan dibagi berdasarkan skala usaha dan tingkat pendapatan peternak, dan diklasifikasikan ke dalam empat kelompok, yaitu:

(1)Peternakan sebagai usaha sambilan.

Petani yang mengusahakan berbagai macam komoditi pertanian terutama ta-naman pangan, dan ternak sebagai usaha sambilan untuk mencukupi kebutuh-an sendiri (subsistence), dengan tingkat pendapatan berasal dari ternak kurang dari 30%.

(2)Peternakan sebagai cabang usaha.

Petani peternak yang mengusahakan pertanian campuran (mixed farming) dengan tingkat pendapatan dari budidaya peternakan 30-70% (semi komersial atau usaha terpadu).

(3)Peternakan sebagai usaha pokok.

Peternak mengusahakan ternak sebagai usaha pokok dan komoditi pertanian lainnya sebagai usaha sambilan (single comodity) dengan tingkat pendapatan dari ternak sekitar 70-100%.

(4)Peternakan sebagai usaha industri.

Peternak sebagai usaha industri, mengusahakan komoditas ternak secara khusus (specialized farming) dengan tingkat pendapatan 100% dari usaha peternakan (komoditi pilihan)

(39)

Kemampuan Mengakses Informasi

Informasi adalah hasil proses intelektual seseorang. Proses intelektual ada-lah mengoada-lah atau memproses stimulus yang masuk ke dalam diri individu mela-lui panca indera, kemudian diteruskan ke otak atau pusat syaraf untuk diolah atau diproses dengan pengetahuan, pengalaman, dan selera yang dimiliki seseorang (Wiryanto, 2004:29). Informasi yang berkualitas ditandai dengan adanya kecer-matan, tepat waktu, akurat, efisien dalam biaya, reliabel, dapat digunakan, leng-kap, relevan, dan satu kesatuan (Babu dkk, 1997:162).

Setiap perusahaan tidak lepas dari kebutuhan informasi dan data. Tersedi-anya informasi dan data yang lengkap membantu manajemen perusahaan mem-pertimbangkan strategi pencapaian tujuan perusahaan dengan tepat. The Liang Gie mengungkapkan bahwa informasi merupakan salah satu sumber kekuatan atau faktor hidup organisasi. Oleh karena itu, perusahaan perlu penangan infor-masi dan data secara baik dan memberi tempat yang strategis dalam urutan unsur manajemen dan produksi (Suwatno dan Rasto, 2003:10).

Pencarian dan perolehan pengetahuan atau informasi membutuhkan moti-vasi karena pengetahuan tidak dapat dipompakan ke dalam diri manusia. Pendi-dikan yang efektif merupakan proses mempengaruhi menggunakan integrasi dan pengendalian diri (McGregor, 1988:150-151). Manajer dituntut menambah wa-wasan sosial, politik maupun ekonomi yang sedang berkembang, karena wawa-wasan menstimulus lahirnya inovasi serta menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja.

(40)

Hawkins, 2003:112). Hal ini senada dengan yang dikemukakan Harmoko (1994 :59) bahwa pesan-pesan tentang ide atau gagasan yang disampaikan oleh komu-nikator kepada masyarakat melalui media massa tidak selalu mudah dipahami dan diterima untuk kemudian mempengaruhi dan mengubah perilaku masyarakat, jus-tru hubungan sosial antar pribadi lebih mampu mempengaruhi perilaku seseorang. Menurut Hubeis dkk (1994:15), alir informasi pembangunan menghasil-kan perubahan tatanan sosial masyarakat. Mengingat kemajemumenghasil-kan masyarakat Indonesia, maka rekayasa strategi inovasi pembangunan untuk setiap masyara-katpun tidak sama, namun demikian strategi diseminasi inovasi pembangunan ke masyarakat, tujuannya tetap sama yaitu: (a) menyadarkan masyarakat memahami manfaat inovasi, (b) mewujudkan tindakan konkret masyarakat dengan menga-dopsi inovasi yang bersangkutan, dan (c) menumbuhkan sumberdaya manusia berkualitas sebagai akibat pemahaman dan praktek inovasi pembangunan yang diajarkan kepada masyarakat.

(41)

Motivasi

Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang (Wahjosumidjo, 1984:174). Menurut Asnawi (2002:21), motivasi adalah suatu konsep yang digunakan ketika dalam diri seseorang muncul keinginan (initiate) dan menggerakkan atau mengarahkan tingkah laku. Semakin tinggi motivasi se-makin tinggi intensitas perilaku.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pola motivasi seseorang mencer-minkan lingkungan budaya tempat tinggal seperti keluarga, sekolah, agama, dan buku yang dibaca (Davis dan Newstrom, 1995:87). Menurut Ganguli (Zainun, 2004:32), motivasi tidak mengubah kemampuan kerja, tetapi menentukan meninggi dan merendahkan usaha.

Salah satu bentuk proses motivasi yang amat terkenal adalah teori keadilan (equity theory). Teori ini mendasarkan kepada anggapan bahwa kebanyakan ma-nusia terpengaruh dengan situasi seperti penghasilan yang berimbang dibanding dengan penghasilan kelompok yang sederajat, sehingga seorang pekerja dapat saja membatasi produktivitas kerjanya setelah melihat bagaimana teman sebelahnya menghasilkan produk itu. Menurut teori ini, yang paling menentukan kinerja pekerja adalah rasa adil atau tidaknya keadaan di lingkungannya.

(42)

Motivasi intrinsik sulit dicapai jika:

(a) teknologi tidak memungkinkan individu menentukan sendiri pekerjaannya, seperti pada produksi massa,

(b) individu tidak mempunyai dorongan kuat akan perwujudan diri.

Selanjutnya motivasi intrinsik tampak pada orang-orang yang berpengetahuan lu-as dan senang bekerja mandiri serta senang dengan mlu-asalah-mlu-asalah menantang.

Atkinson dkk (Stoner dan Freeman, 1992: 15), berpendapat bahwa semua orang dewasa yang sehat mempunyai cadangan energi potensial. Bagaimana ener-gi ini dilepas dan digunakan tergantung pada: (1) kekuatan kebutuhan atau motif dasar yang bersangkutan, (2) harapan keberhasilan, dan (3) nilai rangsangan yang melekat pada tujuan tersebut. Model Atkinson ini sejalan dengan pendapat Mc Clelland (2005:1) yang menghubungkan perilaku dan kinerja dengan tiga dorong-an dasar ydorong-ang sdorong-angat berbeda di dorong-antara individu yaitu: motif berprestasi (n-ach), motif kekuasaan (n-pow), dan motif berafiliasi, atau hubungan yang akrab dengan orang lain (n-affil). Keseimbangan antara dorongan-dorongan ini berbeda pada setiap orang.

Seorang pemimpin perlu menumbuhkan motivasi intrinsik dalam diri pe-kerja sehingga mendorong pertumbuhan dan perwujudan diri pepe-kerja. Dengan cara ini pekerja maupun masyarakat pengikut berprestasi lebih baik, produktivitas kerja yang tinggi, kepuasan kerja lebih besar dan lebih berkesempatan mewu-judkan diri, yang selanjutnya dapat berprestasi dalam semua peran kehidupan secara lebih efektif (Davis dan Newstrom, 1992:56).

Kompetensi Kewirausahaan

Kompetensi

(43)

peme-cahan masalah, dan inovatif. Orang-orang yang memiliki kompetensi cenderung melakukan pekerjaan dengan baik karena kepuasan batin dirasakan dari melaku-kan pekerjaan itu dan penghargaan yang diperoleh dari orang lain. Susilo (2002:6) mendefinisikan kompetensi sebagai kombinasi antara pengetahuan, kemampuan /keterampilan dan sikap yang dimiliki seorang sehingga mampu melakukan peker-jaan yang telah dirancang bagi dirinya baik untuk saat ini, maupun masa menda-tang. Menurut Spencer dan Spencer (1993:9), kompetensi merupakan karakter individu yang mempengaruhi cara berfikir dan bertindak, membuat generalisasi terhadap situasi yang dihadapi, serta bertahan cukup lama dalam diri manusia.

Sejalan dengan definisi di atas, komponen-komponen atau elemen yang membentuk kompetensi (Spencer dan Spencer, 1993:9-10) adalah:

(1)motif (motive) yaitu sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau dikehen-daki oleh seseorang, yang selanjutnya mengerahkan, membimbing, dan memi-lih suatu perilaku tertentu terhadap sejumlah aksi atau tujuan,

(2)karakter pribadi (traits) yaitu karakteristik fisik dan reaksi atau respon yang dilakukan secara konsisten terhadap suatu situasi atau informasi,

(3)konsep diri (self concept) yaitu perangkat sikap, sistem nilai atau citra diri yang dimiliki seseorang,

(4)pengetahuan (knowledge) yaitu informasi yang dimiliki seseorang terhadap suatu area spesifik tertentu,

(5)keterampilan (skill) yaitu kemampuan untuk mengerjakan serangkaian tugas fisik atau mental tertentu.

Tingkat kompetensi berguna untuk merencanakan penempatan sumberda-ya manusia pada suatu posisi kerja tertentu. Pengetahuan dan keterampilan seseo-rang mudah terlihat dan mudah diamati karena relatif berada di permukaaan ka-rakteristik manusia. Konsep diri, karakter pribadi, dan motif merupakan area yang tersembunyi, di dalam diri seseorang dan merupakan kunci kepribadian.

(44)

Model Gunung Es

Terlihat Keterampilan

Pengetahuan

Konsep diri Tersembunyi Karakter pribadi

Motif

Permukaan Kunci kepribadian:

[image:44.612.119.522.108.370.2]

Sangat mudah diubah Sangat sulit diubah

Gambar 1. Pusat dan Permukaan Kompetensi (Spencer dan Spencer, 1993:11) Johnson (Suparno, 2001:27), memandang kompetensi sebagai perbuatan (performance) rasional yang memuaskan seseorang sesuai tujuan yang diinginkan. Dinyatakan performance rasional, karena orang yang melakukannya harus mem-punyai tujuan/arah dan orang tersebut tahu apa dan mengapa berbuat demikian. Menurut White (Hersey dan Blanchard, 1990:223), kompetensi merupakan ke-mampuan mengendalikan faktor-faktor lingkungan, baik fisik maupun sosial. Orang-orang yang memiliki motif ini tidak ingin menunggu terjadinya hal-hal se-cara pasif tetapi ingin mengubah lingkungan dan berusaha mewujudkannya.

Kompetensi bergantung pada keberhasilan dan kegagalan yang dialami pada waktu-waktu yang lalu. Seseorang yang mengalami keberhasilan lebih besar dari kegagalan, memiliki perasaan kompetensi yang cenderung tinggi, memiliki pandangan positif tentang kehidupan, hampir setiap situasi baru dipandang seba-gai tantangan menarik yang perlu ditanggulangi, tetapi bila kegagalan lebih besar dari keberhasilan, maka pandangan lebih negatif dan harapan untuk memenuhi berbagai kebutuhan menjadi rendah, hal ini disebabkan harapan mempengaruhi

Keterampilan

Pengetahuan Konsep diri

(45)

motif. Orang-orang yang berkompetensi rendah sering tidak termotivasi untuk mencari tantangan baru atau menempuh resiko (Hersey dan Blanchard, 1990:43).

Kompetensi terbentuk pada awal kehidupan manusia, yang salah satu un-surnya adalah bakat (Lucia dan Richard, 1999:5), tetapi tidak selalu permanen, sehingga kompetensi perlu diperbaharui. Peternak kompeten tidak selamanya tetap kompeten. Pengetahuan dan keterampilan relatif lebih mudah dikembangkan dan diperbaiki yaitu dengan cara pelatihan untuk meningkatkan kemampuan. Pengetahuan dan keterampilan dapat memburuk dan menjadi usang, untuk itu diperlukan pelatihan guna memperbaharui pengetahuan dan keterampilan. Menu-rut Robbins (1996:57), keterampilan dibagi dalam tiga kategori yaitu: keteram-pilan teknik, antarpribadi (sosial), dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan usahanya (manajerial). Keterampilan teknis diperlukan mengingat teknologi baru senantiasa berkembang. Keterampilan antarpribadi, berupaya untuk memperbaiki interaksi, komunikasi, dan menghargai keanekaragaman budaya. Keterampilan pemecahan masalah bertujuan mempertajam logika, penalaran, dan keterampilan mendifinisikan masalah, maupun menilai sebab akibat, mengembangkan alterna-tif, menganalisis alternaalterna-tif, dan memilih pemecahan.

Kewirausahaan

Salah satu kelemahan pembangunan sumberdaya manusia oleh pemerin-tah Indonesia pada waktu yang lalu adalah tidak dikembangkan para entrepreneur

yang baik, kuat dan banyak jumlahnya. Wirausahawan adalah pencipta kekayaan melalui inovasi, wirausahawan adalah pusat pertumbuhan pekerjaan dan ekonomi, wirausahawan memberikan mekanisme pembagian kekayaan yang bergantung pada inovasi, kerja keras, dan pengambilan resiko (Pambudy dkk, 2000:235).

(46)

didefinisi-kan sebagai proses penciptaan sesuatu yang berbeda nilainya menggunadidefinisi-kan usaha dan waktu yang diperlukan, memikul risiko finansial, psikologi, dan sosial yang menyertainya serta menerima balas jasa moneter dan kepuasan pribadi. Istilah ke-wirausahaan dapat pula diartikan sebagai sikap dan perilaku mandiri yang mampu memadukan unsur cipta, rasa, dan karsa serta karya atau mampu menggabungkan unsur kreativitas, tantangan, kerja keras, dan kepuasan untuk mencapai prestasi maksimal sehingga memberikan nilai tambah maksimal terhadap produk yang di-hasilkan dengan mengindahkan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Entrepre-neurship merupakan suatu kualitas sikap seseorang bukan sekedar keahlian. Seo-rang entrepreneur memiliki kepribadian yang tahan banting, selalu mencari peluang dan memiliki visi dan entrepreneur yang berhasil selalu berangkat dari pandangan untuk berhasil, tidak sekedar berbuat (Sutanto, 2002:11-12). Inti kewirausahaan adalah kemandirian dan kemandirian seseorang ditentukan oleh tingkat kepercayaan diri atas hal-hal yang harus dihadapi. Kemandirian untuk mampu bekerja mandiri sulit dilakukan jika tidak terbiasa belajar, berlatih, dan kerja mandiri yang memberikan pengalaman sukses (Soesarsono dan Sarma, 2004: 31). Secara khusus seorang wirausahawan adalah orang yang mempunyai tenaga, keinginan untuk terlibat dalam petualangan inovatif, kemauan menerima tanggungjawab pribadi dalam mewujudkan suatu peristiwa dengan cara yang dipilih dan keinginan berprestasi yang sangat tinggi, bersikap optimis dan kepercayaan terhadap masa depan (orientasi ke masa depan).

Kamus Umum Bahasa Indonesia (2001:130) mengartikan wirausaha sebagai orang yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara pro-duksi baru, menyusun operasi pengadaan produk baru, memasarkannya serta mengatur permodalan operasinya. Meng dan Liang (Riyanti, 2003:22-23), me-rangkum pandangan beberapa ahli, dan mendefinisikan wirausaha sebagai: (1) seorang inovator (Shumpeter),

(2) seorang pengambil resiko (a risk-taker) (Yee), (3) orang yang punya visi dan misi (Silver),

(47)

(5) orang yang memiliki kebutuhan berprestasi tinggi (Mc Clelland dan Broc-khaus),

(6) orang yang memiliki locus of control internal (Rotter),

(7) seorang inkubator gagasan baru yang berusaha menggunakan sumberdaya secara optimal mencapai tingkat komersial yang tinggi (Richard Cantillon), (8) orang yang memiliki pandangan yang tidak lazim yang dapat mengenali

tuntutan potensial atas barang dan jasa (Adam Smith),

(9) orang yang memiliki seni dan keterampilan tertentu dalam menciptakan usaha ekonomi yang baru (Jean Baptise),

(10) orang yang dapat melihat cara-cara ekstrem dan tersusun untuk mengubah sesuatu yang tidak bernilai atau bernilai rendah menjadi sesuatu yang bernilai tinggi, dengan cara memberikan nilai baru ke barang tersebut untuk memenuhi kebutuhan manusia (Menger).

Menurut Widodo (2005:83), inovasi merupakan alat spesifik kewirausa-haan. Secara harfiah inovasi berasal dari kata to innovate, yaitu melakukan sesua-tu yang baru atau mengubah sesuasesua-tu yang telah ada. Perubahan tidak harus total atau bukan harus berupa penemuan baru. Inovasi dapat dilakukan terhadap pro-duk, sistem, proses, dan metode yang secara ringkas berorientasi kepada nilai tambah. Inovasi dalam kaitan dengan kewirausahaan, adalah tindakan yang mem-berikan kekuatan dan kemampuan baru untuk menciptakan kesejahteraan masya-rakat atau inovasi adalah menciptakan “sumberdaya” ekonomi. Inovasi membe-rikan perubahan dengan konsekwensi ketidakpastian, namun membemembe-rikan kemaju-an sebagai dampak positifnya (Soesarsono dkemaju-an Sarma, 2004: 30).

Holt (Riyanti, 2003:9) menggarisbawahi bahwa sifat kepribadian wirausa-ha yang perlu dipunyai adalah kreatif dan inovatif. Kreativitas berarti ”mengwirausa-hasil- ”menghasil-kan sesuatu yang baru.” Kreativitas lebih mene”menghasil-kan”menghasil-kan kemampuan, bu”menghasil-kan kegi-atan. Orang disebut kreatif jika memiliki ide/gagasan baru tanpa harus merealisa-sikan gagasan itu. Inovasi adalah proses melakukan/penerapan sesuatu yang baru itu. Kreativitas merupakan prasarat inovasi.

(48)
[image:48.612.88.517.114.735.2]

Tabel 1. Ciri dan Watak Entrepreneur

No Ciri Watak

1. Kepercayaan diri a) Percaya diri

b) Ketidaktergantungan c) Optimis

2. Orientasi tugas dan hasil a) Haus prestasi

b) Berorientasi laba c) Tekun dan tabah d) Tekad kerja keras e) Dorongan (karsa) kuat f) Energik dan penuh inisiatif

3. Pengambilan resiko a) Berani mengambil resiko

b) Suka pada tantangan

4. Originalitas a) Kreatif dan inovatif

b) Luwes

c) Punya banyak sumber d) Banyak tahu dan banyak akal e) Serba bisa

5. Kepemimpinan a) Bertingkah laku pemimpin

b) Dapat bergaul dengan orang lain c) Menanggapi saran/kritik

6. Orientasi ke depan a) Pandangan ke masa depan

b) Perpektif Sumber: Soesarsono dan Sarma, 2004:33-34

Ditambahkan oleh Casson (Soesarsono dan Sarma, 2004:34) bahwa beberapa “kriteria mutu” atau kemampuan yang diperlukan untuk memenuhi fungsi sebagai seorang wirausahawan, yaitu: (1) pengetahuan diri, (2) imajinasi, (3) pengetahuan praktis, (4) kemampuan analitis, (5) keterampilan mencari, (6) peramalan, (7) ke-terampilan menghitung, dan (8) keke-terampilan komunikasi.

Meng dan Liang, serta Hofstede (Riyanti, 2003:63-64) menyatakan bahwa segi-segi yang menghambat pembentukan perilaku wirausaha inovatif adalah: (1)budaya power distance yang tinggi di Indonesia menyebabkan distribuasi

(49)

(2)budaya uncertainty avoidance mengakibatkan orang tidak berani mengambil resiko, padahal salah satu ciri penting wirausaha yang berhasil adalah berani mengambil resiko,

(3)budaya collectivism-individualism, masyarakat Indonesia cenderung bersifat kolektivitas dan kompromis sehingga munculnya gagasan-gagasan baru terhambat,

(4)budaya masculinity-feminity, yaitu budaya yang berorientasi feminity di Indo-nesia. Disini hal terpenting dalam interaksi sosial adalah harmoni dan meng-hambat tumbuhnya orientasi materi dengan memaksimalkan kesempatan.

Kompetensi Kewirausahaan yang Perlu Dimiliki Peternak Sapi Perah

Dalam menjalankan usaha ternak, peternak memegang dua peranan, yaitu sebagai juru tani ternak (cultivator) dan sekaligus sebagai pengelola (manager) (Mosher,1981:37). Sebagai manajer, perlu memiliki kompetensi kewirausahaan meliputi kompetensi teknis dan manajerial. Kompetensi-kompetensi ini diperlu-kan agar peternak mampu menjalandiperlu-kan perannya sebagai juru tani ternak yang handal dan manajer yang mampu memimpin perusahaannya secara baik, mampu bernegosiasi dengan mitra juga berinteraksi dengan semua pihak dalam posisi yang sejajar (egaliter) sehingga citra peternakan yang dipimpinnya baik dimata masyarakat maupun mitra usaha.

(50)

perkandangan dan lainnya. Sikap yang diperlukan oleh peternak adalah pengha-yatan tentang ternak. Ternak adalah mahkluk hidup yang memerlukan perhatian ekstra seperti makan, minum, dan penanganan kesehatan.

Sudono (2002:20-21) mensyaratkan sifat yang perlu dimiliki peternak sapi perah agar berhasil dalam menjalankan usahanya, yaitu:

(1)mempunyai rasa sayang pada hewan. Hewan yang disayangi menjadi jinak dan mudah

Gambar

Gambar 1.  Pusat dan Permukaan Kompetensi (Spencer dan Spencer, 1993:11)
Tabel 1. Ciri dan Watak Entrepreneur
Gambar 2. Peubah yang Mempengaruhi Produktivitas (Alma, 2003:63)
Tabel 5. Hasil Validitas Instrumentasi Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nyeri pembedahan sedikitnya mengalami dua perubahan, pertama akibat pembedahan itu sendiri yang menyebabkan rangsangan nosiseptif dan yang kedua setelah proses pembedahan

Perbedaan kekerasan paduan Ti-6Al- 4V yang didapatkan dalam penelitian ini dibandingkan penelitian terdahulu diantaranya dapat diakibatkan perbedaan lama waktu

Bentuk saluran pemasaran buah naga di Desa Sanggulan adalah saluran dua tingkat yaitu dari petani, pedagang pengumpul, pedagang pengecer, dan

Perbedaan penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu yaitu pada penelitian terdahulu menggunakan kepemilikan institusional sebagai variabel independen, sedangkan

[r]

Berdasarkan analisa pada bab sebelumnya dan data hasil pengujian serta data – data yang didapat dari perhitungan, dapat diambil kesimpulan prosentase kadar emisi

Pada dasarnya, masyarakat Desa Kertomulyo mempunyai kemauan yang kuat untuk ikut berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan, hal ini ditunjukkan dengan kehadiran

1) Desain dan implementasi services provider untuk mendukung layanan web services push PDPT pada sistem informasi akademik Politeknik Negeri Lampung dapat