• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur Dan Produktivitas Rerumputan Di Kawasan Danau Toba Desa Haranggaol Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Struktur Dan Produktivitas Rerumputan Di Kawasan Danau Toba Desa Haranggaol Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun Sumatera Utara"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR DAN PRODUKTIVITAS RERUMPUTAN DI

KAWASAN DANAU TOBA DESA HARANGGAOL KECAMATAN

HARANGGAOL HORISON KABUPATEN SIMALUNGUN

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

NOVIA WULANDARI TARIGAN

080805062

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

STRUKTUR DAN PRODUKTIVITAS RERUMPUTAN DI

KAWASAN DANAU TOBA DESA HARANGGAOL KECAMATAN

HARANGGAOL HORISON KABUPATEN SIMALUNGUN

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

NOVIA WULANDARI TARIGAN

080805062

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : STRUKTUR DAN PRODUKTIVITAS

RERUMPUTAN DI KAWASAN DANAU TOBA DESA HARANGGAOL KECAMATAN HARANGGAOL HORISON KABUPATEN SIMALUNGUN SUMATERA UTARA

Kategori : SKRIPSI

Nama : NOVIA WULANDARI TARIGAN

Nomor Induk Mahasiswa : 080805062

Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI

Departemen : BIOLOGI

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, Pebruari 2013

Komisi Pembimbing :

Pembimbing II Pembimbing I

Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc Drs. M. Zaidun Sofyan, M.Si NIP. 19630123 199003 2 001 NIP. 19680515 199303 3 100

Diketahui/ Disetujui oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

STRUKTUR DAN PRODUKTIVITAS RERUMPUTAN DI KAWASAN DANAU TOBA DESA HARANGGAOL KECAMATAN HARANGGAOL HORISON

KABUPATEN SIMALUNGUN SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa hasil penelitian ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Pebruari 2013

(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Struktur dan Produktivitas Rerumputan di Kawasan Danau Toba Desa Haranggaol Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun Sumatera Utara”, sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains (S.Si) pada Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Drs. M. Zaidun Sofyan, M.Si selaku Pembimbing I dan Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku pembimbing II dan ketua Departemen Biologi yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi, arahan, serta dukungannya hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Riyanto Sinaga, S.Si, M.Si dan Bapak Drs. Nursal, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Isnaini Nurwahyuni, M.Sc. selaku Dosen Penasehat Akademik, Bapak Drs. Kiki Nurtjahja, M.Sc selaku Sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU, Bapak dan Ibu Staff Pengajar Departemen Biologi FMIPA USU. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Mizawarti, S.Si selaku Ketua Panitia Seminar Departemen Biologi, Ibu Roslina Ginting dan Bang Hendra Raswin selaku staf administrasi Departemen Biologi serta Ibu Nurhasni Muluk selaku Analis dan Laboran di Laboratorium Departemen Biologi. Teristimewa penulis sampaikan rasa terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta (Esron Tarigan dan Silvina) yang telah memberikan do’a, perhatian, serta cinta dan sayangnya kepada penulis, serta Adikku tersayang (Ervina Dwinta Tarigan dan Ridho F. Tarigan) dan seluruh keluarga besar atas do’a dan dukungannya kepada penulis. Ucapan terima kasih kepada Bang Rizal dan keluarga yang telah memberikan tempat tinggal dan layanan keluarga yang sangat berharga bagi penulis selama melakukan penelitian.

Ucapan terima kasih kepada Tim Haranggaol (Onzie, Ipul, bang Zuki, bang Farid, Rini, dan Nelson) yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian, teman seperjuangan ‘rumput’ Pinta Omas Pasaribu dan teman stambuk 2008 serta seluruh mahasiswa Biologi USU, rekan-rekan Asisten Biologi Dasar, Struktur Tumbuhan dan Fisiologi Tumbuhan, penulis ucapkan terima kasih atas semua bantuan dan dukungan serta semua pihak yang telah terlibat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan. Amin Ya Robbal ‘Alamin.

(6)

STRUKTUR DAN PRODUKTIVITAS RERUMPUTAN DI KAWASAN DANAU TOBA DESA HARANGGAOL KECAMATAN HARANGGAOL

HORISON KABUPATEN SIMALUNGUN SUMATERA UTARA

ABSTRAK

(7)

THE STRUCTURE AND PRODUCTIVITY OF GRASSES IN LAKE TOBA HARANGGAOL VILLAGE HARANGGAOL HORISON SUBDISTRICT

SIMALUNGUN REGENCY NORTH SUMATRA

ABSTRACT

The structure and productivity of Grasses in Haranggaol Village Haranggaol Horison Subdistrict Simalungun Regency North Sumatra has been studied from April to July 2012. Sampling area was defined by purposive sampling method and divided into three locations based on altitude with 20 plots of 1 x 1 m in size for each area. From the study it was found 24 species of grasses (5 spesies of Cyperaceae and 19 spesies of Poaceae). The first location was dominated by Microstegium ciliatum (81.095%), the second was dominated by Deyeuxia brachyathera (68.504%) and the third was dominated by Leersia hexandra (79.158%). The diversity index (H') of grasses are 1.557, 1.790 and 1.414 in the location I, II and III, respectively and equitability index (E) of grasses are 0.607, 0.661, 0.726 in the location I, II and III, respectively. The similarity index range from 30 to 50%, with the highest similarity index is 50% that was found between location I and II. The highest productivity was found in location I (546.650 g/m2), while the lowest productivity was found in the location III (246.900 g/m2).

(8)

DAFTAR ISI

2.2 Analisis vegetasi 6

Bab 3. Bahan dan Metode 7

3.4 Metode Penelitian 8

3.5 Pelaksanaan Penelitian 9

3.5.1 Di Lapangan 9

3.5.2 Di Laboratorium 10

3.6 Analisis Data 13

Bab 4. Hasil dan Pembahasan 17

4.1 Kekayaan Jenis Rumput di Kawasan Danau Toba Desa Haranggaol Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten

(9)

4.2 Nilai KR dan FR 23

4.3 Indeks Nilai Penting 27

4.4 Indeks Keanekaragaman

dan indeks keseragaman 28

4.5 Indeks Similaritas 30

4.6 Biomassa 30

4.7 Analisis Korelasi 32

Bab 5. Kesimpulan dan Saran 35

5.1 Kesimpulan 35

5.2 Saran 35

Daftar Pustaka 36

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1.1 Komposisi Rumput di Kawasan Danau Toba Desa Haranggaol

Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun 17 1.2 Data Faktor Fisik Kimia Lingkungan pada Lokasi Penelitian 22 1.3 Nilai KR, FR dan INP pada Lokasi Penelitian 23 1.4 Nilai Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman Rumput 28

1.5 Nilai Indeks Similaritas (IS) Rumput 30

1.6 Nilai Produktivitas Rerumputan pada Lokasi Penelitian 31 1.7 Nilai Analisis Korelasi Pearson Metode Komputerisasi SPSS

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

1. KR Tertinggi pada Lokasi I, II dan III 25

2. FR Tertinggi pada Lokasi I, II dan III 26

3. INP Tertinggi pada Lokasi I, II dan III 28 4. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman pada

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1. Peta Penelitian 40

2. Plot pengamatan 41

3. Struktur vegetasi Rerumputan di Desa Haranggaol

Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun 42 4. Hasil Analisis Vegetasi pada Lokasi I, II dan III 44

5. Contoh Perhitungan 45

6. Surat Identifikasi Herbarium MEDANENSE 47

7. Biomassa Rumput 48

8. Hasil Pengukuran Berat Kering dan Kadar Air Tanah 48

9. Analisis Kandungan Unsur Hara Tanah 48

10. Kriteria Penilaian Sifat-sifat Tanah 48

11. Analisis Korelasi Pearson dengan Metode Komputerisasi

SPSS ver 17.00 49

(13)

STRUKTUR DAN PRODUKTIVITAS RERUMPUTAN DI KAWASAN DANAU TOBA DESA HARANGGAOL KECAMATAN HARANGGAOL

HORISON KABUPATEN SIMALUNGUN SUMATERA UTARA

ABSTRAK

(14)

THE STRUCTURE AND PRODUCTIVITY OF GRASSES IN LAKE TOBA HARANGGAOL VILLAGE HARANGGAOL HORISON SUBDISTRICT

SIMALUNGUN REGENCY NORTH SUMATRA

ABSTRACT

The structure and productivity of Grasses in Haranggaol Village Haranggaol Horison Subdistrict Simalungun Regency North Sumatra has been studied from April to July 2012. Sampling area was defined by purposive sampling method and divided into three locations based on altitude with 20 plots of 1 x 1 m in size for each area. From the study it was found 24 species of grasses (5 spesies of Cyperaceae and 19 spesies of Poaceae). The first location was dominated by Microstegium ciliatum (81.095%), the second was dominated by Deyeuxia brachyathera (68.504%) and the third was dominated by Leersia hexandra (79.158%). The diversity index (H') of grasses are 1.557, 1.790 and 1.414 in the location I, II and III, respectively and equitability index (E) of grasses are 0.607, 0.661, 0.726 in the location I, II and III, respectively. The similarity index range from 30 to 50%, with the highest similarity index is 50% that was found between location I and II. The highest productivity was found in location I (546.650 g/m2), while the lowest productivity was found in the location III (246.900 g/m2).

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Rumput merupakan kelompok tumbuh-tumbuhan yang paling luas penyebarannya dan memiliki sistem perakaran berbentuk serabut yang mempunyai peranan dalam pembentukkan struktur tanah.Titik tumbuh yang berada dekat pada pangkal tanaman memungkinkan tumbuh kembali setelah pemotongan. Dalam hal habitat, rerumputan terdapat pada keadaan yang hampir menyerupai gurun sampai daerah banjir. Kemampuan membentuk anakan membantu menutup tanah dengan cepat pada fase pertumbuhan pertama (Mcilroy, 1976).

Mulatsih, et al. (2008) menyatakan bahwa tunas rumput yang berada di atas maupun yang menutupi permukaan tanah dapat mengurangi kecepatan aliran air, sedangkan akar tumbuhan yang berada di bawah permukaan tanah secara fisik mengendalikan atau menahan partikel tanah tetap ditempatnya sehingga tidak terjadi erosi. Menurut Mcilroy (1976), rumput menunjukkan kisaran toleransi yang luas, terutama dalam hubungannya dengan tipe dan kondisi tanah.

Kawasan Danau Toba merupakan dataran tinggi Toba sebagai hasil dari letusan gunung yang memiliki jenis tanah yang mudah tererosi. Pada daerah yang miring di tepi danau, sebagian arealnya ditumbuhi oleh rerumputan (Simanihuruk, 2005). Menurut Nasution, et al. (2010), bahwa salah satu lahan yang didominasi oleh rumput cukup luas dijumpai di Kecamatan Haranggaol Kabupaten Simalungun.

(16)

penulis melakukan penelitian tentang “Struktur dan Produktivitas Rerumputan di Kawasan Danau Toba Desa Haranggaol Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun Sumatera Utara”.

1.2Permasalahan

Kawasan Danau Toba memiliki lahan terbuka yang relatif luas dan didominasi oleh rerumputan. Sejauh ini, struktur dan produktivitas rerumputan pada ketinggian yang berbeda di Kawasan Danau Toba Desa Haranggaol Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun Sumatera Utara belum diketahui.

1.3Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur dan produktivitas rerumputan pada ketinggian yang berbeda di Kawasan Danau Toba Desa Haranggaol Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun Sumatera Utara.

1.4 Hipotesis

Struktur dan produktivitas rerumputan di Kawasan Danau Toba Desa Haranggaol Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun Sumatera Utara berbeda pada masing-masing ketinggian.

1.5Manfaat

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Rumput 2.1.1 Pembagian Rumput

Menurut Gibson (2009), Graminoid dipisahkan menjadi tiga famili yaitu Poaceae, Cyperaceae dan Juncaceae. Poaceae merupakan famili terbesar keempat di dunia dalam kelompok tumbuhan berbunga yang diperkirakan berjumlah sekitar 800 genera dan 11000 spesies (Peterson & Soreng, 2007) sedangkan Cyperaceae ada sekitar 85 genera dan 2500 spesies di dunia dan Juncaceae ada sekitar 8 genera dan 400 spesies (Pandey, 2003).

2.1.2 Karakter Rumput

Pada umumnya batang rumput yang mendukung daun-daun dan bulir disebut tangkai. Bentuknya seperti silinder, umumnya kosong kecuali pada buku-buku yang terdiri dari jaringan yang padat. Buku-buku merupakan tempat perletakan daun yang tersusun dalam dua baris berseling pada sisi batang yang berlawanan. Bagian tangkai yang kosong antara dua buku disebut ruas. Bagian atas daun yang melebar disebut helai daun dan bagian bawah daun yang membungkus batang disebut pelepah daun. Pada tempat bertemunya helai daun dan pelepah daun terdapat suatu lapisan tipis disebut lidah daun atau ligula (Mcilroy,1976).

(18)

permukaan tanah, pada buku akar terdapat mata kuncup yang dapat tumbuh menjadi tunas sedangkan stolon merupakan tunas yang muncul di atas permukaan tanah (Peterson & Soreng, 2007). Menurut Gibson (2009), Cyperaceae memiliki batang yang berbentuk segitiga (triangular) dengan internodus yang padat, memiliki daun tunggal dengan pertulangan daun linear seperti pita. Berbeda dari Poaceae, Cyperaceae tidak memiliki ligula, memiliki 2-3 stigma dengan anther yang saling berlekatan.

Poaceae memiliki bunga majemuk yang tumbuh pada ujung batang, pada umumnya merupakan suatu malai yang terdiri dari sekelompok cabang yang memencar yang berakhir dengan bentuk memanjang yang disebut bulir. Bulir terdiri dari satu bunga atau lebih dengan sisik-sisik pembungkus yang menyembunyikan bunga kecuali pada saat mekar (Mcilroy,1976). Kelompok ini terkadang disebut sebagai Glumiflorae karena bunganya terdiri dari gluma, lemma, dan palea. Tipe buah pada Poaceae adalah caryopsis, yaitu kulit biji menyatu dengan ovarium. Bunga pada Poaceae adalah inflorescense yang terdiri dari spike, raceme dan panicle (Peterson & Soreng, 2007).

Menurut Gibson (2009), ada perbedaan yang khas pada setiap bunga dari Poaceae, Cyperaceae dan Juncaceae. Pada Poaceae, satu bunga dianggap sebagai floret. Pada Cyperaceae, setiap bunga didukung oleh bractea dan tidak memiliki perigenium. Pada Juncaceae, sepal dan petal terlihat sangat mirip sehingga disebut dengan tepal.

2.1.3 Produktivitas Rumput

(19)

Bahan organik tanah penting dalam mendukung produktivitas tanah dan tanaman. Ditinjau dari sifat fisik tanah, bahan organik berperan dalam memperbesar porositas (kegemburan) tanah melalui penurunan berat volume (bulk density), tetapi tanah memiliki kemantapan agregat yang tinggi karena fungsi bahan organik juga sebagai zat perekat antar partikel tanah (cementing agent) (Rauf, 2011).

Produktivitas secara umum adalah suatu nilai biomassa yang berada di atas permukaan tanah dan bagian tanaman yang berada di bawah permukaan tanah yang lebih penting. Setiap spesies rumput memiliki kemampuan produksi yang berbeda-beda (Daru, 2009). Biomassa adalah total berat atau volume organisme dalam suatu area atau volume tertentu. Biomassa juga didefinisikan sebagai total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas (Sutaryo, 2009).

Tinggi rendahnya kandungan karbon pada tanaman atau tumbuhan sangat dipengaruhi oleh kemampuan vegetasi tersebut menyerap karbon dari lingkungannya melalui proses fotosintesis. Hasil proses fotosintesis ini, terakumulasi dalam biomassa tanaman atau tumbuhan. Oleh sebab itu, total karbon tegakan (vegetasi) berkolerasi positif dengan volume dan bobot biomassanya (Rauf, 2011).

2.1.4 Manfaat Rerumputan

(20)

Keberadaan perakaran mampu memperbaiki kondisi sifat tanah disebabkan oleh penetrasi akar ke dalam tanah, menciptakan habitat yang baik bagi organisme dalam tanah, sebagai sumber bahan organik bagi tanah dan memperkuat daya cengkeram terhadap tanah. Perakaran tanaman juga membantu mengurangi air tanah yang jenuh oleh air hujan, memantapkan agregasi tanah sehingga lebih mendukung pertumbuhan tanaman dan mencegah erosi, sehingga tanah tidak mudah hanyut akibat aliran permukaan dan meningkatkan infiltrasi air (Subagyono, et al., 2003).

Balai Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (2007), menyatakan bahwa rerumputan memiliki potensi antara lain:

a. Menghasilkan eksudat akar sebagai pemantap agregat tanah.

b. Melindungi permukaan tanah dari pukulan langsung butir-butir hujan.

c. Menyalurkan air ke sekitar perakarannya dan kemudian melepas air secara perlahan.

2.2Analisis Vegetasi

Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari beberapa jenis yang hidup bersama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan faktor lainnya sehingga terdapat suatu kesatuan yang hidup dan tumbuh serta dinamis (Kusmana, 1996).

(21)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada April sampai dengan Juli 2012 di Kawasan Danau Toba Desa Haranggaol Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun Sumatera Utara, Laboratorium Sistematika Tumbuhan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian dan Laboratorium Ilmu Dasar Universitas Sumatera Utara.

3.2 Deskripsi Area 3.2.1 Letak dan Luas

Kawasan Danau Toba Desa Haranggaol Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun Sumatera Utara memiliki luas 9,75 km2, secara administratif terletak pada 2° 69’ LU dan 98° 92’ BT dengan batas sebagai berikut (Lampiran 1).

Sebelah Barat : Kecamatan Silimakuta Sebelah Utara : Kecamatan Purba

Sebelah Timur : Kecamatan Dolok Pardamean Sebelah Selatan : Kecamatan Danau Toba

3.2.2 Topografi

Berdasarkan pengamatan di lapangan, pada umumnya kawasan Danau Toba memiliki topografi datar, bergelombang dan terjal.

3.2.3 Tipe Iklim

(22)

sedangkan bulan kering (curah hujan ≤ 100 mm/bulan) terjadi 2 -3 bulan per tahun. Suhu udara rata-rata selama tahun 1992-1996 (selama 5 tahun) berkisar 20,63-21,46ºC sedangkan angka kelembaban tahunannya berkisar antara 79-95 %.

3.2.4 Curah Hujan

Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Marihat, diperoleh data curah hujan rata-rata berkisar 246.83 mm/tahun dengan jumlah hari hujan setiap tahunnya berkisar 170-210 hari serta penyebaran hujan bulanan hampir merata setiap tahun.

3.2.5 Vegetasi

Vegetasi yang umum ditemukan pada lokasi penelitian terdiri dari Eucalyptus urophylla, Pinus mercusii, Alleurites mollucana, Calliandra calithyrsus, Cinnamomum burmanii, Toona sureni, Ficus benjamina, Mangifera sp., Coffea sp. Casuarina sp. dan Gramineae.

3.3 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah meteran/pita ukur, bor tanah, parang, alat tulis, buku lapangan (buku identifikasi), timbangan, oven, kuadrat bambu, sekop, lakban, tali, soil tester, lux meter, higrometer, termometer, kompas, kamera (dokumentasi), altimeter, pH meter, dan GPS.

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah alkohol 70%, kantung plastik 30 kg, kantung plastik 10 kg, kantung kertas, kertas koran dan label gantung.

3.4 Metode Penelitian

(23)

memotong seluruh bagian tanaman (destructive) dan pengukuran kandungan unsur karbon dengan menggunakan metode Walkley & Black, pengukuran kandungan unsur nitrogen dengan menggunakan metode Kjeldhal, pengukuran kandungan unsur fosfor dengan metode Bray II dan pengukuran kandungan Kalium dengan metode Kalium tukar tanah.

3.5 Pelaksanaan Penelitian 3.5.1 Di Lapangan

a) Struktur Rerumputan

Penentuan areal lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, yakni penentuan areal sampling berdasarkan survei areal pada daerah yang dianggap representatif. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat secara beraturan (systematic sampling). Lokasi penelitian dibagi berdasarkan ketinggian, yaitu:

• Lokasi I : ketinggian 900 mdpl

• Lokasi II : ketinggian 1000 mdpl

• Lokasi III : ketinggian 1100 mdpl

Pada masing-masing lokasi dibuat jalur transek sepanjang 220 m, pada setiap transek dibuat 20 plot yang berukuran 1x1 m dengan jarak antar plot 10 m. Ukuran plot digunakan sesuai dengan pendapat Oosting (1956) dalam Soerianegara dan Indrawan (1998), yaitu berukuran 1x1 m (Lampiran 2).

(24)

Dilakukan pengukuran faktor abiotik yang meliputi: pengukuran suhu udara dengan termometer, intensitas cahaya dengan lux meter, kelembaban udara dengan higrometer dan ketinggian tempat dengan alti meter.

b) Biomassa Rerumputan

Pengambilan contoh biomassa rumput dilakukan dengan memotong seluruh bagian tanaman (destructive). Pengambilan data biomassa dilakukan pada plot-plot contoh pada saat analisis vegetasi. Rerumputan dari setiap jenis yang terdapat di dalam plot 1x1 m dipotong dan ditimbang berat basahnya. Dimasukkan ke dalam kantong kertas, dan diberi label sesuai dengan plot. Semua kantong kertas yang berisi sampel rerumputan dimasukkan dalam karung besar untuk dibawa ke dalam laboratorium.

c) Kadar Air Tanah

Pengambilan contoh biomassa tanah dilakukan pada plot-plot contoh dengan menggunakan bor tanah dengan kedalaman 20 cm. Tanah yang diperoleh dari masing-masing plot dihomogenkan lalu diambil 100 g sampel tanah. Dimasukkan ke dalam kantong kertas serta diberi label lalu dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.

d) Pengambilan Sampel Tanah

pH tanah diukur dengan soil tester. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan cara menggunakan bor tanah sampai kedalaman 20 cm dengan sistem diagonal, diambil sampel tanah tersebut dari masing-masing plot untuk dihomogenkan dan diambil sebanyak 100 g untuk dianalisis di laboratorium.

3.5.2 Di Laboratorium

a) Identifikasi Rerumputan

Spesimen yang telah kering diidentifikasi. Buku acuan dalam pengidentifikasian tumbuhan menggunakan buku acuan sebagai berikut:

1) Plant Classification (Benson , 1957).

(25)

3) Rumput Pegunungan (Lembaga Biologi Nasional, 1981).

4) Gulma dan Pengendaliannya di Perkebunan Karet Sumatera Utara dan Aceh (Usman, 1986).

5) Weeds of Rice in Indonesia (Soerjani, Kostermans dan Tjitrosoepomo, 1987). 6) Tumbuhan Monokotil (Guharja, 1996).

b) Pengukuran Biomassa

Spesimen-spesimen rerumputan dari lapangan dibawa ke laboratorium untuk ditimbang berat basah daun dan batang serta dicatat beratnya. Biomassa daun dan batang pada plot contoh diambil lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 80 ºC selama 2 x 24 jam, ditimbang dan dicatat data berat kering serta dilakukan perhitungan biomassa rumput (Hariah & Rahayu, 2007).

c) Pengukuran Kadar Air Tanah

Tanah yang dibawa dari lapangan dibawa ke laboratorium untuk dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 80 ºC selama 2 x 24 jam. Ditimbang dan dicatat berat keringnya.

d) Proses Analisis Tanah

(26)

Penetapan C-organik dengan Metode Walkley & Black

Sampel tanah kering ditimbang 0,5 g lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 cc, ditambahkan 5 ml K2Cr2O7 1 N dan secara perlahan-lahan ditambahkan 10 ml H2SO4

pekat, digoncang selama 3-4 menit, didiamkan selama 30 menit. Ditambahkan 100 ml aquadest dan 5 ml H3PO4 85%, NaF 4%, ditambahkan 5 tetes diphenilamine lalu

digoncang sehingga terbentuk larutan berwarna biru tua kehijauan selanjutnya dititrasi dengan Fe(NH4)2(SO4)2 0,5 N hingga larutan berubah warna menjadi hijau terang.

Penetapan Nitrogen (N) dengan Metode Kjeldhal

Pengukuran kandungan nitrogen pada tanah ada beberapa tahap, yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. Pada tahapan destruksi dimulai dengan menimbang 2 g sampel tanah dan ditempatkan pada tabung digester, ditambahkan 2 g katalis campuran (sebanyak sampel tanah) dan ditambahkan 10 ml H2O, ditambahkan 10 ml campuran

H2SO4-asam salisilat dan dibiarkan selama 24 jam. Didestruksi dengan menggunakan

alat Digestor (Kjeldhaltherm) pada suhu rendah dan dinaikkan secara bertahap hingga larutan menjadi jernih (temperatur < 200 ºC), setelah larutan jernih suhu dinaikkan dan dilanjutkan selama 30 menit, didinginkan dan diencerkan dengan menambahkan 15 ml H2O.

Pada tahapan destilasi, ditempatkan tabung destruksi pada alat destilasi, ditambahkan 25 ml H3BO3 4% yang ditempatkan pada erlenmeyer 250 cc dan

ditambahkan 3 tetes indikator campuran, yang ditempatkan sebagai penampung hasil destilasi. Ditambahkan 25 ml NaOH 40% ke tabung destilasi dan langsung didestilasi. Amoniak hasil destilasi ditampung pada erlenmeyer yang berisi H3BO3, destilasi

(27)

Penetapan P dengan Metode Bray II

Sampel tanah ditimbang 2 g lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 cc, ditambahkan larutan Bray II sebanyak 20 ml dan digoncang dengan shaker selama 30 menit lalu disaring. Diambil filtrat sebanyak 5 ml dan ditempatkan pada tabung reaksi, tambahkan pereaksi fosfat B sebanyak 10 ml, dibiarkan selama 5 menit lalu diukur transmitan pada spectronic dengan panjang gelombang 660 nm. Pada saat yang bersamaan tambahkan masing-masing 5 ml larutan standar P 0-0,5-1,0-2,0-3,0-4,0 dan 5,0 ppm P ke tabung reaksi lalu ditambahkan 10 ml pereaksi fosfat B lalu ukur transmitan pada spectronic dengan panjang gelombang 660 nm.

Penetapan Kalium Tukar Tanah

Hasil per kolasi (perkolat) dari penetapan kapasitas tukar kation pada erlenmeyer ditampung dan diukur absorban perkolat pada Flamephotometer atau Atomic Absorbtion Spectrophotometer (AAS). Diukur larutan standar K sengan konsentrasi 0, 10, 20, 30 dan 40 ppm K pada Flamephotometer atau Atomic Absorbtion Spectrophotometer (AAS).

3.6 Analisis Data

a) Analisis Vegetasi Rerumputan

Data vegetasi yang dikumpulkan dianalisis untuk mendapatkan nilai Kerapatan (K), Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi (F), Frekuensi Relatif (FR), Indeks Nilai Penting (INP), Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks Similaritas (IS) pada Lampiran 5, (Kusmana, 1996).

1) Kerapatan

Kerapatan (K) =Jumlah individu suatu spesies Luas Keseluruhan Plot

K relatif (KR) = K suatu spesies

(28)

2) Frekuensi

Frekuensi (F) = Jumlah plot ditemukan suatu spesies Jumlah seluruh plot

F relatif (FR) = F suatu spesies

F seluruh spesiesx100%

3)Indeks Nilai Penting (INP)

INP = K relatif (KR) + F relatif (FR)

4) Indeks Keanekaragaman dari Shannon-Wiener

H’ = -Σpi ln pi

pi = ni N dengan,

ni = Jumlah individu suatu spesies

N = Jumlah total individu seluruh spesies

Dimana, H’>3 menunjukkan keanekaragaman jenis tinggi, H’1≤H’≤3 menunjukkan keanekaragaman jenis sedang, dan H’<1 menunjukkan keanekaragaman rendah (Mason, 1980).

5)Indeks Keseragaman

E = H' H maks dengan,

E = Indeks Keseragaman H’ = Indeks Keanekaragaman

Hmaks = Indeks Keanekaragaman maksimum sebesar ln S S = Jumlah genus atau spesies

(29)

6)Indeks Similaritas

IS = 2C

A + B x 100% Keterangan:

A = jumlah jenis yang terdapat pada lokasi A B = jumlah jenis yang terdapat pada lokasi B

C = jumlah jenis yang terdapat pada kedua lokasi yang dibandingkan. Dimana, Kesamaan ≤ 25% : sangat tidak mirip

Kesamaan 25-50% : tidak mirip Kesamaan 50-75% : mirip

Kesamaan ≥ 75% : sangat mirip (Suin, 2002).

b) Perhitungan Biomassa Rumput

Perhitungan biomassa rumput dengan menggunakan rumus sebagai berikut. Total Biomassa = BK1 + BK2 + BK3....BKn

Biomassa per satuan luas =Total berat kering (g)

Luas Area (m2) x 100%

c) Perhitungan Kadar Air Tanah

%Kadar Air =BB tanah- BK tanah

BK tanah x 100%

Dimana BB= berat basah rumput (g), BK= berat kering rumput (g).

d) Perhitungan Kandungan Unsur Hara Tanah

1) Perhitungan Kandungan Karbon (C) Organik

Corg = 5 x�1−�

mampu mengoksidasi 0,003 g C-organik, 1

(30)

2) Perhitungan Kandungan Nitrogen (N)

N(%) =ml titrasi (contoh – blanko) x NHCL x 14 x 100 Berat Contoh Tanah x 1000

3) Perhitungan Kandungan Fosfor (P)

P avl (ppm) = P lrt20

2 x faktor pengencer

4) Perhitungan Kandungan Kalium (K)

K tukar = K lrt 20

390 x faktor pengencer

e) Analisis Korelasi

(31)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kekayaan Jenis Rumput di Kawasan Danau Toba Desa Haranggaol Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun

Hasil penelitian menunjukkan kekayaan jenis rumput di Kawasan Danau Toba Desa Haranggaol Kecamatan Haranggaol Horison seperti tertera pada tabel berikut.

Tabel 1.1 Komposisi Rumput di Kawasan Danau Toba Desa Haranggaol Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun

No Famili Jenis Lokasi

15 Imperata cylindrical 117 441 820

16 Leersia hexandra - - 1833

(32)

Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa rumput yang ditemukan sebanyak 24 jenis, terdiri dari Cyperaceae 5 jenis dan Poaceae 19 jenis. Jumlah rumput yang ditemukan pada lokasi I sebanyak 13 jenis yang termasuk ke dalam Cyperaceae 3 jenis dan Poaceae 10 jenis dengan jumlah individu 4.794, pada lokasi II sebanyak 15 jenis yang termasuk ke dalam Cyperaceae 3 jenis dan Poaceae 12 jenis dengan jumlah individu 4.958 dan pada lokasi III sebanyak 7 jenis yang termasuk ke dalam Cyperaceae 2 jenis dan Poaceae 5 jenis dengan jumlah individu 3.788. Jumlah individu Poaceae yang ditemukan pada ketiga lokasi penelitian sebanyak 11.766, sedangkan jumlah Cyperaceae sebanyak 1.394 individu (Lampiran 3 dan 6).

Poaceae merupakan tumbuhan pionir yang dapat berkembang dengan baik secara vegetatif dan generatif dengan kisaran toleransi yang luas dan cenderung tersebar luas. Pada umumnya famili Poaceae lebih banyak jumlah jenis dan penyebarannya di dunia dibandingkan dengan Cyperaceae. Menurut Peterson & Soreng (2007), Poaceae merupakan famili terbesar keempat di dunia dalam kelompok tumbuhan berbunga (Spermathophyta) yang diperkirakan berjumlah 800 genera dan 11000 spesies, sedangkan menurut Pandey (2003), Cyperaceae ada sekitar 85 genera dan 2500 spesies.

Jenis Microstegium ciliatum mendominasi lokasi I dengan jumlah individu 2597, jenis ini hanya ditemukan pada lokasi I. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor abiotik seperti air, intensitas cahaya dan kelembaban yang sesuai sehingga mendukung pertumbuhan dan perkembangannya. Microstegium ciliatum dapat berkembang biak dengan baik secara vegetatif maupun generatif. Menurut LIPI (1981), rumput ini memiliki biji yang banyak sehingga biji-biji yang jatuh akan cepat membentuk tumbuhan baru dan memiliki masa perbungaan sepanjang tahun. Selanjutnya menurut Mackinnon et al. (2000), penyebaran dan pertumbuhan suatu individu tanaman sangat dipengaruhi oleh daya tumbuh biji, topografi dan faktor lingkungan lain.

(33)

pertumbuhan yang menonjol dibandingkan dengan jenis rumput lain. Rumput ini memiliki buliran berbentuk lanset yang berekor, berbunga terus sepanjang tahun dan perbanyakan diri dapat melalui biji dan rimpang.

Leersia hexandra mendominasi lokasi III dengan jumlah individu 1833. Jenis ini hanya dapat ditemukan pada lokasi III, hal ini menunjukkan bahwa jenis ini toleran terhadap intensitas cahaya yang tinggi dan unsur hara yang terbatas (Tabel 1.2). Berdasarkan pengamatan di lapangan, jenis rumput ini lebih mampu hidup di daerah perbukitan atas dimana keadaan tanah bebatuan dengan intensitas cahaya yang tinggi. Menurut LIPI (1981), Leersia hexandra hidup dengan baik pada daerah yang kering dan tempat terbuka dengan intensitas cahaya yang tinggi.

Krebs (1985), menyatakan bahwa keberhasilan setiap jenis untuk mendominasi suatu area dipengaruhi oleh kemampuannya beradaptasi secara optimal terhadap seluruh faktor lingkungan fisik (temperatur, cahaya, struktur tanah dan kelembaban), faktor biotik seperti interaksi antar spesies, kompetisi, parasitisme dan faktor kimia yang meliputi ketersediaan air, oksigen, pH dan unsur hara dalam tanah.

Pada tingkatan jenis, Scleria lacustris, Imperata cylindrica dan Themeda gigantea ditemukan pada ketiga lokasi penelitian. Scleria lacustris merupakan jenis rumput yang penyebarannya sangat luas dan memiliki kemampuan berkembang biak yang baik melalui biji. Menurut Jacono & Clare (2008), bahwa Scleria lacustris memiliki strategi perkecambahan yang baik dan memiliki biji yang mampu beradaptasi pada kondisi buruk atau ekstrim.

(34)

efektif. Selain itu Imperata cylindrica menghasilkan zat allelopati yang dapat menghambat pertumbuhan jenis tanaman lain yang ada di sekitarnya.

Jenis Themeda gigantea merupakan rumput yang memiliki perawakan yang tinggi dan besar serta bunga yang banyak sehingga jenis rumput lain kalah bersaing dalam memperoleh ruang. Selanjutnya Guharja (1996), bahwa Themeda gigantea memiliki tinggi 1,5-3 m dan jenis ini umumnya memiliki sistem perakaran yang kuat yang tumbuh meluas ke segala arah.

Jenis Cyperus compressus, Brachiaria mutica, Paspalum ciliatifolium dan Setaria sp. ditemukan pada lokasi I dan II saja. Jenis Capillipedium parviflorum, Echinochloa colonum, Setaria paspalidioides dan Sporobolus sp. hanya ditemukan pada lokasi I. Menurut LIPI (1981), Capillipedium parviflorum lebih banyak dijumpai di tempat-tempat terbuka, meskipun ditempat terlindungi juga dapat tumbuh. Rumput ini berkembang biak dengan cepat melalui potongan buluh atau rimpangnya. Echinochloa colonum merupakan rumput yang memiliki tinggi 0.5-1 m dan dapat tumbuh baik pada lokasi yang ternaungi. Halvorson & Guertin (2003), menyatakan bahwa Echinochloa colonum memiliki masa dormansi singkat, dengan masa dormansi yang menghilang dalam waktu kurang dari 8 minggu penyimpanan kering setelah panen. Echinochloa colonum tumbuh dalam kisaran yang cukup luas dari jenis tanah, tetapi paling umum pada tanah liat.

Sporobolus sp. merupakan rumput yang dapat tumbuh pada kondisi kering. Rumput ini berwarna hijau tua dengan tinggi kurang dari 1 m. Menurut Lasut (2009), rumput ini hidup membentuk rhizom yang tidak terlalu banyak. Daun tidak berbulu dengan panjang daun antara 5-10 cm. Tipe bunganya tandan dengan warna krem. Tanaman ini mudah berbiji akan tetapi bijinya mudah rontok sehingga tidak banyak yang membentuk individu baru.

(35)

dan pH tanah cenderung normal . Menurut Lasut (2009), rumput ini menyukai lokasi dengan sinar matahari penuh, dengan temperatur optimum 18-27°C, tumbuh dengan baik pada tipe tanah yang bervariasi namun lebih tumbuh subur pada tanah lempung berpasir dan dengan pH tanah 6.5-8. Menurut Maun & Barrett (1986), tinggi Echinochloa crus-galli dapat mencapai 20-200 cm. Selain itu rumput ini juga memiliki akar yang tebal dan berserat. E. crus-galli merupakan rumput tahunan yang beradaptasi dan tumbuh baik pada tingkat kelembaban udara 80%. Pertumbuhan E. crus-galli sangat baik pada tanah berpasir dan berlempung, terutama tanah yang memiliki kandungan nitrogen yang tinggi. Pertumbuhannya tidak dibatasi oleh pH tanah. Suhu optimum untuk perkecambahan gulma ini dari 32°C hingga 37°C dan akan terhambat bila dibawah 10°C dan di atas 40°C.

Jenis Eragrostis nigra memiliki perakaran kuat dan banyak sehingga tahan terhadap kekeringan serta memiliki perawakan yang kecil. Rumput ini kelihatan berbeda dengan jenis rumput lain karena memiliki perbungaan yang berwarna abu-abu kehitaman. Menurut Halvorson & Guertin (2003), bahwa rumput ini dapat tumbuh subur meskipun berada pada tanah padat berpasir, tanah liat atau tanah berbatu. Eragrostis nigra memiliki tinggi sekitar 35-100 cm, perbungaan keluar secara serentak sehingga pada waktu berbunga, jumlah daun jauh lebih sedikit dari pada perbungaan yang keluar. Masa berbunga sepanjang tahun, perkembangbiakannya lebih cepat dengan biji dari pada dengan rimpang, karena bijinya kecil sehingga mudah menyebar dan membentuk individu baru.

Jenis Fimbristylis alboviridis, Deyeuxia sp. dan Leersia hexandra hanya ditemukan pada lokasi III. Hal ini dipengaruhi oleh daya saing hidup dan respon adaptif dengan tumbuhan lain dalam suatu komunitas tumbuhan, baik dalam hal perebutan unsur hara, air maupun cahaya. Selain itu ketinggian lokasi juga berpengaruh terhadap jenis tegakan yang dapat tumbuh. Menurut Daniel et al. (1987) dalam Nasution (2009), bahwa suatu vegetasi akan berubah sesuai perubahan ketinggian dari permukaan laut.

(36)

perubahan kadar air tanah, intensitas cahaya dan faktor ketinggian. Menurut Mcilroy (1976), bahwa sifat pertumbuhan rumput erat hubungannya dengan kondisi habitat seperti ketersediaan air, cahaya dan temperatur. Selanjutnya Anwar et al. (1984), menyatakan bahwa kelimpahan dari vegetasi bawah mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya ketinggian.

Suatu tegakan dapat beradaptasi dan mendominansi suatu lingkungan disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan yang mendukung baik biotik maupun abiotik seperti cahaya matahari, air, kelembaban udara, pH tanah, dan lainnya. Pengaruh faktor lingkungan terhadap pertumbuhan rumput berbeda pada saat yang berlainan. Faktor abiotik lingkungan dapat dilihat pada Tabel 1.2

Tabel 1.2 Data Faktor Abiotik Lingkungan pada Lokasi Penelitian Lokasi Intensitas

Lokasi I : ketinggian 900 mdpl Lokasi II : ketinggian 1000 mdpl Lokasi III : ketinggian 1100 mdpl

Berdasarkan Tabel 1.2 dapat diketahui bahwa pada lokasi III memiliki intensitas cahaya tertinggi yaitu 11573 candela dan memiliki kelembaban udara terendah yaitu 78% dibandingkan dua lokasi yang lainnya. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa setiap lokasi memiliki faktor abiotik yang berbeda sehingga menyebabkan komposisi penyusun pada lokasi tersebut juga berbeda (Tabel 1.1). Keberadaan beberapa jenis tumbuhan terbatasi dengan kondisi lingkungan yang berbeda-beda.

(37)

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan suatu jenis tanaman. Jika tanaman tidak mampu beradaptasi dengan kondisi iklim lingkungannya maka tanaman tersebut akan sulit untuk dapat hidup dan bertahan, sehingga secara bersamaan tanah dan iklim menjadi faktor yang membatasi perkembangan suatu jenis tanaman.

Resosoedarmo et al. (1993), menyatakan bahwa keanekaragaman yang rendah terdapat pada komunitas yang terdapat pada area dengan kondisi lingkungan yang ekstrim, seperti daerah kering dengan intensitas cahaya yang tinggi, tanah miskin hara dan faktor ketinggian tempat. Sementara itu keanekaragaman jenis yang relatif tinggi terdapat di daerah dengan kondisi lingkungan optimum.

4.2 Nilai KR dan FR

Kerapatan Relatif (KR) merupakan gambaran presentase kerapatan suatu jenis rerumputan per kerapatan total seluruh jenis pada suatu lokasi, sedangkan Frekuensi Relatif (FR) menunjukkan banyaknya frekuensi suatu jenis rumput per frekuensi seluruh jenis tersebut pada masing-masing lokasi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai KR, FR dan INP rumput yang dapat dilihat pada Lampiran 4 dan tabel berikut.

Tabel 1.3 Nilai KR, FR dan INP pada Lokasi Penelitian

(38)

ciliatum

Berdasarkan Tabel 1.3 nilai KR tertinggi pada lokasi I ditemukan pada jenis Microstegium ciliatum dengan nilai sebesar 54.172% sedangkan jenis yang memiliki KR terendah adalah Cyperus compressus dengan nilai sebesar 0.125%. Nilai KR yang tinggi pada Microstegium ciliatum disebabkan oleh banyaknya individu dari jenis ini jika dibandingkan dengan jenis yang lain. Jenis ini membentuk rumpun yang padat, buluh tumbuh menjalar atau memanjat dengan pertumbuhan cabang-cabang pada buluh banyak, terutama pada bagian pangkalnya. Pertumbuhan yang subur dari jenis ini pada lokasi I disebabkan oleh faktor abiotik yang sesuai, selain itu perawakan Cyperus compressus yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis rumput lain yang terdapat pada lokasi tersebut juga menyebabkan Cyperus compressus kalah berkompetisi dalam memperoleh tempat tumbuh (ruang). Sesuai pendapat Indriyanto (2006), penggantian spesies tumbuhan oleh spesies tumbuhan lain dalam suatu habitat bergantung pada kemampuan untuk bersaing dalam memanfaatkan ruang, air dan cahaya. Selanjutnya menurut Suleman (2011), tumbuhan teki-tekian (Cyperaceae) cenderung tersebar dalam kawasan yang terbatas, bergantung pada kondisi habitatnya.

(39)

Tinggi rendahnya nilai KR dari jenis rumput di atas menunjukkan keadaan lingkungan yang berubah-ubah, meliputi penurunan suhu, kelembaban yang tinggi, intensitas cahaya dan kandungan unsur hara tanah, seiring penambahan ketinggian tempat dan kemampuan tumbuh serta penyebaran biji menjadi tidak efektif. Menurut Syahbudin (1987) dalam Ramawati (2010), rendahnya nilai KR menunjukkan bahwa jenis tersebut memiliki penyebaran yang sempit, hal ini disebabkan oleh faktor lingkungan yang ekstrim.

Berdasarkan nilai KR secara keseluruhan, jenis Microstegium ciliatum adalah yang memiliki nilai KR tertinggi yang terdapat pada lokasi I. Untuk lebih jelasnya nilai KR tertinggi dari masing-masing jenis pada ketiga lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. KR tertinggi pada lokasi I, II dan III

Nilai KR yang tinggi menunjukkan jenis tersebut banyak ditemukan di lokasi ini. Beragamnya nilai KR ini mungkin disebabkan karena kondisi yang memiliki variasi lingkungan. Menurut Loveless (1989), sebagian tumbuhan dapat tumbuh dalam kondisi lingkungan yang beraneka ragam sehingga tumbuhan tersebut cenderung tersebar luas.

Nilai Frekuensi Relatif (FR) tertinggi pada lokasi I ditemukan pada jenis Microstegium ciliatum dengan nilai sebesar 26.923% dan FR terendah ditemukan pada jenis Cyperus compressus dan Sporobolus sp. dengan nilai sebesar 1.923%, nilai FR tertinggi pada lokasi II ditemukan pada jenis Imperata cylindrica dengan nilai

54.172

Microstegium ciliatum Deyeuxia brachyathera Leersia hexandra

Lokasi I Lokasi II Lokasi III

KR (

%

(40)

sebesar 27.119% dan nilai FR terendah ditemukan pada jenis Eragrostis tenella dan Sorghum nitidum dengan nilai sebesar 1.695% dan nilai FR tertinggi pada lokasi III ditemukan pada jenis Leersia hexandra dengan nilai sebesar 30.769% dan nilai FR terendah ditemukan pada jenis Themeda gigantea dengan nilai sebesar 3.077%. Tingginya nilai FR menunjukkan banyaknya jumlah jenis tersebut pada masing-masing lokasi. Jenis-jenis tersebut mampu bertahan hidup dan berkembang serta memiliki penyebaran yang luas. Keadaan ini menunjukkan bahwa jenis-jenis tersebut toleran terhadap kondisi yang ada.

Berdasarkan nilai FR secara keseluruhan jenis Leersia hexandra memiliki nilai FR tertinggi yang ditemukan pada lokasi III. Untuk lebih jelasnya nilai FR tertinggi dari masing-masing jenis pada ketiga lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2. FR tertinggi pada lokasi I, II dan III

Nilai FR yang tertinggi pada lokasi III yaitu Leersia hexandra yang berarti bahwa jenis ini memiliki tingkat penyebaran yang luas karena jenis tersebut mampu beradaptasi dan berkembang biak dengan baik. Berdasarkan nilai KR dan FR, Microstegium ciliatum, Leersia hexandra, Imperata cylindrica yang terdapat pada ketiga lokasi merupakan jenis-jenis yang dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang ada. Berdasarkan nilai FR tersebut dapat dilihat proporsi antara jumlah rumput pada suatu jenis dengan jumlah jenis lainnya di dalam komunitas dapat menggambarkan penyebaran jenisnya di dalam suatu komunitas.

26.923 27.119 30.769

Microstegium ciliatum Imperata cylindrica Leersia hexandra

Lokasi I Lokasi II Lokasi III

F

R

(41)

Menurut Indriyanto (2006), nilai frekuensi suatu jenis merupakan besarnya intensitas ditemukannya suatu spesies dalam pengamatan keberadaan organisme pada suatu komunitas. Nilai distribusi hanya dapat memberikan informasi tentang kehadiran tumbuhan tertentu dalam suatu plot dan belum dapat memberikan gambaran tentang jumlah individu pada masing-masing plot.

4.3 Indeks Nilai Penting (INP)

Indeks nilai penting (INP) merupakan parameter kuantitatif yang biasa dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi suatu jenis dalam komunitas tumbuhan. Indeks nilai penting yang diperoleh dari ketiga lokasi penelitian cukup bervariasi yang dapat terlihat pada Tabel 1.3 (Lampiran 4 dan 12).

Nilai INP pada lokasi I berkisar antara 2.048%-81.095%, jenis yang memiliki INP tertinggi pada lokasi ini ditemukan pada jenis Microstegium ciliatum dengan nilai sebesar 81.095% dan jenis dengan INP terendah adalah Cyperus compressus dengan nilai sebesar 2.048%. Pada lokasi II berkisar antara 2.018%-68.504% dengan INP tertinggi ditemukan pada jenis Deyeuxia brachyathera dan jenis dengan INP terendah adalah Eragrostis tenella dengan nilai sebesar 2.018%. Nilai INP pada lokasi III berkisar antara 4.396%-79.158%, jenis yang memiliki INP tertinggi pada lokasi III ditemukan pada jenis Leersia hexandra dengan nilai sebesar 79.158% dan jenis dengan INP terendah adalah Themeda gigantea dengan nilai sebesar 4.396%.

INP tertinggi pada ketiga lokasi menunjukkan tingginya kemampuan suatu jenis dalam menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan dan mampu berkompetisi dengan jenis lainnya. Menurut Indriyanto (2006), bahwa indeks nilai penting adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi jenis-jenis dalam suatu komunitas tumbuhan. Jenis-jenis-jenis yang dominan dalam suatu komunitas tumbuhan akan memiliki indeks nilai penting yang paling besar.

(42)

masing-masingnya sangat tinggi sehingga dapat dinyatakan bahwa lokasi tersebut merupakan habitat yang sesuai untuk pertumbuhan Microstegium ciliatum dan jenis tersebut mempunyai peranan yang penting dalam komunitas. Lebih jelasnya INP tertinggi pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.

Gambar 3. INP tertinggi pada lokasi I, II dan III

4.4 Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E)

Indeks keanekaragaman dan indek keseragaman rumput pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.4 sebagai berikut.

Tabel 1.4 Nilai Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman Rumput

Berdasarkan Tabel 1.4 dapat dilihat bahwa rumput pada lokasi penelitian memiliki tingkat keanekaragaman yang sedang. Pada lokasi I sebesar 1.557, pada lokasi II nilai keanekaragaman sebesar 1.790 dan pada lokasi III sebesar 1.414. Menurut Mason (1980), jika H’>3 berarti menunjukkan keanekaragaman jenis tinggi, nilai H’1≤H’≤3 berarti menunjukkan keanekaragaman jenis sedang, dan nilai H’<1 menunjukkan keanekaragaman rendah. Selanjutnya Odum (1996) dalam Arico (2010) menyatakan semakin banyak jumlah spesies maka semakin tinggi keanekaragamannya. Sebaliknya, jika nilainya kecil maka komunitas tersebut

81.095

Microstegium ciliatum Deyeuxia brachyathera Leersia hexandra

(43)

didominasi oleh sedikit jenis. Keanekaragaman jenis juga dipengaruhi oleh pembagian penyebaran individu dalam tiap jenisnya, tetapi jika penyebaran individu tidak merata maka keanekaragaman jenis dinilai rendah. Lebih lanjut Suleman (2011), menyatakan jika suatu komunitas tumbuhan memiliki keanekaragaman yang tinggi, maka kehadiran suatu jenis dalam komunitas tersebut tidak ada yang bersifat dominan terhadap jenis lainnya. Sebaliknya, jika dalam suatu komunitas dijumpai satu atau dua jenis yang dominan dari jenis lainnya maka tingkat keanekaragaman dalam komunitas tersebut relatif rendah. Disamping itu, keanekaragaman yang tinggi menunjukkan bahwa populasi penyusun komunitas tersebut cenderung bersifat heterogen dan sebaliknya jika rendah maka populasi cenderung homogen.

Indeks keseragaman tertinggi terdapat pada lokasi III sebesar 0.726, hal ini menunjukkan bahwa keseragaman jenis pada lokasi ini lebih tinggi dari pada lokasi lain. Menurut Krebs (1985), bahwa keseragaman rendah 0<E<0.5 dan keseragaman tinggi apabila 0.5<E<1. Lebih lanjut Mason (1980), menyatakan bahwa banyak hal yang dapat mempengaruhi tingkat keanekaragaman maupun keseragaman suatu tegakan. Selain faktor lingkungan, penyebaran tumbuhan di suatu kawasan juga sangat mempengaruhi nilai ini.

Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) pada lokasi I, II dan III dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.

(44)

4.5 Indeks Similaritas (IS)

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh indeks similaritas yang dapat dilihat pada Tabel 1.5 berikut.

Tabel 1.5 Indeks Similaritas (IS) Rumput

Lokasi IS (%)

I dan II 50.00

I dan III 30.00

II dan III 36.36

Analisis Indeks Similaritas dilakukan untuk mengetahui adanya kesamaan jenis rumput pada masing-masing lokasi penelitian. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 1.5 dapat dilihat IS antara lokasi I dengan II sebesar 50%, IS antara lokasi I dengan III sebesar 30% dan IS antara lokasi II dengan III sebesar 36.36%. Hal ini menunjukkan bahwa jenis yang ada pada ketiga lokasi penelitian berbeda berdasarkan zonasi ketinggian. Berdasarkan IS di atas dapat dilihat bahwa antar lokasi mempunyai IS berkisar 30-50%. Nilai ini menunjukkan bahwa antar lokasi penelitian mempunyai kesamaan yang tidak mirip. Hal ini semakin menjelaskan adanya perbedaan jenis tumbuhan yang terdapat pada lokasi penelitian.

Menurut Indriyanto (2006), bahwa Indeks Similaritas (IS) diperlukan untuk mengetahui tingkat kesamaan antara beberapa tegakan, antara unit sampling atau antara beberapa komunitas serta dibandingkan komposisi dan struktur komunitasnya. Oleh karena itu, besar kecilnya indeks similaritas menggambarkan tingkat kesamaan komposisi spesies dan struktur dari dua komunitas atau tegakan atau unit sampling yang dibandingkan. Selanjutnya Krebs (1985), menambahkan bahwa indeks similaritas berguna untuk mengetahui seberapa besar kesamaan organisme yang hidup pada dua lokasi yang berbeda dan dapat digunakan untuk mengetahui penyebarannya.

4.6 Biomassa

(45)

Tabel 1.6 Nilai Produktivitas Rerumputan di Lokasi Penelitian

Berdasarkan Tabel 1.6 diketahui bahwa potensi biomassa per m2 pada lokasi I adalah 546.650 g/m2, pada lokasi II sebesar 322.367 g/m2 dan pada lokasi III sebesar 246.900 g/m2, apabila dibandingkan potensi biomassanya, pada lokasi III memiliki potensi terendah. Berdasarkan Tabel 1.6 juga diketahui bahwa kadar air tanah pada lokasi I sebesar 31.752%, pada lokasi II sebesar 25.313% dan pada lokasi III sebesar 19.332%. Jika dibandingkan kadar air tanahnya, lokasi I memiliki kadar air tanah lebih tinggi dari pada pada lokasi II dan III. Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar air tanah maka biomassa rumput juga semakin besar. Hal ini disebabkan oleh kadar air tanah dapat mempengaruhi pengangkutan air dari tanah ke jaringan tanaman sehingga mempengaruhi pertumbuhan tanaman tersebut. Perbedaan potensi biomassa ini terjadi akibat penurunan produktivitas rumput pada lokasi tersebut yang disebabkan oleh salah satu faktor yaitu kadar air tanah, ketinggian tempat dan unsur hara tanah (Lampiran 9 dan 10).

Menurut Wirosoedarmo (2005), bahwa kandungan air tanah merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas hasil olahan tanah sebagai media tumbuh tanaman. Selanjutnya Harsono (1995) dalam Purba (2009) bahwa akar suatu tanaman dapat berperan sebagai reservoir atau penyedia air tanah alami. Selanjutnya Mackinnon et al. (2000), menyatakan bahwa semakin tinggi tempat, maka produksi biomassa semakin menurun, pertumbuhan tanaman lebih lambat dan produksi serasah daun berkurang. Sifat tanah berubah dengan pertambahan ketinggian tempat, umumnya menjadi lebih asam dan miskin akan unsur hara. Menurut Goldsworthy & Fisher (1996), berat basah tanaman dapat mengalami perubahan dalam waktu yang relatif cepat. Berdasarkan alasan tersebut maka biomassa dapat dinyatakan dalam berat kering karena 90% bahan kering tanaman adalah hasil fotosintesis dan hal tersebut menggambarkan pertumbuhan dari tanaman.

(46)

Pada dasarnya ada dua faktor yang mempengaruhi produktivitas rumput yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan yang mencakup keadaan tanah dan kesuburannya, pengaruh iklim termasuk cuaca dan perlakuan manusia atau manajemen (Sinaga, 2008). Menurut Mcilroy (1976), sifat-sifat pertumbuhan rumput sangat erat hubungannya dengan keadaan habitat misalnya tanah, cahaya dan temperatur. Lebih lanjut Loveless (1989), menambahkan bahwa pertumbuhan tanaman juga dipengaruhi oleh keberadaan unsur hara yang tersedia di dalam tanah, kelembaban, sinar matahari, tersedianya air dalam tanah dan proses fisiologi tumbuhan tersebut.

Menurut Hanum (2009), bahwa pengetahun tentang indikator tumbuhan dapat mencirikan sifat tanah setempat sehingga dapat menentukan tanaman apa yang mendominasi di lahan tersebut. Sebagai suatu contoh, rumput-rumput yang pendek menandakan bahwa tanah di lahan tersebut keadaan airnya kurang. Adanya rumput yang tinggi dan rendah menandakan tanah tempat tumbuh rumput tersebut subur.

4.7 Analisis Korelasi

Berdasarkan pengukuran biomassa rumput yang telah dilakukan pada setiap lokasi penelitian dan dikorelasikan dengan intensitas cahaya, kadar air tanah dan kandungan unsur hara tanah, maka diperoleh Indeks Korelasi pada (Lampiran 11) dan Tabel 1.7 berikut.

Tabel 1.7 Nilai Analisis Korelasi Pearson dengan Metode Komputerisasi SPSS ver.17.00 Nilai - = Arah korelasi berlawanan

(47)

tersebut dapat diketahui bahwa kandungan unsur hara karbon, nitrogen, fosfor dan kadar air tanah berkorelasi positif dengan produktivitas rumput sedangkan unsur kalsium, kalium dan intensitas cahaya berkorelasi negatif terhadap produktivitas rumput. Nilai positif (+) menunjukan semakin besar nilai salah satu kandungan unsur hara tanah dan kadar air tanah maka nilai produktivitas akan semakin besar pula, begitu juga sebaliknya sedangkan nilai negatif (-) menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara nilai faktor kandungan unsur hara tanah dan intensitas cahaya dengan produktivitas rumput, artinya semakin besar nilai faktor kandungan unsur hara tanah maka nilai produktivitas akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya, jika semakin kecil nilai faktor kandungan unsur hara tanah maka produktivitas rumput akan semakin besar.

Perubahan kadar air tanah pada setiap lahan dapat berbeda dipengaruhi oleh berbagai faktor. Kadar air tanah di lahan kering dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik tanah dan curah hujan. Jumlah air dalam tanah mempengaruhi banyak proses seperti pertukaran gas, difusi unsur hara ke akar tanaman dan kecepatan larutan hara bergerak ke perakaran. Menurut Rusmayadi (2011), bahwa air diperlukan dalam mineralisasi nitrogen yang selanjutnya diperlukan sebagai sarana pengangkutan unsur hara lain. Selanjutnya Fitter & Hay (1991), bahwa ketersediaan air tanah merupakan suatu faktor dalam kemampuan bertahan hidup dan distribusi suatu spesies tanaman.

Menurut Mackinnon et al. (2000), penyinaran yang tinggi merupakan faktor utama yang menyebabkan keterbatasan dalam penyebaran dan pertumbuhan tanaman dan persediaan mineral juga merupakan faktor pembatas. Intensitas cahaya yang berlebih dapat berdampak buruk dan menyebabkan kematian bagi tanaman tersebut. Selanjutnya Karmawati et al. (2002), menyatakan intensitas dan lamanya penyinaran berkaitan dengan curah hujan, semakin rendah curah hujan maka semakin tinggi intensitas cahaya.

(48)
(49)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

a. Terdapat 24 jenis rumput (Cyperaceae 5 jenis dan Poaceae 19 jenis), jenis Microstegium ciliatum mendominasi lokasi I (pada ketinggian 900 mdpl) sebesar 81.095%, jenis Deyeuxia brachyathera mendominasi lokasi II (pada ketinggian 1000 mdpl) sebesar 68.504% dan jenis Leersia hexandra mendominasi lokasi III (pada ketinggian 1100 mdpl) sebesar 79.158%.

b. Indeks keanekaragaman lokasi I sebesar 1.557, lokasi II sebesar 1.790 dan lokasi III sebesar 1.414 sedangkan indeks keseragaman pada lokasi I adalah sebesar 0.607, pada lokasi II sebesar 0.661 dan pada lokasi III sebesar 0.726.

c. Produktivitas rumput pada lokasi penelitian sebesar 246.900-546.650 g/m2 dengan kadar air tanah berkisar 19.332-31.752%.

5.2 Saran

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, J., J. Damanik. N Hisyam & A. J. Whitten. 1984. Ekologi Ekosistem Sumatera.Yogyakarta: UGM Press. hlm 317-318, 419-421, 424.

Arico, Z. 2010. Struktur Vegetasi dan Komposisi Vegetasi Seedling dan Sapling di Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Leuser Desa Telagah Kabupaten Langkat Sumatera Utara. [Skripsi]. Medan: FMIPA-USU. hlm 33.

Aswandi & A. Sunandar. 2007. Peningkatan Kapasitas Rehabilitasi Lahan Kritis Pada Daerah Tangkapan Air Danau Toba. Ekspose Hasil-Hasil Penelitian. Prapat. hlm 12.

Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. 2007. Pengendalian Tanah Longsor. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Agro Inovasi. hlm 3. Daru, T. P. 2009. Tekhnik Pengembangan Tanaman Penutup Tanah pada Lahan

Reklamasi Tambang Batubara sebagai Pastura. [Disertasi].IPB, Bogor. hlm11-12.

Fitter, A.H & R.K.M Hay. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hlm 4-5.

Gibson, D. 2009. Grasses & Grassland Ecology. New York: Oxford University Press Inc. pp: 21-22

Goldsworthy, P.R & N.M. Fisher. 1996. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hlm 194-195.

Guharja, E. 1996. Tumbuhan Monokotil. Jakarta: Penerbit Swadaya. hlm 49.

Halvorson, W. L & P. Guertin. 2003. USGS Weeds in the West project: Status of Introduced Plants in Southern Arizona Parks: Echinochloa Beauv. spp. Arizona: Southwest Biological Science Center. pp 13-14.

Hanum, C. 2009. Ekologi Tanaman. Medan: USU Press. hlm 132-133.

Hariah, K & S. Rahayu. 2007. Pengukuran Karbon Tersimpan di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Bogor: World Agroforestry Centre-ICRAF, SEA Regional Office. hlm 32.

(51)

Jacono & C. Clare. 2008. Seed Bank and Regeneration Ecology of an Annual Invasive Sedge (Scleria Lacustris) in Florida Wetlands. Florida: University of Florida. pp: 1.

Karmawati, E., D. Sabaraman & Mukhasim. 2002. Pengembangan Budidaya Lorong Berbasis Tanaman Perkebunan di Dataran Tinggi Sekitar Danau Toba. Jurnal Littri. 8:84.

Kusmana, C. 1996. Metode Survey Vegetasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press. hlm 39.

Kusmana,C. Istomo, W. Sri., N. Endes., & Onrizal. 2004. Upaya Rehabilitasi Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Kualitas Lingkungan. Seminar Nasional Lingkungan Hidup dan Kemanusiaan. Jakarta. hlm3.

Krebs, C.J. 1985. Ecology: Teh Experimental Analysis of Distribution and Abudance. Third Edition. New York: Harper and Row Publisher Inc. pp:78-87, 106.

Lasut, M.T. 2009. The Floristic Study of Herbaceous Grasses in Sulawesi. Department of Biology. [Thesis]. Bogor: Bogor Agricultural University. pp 162, 182, 228-230.

LIPI. 1981. Rumput Pegunungan. Bogor: Lembaga Biologi Nasional. hlm 15, 37, 59. Loveless, A.R. 1989. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan Untuk Daerah Tropik 2.

Jakarta: Percetakan PT Gramedia. hlm 243.

Mackinnon, K., G. Hatta., H. Halim., & A. Mangalik. 2000. Ekologi Kalimantan. Alih Bahasa: Gembong Tjitrosoepomo. Jakarta: Penerbit Prenhallindo. hlm 152-315.

Mason, C.F.1980. Ecology. Second Edition. New York: Logman Inc. pp 4-23.

Maun, M.A & S.C.H., Barrett. 1986. The Biology of Canadian Weed: Echinochloa cruss-galli. London: Canadian Journal of Plant Science. pp 744-746.

Mcilroy, R.J. 1976. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Jakarta: Pradnya Paramita. hlm14-15, 32, 123-125.

Mukhlis, 2007. Analisis Tanah Tanaman. Medan: USU Press. hlm 109-120, 149. Mulatsih, U.S., Rukiyati & S.B., Hermono.2008. Penelitian Jenis Tanaman yang

Efektif Untuk Pelindung Tebing Sungai Ramah Lingkungan. Peneliti Bidang Sungai, Balai Sungai Puslitbang Sumber Daya Air, Balitbang PU. hlm 12. Nasution, B.R. 2009. Struktur dan Komposisi Pohon dan Belta di Zona Pegunungan

(52)

Nasution, Z., S. Damanik., & K. Berliani. 2010. Ekologi Ekosistem Kawasan Danau Toba. Medan: USU Press. hlm 10, 23,31.

Pandey, B.P. 2003. A Textbook of Botany Angiosperms. New Delhi: S. Chand & Company Ltd. pp 378, 380-381.

Peterson, P.M & R.J. Soreng. 2007. Systematics of California Grasses (Poaceae): California Grasslands Ecology and Management. California: University of California Press. pp 7-8.

Purba, M.P. 2009. Besar Aliran Permukaan (Run off) pada Berbagai Tipe Kelerengan di Bawah Tegakan Eucalyptus spp. (Studi Kasus di HPHTI PT. Toba Pulp Lestari Tbk. Sektor Aek Nauli).[Skripsi]. Medan: Fakultas Pertanian-USU. hlm 10.

Ramawati. 2010. Keanekaragaman Tumbuhan Penutup Lantai Hutan dan Penutup Tanah Perkebunan Kopi Rakyat di Kabupaten Pakpak Bharat.[Skripsi]. Medan: FMIPA-USU. hlm. 26

Rauf, A. 2011. Sistem Agroforestry Upaya Pemberdayaan Lahan Secara Berkelanjutan. Medan: USU Press. hlm 5, 7, 49, 58-59.

Resosoedarmo, S., K. Kartawinata., & A. Soegiarto. 1989. Pengantar Ekologi. Bandung: Penerbit Remaja Rosdakarya. hlm 40-41.

Rusmayadi, G. 2011. Pengukuran Kandungan Air Tanah pada Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Jurnal Agroscientiae. Lampung: Fakultas Pertanian UNLAM. 10:29-30.

Simanihuruk, M. 2005. Pendekatan Partisipasif dalam Perencanaan Konservasi Lingkungan di DTA Danau Toba. 11:48-49.

Sinaga, R. 2008. Keterkaitan Nisbah Tajuk Akar dan Efisiensi Penggunaan Air pada Rumput Gajah dan Rumput Raja Akibat Penurunan Ketersediaan Air Tanah. Jurnal Biologi Sumatera. Medan: Departemen Biologi FMIPA-USU. 3:29. Soerianegara, I. & A. Indrawan. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Fakultas

Kehutanan IPB. hlm 71-75.

Soerjani, M., Kostermans & G. Tjitrosoepomo. Weeds of Rice in Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. pp 546.

Suin, N.M. 2002. Metoda Ekologi. Padang: Penerbit Universitas Andalas. hlm 78-79. Suleman, S.M. 2011. Keanekaragaman Tumbuhan pada Habitat Keong Hospes

(53)

Supriyo, H., E. Faridah., W. Dwi., A. Figyantika & A. Khairil. 2009. Kandungan C-Organik dan N-Total pada Serasah dan Tanah pada 3 Tipe Fisiognomi (Studi Kasus di Wanagama I). Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. Yogyakarta: Departemen Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan-UGM.9:49-50.

Sutaryo, D. 2009. Penghitungan Biomassa. Bogor: Wetlands International Indonesia Programme. hlm 1.

Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah: Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Yogyakarta: Penerbit Gava Media. hlm 5-6.

(54)
(55)

LAMPIRAN 2. PLOT PENGAMATAN

1x1 m

10 m

10 m

10 m

10 m

10 m

10 m 10 m

10 m

10 m

10 m

10 m

10 m 1x1 m

100 m

(56)
(57)

12 Scleria lacustris 68 58 78 57 78 46 36 421

13 Setaria sp. 52 72 312 436

14 Sorghum nitidum 19 19

15 Themeda gigantea 7 3 48 58

PADA LOKASI III

No Spesies Plot Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

1 Deyeuxia sp. 19 9 23 121 84 124 380

2 Fimbristylis alboviridis 4 7 8 19

3 Imperata cylindrica 121 12 20 48 13 34 424 18 8 16 40 13 53 820

4 Leersia hexandra 216 110 17 149 48 66 159 97 68 69 72 35 54 36 77 88 69 98 78 227 1833

5 Scleria lacustris 11 85 11 33 29 19 74 36 12 58 3 9 87 467

6 Sorghum nitidum 2 16 38 12 36 57 52 6 219

(58)

LAMPIRAN 4. HASIL ANALISIS VEGETASI PADA LOKASI I

2 Capillipedium parviflorum 671 13.997 0.200 7.692 21.689

3 Themeda gigantea 525 10.951 0.500 19.231 30.182

HASIL ANALISIS VEGETASI PADA LOKASI II

No Jenis K

HASIL ANALISIS VEGETASI PADA LOKASI III

(59)

LAMPIRAN 5. CONTOH PERHITUNGAN (K, KR, F, FR, INP, H’ & IS)

A. Contoh Perhitungan Kerapatan

Kerapatan (K) =Jumlah individu suatu spesies Luas keseluruhan plot

=525 individu 20 m2

= 525/20 m2 (Themeda gigantea pada lokasi I)

K relatif (KR) = K suatu spesies

K total seluruh spesiesx 100%

=525/20 m

2

4794/20 m2x 100%

= 10.951% (Themeda gigantea pada lokasi I)

B. Contoh Perhitungan Frekuensi

Frekuensi (F) = Jumlah plot ditemukan suatu spesies Jumlah seluruh plot

= 10 20

= 0.500 (Themeda gigantea pada lokasi I)

F relatif (FR) = F suatu spesies

F seluruh spesiesx 100% =0.500

2.600 x 100%

= 19.231% (Themeda gigantea pada lokasi I)

C. Contoh Perhitungan Indeks Nilai Penting

INP = KR + FR

= 10.951% + 19.231%

= 30.182% (Themeda gigantea pada lokasi I)

D. Contoh Perhitungan Indeks Keanekaragaman dari Shannon-Wiener

(60)
(61)

HERBARIUM MEDANENSE

(MEDA)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

JL. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan – 20155

Telp. 061 – 8223564 Fax. 061 – 8214290 E-mail

LAMPIRAN 6

HASIL INDENTIFIKASI SPESIMEN Nama : Novia Wulandari Tarigan Nim : 080805062

No Nomor Koleksi Spesies Famili

1 OP1. Leersia hexandra Sawrtz Poaceae

2 OP2. Imperata cylindrical (L.) Raenschel Poaceae

3 OP3. Sorghum nitidum (Vahl) Pers. Poaceae

4 OP4. Scleria lacustris (C.) Wright Cyperaceae

5 OP5. Themeda gigantea (Cav.) Hack Poaceae

6 OP6. Eleusine indica (L.) Gaerton Cyperaceae

7 OP7. Sporobolus sp. Poaceae

8 OP8. Deyeuxia sp. Poaceae

9 OP9. Eragrostis tenella Poaceae

10 OP10. Fimbristylis alboviridis Cyperaceae

11 OP11. Deyeuxia brachyathera Poaceae

12 OP12. Brachiaria mutica (Forsk.) Stapf Poaceae

13 OP13. Echinochloa cruss-galli Poaceae

14 OP14. Paspalum ciliatifolium Poaceae

15 OP15. Manisuris granularis (L.) Poaceae

16 OP16. Cyperus cyperoides Cyperaceae

17 OP17. Setaria sp. Poaceae

18 OP18. Microstegium ciliatum Poaceae

19 OP19. Capillipedium parviflorum (R.Br.) Stapf Poaceae

20 OP20. Echinochloa colonum Poaceae

21 OP21. Setaria paspalidioides Poaceae

22 OP23. Scleria sp. Cyperaceae

23 OP24. Cyperus compressus (L.) Cyperaceae

24 OP25. Eragrostis nigra Nees ex Buese Poaceae

Kepala Herbarium Medanense

Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc NIP. 196301231990032001

Gambar

Tabel 1.1 Komposisi Rumput di Kawasan Danau Toba Desa Haranggaol   Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun
Tabel 1.3 Nilai KR, FR dan INP pada Lokasi Penelitian
Gambar 1. KR tertinggi pada lokasi I, II dan III
Gambar 2 berikut.
+4

Referensi

Dokumen terkait

untuk pengajuan izin lebih dari 1 (satu) sumur injeksi dalam 1 (satu) lapangan produksi yang sama, maka Daerah Kajian Injeksi meliputi batas terluar area proyek ditambah

Menganjurkan ibu cara merawat bayi yang baik yaitu bayi dimandikan 2x sehari dengan air hangat dan sabun , membungkus tali pusat dengan kasa steril dan kering, mengimunisasi bayi

pergeseran nilai-nilai sakralitas pada perayaan Maras Taun di Desa Limbongan. dan Desa Jangkar Asam Kecamatan Gantung Belitung

kemampuan berpikir kritis siswa kelas VII B dalam menyelesaikan soal matematika. terkait materi garis

It is recommended that teachers of Sports, Physical Education and Health be always creative in implementing the curriculum, analyzing the materials and the values contained in any

Dengan adanya persoalan tersebut di atas, penulis berencana untuk membuat aplikasi berbasis web yang mengimplementasikan teknik tersebut, yakni Google Hack, untuk

The Location of Semantic Reference is aggregated by the Semantic Reference Object, which is realized by the Semantic Absolute Location with information of a Semantic

This study aims to investigate whether or not the revised of the 2013 curriculum course book entitled “When English Rings a Bell” is in line with the theory of scientific