• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penggunaan Vasektomi di Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penggunaan Vasektomi di Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi Tahun 2014"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGGUNAAN VASEKTOMI DI KECAMATAN PADANG HILIR KOTA TEBING TINGGI

TAHUN 2014

TESIS

Oleh

SILVIA SAFITRI HASIBUAN 127032235/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGGUNAAN VASEKTOMI DI KECAMATAN PADANG HILIR KOTA TEBING TINGGI

TAHUN 2014

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

OLEH

SILVIA SAFITRI HASIBUAN 127032235/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGGUNAAN VASEKTOMI DI KECAMATAN PADANG HILIR KOTA TEBING TINGGI

TAHUN 2014

Nama Mahasiswa : Silvia Safitri Hasibuan Nomor Induk Mahasiswa : 127032235

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D Ketua

) (Asfriyati, S.K.M., M.Kes Anggota

)

Dekan

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 29 Oktober 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D Anggota : 1. Asfriyati, S.K.M., M.Kes

2. dr. Heldy BZ, M.P.H

(5)

PERNYATAAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGGUNAAN VASEKTOMI DI KECAMATAN PADANG HILIR KOTA TEBING TINGGI

TAHUN 2014

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2015

(6)

ABSTRAK

Data akseptor vasektomi di Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi pada tahun 2013 sampai dengan Mei 2014 berjumlah 37 orang dari 4.697 Pasangan Usia Subur merupakan persentase terendah setelah Kecamatan Padang Hulur yaitu 18 orang. Faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap), faktor pemungkin (ketersediaan pelayanan vasektomi dan keterjangkauan sarana kesehatan), serta faktor penguat (dukungan istri dan peran petugas kesehatan) diduga memengaruhi penggunaan akseptor vasektomi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap), faktor pemungkin (ketersediaan pelayanan vasektomi dan keterjangkauan sarana kesehatan), serta faktor penguat (dukungan istri dan peran petugas kesehatan) yang memengaruhi penggunaan vasektomi di Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi Tahun 2014. J

Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh ketersediaan pelayanan vasektomi (p=0,013), dukungan istri (p=0,021), dan peran petugas kesehatan (p=0,003) terhadap penggunaan vasektomi. Tidak ada pengaruh pengetahuan, sikap, dan keterjangkauan sarana kesehatan terhadap penggunaan vasektomi.

enis penelitian adalah observasional dengan rancangan case control study. Populasi adalah suami sebagai Pasangan Usia Subur pengguna vasektomi sebanyak 37 orang (kasus) dan bukan sebagai akseptor vasektomi sebanyak 37 orang (kontrol), sehingga jumlah sampel 74 orang dengan matching jumlah anak dan tempat tinggal. Pengumpulan data dengan wawancara berpedoman kepada kuesioner. Data dianalisis secara univariat, bivariat dengan uji statistik chi square dan multivariat menggunakan uji regresi logistik berganda pada taraf kemaknaan 95%.

Disarankan agar pemerintah Kota Tebing Tinggi lebih mengoptimalkan petugas kesehatan dan kader dalam memberikan pendidikan kesehatan, menyelenggarakan KB Safari sebulan sekali dan melibatkan tokoh agama dan lainnya sebagai penyuluh tentang kontrasepsi vasekotmi.

(7)

ABSTRACT

The Data of vasectomy acceptors in Padang Hilir Subdistrict, Tebing Tinggi, from 2013 to May, 2014 showed that of 4,697 productive-aged couples, only 37 of them participated as vasectomy acceptors; the lowest percentage in Padang Hilir Subdistrict was 18 acceptors. The factor of predisposition (knowledge and attitude), the factor of possibility (availability of vasectomy service and affordability of health facility), and the factor of strengthening (support from wives and the role of health care providers) influenced the use of vasectomy.

The objective of the research was to find out and to analyze disposition factor (knowledge and attitude), possibility factor (availability of vasectomy service and affordability of health facility) and strengthening facility (support from wives and the role of health care providers) which influenced the use of vasectomy in Padang Hilir Subdistrict, Tebing Tinggi, in 2014. The research used observational method with case control study. The population was 37 productive-aged couples (case) and 37 vasectomy acceptors (control) so that there were 74 respondents with matching the number of children and dwelling. The data were gathered by conducting interviews, guided by questionnaires and analyzed by using univatriate analysis, bivatriate analysis with chi square test, and multivatriate analysis with multiple logistic regression tests at the significance level of 95%.

The result of the research showed that there were the influences of the availability of vasectomy service (p = 0.013), support from wives (p = 0.021), and the role of health care providers (p = 0.003) on the use of vasectomy. There was no influence of knowledge, attitude, and affordability of health facility on the use of vasectomy.

It is recommended that Tebing Tinggi City Administration optimize health care providers and cadres in providing health education, organizing KB Safari once a month and involve religious figures as counselors in vasectomy contraception.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT, atas berkat dan limpahan rahmatNya

sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penggunaan Vasektomi di Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi Tahun 2014”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan

pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan

Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM).,Sp.A.,(K), selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara atas kesempatan penulis menjadi mahasiswa Program

Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

(9)

4. Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D sekaligus Ketua Pembimbing atas segala

ketulusannya dalam menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan,

dorongan, saran dan perhatian selama proses proposal hingga penulisan tesis ini

selesai

5. Asfriyati, S.K.M., M.Kes selaku Anggota Komisi Pembimbing atas segala

ketulusannya dalam menyediakan waktu untuk memberikan motivasi selama

proses proposal hingga penulisan tesis ini selesai.

6. dr. Heldy BZ, M.P.H dan Drs. Abdul Jalil A.A., M.Kes selaku Tim Penguji yang

telah banyak memberikan saran, bimbingan dan perhatian selama penulisan tesis.

7. Dedi P. Siagian, S.STP., M.Si, selaku Kepala Camat Padang Hilir Kota Tebing

Tinggi yang telah memberikan izin penelitian dan memberikan dukungan kepada

penulis dalam rangka menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara Medan.

8. Para Dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2

Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas

Kesehatan masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada ayahanda Chairul Anwar

Hasibuan dan Ibunda Hj. Salmiah dan seluruh keluarga besar penulis yang telah

memberikan dukungan moril serta doa dan motivasi selama penulis menjalani

(10)

10.Buat suami tercinta Arif Susanto, S.T yang telah memberikan motivasi dan

dukungan moril maupun materi selama penulis mengikuti pendidikan hingga

selesai.

11.Teristimewa buat anakku Safhira Atsil Arviannisa yang telah menjadi motivator

untuk menyelesaikan studi ini.

12.Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat,

Universitas Sumatera Utara, atas bantuannya dan memberikan semangat dalam

penyusunan tesis ini.

Akhirnya saya menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan

kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan

harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan

dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Januari 2015 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Silvia Safitri Hasibuan, lahir pada tanggal 30 Juli 1981 di Kelurahan Bandar

Sakti Kecamatan Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara,

beragama Islam, anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Chairul Anwar

Hasibuan dan Ibunda Hj. Salmiah, bertempat tinggal di Jalan Kf. Tandean Kelurahan

Bandar Sakti Kecamatan Kecamatan Bajenis Kota Tebing Tinggi. Penulis menikah

tanggal 22 Juli 2007 dengan Arif Susanto, S.T dan dikaruniai seorang putri Safhira

Atsil Arviannisa.

Penulis mulai melaksanakan pendidikan SD Negeri No 163099 Tebing Tinggi

tamat pada tahun 1992, melanjutkan pendidikan SMP Negeri 5 Tebing Tinggi tamat

pada tahun 1995, melanjutkan pendidikan SMA Negeri 1 Tebing Tinggi tamat tahun

1998, melanjutkan pendidikan D III Akademi Kebidanan Pemko Tebing Tinggi tamat

tahun 2003, selanjutnya menamatkan D IV Bidan Pendidik Universitas Sumatera

Utara tahun 2007. Kemudian pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan

Pascasarjana Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan

Reproduksi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis mulai bekerja sebagai PNS tahun 2003 di Dinas Kesehatan Kota

Tebing Tinggi dan menjadi pengajar di Akademi Kebidanan Pemko Tebing Tinggi

(12)

DAFTAR ISI

2.2. Program Keluarga Berencana (KB) ... 16

2.2.1. Pengertian, Visi, dan Misi ... 16

2.2.2. Tujuan dan Manfaat KB ... 17

2.2.3. Sasaran Program KB ... 19

2.3. Metode Kontrasepsi KB Pria ... 20

2.3.1. Pengertian Kontrasepsi ... 20

2.3.2. Metode Kontrasepsi Vasektomi ... 24

2.4. Landasan Teori ... 34

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 43

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 44

(13)

3.5.2. Definisi Operasional ... 45

3.6. Metode Pengukuran ... 45

3.7. Metode Analisis Data ... 47

3.7.1. Analisis Univariat ... 47

3.7.2. Analisis Bivariat ... 47

3.7.3. Analisis Multivariat ... 48

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 50

4.1 Gambaran Umum Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi ... 50

4.2 Analisis Univariat ... 51

4.2.1. Karakteristik Pengguna vasektomi ... 51

4.2.2. Faktor Predisposisi ... 53

5.1 Pengaruh Pengetahuan terhadap Penggunaan Vasektomi ... 62

5.2 Pengaruh Sikap terhadap Penggunaan Vasektomi ... 64

5.3 Pengaruh Ketersediaan Pelayanan Vasektomi terhadap Penggunaan Vasektomi ... 65

5.4 Pengaruh Keterjangkauan Sarana Kesehatan terhadap Penggunaan Vasektomi ... 67

5.5 Pengaruh Dukungan Istri terhadap Penggunaan Vasektomi .. 68

5.6 Pengaruh Peran Petugas Kesehatan terhadap Penggunaan Vasektomi ... 70

5.7 Pengaruh Ketersediaan Pelayanan Vasektomi, Dukungan Istri dan Peran Petugas terhadap Penggunaan Vasektomi ... 72

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

6.1 Kesimpulan ... 75

6.2 Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 78

(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Definisi Operasional Variabel ... 45 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 46 4.1. Karakteristik Pengguna Vasektomi Kasus dan Kontrol ... 52 4.2. Distribusi Pengguna Vasektomi Kasus dan Kontrol Berdasarkan

Faktor Predisposisi ... 53 4.3. Distribusi Pengguna Vasektomi Kasus dan Kontrol Berdasarkan

Faktor Pemungkin ... 54 4.4. Distribusi Pengguna Vasektomi Kasus dan Kontrol Berdasarkan

Faktor Penguat ... 55 4.5. Tabulasi Silang Faktor Predisposis (Pengetahuan dan Sikap)

dengan Penggunaan Vasektomi ... 58

4.6. Pengaruh Faktor Pemungkin (Ketersediaan Pelayanan

Vasektomi), dan Faktor Penguat (Dukungan Istri dan Peran Petugas Kesehatan) yang Memengaruhi terhadap Penggunaan

(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 80

2. Hasil Pengolahan Data ... 86

3. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan 110

4. Surat Izin Penelitian dari Badan Kesbang Pol dan Linmas Tebing Tinggi ... 111

5. Surat Izin Penelitian dari Bappeda Tebing Tinggi ... 112

6. Surat Telah Melakukan Penelitian dari Kantor Camat Padang Hilir Tebing Tinggi ... 113

7. Surat Telah Melakukan Penelitian dari Badan Kesbang Pol dan Linmas ... 114

(17)

ABSTRAK

Data akseptor vasektomi di Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi pada tahun 2013 sampai dengan Mei 2014 berjumlah 37 orang dari 4.697 Pasangan Usia Subur merupakan persentase terendah setelah Kecamatan Padang Hulur yaitu 18 orang. Faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap), faktor pemungkin (ketersediaan pelayanan vasektomi dan keterjangkauan sarana kesehatan), serta faktor penguat (dukungan istri dan peran petugas kesehatan) diduga memengaruhi penggunaan akseptor vasektomi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap), faktor pemungkin (ketersediaan pelayanan vasektomi dan keterjangkauan sarana kesehatan), serta faktor penguat (dukungan istri dan peran petugas kesehatan) yang memengaruhi penggunaan vasektomi di Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi Tahun 2014. J

Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh ketersediaan pelayanan vasektomi (p=0,013), dukungan istri (p=0,021), dan peran petugas kesehatan (p=0,003) terhadap penggunaan vasektomi. Tidak ada pengaruh pengetahuan, sikap, dan keterjangkauan sarana kesehatan terhadap penggunaan vasektomi.

enis penelitian adalah observasional dengan rancangan case control study. Populasi adalah suami sebagai Pasangan Usia Subur pengguna vasektomi sebanyak 37 orang (kasus) dan bukan sebagai akseptor vasektomi sebanyak 37 orang (kontrol), sehingga jumlah sampel 74 orang dengan matching jumlah anak dan tempat tinggal. Pengumpulan data dengan wawancara berpedoman kepada kuesioner. Data dianalisis secara univariat, bivariat dengan uji statistik chi square dan multivariat menggunakan uji regresi logistik berganda pada taraf kemaknaan 95%.

Disarankan agar pemerintah Kota Tebing Tinggi lebih mengoptimalkan petugas kesehatan dan kader dalam memberikan pendidikan kesehatan, menyelenggarakan KB Safari sebulan sekali dan melibatkan tokoh agama dan lainnya sebagai penyuluh tentang kontrasepsi vasekotmi.

(18)

ABSTRACT

The Data of vasectomy acceptors in Padang Hilir Subdistrict, Tebing Tinggi, from 2013 to May, 2014 showed that of 4,697 productive-aged couples, only 37 of them participated as vasectomy acceptors; the lowest percentage in Padang Hilir Subdistrict was 18 acceptors. The factor of predisposition (knowledge and attitude), the factor of possibility (availability of vasectomy service and affordability of health facility), and the factor of strengthening (support from wives and the role of health care providers) influenced the use of vasectomy.

The objective of the research was to find out and to analyze disposition factor (knowledge and attitude), possibility factor (availability of vasectomy service and affordability of health facility) and strengthening facility (support from wives and the role of health care providers) which influenced the use of vasectomy in Padang Hilir Subdistrict, Tebing Tinggi, in 2014. The research used observational method with case control study. The population was 37 productive-aged couples (case) and 37 vasectomy acceptors (control) so that there were 74 respondents with matching the number of children and dwelling. The data were gathered by conducting interviews, guided by questionnaires and analyzed by using univatriate analysis, bivatriate analysis with chi square test, and multivatriate analysis with multiple logistic regression tests at the significance level of 95%.

The result of the research showed that there were the influences of the availability of vasectomy service (p = 0.013), support from wives (p = 0.021), and the role of health care providers (p = 0.003) on the use of vasectomy. There was no influence of knowledge, attitude, and affordability of health facility on the use of vasectomy.

It is recommended that Tebing Tinggi City Administration optimize health care providers and cadres in providing health education, organizing KB Safari once a month and involve religious figures as counselors in vasectomy contraception.

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Upaya menurunkan hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui Millenium Development Goals (MDG’s) dengan 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaksanakan 8 (delapan) tujuan pembangunan yaitu menanggulangi

kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk semua, mendorong

kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak,

meningkatkan kesehatan ibu, memerangi penyebab Human Immuno Deficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome

Prinsip ke 4 (empat) International Conference Population and Development

(ICPD) yang berbunyi yaitu peningkatan kesetaraan gender dan pemberdayaan

perempuan dan penghapusan segala kekerasan terhadap perempuan untuk mengontrol

fertilitasnya adalah kunci dari program yang mengkaitkan masalah kependudukan

dan pembangunan. Peningkatan partisipasi pria dalam Keluarga Berencana (KB) dan

kesehatan reproduksi adalah langkah yang tepat dalam upaya mendorong kesetaraan

gender (Kumalasari, 2012).

(HIV/AIDS), malaria dan penyakit

menular lainnya, kelestarian lingkungan hidup, serta pembangunan kemitraan global

dalam pembangunan (Prasetyawati, 2012).

Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) tahun

(20)

tidak disertai peningkatan kualitas hidupnya. Penduduk Indonesia berjumlah 224,9

juta pada tahun 2007, sebelumnya 205,8 juta jiwa (Sensus Penduduk, 2000) dan

berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia sudah

mencapai sekitar 237,6 juta jiwa dan berada di peringkat ke 4 (empat) di dunia

berpenduduk tertinggi, berdasarkan kuantitasnya penduduk Indonesia tergolong

sangat besar namun dari segi kualitasnya masih memprihatinkan dan tertinggal

dibandingkan negara Asean lainnya.

Dalam rangka upaya pengendalian jumlah penduduk, maka pemerintah

menerapkan program KB. Program KB dan kesehatan reproduksi saat ini tidak hanya

ditujukan sebagai upaya penurunan angka kelahiran (pengendalian penduduk), namun

dikaitkan pula dengan tujuan untuk pemenuhan hak-hak reproduksi, promosi,

pencegahan, dan penanganan masalah-masalah kesehatan reproduksi dan seksual,

serta kesehatan dan kesejahteraan ibu, bayi, dan anak.

Menurunnya angka Total Fertility Rate (TFR) atau rata-rata kemampuan seorang perempuan melahirkan bayi selama masa reproduksinya sebesar 0,1 selama

kurun waktu 5 tahun (2002/2003-2007), dibarengi dengan angka Contraceptive Prevalence Rate (CPR) hanya sebesar 1,1%. Untuk mengurangi jumlah kelahiran setiap tahunnya diupayakan meningkatkan penggunan metode kontrasepsi baik bagi

wanita berstatus menikah dan juga pasangannya. CPR diharapkan meningkat menjadi

65% dengan bertambahnya pengguna kontrasepsi yang merata pada tahun 2014

(21)

Saat ini diperkirakan masih ada sekitar tiga setengah juta Pasangan Usia

Subur (PUS) di Indonesia yang ingin menunda, menjarangkan dan membatasi

kelahiran untuk masa dua tahun berikutnya, namun tidak menggunakan metoda

kontrasepsi apapun. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012

menunjukkan kebutuhan pelayanan KB yang tidak terpenuhi (unmet need) mencapai 8,5% dari jumlah PUS, dengan rincian untuk menjarangkan kelahiran (spacing) 3,9% dan membatasi kelahiran (limiting) 4,6%. Terjadi peningkatan dibanding dengan hasil SDKI 2007 yang mencatat unmet need sebesar 9,1%, 4,3% untuk penjarangan dan 4,7% untuk pembatasan kelahiran. Unmet need ini sangat bervariasi antara provinsi, terendah 3,2% di provinsi Bangka Belitung dan tertinggi 22,4% di provinsi Maluku.

Unmet need KB diharapkan menurun menjadi 5,0% pada tahun 2014 (BKKBN, 2012).

Selama ini masyarakat menganggap Program KB Nasional identik dengan

kaum perempuan. Anggapan ini tidak berlebihan karena kenyataannya selama ini

sasaran utama program KB sebagian besar adalah perempuan. Namun semua itu

mulai berubah, kaum pria pun kini ikut menjadi akseptor KB. Dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), salah satu indikator keberhasilan BKKBN

adalah tercapainya kesetaraan KB pria sebesar 4,5% pada tahun 2010 (BKKBN,

2012). Ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya partisipasi pria dalam

ber-KB dan kesehatan reproduksi diantaranya adalah rendahnya pengetahuan dan

(22)

kontrasepsi pria, faktor sosial budaya masyarakat, dan adanya rumor tentang

vasektomi serta pengunaan kondom untuk hal yang bersifat negatif.

Berdasarkan data SDKI tahun 2012, partisipasi suami dalam ber-KB secara

nasional hanya mencapai 2% di antaranya 1,8% akseptor kondom dan 0,2% akseptor

vasektomi. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa partisipasi suami dalam

ber-KB masih rendah jika dibandingkan dengan sasaran nasional pada tahun

2012 yaitu 4,5%. Jika dibandingkan dengan pencapaian angka partisipasi suami

dalam ber-KB pada tahun 2006 di negara-negara berkembang seperti Pakistan

sebanyak 5,2%, Bangladesh sebanyak 13,9%, Nepal sebanyak 24%, Malaysia

sebanyak 16,8% dan Jepang sebanyak 80%. Dari data ini dapat dilihat bahwa

Indonesia menempati angka partisipasi suami dalam ber-KB yang paling rendah.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Puslitbang Biomedis dan Reproduksi

Manusia pada tahun 1999 di DKI Jakarta dan DIY mengungkapkan bahwa rendahnya

peran suami dalam ber KB disebabkan karena kurangnya informasi tentang metode

KB pria, terbatasnya jenis kontrasepsi, dan terbatasnya tempat pelayanan KB pria.

Studi di Jawa Barat dan Sumatera Selatan pada tahun 2001 juga mengungkapkan

penyebab rendahnya suami ber KB sebagian besar disebabkan oleh faktor keluarga

yaitu istri tidak mendukung (66%), adanya rumor di masyarakat bahwa vaksektomi

sama dengan kebiri (47%), kurangnya informasi metode kontrasepsi pria dan

terbatasnya tempat pelayanan serta terbatasnya pilihan KB (6,2%). Dari studi tersebut

(23)

sebanyak 41% pria mengatakan bahwa kondom tidak disukai karena mengurangi

kenikmatan dalam berhubungan seksual (BKKBN, 2010).

Menurut BKKBN (2010), hal yang mendasar dalam pelaksanaan

pengembangan program partisipasi suami untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan

gender adalah dalam bentuk perubahan kesadaran, sikap, dan perilaku pria atau suami

maupun isterinya tentang keluarga berencana dan kesehatan reproduksi. Untuk

meningkatkan kesertaan KB pria, yang utama hendaklah diberi pengetahuan yang

cukup tentang KB dan kesehatan reproduksi. Pengelola seyogyanya memahami

pengetahuan, sikap dan perilaku dalam berbagai isu serta memahami dalam hubungan

pembagian kekuasaan antara suami dan istri.

Dari data yang ada di BKKBN Sumatera Utara untuk Kota Medan pada bulan

Agustus 2012 diperoleh 1.982.810 pasangan yang menjadi peserta KB aktif sebanyak

1.266.071 atau 63,8% %. Dari jumlah pasangan usia subur yang berhasil dibina

menjadi peserta KB dengan menggunakan kondom dan metode operasi pria (MOP)

masih sangat rendah yaitu kondom 4,62% dan MOP 0,30% sebagai alat kontrasepsi.

peserta KB dengan menggunakan kondom dan metode operasi pria (MOP) masih

sangat rendah yaitu kondom 4,62% dan MOP 0,30% sebagai alat kontrasepsi

(BKKBN SUMUT, 2012).

Permasalahan yang berkembang pada saat pelaksanaan program KB setelah

ditetapkannya desentralisasi adalah menurunnya kapasitas kelembagaan Program KB,

(24)

perangkat daerah adalah kelembagaan program KB di kabupaten atau kota menjadi

sangat beragam. Akibat lain dari ditetapkannya kebijakan desentralisasi yaitu jumlah

institusi KB tingkat lini lapangan berkurang, dan jumlah serta kualitas tenaga

pengelola dan pelaksanaan program KB di tingkat lapangan menurun karena banyak

yang dimutasi atau pensiun, serta dukungan sarana, prasarana dan anggaran kurang

memadai (BKKBN, 2012).

Kota Tebing Tinggi yang merupakan salah satu kota di Provinsi Sumatera

Utara yang memiliki jumlah penduduk 147.771 jiwa dengan jumlah PUS sebesar

23.550 orang. Peserta KB aktif tahun 2013 berjumlah 17.450 orang dengan jumlah

akseptor KB pria yaitu 200 akseptor vasektomi (1,15%) dan 610 akseptor kondom

(3,50%) pada umur 30-45 tahun. Cakupan PUS akseptor vasektomi terbesar

ditemukan di Kecamatan Rambutan tahun 2013 yaitu 52 orang (1,32%) dari 5.578

PUS, kemudian Kecamatan Bajenis yaitu 49 orang (1,23%) dari 5.081 PUS,

Kecamatan Tebing Tinggi Kota 48 orang (1,85%) dari 3,539 PUS, Kecamatan

Padang Hilir yaitu 33 orang (0,97%) dari 4.697 PUS, dan Kecamatan Padang Hulu

yaitu 18 orang (0,51%) dari 4.655 PUS.

Pada bulan Januari–Mei 2014 akseptor vasektomi di Kota Tebing Tinggi

bertambah sebanyak 50 orang dengan rincian Kecamatan Rambutan yaitu 7 orang,

Kecamatan Bajenis yaitu 5 orang, Kecamatan Tebing Tinggi Kota 31, Kecamatan

Padang Hilir yaitu 4 orang, dan Kecamatan Padang Hulu yaitu 3 orang. Kondisi ini

menjelaskan bahwa Kecamatan Tebing Tinggi Kota merupakan Kecamatan terbesar

penggunan vasektomi dan terkecil adalah Kecamatan Padang Hulu. Apabila ditinjau

(25)

vasektomi di Kota Tebing Tinggi belum sasaran nasional pengguna vasektomi yang

diharapkan yaitu 4,5%.

Kecamatan Padang Hulu tidak dipilih sebagai tempat penelitian karena jumlah

wanita pasangan usia subur menggunakan metode kontrasepsi lebih tinggi tahun 2014

yaitu 3,529 orang dari 4.655 PUS (75,8%), sedangkan Kecamatan Padang Hilir yaitu

3.407 orang dari 4.697 PUS (72,54%) dan penggunan vasektomi (0,97%) masih jauh

berada dibawah sasaran nasional (4,5%). Kecamatan Padang Hulu mempunyai

kondisi permukiman lebih rendah sering mengalami banjir sehingga pria mengguna

vasektomi ada yang tidak berdomisili lagi di daerah tersebut.

Cakupan akseptor KB pria di Kota Tebing Tinggi masih perlu ditingkatkan

seoptimal mungkin sehingga target keikutsertaan suami dalam ber-KB dapat tercapai

sesuai dengan standar nasional yaitu sebesar 4,5%. Pada umumnya akseptor

vasektomi memiliki ekonomi pra sejahtera dengan jenis pekerjaan buruh bangunan,

tukang becak, pedagang keliling, petani, pemulung dan supir. Adanya pemberian

dana sebesar Rp. 200.000, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan bagi suami

pasangan usia subur yang memilih vasektomi merupakan promosi yang diberikan

pemerintah Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi (Profil Kota Tebing Tinggi,

2012).

Penyebab rendahnya partisipasi suami dalam ber-KB adalah keterbatasan

pengetahuan suami tentang kesehatan reproduksi dan paradigma yang berkaitan

dengan budaya patriarki dimana peran suami lebih besar dari pada wanita.

(26)

penggunaan kontrasepsi adalah urusan wanita saja. Wahyuni (2013), menyebutkan

faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya penggunaan kontrasepsi vasektomi di

Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng yaitu pengetahuan dan sikap tentang

vasektomi dan dukungan keluarga.

Penelitian yang dilakukan Budisantoso (2009), menunjukkan bahwa

dukungan istri berhubungan dengan suami dalam ber KB (vasektomi dan kondom) di

Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul. Penelitian Rustam (2006), partisipasi pria dalam

praktik metode KB modern di Indonesia dipengaruhi oleh faktor sosiodemografi yang

meliputi pengetahuan, umur istri, pendidikan suami, jumlah anak masih hidup dan

sikap terhadap program KB. Penelitian tentang penggunaan vasektomi telah

dilakukan Budisantoso dan Rustam, namun penelitian ini dilakukan sebagai

pengembangan lanjutan pada lokasi yang berbeda yaitu Kota Tebing Tinggi.

Rendahnya penggunaan kontrasepsi oleh pria terutama karena keterbatasan

macam dan jenis kontrasepsi pria serta rendahnya pengetahuan dan pemahaman

tentang hak-hak reproduksi serta rendahnya partisipasi pria dalam pelaksanaan

program KB baik dalam praktik KB, mendukung istri dalam menggunakan

kontrasepsi, sebagai motivator atau promotor dan merencanakan jumlah anak. Faktor

lain adalah (a) Kondisi lingkungan sosial, budaya, masyarakat dan keluarga yang

masih menganggap partisipasi pria belum atau tidak penting dilakukan, (b)

Pengetahuan dan kesadaran pria dan keluarganya dalam ber KB rendah, dan (c)

Keterbatasan penerimaan dan aksesibilitas pelayanan kontrasepsi pria, selain itu juga

karena pelayanan KIP/Konseling kontrasepsi pria masih terbatas, (d) Adanya

(27)

menyerahkan tanggung jawab KB sepenuhnya kepada para istri atau perempuan

(BKKBN, 2008).

Dalam mewujudkan metode vasektomi, tidak terlepas kaitannya dengan peran

petugas kesehatan (konseling) yang berperan langsung dalam pengembangan

program vasektomi. Namun apabila tempat-tempat pelayanan kesehatan yang dapat

memberikan pelayanan KB untuk pria masih sangat terbatas, kurangnya sarana dan

prasarana puskesmas dalam pelayanan metode vasektomi dapat menghambat

penjaringan program kontrasepsi pria. Selain itu, keberadaan tokoh masyarakat

cenderung kurang mendukung dalam melaksanakan program KB khususnya tokoh

agama yang masih kontraversi dalam menggunakan vasektomi dalam menjarangkan

kelahiran karena melanggar agama (Winardi, 2007).

Menurut Notoatmodjo (2010), yang mengutip teori Green, faktor yang

memengaruhi pria dalam penggunaan kontrasepsi vasektomi dapat menggunakan

pendekatan faktor perilaku pada kerangka kerja dari teori Green (1991) yaitu faktor

predisposisi (predisposing factors) meliputi pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, sikap, budaya), Faktor pemungkin (enabling factors) meliputi tersedianya pelayanan kesehatan, keterjangkauan, dan faktor penguat (reinforcing factors) meliputi perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas

kesehatan).

Hasil survei pendahuluan pada 10 orang pria pasangan usia subur pengguna

vasektomi berdomisili di Kecamatan Padang Hilir berumur antara 30-45 tahun dan

(28)

sebagai penarik becak, buruh bangunan (kebun), dan pedagang keliling. Temuan hasil

wawancara pengguna vasektomi menyebutkan pada umumnya alasan mengikuti

vasektomi dikarenakan adanya insentif berupa uang (Rp.200.000) yang diberikan

pemerintah setelah mengikuti vasektomi, ada juga menyatakan istrinya mengalami

sakit sehingga tidak dapat menggunakan metode kontrasepsi dan tidak ingin

menambah anak lagi atau apabila menambah anak akan menambah beban hidup

keluarga. Jumlah anak menjadi salah satu faktor penting seseorang untuk menjadi

akseptor vasektomi. Semakin banyak jumlah anak, maka semakin besar kemungkinan

seseorang untuk menjadi akseptor KB vasektomi atau tidak. Petugas kesehatan

menganjurkan persyaratan suami pasangan usia subur menjadi akseptor vasektomi

telah memiliki 2 anak. Suami pasangan usia subur yang memakai metode kontrasepsi

vasektomi menyatakan didukung istri sepenuhnya.

Temuan hasil wawancara dengan 10 orang suami PUS tidak menggunakan

metode vasektomi cenderung kurang paham tentang metode vasektomi dan mereka

tidak didukung oleh istri untuk menjadi akseptor vasektomi. Istri merasa

sewaktu-waktu ada keinginan untuk menambah anak lagi dan takut suami terganggu dalam

bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Selain itu suami PUS merasa bahwa

urusan anak atau melahirkan bukan urusan laki-laki tetapi merupakan urusan wanita.

Namun, selain faktor pasangan usia subur, petugas kesehatan juga

berkontribusi terhadap rendahnya penggunaan KB pada pria. Sering sekali

kompetensi dan motivasi petugas kesehatan yang rendah menyebabkan proses

sosialisasi penggunaan KB pada pria jadi terhalang. Hal ini sesuai dengan hasil

(29)

memberikan pendidikan kesehatan kepada suami pasangan usia subur tentang metode

vasektomi karena keterbatasan klien yang ingin mengetahui metode tersebut dan

promosi kesehatan ke rumah-rumah terkait vasektomi jarang dilaksanakan.

Kurangnya informasi kesehatan yang diterima suami tentang metode

vasektomi oleh petugas kesehatan (konseling) menyebabkan kejelasan cara, proses

dan dampak yang akan terjadi masih merupakan persepsi negatif karena vasektomi

dapat membahayakan dan menimbulkan impotensi apabila terjadi kesalahan proses

operasi, menurunnya kegairahan seks, dan kemampuan ereksi. Ditambah lagi dengan

istilah operasi membuat suami merasa takut dan cemas. Selain itu, tempat-tempat

khusus pelayanan KB pria untuk memperoleh informasi kesehatan tentang vasektomi

sangat terbatas, bahkan apabila ingin memperoleh informasi kesehatan tentang

vasektomi harus ke puskesmas yang jaraknya cukup jauh. Sedangkan keberadaan

petugas KB dalam melakukan penyuluhan di wilayah kerjanya belum berjalan dengan

baik karena kekurangan tenaga kesehatan.

Selain itu, ada tanggapan masyarakat bahwa kontrasepsi vasektomi tidak

sesuai dengan nilai-nilai atau norma yang berlaku di masyarakat serta vasektomi

dianggap bukan merupakan kebutuhan suami. Selain itu, tanggapan dari suami

menyebutkan bahwa vasektomi dapat menyebabkan gangguan terhadap ejakulasi, dan

menganggap vasektomi sama dengan kebiri, serta vasektomi merupakan tindakan

operasi yang menyeramkan.

Untuk mengatasi ketakutan dan kecemasan karena daerah kemaluan mendapat

(30)

deferens dan menggunakan anestesi lokal (Suratun, 2008). Apabila terjadi peningkatkan akseptor vasektomi sebagai bentuk kesetaraan gender bagi kaum istri

dapat meningkatkan derajat kesehatan keluarga (istri dan anak), meningkatkan

pendapat keluarga, dan mendapatkan kemudahan dalam memperoleh layanan

kesehatan.

Berdasarkan fenomena di atas, perlu dilakukan penelitian tentang

faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan vasektomi di Kecamatan Padang Hilir Kota

Tebing Tinggi Tahun 2014.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dilihat bahwa keikutsertaan suami

pasangan usia subur dalam vasektomi masih rendah disebabkan kurangnya

pemahaman suami dan persepsi bahwa urusan melahirkan merupakan tanggung

jawab istri. Faktor dukungan istri yang tidak ingin suaminya menggunakan

kontrasepsi vasektomi karena dapat mengganggu pekerjaan serta ketersediaan

pelayanan vasektomi atau keterjangkauan sarana kesehatan dirasa kurang terjangkau

sehingga penggunan vasektomi di Kecamatan Padang Hilir tahun 2013 yaitu 1,15%

belum mencapai target nasional (4,5%). Maka dirumuskan permasalahan sebagai

berikut: apakah faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap), faktor pemungkin

(ketersediaan pelayanan vasektomi dan keterjangkauan sarana kesehatan), serta faktor

penguat (dukungan istri dan peran petugas kesehatan) berpengaruh terhadap

(31)

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui dan menganalisis faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap), faktor pemungkin (ketersediaan pelayanan vasektomi dan keterjangkauan sarana kesehatan), serta faktor penguat (dukungan istri dan peran petugas kesehatan) terhadap penggunaan vasektomi di Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi Tahun 2014.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap), faktor pemungkin (ketersediaan pelayanan vasektomi dan keterjangkauan sarana kesehatan), serta faktor penguat (dukungan istri dan peran petugas kesehatan) yang memengaruhi terhadap penggunaan vasektomi di Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi Tahun 2014.

1.5. Manfaat Penelitian

(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Kesehatan 2.1.1 Teori Perilaku

a. Teori Carl Rogers

Perilaku seseorang sangat dipengaruhi oleh pengetahuan seseorang. Sebelum

orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan,

yakni:

1) Kesadaran (Awareness), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

2) Tertarik (Interest), yakni orang mulai tertarik kepada stimulus

3) Evaluasi (Evaluation), yakni menimbang-nimbang baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4) Mencoba (Trial), yakni orang telah mencoba perilaku baru

5) Adopsi (Adoption), yakni subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2010).

b. Teori Lawrence Green

Faktor yang memengaruhi pria dalam penggunaan kontrasepsi vasektomi

dapat menggunakan pendekatan faktor perilaku pada kerangka kerja dari teori Green

(33)

1) Faktor predisposisi (predisposing factors) `

2) Faktor pemungkin (enabling factors), dan 3) Faktor penguat (reinforcing factors).

Menurut Green yang dikutip Notoatmodjo (2010), bahwa faktor-faktor yang

menentukan pemanfaatan pelayanan kesehatan (penggunaan kontrasepsi vasektomi)

dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Faktor Predisposisi (predisposing factors), faktor ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan

menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan

karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan ke dalam ciri-ciri:

a) Demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota

keluarga).

b) Struktur Sosial (tingkat pendidikan, jumlah pendapatan pekerjaan, ras,

kesukuan, agama, tempat tinggal)

c) Sikap, keyakinan, persepsi, pandangan individu terhadap pelayanan

kesehatan

2. Faktor pemungkin (enabling factors) adalah faktor antesenden terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk di dalam

faktor pemungkin adalah keterampilan dan sumber daya pribadi atau komuniti,

seperti tersedianya pelayanan kesehatan, keterjangkauan, kebijakan, peraturan

(34)

3. Faktor penguat (reinforcing factors) merupakan faktor penyerta (yang datang sesudah) perilaku yang memberikan ganjaran, insentif, atau hukuman atas

perilaku dan berperan bagi menetap atau lenyapnya perilaku itu, yang termasuk

ke dalam faktor ini adalah faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh

agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Faktor

penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh

dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja tergantung pada tujuan dan jenis

program. Apakah penguat ini positif ataukah negatif tergantung pada sikap dan

perilaku orang lain yang berkaitan, diantaranya lebih kuat dari pada yang lain

dalam memengaruhi perilaku.

2.2 Program Keluarga Berencana (KB) 2.2.1 Pengertian, Visi, dan Misi

Keluarga berencana adalah program yang bertujuan membantu pasangan

suami istri untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari kelahiran yang

tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval diantara

kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami

dan istri dan menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2010).

Paradigma baru KB Nasional (KBN) telah diubah visinya dari mewujudkan

Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) menjadi visi untuk

mewujudkan “Keluarga Berkualitas Tahun 2015”. Menurut Saifuddin (2010),

(35)

memiliki anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan

bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Paradigma baru program KB ini

menekankan pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi sebagai upaya

integral dalam meningkatkan kualitas keluarga. Visi tersebut dijabarkan ke dalam 6

(enam) misi, yaitu:

1. Memberdayakan masyarakat untuk membangun keluarga kecil berkualitas;

2. Menggalang kemitraan dalam peningkatan kesejahteraan, kemandirian, dan ketahanan keluarga;

3. Meningkatkan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi;

4. Meningkatkan promosi, perlindungan dan upaya mewujudkan hak-hak

reproduksi;

5. Meningkatkan upaya pemberdayaan perempuan untuk mewujudkan kesetaraan

dan keadilan jender melalui program KB; dan

6. Mempersiapkan SDM berkualitas sejak pembuahan dalam kandungan sampai

dengan usia lanjut.

2.2.2 Tujuan dan Manfaat KB

Menurut Mochtar (2011), keluarga berencana bertujuan untuk membentuk

keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara

mengatur kelahiran anak agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang

dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Adapun manfaat KB antara lain yaitu

(36)

terjadi di usia tua, menjarangkan kehamilan dan persalinan dan mencegah terlalu

sering hamil dan melahirkan.

Selanjutnya Mochtar (2011) menjelaskan

1. Untuk kepentingan orang tua

manfaat dari program KB tersebut

adalah:

Orang tua (ayah dan ibu) yang paling bertanggung jawab atas keselamatan

dirinya dan keluarganya (anak-anak), karena itu orang tua haruslah sadar akan

batas-batas kemampuannya selama masa baktinya dalam memenuhi kebutuhan

anak-anaknya sampai menjadi orang yang berguna. Walaupun manusia dapat

mengharapkan pertolongan dan rezeki dari Tuhan Yang Maha Esa, namun mereka

sebagai makhluk insan diberi akal, ilmu dan pikiran sehat, karena itu mereka wajib

memakai akal, ilmu dan pikiran sehat tersebut untuk mendapatkan jalan dan hidup

yang sehat pula supaya jangan berbuat lebih kemampuan yang ada. Dengan demikian

terciptalah keselamatan keluarga dan terbentuklah keluarga yang bahagia.

2. Untuk kepentingan anak-anak

Anak adalah amanah dan karunia Tuhan yang harus dijunjung tinggi sebagai

pemberian yang tidak ternilai harganya. Maka mengatur kelahiran merupakan salah

satu cara dalam menghargai kepentingan anak. Dengan demikian orang tua

mempunyai persiapan yang matang agar dapat memberikan kehidupan yang baik

kepada anak-anaknya agar mereka kelak menjadi anggota masyarakat yang berguna

(37)

3. Untuk kepentingan masyarakat

Keluarga merupakan kumpulan terpadu dari satu komunitas atau masyarakat.

Kepentingan masyarakat meminta agar setiap orang tua sebagai kepala keluarga

memelihara dengan baik keluarga dan anak-anaknya agar dapat membantu

terlaksananya kesejahteraan seluruh komunitas sehingga secara makro telah ikut

memelihara keseimbangan penduduk dan pelaksanaan pembangunan nasional. Tanpa

bantuan kesungguhan keluarga-keluarga dalam menekan pertambahan penduduk

dengan cepat, pembangunan tidak akan berarti. Orangtua yang menentukan jumlah

anak yang ingin mereka miliki sesuai dengan kemampuanya dan tidak melupakan

tanggung jawab anak-anak yang telah dilahirkan, tanggung jawab masyarakat dan

Negara di mana mereka hidup dan berbakti.

2.2.3 Sasaran Program KB

Sasaran program KB adalah bagaimana supaya segera tercapai dan

melembaganya Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) pada

masyarakat Indonesia. Yang menjadi sasaran Gerakan KB Nasional ialah 1) PUS

dengan prioritas muda dan paritas rendah, 2) generasi muda dan purna PUS, 3)

pelaksana dan pengelola KB, 4) sasaran wilayah adalah wilayah dengan laju

pertumbuhan penduduk tinggi dari wilayah khusus seperti sentral industri,

pemukiman padat, daerah kumuh, daerah pantai dan daerah terpencil (Arum, 2008).

Pasangan Usia Subur (PUS) perlu memperhatikan pelayanan keluarga

(38)

1. Terlalu muda

Wanita umur di bawah 20 tahun lebih sering mengalami kematian karena

persalinan dan tubuh belum cukup matang untuk melahirkan. Bayi-bayi mereka

lebih sering meninggal sebelum mencapai umur 1 tahun.

2. Terlalu banyak melahirkan

Seorang wanita dengan anak lebih dari 3 akan lebih sering mengalami kematian

karena perdarahan setelah persalinan dan penyebab lain.

3. Terlalu rapat jarak kelahiran (di bawah 2 tahun)

Tubuh wanita memerlukan waktu untuk memulihkan tenaga dan kekuatan

diantara kehamilan.

4. Terlalu tua untuk mempunyai anak (di atas 35 tahun)

Wanita usia subur yang sudah tua akan mengalami bahaya, terutama bila mereka

mempunyai masalah kesehatan lain atau sudah terlalu banyak melahirkan.

2.3 Metode Kontrasepsi KB Pria 2.3.1 Pengertian Kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti ”melawan”

atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan sel telur yang matang

dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Kontrasepsi menghindari/mencegah

terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur dan sel

sperma. Maka dari itu, metode kontrasepsi dibutuhkan oleh pasangan yang aktif

(39)

tidak menghendaki kehamilan (Suratun, dkk, 2008). Sedangkan Prawirohardjo (2008)

mendefinisikan kontrasepsi merupakan upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan.

Upaya ini dapat bersifat sementara dapat pula bersifat permanen, penggunaan

kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang memenuhi fertilitas.

Menurut Hartanto (2010), ada dua pembagian cara kontrasepsi yaitu :

1. Kontrasepsi Sederhana. Kontrasepsi sederhana terbagi atas kontrasepsi tanpa alat

dan kontrasepsi dengan alat/obat. Kontrasepsi sederhana tanpa alat dapat

dilakukan dengan senggama terputus dan pantang berkala. Kontrasepsi dengan

alat/obat dapat dilakukan dengan menggunakan kondom, diafragma atau cup,

cream, jelly atau tablet berbusa (vaginal tablet).

2. Kontrasepsi Modern/Metode Efektif. Cara kontrasepsi modern antara lain : pil,

AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim), suntikan, implant, serta metode

mantap, yaitu dengan operasi tubektomi (sterilisasi pada wanita) dan vasektomi

(sterilisasi pada pria).

Menurut Siswosudarmo (2006), ada beberapa komponen keefektifan alat

kontrasepsi, antara lain :

1. Keefektifan teoritis, adalah kemampuan sebuah cara kontrasepsi untuk mencegah

kehamilan apabila cara tersebut digunakan sebagaimana mestinya.

2. Keefektifan praktis (pemakaian), adalah keefektifan yang terlihat dalam

(40)

yang mempengaruhi pemakaian, seperti kesalahan, penghentian, kelalaian, dan

lain-lain.

3. Keefektifan program, adalah keefektifan sebuah cara dalam sebuah program baik

di tingkat lokal, propinsi, maupun nasional.

4. Keefektifan biaya (cost effectiveness), adalah perbandingan antara sebuah cara atau program dengan hasil yang diharapkan, baik berupa jumlah akseptor, jumlah

yang terus memakai, efek samping, penurunan angka kesuburan, dan lain-lain.

Saifuddin (2010) menjelaskan tidak ada satu pun metode kontrasepsi yang

aman dan efektif bagi semua klien, karena masing-masing mempunyai kesesuaian

dan kecocokan individual bagi setiap klien. Namun secara umum persyaratan metode

kontrasepsi ideal adalah sebagai berikut:

1. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat bila digunakan.

2. Berdaya guna, artinya bila digunakan sesuai dengan aturan akan dapat mencegah

terjadinya kehamilan.

3. Dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh lingkungan budaya

di masyarakat.

4. Terjangkau harganya oleh masyarakat.

5. Bila metode tersebut dihentikan penggunaannya, klien akan segera kembali

kesuburannya.

Adapun metode kontrasepsi yang tersedia bagi pria adalah :

(41)

Metode koitus interuptus juga dikenal dengan metode senggama terputus. Teknik

ini dapat mencegah kehamilan dengan cara sebelum terjadi ejakulasi pada pria,

seorang pria harus menarik penisnya dari vagina sehingga tidak setetespun

sperma masuk kedalam rahim wanita. Dengan cara ini kemungkinan terjadinya

perubahan (kehamilan) bisa dikurangi (Meilani dkk, 2010).

b. Kondom

Kondom dibuat dari selubung lateks yang dipasang dan membungkus

keseluruhan panjang penis yang ereksi. Kondom merupakan barang disposal,

hanya boleh sekali pakai, dan tersedia dalam berbagai warna dan tampilan.

Kondom bekerja sebagai sawar yang mencegah pertemuan sperma dan ovum dan

terjadinya kehamilan (Glasier, 2006).

c. Sterilisasi Pria

Sterilisasi pria telah menjadi pilihan kontrasepsi pemanen yang popular untuk

banyak pasangan, prosedur bedah tersebut dikenal dengan vasektomi (Everett,

2008).

Sterilisasi pria telah menjadi pilihan kontrasepsi permanen yang populer

untuk banyak pasangan, prosedur bedah tersebut dikenal sebagai vasektomi.

Eksperimen pertama dengan melakukan sumbatan pada vasdeferens dilakukan pada

awal tahun 1830 oleh Sir Astley Cooper, dan kemudian pada abad ke-20 seiring

kemajuan di bidang pembedahan dan anastesi, vasektomi tersedia bagi pria. Hal ini

(42)

2.3.2 Metode Kontrasepsi Vasektomi

1. Pengertian Vasektomi

Vasektomi merupakan operasi kecil yang dilakukan untuk menghalangi

keluarnya sperma dengan cara mengangkat dan memotong saluran mani (vas

different) sehingga sel sperma tidak keluar pada saat senggama. Vasektomi ini tidak

sama dengan kebiri atau kastrasi mengangkat buah pelir. Bekas operasi hanya berupa

satu luka kecil di tengah atau di antara kiri dan kanan kantong zakar (Suratun, 2008).

Senada dengan pendapat tersebut, Indiarti (2009) mengatakan vasektomi kontrasepsi

permanen yang dilakukan pada pria dengan cara mengikat saluran sperma sehingga

sel-sel sperma tidak dapat keluar saat ejekulasi.

Kontrasepsi mantap pria atau vasektomi merupakan suatu metode konrasepsi

operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana dan sangat efektif,

memerlukan waktu yang singkat dan tidak memerlukan anastesi umum. Prinsip dasar

vasektomi adalah ovulasi vas deferen, sehingga menghambat perjalanan spermatozoa

dan tidak didapatkan spermatozoa di dalam semen/ejekulasi (Hartanto, 2010).

(43)

2. Macam-macam vasektomi

Saifuddin, (2010) mengelompokkan dua cara teknik vasektomi yang

dilakukan kepada akseptor yaitu:

a. Vasektomi dengan pisau operasi

Teknik pemasangan vasektomi ini dilakukan pada daerah kulit skrotum pada

penis dan daerah tersebut dibersihkan dengan cairan yang tidak merangsang seperti

larutan Iodofor (betadine) 0,75 %. Menutup daerah yang telah dibersihkan tersebut

dengan kain steril berlubang pada tempat skrotum ditonjolkan keluar. Tepat di linea mediana di atas vas deferens, kulit skrotum diberi anestasi lokal (prokain atau novakain atau xilokain 1%) 0,5 ml, lalu jarum diteruskan masuk dan di daerah distal

serta proksimal vas deferens dideponir lagi masing-masing 0,5 ml. Kulit skrotum

diiris longitudinal 1–2 cm, tepat di atas vas deferens yang telah ditonjolkan ke permukaan kulit. Setelah kulit dibuka, vas deferens dipegang dengan klem, disiangi sampai tampak vas deferens mengkilat seperti mutiara, perdarahan dirawat dengan cermat. Sebaiknya ditambah lagi obat anestasi ke dalam fasia disayat longitudinal sepanjang 0,5 cm. Usahakan tepi sayatan rata (dapat dicapai jika pisau cukup tajam)

hingga memudahkan penjahitan kembali.

(44)

dipotong dulu. Tariklah benang yang mengikat kedua ujung vas deferens tersebut untuk melihat kalau ada perdarahan yang tersembunyi. Jepitan hanya pada titik

perdarahan, jangan terlalu banyak, karena dapat menjepit pembuluh darah lain seperti

arteri testikularis atau deferensialis yang berakibat kematian testis itu sendiri. Potonglah diantara 2 ikatan tersebut sepanjang 1 cm.

Selanjutnya menggunakan benang sutra No. 00,0, atau 1 cm untuk mengikat

vas tersebut. Ikatan tidak boleh terlalu longgar tetapi juga jangan terlalu keras karena dapat memotong vas deferens. Untuk mencegah rekanalisasi spontan yang dianjurkan adalah dengan melakukan interposisi fasia vas deferens, yakni menjahit kembali fasia

yang terluka sedemikian rupa, vas deferens bagian distal (sebelah ureteral dibenamkan dalam fasia dan vas deferens bagian proksimal (sebelah testis) terletak di luar fasia. Cara ini akan mencegah timbulnya kemungkinan rekanalisasi. Lakukan kembali tindakan untuk vas deferens yang sebelahnya. Dan setelah selesai, tutuplah kulit dengan 1-2 jahitan plain catgut No. 000 kemudian rawat luka operasi sebagaimana mestinya, tutup dengan kasa steril dan diplester.

b. Vasektomi tanpa pisau operasi

Penis diplester ke dinding perut. Daerah kulit skrotum dibersihkan dengan cairan yang merangsang seperti larutan Iodofor (betadine). Tutuplah daerah yang telah dibersihkan tersebut dengan kain steril berlubang pada tempat skrotum

(45)

masuk dan di daerah distal, kemudian dideponir lagi masing-masing 3-4 ml. Prosedur

ini dilakukan sebelah kanan dan kiri. Vas deferens dengan kulit skrotum yang ditegangkan difiksasi di dalam lingkaran klem fiksasi pada garis tengah skrotum.

Kemudian klem direbahkan ke bawah sehingga vas deferens mengarah ke bawah kulit. Kemudian tusuk bagian yang paling menonjol dari vas deferens, tepat di sebelah distal lingkaran klem sebelah ujung klem diseksi dengan membentuk sudut

45 derajat.

Sewaktu menusuk vas deferens sebaiknya sampai kena vas deferens kemudian klem diseksi ditarik, tutupkan ujung-ujung klem dan dalam keadaan tertutup ujung

klem dimasukkan kembali dalam lobang tusukan, searah jalannya vas deferens.

Renggangkan ujung-ujung klem pelan-pelan. Semua lapisan jaringan dari kulit

sampai dinding vas deferens akan dapat dipisahkan dalam satu gerakan. Setelah itu dinding vas deferens yang telah telanjang dapat terlihat. Dengan ujung klem diseksi menghadap ke bawah, tusukkan salah satu ujung klem ke dinding vas deferens dan ujung klem diputar menurut arah jarum jam, sehingga ujung klem menghadap ke atas.

Ujung klem pelan-pelan dirapatkan dan pegang dinding anterior vas deferens.

Lepaskan klem fiksasi dari kulit dan pindahkan untuk memegang vas deferens yang sudah telanjang dengan klem fiksasi lalu lepaskan klem diseksi.

Pada tempat vas deferens yang melengkung, jaringan sekitarnya dipisahkan pelan-pelan ke bawah dengan klem diseksi. Kalau lobang telah cukup luas, lalu klem

(46)

pelan-pelan paralel dengan arah vas deferens yang diangkat. Diperlukan kira-kira 2 cm vas deferens yang bebas. Vas deferens di-crush secara lunak dengan klem diseksi, sebelum dilakukan ligasi dengan benang sutra 3-0. Diantara dua ligasi kira-kira 1-1,5

cm vas deferens dipotong dan diangkat. Benang pada putung distal sementara tidak dipotong. Kontrol perdarahan dan kembalikan putung-putung vas deferens dalam skrotum. Tarik pelan-pelan benang pada puntung yang distal. Pegang secara halus

fasia vas deferens dengan klem diseksi dan tutup lobang fasia dengan mengikat sedemikian rupa sehingga puntung bagian epididimis tertutup dan puntung distal ada di luar fasia. Apabila tidak ada perdarahan pada keadaan vas deferens tidak tegang. Maka benang yang terakhir dapat dipotong dan vas deferens dikembalikan dalam skrotum. Untuk vas deferens sebelah yang lain, melalui luka di garis tengah yang sama. Kalau tidak ada perdarahan, luka kulit tidak perlu dijahit hanya aproksimasikan

dengan band aid atau tensoplas.

3. Persyaratan menjadi akseptor vasektomi

Pelayanan vasektomi ini hanya diberikan kepada akseptor yang memenuhi

syarat sebagai berikut, yaitu: 1) Tidak ingin memiliki anak lagi di kemudian hari;

2)Telah memiliki jumlah anak yang ideal, sehat jasmani dan rohani; 3) Rumah tangga

bahagia dan harmonis; 4) Telah persetujuan dari istri; dan (5) Sukarela tanpa paksaan.

4. Keuntungan vasektomi

Hartanto (2010), menyebutkan keuntungan vasektomi antara lain: (1)Tidak

(47)

mondok di rumah sakit; (4)Waktu operasi hanya 15 menit dan dilakukan dengan

pembiusan setempat; (5)Sangat efektif (kemungkinan gagal tidak ada) karena dapat

diperiksa kepastiannya di laboratorium; dan (6)Tidak membutuhkan biaya yang

besar. Hal senada juga diungkapkan Meilani dkk (2010) bahwa metode vasektomi

bersifat permanen dan memiliki kelebihan antara lain:

a. Tidak akan mengganggu ereksi, potensi seksual dan produksi hormon.

b. Perlindungan terhadap terjadinya kehamilan sangat tinggi dan dapat digunakan

seumur hidup.

c. Tidak mengganggu kehidupan seksual suami istri.

d. Lebih aman atau keluhan lebih sedikit.

e. Lebih praktis, hanya memerlukan satu tindakan.

f. Lebih efektif karena tingkat kegagalannya sangat kecil.

g. Lebih ekonomis, hanya memerlukan biaya untuk sekali tindakan.

h. Tidak ada mortalitas/kematian dan tidak ada risiko kesehatan.

i. Pasien tidak perlu dirawat di rumah sakit.

4. Kerugian Vasektomi

Meliani dkk (2010) berpendapat ada kerugian suami melakukan vasektomi

antara lain yaitu harus ada tindakan pembedahan, tidak dilakukan pada suami yang

masih ingin memiliki anak, kadang-kadang terasa nyeri atau terjadi perdarahan

setelah operasi, dan kadang-kadang timbul infeksi pada kulit skrotum, apabila

(48)

5. Indikasi dan Kontra Indikasi

Vasektomi merupakan upaya untuk menghentikan fertilitas dimana fungsi

reproduksi merupakan ancaman atau gangguan kesehatan pria dan pasangannya serta

melemahkan ketahanan dan kualitas keluarga (Arum, 2008). Sedangkan

kontra-indikasi menurut Everett (2008) adalah : a. Ketidakmampuan fisik yang serius; b.

Masalah urologi; c. Masalah hubungan; d. Tidak didukung oleh pasangan.

Adapun kontraindikasi yang lain menurut Meilani dkk (2010), adalah :

a.Penderita hernia; b. Penderita kencing manis; c. Penderita kelainan pembekuan darah; d. Penderita penyakit kulit atau jamur di daerah kemaluan; e. Tidak tetap pendiriannya; f.Infeksi di daerah testis; g. Varikokel (varises pada pembuluh darah balik buah zakar); h.Buah zakar membesar karena tumor; i. Hidrokel (penumpukan cairan pada kantong zakar); j. Buah zakar tidak turun (kriptokismus); k. Penyakit kelainan pembuluh darah.

6. Kegagalan vasektomi

Walaupun vasektomi dinilai paling efektif untuk mengontrol kesuburan pria namun masih mungkin dijumpai suatu kegagalan. Menurut (Saifuddin, 2010)

(49)

a. Rekanalisasi spontan, tidak akan terjadi jika kedua ujung dibakar.

b. Jika yang dipotong bukan vas deferens, misalnya pembuluh darah.

c. Akseptor telah bersetubuh dengan istri sebelum benar-benar steril.

7. Komplikasi

Akseptor vasektomi dapat mengalami komplikasi atau gangguan yang

mungkin timbul pasca vasektomi antara lain: perdarahan, apabila perdarahan sedikit

cukup diobservasi saja tetapi apabila perdarahan agak banyak segera rujuk ke RS

yang memiliki fasilitas lengkap. Setiap ada pembengkakan di daerah scrotum harus

dicurigai adanya perdarahan. Adanya hematoma biasanya terjadi apabila di daerah

scrotum diberi beban yang terlalu berat seperti naik sepeda, duduk terlalu lama, atau

naik kendaraan di jalan yang rusak, infeksi biasanya terjadi pada kulit epididimis atau

orkitis, terjadi sekitar 0,1 % (Handayani, 2010).

8. Perawatan Pra Operasi Vasektomi

a. Dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui indikasi, kontra indikasi dan hal-hal

lain yang diperlukan untuk kepentingan calon peserta kontap, sebaiknya

dilakukan oleh yang akan melakukan pembedahan.

1) Anamnesis

Identitas calon peserta serta pasangannya, umur peserta, jumlah anak hidup

dan umur anak terkecil yanga ada, metode kontrasepsi yang pernah

digunakan istri serta metode kontrasepsi yang saat ini digunakannya, riwayat

(50)

pasangannya, dan adakah pengalaman perdarahan yang terlalu lama apabila

luka.

2) Pemeriksaan fisik

Lakukan pemeriksaan fisik dengan lengkap termasuk tanda vital,

cardiovaskuler, paru-paru dan ginjal serta genitali. Apabila ditemukan

keadaan yang abnormal lakukan rujukan sesuai dengan keluhan dan kelainan

yang ditemukan.

b). Persiapan pra operasi

1) Jelaskan secara lengkap mengenai tindakan vasektomi termasuk

mekanisme dalam mencegah kehamilan dan efek samping yang mungkin

terjadi.

2) Berikan nasehat untuk perawatan luka bekas pembedahan, kemana minta

pertolongan bila terjadi kelainan atau keluhan sebelum waktu kontrol.

3) Berikan nasehat tentang cara menggunakan obat yang diberikan sesudah

tindakan pembedahan.

4) Klien dianjurkan membawa celana khusus untuk menyangga scrotum.

5) Anjurkan calon peserta puasa sebelum operasi atau sekurang- kurangnya 2

jam sebelum operasi.

c) Perawatan pasca operasi

1) Akseptor diminta untuk beristirahat dengan berbaring selama 15 menit

(51)

2) Mengamati perdarahan dan rasa nyeri pada luka.

3) Memberikan nasehat sebelum pulang: istirahat selama 1–2 hari dengan

tidak bekerja berat dan menaiki sepeda, menjaga agar luka operasi jangan

basah dan kotor, gunakan celana dalam yang bersih, anjurkan untuk

menghabiskan obat yang diberikan sesuai dengan petunjuk, datang ke

klinik satu minggu kemudian, satu bulan dan tiga bulan kemudian untuk

pemeriksaan, segera kembali apabila terjadi perdarahan dan panas, nyeri

yang hebat atau ada muntah dan sesak nafas, boleh berhubungan seksual

dengan istri tetapi harus dengan menggunakan kondom paling tidak

sampai 15 kali senggama atau sampai hasil pemeriksaan sperma nol.

Setelah itu boleh berhubungan bebas tanpa kondom (Suratun, dkk, 2008).

9. Reanastomosis atau Rekanalisasi (Pemulihan)

Pemulihan fertilitas pada suami yang telah dioperasi vasektomi bukanlah hal

yang tidak mungkin. Tetapi permintaan pemulihan (Renastomosis/ Rekanalisasi)

demikian sangat jarang. Menurut catatan paling permintaan seperti itu datang dari

pihak suami-istri di India. Banyak dokter yang diminta melakukan operasi

renastomosis/rekanalisasi memerlukan pengecekan berbagai hal terhadap

permohonan sebelum melakukannya. Berdasarkan segi teknis antara lain yang diteliti

adalah seberapa jauh kerusakan vasdeferens yang terjadi pada saat akseptor tersebut

menjadi vasektomi, beberapa lama sudah pasien itu dalam keadaan steril, dan apakah

(52)

reanastomatis harus dilakukan, maka hal ini merupakan proses yang lebih lama dan

lebih rumit ketimbang dengan proses vasektomi sebelumnya. Harus dilakukan

pembiusan umum, dan biasanya yang dipulihkan kembali cuma salah satu dari

saluran sperma yang dipotong pada proses vasektomi, kecuali bila ternyata

mengalami kegagalan atau infeksi, maka penyambungan saluran kembarnya akan

dilakukan. Untuk itu diperlukan tenggang waktu beberapa bulan kemudian

(Saifuddin, 2010).

2.4 Landasan Teori

Sesuai dengan teori timbulnya perilaku kesehatan sebagaimana yang

dikemukakan oleh Green, maka ditentukan beberapa variabel yang dapat

memengaruhi perilaku penggunaan kontrasepsi vasektomi antara lain:

a. Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)

Faktor predisposisi merupakan faktor yang ada pada diri individu, beberapa

faktor yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1). Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan

sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi

(53)

Menurut Bloom (1908), yang dikutip oleh Notoatmodjo (2010) pengetahuan

dibagi menjadi beberapa tingkatan yang selanjutnya disebut dengan Taksonomi

Bloom. Menurut Bloom, pengetahuan dibagi atas: tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation).

Menurut pendapat Rogers (1962) yang dikutip Nursalam (2007) bahwa

tindakan dapat timbul melalui kesadaran. Kesadaran yang dimaksud berawal dari

tingkat pengetahuan seseorang. Kesadaran tersebut kemudian akan berlanjut

mengikuti empat tahap berikutnya, yaitu keinginan, evaluasi, mencoba, dan

menerima (penerimaan) atau dikenal juga dengan AIETA (Awareness, Interest, Evaluation, Trial, and Adoption).

Secara umum, tingkat pengetahuan kaum suami tentang kontrasepsi

vasektomi masih sangat rendah. Para suami sering salah kaprah tentang efek

kontrasepsi vasektomi. Malahan mereka sering menganggap vasektomi sama dengan

kebiri. Padahal, vasektomi bukan kebiri. Vasektomi masih memungkinkan pria untuk

memiliki kejantanan dan keturunan, sementara bila pria dikebiri tidak akan memiliki

kejantanan apalagi keturunan karena buah zakar/ testis dipotong, dibuang sehingga

tidak dapat lagi memproduksi sperma dan hormon testoteron (pemberi sifat

kejantanan). Akibatnya pria jadi kewanita-wanitaan, seperti terjadi pada zaman

Romawi dimana laki-laki menjadi penjaga wanita. Sedangkan vasektomi hanya

(54)

pada saat ejakulasi tidak lagi mengandung sperma. Pada vasektomi buah zakar/testis

tidak dibuang jadi tetap dapat memproduksi hormon testoteron (kejantanan) (Gema

Pria, 2009).

Menurut hasil penelitian Fitri, I.R (2002) di Kecamatan Karangayar,

Kabupaten Kebumen Bualan dinyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara

pengetahuan dengan keikutsertaan suami untuk menggunakan kontrasepsi permanen

(vasektomi ) dengan probabiliti sebesar 0,003.

2). Sikap

Sikap (attitude), adalah evaluasi positif-negatif-ambivalen individu terhadap objek, peristiwa, orang, atau ide tertentu. Sikap merupakan perasaan, keyakinan, dan

kecenderungan perilaku yang relatif menetap. Unsur-unsur sikap meliputi kognisi,

afeksi, dan kecenderungan bertindak. Faktor-faktor yang memengaruhi terbentuknya

sikap adalah pengalaman khusus, komunikasi dengan orang lain, adanya model, iklan

dan opini, lembaga-lembaga sosial dan lembaga keagamaan (Makmun, 2005).

Hubungan perilaku dengan sikap, keyakinan dan nilai tidak sepenuhnya

dimengerti, namun bukti adanya hubungan tersebut cukup banyak. Analisis akan

memperlihatkan misalnya bahwa sikap, sampai tingkat tertentu merupakan penentu,

komponen dan akibat dari perilaku. Hal ini merupakan alasan yang cukup untuk

memberikan perhatian terhadap sikap, keyakinan dan nilai sebagai faktor

Gambar

Gambaran Umum Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing
Gambar  2.1  Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.2 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian
Tabel 3.2 (Lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perawat merupakan faktor yang mempunyai peran penting pada pengelolaan stres khususnya dalam memfasilitasi dan mengarahkan koping pasien yang konstruktif agar

Akan tetapi, sehubungan dengan keberadaannya sebagai idiom, kata ini memiliki makna lain yang sering digunakan oleh penutur aslinya guna menyatakan maksud/

Pada praktikum kali ini tentang morfologi dan anatomi tumbuhan tingkat rendah dapat disimpulkan bahwa para praktikan dapat mengumpulkan ciri-ciri morfologi dan anatomi

Dari berbagai varietas menujukkan bahwa produksi biji sangat bervariasi, hal ini disebabkan oleh faktor genetik dan kemampuan tanaman dalam proses asimilasi dan

Kata dasar, kata turunan (kata jadian), kata ulang, gabungan kata-kata ganti, kata depan, kata si dan sang, partikel, penulisan unsur serapan, tanda baca, dan

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang menyebabkan penerimaan pajak hiburan Kota Palembang tidak mencapai target dan untuk mengetahui Intensifikasi

‘I would like to request that Professor Tungard leave this enquiry and return to his wife,’ Schultz said suddenly.. A look passed between Yurgenniev, the ageless man and the

[r]