• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Bentuk Hutan Kota Terhadap Kenyamanan Termal Di Sekitar Hutan Kota

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Bentuk Hutan Kota Terhadap Kenyamanan Termal Di Sekitar Hutan Kota"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BENTUK HUTAN KOTA TERHADAP

KENYAMANAN TERMAL DI SEKITAR HUTAN KOTA

RIZKI ALFIAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Pengaruh Bentuk Hutan Kota terhadap kenyamanan Termal di Sekitar Hutan Kota adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor. Desember 2015

Rizki Alfian

(4)

RINGKASAN

RIZKI ALFIAN. Pengaruh Bentuk Hutan Kota terhadap Kenyamanan Termal Di Sekitar Hutan Kota. Dibimbing oleh TATI BUDIARTI dan NIZAR NASRULLAH.

Penerapan konsep hutan kota dalam perencanaan tata kota merupakan cara yang efektif dan efisien untuk mengatasi masalah penurunan kualitas lingkungan hidup di perkotaan. Hutan kota diharapkan dapat berfungsi sebagai pengatur iklim mikro perkotaan. RTH di kota Malang telah banyak beralih fungsi sehingga banyak penelitian terdahulu melaporkan adanya menurunnya kualitas kenyamanan termal di Kota Malang. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi bentuk hutan kota, sebaran suhu, kelembaban, dan kecepatan angin di sekitar hutan kota; (2) menganalisis hubungan bentuk hutan kota dengan kenyamanan lingkungan perkotaan; dan (3) mengevaluasi persepsi dan preferensi masyarakat terkait kenyamanan terhadap hutan kota. Penelitian ini dilakukan di hutan kota di Kota Malang, Jawa Timur.

Penelitian ini dilakukan dengan identifikasi diversitas vegetasi dengan pembuatan plot pengamatan di setiap hutan kota (Malabar, Velodrome, dan Jalan Jakarta), pengamatan suhu dan kelembaban, serta identifikasi persepsi dan preferensi masyarakat terhadap hutan kota. Data suhu dan kelembaban dianalisis dengan ANOVA tiga faktor (arah, waktu, dan jarak). Jika berpengaruh signifikan maka dilakukan uji beda rata-rata Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Data suhu udara rata-rata dikorelasikan dengan dominansi, Indeks Nilai Penting (INP), dan keragaman vegetasi. Data sosial berupa persepsi dan preferensi masyarakat dianalisis menggunakan uji chi-square.

Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan bahwa rata-rata suhu dan kelembaban yang terdapat di sekitar tiga hutan kota, suhu tertinggi adalah di Hutan Kota Jalan Jakarta sebesar 28.9°C dan rata-rata kelembaban tertinggi adalah Hutan Kota Malabar dengan nilai kelembaban 61.1%. Berdasarkan model persamaan regresi didapatkan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan komposisi vegetasi di dalam hutan kota terhadap suhu di sekitar hutan kota. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi hutan tidak mampu menjelaskan keragaman suhu di hutan kota. Nilai R2 (koefisien keragaman) dominansi hanya mampu menjelaskan keragaman suhu sebesar 90.27%, 9.62% untuk INP , dan 53.89% untuk indeks keragaman. Kelembaban dipengaruhi oleh indeks keragaman dengan nilai R2 sebesar 96.55%.

(5)

Berdasarkan analisa chi square, pengunjung menilai hutan kota di Kota Malang sudah nyaman, namun luas hutan kota dianggap masih kurang luas. Pengunjung akan merasa nyaman dengan kondisi suhu yang bekisar antara 26-30°C. Pengunjung menginginkan hutan kota didesain secara teratur dengan jenis tanaman yang beragam dengan nilai chi-square 0.85.

(6)

SUMMARY

RIZKI ALFIAN. The Effect of Urban Forest Form to Thermal Comfort Surround Urban Forest. Supervised by TATI BUDIARTI and NIZAR NASRULLAH.

Implementation urban forest concept in urban planning is an effective and eficient to solved the problem of environtmental quality. Urban forest could be micro climate ammelioration. Green open space in Malang have been changed, thus many research reported there were decrease of thermal comfort. The aims of this study are (1) to identified urban forest form; (2) to analyzed the correlation between urban forrest form and thermal confort surrond the urban forrest; and (3) to evaluated the community perception and preference about urban forrest comfort. This research took place on Malang Municipality, Province of East Java.

This research conducted to identified diversity of vegetation with made plot of observations each urban forest (Malabar, Velodrome, and Jalan Jakarta), observation of temperature and humidity, and identified community perception and preference about urban forest. The datas of temperature and humidity analyzed by three factors ANOVA (direction, time, and distance). If the result was

significant, Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) will used as post hoc test.

The datas of temperature average were correlated with domination, importance index, and vegetation diversity by correlation test. The social data about community perception and preference analyzed by chi-square test.

The result showed that the average of temperature and humidity on the third urban forest, the highest temperature on Jalan Jakarta Urban Forest (28.9°C) and the highest humidity on Malabar Urban Forest (61.1%). Regression analysis not significant on vegetation composition and temperature of urban forest. It means

the forest composition couldn’t described temperature on urban forest. The value

of R2, could describe 90.27% for temperature, 9.62% for importance index, and 53.89% diversity index. Beside that, the humidity influeced by diversity index (R2 = 96.55%).

The result of temperature and humidity analysis surround urban forest showed that direction, time, and interaction between direction and time significantly on alpha <0.05 while, the distance not significant. The third urban forest showed the lowest temperature and the highest humidity on the morning. The lowest temperature on Jalan Jakarta on the morning and evening not different. Next, the highest humidity on the morning and evening also not different. On the East and West in Malabar and Jalan Jakarta Urban Forest showed the lowest temperature, while in Velodrome on the North. The direction of East, West, and North on Malabar, the lowest temperature not different.

Chi-square analysis, showed that the visitors think Malang’s urban forest was comfort, but the area of the forest not large enough. Visitors felt comfort on the temperature between 26-30oC. Visitors want the design of urban forest must be ordered with the diversity of vegetation (X2 = 0.85).

Keywords: micro climate, perception, preference, temperature, vegetation.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB. Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan. penelitian. penulisan karya ilmiah. penyusunan laporan. penulisan kritik. atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

PENGARUH BENTUK HUTAN KOTA TERHADAP

KENYAMANAN TERMAL DISEKITAR HUTAN KOTA

RIZKI ALFIAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

Pada

(10)

(11)
(12)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang telah memberi kekuatan dan hidayah sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Penelitian dengan judul Pengaruh Bentuk Hutan Kota terhadap Kenyamanan Termal di Sekitar Hutan Kota dipilih karena terdorong oleh keinginan penulis untuk dapat memberikan kontribusi kepada Kota Malang sebagai kota wisata di Jawa Timur.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr Ir Tati Budiarti MS. dan Dr Ir Nizar Nasrullah, M.Agr. yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penyusunan thesis ini. Selanjutnya kepada Almarhumah Mama tercinta dan keluarga, Istri, rekan-rekan Pascasarjana Arsitektur Lanskap 2012, Chilung, Nanda (Acer), dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan dorongan yang tulus baik moril maupun materil penulis juga tak lupa mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya.

Bogor, Agustus 2015

(13)

DAFTAR ISI

Analisis Suhu di Sekitar Hutan Kota 23

Evaluasi Persepsi dan Preferensi Masyarakat Terkait Kenyamanan terhadap

Hutan Kota 31

Rekomendasi untuk Pengembangan Hutan Kota 34

6 SIMPULAN DAN SARAN 35

Simpulan 35

Saran 35

DAFTAR PUSTAKA 36

DAFTAR TABEL

1. Luas kecamatan (km²) dan presentase terhadap luas kota 14

2. Suhu udara setiap bulan tahun 2012 15

3. Curah hujan dan hari hujan, hujan maksimum, tanggal hujan tiap bulan

tahun 2012 15

4. Jumlah RTH di Kota Malang 16

5. Jumlah pasar menurut kelas dan kecamatan 17

6. Bentuk dan Struktur Hutan Kota di Kota Malang 18

(14)

8. Hasil analisa kelimpahan relatif hutan kota 20 9. Hasil analisa kelimpahan relatif hutan kota (Lanjutan) 21 10. Hasil analisa frekuensi relatif pada hutan kota 22 11. Hasil analisis nilai keragaman setiap hutan kota 23 12. Hasil uji ANOVA pada tiap titik, arah, dan waktu pengamatan

terhadap perubahan suhu dan kelembaban 24

13. Uji lanjut DMRT arah dan waktu pada hutan kota 24 14. Uji lanjut interaksi arah dan waktu terhadap suhu dan kelembaban di

sekitar hutan kota 27

15. Persamaan regresi linier dan nilai koefisien korelasi antara suhu dan

komposisi hutan kota 28

3. Konsep pengambilan titik pengukuran 11

4. Master plan RTH Kota Malang 2012-2032 13

5. (a) Bentuk Hutan Kota Malabar, (b) Bentuk Hutan Kota Velodrome, 18 6. Grafik suhu setiap hutan kota di waktu pagi 25

7. Kondisi eksisting hutan kota Velodrome 25

8. Grafik suhu setiap hutan kota di waktu siang 26 9. Grafik suhu setiap hutan kota di waktu sore 26

10. Kondisi eksisting hutan kota Malabar 26

11. Grafik pengaruh suhu oleh dominansi 28

12. Grafik pengaruh suhu oleh Indeks Nilai Penting 29

13. Grafik pengaruh suhu oleh Indeks Keragaman 29

14. Grafik pengaruh RH oleh dominansi 30

15. Grafik pengaruh RH oleh indeks nilai penting 30

16. Grafik pengaruh RH oleh indeks keragaman 30

17. Grafik hubungan antara asal pengunjung dan kecenderungan fungsi

hutan kota sebagai estetika lingkungan. 32

18. Grafik hubungan antara asal pengunjung dan tingkat kenyamanan

berada di hutan kota 33

19. (a) Grafik hubungan antara asal pengunjung dan keinginan konsep hutan kota dibiarkan tumbuh secara alami, (b) Grafik hubungan antara asal pengunjung dan keinginan konsep hutan kota didesain secara teratur dengan jenis tanaman yang beragam. 33 20. (a) Grafik hubungan antara asal pengunjung dan preferensi

(15)

hubungan antara asal pengunjung dan preferensi penambahan elemen

air. 34

DAFTAR LAMPIRAN

1 Gambar letak plot pengamatan 38

2 Lembar Kuesioner 39

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah perkotaan khususnya Kota Malang dipengaruhi oleh berbagai aspek kehidupan seperti perkembangan penduduk, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dinamika kegiatan ekonomi, perkembangan jaringan komunikasi transportasi dan sebagainya. Aspek-aspek tersebut akan membawa perubahan terhadap bentuk keruangan di wilayah yang bersangkutan baik secara fisik maupun non fisik. Perubahan tersebut apabila tidak ditata dengan baik akan mengakibatkan penurunan kualitas pemanfaatan ruang. Keberadaan ruang terbuka hijau kota sangat penting dalam mendukung keberlangsungan sebuah kota. Ruang terbuka hijau kota adalah merupakan bagian ruang-ruang terbuka (open space) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik. introduksi) guna mendukung manfaat langsung atau tidak langsung yang dihasilkan oleh ruang terbuka hijau dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan (Nurisyah et al 2005). Hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota berbentuk jalur, menyebar, atau bergerombol dengan struktur menyerupai/meniru hutan alam guna membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa dan menimbulkan lingkungan sehat, nyaman dan estetis (Hussein 2010).

Kota Malang memiliki ruang terbuka hijau dengan luasan total RTH 1752.15 ha yang terbagi atas hutan kota 33.56 ha, taman kota 175.49 ha, lapangan 59.19 ha, jalur hijau jalan 218.64 ha, sempadan sungai 1102.43 ha, dan bentuk lain-lain adalah 162.84 ha (Kementerian Pekerjaan Umum 2012). Wilayah Kota Malang tahun 2012 tercatat memiliki hutan kota sebesar 0.35% dari keseluruhan total luas RTH Kota Malang. Hutan kota yang terdapat di Malang secara umum memiliki tiga bentuk dan satu struktur: a) hutan kota Malabar berbentuk bergerombol dan menumpuk, b) hutan kota Jalan Jakarta Menjalur, c) hutan kota Indragiri berbentuk menyebar dan menumpuk, d) hutan kota Velodrom berbentuk menyebar dan menumpuk, dan e) hutan kota Buper Hamid Rusdi berbentuk menyebar dan menumpuk (Sesanti et al 2011).

Keberadaan hutan kota merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap keberlanjutan kondisi ekologi dan sosial di lingkungan perkotaan. Hutan kota yang didominasi oleh banyak jenis pohon mampu mereduksi polutan lebih banyak dari pada hutan kota yang memiliki dominansi vegetasi rendah (Yang et al. 2005). Selain berfungsi ekologis, kualitas hutan kota juga dapat berpengaruh signifikan terhadap kesehatan mental penduduk kota (Francis et al. 2012).

(18)

kenyamanan termal manusia pada lanskap dan berdampak pada kebutuhan energi untuk memanaskan dan mendinginkan bangunan dalam lanskap (Mulgiati 2010).

Kehadiran vegetasi khususnya kombinasi pohon dan semak juga berpengaruh signifikan terhadap penurunan suhu. Fungsi kanopi sebagai peneduh dan ground cover sebagai penyerap panas menunjukkan efek yang signifikan terhadap penurunan suhu. Pada daerah penghijauan rata-rata lebih dingin 1⁰C (Bowler et al 2010). Bentuk maupun posisi hutan kota di Kota Malang saat ini belum memberikan pengaruh terhadap kenyamanan dengan nilai Indeks Kenyamanan (IK) berkisar antara 71.7 – 74.7 (Hussein 2010). Jika mengacu pada ketetapan The US Weather National Service indeks kenyamanan berada pada kisaran nilai <70. Antara 70 – 80 cukup nyaman dan > 80 orang sudah merasa tidak nyaman. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh bentuk hutan kota terhadap kenyamanan termal pada sekitar wilayah hutan kota sebagai langkah awal untuk memprediksi bentuk dan komposisi hutan kota yang lebih fungsional.

Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini mencakup hal-hal yang dituliskan di bawah ini:

1) apakah bentuk hutan kota berpengaruh terhadap suhu dan kelembaban di sekitar hutan kota;

2) bagaimana hubungan bentuk hutan kota terhadap kenyamanan Kota Malang.

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi peran hutan kota dalam memberikan kenyamanan di lingkungan perkotaan. Adapun secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah:

1) mengidentifikasi bentuk beberapa hutan kota dan sebaran suhu, kelembaban udara dan kecepatan angin di sekitar hutan kota;

2) menganalisis hubungan bentuk hutan kota dengan kenyamanan lingkungan perkotaan; dan

3) mengevaluasi persepsi dan preferensi masyarakat terhadap kenyamanan hutan kota.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah mendapatkan informasi pengaruh bentuk hutan kota terhadap kenyamanan termal Kota Malang, mendapatkan gambaran mengenai eksisting keberadaan hutan kota yang lebih ekologis, keberlanjutan, dan menjadi dasar strategi pengelolaan dan pemeliharaan yang sesuai sehingga keberadaan hutan kota dapat efektif dan efisien.

Ruang Lingkup

(19)

RH di sekitar hutan kota dan persepsi masyarakat terhadap parameter kenyamanan. Data yang diperlukan sebagai landasan identifikasi pengaruh hutan kota terhadap kenyaman termal di sekitar hutan kota sebagai berikut:

1) elemen lunak dan elemen keras pada hutan kota dan sekitarnya

2) kondisi eksisting berupa keterangan tentang bentuk dan komposisi vegetasi hutan kota

3) data sebaran suhu dan kelembaban di sekitar hutan kota 4) preferensi dan persepsi masyarakat terhadap hutan kota 5) data Suhu dan kelembaban dari BMKG setempat.

Kerangka Berpikir

Penelitian ini dilakukan berdasarkan sebuah kerangka pikir sebagai berikut (Gambar 1) :

Informasi pengaruh bentuk hutan kota terhadap Kenyamanan

(20)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Ruang Terbuka Hijau (RTH)

RTH adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, social, budaya, ekonomi, dan estetika. Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988. RTH adalah bagian dari ruang terbuka kota yang didefinisikan sebagai ruang terbuka yang pemanfaatannya lebih bersifat pada penghijauan tanaman atau tumbuhan secara alamiah maupun buatan (budidaya tanaman) seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan, dan lainnya.

RTH memiliki kekuatan untuk membentuk karakter suatu kawasan dan menjaga kelangsungan hidupnya. Tanpa RTH mengakibatkan ketegangan mental bagi manusia yang tinggal didalamnya. Tujuan dibentuk atau disediakannya RTH di wilayah perkotaan, antara lain:

1. meningkatnya mutu lingkungan hidup dan sebagai pengaman sarana lingkungan perkotaan

2. menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna bagi kepentingan manusia.

Peraturan pada Undang-Undang RI No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, ruang terbuka hijau merupakan area memanjang/jalur dan/ atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. RTH adalah total area atau kawasan yang ditutupi hijau tanaman dalam satuan luas tertentu baik yang tumbuh secara alami maupun buatan atau budidaya. RTH memiliki fungsi utama yaitu fungsi bio-ekologis dan fungsi tambahan (eksentrik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan ekonomi (Monthazeri 2011). Berlangsungnya fungsi ekologis alami dalam lingkungan perkotaan secara seimbang dan lestari akan membentuk kota yang sehat dan manusiawi.

Komponen RTH berdasarkan kriteria, sasaran, dan fungsi penting vegetasi serta intensitas manajemennya dikategorikan dalam:

1. Taman

Fungsi utamanya adalah menghasilkan oksigen. Oleh karena itu jenis tanaman yang dibudidayakan dipilih dari jenis-jenis yang menghasilkan oksigen tinggi. 2. Jalur hijau

Termasuk didalamnya adalah pepohononan peneduh pinggir jalan, jalur hijau lainnya.

3. Kebun dan pekarangan

Selain bertujuan untuk produksi, kebun dan pekarangan hendaknya ditanam dengan jenis-jenis yang mendukung kenyamanan lingkungan.

4. Hutan

Merupakan penerapan beberapa fungsi hutan seperti ameliorasi iklim, hidrologi, dan penangkalan pencemaran. Fungsi-fungsi ini bertujuan mengimbangi kecenderungan menurunnya kualitas lingkungan.

5. Tempat rekreasi

(21)

1. Meningkatkan kualitas kehidupan ruang kota melalui penciptaan lingkungan yang aman, nyaman, sehat, menarik, dan berwawasan ekologis

2. Mendorong terciptanya kegiatan publik sehingga tercipta integrasi ruang sosial antar penggunanya

3. Menciptakan estetika. karakter dan orientasi visual dari suatu lingkungan 4. Menciptakan iklim mikro lingkungan yang berorientasi pada kepentingan

pejalan kaki

5. Mewujudkan lingkungan yang nyaman. manusiawi dan berkelanjutan

Penyelenggaraan RTH di lingkungan perumahan dapat berfungsi secara estetis, hidrologis, klimatologis, protektif, maupun sosial budaya (Hastuti 2011). Maka taman lingkungan yang berorientasi pelestarian lingkungan dan fungsional perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Penataan dan komposisi yang tepat dari berbagai jenis vegetasi dan hand -material akan menciptakan iklim mikro pada taman lingkungan

2. Persyaratan klasifikasi hortikultur (ekologi) dan klasifikasi fisik dalam pemilihan jenis

3. Oksigenasi dan sirkulasi angin untuk perbaikan udara, pepohonan mampu membersihkan media udara dari zat-zat pencemar yang melayang melalui proses oksigenasi berdasarkan dari tatanan struktur dedaunan berlapis lapis secara vertikal maupun horizontal relatif lebih efektif “menangkap zat pencemar udara.

Iklim Mikro

Iklim mikro merupakan iklim di lapisan udara dekat permukaan bumi (tinggi ± 2.0). Disini gerak udara lebih kecil karena permukaan bumi yang kasar dan perbedaan suhu lebih besar. Keadaan tanaman atau batu dapat mengakibatkan perlawanan iklim yang besar pada ruang sempit (Frick dan Suskiyanto 2007).

Kondisi iklim mikro bergantung pada beberapa faktor seperti suhu, kelembaban udara, angin, penguapan, dan lain-lain. Tipe tanah (yang ada) juga mempengaruhi iklim mikro. Karakteristik permukaan tanah juga penting, tanah dengan warna yang lebih terang lebih memantulkan dan kurang merespon terhadap pemanasan harian. Hal lain yang berpengaruh terhadap iklim mikro adalah kemampuan tanah untuk menyerap atau mempertahankan uap air yang bergantung pada komposisi tanah dan penggunaannya. Keberadaan vegetasi juga berperan penting untuk mengontrol penguapan air ke udara melalui proses transpirasi. Vegetasi atau tumbuhan bisa juga menutupi tanah di bawahnya dan mempengaruhi perbedaan suhu. Tanaman atau vegetasi secara langsung memberikan pengaruh kepada kondisi iklim mikro yang ada melalui modifikasi radiasi matahari dan suhu tanah. Keberadaan tanaman juga mempengaruhi tingkat evapotranspirasi (Villegas et al. 2010).

(22)

Radiasi dan lama penyinaran matahari merupakan anasir yang terpenting dalam kajian iklim mikro. Jumlah radiasi matahari yang sampai ke permukaan bumi tergantung antara lain kepada konstante matahari dan keadaan atmosfer, sedangkan lama penyinaran matahari yang ditentukan oleh keadaan atmosfer sangat berperan dalam menentukan jumlah radiasi matahari yang sampai ke permukaan bumi (Wisnubroto 1981).

Anasir iklim yang juga mengendalikan iklim mikro adalah kelembaban udara. Kelembaban udara menyatakan banyaknya uap air dalam udara. Uap air ini merupakan komponen udara yang sangat penting jika ditinjau dari segi cuaca dan iklim. Sebagian gas-gas yang menyusun atmosfer yang dekat dengan permukaan laut relatif konstan dari satu tempat ke tempat yang lain. sedangkan uap air merupakan bagian yang tidak konstan. bervariasi antara 0% sampai 5% . Adanya variabilitas kandungan uap air ini dalam udara baik berdasarkan tempat maupun waktu penting karena (Wisnubroto et al 1983):

1. besarnya jumlah uap air dalam udara merupakan indikator kapasitas potensial atmosfer tentang terjadinya presipitasi;

2. uap air mempunyai sifat menyerap radiasi bumi sehingga ia akan menentukan cepatnya kehilangan panas dari bumi dan dengan sendirinya juga akan mengatur temperatur; dan

3. makin besar jumlah air dalam udara makin besar jumlah energi potensial yang laten tersedia dalam atmosfer dan merupakan sumber terjadinya hujan angin (storm), sehingga dapat menentukan apakah udara itu kekal atau tidak.

Kenyamanan Klimatologis

Kenyamanan termal merupakan suatu kondisi dari pikiran manusia yang menunjukkan kepuasan dengan lingkungan termal (Nugroho, 2011). Menurut Humphreys dan Nicol (2002), ada dua kelompok variabel yang mempengaruhi kenyamanan termal, yaitu yang pertama adalah variabel fisiologis atau pribadi manusia itu sendiri yang meliputi metabolisme tubuh, pakaian yang dikenakan, dan aktivitas yang dilakukan, dan yang kedua adalah variabel iklim yang meliputi temperatur udara, kecepatan angin, kelembaban, dan radiasi.

Menurut Setyowati (2012) Kenyamanan klimatologi dapat diciptakan dengan;

1. Area terbuka hijau yang luas dan lapangan terbuka yang mendapatkan sinar matahari di waktu pagi hingga siang hari dengan bayangan sepanjang pinggirannya

2. Ruang terbuka dengan permukaan keras yang berfungsi untuk tempat bermain anak-anak dengan sedikit bayangan di waktu pagi, siang tengah hari

3. Penahan angin terutama di tempat bermain anak-anak, meja kursi di area permainan tersebut. area untuk nonton di dekat lapangan dan

4. Terdapat tempat berteduh dengan obyek pemandangan yang baik

(23)

Kenyamanan Suhu (Termal Comfort)

Kenyamanan suhu terdiri dari dasar fisiologi suatu kenyaman, efek sampingan dari suatu ketidak nyamanan, daerah temperatur secara fisiologi, rentang temperatur yang nyaman, empat faktor klimatik dan kenyamanan.

Ketidaknyamanan merupakan suatu proses biologi yang sederhana untuk semua jenis mahluk yang berdarah panas untuk menstimulasi agar melakukan suatu langkah utama untuk meretorasi kembali suatu proses pertukaran pana yang benar, ketidaknyamanan akan mengakibatkan perubahan fungsional pada organ yang bersesuaian pada tubuh manusia.

Jika seseorang ditempatkan pada suatu ruangan dan diberikan temperatur yang berbeda maka terjadi rentang pertukaran panas yang menyatakan kondisi tubuh dalam keadaan setimbang karena dalam rentang ini pertukaran panas akan dapat dijaga dengan mengalirnya darah keseluruh organ tubuh, rentang temperatur dimana manusia merasakan kenyamanan adalah sangat bervariasi bergantung pada; pertama dari jenis pakaian yang dipakai, kedua dari aktivitas fisik yang telah dilakukan.

Kenyamanan termal sangat dibutuhkan tubuh agar manusia dapat beraktivitas dengan baik (di rumah, sekolah ataupun dikantor/tempat bekerja).

Szokolay dalam “manual of Tropical Housing and Building” menyebutkan

kenyamanan tergantung pada variable iklim (matahari/radiasinya, suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin) dan beberapa faktor individual/subjektif seperti pakaian, aklimatisi, usia dan jenis kelamin, tingkat kegemukan, tingkat kesehatan, jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi, serta warna kulit (Talarosa 2005).

Indonesia mempunyai iklim tropis dengan karakteristik kelembaban udara yang tinggi (dapat mencapai angka 80%), suhu udara yang tinggi (dapat mencapai hingga 35oC), serta radiasi matahari yang menyengat serta mengganggu. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana menciptakan kenyamanan termal dalam bangunan dalam kondisi iklim tropis panas lembab (Talarosa. 2005).

Fungsi Vegetasi

Menurut Hakim (2012), tumbuhan hijau atau vegetasi memiliki berbagai manfaat untuk kawasan perkotaan. Berbagai manfaat tumbuhan hijau dapat dikategorikan dalam 4 fungsi utama yaitu: (1) fungsi ekologis; (2) fungsi estetis dan arsitektural; (3) fungsi ekonomi; dan (4) fungsi sosial.

1. Fungsi ekologis

Fungsi ekologis tumbuhan meliputi :

a. Mereduksi polutan dan memproduksi oksigen

1) Struktur batang, cabang, ranting, dan daun tumbuhan dapat mereduksi kebisingan, debu, dan view yang mengganggu.

(24)

b. Memperbaiki kualitas iklim lokal

Pada permukaan tanah yang diberikan pengerasan akan menyebabkan : 1) peningkatan suhu; 2) penurunan muka air tanah; dan 3) pengurangan pergerakan udara (angin); sedangkan permukaan tanah yang ditutupi dengan penghijauan akan berdampak pada : 1) suhu lebih sejuk, 2) pergerakan udara lebih baik, dan 3) debu berkurang.

Selain itu vegetasi juga dapat memberikan efek : 1) Pembayangan, efek bayangan vegetasi bisa menahan 70% panas matahari yang jatuh ke tanah, dan 2) Penurunan suhu, suhu udara bisa diturunkan 5.5 –11°C, ketika suhu rata-rata udara 32°C, dan ketika suhu rata-rata udara 21°C, bisa turun 2.5 –5.5°C. Pada hutan lebat, 80% radiasi matahari bisa di tangkap daun, cabang, dan ranting pepohonan, dan yang mencapai tanah bisa kurang dari 5% sepanjang hari. Permukaan berumput lebih dingin 33% daripada paving, karena rumput dapat menjaga agar suhu konstan. sedangkan paving lebih banyak memantulkan panas. Vegetasi mempunyai efek mendinginkan. Ini dapat diketahui bahwa sampai siang hari, di bawah pohon lebih dingin (25 oC) daripada di atas pohon. Ketika malam hari, suhu menjadi 1.3 oC lebih dingin dari lingkungan sekitarnya. Jadi vegetasi mampu membuang atau mengurangi radiasi sinar matahari dengan baik.

c. Pengontrol radiasi sinar matahari

Tipe vegetasi yang digunakan akan mempengaruhi derajat pengontrolan radiasi sinar matahari, antara lain: 1) tanaman hijau mereduksi sampai 80% penetrasi cahaya, 2) pohon yang berdaun lebat dapat mereduksi penetrasi cahaya antara 51 – 54% dan melindungi dari sinar matahari langsung sepanjang hari, 3) semak dan groundcover (penutup tanah dari rerumputan/soft material) mereduksi suhu dengan absorbsi radiasi dan evaporasi, dan 4) pada siang hari yang panas, rumput bisa mereduksi 5.5 – 7.8 oC lebih dingin dari tanah terbuka.

2. Fungsi Estetis dan Arsitektural

Manfaat arsitektural dan estetika, antara lain: a) penegasan ruang, b) pemberi suasana dan karakter bangunan, tapak dan lingkungan, c) peralihan skala, d) pengendali view, dan e) pengontrol silau.

3. Fungsi Ekonomi

Keberadaan vegetasi dapat membantu dan meningkatkan aktivitas perekonomian masyarakat. Vegetasi juga memberikan kenyamanan dan keteduhan, terutaman pada siang hari, kepada masyarakat yang memanfaatkan vegetasi untuk menunjang aktivitas perekonomian mereka.

4. Fungsi Sosial

Berbagai ruang terbuka hijau (RTH) yang bernilai sejarah bila dilestarikan dapat meningkatkan potensi turisme dan ekonomi.

3

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

(25)

Velodrome, 4) Hutan Kota Pandanwangi, 5) Hutan Kota Hamid Rusdi, 6) Hutan Kota Indragiri, dan 7) Hutan Kota Jalan Kediri. Pemilihan hutan kota yang akan dijadikan objek penelitian didasarkan pada kriteria yang ditetapkan dalam Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan, yaitu hutan kota yang dipilih: (1) telah ditetapkan sebagai hutan kota oleh pemerintah daerah setempat dalam hal ini adalah Pemerintah Kota Malang; (2) memiliki luas minimal 2 500 m²; dan (3) mempunyai bentuk dan struktur hutan kota yang berbeda.

Hutan kota bentuk bergerombol adalah hutan kota dengan komunitas vegetasinya tumbuh terkosentrasi pada suatu tempat dengan jumlah minimal pohon 100 dengan jarak kurang dari 8 meter atau rapat tidak beraturan. Hutan kota berbentuk menyebar adalah hutan kota dengan vegetasi yang tumbuh menyebar maupun terpisah pada areal hutan kota. Hutan kota berbentuk menjalur adalah hutan kota dimana vegetasinya tumbuh menjalur di sepanjang bentuk hutan kota (Hussein 2010).

Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh 3 hutan kota Malang. yaitu (1) hutan kota Malabar dengan bentuk gerombol dan mempunyai luas 16 718 m². (2) hutan kota Jalan Jakarta dengan bentuk menjalur dan mempunyai luas 11 895 m². (3) hutan Kota Velodrome dengan bentuk menyebar dan mempunyai luas 12 500 m² (Gambar 2).

(26)

Selain luas dan bentuk strukturnya yang berbeda ketiga objek penelitian ini juga berada pada lokasi yang strategis yaitu berada di pusat kota dengan kepadatan penduduk dan intensitas aktifitas penduduk yang tinggi sehingga manfaat keberadaan hutan kota diharapkan dapat langsung dirasakan oleh masyarakat sekitar. Penelitian dilakukan selama 9 bulan dimulai bulan Juni 2014 – Maret 2015.

Alat Bahan dan Data

Alat yang digunakan dalam proses inventarisasi adalah alat tulis, kamera digital, meteran, termohigrometer digital TFA Dostmann Germany, anemometer digital Smart Sensor AR 836, alat gambar, GPS mode garmin, dan pengolahan data menggunakan hardware (komputer) dan software pengolahan SAS, Microsoft Word dan Excel 2007, AutoCad 2007.

Prosedur Analisis Data

Metode yang digunakan mengacu pada penelitian yang dilakukan Mulgiati (2009) adapun tahapan yang dilakukan adalah:

1. Tahap persiapan (Prasurvei)

Tahap persiapan merupakan tahap awal untuk menentukan lokasi penelitian di Kota Malang. Dari tahap ini ditentukan lokasi penelitian yaitu Hutan Kota Malabar, Hutan Kota Velodrome, dan Hutan Kota Jalan Jakarta. Setelah ditentukan lokasi penelitian, peneliti selanjutnya melakukan perizinan kepada dinas dan beberapa instansi terkait.

2. Tahap Survei

a. Data eksisting hutan kota (Bentuk)

Pada tahap ini dilakukan inventarisasi data mengenai bentuk dan struktur pada setiap hutan kota yaitu meliputi keragaman vegetasi, dominasi vegetasi, frekuensi vegetasi, elemen hard material, bentuk hutan kota, luas hutan kota, suhu dan kelembaban setiap hutan kota dan kondisi lingkungan sekitar hutan kota.

Data primer ini diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung terhadap Hutan Kota Malabar, Hutan Kota Jalan Jakarta, dan Hutan Kota Velodrome. Pengambilan data dilakukan dengan membuat plot-plot pengamatan 20m x 20m yang diletakkan pada seluruh bagian hutan kota. Pemilihan plot pengamatan dilakukan secara purposive minimal 5 plot disesuaikan areal luas pengamatan pada setiap hutan kota sehingga mengurangi terjadinya bagian hutan kota yang tidak teramati. Pada Hutan Kota Malabar terdapat 9 petak pengamatan, Hutan Kota Velodrome sejumlah 10 petak pengamatan, dan Hutan Kota Jalan Jakarta sejumlah 8 petak (Lampiran 1).

b. Data pengamatan suhu di sekitar hutan kota

(27)

suhu dilakukan pada sisi bagian luar hutan kota guna mengetahui pengaruh hutan kota terhadap iklim mikro di sekitar hutan kota. Titik pengukuran sejumlah 5 titik dengan interval jarak 25 meter dari 0 hingga 125 meter (0, 25, 50, 75, 100, 125 meter) yang bergerak mengikuti alur jalan atau menjauh dari titik tepi hutan kota. Pengambilan titik dilakukan pada empat arah mata angin yaitu ke arah utara, selatan, timur, dan barat dari letak hutan kota (Gambar 3).

Gambar 3 Konsep pengambilan titik pengukuran

Pengamatan data suhu udara dan RH dilakukan bersamaan pada sisi luar hutan kota dalam kurun waktu 30 menit pada setiap hutan kota. Pengambilan data dilakukan pada setiap titik interval yang telah ditentukan yaitu dengan mengukur suhu. kelembaban dan kecepatan angin. Pengukuran dilakukan dengan tiga waktu (pagi, siang, sore) pengulangan pada setiap titik.

c. Data Sosial

Pengambilan data sosial berupa persepsi masyarakat terhadap kenyamanan dengan melakukan penyebaran kuesioner kepada responden bersamaan dengan pengambilan data suhu udara dan kelembaban yaitu pada pukul 12.30-13.30. Latar belakang yang diperlukan sebagai responden mencakup jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir dan tempat tinggal. Kuesioner yang dibagikan di tiap hutan kota berisikan pertanyaan mengenai preferensi responden terhadap hutan kota, serta persepsi responden mengenai kenyamanan iklim mikro di sekitar hutan kota (Lampiran 2). Jumlah responden untuk setiap lokasi hutan kota 30 responden sehingga total responden dari tiga hutan kota yang diteliti berjumlah 90 responden.

3. Tahap Analisis

Pengamatan dan penilaian dilakukan terhadap dominasi, keragaman, dan frekuensi setiap spesies tanaman pada hutan kota. Pelaksanaan metode studi meliputi pengamatan lapang dengan cara menginventarisasi jenis-jenis vegetasi yang ada di tapak untuk mengetahui sebaran vegetasi/tanaman.

a. Nilai keragaman dapat dihitung dengan metode Shanon- Wiener dalam Syam (2013) berikut:

(28)

Keterangan:

H : Indeks keragaman Shanon-Wiener

Pi : Jumlah individu suatu spesies/jumlah total seluruh spesies Ni : Jumlah individu spesies i

N total : jumlah total individu

Nilai perhitungan indeks keragaman (H) tersebut dapat menunjukkan bahwa jika : H<1 : keragaman spesies rendah

1<H<3 : keragaman spesies sedang H>3 : keragaman spesies tinggi

b. Dominasi, frekuensi, dan kelimpahan tanaman Nilai dominasi vegetasi dapat dihitung dengan rumus:

Dominasi =

Dominasi Relatif = x 100%

Nilai frekuensi vegetasi dapat dihitung dengan rumus: Frekuensi =

Frekuensi relatif = x 100%

Nilai Kelimpahan vegetasi dapat dihitung dengan rumus:

Kelimpahan = …batang/ha

Kelimpahan relatif = x 100%.

Klasifikasi bentuk hutan kota digolongkan berdasarkan kriteria (Hussein 2010) yaitu hutan kota bergerombol, menjalur dan menyebar. Pada tahap analisis eksisting juga dilakukan pengukuran suhu dan kelembaban di setiap hutan kota dengan menggunakan termohigrometer digital.

c. Analisis Suhu

Analisis data suhu udara berdasarkan jarak bagian sisi luar hutan kota dimaksudkan untuk melihat hubungan jarak yang makin menjauh dari tepi hutan kota terhadap perubahan suhu sekitarnya. Data dianalisis dengan menggunakan

ANOVA. Jika berpengaruh nyata maka dilakukan uji beda rata-rata Duncan’s

Multiple Range Test (DMRT).

(29)

d. Analisis persepsi dan preferensi

Analisis hasil kuisioner menggunakan chi-square untuk mengetahui hubungan jawaban persepsi kenyamanan iklim mikro hutan kota responden dengan faktor asal pengunjung.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Kondisi Geografis

Kota Malang adalah sebuah kota yang terletak di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota ini terletak pada ketinggian antara 440 – 667m dpl pada posisi 112.06° – 112.07° Bujur Timur dan 7.06° – 8.02° Lintang Selatan (Gambar 5).

Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur dan dikenal dengan julukan ''Kota Pelajar'' dengan dikelilingi gunung-gunung: Gunung Arjuno di sebelah Utara, Gunung Tengger di sebelah Timur, Gunung Kawi di sebelah Barat, dan Gunung Kelud di sebelah Selatan. Kota Malang memiliki luas 110.06 km2 dengan batas-batas wilayah yaitu (Gambar 5):

Sebelah Utara : Kec. Singosari dan Kec. Karangploso Kabupaten Malang Sebelah Timur : Kec. Pakis dan Kec. Tumpang Kabupaten Malang

Sebelah Selatan : Kec. Tajinan dan Kec. Pakisaji Kab. Malang Sebelah Barat : Kec. Wagir dan Kec. Dau Kabupaten Malang

Gambar 4 Master plan RTH Kota Malang 2012-2032

(30)

di Kota Malang. Luasan Kecamatan Kedungkandang adalah 39.9 km² atau 36.2% dari total wilayah Kota Malang. Kecamatan Klojen merupakan wilayah terkecil dengan luas 8.8 km² atau 8.0% dari total wilayah Kota Malang.

Tabel 1 Luas kecamatan (km²) dan presentase terhadap luas kota

Kecamatan Luas Kecamatan (km²) Presentase Terhadap Luas Kota (%)

Sumber : Biro Pusat Statistika 2013

Kota Malang memiliki ketinggian antara 440-667 meter di atas permukaan air laut. Salah satu lokasi yang paling tinggi adalah Pegunungan Buring yang jenis yaitu tanah alluvial, tanah kambisol, tanah kambisol mediteran, dan tanah latosol (Nugroho 2011).

Keadaan tanah di wilayah Kota Malang antara lain:

a. bagian selatan termasuk dataran tinggi yang cukup luas, cocok untuk industri

b. bagian utara termasuk dataran tinggi yang subur, cocok untuk pertanian c. bagian timur merupakan dataran tinggi dengan keadaan kurang subur d. bagian barat merupakan dataran tinggi yang amat luas menjadi daerah

pendidikan

Jenis tanah di wilayah Kota Malang ada 4 macam. antara lain : a. alluvial kelabu kehitaman dengan luas 6.930.267 Ha

b. mediteran coklat dengan luas 1.225.160 Ha

c. asosiasi latosol coklat kemerahan grey humus dengan luas 1.942.160 Ha d. asosiasi andosol coklat dan grey humus dengan luas 1.765.160 Ha

Struktur tanah pada umumnya relatif baik, akan tetapi yang perlu mendapatkan perhatian adalah penggunaan jenis tanah andosol yang memiliki sifat peka erosi. Jenis tanah andosol ini terdapat di Kecamatan Lowokwaru dengan relatif kemiringan sekitar 15%.

Iklim

(31)

Seperti umumnya daerah lain di Indonesia. Kota Malang mengikuti perubahan putaran 2 musim, musim hujan dan musim kemarau (Badan Pusat Statiska 2013).

Dari hasil pengamatan Stasiun Klimatologi Karangploso curah hujan yang relatif tinggi selama tahun 2012 hujan terjadi hampir di setiap bulan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret yaitu mencapai 406 mm, yang terjadi selama 22 hari (Tabel 3). Kecepatan angin maksimum terjadi di bulan Januari dan Maret. Tabel 2 Suhu udara setiap bulan tahun 2012

Bulan

Temperatur (ºC)

(32)

RTH pada tiap-tiap zonasi kawasan sehingga rencana pembangunan RTH nantinya diharapkan sesuai kebutuhan yang akan datang.

RTH di perkotaan terdiri atas RTH privat dan RTH publik. RTH publik adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Identifikasi jenis-jenis RTH yang telah tersedia dalam sebuah kawasan menjadi pertimbangan dalam menentukan jenis RTH yang akan dibangun. Hal ini dimaksudkan agar penyebaran RTH kota/kawasan perkotaan dapat lebih variatif dan komplementer. Sebagai contoh, jika dalam sebuah kawasan telah banyak dibangun RTH yang cenderung kepada fungsi sosial seperti taman komunitas dapat dipertimbangkan untuk membangun RTH yang cenderung kepada fungsi ekologis seperti hutan kota (Permen PU No.5/PRT/M/2008).

RTH publik maupun privat memiliki beberapa fungsi utama seperti fungsi ekologis serta fungsi tambahan, yaitu sosial budaya, ekonomi, estetika/arsitektural. Khusus untuk RTH dengan fungsi sosial seperti tempat istirahat, sarana olahraga dan area bermain maka RTH ini harus memiliki aksesibilitas yang baik untuk semua orang, termasuk aksesibilitas bagi penyandang cacat. RTH yang ada di kota malang berupa Hutan Kota, Taman, Makam, Lapangan Jalur Hijau Jalan, Sempadan Sungai, Sempadan REL KA dan Sempadan SUTT serta beberapa jalur hijau jalan seperti median dan boulevard jalan (Tabel 4). Berikut adalah hasil rekapitulasi perhitungan RTH eksisting Kota Malang.

Tabel 4 Jumlah RTH di Kota Malang

Jenis RTH Luas (Ha) Prosentase

Hutan Kota 33.56 0.35%

Sempadan Sungai 1 102.43 11.41%

Sempadan Rel KA 43.11 0.45%

Jumlah 1 752.15 18.14%

Sumber: Masterplan Ruang Terbuka Hijau Kota Malang 2012-2032

Jumlah RTH Kota Malang banyak didominasi oleh RTH berupa sempadan sungai yang sekarang kondisi eksisitingnya adalah berupa hamparan lahan terbuka atau lahan kosong berisi semak belukar, selain itu juga jalur hijau jalan dan taman yang tersebar di seluruh wilayah Kota Malang.

Sosial

(33)

Menurut hasil Sensus Penduduk 2010 jumlah penduduk Kota Malang sebanyak 820 243 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 404.553 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 415 690 jiwa. Dengan demikian rasio jenis kelamin penduduk Kota Malang sebesar 97.05. Ini artinya bahwa setiap 100 penduduk perempuan terdapat 97-98 penduduk laki-laki. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, pada periode 2000-2012 rata-rata laju pertumbuhan penduduk setiap tahunnya adalah 0.80%.

Dilihat dari penyebarannya, diantara 5 kecamatan yang ada sebagai berikut:

Kecamatan Lowokwaru : 186 013 jiwa Kecamatan Sukun : 181 513 jiwa Kecamatan Kedungkandang : 174 477 jiwa Kecamatan Blimbing : 172 333 jiwa Kecamatan Klojen : 105 907 jiwa

Wilayah dengan kepadatan penduduk tertinggi terjadi di wilayah Kecamatan Klojen yaitu mencapai 11 994 jiwa per km², sedangkan terendah di wilayah Kecamatan Kedungkandang sebesar 4 374 jiwa per km².

Salah satu partisipasi masyarakat untuk melakukan kegiatan sosial antara lain menjadi donor darah. Selama tahun 2012 jumlah donor darah yang dihimpun oleh Palang Merah Indonesia sebanyak 44 955 pendonor. Donor darah yang terbanyak adalah yang bergolongan O (17 617 labu) dan paling sedikit adalah golongan darah AB (3 227 labu). Sedangkan permintaan akan darah sebanyak 58 444 labu.

Perekonomian

Salah satu cara untuk mengetahui kinerja dari suatu wilayah antara lain dengan melihat seberapa besar nilai tambah yang dihasilkan oleh faktor-faktor produksi yang ada di suatu wilayah. Besaran nilai tambah yang dihasilkan oleh faktor-faktor produksi tersebut umumnya disebut dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB ini dikelompokkan ke dalam sembilan sektor, yaitu sektor pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air bersih; konstruksi; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan; persewaan dan jasa keuangan; serta jasa-jasa lainnya.

Jumlah pasar di Kota Malang terbesar mengumpul di Kecamatan Klojen yang merupakan pusat kegiatan ekonomi di Kota Malang sebanyak 14 pasar, yang lainnya tersebar di masing-masing kecamatan seperti pada Tabel 5 berikut:

Tabel 5 Jumlah pasar menurut kelas dan kecamatan

(34)

Identifikasi Hutan Kota Pengelompokan hutan kota

Hutan kota yang terdapat di Malang secara umum memiliki tiga bentuk dan satu struktur seperti tertera pada tabel di bawah ini (Tabel 6):

Tabel 6 Bentuk dan Struktur Hutan Kota di Kota Malang

No Hutan Kota Bentuk Struktur

1 Malabar Bergerombol Strata Banyak

2 Velodrome Menyebar Strata Banyak

3 Jalan Jakarta Menjalur Strata Banyak

Hutan kota bentuk bergerombol adalah hutan kota dengan komunitas vegetasinya tumbuh terkosentrasi pada suatu tempat dengan jumlah minimal pohon 100 dengan jarak kurang dari 8 meter atau rapat tidak beraturan. Hutan kota berbentuk menyebar adalah hutan kota dengan vegetasi yang tumbuh menyebar berkelompok maupun terpisah pada areal hutan kota. Sedangkan hutan kota berbentuk menjalur adalah hutan kota dimana vegetasinya tumbuh menjalur di sepanjang hutan kota (Hussein 2010).

Gambar 5 (a) Bentuk Hutan Kota Malabar, (b) Bentuk Hutan Kota Velodrome, (c) Bentuk Hutan Kota Jalan Jakarta.

Dari hasil pengamatan langsung di lapangan terlihat bahwa hutan kota Malabar adalah hutan kota dengan bentuk bergerombol starata banyak (Gambar

b. Menyebar

a. Bergerombol

a. Bergerombol

c. Menjalur

(35)

6a); hutan kota Velodrome adalah hutan kota dengan bentuk menyebar strata banyak (Gambar 6b); hutan kota jalan Jakarta adalah hutan kota berbentuk menjalur strata banyak (Gambar 6c). Penataan hutan kota saat ini masih kurang diperhatikan sehingga fungsi dan nilai estetikanya belum tercapai dengan baik. Vegetasi hutan kota

Vegetasi sangat bermanfaat untuk merekayasa lingkungan di perkotaan yaitu merekayasa estetika, mengontrol erosi dan air tanah, mengurangi kebisingan, mengendalikan air limbah, mengontrol lalu lintas dan cahaya yang menyilaukan, mengurangi pantulan cahaya, serta mengurangi bau. Hutan kota di Malang terdi dari asosiasi tumbuhan berupa pohon dengan jumlah yang berbeda-beda di setiap hutan kota. Jumlah pohon terbanyak terdapat pada hutan kota velodrome dengan 2 070 pohon, sedangkan luas area hutan kota terbesar yaitu Hutan Kota Malabar dengan 16 718 m2 (Tabel 7).

Tabel 7 Jumlah vegetasi dan luas hutan kota

No Nama Jumlah vegetasi Luas hutan kota (m2)

Kelimpahan merupakan jumlah individu suatu spesies per luas wilayah pengamatan. Jika semakin tinggi nilai kelimpahan suatu spesies maka jumlah spesies tersebut semakin banyak dijumpai pada tapak. Perhitungan kelimpahan vegetasi pada masing-masing hutan kota adalah sebagai berikut:

1. Hutan Kota Malabar

Jenis pohon yang memiliki nilai kelimpahan relatif tertinggi di hutan kota Malabar adalah pohon flamboyan (Delonix regia) dengan nilai kelimpahan relatif 38.10%, pohon gmelina (Gmelina arborea) dengan nilai kelimpahan 17.86%, dan pohon asam belanda (Pithecellobium dulce) dengan nilai kelimpahan 11.91% (Tabel 8). Pohon flamboyan merupakan tanaman yang memiliki point of interest

karena memiliki warna bunga yang menarik. Bunganya berwarna merah menyala hampir memenuhi tajuknya dan tinggi pohon ini dapat mencapai 20 m. Dengan tajuknya yang cukup besar dan berukuran tinggi tanaman ini juga baik sebagai peneduh dan sebagai pengarah jalan jika ditanam secara massal.

(36)

tanaman ini berfungsi sebagai pengearah jalan dan sebagai pencipta suasana taman bergaya formal. Velodrome merupakan hutan kota yang memiliki pola melingkar dan simetris dalam desainnya, karena selain sebagai hutan kota. Velodrome juga merupakan arena olahraga balap sepeda dan di hari-hari tertentu Velodrome juga dijadikan pasar sebagai aktivitas sosial masyarakat.

3. Hutan Kota Jl. Jakarta

Jenis pohon yang memiliki nilai kelimpahan relatif tertinggi di hutan kota Jl. Jakarta adalah pohon gmelina (Gmelina arborea) dengan nilai kelimpahan relatif 31.75%, pohon mahoni (Swietenia mahagoni) dengan nilai kelimpahan relatif 20.63, dan pohon sengon (Albizia chinensis) dengan nilai kelimpahan relatif 12.70 (Tabel 8). Gmelina termasuk tumbuhan tropis dari famili Labiateae yang tergolong jenis pohon sedang dengan ketinggian antara 6-15 m. Pohon ini memiliki batang berwarna putih yang terlihat cukup kontras dengan daun berwarna hijau terang. Gmelina memiliki tajuk lebar dan mampu memberikan keteduhan pada lingkungan sekitarnya (Lestari dan Kencana 2008).

Tabel 8 Hasil analisa kelimpahan relatif hutan kota

No. Nama Lokal Tanaman Nama Latin Tanaman Kelimpahan Kelimpahan

Relatif (%)

...Malabar...

1 Palem Raja Roystenia regia 13.8 5.9

2 Gmelina Gmelina arborea 41.6 17.8

3 Asam Belanda Pithecellobium dulce 27.7 11.9

4 Bambu Bambussa sp 2.7 1.1

14 Cemara Casuarina equisetifolia 16.6 7.1

15 Tanjung Mimosoph elengi 2.7 1.1

6 Cemara Casuarina equisetifolia 2.5 1.0

7 Mahoni Switenia mahagoni 5 2.0

13 Sono Kembang Pheterocarpus indica 10 4.1

(37)

Tabel 9 Hasil analisa kelimpahan relatif hutan kota (Lanjutan)

No. Nama Lokal Tanaman Nama Latin Tanaman Kelimpahan Kelimpahan

Relatif (%) ...Jalan Jakarta...

1 Nangka Artocarpus heterophyllus 6.2 3.1

2 Alpukat Persea americana 9.3 4.7

3 Trembesi Samanea saman 12.5 6.3

4 Mahoni Swietenia mahagoni 40.6 20.6

5 Salam Syzygium polyanthum 3.1 1.5

6 Dadap merah Erythrina crista-galli 12.5 6.3

7 Juwet Syzygium cumini 9.3 4.7

Frekuensi merupakan ukuran dari uniformitas atau regularitas. Frekuensi memberikan gambaran bagimana pola penyebaran suatu jenis apakah menyebar keseluruh kawasan atau kelompok. Hal ini menunjukan daya penyebaran dan adaptasinya terhadap lingkungan. Raunkiser dalam Shukla dan Chandel (1977) membagi frekuensi dalam lima kelas berdasarkan besarnya persentase.

FK = 0%-25% : Kehadiran sangat jarang (aksidental) FK = 25%-50% : Kahadiran jarang (assesori)

FK = 50%-75% : Kehadiran sedang (konstan) FK = 75%-100% : Kehadiran absolut

Dari perhitungan frekuensi relatif pada masing-masing hutan kota (Tabel 9) menunjukkan ketiga hutan kota memiliki frekuensi yang jarang adapun jenis-jenis tanaman yang mempunyai nilai frekuensi tertinggi di setiap hutan kota adalah sebagai berikut:

1. Hutan Kota Malabar

Hasil perhitungan frekuensi menunjukkan bahwa spesies yang memiliki nilai frekuensi relatif tertinggi pada hutan kota Malabar adalah jenis flamboyan (Delonix regia) sebesar 20.58%, pohon gmelina (Gmelina arborea) dengan nilai frekuensi relatif 17.64, dan pohon palem raja (Roystenia regia) dengan nilai frekuensi relatif 8.82. Frekuensi penggunaan pohon Flamboyan menjadi tinggi karena pohon Flamboyan digunakan sebagai peneduh.

2. Hutan Kota Velodrome

(38)

3. Hutan Kota Jl. Jakarta

Hasil perhitungan frekuensi menunjukkan bahwa spesies yang memiliki nilai frekuensi relatif tertinggi pada hutan kota Jl. Jakarta adalah pohon mahoni (Swietenia mahagoni) sebesar 25%, pohon trembesi (Samanea saman) dengan nilai frekuensi relatif 14.29%, dan pohon dadap merah (Erythrina crista-gali)

dengan nilai frekuensi relatif 10.71% (Tabel 10). Mahoni merupakan tanaman dengan daun berwarna hijau dan batangnya berwarna putih. Tanaman ini dapat bertahan hidup di tanah gersang, menjadikan pohon ini sesuai ditanam di tepi jalan. Pohon mahoni bisa mengurangi polusi udara sekitar 47-69% sehingga disebut sebagai pohon pelindung atau filter udara.

Tabel 10 Hasil analisa frekuensi relatif pada hutan kota

No Nama Lokal

Tanaman Nama Latin Tanaman Frekuensi

Frekuensi

11 Sono kembang Pheterocarpus indica 0.1 2.9

12 Aren Arenga pinnata 0.1 2.9

13 Kelapa sawit Elais guineensis 0.1 2.9

14 Cemara Casuarina equisetifolia 0.2 5.8

15 Tanjung Mimoshop elengi 0.1 2.9

6 Cemara Casuarina equisetifolia 0.1 2.2

7 Mahoni Switenia mahagoni 0.1 2.2

13 Sono kembang Pheterocarpus indica 0.3 6.8

14 Glodokan lokal Polyalthea longifolia 0.1 2.2

...Jalan Jakarta...

1 Nangka Artocarpus heterophyllus 0.2 7.1

2 Alpukat Persea americana 0.1 3.5

3 Trembesi Samanea saman 0.5 14.2

4 Mahoni Swietenia mahagoni 0.8 25.0

5 Salam Syzygium polyanthum 0.1 3.5

(39)

Tabel 11 Hasil analisa frekuensi relatif pada hutan kota (Lanjutan)

No Nama Lokal

Tanaman Nama Latin Tanaman Frekuensi

Frekuensi

Hasil inventarisasi dan perhitungan keragaman spesies pada tiga hutan kota secara umum masih tergolong memiliki keragaman spesies yang rendah dengan nilai <1 (Tabel 12). Maka perlu adanya peningkatan keragaman spesies pada setiap hutan kota oleh pihak pengelola melalui langkah penanaman. Namun diharapkan tetap berhati-hati agar tidak timbul ancaman spesies invasif karena menurut Andreu et al. (2008), spesies invasif dapat berdampak buruk bagi fungsi ekologis karena dapat mengurangi keanekaragaman hayati.

Tabel 12 Hasil analisis nilai keragaman setiap hutan kota

No Hutan Kota Dominansi artinya bagi peningkatan fungsi vegetasi bagi stabilitas lingkungan, baik biotik maupun abiotik (Bhatt and Khanal 2010). Semakin merata persebaran mengindikasikan semakin baiknya pengelolaan pohon sehingga dampak lingkungan yang ditimbulkan semakin baik pula (Devi dan Yadava 2006).

Analisis Suhu di Sekitar Hutan Kota

Suhu udara berubah sesuai dengan tempatnya. Tempat yang terbuka suhunya berbeda dengan tempat yang bergedung, demikian pula suhu di ladang berbeda dengan suhu di jalan aspal (Bayong Tjasyono, 1999). Berdasarkan identifikasi suhu dan RH pada setiap titik pengamatan di sekitar hutan kota didapatkan hasil rata-rata suhu dan RH pada setiap hutan kota yang berbeda-beda: a). Hutan kota Malabar dengan bentuk bergerombol dan nilai keragaman 0.52 memiliki suhu rata-rata 28.7 ºC dan RH 61.1%, b). Hutan kota Velodrome dengan bentuk menyebar dan nilai keragaman 0.53 memiliki suhu rata-rata 27.9 ºC dan RH 56.8%, dan c). Hutan kota Jl. Jakarta dengan bentuk menjalur dan nilai keragaman 0.52 memiliki suhu rata-rata 28.9 ºC dan RH 59.3%. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan komposisi vegetasi, bentuk hutan kota, arah angin dan kondisi eksisting sekitar hutan kota yang berbeda-beda.

(40)

namun arah dan waktu berpengaruh nyata terhadap perubahan suhu dan kelembaban dengan taraf kesalahan 0.05 (Tabel 13).

Tabel 13 Hasil uji ANOVA pada tiap titik, arah, dan waktu pengamatan terhadap perubahan suhu dan kelembaban

dengan 65%. Pada hutan kota Velodrome suhu tertinggi pada arah Timur dengan nilai suhu 28.6 ºC dan kelembaban tertinggi pada nilai 58% di arah Utara. Hutan kota Jalan Jakarta memiliki suhu tertinggi 29.5 ºC pada arah Selatan dan kelembaban tertinggi 60% di arah Timur dan Barat (Tabel 14). Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa suhu pada setiap waktu pengukuran berbeda nyata di tiap arah mata angin seperti yang terjadi pada ketiga hutan kota. Hal ini dibuktikan suhu pada siang hari berbeda dengan pagi dan sore di seluruh arah mata angin. Suhu tertinggi diperoleh pada pengukuran siang hari pada seluruh arah, hal ini dikarenakan suhu maksimum harian berada pada sekitar pukul 13.00-14.00 (Tabel 15).

Tabel 14 Uji lanjut DMRT arah dan waktu pada hutan kota

(41)

Tabel 15 Uji lanjut DMRT arah dan waktu pada hutan kota (Lanjutan)

Arah Suhu (ºC) RH (%) Waktu Suhu (ºC) RH (%)

... Jalan Jakarta...

Timur 28.2 c 61.5 a Pagi 27.3 b 64.7 a

Barat 28.4 bc 60.1 ab Siang 31.4 a 52.7 c

Utara 29.0 ab 59.2 b Sore 27.6 b 62.7 b

Selatan 29.5 a 59.2 b

Ket: Huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda nyata menurut DMRT pada taraf α <0.05

Pada pagi hari arah timur memiliki suhu terendah kecuali pada hutan kota velodrome suhu terendah di arah utara. Sedangkan suhu tertinggi pada setiap hutan kota berada pada arah selatan kecuali pada hutan kota velodrome yang memiliki suhu tertinggi pada sisi timur hutan kota (Gambar 6). Hal ini disebabkan pada sisi sebelah timur Hutan Kota Velodrome terdapat pasar tradisional rakyat yang intensitasnya tinggi saat pagi hari (Gambar 7).

Gambar 6 Grafik suhu setiap hutan kota di waktu pagi

Gambar 7 Kondisi eksisting hutan kota Velodrome

Pada siang hari kondisi suhu setiap hutan kota tidak mempunyai tren yang sama (Gambar 8). Hal ini dikarenakan kondisi angin pada siang hari lebih

(42)

kencang dari pada waktu pagi hari atau malam hari dengan kecepatan 1-1.5 m/s yang datang dari dua arah yaitu barat dan utara.

Gambar 8 Grafik suhu setiap hutan kota di waktu siang

Pada sore hari suhu terendah berada pada arah utara hutan kota hal ini dikarenakan angin berhembus dari selatan menuju ke utara dengan kecepatan 0.3-0.4 m/s (Gambar 9). Suhu tertinggi berada pada arah timur hutan kota kecuali pada hutan kota Malabar suhu tertinggi berada pada sisi sebelah selatan hutan kota hal ini disebabkan intensitas kendaraan yang padat pada sore hari di sisi selatan hutan kota Malabar (Gambar 10).

Gambar 9 Grafik suhu setiap hutan kota di waktu sore

Gambar 10 Kondisi eksisting hutan kota Malabar

(43)

Hasil analisis suhu dan kelembaban di sekitar hutan kota menunjukkan bahwa arah, waktu, dan interaksi antara arah dan waktu berpengaruh signifikan dengan taraf kesalahan <0.05, sedangkan jarak tidak berpengaruh signifikan terhadap suhu dan kelembaban. Ketiga hutan kota menunjukkan suhu terendah dan RH tertinggi pada waktu pagi hari. Suhu terendah di Jalan Jakarta pada pagi hari tidak berbeda signifikan dengan waktu sore hari. Selanjutnya RH tertinggi pada pagi dan sore hari juga tidak berbeda signifikan. Pada arah Timur dan Barat di Hutan Kota Malabar dan Hutan Kota Jalan Jakarta menunjukkan suhu terendah, sedangkan pada Hutan Kota Velodrome suhu terendah pada arah utara. Di Hutan Kota Malabar pada arah Timur, Barat dan Utara suhu rendahnya tidak berbeda

Ket: Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang berbeda menunjukkan perbedaan signifikan arah terhadap waktu pada taraf α <0.05.

Hubungan Suhu dengan Komposisi Hutan Kota

(44)

hal ini dipengaruhi perbedaan komposisi vegetasi dan bentuk hutan kota yang berbeda-beda a) Hutan kota Malabar dengan bentuk bergerombol dan nilai keragaman 0.52 memiliki suhu rata-rata 28.7 ºC dan RH 61.1%, b) Hutan kota Velodrome dengan bentuk menyebar dan nilai keragaman 0.53 memiliki suhu rata-rata 27.9 ºC dan RH 56.8%, dan c) Hutan kota Jalan Jakarta dengan bentuk menjalur dan nilai keragaman 0.52 memiliki suhu rata-rata 28.9 ºC dan RH 59.3% (Tabel 10). Dari hasil suhu rata-rata setiap hutan kota terlihat bahwa hutan kota Velodrome dengan bentuk menyebar memiliki suhu terendah, Hal ini dimungkinkan karena bentuk hutan kota menyebar memiliki vegetasi yang menyebar sehingga memmungkinkan efek penurunan suhu yang menyebar pada lingkungan sekitar (Hussein 2010).

Hubungan suhu dan kelembaban dengan komposisi hutan kota secara kuantitatif dijelaskan melalui analisis regresi sederhana. Persamaan regresi linier dan nilai koefisien keragaman antara suhu komposisi hutan kota dapat dilihat pada Tabel 17 sebagai berikut :

Tabel 17 Persamaan regresi linier dan nilai koefisien korelasi antara suhu dan komposisi hutan kota

Komposisi Hutan Kota Persamaan Regresi R2

Dominansi Y = 31.319 – 0.088 X 90.27%

Indeks Nilai Penting Y = 1413.4 – 4.616 X 9.62% Indeks Keragaman Y = 9.363 – 67.816 X 53.89% * signifikan pada p < 0.05

Berdasarkan model persamaan regresi dapat dilihat bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan antara suhu dan komposisi vegetasi dalam hutan kota. Hal ini menjelaskan bahwa komposisi hutan tidak mampu menjelaskan keragaman suhu di hutan kota. Nilai R² (koefisien keragaman) pada persamaan regresi dominansi hanya mampu menjelaskan keragaman suhu sebesar 90.27%, Nilai R² (koefisien keragaman) pada persamaan regresi indek nilai penting (INP) 9.62%, dan nilai R² (koefisien keragaman) pada persamaan regresi indeks keragaman 53.89% sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor lain (Gambar 11 - 13).

(45)

Gambar 12 Grafik pengaruh suhu oleh Indeks Nilai Penting

Gambar 13 Grafik pengaruh suhu oleh Indeks Keragaman

Berdasarkan model persamaan regresi dapat dilihat bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan antara kelembaban relatif dan komposisi hutan kota. Hal ini menjelaskan bahwa komposisi hutan tidak mampu menjelaskan kelembaban di sekitar hutan kota. Kelembaban lebih dipengaruhi oleh indeks keragaman dengan nilai R² (koefisien keragaman) sebesar 96.55% yang menunjukkan bahwa kelembaban di sekitar hutan kota dapat dijelaskan oleh indeks keragaman sebesar 96.55% dan sisanya dijelaskan oleh faktor lain (Tabel 18).

Tabel 18 Persamaan regresi linier dan nilai koefisien korelasi antara RH dan komposisi hutan kota

Komposisi Hutan Kota Persamaan Regresi R2

Dominansi Y = 70.971 – 0.381 X 94.24%

Indeks Nilai Penting Y = 14543 – 48.278 X 58.93% Indeks Keragaman Y = 155.49 – 383.63 X 96.55% * signifikan pada p < 0.05

(46)

Gambar 14 Grafik pengaruh RH oleh dominansi

Gambar 15 Grafik pengaruh RH oleh indeks nilai penting

Gambar 16 Grafik pengaruh RH oleh indeks keragaman

(47)

lebih besar terhadap suhu udara hutan kota dan sekitarnya dibandingkan dengan keberadaan vegetasi. Menurut Mustiko (2001) kondisi aktivitas lalu lintas yang ramai dan padat merupakan faktor tingginya suhu udara. Hutan kota dengan aktivitas kendaraan yang ramai memberikan pengaruh yang kurang optimal pada lingkungan.

Evaluasi Persepsi dan Preferensi Masyarakat Terkait Kenyamanan terhadap Hutan Kota

Hasil analisa persepsi pengunjung

Banyaknya fungsi hutan kota membuat tidak mudah untuk mengukur beragam fungsi dan nilai-nilai eksistensi yang hutan kota berikan bagi penduduk lokal maupun pendatang. Persepsi lingkungan, pengalaman, dan sikap manusia dapat mempengaruhi afinitas dan preferensi mereka terhadap lanskap lokal (Hanley et al. 2009; Kaltenborn & Bjerke 2002).

Sejumlah 64.8% dari pengunjung hutan kota mengetahui fungsi dan peran hutan kota yaitu sebagai produsen oksigen, menciptakan iklim mikro, penyerap polutan, dan menambah estetika kota. Namun ada beberapa perbedaan persepsi dan preferensi antara pengunjung dari Malang dan pengunjung dari luar Kota Malang, Sehingga perlu dilakukan analisa persepsi dan preferensi pengunjung guna mengoptimalkan fungsi dan peran hutan kota tersebut.

Tabel 19 Hasil uji chi-square antara persepsi dan preferensi terhadap asal pengunjung

No Pertanyaan chi-square

...Persepsi... 1 Fungsi Hutan Kota sebagai estetika kota 0.006* 2 Fungsi Hutan Kota sebagai penyerap polutan 0.799

3 Fungsi Hutan Kota sebagai peneduh 0.683

4 Fungsi Hutan Kota sebagai produsen oksigen 0.767

5 Ketersediaan Hutan Kota kurang luas 0.33

6 Tingkat kenyamanan berada di Hutan Kota 0.918 7 Tingkat kenyamanan terhadap suhu di Hutan Kota 0.535 8 Tingkat kenyamanan terhadap RH di Hutan Kota 0.214 9 Parameter kenyamanan masyarakat terhadap kisaran suhu 0.619 10 Menjadikan Hutan Kota sebagai sarana olahraga 0.173 11 Menjadikan Hutan Kota sebagai sarana rekreasi 0.391 12 Menjadikan Hutan Kota sebagai sarana aktivitas social 0.584 13 Menjadikan Hutan Kota sebagai sarana pendidikan 0.921 14 Tingkat kesukaan untuk pergi ke Hutan Kota 0.163

...Preferensi... 15 Penataan Hutan Kota dengan cara tumbuh alami 0.234 16 Penataan Hutan Kota dengan ditata teratur dengan jenis

tanaman yang beragam

0.851

17 Intensitas pergi ke Hutan Kota 0.17

(48)

Tabel 20 Hasil uji chi-square antara persepsi dan preferensi terhadap asal pengunjung (Lanjutan)

No Pertanyaan chi-square

20 Elemen tanaman semak perlu ditambahkan 0.344 21 Perlu ditambahkan bangku-bangku pada Hutan Kota 0.045* 22 Perlu ditambahkan penerangan pada Hutan Kota 0.858 23 Menginginkan bentuk tajuk pohon yang bulat di Hutan

Kota

0.866 24 Menginginkan tipe pohon berdaun lebat di Hutan Kota 0.758 25 menginginkan tanaman pohon yang berbunga 0.729 26 Menambahkan elemen air di Hutan Kota 0.032* 27 Menambahkan elemen lampu di Hutan Kota 0.014* Keterangan: (*) signifikan pada taraf kesalahan 0.05.

Pada tabel chi-square terdapat beberapa perbedaan yang signifikan terkait persepsi dan preferensi. Pengunjung dari luar Kota Malang menganggap bahwa fungsi hutan kota lebih untuk estetika lingkungan, sedangkan pengunjung yang berasal dari Malang menganggap estetika dari hutan kota bukan sebagai prioritas. Hal ini disebabkan latar belakang pengunjung dari luar Kota Malang yang datang ke Malang ingin menikmati hutan kota sebagai sarana rekreasi sedangkan pengunjung dari Kota Malang menganggap hutan kota sebagai kawasan publik yang berfungsi ekologis.

Gambar 17 Grafik hubungan antara asal pengunjung dan kecenderungan fungsi hutan kota sebagai estetika lingkungan.

Berdasarkan analisa persepsi, pengunjung hutan kota menilai luas hutan kota di Kota Malang masih kurang luas hal ini dikarenakan jumlah RTH Kota Malang banyak di dominasi oleh RTH berupa sempadan sungai yang sekarang kondisi eksisitingnya adalah berupa hamparan lahan terbuka atau lahan kosong berisi semak belukar, selain itu juga jalur hijau jalan dan taman yang tersebar di seluruh wilayah Kota Malang (Tabel 4).

(49)

seminggu sekali untuk melakukan beberapa aktifitas sambil menikmati suasana sejuk di hutan kota.

Gambar 18 Grafik hubungan antara asal pengunjung dan tingkat kenyamanan berada di hutan kota

Analisa preferensi pengunjung hutan kota

Berdasarkan latar belakang asal pengunjung hutan kota terdapat perbedaan preferensi pada setiap responden. Preferensi dari pengunjung menyatakan tidak menginginkan hutan kota dibiarkan tumbuh secara alami, para pengunjung menginginkan hutan kota di desain secara teratur dengan jenis tanaman yang beragam (Gambar 20). Didukung oleh pernyataan Gunawan (2005), penanaman pohon, semak, atau rumput yang teratur dan mempunyai konsep penataan yang jelas dapat meningkatkan kualitas estetika.

(a) (b)

Gambar

Gambar 1 Kerangka Berpikir
Gambar 2 Lokasi penelitian
Gambar 3 Konsep pengambilan titik pengukuran
Gambar 4 Master plan RTH Kota Malang 2012-2032
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada sisi yang lain, kondisi ruang bangunan dapat mempunyai status di luar toleransi kenyamanan termal jika mempunyai keadaan udara yang bersuhu di atas 51 derajat celcius dan

Dilakukan pengukuran faktor yang berpengaruh terhadap kenyamanan termal: suhu udara (Ta), dan kelembaban udara (RH) didalam ruang kelas.. Teknik pengumpulan data dengan

Menurut Fanger (1970), kondisi kenyamanan termal dipengaruhi oleh faktor iklim dan faktor individu atau faktor personal. Faktor iklim yang mempengaruhi terdiri

Koefisien korelasi yang dihasilkan dari hubungan NDVI dengan indeks kenyamanan/ ketidak nyamanan menjelaskan bahwa semakin tinggi nilai kehadiran vegetasi di suatu areal,

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji pengaruh orientasi dan material selubung bangunan terhadap kenyamanan termal pada museum

Bila membandingkan tingkat kenyamanan termal dari hasil persepsi, standar kenyamanan termal dari temperature, dan hasil simulasi, dapat dilihat secara umum kecenderungan

Hasil estimator diatas menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal baik faktor iklim maupun faktor individu pada suhu yang paling tinggi

Hasil penelitian Masjid Gedhe Mataram tidak memenuhi standar kenyamanan termal dari temperatur efektif SNI T-14-1993-037, namun jika ditinjau dari bahan material dalam bangunan