• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Fisik Dan Kimia Telur Ayam Arab Pada Dua Peternakan Di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Fisik Dan Kimia Telur Ayam Arab Pada Dua Peternakan Di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA TELUR AYAM ARAB PADA DUA PETERNAKAN DI KABUPATEN

TULUNGAGUNG, JAWA TIMUR

SKRIPSI JULIANA F. SODAK

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

Juliana F. Sodak. D14062820. 2011. Karakteristik Fisik dan Kimia Telur Ayam Arab pada Dua Peternakan di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Maria Ulfah, S.Pt. M.Sc.Agr Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Sumiati, M.Sc

Telur ayam lokal adalah bahan pangan sumber protein hewani yang memiliki kandungan protein yang tinggi dan gizi yang hampir sempurna. Tingkat konsumsi nasional terhadap telur ayam lokal Indonesia cukup tinggi, namun sistem pemeliharaan ayam lokal yang umumnya masih sederhana menyebabkan pengembangbiakan, produktivitas dan kualitas ayam lokal menjadi rendah. Salah satu ayam lokal Indonesia yang memiliki produktivitas yang tinggi adalah ayam Arab. Namun, sampai saat ini data tentang karakteristik fisik dan kimia telur ayam Arab masih terbatas.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis interaksi antara manajemen pemeliharaan dengan umur ayam pada kualitas fisik telur ayam Arab, serta pengaruh manajemen pemeliharaan terhadap kualitas kimia telur ayam Arab pada peternakan F dan S di Kecamatan Rejotangan, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan 180 sampel dan ditunjang oleh data sekunder dari peternakan F dan S berupa data manajemen pemeliharaan ayam Arab pada umur 52, 55, dan 58 minggu. Rancangan percobaan yang digunakan adalah RAL Faktorial dengan 3 ulangan, dimana faktor A adalah manajemen pemeliharaan dan faktor B adalah umur ayam.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata (P<0,05) manajemen pemeliharaan terhadap kualitas fisik telur. Rataan berat telur, indeks telur, berat putih, berat dan warna kuning, berat dan tebal kerabang di peternakan F lebih tinggi dibandingkan dengan telur ayam Arab di peternakan S. Nilai haugh unit

(HU) dan persentase komponen putih telur yang lebih tinggi terdapat pada telur ayam Arab di peternakan S. Umur ayam mempengaruhi (P<0,05) karakteristik telur yaitu indeks telur, berat putih telur, haugh unit (HU), berat, indeks dan warna kuning telur. Pada penelitian ini, terdapat interaksi (P<0,05) antara manajemen pemeliharaan dan umur ayam Arab terhadap berat dan warna kuning telur. Hasil analisa kimia telur menunjukan bahwa kandungan protein, lemak dan energi yang tinggi terdapat pada kuning telur di peternakan S, yaitu berturut-turut 18,93 %, 32,24 %, dan 3886 kkal/kg. Karakteristik kimia putih telur di peternakan S memiliki kandungan protein, Ca, P dan NaCl yang lebih rendah (10,25 %, 0,27%, 0,31%, dan 0,06%) dibandingkan dengan karakteristik kimia telur di peternakan F(10,33 %, 0,30 %, 0,32 %, dan 0,11 %). Kandungan Ca dalam kerabang telur di peternakan S lebih tinggi (45,89 %) dibandingkan dengan kerabang di peternakan F (41,93 %), namun kandungan P dalam kerabangnya lebih rendah (0,90 %) dibandingkan dengan peternakan F (1,69 %). Secara keseluruhan ayam Arab di peternakan F menghasilkan telur dengan kualitas yang lebih baik dibandingkan ayam Arab di pternakan S.

(3)

ABSTRACT

Physical and Chemical Characteristics of Arabic Chicken Eggs on Two Farms in Tulungagung, East Java

Sodak, J., M. Ulfah and Sumiati

Arabic chicken egg could be used to meet the demand of local chicken eggs in Indonesia. However, there is little information on the physical and chemical characteristics of Arabic chicken eggs. The aims of this research were to observe the interaction between farming practices and the age of Arabic chickens on physical characteristics of their eggs, and to analyze the impact of farming practices on chemical characteristics of Arabic chicken eggs. One hundred and eighty eggs obtained from two farms (F and S) in Tulungagung, East Java were used in this research. A factorial completely randomized design was used in this study. The research results show that farming practices significantly (P<0.05) affected eggs physical characteristics. The physical characteristics of Arabic chicken eggs in F farm (except HU) were higher than those of Arabic chicken eggs in S farm. However, HU and percentage of albumen component of the egg of S farm were higher that those of F farm. The age of chickens significantly (P< 0.05) affected the shape index, albumen weight, HU, and weight, index and color of yolk. There was significant interaction (P<0.05) between farming practices and the age of Arabic chickens in the weight and color of yolk. The crude protein, fat, and energy content of the yolk of S farm were the highest (10.25 %, 0.27%, 0.31 %, and 0.06 %) than other nutrients. The crude protein, calcium, phosphorus, and NaCl content of albumen were in Arabic chicken eggs of F farm were the highest. It’s concluded that Arabic chickens in F farm produced the better egg qualities compared to those on S farm.

(4)

KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA TELUR AYAM ARAB

PADA DUA PETERNAKAN DI KABUPATEN

TULUNGAGUNG, JAWA TIMUR

JULIANA F. SODAK D14062820

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

Judul Skripsi : Karakteristik Fisik dan Kimia Telur Ayam Arab pada Dua Peternakan di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur

Nama : Juliana F. Sodak NIM : D14062820

Menyetujui:

Mengetahui: Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB

Prof.Dr.Ir.Cece Sumantri, M.Agr.Sc. NIP. 19591212 198603 1 004

Tanggal ujian: 22 Maret 2011 Tanggal lulus: Pembimbing Utama

Maria Ulfah, S.Pt., M.Sc.Agr NIP. 19761101 199903 2 001

Pembimbing Anggota

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 18 Juli 1988 di Rote, Nusa Tenggara Timur. Penulis merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak Onisius Sodak dan Ibu Naomi Sodak Rade.

Riwayat pendidikan penulis dimulai dari tahun 1994 hingga 2000 di SDN 1 Onatali, Rote Ndao. Jenjang pendidikan Penulis diteruskan ke pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama pada tahun 2000 hingga 2003 di SLTP Negeri 1 Rote Tengah, Rote Ndao. Selanjutnya, pendidikan Sekolah Menengah Atas diselesaikan pada tahun 2006 di SMA Negeri 1 Lobalain, Rote Ndao.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih karunia dan penyertaanNya sehingga Penulis dapat menyusun dan menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Karakteristik Fisik dan Kimia Telur Ayam Arab pada Dua

Peternakan di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur”

.

Penelitian mengenai karakteristik fisik dan kimia telur ayam Arab ini bertujuan agar kualitas telur ayam Arab dapat diketahui dan dioptimalkan melalui perbaikan manajemen pemeliharaan ayam sehingga minat konsumsi masyarakat terhadap telur ayam Arab semakin meningkat. Selain itu, masyarakat juga dapat memanfaatkan produksi telur ayam Arab yang tinggi untuk membudidayakan dan mengembangkan ayam Arab.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan Penulis dari program Sarjana Produksi dan Teknologi Peternakan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi dilakukan dengan sepenuh hati olehPenulis, namun Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam skripsi ini. Penulis mengharapkan adanya masukan, saran dan kritik yang membangun agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menjadi salah satu sumber ilmu pengetahuan.

Bogor, Maret 2011

(8)
(9)

viii

Berat Telur ………... Indeks Telur ………... Komposisi Telur Ayam ………... Keadaan Interior Telur ……… Karakteristik Kerabang Telur …..………...

Karakteristik Fisik Interior Putih dan Kuning Telur …...

Karakteristik Putih Telur ..………. Karakteristik Kuning Telur ………. Komposisi Kimia .……… KESIMPULAN DAN SARAN ………...

Kesimpulan .………. Saran .……… UCAPAN TERIMAKASIH ……….. DAFTAR PUSTAKA ….……….... LAMPIRAN ………

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kualitas Fisik Telur Ayam Arab ... 4

2. Persyaratan Tingkatan Mutu Telur ... 7

3. Klasifikasi Persyaratan Kualitas Telur Ayam ... 8

4. Komposisi Kimia Telur ... 14

5. Karakteristik Peternakan di Lokasi Penelitian ... 17

6. Kandungan Nutrien Pakan (% BK) yang Diberikan pada Ayam Arab di Peternakan F dan S ... 21

7. Kondisi Abnormal, Kebersihan, Keutuhan, dan Kantung Udara Telur Ayam Arab pada Umur 52, 55, dan 58 Minggu di Peternakan F dan S ... 23

8. Keabnormalan Telur dan Pendugaan Penyebabnya pada Peternakan F dan S ... 23

9. Rataan Berat Telur Ayam Arab pada Umur 52, 55, dan 58 Minggu di Peternakan F dan S ... 28

10. Rataan Indeks Telur Ayam Arab pada Umur 52, 55, dan 58 Minggu di Peternakan F dan S ... 30

11. Komposisi Telur Ayam Arab Umur 52, 55, dan 58 Minggu pada Peternakan F dan S ... 31

12. Kondisi Kerabang Telur yang Tipis di Peternakan F dan S ... 32

13. Rataan Berat dan Tebal Kerabang Telur Ayam Arab pada Umur 52, 55, dan 58 Minggu di Peternakan F dan S Kondisi lain pada Kuning Telur di Peternakan F dan S ... 33

14. Kondisi Lain pada Putih Telur di Peternakan F dan S ... 36

15. Kondisi Lain pada Kuning Telur di Peternakan F dan S ... 37

16. Rataan Berat Putih Telur dan Haugh Unit (HU) Telur Ayam Arab pada Umur 52, 55, dan 58 Minggu di Peternakan F dan S ... 38

17. Rataan Berat, Indeks, dan Warna Kuning Telur (KT) Ayam Arab pada Umur 52, 55, dan 58 Minggu di Peternakan F dan S ... 41

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Ayam Arab Betina dan Jantan ... 3

2. Struktur Bagian-bagian Telur ... 5

3. Titik Kapur dan Titik Kasar pada Kerabang Telur ... 11

4. Kondisi Peternakan F dan Kondisi Peternakan S ... 16

5. Bentuk-bentuk Telur ... 18

6. Kondisi Abnormal pada Telur: Lubang Pada Kerabang dan Bentuk Telur yang Tidak Proporsional ... 24

7. Kondisi Putih Telur yang Terlalu Encer ... 36

8. Kuning Telur dengan Noda Darah dan Noda Daging... 37

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Analisis Ragam Berat Telur Ayam Arab ... 53

2. Analisis Ragam Nilai Indeks Telur Ayam Arab ... 53

3. Analisis Ragam Berat Putih Telur Ayam Arab... 53

4. Analisis Ragam Nilai HU Ayam Arab ... 53

5. Analisis Ragam Berat Kuning Telur Ayam Arab ... 54

6. Analisis Ragam Warna Kuning Telur Ayam Arab ... 54

7. Analisis Ragam Indeks Kuning Telur Ayam Arab ... 54

8. Analisis Ragam Berat Kerabang Telur Ayam Arab ... 54

9. Analisis Ragam Tebal Kerabang Telur Ayam Arab ... 55

10. Berat Telur Ayam Arab pada Peternakan F dan S dengan Umur yang Berbeda ... 56

11. Indeks Telur Ayam Arab pada Peternakan F dan S dengan Umur yang Berbeda ... 57

12. Berat Putih Telur Ayam Arab pada Peternakan F dan S dengan Umur yang Berbeda ... 58

13. Haugh Unit Telur Ayam Arab pada Peternakan F dan S dengan Umur yang Berbeda ... 59

14. Berat Kuning Telur Ayam Arab pada Peternakan F dan S dengan Umur yang Berbeda ... 60

15. Indeks Kuning Telur Ayam Arab pada Peternakan F dan S dengan Umur yang Berbeda ... 61

16. Warna Kuning Telur Ayam Arab pada Peternakan F dan S dengan Umur yang Berbeda ... 62

17. Berat Kerabang Telur Ayam Arab pada Peternakan F dan S dengan Umur yang Berbeda ... 63

18. Tebal Kerabang Telur Ayam Arab pada Peternakan F dan S dengan Umur yang Berbeda ... 64

(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Telur adalah salah satu bahan pangan sumber protein hewani yang dapat diperoleh dari telur ayam ras dan ayam lokal. Permintaan konsumen terhadap telur khususnya telur ayam lokal Indonesia mencapai 13% dari total permintaan konsumen terhadap telur, yaitu 195.000 ton telur ayam lokal dari 1.477.200 ton telur (Ditjennak, 2010). Produksi dan kualitas telur ayam lokal rendah diakibatkan oleh populasi ayam lokal pada umumnya rendah karena manajemen pemeliharaan ayam lokal yang masih bersifat tradisional dan pengembangbiakannya masih terbatas.

Data statistik (BPS, 2010) menunjukkan bahwa populasi ayam lokal secara keseluruhan pada tahun 2008-2010 berturut-turut adalah 243,423 juta ekor, 249,964 juta ekor, dan 268,957 juta ekor. Populasi betina produktif adalah 8,29 % (22,29 juta ekor) dari populasi yang ada di seluruh Indonesia dengan jumlah produksi telur sebanyak 36,38 juta butir (2.273,75 ton telur) per tahun. Rendahnya jumlah populasi dan produksi telur tersebut menyebabkan terjadinya kekurangan terhadap pemenuhan kebutuhan telur ayam lokal (177.726,25 ton telur). Rendahnya persediaan telur ayam lokal di pasar nasional tersebut sangat bergantung pada ketersediaan telur secara lokal pada masing-masing daerah di Indonesia.

Telur ayam Arab merupakan salah satu jenis telur ayam lokal yang mulai banyak beredar di pasar. Telur ayam Arab mempunyai bentuk dan warna kerabang serta kualitas isi yang mempunyai kemiripan dengan telur ayam Kampung, sehingga konsumen sulit membedakannya (Susmiyanto et al., 2010). Beredarnya telur ayam Arab mampu menutupi kekurangan persediaan telur ayam lokal. Beberapa tempat di Jawa Timur merupakan penghasil telur ayam Arab seperti daerah Rejotangan, Kabupaten Tulungagung yang merupakan salah satu pemasok telur ayam lokal. Dinas Peternakan Tulungagung (2009) melaporkan jumlah populasi ayam lokal petelur pada tahun 2007-2009 berturut-turut adalah 56.350, 96.456, dan 127.896 ekor.

(14)

2 kualitas fisik maupun kimia sebutir telur. Sampai saat ini data karakteristik fisik dan kimia telur di lapang, khususnya di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur masih terbatas sehingga perlu dilakukan kajian tentang kualitas fisik dan kimia telur di peternakan ayam Arab. Penelitian ini diharapkan dapat membantu peternak mengontrol kualitas telur dan memberikan jaminan mutu telur ayam Arab yang beredar terutama menjadi informasi untuk memperbaiki manajemen pemeliharaan kedua peternakan tersebut, meningkatkan nilai jual telur ayam Arab, dan dapat melengkapi data kualitas telur ayam lokal Indonesia.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengetahui interaksi antara manajemen pemeliharaan dan umur ayam yang berbeda terhadap karakteristik fisik telur ayam Arab, dan mengetahui pengaruh manajemen pemeliharaan terhadap karakteristik kimia telur ayam Arab pada dua peternakan ayam Arab di Kecamatan Rejotangan, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab

Ayam Arab ada dua jenis yaitu Brakel Kriel-Silver dan Brakel Kriel-Golden

yang merupakan ayam lokal yang tergolong unggul di Belgia. Pola warna bulunya sangat menarik, dari kepala hingga leher dengan bulu-bulu yang memanjang berwarna seperti berjilbab. Ayam Arab Silver memiliki warna bulu dari kepala hingga leher putih keperakan dan warna bulu badan totol hitam putih atau lurik hitam. Warna bulu dari kepala hingga leher ayam Arab Golden adalah merah dan warna bulu badannya adalah merah lurik kehitaman. Produktivitas telur ayam Arab cukup tinggi, warna dan bentuk telur ayam Arab sama dengan ayam lokal. Hal ini merupakan daya tarik yang menyebabkan banyak peternak mulai membudidayakan ayam ini secara serius (Abubakar et al., 2005; Diwyanto dan Prijonono, 2007; Roberts, 2008). Ciri khas ayam Arab dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Ayam Arab Betina dan Jantan (Meijers, 2010)

(16)

4 dikembangkan maka perlu ditetaskan menggunakan mesin tetas atau ayam lain. (Natalia et al., 2005).

Kualitas telur ayam Arab menurut Diwyanto dan Prijonono (2007) secara umum adalah berat telur 42,5 g/butir, berat kuning telur 16,0 g/butir, berat putih telur 13,9 g/butir, berat kerabang 5,6 g/butir. Kualitas fisik telur ayam Arab secara umum ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kualitas Fisik Telur Ayam Arab

Parameter Telur Ayam Arab

Berat Telur (g/ butir) 31-52

Indeks Telur 0,75

Persentase Putih Telur (%) 51,07

Persentase Kuning Telur (%) 35,74

Persentase Kerabang Telur (%) 13,19

Sumber : Abubakar et al. (2005)

Telur dan Komposisi Telur

(17)

5

Gambar 2. Struktur Bagian-Bagian Telur (Mine, 2008)

Kerabang Telur

Kualitas kerabang telur ditentukan oleh tebal dan stuktur kulitnya (Yamamoto

et al., 2007). Kerabang telur sebagian besar terbangun atas kalsium karbonat (CaCO3) sehingga kandungan kalsium dalam ransum perlu diperhatikan untuk mendapatkan ketebalan kerabang telu yang optimum. Tebal kerabang optimum adalah 0,31 mm (Romanoff dan Romanoff, 1963). Kerabang telur tersusun atas 95,1% garam-garam anorganik (dengan kalsium sebanyak 98%) dan 3,3% bahan organik terutama protein dan air (Yamamoto et al., 2007; Romanoff dan Romanoff, 1963). Mineral lainnya yang terkandung dalam kerabang adalah garam, karbonat, fosfat dan magnesium (Yamamoto et al., 2007).

Penurunan kualitas kerabang telur seiring dengan meningkatnya umur ayam disebabkan oleh: 1) jumlah kalsium dalam tulang medullary menurun, 2) jumlah kerabang (berat) pada tiap minggu selama fase produksi telur. Selain itu, terdapat perbedaan ketebalan pada kerabang coklat dan kerabang putih. Kerabang coklat lebih tebal dibandingkan kerabang putih (North, 1984; Bell dan Weaver, 2002; Yamamoto

et al., 2007). Kerabang yang diproduksi pada suhu di atas suhu normal (20-26°C) akan bersifat tipis, lebih ringan dan mudah retak baik telur ayam lokal (Islam et al.,

2001; Nwachukwu et al. 2006) maupun untuk telur ayam ras petelur (Bell dan Weaver, 2002; Yamamoto et al., 2007). Oguntunji dan Alabi (2010) menyebutkan bahwa kerabang telur dipengaruhi oleh sifat genetik, nutrisi di dalam pakan, hormon, lingkungan dan manajemen. Kualitas kerabang telur yang rendah pada suhu lingkungan yang tinggi (>32°C) juga disebabkan oleh rendahnya konsumsi pakan ayam. Konsumsi pakan akan menurun pada suhu yang tinggi sehingga nutrien yang

Putih Telur Lapisan bunga karang (CaCO3)

Lapisan mammilari

Membran Sel

(18)

6 diperoleh pun rendah. Kemampuan ayam untuk menghasilkan kerabang berkualitas baik sangat tergantung pada kalsium dalam pakan yang dicerna dan cadangan pada tulang. Rendahnya konsumsi pakan dapat menyebabkan kurangnya persediaan kalsium dalam tubuh ayam pada saat pembentukan telur, sehingga kerabang telur menjadi tipis.

Putih Telur dan Kuning Telur

Putih telur terdiri dari beberapa lapisan yang berbeda kekentalannya, yaitu lapisan encer luar, lapisan kental luar, lapisan kental dalam dan lapisan encer dalam. Perbedaan kekentalan ini disebabkan perbedaan kandungan ovomucin. Putih telur terdiri atas 12% protein dan 88% air. Warna jernih atau kekuningan pada putih telur disebabkan oleh pigmen ovoflavin. Kandungan air putih telur lebih banyak dibandingkan dengan bagian lainnya sehingga selama penyimpanan bagian inilah yang paling mudah rusak. Kerusakan ini terjadi terutama disebabkan oleh keluarnya air dari serabut ovomucin yang berfungsi sebagai pembentuk struktur putih telur (Romanoff dan Romanoff, 1963; Yamamoto et al., 2007).

Kuning telur mempunyai warna yang bervariasi, mulai dari kuning pucat sampai jingga. Kuning telur mengandung zat warna (pigmen) yang umumnya termasuk dalam golongan karotenoid yaitu santofil, lutein, dan zeasantin serta sedikit betakaroten dan kriptosantin. Warna atau pigmen yang terdapat dalam kuning telur sangat dipengaruhi oleh jenis pigmen yang terdapat dalam ransum yang dikonsumsi (Winarno, 2002) dan setiap ayam mempunyai kemampuan berbeda untuk merubah pigmen karoten tersebut menjadi warna kuning telur (Romanoff dan Romanoff, 1963). Castellini et al. (2006) menyatakan bahwa jagung kuning dan hijauan seperti rumput dapat menyebabkan warna pekat pada kuning telur.

Kualitas Telur

(19)

7 kental dengan posisi kuning telur berada di bagian tengah dan berbentuk cembung. Kerabang telur harus dalam keadaan utuh, licin, dan bebas dari kotoran ayam yang menempel (DSN, 2008). Karakteristik kimia telur secara keseluruhan meliputi kandungan air, abu, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral.

Faktor kualitas dibagi menjadi dua yaitu faktor kualitas eksterior yang meliputi warna, bentuk, tekstur, keutuhan, kebersihan kerabang dan kualitas interior meliputi kekentalan putih telur, bentuk kuning telur, dan ada tidaknya noda pada putih atau kuning telur (USDA, 1964; DSN, 2008). Ketentuan standar kualitas telur tersebut ditunjukan pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2. Persyaratan Tingkatan Mutu Telur

No. Faktor Mutu Faktor Mutu

Mutu I Mutu II Mutu III

1 Kerabang

A. Keutuhan Utuh Utuh Utuh

B. Bentuk Normal Normal Abnormal

C. Kelicinan Licin (halus) Boleh ada bagian

yang kasar Boleh kasar

2 Kantung udara (dilihat dengan peneropongan)

A. Kedalaman Kurang dari 0,5 cm 0,5 - 0,9 cm 1 cm atau lebih B. Kebebasan

bergerak Diam ditempat Bebas bergerak

Bebas bergerak dan

Kekentalan Kental Sedikit encer

Encer, tetapi putih telur belum bercampur dengan kuning telur 4 Keadaan kuning telur

A. Bentuk Cembung Agak gepeng Gepeng

B. Posisi Ditengah Ditengah agak

jelas Agak kepinggir

C. Bayangan

batas-batas Tidak jelas Agak jelas Jelas

D. Kebersihan Bersih Bersih Boleh ada sedikit

(20)

8 Tabel 3. Klasifikasi Persyaratan Kualitas Telur Ayam

Bagian yang

diamati

Kualitas

Aa A B C

Kerabang Bersih Bersih Bersih sampai

dengan ternoda

Tidak retak Tidak retak Tidak retak Tidak retak

Bentuk normal Normal Agak normal Nyata abnormal

Kantung

Cerah dan teratur Cerah dan teratur Cerah dan agak

tidak teratur

Keruh dan tidak

teratur

Putih telur Bersih Bersih Bersih Mungkin

mengandung noda

Kental Kental Agak cair Lembek dan berair

HU > 72 HU = 60 - 72 HU = 31- 60 Keruh dan tidak

teratur

Kuning telur Terpusat Agak berpusat Nyata tidak

berpusat

Tidak bernoda Tidak ternoda Terdapat noda

yang tidak serius

(21)

9 Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas telur ayam diantaranya adalah

1. Sebelum telur dikeluarkan dari organ reproduksi ayam 1. Faktor genetik

Perbedaan sifat genetik seperti kelas, strain, family, dan individu ayam berpengaruh terhadap warna kerabang dan warna kuning telur, tekstur dan ketebalan kerabang, berat telur, adanya noda darah dan banyaknya putih telur kental (Islam et al., 2001). Strain dan breed ayam (Bell dan Weaver, 2002) mempengaruhi berat telur yang dihasilkan pada setiap periode bertelur. Beberapa strain ayam mampu menghasilkan kerabang telur yang lebih baik di banding strain lainnya. Strain dan

breed ayam dengan produksi telur yang baik memiliki kecenderungan terhadap penurunan kualitas kerabang.

2. Umur induk ayam

Bertambahnya umur induk ayam menyebabkan menurunnya kemampuan fungsi fisiologis alat reproduksi dan semakin berkurangnya kualitas telur, terutama ketebalan kerabang telur (Romanoff dan Romanoff, 1963). Tumuova dan Ledvinka (2009) mengatakan bahwa peningkatan umur ayam berhubungan positif terhadap peningkatan berat telur, berat kuning, berat dan tebal kerabang. Bentuk telur ayam yang abnormal (Bell dan Weaver, 2002) adalah seperti keretakan kerabang, body-checked eggs (bentuk telur bergelombang seperti tubuh ayam), kerabang tipis disebabkan umur ayam yang semakin tua.

3. Faktor pakan

(22)

10 kandungan protein kasar sebesar 15%, kalsium 2,5%, pospor 0,7%, asam amino

lysine 0,9%, methionin 0,4% dan energi 2750 kkal/kg pakan. 4. Penyakit

Penyakit yang sering menyerang ayam buras adalah tetelo, gumboro, fowl fox,

snot, pulorum, dan koksidiosis (Zainuddin dan Wibawan, 2007). Jenis penyakit yang menyerang pernapasan seperti tetelo atau yang sering disebut newcastle deases (ND) dan Infectious Bronchitis (IB) dapat menimbulkan abnormalitas pada kerabang telur (Bell dan Weaver, 2002).

5. Suhu lingkungan

Suhu lingkungan yang panas dapat menyebabkan stres dan penurunan nafsu makan pada ayam, sehingga pemenuhan nutrien bagi tubuh dan produksi ayam tidak tercukupi. Hal ini dapat mengurangi ketebalan dan kekuatan kerabang. Suhu optimum dalam kandang bagi ayam petelur adalah 18-27 °C. Telur ayam hasil persilangan ayam Leher Gundul dan ayam Berbulu Terbalik yang diteliti oleh Nwachukwu et al. (2006) memiliki kualitas telur yang baik (tebal kerabang, berat kuning dan putih telur, indeks kuning telur, dan haugh unit) pada rentang suhu

lingkungan ≤ 27 °C.

2. Sesudah telur keluar dari organ reproduksi ayam

Telur yang dihasilkan oleh induk ayam perlu ditangani dengan tepat dan secepatnya, sehingga telur tidak mengalami penurunan kualitas. Pengambilan telur dari kandang baterai sebaiknya dilakukan sesering mungkin sehingga telur tidak terinjak atau dipatuk ayam (Bell dan Weaver, 2002). Salah satu manajemen peternakan yang berhubungan dengan penanganan telur ayam adalah pengepakan. Pengepakan akan berpengaruh terhadap kerusakan telur karena telur pecah akan menekan kerusakan komponen dan sifat fisikokimia lainnya (Romanoff dan Romanoff, 1963; Bell dan Weaver, 2002). Beberapa sifat pengepak telur ayam yang berguna dalam pemasaran antara lain dapat menghindari kerusakan fisik, mengurangi evaporasi air, mengurangi kontaminasi kotoran dan penyerapan bau yang tidak diinginkan (Winarno, 2002).

(23)

11 telur dan kantung udara membesar. Telur ayam jika disimpan pada suhu di atas 20 oC menyebabkan terjadinya penguapan air dan CO2 dari dalam telur. Hal ini mengakibatkan kantung udara pada telur semakin membesar (Hardjosworo et al.,

1989; Bell dan Weaver, 2002).

Bentuk, Keutuhan dan Kebersihan Telur Ayam

Bentuk telur yang menyimpang merupakan keabnormalan pada telur yang dapat mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap telur tersebut. Keabnormalan telur adalah adanya butiran-butiran kasar pada permukaan kerabang, tidak licin, tidak rata, kulit telur bergelombang sepanjang badan telur (body-check), tidak proporsional, bintik-bintik kapur, titik-titik jernih, dan lubang kecil pada kerabang (Gambar 3). Sebagian besar dari keabnormalan ini disebabkan oleh infeksi penyakit, umur ayam yang bertambah tua, stress akibat adanya ganguan, penyebaran kalsium atau kapur tidak merata pada saat pembentukan telur, komposisi nutrien pakan yang kurang tepat, dan kelembaban yang tinggi. Lubang pada kulit telur dapat terjadi dikarenakan telur dipatuk oleh induk atau terkena kuku ayam (Bell dan Weaver, 2002).

(a) (b)

Gambar 3. Titik Kapur pada Kerabang Telur (a) dan Titik Kasar pada Kerabang Telur (b)

(24)

12 yang kurang tepat saat pengumpulan dan pengeloksian telur atau saat perjalanan (Bell dan Weaver, 2002).

Kualitas telur ayam juga dinilai dari kebersihan kerabang telur. Kerabang telur yang terkontaminasi oleh ekskreta dapat mengakibatkan penurunan kualitas telur. Ekskreta dapat membawa bakteri-bakteri yang merugikan seperti Salmonella

melalui pori-pori pada kerabang telur yang dapat mengkontaminasi isi telur. Ekskreta ayam juga dapat menimbulkan bau pada telur (Bell dan Weaver, 2002).

Berat Telur Ayam

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap berat telur ayam adalah umur ayam, suhu lingkungan, strain dan breed ayam, umur ayam, kandungan nutrisi dalam ransum, berat tubuh ayam, dan waktu telur dihasilkan (Bell dan Weaver, 2002). Kekurangan protein, kalsium, vitamin D, dan garam besi menyebabkan turunnya berat telur. Penyusutan berat telur ayam dapat terjadi karena adanya penguapan air selama penyimpanan, terutama pada bagian putih telur dan sebagian kecil oleh penguapan gas-gas seperti CO2, NH3, N2, dan H2S akibat degradasi komponen organik telur (Romanoff dan Romanoff, 1963; Buckle et al., 1985; Bell dan Weaver, 2002). Telur ayam yang diteliti oleh Islam et al. (2001) pada lingkungan yang bersuhu tinggi (>27°C) umumnya memiliki berat yang lebih rendah dibandingkan lingkungan bersuhu rendah (<20°C). Berat telur yang dihasilkan pada umur ayam 20-60 minggu mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur ayam (Tumuova dan Ledvinka 2009; Bell dan Weaver, 2002).

Indeks Telur

(25)

13 terhadap kerusakan kemasan dan pengiriman. Bentuk dan indeks telur dikendalikan oleh faktor genetik (Bell dan Weaver, 2002).

Haugh Unit

Haugh unit (HU) digunakan untuk mengukur kualitas putih telur. Haugh unit yang tinggi menunjukkan kualitas putih telur tersebut juga tinggi (Bell dan Weaver, 2002). Nilai HU untuk telur yang baru ditelurkan adalah 100, sedangkan untuk telur dengan mutu terbaik nilainya 75. Telur yang busuk biasanya memiliki nilai HU dibawah 50 (Buckle, 1987). Penurunan nilai HU pada telur akan mempengaruhi kualitas telur. Tingkatan kualitas telur berdasarkan nilai HU yaitu jika >72 termasuk kualitas AA, nilai HU antara 60-71 termasuk kualitas A dan nilai HU antara 31-59 termasuk kualitas B (USDA, 1964; Brown, 2000).

Haugh unit dipengaruhi umur ayam dan genotipnya, musim, kandungan nutrisi pakan, lama dan suhu selama penyimpanan (Williams, 1992). Umur ayam yang meningkat dan suhu lingkungan di atas 30°C menyebabkan penurunan nilai HU. Kandungan magnesium dalam pakan perlu ditingkat agar penurunan kekentalan putih telur dapat diperlambat sehingga nilai HU dapat terjaga. Suhu ideal yang mampu mempertahankan nilai HU lebih lama adalah penyimpanan telur pada suhu

freezer yaitu 0-0,5°C dan pada refrigarator suhu penyimpanan harus dipertahankan antara 10-18°C.

Indeks Kuning Telur

Indeks kuning telur digunakan untuk menyatakan kondisi di dalam telur secara umum dan bersifat perhitungan matematika yang terukur. Pengukurannya dengan cara membandingkan tinggi kuning telur dan lebar kuning yang baru dipecahkan di atas meja kaca (Romanoff dan Rommanoff, 1963). Nilai indeks kuning telur segar beragam antara 0,33-0,50 dengan nilai rata-rata 0,42 (Buckle et al., 1985). Binawati (2008) menuliskan kisaran nilai indeks kuning telur ayam Arab adalah 0,39-0,42.

(26)

14 membran vitelin sehingga kadar air berpindah dari putih menjadi kuning, meningkatkan ukuran kuning dan selanjutnya melemahkan membran. Hal ini menyebabkan permukaan kuning telur menjadi datar pada saat telur dipecahkan (Bell dan Weaver, 2002). Daya ikat membran vitelin dipengaruhi oleh kandungan protein dalam pakan. Membran vitelin terbentuk atas 87% protein, 3 % lemak dan 10% karbohidrat (Yamamoto et al., 2007).

Karakteristik Kimia Telur

Sebutir telur secara umum mengandung zat-zat nutrien seperti air, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Kadar air putih telur sebesar 88% (Bell dan Weaver, 2002; Yamamoto et al., 2007). Protein terdapat di seluruh bagian telur, namun presentase protein lebih banyak terdapat dalam kuning dan putih telur yaitu 44% dan 50%. Kerabang dan membran kerabang telur juga mengandung protein sebanyak 6%. Lemak di dalam telur banyak terdeposit dalam kuning telur berupa trigliserida, fosfolipid, kolesterol, serebrosid dan beberapa jenis lemak lainnya (Yamamoto et al., 2007). Rataan persentase protein dalam putih dan kuning telur ayam Arab menurut Binawati (2008) adalah 8,68-9,62% dan 13,70-14,61%. Komponen-komponen kimia secara umum di dalam sebutir telur ayam Ras, ayam Kampung dan ayam Arab ditunjukan pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Kimia Telur Ayam Ras, Ayam Kampung dan Ayam Arab

Komponen Ayam Ras

Ayam Kampung

**

Ayam Arab

** Putih Kuning Kerabang Utuh Utuh Utuh

--- (%) ---

Kadar air 88,00 48,20 1,60 75,50 74,00 72,96

Kadar abu 0,50-0,60 1,10 0,80-1,00 0,80-1,00 - -

Protein 9,70-10,60 15,70-16,60 3,00* 12,80-13,40 12,80 12,74

Lemak 0,03 31,80-35,50 2,00* 10,50-11,80 11,50 9,22

Karbohidrat 0,40-0,90 0,20-1,00 0,00* 0,30-0,10 11,50 3,67

Mineral 1,00* 1,00* 95,00* - - -

(27)

15 Hampir semua jenis vitamin terdapat di dalam telur ayam yaitu vitamin yang bersifat larut dalam lemak (A, D, E, dan K) dan beberapa vitamain larut air (riboflavin, asam pantotenat, thiamin, niasin, asam folat, dan vitamin B12), kecuali vitamin C. Bagian telur ayam yang banyak mengandung vitamin adalah kuning telur. Sebutir telur ayam mengandung 12% vitamin A, 6% vitamin D, 9% riboflavin dan 8% asam pantontenat. Telur ayam juga mengandung zat-zat mineral seperti kalsium, fosfor, magnesium, natrium, khlor, ferrum, yodium, zinkum, kobalt, kuprum, dan mangan. Kandungan mineral dalam kuning telur sangat rendah, dan fosfor merupakan mineral paling banyak terdapat dalam kuning telur. Sulfur, kobalt, natrium, dan khlorin mempunyai konsentrasi lebih tinggi dalam putih telur dibandingkan mineral lainnya. Di dalam kerabang telur ayam, kadar kalsium lebih tinggi daripada mineral lainnya bahkan mencapai 98% (Yamamoto et al., 2007).

Komposisi kimia telur dipengaruhi oleh jenis pakan, umur ayam, kondisi lingkungan (Bell dan Weaver, 2002; Yamamoto et al., 2007). Pakan dengan kandungan nutrisi yang buruk akan menghasilkan kualitas telur yang rendah. Kekurangan protein menyebabkan kuning telur dan putih telur memiliki berat yang rendah. Kekurangan kalsium dalam masa produksi akan menyebabkan kerabang telur ayam akan tipis dan mudah retak. Lemak di dalam telur ayam dapat dimanipulasi atau ditingkatkan melalui kadar lemak di dalam pakan (Bell dan Weaver, 2002).

(28)

16

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai September 2010. Pengamatan kualitas eksterior dan interior dilakukan di Laboratorium Teknologi dan Hasil Ternak (THT). Analisa kualitas kimia pakan dan telur dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan dan Pusat Antar Universitas (PAU) Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Materi

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 180 butir telur ayam Arab petelur dari dua peternakan (F dan S) di desa Aryojeding, Kecamatan Rejotangan, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rak telur (egg tray), timbangan, meja kaca, jangka sorong, teropong telur (candler), yolk colour fan, egg quality slide ruler, micrometer, wadah plastik, spatula, tissue gulung, kamera digital, dan alat tulis.

Prosedur

Sampel telur ayam konsumsi yang digunakan dikoleksi pada umur tiga (3) hari dari 2 peternakan ayam Arab petelur di kecamatan Rejotangan, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Koleksi telur dilakukan pada pukul 06.00-10.00 WIB. Telur-telur dikoleksi dari 218 ekor ayam Arab petelur masing-masing di peternakan F dan S yang berumur 52 minggu, 55 minggu dan 58 minggu. Keadaan umum peternakan ditunjukan pada Gambar 4 dan Tabel 5.

(a) (b)

(29)

17 Tabel 5. Karateristik Peternakan di Lokasi Penelitian

Manajemen pemeliharaan Peternakan (F) Peternakan (S) Umur Peternak (tahun) 45 57

Jumlah total ayam (ekor) 4500 1500 Jumlah sampel ayam (ekor) 218 218 Waktu koleksi telur 06.00-10.00 06.00-10.00 Umur ayam (bulan) 12 12

Periode bertelur Kedua Kedua Rataan bobot badan ayam

(kg)

1.56 1.34

Produksi telur (%) 72 65 Jenis Kandang Baterai Baterai Ukuran baterai (cm) 33 x 20 x 37 33 x 20 x 37 Jenis pakan Campuran konsentrat, jagung,

bekatul (70:50:50)

Pakan Komersial dari poultry shop Produksi telur (butir)dan Henday (%)

(30)

18 Peubah yang diamati antara lain:

1) Kualitas Telur Eksterior

1. Kebersihan kerabang telur diamati secara visual sesuai standar USDA (1964) dan SNI 01-3926-2008 (DSN, 2008).

2. Kondisi keabnormalan telur ditentukan dengan mengamati kenormalan telur secara visual yang meliputi tidak terdapat titik-titik kapur, adanya butiran-butiran kasar pada permukaan kerabang, tidak licin, tidak rata, kulit telur bergelombang sepanjang badan telur (body check) (USDA, 1964; Robert, 2008), tidak proporsional (Robert, 2008). Bentuk-bentuk telur menurut Robert (2008) ditunjukan pada Gambar 5.

Gambar 5. Bentuk-bentuk Telur

Sumber: Robert (2008)

3. Indeks telur dihitung dengan rumus:

Indeks telur =

4. Besarnya rongga udara ditentukan dari diameter, kedalaman atau tinggi kantung udara dengan cara diteropong atau candling. Kantung udara yang tampak saat telur diteropong dilingkari dengan pensil, kemudian diukur menggunakan official egg air cell gauge.

5. Berat telur diperoleh dengan menimbang telur. 2) Kualitas Telur Interior

1. Haugh Unit (HU). Telur ayam dipecahkan dan dituangkan ke atas meja kaca. Tinggi dan diameter putih telur lalu diukur dengan jangka sorong kurang lebih 1 cm dari kuning telur dalam satuan milimeter (mm). Selanjutnya, penghitungan HU dengan rumus :

(31)

19 Keterangan : H = tinggi albumen (mm)

W = berat telur (gram) HU = haugh unit

2. Warna kuning telur ayam diamati secara visual setelah telur dipecahkan di atas meja kaca. Warna kuning telur selanjutnya dibandingkan dengan Roche Yolk Colour Fan yang memiliki 15 skor warna. Noda pada putih telur dan kuning telur juga diamati, baik pada bagian atas maupun bawah meja kaca. Noda pada telur dapat berupa noda daging (meat spoot) atau noda darah (blood spoot).

3. Berat kerabang telur ayam ditimbang dengan timbangan model Ohaus 310 (ketelitian 0,1 gram). Kerabang sebelum ditimbang diangin-anginkan lebih dahulu guna mengurangi kadar airnya.

4. Tebal kerabang telur ayam diukur dengan micrometer setelah kerabang telur tersebut dikelupas kulit/selaput tipis bagian dalamnya.

5. Indeks kuning telur diukur setelah telur dipecahkan dan isinya dituangkan ke atas meja kaca, kemudian tinggi kuning telur dan diameternya diukur dengan jangka sorong. Rumus indeks kuning telur adalah

Indeks Kuning Telur = 6. Putih dan kuning telur masing-masing ditimbang untuk menentukan beratnya 7. Putih, kuning, dan kerabang telur dianalisis meliputi kandungan protein,

lemak, air, abu, Ca, P dan NaCl. Selain itu, juga dilakukan pengamatan terhadap kandungan nutrisi pakan dari lokasi kandang yang diberikan pada ayam Arab. Analisis kimia telur (abu, protein kasar, lemak kasar) menggunakan metode Association of Official Analytical Chemists/AOAC. Kandungan NaCl dianalisis menggunakan metode SNI 01-2891-1992, sedangkan Ca dan P dianalisis dengan Atomic Absorption Spectrofotometer/AAS dan fotometri.

Rancangan dan Analisis Data

(32)

20 minggu, 55 minggu, dan 58 minggu). Setiap perlakuan terdiri atas 3 ulangan dengan menggunakan 30 butir telur per ulangan.

Model matematikanya sebagai berikut:

Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + Єijk

Keterangan :

µ = rata-rata sesungguhnya Ai = manajemen pemeliharaan ke-i Bj = umur ayam ke-j

ABij = interaksi antara manajemen pemeliharaan ke-i dengan umur ayam ke-j Єijk = galat percobaan pada sistem pemeliharaan ke-i dan umur ayam ke- j

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Pakan

Kualitas dan kuantitas pakan memberikan pengaruh nyata bagi produktivitas dan kualitas telur ayam. Kandungan nutrien pakan ayam Arab yang digunakan oleh peternakan F dan S ditunjukan pada Tabel 6.

Tabel 6. Kandungan Nutrien Pakan (% BK) yang Diberikan pada Ayam Arab di Peternakan F dan S

Nutrien Peternakan F Peternakan S Ditjennak (2006)

Kadar Air (%)1 10,19 11,02 -

Abu (%)1 11,06 9,76 -

Protein Kasar (%)1 14,18 15,04 15,00

Lemak Kasar (%)1 5,54 6,57 -

Serat Kasar (%)1 5,78 3,24 -

BETN3 63,44 65,39 -

Kalsium (%)2 3,09 1,31 2,50

Fosfor (%)2 0,71 0,41 0,70

Energi Bruto (kkal/kg)2

3.777 3.648 -

Energi Metabolis (kkal/kg)4

2738 2.644 2.750

Keterangan: 1Hasil analisis Lab. Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati & Bioteknologi, Pusat Antar Universitas IPB (2010); 2Hasil analisis Lab Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB (2010); 3Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) = 100%- (PK+LK+SK+Abu)%; 4 EM= 0,725EB (NRC, 1994).

(34)

22 telur, berat dan ukuran kuning dan putih telur menjadi rendah. Kandungan kalsium yang tidak terpenuhi akan menyebabkan pertumbuhan tulang yang tidak sempurna pada ayam dan kualitas kerabang telur menurun. Demikian halnya dengan kekurangan fosfor, dapat mengakibatkan proses kalsifikasi yang tidak sempurna sehingga kualitas dan kekuatan kerabang telur menurun. Lemak dalam pakan biasanya berfungsi sebagai sumber energi. Kadar lemak dalam sebutir telur dipengaruhi oleh kadar lemak dalam pakan dan dapat dimanipulasi melalui pakan misalnya dengan menambahkan minyak jagung atau bunga matahari (Bell dan Weaver, 2002).

Energi bruto dan energi metabolis yang tinggi terdapat dalam pakan yang digunakan oleh peternakan F (3.777 dan 2.738 kkal/kg). Rataan berat tubuh ayam di peternakan F yang lebih besar (1,56 kg) menyebabkan ayam Arab di peternakan F membutuhkan energi yang lebih banyak. Kandungan energi yang tinggi dalam pakan mengakibat terjadinya pembatasan konsumsi pakan. Hal tersebut didukung oleh data Tabel 5. Konsumsi pakan oleh ayam Arab di peternakan F (243,13 g) hampir sama dengan konsumsi pakan ayam Arab di peternakan S (243,16 g) yang memiliki berat tubuh yang lebih rendah. Rataan konsumsi pakan ayam Arab di peternakan F menjadi rendah karena energi dalam pakannya tinggi. Sebaliknya, ayam Arab di peternakan S mengkonsumsi pakan lebih tinggi karena kandungan energi metabolisnya yang rendah (2.644 kkal/kg). Ayam akan menyesuaikan konsumsinya sesuai dengan kebutuhan energi (Subekti, 2003).

(35)

23

Karakteristik Eksterior Telur

Karakteristik eksterior telur ayam Arab di peternakan F dan S ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Kondisi Abnormal, Kebersihan, Keutuhan dan Kantung Udara Telur Ayam Arab pada Umur 52, 55, dan 58 Minggu di Peternakan F dan S penyebabnya ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Kondisi Abnormal Telur dan Pendugaan Penyebabnya pada Peternakan F dan S

Komponen Peternakan F Peternakan S Penyebab

(Bell dan Weaver, 2002) 52 55 58 52 55 58

Titik kapur 8 4 1 1* 1 Bertambahnya umur ayam, komposisi nutrien yang kurang tepat/seimbang pembentukan kerabang yang tidak sempurna ayam karena bunyi-bunyian atau hewan asing

Lubang kecil pada tlur

1 Terkena kuku ayam, penanganan saat telur dikoleksi dan dikemas

Total 8 7 5 4 7* 5

20 16

(36)

24 Kisaran abnormalitas telur ayam Arab yang dihasilkan oleh peternakan F adalah 16,67-26,67% dan di peternakan S adalah 13,33-16,67%. Permukaan telur yang tidak licin akibat terdapat titik kapur dan titik-titik kasar dalam penelitian ini baik di peternakan F dan S, pada bagian tumpul dan lancip telur. Titik-titik kapur pada permukaan kulit telur disebabkan tidak meratanya penyebaran Ca atau kapur dan ayam kurang mendapatkan pencahayaan (Appleby et al., 2004). Titik kapur lebih banyak ditemukan di peternakan F karena kandungan Ca pakannya lebih tinggi daripada standar kebutuhan ayam lokal (3,09 vs 2,50) dan diduga pencampuran pakan yang diberikan pada ayam kurang merata sehingga konsumsi Ca oleh ayam tidak memenuhi kebutuhan Ca ayam. Pakan yang tidak tercampur secara merata dapat menyebabkan kerabang tipis pada telur yang dihasilkan oleh ayam yang kemungkinan memperoleh pakan dengan Ca yang rendah dari standar atau menimbulkan titik kapur pada ayam yang kemungkinan memperoleh pakan dengan Ca yang berlebih.

Bentuk telur yang tidak proporsional berupa bentuk telur yang tidak bulat, terdapat bentuk cetak tubuh pada telur (body-check) dan tidak seimbang perbandingan panjang dan lebarnya (Gambar 6).

(a) (b)

Gambar 6. Kondisi Abnormal pada Telur: Lubang Pada Kerabang (a) dan Bentuk Telur Yang Tidak Proporsional (b)

(37)

25 reproduksi yang terjadi seiring bertambahnya umur ayam berpengaruh terhadap kualitas telur yang dihasilkan (North, 1984; Romanoff dan Romanoff, 1963).

Bentuk telur yang tidak proporsional banyak ditemukan pada telur-telur di peternakan S (6 butir), sedangkan di peternakan F hanya ditemukan pada 1 butir telur. Kondisi peternakan yang terbuka dan tidak dikelilingi oleh dinding beton atau pun dinding secara penuh (Gambar 5) memungkinan terjadinya gangguan dari luar. Gangguan tersebut dapat berupa bunyi-bunyian, hewan asing atau pemangsa (Tabel 9) yang berpeluang mengakibatkan stres pada ayam sehingga berpengaruh negatif terhadap hormon-hormon yang berhubungan dengan proses pembentukan telur. Selain itu, pengaruh perubahan suhu dan kelembaban lingkungan yang secara langsung dapat menyebabkan stres pada ayam. Ketika ayam mengalami stress, produksi hormon FSH akan terganggu yang diduga berdampak negatif pada kerabang telur yang dihasilkan. Hormon FSH (Hafez, 2000) mempengaruhi sekresi steroid yaitu esterogen dan progesteron., yang dihasilkan oleh sel theca dan sel granulosa, yang penting untuk pembentukan kuning telur, albumin dan cangkang telur. Stres juga dapat mengakibatkan turunya napsu makan ayam, sehingga asupan nutrien bagi ayam menjadi rendah. Kekurangan nutrien seperti Ca dan P dapat menimbulkan terjadinya bentuk kerabang telur yang tidak proporsional. Kandungan Ca dan P dalam pakan di peternakan S yang rendah (Tabel 6) merupakan kemungkinan penyebab bentuk telur abnormal banyak terjadi di peternakan tersebut.

Keabnormalan bentuk telur juga memiliki hubungan dengan penerapan manajemen dalam pencegahan penyakit. Kedua peternakan menerapkan vaksinasi bagi ayam Arab yang dipelihara yang ditunjukan pada Tabel 5. Vaksinasi NDIB lebih sering dilakukan oleh peternakan F dibandingkan peternakan S, yaitu sebulan sekali. Peluang ayam-ayam peternakan F terserang penyakit bronkitis lebih rendah dibandingkan dengan ayam-ayam di peternakan S. Hal ini terlihat hanya 2 butir telur yang ditemukan abnormal di peternakan F (Tabel 9) yang disebabkan oleh IB.

(38)

26 penyakit pada ayam yang akan berdampak pada kualitas telur. Selain itu, program pencahayaan dan pemberian pakan yang tepat (terkait dengan pemenuhan kebutuhan ayam terhadap Ca, P, Mg, dan vitamin D) berperan penting dalam proses kalsifikasi pada kerabang telur (Bell dan Weaver, 2002; Appleby et al., 2004).

Penanganan telur yang baik dengan mengoleksi telur lebih awal dapat menekan terjadinya lubang pada kerabang telur. Gambar 6 merupakan sampel telur dengan lubang pada kerabangnya dan sampel telur yang berbentuk tidak proposional. Bentuk abnormal berdasarkan USDA (1964) termasuk dalam kualitas B dan C, sedangkan berdasarkan standar di Indonesia telur abnormal tergolong telur dengan mutu kelas 3 (DSN, 2008).

Kebersihan Kerabang Telur Ayam

Kontaminasi ekskreta ayam pada kerabang mengakibatkan perubahan warna kerabang, telur menjadi kotor, dan bau. Telur-telur yang terkontaminasi ekskreta ayam Arab di peternakan F pada umur 52, 55 dan 58 minggu masing-masing sebanyak 8 butir (26,67%), 2 butir (6,67%) dan 1 butir (3,33%). Pada perternakan S, telur ayam yang terkontaminasi ekskreta pada umur 52, 55 dan 58 minggu berturut-turut adalah 5 butir (13,33%), 10 butir (26,67%), dan 17 butir (16,67%). Kebersihan kerabang telur tidak lepas dari penanganan kebersihan kandang dan frekuensi pengoleksian telur. Kebersihan kandang yang terjaga dan frekuensi yang lebih tinggi dalam mengoleksi telur akan mengurangi kemungkinan telur ayam terkontaminasi ekstreta ayam.

Ekskreta ayam yang menempel pada telur kemungkinan besar mampu menjadi media bakteri untuk mengkontaminasi telur melalui kerabang dan menurunkan kualitas telur setelah disimpan beberapa waktu. Oleh karena itu sangat penting mengoleksi telur lebih sering dan menjaga kebersihan kandang baterai. Telur dengan klasifikasi kualitas AA dan A adalah telur yang bersih, sementara kerabang telur yang terkontaminasi kotoran ayam dikategorikan pada kualitas B (USDA, 1964) dan mutu kelas ketiga (DSN, 2008).

Keutuhan Telur Ayam

(39)

27 dengan baik pada setiap pagi hari (pukul 07.00-10.00WIB), sehingga keretakan telur akibat benturan dapat dihindari. Data Tabel 8 menunjukan bahwa tidak terdapat telur yang retak, baik pada peternakan F maupun peternakan S. Telur-telur tersebut dikemas pada egg tray yang terbuat dari karton. Keretakan kerabang telur akan sering ditemukan pada ayam yang tua dikarenakan berkurangnya kandungan persediaan Ca dalam tulang medula dan pengaruh suhu yang tinggi (North, 1984; Bell dan Weaver, 2002). Keretakan kerabang telur dapat diatasi dengan pemberian pakan yang mengandung nutrien yang mencukupi kebutuhan ayam petelur. Nutrien seperti Ca, Mg, dan P merupakan unsur mineral dalam pakan yang sangat penting untuk proses pembentukan kerabang. Pakan dengan Ca yang tidak tercampur secara merata dapat menyebabkan kerabang tipis pada ayam yang memperoleh pakan dengan Ca yang rendah dari standar sehingga telur menjadi rentan untuk mengalami keretakan.

Metode mencampurkan bahan pakan dengan baik juga turut mempengaruhi ketersediaan nutrien-nutrien tersebut dalam pakan. Bahan-bahan pakan yang tercampur merata dapat membantu ayam-ayam memperoleh pakan dengan kandungan nutrien yang merata pula. Pencampuran yang tidak merata menyebabkan beberapa ekor ayam mengkonsumsi pakan dengan kandungan nutiren yang kurang seimbang, sementara beberapa ekor lain mengkonsumsi kandungan nutrien yang berlebih. Misalkan rendahnya kandungan nutrien Ca, Mg dan P dalam pakan menyebabkan kerabang telur ayam menjadi tipis, rapuh dan mudah retak (Yammamoto et al., 2007).

Kantung Udara Telur

Telur ayam Arab di peternakan F dan S memiliki kedalaman kantung udara ≤ 0,3 cm dan termasuk dalam kualitas AA (USDA, 1964) atau mutu kelas 1 menurut DSN (2008). Tabel 4 menunjukan bahwa dari 120 butir telur ayam Arab kualitas yang sangat baik, dimana kantung udara telur dan kuning telur berada dalam keadaan diam, tidak ada pergerakan dan kuning telur diam di tempat ketika dilihat pada

(40)

28 Suhu penyimpanan telur-telur ini adalah 20-28 °C, sehingga kondisi kantung udara masih terjaga. Kantung udara telur akan membesar jika telur di simpan pada suhu tinggi atau pada rentang yang lama. Telur akan mengalami kehilangan air dan gas selama penyimpanan, kualitas isi telurnya akan menurun sementara kerabang telur tetap mempertahankan ukuran dan bentuk aslinya, sehingga mengakibatkan ukuran kantung udara telur meningkat (Bell dan Weaver, 2002).

Berat Telur

Telur ayam Arab di peternakan F dan S memiliki berat berkisar antara 33,33-53,27 g/butir. Berat telur di kedua peternakan ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan Berat Telur Ayam Arab Umur 52, 55, dan 58 Minggu pada Peternakan F dan S

Peternak Umur (minggu) N Berat Telur (g/butir)

F

52 30 44,50±3,22a

55 30 44,18±3,12a

58 30 45,89±3,69a

S

52 30 42,47±3,43b

55 30 42,76±3,45b

58 30 43,25±4,16b

Signifikan :

Manajemen 0,000

Umur 0,153

Manajemen*Umur 0,640

Keterangan : Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata (P < 0,05)

(41)

29 cenderung menghasilkan ukuran dan berat telur yang kecil dan rendah meskipun telah ditunjang dengan kandungan nutrien pakan yang baik.

Adanya perbedaan jenis bahan baku pakan dan kandungan nutrisi pakan yang berbeda di peternakan F dan S berpengaruh terhadap berat telur ayam yang dihasilkan. Peningkatan energi, kandungan protein dan asam linoleat dalam pakan serta peningkatan konsumsi pakan mampu meningkatkan berat telur (Bell dan Weaver, 2002; Leeson dan Summers, 2005). Konsumsi pakan (Tabel 5) dan kandungan PK dalam pakan F lebih rendah dibandingkan dengan pakan S. Nilai konversi pakan oleh ayam-ayam Arab di peternakan F juga lebih rendah (1,81) yang menunjukkan bahwa pemanfaatan nutrien pakan lebih efisien dibandingkan dengan ayam-ayam di peternakan S, sehingga berat telur yang dihasilkan pun juga lebih besar (Tabel 10).

Kandungan Ca dalam pakan di peternakan F lebih tinggi dibandingkan dengan pakan di peternakan S (Tabel 6). Ayam yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan Ca yang lebih tinggi akan memproduksi telur dengan berat kerabang yang lebih tinggi pula. Berat kerabang turut mempengaruhi berat telur utuh karena berat telur utuh merupakan akumulasi dari berat setiap bagian telur. Berat tubuh ayam juga berpengaruh terhadap berat telur yang dihasilkan (Bell dan Weaver, 2002). Berat tubuh ayam Arab di peternakan F lebih besar (1,56 kg) dibandingkan dengan berat tubuh ayam Arab di peternakan S (1,34 kg), sehingga berat telur di peternakan F menjadi lebih besar (2 g/butir) dibandingkan dengan berat telur di peternakan S.

(42)

30

Indeks Telur

Indeks telur yang baik memiliki perbandingan panjang dan lebar 4:3 (Robert, 2008). Nilai indeks telur ayam Arab pada perternakan F dan S ditunjukkan pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan Indeks Telur Ayam Arab Berumur 52, 55, dan 58 Minggu pada Peternakan F dan S

Peternak Umur (minggu) N Indeks telur (mm)

F 52 30 0,77±0,04b

55 30 0,78±0,05b

58 30 0,90±0,19a

S 52 30 0,78±0,04b

55 30 0,77±0,04b

58 30 0,83±0,12a

Signifikan :

Manajemen 0,166

Umur 0,000

Manajemen*Umur 0,063

Keterangan : Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukan pengaruh yang nyata (P < 0,05)

Rataan indeks telur ayam arab pada masing-masing peternakan meningkat seiring meningkatnya umur ayam. Tabel 10 menunjukan bahwa semakin tua umur ayam Arab, ukuran telurnya semakin kecil, berbentuk lebih bulat dan nilai indeksnya semakin meningkat. Umur ayam Arab berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap indeks telur. Bertambahnya umur ayam, kemungkinan menyebabkan ukuran alat reproduksi khususnya isthmus semakin besar dan lebar akibat banyak memproduksi telur sehingga telur yang dihasilkan cenderung bulat. Perbedaan manajemen pemeliharaan ayam tidak berpengaruh nyata terhadap indeks telur ayam Arab, namun berdasarkan Tabel 8 rataan nilai indeks telur ayam Arab pada peternakan F lebih tinggi daripada nilai indeks telur ayam Arab peternakan S. Induk yang mempunyai ukuran tubuh besar biasanya menghasilkan telur dalam jumlah lebih banyak dan berat tubuh induk yang tinggi penting dalam menghasilkan telur berukuran besar (Bell dan Weaver, 2002).

(43)

31 besar memungkinkan ukuran isthmus semakin besar dan lebar, sehingga bentuk telur yang dihasilkan akan cenderung bulat. Bentuk telur yang semakin bulat tersebut umumnya memiliki nilai indeks telur yang lebih tinggi (Pilliang, 1992). Berdasarkan pernyataan Romanoff dan Rommanoff (1963) maka telur-telur dalam penitian ini mempunyai nilai indeks telur yang baik yaitu 70-79% atau 0,70-0,79 pada umur ayam 52-55 minggu. Umur ayam Arab setelah mencapai 58 minggu, nilai indeks telur meningkat di atas 80% (> 0,80).

Komposisi Telur Ayam

Besar masing-masing komposisi sebutir telur ayam secara garis besar mampu menggambarkan kualitas telur tersebut. Komposisi telur ayam Arab pada peternakan F dan S ditampilkan pada Tabel 11.

Tabel 11. Komposisi Telur Ayam Arab Berumur 52, 55, dan 58 Minggu pada Peternakan F dan S

Komponen Telur Peternakan F Peternakan S

Umur Ayam (Minggu)

52 55 58 52 55 58

Kerabang (%) 10,58 10,33 9,31 10,68 10,01 9,42

Putih Telur (%) 46,73 47,69 49,82 46,27 56,66 51,33

Kuning Telur (%) 38,30 33,39 39,95 35,24 39,10 38,40

(44)

32 komponen putih telur lebih tinggi, sedangkan ayam-ayam Arab di peternakan F menghasilkan komponen kuning telur lebih tinggi.

Persentase berat putih dan kuning telur pada telur ayam Arab mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya umur ayam, sedangkan persentase kerabang telur menurun (Tabel 11. Hasil ini berbeda dengan Bell dan Weaver (2002) dan Yamamoto et al. (2007) bahwa persentase putih dan kerabang telur ayam boiler akan menurun seiring dengan meningkatnya umur ayam, sementara persentase kuning telur terus meningkat. Berdasarkan penelitian ini ayam Arab pada umur 52, 55, dan 58 minggu menghasilkan telur dengan komposisi putih dan kuning telur yang terus meningkat sementara kerabang telur menurun.

Karakteristik Interior Telur Karakteristik Kerabang Telur

Salah satu aspek penilaian kualitas interior telur adalah kualitas kerabang telur. Telur pada peternakan F dan S memiliki kerabang telur yang tipis ditunjukan pada Tabel 12.

Tabel 12. Kondisi Kerabang Telur yang Tipis di Peternakan F dan S

(45)

33 semakin rendah karena banyaknya jumlah kerabang dihasilkan oleh ayam. Kisaran suhu lingkungan di peternakan F dan S yang tinggi (mencapai 32,6 °C) diduga merupakan salah satu faktor penyebab terjadi kerabang yang tipis. Pada suhu di atas suhu suhu normal menyebabkan napsu makan ayam menurun, sehingga asupan nutriennya (Ca dan P) rendah. Hal tersebut mengakibatkan kerabang yang dihasilkan bersifat ringan dan tipis. Telur akan memiliki ukuran yang lebih kecil, kurang tebal dan mudah retak jika telur dihasilkan pada suhu di atas suhu normal (24-26 °C) (Oguntunji dan Alabi, 2010).

Kerabang mempunyai fungsi untuk menjaga keadaan putih dan kuning telur dari penetrasi mikroba dan pengaruh dari lingkungan secara langsung pada telur. Berat dan tebal kerabang telur peternakan F dan S pada umur 52, 55, dan 58 minggu ditampilkan dalam Tabel 13.

Tabel 13. Rataan Berat dan Tebal Kerabang Telur Ayam Arab Berumur 52, 55 dan 58 Minggu pada Peternakan F dan S

Umur Berat Kerabang Telur

F S Rataan

52 4,69±0,58 4,52±0,59 4,60±0,58a 55 4,55±0,49 4,31±0,45 4,43±0,47ab 58 4,46±0,74 3,95±0,49 4,20±0,61b Rataan 4,57±0,60a 4,26±0,51b

Tebal Kerabang Telur

F S Rataan

52 0,34±0,03 0,32±0,07 0,33±0,05ab 55 0,34±0,02 0,33±0,02 0,33±0,02a 58 0,32±0,03 0,31±0,04 0,31±0,03b Rataan 0,33±0,03a 0,32±0,04b

Keterangan : Superskrip berbeda pada kolom/baris yang sama menunjukan pengaruh nyata (P< 0,05)

(46)

34 hingga 0,34 mm dan rataan tebal kerabang telur di peternakan S mencapai 0,33 mm. Tebal kerabang telur pada kedua peternakan tergolong dalam kategori baik yaitu melebihi tebal kerabang yang optimum 0,31 mm (Romanoff dan Romanoff, 1963).

Berat dan tebal kerabang telur yang lebih tinggi di peternakan F kemungkinan dipengaruhi oleh kandungan Ca dalam pakan ayam Arab di peternakan F yang lebih tinggi dibanding dengan pakan di peternakan S (Tabel 6). Pembentukan kerabang dan sebagian besar unsur dalam kerabang telur adalah Ca sebanyak 98% (Bell dan Weaver, 2002; Yamamoto et al., 2007). Jika terjadi kekurangan Ca dalam pakan seperti halnya pada peternakan S dapat mengakibatkan pembentukan kerabang akan menggunakan persediaan Ca dalam tulang medula. Ayam biasanya menyimpan persediaan Ca dari konsumsi pakannya pada tulang medula dan skeletal dan menggunakannya dalam keadaan kekurangan asupan Ca dari pakan saat bertelur. Kekurangan Ca menyebabkan kerabang menjadi tipis dan mudah retak (Bell dan Weaver, 2002; Oguntunji dan Alabi, 2010). Selain Ca, kandungan P juga dibutuhkan dalam pembentukan kerabang. Ketidakseimbangan Ca dan P dalam pembentukan kerabang telur di peternakan S diduga dapat menyebabkan kerabang telur yang dihasilkan memiliki berat dan tebal yang lebih rendah daripada peternakan F. Kebutuhan ayam lokal petelur berumur di atas 18 minggu terhadap Ca dan P dalam pakan adalah 2,50 % dan 0,07 % (Ditjennak, 2006).

Faktor selain manajemen pakan yang turut mempengaruhi kualitas kerabang adalah suhu dan kelembaban lingkungan. Kisaran suhu pada umur ayam 52, 55, dan 58 minggu adalah 23,2-33,1 °C (di peternakan F) dan 23,6-33,6 °C (di peternakan S) (Tabel 5). Suhu di peternakan S yang lebih tinggi (mencapai 33,6 °C) dapat menyebabkan konsumsi pakan ayam dan asupan nutruen menjadi lebih rendah, termasuk Ca dan P yang diperoleh (Bell dan Weaver, 2002; Oguntunji dan Alabi, 2010). Sifat genetik individu ayam Arab juga mempengaruhi berat dan tebal kerabang. Ayam Arab di peternakan F kemungkinan memiliki sifat genetik untuk menghasilkan telur dengan berat dan tebal kerabang yang lebih tinggi dibandingkan sifat genetik ayam Arab di peternakan S.

(47)

35 pada peternakan F dan S mengalami penurunan selama umur pengamatan (52, 55, dan 58 minggu). Berat kerabang telur di peternakan F menurun dari 4,69 hingga 4,46 g dan kerabang telur di peternakan S menurun dari 4,52 hingga 3,95 g. Tebal kerabang telur di peternakan F menurun dari 0,34 mm menjadi 0,32 mm dan kerabang di peternakan S dari 0,32 menjadi 0,31 mm.

Umur ayam yang semakin meningkat menjadikan kemampuan ayam untuk menyerap dan memobilisasikan atau pun menyimpan cadangan nutrien, misalnya Ca, telah berkurang sehingga pembentukan kerabang kurang maksimal. Hal ini menyebabkan kerabang yang dihasilkan lebih ringan dan tipis seiring bertambahnya umur ayam yang terlihat dengan jelas terjadi pada telur-telur ayam di peternakan S (Tabel 12). Peningkatan umur dan penurunan kemampuan ayam untuk memproduksi telur tersebut mampu diatasi oleh manajemen di peternakan F melalui perbaikan pakan dan pemenuhan nutrisi bagi ayam, sehingga mampu meminimalisir kejadian kerabang yang tipis (1 butir per minggu).

Jumlah produksi telur ayam-ayam di peternakan F lebih tinggi () dibandingkan dengan ayam-ayam di peternakan S. Banyaknya produksi telur menunjukkan bahwa ayam-ayam tersebut lebih banyak menghasilkan kerabang telur. Semakin banyak jumlah kerabang yang dihasilkan setiap minggu dalam fase produksi telur dan seiring meningkatnya umur ayam dapat menurunkan kualitas kerabang. Dengan demikian, seharusnya kualitas kerabang telur F lebih rendah dari kerabang telur S. Namun hasil pengamatan menampilkan data yang sebaliknya pada setiap minggu umur ayam (52, 55, dan 58 minggu). Tingginya kualitas kerabang telur di peternakan F kemungkinan besar merupakan dampak dari kualitas pakan yang dikonsumsi dan konversi pakan oleh ayam. Kandungan nutrien pakan khususnya kandungan Ca dalam pakan ayam di peternakan F lebih tinggi dan diduga mencukupi kebutuhan ayam dibandingkan pakan S (Tabel 6).

Karakteristik Fisik Interior Putih dan Kuning Telur

Keadaan interior telur juga banyak dinilai dari keadaan putih dan kuning telur. Umumnya, ketika telur dipecah terlebih dahulu akan dilakukan pengamatan pada ada tidaknya noda pada putih dan kuning telur. Noda darah atau blood spot

(48)

36 disebabkan umur ayam yang menua. Putih telur yang encer serta terdapatnya noda pada putih dan kuning telur termasuk dalam kategori kualitas kelas C (USDA, 1964) dan mutu kelas III (DSN, 2008).

Gambar 7. Kondisi Putih Telur yang Terlalu Encer

Beberapa sampel putih telur di peternakan F dan S terdapat noda darah, noda daging, putih telur yang encer yang ditunjukkan oleh Tabel 14 dan gambar 7. Tidak terdapat noda darah pada putih telur ayam Arab di peternakan F, sementara di peternakan S terdapat 2 putih telur yang ditemukan adanya noda darah. Keadaan putih telur lainnya ialah terdapat noda daging dan darah pada beberapa putih telur (Ensminger, 1992; Bell dan Weaver, 2002).

Tabel 14. Kondisi Lain pada Putih Telur di Peternakan F dan S

(49)

37 yang encer di peternakan S lebih banyak (22 butir) kejadiannya dibandingkan putih telur di peternakan F (10 butir). Putih telur yang encer diakibatkan oleh kualitas kerabang yang rendah, baik tebal maupun berat kerabang. Telur dengan kerabang yang tipis memiliki kualitas putih telur yang encer. Kemampuan kerabang yang tipis untuk melindungi kualitas telur sangat rendah, sehingga terjadi penguapan air dalam putih telur dan putih telur menjadi encer.

(a) (b)

Gambar 8. Kuning Telur dengan Noda Darah (a) dan Noda Daging (b)

Sampel kuning telur di peternakan F dan S juga ditemukan noda darah dan daging pada kuning telur (Gambar 8 dan Tabel 15). Gumpalan darah (blood spot) pada kuning telur dapat diakibatkan oleh darah yang menempel pada kuning telur pada waktu ovulasi atau dari alat reproduksi (USDA, 1964). Noda darah banyak terjadi pada sampel kuning telur di peternakan S daripada kuning telur di peternakan F. Sebaliknya, noda daging lebih banyak terjadi di peternakan F daripada di peternakan S.

Tabel 15. Kondisi pada Kuning Telur di Peternakan F dan S

Bagian yang diamati

Peternakan F Peternakan S

52 55 58 52 55 58

Kuning telur

 Noda darah

 Noda daging

- 2

- -

- -

2 -

(50)

38

Karakteristik Putih Telur

Putih telur merupakan bagian telur yang berbentuk cairan dan tidak berwarna. Putih telur dari telur segar mempunyai cairan kental, jernih dan terikat kuat oleh kalaza. Haugh unit (HU) digunakan sebagai penentu kualitas dan kesegaran putih telur. Tabel 16 menunjukkan keadaan putih telur ayam Arab di peternakan F dan S. Tabel 16. Berat Putih Telur dan Haugh Unit Telur Ayam Arab Umur 52, 55, dan 58

Minggu pada Peternakan F dan S

Umur (minggu) Berat Putih Telur (g/butir)

F S Rataan

52 20,75±2,68 19,72±3,42 20,23±3,05c

55 24,27±2,84 24,43±3,26 24,35±3,05a

58 23,68±2,19 21,63±3,20 22,66±2,69b

Rataan 22,9±2,57a 21,93±3,29b

Haugh Unit (HU)

F S Rataan

52 63,76±9,19 69,42±9,34 66,79±9,26b

55 77,03±9,42 75,76±15,2 76,39±12,31a

58 65,45±8,26 73,44±7,37 69,44±7,81b

Rataan 68,75±8,96b 72,87±10,64a

Keterangan : Superskrip berbeda pada kolom/baris yang sama menunjukan pengaruh yang nyata (P < 0,05)

Manajemen pemeliharaan memberikan pengaruh nyata (P < 0,05) terhadap berat putih telur dan HU telur pada masing-masing peternakan. Rataan berat putih telur di peternakan F lebih tinggi (22,9 g/butir) dibandingkan dengan berat putih telur di peternakan S (21,93 g/butir). Ukuran dan berat telur ayam Arab di peternakan F yang lebih tinggi dibandingkan dengan telur ayam Arab di peternakan S merupakan kemungkinan penyebab berat putih telur yang lebih tinggi di peternakan F.

Gambar

Tabel 6. Kandungan Nutrien Pakan (% BK) yang Diberikan pada Ayam Arab di  Peternakan F dan S
Tabel 7. Kondisi Abnormal, Kebersihan, Keutuhan dan Kantung Udara Telur Ayam Arab pada Umur 52, 55, dan 58 Minggu di Peternakan F dan S
Gambar 6.  Kondisi Abnormal pada Telur:  Lubang Pada Kerabang (a) dan Bentuk Telur Yang Tidak Proporsional (b)
Tabel 9. Rataan Berat Telur Ayam Arab Umur 52, 55, dan 58 Minggu pada Peternakan F dan S
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, maka jelaslah bahwa biaya variabel menepati porsi yang jauh lebih besar dalam usaha peternakan ayam Arab pedaging di Kabupaten Lombok Barat.

Dilakukan penelitian terhadap telur ayam ras yang berasal dari dua peternakan yang berbeda di Kabupaten Blitar, penelitian yang dilakukan berdasarkan persyaratan

Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian Suplemen Pakan Layer (SPL) terhadap kualitas eksternal telur ayam di Kawasan Peternakan Desa Santong Kecamatan

strategi yang dipilih dan menjadi pilihan utama dalam pengembangan agribisnis peternakan ayam ras berdasarkan matrik QSPM adalah strategi peningkatan pangsa pasar

Hasil pengamatan pada Tabel 10 terlihat ayam IPB D-1 G4 jantan memiliki konversi pakan yang lebih rendah dibandingkan betina dari umur 5 minggu hingga umur 12 minggu.. Ayam IPB

Nilai R 2 sebesar 0,708 menunjukan bahwa 70,8 persen dari produksi telur ayam dapat dijelaskan oleh variasi faktor-faktor produksi seperti ayam dara, ayam petelur, pakan

Nilai konversi ransum minggu kedua yang lebih efisien dibandingkan dengan standar performa new lohmann disebabkan oleh kemampuan ayam pedaging yang baik dalam mengubah

Umur telur tetas ayam Arab yang sebaiknya digunakan dalam penetasan tidak lebih dari 7 hari dengan suhu dan kelembaban ruang penyimpanan yang sesuai bagi kehidupan