• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan sumberdaya ikan tembang (Sardinella fimbriata) di Teluk Banten, yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu, Serang, Provinsi Banten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan sumberdaya ikan tembang (Sardinella fimbriata) di Teluk Banten, yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu, Serang, Provinsi Banten"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN SUMBERDAYA

IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) DI TELUK BANTEN,

YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI

KARANGANTU, SERANG, PROVINSI BANTEN

EKA KEMAL YUWANA

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

Pengelolaan Sumberdaya Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) di Teluk Banten, yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu, Serang, Provinsi Banten

adalah benar merupakan karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun

kepada Perguruan Tinggi manapun. Semua sumber dan informasi yang dikutip dari

karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan di

dalam teks serta dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2011

(3)

RINGKASAN

Eka Kemal Yuwana. C24062751. Pengelolaan Sumberdaya Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) di Teluk Banten, yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu, Serang, Provinsi Banten. Di bawah bimbingan Mennofatria Boer dan Zairion.

Pelabuhan perikanan pantai (PPP) Karangantu terletak di Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten. PPP ini dimanfaatkan oleh mayoritas nelayan Karangantu untuk mendaratkan ikan hasil tangkapan yang berasal dari Teluk Banten dan sekitarnya. Potensi sumberdaya ikan di Teluk Banten meliputi ikan pelagis kecil, ikan karang dan ikan demersal. Salah satu sumberdaya ikan ekonomis penting yang terdapat di Teluk Banten adalah ikan tembang (Sardinella

fimbriata).

Tujuan penelitian adalah menganalisis pola musim penangkapan, dan menduga produksi lestari dengan model bioekonomi sebagai bahan masukan untuk pengelolaan sumberdaya ikan tembang.

Penelitian dilakukan di PPP Karangantu, Kota Serang, Provinsi Banten. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus sampai bulan September 2010. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilaksanakan dengan mengukur panjang total ikan dan melakukan wawancara dengan beberapa nelayan di PPP Karangantu. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait di PPP Karangantu berupa kondisi umum perairan Teluk Banten, hasil tangkapan ikan tembang, dan upaya penangkapan (jumlah trip kapal) yang beroperasi di Teluk Banten.

Ikan tembang merupakan salah satu spesies yang ditangkap cukup banyak (11%) yang didaratkan di PPP Karangantu. Hasil tangkapan utama di PPP Karangantu terdiri dari ikan peperek (13%), tembang (11%), cumi (11%), teri (11%), kuniran (8%), kembung (6%), dan selar (6%). Alat tangkap yang digunakan dalam menangkap ikan tembang adalah bagan yang termasuk ke dalam jaring angkat

(lift net). Hasil tangkapan utama alat tangkap bagan terdiri dari ikan peperek, teri,

tembang, dan kembung. Hasil analisis parameter pertumbuhan menunjukkan adanya gejala tangkap lebih (overfishing). Hal ini dapat dilihat dari turunnya laju tangkapan per satuan upaya, dan banyaknya ikan yang belum mencapai ukuran dewasa. Hasil pendugaan musim penangkapan menunjukkan bahwa ikan tembang cukup banyak di tangkap pada musim Barat, musim Timur, dan musim peralihan. Hasil analisis bioekonomi menunjukkan bahwa upaya penangkapan pada kondisi aktual sudah melebihi dari batas optimum (fMSY) maupun (fMEY). Hal ini dapat berdampak negatif

bagi sumberdaya ikan tembang dan pelaku perikanan khususnya nelayan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan pengelolaan perikanan yang tepat agar sumberdaya ikan tembang dapat terjamin kelestariannya.

(4)

PENGELOLAAN SUMBERDAYA

IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) DI TELUK BANTEN,

YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI

KARANGANTU, SERANG, PROVINSI BANTEN

EKA KEMAL YUWANA C24062751

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Pengelolaan Sumberdaya Ikan Tembang (Sardinella

fimbriata) di Teluk Banten, yang didaratkan di Pelabuhan

Perikanan Pantai Karangantu, Serang, Provinsi Banten

Nama Mahasiswa : Eka Kemal Yuwana

NIM : C24062751

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Ir. Zairion, M.Sc NIP. 19570928 198103 1 006 NIP. 19640703 199103 1 003

Mengetahui:

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP. 19660728 199103 1 002

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT berkat segala izin dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini

berjudul Pengelolaan Sumberdaya Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) di Teluk Banten, yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu, Serang, Provinsi Banten; disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada Agustus-September 2010 dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut

Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak yang memberikan masukan dan arahan

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari masih banyak

kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, dikarenakan keterbatasan yang dimiliki

penulis. Namun demikian penulis mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat

bermanfaat untuk berbagai pihak.

Bogor, Februari 2011

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA dan Ir. Zairion, M.Sc masing-masing

selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak

memberikan arahan, masukan, dan motivasi kepada penulis sehingga penulis

dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Ir. Rahmat Kurnia, M.Si selaku dosen penguji tamu dan Ir. Agustinus M.

Samosir, M.Phil selaku ketua komisi pendidikan program S1 atas saran,

masukan, dan perbaikan yang telah diberikan.

3. Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc selaku pembimbing akademik atas

saran, motivasi dan nasehat yang telah diberikan.

4. Para staf Tata Usaha MSP, terutama Mba Widaryanti atas arahan dan

bantuan yang telah diberikan selama ini.

5. Keluargaku tercinta, Bapak, Ibu, dan Adik, atas doa, kasih sayang,

dukungan, dan motivasi yang telah diberikan selama ini.

6. Bapak Amir dan teman-teman, Bagian statistik perikanan, dan Bapak Tatang,

Bagian Syahbandar, Dinas Kelautan dan Perikanan Pelabuhan Perikanan

Pantai Karangantu atas bantuaanya selama penelitian.

7. Teman-teman tim penelitian saya(Genny, Weni, Adis, dan Nadler) atas suka duka, perjuangan, kekompakan, dan semangatnya serta rekan-rekan dari

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 14 Juli 1988 dari

pasangan Zulkarnain Siregar dan Masnah Suharni. Penulis

merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan

formal ditempuh di SD Bani Saleh 3 (2000), SLTPN 5 Bekasi

(2003), dan SMAN 2 Bekasi (2006). Pada tahun 2006, penulis

lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur

SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dan pada tahun kedua penulis

diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan

kemahasiswaan HIMASPER (Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya

Perairan).

Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis

(9)
(10)

ix

4.2.1. Hasil tangkapan ... 35

4.2.2. Upaya penangkapan ... 35

4.2.3. Tangkapan per satuan upaya ... 37

4.2.4. Pola musim penangkapan ... 38

4.2.5. Bioekonomi ... 39

4.2.5.1. Rezim pengelolaan perikanan open access ... 40

4.2.5.2. Rezim pengelolaan perikanan MEY ... 41

4.2.5.3. Rezim pengelolaan perikanan MSY ... 42

4.2.6. Implementasi untuk pengelolaan perikanan ... 43

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 46

5.2. Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

(11)

x

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Indeks separasi dan jumlah populasi ... 30

2. Hasil estimasi parameter biologi dan ekonomi ... 33

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Ikan tembang (Sardinella fimbriata) ... 4

2. Daerah penyebaran ikan tembang (Sardinella fimbriata) ... 6

3. Bagan tancap di Teluk Banten ... 7

4. Peta daerah penangkapan ikan tembang ... 13

5. Skema pengambilan contoh... 14

6. Komposisi hasil tangkapan ikan tembang di PPP Karangantu... 25

7. Komposisi hasil tangkapan bagan tancap ... 26

8. Hasil tangkapan ikan tembang tahun 2001 - 2009 ... 26

9. Upaya penangkapan ikan tembang tahunan 2001 - 2009 ... 27

10.Tangkapan per satuan upaya ikan tembang pada tiap tahun ... 28

11.Pergeseran nilai rata-rata panjang pada bulan Maret 2010 ... 31

12.Pergeseran nilai rata-rata panjang pada bulan September 2010 ... 31

13. Indeks musim penangkapan ikan tembang ... 32

(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Formulir kuesioner ... 51

2. Data hasil tangkapan bulanan ikan tembang (kg) ... 53

3. Data upaya penangkapan alat tangkap bagan (trip) ... 54

4. Data tangkapan per satuan upaya ikan tembang (ton/trip) ... 55

5. Hasil perhitungan musim penangkapan ikan tembang dengan metode rata rata bergerak ... 56

6. Rekapitulasi perhitungan indeks rata-rata bergerak ... 59

7. Analisis Normal Separation (NORMSEP) pada setiap penarikan contoh 60 8. Harga rata-rata ikan tembang dan biaya penangkapan rata-rata ... 62

(14)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Pelabuhan perikanan pantai (PPP) Karangantu terletak di Kecamatan

Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten. Secara geografis pelabuhan ini terletak di

bagian utara Pulau Jawa pada posisi koordinat 06o 02‟ LS – 106o 09‟ BT. PPP Karangantu menjadi salah satu pelabuhan yang lama kelamaan tumbuh dan

berkembang menjadi pelabuhan yang besar dan menjadi bagian penting bagi

masyarakat setempat. Sebagai pusat kegiatan perikanan, produksi hasil laut di PPP

Karangantu yang berasal dari Teluk Banten dan sekitarnya menjadi kebutuhan

masyarakat khususnya wilayah Provinsi Banten.

Teluk Banten merupakan teluk di Provinsi Banten yang memiliki luas kurang

lebih 150 km2 dengan panjang garis pantai kurang lebih 22,5 km termasuk didalamnya ekosistem bawah laut seperti padang lamun dan terumbu karang.

Potensi sumberdaya ikan yang dimiliki meliputi ikan pelagis kecil, pelagis besar,

ikan karang dan ikan demersal. Teluk Banten merupakan daerah penangkapan

(fishing ground) bagi nelayan Karangantu khususnya bagi nelayan yang menangkap

ikan pelagis kecil. Hasil tangkapan dari Teluk Banten yang didaratkan di PPP

Karangantu didominasi oleh ikan-ikan pelagis kecil seperti selar, tembang, dan

layang. Salah satu sumberdaya ikan ekonomis penting yang terdapat di Teluk

Banten adalah ikan tembang (Sardinella fimbriata). Jumlah produksi yang terus naik dan permintaan akan kebutuhan ikan ini menyebabkan ikan tembang sebagai salah

satu target tangkapan yang banyak dicari oleh nelayan.

Sumberdaya ikan tembang tidak hanya sebagai pemenuhan kebutuhan gizi

semata, namun juga mampu mendorong kegiatan perekonomian yang berpengaruh

terhadap masayarakat Banten. Volume produksi yang selalu bertambah dari tahun ke

tahun, mendorong semua pelaku perikanan untuk mengeksploitasi sumberdaya ini

sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan keberlanjutan (sustainable) dari kegiatan tersebut. Dampak yang terjadi apabila kegiatan penangkapan terus dilanjutkan tanpa

(15)

penurunan hasil tangkapan dan stok sumberdaya ikan sehingga dapat mengubah

status stok suatu sumberdaya menjadi kondisi tangkap lebih (overfishing). Menurut Royce (1972), tingginya tekanan penangkapan dapat mengakibatkan penurunan

kelimpahan populasi dan penurunanan rata-rata ukuran ikan.

Agar stok suatu sumberdaya tetap lestari, maka perlu dilakukan pengelolaan

perikanan yang berkelanjutan dari semua aspek. Oleh karena itu setiap pengelolaan

perikanan harus dilaksanakan dengan hati-hati, bertanggung jawab, tidak melebihi

potensi lestari, tidak merusak lingkungan, dan harus memperhatikan segala

aspek-aspekn yang terkait.

1.2. Perumusan masalah

Pengelolaan perikanan yang berkelanjutan memfokuskan pada optimasi dan

efisiensi pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan tetap memperhatikan

kelestarian sumberdaya dan ekosistemnya. Meskipun sumberdaya perikanan

memiliki sifat terbarukan (renewable), namun harus dipertimbangkan tingkat pemanfaatannya agar tidak menimbulkan efek negatif baik sekarang maupun untuk

masa yang akan datang.

Kegiatan penangkapan ikan tembang di Teluk Banten selama ini

mengindikasikan bahwa telah terjadi overfishing dengan terjadinya penurunan ukuran ikan, jauhnya jarak penangkapan ikan, dan tingginya tekanan penangkapan.

Data produksi ikan tembang di Banten, khususnya di perairan utara Jawa

memperlihatkan penurunan dari tahun 2001 sampai 2005. Jumlah tangkapan ikan

tembang tahun 2001 sebesar 4.684 turun menjadi sebesar 1.962 pada tahun 2005.

Penurunan hasil tangkapan ini juga diiringi dengan tekanan upaya penangkapan

yang meningkat tiap tahunnya. Pada tahun 2001 alat tangkap bagan sebanyak 2.011

unit meningkat menjadi sebesar 3.041 unit pada tahun 2006 (www.dkp.go.id).

Upaya penangkapan yang terus meningkat tiap tahunnya, sehingga dapat

mempengaruhi hasil tangkapan ikan tembang yang diperoleh di Teluk Banten.

Tingginya kegiatan eksploitasi terhadap sumberdaya ikan dapat disebabkan

oleh kurangnya pemahaman tentang informasi potensi lestari dan musim

(16)

suatu sumberdaya dan tingkat pemanfaatannya serta dapat mengetahui musim

penangkapan yang baik sehingga dapat menjamin kelestarian suatu sumberdaya ikan

dengan baik. Oleh karena itu diperlukan studi pengelolaan sumberdaya ikan

tembang agar dapat melihat kondisi aktual untuk menjamin kelestarian sumberdaya

ikan, dan terhindar dari ancaman eksploitasi yang berlebihan dan tidak bertanggung

jawab.

1.3. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola musim penangkapan dan

menduga produksi lestari ikan tembang dengan model bioekonomi.

1.4. Manfaat

Dari hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai

potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan tembang di Teluk Banten dan

dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pengelolaan perikanan

(17)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sumberdaya ikan tembang 2.1.1. Klasifikasi dan deskripsi

Klasifikasi ikan tembang (Gambar 1) berdasarkan www.fishbase.org (2010)

adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Subkelas : Actinopterygii

Ordo : Clupeiformes

Famili : Clupeidae

Subfamili : Clupeinae

Genus : Sardinella

Spesies : Sardinella fimbriata, Valenciennes (1791)

Gambar 1. Ikan tembang (Sardinella fimbriata, Valenciennes 1791)

Ikan tembang (Sardinella fimbriata) memiliki bentuk badan yang memanjang dan pipih. Lengkung kepala bagian atas sampai di atas mata agak hampir halus, dari

(18)

besar daripada panjang kepala. Mata tertutup oleh kelopak mata. Awal dasar sirip

punggung sebelum pertengahan badan. Dasar sirip bubur sama panjang dengan

dasar sirip punggung. Kepala dan badan bagian atas hijau kebiruan, sedangkan

bagian bawah putih keperakan. Sirip-sirip berwarna keputihan. Sirip punggung

(dorsal) mempunyai 18 jari-jari lemah, sirip dada (pectoral) mempunyai 15 jari-jari

lemah, sirip dubur (anal) memiliki 18 jari-jari lemah dan sirip perut (ventral)

memiliki 8 jari-jari lemah, dan dapat mencapai ukuran 17 cm (Peristiwady 2006).

Tapis insang halus, berjumlah 60-80 pada busur insang pertama bagian bawah,dan

pemakan plankton. Beberapa dari jenis Sardinella ada yang hampir menyerupai satu sama lain, tapi ada yang mempunyai beberapa perbedaan morfologis, yang

menandakan bahwa ikan itu berbeda spesiesnya (Dwiponggo 1982).

2.1.2. Penyebaran dan tingkah laku

Ikan tembang adalah ikan permukaan (pelagic) yang hidup di perairan pantai dan bersifat bergerombol (schooling) pada area yang luas. Ikan ini sering disalah artikan sebagai spesies lain yaitu S. gibossa dan S. albella karena bentuknya yang sangat mirip. Ikan tembang biasanya hidup pada kisaran kedalaman 0-50 m. Panjang

tubuh ikan tembang mencapai 13 cm. Telur dan larva ikan tembang ditemukan di

sekitar perairan mangrove atau bakau (www.fishbase.org). Menurut Pradini (1998)

in Rosita (2007) ikan tembang seperti ikan clupeid lainnya memanfaatkan plankton sebagai makanannya. Menurut Robiyanto (2006) makanan utama ikan tembang di

Perairan Ujung Pangkah pada bulan Juli-Desember adalah Bacillariophyceae,

makanan pelengkap terdiri dari kelompok Crustaceae, serta makanan tambahan

berupa Ciliata dan Dinophyceae. Dari jenis makanan tersebut, maka ikan tembang

tergolong omnivora cenderung herbivora.

Menurut Hanson in Pratiwi (1991), faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran suatu jenis ikan di perairan diantaranya adalah kompetisi antar spesies

dan intra spesies, heterogenitas lingkungan fisik, reproduksi, ketersediaan makanan,

arus air dan angin. Effendie (1978) mengatakan bahwa ikan dikatakan sedang

mengadakan ruaya apabila bergerak secara relatif teratur dan berkelompok dari satu

(19)

di daerah tropik, persediaan untuk ruaya pengungsian bukan saja karena persediaan

dalam tubuhnya dengan kondisi yang baik, dapat pula tanpa persediaan seperti itu.

Terutama kalau keadaan perairan sekelilingnya berubah secara mendadak sehingga

tidak ada kesempatan untuk ikan mengadakan persiapan. Misalnya ada pollutant

yang mendadak. Demikian juga kalau di pantai yang terjadi angin ribut, maka ikan

itu akan berenang ke tengah untuk menghindarinya. Pergerakan ruaya ikan ke

daerah pemijahan mengandung tujuan penyesuaian dan peyakinan tempat yang

paling menguntungkan untuk perkembangan telur dan larva.

Ikan tembang penyebarannya meliputi perairan Indonesia menyebar ke utara

Taiwan, ke selatan sampai ujung utara Australia dan ke barat sampai Laut Merah.

Daerah penyebarannya di Indonesia meliputi Laut Jawa, Sulawesi Selatan, Selat

Malaka, dan Laut Arafura (www.dkp.go.id). Daerah penyebaran ikan tembang di

perairan Laut Indonesia dan sekitarnya dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Daerah penyebaran ikan tembang (Sardinella fimbriata) Sumber : http://www.fishbase.org/

2.2. Alat tangkap ikan tembang

Ikan tembang (S. fimbriata) ditangkap menggunakan alat tangkap bagan. Bagan adalah sejenis alat penangkapan ikan yang digunakan nelayan untuk

menangkap ikan pelagis kecil. Alat tangkap ini pertama kali diperkenalkan oleh

nelayan Bugis Makassar pada tahun 1950-an. Beberapa tahun kemudian bagan ini

tersebar dan terkenal di seluruh Perairan Indonesia. Dalam perkembangannya bagan

(20)

sedemikian rupa, sehingga sesuai daerah penangkapannya (Subani & Barus 1989).

Subani & Barus (1989) mengklasifikasikan bagan ke dalam jaring angkat (lift net), karena pengoperasiannya dilakukan dengan cara menurunkan dan mengangkat

jaring secara vertikal. Pengoperasian bagan menggunakan cahaya lampu sebagai

pemikat, sehingga ikan yang menjadi tujuan penangkapannya adalah ikan yang

bersifat fototaksis positif.

Dilihat dari bentuk dan cara pengoperasiannya, bagan dibagi menjadi tiga

macam, yaitu bagan tancap, bagan rakit, dan bagan perahu (Subani & Barus 1989).

Bagan tancap adalah bagan yang pengoperasiannya tidak dapat dipindah-pindahkan

atau sekali dipasang berarti berlaku untuk selama musim penangkapan ikan (Gambar

3). Bagan rakit adalah sejenis bagan yang menggunakan rakit bambu sebagai

pengapung, karena jenis bagan ini terapung, maka penggunaannya dapat dilakukan

berpindah-pindah dengan bantuan kapal penarik. Bagan perahu adalah sejenis bagan

yang menggunakan satu atau dua buah perahu dalam konstruksinya sebagai

pengapung. Pengoperasian bagan perahu dapat dipindah-pindahkan seperti halnya

bagan rakit.

(21)

2.3. Analisis Frekuensi Panjang

Analisis frekuensi panjang digunakan untuk menentukan kelompok ukuran

ikan yang didasarkan kepada anggapan bahwa frekuensi panjang individu dalam

suatu spesies dengan kelompok umur yang sama akan bervariasai mengikuti sebaran

normal (Effendie 1997). Pengkaijian stok ikan (fish stock assessment) pada intinya memerlukan data komposisi umur. Pada perairan beriklim sedang, data komposisi

umur biasanya dapat diperoleh melalui perhitungan terhadap lingkaran-lingkaran

tahunan pada bagian-bagian keras seperti sisik dan otolith. Lingkaran-lingkaran ini

dibentuk karena adanya fluktuasi yang kuat dalam berbagai kondisi lingkungan dari

musim panas ke musim dingin atau sebaliknya. Pada daerah tropis tidak terjadi

perubahan musim yang sangat mencolok, oleh karena itu penggunaan

lingkaran-lingkaran musiman untuk menentukan umur sangat sulit, bahkan hampir tidak

mungkin dilakukan. Sejumlah metode penentuan umur telah dikembangkan dengan

menggunakan sejumlah struktur yang lebih lembut dengan menggunakan

lingkaran-lingkaran harian untuk menghitung umur ikan dan jumlah hari. Namun, metode ini

memerlukan perlatan khusus yang relatif mahal dan tidak mungkin dapat

diaplikasikan di berbagai tempat. Beberapa metode numerik telah dikembangkan

yang memungkinkan dilakukannnya konversi atas data frekuensi panjang ke dalam

komposisi umur. Oleh karena itu, kompromi yang paling baik bagi pengkajian stok

spesies tropis adalah analisis sejumlah data frekuensi panjang. Data frekuensi

panjang yang dijadikan contoh dan dianalisa dengan benar dapat memperkirakan

parameter pertumbuhan yang digunakan dalam pendugaan stok spesies tunggal

(Pauly 1983 in Bingan 2009).

Umur ikan bisa ditentukan dari distribusi frekuensi panjang melalui analisis

kelompok umur karena panjang ikan dari umur yang sama cenderung membentuk

suatu distribusi normal. Kelompok umur bisa diketahui dengan mengelompokkan

ikan dalam kelas-kelas panjang dan menggunakan modus panjang kelas tersebut

untuk mewakili kelompok umur. Hasil identifikasi kelompok umur dapat digunakan

untuk menghitung pertumbuhan atau laju pertumbuhan (Busacker et al. 1990 in

(22)

2.4. Tangkapan per satuan upaya

Tangkapan per Satuan Upaya (TPSU) merupakan jumlah atau bobot hasil

tangkap yang diperoleh dari satuan alat tangkap atau dalam waktu tertentu, yang

merupakan indeks kelimpahan suatu stok ikan (UU No. 45 tahun 2009). TPSU

dipengaruhi oleh satuan waktu, besarnya stok, kegiatan penangkapan, dan kondisi

lingkungan di daerah penangkapan ikan. Apabila satuan waktu yang digunakan

adalah tahun, perubahan kondisi lingkungan perairan dalam satu tahun tertentu

memiliki kecenderungan pola yang sama pada tahun-tahun berikutnya (DKP DKI

Jakarta 2005 in Damayanti 2007).

Perhitungan tentang upaya penangkapan dan stok ikan memerlukan dukungan

dari riwayat pendaratan ikan yang dilakukan dari tahun ke tahun di suatu lokasi

pendaratan ikan. Jumlah tangkapan per tahun tidak akan menjadi informasi yang

penting tanpa adanya informasi tentang kecenderungan fluktuasi pendaratan dari

tahun ke tahun dalam kurun waktu yang cukup panjang. Pemantauan terhadap

perubahan nilai hasil tangkapan per unit upaya secara terus menerus dan menjaganya

tetap berada dalam keadaan yang aman masih merupakan cara yang biasa dipakai

dalam pengelolaan sumberdaya ikan (Murdiyanto 2004 in Taeran 2007).

2.5. Pola Musim Penangkapan

Dajan (1984) in Bahdad (2006) menjelaskan bahwa untuk dapat melakukan operasi penangkapan dengan efisien diperlukan adanya informasi yang tepat seperti

saat musim penangkapan yang baik. Informasi mengenai pola musim penangkapan

digunakan untuk menentukan waktu yang tepat dalam pelaksanaan operasi

penangkapan. Perhitungan operasi penangkapan menggunakan data hasil

penangkapan seperti halnya data lainnya yang bersifat musiman dapat dianalisa

dengan menggunakan pendekatan metode rata-rata bergerak (moving average). Metode rata-rata bergerak bertujuan untuk menghilangkan variasi musiman, residu,

dan adakalanya sebagian dari variasi siklus agar diperoleh trend yang bercampur

dengan siklus. Variasi musim adalah fluktuasi-fluktuasi di sekitar trend yang

berulang secara teratur tiap-tiap tahun, residu merupakan jenis fluktuasi yang

(23)

gerakan deret berkala secara rata-rata dan variasi siklus adalah variasi deret berkala

yang meliputi periode setahun lebih, dengan lama dan amplitude silus tidak pernah

sama. Nilai trend bercampur siklus ini akan digunakan sebagai pembagi deret

berkala asal untuk memperoleh data berkala yang bebas dari trend dan siklus.

Variasi musim murni diperoleh dengan cara merata-ratakan deret berkala yang bebas

dari trend dan siklus.

Keuntungan menggunaka metode rata-rata bergerak yaitu dapat mengisolasi

fluktuasi musiman sehingga dapat menentukan saat yang tepat untuk melakukan

operasi penangkapan dan dapat menghilangkan kecenderungan yang biasa dijumpai

pada metode deret waktu. Kerugian metode ini adalah tidak dapat menghitung pola

musim penangkapan sampai tahun terakhir data (Bahdad 2006).

2.6. Bioekonomi

Istilah bioekonomi diperkenalkan seorang ekonom dari Kanada, yaitu Scott

Gordon. Gordon pertama kali menggunakan pendekatan ekonomi untuk

menganalisis pengelolaan sumberdaya ikan yang optimal, dengan menggunakan

basis biologi yang sebelumnya diperkenalkan oleh Schaefer, seorang biolog,

sehingga kemudian dikenal dengan istilah pendekatan bioekonomi atau model

bioekonomi Gordon-Schaefer (GS).

Model bioekonomi Gordon-Schaefer dibangun dari model produksi surplus

yang telah dikembangkan sebelumnya oleh Graham (1935). Pada model produksi

surplus pertumbuhan populasi ikan diasumsikan mengikuti fungsi pertumbuhan

logistik dimana perubahan stok ikan tergantung dari pertumbuhan alamiah (r), stok ikan (x) dan daya dukung lingkungan (K).

Pendekatan bioekonomi Gordon-Schaefer merupakan pendekatan sederhana

dalam pengelolaan sumberdaya ikan yang bertujuan untuk melihat aspek ekonomi

dengan kendala aspek biologis sumberdaya ikan, yaitu berapa tingkat input (jumlah

kapal, GT, trip, dsb) yang harus dikendalikan untuk menghasilkan manfaat ekonomi

yang maksimum (Fauzi 2004).

(24)

menjadi nol ketika biaya total sama dengan penerimaan total. Daerah di bawah

kurva penerimaan total dan di atas kurva biaya total menggambarkan rente ekonomi,

yang mana akan maksimal pada kondisi Maximum Economic Yield (MEY) dan berkaitan dengan tingkat upaya MEY, dimana perbedaan antara kurva penerimaan

total dan biaya total paling besar. Posisi kurva biaya total adalah tergantung dari

perubahan tingkat MEY dan open access (Seijo et al. 1998 in Hasanuddin 2005).

2.7. Pengelolaan perikanan

Pengelolaan perikanan adalah proses yang terintegrasi dalam pengumpulan

informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi

sumberdaya dan implementasi dari aturan-aturan main di bidang ikan dalam rangka

menjamin kelangsungan produktivitas sumber, dan pencapaian tujuan perikanan

lainnya (Fao 1997 in Widodo & Suandi 2006).

Pada prinsipnya pengelolaan perikanan dimaksudkan untuk mengatur

intensitas penangkapan agar diperoleh hasil tangkapan yang optimal dari berbagai

aspek. Langkah-langkah yang berkaitan dengan pengelolaan perikanan mencakup

kegiatan (1) mengumpulkan data dasar mengenai biologi, ekonomi, atau sosial

tentang perikanan, (2) mentransfer berbagai data tersebut ke dalam bentuk informasi

yang berguna untuk pembuatan berbagai keputusan pengelolaan dan akhirnya (3)

menetapkan, melaksanakan dan memantau pelaksanaan keputusan pengelolaan

tersebut (Widodo & Suadi 2006).

Menurut Widodo & Suadi (2006), secara umum, tujuan pengelolaan perikanan

dapat dibagi menjadi empat kelompok yaitu biologi, ekologi, ekonomi, dan sosial,

dimana tujuan sosial mencakup tujuan politik dan budaya. Beberapa contoh yang

termasuk dalam setiap kelompok tujuan meliputi :

1. Menjaga spesies target berada di tingkat atau di atas tingkat yang diperlukan

untuk menjamin produktivitas yang berkelanjutan

2. Meminimalkan berbagai dampak penangkapan atas lingkungan fisik dan atas

non-target (hasil tangkapan sampingan, bycatch):

3. Memaksimumkan pendapatan bersih bagi nelayan yang terlibat dalam

(25)

4. Memaksimumkan kesempatan kerja bagi mereka yang tergantug pada

perikanan bagi kelangsungan kehidupan mereka (tujuan sosial).

Rifai et al. (1983) menyatakan bahwa untuk mencegah kondisi lebih-tangkap, perlu mengadakan pembatasan serta peraturan-peraturan penangkapan baik

yang bersifat umum maupun yang khusus untuk suatu daerah penangkapan seperti

hal-hal berikut : (1) membatasi efektivitas setiap unit alat penangkapan, (2)

membatasi jumlah unit alat penangkap ikan yang diizinkan untuk beroperasi, (3)

membatasi jumlah total ikan yang dapat ditangkap, (4) membatasi atau

memodifikasi alat penangkap ikan yang digunakan untuk mengurangi hasil

tangkapan ukuran atau kelompok ikan tertentu yang ingin dilindungi, (5) menutup

suatu daerah penangkapan ikan tertentu, (6) membatasi penangkapan ikan pada

musim-musim tertentu, (7) membatasi jumlah, ukuran , dan kondisi ikan yang dapat

(26)

3. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu yang

terletak di Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten. Penelitian

dilakasanakan dari bulan Agustus sampai dengan September 2010. Pengumpulan

data baik data primer maupun sekunder dilakukan dengan interval waktu 10 hari

berupa pengambilan contoh ikan tembang yang ditangkap di Teluk Banten (Gambar

4) dan wawancara terhadap nelayan yang melakukan pendaratan ikan tembang di

PPP Karangantu.

Gambar 4. Peta daerah penangkapan ikan tembang di Teluk Banten

3.2. Alat dan bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain penggaris 30

cm dengan ketelitian 0,1 cm, alat tulis, dan kamera digital. Bahan yang digunakan

antara lain data sheet, formulir kuesioner, dan dokumen-dokumen yang mendukung penelitian.

(27)

3.3. Pengumpulan data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Untuk metode yang dipakai adalah metode survei berupa pengamatan

langsung di lapangan. Pengumpulan data primer dilaksanakan dengan pengambilan

contoh ikan dan wawancara dengan nelayan berdasarkan kuesioner. Wawancara

dengan nelayan dilakukan setiap sepuluh hari dari bulan Agustus hingga September

2010. Pengambilan ikan contoh juga dilakukan sebanyak dua kali dengan interval

waktu sepuluh hari. Ikan contoh yang didapat berasal dari satu nelayan yang

menggunakan alat tangkap bagan, yang melakukan operasi penangkapan di daerah

Teluk Banten dan mendaratkan hasil tangkapannya di Pelabuhan Perikanan Pantai

(PPP) Karangantu. Ikan contoh kemudian diukur panjang dan beratnya. Panjang

ikan yang diukur adalah panjang total yaitu panjang ikan dari ujung mulut sampai

dengan ujung sirip ekor. Pengambilan contoh ikan tembang dapat disajikan pada

Gambar 5.

Gambar 5. Skema pengambilan contoh

Ikan tembang yang diambil berasal dari perahu yang membawa hasil

tangkapan dari alat tangkap bagan. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan,

daerah penangkapan ikan tembang berada di sekitar Teluk Banten yang meliputi

Pulau Panjang, Pulau Mujan, dan Pulau Mujan Besar (Gambar 3). Banyaknya

jumlah perahu yang mendarat di pelabuhan tergantung dari kondisi terang bulan.

Pada keadaan terang bulan umumnya jumlah ikan cenderung sedikit sehingga sedikit

(28)

dari nelayan yang menangkap ikan. Jumlah contoh ikan yang diambil berasal dari

tiga perahu dari empat sampai tujuh perahu selama penelitian. Setelah itu dari

keranjang pada masing-masing perahu diambil ikan tembang kurang lebih 100 ekor.

Penarikan contoh ikan tembang menggunakan metode penarikan contoh acak

sederhana.

Data sekunder diperoleh dari instansi terkait di PPP Karangantu berupa

kondisi umum pelabuhan, jumlah produksi ikan tembang bulanan, dan upaya

penangkapan (jumlah trip) yang beroperasi. Selain itu data sekunder yang digunakan

adalah data panjang ikan pada bulan Maret 2010 yang didapat dari penelitian

sebelumnya (Cressidanto 2010). Untuk jumlah produksi dan upaya penangkapan

ikan tembang berupa data sekunder yang berasal dari tahun 2000 hingga 2009.

Wawancara dengan nelayan dilakukan dengan tujuan mengetahui informasi tentang

jumlah tangkapan, musim penangkapan, jumlah nelayan (ABK), alat penangkapan

yang digunakan, biaya operasi penangkapan, harga ikan tembang, dan lokasi atau

daerah penangkapan ikan tembang di Teluk Banten. Metode yang digunakan dalam

pengambilan contoh responden ialah metode purposive sampling yaitu pemilihan responden dengan sengaja berdasarkan anggota populasi. Sulistyo & Basuki (2006)

menyataka bahwa metode pengambilan contoh secara purposive (purposive

sampling) adalah penarikan contoh yang dilakukan berdasarkan kriteria yang

ditentukan oleh peneliti. Kriteria-kriteria yang digunakan dalam memilih responden

meliputi : nahkoda atau ABK yang memiliki kapal motor yang berukuran kurang

dari 5 GT, melakukan operasi penangkapan di daerah Teluk Banten, dan

menggunakan alat tangkap bagan yang menangkap ikan tembang.

3.4. Analisis data

3.4.1. Sebaran frekuensi panjang

Sebaran frekuensi panjang merupakan distribusi ukuran panjang yang terdapat

pada kelompok panjang tertentu. Sebaran frekuensi panjang ikan tembang

didapatkan dengan menentukan selang kelas, nilai tengah, dan frekuensi dalam

setiap kelompok panjang. Tahap-tahap dalam menganalisis sebaran frekuensi

(29)

1) Menentukan nilai maksimum dan minimum dari seluruh data panjang total

ikan tembang.

2) Menetapkan jumlah kelas dan intervalnya yang dilihat dari hasil pengamatan

sebaran frekuensi panjang pada setiap selang kelas panjang ikan.

3) Menentukan limit bawah kelas bagi selang kelas pertama dan limit atas kelas

yang didapat dengan cara menambahakan lebar kelas pada limit bawah kelas.

4) Mendaftarkan semua limit kelas untuk setiap selang kelas.

5) Menentukan nilai tengah kelas bagi masing-masing kelas dengan cara

merata-ratakan limit kelas.

6) Menentukan frekuensi bagi masing-masing kelas.

Sebaran frekuensi panjang yang telah ditetapkan dalam masing-masing

kelasnya kemudian diplotkan ke dalam sebuah grafik untuk melihat jumlah

distribusi normalnya. Dari grafik tersebut akan terlihat jumlah puncak yang

menggambarkan jumlah kelompok umur (kohort) dan dapat terlihat juga pergeseran

distribusi kelas panjang. Pergeseran tersebut menggambarkan jumlah kelompok

umur yang ada. Apabila terjadi pergeseran modus sebaran frekuensi panjang berarti

terdapat lebih dari satu kohort. Bila terdapat lebih dari satu kohort, maka dilakukan

pemisahan distribusi normal. Spare dan Venema (1999) mengatakan bahwa metode

yang dapat digunakan untuk memisahkan distribusi komposit ke dalam distribusi

normal adalah metode Bhattacharya (1967) in Spare dan Venema (1999) dengan bantuan software program FISAT II.

3.4.2. Identifikasi kelompok ukuran

Pendugaan kelompok ukuran dilakukan dengan menganalisis frekuensi

panjang ikan tembang. Data frekuensi panjang dianalisis dengan menggunakan salah

satu metode yang terdapat di dalam program FISAT II (FAO-ICLARM Stok

Assessment Tool) yaitu metode NORMSEP (Normal Separation). Sebaran frekuensi

panjang dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok umur yang diasumsikan

menyebar normal, masing-masing dicirikan oleh rata-rata panjang dan simpangan

(30)

Menurut Boer (1996) jika fi adalah frekuensi ikan dalam kelas panjang ke-i

(i=1,2,…N), µj adalah rata-rata panjang kelompok umur ke-j, σj adalah simpangan

baku panjang kelompok umur ke-j dan pj adalah proporsi ikan dalam kelompok

umur ke-j (j=1,2,…,G) maka fungsi objektif yang digunakan untuk menduga {μj, σj, pj } adalah fungsi kemungkinan maksimum (maximum likelihood function) :

yang merupakan fungsi kepekatan sebaran normal dengan

nilai tengah µjdan simpangan baku σj. xi adalah titik tengah kelas panjang ke-i. Nilai

dugaan ditentukan dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing terhadap

μj, σj, dan pj sehingga diperoleh dugaan μj, σj, dan pj yang akan digunakan untuk

menduga parameter pertumbuhan.

3.4.3. Tangkapan per satuan upaya

Data tangkapan dan upaya ikan tembang dapat dikaji dengan menghitung nilai

hasil tangkapan per upaya penangkapan, yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

TPSU adalah jumlah tangkapan per satuan upaya, T adalah jumlah tangkapan

tahunan ikan tembang (ton) dan U adalah jumlah upaya tahunan ikan tembang.

Selanjutnya TPSU ini disajikan dalam bentuk grafik baik bulanan maupun tahunan.

Hasil tangkapan ikan tembang disajikan dalam satuan ton, sedangkan data upaya

penangkapan (effort) yaitu alat tangkap bagan disajikan dalam satuan trip.

3.4.4. Analisis pola musim penangkapan ikan

Pola musim penangkapan dianalisis dengan menggunakan pendekatan metode

rata-rata bergerak (moving average) seperti yang dikemukakan oleh Dajan (1986) in

(31)

a) Menyusun deret TPSUi bulan Januari 2001 hingga Desember 2009

Keterangan :

i : 1, 2 , 3, …, 108 ni : TPSU urutan ke-i

b) Menyusun rata-rata bergerak TPSU selama 12 bulan (RG)

Keterangan :

RGi : Rata-rata bergerak 12 bulan urutan ke-i

TPSUi : CPUE urutan ke-i

i : 1, 2 , 3,…, 108 j : 7, 8, 9, …, 103

c) Menyusun rata-rata bergerak TPSU terpusat (RGP)

Keterangan :

RGPi : Rata-rata bergerak TPSU terpusat ke-i

RGi : Rata-rata bergerak 12 bulan urutan ke-i

i : 1, 2, 3, …, 108 j : 1, 2, 3, …, 103

d) Rasio rata-rata bulan (Rb)

Keterangan :

(32)

TPSUi : TPSU urutan ke-i

i : 1, 2, 3, …, 103

e) Menyusun nilai rata-rata dalam suatu matrik berukuran i x j yang disusun

untuk setiap bulannya, dimulai dari bulan Juni sampai Juli. Kemudian menghitung

nilai total rasio rata-rata tiap bulan, menghitung total rasio rata-rata secara

keseluruhan, dan menghitung indeks musim penangkapan.

1) Rasio rata-rata untuk bulan ke-i (RRBi)

Keterangan :

RRBi : Rata-rata Rbij untuk bulan ke-i

RBij : Rasio rata-rata bulanan dalam matriks ukuran i x j

i : 1, 2, …, 12

j : 1, 2, …, n

2) Jumlah rasio rata-rata bulanan (JRRB)

Keterangan :

JRRB : Jumlah rasio rata-rata bulan RRBi : Rata-rata Rbijuntuk bulan ke-i

i : 1, 2, …, 12

3) Menghitung faktor koreksi :

Keterangan :

FK : Nilai faktor koreksi

JRRB : Jumlah rasio rata-rata bulanan

4) Indeks musim penangkapan

Keterangan :

IMPi : Indeks musim penangkapan bulan ke-i

RBBi : Rasio rata-rata untuk bulanan ke-i

(33)

Kriteria Indeks Musim Penangkapan (IMP) :

IMP < 50 % : Musim paceklik

50 % < IMP < 100 % : Bukan musim penangkapan IMP > 100 % : Musim penangkapan

3.4.5. Bioekonomi

Pada prinsipnya kelestarian sumberdaya akan terjamin jika jumlah (volume)

ikan yang ditangkap sama dengan jumlah ikan akibat pertumbuhan populasi. Konsep

ini kemudian berkembang menjadi model pengelolaan perikanan tangkap yang

disebut sebagai model surplus produksi. Di dalam kajian ini model produksi yang

akan digunakan adalah model Schaefer. Jika volume (biomas) ikan di laut

dinotasikan sebagai X, penambahan biomas ikan dinotasikan sebagai G dan hasil

tangkapan ikan dinotasikan sebagai Y maka pertumbuhan biomas ikan di laut dapat

dirumuskan sebagai berikut (Susilo 2009) :

(13)

(14)

r adalah tingkat pertumbuhan intrinsik populasi, K adalah daya dukung lingkungan untuk menampung besarnya biomas ikan. Di dalam pengelolaan

sumberdaya ikan yang berkelanjutan disyaratkan agar hasil yang ditangkap sama

dengan hasil pertumbuhan. Kondisi ini disebut kondisi keseimbangan (equilibrium) atau kondisi keberlanjutan (sustainable). Kondisi ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

(15)

Untuk memudahkan pengelolaan maka unit biomas (X) dapat dirubah menjadi unit upaya penangkapan atau effort (f). Hubungan antara X dengan f dapat dirumuskan sebagai Y =qXf (Gulland 1983 in Susilo 2009), sehingga:

(16)

dan,

(34)

q adalah peluang tertangkapnya ikan (catchability). Berdasarkan persamaan (17) diatas persamaan (15) dapat diubah menjadi:

(18)

Mengingat q, r, dan K relatif konstan (Clark 1985 in Susilo 2009), persamaan (18) dapat disederhanakan menjadi:

b0dan b1konstanta (koefisien regresi). MSY dicapai pada saat dY/df = 0

Koefisien regresi b0 dan b1dihitung dengan meregresikan data Catch Per Unit

of Effort/ CPUE (Y/f) dengan effort (f):

(19)

Model tersebut memang memiliki kelemahan secara metodologis mengingat

bahwa independentvariable ada di sebelah kanan maupun kiri pada persamaan (18) di atas. Oleh karena itu seorang ahli bioekonomi (Scot Gordon) menambahkan

muatan ekonomi pada model tersebut. Menurutnya pengelolaan sumberdaya ikan

harus dapat memberikan manfaat ekonomi (rente) bagi nelayan. Rente tersebut (π)

adalah selisih antara penerimaan dan biaya upaya yang dikeluarkan. Jika total

penerimaan (TR) adalah perkalian hasil produksi (Y) dengan harga jual ikan (p) dan total biaya (TC) perkalian antara jumlah upaya (f) dikalikan biaya per upaya (c) maka rente tersebut dapat dirumuskan sebagai :

(20)

Tujuan pengelolaan perikanan laut (tangkap) menurut Gordon tersebut

(35)

dikenal juga sebagai maximum economical yield (MEY). Model ini kemudian dikenal sebagai model bioekonomi Gordon-Schaefer. Dengan menggunakan model

Gordon- Schaefer ini selain MSY dapat ditentukan pula titik keseimbangan MEY

dan titik keseimbangan open access .Keuntungan maksimum (πmax) dapat dicapai

pada saat :

(21)

(22)

(23)

Nilai upaya penangkapan yang bertepatan dengan keseimbangan open access

(foa) dapat dicari melalui rumus:

(24)

sehingga open access equilibrium yield (OAY) adalah:

(25)

Parameter pertumbuhan stok ikan seperti q, r, dan K dapat diduga melalui beberapa metode diantaranya Metode Uhler ( Uhler 1979 in Susilo 2009):

(26)

Ut+1 adalah CPUE tahun ke-(t+1), Ut adalah CPUE tahun ke-t dan ft adalah upaya

penangkapan tahun ke-t. Metode lain adalah metode Hilborn dan Walters (Adam et al. 2006 in Susilo 2009) :

(27)

(36)

(28)

r, q, K adalah parameter pertumbuhan biomas (populasi) ikan. Metode-metode di

atas dapat disederhanakan menjadi bentuk regresi berganda sebagai :

(29)

b0, b1, dan b2 adalah koefisien regresi, Y adalah peubah tidak bebas yang sesuai

dengan persamaan (28) yaitu ln Ut+1, dan X1 dan X2 adalah peubah bebas yang

(37)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Kondisi umum perairan Teluk Banten

Teluk Banten terletak di utara Pulau Jawa, sekitar 175 km ke arah Barat Laut

dari Jakarta. Teluk dibatasi oleh Tanjung Pontang di sebelah timur dan Tanjung

Piatu di sebelah Barat. Teluk Banten mempunyai luas sekitar 150 km2 dengan kedalaman tidak lebih dari 10 m dan mempunyai 10 buah pulau dan beberapa

gosong karang serta sungai-sungai yang airnya masuk ke dalam teluk. Beberapa

sungai yang bermuara di Teluk Banten, antara lain delapan sungai kecil yaitu Sungai

Baharaya, Sungai Cimaung, Sungai Bojonegoro, Sungai wadas, Sungai baros,

Sungai Pelabuhan, Sungai Banten, dan Sungai Domas. Tiga sungai lainnya yang

termasuk sungai besar yaitu Sungai Kemayangan, Sungai Soge, dan Sungai Ciujung

(Erina 2006).

Perairan pantai laut Teluk Banten dengan panjang 83 km, terbentang dari barat

sampai timur yaitu dari Kecamatan Pulo Ampel berbatasan dengan PLTU Suralaya

sampai dengan Kecamatan Tanara. Untuk wilayah pantai barat sepanjang 27 km

diperuntukkan kegiatan pariwisata dan 16,62 km diperuntukkan untuk kegiatan

industri kimia dan industri rancang bangun, sedangkan pantai timur sepanjang 39

km untuk perikanan dan pertanian serta penambangan pasir laut lepas (Erina 2006).

Berbagai industri tersebut berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap

lingkungan akibat pembuangan air limbah ke perairan Teluk Banten dan

diperkirakan menjadi potensi meningkatnya pencemaran lingkungan sekitarnya.

Suhu air laut di perairan Teluk Banten berkisar antara 26,90C-310C (Manulu 2003). Kadar oksigen terlarut (DO) yang berkisar antara 2,42-5,48 mg/l. Salinitas

perairan berkisar dari 28-30,7‰. Kecepatan arus di perairan Teluk Banten termasuk

dalam kategori sangat lambat yaitu berkisar 0,045-0,061 m/dt (Erina 2006).

Pemanfaatan ruang di laut oleh masyarakat nelayan di sekitar perairan Teluk

(38)

melalui jaring terapung, bagan tancap dan terapung serta budidaya rumput laut serta

penambangan pasir laut lepas pantai di wilayah laut bagian timur (Erina 2006).

Pola angin di perairan Teluk Banten sebagaimana terjadi di Indonesia

dipengaruhi oleh angin muson (musim). Menurut Nontji (2007), pola angin yang

sangat berperan di Indonesia adalah angin musim (monsoon). Angin musim bertiup

secara mantap ke arah tertentu pada suatu periode sedangkan pada periode lainnya

angin bertiup secara mantap pula dengan arah yang berlainan. Angin musim

membawa pengaruh pula pada curah hujan. Lebih lanjut Nontji (2007) mengatakan

bahwa perairan Laut Jawa memperlihatkan satu puncak musim hujan dalam setahun.

4.1.2. Hasil tangkapan (catch)

Hasil tangkapan ikan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu berupa

sumberdaya ikan dan non ikan. Pada umumnya hasil tangkapan utama di PPP

Karangantu didominasi oleh sumberdaya pelagis kecil dimana daerah penangkapan

dari nelayan setempat adalah perairan yang tidak jauh dari pelabuhan Karangantu.

Nelayan di PPP Karangantu menggunakan alat tangkap yang beragam sehingga hasil

tangkapan yang didapatpun jenisnya cukup banyak. Hasil tangkapan utama yaitu

ikan peperek, tembang, cumi, teri, kuniran, kembung, dan selar. Komposisi hasil

tangkapan ikan di PPP Karangantu di tahun 2009 disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Komposisi ikan hasil tangkapan nelayan di PPP Karangantu Sumber : Ditjen-Tangkap (DKP 2009)

Ikan hasil tangkapan di PPP Karangantu pada umumnya berasal dari Teluk

Banten, hal ini dikarenakan nelayan setempat umumnya menangkap ikan dengan

kapal motor dengan kekuatan 5 – 10 GT. Alat tangkap utama yang dipakai nelayan

(39)

tradisional biasanya berupa bagan, gillnet, pancing, dan dogol. Kapal penangkap ikan di PPP Karangantu terbuat dari kayu dan menggunakan motor tempel ataupun

kapal motor. Ikan tembang di PPP Karangantu ditangkap menggunakan alat tangkap

bagan. Alat tangkap bagan menghasilkan tangkapan yang umumnya adalah

sumberdaya pelagis kecil. Hasil tangkapan alat tangkap bagan yang utama adalah

ikan peperek, teri, tembang, dan kembung. Komposisi hasil tangkapan dengan alat

tangkap bagan di tahun 2009 disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7. Komposisi hasil tangkapan bagan tancap Sumber : Ditjen-Tangkap (DKP 2009)

Hasil tangkapan atau produksi tahunan ikan tembang berasal dari data

sekunder yang didapat dari bagian statistik PPP Karangantu dari tahun 2001 sampai

2009 dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Hasil tangkapan ikan tembang tahun 2001 - 2009

Teri

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

(40)

Jumlah tangkapan ikan tembang pada sembilan tahun terakhir (2001 – 2009)

menunjukkan fluktuasi pada setiap tahun. Tangkapan tertinggi berada pada tahun

2008 dengan jumlah 337,99 ton dan tangkapan terendah berada padan tahun 2003

senilai 68,38 ton. Apabila dilihat dari seluruh tahun, produksi ikan tembang

cenderung mengalami peningkatan, walaupun di tahun 2002, 2003, dan 2009

produksi mengalami penurunan.

4.1.3. Upaya penangkapan (effort)

Upaya penangkapan (effort) ikan tembang didapat dari data sekunder yang diperoleh pada bagian statistik PPP Karangantu yaitu data jumlah trip alat tangkap

bagan tancap dari tahun 2001-2009 (Gambar 9).

Gambar 9. Upaya penangkapan ikan tembang tahunan (2001 - 2009)

Dari Gambar 9, dapat dilihat bahwa upaya penangkapan ikan tembang selama

tahun 2001 sampai 2009 cukup berfluktuasi. Jumlah trip terbanyak terdapat pada

tahun 2009 sebanyak 3.992 trip dan jumlah trip terendah terdapat pada tahun 2006

sebesar 1.106 trip.

4.1.4. Tangkapan per satuan upaya

Tangkapan per satuan upaya (TPSU) diperoleh dengan cara membagi hasil

tangkapan ikan tembang dengan upaya penangkapannya. Hasil tangkapan disajikan

dalam jumlah ton sedangkan upaya penangkapan dalam jumlah trip. Grafik TPSU

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

(41)

ikan tembang bulanan dari tahun 2001 sampai 2009 disajikan pada Gambar 10 dan

data TPSU ikan tembang dapat dilihat pada Lampiran 4.

Gambar 10. Tangkapan per satuan upaya ikan tembang pada tiap tahun

(42)

Dari Gambar 10, dapat dilihat bahwa nilai TPSU tertinggi berada pada bulan

Januari di tahun 2009 dengan nilai 0,45 ton per tahun, sedangkan nilai TPSU

terendah berada pada bulan Mei 2003 dengan nilai 0,0043 ton per tahun. Nilai TPSU

tahunan menggambarkan fluktuasi nilai dari tahun 2001 sampai 2009. Nilai terendah

berada pada tahun 2003, sedangkan nilai tertinggi berada pada tahun 2006. TPSU

yang cenderung berfluktuasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti

kelimpahan dan perubahan lingkungan.

4.1.5. Sebaran ukuran panjang

Jumlah panjang ikan tembang yang diamati adalah sebanyak 625 ekor dengan

selang kelas terkecil 65-66 mm dan terbesar 171-172 mm. Pengambilan contoh

dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada tanggal 22 September dan 30 September

2010, sedangkan waktu pengambilan contoh sebelumnya merupakan data sekunder

yang diperoleh dari penelitian Cressidanto (2010) dengan tempat dan cara

pengambilan contoh yang sama. Pada pengambilan contoh yang pertama (13 Maret

2010) jumlah ikan tembang yang diamati sebanyak 315 ekor, pengambilan contoh

kedua (21 Maret 2010) sebanyak 129 ekor, pengambilan contoh ketiga (22

September 2010) sebanyak 117 ekor, dan pengambilan contoh keempat (30

September 2010) sebanyak 110 ekor.

Pemisahan kelompok ukuran ikan tembang menggunakan metode

Bhattacharya dengan menggunakan indeks separasi. Menurut Hasselblad (1969),

McNew & Summerflat (1978), dan Clark (1981) in Sparre dan Venema (1999), jika nilai I<2 maka pemisahan kelompok ukuran tidak mungkin dilakukan karena akan

terjadi tumpang tindih yang besar antar kelompok ukuran ikan. Berdasarkan hasil

pemisahan kelompok ukuran, pada penarikan contoh 13 Maret 2010 diperoleh

indeks separasi antar kelompok ukuran 3,83 dan 4,68 dan 21 Maret 2010 nilai

indeks separasi diperoleh 3,57 dan 4,92 (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa hasil

pemisahan kelompok antar ukuran dapat diterima dan digunakan pada analisia

(43)

Tabel 1. Indeks separasi dan jumlah populasi

Hasil pemisahan kelompok ukuran ikan pada bulan Maret 2010 menunjukkan

bahwa ikan contoh terdiri dari tiga kelompok ukuran. Pergeseran selang ukuran

panjang ikan tembang yang tertangkap ke selang ukuran yang lebih besar dapat

dijadikan indikasi bahwa terdapat pertumbuhan pada interval waktu tersebut. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa adanya pergeseran selang ukuran panjang ikan ke

selang ukuran panjang yang lebih besar pada bulan Maret (Gambar 11). Perubahan

yang bergeser ke arah kanan diindikasikan bahwa adanya pertumbuhan selama

interval waktu pengamatan yaitu 8 hari. Hal ini dapat dilihat dengan adanya

perubahan nilai tengah rata-rata dari masing-masing kelas ukuran yang diperoleh

dari pemisahan kelompok dengan menggunakan metode Normal Separation

(NORMSEP) pada program FISAT II. Pergeseran sebaran ukuran panjang ikan pada

kelas ukuran pertama yaitu dari panjang 71,34-87,75 mm; kelompok ukuran kedua

dari 89,09-100,99 mm; dan kelompok ukuran ketiga memiliki nilai tengah

(44)

Gambar 11. Pergeseran nilai rata-rata panjang pada bulan Maret 2010

Pada penarikan contoh 22 September 2010 diperoleh indeks separasi antar

kelompok ukuran 3,24 dan 2,70 dan 30 September 2010 nilai indeks separasi

diperoleh 3,03 dan 4,09, sehingga pemisahan kelompok antar ukuran dapat

digunakan pada analisia berikutnya. Selain itu, terdapat pula pergeseran selang

ukuran panjang ikan kea rah kanan (Gambar 12). Pergeseran sebaran ukuran panjang

ikan pada kelas ukuran pertama yaitu dari panjang 104,70-113,32 mm; kelompok

ukuran kedua dari 127,85-135,53 mm; dan kelompok ukuran ketiga memiliki nilai

tengah 146,87-151,71 mm.

(45)

Apabila dilihat pergeseran nilai dari penarikan contoh bulan Maret pada

kelompok umur pertama dengan kelompok ukuran kedua pada bulan September

maka dapat dilihat perbandingan nilai pergeserannya masing-masing yaitu 8,63 dan

11,9. Hal ini menunjukkan bahwa laju pertumbuhan panjang kelompok umur pada

bulan September masih mengikuti pola laju pertumbuhan panjang kelompok umur

tertentu pada bulan Maret karena nilai tengah rata-rata yang tidak terpaut jauh.

Berdasarkan pola pergeseran nilai kelompok umur yang sama tersebut maka

parameter pertumbuhan ikan tembang di Teluk Banten dapat mengacu pada hasil

penelitian sebelumnya pada bulan Maret (Cressidanto 2010), yaitu panjang infiniti

senilai 183,22 mm dan koefisien pertumbuhan (K) senilai 0,59 per tahun.

4.1.6. Pola musim penangkapan

Analisis pola musim penangkapan ikan tembang di Teluk Banten

menggunakan metode rata-rata bergerak (moving average) dengan menghitung nilai Indeks Musim Penangkapan (IMP) pada setiap bulannya. Hasil perhitungan pola

musim penangkapan ikan tembang dapat dilihat pada Lampiran 5. Pergerakan nilai

IMP ikan tembang dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Nilai rata-rata indeks musim penangkapan ikan tembang

Indeks musim penangkapan ikan tembang menggambarkan keadaan musim

penangkapan ikan tembang di Teluk Banten selama periode tahun 2001 sampai

2009. Berdasarkan Gambar 13, pergerakan nilai IMP ikan tembang mengalami

(46)

penurunan dari bulan Januari sampai bulan Maret. Pada bulan Juli hingga Desember

nilai IMP cenderung stabil atau tidak terlalu mengalami peningkatan atau

penurunan. Nilai IMP tertinggi terdapat pada bulan April senilai 113,82 %

sedangkan nilai IMP terendah terdapat pada bulan Maret senilai 80,09 %.

4.1.7. Bioekonomi

Produksi lestari merupakan hubungan antara hasil tangkapan dengan upaya

penangkapan dalam bentuk kuadratik dimana tingkat effort maupun hasil tangkapan yang diperoleh tidak akan mengancam kelestarian suatu sumberdaya perikanan.

Produksi lestari yang dikaji dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu produksi

lestari maksimum (MSY) dan produksi lestari secara ekonomi (MEY). Pada estimasi

produksi lestari MSY hanya digunakan parameter biologi saja, sedangkan pada

estimasi MEY tidak hanya menggunakan parameter biologi namun juga parameter

ekonomi. Beberapa parameter biologi yang dipakai dalam analisis MSY adalah r, q, K, sedangkan parameter ekonomi yang dipakai dalam analisis MEY adalah p dan c. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dengan menggunakan alogaritma Fox,

didapat beberapa parameter biologi dan ekonomi sebagai berikut (Tabel 2).

Tabel 2. Hasil estimasi parameter biologi dan ekonomi

Parameter Nilai

Koefisien kemampuan alat tangkap (q) (ton per trip) 0,0009 Daya dukung perairan (K) (ton per tahun) 234,48

Harga (p) (Rp per kg) 3,25

Biaya (c) (Rp per trip) 270.833

Dari Tabel 3, dapat dilihat bahwa koefisien kemampuan alat tangkap ikan

tembang yaitu bagan memiliki nilai 0,0009 ton per trip. Daya dukung perairan (K)

sebesar 234,48 ton per tahun. Harga ikan tembang per kg didapat Rp 3,250 dan

biaya penangkapannya sebesar 270,833 Rp per trip. Dari parameter biologi dan

ekonomi diatas, maka dapat ditentukan jumlah produksi lestari pada berbagai

(47)

Tabel 3. Hasil perhitungan bioekonomi ikan tembang dalam berbagai rezim keuntungan ekonomi dari ketiga rezim memiliki nilai yang berbeda-beda, sedangkan

kondisi aktual menggambarkan kondisi yang terjadi pada saat ini, yaitu data hasil

tangkapan dan upaya penangkapan tahun 2007, 2008, dan 2009. Hal ini tentunya

memberikan keuntungan dan kelebihan dari ketiga rezim tersebut. Kondisi

pengelolaan perikanan dalam tiga rezim dalam bentuk kurva dapat dilihat pada

Gambar 14.

Gambar 14. Kondisi berbagai rezim pengelolaan perikanan ikan tembang

Dari Gambar 14, dapat dilihat bahwa untuk nilai effort terbesar terdapat pada rezim pengelolaan open acess, sedangkan batas produksi lestari terbesar terdapat pada rezim MSY. Sementara untuk nilai rente ekonomi, rezim MEY memiliki nilai

yang paling besar di antara semua rezim pengelolaan, berbeda dengan rezim open

access dimana nilai rente ekonomi adalah nol atau tidak ada.

(48)

4.2. Pembahasan 4.2.1. Hasil tangkapan

Pelabuhan perikanan pantai Karangantu merupakan pelabuhan perikanan yang

setiap hari memproduksi bermacam jenis ikan yang berasal dari Teluk Banten.

Sumberdaya ikan yang berasal dari Teluk Banten meliputi ikan-ikan pelagis kecil,

besar, ikan karang, cumi-cumi, udang, dan rajungan. Akan tetapi, hasil tangkapan

dominan di pelabuhan ini didominasi oleh ikan pelagis kecil seperti teri, tembang,

dan peperek.

Produksi tahunan ikan tembang di PPP Karangantu menunjukkan fluktuasi di

setiap tahunnya yang ditangkap menggunakan alat tangkap bagan. Berdasarkan

Gambar 6, terdapat penurunan hasil tangkapan dari tahun 2001 sampai 2003,

sedangkan dari tahun 2003 sampai 2008 cenderung mengalami peningkatan bahkan

melebihi nilai pada tahun 2001. Penurunan produksi ikan tembang ini disebabkan

oleh kelimpahan sumberdaya ikan tembang yang sedang menurun akibat dari

penangkapan yang telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya yaitu tahun 2001

dan 2002. Sementara peningkatan yang terjadi setelah tahun 2003 dikarenakan

sumberdaya tersebut sudah mulai pulih sehingga produksi ikan tembang meningkat.

Peningkatan hasil tangkapan ini juga dapat disebabkan oleh upaya penangkapan

yang meningkat sehingga daerah penangkapan pun meluas. Widodo & Suadi (2006)

mengemukakan laju produksi (production rate) sangat bervariasi disebabkan oleh fluktuasi lingkungan, pemangsaan dan berbagai interaksi dengan populasi lain. Pada

umumnya, produksi menurun pada tingkat ukuran populasi rendah maupun tinggi.

Biomassa dapat menurun selagi jumlah upaya penangkapan meningkat. Keadaan ini

menunjukkan bahwa ada suatu keterkaitan antara rata-rata produksi dan upaya

penangkapan.

4.2.2. Upaya penangkapan

Ikan tembang di PPP Karangantu merupakan target utama dari nelayan bagan.

Ukuran mata jaring yang digunakan adalah 0,3 cm. Ukuran mata jaring yang kecil

ini menyebabkan hasil tangkapan seperti ikan teri ikut tertangkap. Dalam hal ini

(49)

Banten ditangkap dengan bagan tancap. Hasil tangkapan dari bagan tancap yang

tersebar di Teluk Banten diambil menggunakan perahu motor yang berkekuatan

kurang dari 5 GT dengan operasi penangkapan selama satu hari. Upaya

penangkapan ikan di PPP Karangantu setiap harinya dicatat dalam satuan trip

(perjalanan).

Dari Gambar 9, upaya penangkapan ikan tembang mengalami peningkatan dan

penurunan dari tahun 2001 sampai 2009. Peningkatan terjadi di tahun 2001 sampai

2003 menjadi 3.019 trip, kemudian kembali menurun di tahun 2006 menjadi 1.106

trip. Setelah itu upaya penangkapan kembali meningkat mencapai 3.992 trip di tahun

2009. Peningkatan ataupun penurunanyang terjadi dari tahun 2001 sampai 2009

disebabkan oleh hal yang beragam seperti faktor lingkungan dan ekonomi. Faktor

lingkungan dapat berarti cuaca atau musim yang mempengaruhi operasi

penangkapan ikan sementara faktor ekonomi merupakan kecenderungan nelayan

dalam memperhitungkan untung ruginya dalam melakukan operasi penangkapan

ikan, sehingga upaya penangkapan dapat berfluktuasi tiap tahunnya. Menurut

Widodo dan Suadi (2006), alat tangkap bagan yang termasuk dalam klasifikasi

jaring angkat memiliki kekuatan menangkap secara relatif kurang dipengaruhi oleh

karateristik kapal, meskipun perhatian harus diberikan pada jumlah alat tangkap

yang secara simultan dapat dioperasikan dari suatu kapal (yakni, menyatakan CPUE

sehingga hasil tangkapan per jaring, bukan per perahu). Efisiensi pencarian dapat

sangat berpengaruh dalam menentukan kekuatan menangkap.

Apabila dibandingkan hasil tangkapan ikan tembang (Gambar 6) dengan

upaya penangkapannya (Gambar 9), maka dapat dilihat fluktuasinya cenderung

sama-sama meningkat dari tahun 2001 sampai 2009. Namun terdapat perbedaan

seperti pada tahun 2003 dimana hasil tangkapan menurun hingga mencapai nilai

terendah (68,38 ton), sementara upaya penangkapan yang cenderung meningkat

dengan jumlah 3.019 trip. Hubungan yang berbanding terbalik antara tangkapandan

upaya pada tahun tersebut dikarenakan selama peningkatan upaya penangkapan

menyebabkan menurunnya produksi ikan sehingga kelimpahannya di perairan pun

Gambar

Gambar 1. Ikan tembang ( Sardinella fimbriata, Valenciennes 1791)
Gambar 2. Daerah penyebaran ikan tembang (Sardinella fimbriata)
Gambar 3. Bagan tancap di Teluk Banten Sumber : Ditjen-Tangkap (DKP 2010)
Gambar 4. Peta daerah penangkapan ikan tembang di Teluk Banten
+7

Referensi

Dokumen terkait

Yaitu program komputer yang siap digunakan atau disebut juga program siap pakai. Program paket digunakan untuk aplikasi bisnis secara umum, aplikasi khusus

Pemberian ALG merupakan pilihan utama untuk penderita anemia aplastik yang berumur diatas 40 tahun; (b) terapi imunosupresif lain : pemberian metilprednisolon dosis tinggi

• Contohnya ketika kita membuat gambar-gambar yang berbeda- beda gerakannya pada sebuah tepian buku kemudian kita buka buku tersebut dengan menggunakan jempol secara

Beberapa daerah penghasil madu hutan yang terkenal di Indonesia diantaranya pulau Sumbawa, Provinsi Riau (Kawasan Hutan Taman Nasional Tesso Nilo), Provinsi Kalimantan

Pelaksanaan pendidikan yang terjadi di dalam kelas oleh guru harus efektif dan efisien supaya proses belajar mengajar menjadi sebuah proses.. Untuk dapat menciptakan

dijanjikan Hotel WETA Surabaya seperti mengirim pesanan konsumen secara tepat waktu. c) Adanya Layanan Program Hiburan (X2.3), merupakan layanan berupa acara-acara hiburan

“Model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Divisions (STAD) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIIIA pada mata pelajaran Pendidikan

mendeskrip- sikan proses daur air dan kegiatan manusia yang dapat mempenga- ruhinya. Guru menayangkan media sound slide sambil memberikan permasalahan. Siswa