PENGELOLAAN SUMBERDAYA
IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) DI TELUK BANTEN,
YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI
KARANGANTU, SERANG, PROVINSI BANTEN
EKA KEMAL YUWANA
SKRIPSI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
Pengelolaan Sumberdaya Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) di Teluk Banten, yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu, Serang, Provinsi Banten
adalah benar merupakan karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada Perguruan Tinggi manapun. Semua sumber dan informasi yang dikutip dari
karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan di
dalam teks serta dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2011
RINGKASAN
Eka Kemal Yuwana. C24062751. Pengelolaan Sumberdaya Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) di Teluk Banten, yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu, Serang, Provinsi Banten. Di bawah bimbingan Mennofatria Boer dan Zairion.
Pelabuhan perikanan pantai (PPP) Karangantu terletak di Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten. PPP ini dimanfaatkan oleh mayoritas nelayan Karangantu untuk mendaratkan ikan hasil tangkapan yang berasal dari Teluk Banten dan sekitarnya. Potensi sumberdaya ikan di Teluk Banten meliputi ikan pelagis kecil, ikan karang dan ikan demersal. Salah satu sumberdaya ikan ekonomis penting yang terdapat di Teluk Banten adalah ikan tembang (Sardinella
fimbriata).
Tujuan penelitian adalah menganalisis pola musim penangkapan, dan menduga produksi lestari dengan model bioekonomi sebagai bahan masukan untuk pengelolaan sumberdaya ikan tembang.
Penelitian dilakukan di PPP Karangantu, Kota Serang, Provinsi Banten. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus sampai bulan September 2010. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilaksanakan dengan mengukur panjang total ikan dan melakukan wawancara dengan beberapa nelayan di PPP Karangantu. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait di PPP Karangantu berupa kondisi umum perairan Teluk Banten, hasil tangkapan ikan tembang, dan upaya penangkapan (jumlah trip kapal) yang beroperasi di Teluk Banten.
Ikan tembang merupakan salah satu spesies yang ditangkap cukup banyak (11%) yang didaratkan di PPP Karangantu. Hasil tangkapan utama di PPP Karangantu terdiri dari ikan peperek (13%), tembang (11%), cumi (11%), teri (11%), kuniran (8%), kembung (6%), dan selar (6%). Alat tangkap yang digunakan dalam menangkap ikan tembang adalah bagan yang termasuk ke dalam jaring angkat
(lift net). Hasil tangkapan utama alat tangkap bagan terdiri dari ikan peperek, teri,
tembang, dan kembung. Hasil analisis parameter pertumbuhan menunjukkan adanya gejala tangkap lebih (overfishing). Hal ini dapat dilihat dari turunnya laju tangkapan per satuan upaya, dan banyaknya ikan yang belum mencapai ukuran dewasa. Hasil pendugaan musim penangkapan menunjukkan bahwa ikan tembang cukup banyak di tangkap pada musim Barat, musim Timur, dan musim peralihan. Hasil analisis bioekonomi menunjukkan bahwa upaya penangkapan pada kondisi aktual sudah melebihi dari batas optimum (fMSY) maupun (fMEY). Hal ini dapat berdampak negatif
bagi sumberdaya ikan tembang dan pelaku perikanan khususnya nelayan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan pengelolaan perikanan yang tepat agar sumberdaya ikan tembang dapat terjamin kelestariannya.
PENGELOLAAN SUMBERDAYA
IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata) DI TELUK BANTEN,
YANG DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI
KARANGANTU, SERANG, PROVINSI BANTEN
EKA KEMAL YUWANA C24062751
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PENGESAHAN SKRIPSI
Judul : Pengelolaan Sumberdaya Ikan Tembang (Sardinella
fimbriata) di Teluk Banten, yang didaratkan di Pelabuhan
Perikanan Pantai Karangantu, Serang, Provinsi Banten
Nama Mahasiswa : Eka Kemal Yuwana
NIM : C24062751
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Menyetujui:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Ir. Zairion, M.Sc NIP. 19570928 198103 1 006 NIP. 19640703 199103 1 003
Mengetahui:
Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP. 19660728 199103 1 002
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT berkat segala izin dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini
berjudul Pengelolaan Sumberdaya Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) di Teluk Banten, yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu, Serang, Provinsi Banten; disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada Agustus-September 2010 dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang memberikan masukan dan arahan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari masih banyak
kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, dikarenakan keterbatasan yang dimiliki
penulis. Namun demikian penulis mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat
bermanfaat untuk berbagai pihak.
Bogor, Februari 2011
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA dan Ir. Zairion, M.Sc masing-masing
selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak
memberikan arahan, masukan, dan motivasi kepada penulis sehingga penulis
dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Ir. Rahmat Kurnia, M.Si selaku dosen penguji tamu dan Ir. Agustinus M.
Samosir, M.Phil selaku ketua komisi pendidikan program S1 atas saran,
masukan, dan perbaikan yang telah diberikan.
3. Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc selaku pembimbing akademik atas
saran, motivasi dan nasehat yang telah diberikan.
4. Para staf Tata Usaha MSP, terutama Mba Widaryanti atas arahan dan
bantuan yang telah diberikan selama ini.
5. Keluargaku tercinta, Bapak, Ibu, dan Adik, atas doa, kasih sayang,
dukungan, dan motivasi yang telah diberikan selama ini.
6. Bapak Amir dan teman-teman, Bagian statistik perikanan, dan Bapak Tatang,
Bagian Syahbandar, Dinas Kelautan dan Perikanan Pelabuhan Perikanan
Pantai Karangantu atas bantuaanya selama penelitian.
7. Teman-teman tim penelitian saya(Genny, Weni, Adis, dan Nadler) atas suka duka, perjuangan, kekompakan, dan semangatnya serta rekan-rekan dari
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 14 Juli 1988 dari
pasangan Zulkarnain Siregar dan Masnah Suharni. Penulis
merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan
formal ditempuh di SD Bani Saleh 3 (2000), SLTPN 5 Bekasi
(2003), dan SMAN 2 Bekasi (2006). Pada tahun 2006, penulis
lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur
SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dan pada tahun kedua penulis
diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan
kemahasiswaan HIMASPER (Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya
Perairan).
Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis
ix
4.2.1. Hasil tangkapan ... 35
4.2.2. Upaya penangkapan ... 35
4.2.3. Tangkapan per satuan upaya ... 37
4.2.4. Pola musim penangkapan ... 38
4.2.5. Bioekonomi ... 39
4.2.5.1. Rezim pengelolaan perikanan open access ... 40
4.2.5.2. Rezim pengelolaan perikanan MEY ... 41
4.2.5.3. Rezim pengelolaan perikanan MSY ... 42
4.2.6. Implementasi untuk pengelolaan perikanan ... 43
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 46
5.2. Saran ... 46
DAFTAR PUSTAKA ... 47
x
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Indeks separasi dan jumlah populasi ... 30
2. Hasil estimasi parameter biologi dan ekonomi ... 33
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Ikan tembang (Sardinella fimbriata) ... 4
2. Daerah penyebaran ikan tembang (Sardinella fimbriata) ... 6
3. Bagan tancap di Teluk Banten ... 7
4. Peta daerah penangkapan ikan tembang ... 13
5. Skema pengambilan contoh... 14
6. Komposisi hasil tangkapan ikan tembang di PPP Karangantu... 25
7. Komposisi hasil tangkapan bagan tancap ... 26
8. Hasil tangkapan ikan tembang tahun 2001 - 2009 ... 26
9. Upaya penangkapan ikan tembang tahunan 2001 - 2009 ... 27
10.Tangkapan per satuan upaya ikan tembang pada tiap tahun ... 28
11.Pergeseran nilai rata-rata panjang pada bulan Maret 2010 ... 31
12.Pergeseran nilai rata-rata panjang pada bulan September 2010 ... 31
13. Indeks musim penangkapan ikan tembang ... 32
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Formulir kuesioner ... 51
2. Data hasil tangkapan bulanan ikan tembang (kg) ... 53
3. Data upaya penangkapan alat tangkap bagan (trip) ... 54
4. Data tangkapan per satuan upaya ikan tembang (ton/trip) ... 55
5. Hasil perhitungan musim penangkapan ikan tembang dengan metode rata rata bergerak ... 56
6. Rekapitulasi perhitungan indeks rata-rata bergerak ... 59
7. Analisis Normal Separation (NORMSEP) pada setiap penarikan contoh 60 8. Harga rata-rata ikan tembang dan biaya penangkapan rata-rata ... 62
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Pelabuhan perikanan pantai (PPP) Karangantu terletak di Kecamatan
Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten. Secara geografis pelabuhan ini terletak di
bagian utara Pulau Jawa pada posisi koordinat 06o 02‟ LS – 106o 09‟ BT. PPP Karangantu menjadi salah satu pelabuhan yang lama kelamaan tumbuh dan
berkembang menjadi pelabuhan yang besar dan menjadi bagian penting bagi
masyarakat setempat. Sebagai pusat kegiatan perikanan, produksi hasil laut di PPP
Karangantu yang berasal dari Teluk Banten dan sekitarnya menjadi kebutuhan
masyarakat khususnya wilayah Provinsi Banten.
Teluk Banten merupakan teluk di Provinsi Banten yang memiliki luas kurang
lebih 150 km2 dengan panjang garis pantai kurang lebih 22,5 km termasuk didalamnya ekosistem bawah laut seperti padang lamun dan terumbu karang.
Potensi sumberdaya ikan yang dimiliki meliputi ikan pelagis kecil, pelagis besar,
ikan karang dan ikan demersal. Teluk Banten merupakan daerah penangkapan
(fishing ground) bagi nelayan Karangantu khususnya bagi nelayan yang menangkap
ikan pelagis kecil. Hasil tangkapan dari Teluk Banten yang didaratkan di PPP
Karangantu didominasi oleh ikan-ikan pelagis kecil seperti selar, tembang, dan
layang. Salah satu sumberdaya ikan ekonomis penting yang terdapat di Teluk
Banten adalah ikan tembang (Sardinella fimbriata). Jumlah produksi yang terus naik dan permintaan akan kebutuhan ikan ini menyebabkan ikan tembang sebagai salah
satu target tangkapan yang banyak dicari oleh nelayan.
Sumberdaya ikan tembang tidak hanya sebagai pemenuhan kebutuhan gizi
semata, namun juga mampu mendorong kegiatan perekonomian yang berpengaruh
terhadap masayarakat Banten. Volume produksi yang selalu bertambah dari tahun ke
tahun, mendorong semua pelaku perikanan untuk mengeksploitasi sumberdaya ini
sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan keberlanjutan (sustainable) dari kegiatan tersebut. Dampak yang terjadi apabila kegiatan penangkapan terus dilanjutkan tanpa
penurunan hasil tangkapan dan stok sumberdaya ikan sehingga dapat mengubah
status stok suatu sumberdaya menjadi kondisi tangkap lebih (overfishing). Menurut Royce (1972), tingginya tekanan penangkapan dapat mengakibatkan penurunan
kelimpahan populasi dan penurunanan rata-rata ukuran ikan.
Agar stok suatu sumberdaya tetap lestari, maka perlu dilakukan pengelolaan
perikanan yang berkelanjutan dari semua aspek. Oleh karena itu setiap pengelolaan
perikanan harus dilaksanakan dengan hati-hati, bertanggung jawab, tidak melebihi
potensi lestari, tidak merusak lingkungan, dan harus memperhatikan segala
aspek-aspekn yang terkait.
1.2. Perumusan masalah
Pengelolaan perikanan yang berkelanjutan memfokuskan pada optimasi dan
efisiensi pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan tetap memperhatikan
kelestarian sumberdaya dan ekosistemnya. Meskipun sumberdaya perikanan
memiliki sifat terbarukan (renewable), namun harus dipertimbangkan tingkat pemanfaatannya agar tidak menimbulkan efek negatif baik sekarang maupun untuk
masa yang akan datang.
Kegiatan penangkapan ikan tembang di Teluk Banten selama ini
mengindikasikan bahwa telah terjadi overfishing dengan terjadinya penurunan ukuran ikan, jauhnya jarak penangkapan ikan, dan tingginya tekanan penangkapan.
Data produksi ikan tembang di Banten, khususnya di perairan utara Jawa
memperlihatkan penurunan dari tahun 2001 sampai 2005. Jumlah tangkapan ikan
tembang tahun 2001 sebesar 4.684 turun menjadi sebesar 1.962 pada tahun 2005.
Penurunan hasil tangkapan ini juga diiringi dengan tekanan upaya penangkapan
yang meningkat tiap tahunnya. Pada tahun 2001 alat tangkap bagan sebanyak 2.011
unit meningkat menjadi sebesar 3.041 unit pada tahun 2006 (www.dkp.go.id).
Upaya penangkapan yang terus meningkat tiap tahunnya, sehingga dapat
mempengaruhi hasil tangkapan ikan tembang yang diperoleh di Teluk Banten.
Tingginya kegiatan eksploitasi terhadap sumberdaya ikan dapat disebabkan
oleh kurangnya pemahaman tentang informasi potensi lestari dan musim
suatu sumberdaya dan tingkat pemanfaatannya serta dapat mengetahui musim
penangkapan yang baik sehingga dapat menjamin kelestarian suatu sumberdaya ikan
dengan baik. Oleh karena itu diperlukan studi pengelolaan sumberdaya ikan
tembang agar dapat melihat kondisi aktual untuk menjamin kelestarian sumberdaya
ikan, dan terhindar dari ancaman eksploitasi yang berlebihan dan tidak bertanggung
jawab.
1.3. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pola musim penangkapan dan
menduga produksi lestari ikan tembang dengan model bioekonomi.
1.4. Manfaat
Dari hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai
potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan tembang di Teluk Banten dan
dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pengelolaan perikanan
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sumberdaya ikan tembang 2.1.1. Klasifikasi dan deskripsi
Klasifikasi ikan tembang (Gambar 1) berdasarkan www.fishbase.org (2010)
adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Subkelas : Actinopterygii
Ordo : Clupeiformes
Famili : Clupeidae
Subfamili : Clupeinae
Genus : Sardinella
Spesies : Sardinella fimbriata, Valenciennes (1791)
Gambar 1. Ikan tembang (Sardinella fimbriata, Valenciennes 1791)
Ikan tembang (Sardinella fimbriata) memiliki bentuk badan yang memanjang dan pipih. Lengkung kepala bagian atas sampai di atas mata agak hampir halus, dari
besar daripada panjang kepala. Mata tertutup oleh kelopak mata. Awal dasar sirip
punggung sebelum pertengahan badan. Dasar sirip bubur sama panjang dengan
dasar sirip punggung. Kepala dan badan bagian atas hijau kebiruan, sedangkan
bagian bawah putih keperakan. Sirip-sirip berwarna keputihan. Sirip punggung
(dorsal) mempunyai 18 jari-jari lemah, sirip dada (pectoral) mempunyai 15 jari-jari
lemah, sirip dubur (anal) memiliki 18 jari-jari lemah dan sirip perut (ventral)
memiliki 8 jari-jari lemah, dan dapat mencapai ukuran 17 cm (Peristiwady 2006).
Tapis insang halus, berjumlah 60-80 pada busur insang pertama bagian bawah,dan
pemakan plankton. Beberapa dari jenis Sardinella ada yang hampir menyerupai satu sama lain, tapi ada yang mempunyai beberapa perbedaan morfologis, yang
menandakan bahwa ikan itu berbeda spesiesnya (Dwiponggo 1982).
2.1.2. Penyebaran dan tingkah laku
Ikan tembang adalah ikan permukaan (pelagic) yang hidup di perairan pantai dan bersifat bergerombol (schooling) pada area yang luas. Ikan ini sering disalah artikan sebagai spesies lain yaitu S. gibossa dan S. albella karena bentuknya yang sangat mirip. Ikan tembang biasanya hidup pada kisaran kedalaman 0-50 m. Panjang
tubuh ikan tembang mencapai 13 cm. Telur dan larva ikan tembang ditemukan di
sekitar perairan mangrove atau bakau (www.fishbase.org). Menurut Pradini (1998)
in Rosita (2007) ikan tembang seperti ikan clupeid lainnya memanfaatkan plankton sebagai makanannya. Menurut Robiyanto (2006) makanan utama ikan tembang di
Perairan Ujung Pangkah pada bulan Juli-Desember adalah Bacillariophyceae,
makanan pelengkap terdiri dari kelompok Crustaceae, serta makanan tambahan
berupa Ciliata dan Dinophyceae. Dari jenis makanan tersebut, maka ikan tembang
tergolong omnivora cenderung herbivora.
Menurut Hanson in Pratiwi (1991), faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran suatu jenis ikan di perairan diantaranya adalah kompetisi antar spesies
dan intra spesies, heterogenitas lingkungan fisik, reproduksi, ketersediaan makanan,
arus air dan angin. Effendie (1978) mengatakan bahwa ikan dikatakan sedang
mengadakan ruaya apabila bergerak secara relatif teratur dan berkelompok dari satu
di daerah tropik, persediaan untuk ruaya pengungsian bukan saja karena persediaan
dalam tubuhnya dengan kondisi yang baik, dapat pula tanpa persediaan seperti itu.
Terutama kalau keadaan perairan sekelilingnya berubah secara mendadak sehingga
tidak ada kesempatan untuk ikan mengadakan persiapan. Misalnya ada pollutant
yang mendadak. Demikian juga kalau di pantai yang terjadi angin ribut, maka ikan
itu akan berenang ke tengah untuk menghindarinya. Pergerakan ruaya ikan ke
daerah pemijahan mengandung tujuan penyesuaian dan peyakinan tempat yang
paling menguntungkan untuk perkembangan telur dan larva.
Ikan tembang penyebarannya meliputi perairan Indonesia menyebar ke utara
Taiwan, ke selatan sampai ujung utara Australia dan ke barat sampai Laut Merah.
Daerah penyebarannya di Indonesia meliputi Laut Jawa, Sulawesi Selatan, Selat
Malaka, dan Laut Arafura (www.dkp.go.id). Daerah penyebaran ikan tembang di
perairan Laut Indonesia dan sekitarnya dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Daerah penyebaran ikan tembang (Sardinella fimbriata) Sumber : http://www.fishbase.org/
2.2. Alat tangkap ikan tembang
Ikan tembang (S. fimbriata) ditangkap menggunakan alat tangkap bagan. Bagan adalah sejenis alat penangkapan ikan yang digunakan nelayan untuk
menangkap ikan pelagis kecil. Alat tangkap ini pertama kali diperkenalkan oleh
nelayan Bugis Makassar pada tahun 1950-an. Beberapa tahun kemudian bagan ini
tersebar dan terkenal di seluruh Perairan Indonesia. Dalam perkembangannya bagan
sedemikian rupa, sehingga sesuai daerah penangkapannya (Subani & Barus 1989).
Subani & Barus (1989) mengklasifikasikan bagan ke dalam jaring angkat (lift net), karena pengoperasiannya dilakukan dengan cara menurunkan dan mengangkat
jaring secara vertikal. Pengoperasian bagan menggunakan cahaya lampu sebagai
pemikat, sehingga ikan yang menjadi tujuan penangkapannya adalah ikan yang
bersifat fototaksis positif.
Dilihat dari bentuk dan cara pengoperasiannya, bagan dibagi menjadi tiga
macam, yaitu bagan tancap, bagan rakit, dan bagan perahu (Subani & Barus 1989).
Bagan tancap adalah bagan yang pengoperasiannya tidak dapat dipindah-pindahkan
atau sekali dipasang berarti berlaku untuk selama musim penangkapan ikan (Gambar
3). Bagan rakit adalah sejenis bagan yang menggunakan rakit bambu sebagai
pengapung, karena jenis bagan ini terapung, maka penggunaannya dapat dilakukan
berpindah-pindah dengan bantuan kapal penarik. Bagan perahu adalah sejenis bagan
yang menggunakan satu atau dua buah perahu dalam konstruksinya sebagai
pengapung. Pengoperasian bagan perahu dapat dipindah-pindahkan seperti halnya
bagan rakit.
2.3. Analisis Frekuensi Panjang
Analisis frekuensi panjang digunakan untuk menentukan kelompok ukuran
ikan yang didasarkan kepada anggapan bahwa frekuensi panjang individu dalam
suatu spesies dengan kelompok umur yang sama akan bervariasai mengikuti sebaran
normal (Effendie 1997). Pengkaijian stok ikan (fish stock assessment) pada intinya memerlukan data komposisi umur. Pada perairan beriklim sedang, data komposisi
umur biasanya dapat diperoleh melalui perhitungan terhadap lingkaran-lingkaran
tahunan pada bagian-bagian keras seperti sisik dan otolith. Lingkaran-lingkaran ini
dibentuk karena adanya fluktuasi yang kuat dalam berbagai kondisi lingkungan dari
musim panas ke musim dingin atau sebaliknya. Pada daerah tropis tidak terjadi
perubahan musim yang sangat mencolok, oleh karena itu penggunaan
lingkaran-lingkaran musiman untuk menentukan umur sangat sulit, bahkan hampir tidak
mungkin dilakukan. Sejumlah metode penentuan umur telah dikembangkan dengan
menggunakan sejumlah struktur yang lebih lembut dengan menggunakan
lingkaran-lingkaran harian untuk menghitung umur ikan dan jumlah hari. Namun, metode ini
memerlukan perlatan khusus yang relatif mahal dan tidak mungkin dapat
diaplikasikan di berbagai tempat. Beberapa metode numerik telah dikembangkan
yang memungkinkan dilakukannnya konversi atas data frekuensi panjang ke dalam
komposisi umur. Oleh karena itu, kompromi yang paling baik bagi pengkajian stok
spesies tropis adalah analisis sejumlah data frekuensi panjang. Data frekuensi
panjang yang dijadikan contoh dan dianalisa dengan benar dapat memperkirakan
parameter pertumbuhan yang digunakan dalam pendugaan stok spesies tunggal
(Pauly 1983 in Bingan 2009).
Umur ikan bisa ditentukan dari distribusi frekuensi panjang melalui analisis
kelompok umur karena panjang ikan dari umur yang sama cenderung membentuk
suatu distribusi normal. Kelompok umur bisa diketahui dengan mengelompokkan
ikan dalam kelas-kelas panjang dan menggunakan modus panjang kelas tersebut
untuk mewakili kelompok umur. Hasil identifikasi kelompok umur dapat digunakan
untuk menghitung pertumbuhan atau laju pertumbuhan (Busacker et al. 1990 in
2.4. Tangkapan per satuan upaya
Tangkapan per Satuan Upaya (TPSU) merupakan jumlah atau bobot hasil
tangkap yang diperoleh dari satuan alat tangkap atau dalam waktu tertentu, yang
merupakan indeks kelimpahan suatu stok ikan (UU No. 45 tahun 2009). TPSU
dipengaruhi oleh satuan waktu, besarnya stok, kegiatan penangkapan, dan kondisi
lingkungan di daerah penangkapan ikan. Apabila satuan waktu yang digunakan
adalah tahun, perubahan kondisi lingkungan perairan dalam satu tahun tertentu
memiliki kecenderungan pola yang sama pada tahun-tahun berikutnya (DKP DKI
Jakarta 2005 in Damayanti 2007).
Perhitungan tentang upaya penangkapan dan stok ikan memerlukan dukungan
dari riwayat pendaratan ikan yang dilakukan dari tahun ke tahun di suatu lokasi
pendaratan ikan. Jumlah tangkapan per tahun tidak akan menjadi informasi yang
penting tanpa adanya informasi tentang kecenderungan fluktuasi pendaratan dari
tahun ke tahun dalam kurun waktu yang cukup panjang. Pemantauan terhadap
perubahan nilai hasil tangkapan per unit upaya secara terus menerus dan menjaganya
tetap berada dalam keadaan yang aman masih merupakan cara yang biasa dipakai
dalam pengelolaan sumberdaya ikan (Murdiyanto 2004 in Taeran 2007).
2.5. Pola Musim Penangkapan
Dajan (1984) in Bahdad (2006) menjelaskan bahwa untuk dapat melakukan operasi penangkapan dengan efisien diperlukan adanya informasi yang tepat seperti
saat musim penangkapan yang baik. Informasi mengenai pola musim penangkapan
digunakan untuk menentukan waktu yang tepat dalam pelaksanaan operasi
penangkapan. Perhitungan operasi penangkapan menggunakan data hasil
penangkapan seperti halnya data lainnya yang bersifat musiman dapat dianalisa
dengan menggunakan pendekatan metode rata-rata bergerak (moving average). Metode rata-rata bergerak bertujuan untuk menghilangkan variasi musiman, residu,
dan adakalanya sebagian dari variasi siklus agar diperoleh trend yang bercampur
dengan siklus. Variasi musim adalah fluktuasi-fluktuasi di sekitar trend yang
berulang secara teratur tiap-tiap tahun, residu merupakan jenis fluktuasi yang
gerakan deret berkala secara rata-rata dan variasi siklus adalah variasi deret berkala
yang meliputi periode setahun lebih, dengan lama dan amplitude silus tidak pernah
sama. Nilai trend bercampur siklus ini akan digunakan sebagai pembagi deret
berkala asal untuk memperoleh data berkala yang bebas dari trend dan siklus.
Variasi musim murni diperoleh dengan cara merata-ratakan deret berkala yang bebas
dari trend dan siklus.
Keuntungan menggunaka metode rata-rata bergerak yaitu dapat mengisolasi
fluktuasi musiman sehingga dapat menentukan saat yang tepat untuk melakukan
operasi penangkapan dan dapat menghilangkan kecenderungan yang biasa dijumpai
pada metode deret waktu. Kerugian metode ini adalah tidak dapat menghitung pola
musim penangkapan sampai tahun terakhir data (Bahdad 2006).
2.6. Bioekonomi
Istilah bioekonomi diperkenalkan seorang ekonom dari Kanada, yaitu Scott
Gordon. Gordon pertama kali menggunakan pendekatan ekonomi untuk
menganalisis pengelolaan sumberdaya ikan yang optimal, dengan menggunakan
basis biologi yang sebelumnya diperkenalkan oleh Schaefer, seorang biolog,
sehingga kemudian dikenal dengan istilah pendekatan bioekonomi atau model
bioekonomi Gordon-Schaefer (GS).
Model bioekonomi Gordon-Schaefer dibangun dari model produksi surplus
yang telah dikembangkan sebelumnya oleh Graham (1935). Pada model produksi
surplus pertumbuhan populasi ikan diasumsikan mengikuti fungsi pertumbuhan
logistik dimana perubahan stok ikan tergantung dari pertumbuhan alamiah (r), stok ikan (x) dan daya dukung lingkungan (K).
Pendekatan bioekonomi Gordon-Schaefer merupakan pendekatan sederhana
dalam pengelolaan sumberdaya ikan yang bertujuan untuk melihat aspek ekonomi
dengan kendala aspek biologis sumberdaya ikan, yaitu berapa tingkat input (jumlah
kapal, GT, trip, dsb) yang harus dikendalikan untuk menghasilkan manfaat ekonomi
yang maksimum (Fauzi 2004).
menjadi nol ketika biaya total sama dengan penerimaan total. Daerah di bawah
kurva penerimaan total dan di atas kurva biaya total menggambarkan rente ekonomi,
yang mana akan maksimal pada kondisi Maximum Economic Yield (MEY) dan berkaitan dengan tingkat upaya MEY, dimana perbedaan antara kurva penerimaan
total dan biaya total paling besar. Posisi kurva biaya total adalah tergantung dari
perubahan tingkat MEY dan open access (Seijo et al. 1998 in Hasanuddin 2005).
2.7. Pengelolaan perikanan
Pengelolaan perikanan adalah proses yang terintegrasi dalam pengumpulan
informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi
sumberdaya dan implementasi dari aturan-aturan main di bidang ikan dalam rangka
menjamin kelangsungan produktivitas sumber, dan pencapaian tujuan perikanan
lainnya (Fao 1997 in Widodo & Suandi 2006).
Pada prinsipnya pengelolaan perikanan dimaksudkan untuk mengatur
intensitas penangkapan agar diperoleh hasil tangkapan yang optimal dari berbagai
aspek. Langkah-langkah yang berkaitan dengan pengelolaan perikanan mencakup
kegiatan (1) mengumpulkan data dasar mengenai biologi, ekonomi, atau sosial
tentang perikanan, (2) mentransfer berbagai data tersebut ke dalam bentuk informasi
yang berguna untuk pembuatan berbagai keputusan pengelolaan dan akhirnya (3)
menetapkan, melaksanakan dan memantau pelaksanaan keputusan pengelolaan
tersebut (Widodo & Suadi 2006).
Menurut Widodo & Suadi (2006), secara umum, tujuan pengelolaan perikanan
dapat dibagi menjadi empat kelompok yaitu biologi, ekologi, ekonomi, dan sosial,
dimana tujuan sosial mencakup tujuan politik dan budaya. Beberapa contoh yang
termasuk dalam setiap kelompok tujuan meliputi :
1. Menjaga spesies target berada di tingkat atau di atas tingkat yang diperlukan
untuk menjamin produktivitas yang berkelanjutan
2. Meminimalkan berbagai dampak penangkapan atas lingkungan fisik dan atas
non-target (hasil tangkapan sampingan, bycatch):
3. Memaksimumkan pendapatan bersih bagi nelayan yang terlibat dalam
4. Memaksimumkan kesempatan kerja bagi mereka yang tergantug pada
perikanan bagi kelangsungan kehidupan mereka (tujuan sosial).
Rifai et al. (1983) menyatakan bahwa untuk mencegah kondisi lebih-tangkap, perlu mengadakan pembatasan serta peraturan-peraturan penangkapan baik
yang bersifat umum maupun yang khusus untuk suatu daerah penangkapan seperti
hal-hal berikut : (1) membatasi efektivitas setiap unit alat penangkapan, (2)
membatasi jumlah unit alat penangkap ikan yang diizinkan untuk beroperasi, (3)
membatasi jumlah total ikan yang dapat ditangkap, (4) membatasi atau
memodifikasi alat penangkap ikan yang digunakan untuk mengurangi hasil
tangkapan ukuran atau kelompok ikan tertentu yang ingin dilindungi, (5) menutup
suatu daerah penangkapan ikan tertentu, (6) membatasi penangkapan ikan pada
musim-musim tertentu, (7) membatasi jumlah, ukuran , dan kondisi ikan yang dapat
3. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangantu yang
terletak di Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten. Penelitian
dilakasanakan dari bulan Agustus sampai dengan September 2010. Pengumpulan
data baik data primer maupun sekunder dilakukan dengan interval waktu 10 hari
berupa pengambilan contoh ikan tembang yang ditangkap di Teluk Banten (Gambar
4) dan wawancara terhadap nelayan yang melakukan pendaratan ikan tembang di
PPP Karangantu.
Gambar 4. Peta daerah penangkapan ikan tembang di Teluk Banten
3.2. Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain penggaris 30
cm dengan ketelitian 0,1 cm, alat tulis, dan kamera digital. Bahan yang digunakan
antara lain data sheet, formulir kuesioner, dan dokumen-dokumen yang mendukung penelitian.
3.3. Pengumpulan data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Untuk metode yang dipakai adalah metode survei berupa pengamatan
langsung di lapangan. Pengumpulan data primer dilaksanakan dengan pengambilan
contoh ikan dan wawancara dengan nelayan berdasarkan kuesioner. Wawancara
dengan nelayan dilakukan setiap sepuluh hari dari bulan Agustus hingga September
2010. Pengambilan ikan contoh juga dilakukan sebanyak dua kali dengan interval
waktu sepuluh hari. Ikan contoh yang didapat berasal dari satu nelayan yang
menggunakan alat tangkap bagan, yang melakukan operasi penangkapan di daerah
Teluk Banten dan mendaratkan hasil tangkapannya di Pelabuhan Perikanan Pantai
(PPP) Karangantu. Ikan contoh kemudian diukur panjang dan beratnya. Panjang
ikan yang diukur adalah panjang total yaitu panjang ikan dari ujung mulut sampai
dengan ujung sirip ekor. Pengambilan contoh ikan tembang dapat disajikan pada
Gambar 5.
Gambar 5. Skema pengambilan contoh
Ikan tembang yang diambil berasal dari perahu yang membawa hasil
tangkapan dari alat tangkap bagan. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan,
daerah penangkapan ikan tembang berada di sekitar Teluk Banten yang meliputi
Pulau Panjang, Pulau Mujan, dan Pulau Mujan Besar (Gambar 3). Banyaknya
jumlah perahu yang mendarat di pelabuhan tergantung dari kondisi terang bulan.
Pada keadaan terang bulan umumnya jumlah ikan cenderung sedikit sehingga sedikit
dari nelayan yang menangkap ikan. Jumlah contoh ikan yang diambil berasal dari
tiga perahu dari empat sampai tujuh perahu selama penelitian. Setelah itu dari
keranjang pada masing-masing perahu diambil ikan tembang kurang lebih 100 ekor.
Penarikan contoh ikan tembang menggunakan metode penarikan contoh acak
sederhana.
Data sekunder diperoleh dari instansi terkait di PPP Karangantu berupa
kondisi umum pelabuhan, jumlah produksi ikan tembang bulanan, dan upaya
penangkapan (jumlah trip) yang beroperasi. Selain itu data sekunder yang digunakan
adalah data panjang ikan pada bulan Maret 2010 yang didapat dari penelitian
sebelumnya (Cressidanto 2010). Untuk jumlah produksi dan upaya penangkapan
ikan tembang berupa data sekunder yang berasal dari tahun 2000 hingga 2009.
Wawancara dengan nelayan dilakukan dengan tujuan mengetahui informasi tentang
jumlah tangkapan, musim penangkapan, jumlah nelayan (ABK), alat penangkapan
yang digunakan, biaya operasi penangkapan, harga ikan tembang, dan lokasi atau
daerah penangkapan ikan tembang di Teluk Banten. Metode yang digunakan dalam
pengambilan contoh responden ialah metode purposive sampling yaitu pemilihan responden dengan sengaja berdasarkan anggota populasi. Sulistyo & Basuki (2006)
menyataka bahwa metode pengambilan contoh secara purposive (purposive
sampling) adalah penarikan contoh yang dilakukan berdasarkan kriteria yang
ditentukan oleh peneliti. Kriteria-kriteria yang digunakan dalam memilih responden
meliputi : nahkoda atau ABK yang memiliki kapal motor yang berukuran kurang
dari 5 GT, melakukan operasi penangkapan di daerah Teluk Banten, dan
menggunakan alat tangkap bagan yang menangkap ikan tembang.
3.4. Analisis data
3.4.1. Sebaran frekuensi panjang
Sebaran frekuensi panjang merupakan distribusi ukuran panjang yang terdapat
pada kelompok panjang tertentu. Sebaran frekuensi panjang ikan tembang
didapatkan dengan menentukan selang kelas, nilai tengah, dan frekuensi dalam
setiap kelompok panjang. Tahap-tahap dalam menganalisis sebaran frekuensi
1) Menentukan nilai maksimum dan minimum dari seluruh data panjang total
ikan tembang.
2) Menetapkan jumlah kelas dan intervalnya yang dilihat dari hasil pengamatan
sebaran frekuensi panjang pada setiap selang kelas panjang ikan.
3) Menentukan limit bawah kelas bagi selang kelas pertama dan limit atas kelas
yang didapat dengan cara menambahakan lebar kelas pada limit bawah kelas.
4) Mendaftarkan semua limit kelas untuk setiap selang kelas.
5) Menentukan nilai tengah kelas bagi masing-masing kelas dengan cara
merata-ratakan limit kelas.
6) Menentukan frekuensi bagi masing-masing kelas.
Sebaran frekuensi panjang yang telah ditetapkan dalam masing-masing
kelasnya kemudian diplotkan ke dalam sebuah grafik untuk melihat jumlah
distribusi normalnya. Dari grafik tersebut akan terlihat jumlah puncak yang
menggambarkan jumlah kelompok umur (kohort) dan dapat terlihat juga pergeseran
distribusi kelas panjang. Pergeseran tersebut menggambarkan jumlah kelompok
umur yang ada. Apabila terjadi pergeseran modus sebaran frekuensi panjang berarti
terdapat lebih dari satu kohort. Bila terdapat lebih dari satu kohort, maka dilakukan
pemisahan distribusi normal. Spare dan Venema (1999) mengatakan bahwa metode
yang dapat digunakan untuk memisahkan distribusi komposit ke dalam distribusi
normal adalah metode Bhattacharya (1967) in Spare dan Venema (1999) dengan bantuan software program FISAT II.
3.4.2. Identifikasi kelompok ukuran
Pendugaan kelompok ukuran dilakukan dengan menganalisis frekuensi
panjang ikan tembang. Data frekuensi panjang dianalisis dengan menggunakan salah
satu metode yang terdapat di dalam program FISAT II (FAO-ICLARM Stok
Assessment Tool) yaitu metode NORMSEP (Normal Separation). Sebaran frekuensi
panjang dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok umur yang diasumsikan
menyebar normal, masing-masing dicirikan oleh rata-rata panjang dan simpangan
Menurut Boer (1996) jika fi adalah frekuensi ikan dalam kelas panjang ke-i
(i=1,2,…N), µj adalah rata-rata panjang kelompok umur ke-j, σj adalah simpangan
baku panjang kelompok umur ke-j dan pj adalah proporsi ikan dalam kelompok
umur ke-j (j=1,2,…,G) maka fungsi objektif yang digunakan untuk menduga {μj, σj, pj } adalah fungsi kemungkinan maksimum (maximum likelihood function) :
yang merupakan fungsi kepekatan sebaran normal dengan
nilai tengah µjdan simpangan baku σj. xi adalah titik tengah kelas panjang ke-i. Nilai
dugaan ditentukan dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing terhadap
μj, σj, dan pj sehingga diperoleh dugaan μj, σj, dan pj yang akan digunakan untuk
menduga parameter pertumbuhan.
3.4.3. Tangkapan per satuan upaya
Data tangkapan dan upaya ikan tembang dapat dikaji dengan menghitung nilai
hasil tangkapan per upaya penangkapan, yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
TPSU adalah jumlah tangkapan per satuan upaya, T adalah jumlah tangkapan
tahunan ikan tembang (ton) dan U adalah jumlah upaya tahunan ikan tembang.
Selanjutnya TPSU ini disajikan dalam bentuk grafik baik bulanan maupun tahunan.
Hasil tangkapan ikan tembang disajikan dalam satuan ton, sedangkan data upaya
penangkapan (effort) yaitu alat tangkap bagan disajikan dalam satuan trip.
3.4.4. Analisis pola musim penangkapan ikan
Pola musim penangkapan dianalisis dengan menggunakan pendekatan metode
rata-rata bergerak (moving average) seperti yang dikemukakan oleh Dajan (1986) in
a) Menyusun deret TPSUi bulan Januari 2001 hingga Desember 2009
Keterangan :
i : 1, 2 , 3, …, 108 ni : TPSU urutan ke-i
b) Menyusun rata-rata bergerak TPSU selama 12 bulan (RG)
Keterangan :
RGi : Rata-rata bergerak 12 bulan urutan ke-i
TPSUi : CPUE urutan ke-i
i : 1, 2 , 3,…, 108 j : 7, 8, 9, …, 103
c) Menyusun rata-rata bergerak TPSU terpusat (RGP)
Keterangan :
RGPi : Rata-rata bergerak TPSU terpusat ke-i
RGi : Rata-rata bergerak 12 bulan urutan ke-i
i : 1, 2, 3, …, 108 j : 1, 2, 3, …, 103
d) Rasio rata-rata bulan (Rb)
Keterangan :
TPSUi : TPSU urutan ke-i
i : 1, 2, 3, …, 103
e) Menyusun nilai rata-rata dalam suatu matrik berukuran i x j yang disusun
untuk setiap bulannya, dimulai dari bulan Juni sampai Juli. Kemudian menghitung
nilai total rasio rata-rata tiap bulan, menghitung total rasio rata-rata secara
keseluruhan, dan menghitung indeks musim penangkapan.
1) Rasio rata-rata untuk bulan ke-i (RRBi)
Keterangan :
RRBi : Rata-rata Rbij untuk bulan ke-i
RBij : Rasio rata-rata bulanan dalam matriks ukuran i x j
i : 1, 2, …, 12
j : 1, 2, …, n
2) Jumlah rasio rata-rata bulanan (JRRB)
Keterangan :
JRRB : Jumlah rasio rata-rata bulan RRBi : Rata-rata Rbijuntuk bulan ke-i
i : 1, 2, …, 12
3) Menghitung faktor koreksi :
Keterangan :
FK : Nilai faktor koreksi
JRRB : Jumlah rasio rata-rata bulanan
4) Indeks musim penangkapan
Keterangan :
IMPi : Indeks musim penangkapan bulan ke-i
RBBi : Rasio rata-rata untuk bulanan ke-i
Kriteria Indeks Musim Penangkapan (IMP) :
IMP < 50 % : Musim paceklik
50 % < IMP < 100 % : Bukan musim penangkapan IMP > 100 % : Musim penangkapan
3.4.5. Bioekonomi
Pada prinsipnya kelestarian sumberdaya akan terjamin jika jumlah (volume)
ikan yang ditangkap sama dengan jumlah ikan akibat pertumbuhan populasi. Konsep
ini kemudian berkembang menjadi model pengelolaan perikanan tangkap yang
disebut sebagai model surplus produksi. Di dalam kajian ini model produksi yang
akan digunakan adalah model Schaefer. Jika volume (biomas) ikan di laut
dinotasikan sebagai X, penambahan biomas ikan dinotasikan sebagai G dan hasil
tangkapan ikan dinotasikan sebagai Y maka pertumbuhan biomas ikan di laut dapat
dirumuskan sebagai berikut (Susilo 2009) :
(13)
(14)
r adalah tingkat pertumbuhan intrinsik populasi, K adalah daya dukung lingkungan untuk menampung besarnya biomas ikan. Di dalam pengelolaan
sumberdaya ikan yang berkelanjutan disyaratkan agar hasil yang ditangkap sama
dengan hasil pertumbuhan. Kondisi ini disebut kondisi keseimbangan (equilibrium) atau kondisi keberlanjutan (sustainable). Kondisi ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
(15)
Untuk memudahkan pengelolaan maka unit biomas (X) dapat dirubah menjadi unit upaya penangkapan atau effort (f). Hubungan antara X dengan f dapat dirumuskan sebagai Y =qXf (Gulland 1983 in Susilo 2009), sehingga:
(16)
dan,
q adalah peluang tertangkapnya ikan (catchability). Berdasarkan persamaan (17) diatas persamaan (15) dapat diubah menjadi:
(18)
Mengingat q, r, dan K relatif konstan (Clark 1985 in Susilo 2009), persamaan (18) dapat disederhanakan menjadi:
b0dan b1konstanta (koefisien regresi). MSY dicapai pada saat dY/df = 0
Koefisien regresi b0 dan b1dihitung dengan meregresikan data Catch Per Unit
of Effort/ CPUE (Y/f) dengan effort (f):
(19)
Model tersebut memang memiliki kelemahan secara metodologis mengingat
bahwa independentvariable ada di sebelah kanan maupun kiri pada persamaan (18) di atas. Oleh karena itu seorang ahli bioekonomi (Scot Gordon) menambahkan
muatan ekonomi pada model tersebut. Menurutnya pengelolaan sumberdaya ikan
harus dapat memberikan manfaat ekonomi (rente) bagi nelayan. Rente tersebut (π)
adalah selisih antara penerimaan dan biaya upaya yang dikeluarkan. Jika total
penerimaan (TR) adalah perkalian hasil produksi (Y) dengan harga jual ikan (p) dan total biaya (TC) perkalian antara jumlah upaya (f) dikalikan biaya per upaya (c) maka rente tersebut dapat dirumuskan sebagai :
(20)
Tujuan pengelolaan perikanan laut (tangkap) menurut Gordon tersebut
dikenal juga sebagai maximum economical yield (MEY). Model ini kemudian dikenal sebagai model bioekonomi Gordon-Schaefer. Dengan menggunakan model
Gordon- Schaefer ini selain MSY dapat ditentukan pula titik keseimbangan MEY
dan titik keseimbangan open access .Keuntungan maksimum (πmax) dapat dicapai
pada saat :
(21)
(22)
(23)
Nilai upaya penangkapan yang bertepatan dengan keseimbangan open access
(foa) dapat dicari melalui rumus:
(24)
sehingga open access equilibrium yield (OAY) adalah:
(25)
Parameter pertumbuhan stok ikan seperti q, r, dan K dapat diduga melalui beberapa metode diantaranya Metode Uhler ( Uhler 1979 in Susilo 2009):
(26)
Ut+1 adalah CPUE tahun ke-(t+1), Ut adalah CPUE tahun ke-t dan ft adalah upaya
penangkapan tahun ke-t. Metode lain adalah metode Hilborn dan Walters (Adam et al. 2006 in Susilo 2009) :
(27)
(28)
r, q, K adalah parameter pertumbuhan biomas (populasi) ikan. Metode-metode di
atas dapat disederhanakan menjadi bentuk regresi berganda sebagai :
(29)
b0, b1, dan b2 adalah koefisien regresi, Y adalah peubah tidak bebas yang sesuai
dengan persamaan (28) yaitu ln Ut+1, dan X1 dan X2 adalah peubah bebas yang
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Kondisi umum perairan Teluk Banten
Teluk Banten terletak di utara Pulau Jawa, sekitar 175 km ke arah Barat Laut
dari Jakarta. Teluk dibatasi oleh Tanjung Pontang di sebelah timur dan Tanjung
Piatu di sebelah Barat. Teluk Banten mempunyai luas sekitar 150 km2 dengan kedalaman tidak lebih dari 10 m dan mempunyai 10 buah pulau dan beberapa
gosong karang serta sungai-sungai yang airnya masuk ke dalam teluk. Beberapa
sungai yang bermuara di Teluk Banten, antara lain delapan sungai kecil yaitu Sungai
Baharaya, Sungai Cimaung, Sungai Bojonegoro, Sungai wadas, Sungai baros,
Sungai Pelabuhan, Sungai Banten, dan Sungai Domas. Tiga sungai lainnya yang
termasuk sungai besar yaitu Sungai Kemayangan, Sungai Soge, dan Sungai Ciujung
(Erina 2006).
Perairan pantai laut Teluk Banten dengan panjang 83 km, terbentang dari barat
sampai timur yaitu dari Kecamatan Pulo Ampel berbatasan dengan PLTU Suralaya
sampai dengan Kecamatan Tanara. Untuk wilayah pantai barat sepanjang 27 km
diperuntukkan kegiatan pariwisata dan 16,62 km diperuntukkan untuk kegiatan
industri kimia dan industri rancang bangun, sedangkan pantai timur sepanjang 39
km untuk perikanan dan pertanian serta penambangan pasir laut lepas (Erina 2006).
Berbagai industri tersebut berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan akibat pembuangan air limbah ke perairan Teluk Banten dan
diperkirakan menjadi potensi meningkatnya pencemaran lingkungan sekitarnya.
Suhu air laut di perairan Teluk Banten berkisar antara 26,90C-310C (Manulu 2003). Kadar oksigen terlarut (DO) yang berkisar antara 2,42-5,48 mg/l. Salinitas
perairan berkisar dari 28-30,7‰. Kecepatan arus di perairan Teluk Banten termasuk
dalam kategori sangat lambat yaitu berkisar 0,045-0,061 m/dt (Erina 2006).
Pemanfaatan ruang di laut oleh masyarakat nelayan di sekitar perairan Teluk
melalui jaring terapung, bagan tancap dan terapung serta budidaya rumput laut serta
penambangan pasir laut lepas pantai di wilayah laut bagian timur (Erina 2006).
Pola angin di perairan Teluk Banten sebagaimana terjadi di Indonesia
dipengaruhi oleh angin muson (musim). Menurut Nontji (2007), pola angin yang
sangat berperan di Indonesia adalah angin musim (monsoon). Angin musim bertiup
secara mantap ke arah tertentu pada suatu periode sedangkan pada periode lainnya
angin bertiup secara mantap pula dengan arah yang berlainan. Angin musim
membawa pengaruh pula pada curah hujan. Lebih lanjut Nontji (2007) mengatakan
bahwa perairan Laut Jawa memperlihatkan satu puncak musim hujan dalam setahun.
4.1.2. Hasil tangkapan (catch)
Hasil tangkapan ikan di Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu berupa
sumberdaya ikan dan non ikan. Pada umumnya hasil tangkapan utama di PPP
Karangantu didominasi oleh sumberdaya pelagis kecil dimana daerah penangkapan
dari nelayan setempat adalah perairan yang tidak jauh dari pelabuhan Karangantu.
Nelayan di PPP Karangantu menggunakan alat tangkap yang beragam sehingga hasil
tangkapan yang didapatpun jenisnya cukup banyak. Hasil tangkapan utama yaitu
ikan peperek, tembang, cumi, teri, kuniran, kembung, dan selar. Komposisi hasil
tangkapan ikan di PPP Karangantu di tahun 2009 disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Komposisi ikan hasil tangkapan nelayan di PPP Karangantu Sumber : Ditjen-Tangkap (DKP 2009)
Ikan hasil tangkapan di PPP Karangantu pada umumnya berasal dari Teluk
Banten, hal ini dikarenakan nelayan setempat umumnya menangkap ikan dengan
kapal motor dengan kekuatan 5 – 10 GT. Alat tangkap utama yang dipakai nelayan
tradisional biasanya berupa bagan, gillnet, pancing, dan dogol. Kapal penangkap ikan di PPP Karangantu terbuat dari kayu dan menggunakan motor tempel ataupun
kapal motor. Ikan tembang di PPP Karangantu ditangkap menggunakan alat tangkap
bagan. Alat tangkap bagan menghasilkan tangkapan yang umumnya adalah
sumberdaya pelagis kecil. Hasil tangkapan alat tangkap bagan yang utama adalah
ikan peperek, teri, tembang, dan kembung. Komposisi hasil tangkapan dengan alat
tangkap bagan di tahun 2009 disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Komposisi hasil tangkapan bagan tancap Sumber : Ditjen-Tangkap (DKP 2009)
Hasil tangkapan atau produksi tahunan ikan tembang berasal dari data
sekunder yang didapat dari bagian statistik PPP Karangantu dari tahun 2001 sampai
2009 dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Hasil tangkapan ikan tembang tahun 2001 - 2009
Teri
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Jumlah tangkapan ikan tembang pada sembilan tahun terakhir (2001 – 2009)
menunjukkan fluktuasi pada setiap tahun. Tangkapan tertinggi berada pada tahun
2008 dengan jumlah 337,99 ton dan tangkapan terendah berada padan tahun 2003
senilai 68,38 ton. Apabila dilihat dari seluruh tahun, produksi ikan tembang
cenderung mengalami peningkatan, walaupun di tahun 2002, 2003, dan 2009
produksi mengalami penurunan.
4.1.3. Upaya penangkapan (effort)
Upaya penangkapan (effort) ikan tembang didapat dari data sekunder yang diperoleh pada bagian statistik PPP Karangantu yaitu data jumlah trip alat tangkap
bagan tancap dari tahun 2001-2009 (Gambar 9).
Gambar 9. Upaya penangkapan ikan tembang tahunan (2001 - 2009)
Dari Gambar 9, dapat dilihat bahwa upaya penangkapan ikan tembang selama
tahun 2001 sampai 2009 cukup berfluktuasi. Jumlah trip terbanyak terdapat pada
tahun 2009 sebanyak 3.992 trip dan jumlah trip terendah terdapat pada tahun 2006
sebesar 1.106 trip.
4.1.4. Tangkapan per satuan upaya
Tangkapan per satuan upaya (TPSU) diperoleh dengan cara membagi hasil
tangkapan ikan tembang dengan upaya penangkapannya. Hasil tangkapan disajikan
dalam jumlah ton sedangkan upaya penangkapan dalam jumlah trip. Grafik TPSU
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
ikan tembang bulanan dari tahun 2001 sampai 2009 disajikan pada Gambar 10 dan
data TPSU ikan tembang dapat dilihat pada Lampiran 4.
Gambar 10. Tangkapan per satuan upaya ikan tembang pada tiap tahun
Dari Gambar 10, dapat dilihat bahwa nilai TPSU tertinggi berada pada bulan
Januari di tahun 2009 dengan nilai 0,45 ton per tahun, sedangkan nilai TPSU
terendah berada pada bulan Mei 2003 dengan nilai 0,0043 ton per tahun. Nilai TPSU
tahunan menggambarkan fluktuasi nilai dari tahun 2001 sampai 2009. Nilai terendah
berada pada tahun 2003, sedangkan nilai tertinggi berada pada tahun 2006. TPSU
yang cenderung berfluktuasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti
kelimpahan dan perubahan lingkungan.
4.1.5. Sebaran ukuran panjang
Jumlah panjang ikan tembang yang diamati adalah sebanyak 625 ekor dengan
selang kelas terkecil 65-66 mm dan terbesar 171-172 mm. Pengambilan contoh
dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada tanggal 22 September dan 30 September
2010, sedangkan waktu pengambilan contoh sebelumnya merupakan data sekunder
yang diperoleh dari penelitian Cressidanto (2010) dengan tempat dan cara
pengambilan contoh yang sama. Pada pengambilan contoh yang pertama (13 Maret
2010) jumlah ikan tembang yang diamati sebanyak 315 ekor, pengambilan contoh
kedua (21 Maret 2010) sebanyak 129 ekor, pengambilan contoh ketiga (22
September 2010) sebanyak 117 ekor, dan pengambilan contoh keempat (30
September 2010) sebanyak 110 ekor.
Pemisahan kelompok ukuran ikan tembang menggunakan metode
Bhattacharya dengan menggunakan indeks separasi. Menurut Hasselblad (1969),
McNew & Summerflat (1978), dan Clark (1981) in Sparre dan Venema (1999), jika nilai I<2 maka pemisahan kelompok ukuran tidak mungkin dilakukan karena akan
terjadi tumpang tindih yang besar antar kelompok ukuran ikan. Berdasarkan hasil
pemisahan kelompok ukuran, pada penarikan contoh 13 Maret 2010 diperoleh
indeks separasi antar kelompok ukuran 3,83 dan 4,68 dan 21 Maret 2010 nilai
indeks separasi diperoleh 3,57 dan 4,92 (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa hasil
pemisahan kelompok antar ukuran dapat diterima dan digunakan pada analisia
Tabel 1. Indeks separasi dan jumlah populasi
Hasil pemisahan kelompok ukuran ikan pada bulan Maret 2010 menunjukkan
bahwa ikan contoh terdiri dari tiga kelompok ukuran. Pergeseran selang ukuran
panjang ikan tembang yang tertangkap ke selang ukuran yang lebih besar dapat
dijadikan indikasi bahwa terdapat pertumbuhan pada interval waktu tersebut. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa adanya pergeseran selang ukuran panjang ikan ke
selang ukuran panjang yang lebih besar pada bulan Maret (Gambar 11). Perubahan
yang bergeser ke arah kanan diindikasikan bahwa adanya pertumbuhan selama
interval waktu pengamatan yaitu 8 hari. Hal ini dapat dilihat dengan adanya
perubahan nilai tengah rata-rata dari masing-masing kelas ukuran yang diperoleh
dari pemisahan kelompok dengan menggunakan metode Normal Separation
(NORMSEP) pada program FISAT II. Pergeseran sebaran ukuran panjang ikan pada
kelas ukuran pertama yaitu dari panjang 71,34-87,75 mm; kelompok ukuran kedua
dari 89,09-100,99 mm; dan kelompok ukuran ketiga memiliki nilai tengah
Gambar 11. Pergeseran nilai rata-rata panjang pada bulan Maret 2010
Pada penarikan contoh 22 September 2010 diperoleh indeks separasi antar
kelompok ukuran 3,24 dan 2,70 dan 30 September 2010 nilai indeks separasi
diperoleh 3,03 dan 4,09, sehingga pemisahan kelompok antar ukuran dapat
digunakan pada analisia berikutnya. Selain itu, terdapat pula pergeseran selang
ukuran panjang ikan kea rah kanan (Gambar 12). Pergeseran sebaran ukuran panjang
ikan pada kelas ukuran pertama yaitu dari panjang 104,70-113,32 mm; kelompok
ukuran kedua dari 127,85-135,53 mm; dan kelompok ukuran ketiga memiliki nilai
tengah 146,87-151,71 mm.
Apabila dilihat pergeseran nilai dari penarikan contoh bulan Maret pada
kelompok umur pertama dengan kelompok ukuran kedua pada bulan September
maka dapat dilihat perbandingan nilai pergeserannya masing-masing yaitu 8,63 dan
11,9. Hal ini menunjukkan bahwa laju pertumbuhan panjang kelompok umur pada
bulan September masih mengikuti pola laju pertumbuhan panjang kelompok umur
tertentu pada bulan Maret karena nilai tengah rata-rata yang tidak terpaut jauh.
Berdasarkan pola pergeseran nilai kelompok umur yang sama tersebut maka
parameter pertumbuhan ikan tembang di Teluk Banten dapat mengacu pada hasil
penelitian sebelumnya pada bulan Maret (Cressidanto 2010), yaitu panjang infiniti
senilai 183,22 mm dan koefisien pertumbuhan (K) senilai 0,59 per tahun.
4.1.6. Pola musim penangkapan
Analisis pola musim penangkapan ikan tembang di Teluk Banten
menggunakan metode rata-rata bergerak (moving average) dengan menghitung nilai Indeks Musim Penangkapan (IMP) pada setiap bulannya. Hasil perhitungan pola
musim penangkapan ikan tembang dapat dilihat pada Lampiran 5. Pergerakan nilai
IMP ikan tembang dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Nilai rata-rata indeks musim penangkapan ikan tembang
Indeks musim penangkapan ikan tembang menggambarkan keadaan musim
penangkapan ikan tembang di Teluk Banten selama periode tahun 2001 sampai
2009. Berdasarkan Gambar 13, pergerakan nilai IMP ikan tembang mengalami
penurunan dari bulan Januari sampai bulan Maret. Pada bulan Juli hingga Desember
nilai IMP cenderung stabil atau tidak terlalu mengalami peningkatan atau
penurunan. Nilai IMP tertinggi terdapat pada bulan April senilai 113,82 %
sedangkan nilai IMP terendah terdapat pada bulan Maret senilai 80,09 %.
4.1.7. Bioekonomi
Produksi lestari merupakan hubungan antara hasil tangkapan dengan upaya
penangkapan dalam bentuk kuadratik dimana tingkat effort maupun hasil tangkapan yang diperoleh tidak akan mengancam kelestarian suatu sumberdaya perikanan.
Produksi lestari yang dikaji dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu produksi
lestari maksimum (MSY) dan produksi lestari secara ekonomi (MEY). Pada estimasi
produksi lestari MSY hanya digunakan parameter biologi saja, sedangkan pada
estimasi MEY tidak hanya menggunakan parameter biologi namun juga parameter
ekonomi. Beberapa parameter biologi yang dipakai dalam analisis MSY adalah r, q, K, sedangkan parameter ekonomi yang dipakai dalam analisis MEY adalah p dan c. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dengan menggunakan alogaritma Fox,
didapat beberapa parameter biologi dan ekonomi sebagai berikut (Tabel 2).
Tabel 2. Hasil estimasi parameter biologi dan ekonomi
Parameter Nilai
Koefisien kemampuan alat tangkap (q) (ton per trip) 0,0009 Daya dukung perairan (K) (ton per tahun) 234,48
Harga (p) (Rp per kg) 3,25
Biaya (c) (Rp per trip) 270.833
Dari Tabel 3, dapat dilihat bahwa koefisien kemampuan alat tangkap ikan
tembang yaitu bagan memiliki nilai 0,0009 ton per trip. Daya dukung perairan (K)
sebesar 234,48 ton per tahun. Harga ikan tembang per kg didapat Rp 3,250 dan
biaya penangkapannya sebesar 270,833 Rp per trip. Dari parameter biologi dan
ekonomi diatas, maka dapat ditentukan jumlah produksi lestari pada berbagai
Tabel 3. Hasil perhitungan bioekonomi ikan tembang dalam berbagai rezim keuntungan ekonomi dari ketiga rezim memiliki nilai yang berbeda-beda, sedangkan
kondisi aktual menggambarkan kondisi yang terjadi pada saat ini, yaitu data hasil
tangkapan dan upaya penangkapan tahun 2007, 2008, dan 2009. Hal ini tentunya
memberikan keuntungan dan kelebihan dari ketiga rezim tersebut. Kondisi
pengelolaan perikanan dalam tiga rezim dalam bentuk kurva dapat dilihat pada
Gambar 14.
Gambar 14. Kondisi berbagai rezim pengelolaan perikanan ikan tembang
Dari Gambar 14, dapat dilihat bahwa untuk nilai effort terbesar terdapat pada rezim pengelolaan open acess, sedangkan batas produksi lestari terbesar terdapat pada rezim MSY. Sementara untuk nilai rente ekonomi, rezim MEY memiliki nilai
yang paling besar di antara semua rezim pengelolaan, berbeda dengan rezim open
access dimana nilai rente ekonomi adalah nol atau tidak ada.
4.2. Pembahasan 4.2.1. Hasil tangkapan
Pelabuhan perikanan pantai Karangantu merupakan pelabuhan perikanan yang
setiap hari memproduksi bermacam jenis ikan yang berasal dari Teluk Banten.
Sumberdaya ikan yang berasal dari Teluk Banten meliputi ikan-ikan pelagis kecil,
besar, ikan karang, cumi-cumi, udang, dan rajungan. Akan tetapi, hasil tangkapan
dominan di pelabuhan ini didominasi oleh ikan pelagis kecil seperti teri, tembang,
dan peperek.
Produksi tahunan ikan tembang di PPP Karangantu menunjukkan fluktuasi di
setiap tahunnya yang ditangkap menggunakan alat tangkap bagan. Berdasarkan
Gambar 6, terdapat penurunan hasil tangkapan dari tahun 2001 sampai 2003,
sedangkan dari tahun 2003 sampai 2008 cenderung mengalami peningkatan bahkan
melebihi nilai pada tahun 2001. Penurunan produksi ikan tembang ini disebabkan
oleh kelimpahan sumberdaya ikan tembang yang sedang menurun akibat dari
penangkapan yang telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya yaitu tahun 2001
dan 2002. Sementara peningkatan yang terjadi setelah tahun 2003 dikarenakan
sumberdaya tersebut sudah mulai pulih sehingga produksi ikan tembang meningkat.
Peningkatan hasil tangkapan ini juga dapat disebabkan oleh upaya penangkapan
yang meningkat sehingga daerah penangkapan pun meluas. Widodo & Suadi (2006)
mengemukakan laju produksi (production rate) sangat bervariasi disebabkan oleh fluktuasi lingkungan, pemangsaan dan berbagai interaksi dengan populasi lain. Pada
umumnya, produksi menurun pada tingkat ukuran populasi rendah maupun tinggi.
Biomassa dapat menurun selagi jumlah upaya penangkapan meningkat. Keadaan ini
menunjukkan bahwa ada suatu keterkaitan antara rata-rata produksi dan upaya
penangkapan.
4.2.2. Upaya penangkapan
Ikan tembang di PPP Karangantu merupakan target utama dari nelayan bagan.
Ukuran mata jaring yang digunakan adalah 0,3 cm. Ukuran mata jaring yang kecil
ini menyebabkan hasil tangkapan seperti ikan teri ikut tertangkap. Dalam hal ini
Banten ditangkap dengan bagan tancap. Hasil tangkapan dari bagan tancap yang
tersebar di Teluk Banten diambil menggunakan perahu motor yang berkekuatan
kurang dari 5 GT dengan operasi penangkapan selama satu hari. Upaya
penangkapan ikan di PPP Karangantu setiap harinya dicatat dalam satuan trip
(perjalanan).
Dari Gambar 9, upaya penangkapan ikan tembang mengalami peningkatan dan
penurunan dari tahun 2001 sampai 2009. Peningkatan terjadi di tahun 2001 sampai
2003 menjadi 3.019 trip, kemudian kembali menurun di tahun 2006 menjadi 1.106
trip. Setelah itu upaya penangkapan kembali meningkat mencapai 3.992 trip di tahun
2009. Peningkatan ataupun penurunanyang terjadi dari tahun 2001 sampai 2009
disebabkan oleh hal yang beragam seperti faktor lingkungan dan ekonomi. Faktor
lingkungan dapat berarti cuaca atau musim yang mempengaruhi operasi
penangkapan ikan sementara faktor ekonomi merupakan kecenderungan nelayan
dalam memperhitungkan untung ruginya dalam melakukan operasi penangkapan
ikan, sehingga upaya penangkapan dapat berfluktuasi tiap tahunnya. Menurut
Widodo dan Suadi (2006), alat tangkap bagan yang termasuk dalam klasifikasi
jaring angkat memiliki kekuatan menangkap secara relatif kurang dipengaruhi oleh
karateristik kapal, meskipun perhatian harus diberikan pada jumlah alat tangkap
yang secara simultan dapat dioperasikan dari suatu kapal (yakni, menyatakan CPUE
sehingga hasil tangkapan per jaring, bukan per perahu). Efisiensi pencarian dapat
sangat berpengaruh dalam menentukan kekuatan menangkap.
Apabila dibandingkan hasil tangkapan ikan tembang (Gambar 6) dengan
upaya penangkapannya (Gambar 9), maka dapat dilihat fluktuasinya cenderung
sama-sama meningkat dari tahun 2001 sampai 2009. Namun terdapat perbedaan
seperti pada tahun 2003 dimana hasil tangkapan menurun hingga mencapai nilai
terendah (68,38 ton), sementara upaya penangkapan yang cenderung meningkat
dengan jumlah 3.019 trip. Hubungan yang berbanding terbalik antara tangkapandan
upaya pada tahun tersebut dikarenakan selama peningkatan upaya penangkapan
menyebabkan menurunnya produksi ikan sehingga kelimpahannya di perairan pun