• Tidak ada hasil yang ditemukan

Performa Sifat Produksi dan Kualitas Telur Hasil Persilangan Resiprokal antara Itik Alabio dengan Itik Pekin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Performa Sifat Produksi dan Kualitas Telur Hasil Persilangan Resiprokal antara Itik Alabio dengan Itik Pekin"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

iii ABSTRACT

Egg Production and Qualities of Reciprocal Crosses betweenAlabio and Pekin Ducks

Keynesandy, A. W., R. R. Noor, L. H. Prasetyo

The aim of this study was to evaluate the stability of egg production and quality of the reciprocal crosses between Alabio and Pekin ducks. The total number of ducks used in this study was 180 ducks, consisted of PA and AP genotypes. They were maintained at individual cages for 11 months. The parameters observed were egg production, age at first laying, first egg weight, body weight at laying and egg quality. The result shows that different genotype did not affect the egg production (P>0,05).Different genotypes did not affect egg quality (P>0,05) in almost all parameters. Based on the observed of egg production and quality, itcan be conducted that the stability of egg production of Alabio duck was high enough to produce crossedducks that had height body and egg production.

(2)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Itik merupakan jenis ternak yang dapat menghasilkan daging dan telur. Populasi itik di Indonesia pada tahun 2009 telah mencapai 40.680.000 ekor atau meningkat sebesar 2,1% dibandingkan dengan tahun 2008. Berdasarkan jumlah tersebut komoditas itik mampu memberikan kontribusi terhadap produksi daging nasional lebih dari 258.000 ton dan telur 2.364.000 ton (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2011). Seiring dengan meningkatnya produksi itik secara nasional, kebutuhan nasional akan produk itik berupa telur dan daging juga meningkat melebihi tingkat produksinya.

Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan mengembangkan dan memanfaatkan potensi sumber daya ternak lokal yang terdapat di Indonesia salah satunya adalah jenis itik yang berasal dari Provinsi Kalimantan Selatan, khususnya Kabupaten Hulu Sungai Utara yaitu itik Alabio. Itik Alabio telah cukup dikenal sebagai itik petelur yang sangat potensial dengan produksi telur yang tinggi dan penampilan fisik yang sangat berbeda dengan jenis unggas atau itik lain yang ada di pulau Jawa dan merupakan plasma nuftah ternak yang layak dibanggakan.

(3)

2 diamati dalam penelitian ini adalah produksi telur, umur pertama bertelur, bobot pertama bertelur, dan kualitas telur yang dihasilkannya.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk dapat mengevaluasi kestabilan sifat produksi dan kualitas telur hasil persilangan resiprokal antara itik Alabio dan itik Pekin. Penelitian ini juga bertujuan untuk membandingkan sifat produksi itik hasil persilangan resiprokal.

 

(4)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Itik Alabio

Itik alabio merupakan salah satu plasma nutfah unggas lokal yang mempunyai keunggulan sebagai penghasil telur. Itik ini telah lama dipelihara dan berkembang di Kalimantan Selatan, terutama di Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Hulu Sungai Tengah (HST), dan Hulu Sungai Utara (HSU).Itik Alabio memiliki ciri warna bulu coklat dengan bintik-bintik putih di seluruh badan dengan garis putih di sekitar mata. Pada itik jantan, warna bulu cenderung gelap, sayapnya terdapat beberapa helai bulu suri berwarna hijau kebiruan mengkilap, warna paruh dan kaki kuning terang. Berat badan bobot badan itik betina umur 6 bulan 1,60 kg dan jantan 1,75 kg dan produksi telur rata-rata 220-250 butir/ekor/tahun (Haqiqi, 2008).

Gambar 1. Itik Alabio

(5)

4 Produksi Telur

Produktivitas itik ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu genetik dan lingkungan (Ketaren et al., 1999). Faktor genetik ditentukan oleh susunan gen dan kromosom yang dimiliki suatu individu dan bersifat baka selama tidak terjadi mutasi dari gen yang menyusunnya, sedangkan faktor lingkungan tidak selalu berubah dan tidak dapat diwariskan kepada anak keturunannya (Hardjosubroto, 1994). Oleh karena itu, perbaikan mutu bibit, pakan dan tata laksana pemeliharaan akan meningkatkan produktivitas itik tersebut. Purbaet al. (2001) mengemukakan bahwa rata-rata produksi telur itik Alabio pada sistem kandang battery lebih tinggi dan lebih stabil bila dibandingkan dengan sistem kandang litter.Prasetyo et al. (2003) menyatakan bahwa produksi itik MA Alabio) dan MM (Mojosari-Mojosari) selama 3 bulan pada umur 7 bulan produksi masing-masing sebesar 79,4% dan 52,47%.

Umur Pertama Bertelur

(6)

5 Susanti (2003) menemukan bahwa umur pertama bertelur itik Alabio dicapai pada 150,3 hari atau 21,5 minggu berbedaPrasetyo dan Susanti (2000) menyatakan bahwa umur pertama bertelur itik Alabio adalah 169,89 hari.Itik yang bertelur terlalu cepat, akan menghasilkan telur yang kecil-kecil dan masa produksi tidak lama. Oleh sebab itu, umur pertama bertelur harus dipertimbangkan sebagai kriteria seleksi disamping produksi telur, karena umur pertama bertelur akan mempengaruhi bobot telur, dan bobot DOD sertabobot badan, sehingga dikhawatirkan akan terjadi populasi itik yang memiliki bobot badan yang rendah di masa yang akan datang sebagai akibat seleksi yang kurang tepat (Susanti, 2003).

Bobot Telur Pertama

Konsekuensi umur pertama bertelur yang lebih cepat akan menyebabkan rendahnya bobot telur yang menyebabkan rendahnya bobot DOD (Susanti, 2003). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Ketaren et al. (1999) dimana itik Alabio yang memiliki umur pertama bertelur relatif lebih cepat dengan rataan 122 hari memiliki rataan bobot telur itik pertama yang relatif kecil juga berkisar antara 42-48 g. Setelah itu, rataan bobot telur meningkat menjadi 58,5 g dan kemudian naik 71,1 g pada umur 280-301hari.Berbeda dengan Suretno (2006) yang mengamati umur pertama bertelur itik Cihateup yang lebih cepat yaitu 145,75 dan 139,94 hari namun memiliki bobot telur pertama yang lebih tinggi sebesar 51,75 dan 52,90 g. Prasetyo dan Susanti (2000) menyatakan bahwa bobot telur pertama pada itik AA; MM; AM dan MAmasing-masing sebesar 56,39; 53,69; 56,07 dan 56,66. Purna (1999) menyatakan bahwa bobot telur pertama itik Tegal sebesar 57,87g.

Bobot Badan Pertama Bertelur

(7)

6 sebesar 1503,17 dan 1531,97 g, sedangkan bobot badan pertama bertelur itik Tegal sebesar 1651,27 g (Purna, 1999).

Itik Pekin

Itik Pekin merupakan salah satu jenis itik pedaging unggul yang berasal dari China.Kokoszynski et al. (2007) menyatakan bahwa itik Pekin memiliki variasi yang cukup tinggi pada bobot telur fase awal produksi dengan rataan bobot telur sebesar 71,7 g dan bobot telurnya terus meningkat sampai fase akhir produksi dengan nilai sebesar 86,7 g.Produksi telur itik Pekin selama 3 bulan pada umur produksi 8 sampai 10 bulan pada tiga lokasi peternakan yang berbeda secara berturut-turut sebesar 57,31%; 56,84% dan 55,51% sehingga rataan produksi telur itik pekin pada penelitian Monica (2010) sebesar 56,55%.

Gambar 2. Itik Pekin Kualitas Telur

Menurut Prasetyo dan Susanti (2000), pada penelitiannya kualitas telur dapat diketahui dengan mengamati berat kuning telur, warna kuning telur, berat kerabang basah, berat kerabang kering, tebal kerabang, berat putih telur dan nilai HU. Hasil pada penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Hasil penelitian Zubaidah (2001) menyebutkan bahwa itik Alabio memiliki bobot kerabang sebesar 5,99 g dengan ketebalan kerabang 40,2 mm. Hasil lainnya menyebutkan nilai HU pada itik Alabio sebesar 86,06 dengan skor warna kuning telur 8,12.

(8)

7 sebesar 24,9 g, rataan nilai HU sebesar 79,9 dan rataan warna kuning telur sebesar 3,5.

Tabel 1. Parameter Kualitas TelurItik AA, MM, AM, MA, Bali Putih dan Bali Coklat

Parameter 1 Genotipa

AA 1MM 1AM 1MA 2Bali Putih 2Bali Coklat

Keterangan : AA: Alabio; MM: Mojosari; AM: Alabio x Mojosari; MA: Mojosari x Alabio. 1Hasil penelitian Prasetyo dan Susanti (2000).2Hasil penelitian Setioko et al. (2002).

Indeks Telur

Indeks telur yang mencerminkan bentuk telur sangat dipengaruhi oleh sifat genetik, bangsa, dan juga dapat disebabkan oleh proses-proses yang terjadi selama pembentukan telur, terutama pada saat telur melalui magnum dan isthmus(Dharma et al., 2002). Pengukuran indeks telur dilakukan dengan mengukur perbandingan lebar dan panjang telur. Romanoff dan Romanoff (1963) mengatakan bahwa nilai indeks yang normal adalah 79%, maka nilai indeks yang lebih kecil dari 79% akan memberikan penampilan telur yang lebih panjang dan nilai indeks lebih dari 79% penampilannya akan lebih bulat.Noyansa (2004) menyatakan bahwa indeks telur itik Alabio; Mojosari; Alabio x Mojosari dan Mojosari x Alabio masing-masing sebesar 78,78%; 81,36%; 81,81% dan 77,30%. Indeks telur itik Cihateup memiliki rataan sebesar 80,18% dan 81,37% (Suretno, 2006).Indeks telur itik Pekin pada fase awal; pertengahan dan akhir produksi masing-masing memiliki rataan sebesar 72,8%; 74,5% dan 75% (Kokoszynski et al., 2007).

Resiprokal

(9)
(10)

9 MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Pengamatan sifat produksi dan kualitas telur dilakukan di kandang percobaan itik Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Penelitian dilakukan selama 11 bulan mulai pada Desember 2010 sampai dengan November 2011.

Materi

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik betina PA (pejantan Pekin-betina Alabio) 90 ekor dan itik betina AP (pejantan Alabio-betina Pekin) 90 ekor yang merupakan hasil dari persilangan resiprokal antara itik Alabio (Anas Platyrhynchos Borneo) dengan itik Pekin (Anas Platyrhynchos domesticus) di Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sesuai standar yang biasa diberikan di Balai Penelitian Ternak Ciawi, yaitu konsentrat itik 25% dan campuran dedak dengan katul 75% dimana kadar Protein Kasar yang dihasilkan sekitar 18%.Selain itu, jumlah pakan yang diberikan untuk kedua jenis itik sama yaitu sekitar 250 g/ekor/hari.Air minum diberikan ad libitum.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individu (cages) yang telah diberikan nomor sebanyak 180 unit beserta tempat pakan, minum dan pengkoleksian telur, gelas pakan, egg tray, timbangan Mettler P1210, cawan kaca, Haugh Units (HU) meter, Yolk Colour Fan, jangka sorong, mikrometer serta alat tulis dan catatan.

Prosedur

(11)

10

P0

F1

Gambar3. Skema persilangan resiprokal itik Alabio dan itik Pekin

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah umur pertama bertelur, bobot badan pertama bertelur, bobot telur pertama dan peubah lainnya yang juga diamati adalah kualitas telur.

Pengamatan sifat produksi yang diamati meliputi:

1. Umur pertama bertelur:diketahui dengan menghitung dari tanggal DOD menetas sampai dengan tanggal pertama kali bertelur.

2. Bobot badan pertama bertelur:diperoleh melalui penimbangan pada hari saat individu itik pertama kali bertelur.

3. Bobot telur pertama:diukur dengan menimbang telur yang pertama kali dihasilkan oleh masing-masing individu itik.

4. Produksi telur 3 bulan: diperoleh melalui pengoleksian telur selama 3 bulan (umur 8 bulan sampai 10 bulan produksi) dari masing-masing genotipayang memiliki umur pertama bertelur dengan selang 164-172 hari.

5. Kualitas Telur: dilakukan dengan mengamati 10 sampai 20 butir telur yang meliputi:

a) Indeks Telur: pengukuran meliputi panjang dan lebar telur. Telur yang akan diamati sebelumnya dilakukan proses pembersihan. Panjang dan lebar telur diukur dengan menggunakan jangka sorong.

b) Bobot Telur: diukur dengan menggunakan timbangan Mettler P1210. Pengukuran bobot telur dilakukan bertujuan untuk dapat menghitung nilai Haugh Unit telur.

c) Haugh Unit:dilakukan dengan menggunakan HU meter. Pengukuran dilakukan pada ketinggian putih telur yang dihubungkan terhadap bobot telur.

d) Warna Kuning Telur: dilakukan dengan menyesuaikan warna kuning telur dengan menggunakan Yolk Colour Fan.

Pekin Jantan X Alabio Betina

PA Betina PA Jantan

Alabio Jantan X Pekin Betina

(12)

11 e) Bobot Putih dan Kuning Telur: dilakukan dengan menggunakan

timbangan ukur yang telah dilapisi cawan kaca sebagai wadah putih atau kuning telur.

f) Kerabang: meliputi bobot kerabang basah dan bobot kerabang kering yang dilakukan dengan menimbang kerabang. Selain itu, pengukuran pada kerabang juga dilakukan dengan mengukur ketebalan dari kerabang kering yang telah dibersihkan dari selaput putih telurnya dengan menggunakan mikrometer.

Rancangan dan Analisis Data

Rancangan statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua taraf perlakuan berupa genotipa hasil persilangan itik Alabio dan Pekin,yaitu AP dan PA. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis of variance (ANOVA).Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006), model statistik yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yij = µ + Gi+ εij

Keterangan: Yij=rataan sifat produksi pada taraf perlakuan ke-i dan ulangan ke-jµ

=rataan umum

Gi = pengaruh genotipa ke-i

εij=pengaruh acak dari pengamatan setiap telur

(13)

12 HASIL DAN PEMBAHASAN

Produksi Itik

Kestabilan sifat produksi dari itik Alabio dapat diketahui dengan melakukan persilangan resiprokal antara itik Alabio dengan itik Pekin dimana induk itik Alabio pada satu persilangan bertindak sebagai pejantan dan pada persilangan lain bertindak sebagai induk. Persilangan resiprokal tersebut menghasilkan itik PA (pejantan Pekin dengan betina Alabio) dan itik AP (pejantan Alabio dengan betina Pekin). Itik PA dan itik AP dari hasil persilangan tersebut kemudian dilakukan pemeliharaan dan diberikan pakan yang sama untuk mendapatkan sifat produksi dan kualitas telur yang dihasilkan. Sifat produksi dari itik PA dan itik AP akan memberikan nilai yang dapat menggambarkan tentang kestabilan sifat produksi dari itik Alabio tersebut. Hasil penelitian pada sifat-sifat produksi telur itik PA dan AP yaitu umur pertama bertelur, bobot telur pertama, bobot badan pertama bertelur dan produksi telur tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Sifat Produksi Itik PA dan AP

Parameter

PA x ± s.e

AP x ± s.e Umur Pertama Bertelur (hari) 168,95 ± 3,42 172,82 ± 3,44 Bobot Telur Pertama (g) 62,12 ± 0,80 62,15 ± 0,98 Bobot Badan Pertama Bertelur (g) 2445,7 ± 26,2 2430 ± 34,3 Produksi Telur 3 Bulan (%) 84,7 ± 1,49 78,1 ± 4,52

Keterangan:Nilai tanpa superskrips pada baris yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata (P>0,05). PA = pejantan Pekin-betina Alabio, AP = pejantan Alabio-betina Pekin

Hasil analisis statistik memperlihatkan bahwa umur pertama bertelur itik PA dan AP tidak berbeda nyata (P>0,05), demikian pula dengan bobot telur pertama, bobot badan pada saat bertelur pertama dan produksi telur selama 3 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa itik Alabio baik sebagai pejantan maupun betina menghasilkan keturunan yang memiliki sifat produksi yang tidak berbeda, dalam arti lain itik Alabio memiliki sifat produksi yang stabil.

(14)

13 Susanti (2000) yang menyatakan bahwa umur pertama bertelur itik Alabio adalah 169.89 hari. Susanti (2003) menyatakan bahwa umur pertama bertelur dapat mempengaruhi produktivitas itik. Konsekuensi umur pertama bertelur yang relatif cepat akan menyebabkan rendahnya bobot telur yang akan menyebabkan rendahnya bobot DOD. Oleh sebab itu, umur pertama bertelurjuga harus dipertimbangkan sebagai kriteria seleksi disamping sifat produksi lainnya.

Rataan bobot telur pertama itik PA dan AP yang diperoleh pada penelitian ini masing-masing sebesar 62,12 g dan 62,15 g. Hasil tersebut sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Prasetyo dan Susanti (2000) yang menyatakan rataan bobot telur pertama hasil persilangan resiprokal itik Alabio dan Mojosari masing-masing sebesar 56,66 g dan 56,07 g. Perbedaan hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh faktor genetik dimana itik Pekin memiliki performa tubuh yang lebih besar sehingga berpengaruh terhadap bentuk dan bobot telurnya. Hal tersebut juga terjadi pada parameter bobot badan saat pertama bertelur dimana diduga terdapat pengaruh genetik antara itik PA dan AP yang masing masing memiliki bobot sebesar 2445,7 g dan 2430 g dengan hasil penelitian Prasetyo dan Susanti (2000) yang menyatakan bahwa bobot badan itik MA dan AM saat pertama bertelur masing-masing sebesar 1803 g dan 1741 g.

(15)

14 dari gen yang menyusunnya,sedangkan faktor lingkungan tidak selalu berubah dan tidak dapat diwariskan kepada anak keturunannya (Hardjosubroto, 1994). Oleh karena itu perbaikan mutu genetik, pakan dan tata laksana pemeliharaan akan meningkatkan produktivitas itik tersebut.

Kualitas Telur

Pengukuran kualitas telur dalam penelitian ini dilakukan pada bobot telur, kuning telur, putih telur, kerabang basah dan kering, serta nilai HU, warna kuning telur dan tebal kerabang. Pengamatan dilakukan pada telur pertama, 1 bulan dan 2 bulan. Hasil pengamatan kualitas telur pertama itik PA dan AP dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kualitas Telur PA dan AP pada Telur Pertama

Parameter

Telur Pertama

PA AP x ± s.e x ± s.e

Bobot Telur (g) 62,64±0,80 62,74±1,00

Bobot Kuning Telur (g) 17,07±0,39 17,94±0,41 Bobot Putih Telur (g) 39,29±0,44 38,44±0,54 Bobot Kerabang Basah (g) 7,53a±0,08 7,87b±0,10 Bobot Kerabang Kering (g) 6,27a±0,07 6,57b±0,09

H.U. 108,23a ±0,32 106,51b±0,34

Warna Kuning Telur 10,92±0,10 10,70±0,14

Tebal Kerabang (mm) 39,16±0,37 38,85±0,30 Indeks Telur (%) 74,7a ±2,87 72,84b±3,06 Keterangan: Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada satu baris yangsama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). PA = pejantanPekin-betina Alabio, AP = pejantan Alabio-betina Pekin

(16)

15 Bobot kerabang kering itik AP lebih besar dibandingkan itik PA, hal ini dikarenakan nilai dari kerabang kering merupakan penyusutan dari bobot kerabang basah selama pengeringan dimana bobot kerabang basah itik AP juga lebih tinggi dari itik PA. Bobot kerabang basah dan kering telur itik PA dan itik AP lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Prasetyo dan Susanti (2000) yang menyatakan bobot kerabang basah dan kering masing-masing pada telur Alabio sebesar 7,04 g dan 5,67 g.

Nilai HU itik PA memiliki nilai HU yang lebih tinggi dibanding itik AP.Hal yang sama juga terlihat pada indeks telur itik PA yang memiliki nilailebih tinggi dibanding itik AP.Romanoff dan Romanoff (1963) mengatakan bahwa nilai indeks yang normal adalah 79%, maka nilai indeks yang lebih kecil dari 79% akan memberikan penampilan telur yang lebih panjang dan nilai indeks lebih dari 79% penampilannya akan lebih bulat, sehingga indeks telur yang didapatkan dari hasil penelitian ini memiliki bentuk yang relatif panjang. Indeks telur yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan nilai yang lebih rendah jika dibandingkan dengan indeks telur itik Alabio pada Noyansa (2004) yang mengatakan bahwa indeks telur itik Alabio sebesar 78,78% namun cenderung lebih mirip kepada indeks telur itik Pekin pada penelitian Kokoszynski et al. (2007) yang menyatakan bahwa indeks telur itik Pekin pada fase awal; pertengahan dan akhir produksi masing-masing memiliki rataan sebesar 72,8%; 74,5% dan 75%. Dharma et al. (2002) menjelaskan bahwa indeks telur yang mencerminkan bentuk telur dipengaruhi oleh sifat genetik, bangsa serta proses pembentukan telur, terutama pada saat telur melalui magnum dan isthmus.

(17)

16

Tabel 4. Kualitas Telur PA dan AP pada Telur 1 Bulan

Parameter

1 Bulan

PA AP x ± s.e x ± s.e

Bobot Telur (g) 71,23±1,59 75,8±2,32

Bobot Kuning Telur (g) 21,20±0,55 22,26±0,30 Bobot Putih Telur (g) 42,76±1,02 45,66±1,93 Bobot Kerabang Basah (g) 9,15±0,25 9,4±0,24 Bobot Kerabang Kering (g) 7,27a±0,14 7,88b±0,19

H.U. 105,05a±0,52 108,13b±0,89

Warna Kuning Telur 9,7±0,21 9,63±0,46

Tebal Kerabang (mm) 36,33a±0,37 38,29b±0,55

Indeks Telur (%) 76,48±2,23 75,26±2,35

Keterangan: Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada satu baris yangsama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). PA = pejantanPekin-betina Alabio, AP = pejantan Alabio-betina Pekin

Nilai HU yang dihasilkan pada telur 1 bulan menunjukkan bahwa adanya perbedaan hasil dengan pengamatan telur pertama. Hal ini dapat dilihat bahwa pada telur pertama nilai HU itik AP lebih tinggi jika dibandingkan dengan itik PA, sedangkan pada pengamatan telur 1 bulan nilai HU itik PA memiliki nilai HU yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan itik AP.

Tebal kerabang itik PA lebih rendah dibandingkan dengan itik AP pada pengamatan telur 1 bulan.Tebal kerabang akan memberikan pengaruh pada terjaganya kualitas telur selama proses penyimpanan, selain itu tebal kerabang juga akan mempengaruhi daya tetas selama penetasan. Kerabang yang memiliki ketebalan yang tinggi dapat menghambat proses peretakan yang terjadi saat DOD akan keluar dari telur, namun kerabang yang memiliki ketebalan yang rendah dapat memungkinkan terjadinya kontaminasi mikroba selama proses menetas. Romonoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa tebal kerabang normal berkisar antara 30 – 50 mm, sehingga tebal kerabang dari hasil penelitian ini masih termasuk normal.

(18)

17 bobot putih telur itik PA lebih tinggi jika dibandingkan dengan bobot putih telur itik AP.

Tabel 5. Kualitas Telur PA dan AP pada Telur 2 Bulan

Parameter

2 Bulan

PA AP

x ± s.e x ± s.e

Bobot Telur (g) 77,01±1,06 74,18±1,03

Bobot Kuning Telur (g) 23,5±0,45 23,55±0,44 Bobot Putih Telur (g) 45,95a±0,64 43,32b±0,65 Bobot Kerabang Basah (g) 9,23±0,16 9,29±0,15 Bobot Kerabang Kering (g) 7,57±0,13 7,31±0,12

H.U. 110,21a±0,66 106,39b±0,70

Warna Kuning Telur 10,76a±0,24 9,75b±0,20 Tebal Kerabang (mm) 37,63±0,59 36,65±0,42

Indeks Telur (%) 75,27±2,75 75,26±2,35

Keterangan: Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada satu baris yangsama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). PA = pejantanPekin-betina Alabio, AP = pejantan Alabio-betina Pekin

Pengamatan pada nilai HU di telur 2 bulan menunjukkan nilai yang berbeda jika dibandingkan dengan pengamatan pada telur 1 bulan. Nilai HU telur 2 bulan menunjukkan bahwa itik PA memiliki nilai HU yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan itik AP. Walaupun terdapat perbedaan pada kualitas telur pertama, 1 bulan dan 2 bulan, nilai HU yang diperoleh dari hasil penelitian ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai HU pada itik Alabio pada penelitian Prasetyo dan Susanti (2000) yang menyatakan bahwa nilai HU itik Alabio sebesar 120,6. Namun nilai HU yang diperoleh dari hasil penelitian ini masih termasuk dalam kategori telur yang memiliki kualitas AA (>72), hal ini dikarenakan bahwa telur-telur yang diamati merupakan telur segar. Hal ini didukung oleh Stadelman dan Cotterill (1995) yang menyatakan bahwa telur yang memiliki kualitas AA memiliki nilai HU sebesar 72 atau lebih.

(19)
(20)

19 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil persilangan resiprokal antara itik Alabio dan Pekin (PA dan AP) memiliki performa sifat produksi yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini menggambarkan bahwa kestabilan sifat produksi dari itik Alabio cukup tinggi. Selain itu, nilai kualitas telur PA dan AP tidak berbeda nyata, hanya pada beberapa parameter seperti bobot kerabang basah, kering, nilai HU dan indeks telur pada kualitas telur pertama; bobot kerabang kering, nilai HU dan tebal kerabang pada kualitas telur 1 bulan serta bobot putih telur, nilai HU dan warna kuning telur pada kualitas telur 2 bulan.

Saran

(21)

ii

PERFORMA SIFAT PRODUKSI DAN KUALITAS TELUR

HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ANTARA

ITIK ALABIO DENGAN ITIK PEKIN

SKRIPSI

ACHDYAWAN WENDA KEYNESANDY

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(22)

ii

PERFORMA SIFAT PRODUKSI DAN KUALITAS TELUR

HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ANTARA

ITIK ALABIO DENGAN ITIK PEKIN

SKRIPSI

ACHDYAWAN WENDA KEYNESANDY

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(23)

ii RINGKASAN

ACHDYAWAN WENDA KEYNESANDY. D14080311. 2012. Performa Sifat Produksi dan Kualitas Telur Hasil Persilangan Resiprokal antara Itik Alabio dengan Itik Pekin.Skripsi.Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Ronny R. Noor, M.Rur.Sc Pembimbing Anggota : Dr. Ir. L. Hardi Prasetyo, M.Agr

Itik Alabio merupakan sumber daya ternak lokal di Indonesiayang berpotensi untuk dapat dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai penghasil daging dan telur.Namun, itik Alabio lebih umum dikenal sebagai itik penghasil telur dibandingkan sebagai itik penghasil daging.Pada umumnya itik Alabio dibudidayakan secara tradisional oleh para peternak yang memungkinkan terjadinya perkawinan tidak terstruktur yang dapat mengakibatkan perubahan sifat produksi dari itik Alabio tersebut.

Persilangan resiprokal antara itik Alabio dan itik Pekin yang telah dilakukan oleh BPT Ciawi diamati untuk dapat mengetahui kestabilan sifat produksi dari hasil persilangan resiprokal tersebut.Persilangan resiprokal antara itik Alabio dan itik Pekin yang menghasilkan sebanyak 90 ekor itik betina PA (pejantan Pekin-betina Alabio) dan 90 ekor itik betina AP (pejantan Alabio-betina Pekin) selanjutnya dipelihara selama 11 bulan dalam kandang baterai dengan perlakuan pakan yang sama. Pengamatan dilakukan terhadap sifat produksi dan kualitas telur yang dihasilkan masing-masing genotipa.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sifat produksi diantaranya umur pertama bertelur (UPB), bobot telur pertama (BTP), bobot badan pertama bertelur (BBPT) dan produksi telur 3 bulan dari itik PA dan AP tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil pengamatan kualitas telur secara umum juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) hanya pada beberapa peubah yang memiliki nilai berbeda nyata (P<0,05). Berdasarkan hasil pengamatan pada sifat produksi dan kualitas telur yang dihasilkan dapat diketahui bahwa kestabilan dari sifat produksi itik Alabio cukup tinggi bahkan persilangan tersebut dapat menghasilkan bangsa itik yang memiliki bobot badan dan produksi telur yang tinggi.

(24)

iii ABSTRACT

Egg Production and Qualities of Reciprocal Crosses betweenAlabio and Pekin Ducks

Keynesandy, A. W., R. R. Noor, L. H. Prasetyo

The aim of this study was to evaluate the stability of egg production and quality of the reciprocal crosses between Alabio and Pekin ducks. The total number of ducks used in this study was 180 ducks, consisted of PA and AP genotypes. They were maintained at individual cages for 11 months. The parameters observed were egg production, age at first laying, first egg weight, body weight at laying and egg quality. The result shows that different genotype did not affect the egg production (P>0,05).Different genotypes did not affect egg quality (P>0,05) in almost all parameters. Based on the observed of egg production and quality, itcan be conducted that the stability of egg production of Alabio duck was high enough to produce crossedducks that had height body and egg production.

(25)

iv

PERFORMA SIFAT PRODUKSI DAN KUALITAS TELUR

HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ANTARA

ITIK ALABIO DENGAN ITIK PEKIN

ACHDYAWAN WENDA KEYNESANDY

D14080311

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(26)

v Judul : Performa Sifat Produksi dan Kualitas Telur Hasil Persilangan

Resiprokal antara Itik Alabio dengan Itik Pekin

Nama : Achdyawan Wenda Keynesandy

NIM : D114080311

Menyetujui,

Mengetahui:

Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr.Sc) NIP. 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian : 25 Mei 2012 Tanggal Lulus :

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(27)

vi RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 27 Mei 1990 di Balikpapan, Kalimantan Timur.Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Drs. Wiek Suripto dan Ibu Dra.Henny Widiastuti.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 2002 di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 011 pagi Palmerah, Jakarta.Sekolah Menengah Pertama diselesaikan pada tahun 2005 di SLTP Negeri 88 Slipi, Jakarta dan Sekolah Menengah Umum diselesaikan pada tahun 2008 di SMU Negeri 23 Jakarta.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2008 dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan sebagai anggota Badan Eksekutif Mahasiswa pada Departemen Sosial Kemasyarakatan selama periode 2009-2010. Selain itu penulis juga aktif dalam kegiatan kepanitian diantaranya Bina Desa ‘Neglasari’ BEM-D sebagai Koordinator Lapangan, Dekan Cup BEM-D sebagai Ketua Divisi Basket, Fapet Show Time BEM-D sebagai Ketua Divisi Fapet In Action serta anggota tim Basket Fakultas Peternakan pada Olimpiade Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (OMI) periode 2010-2011.

(28)

vii KATA PENGANTAR

Bismillahirohmannirrohim,

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat-Nya sehingga penulis mendapatkan kelancaran dalam penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Performa Sifat Produksi dan Kualitas Telur Hasil Persilangan Resiprokal antara Itik Alabio dengan Itik Pekin” dalam rangka penyelesaian studi di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Isntitut Pertanian Bogor. Shalawat serta salam tidak lupa penulis haturkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabat serta orang-orang yang senantiasa lurus di jalan-Nya.

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 sampai dengan November 2011 di Kandang Percobaan Itik Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kestabilan sifat produksi dan kualitas telur hasil persilangan resiprokal antara itik Alabio dengan itik Pekin.Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk membandingkan sifat produksi itik hasil persilangan tersebut sehingga diharapkan hasilnya dapat dijadikan acuan dalam sistem pemuliabiakan itik Alabio.

Penulis berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan semangat, membantu dan mengizinkan untuk mempergunakan materi-materi yang digunakan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.Penulis juga menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan didalamnya.Oleh karena itu, saran dan kritik yang konstruktif sangat diharapkan penulis untuk perbaikan di masa mendatang.

Bogor, Juni 2012

(29)

viii

(30)
(31)

x DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Parameter Kualitas Telur Itik AA, MM, AM, MA, Bali Putih dan

(32)

xi DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Itik Alabio ... 3 2. Itik Pekin ... 6 3. Skema Persilangan Resiprokal Itik Alabio dan Itik Pekin ... 9

(33)
(34)

xiii 31. Hasil Uji T-Test Indeks Telur 2 Bulan ... 28 32. Peralatan dalam Penelitian: (a). Timbangan Mettler P1210, (b). Alat Uji

Kualitas, (c)Haugh Units (HU) meter, (d). Jangka Sorong, (e). Mikrometer, (f).Serok, (g).Yolk Colour,(h). Cawan Kaca,

(35)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Itik merupakan jenis ternak yang dapat menghasilkan daging dan telur. Populasi itik di Indonesia pada tahun 2009 telah mencapai 40.680.000 ekor atau meningkat sebesar 2,1% dibandingkan dengan tahun 2008. Berdasarkan jumlah tersebut komoditas itik mampu memberikan kontribusi terhadap produksi daging nasional lebih dari 258.000 ton dan telur 2.364.000 ton (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2011). Seiring dengan meningkatnya produksi itik secara nasional, kebutuhan nasional akan produk itik berupa telur dan daging juga meningkat melebihi tingkat produksinya.

Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan mengembangkan dan memanfaatkan potensi sumber daya ternak lokal yang terdapat di Indonesia salah satunya adalah jenis itik yang berasal dari Provinsi Kalimantan Selatan, khususnya Kabupaten Hulu Sungai Utara yaitu itik Alabio. Itik Alabio telah cukup dikenal sebagai itik petelur yang sangat potensial dengan produksi telur yang tinggi dan penampilan fisik yang sangat berbeda dengan jenis unggas atau itik lain yang ada di pulau Jawa dan merupakan plasma nuftah ternak yang layak dibanggakan.

(36)

2 diamati dalam penelitian ini adalah produksi telur, umur pertama bertelur, bobot pertama bertelur, dan kualitas telur yang dihasilkannya.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk dapat mengevaluasi kestabilan sifat produksi dan kualitas telur hasil persilangan resiprokal antara itik Alabio dan itik Pekin. Penelitian ini juga bertujuan untuk membandingkan sifat produksi itik hasil persilangan resiprokal.

 

(37)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Itik Alabio

Itik alabio merupakan salah satu plasma nutfah unggas lokal yang mempunyai keunggulan sebagai penghasil telur. Itik ini telah lama dipelihara dan berkembang di Kalimantan Selatan, terutama di Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Hulu Sungai Tengah (HST), dan Hulu Sungai Utara (HSU).Itik Alabio memiliki ciri warna bulu coklat dengan bintik-bintik putih di seluruh badan dengan garis putih di sekitar mata. Pada itik jantan, warna bulu cenderung gelap, sayapnya terdapat beberapa helai bulu suri berwarna hijau kebiruan mengkilap, warna paruh dan kaki kuning terang. Berat badan bobot badan itik betina umur 6 bulan 1,60 kg dan jantan 1,75 kg dan produksi telur rata-rata 220-250 butir/ekor/tahun (Haqiqi, 2008).

Gambar 1. Itik Alabio

(38)

4 Produksi Telur

Produktivitas itik ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu genetik dan lingkungan (Ketaren et al., 1999). Faktor genetik ditentukan oleh susunan gen dan kromosom yang dimiliki suatu individu dan bersifat baka selama tidak terjadi mutasi dari gen yang menyusunnya, sedangkan faktor lingkungan tidak selalu berubah dan tidak dapat diwariskan kepada anak keturunannya (Hardjosubroto, 1994). Oleh karena itu, perbaikan mutu bibit, pakan dan tata laksana pemeliharaan akan meningkatkan produktivitas itik tersebut. Purbaet al. (2001) mengemukakan bahwa rata-rata produksi telur itik Alabio pada sistem kandang battery lebih tinggi dan lebih stabil bila dibandingkan dengan sistem kandang litter.Prasetyo et al. (2003) menyatakan bahwa produksi itik MA Alabio) dan MM (Mojosari-Mojosari) selama 3 bulan pada umur 7 bulan produksi masing-masing sebesar 79,4% dan 52,47%.

Umur Pertama Bertelur

(39)

5 Susanti (2003) menemukan bahwa umur pertama bertelur itik Alabio dicapai pada 150,3 hari atau 21,5 minggu berbedaPrasetyo dan Susanti (2000) menyatakan bahwa umur pertama bertelur itik Alabio adalah 169,89 hari.Itik yang bertelur terlalu cepat, akan menghasilkan telur yang kecil-kecil dan masa produksi tidak lama. Oleh sebab itu, umur pertama bertelur harus dipertimbangkan sebagai kriteria seleksi disamping produksi telur, karena umur pertama bertelur akan mempengaruhi bobot telur, dan bobot DOD sertabobot badan, sehingga dikhawatirkan akan terjadi populasi itik yang memiliki bobot badan yang rendah di masa yang akan datang sebagai akibat seleksi yang kurang tepat (Susanti, 2003).

Bobot Telur Pertama

Konsekuensi umur pertama bertelur yang lebih cepat akan menyebabkan rendahnya bobot telur yang menyebabkan rendahnya bobot DOD (Susanti, 2003). Hal ini didukung oleh hasil penelitian Ketaren et al. (1999) dimana itik Alabio yang memiliki umur pertama bertelur relatif lebih cepat dengan rataan 122 hari memiliki rataan bobot telur itik pertama yang relatif kecil juga berkisar antara 42-48 g. Setelah itu, rataan bobot telur meningkat menjadi 58,5 g dan kemudian naik 71,1 g pada umur 280-301hari.Berbeda dengan Suretno (2006) yang mengamati umur pertama bertelur itik Cihateup yang lebih cepat yaitu 145,75 dan 139,94 hari namun memiliki bobot telur pertama yang lebih tinggi sebesar 51,75 dan 52,90 g. Prasetyo dan Susanti (2000) menyatakan bahwa bobot telur pertama pada itik AA; MM; AM dan MAmasing-masing sebesar 56,39; 53,69; 56,07 dan 56,66. Purna (1999) menyatakan bahwa bobot telur pertama itik Tegal sebesar 57,87g.

Bobot Badan Pertama Bertelur

(40)

6 sebesar 1503,17 dan 1531,97 g, sedangkan bobot badan pertama bertelur itik Tegal sebesar 1651,27 g (Purna, 1999).

Itik Pekin

Itik Pekin merupakan salah satu jenis itik pedaging unggul yang berasal dari China.Kokoszynski et al. (2007) menyatakan bahwa itik Pekin memiliki variasi yang cukup tinggi pada bobot telur fase awal produksi dengan rataan bobot telur sebesar 71,7 g dan bobot telurnya terus meningkat sampai fase akhir produksi dengan nilai sebesar 86,7 g.Produksi telur itik Pekin selama 3 bulan pada umur produksi 8 sampai 10 bulan pada tiga lokasi peternakan yang berbeda secara berturut-turut sebesar 57,31%; 56,84% dan 55,51% sehingga rataan produksi telur itik pekin pada penelitian Monica (2010) sebesar 56,55%.

Gambar 2. Itik Pekin Kualitas Telur

Menurut Prasetyo dan Susanti (2000), pada penelitiannya kualitas telur dapat diketahui dengan mengamati berat kuning telur, warna kuning telur, berat kerabang basah, berat kerabang kering, tebal kerabang, berat putih telur dan nilai HU. Hasil pada penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Hasil penelitian Zubaidah (2001) menyebutkan bahwa itik Alabio memiliki bobot kerabang sebesar 5,99 g dengan ketebalan kerabang 40,2 mm. Hasil lainnya menyebutkan nilai HU pada itik Alabio sebesar 86,06 dengan skor warna kuning telur 8,12.

(41)

7 sebesar 24,9 g, rataan nilai HU sebesar 79,9 dan rataan warna kuning telur sebesar 3,5.

Tabel 1. Parameter Kualitas TelurItik AA, MM, AM, MA, Bali Putih dan Bali Coklat

Parameter 1 Genotipa

AA 1MM 1AM 1MA 2Bali Putih 2Bali Coklat

Keterangan : AA: Alabio; MM: Mojosari; AM: Alabio x Mojosari; MA: Mojosari x Alabio. 1Hasil penelitian Prasetyo dan Susanti (2000).2Hasil penelitian Setioko et al. (2002).

Indeks Telur

Indeks telur yang mencerminkan bentuk telur sangat dipengaruhi oleh sifat genetik, bangsa, dan juga dapat disebabkan oleh proses-proses yang terjadi selama pembentukan telur, terutama pada saat telur melalui magnum dan isthmus(Dharma et al., 2002). Pengukuran indeks telur dilakukan dengan mengukur perbandingan lebar dan panjang telur. Romanoff dan Romanoff (1963) mengatakan bahwa nilai indeks yang normal adalah 79%, maka nilai indeks yang lebih kecil dari 79% akan memberikan penampilan telur yang lebih panjang dan nilai indeks lebih dari 79% penampilannya akan lebih bulat.Noyansa (2004) menyatakan bahwa indeks telur itik Alabio; Mojosari; Alabio x Mojosari dan Mojosari x Alabio masing-masing sebesar 78,78%; 81,36%; 81,81% dan 77,30%. Indeks telur itik Cihateup memiliki rataan sebesar 80,18% dan 81,37% (Suretno, 2006).Indeks telur itik Pekin pada fase awal; pertengahan dan akhir produksi masing-masing memiliki rataan sebesar 72,8%; 74,5% dan 75% (Kokoszynski et al., 2007).

Resiprokal

(42)
(43)

9 MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Pengamatan sifat produksi dan kualitas telur dilakukan di kandang percobaan itik Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Penelitian dilakukan selama 11 bulan mulai pada Desember 2010 sampai dengan November 2011.

Materi

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik betina PA (pejantan Pekin-betina Alabio) 90 ekor dan itik betina AP (pejantan Alabio-betina Pekin) 90 ekor yang merupakan hasil dari persilangan resiprokal antara itik Alabio (Anas Platyrhynchos Borneo) dengan itik Pekin (Anas Platyrhynchos domesticus) di Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sesuai standar yang biasa diberikan di Balai Penelitian Ternak Ciawi, yaitu konsentrat itik 25% dan campuran dedak dengan katul 75% dimana kadar Protein Kasar yang dihasilkan sekitar 18%.Selain itu, jumlah pakan yang diberikan untuk kedua jenis itik sama yaitu sekitar 250 g/ekor/hari.Air minum diberikan ad libitum.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individu (cages) yang telah diberikan nomor sebanyak 180 unit beserta tempat pakan, minum dan pengkoleksian telur, gelas pakan, egg tray, timbangan Mettler P1210, cawan kaca, Haugh Units (HU) meter, Yolk Colour Fan, jangka sorong, mikrometer serta alat tulis dan catatan.

Prosedur

(44)

10

P0

F1

Gambar3. Skema persilangan resiprokal itik Alabio dan itik Pekin

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah umur pertama bertelur, bobot badan pertama bertelur, bobot telur pertama dan peubah lainnya yang juga diamati adalah kualitas telur.

Pengamatan sifat produksi yang diamati meliputi:

1. Umur pertama bertelur:diketahui dengan menghitung dari tanggal DOD menetas sampai dengan tanggal pertama kali bertelur.

2. Bobot badan pertama bertelur:diperoleh melalui penimbangan pada hari saat individu itik pertama kali bertelur.

3. Bobot telur pertama:diukur dengan menimbang telur yang pertama kali dihasilkan oleh masing-masing individu itik.

4. Produksi telur 3 bulan: diperoleh melalui pengoleksian telur selama 3 bulan (umur 8 bulan sampai 10 bulan produksi) dari masing-masing genotipayang memiliki umur pertama bertelur dengan selang 164-172 hari.

5. Kualitas Telur: dilakukan dengan mengamati 10 sampai 20 butir telur yang meliputi:

a) Indeks Telur: pengukuran meliputi panjang dan lebar telur. Telur yang akan diamati sebelumnya dilakukan proses pembersihan. Panjang dan lebar telur diukur dengan menggunakan jangka sorong.

b) Bobot Telur: diukur dengan menggunakan timbangan Mettler P1210. Pengukuran bobot telur dilakukan bertujuan untuk dapat menghitung nilai Haugh Unit telur.

c) Haugh Unit:dilakukan dengan menggunakan HU meter. Pengukuran dilakukan pada ketinggian putih telur yang dihubungkan terhadap bobot telur.

d) Warna Kuning Telur: dilakukan dengan menyesuaikan warna kuning telur dengan menggunakan Yolk Colour Fan.

Pekin Jantan X Alabio Betina

PA Betina PA Jantan

Alabio Jantan X Pekin Betina

(45)

11 e) Bobot Putih dan Kuning Telur: dilakukan dengan menggunakan

timbangan ukur yang telah dilapisi cawan kaca sebagai wadah putih atau kuning telur.

f) Kerabang: meliputi bobot kerabang basah dan bobot kerabang kering yang dilakukan dengan menimbang kerabang. Selain itu, pengukuran pada kerabang juga dilakukan dengan mengukur ketebalan dari kerabang kering yang telah dibersihkan dari selaput putih telurnya dengan menggunakan mikrometer.

Rancangan dan Analisis Data

Rancangan statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua taraf perlakuan berupa genotipa hasil persilangan itik Alabio dan Pekin,yaitu AP dan PA. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis of variance (ANOVA).Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006), model statistik yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yij = µ + Gi+ εij

Keterangan: Yij=rataan sifat produksi pada taraf perlakuan ke-i dan ulangan ke-jµ

=rataan umum

Gi = pengaruh genotipa ke-i

εij=pengaruh acak dari pengamatan setiap telur

(46)

12 HASIL DAN PEMBAHASAN

Produksi Itik

Kestabilan sifat produksi dari itik Alabio dapat diketahui dengan melakukan persilangan resiprokal antara itik Alabio dengan itik Pekin dimana induk itik Alabio pada satu persilangan bertindak sebagai pejantan dan pada persilangan lain bertindak sebagai induk. Persilangan resiprokal tersebut menghasilkan itik PA (pejantan Pekin dengan betina Alabio) dan itik AP (pejantan Alabio dengan betina Pekin). Itik PA dan itik AP dari hasil persilangan tersebut kemudian dilakukan pemeliharaan dan diberikan pakan yang sama untuk mendapatkan sifat produksi dan kualitas telur yang dihasilkan. Sifat produksi dari itik PA dan itik AP akan memberikan nilai yang dapat menggambarkan tentang kestabilan sifat produksi dari itik Alabio tersebut. Hasil penelitian pada sifat-sifat produksi telur itik PA dan AP yaitu umur pertama bertelur, bobot telur pertama, bobot badan pertama bertelur dan produksi telur tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Sifat Produksi Itik PA dan AP

Parameter

PA x ± s.e

AP x ± s.e Umur Pertama Bertelur (hari) 168,95 ± 3,42 172,82 ± 3,44 Bobot Telur Pertama (g) 62,12 ± 0,80 62,15 ± 0,98 Bobot Badan Pertama Bertelur (g) 2445,7 ± 26,2 2430 ± 34,3 Produksi Telur 3 Bulan (%) 84,7 ± 1,49 78,1 ± 4,52

Keterangan:Nilai tanpa superskrips pada baris yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata (P>0,05). PA = pejantan Pekin-betina Alabio, AP = pejantan Alabio-betina Pekin

Hasil analisis statistik memperlihatkan bahwa umur pertama bertelur itik PA dan AP tidak berbeda nyata (P>0,05), demikian pula dengan bobot telur pertama, bobot badan pada saat bertelur pertama dan produksi telur selama 3 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa itik Alabio baik sebagai pejantan maupun betina menghasilkan keturunan yang memiliki sifat produksi yang tidak berbeda, dalam arti lain itik Alabio memiliki sifat produksi yang stabil.

(47)

13 Susanti (2000) yang menyatakan bahwa umur pertama bertelur itik Alabio adalah 169.89 hari. Susanti (2003) menyatakan bahwa umur pertama bertelur dapat mempengaruhi produktivitas itik. Konsekuensi umur pertama bertelur yang relatif cepat akan menyebabkan rendahnya bobot telur yang akan menyebabkan rendahnya bobot DOD. Oleh sebab itu, umur pertama bertelurjuga harus dipertimbangkan sebagai kriteria seleksi disamping sifat produksi lainnya.

Rataan bobot telur pertama itik PA dan AP yang diperoleh pada penelitian ini masing-masing sebesar 62,12 g dan 62,15 g. Hasil tersebut sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Prasetyo dan Susanti (2000) yang menyatakan rataan bobot telur pertama hasil persilangan resiprokal itik Alabio dan Mojosari masing-masing sebesar 56,66 g dan 56,07 g. Perbedaan hasil tersebut diduga dipengaruhi oleh faktor genetik dimana itik Pekin memiliki performa tubuh yang lebih besar sehingga berpengaruh terhadap bentuk dan bobot telurnya. Hal tersebut juga terjadi pada parameter bobot badan saat pertama bertelur dimana diduga terdapat pengaruh genetik antara itik PA dan AP yang masing masing memiliki bobot sebesar 2445,7 g dan 2430 g dengan hasil penelitian Prasetyo dan Susanti (2000) yang menyatakan bahwa bobot badan itik MA dan AM saat pertama bertelur masing-masing sebesar 1803 g dan 1741 g.

(48)

14 dari gen yang menyusunnya,sedangkan faktor lingkungan tidak selalu berubah dan tidak dapat diwariskan kepada anak keturunannya (Hardjosubroto, 1994). Oleh karena itu perbaikan mutu genetik, pakan dan tata laksana pemeliharaan akan meningkatkan produktivitas itik tersebut.

Kualitas Telur

Pengukuran kualitas telur dalam penelitian ini dilakukan pada bobot telur, kuning telur, putih telur, kerabang basah dan kering, serta nilai HU, warna kuning telur dan tebal kerabang. Pengamatan dilakukan pada telur pertama, 1 bulan dan 2 bulan. Hasil pengamatan kualitas telur pertama itik PA dan AP dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kualitas Telur PA dan AP pada Telur Pertama

Parameter

Telur Pertama

PA AP x ± s.e x ± s.e

Bobot Telur (g) 62,64±0,80 62,74±1,00

Bobot Kuning Telur (g) 17,07±0,39 17,94±0,41 Bobot Putih Telur (g) 39,29±0,44 38,44±0,54 Bobot Kerabang Basah (g) 7,53a±0,08 7,87b±0,10 Bobot Kerabang Kering (g) 6,27a±0,07 6,57b±0,09

H.U. 108,23a ±0,32 106,51b±0,34

Warna Kuning Telur 10,92±0,10 10,70±0,14

Tebal Kerabang (mm) 39,16±0,37 38,85±0,30 Indeks Telur (%) 74,7a ±2,87 72,84b±3,06 Keterangan: Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada satu baris yangsama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). PA = pejantanPekin-betina Alabio, AP = pejantan Alabio-betina Pekin

(49)

15 Bobot kerabang kering itik AP lebih besar dibandingkan itik PA, hal ini dikarenakan nilai dari kerabang kering merupakan penyusutan dari bobot kerabang basah selama pengeringan dimana bobot kerabang basah itik AP juga lebih tinggi dari itik PA. Bobot kerabang basah dan kering telur itik PA dan itik AP lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Prasetyo dan Susanti (2000) yang menyatakan bobot kerabang basah dan kering masing-masing pada telur Alabio sebesar 7,04 g dan 5,67 g.

Nilai HU itik PA memiliki nilai HU yang lebih tinggi dibanding itik AP.Hal yang sama juga terlihat pada indeks telur itik PA yang memiliki nilailebih tinggi dibanding itik AP.Romanoff dan Romanoff (1963) mengatakan bahwa nilai indeks yang normal adalah 79%, maka nilai indeks yang lebih kecil dari 79% akan memberikan penampilan telur yang lebih panjang dan nilai indeks lebih dari 79% penampilannya akan lebih bulat, sehingga indeks telur yang didapatkan dari hasil penelitian ini memiliki bentuk yang relatif panjang. Indeks telur yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan nilai yang lebih rendah jika dibandingkan dengan indeks telur itik Alabio pada Noyansa (2004) yang mengatakan bahwa indeks telur itik Alabio sebesar 78,78% namun cenderung lebih mirip kepada indeks telur itik Pekin pada penelitian Kokoszynski et al. (2007) yang menyatakan bahwa indeks telur itik Pekin pada fase awal; pertengahan dan akhir produksi masing-masing memiliki rataan sebesar 72,8%; 74,5% dan 75%. Dharma et al. (2002) menjelaskan bahwa indeks telur yang mencerminkan bentuk telur dipengaruhi oleh sifat genetik, bangsa serta proses pembentukan telur, terutama pada saat telur melalui magnum dan isthmus.

(50)

16

Tabel 4. Kualitas Telur PA dan AP pada Telur 1 Bulan

Parameter

1 Bulan

PA AP x ± s.e x ± s.e

Bobot Telur (g) 71,23±1,59 75,8±2,32

Bobot Kuning Telur (g) 21,20±0,55 22,26±0,30 Bobot Putih Telur (g) 42,76±1,02 45,66±1,93 Bobot Kerabang Basah (g) 9,15±0,25 9,4±0,24 Bobot Kerabang Kering (g) 7,27a±0,14 7,88b±0,19

H.U. 105,05a±0,52 108,13b±0,89

Warna Kuning Telur 9,7±0,21 9,63±0,46

Tebal Kerabang (mm) 36,33a±0,37 38,29b±0,55

Indeks Telur (%) 76,48±2,23 75,26±2,35

Keterangan: Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada satu baris yangsama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). PA = pejantanPekin-betina Alabio, AP = pejantan Alabio-betina Pekin

Nilai HU yang dihasilkan pada telur 1 bulan menunjukkan bahwa adanya perbedaan hasil dengan pengamatan telur pertama. Hal ini dapat dilihat bahwa pada telur pertama nilai HU itik AP lebih tinggi jika dibandingkan dengan itik PA, sedangkan pada pengamatan telur 1 bulan nilai HU itik PA memiliki nilai HU yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan itik AP.

Tebal kerabang itik PA lebih rendah dibandingkan dengan itik AP pada pengamatan telur 1 bulan.Tebal kerabang akan memberikan pengaruh pada terjaganya kualitas telur selama proses penyimpanan, selain itu tebal kerabang juga akan mempengaruhi daya tetas selama penetasan. Kerabang yang memiliki ketebalan yang tinggi dapat menghambat proses peretakan yang terjadi saat DOD akan keluar dari telur, namun kerabang yang memiliki ketebalan yang rendah dapat memungkinkan terjadinya kontaminasi mikroba selama proses menetas. Romonoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa tebal kerabang normal berkisar antara 30 – 50 mm, sehingga tebal kerabang dari hasil penelitian ini masih termasuk normal.

(51)

17 bobot putih telur itik PA lebih tinggi jika dibandingkan dengan bobot putih telur itik AP.

Tabel 5. Kualitas Telur PA dan AP pada Telur 2 Bulan

Parameter

2 Bulan

PA AP

x ± s.e x ± s.e

Bobot Telur (g) 77,01±1,06 74,18±1,03

Bobot Kuning Telur (g) 23,5±0,45 23,55±0,44 Bobot Putih Telur (g) 45,95a±0,64 43,32b±0,65 Bobot Kerabang Basah (g) 9,23±0,16 9,29±0,15 Bobot Kerabang Kering (g) 7,57±0,13 7,31±0,12

H.U. 110,21a±0,66 106,39b±0,70

Warna Kuning Telur 10,76a±0,24 9,75b±0,20 Tebal Kerabang (mm) 37,63±0,59 36,65±0,42

Indeks Telur (%) 75,27±2,75 75,26±2,35

Keterangan: Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada satu baris yangsama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). PA = pejantanPekin-betina Alabio, AP = pejantan Alabio-betina Pekin

Pengamatan pada nilai HU di telur 2 bulan menunjukkan nilai yang berbeda jika dibandingkan dengan pengamatan pada telur 1 bulan. Nilai HU telur 2 bulan menunjukkan bahwa itik PA memiliki nilai HU yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan itik AP. Walaupun terdapat perbedaan pada kualitas telur pertama, 1 bulan dan 2 bulan, nilai HU yang diperoleh dari hasil penelitian ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai HU pada itik Alabio pada penelitian Prasetyo dan Susanti (2000) yang menyatakan bahwa nilai HU itik Alabio sebesar 120,6. Namun nilai HU yang diperoleh dari hasil penelitian ini masih termasuk dalam kategori telur yang memiliki kualitas AA (>72), hal ini dikarenakan bahwa telur-telur yang diamati merupakan telur segar. Hal ini didukung oleh Stadelman dan Cotterill (1995) yang menyatakan bahwa telur yang memiliki kualitas AA memiliki nilai HU sebesar 72 atau lebih.

(52)
(53)

19 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil persilangan resiprokal antara itik Alabio dan Pekin (PA dan AP) memiliki performa sifat produksi yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini menggambarkan bahwa kestabilan sifat produksi dari itik Alabio cukup tinggi. Selain itu, nilai kualitas telur PA dan AP tidak berbeda nyata, hanya pada beberapa parameter seperti bobot kerabang basah, kering, nilai HU dan indeks telur pada kualitas telur pertama; bobot kerabang kering, nilai HU dan tebal kerabang pada kualitas telur 1 bulan serta bobot putih telur, nilai HU dan warna kuning telur pada kualitas telur 2 bulan.

Saran

(54)

20 UCAPAN TERIMAKASIH

Alhamdulillaahirobbil’aalamiin. Segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWTataslimpahanrahmat,hidayahserta pertolongan-Nya sehingga penelitiandan penulisanskripsiinidapatdiselesaikan.Shalawatserta salamsemoga selalutercurah kepadajunjungan Nabi besarMuhammad SAW, keluargadan parasahabatnya.

Ucapanterimakasihditujukankepada IbuIr. Sri Rahayu, M.SisebagaidosenPembimbing Akademikatasnasihatdanbimbinganselamamenjadi mahasiswadiFakultasPeternakanIPB,Bapak Prof. Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Scyang telahbersedia menjadiPembimbing Utamadan BapakDr. Ir. L. Hardi Prasetyo, M.Agr sebagai Pembimbing Anggota atasbimbingan, dukungan dan semangatnyayang telahdiberikanselamapenyusunan proposal,penelitian,seminar hingga terselesaikannyapenulisanskripsi. Penulismengucapkan terimakasih kepadaBapak Dr. Rudi Afnan, S.Pt, M.Sc.Agr selaku dosen pembahas seminar,Bapak Dr. Jakaria,S.Pt.,M.Si,Ibu Dr.Ir.Sumiati, M.Scdan Ibu Ir. Sri Darwati, M.Si selakudosenpengujisidang atassarandanmasukannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada BPT Ciawi Bogor yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian, Ibu Triana Susanti atas informasi dan ilmu yang diberikan selama penulisan, Bapak Hamdan beserta seluruh pegawai kompleks kandang itik BPT Ciawi atas ilmu dan bantuan yang diberikan selama penelitian.

(55)

21 Bogor, Juni 2012 Penulis

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Statistik Peternakan Produksi Nasional. Kementerian Pertanian RI, Jakarta.

Dharma, Y. K., Rukmiasih & P. S. Hardjosworo. 2001. Ciri-ciri fisik telur tetas itik mandalung dan rasio jantan dengan betina yang dihasilkan. Prosiding Lokakarya Unggas Air 6-7 Agustus 2001. Auditorium BPT Ciawi, Bogor. Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak Di Lapangan. PT.

Grasindo. Jakarta.

Haqiqi, S. H. 2008. Mengenal beberapa jenis itik petelur lokal. Essay.Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang.

Irianto, A. 2008. Statistik: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Kencana, Jakarta.

Ketaren, P. P., L. H. Prasetyo & T. Murtisari. 1999. Karakter produksi telur pada itik silang Mojosari x Alabio. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Kokoszynski, D., Z. Bernacki & H. Korytkowska. 2007. Eggshell and egg content traits in Peking duck eggs from the P44 reserve flock raised in Poland. Department of Poultry Breeding, Faculty of Animal Breeding and Biology, University of Technology and Life Sciences, Poland.

Mattjik, A. A. & I. M. Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB PRESS, Bogor.

Monica, D. 2010. The specific of duck egg production (Anas platyrhynchos domesticus) raised in Bihor County. Analele Universitatii din Oradea Fascicula: Ecotoxicology, Zootehnie si Tehnologii de Industrie Alimentara, Faculty of Environmental Protection, University of Oradea, Oradea.

Noor, R. R. 2001. Genetika Kuantitatif Hewan/Ternak. Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan IPB, Bogor.

Noyansa, D. 2004. Karakteristik penetasan dari itik Mojosari, Alabio dan persilangannya.Skripsi.Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan IPB, Bogor.

Prasetyo L. H. & T. Susanti. 2000. Persilangan timbal balik antara itik Alabio dan Mojosari : periode awal bertelur. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 5 No. 4 tahun 2000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Prasetyo, L. H., B. Brahmantiyo & B. Wibowo. 2003. Produksi telur persilangan itik Mojosari dan Alabio sebagai bibit niaga unggulan itik petelur. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

(56)

22 Lokakarya Unggas Air. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Purna, I. K. 1999. Aspek genetik kelenturan fenotipik produksi dan kualitas telur itik local sebagai respon terhadap perubahan aflatoksin dalam ransum.Tesis.Prog Pascasarjana IPB, Bogor.

Romanoff, A. L. & A. J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. 2nd Ed. Jhon Wiley and Sons. Inc. New York.

Setioko, A. R., L. H. Prasetyo & B. Brahmantio. 2002. Karakteristik produksi telur itik Bali sebagai sumber plasma nutfah ternak. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak, Bogor.

Stadelman, W. J. & O. J. Cotterill. 1995. Egg Science and Technology. 4th. The Haworth Press. Inc. New York.

Sulaiman, A. & S. N. Rahmatullah. 2011. Karakteristik eksterior, produksi dan kualitas telur itik Alabio (Anas platyrhynchos Borneo) di sentra peternakan itik Kalimantan Selatan. Biosciencetiae Vol. 8 No. 2 Th. 2011: 46-61.

Suretno, N. D. 2006. Kajian produktivitas dan fertilitas itik Cihateup.Tesis. Sekolah Pascasarjana, IPB, Bogor.

Susanti, T. 2003. Strategi pembibitan itik Alabio dan itik Mojosari. Tesis.Prog Pascasarjana, IPB, Bogor.

Zubaidah. 2001. Kualitas telur itik hasil persilangan Alabio dengan bibit induk CV 2000 pada generasi pertama dengan kandang litter. Jurnal Peternakan dan Lingkungan. Universitas Andalas, Padang.

(57)
(58)

24 Lampiran 1.Hasil ANOVA Bobot Badan Pertama Bertelur

SK Db JK KT F P

Genotipa 1 0,0006 0,0006 0,27 0,601

Error 158 0,339 0,0021

Total 159 0,339

Lampiran 2.Hasil ANOVA Umur Pertama Bertelur

SK Db JK KT F P

Genotipa 1 0,005 0,005 0,85 0,357

Error 172 0,939 0,005

Total 173 0,943

Lampiran 3.Hasil ANOVA Bobot Telur Pertama

SK Db JK KT F P

Genotipa 1 0,00005 0,00005 0,02 0,899

Error 163 0,493 0,003

Total 164 0,493

Lampiran 4.Hasil ANOVA Produksi Telur 3 Bulan

SK Db JK KT F P

Genotipa 1 217,8 217,8 1,92 0,182

Error 18 2037,0 113,2

Total 19 2254,8

Lampiran 5.Hasil ANOVA Bobot Telur Pertama

SK Db JK KT F P

Genotipa 1 0,48 0,48 0,01 0,936

Error 179 13346,39 74,56

Total 180 13346,87

Lampiran 6.Hasil ANOVA Bobot Telur 1 Bulan

SK db JK KT F P

Genotipa 1 92,76 92,76 0,113 0,113

Error 16 528,45 33,03

Total 17 621,21

Lampiran 7. Hasil ANOVA Bobot Telur 2 Bulan

SK db JK KT F P

Genotipa 1 73,36 73,36 3,63 0,065

Error 35 707,29 20,21

(59)

25 Lampiran 8. Hasil ANOVA Bobot Kuning Telur Pertama

SK db JK KT F P

Genotipa 1 27,53 27,53 1,92 0,167

Error 177 2533,41 14,31

Total 178 2560,93

Lampiran 9. Hasil ANOVA Bobot Kuning Telur 1 Bulan

SK db JK KT F P

Genotipa 1 5,058 5,058 2,50 0,133

Error 16 32,369 2,203

Total 17 37.427

Lampiran 10. Hasil ANOVA Bobot Kuning Telur 2 Bulan

SK Db JK KT F P

Genotipa 1 0,028 0,028 0,01 0,930

Error 35 126,219 3,606

Total 36 126,247

Lampiran 11. Hasil ANOVA Bobot Putih Telur Pertama

SK Db JK KT F P

Genotipa 1 0,005 0,005 2,04 0,155

Error 177 0,459 0,0026

Total 178 0,465

Lampiran 12. Hasil ANOVA Bobot Putih Telur 1 Bulan

SK Db JK KT F P

Genotipa 1 37,34 37,34 1,97 0,179

Error 16 303,11 18,94

Total 17 340,45

Lampiran 13. Hasil ANOVA Bobot Putih Telur 2 Bulan

SK db JK KT F P

Genotipa 1 63,318 63,318 8,11 0,007

Error 35 273,342 7,810

Total 36 336,660

Lampiran 14. Hasil ANOVA Bobot Kerabang Basah Telur Pertama

SK db JK KT F P

Genotipa 1 0,014 0,014 5,23 0,023

Error 178 0,468 0,003

(60)

26 Lampiran 15. Hasil ANOVA Bobot Kerabang Basah Telur 1 Bulan

SK db JK KT F P

Genotipa 1 0,2734 0,2734 0,50 0,491

Error 16 8,7848 0,5490

Total 17 9,0581

Lampiran 16. Hasil ANOVA Bobot Kerabang Basah Telur 2 Bulan

SK db JK KT F P

Genotipa 1 0,0316 0,0316 0,07 0,787

Error 35 14,9085 0,4260

Total 36 14,9401

Lampiran 17. Hasil ANOVA Bobot Kerabang Kering Telur Pertama

SK Db JK KT F P

Genotipa 1 0,017 0,017 6,16 0,014

Error 178 0,479 0,003

Total 179 0,495

Lampiran 18. Hasil ANOVA Bobot Kerabang Kering Telur 1 Bulan

SK db JK KT F P

Genotipa 1 1,6174 1,6174 6,51 0,021

Error 16 3,9772 0,2486

Total 17 5,5946

Lampiran 19. Hasil ANOVA Bobot Kerabang Kering Telur 2 Bulan

SK db JK KT F P

Genotipa 1 0,6006 0,6006 2,18 0,149

Error 35 9,6606 33,03

Total 36 10,2621

Lampiran 20. Hasil ANOVA Nilai HU Telur Pertama

SK db JK KT F P

Genotipa 1 132,71 132,71 13,48 0,000

Error 177 1743,09 9,85

Total 178 1875,80

Lampiran 21. Hasil ANOVA Nilai HU Telur 1 Bulan

SK db JK KT F P

Genotipa 1 42,025 42,025 9,80 0,006

Error 16 68,600 4,288

(61)

27 Lampiran 22. Hasil ANOVA Nilai HU Telur 2 Bulan

SK db JK KT F P

Genotipa 1 130,32 130,32 15,50 0,000

Error 34 285,82 8,41

Total 35 416,14

Lampiran 23. Hasil ANOVA Warna Kuning Telur Pertama

SK db JK KT F P

Genotipa 1 0,0056 0,0056 2,30 0,131

Error 177 0,4319 0,0024

Total 178 0,4376

Lampiran 24. Hasil ANOVA Warna Kuning Telur 1 Bulan

SK db JK KT F P

Genotipa 1 0,0250 0,0250 0,03 0,876

Error 16 15,9750 0,9984

Total 17 16,0000

Lampiran 25. Hasil ANOVA Warna Kuning Telur 2 Bulan

SK db JK KT F P

Genotipa 1 9,4614 9,4614 10,75 0,002

Error 35 30,8088 0,8803

Total 36 40,2703

Lampiran 26. Hasil ANOVA Tebal Kerabang Telur Pertama

SK db JK KT F P

Genotipa 1 0,0003 0,0003 0,25 0,618

Error 175 0,2325 0,0013

Total 176 0,2329

Lampiran 27. Hasil ANOVA Tebal Kerabang Telur 1 Bulan

SK db JK KT F P

Genotipa 1 17,030 17,030 9,44 0,007

Error 16 28,850 1,803

Total 17 45,880

Lampiran 28. Hasil ANOVA Tebal Kerabang Telur 2 Bulan 

SK db JK KT F P

Genotipa 1 8,850 8,850 1,92 0,175

Error 35 156,585 4,605

(62)

28 Lampiran 29. Hasil Uji T-Test Indeks Telur Pertama

db T-Value P-Value

PA VS AP 176 4,21 0,000

Lampiran 30. Hasil Uji T-Test Indeks Telur 1 Bulan

db T-Value P-Value

PA VS AP 14 1,12 0,281

Lampiran 31. Hasil Uji T-Test Indeks Telur 2 Bulan

db T-Value P-Value

PA VS AP 34 1,02 0,317

Lampiran 32. Peralatan dalam Penelitian

(a). Timbangan Mettler P1210 (b). Alat Uji Kualitas

(63)

29

(e). Mikrometer (f). Serok

(g). Yolk Colour (h). Cawan Kaca

(64)

21 Bogor, Juni 2012 Penulis

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2011. Statistik Peternakan Produksi Nasional. Kementerian Pertanian RI, Jakarta.

Dharma, Y. K., Rukmiasih & P. S. Hardjosworo. 2001. Ciri-ciri fisik telur tetas itik mandalung dan rasio jantan dengan betina yang dihasilkan. Prosiding Lokakarya Unggas Air 6-7 Agustus 2001. Auditorium BPT Ciawi, Bogor. Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak Di Lapangan. PT.

Grasindo. Jakarta.

Haqiqi, S. H. 2008. Mengenal beberapa jenis itik petelur lokal. Essay.Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang.

Irianto, A. 2008. Statistik: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Kencana, Jakarta.

Ketaren, P. P., L. H. Prasetyo & T. Murtisari. 1999. Karakter produksi telur pada itik silang Mojosari x Alabio. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Kokoszynski, D., Z. Bernacki & H. Korytkowska. 2007. Eggshell and egg content traits in Peking duck eggs from the P44 reserve flock raised in Poland. Department of Poultry Breeding, Faculty of Animal Breeding and Biology, University of Technology and Life Sciences, Poland.

Mattjik, A. A. & I. M. Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB PRESS, Bogor.

Monica, D. 2010. The specific of duck egg production (Anas platyrhynchos domesticus) raised in Bihor County. Analele Universitatii din Oradea Fascicula: Ecotoxicology, Zootehnie si Tehnologii de Industrie Alimentara, Faculty of Environmental Protection, University of Oradea, Oradea.

Noor, R. R. 2001. Genetika Kuantitatif Hewan/Ternak. Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan IPB, Bogor.

Noyansa, D. 2004. Karakteristik penetasan dari itik Mojosari, Alabio dan persilangannya.Skripsi.Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan IPB, Bogor.

Prasetyo L. H. & T. Susanti. 2000. Persilangan timbal balik antara itik Alabio dan Mojosari : periode awal bertelur. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner Vol. 5 No. 4 tahun 2000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Prasetyo, L. H., B. Brahmantiyo & B. Wibowo. 2003. Produksi telur persilangan itik Mojosari dan Alabio sebagai bibit niaga unggulan itik petelur. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

(65)

22 Lokakarya Unggas Air. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Purna, I. K. 1999. Aspek genetik kelenturan fenotipik produksi dan kualitas telur itik local sebagai respon terhadap perubahan aflatoksin dalam ransum.Tesis.Prog Pascasarjana IPB, Bogor.

Romanoff, A. L. & A. J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. 2nd Ed. Jhon Wiley and Sons. Inc. New York.

Setioko, A. R., L. H. Prasetyo & B. Brahmantio. 2002. Karakteristik produksi telur itik Bali sebagai sumber plasma nutfah ternak. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak, Bogor.

Stadelman, W. J. & O. J. Cotterill. 1995. Egg Science and Technology. 4th. The Haworth Press. Inc. New York.

Sulaiman, A. & S. N. Rahmatullah. 2011. Karakteristik eksterior, produksi dan kualitas telur itik Alabio (Anas platyrhynchos Borneo) di sentra peternakan itik Kalimantan Selatan. Biosciencetiae Vol. 8 No. 2 Th. 2011: 46-61.

Suretno, N. D. 2006. Kajian produktivitas dan fertilitas itik Cihateup.Tesis. Sekolah Pascasarjana, IPB, Bogor.

Susanti, T. 2003. Strategi pembibitan itik Alabio dan itik Mojosari. Tesis.Prog Pascasarjana, IPB, Bogor.

Zubaidah. 2001. Kualitas telur itik hasil persilangan Alabio dengan bibit induk CV 2000 pada generasi pertama dengan kandang litter. Jurnal Peternakan dan Lingkungan. Universitas Andalas, Padang.

(66)
(67)

24 Lampiran 1.Hasil ANOVA Bobot Badan Pertama Bertelur

SK Db JK KT F P

Genotipa 1 0,0006 0,0006 0,27 0,601

Error 158 0,339 0,0021

Total 159 0,339

Lampiran 2.Hasil ANOVA Umur Pertama Bertelur

SK Db JK KT F P

Genotipa 1 0,005 0,005 0,85 0,357

Error 172 0,939 0,005

Total 173 0,943

Lampiran 3.Hasil ANOVA Bobot Telur Pertama

SK Db JK KT F P

Genotipa 1 0,00005 0,00005 0,02 0,899

Error 163 0,493 0,003

Total 164 0,493

Lampiran 4.Hasil ANOVA Produksi Telur 3 Bulan

SK Db JK KT F P

Genotipa 1 217,8 217,8 1,92 0,182

Error 18 2037,0 113,2

Total 19 2254,8

Lampiran 5.Hasil ANOVA Bobot Telur Pertama

SK Db JK KT F P

Genotipa 1 0,48 0,48 0,01 0,936

Error 179 13346,39 74,56

Total 180 13346,87

Lampiran 6.Hasil ANOVA Bobot Telur 1 Bulan

SK db JK KT F P

Genotipa 1 92,76 92,76 0,113 0,113

Error 16 528,45 33,03

Total 17 621,21

Lampiran 7. Hasil ANOVA Bobot Telur 2 Bulan

SK db JK KT F P

Genotipa 1 73,36 73,36 3,63 0,065

Error 35 707,29 20,21

Gambar

Gambar 2. Itik Pekin
Tabel 1. Parameter Kualitas TelurItik AA, MM, AM, MA, Bali Putih dan Bali Coklat
Tabel 2.  Tabel 2. Sifat Produksi Itik PA dan AP
Tabel 3. Kualitas Telur PA dan AP pada Telur Pertama
+7

Referensi

Dokumen terkait

ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereeniging) didirikan pada tahun 1914 dengan anggota yang terdiri dari 85 anggota dari dua partai sosialis Belanda (Partai Buruh Sosial

Didalam perkembangan sosial di masyarakat selalu terdapat hasrat akan adanya keteraturan pada perkembangan hidup masyarakat, masyarakat tradisional dengan kelompok relatif kecil

Data pengetahuan gizi dianalisis secara deskriptif, lalu dilakukan uji beda menggunakan uji independent sample t-test apakah terdapat perbedaan pengetahuan gizi antara

Uji berikutnya adalah Paired Sample T Test dengan hasil diketahui rata-rata nilai z score sebelum diberi intervensi adalah -2,48 ± 0,27 dan sesudah diberi intervensi nilai

Kesimpulan dari hasil uji validitas dan reliabilitas ini menunjukkan bahwa skala-skala yang ada dalam penelitian ini telah memenuhi syarat sebagai alat ukur yang digunakan

Sudjana (2013) menjelaskan bahwa kegiatan penilaian bertujuan untuk menjamin pelaksanaan pembelajaran agar sesuai terhadap kompetensi yang telah direncanakan,

Lindi berasal dari proses dekomposisi sampah yang mengandung materi tersuspensi, terlarut, dan terekstraksi, sehingga kandungan lindi sangat berbahaya.Pada penelitian

Demak Kota Wali yang menjadi tagline kota Demak, di lihat dari kondisi wilayah Demak dan unsur budaya kota Demak yang sangat agamis, Demak merupakan kerajaan islam