• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian pengelolaan agroforestri dan konservasi keanekaragaman hayati

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian pengelolaan agroforestri dan konservasi keanekaragaman hayati"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENGELOLAAN AGROFORESTRI DAN

MANFAATNYA DALAM KONSERVASI

KEANEKARAGAMAN HAYATI DI GUNUNG MANANGGEL,

KECAMATAN MANDE, KABUPATEN CIANJUR

.

GILANG EMBANG PUTRA PRATAMA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN

EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

KAJIAN PENGELOLAAN AGROFORESTRI DAN

MANFAATNYA DALAM KONSERVASI

KEANEKARAGAMAN HAYATI DI GUNUNG MANANGGEL,

KECAMATAN MANDE, KABUPATEN CIANJUR

.

SKRIPSI

GILANG EMBANG PUTRA PRATAMA E34104090

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN

EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

RINGKASAN

Gilang Embang Putra Pratama E34104090. Kajian Pengelolaan Agroforestri dan Manfaatnya dalam Konservasi Keanekaragaman Hayati di Gunung Mananggel, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur. Pembimbing : Haryanto Raharjo Putro.

Keberadaan kawasan hutan yang ditetapkan oleh pemerintah yakni IUPHHK ataupun kawasan pelestarian alam tidak mampu menyejahterakan masyarakat sekitarnya. Deforestasi terjadi di kawasan hutan alam itu yang cepat atau lambat akan membawa hutan alam ke titik dimana tidak mampu lagi memasok kebutuhan kayu.

Hasil hutan non-kayu merupakan hasil utama dari agroforest-agroforest di Indonesia sedangkan hasil hutan kayu merupakan hasil sampingannya. Meskipun demikian keberadaan agroforest milik masyarakat lebih dapat menyejahterakan masyarakat dan diperkirakan agroforest ini adalah jawaban kelak ketika hutan alam tak mampu lagi memasok kebutuhan kayu.

Tujuan dari penelitian ini adalah Mengetahui pola pengelolaan agroforest serta manfaatnya bagi masyarakat dan konservasi keanekaragaman hayati.

Penelitian ini dilakukan di Gunung Mananggel, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat. Mulai Oktober 2009 hingga November 2010. Metode yang digunakan yaitu wawancara dan pengamatan berperan serta terhadap masyarakat sekitar kawasan serta Pengamatan satwa liar dan analisis vegetasi (kuantitatif) menggunakan metode petak tunggal dan pembuatan diagram profil.

Kawasan Gunung Mananggel merupakan kawasan terbuka hijau yang terdiri dari mosaik-mosaik beberapa tipe agroforest yang setidaknya memiliki dua strata. Lahan di kawasan gunung mananggel ini dikelola oleh petani dengan menggunakan sistem agroforestri. Terdapat setidaknya tiga tipe agroforest yang bersiklus dan tidak dapat dibedakan secara tegas. Tipe-tipe agroforest itu adalah agroforest durian, agroforest karet dan agroforest campuran. Manfaat Kawasan ini bagi masyarakat ialah sebagai sumber penghasilan utama bagi para petani, sebagai sumber kayubakar, sebagai pemasok kayu, sebagai sumber sayuran dan bahan makanan lain.

(4)

SUMMARY

Gilang Embang Putra Pratama E34104090. Study Of Agroforestry management and its benefits to biodiversity conservation in Gunung Mananggel, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur. Under supervision : Haryanto Raharjo Putro.

Presence of forest area which setted by government such as IUPHHK and nature reserve area are unable giving welfare to surrounding comunities. Deforestation is occur in that forested area which sooner or later will bringg the forest area to the point where unable to supply the wood demand.

Non timber forest product is main product of agroforests in indonesia whereas timber forest product is the secondary product. Even so existence of community-owned agroforest more able giving walfare to the community and agroforest was estimated as an answer where the nature forest unable to supply the wood demand.

Purpose of this research is to know the scheme of agroforest management and its benefits for community and biodiversity conservation.

Research was held in Gunung Mananggel, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, West Java. Start by October 2009 till November 2010. Method that used was interviewing people arround the area and participative observation. the biodiversity research using vegetation analitic and making diagram profil of vegetation.

Gunung Mananggel forested area consist of mosaics of few type of agroforest which at least consist of two canopy level. land of this area managed by farmers using agroforestry system. At least three types cyclical agroforest which indistinguishable exactly. that were durian agroforest, rubber plant agroforest and mixed agroforest. The benefit of this area to people especiallu farmers as a main source of livelihood such as source of fuelwood, woods supply, source of vegetables and complementary foods.

Gunung Mananggel area has role to nature resource conservation as water catchment area and wildlife area. there are more than 39 species avifauna, two species primate and two another mammals.

(5)

KAJIAN PENGELOLAAN AGROFORESTRI DAN

MANFAATNYA DALAM KONSERVASI

KEANEKARAGAMAN HAYATI DI GUNUNG MANANGGEL,

KECAMATAN MANDE, KABUPATEN CIANJUR

.

GILANG EMBANG PUTRA PRATAMA E34104090

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN

EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Skripsi : Kajian Pengelolaan Agroforestri Dan Manfaatnya Dalam Konservasi Keanekaragaman Hayati Di Gunung Mananggel, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur

Nama : Gilang Embang Putra Pratama NRP : E34104090

Departemen : Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Menyetujui, Pembimbing

(7)

Judul Skripsi : Kajian Pengelolaan Agroforestri Dan Manfaatnya Dalam Konservasi Keanekaragaman Hayati Di Gunung Mananggel, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur

Nama : Gilang Embang Putra Pratama NRP : E34104090

Departemen : Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Menyetujui, Pembimbing

( Ir. Haryanto R. Putro, MSc ) NIP. 19600928 1985 03 1 004

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

( Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr ) NIP. 131578788

(8)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Pengelolaan Agroforest dan Manfaatnya dalam Konservasi Keanekaragaman Hayati di Gunung Mananggel, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur adalah benar-benar hasil saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal dari penulis lain telah disebutkan dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2011

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Cianjur, Jawa Barat pada tanggal 9 Oktober 1985. Anak satu-satunya dari pasangan Bapak Donny Herlando (Alm) dan Ida Farida.

Pada tahun 2004, penulis lulus dari SMUN 1 Cianjur dan pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB.

Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif di Perkumpulan Mahasiswa Pecinta Alam IPB (LAWALATA-IPB) dan menjadi pengurus dan penghuni asrama Sylvasari (2005-2010) yang kini telah dialih fungsikan.

Kegiatan yang pernah penulis lakukan selama menjadi mahasiswa IPB antara lain Studi Karakteristik Sosial Ekonomi dan Monitoring Biodiversitas di Taman Nasional Batang Gadis, Sumatera Utara (2005); Ciremai Mount Biodiversity Explore and Groundcheck (2005); Kajian Bio-ekologi Rafflesia rochusenii, Gunung Salak, Bogor (2006); Praktik Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) Getas-Cilacap (2006); Ekspedisi Gunung Kerinci dan Kajian Orang Rimba, Jambi (2006); Rinjani Mountain Bike Tour (2008); Penelusuran Goa Leang Pute (2009); Sepeda Lintas Teluk Bone, Pulau Muna dan Buton (2009); Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) di Kalimantan Tengah dan Jambi (2010) dan Ekspedisi Leuser Lawalata-IPB (2010).

(10)

KATA PENGANTAR

Agroforestri merupakan ilmu yang relatif baru dalam dunia kehutanan. Agroforestri menjadi mencuat ketika kita sadar bahwa pengelolaan hutan di dunia ini membawa hutan berada pada kondisi kritis ketika laju kepunahan spesies sangat tinggi begitupun laju degradasi hutan dan lingkungan. Agroforestri kini diketahui merupakan bentuk pengelolaan lahan yang berkelanjutan dan bersifat lokal. Banyak spesies pohon ditanam di lahan agroforest ini. Banyak contoh lahan agroforest sulit dibedakan dengan hutan alam.

Agroforestri diperkirakan dapat menjawab persoalan degradasi hutan dan kesejahteraan masyarakat sekitarnya yang saat ini sangat terasa padahal bentuk pengelolaan ini dipraktekkan oleh nenek moyang kita beratus-ratus tahun yang lalu. Kini pengkajian terhadap agroforestri banyak mengungkapkan bahwa bentuk pengelolaan ini berkelanjutan.

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkapkan suatu bentuk pengelolaan lokal dan berbagai manfaatnya, dalam hal ini di Gunung Mananggel, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur sehingga pemerintah dan para pemangku kepentingan disana dapat ikut mendorong bentuk pengelolaan ini demi terciptanya “leuweung hejo masyarakat ngejo” yang artinya hutan hijau dan masyarakat bisa makan.

Pada Kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Haryanto, Ms sebagai dosen pembimbing yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini dan semua pihak yang tidak dapat dituliskan satu per satu.

Penulis sadar bahwa skripsi ini sangat jauh dari kesempurnaan namun meskipun demikian tersimpan harapan skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi dunia kehutanan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak untuk ke arah yabg lebih baik.

Bogor, Januari 2011 Penulis  

(11)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

1. Ibu tercinta yang telah memberikan dukungan moril maupun materil.

2. Ir. Haryanto R. Putro selaku pembimbing atas saran, nasehat dan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Mas Bowie (Wibowo A. Djatmiko) atas saran dan masukannya.

4. Saudaraku Anggi Putra P atas partisipasinya dalam pengamatan burung. 5. Cita A. Ashadi yang selalu memberikan motivasi dan waktunya.

6. Saudara seperjuangan Yogi, Husein dan Sulfan atas motivasinya.

7. Perkumpulan Mahasiswa Pecinta Alam (LAWALATA-IPB) yang telah menghadirkan semangat dan impian dalam hidup yang singkat ini.

8. Asrama Sylvasari yang memberikan kilau warna persaudaraan dan kesederhanaan.

9. Rekan-rekan seprofesi KSHE’41.

10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

 

 

 

 

 

 

(12)

DAFTAR ISI

2.1. Sejarah ekstraksi Sumberdaya Hutan ... 3

2.2. Hutan Rakyat ... 4

2.4. Keanekaragaman burung terkait dengan populasi manusia dan penggunaan lahan sekarang ... 10

III METODOLOGI PENELITIAN ... 11

4.2.1. Karakteristik umum lokasi Agroforest ... 14

4.2.2. Karakteristik umum vegetasi Agroforest ... 17

4.3. Struktur dan komposisi Vegetasi Kebun ... 19

4.3.1. vegetasi durian-pisang ... 19

4.4.2. Dinamika pengelolaan agroforest ... 23

4.4.3. Bentuk keberlanjutan dalam pengelolaan agroforest .. 24

4.4.4. Aset ekonomi baru dari agroforest ... 25

4.4.5. Urusan uang yang berkaitan dengan agroforest ... 25

4.5. Klasifikasi pengelolaan agroforest ... 26

4.5.1. Agroforest durian ... 26

(13)

4.5.3. Agroforest campuran ... 33

4.6. Pola pengelolaan Agroforest dikawasan Gunung Mananggel sebagai kawasan agroforest milik masyarakat ... 33

4.7. Teknik Budidaya ... 35

4.7.1. Penyiapan lahan dan penanaman ... 35

4.7.2. Penebangan ... 36

4.7.3. Pemeliharaan ... 38

4.7.4. Penyemprotan pestisida dan pemupukan ... 38

4.7.5. Perkembangan bentuk dan konversi agroforest ... 39

4.8. Nilai dan manfaat agroforest ... 40

4.8.1. Agroforest sebagai sumber kayubakar ... 43

4.8.2. Agroforest sebagai penghasil kayu ... 44

4.8.3. Agroforest sebagai sumber sayuran dan bahan makanan lain ... 45

4.9. Keberadaan agroforest ditinjau dari aspek konservasi ... 45

4.9.1. Agroforest sumber keanekaragaman jenis pohon ... 45

4.9.2. Agroforest sebagai hábitat satwaliar ... 46

4.9.3. Agroforest sebagai penjaga sistem hidrologi V KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

5.1. Kesimpulan. ... 51

5.2. Saran…………. ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Penghasilan agroforest ... 15 2. Potensi agroforest sebagai penghasil kayu di Kecamatan Mande

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. LokasiGunung Mananggel ... 15

2. Transek Agroforest di Gunung Mananggel ... 16

3. Profil Vegetasi Agroforest Durian-Pisang ... 20

4. Profil Vegetasi Agroforest Karet ... 20

5. Profil Vegetasi Agroforest Campuran... 21

6. Dominasi Durian…… ... 21

7. Tegakan Durian……… ... 27

8. Pemasaran Durian……. ... 29

9. Petani Menyadap Karet di Agroforest Karet... 31

10. Siklus Pengelolaan….. ... 35

11. Lahan yang Sudah Disiapkan, Baru Ditanami sengon dan Pisang .. 36

12. Seseorang yang Hendak Menyarad Kayu yang Baru Dibuat Balok 37

13. Penghasilan Tiga Jenis Kebun/Agroforest ... 42

14. Kurva Keragaman Avifauna ... 47

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kuesioner Wawancara ... 54

2. Catatan Lapang………. ... 56

3. Daftar Nama-Nama Pohon ... 62

4. Pengamatan Burung ... 63

(17)

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penanaman yang memadukan pohon dengan tanaman pertanian (palawija), peternakan atau perikanan di dalam atau di luar kawasan hutan, merupakan bentuk pola tanam yang sudah dipraktikkan oleh manusia di muka bumi ini sejak jaman dahulu, pola tanaman agroforestri pada dasarnya dipraktikkan untuk satu tujuan, yakni efisiensi penggunaan lahan, dimana dari sebidang lahan bisa dihasilkan berbagai produk yang bernilai ekonomi.

Agroforestri yang ada dewasa ini, merupakan hasil dari pilihan petani dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka secara langsung maupun untuk dijual sebagai penghasilan dengan melakukan pengaturan pemulihan sumber daya hutan yang dibentuk berdasarkan sistem pengetahuan dan tradisi hutan setempat, dan dikelola menggunakan teknik-teknik dan praktik-praktik terpadu yang sederhana.

Kebijakan kehutanan sekarang ini memiliki dua sisi berbeda. Disatu sisi IUPHHK sebagai pemasok kebutuhan kayu yang menguntungkan pemilik modal merupakan penyebab deforestasi yang sangat tinggi di negara ini dan disisi lain penetapan kawasan pelestarian alam yang ditetapkan oleh negara mengakibatkan larangan bagi masyarakat sekitar hutan untuk memanfaatkan sumberdaya hutan tanpa memberikan alternatif. Keberadaan keduanya tak mampu menyejahterakan masyarakat sekitar.

Deforestasi yang sangat besar terjadi di kawasan hutan alam di seluruh Indonesia. Deforestasi ini cepat atau lambat akan membawa hutan alam ke titik dimana tidak mampu lagi memasok kebutuhan kayu.

Hasil hutan non-kayu merupakan hasil utama dari agroforest-agroforest di Indonesia sedangkan hasil hutan kayu merupakan hasil sampingannya. Meskipun demikian diperkirakan agroforest milik masyarakat ini adalah jawaban kelak ketika hutan alam tak mampu lagi memasok kebutuhan kayu.

(18)

alam berbukit sehingga memiliki peran ekologi yang sangat penting selain sebagai penjaga sistem tata air juga sebagai kantung habitat satwa liar.

Penelitian ini merupakan suatu pendekatan sosial, ekonomi, dan ekologi dalam mempelajari pengelolaan sumberdaya hutan dan lahan oleh masyarakat sekitar serta manfaat kawasan tersebut dalam aspek konservasi sumberdaya alam. Untuk lebih jauhnya penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan kebijakan dalam pengelolaan agroforest demi tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan.

1.2. Tujuan

1. Mengetahui pola pengelolaan agroforest masyarakat sekitar Gunung Mananggel.

2. Mengetahui nilai manfaat agroforestri yang dipraktikan serta apa yang membuat masyarakat mempertahankan pola tersebut.

(19)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Ekstraksi Sumberdaya Hutan

Sejarah ekstraksi sumberdaya hutan telah berumur sama tuanya dengan usia peradaban umat manusia. Keberadaan sumberdaya hutan beserta seluruh isinya baik dalam bentuk flora, fauna serta potensi abiotik lainnya hampir tidak pernah dapat dipisahkan dari siklus hidup dan kehidupan seluruh kelompok komunitas di setiap bagian ekosistem di muka bumi. Tahapan perkembangan kehidupan umat manusia mulai dari yang paling primitif, berburu-meramu (hunter gatherer), berladang berpindah (shifting cultivation), bertani menetap (peasant community) hingga mencapai kemajuan sebagai masyarakat industrial modern (modern community) tidak pernah terlepas dari peran dan keberadaan sumberdaya hutan. Pendek kata, sumberdaya telah menjadi salah satu penopang sistem ekonomi, ekologi, dan sosial bahkan religiusitas bagi kelangsungan hidup umat manusia secara lintas generasi (Nugraha, et.al, 2007).

Ketika Kompeni mendarat di Jayakarta pada tahun 1602 dan mencari sumber-sumber alam yang dapat mereka perdagangkan, mereka menemukan hutan yang dikelola masyarakat di Bacasie (Bekasi) sekitar Jayakarta yang mempergunakan kayu bakar untuk menjalankan industri yang memproduksi gula, arak, tong kayu, dan lain-lain. Mereka juga menemukan kayu jati di sepanjang pantai Karawang, Purwakarta ke timur, kemudian memperluas cakupan kekuasaannya ke Jawa Tengah dan Timur dan mencari untuk digunakan sebagai bahan bangunan, bahan membuat kapal dan untuk diperdagangkan ke Eropa (Djajapertjunda, 2000) .

(20)

penebangan kayu di Jawa Barat, yaitu pada tahun 1722 dan tahun 1786, yang hasilnya tidak memuaskan (Djajapertjunda, 2000).

2.2. Hutan Rakyat

Dalam Undang-undang No 5 tahun 1967 yang disempurnakan dengan UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan, menyebutkan bahwa kawasan hutan merupakan wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Hutan Negara diartikan sebagai hutan yang berada pada tanah tidak dibebani hak atas tanah, sedang Hutan Hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak seperti tanah-tanah yang dibebani hak milik, hak guna usaha dan hak-hak lainnya sehingga hutannya dapat disebut hutan milik. (Djajapertjunda, 2000)

Hutan rakyat dalam arti yang luas meliputi jaminan atas akses dan kontrol terhadap sumberdaya hutan untuk penghidupan masyarakat di dalam dan sekitar hutan dimana mereka tergantung terhadapnya secara ekonomi, sosial, kultural, dan spiritual. Hutan-hutan selayaknya dikelola untuk menjamin keamanan pemanfaatan dari generasi ke generasi berikutnya dan meningkatkan segala peluang kelestariannya. Hutan rakyat didasarkan pada tiga prinsip, yakni:

1. Hak-hak dan tanggung-jawab atas sumberdaya hutan harus jelas, aman dan permanen

2. Hutan-hutan harus dikelola secara wajar sehingga terjadi alir manfaat dan nilai tambah

3. Sumberdaya hutan harus diwariskan dalam kondisi yang baik guna menjamin ketersediaannya di masa-masa yang akan datang

Gilmour dan Fisher dalam Hinrichs et al, 2008 menegaskan bahwa hutan rakyat memiliki sekurang-kurangnya tiga keunggulan yang diakui secara luas, ialah :

• Pengakuan bahwa penduduk setempat mampu memainkan peran penting/kunci dalam pengelolaan hutan

• Pengakuan bahwa mereka memiliki hak yang sah untuk diikutsertakan

(21)

Pemanfaatan tanah masyarakat di pulau Jawa pada umumnya terbagi atas usaha pertanian lahan basah seperti sawah, usaha pertanian palawija lahan kering dan agroforest. Di tanah-tanah yang disebut agroforest, tergantung dari kesuburan tanahnya, kemiringan, keberadaan air, letaknya umumnya ada yang ditanami dengan berbagai tanaman palawija, pohon buah-buahan, pohon aren, pohon-pohon bahan makanan seperti keluwih, sukun, dan 36 jenis lainnya. Di samping tanaman-tanaman tersebut, apabila masih ada ruangan yang kosong, mungkin mereka akan menanam pohon kayu sebagai batas agroforest. Masyarakat yang memilikinya, secara rutin telah mendapatkan hasil dari tanaman buah-buahan seperti tanaman pete, pohon keluwih, pohon aren, dan sebagainya (Djajapertjunda, 2000).

Pada tahun 1998 diperkirakan telah meliputi 1.265.000 ha yang tersebar di 24 provinsi, dan diantaranya, diperkirakan seluas 350.000 ha terdapat di Jawa (Djajapertjunda, 2000).

2.3. Agroforestri

"Agroforestri adalah suatu nama kolektif untuk sistem-sistem penggunaan lahan teknologi, di mana tanaman keras berkayu (pohon-pohonan, perdu, jenis-jenis palm, bambu, dan sebagainya) ditanam bersamaan dengan tanaman pertanian, dan/atau hewan, dengan suatu tujuan tertentu dalam suatu bentuk pengaturan spasial atau urutan temporal, dan di dalamnya terdapat interaksi-interaksi ekologi dan ekonomi diantara berbagai komponen yang bersangkutan" (Nair, 1989 dalam Ohorella).

(22)

Agroforestri menurut Lundgren dan Raintree (1982) merupakan istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu, dan sebagainya) dengan tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada.

Beberapa ciri penting agroforestri yang dikemukakan oleh Lundgren dan Raintree (1982) adalah:

1. Agroforestri biasanya tersusun dari dua jenis tanaman atau lebih (tanaman dan/atau hewan). Paling tidak satu di antaranya tumbuhan berkayu.

2. Siklus sistem agroforestri selalu lebih dari satu tahun.

3. Ada interaksi (ekonomi dan ekologi) antara tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu.

4. Selalu memiliki dua macam produk atau lebih (multi product), misalnya pakan ternak, kayu bakar, buah-buahan, obat-obatan.

5. Minimal mempunyai satu fungsi pelayanan jasa (service function), misalnya pelindung angin, penaung, penyubur tanah, peneduh sehingga dijadikan pusat berkumpulnya keluarga/masyarakat.

6. Untuk sistem pertanian masukan rendah di daerah tropis, agroforestri tergantung pada penggunaan dan manipulasi biomasa tanaman terutama dengan mengoptimalkan penggunaan sisa panen.

7. Sistem agroforestri yang paling sederhanapun secara biologis (struktur dan fungsi) maupun ekonomis jauh lebih kompleks dibandingkan sistem budidaya monokultur.

Huxley (1999) mendefenisikan agroforestri sebagai :

(23)

2. Sistem pengunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu (kadang-kadang dengan hewan) yang tumbuh bersamaan atau bergiliran pada suatu lahan, untuk memperoleh berbagai produk dan jasa (services) sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar komponen tanaman.

3. Sistem pengeloloaan sumber daya alam yang dinamis secara ekologi dengan penanaman pepohonan di lahan pertanian atau padang penggembalaan untuk memperoleh berbagai produk secara berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan keuntungan sosial, ekonomi dan lingkungan bagi semua pengguna lahan.

Menurut Perhutani (1990), agroforestri merupakan manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian pada unit pengelolaan lahan yang sama, dengan memperhatikan kondisi lingkungan fisik, sosial ekonomi, dan budaya masyarakat yang berperan serta.

2.3.1. Sistem Agroforestri: Sederhana dan Kompleks

Definisi agroforestri memungkinkan pembahasan dari berbagai bidang ilmu, seperti ekologi, agronomi, kehutanan, botani, geografi, maupun ekonomi. Agroforestri lebih tepat diartikan sebagai tema penghimpun, yang dibahas dari berbagai segi sesuai dengan minat masing-masing bidang ilmu. Agroforestri adalah nama bagi sistem-sistem dan teknologi penggunaan lahan dimana pepohonan berumur panjang (temasuk semak, palem, bambu, kayu) dan tanaman pangan dan atau pakan ternak berumur pendek diusahakan pada petak lahan yang sama dalam suatu pengaturan ruang dan waktu. Dalam sistem-sistem agroforestri terjadi interaksi ekologi dan ekonomi antar unsur-unsurnya (De Foresta et al 1991 dalam De Foresta et al 2000).

2.3.1.1. Agroforestri Sederhana: Pepohonan dan Tanaman Pangan

(24)

sederhana ini menjadi perhatian utama. Biasanya perhatian terhadap perpaduan tanaman itu menyempit menjadi satu unsur pohon yang memiliki peran ekonomi penting (seperti kelapa, karet, cengkeh, jati, dan sebagainya) atau yang memiliki peran ekologi (seperti dadap dan petai cina), dan sebuah unsur tanaman musiman (misalnya padi, jagung, sayur-mayur, rerumputan), atau jeins tanaman lain seperti pisang, kopi, coklat, dan sebagainya yang juga memiliki nilai ekonomi (De Foresta et al, 2000).

2.3.1.2. Agroforestri Kompleks: Hutan dan Agroforest

Sistem agroforestri kompleks atau singkatnya agroforest adalah sistem-sistem yang terdiri dari sejumlah besar unsur pepohonan, perdu, tanaman musiman, dan atau rumput. Penampakan fisik dan dinamika didalamnya mirip dengan ekosistem hutan alam primer maupun sekunder. Sistem agroforestri kompleks bukanlah hutan-hutan yang ditata lambat laun melalui transformasi ekosistem secara alami, melainkan merupakan agroforest-agroforest yang ditanam melalui proses perladangan. Agroforest-agroforest agroforest dibangun pada lahan-lahan yang sebelumnya dibabati kemudian ditanami dan diperkaya. Dalam kondisi tebatasnya lahan karena ledakan jumlah penduduk dan perluasan konsesi penebangan hutan, transmigrasi dan hutan tanaman industri: lahan yang masih tersisa kebanyakan sudah berupa agroforest (De Foresta et al, 2000).

2.3.2. Komponen Agroforest

2.3.2.1. Tanaman Semusim

(25)

2.3.2.2. Tanaman Tahunan

Jenis tanaman keras ini hanya mencakup pohon-pohon yang memerlukan pemeliharaan dan pemanenan secara teratur. Agroforest campuran biasanya memiliki enam jenis pepohonan yang umumnya dibudidayakan. Salah satunya adalah Pohon durian, Durio zibethinus (Bombacaceae). Pohonnya besar dengan ketinggian sampai 40 m, merupakan komponen kanopi agroforest campuran dan spesies paling utama di Maninjau. Spesies ini berasal dari hutan-hutan alam di bagian barat Indonesia. Durian berbuah pada bulan Juli-Agustus sejak berumur tujuh sampai lebih dari 100 tahun. Buahnya dijual kepada pedagang setempat dan juga dimakan sendiri; pada puncak musimnya, konsumsi durian dapat melebihi jumlah konsumsi beras. Durian dibiakkan dari biji yang dikumpulkan dari buah paling besar dan enak, dan ditanam di tempat yang terpilih di dalam agroforest. Pohon ini tidak memerlukan pemeliharaan khusus, tetapi sebelum musim buah vegetasi lapisan terbawah perlu dibersihkan untuk memudahkan pengumpulan buah yang jatuh. Pohon-pohon durian tua dibiarkan mati secara alami dan seringkali tumbang sewaktu ada angin kencang dan kayunya diambil untuk bangunan. Pohon durian menghasilkan kayu berwarna merah yang baik sebagai dinding rumah. (Arifin et.al, 2003)

2.3.3. Pengaturan Komponen Agroforest

(26)

2.3.4 Fungsi Ekonomi Agroforestri

Agroforest mempunyai fungsi ekonomi penting bagi masyarakat setempat. Peran utama agroforest bukanlah produksi bahan pangan melainkan sebagai sumber penghasil pemasukan uang dan modal. Seringkali agroforest menjadi satu-satunya sumber uang tunai keluarga petani. Agroforest memasok 50-80 persen pemasukan dari pertanian di pedesaan melalui produksi langsung dan kegiatan lain yang berhubungan dengan pengumpulan, pemrosesan, dan pemasaran hasilnya.

Keunikan konsep pertanian komersil agroforest adalah karena bertumpu pada keragaman struktur dan unsur-unsurnya, tidak berkonsentrasi pada satu spesies saja. Produksi komersil ternyata sejalan dengan produksi dan fungsi lain yang lebih luas. Hal ini menimbulkan beberapa konsekuensi menarik bagi petani (De Foresta et al, 2000).

2.4. Keanekaragaman burung terkait dengan populasi manusia dan penggunaan lahan sekarang

(27)

III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di agroforest milik masyarakat di sekitar kawasan Gunung Mananggel, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Mulai Oktober 2009 hingga November 2010.

3.2. Obyek Penelitian

Obyek yang diteliti adalah masyarakat dan agroforest di kawasan Gunung Mananggel.

3.3. Batasan Penelitian

Beberapa batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Lokasi penelitian terbatas pada kawasan agroforest milik masyarakat di Gunung Mananggel yang terletak Desa Leuwikoja, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

2. Hasil hutan adalah benda-benda hayati yang dimanfaatkan masyarakat desa sekitar hutan Gunung Mananggel, Cianjur.

3. Interaksi secara langsung antara masyarakat dengan hutan meliputi hal yang mempengaruhi, bentuk, derajat, sebab, serta waktu terjadinya interaksi.

3.4. Pengumpulan Data

3.4.1. Jenis Data

Jenis data yang diperlukan terdiri dari dua, sebagai berikut : 1. Data Utama

a. Pengelolaan agroforest meliputi :

1. Karakteristik agroforest meliputi : pola tanam, diagram profil pohon, dan jenis-jenis pohonnya.

2. Jenis-jenis hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat 3. Jumlah hasil hutan yang dimanfaatkan selama satu tahun 4. Pendapatan total dari hasil hutan

(28)

6. Jarak lokasi pemanfaatan hasil hutan b. Pengamatan satwa liar (avifauna) 2. Data Penunjang berupa

a. Peta kawasan hutan rakyat Gunung Mananggel

b. Kondisi sosial ekonomi penduduk di Kecamatan Mande c. Keadaan umum Kecamatan Mande

3.4.2. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara :

a. Studi literatur untuk mengumpulkan data sekunder dalam wilayah penelitian. b. Pengamatan berperan serta dengan petani dan pemilik agroforest

c. Wawancara dengan tokoh masyarakat, petani dan pemilik agroforest di kawasan Gunung Mananggel.

d. Analisis vegetasi

Data tentang struktur dan komposisi vegetasi agroforest dikumpulkan melalui analisis vegetasi (kuantitatif) menggunakan metode petak tunggal dan pembuatan diagram profil.

Data yang dicatat dalam analisis vegetasi meliputi nama lokal, jumlah individu dan diameter (khusus untuk tumbuhan berkayu dengan dbh > 5 cm). Diagram profil dibuat dengan bantuan plot berukuran 60 m x 10 m yang ditempatkan pada bagian talun yang struktur dan komposisinya paling mewakili. Seluruh tumbuhan berkayu dengan dbh > 2 cm dalam plot tersebut dicatat nama lokal, diameter, tinggi total, tinggi bebas cabang, proyeksi tajuk, dan posisinya dari batas panjang dan lebar plot (dalam bentuk absis dan ordinat).

e. Pengamatan satwa liar (avifauna)

Pengamatan satwa liar dalam hal ini adalah burung dengan menggunakan metode Daftar Mackinnon.

(29)
(30)

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Istilah dan Batasan Agroforest

Kebon (bahasa Sunda, yang berarti kebun) adalah istilah yang umum dikenal oleh masyarakat untuk menunjukkan sebidang tanah atau lahan hak milik yang ditanami oleh berbagai jenis tumbuhan seperti, pohon penghasil kayu, pohon buah-buahan dan/atau tumbuhan lain seperti pisang.

Agroforest berarti suatu lahan yang dikelola menurut sistem agroforestri. Kebun dapat berarti agroforest ketika pengelolaannya menggunakan sistem agroforestri. Penulis menggunakan dua istilah yaitu kebun dan agroforest ketika menunjukkan objek penelitian. Penulis menggunakan kata kebun ketika ingin lebih menekankan kepada kepemilikan lahan begitu juga agroforest, penulis menggunakan kata ini ketika ingin lebih menekankan kepada sistem pengelolaannya.

Karena letaknya di daerah perbukitan di mana tidak ada permukiman manusia kecuali saung (Sd: tempat/rumah sementara) maka tempat ini juga lazim disebut pasir (Sd: bukit). Pasir dalam percakapan berarti tempat berbukit dan tidak bisa dikategorikan sebagai gunung karena ketinggiannya yang kurang memadai. Pasir juga dapat berarti leuweung (Sd: hutan), baik merujuk kepada lahan berpohon yang dimiliki oleh negara ataupun kebon yang dimiliki dan dikelola secara pribadi. Namun, kini karena leuweung di daerah tersebut dapat dikatakan tidak ada karena sudah semuanya dibuka dan digarap menjadi kebon atau huma kata pasir dapat berarti sepenuhnya kebun.

(31)

4.2. Karakteristik Agroforest

4.2.1. Karakteristik Umum Lokasi Agroforest

4.2.1.1. Lokasi Gunung Mananggel dan Aksesnya

Gunung Mananggel merupakan bukit tertinggi di daerah perbukitan yang terhampar di beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Cianjur, Cugenang hingga Mande. Gunung Mananggelnya sendiri masuk ke dalam dua desa yaitu Leuwikoja dan Mekarjaya di Kecamatan Mande. Semua kawasan ini merupakan kawasan terbuka hijau yang tersisa di dekat pusat Kota Cianjur.

sumber : googleearth.com

Gambar 1. Lokasi Gunung Mananggel

(32)

4.2.1.2 Topografi Gunung Mananggel

Lahan agroforest milik masyarakat terletak pada lereng Gunung Mananggel yang berbukit. Lahan agroforest ini berbatasan dengan hutan lindung milik negara di bagian atasnya hingga ke puncak pegunungan ini. Bagian bawah agroforest milik masyarakat merupakan daerah dengan topografi yang relatif datar dan dialiri oleh beberapa aliran sungai. Daerah yang datar ini ditanami sawah.

Daerah pemukiman terletak di daerah datar juga namun lebih jauh lagi dari lahan agroforest mendekati jalan-jalan aspal.

Hutan lindung terletak di tengah, dikelilingi oleh lahan agroforest atau agroforest milik masyarakat. Hutan lindung yang seharusnya berupa hutan dan lebih lebat daripada agroforest ini kondisinya justru sebaliknya hanya tersisa beberapa pohon saja di antara agroforest palawija.

Gambar 2. Transek agroforest di Gunung Mananggel

(33)

4.2.1.3 Kondisi Sosial Ekonomi Kecamatan Mande

Kecamatan Mande memiliki luasan 105,20 km² dan memiliki jumlah penduduk 66.959 sehingga kepadatan penduduknya 636,5 orang/km². Kecamatan ini terbagi ke dalam 12 desa/kelurahan.

4.2.1.4. Kondisi Iklim

Suhu rata-rata di kawasan ini adalah 27˚C dan memiliki curah hujan sebesar 3200 mm sehingga dapat diklasifikasikan sebagai tipe iklim A menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson.

4.2.2. Karakteristik Umum Vegetasi Agroforest

Daerah Gunung Mananggel ini terkenal sebagai daerah penghasil durian di daerah Cianjur dan sekitarnya. Agroforest durian mendominasi luasan daerah perbukitan Gunung Mananggel. Petani lebih menyukai agroforest ini karena pemeliharaannya tidak banyak, petani cukup mengunjungi daerah ini pada saat musim panen saja setelah itu petani mengambil keputusan bahwa hasil panennya diborongkan atau dipanen dan dijual sendiri.

Selain dijual di Cianjur sendiri durian di daerah ini dibawa juga ke Bandung dan Sukabumi untuk memenuhi permintaan konsumen di daerah itu pada saat musim durian. Menurut beberapa petani, pohon durian memang ada di sini sejak awal mereka mengenal dan melihat daerah ini. Namun perbedaannya adalah dulu durian tidak mendominasi seperti sekarang ini. Pohon yang ditanam sangat beragam dan sangat rapat sehingga petani tidak harus menyiangi bagian bawah tegakan dari tumbuhan-tumbuhan yang tidak diinginkan. Diameter tegakan relatif sangat besar sehingga menyerupai hutan walaupun pohon-pohon yang ada kebanyakan adalah pohon buah.

Berdasarkan komposisinya agroforest durian di daerah ini dapat dibagi lagi menjadi dua jenis meskipun keduanya tidak dapat dipisahkan secara tegas serta ada peralihan diantara keduanya. Kedua jenis tersebut adalah agroforest durian-pisang dan durian campuran.

(34)

pisang dibagian bawahnya. Menurut Foresta dan Michon (1997) dalam Foresta et al (2000) kategori agroforest seperti ini termasuk ke dalam sistem agroforestri sederhana di mana pohon utama yang mendominasi dipadukan dengan tanaman semusim. Namun kadang satu petani memiliki lebih dari satu jenis agroforest misalnya agroforest durian-pisang, durian campuran, dan agroforest karet yang batas antara masing-masing jenis tersebut tidak nampak jelas. Hanya terdapat sebagian kecil saja berupa agroforest durian-pisang ini dimana petani memaksimalkan ruang untuk pohon komersil ini dan di tajuk bagian bawahnya ditanami tanaman pisang. Pohon durian merupakan sumber pendapatan petani yang dirasakan satu tahun sekali sehingga pendapatan bulanannya diperoleh dari tanaman pisang yang dipanen satu bulan dua kali.

Agroforest durian campuran merupakan perpaduan antara pohon durian dan pohon-pohon lain seperti pohon buah dan sengon. Agroforest jenis ini merupakan agroforest yang paling tinggi keanekaragaman jenisnya karena banyak sekali jenis pohon buah yang ditanam. Di agroforest jenis ini juga kadang masih dapat dijumpai tumbuhan pisang namun jarang karena biasanya di agroforest jenis ini keadaan tajuknya sangat rapat. Tajuk agroforest ini terdiri lebih dari dua lapisan tajuk. Yang paling tinggi adalah tajuk durian pada ketinggian 15 hingga 25 meter baru pohon-pohon lain seperti menteng, kupa dan sebagainya yang membentuk dua tajuk sendiri atau lebih.

Petani agroforest karet di Gunung Mananggel ini tampaknya tidak mencampur karet dengan pohon-pohon lain sehingga agroforest karet ini membentuk vegetasi yang homogen. Meskipun demikian kadang masih dapat di jumpai satu atau dua pohon lain yang masih di pertahankan petani di areal agroforest karet tersebut. Agroforest karet di Gunung Mananggel ini dapat di jumpai di berbagai macam kelerengan dari datar hingga sangat curam meskipun demikian letaknya terpisah-pisah dipisahkan oleh jenis agroforest yang lain dan jumlahnyapun tidak banyak.

(35)

Tegakan karet ini mulai ditanam di Gunung Mananggel pada sekitar tahun 1992 pada masa pemerintahan Presiden Soeharto sehingga diameter pohonnya belum ada yang besar karena umurnya kurang dari 20 tahun. Karet diperkenalkan oleh pemerintah kepada petani di daerah ini dengan membagikan bibit karet beserta biaya pemeliharaanya secara rutin.

Seperti tegakan karet, petani ada yang menanam tegakan sengon secara homogen sehingga strata tajuk yang terbentuk hanya satu dan jarak tanam yang diatur seragam. Karena pohon sengon membutuhkan cahaya yang cukup petani biasanya menebang pohon-pohon lain untuk menanam pohon sengon ini. Selain ditanam secara homogen banyak juga petani yang menanam pohon ini di sela-sela tegakan lain. Biasanya petani menanam pohon ini di tempat-tempat yang terang yang tidak ternaungi pohon lain atau di tempat dimana pohon lain baru ditebang. Untuk lebih mengefektifkan lahan agroforestnya. Biasanya pohon sengon ditebang pada umur sekitar lima tahun atau ketika diameter pohonnya sudah dirasa cukup untuk ditebang.

4.3. Struktur dan Komposisi Vegetasi Agroforest

Berdasarkan pengamatan di lapangan struktur dan komposisi vegetasi agroforest dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu :

4.3.1. Vegetasi agroforest durian pisang

(36)

Gambar 3. Profil Vegetasi Agroforest Durian-Pisang 4.3.2. Vegetasi agroforest karet

(37)

Gambar 4. Profil Vegetasi Agroforest Karet 4.3.3. Vegetasi agroforest campuran

Plot berukuran 60 x 10 meter. LBDS total terhitung 46,7 m²/ha dan kerapatan pohon 300 pohon/ha. Durian berada pada tajuk paling atas dan pohon-pohon lain berada pada tajuk dibawahnya.

Gambar 5. Profil Vegetasi Agroforest Campuran 4.3.4. Dominasi durian

(38)
(39)

• Dapat menghasilkan penghasilan tahunan dan bulanan yang berkelanjutan dari berbagai macam tanaman.

• Memiliki kepastian hukum untuk dapat memanen hasil walau dalam waktu yang lama sekalipun.

Huma sekarang masih dapat dijumpai di lahan hutan milik dinas kehutanan atau perhutani yang dikelola oleh masyarakat sebagai hak guna pakai. Huma ini dibuat pada keadaan kelerengan yang terjal sekalipun. Selain huma di lahan hutan milik dinas kehutanan ini berbagai jenis tanaman musiman dapat dijumpai seperti cabe, pepaya, dan sebagainya.

Pada alasan yang keempat, hal ini terjadi karena agroforest berada di lahan milik berbeda dengan petani yang mengelola lahannya di hutan lindung atau di lahan milik perhutani. Petani yang mengelola lahan di hutan lindung atau di lahan milik perhutani ini diberikan hak guna pakai oleh KPH Perhutani Cianjur yang diberikan setelah hutan ditebang sehingga lahannya cukup terbuka untuk dijadikan lahan pertanian intensif. Hak guna pakai ini diberikan agar pohon yang ditanam kembali oleh Perhutani dapat dirawat oleh petani sebagai kompensasi petani yang diberikan hak guna pakai di lahan tersebut. Karena petani tidak memiliki kepastian hukum untuk mendapatkan hasil dalam jangka waktu yang sangat lama sehingga mereka tidak menanam pohon seperti durian sengon atau pohon buah lain yang lazim ditanam petani lain dilahan milik.

4.4.1. Konsep Pengelolaan

Berdasarkan wawancara dan pengamatan di lapangan, tidak ditemukan adanya aturan khusus tentang pengelolaan agroforest dalam aturan adat atau dalam aturan informal lain yang diakui masyarakat. Agroforest di daerah ini terus berkembang dalam hal bentuk dan pengelolaannya yang sangat dipengaruhi oleh keadaan sosial, desakan ekonomi, permintaan pasar dan keadaan alam, dan lingkungan biofisiknya. Perkembangan ini selalu menuju bentuk pengelolaan paling efektif dan efisien serta menghasilkan keuntungan yang optimal.

(40)

oleh petani lainnya. Pengalaman dan percobaan merupakan suatu hal yang tidak dapat lepas dari pengelolaan agroforest tersebut.

4.4.2. Dinamika Pengelolaan Agroforest

Daerah perbukitan di gunung ini secara status belum pernah mengalami perubahan. Dari dulu status lahan di daerah perbukitan Gunung Mananggel ini dibagi dua yaitu yang pertama adalah hutan rakyat dan yang kedua adalah hutan milik negara yang saling berbatasan satu sama lain. Kedua jenis status lahan ini hampir membagi dua kawasan perbukitan daerah kawasan ini.

Di kawasan lindung sebagian besar telah dibuka menjadi hutan miskin tegakan dan sebagian lagi menjadi lahan pertanian intensif seperti padi lahan kering, pepaya, dan agroforest pisang. Petani sekitar diberi hak guna lahan kawasan lindung ini untuk menggarap lahan tersebut dengan tanaman-tanaman berumur pendek namun petani diberi kewajiban untuk merawat pohon-pohon hutan yang ditanam kembali untuk menghijaukan kawasan tersebut.

Di kawasan yang dikelola oleh masyarakat meskipun dalam hal status, daerah ini tidak mengalami perubahan tidak demikian dalam hal pengelolaannya sehingga membuat struktur dan komposisi yang berbeda. Agroforest di daerah ini memang sejak dari dulu penghasil buah durian. Namun perbedaannya adalah dulu pohon durian tidak mendominasi seperti saat ini, pohon durian pada waktu itu tidak banyak, hanya satu dari banyak pohon buah yang dipanen satu tahun sekali pada saat musimnya tiba.

Menurut responden yang sudah sejak lama berkebun di Gunung Mananggel ini menyebutkan struktur dan komposisi agroforest dahulu memiliki tajuk yang sangat rapat sehingga tumbuhan bawah tidak dapat hidup dan petani tidak perlu ngored (sunda : menyiangi) tumbuhan lain yang tidak diinginkan 6 bulan sekali seperti saat ini. Pada saat itu diameter pohon besar-besar dan masih banyak jenis pohon-pohon hutan yang hidup di lahan hutan rakyat tersebut. Jenis pohon-pohon hutan tersebut hidup secara liar dan petani biasanya membiarkan hidup jika terlalu besar karena memerlukan biaya untuk menebangnya terlebih jika terlihat tidak terlalu mengganggu pohon pokok.

(41)

paling banyak ditemui serta pohon-pohon hutan lainnya. Perubahan ini lebih diakibatkan kepada semakin mahalnya harga kayu yang keuntungannya banyak serta dapat menutupi biaya penebangan dan penyaradannya. Sedangkan dulu, hanya jenis-jenis tertentu saja yang dapat untung jika dijual karena tidak dapat menutupi ongkos penyaradan dan penebangannya. Desakan ekonomi yang semakin meningkat disertai kebutuhan-kebutuhan yang mendesak membuat petani semakin tergiur untuk menjual pohon-pohon berkayunya dan menyisakan pohon durian dan buah-buahan lain yang dalam jangka waktu tidak lama terus menghasilkan keuntungan setiap panennya.

Tahun 90-an pemerintah mulai memperkenalkan karet dengan membagikan bibit pohon karet kepada petani di daerah dan memberi uang pemeliharaannya secara rutin hingga karet dewasa dan tumbuh dengan baik. Namun, walaupun demikian karet tidak banyak di jumpai di daerah ini petani banyak yang masih mempertahankan agroforestnya dan petani yang memiliki lahan yang luas hanya menanami sebagian saja lahannya dengan karet karena berbagai alasan.

4.4.3. Bentuk Keberlanjutan dalam Pengelolaan Agroforest

Petani tidak menggantungkan pemenuhan kebutuhan ekonominya pada satu komoditas saja, dalam hal ini durian. Petani juga menanam tanaman lain yang secara ekologis maupun ekonomis saling terkait.

Dalam satu lahan agroforest seluas 1 ha saja umumnya didalamnya terdapat durian sebagai komoditas utama yang dipanen tahunan, berbagai jenis pisang yang dapat dipanen bulanan, karet yang setiap minggu dapat menghasilkan sadapan serta buah-buahan dan tanaman lain yang jika waktunya tiba dapat dipanen sebagai konsumsi rumah tangga maupun dijual.

(42)

Sebaliknya naiknya nilai komersil suatu spesies dapat terjadi dan menguntungkan petani. Seperti yang terjadi pada harga durian sehingga menjadi spesies yang paling komersil.

Ketika hutan lindung yang terletak berbatasan dengan agroforest-agroforest milik masyarakat sudah habis, agroforest-agroforest-agroforest-agroforest milik masyarakat ini masih merupakan lahan berpohon yang memiliki nilai ekologis. Kepemilikan merupakan suatu faktor yang bisa mempertahankan.

4.4.4. Aset Ekonomi Baru dari Agroforest

Di masyarakat sekitar Gunung Mananggel agroforest memiliki peranan penting dalam pertukaran arus uang di antara mereka. Agroforest merupkan aset yang dapat berbentuk lahan, pohon, dan hasil agroforest yang semuanya dapat dipertukarkan dan menjadi dasar transaksi uang.

4.4.5. Urusan Uang yang Berkaitan dengan Agroforest

Harga tanah rata-rata di Gunung Mananggel adalah Rp. 3000 hingga 3500/m² namun lahan yang sudah banyak pohon produktifnya terutama pohon durian harganya akan lebih mahal. Kebanyakan petani tidak memiliki sertifikat tanah, mereka hanya memiliki akta jual beli tanah atau hanya kuitansi jual-belinya saja.

Aturan pewarisan agroforest sesuai dengan hukum kepemilikan tanah yang diatur berdasarkan hukum Islam. Di Gunung Mananggel tidak ada tradisi yang menyebutkan agroforest tak dapat dipindahtangankan atau pewarisan agroforest hanya boleh memanfaatkan hasilnya saja tetapi tak dapat menjual pohon atau tanahnya seperti dalam tradisi pengelolaan agroforest di Cibitung, Bogor (Michon, G dalam Foresta et al, 2000). Disini agroforest dapat dipindahtangankan dengan menjual atau diwariskan, pemilik selanjutnya dapat menebang pohon dan atau mengkonversinya menjadi bentuk lain.

(43)

agroforest membayar semua hutangnya. Siapapun yang memiliki uang dapat menjadi pegadai.

Selain gadai dikenal juga istilah morod yaitu menyewa suatu lahan agroforest selama satu musim panen. Panen yang dihasilkan pada masa morod menjadi hak penyewa. Namun, dalam morod jika panen yang dihasilkan itu kurang atau tidak seperti biasanya maka penyewa diberi hak lagi untuk memanen agroforest pada musim berikutnya. Morod terjadi hanya pada agroforest durian. 4.5. Klasifikasi Pengelolaan Agroforest

4.5.1. Agroforest Durian

Waktu panen durian di daerah ini adalah satu tahun sekali yaitu pada bulan Januari hingga Maret atau selama 50-80 hari. Jenis durian di daerah ini merupakan jenis durian lokal, orang menamainya Durian Mananggel.

Petani biasanya memborongkan hasil panennya kepada pemborong dengan cara menghitung buahnya di setiap pohon satu persatu lalu mengalikan dengan harga durian yang disepakati. Harga durian yang dijual kepada pemborong lebih murah dari harga jual di konsumen.

Jika durian sudah berbuah walau agak kecil, buah durian tersebut diikat dengan tali rapia ke dahannya agar jika waktunya panen atau ketika buah durian terjatuh, jatuhnya tidak langsung ke tanah melainkan tertahan oleh tali rapia tersebut. Hal ini dilakukan untuk menghindari diambilnya buah durian oleh orang lain. Buah durian tersebut diambil dari pohon ketika jatuh dengan memanjat pohon tersebut melalui sebatang bambu yang dilubangi di setiap ruasnya sebagai pijakan kaki.

(44)

Gambar 7. Tegakan Durian

Pemanjatan dilakukan lagi ketika masa panen, ketika buah durian sudah jatuh dan menggantung pada tali rapia. Setelah diambil dari dahan, durian-durian tersebut dikumpulkan lalu ditanggung dan dibawa ke penjual untuk dijual di jalan atau didistribusikan lagi ke luar kota.

Hasil panen durian sangat fluktuatif tergantung curah hujan dan lamanya musim kemarau. Jika musim kemarau cukup lama dan curah hujan pada musim itu cukup sedikit maka panen yang dihasilkan akan lebih banyak daripada jika curah hujan masih tinggi pada musim kemarau itu atau musim kemaraunya yang terlalu singkat. Menurut pengalaman petani bakal buah akan banyak yang jatuh jika hujan terjadi pada saat itu.

(45)
(46)

Durian adalah buah yang tidak tahan lama, hanya bisa tahan 10-15 hari sesudah jatuh dari pohonnya, jika lebih dari itu akan mengalami pembusukan. Sehingga pendistribusian dan penjualannya tidak bisa lama. Ketika pohon durian berbuah petani pemilik agroforest pada umumnya memiliki dua pilihan yaitu menunggu jatuh dan menjualnya ke bandar langsung namun harus mengurusnya sendiri hingga ke tangan bandar tersebut. Oleh karena itu, petani biasanya memborongkan hasil panennya kepada pemborong dengan cara menghitung buahnya di setiap pohon satu persatu lalu mengalikan dengan harga durian yang disepakati. Harga durian yang dijual kepada pemborong lebih murah dari harga jual di konsumen.

Mengurus dalam hal ini berarti mengupah orang untuk mengikat durian sebelum jatuh lalu mengupah lagi untuk mengambilnya dan selanjutnya yaitu mengupah lagi untuk mengangkut durian hingga kepada tangan bandar. Perbutir durian dihargai Rp.5000 hingga Rp.7000 tergantung besarnya.

Pilihan yang kedua yaitu menjualnya ke pemborong dengan harga jauh lebih rendah yaitu Rp. 2.500 hingga Rp.3000 tapi petani tidak repot untuk mengurus durian hingga ke tangan bandar. Pemborong yang mengurus semuanya. Harga biasanya tunai ketika negosiasi mencapai kata sepakat walaupun durian belum jatuh.

Pemborong biasanya memiliki banyak anak buah untuk mengurus durian-durian yang telah dibelinya. Oleh karena itu, pemborong harus memiliki modal yang besar selain untuk mengupah anak buah-anak buahnya juga untuk membeli durian-durian tersebut.

(47)
(48)

Gambar 9. Petani Menyadap Karet di Agroforest Karet

Tegakan karet di Gunung Mananggel kebanyakan ditanam dengan sejajar dan rapih namun diselingi beberapa tanaman lain, biasanya adalah pisang atau pohon lain seperti melinjo. Selain yang ditanam secara monokultur ada juga petani yang menanam karet dengan acak dengan mengisi lahan yang terbuka atau dicampur dengan pohon-pohon lain. Petani yang menanam karet dengan mencampur dengan tanaman lain dilakukan karena keterbatasan lahan sehingga ingin mendapatkan penghasilan tahunan dari pohon durian yang sudah sejak lama ditanam juga mendapatkan penghasilan mingguan dari karet walaupun hasilnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan ditanam secara monokultur atau tidak dicampur.

4.5.2.1. Harga dan Pemasaran Karet

Dalam satu hektar tegakan karet yang sudah dewasa di Gunung Mananggel ini dapat menghasilkan karet sekitar 40 kg setiap minggunya. Karet dikumpulkan, diangkut dan di jual ke bandar dengan harga Rp.6000.

Jika petani pemilik agroforest tidak sanggup menyadap sendiri karetnya maka pemilik agroforest tersebut mengupah penyadap dengan 2/3 bagian karet yang disadapnya. Pemilik agroforest menerima 1/3 bagian saja namun penyadapan, pengangkutan hingga penjualan ke pengumpul ditanggung oleh penyadap. Pembagian ini biasa disebut dengan mertelu.

4.5.2.2. Perbandingan Karet di Gunung Mananggel

(49)

Beberapa faktor yang nampaknya menjadi penyebab perbedaan kepadatan pohon perhektarnya ini diantaranya adalah keterbatasan ruang. Di Gunung Mananggel yang terletak dekat dengan pusat kota Cianjur, Jawa barat jauh lebih padat daripada di Jambi dan Sumatera Selatan sehingga lahan yang tersedia sangat sempit. Hal ini terbukti dengan lahan kepemilikan di daerah terpencil di Jambi rata-rata petani memiliki lahan sedikitnya 5 ha dan petani di daerah paling padat di Sumatera Selatan rata-rata memiliki lahan seluas 2,5-3 ha (Gouyon A, et al, 1993). Sedangkan, hasil wawancara di Gunung Mananggel kebanyakan petani memiliki lahan kurang dari 1 ha hingga 1 ha. Keterbatasan ruang ini yang memicu petani memaksimalkan produksinya dengan cara menanam lebih rapat walaupun masih diselingi dengan pohon buah-buahan lain. Meskipun petani Gunung Mananggel ini harus mengeluarkan tenaga banyak dengan merawat agroforest karetnya lebih intensif dan penyiangan dilakukan secara rutin tapi hanya dengan cara inilah petani dapat mendapatkan keuntungan yang optimal.

4.5.3. Agroforest Campuran

Agroforest buah campuran terdiri dari pohon buah-buahan yang biasanya berpadu dengan durian, karet atau pohon lain penghasil kayu seperti sengon dan mahoni yang tumbuh sangat baik di Gunung Mananggel ini. Dalam agroforest campuran ini tegakan tidak terlalu didominasi oleh durian. Umur agroforest campuran ini lebih muda dari pada agroforest durian karena ukuran diameternya yang relatif lebih kecil dibandingkan agroforest durian. Buah-buahan yang biasa ditanam dan di jual-belikan di daerah ini antara lain rambutan, pisitan, menteng, petai dan jengkol. Selain itu yang ditanam tidak banyak sehingga tidak biasa diperjual-belikan atau dikonsumsi sendiri seperti campoleh, sirsak, alpukat, mangga, campedak, nangka, sawo, picung, jeruk, kupa, dukuh, dan sebagainya.

(50)

Ada satu pengusaha dari luar kota yang membeli lahan di Gunung Mananggel ini seluas 25 ha untuk dijadikan tegakan sengon. Namun, dinilai rugi atau tidak efektif oleh petani lokal karena menebang semua pohon durian yang sudah pasti panen setiap tahunnya dan menghasilkan keuntungan selain itu tanaman sengon yang ditanampun kurang perawatan sehingga pertumbuhannya lambat dan banyak tanamannya yang mati.

4.6. Pola Pengelolaan Agroforest Dikawasan Gunung Mananggel Sebagai Kawasan Agroforest Milik Masyarakat

Sebagaimana lahan agroforest lain, agroforest di kawasan Gunung Mananggel ini pada umumnya memiliki siklus seperti diatas. Siklus ini terdiri dari berbagai jenis agroforest sehingga membentuk mozaik-mozaik vegetasi yang terhampar pada kawasan pegunungan ini.

Berawal dari hutan alam yang ditebang hingga menjadi lahan yang terbuka, lalu lahan tersebut ditanami tanaman palawija terutama jenis padi huma, padi yang bisa ditanam pada lahan kering. Padi ini ditanam dua hingga empat kali panen atau hingga lahannya tidak subur lagi bagi padi karena biasanya petani tidak menggunakan pupuk buatan untuk padinya tersebut.

Setelah beberapa kali panen petani menanam pisang dan pohon-pohon buah yang tidak membutuhkan naungan disela-selanya seperti durian dan pohon lain yang banyak ditanam seperti sengon (Paraserianthes falcataria). Ketika petani tidak menanam padi lagi pisang-pisang yang semula ditanam disela-sela padi sudah tumbuh besar dan dapat dipanen. Pada masa ini penghasilan petani berubah yang semula padi kini menjadi pisang. Petani tetap menanam pisang walaupun pohon sengon dan pohon-pohon buah lain sudah mulai berbuah. Penanaman jenis pohon lain tetap dilakukan hingga terbentuk agroforest campuran.

(51)

ditanamnya. Penanaman karet dilakukan dengan rapih dan sejajar sehingga membentuk agroforest homogen.

Ada juga petani yang mencoba menanam karet tanpa menebang sebagian atau seluruh luasan agroforestnya. Petani tersebut menanam karet pada tempat-tempat terbuka di penjuru agroforestnya sehingga membentuk agroforest campuran yang ditambah karet.

Gambar 10. Siklus pengelolaan

Tipe agroforest durian-pisang merupakan hasil seleksi dari agroforest durian campuran yang sudah tua. Petani mempertahankan jenis tanaman yang paling bernilai ekonomi yaitu durian dan menebang pohon lain guna memperkecil kompetisi dalam memperebutkan ruang hidup. Namun petani tetap mempertahankan pisang untuk tetap mengisi lapisan tajuk bagian bawah.

4.7. Teknik Budidaya

4.7.1. Penyiapan Lahan dan Penanaman

(52)

salahsatu hasil panen agroforest. Kayu biasanya dijual ke tengkulak kayu yang berjarak tidak jauh dari agroforest.

Gambar 11. Lahan yang sudah disiapkan, baru ditanami sengon dan pisang

Dalam penanaman durian biasanya dilakukan secara acak dengan jarak tanam yang dikira-kira namun ada juga petani yang menanam agroforestnya dengan cara membentangkan tali yang telah ditandai secara membujur atau melintang sehingga tanaman berjarak teratur seperti yang dilakukan jika menanam karet yang tidak dicampur.

(53)

4.7.2. Penebangan

Penebangan dapat dikatakan suatu kegiatan seleksi jenis yang membentuk agroforest menjadi seperti sekarang ini. pohon-pohon yang kurang produktif atau kurang bernilai ekonomi di tebang digantikan oleh pohon dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi karena keterbatasan ruang. Penebangan dilakukan selain untuk menerangi lahan yang akan ditanami juga merupakan bentuk kegiatan pemanenan. Biasanya kayu dijual ke tengkulak sebelum penebangan sehingga yang melakukan kegiatan penebangan hingga penyaradan adalah tugas dari tengkulak tersebut. Sang pemilik pohon hanya terima uang bersih.

Gambar 12. Seseorang yang hendak menyarad kayu yang baru dibuat balok

(54)

Harga kayu ditentukan berdasarkan hasil kesepakatan antara penjual dan tengkulak kayu (pembeli). Tengkulak kayu menghitung diameter pohon dan jumlahnya yang kemudian dikalikan dengan kisaran harga jenis kayu sebagai bahan untuk pertimbangan penentuan harga total pada kegiatan penebangan ini.

Kegiatan penyaradan kayu dilakukan setelah kayu tersebut dibuat balok di lokasi penyaradan. Penyaradan dilakukan dengan tenaga manusia dengan manggul yaitu diangkat dibahu atau ngagusur yaitu mengikat lalu menarik dengan menggunakan tali.

4.7.3. Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan di semua jenis agroforest adalah ngored yaitu menyiangi atau menuai gulma atau tumbuhan-tumbuhan yang tidak dikehendaki dengan arit atau cangkul. Selain untuk memperkecil persaingan tanaman yang menguntungkan dengan tumbuhan yang tidak diinginkan juga agar agroforest tidak rimbun oleh semak sehingga menjadi tempat binatang seperti ular bersembunyi. Ngored biasanya dilakukan dua kali dalam satu tahun tapi ada juga beberapa petani yang ngored lebih rutin dari itu. Hal ini disebabkan karena agroforest yang sangat rimbun sangat sulit untuk di siangi sehingga akan menyita lebih banyak waktu dan tenaga daripada jika dilakukan secara rutin.

Ngored ini biasanya dilakukan merata di seluruh penjuru agroforest sehingga dibawah kanopi pohon hanya tersisa tanaman seperti pisang atau semai-semai pohon yang baru ditanam. Ada juga petani yang ngabuledan yaitu ngored hanya di sekitar pohon-pohonnya saja. Biasanya hal ini dilakukan jika pemilik agroforest tidak memiliki cukup uang untuk membayar orang untuk ngored atau tidak memiliki waktu untuk ngored sendiri. Ngabuledan dilakukan mengitari pohon seperti membuat cemplungan namun biasanya serasah dan daun-daunan tidak di kumpulkan di sekitar pohonnya yang dipercaya untuk menghindari serangan rayap yang dapat merusak pohon.

4.7.4. Penyemprotan Pestisida dan Pemupukan

(55)

panjang. Sedikitnya tiga orang terlibat dalam penyemprotan ini satu orang berada di atas, di cabang-cabang pohon dia bertugas mengarahkan selang ke arah buah. Satu orang bertugas memompa alat semprot tersebut di bawah dan satu orang lagi memastikan air di ember yang telah tercampur pestisida cukup dan memegang ujung selang yang terhubung ke air tersebut pada tempatnya. Penyemprotan pada buah-buahan lain tidak dilakukan oleh petani karena sangat jarang kasus hama yang mengganggu pohon buah-buahan ini atau karena buah-buahan lain bukan merupakan panen yang utama bagi mereka.

Penyemprotan dilakukan untuk mencegah rusaknya buah durian hasil panen utama ini oleh hama sejenis ulat yang membuat busuk bagian dalam buah dan mencegah dimakannya buah ini oleh binatang pengerat seperti bajing. Namun, hal ini jarang dilakukan oleh petani pada umumnya karena memerlukan biaya ekstra dan perhatian yang intensif. Hanya petani tertentu yang memiliki lahan agroforest yang luas seperti kasus diatas dilakukan oleh petani yang memiliki lahan seluas enam ha yang terdiri dari 3 ha agroforest durian, 2,5 ha agroforest karet, dan 0,5 ha lagi agroforest karet campuran.

Pemupukan tidak pernah dilakukan pada pohon durian di daerah ini karena dipercaya dapat merusak rasa durian menjadi hambar. Begitupun karet tidak pernah diberi pupuk. Zat hara bagi pepohonan disini dirasa cukup didapatkan dari serasah-serasah dan dedaunan mati hasil ngored. Meskipun dedaunan yang telah membusuk ini tidak ditumpukkan di dekat pohon-pohon komersil namun hal ini dipercaya tetap dapat menjadi zat hara yang diserap oleh pohon-pohon ini.

4.7.5. Perkembangan Bentuk dan Konversi Agroforest

(56)

terdapat kendala keamanan yaitu banyak terjadi pengambilan coklat oleh orang-orang yang lewat sehingga hasil panen belum maksimal.

Selain introduksi tanaman baru ke daerah ini perkembangan juga terjadi pada pola penanaman tanaman lama yaitu tanaman karet. Meskipun tanaman karet di daerah ini pada umumnya ditanam secara seragam namun ada salah satu petani yang memadukannya dengan tanaman lain. Karet ditanam di sela-sela agroforestnya yang sudah rapat dengan pepohonan lain.

Konversi atau perubahan bentuk agroforest yang relatif cepat juga terjadi di kawasan Gunung Mananggel ini. Perubahan bentuk ini terjadi secara cepat dengan cara menebang secara menyeluruh dan serentak yang dilanjutkan dengan penanaman satu jenis pohon baru yang seragam. Konversi agroforest ini terjadi pada contoh kasus penanaman pohon sengon (Paraserianthes falcataria) oleh pemilik modal yang berasal dari ibukota.

Perubahan bentuk agroforest dapat diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu perubahan bentuk agroforest yang berjalan lambat seiring dengan tumbuhnya pohon baru yang menggantikan pohon lama. Perubahan ini dilakukan oleh petani lokal demi mendapatkan hasil agroforest yang optimal. Yang kedua adalah perubahan agroforest secara cepat. Perubahan bentuk ini terjadi secara cepat dengan cara menebang secara menyeluruh dan serentak yang dilanjutkan dengan penanaman satu jenis pohon baru yang seragam. Perubahan ini biasanya dilakukan oleh orang luar, bukan warga lokal yang memiliki modal yang banyak.

(57)

4.8. Nilai dan Manfaat Agroforest

Tabel 1. Penghasilan Agroforest

Keterangan :

(1) pohon buah-buahan ditanam disela-sela durian atau disela-sela karet

(2) pisang ditanam dibawah pohon durian

(3) berasumsi jika kepadatan pohon durian 67 pohon/ha

(4) lainnya disini mencakup mengikat buah durian, mengambil buah durian dari

pohonnya dan menyemprot.

Para petani yang memiliki lahan di Gunung Mananggel mengungkapkan bahwa agroforest adalah mata pencaharian utamanya. Sedikitnya ada 30 orang warga desa Sukataris yang memiliki lahan di Gunung Mananggel, Desa Leuwikoja dari sekitar 50 orang lainnya. Kebanyakan dari mereka memiliki lahan kurang dari satu ha.

Dari tabel tersebut dapat diketahui besarnya distribusi keuntungan dari petani pemilik agroforest kepada tenaga kerja. Yaitu pada komoditas durian 30 persen dari penghasilan kotor dan pada komoditas karet yaitu 18,5 persen.

Bukan hanya pemilik agroforest yang bermatapencaharian di Gunung Mananggel ini ada pekerja lain yang tetap maupun yang di beri upah harian untuk

Agroforest/komoditas

Durian Karet Buah-buahan(1) Pisang(2)

Waktu panen Sekali/tahun

selama 50-80

Penghasilan kotor

Rp/ha/tahun 21.670.000 12.480.000 660.000 2.400.000

Upah tenaga

Penghasilan bersih

(58)
(59)

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa durian merupakan sumber penghasilan utama selain itu ada karet dan pisang. Meskipun penghasilan dari karet jauh lebih rendah daripada durian namun petani masih mempertahankan karet ini karena karet dapat dipanen sekali dalam seminggu berbeda dengan durian yaitu sekali dalam setahun. Panen yang cepat ini sangat disukai petani untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

4.8.1. Agroforest sebagai Sumber Kayubakar

Agroforest di Gunung Mananggel juga bermanfaat bagi masyarakat sekitar sebagai sumber kayubakar. Banyak warga yang bermukim dekat dengan Gunung Mananggel ini masih menggunakan kayubakar sebagai bahan bakar untuk memasak. Banyak dari mereka masih menggunakan kayu bakar meskipun jarak ke kota tidak jauh dan pembagian kompor gas gratis pemerintah telah sampai kepada mereka. Terlihat ada petani yang di dapurnya terdapat kompor gas juga tungku pembakaran kayubakar. Hal ini terjadi mungkin karena harga gas tersebut masih relatif mahal bagi mereka atau karena mereka memanfaatkan sumberdaya yang berlimpah di daerahnya tersebut.

Gunung Mananggel menyediakan kayu bakar yang berlimpah bagi masyarakat sekitarnya. Kayubakar ini berasal dari ranting-ranting pohon yang masih hidup atau dari sisa-sisa penebangan pohon karena petani yang ingin memperbarui dan mengganti tanamannya atau petani yang memanen tanaman penghasil kayunya. Karet adalah pohon penghasil kayu bakar yang sangat baik di daerah ini.

Pengambilan kayubakar di daerah ini bebas, gratis dan siapa saja boleh mengambil di kebun-kebun milik ini tak terkecuali bagi orang-orang yang tidak memiliki kebun sendiri atau orang yang bermukim jauh dari lokasi tersebut. Tidak sedikit orang yang mencari dan menjual kayubakar ini ke tetangganya atau pembeli lain dari luar desa yang sengaja datang kesini.

4.8.2. Agroforest sebagai penghasil kayu

(60)

Tabel 2. Potensi Agroforest sebagai Penghasil Kayu di Kecamatan Mande pada tahun 2009

Luas Pohon Volume

Potensi Hutan

Rakyat

1.111,919 273.850 19.737,260

Produksi hutan

rakyat

7,27 2.203 440,545

Sumber : Dinas Kehutanan Kabupaten Cianjur

Kayu yang dihasilkan dari kawasan Gunung Mananggel ini berasal dari pohon yang ditanam petani yaitu :

• Pohon yang memang ditanam sebagai penghasil kayu. Jenis pohon tersebut yang paling banyak di daerah ini adalah sengon, suren, mindi dan afrika yang memiliki masa tebang pendek serta mahoni dan rasamala yang memiliki masa tebang panjang.

• Pohon buah yang ditebang untuk mengurangi kompetisi dengan pohon durian. pohon buah ini juga banyak yang memiliki kualitas kayu yang bagus seperti menteng dan pala.

• Pohon durian. Meskipun jarang petani yang menebang jenis pohon ini sebagai penghasil kayu namun pada banyak kasus petani menebang jenis pohon ini ketika pohon tersebut memiliki kualitas buah yang buruk, rasanya hambar atau kuantitas buah yang sangat kecil pada beberapa musim yang mungkin disebabkan karena penyakit tanaman.

• Pohon karet. Ketika harga karet anjlok banyak petani yang menebangi pohon karetnya dan mengkonversi kebun karetnya menjadi kebun lain. alasan lain petani adalah ketika pohon karetnya sudah tidak produktif lagi karena sudah terlalu tua. Selain harga kayu karet yang sudah meningkat, kayu karet juga sangat bagus untuk kayu bakar.

4.8.3. Agroforest sebagai Sumber Sayuran dan Bahan Makanan Lain

(61)

vitamin dan mineral. Kebanyakan spesies bersifat musiman. Musim berbuah yang paling banyak pada bulan November dan April.

Pepaya, cabe dan singkong terlihat ditanam juga di beberapa tempat di daerah terbuka yang baru ditanami. Penanamannya terlihat bersamaan dengan jenis pohon sengon dan pisang. Singkong terlihat juga ditanam di bawah tegakan durian yang tidak terlalu tertutup.

Bahan makanan yang dijadikan sebagai sayuran yang berasal dari agroforest diantaranya adalah berbagai daun-daunan muda dari beberapa jenis pohon, jengkol, petai, petai cina, kluwek, melinjo dan rebung yang berasal dari tunas bambu yang masih muda. Kebanyakan dari bahan makanan ini merupakan makanan yang sangat disukai, selain kandungan nutrisinya yang baik.

Bahkan nampaknya setiap orang bisa memanen produk-produk non komersial ini tanpa memberi tahu pemilik namun hanya sebatas konsumsi rumah tangga. Pemanenan produk-produk ini biasanya dilakukan sewaktu pulang, sehabis mengurus kebun.

Keberadaan produk-produk ini sangat efektif untuk pemenuhan kebutuhan sendiri yang sedikit banyak menghemat biaya pengeluaran untuk makan.

4.9. Keberadaan Agroforest Ditinjau dari Aspek Konservasi

4.9.1. Agroforest sebagai Sumber Keanekaragaman Jenis Pohon

Gunung Mananggel merupakan pulau keanekaragaman hayati yang tersisa yang letaknya diantara perkotaan dan persawahan. Lebih dari 39 jenis pohon buah dan sembilan Pohon kayu yang tercatat dari hasil wawancara di Gunung Mananggel ini. lima jenis pohon buah yang tercatat adalah jenis yang sudah jarang ditemui di pasar-pasar yaitu campoleh (Madhuca cuneata), Gandaria (Bouea macrophylla), Kupa (Eugenia polychephala), kokosan (Baccaurea sp) dan pisitan (Baccaurea sp).

Gambar

Gambar 1. Lokasi Gunung Mananggel
Gambar 2. Transek agroforest di Gunung Mananggel
Gambar 3. Profil Vegetasi Agroforest Durian-Pisang
Gambar 5. Profil Vegetasi Agroforest Campuran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, perusahaan atau pelaku usaha harus bisa menyusun strategi bisnis yang sesuai dengan kondisi dan situasi yang dihadapi masyarakat saat ini.. Dalam dunia Islam,

Dari hasil penelitian uji Cochran yang telah dilakukan pada ketiga produk tersebut menyimpulkan bahwa NU Green Tea merupakan minuman teh hijau dalam kemasan siap

Konsep dari acara screening ini bertemakan unsur budaya, dengan nama acara “PESONA” yang memiliki tema pesona budaya Indonesia dikarenakan dari masing-masing karya film

Sebagai salah satu inovasi teknologi pada arus globalisasi, sekarang ini televisi mampu mempengaruhi pola pikir masyarakat dan telah menyentuh kepentingan masyarakat

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: (1) observasi langsung yang bersifat partisipasi pasif maupun aktif dimana peneliti dapat mengamati obyek penelitian; (2)

Dengan intensitas menonton, dapat dipahami sebagai suatu kekuatan yang mendukung suatu pendapat atau suatu sikap individu dalam menanggapi isi pesan yang disampaikan dari

urutan proses selama masa gejolak luar biasa dalam perkembangan otak ini dengan melakukan autopsi pada beberapa otak bayi dan anak kecil yang telah meninggal

Diwujudkan dengan sekolah anak jalanan berupa pusat pengembangan Anak Jalanan yang ada di Bandung, diberi nama Rumah Perlindungan Anak Jalanan .Yang berfungsi sebagai tempat