JONI PUTRA. Identification of Sumba Flies (Hippobosca sp.) at Dairy Cows in Dairy Farming Area Cibungbulang Bogor District. Under direction of UPIK KESUMAWATI HADI and SUPRIYONO.
This research was aimed to identify and to understand the aspect of bioecology of Sumba flies (Hippobosca sp.) at dairy cows in Dairy Farming Area Cibungbulang Bogor District. The research was conducted from May 2011 to April 2012 and performed in three steps, collecting the of ectoparasites, processing specimens, and identification of ectoparasites. The ectoparasites collected were processed by pinning method. Then ectoparasites were identify by using the key method of Soulsby (1982). The result showed that the sumba flies species infested in dairy cows was Hippobosca equina. The pupae of this fly was put in the corner or crevices of the iron pole in the cowshed. Actually H. equina was the species of dry and hot areas, however, its can adapt and breed in wet and humid areas such as Cibungbulang Bogor District.
JONI PUTRA. Identifikasi Lalat Sumba (Hippobosca sp.) pada Sapi Perah di Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah Cibungbulang Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh UPIK KESUMAWATI HADI dan SUPRIYONO.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengetahui aspek bioekologi lalat sumba (Hippobosca sp.) pada sapi perah di Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah Cibungbulang Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2011 sampai dengan April 2012 dan dilakukan dalam tiga tahap, yaitu koleksi ektoparasit, pembuatan preparat kering, dan identifikasi ektoparasit. Ektoparasit yang sudah dikoleksi kemudian dipinning dengan menggunakan jarum pinning. Kemudian ektoparasit diidentifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi Soulsby (1982). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa spesies lalat sumba yang menginfestasi sapi perah merupakan lalat Hippobosca equina. Lalat H. equina meletakkan pupa pada sudut atau celah-celah tiang besi pada kandang sapi. Sebenarnya lalat H. equina adalah spesies lalat pada daerah kering dan panas, walaupun demikian, lalat ini dapat beradaptasi dan berkembangbiak pada kurun waktu tertentu dan pada daerah relatif dingin dan lembab seperti daerah Cibungbulang Kabupaten Bogor.
IDENTIFIKASI LALAT SUMBA (Hippobosca sp.) PADA SAPI
PERAH DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH
CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR
JONI PUTRA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Identifikasi Lalat Sumba (Hippobosca sp.) pada Sapi Perah di Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah Cibungbulang Kabupaten Bogor adalah karya saya sendiri dengan arahan Dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2012
Joni Putra
JONI PUTRA. Identification of Sumba Flies (Hippobosca sp.) at Dairy Cows in Dairy Farming Area Cibungbulang Bogor District. Under direction of UPIK KESUMAWATI HADI and SUPRIYONO.
This research was aimed to identify and to understand the aspect of bioecology of Sumba flies (Hippobosca sp.) at dairy cows in Dairy Farming Area Cibungbulang Bogor District. The research was conducted from May 2011 to April 2012 and performed in three steps, collecting the of ectoparasites, processing specimens, and identification of ectoparasites. The ectoparasites collected were processed by pinning method. Then ectoparasites were identify by using the key method of Soulsby (1982). The result showed that the sumba flies species infested in dairy cows was Hippobosca equina. The pupae of this fly was put in the corner or crevices of the iron pole in the cowshed. Actually H. equina was the species of dry and hot areas, however, its can adapt and breed in wet and humid areas such as Cibungbulang Bogor District.
JONI PUTRA. Identifikasi Lalat Sumba (Hippobosca sp.) pada Sapi Perah di Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah Cibungbulang Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh UPIK KESUMAWATI HADI dan SUPRIYONO.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengetahui aspek bioekologi lalat sumba (Hippobosca sp.) pada sapi perah di Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah Cibungbulang Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2011 sampai dengan April 2012 dan dilakukan dalam tiga tahap, yaitu koleksi ektoparasit, pembuatan preparat kering, dan identifikasi ektoparasit. Ektoparasit yang sudah dikoleksi kemudian dipinning dengan menggunakan jarum pinning. Kemudian ektoparasit diidentifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi Soulsby (1982). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa spesies lalat sumba yang menginfestasi sapi perah merupakan lalat Hippobosca equina. Lalat H. equina meletakkan pupa pada sudut atau celah-celah tiang besi pada kandang sapi. Sebenarnya lalat H. equina adalah spesies lalat pada daerah kering dan panas, walaupun demikian, lalat ini dapat beradaptasi dan berkembangbiak pada kurun waktu tertentu dan pada daerah relatif dingin dan lembab seperti daerah Cibungbulang Kabupaten Bogor.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
IDENTIFIKASI LALAT SUMBA (Hippobosca sp.) PADA SAPI
PERAH DI KAWASAN USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH
CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR
JONI PUTRA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Nama Mahasiswa : Joni Putra
NIM : B04080078
Disetujui:
Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS Ketua
drh. Supriyono Anggota
Diketahui:
drh. H. Agus Setiyono, MS., PhD., APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Segala puji syukur sebesar-besarnya Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang senantiasa dilimpahkan berupa kekuatan lahir batin sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian yang diambil adalah Identifikasi Lalat Sumba (Hippobosca sp.) pada Sapi Perah di Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah Cibungbulang Kabupaten Bogor.
Terima kasih Penulis ucapkan kepada Ibu Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS dan drh. Supriyono sebagai dosen pembimbing skripsi, atas bimbingan, arahan, motivasi, waktu, dan pemikiran selama proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini. Tidak lupa juga Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak drh. Muhadi dan pemilik sapi perah di Cibungbulang Kabupaten Bogor yang telah banyak membantu kelancaran penelitian serta Dosen pembimbing akademik drh. Budhy Jasa Widyananta, MSi atas motivasi dalam membimbing selama masa perkuliahan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. drh. Setyo Widodo dan Dr. drh. Koekoeh Santoso selaku Dosen penguji.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, almarhumah Ibu tercinta, kakak-kakak (Yundra M, Oktorizal, Mardiantoni dan Desi Yunita) dan adik-adik tersayang (Andri Maiko dan Ratna Oktavianda) serta keluarga besar atas doa, semangat, cinta dan kasih sayang yang selalu diberikan. Selanjutnya ucapan terima kasih Penulis ucapkan kepada teman-teman seperjuangan di Laboratorium Entomologi (Viranti, Jamal dan Rofindra) dan staf pengajar dan pegawai Laboratorium Entomologi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman Avenzoar 45, teman-teman penulis (Eva, Irene, Anita, Zani, Arini, Farah dan Jasmine) dan sahabat-sahabat penulis anak-anak kontrakan (Adit, Umar, Wathri, dan Heru) serta teman-teman UKM voli IPB.
Penulis menyadari penulisan karya ilmiah ini tidak luput dari kekurangan, untuk itu Penulis sangat berterima kasih atas kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Penulis dilahirkan di Batusangkar, Tanah Datar, Sumatra Barat pada tanggal 18 Juni 1989 dari pasangan Ayah Syahrial dan Ibu Kasdiati (almarhumah). Penulis merupakan anak kelima dari tujuh bersaudara.
Penulis menamatkan Sekolah Dasar Negeri 06 Pasa Sanayan Batu Bulat Lintau Buo Utara Tanah Datar Sumatra Barat tahun 2002 dan lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 3 Tanjung Bonai Lintau Buo Utara Tanah Datar Sumatra Barat tahun 2005. Pada tahun 2008 penulis menyelesaikan pendidikan menengah umum di SMA Negeri 1 Lintau Buo Utara Tanah Datar Sumatra Barat, kemudian penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH-IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008.
DAFTAR ISI
1.3 Manfaat Penelitian ... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Sapi Perah ... 3
2.2 Jenis Ektoparasit yang Menginfestasi Sapi ... 4
2.3 Klasifikasi Lalat Hippobosca sp. ... 5
2.4 Morfologi dan Bioekologi Lalat Hippobosca sp. ... 6
BAB 3 METODOLOGI ... 9
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 9
3.2 Metode Penelitian 3.2.1 Pengambilan sampel ektoparasit ... 9
3.2.2 Prosesing sampel lalat ... 9
3.2.3 Pengambilan data cuaca ... 10
3.2.4 Identifikasi ektoparasit ... 10
3.2.5 Analisis data ... 10
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 11
4.1 Hasil Identifikasi ... 11
4.2 Morfologi Lalat H. equina ... 12
4.3 Bioekologi Lalat H. equina. ... 19
4.4 Kondisi Lingkungan ... 21
4.5 Rekomendasi Pengendalian Lalat H. equina ... 23
BAB 5 PENUTUP ... 25
5.1 Simpulan ... 25
5.2 Saran ... 25
DAFTAR PUSTAKA ... 26
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Jumlah rata-rata lalat tertangkap dan pupa H. equina di kawasan usaha
peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor pada bulan Mei 2011 sampai dengan April 2012 ... 12 2 Rata-rata ICH, kelembaban, dan temperatur udara di kawasan usaha
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Sapi perah ... 4
2 Lalat H. equina ... 7
3 Lalat H. variegata ... 7
4 Lalat H equina ... 13
5 Infestasi H. equina pada sapi perah ... 13
6 Kepala H. equina pandangan dorsal ... 14
7 Probosis H. equina pandangan dorsal dan ventral ... 14
8 Toraks H. equina pandangan dorsal dan ventral ... 15
9 Sayap H. equina pandangan dorsal ... 16
10 Sayap H. equina pandangan ventral ... 16
11 Kaki H. equina pandangan ventral ... 17
12 Kaki bagian femur H. equina pandangan dorsal dan ventral ... 17
13 Kaki bagian tibia H. equina pandangan dorsal dan ventral ... 17
14 Abdomen H. equina pandangan dorsal dan ventral ... 18
15 Pupa H. equina ... 18
16 Tempat peletakan pupa H. equina ... 19
17 Lalat H. equina pada daerah pubis ... 20
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan permintaan susu dan daging di masyarakat berdampak baik
bagi peternak dan masyarakat. Susu dan daging merupakan bahan makanan yang
mempunyai nilai gizi yang tinggi. Tingginya permintaan susu dan daging
mengakibatkan peningkatan jumlah peternakan seperti sapi, kerbau, kambing, dan
domba. Pada umumnya peternak mengambil ternak dari satu daerah ke daerah
lain, hal ini mengakibatkan peningkatan perpindahan ternak dari suatu daerah.
Transportasi ternak dapat mendorong terjadinya perpindahan penyakit atau vektor.
Penyakit pada ternak biasanya disebabkan oleh bakteri, virus, endoparasit, dan
ektoparasit.
Jenis ektoparasit yang sering menginfestasi sapi potong dan sapi perah
adalah lalat dari genus Stomoxys, Tabanus, Chrysomya, dan Hippobosca. Lalat Hippobosca sp. merupakan lalat yang berkembangbiak di daerah tropis dengan curah hujan rendah dan suhu lingkungan relatif tinggi seperti di Indonesia bagian timur yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat (Taylor et al. 1996). Namun demikian, lalat ini sudah dapat beadaptasi dan berkembangbiak di
kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor. Lalat
Hippobosca sp. berperan sebagai vektor tripanosomiasis. Selain itu, lalat ini juga berperan dalam menularkan Trypanosoma theileri yang tidak patogen pada sapi dan Haemoproteus pada angsa, itik, serta unggas lainnya (Hadi & Soviana 2010).
Menurut Mullen & Durden (2002) lalat Hippobosca equina sebagai vektor
penyakit piroplasmosis pada kuda, Q fever, dan rickettsiosis. Kerugian yang
ditimbulkan akibat infestasi lalat Hippobosca sp. yaitu iritasi, kegatalan,
kegelisahan sehingga ternak tidak nyaman untuk makan dan minum, penurunan
berat badan, produksi susu, daya kerja, merusak kulit, jaringan tubuh, dan anemia
(Partosoedjono & Soekardono 1984). Menurut Rani et al. (2011) lalat Hippobosca sp. di India mengisap darah inangnya sebanyak 1.5-4.5 µl dalam waktu 3-13
menit dan berperan sebagai vektor Achanthocheilonema dracunculoides pada
Penyebaran lalat Hippobosca sp. di Indonesia sangat luas seperti Bali,
Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Aceh. Lalat Hippobosca sp.
juga terdapat di Inggris dengan nama umum forest fly. Lalat ini di Inggris
menyerang kuda dan kadang-kadang ditemukan pada ternak. Jenis lalat
Hippobosca sp. yang terdapat di Afrika adalah Hippobosca rufipes. Lalat ini banyak menyerang hewan, terutama sapi dan kuda. Lalat ini disebut juga lalat
kutu karena bentuknya pipih atau gepeng dorsoventral seperti kutu (Hadi &
Soviana 2010). Menurut Sigit et al. (1983) induk semang lalat Hippobosca sp. yaitu sapi dan kuda. Lalat Hippobosca sp. dikenal sebagai lalat Sumba, lalat ini di Indonesia terdiri dari dua jenis yaitu Hippobosca equina (lalat Sumba kecil) dan Hippobosca variegata (lalat Sumba besar).
Peningkatan transportasi ternak yang tidak diringi dengan pengawasan
kesehatan ternak mengakibatkan lalat Hippobosca sp. menyebar luas ke seluruh daerah, termasuk di Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor merupakan daerah yang
mempunyai suhu rendah dan curah hujan relatif tinggi. Peningkatan infestasi lalat
Hippobosca sp. di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor dapat mengganggu kesehatan sapi. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pengamatan terhadap bioekologi lalat Hippobosca sp. sehingga dapat ditentukan cara pengendalian yang tepat.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mempelajari aspek
bioekologi lalat Sumba (Hippobosca sp.) pada sapi perah di kawasan usaha
peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor.
1.3 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dasar tentang jenis
dan bioekologi lalat Sumba (Hippobosca sp.) pada sapi perah di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor sehingga dapat menjadi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sapi Perah
Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat
mendukung pemenuhan kebutuhan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu. Jenis
sapi perah yang paling cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di
Indonesia adalah Friesian Holstein (FH) yang berasal dari Belanda. Sapi ini
terkenal dengan produksi susu yang sangat tinggi yaitu ± 6350 kg/tahun, dengan
persentase lemak susu sekitar 3-7%. Suhu lingkungan merupakan faktor iklim
yang penting dan harus diperhatikan dalam usaha peternakan (Siregar 1995).
Suhu udara yang optimal untuk ternak sapi perah adalah 21-27 ºC
(Williamson & Payne 1993). Suhu dan kelembaban udara merupakan dua faktor
iklim yang mempengaruhi produksi sapi perah karena dapat menyebabkan
perubahan keseimbangan panas, air, energi, dan tingkah laku ternak. Manajemen
pemeliharaan sapi perah memiliki persyaratan teknis salah satunya adalah
kandang. Konstruksi kandang harus kuat, tahan lama, kedap air, sirkulasi udara,
sinar matahari cukup, drainase, dan pembuangan limbah yang baik. Selain itu
kandang harus mudah dibersihkan, lantai rata, kasar, tidak licin, luas kandang
yang sesuai, mudah mendapatkan aliran air, tidak mengganggu fungsi lingkungan
hidup, pakan dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik, dan air minum
disediakan tidak terbatas (Abubakar 2012).
Manfaat pemeliharaan sapi perah yaitu menghasilkan air susu, daging, dan
sebagai biogas. Susu merupakan bahan pangan sumber protein hewani yang
harganya relatif murah jika dibandingkan dengan daging. Sapi perah memiliki
daya tahan yang rendah terhadap suhu tinggi dan memiliki kemampuan
beradaptasi yang sangat tinggi di negara Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari
banyaknya sapi perah yang dipelihara di kota-kota besar untuk menunjang
Gambar 1 Sapi perah
2.2 Jenis Ektoparasit yang Menginfestasi Sapi
Parasit adalah organisme yang hidupnya bergantung pada organisme lain
sebagai inang tumpangannya. Berdasarkan tempat menumpangnya, parasit
dibedakan menjadi ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang
hidup di bagian luar atau pada permukaan tubuh inangnya. Sedangkan endoparasit
adalah parasit yang hidup di dalam tubuh inangnya. Berdasarkan sifatnya,
ektoparasit bersifat obligat dan fakultatif. Ektoparasit obligat merupakan
ektoparasit yang seluruh siklus hidupnya yaitu mulai dari pradewasa sampai
dewasa hidup bergantung pada inangnya. Ektoparasit fakultatif merupakan
ektoparasit yang sebagian besar siklus hidupnya di luar tubuh inangnya
(Bowmans 1999).
Jenis ektoparasit yang menginfestasi sapi adalah lalat, kutu, dan nyamuk.
Jenis lalat yang paling banyak menginfestasi sapi perah adalah lalat dari genus
Stomoxys (lalat kandang), Tabanus (lalat kuda), Chrysomya (lalat hijau), dan Hippobosca (lalat sumba). Ciri morfologi lalat Stomoxys (lalat kandang) yaitu ukuran tubuh jantan 5.8-6.5 mm dan betina 6.5-7.5 mm dengan warnanya lebih
gelap. Lalat ini memiliki 4 garis hitam longitudinal pada toraks dan bercak-bercak
hitam pada abdomen, probosisnya panjang dan mencuat ke depan, palpus
maksilanya pendek, arista berambut hanya pada sisi dorsal, telur berbentuk
lonjong berwarna putih, dan berjumlah 150-450 butir dalam beberapa kelompok.
yang kuat, dan berumur panjang. Menurut Mullen & Durden (2002) Lalat ini
berperan dalam penularan vektor penyakit surra dan antraks pada ternak.
Lalat Tabanus memiliki ukuran tubuh 6-25 mm, kepalanya berbentuk
setengah lingkaran, memiliki mata yang dominan, antenanya pendek terdiri dari
tiga ruas. Telur lalat ini berbentuk silindris dengan ukuran 1-2 mm dan jumlahnya
sekitar 100-500 butir, larvanya silindris dan runcing. Lalat ini merupakan lalat
pengisap darah, penerbang yang tangguh, dan penggigit persisten yang aktif pada
siang hari. Lalat ini merupakan vektor penyakit surra dan antraks. Lalat
Chrysomya bezziana memiliki ukuran tubuh 9-11 mm, berwarna hijau metalik dengan banyak bulu-bulu pendek menutupi tubuh. Larva lalat ini berbentuk
silinder dengan deretan duri-duri pada keliling tiap ruas tubuh. Telur lalat ini
berjumlah 150-500 butir. Lalat ini merupakan penyebab miasis obligat yang
meletakkan telurnya pada tepi luka yang terbuka (Hadi & Soviana 2010).
2.3 Klasifikasi Lalat Hippobosca sp.
Lalat Hippobosca sp. banyak menginfestasi sapi dan kuda. Lalat ini
mengisap darah pada daerah perineum dan di antara kaki belakang. Lalat
Hippobosca sp. banyak terdapat pada daerah dengan temperatur tinggi (Wall &
Shearer 1997). Menurut Soulsby (1982) lalat Hippobosca sp. diklasifikasikan
sebagai berikut:
Famili : Hippoboscidae
Subfamili : Hippoboscinae
Genus : Hippobosca
Spesies : Hippobosca equina
2.4 Morfologi dan Bioekologi Lalat Hippobosca sp.
Jenis lalat Hippobosca sp. di Indonesia yaitu H. equina (lalat Sumba kecil) dan H. variegata (lalat Sumba besar). Menurut Hutson (1984) lalat Hippobosca
sp. mempunyai sepasang sayap, ukuran sekitar 10 mm, dan warna pupa hitam.
Pupa lalat ini berbentuk oval atau bulat, berukuran 5 x 4 mm, dan mempunyai
bercak gelap pada ujung posterior. Lalat H. equina memiliki ukuran tubuh sekitar 10 mm, tubuhnya melebar, pipih dorsoventral dan berwarna coklat kemerahan.
Pada bagian dorsal toraks terdapat bercak kekuningan. Lalat ini memiliki
sepasang sayap yang kuat dengan vena anterior yang jelas, dan antenanya tidak
berkembang (Gambar 2). Probosis lalat ini langsing yang digunakan untuk
menusuk dan merobek jaringan. Palpi lalat H. equina tebal, pendek dan berfungsi melindungi probosis. Kaki dan kuku lalat ini berkembang baik. Bagian utama dari
probosis biasanya untuk menusuk dan ditarik kembali di bawah kepala, kecuali
saat makan.
Inang lalat H. equina adalah kuda dan sapi, tetapi ternak lainnya seperti burung juga dapat terinfestasi. Lalat ini paling banyak ada pada bulan musim
panas. Distribusi utama lalat Hippobosca sp. adalah di Eropa, Asia, dan Afrika (Turner & Mann 2005). Lalat H. variegata mempunyai ciri khas yaitu ukuran yang lebih besar dan memiliki variasi pada dorsal toraks yang lebih banyak dari
pada H. equina. Distribusi lalat H. variegata di Indonesia yaitu Sulawesi, Sumba, dan Timor. Inang lalat ini yaitu sapi, keledai, dan kuda (Maa 1969 dan Cheng
1973).
Gigitan dari lalat H. equina dapat menyebabkan reaksi alergi (Quercia et al. 2005). Menurut Sigit et al. (1990) gigitan lalat H. equina dan H. variegata dapat memberikan rasa sakit sehingga sapi dan kuda yang baru pertama kali
digigit sering lari ketakutan. Menurut Masshall (1981) lalat H. equina merupakan lalat yang jarang terbang lebih dari 1 meter. Lalat ini apabila terganggu akan
berpindah dengan cepat tetapi tidak lebih dari 1 meter dari inangnya. Pada malam
hari atau hujan lebat, lalat H. equina kadang-kadang akan meninggalkan inangnya dan berlindung di bawah daun pakis yang berada di dekatnya atau berlindung
Lalat Hippobosca sp. jarang terbang, biasanya merayap pada permukaan inang. Pada siang hari baik jantan maupun betina, lalat ini mengisap darah dan
beristirahat pada inang. Lalat ini termasuk kedalam kelompok pupipara, telurnya
menetaskan larva yang berkembang hampir mencapai tahap pupa di dalam saluran
reproduksi betina, kemudian dilahirkan, dan dalam waktu beberapa jam langsung
berubah menjadi pupa. Pupa biasanya diletakkan oleh lalat betina pada batang
atau pelepah pohon kelapa atau pohon lainnya yang terlindung, atau tanah yang
berlumpur (lembab). Lamanya periode pupa banyak dipengaruhi oleh suhu (Hadi
& Soviana 2010).
Daerah yang disukai lalat Hippobosca sp. adalah daerah leher, perineal diantara kaki belakang, dan pubis. Lalat ini tergolong pengisap darah yang sangat
merugikan sapi dan kuda karena dapat mengurangi ketahanan tubuh dan
menyebabkan anemia. Lalat ini dapat menularkan Trypanosoma theileri yang
tidak patogen pada sapi dan Haemoproteus pada angsa, itik, serta unggas lainnya (Hadi & Soviana 2010).
Gambar 2 Lalat H. equina (Sumber: Walravens 2010)
Famili Hippoboscidae terkenal dengan nama forest flies (lalat hutan) yang menyerang berbagai jenis hewan seperti sapi, kuda, domba, kelelawar, dan burung
(Soulsby 1982). Lalat Hippobosca sp. merupakan lalat pengisap darah (Levine 1994). Lalat ini sebagai ektoparasit pada kuda dan sapi yang terdapat di wilayah
timur Indonesia yang bersuhu tinggi dan kelembaban rendah (Taylor et al. 1996). Lalat Hippobosca sp. meletakkan pupanya pada celah-celah kayu, ketiak tanaman, dan celah kandang. Lalat ini tinggal di permukaan tubuh inangnya dalam waktu
yang lama dan mengisap darah hewan seperti kuda dan sapi serta menjadi vektor
BAB 3
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2011 sampai dengan April 2012.
Penelitian terdiri dari dua tahap yaitu koleksi dan identifikasi lalat. Koleksi
dilakukan di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten
Bogor. Sedangkan identifikasi dilakukan di Laboratorium Entomologi Kesehatan,
Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Metode Penelitian
3.2.1 Pengambilan Sampel Ektoparasit
Pengambilan sampel ektoparasit dilakukan di kandang ternak sapi dengan
populasi sapi sebanyak 212 ekor. Pengambilan sampel lalat dilakukan secara acak
pada 15 ekor sapi yang terinfestasi dari peternakan sapi perah milik rakyat yang
berpopulasi 60 ekor. Pengamatan dilakukan selama satu tahun dengan frekuensi
pengambilan sampel 15 hari sekali. Cara pengambilan ektoparasit dilakukan
secara manual yaitu mengambil atau menangkap lalat secara langsung. Lalat yang
telah didapatkan kemudian dimatikan menggunakan killing jar atau dengan
chloroform. Setelah lalat mati, kemudian dilakukan pinning dan disimpan di dalam kotak spesimen.
3.2.2 Prosesing Sampel Lalat
Prosesing sampel lalat dilakukan dengan cara menusuk lalat Hippobosca sp. dengan menggunakan jarum pinning pada satu sisi toraks sedikit ke kanan atau ke kiri dari garis tengah. Penusukkan lalat dilakukan secara tegak lurus dan
3.2.3 Pengambilan Data Cuaca
Data cuaca (suhu lingkungan, kelembaban udara, dan curah hujan)
diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Darmaga
Bogor.
3.2.4 Identifikasi Ektoparasit
Lalat hasil koleksi diidentifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi
Soulsby (1982) atau dengan mencocokkan dengan koleksi spesimen yang sudah
ada di Laboratorium Entomologi.
3.2.5 Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif, ditampilkan dalam bentuk
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi
Berdasarkan hasil wawancara terhadap peternak yang memiliki sapi
terinfestasi lalat Hippobosca sp. menyatakan bahwa sapi tersebut berasal dari Kabupaten Boyolali. Sapi tahap pertama masuk ke peternakan tersebut pada
tanggal 18 Februari 2008 sebanyak 24 ekor, dan sapi berikutnya masuk pada
tanggal 23 Februari 2010 sebanyak 32 ekor. Transportasi sapi perah dari
Kabupaten Boyolali ke peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor
menggunakan mobil bak terbuka. Kondisi sapi tersebut sedang laktasi pertama
dan berumur ± 2 tahun. Hal ini memungkinkan bahwa infestasi lalat Hippobosca
sp. sudah terjadi di daerah asal.
Kabupaten Boyolali memiliki kawasan peternakan dan pasar sapi perah
yang besar serta menampung sapi dari daerah lain di Indonesia. Pada umumnya
infestasi lalat ini terjadi pada sapi potong, namun sekarang dapat ditemukan di
sapi perah, Para peternak membeli sapi dari daerah lain yang tidak dilakukan
pemeriksaan terhadap kesehatan ternak sehingga lalat H. equina dapat terbawa pada tubuh sapi tersebut.
Hasil koleksi yang dilakukan selama ± 1 tahun terhadap H. equina pada 15 ekor sapi perah didapatkan jumlah total lalat sebanyak 497 ekor. Jumlah koleksi
pupa yang berhasil didapatkan sebanyak 260 buah (Tabel 1). Berdasarkan hasil
identifikasi terhadap lalat Hippobosca sp. di kawasan usaha peternakan sapi perah
Cibungbulang Kabupaten Bogor terdiri dari satu jenis yaitu lalat Hippobosca
Tabel 1 Jumlah rata-rata lalat tertangkap dan pupa H. equina di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor pada
bulan Mei 2011 sampai dengan April 2012
Bulan Lalat tertangkap (ekor) Jumlah pupa (buah)
Mei 232 185
Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah lalat dan pupa di kawasan usaha
peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor tertinggi pada pengamatan
bulan Mei yaitu 232 ekor. Jumlah lalat semakin menurun sampai tidak ditemukan
pupa dan lalat pada pengamatan bulan Desember sampai dengan April 2012.
Penurunan jumlah lalat dewasa dan pupa yang ditemukan disebabkan karena
intervensi yang dilakukan oleh peternak. Intervensi yang dilakukan berupa
pengendalian yang dilakukan oleh peternak seperti melakukan penyemprotan
menggunakan insektisida. Insektisida yang digunakan oleh peternak saat
pengendalian contohnya deltametrin.
4.2 Morfologi Lalat H. equina
Identifikasi yang dilakukan terhadap lalat dewasa menunjukkan ciri
Gambar 4 Lalat H. equina. probosis (1), palpi (2), mata majemuk (3), kaki depan (4), toraks (5), abdomen (6), kuku (7), kaki tengah (8), kaki belakang (9), sayap (10).
Morfologi H. equina terdiri dari kepala, toraks, sayap, kaki, dan abdomen.
Ukuran tubuh lalat ini yaitu 10 ± 0.4 mm, bentuknya pipih dorsoventral, dan
berwarna kuning sampai coklat kehitaman. Bentuk tubuh pipih dorsoventral
(gepeng) berfungsi untuk mempermudah dalam bergerak atau berpindah dengan
merayap di tubuh sapi. Tubuh lalat ini ditutupi oleh bulu yang pendek dan
dilengkapi dengan kuku runcing yang mudah menempel pada inang yaitu
memegang rambut inang atau kulit (Gambar 5).
Gambar 6 Kepala H. equina pandangan dorsal
Kepala lalat H. equina terdiri dari mata majemuk, orbital, vita frontalis, palpi, antena, dan probosis. Mata majemuk lalat ini berwarna hitam, orbital coklat
kekuningan, vitta frontalis coklat tua, dan antenanya tidak berkembang. Palpi
tebal, pendek, dan berwarna coklat kehitaman yang ditumbuhi rambut (Gambar
6). Palpi berfungsi untuk melindungi probosis dan membantu lalat dalam
mengisap darah. Probosis lalat ini langsing berwarna coklat kehitaman dengan
ukuran sekitar 1 mm yang berfungsi untuk menusuk, merobek jaringan, dan
mengisap darah (Gambar 7 A, 7 B).
A B
Gambar 7 Probosis H. equina pandangan dorsal (A), ventral (B) .
A B
Gambar 8 Toraks H. equina pandangan dorsal (A), ventral (B). prosternum
(Stn1), mesosternum (Stn2), metasternum (Stn3). .
Toraks lalat H. equina berukuran sekitar 2 mm dan memiliki variasi warna
dengan bercak hitam sampai coklat kekuningan. Menurut Borror et al. (1992)
toraks lalat H. equina terdiri dari prosternum, mesosternum, dan metasternum. Pada toraks lalat ini terdapat sepasang sayap dan tiga pasang kaki. Warna toraks
pada pandangan dorsal lebih gelap dari pandangan ventral karena pada bagian
ventral kurang terpapar oleh cahaya matahari (Gambar 8 A, 8 B).
Sayap H. equina berukuran 6 mm, memiliki sepasang sayap transparan,
lebar, dan melebihi dari abdomennya (Gambar 9, 10). Sayap H. equina relatif lebih kaku dibandingkan dengan sayap lalat jenis lain. Hal ini mengakibatkan H. equina tidak dapat terbang jauh dari inangnya dan sebagian besar waktunya dihabiskan pada inang. Kaki lalat ini terdiri dari koksa, femur, tibia, tarsus, dan
kuku. Pada bagian femur, tibia, dan tarsus lalat ini ditumbuhi rambut berwarna
coklat kekuningan. Rambut-rambut ini berfungsi sebagai alat sensorik. Kuku lalat
ini runcing, berwarna hitam, dan berjumlah sepasang pada setiap kaki dan
Gambar 9 Sayap H. equina pandangan dorsal. sel kosta (C), vena kosta (c), vena subkosta (Sc), rangka sayap melintang humerus (h), alula (alu), calypter atau skuame (cal), vena radius (Rs), sel radius (R), vena cubitus (Cu), pertemuan cabang medius 1 dan 2 (M1+2), pertemuan cabang medius 3 dan cubitus 1 (M3+Cu1).
.
Gambar 10 Sayap H. equina pandangan ventral. sel kosta (C), vena kosta (c), vena subkosta (Sc), rangka sayap melintang humerus (h), alula (alu), calypter atau skuame (cal), vena radius (Rs), sel radius (R), vena cubitus (Cu), pertemuan cabang medius 1 dan 2 (M1+2), pertemuan cabang medius 3 dan cubitus 1 (M3+Cu1).
Gambar 11 Kaki H. equina pandangan ventral
A B
Gambar 12 Kaki bagian femur H. equina pandangan dorsal (A), ventral (B) .
A B
A B
Gambar 14 Abdomen H. equina pandangan dorsal (A), ventral (B)
.
Abdomen lalat H. equina berukuran sekitar 4 mm yang berwarna coklat
kehitaman. Pada bagian abdomen ditutupi oleh rambut berwarna coklat
kekuningan (Gambar 14 A, 14 B). Warna abdomen yang hitam menunjukkan
bahwa lalat sudah mempunyai pupa yang matang dan siap untuk dikeluarkan.
Pupa lalat H. equina berwarna hitam yang berbentuk oval atau bulat (Gambar 15).
Hal ini sesuai dengan pendapat Hutson (1984), bahwa pupa lalat H. equina
berwarna hitam.
Menurut Hadi & Soviana (2010) ciri morfologi dari lalat H. equina adalah ukuran tubuh sekitar 10 mm dari ujung sampai abdomen, tubuhnya melebar dan
dorsoventral, berwarna coklat merah dengan bercak kuning pucat pada bagian
dorsal toraks. Tubuh lalat ini ditutupi oleh bulu yang pendek, memiliki sepasang
sayap yang kuat dengan vena anterior yang jelas, antenanya tidak berkembang.
Probosis lalat ini langsing yang digunakan untuk menusuk dan merobek jaringan.
Palpi lalat H. equina tebal dan pendek untuk melindungi probosis, kaki, dan kuku lalat ini berkembang baik.
4.3 Bioekologi Lalat H.equina
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap lalat H. equina di kawasan
peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor, bahwa lalat H. equina
berhabitat di kandang sapi perah. Lalat ini meletakkan pupa pada sudut tiang besi,
dan menetaskan pupa sekitar 1-2 hari. Tiang besi tersebut berpotensi sebagai
tempat meletakkan pupa oleh lalat H. equina. Hal ini dikarenakan pada tiang tersebut terdapat celah-celah yang mampu menampung dan melindungi pupa dari
gangguan dari luar. Selain itu lalat H. equina juga suka meletakkan pupanya pada tanaman yang berada di sekitar kandang seperti pada pelepah-pelepah pisang.
Menurut Quercia et al. (2005) lalat H. equina berhabitat di kandang kuda dan sapi serta meletakkan pupa pada makanan ternak atau tempat yang terlindung
dari gangguan luar. Menurut Sigit et al. (1990) pada malam hari atau hujan lebat,
lalat H. equina kadang-kadang akan meninggalkan inangnya dan berlindung di
bawah daun pakis atau pelepah pohon yang berada di dekatnya. Menurut Hadi &
Soviana (2010) pupa lalat H. equina biasanya diletakkan oleh lalat betina pada batang atau pelepah pohon kelapa atau pohon lainnya yang terlindung, atau tanah
yang berlumpur (lembab). Menurut Soulsby (1982) lalat H. equina meletakkan
pupa pada celah-celah kayu, ketiak tanaman, dan celah kandang.
Lalat H. equina jarang terbang jauh dari inangnya, hal ini disebabkan lalat ini mempunyai sayap yang kaku. Lalat H. equina berpindah dari sapi yang satu ke sapi yang lain yang berada di dekatnya karena adanya gangguan fisik terhadap
lalat tersebut. Pada siang hari baik jantan maupun betina mengisap darah dan
beristirahat pada tubuh sapi. Lalat H. equina mengisap darah sapi dengan cara
menusuk dan merobek jaringan menggunakan probosis. Menurut Rani et al.
(2011) lalat Hippobosca sp. mengisap darah inangnya sebanyak 1.5-4.5 µl dalam waktu 3-13 menit. Bagian tubuh yang disukai oleh lalat H. equina yaitu daerah leher, perineal, diantara kaki belakang, dan pubis. Hal ini disebabkan oleh pada
daerah tersebut terdapat kulit yang tipis, dan apabila ada gangguan maka lalat ini
dapat bersembunyi di bawah ekor atau di antara kaki belakang. Lalat H. equina berkembang biak secara pupipara yaitu betinanya tidak menghasilkan telur tetapi
langsung menghasilkan larva masak pada tubuh lalat, dan dalam waktu beberapa
jam langsung berubah menjadi pupa.
Peranan lalat H. equina dalam kesehatan hewan yaitu lalat ini dapat menyebabkan iritasi, kegatalan, dan kegelisahan. Selain itu, lalat tersebut dapat
menyebabkan ternak tidak nyaman untuk makan dan minum, sehingga dapat
mengakibatkan penurunan berat badan, produksi susu, daya kerja, merusak kulit,
jaringan tubuh, dan anemia.
4.4 Kondisi Lingkungan
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap lalat H. equina di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor, bahwa penyebaran lalat
H. equina berhubungan dengan transportasi ternak. Kondisi lingkungan kandang di kawasan usaha peternakan sapi perah mempunyai kandang yang tiangnya
terbuat dari besi, beratap seng, dan berlantai semen. Tiang besi tersebut berpotensi
sebagai tempat meletakkan pupa oleh lalat H. equina.
Tabel 2 Rata-rata ICH, kelembaban, dan temperatur udara di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor pada bulan Mei 2011 sampai dengan April 2012
Bulan ICH (mm) Kelembaban (%) Temperatur (°C)
Rata-rata 172.83 81.67 25.94
Sumber: BMKG Darmaga Bogor
Berdasarkan data yang di peroleh dari BMKG setempat menunjukkan
bahwa rata-rata suhu udara di kawasan usaha peternakan sapi perah dari bulan
Mei 2011 sampai April 2012 yaitu 25.94 ºC. Adanya rata-rata kelembaban dan
indeks curah hujan (ICH) yaitu 81.67 % dan 172.83 mm (Tabel 2). Kondisi iklim
seperti curah hujan, temperatur, dan kelembaban udara yang optimum mendukung
lalat H. equina dapat berkembangbiak di kawasan peternakan sapi perah
Cibungbulang Kabupaten Bogor. Hal ini juga didukung adanya inang, vegetasi,
dan tempat peletakan pupa di daerah tersebut. Hafez et al. (2009) menyatakan bahwa suhu optimum lalat H. equina dapat beradaptasi dan berkembangbiak yaitu 20 ºC sampai 32 ºC, sedangkan kelembaban yang optimum lalat H. equina dapat beradaptasi dan berkembangbiak yaitu 75 %. Adanya fluktuasi curah hujan tidak
mempengaruhi keberadaan lalat H. equina dan pupa di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor. Hal ini dikarenakan kandang sapi
perah terbuat dari besi yang kering dan beratap seng, sehingga lalat dan pupa
terlindung dari hujan.
Perkembangan lalat H. equina di kawasan usaha peternakan sapi perah
Cibungbulang Kabupaten Bogor berpotensi menurunkan produksi, kualitas, dan
semakin besar, meskipun kerugian tersebut tidak langsung terlihat atau dirasakan
oleh peternak tetapi dapat mengurangi aktifitas sapi sehingga mengurangi
penghasilan peternak.
Penyebaran H. equina di kawasan usaha peternakan sapi perah
Cibungbulang Kabupaten Bogor tersebut akan semakin meluas atau meningkat
dikarenakan rendahnya pengetahuan peternak terhadap kesehatan hewan.
Penyebaran lalat H. equina dapat diakibatkan dari perpindahan sapi dari peternak yang satu ke peternakan yang lain, alat-alat yang digunakan, transportasi,
perpindahan pekerja, dan bahan yang digunakan.
4.5Rekomendasi Pengendalian Lalat H. equina
Lalat H. equina merupakan ektoparasit pada sapi dan kuda. Pengendalian
lalat H. equina dapat dilakukan dengan memutus siklus hidup lalat tersebut. Pemutusan siklus hidup dapat dilakukan pada stadium pupa dan dewasa.
Pengendalian lalat H. equina di kawasan usaha peternakan sapi perah
Cibungbulang Kabupaten Bogor dapat dilakukan dengan memperhatikan
manajemen pemeliharaan.
Manajemen pemeliharaan yang baik merupakan usaha untuk mencegah
perpindahan populasi ternak atau penyakit dari suatu daerah ke daerah lain.
Tindakan yang dilakukan adalah pengawasan terhadap transportasi ternak yang
berasal dari daerah yang mempunyai potensi keberadaan lalat H. equina yang tinggi seperti dari Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Bali, dan Aceh.
Melakukan pengawasan kesehatan hewan oleh dokter hewan sehingga kesehatan
hewan yang masuk ke suatu wilayah akan terjamin kesehatannya. Menjaga
sanitasi lingkungan seperti membersihkan kandang ternak, ternak, dan
membersihkan lingkungan di sekitar kandang. Sosialisasi terkait kepentingan lalat
H. equina terhadap kesehatan hewan dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan pengetahuan peternak. Sehingga peternak dapat melakukan pencegahan dan
pengendalian terhadap populasi lalat tersebut. Penurunan populasi lalat dapat
mengurangi kerugian peternak oleh lalat tersebut.
Pengendalian lalat dapat dilakukan dengan penggunaan bahan kimia.
Bahan kimia yang digunakan dalam pengendalian lalat Hippobosca sp. yaitu
alphasipermetrin 0.02 g/m2, siflutrin 0.03 g/m2, sipermetrin 0.025-0.1 g/m2, deltametrin 0.01-0.15 g/m2, fenvalerat 1 g/m2, dan permetrin 0.025-0.1 g/m2 yang penggunannya melalui penyemprotan dengan efek residu (Anonim 2012).
Peternak harus memilih insektisida yang tepat dalam arti mudah didapat
dan murah. Selain itu juga harus efektif dan efisien, serta toksik terhadap lalat.
Insektisida yang digunakan tidak toksik terhadap hewan ternak, tidak
menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, dan mudah aplikasinya. Aplikasi
insektisida dapat dilakukan melalui penyemprotan, menggunakan hand srayer
BAB 5
PENUTUP
5.1 Simpulan
Jenis lalat Hippobosca sp. yang ditemukan pada sapi perah di kawasan
usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor yaitu H. equina.
Lalat H. equina dapat beradaptasi dan berkembangbiak dalam kurun waktu
tertentu di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor
karena kondisi lingkungan yang mendukung.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2012. Pengendalian Lalat. [terhubung berkala]. http://www. depkes.go.id/downloads/Pengendalian lalat.pdf. [9 Juli 2012].
Abubakar. 2012. Pedoman Pelaksanaan Manajemen Pembibitan Ternak Terpadu
Tahun 2012. Jakarta. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian.
[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2011. Data Temperatur,
Curah Hujan, dan Kelembaban Udara. Bogor. Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor.
Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga.
Partosoedjono S, Penerjemah; Brotowidjoyo MD, editor. Terjemahan dari: An Introduction to the Study of Insects. Ed ke-6. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pr.
Bowmans DD. 1999. Parasitology for Veterinarians 7th ed. Philadelphia: Wb
Saunders Company.
Cheng TC. 1973. General Parasitology. London. Academic Pr.
Hadi UK, Soviana S. 2010. Ektoparasit: Pengenalan, Diagnosis, Biologi dan
Pengendaliannya. Bogor. IPB Pr.
Hafez M, Hilali M, Fouda M. 2009. Biological studies of Hippobosca equina (L) (Diptera: Hippoboscidae) infesting domestic animal in Egypt. J Applied Entomol 83:14-71.
Hutson AM. 1984. Diptera: Keds, Flat-Flies & Bat-Flies (Hippoboscidae & Nycteribiidae). Handbooks for the Identification of British Insects.
London:Royal Entomological Society.
Levine DN. 1994. Parasitologi Veteriner. Yogyakarta. Gadjah Mada University Pr.
Maa TC. 1969. A Revised Checklist and Concise Host Index of Hippoboscidae
(Diptera). USA. Bishop Museum Honolulu.
Masshall AG. 1981. The Ecology of Ectoparasitic Insects. London. Academic Pr.
Mullen G, Durden L. 2002. Medical and Veterinary Entomology. London.
Academic Pr.
Partosoedjono S, Soekardono S. 1984. Beberapa Pengendalian Insektisida untuk Pengendalian Lalat-Lalat Pengganggu dan Pengisap Darah pada Ternak di Indonesia. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Quercia O, Emiliani F, Foschi FG, Stefanini GF. 2005. Anaphylactic reaction after Hippobosca equina bite. JAlergi Immunol Clin 20:31-33.
Rani PAMA, Coleman GT, Irwin PJ, Traub RJ. 2011. Hippobosca longipennis a
potential intermediate host of a species of Acanthocheilonema in dogs in northern India. J Par Vect 4:143.
Salmi AS, Putra A, Antika I, Tantina. 2010. Jenis dan Tata Cara Pemeliharaan Sapi Perah. Bogor. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Sigit SH, Partosoedjono S, Akib MS. 1983. Inventarisasi dan Pemetaan Parasit
Indonesia Tahap Pertama: Ektoparasit (Proyek No. 2/Penel/P4T-IPB/1980-1981). Bogor. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Sigit SH, Koesharto FX, Hadi UK, Amin AA, Gunandini DJ. 1990. Studi Infestasi Ektoparasit pada Ternak Besar di Daerah Nusa Tenggara Timur. Bogor. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Siregar S. 1995. Jenis dan Teknik Pemeliharaan Sapi Perah. Jakarta: Penebar Swadaya.
Soulsby EJL. 1982. Helminths, Arthopods and Protozoa of Domesticated
Animals. Ed ke-7. The English Language Book Society, Bailiere Tindall, London.
Taylor MA, Coop RL, Wall RL. 1996. Veterinary Parasitoloy. Hongkong:
Graphicraft limited.
Turner CR, Mann DJ. 2005. Recent observations on Hippobosca equina L.
(Diptera: Hippoboscidae) in South Devo. J Entomol Nat Hist 1:37-40.
Wall R, Shearer D. 1997. Veterinary Entomology: Artropod Ectoparasites of
Veterinary Importance. London. Chapman & Hall.
Walravens E. 2010. Dipteres. [terhubung berkala]. http://www.afblum.be/bioafb/especes/dipteres/dipteres.htm. [9 Juli 2012).
Williamson G, Payne WJA. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Pr. Terjemahan dari: An
LAMPIRAN
Lampiran 1 Jumlah lalat H. equina pada sapi perah dikawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor pada bulan Mei 2011
Lampiran 2 Data curah hujan (mm) di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor pada bulan Mei 2011 sampai dengan April 2012
Keterangan : (-) Tidak ada hujan
Lampiran 3 Data suhu lingkungan (°C) pada bulan Mei 2011 sampai dengan April
Lampiran 4 Data kelembaban udara (%) pada bulan Mei 2011 sampai dengan
Lampiran 5 Cara perhitungan Indeks Curah Hujan (ICH) pada bulan Mei 2011 sampai dengan April 2012
Rumus Indeks Curah Hujan (ICH)
= 253 mm X 21 31 hari = 171.4 mm
ICH (mm) Februari = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan Σ hari (dalam satu bulan)
= 565 mm X 22 29 hari = 426.3 mm
ICH (mm) Maret = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan Σ hari (dalam satu bulan)
= 152 mm X 11 31 hari .= 53.9 mm
ICH (mm) April = Σ curah hujan (mm) perbulan X Σ hari hujan perbulan Σ hari (dalam satu bulan)
Lampiran 6 Foto Penelitian
Penangkapan lalat H. equina
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan permintaan susu dan daging di masyarakat berdampak baik
bagi peternak dan masyarakat. Susu dan daging merupakan bahan makanan yang
mempunyai nilai gizi yang tinggi. Tingginya permintaan susu dan daging
mengakibatkan peningkatan jumlah peternakan seperti sapi, kerbau, kambing, dan
domba. Pada umumnya peternak mengambil ternak dari satu daerah ke daerah
lain, hal ini mengakibatkan peningkatan perpindahan ternak dari suatu daerah.
Transportasi ternak dapat mendorong terjadinya perpindahan penyakit atau vektor.
Penyakit pada ternak biasanya disebabkan oleh bakteri, virus, endoparasit, dan
ektoparasit.
Jenis ektoparasit yang sering menginfestasi sapi potong dan sapi perah
adalah lalat dari genus Stomoxys, Tabanus, Chrysomya, dan Hippobosca. Lalat Hippobosca sp. merupakan lalat yang berkembangbiak di daerah tropis dengan curah hujan rendah dan suhu lingkungan relatif tinggi seperti di Indonesia bagian timur yaitu Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat (Taylor et al. 1996). Namun demikian, lalat ini sudah dapat beadaptasi dan berkembangbiak di
kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor. Lalat
Hippobosca sp. berperan sebagai vektor tripanosomiasis. Selain itu, lalat ini juga berperan dalam menularkan Trypanosoma theileri yang tidak patogen pada sapi dan Haemoproteus pada angsa, itik, serta unggas lainnya (Hadi & Soviana 2010).
Menurut Mullen & Durden (2002) lalat Hippobosca equina sebagai vektor
penyakit piroplasmosis pada kuda, Q fever, dan rickettsiosis. Kerugian yang
ditimbulkan akibat infestasi lalat Hippobosca sp. yaitu iritasi, kegatalan,
kegelisahan sehingga ternak tidak nyaman untuk makan dan minum, penurunan
berat badan, produksi susu, daya kerja, merusak kulit, jaringan tubuh, dan anemia
(Partosoedjono & Soekardono 1984). Menurut Rani et al. (2011) lalat Hippobosca sp. di India mengisap darah inangnya sebanyak 1.5-4.5 µl dalam waktu 3-13
menit dan berperan sebagai vektor Achanthocheilonema dracunculoides pada
Penyebaran lalat Hippobosca sp. di Indonesia sangat luas seperti Bali,
Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Aceh. Lalat Hippobosca sp.
juga terdapat di Inggris dengan nama umum forest fly. Lalat ini di Inggris
menyerang kuda dan kadang-kadang ditemukan pada ternak. Jenis lalat
Hippobosca sp. yang terdapat di Afrika adalah Hippobosca rufipes. Lalat ini banyak menyerang hewan, terutama sapi dan kuda. Lalat ini disebut juga lalat
kutu karena bentuknya pipih atau gepeng dorsoventral seperti kutu (Hadi &
Soviana 2010). Menurut Sigit et al. (1983) induk semang lalat Hippobosca sp. yaitu sapi dan kuda. Lalat Hippobosca sp. dikenal sebagai lalat Sumba, lalat ini di Indonesia terdiri dari dua jenis yaitu Hippobosca equina (lalat Sumba kecil) dan Hippobosca variegata (lalat Sumba besar).
Peningkatan transportasi ternak yang tidak diringi dengan pengawasan
kesehatan ternak mengakibatkan lalat Hippobosca sp. menyebar luas ke seluruh daerah, termasuk di Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor merupakan daerah yang
mempunyai suhu rendah dan curah hujan relatif tinggi. Peningkatan infestasi lalat
Hippobosca sp. di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor dapat mengganggu kesehatan sapi. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pengamatan terhadap bioekologi lalat Hippobosca sp. sehingga dapat ditentukan cara pengendalian yang tepat.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mempelajari aspek
bioekologi lalat Sumba (Hippobosca sp.) pada sapi perah di kawasan usaha
peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor.
1.3 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dasar tentang jenis
dan bioekologi lalat Sumba (Hippobosca sp.) pada sapi perah di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor sehingga dapat menjadi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sapi Perah
Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat
mendukung pemenuhan kebutuhan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu. Jenis
sapi perah yang paling cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di
Indonesia adalah Friesian Holstein (FH) yang berasal dari Belanda. Sapi ini
terkenal dengan produksi susu yang sangat tinggi yaitu ± 6350 kg/tahun, dengan
persentase lemak susu sekitar 3-7%. Suhu lingkungan merupakan faktor iklim
yang penting dan harus diperhatikan dalam usaha peternakan (Siregar 1995).
Suhu udara yang optimal untuk ternak sapi perah adalah 21-27 ºC
(Williamson & Payne 1993). Suhu dan kelembaban udara merupakan dua faktor
iklim yang mempengaruhi produksi sapi perah karena dapat menyebabkan
perubahan keseimbangan panas, air, energi, dan tingkah laku ternak. Manajemen
pemeliharaan sapi perah memiliki persyaratan teknis salah satunya adalah
kandang. Konstruksi kandang harus kuat, tahan lama, kedap air, sirkulasi udara,
sinar matahari cukup, drainase, dan pembuangan limbah yang baik. Selain itu
kandang harus mudah dibersihkan, lantai rata, kasar, tidak licin, luas kandang
yang sesuai, mudah mendapatkan aliran air, tidak mengganggu fungsi lingkungan
hidup, pakan dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik, dan air minum
disediakan tidak terbatas (Abubakar 2012).
Manfaat pemeliharaan sapi perah yaitu menghasilkan air susu, daging, dan
sebagai biogas. Susu merupakan bahan pangan sumber protein hewani yang
harganya relatif murah jika dibandingkan dengan daging. Sapi perah memiliki
daya tahan yang rendah terhadap suhu tinggi dan memiliki kemampuan
beradaptasi yang sangat tinggi di negara Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari
banyaknya sapi perah yang dipelihara di kota-kota besar untuk menunjang
Gambar 1 Sapi perah
2.2 Jenis Ektoparasit yang Menginfestasi Sapi
Parasit adalah organisme yang hidupnya bergantung pada organisme lain
sebagai inang tumpangannya. Berdasarkan tempat menumpangnya, parasit
dibedakan menjadi ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang
hidup di bagian luar atau pada permukaan tubuh inangnya. Sedangkan endoparasit
adalah parasit yang hidup di dalam tubuh inangnya. Berdasarkan sifatnya,
ektoparasit bersifat obligat dan fakultatif. Ektoparasit obligat merupakan
ektoparasit yang seluruh siklus hidupnya yaitu mulai dari pradewasa sampai
dewasa hidup bergantung pada inangnya. Ektoparasit fakultatif merupakan
ektoparasit yang sebagian besar siklus hidupnya di luar tubuh inangnya
(Bowmans 1999).
Jenis ektoparasit yang menginfestasi sapi adalah lalat, kutu, dan nyamuk.
Jenis lalat yang paling banyak menginfestasi sapi perah adalah lalat dari genus
Stomoxys (lalat kandang), Tabanus (lalat kuda), Chrysomya (lalat hijau), dan Hippobosca (lalat sumba). Ciri morfologi lalat Stomoxys (lalat kandang) yaitu ukuran tubuh jantan 5.8-6.5 mm dan betina 6.5-7.5 mm dengan warnanya lebih
gelap. Lalat ini memiliki 4 garis hitam longitudinal pada toraks dan bercak-bercak
hitam pada abdomen, probosisnya panjang dan mencuat ke depan, palpus
maksilanya pendek, arista berambut hanya pada sisi dorsal, telur berbentuk
lonjong berwarna putih, dan berjumlah 150-450 butir dalam beberapa kelompok.
yang kuat, dan berumur panjang. Menurut Mullen & Durden (2002) Lalat ini
berperan dalam penularan vektor penyakit surra dan antraks pada ternak.
Lalat Tabanus memiliki ukuran tubuh 6-25 mm, kepalanya berbentuk
setengah lingkaran, memiliki mata yang dominan, antenanya pendek terdiri dari
tiga ruas. Telur lalat ini berbentuk silindris dengan ukuran 1-2 mm dan jumlahnya
sekitar 100-500 butir, larvanya silindris dan runcing. Lalat ini merupakan lalat
pengisap darah, penerbang yang tangguh, dan penggigit persisten yang aktif pada
siang hari. Lalat ini merupakan vektor penyakit surra dan antraks. Lalat
Chrysomya bezziana memiliki ukuran tubuh 9-11 mm, berwarna hijau metalik dengan banyak bulu-bulu pendek menutupi tubuh. Larva lalat ini berbentuk
silinder dengan deretan duri-duri pada keliling tiap ruas tubuh. Telur lalat ini
berjumlah 150-500 butir. Lalat ini merupakan penyebab miasis obligat yang
meletakkan telurnya pada tepi luka yang terbuka (Hadi & Soviana 2010).
2.3 Klasifikasi Lalat Hippobosca sp.
Lalat Hippobosca sp. banyak menginfestasi sapi dan kuda. Lalat ini
mengisap darah pada daerah perineum dan di antara kaki belakang. Lalat
Hippobosca sp. banyak terdapat pada daerah dengan temperatur tinggi (Wall &
Shearer 1997). Menurut Soulsby (1982) lalat Hippobosca sp. diklasifikasikan
sebagai berikut:
Famili : Hippoboscidae
Subfamili : Hippoboscinae
Genus : Hippobosca
Spesies : Hippobosca equina
2.4 Morfologi dan Bioekologi Lalat Hippobosca sp.
Jenis lalat Hippobosca sp. di Indonesia yaitu H. equina (lalat Sumba kecil) dan H. variegata (lalat Sumba besar). Menurut Hutson (1984) lalat Hippobosca
sp. mempunyai sepasang sayap, ukuran sekitar 10 mm, dan warna pupa hitam.
Pupa lalat ini berbentuk oval atau bulat, berukuran 5 x 4 mm, dan mempunyai
bercak gelap pada ujung posterior. Lalat H. equina memiliki ukuran tubuh sekitar 10 mm, tubuhnya melebar, pipih dorsoventral dan berwarna coklat kemerahan.
Pada bagian dorsal toraks terdapat bercak kekuningan. Lalat ini memiliki
sepasang sayap yang kuat dengan vena anterior yang jelas, dan antenanya tidak
berkembang (Gambar 2). Probosis lalat ini langsing yang digunakan untuk
menusuk dan merobek jaringan. Palpi lalat H. equina tebal, pendek dan berfungsi melindungi probosis. Kaki dan kuku lalat ini berkembang baik. Bagian utama dari
probosis biasanya untuk menusuk dan ditarik kembali di bawah kepala, kecuali
saat makan.
Inang lalat H. equina adalah kuda dan sapi, tetapi ternak lainnya seperti burung juga dapat terinfestasi. Lalat ini paling banyak ada pada bulan musim
panas. Distribusi utama lalat Hippobosca sp. adalah di Eropa, Asia, dan Afrika (Turner & Mann 2005). Lalat H. variegata mempunyai ciri khas yaitu ukuran yang lebih besar dan memiliki variasi pada dorsal toraks yang lebih banyak dari
pada H. equina. Distribusi lalat H. variegata di Indonesia yaitu Sulawesi, Sumba, dan Timor. Inang lalat ini yaitu sapi, keledai, dan kuda (Maa 1969 dan Cheng
1973).
Gigitan dari lalat H. equina dapat menyebabkan reaksi alergi (Quercia et al. 2005). Menurut Sigit et al. (1990) gigitan lalat H. equina dan H. variegata dapat memberikan rasa sakit sehingga sapi dan kuda yang baru pertama kali
digigit sering lari ketakutan. Menurut Masshall (1981) lalat H. equina merupakan lalat yang jarang terbang lebih dari 1 meter. Lalat ini apabila terganggu akan
berpindah dengan cepat tetapi tidak lebih dari 1 meter dari inangnya. Pada malam
hari atau hujan lebat, lalat H. equina kadang-kadang akan meninggalkan inangnya dan berlindung di bawah daun pakis yang berada di dekatnya atau berlindung
Lalat Hippobosca sp. jarang terbang, biasanya merayap pada permukaan inang. Pada siang hari baik jantan maupun betina, lalat ini mengisap darah dan
beristirahat pada inang. Lalat ini termasuk kedalam kelompok pupipara, telurnya
menetaskan larva yang berkembang hampir mencapai tahap pupa di dalam saluran
reproduksi betina, kemudian dilahirkan, dan dalam waktu beberapa jam langsung
berubah menjadi pupa. Pupa biasanya diletakkan oleh lalat betina pada batang
atau pelepah pohon kelapa atau pohon lainnya yang terlindung, atau tanah yang
berlumpur (lembab). Lamanya periode pupa banyak dipengaruhi oleh suhu (Hadi
& Soviana 2010).
Daerah yang disukai lalat Hippobosca sp. adalah daerah leher, perineal diantara kaki belakang, dan pubis. Lalat ini tergolong pengisap darah yang sangat
merugikan sapi dan kuda karena dapat mengurangi ketahanan tubuh dan
menyebabkan anemia. Lalat ini dapat menularkan Trypanosoma theileri yang
tidak patogen pada sapi dan Haemoproteus pada angsa, itik, serta unggas lainnya (Hadi & Soviana 2010).
Gambar 2 Lalat H. equina (Sumber: Walravens 2010)
Famili Hippoboscidae terkenal dengan nama forest flies (lalat hutan) yang menyerang berbagai jenis hewan seperti sapi, kuda, domba, kelelawar, dan burung
(Soulsby 1982). Lalat Hippobosca sp. merupakan lalat pengisap darah (Levine 1994). Lalat ini sebagai ektoparasit pada kuda dan sapi yang terdapat di wilayah
timur Indonesia yang bersuhu tinggi dan kelembaban rendah (Taylor et al. 1996). Lalat Hippobosca sp. meletakkan pupanya pada celah-celah kayu, ketiak tanaman, dan celah kandang. Lalat ini tinggal di permukaan tubuh inangnya dalam waktu
yang lama dan mengisap darah hewan seperti kuda dan sapi serta menjadi vektor
BAB 3
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2011 sampai dengan April 2012.
Penelitian terdiri dari dua tahap yaitu koleksi dan identifikasi lalat. Koleksi
dilakukan di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten
Bogor. Sedangkan identifikasi dilakukan di Laboratorium Entomologi Kesehatan,
Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Metode Penelitian
3.2.1 Pengambilan Sampel Ektoparasit
Pengambilan sampel ektoparasit dilakukan di kandang ternak sapi dengan
populasi sapi sebanyak 212 ekor. Pengambilan sampel lalat dilakukan secara acak
pada 15 ekor sapi yang terinfestasi dari peternakan sapi perah milik rakyat yang
berpopulasi 60 ekor. Pengamatan dilakukan selama satu tahun dengan frekuensi
pengambilan sampel 15 hari sekali. Cara pengambilan ektoparasit dilakukan
secara manual yaitu mengambil atau menangkap lalat secara langsung. Lalat yang
telah didapatkan kemudian dimatikan menggunakan killing jar atau dengan
chloroform. Setelah lalat mati, kemudian dilakukan pinning dan disimpan di dalam kotak spesimen.
3.2.2 Prosesing Sampel Lalat
Prosesing sampel lalat dilakukan dengan cara menusuk lalat Hippobosca sp. dengan menggunakan jarum pinning pada satu sisi toraks sedikit ke kanan atau ke kiri dari garis tengah. Penusukkan lalat dilakukan secara tegak lurus dan
3.2.3 Pengambilan Data Cuaca
Data cuaca (suhu lingkungan, kelembaban udara, dan curah hujan)
diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Darmaga
Bogor.
3.2.4 Identifikasi Ektoparasit
Lalat hasil koleksi diidentifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi
Soulsby (1982) atau dengan mencocokkan dengan koleksi spesimen yang sudah
ada di Laboratorium Entomologi.
3.2.5 Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif, ditampilkan dalam bentuk
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi
Berdasarkan hasil wawancara terhadap peternak yang memiliki sapi
terinfestasi lalat Hippobosca sp. menyatakan bahwa sapi tersebut berasal dari Kabupaten Boyolali. Sapi tahap pertama masuk ke peternakan tersebut pada
tanggal 18 Februari 2008 sebanyak 24 ekor, dan sapi berikutnya masuk pada
tanggal 23 Februari 2010 sebanyak 32 ekor. Transportasi sapi perah dari
Kabupaten Boyolali ke peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor
menggunakan mobil bak terbuka. Kondisi sapi tersebut sedang laktasi pertama
dan berumur ± 2 tahun. Hal ini memungkinkan bahwa infestasi lalat Hippobosca
sp. sudah terjadi di daerah asal.
Kabupaten Boyolali memiliki kawasan peternakan dan pasar sapi perah
yang besar serta menampung sapi dari daerah lain di Indonesia. Pada umumnya
infestasi lalat ini terjadi pada sapi potong, namun sekarang dapat ditemukan di
sapi perah, Para peternak membeli sapi dari daerah lain yang tidak dilakukan
pemeriksaan terhadap kesehatan ternak sehingga lalat H. equina dapat terbawa pada tubuh sapi tersebut.
Hasil koleksi yang dilakukan selama ± 1 tahun terhadap H. equina pada 15 ekor sapi perah didapatkan jumlah total lalat sebanyak 497 ekor. Jumlah koleksi
pupa yang berhasil didapatkan sebanyak 260 buah (Tabel 1). Berdasarkan hasil
identifikasi terhadap lalat Hippobosca sp. di kawasan usaha peternakan sapi perah
Cibungbulang Kabupaten Bogor terdiri dari satu jenis yaitu lalat Hippobosca
Tabel 1 Jumlah rata-rata lalat tertangkap dan pupa H. equina di kawasan usaha peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor pada
bulan Mei 2011 sampai dengan April 2012
Bulan Lalat tertangkap (ekor) Jumlah pupa (buah)
Mei 232 185
Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah lalat dan pupa di kawasan usaha
peternakan sapi perah Cibungbulang Kabupaten Bogor tertinggi pada pengamatan
bulan Mei yaitu 232 ekor. Jumlah lalat semakin menurun sampai tidak ditemukan
pupa dan lalat pada pengamatan bulan Desember sampai dengan April 2012.
Penurunan jumlah lalat dewasa dan pupa yang ditemukan disebabkan karena
intervensi yang dilakukan oleh peternak. Intervensi yang dilakukan berupa
pengendalian yang dilakukan oleh peternak seperti melakukan penyemprotan
menggunakan insektisida. Insektisida yang digunakan oleh peternak saat
pengendalian contohnya deltametrin.
4.2 Morfologi Lalat H. equina
Identifikasi yang dilakukan terhadap lalat dewasa menunjukkan ciri
Gambar 4 Lalat H. equina. probosis (1), palpi (2), mata majemuk (3), kaki depan (4), toraks (5), abdomen (6), kuku (7), kaki tengah (8), kaki belakang (9), sayap (10).
Morfologi H. equina terdiri dari kepala, toraks, sayap, kaki, dan abdomen.
Ukuran tubuh lalat ini yaitu 10 ± 0.4 mm, bentuknya pipih dorsoventral, dan
berwarna kuning sampai coklat kehitaman. Bentuk tubuh pipih dorsoventral
(gepeng) berfungsi untuk mempermudah dalam bergerak atau berpindah dengan
merayap di tubuh sapi. Tubuh lalat ini ditutupi oleh bulu yang pendek dan
dilengkapi dengan kuku runcing yang mudah menempel pada inang yaitu
memegang rambut inang atau kulit (Gambar 5).
Gambar 6 Kepala H. equina pandangan dorsal
Kepala lalat H. equina terdiri dari mata majemuk, orbital, vita frontalis, palpi, antena, dan probosis. Mata majemuk lalat ini berwarna hitam, orbital coklat
kekuningan, vitta frontalis coklat tua, dan antenanya tidak berkembang. Palpi
tebal, pendek, dan berwarna coklat kehitaman yang ditumbuhi rambut (Gambar
6). Palpi berfungsi untuk melindungi probosis dan membantu lalat dalam
mengisap darah. Probosis lalat ini langsing berwarna coklat kehitaman dengan
ukuran sekitar 1 mm yang berfungsi untuk menusuk, merobek jaringan, dan
mengisap darah (Gambar 7 A, 7 B).
A B
Gambar 7 Probosis H. equina pandangan dorsal (A), ventral (B) .
A B
Gambar 8 Toraks H. equina pandangan dorsal (A), ventral (B). prosternum
(Stn1), mesosternum (Stn2), metasternum (Stn3). .
Toraks lalat H. equina berukuran sekitar 2 mm dan memiliki variasi warna
dengan bercak hitam sampai coklat kekuningan. Menurut Borror et al. (1992)
toraks lalat H. equina terdiri dari prosternum, mesosternum, dan metasternum. Pada toraks lalat ini terdapat sepasang sayap dan tiga pasang kaki. Warna toraks
pada pandangan dorsal lebih gelap dari pandangan ventral karena pada bagian
ventral kurang terpapar oleh cahaya matahari (Gambar 8 A, 8 B).
Sayap H. equina berukuran 6 mm, memiliki sepasang sayap transparan,
lebar, dan melebihi dari abdomennya (Gambar 9, 10). Sayap H. equina relatif lebih kaku dibandingkan dengan sayap lalat jenis lain. Hal ini mengakibatkan H. equina tidak dapat terbang jauh dari inangnya dan sebagian besar waktunya dihabiskan pada inang. Kaki lalat ini terdiri dari koksa, femur, tibia, tarsus, dan
kuku. Pada bagian femur, tibia, dan tarsus lalat ini ditumbuhi rambut berwarna
coklat kekuningan. Rambut-rambut ini berfungsi sebagai alat sensorik. Kuku lalat
ini runcing, berwarna hitam, dan berjumlah sepasang pada setiap kaki dan