• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PENGGUNAAN OBAT SALBUTAMOL PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (Penelitian Dilakukan di RS Muhammadiyah Lamongan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI PENGGUNAAN OBAT SALBUTAMOL PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (Penelitian Dilakukan di RS Muhammadiyah Lamongan)"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

i

SKRIPSI

IVONE MARIA ULVA

STUDI PENGGUNAAN OBAT SALBUTAMOL

PADA PASIEN PENYAKIT PARU

OBSTRUKTIF KRONIK

(Penelitian Dilakukan di RS Muhammadiyah Lamongan)

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

(2)

ii

Lembar Pengesahan

STUDI PENGGUNAAN OBAT SALBUTAMOL PADA

PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

(Penelitian Dilakukan di RS Muhammadiyah Lamongan)

SKRIPSI

Dibuat untuk memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Malang 2016

Oleh:

IVONE MARIA ULVA NIM: 201210410311034

Disetujui oleh: Pembimbing I

Drs. Didik Hasmono, M.S., Apt NIP. 195809111986011001

Pembimbing II Pembimbing III

(3)

iii

Lembar Pengujian

STUDI PENGGUNAAN OBAT SALBUTAMOL PADA

PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

(Penelitian Dilakukan di RS Muhammadiyah Lamongan)

SKRIPSI

Telah diuji dan dipertahankan di depan tim penguji Pada tanggal 14 Mei 2016

Oleh:

IVONE MARIA ULVA NIM: 201210410311034

Tim Penguji: Penguji I

Drs. Didik Hasmono, M.S., Apt NIP. 195809111986011001

Penguji II Penguji III

Hidajah Rachmawati, S.Si., Apt, Sp.FRS Imanda Dyah R., S.Farm., Apt NIP UMM. 144.0609.0449 NRP. 4411624

Penguji IV Penguji V

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil‘alamin, dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul STUDI PENGGUNAAN OBAT SALBUTAMOL PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (Penelitian Dilakukan di RS Muhammadiyah Lamongan) sebagai persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak mungkin akan terwujud apabila tidak ada bantuan, bimbingan dan kerjasama yang ikhlas dari berbagai pihak sehingga tidak lupa penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, kemudahan dan kelancaran kepada penulis selama proses pengerjaan skripsi ini.

2. Bapak Yoyok Bekti Prasetyo, S.Kep., M.Kep., Sp.Kom. selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.

3. Ibu dr. Hj. Umi Aliyah, MARS. selaku Direktur Utama Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan beserta staf yang berkenan menerima dan mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian skripsi di bagian rekam medik.

4. Ibu Nailis Syifa’, S.Farm., Apt., M.Sc. selaku Ketua Program Studi Farmasi

Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberikan motivasi dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk selalu belajar di Program Studi Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang.

(5)

v

6. Ibu Dra. Lilik Yusetyani, Apt., Sp.FRS. dan Ibu Nailis Syifa’, S.Farm., Apt.,

M.Sc. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan-masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

7. Bapak Andri Tilaqza, S.Farm., Apt. selaku dosen wali dan Bapak Ahmad Firdiansyah, S.Farm., Apt. selaku mantan dosen wali yang selalu memberikan arahan dan nasehat selama penulis menuntut ilmu di Program Studi Farmasi. 8. Bapak Ibu Dosen Program Studi Farmasi yang telah mengajarkan penulis

banyak sekali ilmu pengetahuan yang bermanfaat sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan sarjana.

9. Ungkapan terima kasih yang tulus penulis pesembahkan untuk kedua orang tua tercinta, Papa Sutanto (alm) dan Mama Yuli Mariyani yang selalu mendoakan dan mencurahkan segenap kasih sayang yang tak terbatas serta memberi dukungan dan motivasi selama menempuh pendidikan.

10. Saudara penulis, Mas Deny, Mas Anton dan Mas Dafid yang memberikan support yang luar biasa, kesabaran dalam menghadapi penulis, serta telah

memberi support dan doa demi kelancaran skripsi ini.

11. Teman-teman seperjuangan farmasi Ana, Aulia, Dewi, Farida, Hafizah, Nada, Nadia, Nina, Noviar, Novi fach, Pipit, Rani, Reny, Retno, Ikhsan, Defri yang memotivasi selama perkuliahan dan dalam penyelesaian skripsi ini.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan dan dukungannya selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu pengetahuan di bidang kefarmasian.

Malang, Mei 2016

(6)

vi

RINGKASAN

STUDI PENGGUNAAN OBAT SALBUTAMOL PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

(Penelitian Dilakukan di RS Muhammadiyah Lamongan)

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyebab kematian kelima di dunia pada tahun 2002 (WHO, 2015). Menurut Riset Kesehatan Dasar 2007, angka kematian akibat PPOK merupakan ke-6 dari 10 penyebab kematian di Indonesia (Kemenkes RI, 2008). PPOK adalah penyakit yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun dan berbahaya. Beberapa penyakit yang lazim terjadi adalah bronkitis kronik dan emfisema (Dipiro et al., 2009). Rokok adalah faktor resiko yang paling sering ditemui sebagai penyebab dari PPOK (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease, 2012). Terdapat beberapa penelitian yang menyatakan bahwa faktor risiko lain mungkin merupakan faktor penting dalam perkembangan PPOK. Faktor-faktor tersebut meliputi occupational dusts dan bahan kimia, polusi udara indoor dan outdoor, infeksi tertentu termasuk virus pada saluran pernapasan serta infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan defisiensi α1-antitripsin (Diaz et al., 2013). Gejala klinik yang paling umum pada PPOK adalah batuk, produksi sputum, dan dyspnea saat aktivitas. Tahapan paling parah adalah pasien kehabisan napas saat melakukan kegiatan sederhana pada kehidupan sehari-hari (Reilly et al., 2010).

PPOK tidak memiliki terapi spesifik yang dapat memulihkan tetapi tujuan utama dari terapi PPOK diantaranya adalah untuk mencegah perkembangan penyakit, meredakan gejala, meningkatkan toleransi saat aktifitas, meningkatkan status kesehatan secara keseluruhan, mencegah dan mengobati eksaserbasi, mencegah dan mengobati komplikasi, mengurangi morbiditas dan mortalitas (Jeremy et al., 2006; DiPiro, 2011). Bronkodilator merupakan inti dari manajemen gejala PPOK termasuk short-acting dan long-acting β2-agonis, agen short-acting dan long-acting antikolinergik, serta teofilin. Bronkodilator bekerja mengurangi udara yang terperangkap dengan melebarkan saluran udara perifer (Diaz et al., 2013). Untuk menghilangkan gejala akut, inhalasi β agonis short-acting albuterol (salbutamol) dapat digunakan (Katzung et al., 2012). Salbutamol adalah agonis β2-adrenergik dan merangsang reseptor β2-adrenergik. Ikatan dengan β2-reseptor di paru-paru menghasilkan relaksasi saat bronkokonstriksi (Ganiswarna, 2007).

(7)

vii

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, jumlah yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 51 pasien, kemudian 1 pasien termasuk dalam krireria eksklusi karena hanya mendapat terapi salbutamol di IGD. Data demografi yang diperoleh diantaranya jenis kelamin pasien PPOK laki-laki sebesar 39 pasien (76%) dan perempuan sebesar 12 pasien (24%), dimana jumlah terbanyak direntang usia 51-60 tahun 21 pasien (41%), sedangkan untuk status penjamin biaya pasien dengan diagnosa PPOK yang terbanyak adalah pada pasien umum sebanyak 35 pasien (69%) dan status asuransi JKN sebanyak 16 pasien (31%). Terkait diagnosa penyerta pasien PPOK yang paling banyak yaitu tuberculosis 14 pasien (24%).

(8)

viii

ABSTRAK

STUDI PENGGUNAAN OBAT SALBUTAMOL PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

(Penelitian Dilakukan di RS Muhammadiyah Lamongan)

Latar belakang: PPOK adalah penyakit yang ditandai dengan hambatan aliran udara bersifat progresif di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel dengan gejala klinik batuk, produksi sputum, dan kesulitan bernafas. Bronkodilator bekerja mengurangi udara yang terperangkap dengan melebarkan saluran udara perifer. Salbutamol adalah agonis β2-adrenergik dan merangsang reseptor β2

-adrenergik. Ikatan dengan β2-reseptor di paru-paru menghasilkan relaksasi dari

otot polos bronkus saat bronkokonstriksi.

Tujuan: Mempelajari pola penggunaan salbutamol pada pasien PPOK rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan.

Metode: Penelitian Observasional berupa studi retrospektif pada pasien PPOK periode 1 April-31 Desember 2015.

Hasil dan Kesimpulan: Pola Penggunaan nebulizer salbutamol tunggal 3x2,5mg sebanyak 39 pasien (93%). Kombinasi dua nebulizer salbutamol 3x2,5mg + aminophillin pump 480mg/24jam sebanyak 9 pasien (32%), kombinasi tiga nebulizer salbutamol 3x2,5mg + salmeterol dan fluticasone 2x1 inhalasi sebanyak 1 pasien (3%). Switching dosis salbutamol paling banyak yaitu nebulizer 3x2,5mg menjadi nebulizer 3x2,5mg + aminophillin pump 480mg/24jam sebanyak 6 pasien (29%).

(9)

ix

ABSTRACT

DRUG UTILIZATION STUDY OF SALBUTAMOL IN PATIENTS WITH CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE

(Research at Muhammadiyah Lamongan Hospital)

Background: COPD is a disease characterized by the progressive of air flow resistance in the airway that is not fully reversible with clinical symptoms of cough, sputum production, and dyspnea. Bronchodilator works by reduce the air trapping to dilate the peripheral airways. Salbutamol is a agonists β2-adrenergic

and β2-adrenergic receptor stimulating. The bond with β2-receptors produce

relaxation of bronchial smooth muscle when occur bronchospasm.

Objective: Studied the utilization of salbutamol in COPD inpatients at Muhammadiyah Lamongan Hospital.

Methods: Observational retrospective study in hospitalized COPD inpatients on period from April 1st to December 31st 2015.

Result and Conclusion: Utilization of single salbutamol nebulizer 3x2,5mg is 39 patients (93%). Double combinations therapy salbutamol nebulizer 3x2,5mg and pump aminophylline 480mg/24hours are 9 patients (32%), tiple combinations salbutamol nebulizer 3x2,5mg + salmeterol and fluticasone 2x1 inhalation are 1 patient. The most dominant dose switching of salbutamol is nebulizer 3x2,5mg into nebulizer 3x2,5mg + pump aminophylline 480mg24hours as 6 patients (29%).

(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan ... ii

Lembar Pengujian ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

RINGKASAN ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTARGAMBAR ... xv

DAFTARLAMPIRAN ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined.

1.1 Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined.

1.2 Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined.

1.3Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

1.3.1 Tujuan Umum ... Error! Bookmark not defined.

1.3.2 Tujuan Khusus ... Error! Bookmark not defined.

1.4Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

1.4.1 Bagi Rumah Sakit ... Error! Bookmark not defined.

1.4.2 Bagi Peneliti ... Error! Bookmark not defined. BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.

2.1 Paru ... Error! Bookmark not defined.

2.1.1 Struktur Paru ... Error! Bookmark not defined.

2.1.2 Pertukaran Gas pada Paru-Paru ... Error! Bookmark not defined.

2.2 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) ... Error! Bookmark not defined.

2.2.1 Definisi PPOK ... Error! Bookmark not defined.

2.2.2 Epidemiologi PPOK ... Error! Bookmark not defined.

2.2.3 Etiologi dan Faktor Resiko PPOK ... Error! Bookmark not defined.

2.2.3.1 Rokok ... Error! Bookmark not defined.

2.2.3.2 Infeksi Saluran Pernafasan ... Error! Bookmark not defined.

2.2.3.3 Polusi Udara ... Error! Bookmark not defined.

2.2.3.4 Faktor Genetika ... Error! Bookmark not defined.

2.2.4 Diagnosis dan Assessment PPOK ... Error! Bookmark not defined.

(11)

xi

2.2.4.1.1 Spirometri ... Error! Bookmark not defined.

2.2.4.1.2 Analisa Gas Darah ... Error! Bookmark not defined.

2.2.4.1.3 Radiologi ... Error! Bookmark not defined.

2.2.4.2 Gejala Klinis PPOK ... Error! Bookmark not defined.

2.2.4.3 Assessment PPOK ... Error! Bookmark not defined.

2.2.4.4 Tahapan Penyakit PPOK ... Error! Bookmark not defined.

2.2.5 Patofisiologi PPOK ... Error! Bookmark not defined.

2.2.8.1 Obstruksi Aliran Udara... Error! Bookmark not defined.

2.2.8.2 Hiperinflasi ... Error! Bookmark not defined.

2.2.8.3 Pertukaran Gas... Error! Bookmark not defined.

2.2.6 Patologi PPOK ... Error! Bookmark not defined.

2.2.6.1 Saluran Udara Sentral dan Perifer ... Error! Bookmark not defined.

2.2.6.2 Destruksi Parenkim ... Error! Bookmark not defined.

2.2.6.3 Komorbiditas Penyakit yang SignifikanError! Bookmark not defined.

2.2.6.4 Perbandingan dengan Asma ... Error! Bookmark not defined.

2.2.6.5 Defisiensi α 1-antitripsin ... Error! Bookmark not defined.

2.2.7 Patogenesis PPOK ... Error! Bookmark not defined.

2.2.8 Penatalaksanaan Terapi PPOK ... Error! Bookmark not defined.

2.2.8.1 Terapi Non Farmakologi PPOK ... Error! Bookmark not defined.

2.2.8.1.1 Berhenti Merokok ... Error! Bookmark not defined.

2.2.8.1.2 Rehabilitasi ... Error! Bookmark not defined.

2.2.8.1.3 Terapi Oksigen ... Error! Bookmark not defined.

2.2.8.1.4 Operasi ... Error! Bookmark not defined.

2.2.8.2 Terapi Farmakologi PPOK ... Error! Bookmark not defined.

2.2.8.2.1 Bronkodilator ... Error! Bookmark not defined.

2.2.8.2.1.1 β2-Agonis Adrenergik (Simpatomimetik) ... Error! Bookmark not defined.

2.2.8.2.1.1.1 Salbutamol ... Error! Bookmark not defined.

2.2.8.2.1.1.1.2 Farmakokinetik Salbutamol .... Error! Bookmark not defined.

2.2.8.2.1.1.1.3 Farmakodinamik Salbutamol .. Error! Bookmark not defined.

(12)

xii

2.2.8.2.1.1.1.5 Efek Samping Salbutamol Error! Bookmark not defined.

2.2.8.2.1.1.1.6 Interaksi Salbutamol ... Error! Bookmark not defined.

2.2.8.2.1.1.1.7 Nama Dagang Salbutamol di Indonesia... Error! Bookmark not defined.

2.2.8.2.1.2 Methylxantine ... Error! Bookmark not defined.

2.2.8.2.1.3 Agen Antikolinergik (Antagonis Reseptor Muskarinik)

Error! Bookmark not defined.

2.2.8.2.2 Kortikosteroid ... Error! Bookmark not defined.

2.2.8.2.3 Kombinasi Bronkodilator dan KortikosteroidError! Bookmark not defined.

2.2.8.2.4 Kombinasi Antikolinergik dan SimpatomimetikError! Bookmark not defined.

2.2.8.2.5 Inhibitor Phosphodiesterase-4 ... Error! Bookmark not defined.

2.2.8.3 Terapi Farmakologi Lain ... Error! Bookmark not defined.

2.2.8.3.1 Vaksin ... Error! Bookmark not defined.

2.2.8.3.2 Mukolitik ... Error! Bookmark not defined.

2.2.8.3.3 Antitusif ... Error! Bookmark not defined. BAB III KERANGKA KONSEPTUAL ... Error! Bookmark not defined.

3.1 Bagan Kerangka Konseptual ... Error! Bookmark not defined.

3.2 Skema Kerangka Operasional ... Error! Bookmark not defined. BAB IV METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined.

4.1Rancangan Penelitian... Error! Bookmark not defined.

4.2Populasi dan Sampel ... Error! Bookmark not defined.

4.2.1 Populasi ... Error! Bookmark not defined.

4.2.2 Sampel ... Error! Bookmark not defined.

4.2.3 Kriteria Inklusi ... Error! Bookmark not defined.

4.2.4 Kriteria Eksklusi ... Error! Bookmark not defined.

4.3Bahan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

4.4Instrumen Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

4.5Tempat dan Waktu Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

4.6Defnisi Opresional Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

4.7Metode Pengumpulan Data... Error! Bookmark not defined.

(13)

xiii

5.1 Data Demografi Pasien ... Error! Bookmark not defined.

5.1.1 Jenis Kelamin ... Error! Bookmark not defined.

5.1.2 Usia Pasien ... Error! Bookmark not defined.

5.1.3 Status Penjamin Biaya Pasien ... Error! Bookmark not defined.

5.2 Diagnosa Penyerta ... Error! Bookmark not defined.

5.3 Profil Terapi Bronkodilator ... Error! Bookmark not defined.

5.3.1 Terapi Tunggal Salbutamol ... Error! Bookmark not defined.

5.3.2 Terapi Kombinasi Salbutamol ... Error! Bookmark not defined.

5.3.3 Profil Switching Rute, Dosis dan Jenis BronkodilatorError! Bookmark not defined.

5.4 Distribusi Terapi Lain Pasien PPOK ... Error! Bookmark not defined.

5.5 Lama Perawatan di Rumah Sakit ... Error! Bookmark not defined.

5.6 Lama Penggunaan Salbutamol ... Error! Bookmark not defined.

5.7 Kondisi Pasien Saat Keluar Rumah Sakit (KRS)Error! Bookmark not defined. BAB VI PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined. BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... Error! Bookmark not defined.

7.1 Kesimpulan ... Error! Bookmark not defined.

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

II.1 Klasifikasi derajat keterbatasan aliran nafas pada PPOK berdasarkan spirometri ...

17

II.2 Tahapan penyakit PPOK ... 18

II.3 Perbandingan ciri inflamasi pada PPOK dan asma ... 24

II.4 Klasifikasi Eksaserbasi PPOK ... 27

II.5 Rute dan dosis salbutamol ... 35

II.6 Dosis salbutamol inhalasi ... 36

II.7 Nama dagang, kandungan dan bentuk sediaan salbutamol di Indonesia ... 37 II.8 Formulasi dan dosis obat-obat PPOK ... 48

V.1 Jenis kelamin pasien PPOK ... 58

V.2 Distribusi usia pasien PPOK ... 58

V.3 Distribusi status penjamin biaya pasien PPOK ... 58

V.4 Distribusi diagnosa penyerta pasien PPOK ... 59

V.5 Distribusi profil terapi bronkodilator pada pasien PPOK ... 60

V.6 Distribusi terapi tunggal salbutamol pada pasien PPOK .... 60

V.7 Distribusi terapi kombinasi salbutamol pada pasien PPOK 61

V.8 Profil switching bronkodilator dan obat lain pada pasien PPOK ... 62 V.9 Profil terapi penyerta pada pasien PPOK ... 63

V.10 Lama MRS pasien PPOK ... 64

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Struktur Paru ... 7

2.2 Bronkus dan bronkiolus ... 8

2.3 Alveolus dan terkait kapiler paru ... 8

2.4 Sirkulasi pernafasan eksternal dan selular ... 10

2.5 Bronkitis kronik ... 11

2.6 Emfisema ... 12

2.7 Prevalensi PPOK berdasarkan penyakit dan jenis kelamin 13

2.8 Mekanisme molekular pada PPOK ... 26

2.9 Aksi molecular β2-agonis dalam menginduksi relaksasi sel otot polos saluran nafas ... 33 2.10 Struktur kimia salbutamol ... 34

2.11 Nebulizer ... 37

2.12 Mekanisme Antikolinergik ... 42

3.1 Kerangka Konseptual ... 51

3.2 Skema Kerangka Operasional ... 52

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Daftar Riwayat Hidup ... 78

2 Surat Pernyataan ... 79

3 Ethical Clearance ... 80

4 Daftar Nilai Normal Data Klinik dan Data Laboratorium ... 81

5 LPD Pasien PPOK ... 83

(17)

xvii

DAFTAR SINGKATAN

α1AT : α1-Antitrypsin

AAT : Alpha Antitripsin AKI : Acute Kidney Injury

BPH : Benign Prostatic Hyperplasia cAMP : Cyclic Adenosine Monophosphate COPD : Chronic Obstructive Pulmonary Disease CPCD : Cor Pulmonale Chronium Decompensia CVA Infark : Cerebro Vascular Accident

DCFC : Decompensantio Cordis Functional Class

DLCO : Diffusing capacity of the Lung for Carbon Monoxide DM : Diabetes Mellitus

DPI : Dry Powder Inhaler FDC : Fix Dose Combination FEV : Force Expiration Volume FVC : Force Vital Capacity

GATS : General Agreement on Trade and Services

GOLD : Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease HIV : Human Immunodeficiency Virus

HT : Hypertension

ICS : Inhalation Corticosteroids IGD : Instalasi Gawat Darurat IL : Interleukin

JKN : Jaminan Kesehatan Nasional LABAs : Long Acting Beta Agonists LED : Laju Endap Darah

(18)

xviii LVRS : Lung Volume Reduction Surgery MDI : Metered-Dose Inhaler

mmHg : Milimeter merkuri

MMP : Matriks Metalloproteinase

PCO2 : Partial Pressure of Carbon dioxide PDE : Phosphodiesterase

PDPI : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia PJK : Penyakit Jantung Koroner

PO2 : Partial Pressure of Oxygen PPOK : Penyakit Paru Obstruktif Kronik PZ : Phisiological Zouth

RMK : Rekam Medik Kesehatan SaO2 : Saturation of Oxygen

SC : Subcutan

SKRT : Survei Kesehatan Rumah Tangga

TB : Tuberculosis

TC : Cytotoxic cell TH : Limfosit T-Helper TNF-α : Tumor Necrosis Factor

TORCH : Toward a Revolution in COPD Health UTI : Urinary Track Infection

(19)

xix

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati., Khoirotul, A., Kurniawati, F., Diah, K.T., Darojah, S. (2014). Media Leaflet, Video dan Pengetahuan Siswa SD Tentang Bahaya (Studi pada Siswa SDN 78 Sabrang Lor Mojosongo Surakarta). Jurnal Kesehatan Masyarakat vol. 10, hal. 7-13.

Anonim, 2014. Prevalensi Pria Perokok Indonesia Tertinggi Kedua di Dunia. Kebijakan Kesehatan Indonesia. http:// kebijakankesehatanindonesia.net/ 25-berita/ berita/ 202-prevalensi – pria – perokok – indonesia – tertinggi – kedua – di - dunia. Diakses pada 14 Juni 2016.

Anonim, 2015. Pemeriksaan darah lengkap, Unair. http://www.itd.unair.ac.id/ files/pdf/protocol1/PEMERIKSAAN%20DARAH%20LENGKAP.pdf. Diakses pada 13 Januari 2016.

Anonim, 2003. PDPI: Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Anonim, 2008. Pedoman Pengandalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Anonim, 2013. GOLD: Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management and Prevention. http://www.goldcopd.org/. Diakses tanggal 14 September 2015.

Anonim, 2006. GOLD: Global Strategy for the Diagnosis, Management and Prevention of COPD. http://www.goldcopd.org/. Diakses tanggal 14 September 2015. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular.

Anonim, 2015. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), WHO (World Health Organization). http://www.who.int/respiratory/copd/en/. Diakses tanggal 13 September 2015.

Anonim, 2016. How to Use a Nebulizer with Air Compressor. https:// provider.ghc.org/open/caringForOurMembers/patientHealthEducation/conditi onsDiseases/ nebulizer.pdf. Diakses tanggal 3 Februari 2016.

Bhandari, R, & Sharma, R. (2012). Epidemiology of chronic obstructive pulmonary disease: a descriptive study in the mid-western region of Nepal. International journal of COPD.

Brunton, L., Blumenthal, D., Parker, K., Buxton, I., 2011. Goodman &Gilman: Manual Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal 531, hal 443, hal 984-1005.

Celli, B.R., 2008. Update on the Management of COPD. CHEST Journal. 133, pp. 1451-1462.

(20)

xx

response to salbutamol in stable COPD. Respiratory Medicine, vol. 107, pp. 848-853.

Diaz, P.T, 2013. Chronic Obstructive Pulmonary Disease. In: Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Ernst, M.E., Guglielmo, B.J., Jacobson, P.A., Kradjan, W.A., Williams, B.R (Eds.). Applied Therapeutics: The Clinical Use of Drug. 10th Edition. Philadelphia, PA 19103 USA, WOLTERS KLUWER business, pp. 601-618.

Dipiro, J.T., 2009. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach . 8th Edition.

Fox, J.G., Fitzgerald, M.F., Finch, H. (2013). Inhaled Combination Therapy. United States Pantent.

Gemert, F.V., Kirenga, B., Chavannes, N., Kanya, M., Luzige, S. (2015).

Prevalence of chronic obstructive pulmonary disease and associated risk factors in Uganda (FRESH AIR Uganda): a prospective cross-sectional observational study. Lancet Glob Health.

Ganiswarna, 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5, Jakarta: Gaya Baru. ISO, 2014. Informasi Spesialite Obat Indonesia, Vol. 47, Jakarta: PT. ISFI

Penerbitan, hal 472-479.

Katzung, B.G., 2012. Farmakologi Dasar & Klinik: Basic & Clinical Pharmacology . Edisi 10, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal 178-179, hal 462-470.

Kee, J.L., Hayes, E.R.,McCuistion, L.E., 2015. Pharmacology: Patient-Centered Nursing Process Approach. Eight Edition, Canada: Elselvier, pp. 601-608.

Khaltaev, N. (2010). Chronic Respiratory Disease And Arthritis Management of Noncommunicable Disease. World Health Organitation.

Lacy, C.H., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., Lance, L.L., 2009. Drug Information Handbook: A Comprehensive Resource for all Clinicians and Healthcare Professionals. 17th Edition. Lexi-Comp.

Martini, F. H., Timmons, M. J., & Tallitsch, R. B. 2012. Human Anatomy. 7th Edition. Boston: Pearson Education, pp. 629-647.

Oemiati, R. (2013). Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Media Litbangkes Vol. 23 No. 2, pp. 82-88.

(21)

xxi

Sekhri, V., Aronow, W.S., Chandy, D. (2011). Management of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Journal of Allergy and Therapy.

Sherwood, L., 2014. Human Physiology From Cells to Systems (9th ed.). Australia: Cengage Learning, pp. 445-449.

Siswandono, Soekarji, B., 2008. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University Press, hal 389-404.

Sweetman, S.C., 2009. Martindale: The Complate Drug Reference. 36th Edition. London, UK: Pharmaceutical Press, pp. 1108-1113, pp. 1131-1132.

Syamsudin, 2013. Buku Ajar Farmakoterapi Gangguan Saluran Pernapasan. Jakarta: Penerbit Selemba medika, hal 33-44.

Thompson, G.S., 2015. Understanding Anatomy and Physiology. 2nd Edition. Philadelphia, PA 19103, F.A Davis Company, pp.352.

Wells, B.G., Dipiro, J.T., Schwinghammer, T.L., and Dipiro, C.V., 2015.

Pharmacotherapy Handbook. Ninth Edition, The McGraw-Hill Companies, Inc. All rights reserved, pp. 835-843.

(22)

1

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyebab kematian kelima di dunia pada tahun 2002. WHO memperkirakan sekitar 65 juta orang di dunia menderita PPOK dalam kondisi menengah sampai parah dan pada tahun 2005 lebih dari 3 juta orang meninggal karena PPOK, dimana kejadian tersebut adalah 5% dari total kematian global. Jumlah kematian akibat PPOK diperkirakan meningkat lebih dari 30% dalam 10 tahun ke depan kecuali segera diambil tindakan untuk mengurangi faktor risikonya, terutama penggunaan tembakau. Diperkirakan pada tahun 2030 mendatang PPOK akan menjadi penyebab kematian ketiga di seluruh dunia (WHO, 2015). Berdasarkan penelitian Wan C Tan dengan judul COPD in Asia When East meets West, diperkirakan prevalensi PPOK di Asia Tenggara sebesar 6,3% dengan prevalensi terbesar adalah Negara Vietnam sebesar 6,7% lalu RRC sebesar 6,5%. Prevalensi PPOK di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004 adalah 13 dari 1000 orang penduduk. Berdasarkan Survei SKRT 2004, PPOK menempati peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan dari 10 penyebab kesakitan terbanyak (Depkes RI, 2005). Menurut Riset Kesehatan Dasar 2007, angka kematian akibat PPOK menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab kematian di Indonesia (Kemenkes RI, 2008).

(23)

2

2

kelainan di dalam struktur paru-paru, sehingga aliran udara terhambat secara permanen (Syamsudin, 2013). Rokok adalah faktor resiko yang paling sering ditemui sebagai penyebab dari PPOK. Perokok mempunyai prevalensi lebih tinggi menderita kelainan pernafasan dan gangguan paru-paru, penurunan laju FEV1 tahunan lebih tinggi, serta tingkat kematian penderita PPOK lebih tinggi dari non-perokok (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease, 2012). Terdapat beberapa penelitian yang menyatakan bahwa hanya beberapa perokok yang secara klinis dan signifikan memperparah PPOK, hal tersebut menunjukkan bahwa faktor risiko lain mungkin merupakan faktor penting dalam perkembangan PPOK. Faktor-faktor tersebut meliputi occupational dusts dan bahan kimia, polusi udara indoor dan outdoor, dan infeksi tertentu termasuk virus pada saluran pernapasan serta infeksi human immunodeficiency virus (HIV). Ada kemungkinan bahwa faktor-faktor tersebut dapat meningkat seiring dengan respon inflamasi pada paru terhadap asap rokok. Faktor genetik juga mungkin penting, meskipun karakteristik

genetik yang tepat belum dijelaskan. Satu pengecualian adalah defisiensi α1

-antitrypsin, yang mempengaruhi kurang dari 2% pasien dengan emfisema. Individu yang terkena memiliki defisiensi antiprotease dan mempunyai risiko yang lebih besar terkena emfisema daripada populasi umum (Diaz et al., 2013).

(24)

3

3

fibrosis di saluran pernafasan kecil. Pelepasan protease menyebabkan kerusakan pada dinding alveolus (emfisema) dan hipersekresi mukus (bronkitis kronik) (Brunton et al., 2011). Gejala klinik yang paling umum pada PPOK adalah batuk, produksi sputum, dan dyspnea saat aktivitas. Banyak pasien memiliki gejala ini selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun sebelum mencoba mendapatkan penanganan medis. Perkembangan dyspnea saat aktivitas sering digambarkan dengan meningkatnya upaya untuk bernapas, nafas menjadi berat, rasa sangat ingin mendapat udara, atau terengah-engah, hal tersebut dapat membahayakan pasien. Tahapan paling parah adalah pasien kehabisan napas saat melakukan kegiatan sederhana pada kehidupan sehari-hari (Reilly et al., 2010).

Pada PPOK tidak ada terapi spesifik yang memulihkan tetapi tujuan utama dari terapi PPOK diantaranya adalah untuk mencegah perkembangan penyakit, meredakan gejala, meningkatkan toleransi saat aktifitas, meningkatkan status kesehatan secara keseluruhan, mencegah dan mengobati eksaserbasi, mencegah dan mengobati komplikasi, mengurangi morbiditas dan mortalitas (Jeremy et al., 2006; DiPiro, 2011). Penatalaksanaan terapi pada PPOK adalah

diberikan terapi seperti bronkodilator diantaranya β2-agonis short-acting

(albuterol, levalbuterol) atau long-acting (salmeterol, formoterol), metilxantine (aminofilin, teofilin), antikolinergik (ipratropium bromide, tiotropium), kortikosteroid (flutikason, beklometason), terapi kombinasi bronkodilator &

kortikosteroid (salmeterol & flutikason), kombinasi antikolinergik & β2-agonis

(salbutamol & ipratropium). Terapi tambahan seperti mukolitik (karbosistein), antibiotik (makrolid, sefalosporin), terapi i.v α1-antitripsin dan vaksin (vaksin influenza, vaksin pneumokokus) (Celli, 2008).

(25)

4

4

meminimalkan risiko sistemik eksposur dan efek samping. Pada beberapa pasien,

bronkodilator golongan β2-agonis dapat meningkatkan aliran udara, hasil tes

fungsi paru, dan mengurangi gejala dyspnea. Pasien lain mungkin mendapatkan hasil yang lebih besar dengan agen antikolinergik dibandingkan dengan β2- agonis (Diaz et al., 2013).

Berdasarkan penelitian Mario Cazzola, et al tahun 2013 dengan judul Chronic treatment with indacaterol and airway response to salbutamol in stable

COPD dimana terdapat 20 pasien terdaftar yang menderita PPOK sedang sampai berat. Pada penggunaan indacaterol dan formoterol untuk meningkatkan FEV1 setelah penggunaan salbutamol tidak perbedaan yang signifikan secara statistik. Hasil penelitian ini mendukung bahwa salbutamol dapat digunakan sebagai rescue medication saat bronkospasme pada pasien yang menderita PPOK (Cazzola et al.,

2013). Terdapat beberapa perbedaan antara PPOK dan asma, tetapi pendekatan untuk pengobatan asma dan PPOK sama. Untuk menghilangkan gejala akut,

inhalasi β agonis short-acting albuterol (salbutamol) dapat digunakan. Obat β2

-selektif agonis adrenoseptor, terutama albuterol paling banyak digunakan sebagai simpatomimetik untuk pengobatan bronkokonstriksi. Agen ini memiliki substitusi yang lebih besar pada golongan amino dan pada posisi gugus hidroksil pada cincin aromatik. Obat tersebut efektif setelah pemberian melalui rute inhalasi atau oral dan memiliki efek yang panjang. Pada rute inhalasi bronkodilatasi maksimal terjadi dalam waktu 15-30 menit dan berlangsung selama 3-4 jam (Katzung et al., 2012).

Untuk itu akan dilakukan penelitian terkait penggunaan salbutamol sebagai salah satu bronkodilator yang digunakan untuk terapi pada pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang dilakukan di RS Muhammadiyah Lamongan karena rumah sakit tersebut merupakan salah satu rumah sakit ternama yang berada di wilayah Lamongan.

1.2 Rumusan Masalah

(26)

5

5

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mempelajari pola penggunaan obat yang diterima pasien PPOK rawat inap di Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Mempelajari pola penggunaan salbutamol terkait jenis, dosis, frekuensi, rute, bentuk sediaan dan lama penggunaan terapi pada pasien PPOK di RS Muhammadiyah Lamongan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Rumah Sakit

(1) Sebagai bahan masukan atau evaluasi pemberian obat di RS Muhammadiyah Lamongan.

(2) Sebagai bahan masukan bagi Komite Medik dan Farmasi di RS Muhammadiyah Lamongan.

1.4.2 Bagi Peneliti

(1) Mengetahui penatalaksanaan terapi pengobatan terhadap outcame pada pasien PPOK sehingga farmasis dapat memberikan asuhan kefarmasian terkait pola penggunaan obat yang rasional.

Gambar

Tabel
Gambar  Halaman

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil observasi penulis di lapangan terkait korban pornografi dan situasi darurat dalam perlindungan khusus sudah sepenuhnya ditindaki oleh badan pemberdayaan

Denah yang baik untuk bangunan rumah di daerah gempa adalah sebagai berikut: (Sumber: (Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan.. Gempa,

Dari semua simulasi yang dilakukan pada sistem IEEE 30 bus dengan 6 unit pembangkit, terlihat bahwa terdapat selisih biaya pembangkitan antara UC, SCUC Normal, dan SCUC

Hasil perhitungan Z-Score pada tahun 2012 adalah sebesar 1,237722724 dan berada diantara angka standar yang telah ditetapkan oleh Altman, yaitu diantara 1,23 sampai dengan

Demokrasi yang diterapkan Negara kita pada era reformsi ini adalah demokresi Pancasila, tentu saja dengan karakteristik tang berbeda dengan orde baru dan sedikit mirip

memperoleh laba yang besar.65 Dari hambatan-hambatan yang dialami oleh pihak koperasi dan pihak debitur serta upaya-upayanya dalam proses penyelesaian masalah wanprestasi atas

Hasil penelitian (Tabel 7) menunjukkan motif pemilihan tempat berbelanja buah berpengaruh dalam pengambilan keputusan pembelian buah di Pasar Arengka dan Giant

“Implementasi kebijakan Pemerintah Kota Probolinggo dalam Pengembangan Ekonomi Lokal (Studi pada "Len Jelenan" Kota Probolinggo)”, Pembimbing I: Drs. Krishno