• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemampuan Sosialisasi Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kemampuan Sosialisasi Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara 2013"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

KEMAMPUAN SOSIALISASI PASIEN SKIZOFRENIA

DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH PROVINSI

SUMATERA UTARA

TAHUN 2013

SKRIPSI

Oleh

Andreas W Saragih

121121084

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)
(4)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Kemampuan Sosialisasi Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara 2013 ”.Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Penyusunan skripsi ini telah banyak mendapat bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak yang memberikan pemikiran berharga baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak dr. Dedi Ardinata,M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Pihak Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Erniyati,S.Kp,MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Evi Karota Bukit S.Kp, MNS, Pembantu Dekan II Fakultas Keperawatan USU.

(5)

6. Ibu Cholina Trisa Siregar, M.Kep, Sp.KMB. selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu, meluangkan waktu, serta memberikan masukkan dalam penulisan skripsi ini.

7. Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep, Ns, M.Kep selaku penguji I yang telah memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Ibu Roxana Devi Tumanggor, S.Kep, Ns, M.Nurse selaku penguji II yang telah memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Seluruh dosen dan staf Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. 10. Kedua orang tua saya, abang, dan adik saya yang tercinta yang selama ini

telah memberikan semangat dan motivasi, dalam menyelesaikan penyusunan skripsi penelitian ini

11. Seluruh teman-teman ekstensi 2012 yang banyak memberikan bantuan selama proses penyusunan skripsi terutama pada Exsafrida Sibarani yang banyak membantu memberikan motifasi atau dukungan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, baik dari segi penulisan maupun dari isinya, maka dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik serta masukan dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PRAKATA ... ii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR SKEMA ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

ABSTRAK ... ix

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Pertanyaan Penelitian ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 5

1. Tujuan Umum ... 5

2. Tujuan Khusus ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Kemampuan Sosialisasi ... 7

1. Pengertian Kemampuan ... 7

2. Kemampuan Sosialisasi ... 8

2.1. Pengertian ... 8

(7)

a. Kemampuan Verbal ... 9

b. Kemampuan Nonverbal ... 15

2.3. Unsur-unsur Interaksi Sosial ... 19

2.4. Faktor Terjadinya Interaksi Sosial... 21

2.5. Jenis Interaksi Sosial ... 22

3. Skizofrenia ... 24

3.1. Ciri-ciri Utama Skizofrenia ... 24

3.2. Tipe-tipe Skizofrenia ... 29

BAB III : KERANGKA PENELITIAN ... 31

1. Kerangka Konsep ... 31

2. Defenisi Operasional ... 32

BAB IV : METODE PENELITIAN ... 33

1. Desain Penelitian ... 33

2. Populasi, Sampel dan Teknik Penelitian ... 33

2.1. Populasi ... 33

2.2. Sampel ... 34

2.3. Teknik Sampling ... 34

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

4. Pertimbangan Etik ... 35

5. Instrumen Penelitian ... 36

6. Pengumpulan Data ... 36

(8)

6.2. Pelaksanaan ... 37

6.3. Analisa Data ... 37

BAB V : HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

1. Hasil Penelitian ... 39

1.1. Data Demografi ... 39

1.2. Kemampuan Sosialisasi ... 40

2. Pembahasan ... 41

2.1. Karakteristik Responden ... 41

2.2. Kemampuan Sosialisasi ... 42

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 45

2. Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 48

Lampiran-lampiran

1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden

2. Tabel Observasi

3. Surat Persetujuan Penelitian dari Pendidikan

4. Surat Balasan Penelitian dari RSJD Provsu Medan

5. Transfering dan Hasil Penelitian

6. Jadwal Kegiatan

7. Lembar Bimbingan

(9)

DAFTAR SKEMA

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

(11)

Nama : Andreas W. Saragih NIM : 121121084

Judul : Kemampuan Sosialisasi Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Program : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2014

ABSTRAK

Pasien skizofrenia umumnya memiliki keterbatasan dalam fungsi sosial atau cara-cara berhubungan yang dilihat apabila individu-individu dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan melakukan interaksi sosial yang menyangkut hubungan antar individu, antar kelompok manusia, maupun antar orang perorang dengan kelompok manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan sosialisasi dalam bentuk kontak sosial, kerja sama, adaptasi pada pasien skizofrenia yang memiliki gangguan kondisi psikologis dengan gangguan disintegrasi, personalisasi, dan kepecahan struktur keperibadian di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara 2013. Desain penelitian deskriptif, subjek penelitian adalah pasien skizofrenia, jumlah populasi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara sebanyak 1.398 orang, jumlah sampel diambil sebanyak 93 responden, dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Pelaksanaan observasi penelitian kemampuan sosialisasi, mayoritas responden mampu dalam bersosialisasi 63 responden (67,7%), dan responden yang tidak mampu bersosialisasi 30 responden (32,3%). Penelitian ini disarankan bagi perawat agar lebih optimal melakukan intervensi keperawatan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pasien dalam bersosialisasi, dan bagi keluarga agar dapat memberikan dukungan secara emosional, penghargaan, instrumental, normatif dan motivasi kepada pasien dalam meningkatkan proses penyembuhan.

(12)

Title : The Ability of Schizophrenia Patients for Socialization in Local Mental Hospital of North Sumatra in 2013 Name of Student : Andrew W. Saragih

Student Number : 121121084

Study Program : Bachelor of Nursing

Year : 2014

ABSTRACT

Schizophrenia patients generally have limitations in social functions or ways of relating that seen when individuals and social groups meet each other and have social interaction between individuals, human groups , as well as among individuals with human groups. This study aims at determining the ability of socialization in the form of social contact, cooperation, adaptation in schizophrenia patients who have psychological disorders with impaired disintegration, personalization, and personality structure breakage in Local Mental Hospital of North Sumatra in 2013. The research uses descriptive design. The subjects are schizophrenic patients which are taken from Local Mental Hospital of North Sumatra as many as 1.398 populations. The population is 1.398 taken from a public hospital in North Sumatra. The number of samples taken is 93 respondents with purposive sampling technique. The implementation of social skills research observations showed that the majority of respondents are able to socialize as many as 63 respondents (67.7%) and respondents who are not able to socialize are 30 respondents (32.3 %). This study is recommended for nurses to be more optimal to do nursing interventions aimed at improving patients ability for socialization and for families giving emotional supports, appreciation, instrumental normative and motivation to patients to enhance the healing process. .

(13)

Nama : Andreas W. Saragih NIM : 121121084

Judul : Kemampuan Sosialisasi Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 Program : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2014

ABSTRAK

Pasien skizofrenia umumnya memiliki keterbatasan dalam fungsi sosial atau cara-cara berhubungan yang dilihat apabila individu-individu dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan melakukan interaksi sosial yang menyangkut hubungan antar individu, antar kelompok manusia, maupun antar orang perorang dengan kelompok manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan sosialisasi dalam bentuk kontak sosial, kerja sama, adaptasi pada pasien skizofrenia yang memiliki gangguan kondisi psikologis dengan gangguan disintegrasi, personalisasi, dan kepecahan struktur keperibadian di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara 2013. Desain penelitian deskriptif, subjek penelitian adalah pasien skizofrenia, jumlah populasi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara sebanyak 1.398 orang, jumlah sampel diambil sebanyak 93 responden, dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Pelaksanaan observasi penelitian kemampuan sosialisasi, mayoritas responden mampu dalam bersosialisasi 63 responden (67,7%), dan responden yang tidak mampu bersosialisasi 30 responden (32,3%). Penelitian ini disarankan bagi perawat agar lebih optimal melakukan intervensi keperawatan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pasien dalam bersosialisasi, dan bagi keluarga agar dapat memberikan dukungan secara emosional, penghargaan, instrumental, normatif dan motivasi kepada pasien dalam meningkatkan proses penyembuhan.

(14)

Title : The Ability of Schizophrenia Patients for Socialization in Local Mental Hospital of North Sumatra in 2013 Name of Student : Andrew W. Saragih

Student Number : 121121084

Study Program : Bachelor of Nursing

Year : 2014

ABSTRACT

Schizophrenia patients generally have limitations in social functions or ways of relating that seen when individuals and social groups meet each other and have social interaction between individuals, human groups , as well as among individuals with human groups. This study aims at determining the ability of socialization in the form of social contact, cooperation, adaptation in schizophrenia patients who have psychological disorders with impaired disintegration, personalization, and personality structure breakage in Local Mental Hospital of North Sumatra in 2013. The research uses descriptive design. The subjects are schizophrenic patients which are taken from Local Mental Hospital of North Sumatra as many as 1.398 populations. The population is 1.398 taken from a public hospital in North Sumatra. The number of samples taken is 93 respondents with purposive sampling technique. The implementation of social skills research observations showed that the majority of respondents are able to socialize as many as 63 respondents (67.7%) and respondents who are not able to socialize are 30 respondents (32.3 %). This study is recommended for nurses to be more optimal to do nursing interventions aimed at improving patients ability for socialization and for families giving emotional supports, appreciation, instrumental normative and motivation to patients to enhance the healing process. .

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi yang berpengaruh terhadap perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang. Ciri-ciri individu yang normal atau sehat pada umumnya adalah mampu mengelola emosi, mampu mengaktualkan potensi-potensi yang dimiliki, dapat mengikuti kebiasaan-kebiasaan sosial, dapat mengenali risiko dari setiap perbuatan, dan kemampuan tersebut digunakan untuk menuntun tingkah lakunya pada norma-norma sosial yang diakui (Siswanto, 2007).

Gangguan jiwa merupakan suatu kondisi terjadinya gangguan pada fungsi kejiwaan seperti proses pikir, emosi, kemauan, dan perilaku psikomotorik. Gangguan jiwa menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III diartikan sebagai kelompok gejala atau perilaku yang ditemukan secara klinis disertai adanya stres yang berkaitan dengan terganggunya fungsi psikologis seseorang. (Suliswati, 2005).

(16)

hubungan sosial yaitu dari hubungan intim biasa sampai hubungan saling ketergantungan, hubungan sosial berpengaruh untuk mengatasi berbagai kebutuhan setiap hari dan individu tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa adanya hubungan dengan lingkungan sosial. Proses hubungan tidak akan terjalin disebabkan karena ketidakmampuan individu masuk dalam proses interaksi sosial karena kurangnya peran serta individu dan respon lingkungan yang negatif. Kondisi ini dapat mengembangkan rasa tidak percaya dan keinginan untuk menghindar dari orang lain yang mengakibatkan dampak isolasi sosial pada individu (Ermawati, 2009).

Kemampuan sosialisasi merupakan cara-cara berhubungan yang dilihat apabila individu-individu atau kelompok-kelompok sosial saling bertemu, adapun bentuk umum sosialisasi adalah interaksi sosial, oleh karena itu interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar individu, antar kelompok manusia, maupun antar orang perorang dengan kelompok manusia (Badrujaman, 2010).

(17)

stressor psikososial berat, dengan sifat perjalanan penyakit yang progresif, cenderung menahun, (kronik), eksaserbasi (kumat-kumatan), sehingga terkesan penderita tidak bisa disembuhkan seumur hidup (Triharim, 2013).

Hampir 450 juta orang di dunia menderita gangguan mental, dan sepertiganya tinggal di negara berkembang. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2012, sebanyak 8 dari 10 penderita gangguan mental itu tidak mendapatkan perawatan (Anna, 2012). Data yang diperoleh di negara AS setiap tahun, terdapat 300.000 pasien skizofrenia mengalami episode akut, hampir 20%-50% pasien skizofrenia melakukan percobaan bunuh diri, dan 10% di antaranya berhasil (mati bunuh diri), dapat disimpulkan angka kematian pasien skizofrenia di AS 8 kali lebih tinggi dari angka kematian penduduk pada umumnya (Yosep, 2013).

Prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia sebesar 0,3 sampai 1% dan biasa timbul pada usia sekitar 15 sampai 45 tahun, namun ada juga yang berusia 11 sampai 12 tahun sudah menderita skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa maka di perkirakan 2 juta jiwa menderita skizofrenia (Depkes, 2009).

(18)

skizofrenia ditemukan 1.398 orang atau sekitar 78,4% dari diagnosa keseluruhan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh venuu (2007), di dapat hasil bahwa gangguan skizofrenia menyebabkan kendala bagi penderitanya dalam menjalin dan mempertahankan hubungan sosial dan merupakan karakteristik gangguan skizofrenia yang paling merugikan. Penelitian yang dilakukan Lenior, dkk (2001) pada gangguan skizofrenia, gejala yang ditemukan yaitu adanya keterbatasan dalam menjalankan fungsi sosial dan adanya defisit fungsi sosial yang berhubungan dengan rendahnya kualitas kehidupan pada pasien skizofrenia.

(19)

2. Perumusan Masalah

Dari uraian di atas, maka peneliti dapat merumuskan masalah yakni bagaimana kemampuan sosialisasi pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara 2013.

3. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana kemampuan sosialisasi pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara 2013.

4. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Adapun tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui kemampuan sosialisasi pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara 2013.

b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah mengetahui kemampuan sosialisasi pada pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan.

5. Manfaat Penelitian

(20)

Penelitian ini telah dapat digunakan dalam upaya peningkatan kemampuan sosialisasi pada pasien dan mempercepat proses penyembuhan penyakit pasien.

2. Bagi Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu Medan

Sebagai bahan masukan tentang kemampuan sosialisasi pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara 2013.

3. Bagi institusi pendidikan

Sebagai bahan masukan untuk mengembangkan ilmu keperawatan jiwa, sehingga dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan jiwa pada masa akan datang.

4. Bagi Peneliti

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kemampuan

Kemampuan adalah sebagai suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Seluruh kemampuan seorang individu pada hakekatnya tersusun dari dua perangkat faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan mental. Sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan serupa (Robbins, 2006).

Lima dimensi kemampuan intelektual tersebut adalah sebagai berikut

a).Kecerdasan numerik (Kemampuan untuk berhitung dengan cepat dan tepat)

b). Pemahaman Verbal (Kemampuan memahami apa yang dibaca atau didengar serta hubungan kata satu sama lain).

c).Penalaran induktif (Kemampuan mengenali suatu urutan logis dalam suatu masalah dan kemudian memecahkan masalah itu)

(22)

e).Ingatan (Kemampuan menahan dan mengenang kembali pengalaman masa lalu).

Sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan keterampilan serupa. Lebih lanjut dikemukakan lima kemampuan fisik utama yaitu

a) Kekuatan dinamis. Kemampuan untuk menggunakan kekuatan otot secara berulang ulang

b) Kekuatan tubuh. Kemampuan mengenakan kekuatan otot dengan mengenakan otot - otot tubuh.

c) Keluwesan dinamis. Kemampuan melakukan gerakan cepat (Robbins; 2006).

2. Kemampuan Sosialisasi

2.1. Pengertian

(23)

dari sosialisasi adalah interaksi sosial, sehingga dapat dikatakan bahwa interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial. Oleh karena itu tanpa ada interaksi sosial tidak akan ada kehidupan sosial.

Bentuk umum kemampuan sosialisasi adalah interaksi sosial, oleh karena itu interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar individu, antar kelompok manusia, maupun antar orang perorang dengan kelompok manusia (Badrujaman, 2010).

2.2. Syarat-syarat Interaksi Sosial

Syarat-syarat terjadinya interaksi sosial terdiri dari 2 bentuk kemampuan sosialisasi yaitu :

1. Kemampuan Verbal

Kemampuan verbal merupakan suatu kemampuan interaksi sosial dengan menggunakan bahasa dan dapat diaplikasikan dalam bentuk kontak sosial, kerjasama (coorperation), persaingan (compettion), pertentangan atau pertikaian (conflict) dan akomodasi atau penyesuaian diri (accomodation).

a. Kontak sosial

(24)

demikian pesat hingga menghasilkan sarana teknologi dan komunikasi yang canggih sehingga memungkinkan orang yang tidak bertemu secara langsung (termasuk di dalamnya kontak fisik) akan tetap dapat melakukan kontak dengan orang lain atau kelompok lain (Badrujaman, 2010).

Kontak sosial merupakan aksi individu atau kelompok dalam bentuk isyarat yang dimiliki makna bagi pelaku dan penerima membalas aksi itu dengan reaksi.

Jenis kontak sosial :

a. Kontak langsung dan tidak langsung.

1. Kontak langsung : berbicara, tersenyum, dan bahasa isyarat.

2. Kontak tidak langsung : melalui surat, media massa, dan media elektronik.

b. Kontak antar individu, antar kelompok, serta individu dan kelompok. c. Kontak positif dan negatif

1. Kontak positif

Kontak positif : bersifat positif untuk tercapainya hasil yang memuaskan.

2. Kontak negatif : mengarah pada suatu pertentangan. d. Kontak primer dan sekunder

(25)

2. Kontak sekunder : kontak yang memerlukan perantara atau media (Soekanto, 2001).

b. Kerja sama

Kerja sama merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang utama dan suatu usaha bersama antara orang perorang atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujan bersama. Bentuk-bentuk kerjasama, antara lain :

1. Kerjasama spontan yaitu kerja sama yang timbulnya secara serta merta atau spontan.

2. Kerjasama langsung yaitu kerja

sama atas dasar perintah atasan atau penguasa.

3. Kerjasama kontrak yaitu kerja sama karena adanya kepentingan tertentu.

4. Kerjasama tradisional yaitu kerja sama sebagai unsur sistem sosial.

c. Persaingan (competition)

(26)

Fungsi persaingan :

1. Menyalurkan keinginan individu atau kelompok yang bersifat kompetitif.

2. Sebagai jalan agar keinginan, kepentingan, dan nilai-nilai tersalurkan dengan baik.

3. Untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan sosial. 4. Untuk menyaring golongan fungsional.

d. Pertentangan atau pertikaian

Pertentangan atau pertikaian adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan. Penyebab terjadinya perbedaan antar individu, kebudayaan, kepentingan, dan perubahan sosial.

e. Akomodasi atau penyesuaian diri

(27)

Tujuan akomodasi :

1. Untuk mengurangi pertentangan.

2. Mencegah meledaknnya pertentangan secara temporer. 3. Untuk memungkinkan terjadinya kerja sama.

4. Mengusahakan peleburan antara kelompok sosial.

Menurut Gilin dalam Soekanto (2000) ada dua proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial, yaitu :

1. Proses asosiatif

Yaitu proses dimana interaksi tersebut membuat pihak yang berhubungan semakin dekat terdiri dari kerjasama, dan akomodasi. 2. Proses Disosiatif

Proses disosiatif merupakan interaksi membuat pihak yang berhubungan semakin jauh, terdiri dari persaingan, kontravensi.

f. Pertentangan/pertikaian

(28)

g. Komunikasi

Komunikasi merupakan seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan (verbal) dan gerak-gerak badaniah atau nonverbal), perasaan-perasaan apa yan disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Dengan adanya komunikasi, sikap dan perasaan suatu kelompok manusia atau orang perorang dapat diketahui oleh kelompok-kelompok lain atau orang lainnya (Badrujaman, 2010).

Komunikasi adalah sebagai pemindahan informasi dan pengertian dari satu orang ke orang lain. Dalam komunikasi, dituntut adanya pemahaman makna dari pesan yang disampaikan oleh komunikator. Komunikasi hampir sama dengan kontak, tetapi adanya kontak belum tentu terjadi komunikasi. Kontak tanpa komunikasi tidak memiliki arti dan kontak lebih ditekankan pada orang atau kelompok yang berinteraksi, sedangkan pada komunikasi yang dipentingkan adalah pemprosesan pesan.

(29)

Tujuan Komunikasi

Tujuan komunikasi adalah untuk perkembangan klien

1).Kesadaran diri, penerimaan diri, penghargaan diri yang meningkat.

2). Identitas diri jelas, peningkatan integritas diri

3). Membina hubungan interpersonal yang intim, interdependen, memberi dan menerima dengan kasih sayang.

4) Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang realistic (Soekanto, 2001).

2. Kemampuan Nonverbal

Kemampuan nonverbal adalah suatu kemampuan berkomunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk nonverbal, tanpa kata-kata. Dalam hidup nyata komunikasi nonverbal jauh lebih banyak dipakai daripada komuniasi verbal. Dalam berkomunikasi hampir secara otomatis komunikasi nonverbal ikut terpakai. Karena itu, komunikasi nonverbal bersifat tetap dan selalu ada dan komunikasi nonverbal dianggap lebih jujur mengungkapkan hal yang mau diungkapkan karena spontan.

(30)

mengungkapkan berbagai perasaan, isi hati, isi pikiran, kehendak, dan sikap orang. Tindakan/perbuatan sebenarnya tidak khusus dimaksudkan mengganti kata-kata, tetapi dapat menghantarkan makna. Objek sebagai bentuk komunikasi nonverbal juga tidak mengganti kata, tetapi dapat menyampaikan arti tertentu (Wibowo, 2013).

Kemampuan nonverbal dapat berupa : 1. Kontak Mata

Kontak mata merupakan alat komunikasi nonverbal yang paling penting. Kontak mata memberikan informasi sosial terhadap orang yang diajak berbicara dan mendengarkan. Mempertahankan kontak mata tidaklah mudah bagi sejumlah orang. Dalam proses komunikasi umum yang baik, kontak mata menjadi satu bagian yang vital dan tidak dapat diabaikan. Hal

ini karena bentuk komunikasi nonverbal yang pertama dilakukan adalah kontak

mata. Dengan kontak mata yang baik, seseorang akan mendapat banyak

keuntungan karena kontak mata memiliki fungsi sebagai alat untuk mengawali

hubungan komunikasi. Selain itu, kontak mata juga menunjukkan minat dan

perhatian kita pada orang lain. Ketika merasa diperhatikan, tentu orang lain

akan berusaha untuk memberi perhatian.

2. Volume Suara

Dalam berkomunikasi dengan orang lain, kita tidak hanya berkata-kata

dan berbicara, tetapi juga bersamaan dengan nada suara yang berubah-ubah.

(31)

suara dan gaya bicara yang berkesan ramah, tenang, meyakinkan, tidak

menyinggung perasaan akan memberikan kesan bahwa seseorang tersebut

penuh wibawa.

3. Nada suara

Nada suara pada dasarnya didefenisikan sebagai kualitas suara

seseorang. Kualitas ini terbentuk dari bantuan volume suara dan cara kata-kata

yang disampaikan juga membentuk nada. Nada suara memiliki peran penting

dalam mendapatkan pesan. Hal ini sangat berguna dalam mengekspresikan

emosi atau pendapat, sebagai contoh nada keras bisa menggambarkan

kemarahan, dan nada lembut dapat mengekspresikan kesenangan atau

kebahagiaan. Dan jika nada seseorang jelas, kuat dan penuh kegembiraaan

orang lain mungkin berpikir bahwa individu tersebut percaya diri. Sebaliknya

individu yang berbicara terbata-bata atau pada volume rendah dianggap lemah

atau takut. Nada suara terbaik adalah nada suara ketika seseorang berbicara

seperti biasa kepada orang lain, tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah.

4. Respon

Respon merupakan sebagai suatu tanggapan, reaksi dan jawaban

seseorang terhadap stimulus yang dihadapinya setelah diberi persepsi

terhadapnya. Persepsi menunjukkan adanya aktivitas merasakan,

menginterpretasikan dan memahami objek-objek baik fisik maupun sosial.

(32)

Suatu kesalahan umum yang dilakukan pada saat pengucapan terletak

pada kecepatan mereka dalam berbicara. Apabila individu tidak mampu

mengontrol tempo dalam berbicaraan, maka cukup sulit dimengerti hal apa yang

dibicarakan oleh orang tersebut.

6. Kelancaran berbicara

Kelancaran seseorang dalam berbicara akan memudahkan pendengar

menangakap isi pembicaraan. Kelancaran bukan berarti seseorang harus

berbicara dengan cepat sehingga membuat pendengar sulit memahami apa yang

diuraikannya.

Yang harus diperhatikan dalam kelancaran berbicara adalah:

a. Kelancaran dalam berbicara menunjukkan kesiapan dan penguasaan. b. Sering gagap dan ragu menunjukkan ketidaktenangan, atau peka

terhadap kondisi.

c. Apabila berbicara disertai keluhan atau tersendat dan memandang orang yang disegani menunjukkan adanya tekanan emosional atau ketergantungan kepada pihak lain.

d. Sering diam pada saat berbicara menunjukkan kesulitan dalam merangkai atau menyampaikan kata-kata yang tepat, atau mungkin sedang enggan berbicara.

7. Mimik Wajah

Manusia dapat mengalami ekspresi wajah tertentu secara sengaja, tapi

umumnya ekspresi wajah dialami secara tidak sengaja akibat perasaan atau

emosi manusia tersebut. Biasanya amat sulit untuk menyembunyikan perasaan

atau emosi tertentu dari wajah, walaupun banyak orang yang merasa amat ingin

melakukannya. Misalnya, orang yang mencoba menyembunyikan perasaan

(33)

menunjukkan perasaannya tersebut di wajahnya, walaupun ia berusaha

menunjukkan ekspresi netral.

8. Pengaturan jarak

Merupakan yang berhubungan dengan keadaan diri dalam lingkungan. Dalam bidang komunikasi, pengaturan jarak (proksemik) adalah studi yang mempelajari posisi tubuh dan jarak tubuh (ruang antar tubuh

sewaktu orang berkomunikasi antarpersonal) dan merupakan studi tentang

hubungan antar ruang, antar jarak, dan waktu berkomunikasi, kecenderungan

manusia menunjukkan bahwa pada saat seseorang sedang berkomunikasi harus

ada jarak antarpribadi, terlalu dekat atau terlalu jauh. Semakin dekat artinya

hubungan sosial semakin akrab, sedangkan semakin jauh artinya kontak sosial

semakin kurang akrab, dan orang yang berada relatif dekat dianggap lebih

hangat, bersahabat, dan lebih penuh perhatian (Angel, 2012).

9. Sikap Badan

Sikap badan banyak memberikan banyak pesan lebih dari kata-kata

yang diucapkan, bahasa tubuh yang salah akan mengakibatkan nilai yang salah

juga bagi diri seseorang, namun sebaliknya bila bahasa tubuh seseorang efektif,

maka akan tercipta hubungan yang baik dengan lawan bicara dengan sikap

badan yang rileks ketika bertemu atau berbicara dengan orang lain.

2.3. Unsur-unsur Interaksi Sosial

(34)

interaksi sosial dan tindakan sosial tidak dilakukan oleh manusia dalam keadaan tidak sadar, tidur, maupun pingsan. Selain kesadaran yang juga menjadi ciri dari tindakan sosial tersebut adalah terdapat tujuan dan memperhitungkan keberadaan orang lain.

Walaupun terdapat beragam bentuk tindakan sosial, pada dasarnya terdapat empat tipe utama tindakan sosial, yaitu ;

1. Tindakan Rasional Instrumental

Tindakan rasional instrumental merupakan tindakan sosial yang dilaksanakan seseorang, yang memperhitungkan kesesuaian antara cara yang dilakukan dalam tujuan yang akan dicapai melalui tindakannya.

2. Tindakan Rasional Berorientasi Nilai

Tindakan rasional berorientasi nilai merupakan tindakan sosial yang bersifat rasional dan juga mempertimbangkan kemanfaatan. Berbeda dengan rasional instrumental, tindakan tidak dipersoalkan tanpa harus mempertimbangkan terlebih dahulu, kemanfaatan tujuan diputuskan sebagaihal yang baik, benar dan perlu dicapai dalam kehidupan. Persoalan dan pertimbangan pelaku hanyalah tentang cara pencapaian tujuan. Tindakan ini biasanya berupa tindakan sosial yang berkaitan dengan nilai-nilai dasar yang ada di dalam masyarakat.

3. Tindakan Tradisional

(35)

pertimbangan rasional. Maksudnya, baik tujuan tindakan maupun cara pencapaian tujuan, tidak dipertimbangkan secara rasional oleh pelaku. Tindakan rasional dilaksanakan hanya berdasarkan petimbangan kebiasaan atau adat istiadat.

4. Tindakan Afektif

Tindakan afektif tergolong sebagai tindakan yang tidak mengutamakan pertimbangan rasional, tindakan ini dapat dibatasi sebagai suatu tindakan yang dilakukan pelaku atas dasar perasaan (afektif), baik atas dasar perasaan marah, sedih, senang, cinta, atau perasaan-perasaan lainnya (Badrujaman, 2010).

2.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Interaksi Sosial

Proses interaksi sosial didasarkan pada berbagai faktor, yaitu ;

a. Faktor Imitasi

Faktor imitasi memiliki peranan yang sangat penting dalam interaksi sosial. Salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai yang berlaku. Imitasi dapat juga terjadi hal-hal negatif misalnya yang ditiru adalah tindakan-tindakan yang menyimpang.

b. Faktor sugesti

(36)

c. Identifikasi

Identifikasi merupakan kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Proses identifikasi dapat berlangsung dengan sendirinya (secara tidak sadar).

d. Simpati

Merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik pada pihak lain (Badrujaman, 2010).

2.5. Jenis Interaksi Sosial

Ada 3 jenis interaksi sosial, yaitu :

a. Interaksi antar individu dan individu

Interaksi ini terjadi pada saat dua individu bertemu, walaupun bisa juga pertemuan tersebut tanpa tindakan apa-apa, dimana yang terpenting adalah individu sadar bahwa ada pihak lain yang menimbulkan perubahan pada diri individu tersebut, yang dimungkinkan oleh faktor-faktor tertentu.

(37)

Interaksi ini bentuknya berbeda-beda sesuai keadaan. Interaksi jenis ini mencolok mana kala terjadi benturan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan kelompok.

c. Interaksi antara kelompok dan kelompok

Kelompok sebagai suatu kesatuan bukan pribadi dengan ciri-ciri:

1. Ada pelaku dengan jumlah lebih dari satu.

2. Ada komunikasi antar pelaku dengan menggunakan simbol.

3. Ada dimensi waktu (masa lampau, masa kini, dan masa datang) yang menentukan sifat aksi yang sedang berlangsung.

4. Ada tujuan tertentu (Soekanto, 2001).

(38)

Sedangkan komunikasi nonverbal merupakan semua aspek komunikasi selain kata-kata. Kemampuan non verbal dapat berupa bahasa tubuh seperti kontak mata, volume suara, nada suara, respon, tempo berbicara, kelancaran berbicara, mimik wajah, pengaturan jarak dan ruang, dan sikap badan (Conner, 2004).

3. Skizofrenia

Skizofrenia merupakan sebuah sindroma kompleks yang mau tak mau menimbulkan efek merusak pada kehidupan penderita maupun anggota-anggota keluarganya. Gangguan ini dapat mengganggu persepsi, pikiran, pembicaraan, dan gerakan seseorang (Berzin,dkk 2003).

Skizofrenia merupakan kondisi psikotis dengan gangguan disintegrasi, personalisasi, dan kepecahan struktur keperibadian, serta regresi yang parah. Penderita selalu melarikan diri dari realitas hidup, dan berdiam dalam dunia fantasi sendiri, tidak memahami lingkungan, reaksi maniak atau kegila-gilaan. Kehidupan emosional dan intelektualnya menjadi ambigious atau majemuk, serta mengalami gangguan serius; bahkan juga mengalami regresi atau demensia total. Pikirannya melompat-lompat tanpa arah, dan perasaannya senantiasa tidak cocok dengan realitas nyata (Kartini, 2012).

3.1.Ciri-ciri Utama Skizofrenia

(39)

mempertahankan pembicaraan, membentuk pertemanan, mempertahankan pekerjaan, atau memperhatikan kebersihan pribadi mereka.

Laki-laki penderita skizofrenia tampak berbeda dari perempuan yang mengalami gangguan ini dalam beberapa hal. Mereka cenderung mengalami onset pada usia yang lebih muda, memiliki tingkat penyesuaian diri lebih buruk sebelum menunjukkan tanda-tanda gangguan, dan memiliki lebih banyak daya kognitif, defisit tingkah laku, dan reaksi yang lebih buruk terhadap terapi obat dibandingkan dengan perempuan yang mengalami skizofrenia (Nevid, dkk. 2003).

Adapun ciri-ciri utama pada pasien Skizofrenia adalah : 1. Gangguan dalam pikiran dan pembicaraan.

Skizofrenia ditandai dengan gangguan dalam pemikiran dan dalam mengekspresikan pikiran melalui pembicaraan yang koheren dan bermakna. Gangguan dalam berpikir dapat ditemukan baik pada isi maupun bentuk pikiran.

2. Gangguan dalam isi pikiran.

Gangguan yang paling nyata pada isi pikiran mencakup waham, atau keyakinan yang salah yang menetap pada pikiran seseorang tanpa mempertimbangkan dasar yang tidak logis dan tidak adanya bukti untuk mendukung keyakinan tersebut. Waham ini cenderung tidak tergoyahkan meskipun diahadapkan pada bukti yang bertentangan.

(40)

Orang yang mengalami skizofrenia cenderung berpikir dalam bentuk yang tidak terorganisasi dan tidak logis. Pada skizofrenia, bentuk atau struktur proses pikiran dan juga isinya sering kali terganggu. Sedangkan bentuk pembicaraan orang yang mengalami skizofrenia sering kali tidak teratur atau kacau, dengan bagian-bagian kata dikombinasikan secara tidak sesuai atau kata-kata dirangkai bersama untuk membuat rima-rima yang tidak bermakna. Pembicaraan mereka dapat melompat dari satu topik ke topik lainnya, namun kurang menunjukkan keterkaitan antara ide atau pikiran-pikiran yang diekspresikan. Orang-orang dengan gangguan pikiran biasanya tidak menyadari bahwa pikiran dan perilaku mereka tampak tidak normal.

Tanda lain yang juga umum pada gangguan pikiran adalah minimnya melakukan pembicaraan (yaitu, pembicaraan yang koheren namun sangat lambat, terbatasnya produksi kata, atau tidak jelas sehinggga nilai informasi yang diungkapkan sedikit). Tanda-tanda yang kurang umum terjadi mencakup neologisme (kata-kata yang dibuat oleh pembicara yang kurang atau tidak memiliki arti bagi orang lain), perseverasi (pengulangan yang tidak sesuai namun menetap pada kata-kata yang sama, atau rentetan pikiran).

4. Kekurangan dalam pemusatan perhatian

(41)

memusatkan perhatian pada tugas yang relevan dan menyaring keluar informasi yang tidak penting.

5. Gangguan gerakan mata

Gerakan mata yang tidak normal saat menelusuri target, mata malah terbalik dan kemudian mengejarnya dalam gerakan yang menyentak. Gangguan gerakan mata tampaknya melibatkan kerusakan pada proses perhatian involunter di otak yang bertanggung jawab terhadap perhatian visual.

6. Gangguan persepsi

Halusinasi, bentuk gangguan persepsi yang paling umum pada skizofrenia, adalah gambaran yang dipersepsi tanpa adanya stimulus dari lingkungan. Adapun jenis halusinasi yang umum terjadi pada pasien skizofrenia adalah halusinasi auditoris (mendengar suara), halusinasi taktil (seperti digelitik, sensasi listrik atau terbakar) dan halusinasi somatis (seperti merasa ada ular yang menjalar di dalam perut), halusinasi visual (melihat sesuatu yang tidak ada), halusinasi gustatoris (merasakan dengan lidah sesuatu yang tidak ada), dan halusinasi olfaktoris (mencium bau yang tidak ada).

7. Gangguan emosi

(42)

monoton dan mempertahankan wajah yang tanpa ekspresi. Mereka mungkin tidak mengalami rentang normal dalam respon emosi terhadap orang-orang dan kejadian-kejadian, atau respon emosi mereka mungkin tidak sesuai, seperti tertawa terhadap berita buruk (Nevid, 2003).

Penyebab skizofrenia adalah :

1. Lebih dari separuh dari jumlah penderita skhizofrenia mempunyai keluarga psikotis atau sakit mental.

2. Tipe keperibadian yang schizothym (dengan jiwa yang memiliki pikiran yang kacau balau)

3. Penyebab organis : ada perubahan atau kerusakan pada sistem syaraf sentral. Juga terdapat gangguan-gangguan pada sistem kelenjar-kelenjar adrenal dan pituitary (kelenjar di bawah otak).

4. Penyebab psikologis : ada kebiasaan infantil yang buruk dan salah, sehingga pasien hampir selalu melakukan maladjustment (salah-suai) terhadap lingkungannya (Kartini, 2012).

Skizofrenia dibedakan menjadi 3 gejala antara lain: 1. Gejala-gejala positif

(43)

sering dijumpai pada penderita skizofrenia adalah bahwa orang lain bermaksud buruk terhadapnya sedangkan halusinasi merupakan gejala-gejala psikotik dari gangguan perceptual di mana berbagai hal dilihat, didengar, atau diindera meskipun hal-hal tersebut tidak riil atau benar-benar ada.

2. Gejala-gejala negative

Gejala negative biasanya menunjukkan ketiadaan atau tidak mencukupinya perilaku normal. Gejala-gejala itu termasuk menarik diri secara emosional maupun sosial, apatis, miskin pembicaraan atau pemikiran.

3. Gejala terdisorganisasi

Gejala ini meliputi disorganisasi dalam pembicaraan dengan contoh pembicaraan klien yang tidak logis dan perilaku yang tidak terdisorganisasi dengan contoh mengungkapkan ekspresi emosional yang tidak sesuai dengan situasinya.

3.2.Tipe – tipe skizofrenia

Skizofrenia mempunyai beberapa kategori, yaitu:

1. Tipe Paranoid

(44)

2. Tipe Hebeferenik

Hebeferenik adalah mental atai jiwa yang menjadi tumpul dengan ciri-ciri disintegrasi total, tidak memiliki identitas, dan tidak bisa membedakan diri sendiri dengan lingkungannya. Orangnya mengalami derealisasi dan depersonalisasi berat. Dihinggapi macam-macam ilusi dan delusi, sebab pikirnannya melantur, terjadi regresi total dalam tingkah laku, dan pasien menjadi kekanak-kanakan. Reaksi sikap dan tingkah lakunya menjadi kegila-gilaan, suka tertawa-tawa dan segera menangis tersedu-sedu, perasaan mudah tersinggung, dan kerapkali menjadi eksplosif meledak marah-marah tanpa suatu penyebab.

3. Tipe Katatonik

Penderita menjadi kaku dengan ciri-ciri :

a. Urat-uratnya menjadi kaku, badan tidak bisa dibengkokkan, sering menderita catalepsy, yaitu keadaan tidak sadar seperti dalam kondisi trance. Jika ia telah mengambil satu posisi tertentu, misalnya berdiri, berjongkok, maka dia bisa bertingkah demikian untuk berjam-jam atau berhari-hari lamanya.

b. Tingkah laku yang stereotypis, aneh-aneh atau gerak-gerak otomatis dan tingkah laku yang aneh, yang tidak terkendalikan oleh kemauan.

(45)

d. Kadang-kadang disertai catatonic excitement yaitu jadi meledak-ledak dan ribut hiruk-pikuk, tanpa sebab dan tujuan apa pun.

(46)

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Penelitian

Fokus penelitian ini bertujuan untuk kemampuan sosialisasi pasien skhizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu. Adapun variabel yang diteliti adalah kemampuan sosialisasi pasien skizofrenia.

Skema 3.1. kerangka konseptual : Gambaran Kemampuan Sosialisasi Pasien Skhizoferenia

Variabel Independen : Kemampuan sosialisasi pasien skizofrenia

‐ Kemampuan Verbal

‐ Kemampuan Nonverbal

(47)

2. Defenisi Operasional

Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Skala Ukur

Hasil Ukur

Kemampuan Sosialisasi Pasien Skhizofrenia

Kemampuan yang dilakukan pasien untuk berinteraksi dengan menggunakan metode berkomunikasi secara verbal dan nonverbal bersama kelompok maupun orang lain di lingkungan sekitarnya.

Lembar Observasi

Nominal 1. Mampu 2. Tidak

(48)

BAB IV

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang memaparkan secara murni hasil dari objek yang diamati. Selanjutnya data yang diperoleh dikelompokkan terhadap klasifikasi tertentu dan kemudian baru diambil kesimpulan.

2. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling

2.1.Populasi

(49)

2.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti sebanyak 93 orang.

2.3. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan dikehendaki peneliti baik dalam tujuan atau masalah dalam penelitian (Nursalam, 2008). Peneliti mengambil 23 responden pada masing-masing ruangan dengan kriteria yang ditetapkan peneliti pada penelitian ini adalah pasien diagnosa skizofrenia, mampu berbicara, kooperatif, mampu mendengar, dan berjenis kelamin laki-laki.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

(50)

sebanding dengan jumlah sampel yang dibutuhkan. Penelitian ini dilakukan pada 09 Oktober 2013 sampai 10 November 2013.

4. Pertimbangan Etik

Prosedur penelitian yang dilakukan yaitu mendapat izin pengambilan data dan telah mendapat persetujuan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Pengumpulan data dengan menentukan calon klien yang akan diobservasi, menganalisa data, dan menyajikan data penelitian.

Sebelum mengumpulkan data, peneliti meminta kesediaan kepala perawat untuk mengikutsertakan klien untuk berpartisipasi dalam proses penelitian dan menjelaskan kepada kepala perawat sebagai penanggung jawab klien mengenai maksud, tujuan, dan proses penelitian yang akan dilaksanakan. Apabila perawat menolak untuk mengikutsertakan klien dalam proses penelitian, maka peneliti tidak memaksa dan menghormati hak perawat. Peneliti tidak akan mencantumkan nama klien dan hanya diberi insial untuk menjaga kerahasiaan klien.

5. Instrumen Penelitian dan Pengukuran Validitas

5.1. Instrumen Penelitian

(51)

Data demografi responden hanya digunakan untuk menguraikan karakteristik responden. Format B tentang kemampuan verbal meliputi kontak sosial, komunikasi, kerjasama, persaingan pertikaian. Format C tentang kemampuan nonverbal meliputi kontak mata, volume suara, nada suara, respon, kecepatan berbicara, kelancaran berbicara, menggunakan bahasa tubuh, ekspresi wajah, mempertahankan jarak fisik, sikap badan rileks.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk skala yaitu “skala guttman” yang merupakan skala pengukuran dengan tipe jawaban tegas “mampu-tidak mampu” jika mampu diberi nilai 1 dan jika tidak mampu diberi skor 0. Untuk analisis selanjutnya kemampuan sosial dikategorikan menjadi 2 yaitu untuk kategori mampu bila skor 9-16 dan kategori tidak mampu bila skor 0-8.

5.2. Pengukuran Validitas

(52)

6. Pengumpulan Data a. Persiapan

Prosedur awal yang dilakukan peneliti adalah mengajukan permohonan izin penelitian dari institusi pendidikan (Fakultas Keperawatan USU), lalu memberikan izin yang diperoleh dari institusi pendidikan ke tempat penelitian (Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara). Setelah mendapatkan izin penelitian, peneliti melanjutkan proses pengambilan data. Jenis data dalam penelitian ini adalah terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden dengan observasi dan dilakukan pada pasien skizofrenia dengan kondisi psikotis dengan gangguan disintegrasi, personalisasi dan kerusakan struktur keperibadian. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari RSJ Daerah Sumatera Utara Medan.

b. Pelaksanaan

(53)

cara melakukan observasi kepada responden. Peneliti memperkenalkan diri kepada responden, kemudian peneliti menanyakan identitas responden, klien bersedia menjadi responden dan kooperatif. Selanjutnya peneliti mengobservasi 16 point mengenai kemampuan sosialisasi pada responden. Peneliti mengobservasi kegiatan sehari-hari klien di dalam ruangan maupun di luar ruangan dengan orang lain, kemudian memberikan tanda checklist pada tabel observasi sesuai kemampuan responden.

7. Analisa Data

(54)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Pada bab ini diuraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan mengenai kemampuan sosialisasi pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara 2013 dengan jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 93 pasien. Penelitian ini dilakukan selama bulan November sampai bulan Desember 2013. Penyajian hasil analisa data dalam penelitian ini akan meliputi data demografi dan kemampuan sosialisasi pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara 2013.

1.1 Data Demografi

(55)

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Data Demografi Responden di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatra Utara Tahun 2013 (n=93)

Variabel Kategori Frekuensi Persentase (%) Umur 20-30

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2. menunjukkan bahwa mayoritas responden mampu dalam bersosialisasi sebanyak 63 responden (67,7%) dan sebanyak 30 responden (32,3%) tidak mampu dalam bersosialisasi.

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Kemampuan Sosialisasi Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatra Utara Tahun 2013 (n=93)

Variabel Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

Kemampuan Sosialisasi Mampu Tidak Mampu

63 30

(56)

2. Pembahasan

2.1 Kemampuan Sosialisasi

Kemampuan sosialisasi merupakan suatu kemampuan atau cara-cara berhubungan yang dilihat apabila individu-individu dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk hubungan tersebut, dengan kata lain sosialisasi diartikan sebagai pengaruh timbal balik berbagai segi kehidupan bersama (Badrujaman, 2010).

Hasil yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa kemampuan sosialisasi pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara sebesar 67,7% mampu dalam bersosialisasi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bams (2011), mendapatkan hasil responden yang kemampuan sosialisasinya baik sebanyak 51 orang (72,9%), sedangkan sebanyak 19 orang (27,1%) yang kurang mampu dalam bersosialisasi. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2011), menemukan 6 (85,7%) responden yang memiliki kemampuan sosialisasi yang baik dan 1 (14,3%) resonden yang kurang baik. Penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Kesehatan Jiwa menemukan 29,21% (fungsi sosialnya baik), 59,98% (sedang) dan 8,35% (kurang).

(57)

kekerasan sebanyak 87 (93,5%) responden, mampu beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan lingkungan sebanyak 85 (91,4%) responden. Secara fisik, pasien skizofrenia dikatakan mampu dikarenakan pasien mampu dalam mempertahankan kontak mata saat berbicara dengan orang lain sebanyak 75 (80,6%) responden, mampu dalam mengontrol volume suara sebanyak 56 (60,2%) responden, mampu dalam mengontrol nada suara sebanyak 54 (58,1%) responden, mampu dalam tempo berbicara yang normal sebanyak 64 (68,8%) responden, mampu dalam mengatur jarak saat berbicara sebanyak 78 (83,9%) responden, dan mampu dalam bersikap rileks sebanyak 76 (81,7%) responden.

Perbedaan kemampuan sosialisasi pasien skizofrenia berpengaruh dalam fungsi sosial, dapat dilihat dari epidemiologi responden seperti umur, pendidikan, jenis kelamin. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di RSJD Provsu Medan mayoritas pasien antara umur 31-40 tahun yaitu sebanyak 54 (58,1%) responden. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Surtiningrum (2011) yang menunjukkan antara usia dan kemampuan sosial, afektif, psikomotor, dan kognitif setelah kelompok intervensi mendapat terapi suportif menunjukkan lemah dan berpola positif, yang mempunyai arti semakin bertambah usia klien, maka kemampuan sosialisasi semakin tinggi.

(58)

kelompok dewasa muda, sedangkan skizofrenia umumnya terdiagnosis pada masa remaja akhir dan dewasa awal.

Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang akan mempermudah seseorang untuk mendapatkan dan mencerna informasi. Dari hasil penelitian yang dilakukan di RSJD Provsu Medan mayoritas pasien berpendidikan SMA 44 (44,1%) responden. Hasil penelitian ini sesuai yang diungkapkan oleh Johanes (2008) yang mengatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi daya tahan terhadap stress. Orang yang pendidikannya tinggi lebih mampu mengatasi masalah daripada orang yang pendidikannya rendah. Pendidikan bagi seseorang merupakan pengaruh dinamis dalam perkembangan jasmani, perasaan, sehingga tingkat pendidikan yang berbeda akan memberi jenis pengalaman yang berbeda juga.

(59)
(60)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai Gambaran Kemampuan Sosialisasi Pasien Skizofrenia di RSJ Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013, maka peneliti menyimpulkan bahwa kemampuan sosialisasi pasien skizofrenia di RSJD Provsu mayoritas memiliki kemampuan dalam bersosialisasi baik secara verbal maupun non verbal. Kemampuan sosialisasi secara verbal pasien skizofrenia di RSJD Provsu masuk dalam kategori mampu (63,4%) dan kemampuan sosialisasi secara non-verbal pasien skizofrenia di RSJD Provinsi Sumatera Utara masuk dalam kategori mampu (59,1%).

(61)

semakin tinggi maka lebih mampu mengatasi masalah dan daya tahan terhadap stres.

6.1. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini juga masih memiliki keterbatasan-keterbatasan. Dengan keterbatasan ini, diharapkan dapat dilakukan perbaikan untuk penelitian yang akan datang. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini antara lain penelitian ini tidak dilakukan uji reliabilitas dan melakukan observasi pada responden hanya dilakukan dalam sekali pertemuan dikarenakan terbatasnya waktu untuk melakukan uji pada responden yang berjumlah 93 orang.

6.2 Saran

1. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian yang diperoleh dapat menjadi data dasar dan informasi tambahan bagi peneliti selanjutnya dan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan yang berkaitan dengan desain deskriptif, populasi, dan teknik pengambilan sampling yang berbeda untuk menggambarkan kemampuan sosialisasi pasien skizofrenia. Bagi peneliti selanjutnya agar mengobservasi responden lebih dari sekali dalam satu pertemuan dan melakukan uji reliabilitas untuk mengetahui adanya konsistensi alat ukur dalam penggunaannya.

2. Bagi Rumah Sakit Jiwa Daerah Provsu

(62)

3. Bagi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi bagi pendidikan keperawatan tentang gambaran kemampuan sosialisasi pasien skizofrenia di RSJD Provsu serta melibatkan mahasiswa secara langsung untuk terjun ke lapangan memberikan pendidikan kesehatan atau intervensi guna meningkatkan kesehatan jiwa di lingkungan rumah sakit maupun di lingkungan masyarakat.

4. Bagi Keluarga Pasien

(63)

DAFTAR PUSTAKA

Anna, K.L. 2012. Health.kompas.com, Gangguan Jiwa Menurut WHO. Jakarta Arikunto, S, (2002). Metode Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta, Rineka

Cipta.

Badrujaman, 2010. Sosiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Trans Info Media, Jakarta.

Dalami, E, 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Psikososial. Trans Info Media, Jakarta.

Ermawati,dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta, Trans Info Media.

Kartini, K, 2012. Patologi Sosial 3. Jakarta, Gravindo Persada.

Nevid.S.J. & Rathus.A.S, dkk, 2003. Psikologi Abnormal. Erlangga, Jakarta. Notoadmojo, S, 2005. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta, Rineka Cipta.

Nursalam, 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. FKUI, Jakarta.

Purba, J.E, 2012. Pengaruh Intervensi Reahabilitatif Terhadap Kemampuan Bersosialisasi Pada Penderita Skizofrenia Yang Dirawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara, Medan

Purwaningsih, W, (2010). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta, Nuha Medika.

Rekam Medik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara. (2012).

Robbins, S. P. 2006. Teori Organisasi: Struktur, Desain, dan Aplikasi. Arcan, Jakarta.

Siswanto, 2007. Kesehatan Mental :Konsep, Cakupan, Dan Perkembangannya. Yogyakarta, CV Andi.

Soekanto, 2001. Sosiologi Suatu Pengantar. CV Rajawali, Jakarta.

(64)

Triharim, (2013). “Terapi Supportif dan Psikoedukasi Untuk Meningkatkan Pemahaman Diri Pada Penderita Skizofrenia Paranoid”.Procedia Studi Kasus dan Intervensi Psikologi 2013, Volume 1 (1), 46-51.

Gambar

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Data Demografi Responden di Rumah Sakit

Referensi

Dokumen terkait

Disertasi Mapping IL-Iβ, TNF-฀, Dopamin Dan HVA Di Darah Tepi Pada Cerebral Palsy Satimin Hadiwidjaja... ADLN Perpustakaan

Yeni Arama Berjudul Manas (Studi Tentang Langkah Kompositoris Dalam Kasus Perbenturan Tonalitas)”. Lahirnya dilatarbelakangi oleh dialektika dua budaya di dalam musik Manas

Adapun penelitian yang akan dilakukan berjudul “ Keterampilan Proses Sains Siswa SMA pada Pembelajaran Termokimia Menggunakan Model Inkuiri Terbimbing”. Identifikasi

Hasil belajar siswa meningkat, prosentase tingkat penguasaan bacaan menunjukkan 67,81% pada siklus I, menjadi 80,31% pada siklus II.Dengan demikian maka penggunaan

Berdasarkan Surat Penetapan Penyedia Jasa dari Panitia Pengadaan Langsung Jasa Konstruksi Nomor 086/PAN-PL/KONST-DM/2012 tanggal 4 Juli 2012 untuk Pekerjaan Perbaikan

Dihasilkan sebuah rancangan dan cetak biru ( blue print ) sistem pengukuran kinerja (SPK) Jurusan Teknik Mesin yang dapat memberikan informasi kepada stakeholder dan pengambil

Pendekatan analisa teknikal belum tentu cocok bagi semua investor, pembaca disarankan untuk melakukan penilaian terhadap diri sendiri mengenai analisa investasi yang cocok dengan

· Pembuatan tabel distribusi frekuensi dapat dimulai dengan menyusun data mentah ke dalam urutan yang sistematis ( dari nilai terkecil ke nilai yang lebih besar atau