• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM PEMERIKSAAN KEANDALAN BANGUNAN DALAM PENCEGAHAN BAHAYA KEBAKARAN (STUDI KASUS BANGUNAN PUSAT PERBELANJAAN SOLO SQUARE)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SISTEM PEMERIKSAAN KEANDALAN BANGUNAN DALAM PENCEGAHAN BAHAYA KEBAKARAN (STUDI KASUS BANGUNAN PUSAT PERBELANJAAN SOLO SQUARE)"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

BANGUNAN DALAM PENCEGAHAN

BAHAYA KEBAKARAN

(STUDI KASUS BANGUNAN PUSAT PERBELANJAAN SOLO SQUARE)

THE INSPECTION OF BUILDING RELIABILITY SYSTEM

IN PREVENTING FIRE HAZARD

( A CASE STUDY AT SOLO SQUARE SHOPPING CENTRE )

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Mencapai Gelar Magister Teknik

DISUSUN OLEH :

TRI GUNAWAN

S940809021

MAGISTER TEKNIK SIPIL KONSENTRASI

TEKNIK REHABILITASI DAN PEMELIHARAAN BANGUNAN SIPIL PROGRAM PASCA SARJANA

(2)

TRI GUNAWAN, NIM S940809021, 2011, Sistem Pemeriksaan Keandalan Bangunan

dalam Pencegahan Bahaya Kebakaran. (Studi Kasus Bangunan Pusat Perbelanjaan Solo Square), Tesis Program Pasca Sarjana Magister Teknis Sipil Universitas Sebelas

Maret, Surakarta.

Pembimbing I : S.A. Kristiawan,ST.,M.Sc., Ph.D., Pembimbing II : Ir. B. Heru Santosa,Mapp.Sc.

Perkembangan bangunan gedung terus meningkat seiring dengan perkembangan kota. Setiap bangunan gedung mempunyai potensi dan resiko terhadap bahaya kebakaran. Kebakaran dapat menimbulkan kehilangan jiwa, harta dan benda pada pengguna bangunan dan lingkungannya. Keselamatan bangunan merupakan suatu keharusan pada sebuah bangunan. Pembuatan desain sistem pemeriksaan pencegahan kebakaran pada bangunan gedung sangat diperlukan, untuk mengetahui tingkat keandalannya. Tujuan penelitian ini adalah : mendesain sistem pemeriksaan keandalan bangunan dalam pencegahan kebakaran dan penerapan sistem tersebut pada bangunan gedung, dengan studi kasus bangunan pusat perbelanjaan Solo Square.

Pembuatan desain sistem pemeriksaan keandalan bangunan dalam pencegahan

kebakaran menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP), dengan

membandingkan sistem kelengkapan tapak, sarana penyelamatan, proteksi pasif, proteksi aktif dan manejemen, kriteria yang digunakan : pencegahan, pembatasan dan pemadaman terhadap kebakaran. Pada sistem manajemen pencegahan kebakaran menggunakan kriteria : tindakan pencegahan dan pengawasan terhadap bahaya kebakaran. Penilaian desain sistem dilakukan dengan kuisioner pada responden yang memahami/ahli masalah kebakaran, dan penerapan desain sistem menggunakan survei langsung dan kuisioner kepada pihak pengelola bangunan.

Hasil analisa berupa desain sistem pemeriksaan pencegahan kebakaran pada bangunan gedung dengan penilaian kelengkapan tapak 21%, sistem sarana keselamatan 20%, sistem proteksi pasif 19%, sistem proteksi aktif 24% dan sistem manajemen pencegahan kebakaran 16%. Sedangkan pada manajemen adalah pemeriksaan dan pemeliharaan 32 %, pembinaan dan pelatihan 24%, rencana keadaan darurat 21% dan pekerjaan kerumahtanggaan 23%. Penilaian dilakukan pada level terkecil. Hasil pemeriksaan pada bangunan pusat perbelanjaan Solo Square menunjukkan bahwa sistem kelengkapan tapak, sarana penyelamatan, proteksi pasif, proteksi aktif dan manajemen adalah “andal” terhadap pencegahan bahaya kebakaran. Penerapan sistem ini mampu memberikan penilaian yang lebih detail pada sistem pencegahan kebakaran.

(3)

TRI GUNAWAN,NIM S0809021,2011, The Inspection of Building Reliability System in Preventing Fire Hazard (A Case Study at Solo Square Shopping Centre). Thesis : Civil Engineering Department, Post Graduate Programme, Sebelas Maret University of Surakarta.

The First Commision of Supervision : S.A. Kristiawan,ST.,M.Sc., Ph.D, The Second Supervision : Ir. B. Heru Santosa,Mapp.Sc.

The Growth of the building still increasing along with growth of the town. Every building have potential danger and fire risk. Fire can generate losing of soul, object and estate at building user and their environment. Building safety represent a compulsion of a building. The making of preventing inspection fire hazard design system is absolutly needed which is showing the building reliability level it self. The aim of the research is : how to design inspection building reliability in preventing fire hazard system and applied at the building, a case study at Solo Square shopping centre.

The Making of building reliability inspection design system in preventing fire hazard use Analytical Hierarchy Process method (AHP) by comparing site plan equipment, safety system, passive protection system, active protection system and management. The criterias used in this method are preventing, demarcation, extinction fire hazard, in management use fire precaution, and observation of fire danger. Assessment in preventing design system done with quisioner the people who comprehending in fire. the applied design inspection use survey and quisioner to the building management.

The result of analysis preventing inspection fire hazard system are site plan equipment 21%, safety system 20%, passive protection system 19%, active protection system 24% and management preventing fire hazard system 16%. While at management is inspection and conservancy 32 %, training and construction 24%, emergency plan 21% and fire safe housekeeping 23%. Assesment done at smallest level. Result of the inspection in Solo Square shopping centre indicate that the site plan equipment, safety system, passive protection system, active protection system and management preventing fire hazard system is good to prevent fire hazard. The application this parameters give more assessment for preventing fire hazard system.

(4)

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat

rahmad dan hidayahnya, penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Sistem Pemeriksaan Keandalan Bangunan dalam Pencegahan Bahaya Kebakaran” . Tesis ini sebagai salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan Program Pascasarjana pada

bidang keahlian Teknik dengan konsentrasi Rehabilitasi dan Pemeliharaan Bangunan Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Tesis ini mengangkat permasalahan tentang sistem pemeriksaan keandalan

bangunan dalam pencegahan bahaya kebakaran dan penerapan sistem tersebut pada

bangunan pusat perbelanjaan Solo Square untuk mengetahui tingkat keandalanya dalam

pencegahan kebakaran.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan. Hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang

dimiliki penulis. Oleh karenaitu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan untuk kesempurnaan tesis tersebut.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat dalam memberikan sumbangan pengetahuan

bagi diri saya pribadi dan pada seluruh pembaca pada umumnya.

Surakarta, Maret 2011

(5)
(6)
(7)
(8)

TRI GUNAWAN, NIM S940809021, 2011, Sistem Pemeriksaan Keandalan Bangunan

dalam Pencegahan Bahaya Kebakaran. (Studi Kasus Bangunan Pusat Perbelanjaan Solo Square), Tesis Program Pasca Sarjana Magister Teknis Sipil Universitas Sebelas

Maret, Surakarta.

Pembimbing I : S.A. Kristiawan,ST.,M.Sc., Ph.D., Pembimbing II : Ir. B. Heru Santosa,Mapp.Sc.

Perkembangan bangunan gedung terus meningkat seiring dengan perkembangan kota. Setiap bangunan gedung mempunyai potensi dan resiko terhadap bahaya kebakaran. Kebakaran dapat menimbulkan kehilangan jiwa, harta dan benda pada pengguna bangunan dan lingkungannya. Keselamatan bangunan merupakan suatu keharusan pada sebuah bangunan. Pembuatan desain sistem pemeriksaan pencegahan kebakaran pada bangunan gedung sangat diperlukan, untuk mengetahui tingkat keandalannya. Tujuan penelitian ini adalah : mendesain sistem pemeriksaan keandalan bangunan dalam pencegahan kebakaran dan penerapan sistem tersebut pada bangunan gedung, dengan studi kasus bangunan pusat perbelanjaan Solo Square.

Pembuatan desain sistem pemeriksaan keandalan bangunan dalam pencegahan kebakaran menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP), dengan membandingkan sistem kelengkapan tapak, sarana penyelamatan, proteksi pasif, proteksi aktif dan manejemen, kriteria yang digunakan : pencegahan, pembatasan dan pemadaman terhadap kebakaran. Pada sistem manajemen pencegahan kebakaran menggunakan kriteria : tindakan pencegahan dan pengawasan terhadap bahaya kebakaran. Penilaian desain sistem dilakukan dengan kuisioner pada responden yang memahami/ahli masalah kebakaran, dan penerapan desain sistem menggunakan survei langsung dan kuisioner kepada pihak pengelola bangunan.

Hasil analisa berupa desain sistem pemeriksaan pencegahan kebakaran pada bangunan gedung dengan penilaian kelengkapan tapak 21%, sistem sarana keselamatan 20%, sistem proteksi pasif 19%, sistem proteksi aktif 24% dan sistem manajemen pencegahan kebakaran 16%. Sedangkan pada manajemen adalah pemeriksaan dan pemeliharaan 32 %, pembinaan dan pelatihan 24%, rencana keadaan darurat 21% dan pekerjaan kerumahtanggaan 23%. Penilaian dilakukan pada level terkecil. Hasil pemeriksaan pada bangunan pusat perbelanjaan Solo Square menunjukkan bahwa sistem kelengkapan tapak, sarana penyelamatan, proteksi pasif, proteksi aktif dan manajemen adalah “andal” terhadap pencegahan bahaya kebakaran. Penerapan sistem ini mampu memberikan penilaian yang lebih detail pada sistem pencegahan kebakaran.

(9)

TRI GUNAWAN,NIM S0809021,2011, The Inspection of Building Reliability System in Preventing Fire Hazard (A Case Study at Solo Square Shopping Centre). Thesis : Civil Engineering Department, Post Graduate Programme, Sebelas Maret University of Surakarta.

The First Commision of Supervision : S.A. Kristiawan,ST.,M.Sc., Ph.D, The Second Supervision : Ir. B. Heru Santosa,Mapp.Sc.

The Growth of the building still increasing along with growth of the town. Every building have potential danger and fire risk. Fire can generate losing of soul, object and estate at building user and their environment. Building safety represent a compulsion of a building. The making of preventing inspection fire hazard design system is absolutly needed which is showing the building reliability level it self. The aim of the research is : how to design inspection building reliability in preventing fire hazard system and applied at the building, a case study at Solo Square shopping centre.

The Making of building reliability inspection design system in preventing fire hazard use Analytical Hierarchy Process method (AHP) by comparing site plan equipment, safety system, passive protection system, active protection system and management. The criterias used in this method are preventing, demarcation, extinction fire hazard, in management use fire precaution, and observation of fire danger. Assessment in preventing design system done with quisioner the people who comprehending in fire. the applied design inspection use survey and quisioner to the building management.

The result of analysis preventing inspection fire hazard system are site plan equipment 21%, safety system 20%, passive protection system 19%, active protection system 24% and management preventing fire hazard system 16%. While at management is inspection and conservancy 32 %, training and construction 24%, emergency plan 21% and fire safe housekeeping 23%. Assesment done at smallest level. Result of the inspection in Solo Square shopping centre indicate that the site plan equipment, safety system, passive protection system, active protection system and management preventing fire hazard system is good to prevent fire hazard. The application this parameters give more assessment for preventing fire hazard system.

(10)

commit to user

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

PERSEMBAHAN ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR NOTASI ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……….. 1

1.2 Rumusan Masalah ………. 3

1.3 Tujuan Penelitian ……….. 4

1.4 Manfaat Penelitian ………. 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka ……… 5

2.2. Landasan Teori ……….. 9

2.2.1 Bangunan Gedung ……… 9

2.2.2 Bahaya Kebakaran ……… 11

2.2.3 Pencegahan Kebakaran pada Bangunan Gedung ……… 13

2.2.4 Manajemen Pencegahan Kebakaran pada Bangunan ……….. 18

2.2.5 Pemeriksaan Pencegahan Kebakaran pada Bangunan ……… 21

(11)

commit to user

2.2.8 Metode Analytical Hierarchy Proccess (AHP) ……… 25

2.2.9 Sistem Pengambilan Keputusan ………... 30

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian ……… 32

3.2 Langkah Penelitian ………. 32

3.2.1 Penyusunan Kuisioner dan Penentuan Responden ………. 32

3.2.2 Pengumpulan data ……… 33

3.2.3 Analisa ……….. 34

3.2.4 Langkah Penelitian ……… 36

BAB 4 HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Desain Sistem Pemeriksaan Pencegahan Kebakaran ….. 38

4.1.1 Penilaian/Pembobotan Sistem Pencegahan Kebakaran ……… 39

4.1.2 Penilaian/Pembobotan Sub Sistem Pencegahan Kebakaran …. 51 4.1.3 Penilaian/Pembobotan Komponen Pencegahan Kebakaran …. 60 4.1.4 Batasan dan Tingkat Keandalan Pencegahan Kebakaran …… 62

4.1.5 Interpretasi dan Rekomendasi ……….. 63

4.1.6 Cara Pengisian Sistem Pemeriksaan Pencegahan Kebakaran .. 65

4.2 Pemeriksaan Pencegahan Kebakaran pada Bangunan Gedung, Studi KasusBangunan Pusat Perbelanjaan Solo Square ………. 65

4.2.1 Kelengkapan Tapak ………. 67

4.2.2 Sarana Penyelamatan ……… 70

4.2.3 Proteksi Pasif ……… 73

4.2.4 Proteksi Aktif ……… 75

4.2.5 Manajemen Pencegahan Kebakaran ………. 82

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……… 86

5.2 Saran ………... 86

(12)

commit to user

Tabel 2.1. Tipe Konstruksi yang dipersyaratkan ... 17

Tabel 2.2. Ketahanan Material terhadap Api ... 17

Tabel 2.3. Sistem Pencegahan Kebakaran pada Bangunan Gedung ... 21

Tabel 2.4. Hasil Pembobotan dalam Pencegahan Kebakaran ... 22

Tabel 2.5. Rekapitulasi Pembobotan Sistem Pencegahan Kebakaran ... 23

Tabel 2.6. Perbedaan Pemeriksaan Pencegahan Kebakaran Puslitbang PU dan Peneliti 24 Tabel 2.7. Nilai Perbandingan Tingkat Kepentingan Elemen ... 27

Tabel 2.8. Nilai Random Indeks ... 30

Tabel 4.1. Hasil Uji Konsistensi pada Responden ... 50

Tabel 4.2. Hasil Rata-rata Bobot Sistem Pencegahan Kebakaran ... 51

Tabel 4.3. Hasil Rata-rata Pembobotan Sub Sistem Manajemen Pencegahan kebakaran 58 Tabel 4.4. Rekapitulasi Pembobotan Sistem Pencegahan kebakaran Bangunan Gedung 59 Tabel 4.5. Uraian Komponen Pencegahan Kebakaran ... 61

Tabel 4.6. Nilai dan Tingkat Keandalan Pencegahan Kebakaran ... 63

Tabel 4.7. Penilaian Tingkat Keandalan Pencegahan Kebakaran ... 64

Tabel 4.8. Uraian Rekomendasi Nilai dan Tingkat Keandalan Pencegahan Kebakaran 65 Tabel 4.9. Sumber Air pada Bangunan Solo Square ... 67

Tabel 4.10. Penilaian Komponen Pencegahan Kebakaran ... 67

Tabel 4.11. Penilaian Hidran Halaman ... 70

Tabel 4.12. Rekapitulasi Sub Sistem Pencegahan Kebakaran pada Kelengkapan Tapak 70 Tabel 4.13. Penilaian Jalan Keluar Bangunan ... 72

Tabel 4.14. Rekapitulasi Sub Sistem Sarana Penyelamatan ... 73

Tabel 4.15. Rekapitulasi Sub Sistem Proteksi Pasif ... 75

Tabel 4.16. Penilaian Alat Pemadam Api Ringan... 76

Tabel 4.17. Penilaian Hidran Gedung ... 78

Tabel 4.18. Penilaian Cahaya... 81

Tabel 4.19. Rekapitulasi Penilaian Sistem Proteksi Aktif ... 82

(13)

commit to user

Gambar 2.1. Sistem yang bekerja pada Bangunan ... 10

Gambar 2.2. Segitiga Api/fire triangle ... 11

Gambar 2.3. Sistem Pencegahan Kebakaran pada Kelengkapan Tapak... 14

Gambar 2.4. Sarana Penyelamatan pada Bangunan ... 15

Gambar 2.5. Beberapa Contoh Sistem Proteksi Aktif pada bangunan ... 18

Gambar 2.6. Bagan Perbandingan Kriteria pada Sistem Pencegahan Kebakaran ... 25

Gambar 2.7. Struktur Hirarki dalam Metode AHP ... 27

Gambar 2.8. Matrik Perbandingan Preferensi ... 28

Gambar 3.1. Lokasi pusat perbelanjaan Solo Square di Surakarta ... 32

Gambar 3.2. Pembuatan Desain Sistem Pemeriksaan Keandalan Bangunan dalam Pencegahan Kebakaran ... 36

Gambar 3.3. Alur Pemeriksaan Pencegahan Kebakaran pada bangunan Gedung ... 37

Gambar 4.1. Penentuan Level pada sistem pencegahan kebakaran bangunan ... 38

Gambar 4.2. Sistem dan sub sistem dalam pencegahan kebakaran ... 40

Gambar 4.3. Skema AHP Sistem Pencegahan Kebakaran pada Bangunan Gedung .... 41

(14)

commit to user

Simbol Keterangan

λmaks

aij

Anxn

AHP Bt CI CR n RI wi

W Wi

Xi

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

:

Eigenvalue maksimum

Nilai matriks perbandingan berpasangan

Matriks resiprokal

Analytical Hierarchy Process Bobot total

Consistency Index Consistency Ratio

Jumlah komponen/elemen

Random Index Vektor matriks

Bobot komponen/elemen bangunan

Perkalian elemen matriks dalam satu baris

(15)

commit to user

Lampiran 1. Kuesioner Pembuatan Desain Sistem Pencegahan Kebakaran pada

Bangunan Objek Studi ... I

Lampiran 2. Form Sistem Pemeriksaan Keandalan Bangunan dalam Pencegahan

Kebakaran ... II

Lampiran 3. Sistem Pemeriksaan Keandalan Bangunan dalam Pencegahan Kebakaran

pada Bangunan Pusat Perbelanjaan Solo Square ... III

Lampiran 4. Denah Bangunan Pusat Perbelanjaan Solo Square ... IV

Lampiran 5. Penilaian Uji Konsistensi dengan Metoda AHP ... V

Lampiran 6. Klasifikasi Bangunan Gedung berdasarkan SNI 03-1736-2000 ... VI

(16)

commit to user

PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG

Kebutuhan ruang gerak baik yang bersifat terbuka atau tertutup sangat

diperlukan untuk melaksanakan segala aktifitas, seiring perkembangan kota yang

meningkat. Perkembangan tersebut menyebabkan bangunan gedung terus mengalami

pertumbuhan baik secara vertikal maupun horisontal. Pertumbuhan dan penataan

bangunan yang ada, terkadang tidak diimbangi dengan kesiapan infrastruktur

bangunan maupun perkotaan. Sehingga bangunan fisik yang dihasilkan, seringkali

kurang memperhatikan bahaya kebakaran. Bahaya kebakaran dapat terjadi pada

bangunan atau site dimana bangunan itu berada. Kebakaran merupakan kejadian

yang tidak diinginkan, karena dapat mengakibatkan kerugian, baik berupa materiil

maupun moril. “Kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya nyala api

yang tidak terkendali sehingga dapat mengancam keselamatan jiwa manusia maupun harta benda” (Purbo 1995). Saat terjadi kebakaran, api timbul sebagai reaksi proses rantai antara bahan mudah terbakar (fuel), oksigen dan panas (heat) yang sering disebut segitiga api (fire triangle). Rangkaian proses oksidasi terus berlangsung, sampai salah satu elemen pembentuk api berakhir, atau untuk

mencegah terjadinya api, maka salah satu komponen tersebut harus dihindari/diputus.

(Wahadamaputra 2008).

Bahaya utama kebakaran bagi manusia adalah keracunan akibat terhirupnya

asap, sekitar 75% kematian manusia pada bangunan yang terbakar diakibatkan oleh

asap, sekitar 25% kematian disebabkan oleh panas yang ditimbulkan oleh api.

(Juwana 2004). Tingginya suhu akibat kebakaran berpengaruh pada struktur

bangunan yang berakibat retaknya selimut beton bahkan dapat menimbulkan

keruntuhan bangunan. (Tundono 2008). Data dari Puslitbang PU, beberapa hal yang

merupakan penyebab sulitnya penanggulangan dan pengendalian kebakaran antara

lain : terlambat menghubungi Dinas Kebakaran 19,8%, bangunan tanpa peralatan

proteksi kebakaran 17,8%, gangguan asap 15,6%, faktor angin 14,7% dan bangunan

(17)

commit to user

prioritas dalam desain atau pelaksanaan bangunan. “Resiko kebakaran pada sebuah gedung menjadi isu penting yang perlu diperhatikan. Permasalahan kebakaran terjadi apabila sikap bahan bangunan terhadap kebakaran, pencegahan terhadap kebakaran dalam perencanaan dan perlengkapan pemadam kebakaran sering ditiadakan…” (Frick 2008).

Untuk melaksanakan fungsi dan kegunaan, bangunan terdiri dari beberapa

sistem, sistem tersebut terdiri dari sub-sub sistem yang membentuk secara integral

dalam satu kesatuan. Pencegahan kebakaran merupakan salah satu sistem bangunan,

yang bertujuan untuk menyelamatkan jiwa, harta dan benda dari bahaya kebakaran.

Kesiapan dan penanganan sebelum terjadinya kebakaran menjadi faktor yang sangat

penting untuk mencegah kebakaran. Berdasarkan UU No 28 tahun 2002, salah satu

persyaratan keselamatan gedung adalah kemampuan bangunan gedung dalam

mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran. Pengamanan kebakaran, yang

menyangkut kegiatan pemeriksaan, perawatan, pemeliharaan, audit keselamatan

kebakaran, dan latihan penanggulangan kebakaran harus dilaksanakan secara

periodik, sebagai bagian dari kegiatan pemeliharaan sarana pencegahan kebakaran

pada bangunan. Masalah pemeliharaan peralatan proteksi kebakaran merupakan

salah satu segi manajemen gedung (Fire protection Management) karena manajemen yang salah mengakibatkan pengelolaan dan pemeliharaan gedung menjadi buruk.

(Kristiawan, 1989)

Keandalan terhadap bahaya kebakaran merupakan kemampuan bangunan

melakukan perlawanan untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya kebakaran,

agar perlawanan dapat berjalan optimal (Asmaningprodjo, 2008). Pemeriksaan

terhadap perlengkapan pencegahan kebakaran dari berbagai aspek sangat diperlukan,

baik pada bangunan baru atau yang sudah digunakan, guna menjamin keselamatan

bangunan. Pemeriksaan dan pemeliharaan sarana dan peralatan proteksi kebakaran

baik aktif maupun pasif harus dilakukan secara sistematik dan berkala serta

mengikuti ketentuan dan standar yang berlaku. Hasil pemeriksaan berkala sarana dan

peralatan menentukan diperolehnya sertifikat layak pakai untuk jangka waktu

tertentu (Tundono, 2008). Untuk itu dibutuhkan suatu pedoman yang dapat

(18)

commit to user

serta pengendalian dan pengawasan terhadap bahaya kebakaran.

1.2.

RUMUSAN MASALAH

Pencegahan kebakaran merupakan salah satu aspek keselamatan bangunan.

Untuk mengetahui dan menilai tingkat keandalan suatu bangunan terhadap bahaya

kebakaran, maka disusun rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana mendesain sistem pemeriksaan pencegahan kebakaran yang dapat

diaplikasikan pada bangunan gedung.

2. Bagaimana penerapan/aplikasi sistem tersebut pada bangunan gedung, dengan

studi kasus bangunan pusat perbelanjaan Solo Square di Surakarta.

1.3.

TUJUAN

Untuk mengetahui dan menilai tingkat keandalan suatu bangunan terhadap

bahaya kebakaran, maka tujuan dari penelitian tesis ini adalah :

1. Mendesain sistem pemeriksaan pencegahan kebakaran pada bangunan gedung.

2. Mengetahui penerapan/aplikasi sistem tersebut pada bangunan gedung.

1.4.

MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sistem pemeriksaan pencegahan kebakaran ini dapat digunakan sebagai alat

bantu mengetahui dan menilai kondisi keandalan bangunan gedung terhadap

bahaya kebakaran.

2. Memberikan kemudahan dan prosedur pemeriksaan/penilaian kondisi bangunan

gedung secara menyeluruh yang meliputi kelengkapan tapak, sarana

penyelamatan, sistem proteksi pasif, sistem proteksi aktif dan manajemen

pencegahan kebakaran terhadap bahaya kebakaran.

1.5.

BATASAN MASALAH

Untuk memberikan arah yang jelas dalam melaksanakan penelitian, maka

(19)

commit to user

pencegahan kebakaran, meliputi kelengkapan tapak, sarana penyelamatan,

sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif dan manajemen pencegahan

kebakaran/Fire mangement system.

2. Hasil rekomendasi dari pemeriksaan pencegahan kebakaran pada bangunan

gedung hanya diberikan secara global dan belum mendetail.

3. Komponen biaya tidak diperhitungkan.

4. Objek studi penelitian adalah bangunan pusat perbelanjaan Solo Square di

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1

Tinjauan Pustaka

Bangunan gedung dalam melaksanakan fungsi dan kegunaanya mempunyai kelengkapan yang saling menunjang baik secara langsung maupun tidak langsung, guna kelancaran dan kenyamanan bangunan. Kebakaran merupakan bahaya yang tidak dapat diprediksi (unpredictable), kehilangan jiwa, harta dan benda dapat sekejap terjadi akibat kebakaran. Untuk mengetahui resiko kebakaran dan sumber kebakaran, bangunan sebagai unit kegiatan harus dipetakan sebagai sarana informasi adanya ancaman dan potensi bahaya kebakaran. “Prinsip dasar pencegahan penjalaran api dimaksudkan untuk memastikan bahwa kerusakan yang terjadi akibat kebakaran hanya terbatas pada

bangunan yang terbakar, dan dapat dimengerti bahwa kemungkinan terburuk adalah kerusakan total struktur bangunan dan isinya.”(Endangsih, 2007). Sistem pencegahan kebakaran adalah sistem proteksi yang perlu disertakan pada bangunan. Pada pelaksanaannya, penataan atau perencanaannya harus dilibatkan secara kontinyu pada saat proses konstruksi secara keseluruhan. Proses konstruksi yang dimaksudkan di atas adalah dari mulai tahap perencanaan, perancangan, pembangunan, pengoperasian serta perbaikan dan perawatan. (Rahman, 2003).

(21)

kewajiban untuk disediakan. Prinsip dasar pencegahan penjalaran api dimaksudkan untuk memastikan bahwa kerusakan yang terjadi akibat kebakaran hanya terbatas pada bangunan yang terbakar, dan dapat dimengerti bahwa kemungkinan yang terburuk adalah kerusakan total struktur bangunan dan isinya. (Endangsih, 2007).

Pentingnya pencegahan kebakaran pada bangunan dengan konstruksi “ Critical” seperti pusat data perlu dikaji secara mendalam, karena hilangnya data akan sangat fatal bagi pemiliknya. Menurut data NFPA di AS ada 125.000 kebakaran di gedung bukan perumahan tahun 2001 dengan kerugian 3.231 milyar dolar. Bahkan 43% dari bisnis tutup akibat kebakaran dan tidak mampu untuk buka kembali, dan 29% yang buka kembali gagal dalam waktu 3 tahun, terutama akibat hilangnya data bisnis yang sangat berharga akibat kebakaran. (Avelar, 2003)

Salah satu sistem keselamatan bangunan adalah sistem evakuasi dimana pada bangunan fasilitas umum menggunakan sistem refuge area yaitu sistem penyelamatan bahaya kebakaran dengan cara berlindung dalam bangunan 2 lantai di atas atau di bawah lantai yang terbakar atau dalam suatu area bebas asap dan api pada lantai yang sama dengan cara menyiapkan tempat pengungsian. Refuge area yang terletak sebelum tangga kebakaran dapat dilengkapi dengan Pressure vent untuk menciptakan ruang bertekanan sehingga asap tidak masuk kedalam area atau dengan Smoke vent untuk mengeluarkan asap dari ruangan. (Petterson, 1993).

Untuk mengetahui pembobotan pada bangunan, salah satu metode yang banyak digunakan adalah metode Analytic Hierarchy Process (AHP) yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty. AHP merupakan teori pengukuran melalui perbandingan berpasangan dan bergantung pada penilaian para ahli untuk mendapatkan pembobotan. Pengambilan keputusan dalam metode AHP yang perlu diketahui adalah permasalahan, kebutuhan dan tujuan keputusan, kriteria keputusan, subkriteria, stakeholder, kelompok-kelompok yang terkena dampak dan alternatif-alternatif yang diambil (Saaty, 2008).

(22)

pelepasan panas yang tinggi, disamping itu penataan interior ruang/lay out tempat duduk dan jalur keluar yang tidak memenuhi persyaratan jalur keluar akan mengganggu dalam proses evakuasi. Untuk memberikan keamanan dan keselamatan jiwa dari bahaya kebakaran pada fasilitas bioskop, maka perlu adanya pemenuhan standar desain sistem evakuasi kebakaran berupa pintu kebakaran, tangga kebakaran, ruang penyelamatan sementara dan jalur keluar. Disamping itu perlu adanya pemenuhan sistem proteksi kebakaran yang terdiri dari sistem proteksi aktif, pasif dan fire safety management. Penilaian keamanan bangunan terhadap bahaya kebakaran berdasarkan standar SNI dan Kepmen PU menggunakan metode AHP dengan membandingkan bagian-bagian dari sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif, sarana evakuasi dan akses pemadam kebakaran serta fire safety management. Masing-masing sistem dilakukan pembobotan, Sedangkan penilaian tingkat resiko penghuni terhadap bahaya kebakaran dibagi dalam tiga kelompok penilaian, yaitu: kelompok kematian dan terluka, kelompok kehilangan isi bangunan, dan kelompok potensi kebakaran. (Ornam,2004).

(23)

(Standard Practice for Assessment of Fire Risk by Occupancy Classification). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Senayan City sudah menerapkan Standar persyaratan keamanan bangunan yang ditetapkan, sehingga termasuk dalam kategori aman terhadap bahaya kebakaran.

N.Vinky Rahman, (2003) dalam penelitiannya bahwa bangunan terdiri dari sistem yang membentuknya secara integral dalam satu kesatuan. Sistem ini haruslah terintegrasi dengan baik dalam bangunan. Sistem penanggulangan kebakaran adalah sistem proteksi yang perlu disertakan di dalam bangunan khususnya untuk bangunan fasilitas umum dan/atau bangunan yang mewadahi orang banyak, hal ini menjadi suatu kewajiban untuk disediakan. Pada pelaksanaannya, penataan atau perencanaannya harus dilibatkan secara kontinyu pada saat proses konstruksi secara keseluruhan. Proses konstruksi yang dimaksudkan di atas adalah dari mulai tahap perencanaan, perancangan, pembangunan, pengoperasian serta perbaikan dan perawatan.

Levin, (2007) dalam penelitiannya yang menekankan pada optimalisasi keseluruhan pada bangunan dan capaian lingkungan memerlukan pertimbangan dan perhatian untuk menginformasikan keputusan dengan suatu pendekatan ke arah “penilaian dan evaluasi sistematis bangunan dan lingkungan” yang berdasar atas ekologi bangunan (SEABEP), SEABEP diperlukan untuk evaluasi kinerja dan assesmen dasar, assesmen resiko. SEABEP mempunyai perananan penting dalam kontribusi ke permasalahan lingkungan, SEABEP dapat digunakan untuk meningkatkan atau membangun kualitas lingkungan.

(24)

penggunaan data internal dan eksternal. Sistem ini tidak hanya menjadi alat bantu pengambil keputusan dengan menyediakan semua informasi yang tersedia, tapi juga menyediakan transparansi kepada proses pengambilan keputusan dan peraturan pembangunan.

Mekanisme sertifikasi dan labelisasi keandalan bangunan gedung terhadap kebakaran. Mekanisme ini mengatur tentang penilaian bangunan yang ditinjau dari 4 aspek komponen pencegahan kebakaran yaitu sistem tapak bangunan, sistem sarana penyelamatan, sistem proteksi pasif dan sistem proteksi aktif, kemudian dari setiap sistem tersebut dijabarkan dalam kriteria lagi, dan kemudian diberi penilaian, serta petunjuk penilaian beserta tingkat keandalanya terhadap kebakaran, sehingga bangunan dapat dilakukan penilaian beserta tingkat keandalan dan rekomendasi yang harus dilakukan. Metode yang digunakan adalah AHP dalam pengambilan keputusannya.

2.2.

Landasan Teori

2.2.1. Bangunan Gedung

Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatan, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.(UU No: 28 Tahun 2002). Untuk melaksanakan fungsi dan kegunaanya bangunan mempunyai kelengkapan yang saling menunjang baik secara langsung maupun tidak langsung, kelengkapan tersebut terbagi menjadi sistem-sistem yang saling mendukung guna kelancaran dan kenyamanan pada bangunan. Bangunan merupakan suatu sistem, “Sistem didefinisikan sebagai suatu susunan bagian-bagian yang saling berhubungan atau saling tergantung satu sama lain yang membentuk sebuah kesatuan kompleks dan berlaku untuk satu fungsi”. (Ching: 2002).

Sistem yang terbentuk dalam bangunan dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(25)

Gambar 2.1

Sistem yang bekerja pada bangunan Sumber : Dokumentasi Pribadi

Bangunan dapat dikelompokan berdasarkan fungsi dan peruntukannya seperti pertunjukan, bisnis/komersil, pendidikan, pabrik, institusi, permukiman, penyimpanan/ gudang dan fungsi lainya. Bangunan mempunyai resiko terhadap kebakaran yang berbeda-beda, tergantung dari fungsi bangunan itu sendiri. ”Setiap bangunan gedung harus mempunyai persyaratan administratif dan teknis sesuai dengan fungsinya, salah satu persyaratan teknis adalah persyaratan keandalan, keandalan adalah tingkat kesempurnaan kondisi perlengkapan proteksi yang menjamin keselamatan, fungsi dan

kenyamanan suatu bangunan gedung dan lingkungannya selama masa pakai dari gedung tersebut. Persyaratan keandalan meliputi persyaratan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan yang ditetapkan berdasarkan fungsi bangunan gedung. Sedangkan persyaratan keselamatan bangunan gedung meliputi persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatan, serta kemampuan

bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan bahaya petir” (UU No: 28 Tahun 2002). Klasifikasi bangunan gedung berdasarkan SNI 03 – 1736 – 2000 dapat dilihat pada lampiran 5.

2.2.2. Bahaya Kebakaran

sistem arsitektur

sistem struktur bawah

sistem air kotor/ limbah

sistem tata udara

sistem elektrikal sistem tata suara

site plan sistem struktur atas

sistem air bersih

sistem telekomunikasi

sistem office automatic

(26)

Api timbul ketika terja oksigen dan panas (heat) yang tersebut terjadi dalam suatu ru bakar cukup tersedia dan ok (flasover), yaitu ketika suhu l kalor ke lantai melebihi 20 K dengan terbakarnya perabotan unit hunian baik secara konvek

G

Ada empat hal yang penghuni (manusia), isi ban letaknya berdekatan dengan b dua hal yaitu : thermal (suhu Bahaya utama pada manusia kebakaran gedung (bangunan ti disebabkan oleh suhu tinggi mengakibatkan penghuni se kecelakaan seperti terbentu mengakibatkan luka/cedera ya

Penanda awal adanya dapat menghalangi penglihata bangunan dalam mencari jala

rjadi reaksi proses rantai antara bahan mudah terb ang sering disebut segitiga api (fire triangle). Ke ruangan unit hunian, panas akan terus meningkat

oksigen terus mengalir hingga suhu mencapai u lapisan gas panas dalam ruang melebihi 500°C 0 KW/m2. Selanjutnya proses kebakaran semak

tan rumah tangga serta bahan unsur-unsur ban veksi, induksi maupun radiasi. (Asmaningprodjo,

Gambar 2.2 Segitiga Api/Fire Triangle Sumber : Asmaningprodjo, 2008

g perlu diperhatikan berkaitan dengan bahaya angunan (harta), struktur bangunan dan bang n bangunan yang terbakar. Sedangkan bahaya a hu dan nyala api) dan non thermal (asap dan ga usia adalah keracunan asap, sekitar 75% kem n tinggi) dikarenakan hal tersebut, sedangkan 25 gi dalam gedung.(Tundono, 2008). Kepanikan y

seringkali kehilangan orientasi sehingga men ntur/terjatuh ataupun terjebak dalam ruan yang serius.(Wahadamaputera, 2008).

ya api adalah asap, asap merupakan hasil pemba hatan dan mengakibatkan berkurangnya kecepata jalan keluar, asap mempunyai kecepatan ramba

terbakar (fuel), Ketika proses kat, jika bahan ai titik bakar 0°C dan fluks akin menjadi angunan pada jo, 2008).

ya api yaitu : angunan yang a api meliputi gas beracun). ematian pada 25% kematian n yang timbul engakibatkan uangan yang

(27)

m/dt, sementara kecepatan orang normal adalah 1,2 m/dt sedangkan orang hamil adalah 0,8 m/dt, sifat asap sebagai hasil pembakaran yang berbahaya yaitu :

1. Kandungan gas bersifat narkotik yang mempengaruhi sistem kerja syaraf dan jantung dapat mengakibatkan sesak nafas, kehilangan kesadaran dan kematian. 2. Kandungan gas bersifat iritasi yang merupakan gas beracun yang mampu

mempengaruhi sensor iritasi manusia.

3. Efek panas yang mengakibatkan heat stroke, terbakarnya kulit dan terbakarnya alat pernafasan.

Asap sebagai hasil pembakaran mempunyai jalur perjalananya sendiri, dengan cara mengisi ruang demi ruang yang tidak tersekat melalui void, atrium bahkan koridor, ruang tangga dan ruang lift yang justru merupakan jalur sirkulasi evakuasi penghuni bangunan. (Wahadamaputra, 2008)

Penyebab terjadinya kebakaran, menurut Kristiawan, (1989) secara umum terdiri dari tiga faktor antara lain :

1. Faktor manusia, penyebab kebakaran karena faktor manusia secara garis besar disebabkan oleh :

a. Keawaman seperti awam dalam pengetahuan sifat bahan bakar, barang-barang berbahaya, suatu tempat yang diisi dengan banyak barang akan berpengaruh terhadap peningkatan suhu udara sehingga rawan kebakaran.

b. Kelalaian dan kukurang-waspadaan seperti : puntung rokok yang masih berapi yang dibuang disuatu tempat, lupa mematikan kompor dll.

2. Faktor alam dan lingkungan, faktor ini diakibatkan oleh :

a. Bencana yang timbul akibat faktor alam seperti petir, loncatan muatan listrik bertegangan tinggi ke suatu benda yang berada di tanah.

(28)

a. Umur mesin yang telah melebihi masa pakainya (life time)

b. Kelelehan logam (fatigue), seperti mesin atau alat yang mendapat tekanan yang berubah-ubah sehingga melampuai titik kritisnya.

c. Korosi/erosi seperti adanya reaksi dan gesekan pada zat atau cairan yang berada dalam pipa-pipa minyak sehingga mengakibatkan menipisnya pipa.

d. Aus karena gesekan dengan bahan-bahan lain seperti as pompa, karena gesekan akan menjadikan as pompa tersebut aus dan patah.

4. Selain faktor di atas, menurut Subyantoro (1989), penyebab terjadinya kebakaran juga diakibatkan oleh listrik yaitu :

a. Pemakaian kualitas bahan dan peralatan instalasi listrik yang kurang baik. b. Perencanaan/pemasangan instalasi yang kurang sempurna

c. Kesalahan pemasangan instalasi

d. Kecerobohan pemakai listrik (konsumen) e. Kurangnya pemeliharaan instalasi.

Tingginya suhu akibat kebakaran berpengaruh juga pada struktur bangunan, meskipun beton bertulang tahan terhadap kebakaran, namun dapat menyebabkan menurunnya kekuatan tulangan baja, bila suhu lebih dari4000C pada struktur beton bertulang, sehingga struktur bangunan akan menggeliat yang berakibat retaknya selimut beton, bahkan dapat menimbulkan keruntuhan bangunan. (Tundono, 2008).

2.2.3. Pencegahan Kebakaran pada Bangunan

Persyaratan keselamatan bangunan gedung sebagai aspek utama dalam perlindungan bangunan sebagaimana tertuang dalam Undang-undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung yang mengatur tentang persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung di Indonesia. Dalam pasal 19 disebutkan bahwa “ Seluruh bangunan gedung selain rumah tinggal harus dilengkapi dengan sistem proteksi pasif dan aktif.” Peraturan kebakaran juga terdapat pada Kepmen PU Nomor : 10/KPTS/2000

(29)

Jenderal Perumahan dan Permukiman Nomor : 58/KPTS/2002 tentang Petunjuk Teknis Rencana Tindakan Darurat Kebakaran pada Bangunan Gedung.

Pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan adalah segala upaya yang menyangkut ketentuan dan persyaratan teknis yang diperlukan dalam mengatur dan mengendalikan penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung, termasuk dalam rangka proses perizinan, pelaksanaan dan pemanfaatan/pemeliharaan bangunan gedung, serta pemeriksaan kelayakan dan keandalan bangunan gedung terhadap bahaya kebakaran. Berdasarkan Kepmen PU Nomor : 10/KPTS/2000 standar pencegahan kebakaran pada bangunan dan lingkungan terdiri dari :

1. Sistem Kelengkapan Tapak

Bangunan tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sekitarnya, bangunan dibuat untuk menampung dan mendukung berbagai kegiatan yang dilakukan manusia, untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari dalam merespon kebutuhan sosial, ekonomi dan budaya. Sistem kelengkapan tapak antara lain :

a. Kepadatan bangunan, jarak bangunan satu dengan bangunan yang lain, menjadi salah satu tingkat kerawanan terhadap kebakaran. Tata letak bangunan seperti penataan blok-blok bangunan

b. Jalan lingkungan yang digunakan untuk akses dari luar, seperti jalur pemadam kebakaran, lebar jalan dan jenis perkerasan jalan.

c. Sistem penyediaan air hidran yang merupakan ketersediaan air dalam memadamkan api.

d. Sumber air yang dapat dijadikan pemadaman seperti air kolam, water tank, sungai maupun sumber yang lain.

Gambar 2.3. Sistem Pencegahan Kebakaran pada Kelengkapan Tapak Sumber : Dokumentasi Pribadi

(30)

Sarana jalan keluar bangunan merupakan bagian dari bangunan yang digunakan untuk penyelamatan manusia maupun kegiatan lain, agar terhindar dari ancaman kebakaran. Fungsi sarana penyelamatan agar penghuni bangunan memiliki waktu yang cukup untuk menyelamatkan diri dengan aman, dalam keadaan darurat. “Sarana penyelamatan adalah akses yang diberikan pada bangunan untuk mempermudah penyelamatan manusia keluar dari bangunan apabila terjadi kebakaran”, (Frick dkk. 2008. 163-164) Beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam sarana evakuasi ini adalah :

a. Jalan keluar berupa tangga kebakaran dan jenisnya yang berhubungan dengan kemudahan pencapaian, tanda/penunjuk arah ke tangga darurat, lebar tangga darurat dan pintu kebakaran.

b. Konstruksi jalur keluar harus tahan api dan memberi kemudahan dalam evakuasi untuk memberikan rasa aman kepada penghuni

[image:30.595.99.516.206.516.2]

c. Landasan helikopter untuk penyelamatan, khusunya pada bangunan tinggi diatas 60 m, karena jangkauan penyelamatan sangat tinggi.

Gambar 2.4. Sarana penyelamatan pada bangunan Sumber : Dokumentasi Pribadi

3. Sistem Proteksi pasif

(31)

bangunan dan bentuk penataan ruang serta bukaan. Ada tiga hal yang berkaitan dengan ketahanan bahan bangunan terhadap api yang harus dipenuhi sebagai bahan konstruksi yaitu :

· ketahanan memikul beban (kelayakan struktur) yaitu kemampuan untuk memelihara stabilitas dan kelayakan kapasitas beban sesuai dengan standar yang dibutuhkan.

· Ketahanan terhadap penjalaran api (integritas) yaitu kemampuan untuk menahan penjalaran api dan udara panas sebagaimana ditentukan oleh standar.

· Ketahanan terhadap penjalaran panas yaitu kemampuan untuk memelihara temperatur pada permukaan yang tidak terkena panas langsung dari tungku kebakaran pada temperatur dibawah 1400 c sesuai dengan standar uji ketahanan api.

Dikaitkan dengan ketahanan terhadap api, struktur bangunan mempunyai 3 (tiga) tipe konstruksi, yaitu:

a. Tipe A: Konstruksi yang unsur struktur pembentuknya tahan api dan mampu menahan secara struktural terhadap beban bangunan. Pada konstruksi ini terdapat komponen pemisah pembentuk kompartemen untuk mencegah penjalaran api ke dan dari ruangan bersebelahan dan dinding yang mampu mencegah penjalaran panas pada dinding bangunan yang bersebelahan.

b. Tipe B: Konstruksi yang elemen struktur pembentuk kompartemen penahan api mampu mencegah penjalaran kebakaran ke ruang-ruang bersebelahan di dalam bangunan, dan dinding luar mampu mencegah penjalaran kebakaran dari luar bangunan.

c. Tipe C: Konstruksi yang komponen struktur bangunannya adalah dari bahan yang dapat terbakar serta tidak dimaksudkan untuk mampu menahan secara struktural terhadap kebakaran.

Jumlah lantai dan tipe konstruksi yang dipersyaratkan pada bangunan dapat dilihat pada Tabel 2.1.

[image:31.595.119.519.180.498.2]
(32)

Jumlah lantai bangunan

Kelas bangunan/tipe konstruksi

2,3,9 5,6,7,8

4 atau lebih A A

3 A B

2 B C

1 C C

Sumber : SNI 03 – 1736 – 2000

Sistem proteksi pasif ditekankan pada aspek bahan bangunan, sikap bagian bangunan yang terbakar tidak bisa dipisahkan dari ketahanan bahan bangunan terhadap api, perubahan bahan bangunan oleh kebakaran dapat dilihat dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Ketahanan Material Terhadap Api

BAHAN SIFAT KETAHANAN TERHADAP API

Baja Mengubah bentuknya oleh

pengaruh panas dapat

dipengaruhi oleh jenis campuran pembentuknya

Krom (Cr) Molibdan (Mo), Nikel (Ni) atau Vanadium (V) menghasilkan baja yang memiliki daya tahan yang lebih tinggi terhadap panas.

Beton Bahan bangunan yang tahan api Ketahanan api tergantung pada bahan tambahan yang digunakan dan apakah ada tulangan baja atau tidak. Kaca Bahan yang tidak menyala Bukan merupakan bahan yang tahan api karena kaca

memungkinkan radiasi kalor tembus, kaca sangat peka terhadap perubahan tegangan kalor, akibat kebakaran kaca cukup cepat pecah

Kayu Pembakaran kayu merupakan oksidasi atas unsur asalnya yaitu H2o dan CO2 degan O2

Bahan yang tahan api, bila tidak terkena api secara langsung.

Bahan sintetis

Merupakan bahan yang mudah terbakar dan menyala

Dalam keadaan menyala, bahan sintetis mengakibatkan tetes cairan yang sulit untuk dipadamkan, menghasilkan asap tebal dan atau melepaskan gas beracun.

Sumber : Koesmartadi, “ Desain Bangunan yang mengantisipasi Bahaya Kebakaran” , 2008.

4. Sistem proteksi aktif

(33)
[image:33.595.98.515.119.487.2]

Gambar 2.5. Beberapa contoh sistem proteksi aktif pada bangunan gedung Sumber : Dokumentasi Pribadi

5. Pengawasan dan pengendalian

Mengatur tentang pengawasan dan pengendalian mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan/pemeliharaan.

2.2.4. Manajemen Pencegahan Kebakaran pada Bangunan

Kebakaran pada bangunan berpotensi menimbulkan kehilangan jiwa, harta dan benda. Manajemen diperlukan dalam menjamin keselamatan bangunan maupun penghuni bangunan. Manajemen pencegahan kebakaran adalah usaha untuk memelihara peralatan/perlengkapan pencegahan kebakaran, sehingga dapat digunakan secara optimal pada saat diperlukan. Manajemen pencegahan kebakaran merupakan bagian dari strategi untuk memastikan keselamatan secara preventif, membatasi perkembangan api, dan menjamin keselamatan penghuni, seperti yang tertuang pada bab VI butir 5.4 Kepmeneg PU No : 10/KPT/2000 yaitu : “Unsur manajemen pengamanan kebakaran (fire safety management) terutama yang menyangkut kegiatan pemeriksaan, perawatan dan pemeliharaan, audit keselamatan kebakaran dan latihan penanggulangan kebakaran

(34)

peralatan proteksi kebakaran merupakan salah satu segi manajemen gedung (Fire protection Management) karena manajemen yang salah mengakibatkan pengelolaan dan pemeliharaan gedung menjadi buruk.

Bila dikaitkan dengan penerapan model menejemen yang dewasa ini berkembang, baik manajemen mutu (mengacu pada ISO 9001), lingkungan (mengacu ISO 14001), kesehatan dan keselamatan kerja (mengacu OHSAS 18001), dimana masing-masing memiliki 3 macam unsur yaitu manual, prosedur dan instruksi kerja, ketiga elemen tersebut harus terintegrasi untuk menghasilkan zero defect, zero delay, zero emisi dan zero akseden, maka pelaksanaan manajemen pencegahan kebakaran merupakan suatu keharusan.(Lasino, 2005)

Menurut laporan akhir Puslitbang PU, (2005), dalam Kriteria Kelayakan Penerapan Manajeman Keselamatan Kebakaran (Fire Safety Management) pada bangunan gedung. Disimpulkan bahwa sistem manajemen bangunan gedung terdiri dari : 1. Pemeriksaan dan pemeliharaan

pemeriksaan dan pemeliharaan sistem pencegahan kebakaran merupakan kegiatan yang wajib dilakukan guna menjamin keberlangsungan sistem proteksi yang ada agar berfungsi dengan baik/dalam kondisi andal, yang dilakukan secara berkala dan harus didokumentasikan untuk kepentingan tindak lanjut, serta audit berkala sistem pencegahan kebakaran yang ada.

2. Pembinaan dan Pelatihan

pegawai yang berkepentingan terhadap pencegahan kebakaran harus mendapatkan pelatihan, untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam usaha pencegahan, penanggulangan dan evakuasi penghuni/pemakai gedung. Pada saat terjadi kebakaran, mereka harus mampu memberikan instruksi bagaimana menghidupkan alarm tanda bahaya, bila menemukan kebakaran, serta memberi peringatan kebakaran kepada penghuni. Begitu pula terhadap penggunaan peralatan pemadam api, yang harus mampu dipraktekkan.

3. Rencana keadaan darurat/Fire emergency plan (FEP)

(35)

Dengan adanya FEP upaya ataupun tindakan pencegahan kebakaran dapat dilaksanakan secara terpadu, efektif dan efisien. Setiap personil penghuni gedung baik staf dari manajemen gedung maupun penyewa terutama personil tim keadaan darurat harus memahami FEP dan menerapkan saat menghadapi kebakaran sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya.

4. Pekerjaan kerumahtanggaan (Fire safe housekeeping)

Setiap kegiatan/pekerjaan fisik yang berlangsung pada bangunan gedung harus memenuhi ketentuan atau standar keamanan terhadap bahaya kebakaran, khusus untuk pekerjaan yang bisa menimbulkan panas tinggi, loncatan api dan sebagainya (hot works) seperti pekerjaan mengelas, mematri atau menggunakan karbit yang dilakukan didalam bangunan atau sekitar bangunan harus memenuhi persyaratan keamanan terhadap kebakaran. Penyusunan brosur, leaflet dan poster mengenai fire safety diperlukan untuk meningkatkan safety awarness, pengetahuan dan pemahaman prosedur dan kesiapsiagaan menghadapi keadaan darurat.

Sedangkan fungsi manajemen pencegahan kebakaran menurut laporan akhir Puslitbang PU, (2005), adalah :

a. Merencanakan dan mengorganisir kegiatan-kegiatan pengamanan terhadap bahaya kebakaran dalam bangunan.

b. Melakukan review dan evaluasi terhadap kegiatan-kegiatan pengamanan terhadap kebakaran yang telah dilakukan.

c. Membina komunikasi dan hubungan baik dengan instansi terkait bahaya kebakaran.

d. Meningkatkan kinerja sumber daya manusia, sarana dan proteksi kebakaran, sistem dan metode yang diterapkan.

e. Membina kesadaran dan kesiagaan penghuni dan pemakai gedung secara terus menerus terhadap bahaya kebakaran.

Berdasarkan Kepmen PU Nomor : 11/KPTS/2000 standar manajemen pencegahan kebakaran pada bangunan dan lingkungan terdiri dari :

(36)

c. Penanggulangan kebakaran pada bangunan gedung termasuk ketentuan mengenai satuan relawan kebakaran, serta pembinaan dan pengendaliannya

Pada tingkat yang paling bawah, penanggulangan kebakaran dimulai pada bangunan gedung, sebagai unit terkecil dari lingkungan dan perkembangan kota. Jika setiap unit bangunan mempunyai manajemen yang baik pada pencegahan kebakaran, maka manajemen lingkungan juga dalam kondisi siap, begitu juga manajemen perkotaan akan memberikan jaminan keselamatan yang lebih baik kepada warganya.

2.2.5. Pemeriksaan Pencegahan Kebakaran pada Bangunan

Pemeriksaan dan pemeliharaan sarana dan peralatan proteksi kebakaran baik aktif maupun pasif harus dilakukan secara sistematik dan berkala serta mengikuti ketentuan dan standar yang berlaku. Hasil pemeriksaan berkala sarana dan peralatan menentukan diperolehnya sertifikat layak pakai untuk jangka waktu tertentu. (Tundono, 2008). Sistem pemeriksaan keandalan bangunan dalam pencegahan kebakaran pernah dilakukan oleh Puslitbang PU dalam Mekanisme Sertifikasi dan Labelisasi Keandalan Bangunan Gedung Terhadap Bahaya Kebakaran. Tujuan dari penelitian tersebut adalah menyediakan konsep mekanisme sertifikasi dan labelisasi dalam rangka evaluasi fungsi sebagaimana diatur dalam UUBG. Tinjauan tersebut berdasarkan pada parameter pokok sistem keselamatan bangunan (KSKB) yang dianalisa menurut SK Kepmeneg PU No : 10/KPTS/2000 dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Sistem Pencegahan Kebakaran pada Bangunan Gedung

Sumber : SK Kepmeneg PU No : 10/KPTS/2000

No No

I Kelengkapan Tapak IV Sistem Proteksi Aktif

1 Sumber Air 1 Deteksi dan alarm 2 Jalan lingkungan 2 Siamens connection 3 Jarak antar bangunan 3 Pemadam api ringan 4 Hidran halaman 4 Hidran gedung

II Sarana Penyelamatan 5 Sprinkler

1 Jalan Keluar Bangunan 6 Sistem pemadam luapan 2 Konstruksi jalan keluar 7 Pengendalian asap 3 Landasan helikopter 8 Deteksi asap

III Sistem Proteksi Pasif 9 Pembuangan asap

1 Ketahanan api struktur bangunan 10 Lift kebakaran 2 Kompartemenisasi ruang 11 Cahaya darurat 3 perlindungan bukaan 12 Listrik darurat

13 Ruang pengendali operasi

(37)

Hasil sistem pencegahan kebakaran pada kelengkapan tapak, sarana penyelamatan, sistem proteksi pasif dan sistem proteksi aktif, dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel. 2. 4 Hasil pembobotan dalam pencegahan kebakaran

Sumber “ Mekanisme Sertifikasi dan Labelisasi Keandalan Bangunan Gedung terhadap Bahaya Kebakaran” 2004.

Jumlah Bobot R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R28 R29 R30 Skore KSKB

I Kelengkapan Tapak

1 Sumber Air 5 5 4 4 5 5 5 6 6 4 3 6 4 5 5 3 5 5 5 4 6 4 6 5 4 4 6 6 5 5 145 27 2 Jalan lingkungan 4 5 6 4 4 4 3 4 5 5 4 5 4 5 5 5 4 5 5 3 4 6 4 3 6 5 5 4 4 4 134 25 3 Jarak antar bangunan 3 3 3 5 4 4 4 4 3 5 6 6 3 5 4 4 5 5 4 6 5 3 5 6 4 4 3 3 4 4 127 23 4 Hidran halaman 6 5 5 4 5 4 5 4 5 3 5 5 3 5 5 4 4 5 4 5 3 5 3 4 4 5 6 5 5 5 136 25 Total 542 100

Jumlah Bobot R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R28 R29 R30 Skore KSKB

II Sarana Penyelamatan

1 Jalan Keluar Bangunan 4 4 3 4 3 4 3 4 2 4 4 4 3 4 3 3 2 4 3 4 3 3 4 4 3 4 4 3 4 3 104 38 2 Konstruksi jalan keluar 3 4 4 3 4 3 3 3 3 3 3 2 3 4 4 3 4 3 3 3 4 3 3 2 4 3 3 3 3 3 96 35 3 Landasan helikopter 2 3 3 2 3 2 3 3 4 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 4 2 3 2 2 2 2 2 2 72 26 Total 272 100

Jumlah Bobot R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R28 R29 R30 Skore KSKB

III Sistem Proteksi Pasif

1 Ketah. api struktur bangunan 2 4 4 4 3 3 4 4 4 4 3 5 3 4 3 4 3 4 2 4 4 4 2 3 4 2 2 3 2 3 100 36 2 Kompartemenisasi ruang 4 2 2 3 2 2 3 3 4 2 3 6 3 3 2 2 3 3 4 3 3 3 4 2 3 4 3 2 2 3 88 32 3 perlindungan bukaan 3 2 3 3 3 4 2 2 4 2 3 4 3 3 4 3 4 2 2 2 2 2 3 4 2 3 4 4 2 3 87 32 Total 275 100

Jumlah Bobot R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R28 R29 R30 Skore KSKB

IV Sistem Proteksi Aktif

1 Deteksi dan alarm 19 15 16 21 18 15 15 21 18 18 21 15 20 15 16 16 23 24 24 20 20 24 19 18 22 24 15 19 15 15 561 8 2 Siamens connection 13 14 11 22 21 13 22 13 18 18 25 19 20 15 17 17 21 17 17 15 20 12 18 15 16 20 17 17 17 11 511 8 3 Pemadam api ringan 24 15 15 14 19 23 14 15 19 18 18 18 22 19 18 19 12 14 14 24 21 21 22 21 18 22 18 18 18 12 545 8 4 Hidran gedung 23 13 15 14 19 22 14 23 16 19 19 17 23 17 19 22 12 15 15 23 19 20 20 19 17 23 19 19 19 12 547 8 5 Sprinkler 17 24 12 13 19 12 22 24 15 18 18 16 20 15 16 23 14 23 23 24 20 22 23 17 21 21 23 20 23 12 570 8 6 Sistem pemadam luapan 12 14 12 23 17 22 15 12 19 19 19 15 19 14 15 12 15 18 18 13 24 16 16 17 15 19 15 16 15 12 488 7 7 Pengendalian asap 14 17 13 15 19 18 16 15 17 17 20 18 18 14 18 24 17 17 16 17 22 15 18 20 17 18 17 17 17 13 514 8 8 Deteksi asap 16 16 16 21 18 18 22 24 20 19 15 16 17 15 17 18 22 17 22 20 20 22 17 18 21 17 17 18 17 15 551 8 9 Pembuangan asap 16 19 13 17 19 18 21 16 17 17 23 18 16 15 17 18 20 12 12 18 20 14 17 18 16 16 16 17 16 12 504 7 10 Lift kebakaran 12 20 12 20 19 18 17 18 15 20 14 18 17 20 19 21 21 12 12 12 26 17 23 18 13 15 12 18 12 12 503 7 11 Cahaya darurat 12 21 15 19 17 16 19 23 17 15 15 19 15 19 14 20 23 12 12 12 22 19 14 18 18 14 19 17 19 12 507 7 12 Listrik darurat 12 22 15 20 16 15 18 23 15 22 22 17 14 19 12 18 23 15 15 12 19 16 15 19 21 13 15 16 15 12 506 7 13 Ruang pengendali operasi 24 23 14 17 13 16 18 23 17 16 20 19 12 14 16 20 22 12 12 12 23 14 12 18 18 12 12 16 12 12 489 7 Total 6796 100

Sistem Pencegahan Kebakaran

Jumlah Bobot R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 R11 R12 R13 R14 R15 R16 R17 R18 R19 R20 R21 R22 R23 R24 R25 R26 R27 R28 R29 R30 Skore KSKB 1 Kelengkapan Tapak 5 4 3 5 5 4 3 5 5 3 5 6 6 6 4 5 4 3 3 5 4 5 5 6 4 6 4 5 5 3 136 25 2 Sarana Penyelamatan 4 4 5 4 5 4 5 6 5 6 6 3 5 5 5 4 4 5 4 5 3 5 4 4 3 5 6 5 4 5 138 25 3 sistem Proteksi aktif 3 5 6 6 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 5 6 5 5 4 6 5 3 5 6 3 5 6 6 5 142 26 4 sistem Proteksi Pasif 5 6 3 3 4 6 6 5 3 4 6 5 3 3 4 4 5 3 4 4 5 5 6 3 4 4 3 3 3 5 127 23 Total 543 100

Parameter KSKB

No Parameter KSKB Hasil Jajak Pendapat yang dilakukan Puskim

Hasil Jajak Pendapat yang dilakukan Puskim

No Parameter KSKB Hasil Jajak Pendapat yang dilakukan Puskim

No

No Parameter KSKB Hasil Jajak Pendapat yang dilakukan Puskim

(38)

Rekapitulasi pembobotan sistem pencegahan kebakaran dapat dilihat pada Tabel 2.5 Tabel 2.5 Rekapitulasi Pembobotan sistem pencegahan kebakaran

Sumber “ Mekanisme Sertifikasi dan Labelisasi Keandalan Bangunan Gedung terhadap Bahaya Kebakaran” 2004.

No BOBOT TOTAL

I Kelengkapan Tapak 25

1 Sumber Air 27

2 Jalan lingkungan 25

3 Jarak antar bangunan 23

4 Hidran halaman 25

II Sarana Penyelamatan 25

1 Jalan Keluar Bangunan 38

2 Konstruksi jalan keluar 35

3 Landasan helikopter 27

III Sistem Proteksi Pasif 26

1 Ketahanan api struktur bangunan 36

2 Kompartemenisasi ruang 32

3 perlindungan bukaan 32

IV Sistem Proteksi Aktif 24

1 Deteksi dan alarm 8

2 Siamens connection 8

3 Pemadam api ringan 8

4 Hidran gedung 8

5 Sprinkler 8

6 Sistem pemadam luapan 7

7 Pengendalian asap 8

8 Deteksi asap 8

9 Pembuangan asap 7

10 Lift kebakaran 7

11 Cahaya darurat 8

12 Listrik darurat 8

13 Ruang pengendali operasi 7

(39)
[image:39.595.92.521.163.483.2]

Perbedaan dan persamaan sistem pemeriksaan antara Puslitbang PU dengan peneliti dapat dilihat pada Tabel 2.6

Tabel 2.6 Perbedaan Pemeriksaan pencegahan kebakaran Puslitbang PU dan peneliti

No Uraian Puslibang PU Peneliti

1

2

3

4

5

§Dasar pencegahan kebakaran

§Sistem Proteksi Kebakaran

§Pembobotan Sub sistem

§Penilaian

§Batasan Penilaian

§Kepmen PU No:10/KPTS/2002

§Kepmen PU No:11/KPTS/2002

§Kelengkapan Tapak, Sarana Penyelamatan, Sistem Proteksi Pasif dan Aktif level pertama

§Pada keempat sistem. Level pertama

§Pada Level kedua

§Belum ada batasan yang pasti dalam menentukan tingkat keandalan

§Kepmen PU No:10/KPTS/2002

§Kepmen PU No:11/KPTS/2002

§Kelengkapan Tapak, Sarana Penyelamatan, Sistem Proteksi Pasi fdan Aktif serta manajemen level pertama

§Hanya pada sistem manajemen pencegahan kebakaran

§Pada Level ketiga

§Pada Level terbawah harus memberikan penilaian untuk memberikan penilaian yang pasti.

2.2.6.

Penilaian Sistem Pencegahan Kebakaran pada Bangunan

Keselamatan bangunan merupakan kriteria yang harus dipenuhi oleh sebuah bangunan karena selain berpengaruh terhadap keamanan bangunan itu sendiri juga menyangkut jiwa pengguna bangunan dan lingkungannya. Keandalan bangunan dalam pencegahan kebakaran tersebut memiliki hirarki berdasarkan tingkat pengaruhnya terhadap kelangsungan dan kualitas bangunan beserta kemampuannya dalam memberi pencegahan kebakaran bagi penggunanya.

Untuk melakukan penentuan skala prioritas pada sistem pencegahan kebakaran maka dibuat skoring berdasarkan tujuan dari tindakan terhadap keamanan dan keselamatan (Frick dkk,2008,161) dibagi menjadi tiga yaitu :

1. Pencegahan kebakaran dengan mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran 2. Pembatasan kebakaran dengan mengurangi luas kebakaran

3. Pemadam kebakaran dengan mengamankan manusia, binatang maupun gedung/barang dari bahaya kebakaran.

(40)

sistem proteksi aktif dan manajemen pencegahan kebakaran didasarkan pada ketiga aspek tersebut diatas.

2.2.7. Perhitungan Pembobotan Sistem Pencegahan Kebakaran pada Bangunan

Perhitungan pembobotan didapat dengan melakukan penilaian sistem pencegahan kebakaran terhadap yang telah ditentukan. Bobot total didapat dengan menjumlahkan hasil penilaian terhadap semua kriteria yang ada. seperti terlihat pada Gambar 2.6

Gambar 2.6 Bagan Perbandingan Kriteria pada sistem pencegahan kebakaran

Persamaan yang digunakan untuk menghitung bobot masing-masing sistem pencegahan kebakaran mengacu kepada metode yang dikembangkan oleh Sibali (2009), yaitu :

BT = nK1 + nK2 + nK3 +………+nn*Kn (2.1)

Atau dapat dituliskan : BT = ∑Ίw (஦2.) (2.2)

dengan : BT = Bobot Total Sistem Pencegahan kebakaran pada bangunan nKn = Bobot Kriteria ke n,

n = Banyaknya Kriteria.

2.2.8. Metode Analytical Hierarchy Proccess (AHP)

Untuk membantu pengambilan keputusan dalam pembobotan sistem pencegahan kebakaran dan pada sub sistem manajemen pencegahan kebakaran, menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) yang merupakan salah satu metode untuk menginterpretasikan data-data kualitatif ke data kuantitatif, tidak bias, dan lebih objektif. AHP dianggap sebagai metode yang tepat untuk menentukan suatu pilihan dari berbagai

Bobot Sistem Pencegahan Kebakaran

pada Bangunan

Kriteria 1 (Bobot = n1)

Kriteria 2 (Bobot = n2)

[image:40.595.98.515.238.529.2]
(41)

kriteria. Metoda ini digunakan untuk mendapatkan skala perbandingan atau pembobotan dengan perbandingan pasangan yang diskret maupun kontinyu. AHP memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran dan ketergantungan di dalam dan di antara kelompok elemen struktur (Saaty, 1991).

Model pengambilan keputusan dengan metoda AHP pada prinsipnya menutupi semua kekurangan dari model-model sebelumnya. Kelebihan AHP dibandingkan dengan yang lainnya :

1. Memiliki hirarki struktur, dar hirarki yang dipilih, sampai pada subkriteria yang paling bawah.

2. Validitas dihitung sampai dengan toleransi inkonsistensi.

3. Memperhitungkan ketahanan analisis sensitivitas pengambilan keputusan.

AHP mempunyai kemampuan untuk memecah masalah yang multiobjektif dan multikreteria yang berdasar pada perbandingan preferensi dari setiap elemen dalam hirarki. Langkah dalam AHP sebagai berikut :

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi.

2. Membuat struktur hirarki, dilanjutkan dengan sub kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif.

3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan konstribusi relative atau pengaruh setiap elemen terhadap tiap-tiap tujuan berdasarkan “ judgement “ dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan dengan elemen yang lainnya.

4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgement seluruhnya sebanyak : n x ((n-1)/2) buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang diperbandingkan.

(42)
[image:42.595.104.513.97.700.2]

level 1 Tujuan level 2 Kriteria level 3 Alternatif`

Gambar 2.7 Struktur Hirarki dalam Metode AHP

Saaty, (1980) telah menetapkan suatu skala untuk penilaian, penilaian dengan angka dari 1 sampai dengan 9 untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen terhadap elemen lain, sebagaimana dalam Tabel 2.7 :

Tabel 2.7 Nilai Perbandingan Tingkat Kepentingan Elemen Intensitas

Kepentingan Keterangan Penjumlahan

1 Kedua elemen sama penting Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan

3

Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya

Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan elemen yang lainnya

5

Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lainnya

Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan elemen yang lainnya.

7

Satu elemen lebih mutlak penting daripada elemen yang lainnya

Satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam praktek

9

Satu elemen mutlak penting daripada elemen yang lainnya

Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan

2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan

Nilai ini diberikan bila ada kompromi diantara dua nilai pilihan

Kebalikan Jika untuk satu aktivitas I mendapat satu angka dibanding dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya dibanding dengan i

Sumber : (Saaty, 1980)

(43)

2.2.8.1 Perhitungan Bobot Elemen

Perhitungan bobot elemen pada metode AHP menggunakan matriks perbandingan berpasangan, Perbandingan berpasangan dilakukan dari hirarki yang paling tinggi, dimana kriteria digunakan sebagai dasar pembuatan perbandingan. Misalkan, dalam suatu tujuan utama terdapat kriteria A1, A2,………….,An, maka hasil

[image:43.595.120.517.243.487.2]

perbandingan secara berpasangan akan membentuk matriks seperti dibawah ini:

Gambar 2.8 Matriks perbandingan Preferensi

Matriks An x n merupakan matriks respirokal, dan diasumsikan terdapat n elemen, yaitu w1,w2, ………, wn yang akan dinilai secara perbandingan. Nilai

perbandingan secara berpasangan antara (w1,w2) dapat dipresentasikan seperti

matriks tersebut.

(Ůw)

(Ů ) = a ( i,j ) ; i.j = 1,2,……..n. (2.3)

Unsur-unsur matriks tersebut diperoleh dengan membandingkan satu elemen operasi terhadap elemen operasi lainnya untuk satu tingkat hirarki yang sama. Sehingga bisa didapat a11 adalah perbandingan kepentingan elemen operasi A1

dengan A1 sendiri, sedangkan a12 adalah perbandingan kepentingan elemen

operasi A1 dengan A2 dan besarnya a21 adalah 1/ a12 , yang menyatakan tingkat

intensitas kepentingan elemen operasi A2 terhadap elemen operasi A1.

A1 A2 A …. An

A1 a11 a12 ……. a1n

A2 a21 a22 ……. a2n

……. ……. ……. ……. …….

(44)

2.2.8.2 Pembobotan Kriteria

Untuk mendapatkan bobot dari masing-masing kriteria yaitu dengan menentukan nilai eigen (eigenvector). Langkah untuk mendapatkan bobot kriteria sebagai berikut :

1. Melakukan perkalian elemen-elemen dalam satu baris dan diakar pangkat n seperti dalam persamaan dibawah ini :

Wi = Φ√a11 x a12 x … … a1n (2.4)

2. Menghitung vektor prioritas atau vektor eigen (eigenvector) ż.= Ůw

∑ Ůw (2.5)

Hasil yang didapat berupa vector eigen sebagai bobot elemen

3. Menghitung nilai eigen maksimum ( λmaks ), dengan cara mengkalikan matriks

resiprokal dengan bobot yang didapat, hasil dari penjumlahan operasi matriks

adalah nilai eigen maksimum ( λmaks ).

λmaks = ∑ aij * Xi (2.6)

dengan : λmaks = eigenvalue maksimum

aij = nilai matriks perbandingan berpasangan

Xi = vector eigen ( bobot ) 4. Perhitungan Indeks Konsitensi

Perhitungan ini dimaksudkan untuk mengetahui konsistensi jawaban yang akan berpengaruh kepada kesahihan hasil. Matriks bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secara berpasangan harus mempunyai hubungan cardinal dan ordinal, sebagai berikut :

Hubungan Kardinal : aij * ajk = aik

Hubungan Ordinal : Ai>Aj dan Aj>Ak, maka Ai>Ak

Rumusan untuk menghitung Indeks Konsistensi (Consistention Index) adalah sebagai berikut :

A= λ̵aks –

( ) (2.7)

(45)

Untuk mengetahui apakah CI dengan besaran tertentu cukup baik atau tidak, perlu diketahui rasio yang cukup baik, yaitu apabila CR < 0,1

[image:45.595.94.516.244.494.2]

Berdasarkan perhitungan Saaty dengan menggunakan 500 sampel, jika penilaian numerik dilakukan secara acak dari skala 1/9,1/8,….1,2….9 akan diperoleh rata-rata konsistensi untuk matriks dengan ukuran berbeda, sebagai mana pada Tabel 2.8 :

Tabel 2.8 Nilai Random Indeks (Saaty, 1980)

Perbandingan antara CI dan RI untuk suatu matriks didefinisikan sebagai rasio konsistensi ( Consistention Ratio/CR ).

= (2.8)

Dalam perhitungan model AHP, matriks perbandingan dapat diterima jika Nilai Rasio Konsistensi ≤ 0,1. Apabila nilai Nilai Rasio Konsistensi ≥ 0,1 maka penilaian perbandingan harus dilakukan kembali. Dalam penilaian sistem pencegahan kebakaran metode yang digunakan adalah metode AHP.

2.2.9. Sistem Pengambilan Keputusan

Sistem Pakar merupakan langkah untuk mengambil keputusan seperti keputusan yang diambil oleh seorang pakar, dimana Sistem Pakar menggunakan pengetahuan (knowledge), fakta dan teknik penalaran dalam memecahkan masalah, yang biasanya hanya dapat diselesaikan oleh seorang pakar dalam satu bidang keahlian tertentu. Sistem pakar juga memiliki beberapa

Gambar

Gambar 2.4. Sarana penyelamatan pada bangunan Sumber : Dokumentasi Pribadi
Tabel 2.1.
Gambar 2.5. Beberapa contoh sistem proteksi aktif pada bangunan gedung Sumber : Dokumentasi Pribadi
Tabel 2.6 Perbedaan Pemeriksaan pencegahan kebakaran Puslitbang PU dan peneliti No Uraian Puslibang PU Peneliti
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gambaran latar belakang di atas dengan ini terdapat beberapa masalah yang dapat diangkat pada penelitian ini yaitu bagaimana analisis keandalan sistem keselamatan

Sedangkan sistem proteksi aktif , masih dari sumber yang sama (Egan,1979) merupakan sistem perlindungan terhadap kebakaran melalui sarana aktif yang terdapat pada

Sistem proteksi kebakaran pada bangunan dan lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan

Sedangkan sistem proteksi aktif , masih dari sumber yang sama (Egan,1979) merupakan sistem perlindungan terhadap kebakaran melalui sarana aktif yang terdapat pada

Jamil Padang memiliki Nilai Keandalan Sistem Keselamatan Bangunan (NKSKB) &gt; 80 yaitu 82,17 dengan kondisi fisik komponen keselamatan kebakaran yang dinilai baik berdasarkan

Bardasarkan hasil penilaian yang dilakukan dengan menggunakan Pedoman pemeriksaan keselamatan kebakaran bangunan gedung (Pd-T-11- 2005-C) untuk sistem proteksi aktif

Berikut ini akan dibahas hasil penelitian mengenai sistem proteksi kebakaran pada gedung utama kantor Bupati Indragiri Hilir, yang meliputi empat komponen yaitu :