• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Fisik Studi Pada Kantor Kepala Desa Palding Jaya Sumbul Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Fisik Studi Pada Kantor Kepala Desa Palding Jaya Sumbul Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi)"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN KEPEMIMPINAN KEPALA DESA DALAM

MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT

DALAM PEMBANGUNAN FISIK

(Studi Pada Kantor Kepala Desa Palding Jaya Sumbul Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

OLEH :

HERAWATI GINTING

120921011

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala berkat dan rahmatnya yang melimpah penulis dapat menyelesaikan penelitian ini tepat pada waktunya.

Hasil yang diperoleh dari penulisan buku ini bukan merupakan hal yang baru, namun diharapkan dapat dijadikan sebagai suatu sumbangan pemikiran bagi pemerintah Desa Palding Jaya Sumbul dan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki dalam penulisan skripsi ini, untuk itu berbagai saran dan kritik sangat penulis harapkan untuk perbaikan skripsi ini. Penulis juga menyadari bahwa banyak pihak yang telah berperan dan membantu penulis dalam melakukan penelitian ini. Untuk itu, dengan segala hormat dan kerendahan hati, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis selama proses penyelesaian skripsi ini yaitu:

1. Bapak Prof.Dr. Badarudin,M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

(3)

3. Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara.

4. Bapak M.Arifin Nasution, S.Sos., M. SP selaku dosen penguji yang telah bersedia memberikan saran dan kritikan kepada penulis demi penyempurnaan skripsi ini.

5. Ibu Mega dan Ibu Dian yang telah banyak membantu penulis dalam pengurusan surat menyurat dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Kepala Desa Palding Jaya Sumbul beserta perangkat desa lainnya yang telah banyak memberikan bantuan informasi, moril maupun bimbingan kepada penulis untuk dapat melaksanakan kegiatan penelitian di Desa Palding Jaya Sumbul.

7. Kepada Masyarakat Desa Palding Jaya Sumbul yang telah bersedia menyediakan waktu luang dan telah memberikan informasi yang sangat berguna bagi penulisan skripsi ini.

8. Buat Ibunda tercinta yang telah memberikan semangat dan doa kepada penulis.

9. Teristimewa buat suami tercinta Gunawan Barus yang telah memberikan dukungan, motivasi, pikiran, waktu dan perhatian yang sangat bermanfaat bagi penulis sebagai penyemangat buat penulis untuk penyelesaian skripsi ini

(4)

11.Buat adik-adikku tersayang Holen dan Nova yang telah bersedia menemani dan membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini telah dilakukan semaksimal mungkin namun seperti kata pepatah tak ada gading yang tak retak demikian pula halnya dengan skripsi ini tentu ada kelebihan dan kelemahan. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka penulis menerima saran-saran yang membangun dari pembaca sekalian.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan Juni 2014

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI ... i

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Pembatasan Masalah ... 8

1.4 Tujuan Penelitian ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

1.6 Kerangka Teori ... 9

1.6.1 Peranan ... 10

1.6.1.1 Pengertian Peranan ... 10

1.6.1.2 Fungsi Peranan ... 10

1.6.1.3 Jenis-Jenis Peranan ... 11

1.6.2 Kepemimpinan ... 12

1.6.2.1 Pengertian Kepemimpinan ... 12

1.6.2.2 Tipe-Tipe Gaya Kepemimpinan ... 13

1.6.3 Kepemimpinan Kepala Desa ... 15

1.6.3.1 Tugas Kepala Desa ... 17

1.6.3.2 Wewenang Kepala Desa ... 17

(6)

1.6.4 Defenisi Partisipasi ... 19

1.6.4.1 Prinsip Partisipasi ... 21

1.6.4.2 Bentuk-Bentuk Partisipasi ... 23

1.6.4.3 Proses Partisipasi ... 29

1.6.4.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat ... 32

1.6.5 Pembangunan ... 34

1.6.5.1 Pembangunan Fisik Desa ... 36

1.6.5.2 Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Fisik Desa ... 37

1.7 Defenisi Konsep ... 41

1.8 Sistematika Penulisan ... 42

BAB II METODE PENELITIAN ... 44

2.1 Bentuk Penelitian ... 44

2.2 Lokasi Penelitian ... 44

2.3 Informan Penelitian ... 45

2.4 Teknik Pengumpulan Data ... 46

2.5 Teknik Analisa Data ... 47

BAB III DESKRIPSI LOKASI ... 48

(7)

3.1.1 Sejarah Singkat Desa Palding Jaya Sumbul ... 48

3.1.2 Struktur Organisasi Desa Palding Jaya Sumbul ... 48

3.1.3 Kondisi Geografis ... 49

3.1.4 Kondisi Demografi ... 51

3.1.5 Potensi Desa ... 54

3.1.6 Sarana Dan Prasarana ... 55

3.1.7 Pemerintahan Desa Palding Jaya Sumbul ... 58

3.1.8 Visi Misi Desa Palding Jaya Sumbul ... 58

BAB IV PENYAJIAN DATA ... 60

4.1 Identitas Infoman ... 60

4.1.1 Identitas Informan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 60

4.1.2 Identitas Informan Berdasarkan Usia ... 60

4.1.3 Identitas Informan Berdasarkan Jenjang Pendidikan ... 61

4.2 Temuan di Lapangan ... 62

4.2.1 Bentuk Peranan Kepemimpinan ... 62

4.2.2 Bentuk Partisipasi masyarakat ... 65

4.2.3 Bentuk Pembangunan Fisik ... 66

4.2.4 Bentuk Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Fisik ... 67

4.3 Analisa Data ... 68

4.3.1 Peranan Kepemimpinan Kepala Desa ... 68

4.3.2 Bentuk Partisipasi Masyarakat ... 69

4.3.3 Bentuk Pembangunan Fisik ... 70

(8)

BAB V PENUTUP...73

5.1. Kesimpulan...73

5.2. Saran...73

(9)

DAFTAR TABEL

3.1 Luas Wilayah Menurut Dusun Di Desa Palding Jaya Sumbul ... 49

3.2 Luas Lahan Dan Peruntukannya ... 50

3.3 Status Kepemilikan Lahan Di Desa Palding Jaya Sumbul... 50

3.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 51

3.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama ... 52

3.6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Lapangan Pekerjaan ... 52

3.7 Jumlah Penduduk Berdasarkan Suku ... 53

3.8 Jenis Bangunan Rumah ... 55

3.9 Sekolah ... 56

3.10 Tempat Ibadah ... 56

3.11 Sarana Kesehatan ... 57

3.12 Kondisi Jalan Dan Jembatan Di Desa Palding Jaya Sumbul ... 57

4.1 Identitas Informan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 60

4.2 Identitas Informan Berdasarkan Usia ... 61

(10)

DAFTAR GAMBAR

(11)

ABSTRAK

Peranan Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Fisik

(studi Pada Kantor Kepala Desa Palding Jaya Sumbul Kecamatan Tigalingga

Kabupaten Dairi)

Oleh : Herawati Ginting NIM : 120921011

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Pembimbing : Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si Penelitian ini dilakukan di kantor Kepala Desa Palding Jaya Sumbul kecamatan Tigalingga kabupaten Dairi. Desa Palding Jaya Sumbul terdiri dari empat dusun diantaranya Gunung Sayang sebagai dusun pertama, Kampung Baru sebagai dusun kedua, Sumbul Karo sebagai dusun ketiga, dan Sirongit sebagai dusun keempat.

Dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan fisik diperlukan peranan kepemimpinan yang sangat penting dari kepala desa. Kepemimpinan Kepala Desa sangat berpengaruh di dalam mewujudkan adanya partisipasi masyarakat di dalam pembangunan jalan usaha tani. Partisipasi masyarakat memiliki banyak bentuk, mulai dari yang berupa keikutsertaan langsung masyarakat dalam program pemerintahan maupun yang sifatnya tidak langsung, seperti berupa sumbangan dana, tenaga, pikiran, maupun pendapat dalam pembuatan kebijakan pemerintah. Dalam pembangunan jalan usaha tani di desa Palding Jaya Sumbul kepala desa dan perangkatnya langsung mendatangi ke rumah masyarakat untuk meminta persetujuan dalam hal pembebasan lahan yang tanahnya dibebaskan selebar enam meter untuk dijadikan jalan usaha tani.

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat sejauh mana peranan kepemimpinan kepala desa dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan fisik berupa jalan usaha tani di desa Palding Jaya Sumbul kecamatan Tigalingga kabupaten Dairi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui observasi, wawancara, studi dokumentasi dan studi kepustakaan. Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik analisa data deskriptif kualitatif yakni dengan menyajikan data yang diperoleh dari objek yang diteliti dan akhirnya menarik kesimpulan dari data yang diperoleh.

Dari hasil penyajian data dapat disimpulkan bahwa peranan kepemimpinan kepala desa dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan fisik di desa Palding Jaya Sumbul kecamatan Tigalingga kabupaten Dairi sudah berjalan dengan baik, namun masih dibutuhkan peningkatan peranan dari kepala desa agar partisipasi masyarakat lebih terlihat jelas dalam segala kegiatan yang dilakukan di desa Palding Jaya Sumbul. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan gaya kepemimpinan yang demokratis.

(12)

ABSTRAK

Peranan Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Fisik

(studi Pada Kantor Kepala Desa Palding Jaya Sumbul Kecamatan Tigalingga

Kabupaten Dairi)

Oleh : Herawati Ginting NIM : 120921011

Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Pembimbing : Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si Penelitian ini dilakukan di kantor Kepala Desa Palding Jaya Sumbul kecamatan Tigalingga kabupaten Dairi. Desa Palding Jaya Sumbul terdiri dari empat dusun diantaranya Gunung Sayang sebagai dusun pertama, Kampung Baru sebagai dusun kedua, Sumbul Karo sebagai dusun ketiga, dan Sirongit sebagai dusun keempat.

Dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan fisik diperlukan peranan kepemimpinan yang sangat penting dari kepala desa. Kepemimpinan Kepala Desa sangat berpengaruh di dalam mewujudkan adanya partisipasi masyarakat di dalam pembangunan jalan usaha tani. Partisipasi masyarakat memiliki banyak bentuk, mulai dari yang berupa keikutsertaan langsung masyarakat dalam program pemerintahan maupun yang sifatnya tidak langsung, seperti berupa sumbangan dana, tenaga, pikiran, maupun pendapat dalam pembuatan kebijakan pemerintah. Dalam pembangunan jalan usaha tani di desa Palding Jaya Sumbul kepala desa dan perangkatnya langsung mendatangi ke rumah masyarakat untuk meminta persetujuan dalam hal pembebasan lahan yang tanahnya dibebaskan selebar enam meter untuk dijadikan jalan usaha tani.

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat sejauh mana peranan kepemimpinan kepala desa dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan fisik berupa jalan usaha tani di desa Palding Jaya Sumbul kecamatan Tigalingga kabupaten Dairi. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui observasi, wawancara, studi dokumentasi dan studi kepustakaan. Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik analisa data deskriptif kualitatif yakni dengan menyajikan data yang diperoleh dari objek yang diteliti dan akhirnya menarik kesimpulan dari data yang diperoleh.

Dari hasil penyajian data dapat disimpulkan bahwa peranan kepemimpinan kepala desa dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan fisik di desa Palding Jaya Sumbul kecamatan Tigalingga kabupaten Dairi sudah berjalan dengan baik, namun masih dibutuhkan peningkatan peranan dari kepala desa agar partisipasi masyarakat lebih terlihat jelas dalam segala kegiatan yang dilakukan di desa Palding Jaya Sumbul. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan gaya kepemimpinan yang demokratis.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumber daya manusia dewasa ini menjadi titik perhatian bagi organisasi pemerintah maupun swasta. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, manusia sebagai unsur yang terpenting dalam organisasi, karena tanpa adanya manusia organisasi tidak akan bisa hidup, tumbuh dan berkembang. Kedua, dirasakan perlu pemberdayaan sumber daya manusia yang menjadikan kehidupan organisasi harus dikelola oleh manusia-manusia profesional yang cakap menjalankan tugas, fungsi dan wewenangnya agar mampu mengantisipasi semua perkembangan.

(14)

Sehingga melalui perilaku yang positif ia memberikan sumbangan yang nyata dalam pencapaian tujuan organisasi. Pemimpin adalah seorang dengan segala rangkaian kegiatannya berupa kemampuan untuk mempengaruhi dan mengarahkan serta menggerakkan orang lain atau pengikut-pengikutnya untuk diajak kerjasama dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Partisipasi dapat didefinisikan sebagai keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasaan seseorang didalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta tanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan.

Organisasi hanya akan berhasil mencapai tujuan dan berbagai sasarannya, apabila semua komponen organisasi berupaya menampilkan kerja yang optimal termasuk peningkatan partisipasi. Ada beberapa bentuk partisipasi yang dapat diberikan masyarakat dalam suatu program pembangunan, yaitu partisipasi uang, partisipasi harta benda, partisipasi tenaga, partisipasi keterampilan, partisipasi buah pikiran, partisipasi sosial, partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, dan partisipasi representatif.

(15)

Sehingga setiap warga desa berhak berbicara atas kepentingan sendiri sesuai kondisi sosial budaya yang hidup di lingkungan masyarakatnya.

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) 72/2005 telah disebutkan bahwa “Perencanaan pembangunan desa merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan daerah Kabupaten/Kota.” Ini dapat diartikan bahwa dalam penyususnan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) perlu mengacu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten/Kota. Demikian pula dalam penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDes) perlu mengacu Rencana Kerja Pembangunan daerah Kabupaten/ Kota. Pengaturan RPJMDes dan RKPDes tersebut dimaksudkan untuk menjamin terciptanya sinergi kebijakan dan sinkronisasi program dan kegiatan secara vertikal antara tingkat pemerintah desa dengan tingkat Kabupaten/ Kota.

(16)

Forum musyawarah itu dapat dimulai dari pertemuan-pertemuan warga masyarakat di tingkat Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), Kelompok-kelompok Kegiatan (misalnya: PKK, Desa Wisma, Karang Taruna, Kelompok Tani, Kelompok Siskamling, dan lain-lain).

Penyusunan RPJMDes harus berdasarkan data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Artinya, rencana pembangunan desa itu harus disusun berdasarkan kenyataan yang ada di desa, baik itu berupa masalah maupun potensi yang dimiliki desa. Dengan demikian, perencanaan pembangunan desa yang tersusun dapat sesuai dengan kebutuhan pembangunan, bukan sekedar daftar keinginan yang jauh dari kenyataan dan kemampuan desa (kemampuan pemerintah desa dan masyarakat) untuk mewujudkannya.

Dengan demikian, RPJMDes pada dasarnya merupakan perencanaan strategis (renstra) yang dilaksanakan di tingkat desa. Perencanaan strategis merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu tertentu (6 tahun) dengan memperhitungkan potensi, peluang dan kendala yang ada dan yang mungkin timbul.

(17)

Dalam RPJMDes sumber dana yang perlu diperhitungkan untuk membiayai pelaksanaan program pembangunan meliputi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) yang salah satunya sumber penerimaannya berasal dari Alokasi Dana Desa (ADD), swadaya masyarakat yaitu partisipasi warga masyarakat dalam bentuk barang/materi dan atau jasa (tenaga) yang dinilai dengan uang, Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten, Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Propinsi, Anggaran Pendapatan Dan Belanja Nasional (APBDN), dan Mitra (perusahaan atau lembaga/ organisasi lainnya).

Kepala desa sangat berperan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan dan aparat pemerintah desa bisa lebih benar-benar bekerja dengan baik demi pembangunan desa, dengan adanya evaluasi kerja untuk mengukur peranan kepemimpinan kepala desa di dalam meningkatkan partisipasi masyarakat. Keberhasilan pembangunan desa salah satunya dipengaruhi oleh peran kepala desa,dengan demikian maka perannya kepala desa menjadi penting yang sangat diperlukan dalam proses pembangunan desa guna untuk memperlancar pembangunan serta meningkatkan kesadaran masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan desa.

(18)

pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu dalam mengisi peran kepala desa dalam meningkatkan pembangunan desa.

Pembangunan desa merupakan suatu proses yang berlangsung di desa dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang mencakup segala aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat. Pembangunan desa terus dipacu untuk menuju modernitas yang diharapkan dengan maksud mengimbangi serta mensejajarkan laju pembangunan di perkotaan. Pembangunan akan berjalan dengan baik apabila terjadi kerja sama yang harmonis antara pemerintah dengan warga masyarakat, yang menjadi prioritas dalam pembangunan adalah usaha usaha untuk mencapai perbaikan ekonomi dan cara berpikir masyarakat yang tidak terbatas pada golongan elit saja melainkan secara menyeluruh dan merata sampai lapisan masyarakat lapisan terbawah.

Dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perdesaan khususnya di bidang perekonomian, maka dibutuhkan sarana dan prasarana sebagai pendukung di lingkungan masyarakat desa berupa sarana umum seperti jalan desa yang memenuhi standar di lingkungan desa. Letak geografis desa strategis dan kandungan potensi desa yang baik, banyak menghasilkan berbagai peningkatan produktifitas di bidang pertanian. Akan tetapi masih ada beberapa kelemahan dalam infrastruktur desa.

(19)

yang diharapkan dapat mendukung subsistem usaha tani, subsistem pengolahan dan subsistem pemasaran hasil pertanian (tanaman pangan, holtikultura perkebunan dan peternakan).

Pada saat ini banyak lokasi lahan pertanian belum mempunyai/ terdapat jalan usaha tani yang memadai sehingga dapat menghambat masyarakat tani dalam berusaha dilahannya.

Didalam Undang Undang No. 38 Tahun 2004 tentang jalan terdapat Klosul jalan khususnya yaitu jalan yang pembangunan dan pembinaannya merupakan tanggung jawab departemen terkait. Sehubungan dengan itu jalan usaha tani di kategorikan jalan khusus sehingga pembinaannya menjadi tanggung jawab Departemen Pertanian.

Tujuan kegiatan pengembangan jalan usaha tani adalah :

a. Mempercepat transportasi sarana usaha tani dan alat mesin pertanian dari kawasan permukiman (dusun dan desa) ke lahan usaha tani.

b. Mempercepat pengangkutan produk pertanian dari lahan usaha menuju sentra pemukiman, pemasaran dan pengolahan hasil pertanian.

c. Mengurangi biaya/ ongkos transportasi sebagai komponen biaya usaha tani.

(20)

Berdasarkan penjelasan di atas penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Peranan Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Fisik (Studi

Pada Kantor Kepala Desa Palding Jaya Sumbul Kecamatan Tigalingga

Kabupaten Dairi)”

1.2 Rumusan Masalah

Untuk dapat memudahkan penelitian ini nantinya, dan agar penelitian ini memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalam penulisan skripsi, maka terlebih dahulu di rumuskan masalahnya.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Peranan Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan fisik? ”.

1.3 Pembatasan Masalah

(21)

1.4Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui peranan kepemimpinan kepala desa untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan fisik pada Desa Palding Jaya Sumbul Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagi penulis, berguna untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan

berfikir melalui penulisan karya ilmiah serta melatih penulis menerangkan teori-teori yang telah didapat selama perkuliahan.

b. Bagi pihak fakultas diharapkan menjadi bahan referensi ataupun bahan pembanding bagi mahasiswa lainnya.

c. Bagi kantor pemerintahan desa Palding Jaya Sumbul Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi, sebagai bahan masukan khususnya tentang pembangunan jalan lahan usaha tani.

d. Bagi peneliti lain, sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.

1.6Kerangka Teori

(22)

Menurut Singarimbun (1989:37) teori diartikan sebagai “Serangkaian konsep, defenisi, proposisi, yang saling berkaitan dan tujuan memberikan gambaran yang sistematis tentang suatu fenomena.”

Mengacu pendapat di atas, maka dalam hal ini penulis mengemukakan beberapa teori yang dapat dijadikan titik tolak atau landasan dalam penelitian ini.

1.6.1 Peranan

1.6.1.1 Pengertian Peranan

Peranan berasal dari kata peran, peran memiliki makna yaitu seperangkat tingkat diharapkan dan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Sedangkan peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989)

Menurut Soekanto (2009:212) “Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status).” Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan. Pembedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu. Keduanya tak dapat dipisah-pisahkan kerana yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya. Tak ada peranan tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peran.

1.6.1.2 Fungsi Peranan

Menurut Narwoko (2004:160) fungsi peranan adalah sebagai berikut: 1. Memberi arah pada proses sosialisasi

(23)

4. Menghidupkan sistem pengendali dan kontrol sehingga dapat melestarikan kehidupan masyarakat.

1.6.1.3 Jenis-Jenis Peranan

Berdasarkan pelaksanaannya peranan sosial dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Peranan yang diharapkan yaitu cara ideal dalam pelaksanan menurut penilaian masyarakat. Masyarakat menghendaki peranan yang diharapkan dilaksanakan secermat-cermatnya dan peranan ini tidak dapat ditawarkan dan harus dilaksanakan seperti yang ditentukan. Peranan jenis ini antara lain peranan hakim, peranan protokoler diplomatik dan sebagainya.

2. Peranan yang disesuaikan yaitu cara bagaimana sebagai peranan itu dijalankan. Peranan ini pelaksanaannya lebih luwes, dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi tertentu.

Sementara itu, berdasarkan cara memperolehnya peranan dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Peranan bawaan yaitu peranan yang diperoleh secara otomatis bukan karena usaha, misalnya peranan sebagai nenek, anak, dan sebagainya.

(24)

1.6.2 Kepemimpinan

1.6.2.1 Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan berasal dari kata pemimpin yang berarti seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan dan kelebihan disatu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian suatu maksud atau beberapa tujuan (Kartono, 1993:76).

Kepemimpinan pada dasarnya mempunyai pokok pengertian sebagai sifat kemampuan, proses dan atau konsep yang dimiliki oleh seseorang sedemikian rupa sehingga ia diikuti, dipatuhi, dihormati, dan disayangi oleh orang lain dan orang lain bersedia dengan penuh keikhlasan melakukan perbuatan atau kegiatan yang dimiliki oleh seorang tersebut.

Kepemimpinan juga sering dikatakan sebagai bakat (talent) dimana kalanya tanpa dipelajari bahkan tanpa disadari seseorang dapat menjalankan kepemimpinan dengan baik. Walaupun demikian bukan berarti kepemimpinan tidak dapat dipelajari, dari berbagai studi kasus yang ada menunjukan seorang pemimpin dapat mencari format kepemimpinan yang ia sukai atau dibutuhkan/dituntut oleh organisasi dengan mempelajarinya.

(25)

Menurut Young (dalam Kartono, 2003) pengertian kepemimpinan yaitu “Bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.”

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.

1.6.2.2 Tipe-Tipe Gaya Kepemimpinan

Menurut Sondang P.Siagian tipe-tipe gaya kepemimpinan adalah sebagai berikut:  

1. Tipe Kepemimpinan Otokratik ialah seorang pemimpin yang : a. Menganggap organisasi sebagai milik pribadi

b. Mengidentikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi c. Menganggap bahwa sebagai alat semata-mata

d. Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat e. Terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya

(26)

2. Tipe Kepemimpinan Militeristik ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat:

a. Kebanyakan sistem perintah yang sering digunakan b. Senang bergantung pada pangkat dan jabatan c. Senang kepada formalitas yang berlebih-lebihan

d. Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahannya

3. Tipe Kepemimpinan Paternalistik memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Menganggap bawahan sebagai manusia yang tidak dewasa b. Bersikap terlalu melindungi

c. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan

d. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil inisiatif e. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan

daya kreasi dan fantasi f. Sering bersikap mau tahu 4. Tipe Kepemimpinan Kharismatik

Dalam keadaaan tertentu, tipe kepemimpinan ini sangat diperlukan karena dapat menutupi sifat negatifnya dengan kharisma positif yang dimilikinya. Terkadang para bawahannya tidak memiliki alasan yang kuat untuk memilih seseorang tersebut sebagai pemimpin.

5. Tipe Kepemimpinan Demokratik

(27)

a. Ia senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritikan dari bawahan.

b. Selalu berusaha mengutamakan kerjasama teamwork dalam usaha mencapai tujuan.

c. Selalu berusaha menjadikan lebih sukses dari padanya.

d. Selalu berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin. 6. Tipe Kepemimpinan Laissez Faire

Tipe kepemimpinan yang santai dan pengambilan keputusan diserahkan kepada para bawahannya dengan pengarahan yang minimal bahkan tanpa pengarahan sama sekali. Oleh karena itu, tipe kepemimpinan ini sering kali dianggap sebagai seorang pemimpin yang kurang memiliki rasa tanggung jawab yang wajar terhadap organisasi yang dipimpinnya. Serta memandang dan memperlakukan bawahannya sebagai orang-orang yang sudah matang dan dewasa, baik dalam teknis maupun mental.

1.6.3 Kepemimpinan Kepala Desa

Kepemimpinan kepala desa merupakan kegiatan yang dilakukan oleh kepala desa dalam mempengaruhi dan mengarahkan masyarakat desa untuk mencapai tujuan bersama, baik dalam pembangunan maupun kegiatan-kegiatan yang dilakukan di desa.

(28)

Pembangunan desa bertujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat desa, kepala desa harus mampu mengarahkan dan membimbing masyarakat untuk ikut berpartisipasi baik itu partisipasi tenaga, partisipasi pikiran maupun partisipasi harta benda sehingga pembangunan dapat tercapai sesuai dengan yang telah diprogramkan.

Berdasarkan Keputusan Presiden bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Bab V Pasal 37 menyatakan bahwa pemerintah desa terdiri dari kepala desa atau yang disebut dengan nama lain perangkat desa. Istilah desa dapat disesuaikan dengan kondisi sosial budaya desa setempat. Ia dipilih langsung oleh penduduk desa dan calon yang memenuhi syarat. Calon yang terpilih dengan mendapatkan suara terbanyak ditetapkan oleh Badan Permusyawaratan Desa dan disahkan oleh Bupati/Walikota paling lambat tiga puluh hari setelah pemilihan.

(29)

1.6.3.1 Tugas Kepala Desa

Dalam Keputusan Presiden bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Bab V Pasal 26 bahwa kepala desa memiliki tugas sebagai berikut:

1. Menyelenggarakan Pemerintahan Desa, 2. Melaksanakan Pembangunan Desa, 3. Pembinaan kemasyarakatan Desa, dan 4. Pemberdayaan masyarakat Desa.

1.6.3.2 Wewenang Kepala Desa

Dalam Keputusan Presiden bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 Bab V Pasal 26 bahwa kepala desa memiliki kewenangan di dalam melaksanakan tugas pemerintahan di desa sebagai berikut:

1. Memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa, 2. Mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa,

3. Memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa, 4. Menetapkan Peraturan Desa,

5. Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, 6. Membina kehidupan masyarakat Desa,

7. Membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa,

8. Membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa,

9. Mengembangkan sumber pendapatan Desa,

10. Mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa,

11. Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa, 12. Memanfaatkan teknologi tepat guna,

13. Mengoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif,

14. Mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

(30)

1.6.3.3 Hak dan Kewajiban Kepala Desa

Dalam Keputusan Presiden bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 Bab V Pasal 26 bahwa kepala desa memiliki hak dan kewajiban di dalam melaksanakan tugas pemerintahan di desa.

Hak kepala desa sebagai berikut:

1. Mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa, 2. Mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Desa;,

3. Menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan,

4. Mendapatkan pelindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan; dan

5. Memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada perangkat Desa.

Kewajiban kepala desa sebagai berikut:

1. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika,

2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa,

3. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa, 4. Menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan, 5. Melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender,

6. Melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme,

7. Menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di Desa,

8. Menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa yang baik, 9. Mengelola Keuangan dan Aset Desa,

10. Melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa, 11. Menyelesaikan perselisihan masyarakat di Desa,

12. Mengembangkan perekonomian masyarakat Desa,

13. Membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat Desa, 14. Memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di Desa, 15. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan

(31)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepala desa memiliki peranan yang sangat besar dalam memajukan pembangunan untuk meningkatkan perekonomian rakyat desanya. Selaku pemimpin utama dan tertinggi kepadanya juga diberikan kuasa sebagai pananggung jawab utama seluruh kegiatan yang diselenggarakan.

1.6.4 Definisi Partisipasi

Partisipasi adalah salah satu elemen pemberdayaan masyarakat yang menjadi pendukung utama bagi keberhasilan dan keberlanjutan sebuah program pembangunan. Partisipasi juga membuka peluang bagi terjadinya perubahan-perubahan yang mendasar pada masyarakat, pelaku serta aparat pemerintahan bisa terlibat, saling belajar, berbagi pengalaman dan menggabungkan kekuatan serta kemampuan yang dimiliki untuk mewujudkan perubahan yang lebih baik di daerah mereka. World Bank (1995) dalam Gaventa, et al (2001:5) menjelaskan, “Partisipasi sebagai proses dimana para pemilik kepentingan (stakeholder) mempengaruhi dan berbagi pengawasan atas inisiatif dan keputusan pembangunan serta sumber daya yang berdampak pada mereka.”

(32)

“Participation is defined as mental and emotional involvement of a person in a group situation which encourages him to contribute to group goal and share responsibility in them”.

(Partisipasi merupakan keterlibatan seseorang dalam situasi kelompok baik secara mental maupun emosional untuk memperkuat mereka serta untuk memberi masukan terhadap tujuan kelompok dan membagi tanggung jawab masing-masing).

Definisi yang lebih luas diberikan oleh Parry, Mosley dan Day (1992:16) dalam Gaventa, et al (2001:5), yang menyebutkan sebagai “Keikutsertan dalam proses formulasi, pengesahan dan pelaksanaan kebijakan pemerintah.” Menurut FAO seperti yang dikutip Mikkelsen (1999:64), berbagai penafsiran yang ada dan beragam mengenai arti kata tentang partisipasi itu sendiri yaitu :

1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan.

2. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu.

3. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak sosial.

4. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri.

5. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka.

(33)

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga gagasan utama dari partisipasi yaitu (1) partisipasi memerlukan keterlibatan mental dan emosi yang sama pentingnya dengan keterlibatan fisik, (2) Partisipasi mendorong seseorang atau kelompok untuk mendukung situasi tertentu dan (3) Partisipasi mendorong orang untuk ikut bertanggung jawab dalam suatu kegiatan sebagai akibat dari sumbangan atau dukungan yang diberikan secara emosional dan fisik. Ketiga gagasan mengenai partisipasi ini sangat berkaitan erat dengan proses pengembangan masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat.

1.6.4.1 Prinsip Partisipasi

Partisipasi diasumsikan mempunyai aspirasi, nilai budaya yang perlu diakomodasikan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan suatu program pembangunan (Soetrisno, 1995:207).

Pada Sastropoetro (1988:13-14), Keith Davis mengemukakan 3 (tiga) gagasan yang penting dalam menerapkan partisipasi :

1. Bahwa partisipasi sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental dan perasaan, lebih daripada semata-mata atau hanya keterlibatan secara jasmaniah.

2. Adalah kesediaan memberi sesuatu sumbangan kepada usaha mencapai tujuan kelompok, hal ini berarti bahwa terdapat rasa senang, kesukarelaan untuk membantu kelompok karena seseorang menjadi anggota suatu kelompok karena nilainya.

(34)

Pada dasarnya terdapat beberapa prinsip-prinsip didalam pengembangan model pembangunan yang berorientasi pada partisipasi, seperti yang dinyatakan Hari dan Asep (2000). Prinsip-prinsip tersebut antara lain :

1. Masyarakat sebagai subjek bukan objek.

2. Menghargai pengetahuan dan ketrampilan lokal.

3. Mempengaruhi keputusan harus dijamin, bukan hanya ikut serta. 4. Proses belajar sejalan dengan outcome.

Selanjutnya Hari dan Asep (2000) menyatakan pendekatan yang digunakan didalam partisipasi pembangunan umumnya menekankan pada prinsip-prinsip perilaku, yakni :

1. Mementingkan peran tradisional bukan peran ahli, sebab ekspert yang ikut serta bukan masyarakat yang ikut serta.

2. Fasilitasi masyarakat lokal untuk menganalisa. 3. Penyadaran-penyadaran melalui kritik diri. 4. Andil ide dan informasi.

Hikmat (2001:232) mengemukakan, bahwa seluruh masyarakat harus selalu bekerjasama, bahu membahu, saling membantu dan mempunyai komitmen moral dan sosial yang tinggi dalam memasyarakatkan gerakan partisipasi dalam semua aspek dan tingkatan yang mencakup komitmen :

a. Perumusan konsep b. Penyusunan model c. Proses perencanaan

d. Pelaksanaan gerakan pemberdayaan

e. Pemantauan dan penilaian hasil pelaksanaan f. Pengembangan pelestarian gerakan partisipatif

(35)

masyarakat sebagai subjek serta memfasilitasinya agar pembangunan dapat terlaksana demi kesejahteraan masyarakat.

1.6.4.2 Bentuk- Bentuk Partisipasi

Kebijakan pemerintah juga turut menentukan dan mempengaruhi partisipasi masyarakat. Cohen dan Uphoff (1977:94) mencatat bahwa ada 4 (empat) bentuk partisipasi, yaitu :

1. Participation in decision making, merupakan partisipasi dalam proses pembuatan kebijakan atau keputusan organisasi. Masyarakat diberikan kesempatan untuk memberikan masukan dan pendapat serta ikut menilai rencana yang sedang disusun.

2. Participation implementation, adalah partisipasi yang mengikutsertakan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan operasional dari kebijakan yang telah diambil terdahulu. Partisipasi ini juga dalam hal mematuhi keputusan dan kebijakan yang telah ditetapkan. 3. Participation in benefits, adalah partisipasi masyarakat dalam

menikmati dan memanfaatkan hasil pembangunan yang telah diprogramkan. Masyarakat juga merasakan dampak dari keputusan dan kebijakan yang telah diambil.

4. Participation in evaluation, adalah partisipasi masyarakat dalam bentuk keikutsertaan menilai serta mengawasi kegiatan-kegiatan pembangunan. Demikian juga halnya dalam mengawasi pelaksanaan keputusan dan kebijakan yang telah diambil.

Selanjutnya mereka juga menambahkan bahwa ada 9 (sembilan) tipe partisipasi yang mungkin saja dapat terjadi didalam pembangunan daerah, yakni :

1. Partisipasi sukarela dengan inisiatif dari bawah.

2. Partisipasi dengan imbalan, yang inisiatifnya dari bawah.

3. Partisipasi desakan atau paksaan (enforced), dengan inisiatif dari bawah.

4. Partisipasi sukarela (volunteered), dengan inisiatif dari atas. 5. Partisipasi dengan imbalan (rewaerded), dengan inisiatif dari atas. 6. Partisipasi paksaan, dengan inisiatif dari atas.

7. Partisipasi sukarela dengan inisiatif bersama (through shared initiative).

(36)

9. Partisipasi paksaan dengan inisiatif bersama dari atas dan juga bawah.

Kemudian Oakley (1991) mengartikan partisipasi kedalam tiga bentuk, yaitu :

1. Partisipasi sebagai bentuk kontribusi, yaitu interpretasi dominan dari partisipasi dalam pembangunan di dunia ketiga adalah melihatnya sebagai suatu keterlibatan secara sukarela atau bentuk kontribusi lainnya dari masyarakat desa menetapkan sebelumnya program dan proyek pembangunan.

2. Partisipasi sebagai organisasi, meskipun diwarnai dengan perdebatan yang panjang diantara para praktisi dan teoritisi mengenai organisasi sebagai instrumen yang fundamental bagi partisipasi, namun dapat dikemukakan bahwa perbedaan organisasi dan partisipasi terletak pada hakekat bentuk organisasional sebagai sarana bagi partisipasi, seperti organisasi-organisasi yang biasa dibentuk atau organisasi yang muncul dan dibentuk sebagai hasil dari adanya proses partisipasi. Selanjutnya dalam melaksanakan partisipasi masyarakat dapat melakukannya melalui beberapa dimensi, yaitu :

a. Sumbangan pikiran (ide atau gagasan). b. Sumbangan materi (dana, barang, alat).

c. Sumbangan tenaga (bekerja atau memberi kerja). d. Memanfaatkan/melaksanakan pelayanan pembangunan.

3. Partisipasi sebagai pemberdayaan, partisipasi merupakan latihan pemberdayaan bagi masyarakat desa, meskipun sulit untuk didefenisikan, akan tetapi pemberdayaan merupakan upaya untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan masyarakat desa untuk memutuskan dan ikut terlibat dalam pembangunan.

Menurut Davis, dalam Sastropoetro (1988:16), mengemukakan ada beberapa bentuk partisipasi masyarakat, yaitu :

a. Konsultasi, biasanya dalam bentuk jasa. b. Sumbangan spontan berupa uang dan barang.

c. Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan donornya berasal dari sumbangan individu/instansi yang berada diluar lingkungan tertentu (dermawan, pihak ketiga).

(37)

e. Sumbangan dalam bentuk kerja, yang biasanya dilakukan oleh tenaga ahli setempat.

f. Aksi massa.

g. Mengadakan pembangunan dikalangan keluarga desa sendiri. h. Membangun proyek komuniti yang bersifat otonom.

Selanjutnya Davis juga mengemukakan jenis-jenis partisipasi masyarakat seperti yang dikutip oleh Sastropoetro (1988:16), yaitu sebagai berikut :

a. Pikiran (psychological participation). b. Tenaga (physical participation).

c. Pikiran dan tenaga (psychological dan physical participation) d. Keahlian (participation with skill).

e. Barang (material participation). f. Uang (money participation).

Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa masyarakat dalam memberikan partisipasinya tidak hanya harus berbentuk uang atau tenaga, tetapi juga dapat berbentuk pikiran, keahlian, maupun barang.

(38)

Berkaitan dengan bentuk partisipasi, Sherry Arnsten dalam Suryono (2001:127) mengemukakan ada delapan model partisipasi yang tersusun dalam sebuah urutan yang berbentuk anak tangga. Model ini kemudian dikenal sebagai delapan anak tangga partisipasi masyarakat.

Gambar 2.1: Model Partisipasi

Tangga terbawah mempresentasikan kondisi tanpa partisipasi (non partisipation), meliputi:

1. Manipulasi (Manipulation)

Pada tangga partisipasi ini bisa diartikan relatif tidak ada komunikasi apalagi dialog. Tujuan sebenarnya bukan untuk melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan program tapi untuk mendidik atau “menyembuhkan” partisipan (masyarakat tidak tau sama sekali terhadap tujuan, tapi hadir dalam forum).

8 Citizen Control

(39)

2. Terapi (Therapy)

Pada level ini telah ada komunikasi namun bersifat terbatas. Inisiatif datang dari pemerintah dan hanya satu arah.

Tangga ketiga, keempat dan kelima dikategorikan sebagai derajat tokenisme. Tokenisme dapat diartikan sebagai kebijakan sekedarnya, berupa upaya superfisial (dangkal pada permukaan) atau tindakan simbolis dalam pencapaian suatu tujuan. Pada tingkatan ini masyarakat diberi kesempatan untuk berpendapat dan didengar pendapatnya, tapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. Ketiga tingkatan itu meliputi:

1. Informasi (Information)

Pada jenjang ini komunikasi sudah mulai banyak terjadi tapi masih bersifat satu arah dan tidak ada sarana timbal balik. Informasi telah diberikan kepada masyarakat tetapi masyarakat tidak diberikan kesempatan melakukan tanggapan balik (feed back).

2. Konsultasi (Consultation)

(40)

3. Penentraman (Placation)

Pada level ini komunikasi telah berjalan dengan baik dan sudah ada negosiasi antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat dipersilahkan untuk memberikan saran atau merencanakan usulan kegiatan. Namun pemerintah tetap menahan kewenangan untuk menilai kelayakan dan keberadaan usulan tersebut.

Tiga tangga terakhir ini menggambarkan perubahan dalam keseimbangan kekuasaan yang oleh Arnstein dianggap sebagai bentuk sesungguhnya dari partisipasi masyarakat. Tiga tingkatan itu meliputi:

1. Kemitraan (Partnership)

Pada tangga partisipasi ini pemerintah dan masyarakat merupakan mitra sejajar. Kekuasaan telah diberikan dan telah ada negoisasi antara masyarakat dan pemegang kekuasaan, baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, maupun monitoring dan evaluasi. Kepada masyarakat yang selama ini tidak memiliki akses untuk proses pengambilan keputusan diberikan kesempatan untuk bernegoisasi dan melakukan kesepakatan.

2. Pendelegasian Kekuasaan (Delegated Power)

(41)

3. Pengendalian Warga (Citizen Control)

Dalam tangga partisipasi ini, masyarakat sepenuhnya mengelola berbagai kegiataan untuk kepentingannya sendiri, yang disepakati bersama dan campur tangan pemerintah.

1.6.4.3 Proses Partisipasi

Sesungguhnya terdapat sejumlah inovasi dan intervensi penting yang menjanjikan dampak signifikan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan yang demokratis. Yang diperlukan adalah belajar lebih banyak mengenai potensi berbagai strategi ini, dan keadaan yang memungkinkan. Disini Schonwalder (1997:756) dalam Gaventa, et al (2001:13) mengemukakan :

Membuka kesempatan yang selebar-lebarnya bagi partisipasi politik yang lebih besar bagi masyarakat di tingkat daerah, dan dalam keadaan bagaimana strategi itu dapat dipergunakan bagi tujuan sebaliknya, misalnya integrasi dan kooptasi mayoritas rakyat dalam sistem politik yang pada dasarnya tidak berubah.

Partisipasi merupakan prasyarat dalam pembangunan masyarakat sehingga partisipasi memegang peranan penting dalam pembangunan. Seiring dengan hal tersebut (Oakley, 1991:14) mengatakan bahwa :

Partisipasi merupakan hal yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan. Tanpa adanya partisipasi aktif dari masyarakat pelaksanaan pembangunan yang berorientasi pada perwujudan kesejahteraan rakyat tidak akan terwujud, karena masyarakatlah yang lebih tahu akan kebutuhannya dan cara mengatasi permasalahan pembangunan yang terjadi dalam masyarakat.

(42)

pemerintah dalam konteks desentralisasi. Untuk meciptakan peluang tersebut dibutuhkan beberapa strategi, yaitu :

a. Perencanaan partisipatif

b. Pendidikan warga dan pembangunan kesadaran c. Melatih dan membuat peka para pejabat daerah d. Advokasi, aliansi dan kolaborasi

e. Pembuatan anggaran yang partisipatif

f. Meningkatkan akuntabilitas pejabat terpilih terhadap rakyat

Partisipasi sebagai cara pembangunan yang mengacu pada pembangunan yang berpusat rakyat di dalamnya mengandung upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Karakteristik dan pembangunan yang berpusat pada rakyat seperti yang dikemukakan oleh Supriatna (1997:52-53), yaitu :

1. Keputusan dan inisiatif untuk memenuhi kebutuhan rakyat dibuat di tingkat lokal dimana di dalamnya rakyat memiliki identitas dan peran yang dilakukan sebagai partisipasi aktif.

2. Fokus utama pembangunan adalah memperkuat kemampuan rakyat miskin dalam mengawasi dan mengerahkan aset-aset guna memenuhi kebutuhan yang khas menurut daerah mereka sendiri.

3. Pendekatan ini mempunyai toleransi terhadap perbedaan.

4. Pendekatan pembangunan dengan menekankan pada proses social learning.

5. Budaya kelembagaan yang ditandai oleh adanya organisasi yang bisa mengatur diri dan lebih terdistribusi.

6. Proses pembentukan jaringan koalisasi dan komunikasi antara birokrasi dan lembaga lokal, satuan organisasi tradisional yang mandiri, merupakan bagian yang integral dari pendekatan ini, baik untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam mengidentifikasi dan mengelola berbagai sumber maupun untuk menjaga keseimbangan antara struktur vertikal dan horizontal.

(43)

hanya dapat dikembangkan bila arus informasi dua arah antara elite dan massanya (konstituen) terjadi dengan lancar.

Partisipasi merupakan elemen yang penting dalam pengembangan masyarakat desa, Pusic dalam Adi (2003:296) mengemukakan bahwa, “Perencanaan tanpa memperhitungkan partisipasi masyarakat akan merupakan perencanaan di atas kertas.” Berdasarkan pandangannya, partisipasi atau keterlibatan warga masyarakat dalam pembangunan dapat dilihat dari 2 (dua) hal, yaitu :

1. Partisipasi dalam perencanaan

Segi positif dari partisipasi dalam perencanaan adalah dapat mendorong keterlibatan secara emosional terhadap program-program pembangunan desa yang telah direncanakan bersama. Sedangkan segi negatifnya adalah adanya kemungkinan tidak dapat dihindarinya pertentangan antar kelompok dalam masyarakat yang dapat menunda atau bahkan menghambat tercapainya suatu keputusan bersama.

2. Partisipasi dalam pelaksanaan

Segi positif dari partisipasi dalam pelaksanaan adalah bahwa bagian terbesar dari suatu program (tentang penilaian kebutuhan dan perencanaan program) telah selesai dikerjakan. Tetapi segi negatifnya adalah kecenderungan menjadikan warga masyarakat sebagai objek pembangunan, dimana warga hanya dijadikan pelaksana pembangunan tanpa didorong untuk mengerti dan menyadari permasalahan yang mereka hadapi, dan tanpa ditimbulkan keinginan untuk mengatasi masalahnya. Sehingga warga masyarakat tidak secara emosional terlibat dalam program, yang berakibat kegagalan seringkali tidak dapat dihindari.

Masyarakat tidak saja dilihat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan suatu kegiatan. Akan tetapi menurut Adi (2003:208) keterlibatan masyarakat tersebut diharapkan mulai terlihat pada proses berikut ini :

1. Tahap assessment

(44)

permasalahan yang sedang terjadi merupakan pandangan mereka sendiri.

2. Tahap perencanaan alternatif program atau kegiatan

Dilakukan dengan melibatkan warga untuk berfikir tentang masalah yang mereka hadapi dan cara mengatasinya dengan memikirkan beberapa alternatif program.

3. Tahap pelaksanaan (implementasi) program atau kegiatan

Dilakukan dengan melaksanakan program yang sudah direncanakan dengan baik agar tidak melenceng dalam pelaksanaannya dilapangan. 4. Tahap evaluasi (termasuk didalamnya evaluasi input, proses dan hasil).

Dilakukan dengan adanya pengawasan dari masyarakat dan petugas terhadap program yang sedang berjalan.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa partisipasi merupakan proses kebersamaan dalam suatu kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu. Hal ini menyangkut atas kemauan untuk bertanggung jawab dan kemauan menanggung akibat dari tindakan yang dilakukan.

1.6.4.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat

Perwujudan dari partisipasi dapat dilakukan secara individu atau berkelompok, bersifat spontan atau terorganisir, secara berkelanjutan atau sesaat, serta dengan cara damai atau kekerasan.

Dalam pemahamannya tentang partisipasi Sastropoetro (1988:22) menyatakan partisipasi masyarakat dipengaruhi beberapa faktor, yakni :

a. Pendidikan, kemampuan membaca dan menulis, kemiskinan, kedudukan sosial dan percaya terhadap diri sendiri.

b. Faktor lain adalah pengintegrasian yang dangkal terhadap agama.

c. Kecenderungan untuk menyalah artikan motivasi, tujuan dan kepentingan organisasi penduduk yang biasansya mengarah kepada timbulnya persepsi yang salah terhadap keinginan dan motivasi serta organisasi penduduk seperti hanya terjadi di beberapa negara.

d. Tersedianya kesempatan yang lebih baik diluar pedesaan.

(45)

Sementara itu Ife (1995:113-114) mengatakan faktor-faktor yang mendorong masyarakat untuk berpartisipasi, adalah :

a. Masyarakat akan berpartisipasi jika mereka merasa masalah atau kegiatan itu penting baginya

(First, people will participated if they feel, he issue or activity is important).

b. Mereka akan berpartisipasi jika akan menimbulkan suatu perubahan dan adanya nilai tambah bagi dirinya

(The second condition for participation is that people must feel that their action will make a difference)

c. Adanya perbedaan bentuk dari partisipasi masyarakat diakui sesuai dengan nilai-nilai yang mereka miliki

(This implies the third condition for participation, namely that different forms of participation must be acknowledged and valued).

d. Masyarakat mungkin berpartisipasi jika mereka mendapatkan dukungan atau dorongan

(The fourth condition for partisipation is that people must be enabled to participate and supported in their participation).

e. Masyarakat akan berpartisipasi jika diciptakan suatu struktur dan proses yang memungkinkan terjadinya partisipasi

(The final condition for participation is that structures and processes must not be alienating).

Menurut pandangan Moeljarto (1992:49), ada 3 (tiga) hal yang mendukung Partisipasi Masyarakat, yaitu sebagai berikut :

a. Strategi pembangunan diarahkan pada bagian rakyat miskin.

b. Adanya struktur kepemimpinan yang cocok, karena para pemimpin desa mempunyai kepentingan yang sama dengan si miskin sendiri atau karena adanya persaingan yang signifikan untuk kedudukan kepemimpinan dari mereka yang mewakili kepentingan kaum elit.

c. Pembentukan kelompok di luar koperasi (kerjasama) yang berbasis pedesaan.

Masih dalam Moeljarto (1992:49), hambatan-hambatan yang dihadapi dalam partisipasi masyarakat, yaitu :

1. Kurangnya perhatian yang murni terhadap persamaan sosial. 2. Kekhawatiran terhadap aksi bersama.

(46)

4. Pendekatan pembangunan yang terpecah-pecah.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, partisipasi merupakan upaya seseorang dalam suatu situasi tertentu untuk berperan dalam program pembangunan sesuai dengan kapasitasnya masing-masing dan mendapatkan keuntungan dari program tersebut. Demikian pentingnya partisipasi sehingga perlu dipahami berbagai konsep dan teori partisipasi sebagai upaya pemberdayaan masyarakat dalam proses pembangunan yang dilaksanakan.

1.6.5 Pembangunan

Dalam Economic Development in The Third World, Todaro (2000) mengatakan “Pembangunan adalah proses multidimensional yang menyangkut reorganisasi dan reorientasi sistem ekonomi dan sosial secara keseluruhan.” Disamping untuk peningkatan suatu pendapatan dan output pembangunan menyangkut perubahan radikal dalam struktur kelembagaan, struktur sosial, administrasi, perubahan sikap, adat serta kepercayaan.

Menurut Tjokroaminoto (1997) “Batasan pembangunan yang nampaknya bebas dari kaitan tata nilai tersebut dalam realitasnya menimbulkan interpretasi-interpretasi yang seringkali secara dimetrik bertentangan satu sama lain sehingga mudah menimbulkan kesan bahwa realitas pembangunan pada hakikatnya merupakan self project reality.”

(47)

mengatasi rintangan keterbatasan dan pertentangan ini untuk melakukan koordinasi kegiatan, diperlukan kebijaksanan untuk memuat program-program dan cara-cara yang relevan dan efektif yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan pembangunan. Dengan kata lain, kebijaksanaan berisi tujuan keseluruhan tujuan tiap program yang hendak dicapai pada tiap tahap pembangunan, cara yang perlu dilakukan untuk mengatasi semua berbagai keterbatasan, rintangan-rintangan dan pertentangan yang ada atau diperkirakan akan terjadi, cara mengalokasikan sumber-sumber pembangunan yang optimal, serta cara melakukan koordinasi semua kegiatan yang efektif.

Ukuran keberhasilan pembangunan idealnya harus ditentukan berdasarkan dimensi pembangunan, yakni tergantung pada fokus dan orientasi pembangunan mana yang dilaksanakan dan dimensi mana yang menjadi lebih perhatian bersama baik decision maker dan para planner sebagai perencana dan perancang. Para pelaksana pembangunan itu sendiri sebagai pihak yang menjalankan atau sering di sebut juga sebagai agen pembangunan, maupun para masyarakat pada umumnya sebagai sasaran pembangunan.

Pengukuran keberhasilan pembangunan menurut Fatah (dalam buku DR. H.M. Safi’i, M.Si 2007:81) harus melewati dua tahap, yaitu :

1. Tahapan identifikasi target pembangunan, diperlukan agar dapat menentukan secara jelas siapa yang akan menikmati hasil pembangunan dan bagaimana upaya-upaya yang dapat dilakukan agar hasil pembangunan tersebut benar-benar dinikmati mereka yang berhak.

(48)

Menurut Fatah (2006) di Indonesia, beberapa jenis ukuran keberhasilan pembangunan yang banyak digunakan dalam masyarakat adalah:

1. Berdasarkan pendapatan dan nilai produksi, seperti PDB (Product Domestic Bruto) pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, distribusi pendapatan.

2. Berdasarkan investasi, seperti tingkat investasi, jumlah PMA (Penanaman Modal Asing) dan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri), dan jumlah FDI (Foreign Direct Invesment), yaitu investasi langsung oleh pihak asing.

3. Berdasarkan kemiskinan dan pengentasannya, seperti jumlah penduduk miskin, tingkat kecukupan pangan.

4. Berdasarkan keadaan sosial dan kelestarian lingkungan, seperti tingkat pendidikan (untuk berbagi level dan kombinasinya), tingkat kesehatan (meliputi kesehatan ibu dan anak dan akses kepada fasilitas hidup yang sehat), tingkat dan kualitas lingkungan (meliputi tingkat pencemaran berbagai aspek, tingkat kerusakan hutan, tingkat degradasi lahan dan seterusnya).

1.6.5.1 Pembangunan Fisik Desa

Pembangunan fisik desa merupakan suatu proses yang berlangsung di desa dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang mencakup segala aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat. Pembangunan desa terus dipacu untuk menuju modernitas yang diharapkan dengan maksud mengimbangi serta mensejajarkan laju pembangunan di perkotaan. Pembangunan akan berjalan dengan baik apabila terjadi kerja sama yang harmonis antara pemerintah dengan warga masyarakat.

(49)

jalan usaha tani. Jalan usaha tani merupakan salah satu kebutuhan masyarakat dalam meningkatkan perekonomian masyarakat.

(50)

Pengertian sederhana tentang partisipasi dalam hubungannya dengan pembangunan adalah mengambil bagian atau ikut berperan secara aktif dalam semua proses pelaksanaan pembangunan sesuai kemampuan. Mubyarto (1988:52) mendefinisikan “Partisipasi adalah kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orangtanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri.” Partisipasi masyarakat secara sukarela dalam proses pembangunan sangat diharapkanuntuk membantu terwujudnya program pembangunan yang ada di perdesaan tanpa ada yang dikorbankan. Karena dengan demikian masyarakat memiliki rasa peduli atas pembangunan yang dilaksanakan. Soemodiningrat (1996:97) mengemukakan bahwa “Partisipasi adalah kemauan rakyat untuk mendukung secara mutlak program atau proyek pemerintah yang dirancang dan ditentukan tujuannya oleh pemerintah.” Dalam proses pembangunan diharapkan adanya kesadaran dari masyarakat dan mempunyai rasa tanggung jawab yang penuh dalam diri sendiri sehingga pembangunan yang telah dilakukan dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik.

(51)

a. Aspek masukan atau input (SDM, dana, peralatan/sarana, data, rencana, dan teknologi).

b. Aspek proses (pelaksanaan, monitoring, dan pengawasan). c. Aspek keluar atau output (pencapaian sasaran dan efektivitas).

Dalam sistem pemerintahan yang demokratis, konsep partisipasi masyarakat merupakan salah satu konsep yang penting karena berkaitan langsung dengan hakikat demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang berfokus pada rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Partisipasi masyarakat memiliki banyak bentuk, mulai dari yang berupa keikutsertaan langsung masyarakat dalam program pemerintahan maupun yang sifatnya tidak langsung, seperti berupa sumbangan dana, tenaga, pikiran, maupun pendapat dalam pembuatan kebijakan pemerintah. Namun demikian, ragam dan kadar partisipasi seringkali hanya ditentukan secara masif, yakni dari banyaknya individu yang dilibatkan. Padahal partisipasi masyarakat pada hakikatnya akan berkaitan dengan akses masyarakat untuk memperoleh informasi.

Hingga saat ini partisipasi masyarakat masih belum menjadi kegiatan tetap dan terlembaga khususnya dalam pembuatan keputusan. Sejauh ini, partisipasi masyarakat masih terbatas pada keikutsertaan dalam pelaksanaan program-program atau kegiatan pemerintah, padahal partisipasi masyarakat tidak hanya diperlukan pada saat pelaksanaan tapi juga mulai tahap perencanaan bahkan pengambilan keputusan.

(52)

wilayah dan komunitas di pedesaan ternyata belum diletakkan pada perioritas yang tinggi dalam kebijaksanaan pembangunan dibanding pembangunan di wilayah perkotaan.

Sesungguhnya pembangunan perdesaan bukan upaya yang baru di Indonesia. Bahkan hal ini telah dicanangkan dalam berbagai kebijaksanaan pembangunan nasional sejak awal kemerdekaan dengan sasaran yang sama yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan.

Suatu hal yang telah menyadarkan kita bahwa persoalan penting yang dihadapi ialah belum tepatnya strategi pembangunan perdesaan. Sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa jalan pemikiran yang dianggap relevan dengan berbagai kondisi yang dihadapi saat ini ialah melaksanakan strategi perkembangan berkelanjutan. Dalam hal ini, wilayah dan komunitas perdesaan menempati prioritas yang tinggi dalam kebijaksanaan pembangunan nasional, khususnya dalam upaya menanggulangi kemiskinan.

Salah satu wujud pembangunan pedesaan adalah pembangunan fisik satu diantaranya pembangunan jalan usaha tani, pembangunan jalan usaha tani yang merupakan salah satu program dari pemerintah sangat besar pengaruhnya dalam meningkatkan perekonomian masyarakat. Partisipasi masyarakat secara sukarela dalam proses pembangunan sangat di harapkan untuk membantu terwujudnya program pembangunan yang ada di pedesaan tanpa ada yang di korbankan.

(53)

menumbuhkan pembangunan yang berdasarkan kepercayaan diri (self-reliant development) (Tjokrowinoto, 1996). Strategi ini sebenarnya sudah tercermin dalam pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan melalui program IDT (Inpres Desa Tertinggal) sebagaimana dikemukakan Budi Soeradji dan Mubyarto (1998), upaya penanggulangan kemiskinan dilakukan melalui proses penguatan penduduk miskin yang mencakup lima aspek yaitu pengembangan sumber daya manusia, penyediaan modal kerja, penciptaan peluang dan kesempatan berusaha, mengembangkan kelembagaan penduduk miskin dan penciptaan sistem pelayanan kepada penduduk miskin yang sederhana dan efisien. Melalui jalur pendekatan tersebut, penduduk miskin diharapkan mampu dengan kekuatannya sendiri menanggulangi kemiskinannya, serta meningkatkan kesejahteraannya secara memadai dan berkelanjutan.

1.7 Defenisi Konsep

(54)

adalah sebagai kerangka berpikir agar tidak terjadi tumpang tindih atas variabel yang menjadi subjek peneliti.

Adapun yang menjadi defenisi konsep dalam penelitian ini adalah:

1. Peranan merupakan fungsi dan wewenang yang dimiliki orang karena kedudukannya. Peranan meliputi hak dan kewajiban yang muncul serta merta karena kedudukan dan tanggungjawabnya. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peran.

2. Kepemimpinan kepala desa adalah kemampuan dan keterampilan kepala desa untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

3. Partisipasi masyarakat merupakan kesediaan masyarakat untuk ikut serta membantu berhasilnya program pembangunan baik berupa materi, tenaga, pikiran, keterampilan dan sebagainya.

4. Pembangunan desa merupakan bagian dari strategi pembangunan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan.

5. Pembangunan fisik desa adalah pembangunan yang dilaksanakan di desa bewujud nyata dan bertujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. 6. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan fisik adalah sejauh mana

masyarakat turut serta mengambil bagian dalam pelaksanaan pembangunan, dimana mulai tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

(55)

b. Tahap pelaksanaan dimana masyarakat diharapkan untuk ikut berpartisi pada saat pelaksanaan pembangunan.

c. Tahap evaluasi dimana dilakukan dengan adanya pengawasan dari masyarakat terhadap program yang sedang berjalan.

Dari defenisi konsep di atas dapat disimpulkan bahwa peranan kepemimpinan kepala desa sangat penting dalam meningkatkan partisipasi masyarakat agar tercapai pembangunan yang lebih baik untuk kesejahteraan masyarakat.

1.8 Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, kerangka teori, kepemimpinan, kepemimpinan kepala desa, defenisi partisipasi, defenisi konsep, dan sistematika penulisan.

BAB II : METODE PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data.

BAB III : DESKRIPSI LOKASI

(56)

BAB IV : PENYAJIAN DATA

Bab ini memuat Identitas informan, temuan lapangan dan analisa data BAB V : PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan dan saran

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1 Bentuk Penelitian

(57)

BAB IV : PENYAJIAN DATA

Bab ini memuat Identitas informan, temuan lapangan dan analisa data BAB V : PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan dan saran

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1 Bentuk Penelitian

(58)

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriftif dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk menguraikan bagaimana peranan kepemimpinan kepala desa untuk mengingkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan jalan usaha tani (Studi pada desa Palding Jaya Sumbul Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi). Metode deskriptif dengan analisa kualitatif memusatkan perhatian pada masalah-masalah atau fenomena-fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan atau masalah yang bersifat aktual, kemudian menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya diiringi dengan interpretasi yang rasional dan akurat.

Dengan demikian penelitian ini akan mengambarkan fakta-fakta dan menjelaskan keadaan dari objek penelitian berdasarkian fakta-fakta yang ada dan mencoba menganalisa kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh.

2.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini merupakan suatu tempat yang akan diteliti dalam mencari dan mengumpulkan data yang berguna dalam penelitian. Penelitian ini dilakukan pada kantor Kepala Desa Palding Jaya Sumbul Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi.

2.3 Informan Penelitian

Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitiannya. Oleh karena itu pada penelitian kualitatif ini tidak dikenal adanya populasi dan sampel (Bagong Suyanto, 2005:171) subjek penelitian yang

(59)

telah tercermin dalam fokus penelitian ditentukan secara sengaja. Subjek penelitian ini menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian.

Informan adalah seseorang yang benar-benar mengetahui suatu persoalan tertentu yang darinya dapat diperoleh informasi yang jelas, akurat, dan terpercaya baik berupa pernyataan, keterangan, atau data-data yang dapat membantu dan memahami persoalan atau permasalahan tersebut.

Menurut Bagong Suyanto (2005:172) informan penelitian meliputi beberapa macam yaitu:

1. Informan kunci merupakan mereka yang mengetahui dan memiliki informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian yaitu Kepala Desa Palding Jaya Sumbul.

2. Informan utama merupakan mereka yang terlibat langsung dalam jalan usaha tani yaitu masyarakat sebanyak 19 orang.

3. Informan tambahan merupakan mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti yaitu Badan Permusyawaratan Desa (BPD), kepala dusun satu.

2.4 Teknik Pengumpulan Data

(60)

1. Pengumpulan data primer, yaitu data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data-data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti dan dilakukan melalui wawancara yaitu dengan memberikan pertanyaan langsung kepada sejumlah pihak yang terkait.

2. Pengumpulan data sekunder, yaitu teknik pengumpulan data dan informasi yang diperlukan/diperoleh melalui catatan-catatan tertulis lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

a. Studi Kepustakaan

Yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku, tulisan dan karya ilmiah yang memiliki relevansi dan ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.

b. Studi Dokumentasi

Yaitu teknik yang digunakan dengan mengambil catatan tertulis, dokumen, arsip yang menyangkut masalah yang diteliti yang berhubungan dengan instansi terkait dari kantor kepala desa Palding Jaya Sumbul sehubungan dengan masalah peranan kepemimpinan kepala desa untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan jalan usaha tani.

2.5 Teknik Analisa Data

(61)

digunakan untuk membedah fenomena yang diamati peniliti di lapangan, teknik analisis data lebih banyak dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data. Dalam hal ini peneliti akan mencoba mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menyusun kedalam pola-pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

BAB III

DESKRIPSI LOKASI

(62)

digunakan untuk membedah fenomena yang diamati peniliti di lapangan, teknik analisis data lebih banyak dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data. Dalam hal ini peneliti akan mencoba mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menyusun kedalam pola-pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

BAB III

DESKRIPSI LOKASI

Gambar

Gambar 2.1: Model Partisipasi
Tabel 3.1: Luas Wilayah Menurut Dusun Di Desa Palding Jaya Sumbul
Tabel 3.3: Status Kepemilikan Lahan Di Desa Palding Jaya Sumbul
Table 3.4: Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rumusan masalah penelitian ini adalah untuk melihat, „ apakah ada pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan kepala desa terhadap tingkat partisipasi masyarakat

Dimana hasil penelitian ini menunjukkan Persepsi Masyarakat Tentang Kepemimpinan Kepala Desa Dan Kepala Adat di Desa Budaya Lekaq Kidau yang dimana di desa tersebut

Dalam sebuah kepemimpinan khususnya dalam sebuah daerah, dalam hal ini adalah kepala desa tentu memiliki peran yang sangat besar dalam membangun desanya yang mana masyarakat

Bagaimana gaya kepemimpinan kepala desa dalam menggerakkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan di Desa Latugho Kecamatan Lawa Kabupaten Muna Barat3. Bagaimana

Kurangnya kerjasama antara kepala Desa dan Masyarakat Desa Cemba, Berdasarkan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa Kepemimpinan Kepala Desa dan Partisipasi

Populasi Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua Aparatur Desa pada Kantor Pentinynya Gaya Kepemimpinan Kepala Desa terhadap Kinerja Aparatur Desa Kasus Kantor Desa

Gaya kepemimpinan Kepala Desa terhadap Kinerja Aparatur Desa pada Kantor Desa Karang Bunga Kecamatan Mandastana Kabupaten Barito Kuala dinilai cukup berhasil, hal ini dapat dibuktikan

2 Edo josep putra silaban Analisis Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Meningkatkan Produktivitas Kinerja Aparatur Pemerintah Desa Gaya kepemimpinan dalam meningkatkan produktivitas