• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Suhu Dan Waktu Penyimpanan Terhadap Perubahan Warna, Kekuatan Parfum, Kadar Air, Alkali Bebas, Asam Lemak Bebas, Dan Bilangan Peroksida Pada Sabun Mandi Dan Sabun Cuci Padat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Suhu Dan Waktu Penyimpanan Terhadap Perubahan Warna, Kekuatan Parfum, Kadar Air, Alkali Bebas, Asam Lemak Bebas, Dan Bilangan Peroksida Pada Sabun Mandi Dan Sabun Cuci Padat"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENYIMPANAN TERHADAP

PERUBAHAN WARNA, KEKUATAN PARFUM, KADAR AIR,

ALKALI BEBAS, ASAM LEMAK BEBAS, DAN BILANGAN

PEROKSIDA PADA SABUN MANDI DAN

SABUN CUCI PADAT

SKRIPSI

KIKI ANDRIANI

120822009

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENYIMPANAN TERHADAP

PERUBAHAN WARNA, KEKUATAN PARFUM, KADAR AIR,

ALKALI BEBAS, ASAM LEMAK BEBAS, DAN BILANGAN

PEROKSIDA PADA SABUN MANDI DAN

SABUN CUCI PADAT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

KIKI ANDRIANI

120822009

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN WARNA, KEKUATAN PARFUM, KADAR AIR, ALKALI BEBAS, ASAM LEMAK BEBAS, DAN BILANGAN PEROKSIDA PADA SABUN MANDI DAN SABUN CUCI PADAT

Kategori : SKRIPSI

Nama : KIKI ANDRIANI

Nomor Induk Mahasiswa : 120822009

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA EKSTENSI

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Juli 2014

Komisi Pembimbing :

Pembimbing II Pembimbing I

Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si Dr. Rumondang Bulan, MS NIP. 195509181987012001 NIP. 195408301985032001

Diketahui/Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN WARNA, KEKUATAN PARFUM, KADAR AIR,

ALKALI BEBAS, ASAM LEMAK BEBAS, DAN BILANGAN PEROKSIDA PADA SABUN MANDI DAN

SABUN CUCI PADAT

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2014

(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Pemurah dan Penyayang, dengan limpahan karunia-Nya kertas kajian ini berhasil diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan.

Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada Dr. Rumondang Bulan, MS, dan Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si selaku pembimbing pada penyelesaian skripsi ini yang telah memberikan panduan dan penuh kepercayaan kepada saya untuk menyempurnakan kajian ini. Panduan dan masukan yang telah diberikan kepada saya agar penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada Ketua Departemen Kimia Dr. Rumondang Bulan, MS., Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, semua dosen pada Departemen Kimia FMIPA USU, pegawai Departemen Kimia FMIPA USU, dan rekan-rekan mahasiswa selama kuliah di Kimia Ekstensi. Akhirnya, tidak terlupakan kepada bapak, ibu, suami, anak dan semua keluarga yang selama ini memberikan bantuan dan dorongan yang diperlukan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa akan membalasnya.

(6)

ABSTRAK

(7)

ABSTRACT

(8)

DAFTAR ISI

b. Fillers (Bahan Pengisi) 20

c. Coloring Agent (Zat Pewarna) 20

d. Fragrance (Bahan Pewangi) 20

e. Antioksidan 21

2.4 Kadar Air 21

2.5 Kadar Alkali Bebas (NaOH) 22

2.6 Kadar Asam Lemak Bebas 22

2.7 Bilangan Peroksida 23

(9)

2.7.2 Natrium Tiosulfat 28

2.7.3 Starch (Amilum) 29

2.8 Uji Organoleptik 30

BAB 3 METODE PENELITIAN 32

3.1 Alat dan Bahan 32

a. Standarisasi Larutan Asam Sulfat (H2SO4)

0.1N 35

b. Standarisasi Larutan Natrium Hidroksida (NaOH)

0.1 N 35

c. Standarisasi Larutan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)

0.01 N 36

3.2.3 Pemisahan Fatty Acid dari Sabun Mandi Padat

dan Sabun Cuci Padat 36

3.2.4 Penentuan Perubahan Warna 36

3.2.4.1 Preparasi Sampel (Henkel Test Method) 36 3.2.4.2 Analisa dengan Tintometer Colorimeter

Model F (AOCS Official Test Method

Cc 13e-92) 37

3.2.5 Penentuan Kekuatan Parfum (Secara Organoleptik) 37 3.2.6 Penentuan Kadar Air (AOCS Official Test Method,

Da 2a-48) 37

3.2.7 Penentuan Kadar Alkali Bebas (AOCS Official Test

Method,Da 4a-48) 37

3.2.8 Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (AOCS

Official Test Method,Da 4a-48) 38 3.2.9 Penentuan Bilangan Peroksida Bebas (AOCS

Official Test Method,Da 4a-48) 38

3.2.9.1 Preparasi Sampel 38

3.2.9.2 Prosedur Penentuan Bilangan Peroksida 39

3.3 Bagan Penelitian 40

3.3.1 Flowchart Parameter Analisa Sabun Mandi dan Sabun

(10)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 41

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 58

5.1 Kesimpulan 58

5.2 Saran 58

DAFTAR PUSTAKA 59

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Asam Lemak Jenuh Dalam Minyak Sawit 17 Tabel 2.2 Asam Lemak Tidak Jenuh Dalam Minyak Sawit 18 Tabel 3.1 Berat Sampel untuk Bilangan Peroksida yang Diharapkan 39 Tabel 4.1 Data Perubahan Warna dari Sabun Mandi Padat Soft Silk 150 g 41 Tabel 4.2 Data Perubahan Warna dari Sabun Cuci Padat Saba 230 g 42 Tabel 4.3 Data Kekuatan Parfum dari Sabun Mandi Padat Soft Silk 150 g 43 Tabel 4.4 Data Kekuatan Parfum dari Sabun Cuci Padat Saba 230g 44 Tabel 4.5 Data Kadar Air dari Sabun Mandi Padat Soft Silk 150 g 45 Tabel 4.6 Data Kadar Air dari Sabun Cuci Padat Saba 230 g 46 Tabel 4.7 Data Kadar Alkali Bebas dari Sabun Mandi Padat Soft Silk 150 g 47 Tabel 4.8 Data Kadar Alkali Bebas dari Sabun Cuci Padat Saba 230 g 47 Tabel 4.9 Data Kadar Asam Lemak Bebas dari Sabun Mandi Padat Soft Silk

150 g 49

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Hasil Uji Pengaruh Suhu dan Waktu Penyimpanan terhadap Perubahan Warna 61 Gambar 1 Sabun Mandi Padat Soft Silk 150 g 61

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak alami.

Surfaktan mempunyai struktur bipolar, bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian

ekor bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah sabun mampu mengangkat kotoran

(biasanya lemak) dari badan atau pakaian. (Permono, 2001).

Dewasa ini pemanfaatan sabun sebagai pembersih kulit makin menjadi trend

dan beragam. Keragaman sabun yang dijual secara komersial terlihat pada jenis,

warna, wangi dan manfaat yang ditawarkan. Berdasarkan jenisnya sabun

dibedakan atas dua macam yaitu sabun padat (batangan) dan sabun cair. Pewangi

ditambahkan pada proses pembuatan sabun untuk memberikan efek wangi pada

produk sabun. Pewangi yang sering digunakan dalam pembuatan sabun adalah dalam

bentuk parfum dengan berbagai aroma (buah-buahan, bunga, tanaman herbal dan

lain-lain). Penilaian parfum yang tepat akan sangat berarti bagi produk yang dipasarkan.

Perubahan warna dan kekuatan parfum sangat mempengaruhi kualitas sabun.

Perubahan wana dan kekuatan parfum merupakan salah satu dari sekian masalah yang

cukup serius bagi perusahaan sabun dan dapat menimbulkan keluhan konsumen baik

sebelum pemakaian maupun setelah pemakaian sabun.

Uji warna merupakan salah satu pengujian kualitatif pada penyimpanan. Uji

warna dilakukan untuk mengetahui perubahan warna karena kondisi penyimpanan.

Zat warna dibedakan menjadi dua, yaitu warna alamiah dan warna akibat oksidasi dan

degradasi komponen kimia yang terdapat dalam minyak. Zat warna alamiah terdapat

secara alamiah dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstraksi bersama

minyak bersama dalam proses ekstraksi. Zat warna tersebut antara lain alfa dan beta

(14)

kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan. Sedangkan, warna

akibat oksidasi dan degradasi komponen kimia yang terdapat pada minyak antara lain:

warna gelap disebabkan oleh oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E). (Ketaren, 1986)

Sistem penelitian organoleptik telah dapat dibakukan dan dijadikan alat penilai

dalam laboratorium, dunia usaha dan perdagangan. Laboratorium penilaian

organoleptik pun telah menjadi umum di industri maupun di lembaga-lembaga

penelitian. Penelitian organoleptik telah pula digunakan sebagai metode dalam

penelitian dan pengembangan. Untuk melaksanakan suatu penilaian organoleptik

diperlukan panel. Panel adalah satu atau sekelompok orang yang bertugas untuk

menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan subjektif. (Purnamawati, 2006)

Sifat kimia seperti kadar air, asam lemak bebas, alkali bebas (NaOH), dan

bilangan peroksida merupakan faktor yang berperan dalam perubahan warna dan

kekuatan parfum sabun. Indikator kerusakan minyak antara lain adalah bilangan

peroksida dan asam lemak bebas. Bilangan peroksida menunjukkan banyaknya

kandungan peroksida di dalam minyak akibat proses oksidasi dan polimerisasi. Asam

lemak bebas menunjukkan sejumlah asam lemak bebas yang dikandung oleh minyak

yang rusak, terutama karena peristiwa oksidasi dan hidrolisis.

Sewaktu penyimpanan minyak atau lemak, akan terjadi perubahan flavor dan

rasa. Perubahan ini disertai dengan terbentuknya komponen-komponen yang tidak

diinginkan dan ditandai dengan timbulnya bau tengik. Beberapa penyelidik

berpendapat, bahwa ester asam oleat merupakan unsur yang utama dari minyak yang

mudah mengalami degradasi. Bahan harus disimpan pada kondisi penyimpanan yang

sesuai dan bebas dari pengaruh logam. Bahan tersebut harus dilindungi dari

kemungkinan serangan oksigen, cahaya serta temperatur tinggi. Keadaan lingkungan

juga mempengaruhi penyimpanan minyak atau lemak termasuk, Rh ruang

penyimpanan, temperatur, ventilasi, tekanan dan masalah dalam pengangkutan.

(Ketaren, 1986)

Peneliti sebelumnya yaitu Mulia Maulana juga pernah melakukan penelitian

(15)

mandi batang kesehatan dan memvariasikan empat suhu dan juga menggunakan

parameter kadar air, kadar alkali bebas (NaOH), asam lemak bebas, dan kadar garam.

Dari permasalahan diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang

perubahan warna, kekuatan parfum, kadar air, kadar alkali bebas, asam lemak bebas

dan bilangan peroksida pada sabun mandi padat dan sabun cuci padat. Dengan

temperatur penyimpanan suhu 25-30oC (suhu ruang) dan suhu 45-50oC (suhu

ekstrim). Karena suhu ruang adalah suhu yang biasa digunakan oleh konsumen

sebagai penyimpanan, dan suhu ekstrim adalah suhu tertinggi yang kemungkinan bisa

terjadi dalam peti kemas pada saat pengiriman dan negara-negara tujuan.

1.2. Perumusan Masalah

1. Apakah ada pengaruh suhu dan waktu penyimpanan terhadap perubahan

warna, kekuatan parfum, kadar air, alkali bebas, asam lemak bebas, dan

bilangan peroksida pada sabun mandi padat Soft silk 150 g dan sabun cuci

padat Saba 230 g dengan suhu yang berbeda yaitu suhu 25-30oC (suhu ruang)

dan suhu 45-50oC (suhu ekstrim)

2. Apakah ada pengaruh kadar air, alkali bebas, asam lemak bebas, dan bilangan

peroksida terhadap perubahan warna dan kekuatan parfum sabun mandi padat

Soft silk 150 g dan sabun cuci padat Saba 230 g.

1.3 Pembatasan Masalah

1. Sampel yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah sabun mandi padat

Soft silk 150 g dan sabun cuci padat Saba 230 g yang bersumber dari PT.

(16)

2. Parameter yang akan di uji adalah perubahan warna, kekuatan parfum, kadar

air, alkali bebas, asam lemak bebas, dan bilangan peroksida,

3. Waktu penelitian dilakukan setiap 1 minggu sekali selama 2 bulan secara

duplo, dengan penyimpanan suhu 25-30oC (suhu ruang) dan suhu 45-50oC

(suhu ekstrim).

4. Perubahan warna dianalisa dengan menggunakan alat tintometer colorimeter

model F.

5. Kekuatan parfum dianalisa secara organoleptik yang dilakukan secara

penciuman, dengan penilaian sebagai berikut: 1 (tidak berkurang), 2 (sedikit

berkurang), 3 (berkurang), dan 4 (sangat berkurang).

1.4Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu penyimpanan terhadap perubahan

warna, kekuatan parfum, kadar air, alkali bebas, asam lemak bebas, dan

bilangan peroksida sabun mandi padat Soft silk 150 g dan sabun cuci padat

Saba 230 g pada suhu 25-30oC (suhu ruang) dan suhu 45-50oC (suhu ekstrim).

2. Untuk mengetahui penyebab dari perubahan warna dan kekuatan parfum yang

ditinjau dari sifat kimia dari sabun mandi padat Soft silk 150 g dan sabun cuci

padat Saba 230 g yaitu: kadar air, alkali bebas, asam lemak bebas, dan

bilangan peroksida.

1.5Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini dapat memberikan informasi pada perusahaan dan konsumen

tentang batasan suhu penyimpanan yang standar pada sabun mandi dan sabun cuci

(17)

1.6Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium PT. Oleochem and Soap Industry, Kawasan

Industri Medan 2, Mabar.

1.7Metodologi Penelitian

Panelitian ini dilakukan dengan diawali proses pembuatan sabun mandi pada

saponifikasi plant yaitu dengan mereaksikan minyak dengan NaOH pada

perbandingan 3:1 yang dikenal dengan proses penyabunan, minyak yang digunakan

adalah Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO), Refined Bleached

Deodorized Palm Stearin (RBDPS), Palm Kernel Oil (PKO) proses ini dilakukan di

dalam wadah reaktor dengan suhu + 1210C. Kemudian sabun yang sudah terbentuk

akan dilakukan pengeringan dengan bantuan alat Vacum Liquid Sapon (VLS) dan

atomizer yang dikenal dengan proses dryer, dari hasil dryer terbentuklah chips sabun

yang dikenal dengan soap noodle, kemudian soap noodle ini akan di masukkan dalam

tangki penyimpanan yang di kenal dengan silo, kemudian soap noodle di timbang dan

di masukkan ke dalam tangki mixing bersamaan dengan penambahan bahan-bahan

lainnya sesuai formulasi yang ada. Kemudian setelah semuanya homogen sabun

diteruskan ke alat pencetak sabun (stamping) sehingga di dapat bentuk sabun yang

diinginkan.

Untuk pembuatan sabun cuci pada proses saponifikasi dengan mereaksikan

minyak dan NaOH 3:1 dan minyak yang digunakan adalah Refined Bleached

Deodorized Palm Stearin (RBDPS) 100%. Setelah semuanya tercampur dalam tangki

reaktor pada suhu + 1210C. Kemudian sabun yang didapat disebut dengan neat soap

diteruskan ke dalam tangki crutcher dan dicampur dengan bahan-bahan sesuai

formulasi. Setelah melalui proses pengeringan sabun dicetak dengan menggunakan

alat pencetak sabun.

Sabun yang diperoleh dilakukan analisis sifat kimianya seperti kadar air, alkali

(18)

diperoleh asam lemak nya (fatty acid) dan juga sifat fisik seperti perubahan warna dan

kekuatan parfum sabun.

Pengambilan sampel dilakukan pada saat produksi berlangsung, sampel

dikemas dengan rapi kemudian di simpan di dalam suhu 25-30oC (suhu ruang) dan

suhu 45-50oC (suhu ekstrim) selama 2 bulan dan dianalisis setiap 1 minggu sekali

secara duplo. Perubahan warna ditentukan menurut Henkel Test Method dengan

menggunakan alat tintometer colorimeter model F, kekuatan parfum menurut

pengujian organoleptik, kadar air secara gravimetri menurut AOCS Official Method

Da 2a-48, kadar alkali bebas menurut AOCS Official Method Da 4a-48, kadar asam

lemak bebas menurut AOCS Official Method Da 9a-48, bilangan peroksida menurut

AOCS Official Method Cd 8-53,

Dalam penelitian ini digunakan 3 variabel yaitu :

1. Variabel bebas (berubah), yaitu variabel yang mempengaruhi terhadap

penelitian, dalam hal ini adalah suhu dan waktu penyimpanan yaitu pada suhu

25-30oC (suhu ruang) dan suhu 45-50oC (suhu ekstrim), dengan jangka waktu

2 bulan.

2. Variabel tetap yaitu variabel yang dibuat tetap (tidak berubah) agar tidak

menyebabkan terjadinya perubahan pada variabel terikat. Yang menjadi

variabel tetap pada penelitian ini yaitu berat sabun mandi 150 g dan sabun

cuci 230 g.

3. Variabel terikat yaitu variabel yang terukur terhadap perubahan perlakuan,

yang meliputi perubahan warna, kekuatan parfum, kadar air, kadar alkali

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sabun

Sabun adalah dari senyawa garam asam-asam lemak tinggi, seperti natrium stearat

C17H35COO-Na+. Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkam dari kekuatan

pengemulsian dan kemampuan menurunkan tegangan permukaaan dari air. Konsep ini

dapat dipahami dengan mengingat kedua sifat dari anion sabun. Suatu gambaran dari

stearat terdiri dari ion karboksil sebagai “kepala” dengan hidrokarbon yang panjang

sebagai “ekor” (Rukaesih, 2004).

Sabun merupakan produk pembersih untuk kulit manusia. Seperti detergen,

sabun mempunyai gugus hidrofobik yang berinteraksi dengan minyak dan ujung

anionik yang larut air. Mekanisme sabun mengangkat minyak/ lemak dari benda

adalah molekul sabun larut dalam air dan ujung hidrofobik mengepung molekul

minyak sedangkan ujung anion terlarut dalam air membentuk misel sehingga minyak

terlepas dari benda.

Garam natrium atau kalium yang dihasilkan oleh asam lemak dapat larut dalam

air dikenal sebagai sabun. Sabun kalium disebut sabun lunak dan digunakan sebagai

sabun untuk bayi. Asam lemak yang digunakan untuk sabun umumnya adalah asam

palmitat atau stearat. Dalam industri, sabun tidak dibuat dari asam lemak tetapi

langsung dari minyak yang berasal dari tumbuhan. Minyak adalah ester asam lemak

tidak jenuh dengan gliserol. Melalui proses hidrogenasi dengan bantuan katalis Pt atau

Ni, asam lemak tidak jenuh diubah menjadi asam lemak jenuh, dan melalui proses

penyabunan dengan basa KOH dan NaOH akan terbentuk sabun dan gliserol

(20)

Minyak nabati seperti sawit merupakan bahan utama pembuat sabun. Minyak

hewani seperti lemak sapi dan babi juga sering dimanfaatkan untuk pembuatan sabun.

Molekul sabun terdiri atas rantai hidrokarbon dengan gugus COO- pada ujungnya.

Bagian hidrokarbon bersifat hidrofob artinya tidak suka pada air atau tidak mudah

larut dalm air, sedangkan gugus COO- bersifat hidrofil, artinya suka akan air, jadi

dapat larut dalam air. Oleh karena adanya dua bagian itu, molekul sabun tidak

sepenuhnya larut dalam air, tetapi membentuk misel yaitu kumpulan rantai

hidrokarbon dengan ujung yang bersifat hidrofil dibagian luar (Poejiadi, 2007).

Sementara itu SNI (1994) menjelaskan bahwa sabun mandi merupakan

pembersih yang dibuat dengan mereaksikan secara kimia antara basa natrium atau

basa kalium dan asam lemak yang berasal dari minyak nabati dan atau lemak hewani

yang umumnya ditambahkan zat pewangi atau antiseptik dan digunakan untuk

membersihkan tubuh manusia dan tidak membahayakan kesehatan. Sabun tersebut

dapat berwujud padat, lunak atau cair, berbusa dan digunakan sebagai pembersih.

2.1.1 Sejarah Sabun

Tidak ada catatan pasti kapan sejarah pembuatan sabun dimulai. Pada waktu dahulu

kala di tahun 600 SM masyarakat Funisia di mulut Sungai Rhone sudah membuat

sabun dari lemak kambing dan abu kayu khusus. Mereka juga membarterkannya

dalam berdagang dengan bangsa Kelt, yang sudah bisa membuat sendiri sabun dari

bahan serupa.

Pliny (dalam bukunya berjudul Historia Naturalis, 23 – 79) menyebut sabun

sebagai bahan cat rambut dan salep dari lemak dan abu pohon beech yang dipakai

masyarakat di Gaul, Perancis. Tahun 100 masyarakat Gaul sudah memakai sabun

keras. Ia juga menyebut pabrik sabun di Pompei yang berusia 2000 tahun, yang belum

tergali. Di masa itu sabun lebih sebagai obat. Baru belakangan ia dipakai sebagai

(21)

Tahun 700-an di Italia membuat sabun mulai dianggap sebagai seni. Seabad

kemudian muncul bangsa Spanyol sebagai pembuat sabun terkemuka di Eropa.

Sedangkan Inggris baru memproduksi tahun 1200-an. Secara bersamaan Marseille,

Genoa, Venice, dan Savona menjadi pusat perdagangan karena berlimpahnya minyak

zaitun setempat serta deposit soda mentah. Akhir tahun 1700-an Nicolas Leblanc,

kimiawan Perancis, menemukan larutan alkali dapat dibuat dari garam meja biasa.

Sabun pun makin mudah dibuat, alhasil sabun terjangkau bagi semua orang. (Tambun,

2006)

2.1.2 Sifat – sifat Sabun:

1. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak sehingga akan dihidrolisis parsial oleh

air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.

CH3(CH2)16COONa + H2O →CH3(CH2)16COOH + OH

-2. Jika larutan sabun dalam air diaduk maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini

tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah

garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap.

CH3(CH2)16COONa + CaSO4 → Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2

3. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid,

sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang

bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar.

Molekul sabun mempunyai rantai CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang

bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organik sedangkan COONa+

sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air. ( Pratiwi, 2013)

2.1.3Kegunaan Sabun

Kegunaan sabun ialah kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat

(22)

Pertama, rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam zat-zat non-polar,

seperti tetesan-tetesan minyak. Kedua, ujung anion molekul sabun, yang tertarik pada

air, ditolak oleh ujung anion molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan

minyak lain. Karena tolak-menolak antara tetes-tetes sabun-minyak, maka minyak itu

tidak dapat saling bergabung tetapi tetap tersuspensi. (Ralph J, Fessenden, 1992)

2.1.4 Jenis – jenis Sabun

Jenis sabun yang utama adalah sabun mandi dan sabun cuci, kedua jenis sabun ini dibuat

dengan beberapa cara. Ada beberapa cara untuk mengklasifikasikan sabun. Salah

satunya adalah penggolongan berdasarkan bentuk fisik dan fungsi.

1. Sabun batang

Terbuat dari lemak netral yang padat dan dikeraskan melalui proses hidrogenasi. Jenis

alkali yang digunakan adalah natrium hidroksida dan sukar larut dalam air.

Kebanyakan orang mulai meninggalkan sabun batang karena alasan kurang higienis

dan berisiko menjadi tempat perpindahan bakteri, namun sabun batang dipercaya irit

dan memiliki wangi yang lebih tahan lama. Terbukti, sebesar 43% dari 100 orang

yang disurvei masih menggunakan sabun batang hingga kini. Jenis sabun batangan

lainnya adalah sabun mandi kecantikan. Sabun mandi kecantikan adalah suatu produk

sabun untuk perawatan kecantikan kulit wajah dan tubuh dengan formulasi yang sesuai

untuk kulit. Memberikan zat-zat gizi dan nutrisi yang sangat diperlukan kulit dan

membantu memelihara kulit dengan mempertahankan kelembaban kulit serta membantu

pertumbuhan sel-sel baru jika terjadi kerusakan sel kulit. Pada sabun kecantikan busa

harus lembut dan sifat basanya lebih rendah. (Luis Spitz, 1996).

2. Sabuncair

Sabun jenis ini dibuat dari minyak kelapa jernih dan penggunaan alkali yang berbeda

yaitu kalium hidroksida. Bentuknya cair dan tidak mengental pada suhu kamar. Sabun

cair lebih digemari karena praktis dan mudah penyimpanannya, terutama bagi orang

(23)

3. Showergel

Sabun dengan kandungan emulsi berupa cocamide DEA, lauramide DEA,

linoleamide DEA, dan oleamide DEA ini berfungsi sebagai substansi pengental untuk

mendapatkan tekstur gel. Sabun jenis ini memang belum terlalu populer dan biasanya

lebih sering digunakan oleh wanita yang hobi berendam karena menghasilkan busa

yang cenderung lebih banyak.

4. Sabun antisepik

Mengandung bahan aktif antibacterial, seperti triclosan, triclocarban/

trichlorocarbamide, yang berguna untuk membantu membunuh bakteri dan mikroba,

namun tidak efektif untuk menonaktifkan virus.

2.1.5 Cara Kerja Sabun Sebagai Penghilangan Kotoran

1. Sabun di dalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan

permukaan sehingga kain menjadi bersih dan air meresap lebih cepat kepermukaan

kain.

2. Molekul sabun akan mengelilingi kotoran dengan ekornya dan mengikat molekul

kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul kotoran dan

molekul sabun membentuk suatu emulsi.

Sedangkan bagian kepala molekul sabun didalam air pada saat pembilasan menarik

molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain menjadi bersih. ( Pratiwi, 2013)

2.1.6 Pembuatan Sabun dalam Industri

1. Saponifikasi (Penyabunan)

Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan tidak mudah

(24)

tertentu dimana pembentukan produk sabun mempengaruhi proses emulsi kedua

reaktan tadi, menyebabkan suatu percepatan pada kecepatan reaksi.

Proses reaksi saponifikasi adalah proses mereaksikan minyak dan NaOH pada

reaktor pada suhu ± 1250C dengan bantuan pemanas steam. Komposisi antara minyak

dan NaOH dengan perbandingan 3 : 1, jika tidak maka akan didapati reaksi yang tidak

setimbang sehingga akan didapat sabun yang kurang sempurna. Reaksi dilakukan

selama 10 menit dengan bantuan agitator dan recycle pompa ke reaktor. Minyak dan

NaOH yang berada dalam storage tank (tangki penyimpanan) diumpankan ke reaktor

lalu diinjeksikan steam sebesar 2 bar, selanjutnya ditambahkan larutan garam NaCl

(brine) 22%. Hal ini dilakukan guna memperkaya elektrolit sehingga hasil reaksi

antara minyak dan NaOH mudah dipisahkan pada proses selanjutnya.

O

Minyak yang direaksikan adalah campuran dari beberapa minyak (dalam

satuan %b/%b) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun yaitu palm oil,

palm stearine, dan palm kernel oil dengan perbandingan yang berbeda-beda sesuai

dengan formulasi yang telah ditetapkan untuk sabun yang akan diproduksi.

Setelah reaksi sempurna maka sabun dipompakan ke static separator untuk

memisahkan antara sabun dan gliserol. Gliserol yang didapat hasil proses saponifikasi

ini yang dijadikan sebagai bahan baku untuk proses pembuatan gliserin yang disebut

dengan spent lye dengan kemurnian gliserin 20-30%.

Dalam static separator ini sabun akan terpisah dengan spent lye dan kemudian

(25)

memisahkan sabun, half spent lye, magnesium, dan logam-logam lain yang

terkandung di dalamnya. Half spent lye yang dihasilkan diumpankan kembali ke

reaktor. Fresh lye (larutan pencuci) yang akan dimasukkan (dicampurkan) ke dalam

washing coloumn ini terdiri dari larutan NaOH 48%, larutan NaCl 22%, dan air atau

H2O. (PT. Oleochem and Soap Industri, 2010)

Minyak dan lemak mempunyai sifat yang berbeda selama proses pembuatan

sabun seperti laju penyabunan, jumlah alkali yang dibutuhkan untuk saponifikasi dan

kekuatan elektrolit untuk penggaraman. Keduanya juga mempunyai hasil sabun

setengah jadi dan gliserin yang bervariasi.

2. Netralisasi

Setelah sabun telah dipisahkan di washing coloumn selanjutnya dimasukkan ke

Centrifuge (Cf). Didalam centrifuge ini sabun ini juga dipisahkan antara lye dan neat

soap. Lye yang telah dipisahkan dikembalikan lagi ke washing coloumn sedangkan

sabunnya dilanjutkan ke Neutralizer. Didalam neutralizer ini aditif yang dicampur

adalah Palm Kernel Oil (PKO) dan EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetate). PKO

ditambahkan dengan tujuan untuk memastikan kandungan kadar NaOH dalam neat

soap sebesar 0,025% - 0,045%. dan selanjutnya di transfer ke Crutcher. Didalam

crutcher ini neat soap masih dicampur aditif yaitu EDTA dan Turpinal, kemudian

diaduk agar homogen kemudian dilanjutkan ke Feed Tank. (PT. Oleochem and Soap

Industri, 2010)

Reaksi asam basa antara asam dengan alkali untuk menghasilkan sabun

berlangsung lebih cepat daripada reaksi trigliserida dengan alkali. Jumlah alkali

(NaOH) yang dibutuhkan untuk menetralisasi suatu paduan asam lemak dapat

dihitung sebagai berikut :

NaOH = {berat asam lemak x 40) / MW asam lemak

Berat molekul rata rata suatu paduan asam lemak dapat dihitung dengan

persamaan :

(26)

Dimana AV (angka asam asam lemak paduan) = mg KOH yang dibutuhkan untuk

menetralisasi 1 gram asam lemak

3. Pengeringan Sabun

Setelah feed tank telah terisi maka neat soap direcycle untuk tahap

pengeringan (drying) dan kemudian direcycle dengan cara dipanaskan melalui Heat

Exchanger (HE) dengan speed VLS 50% dan dengan speed feed tanknya 42% dengan

tekanan 1,5 bar. Disetting secara perlahan-lahan. Setelah semuanya dalam kondisi

yang telah disetting maka saatnya diumpankan (feeding) ke atomizer dengan menjaga

tekanan dan temperatur agar jangan sampai drop. Sabun yang sudah dikeringkan dan

didinginkan tersimpan pada dinding ruang vakum dan dipindahkan dengan alat

pengerik sehingga jatuh di plodder, yang mengubah sabun ke bentuk lonjong panjang

atau butiran yang kemudian disimpan dalam suatu wadah penyimpanan soap noodle

dikenal dengan nama Silo. (PT. Oleochem & Soap Industri, 2010)

Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni) yang

umumnya dikeringkan dengan vacum spray dryer. Kandungan air pada sabun

dikurangi dari 30-35% pada sabun murni menjadi 8-18% pada sabun butiran atau

lempengan. Jenis jenis vacum spray dryer, dari sistem tunggal hingga multi sistem,

semuanya dapat digunakan pada berbagai proses pembuatan sabun. Operasi vacum

spray dryer sistem tunggal meliputi pemompaan sabun murni melalui pipa heat

exchanger dimana sabun dipanaskan dengan uap yang mengalir pada bagian luar pipa.

Dryer dengan mulai memperkenalkan proses pengeringan sabun yang lebih luas dan

lebih efisien dari pada dryer sistem tunggal.

4. Penyempurnaan Sabun

Dalam pembuatan produk sabun batangan, sabun butiran dicampurkan dengan

zat pewarna, parfum, dan zat aditif lainnya ke dalam mixer (analgamator). Campuran

sabun ini kemudian diteruskan untuk digiling untuk mengubah campuran tersebut

menjadi suatu produk yang homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap

pemotongan. Sebuah alat pemotong dengan mata pisau memotong sabun tersebut

(27)

sabun batangan sesuai dengan ukuran dan bentuk yang diinginkan. Proses

pembungkusan, pengemasan, dan penyusunan sabun batangan merupakan tahap akhir.

(Pratiwi, 2013)

2.2 Bahan Baku Utama Pembuatan Sabun

2.2.1 Minyak Atau Lemak

Minyak dan lemak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah trigliserida

dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi dengan gliserol.

Masing- masing lemak mengandung sejumlah molekul asam lemak dengan rantai

karbon panjang antara C12 (asam laurat) hingga C18 (asam stearat) pada lemak jenuh

dan begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran trigliserida diolah menjadi sabun

melalui proses saponifikasi dengan larutan natrium hidroksida membebaskan gliserol.

Sifat-sifat sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari

komponen asam asam lemak yang digunakan. Komposisi asam asam lemak yang

sesuai dalam pembuatan sabun dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada

umumnya, panjang rantai yang kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya

karena dapat membuat iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18

atom karbon membentuk sabun yang sukar larut dan sulit menimbulkan busa. Terlalu

besar bagian asam lemak tak jenuh menghasilkan sabun yang mudah teroksidasi bila

terkena udara. Alasan-alasan diatas, faktor ekonomis dan daya jual menyebabkan

lemak dan minyak yang dibuat menjadi sabun terbatas.

Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih

rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun

yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi.

Asam lemak (fatty acid) adalah senyaw

Bersama-sama denga

nabati atau lemak dan merupakan bahan baku untuk semua

(28)

dan menentukan nilai gizinya. Secara alami, asam lemak bisa berbentuk bebas

(sebagai lemak yang terhidrolisis) maupun terikat sebagai

Asam lemak tidak lain adalah

rumus kimia R-COOH atau R-CO2H. Contoh yang cukup sederhana misalnya adalah

H-COO

Karena berguna dalam mengenal ciri-cirinya, asam lemak dibedakan menjadi

asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh hanya memiliki

jenuh memiliki paling sedikit satu

penyusunnya.

Asam lemak merupaka

Umumnya berfase cair atau padat pada suhu ruang (27° Celsius). Semakin panjang

rantai C penyusunnya, semakin mudah membeku dan juga semakin sukar larut. Asam

lemak jenuh bersifat lebih stabil (tidak mudah bereaksi) daripada asam lemak tak

jenuh. Ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh mudah bereaksi dengan oksigen

(mudah teroksidasi). Karena itu, dikenal istila

Keberadaan ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh menjadikannya memiliki

dua bentuk:

(dilambangkan dengan "Z", singkatan dari

bentuk trans (trans fatty acid, dilambangkan dengan "E", singkatan dari bahasa Jerman

entgegen) hanya diproduksi oleh sisa metabolisme hewan atau dibuat secara sintetis.

Akibat polarisasi atom H, asam lemak cis memiliki rantai yang melengkung. Asam

lemak trans karena atom H-nya berseberangan tidak mengalami efek polarisasi yang

kuat dan rantainya tetap relatif lurus.

(29)

berbagai produk ini.

Karena mudah terhidrolisis dan teroksidasi pada suhu ruang, asam lemak yang

dibiarkan terlalu lama akan turun nilai gizinya. Pengawetan dapat dilakukan dengan

menyimpannya pada suhu sejuk dan kering, serta menghindarkannya dari kontak

langsung dengan udara.

Asam lemak jenuh :

1. Bersifat non essensial

2. Dapat disintesis oleh tubuh

3. Padat pada suhu kamar

4. Diperoleh dari sumber zat hewani contoh mentega

5. Tidak ada ikatan rangkap

Tabel 2.1 Asam Lemak Jenuh Dalam Minyak Sawit

Jenis Asam Rumus Molekul Titik Cair (oC) Titik Didih (oC)

Asetat CH3COOH -16,6 118

Laurat CH3(CH2)10COOH 44 225

Miristat CH3(CH2)12COOH 58 250,5

Palmitat CH3(CH2)14COOH 64 215

Stearat CH3(CH2)16COOH 69,4 383

Asam lemak tidak jenuh :

1. Bersifat essensial

2. Tidak dapat diproduksi tubuh

3. Cair pada suhu kamar

4. Diperoleh dari sumber zat nabati contoh minyak goreng

(30)

Tabel 2.2 Asam Lemak Tidak Jenuh Dalam Minyak Sawit

Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH,

Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda

kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam

pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena

sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan

alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat

menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).

Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa tersebut

dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang dihasilkan

sangat mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu menurunkan kesadahan air.

Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa menunjukkan sifat

mudah berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan sebagai sabun industri

dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah tangga. Pencampuran alkali yang berbeda

sering dilakukan oleh industri sabun dengan tujuan untuk mendapatkan sabun dengan

(31)

2.3 Bahan-Bahan Pendukung Pembuatan Sabun

Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun

hasil saponifikasi (pengendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun

menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan

bahan-bahan aditif.

2.3.1 Garam (NaCl)

NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl

pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam

sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk

air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk

sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena

kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari

besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas.

2.3.2 Bahan Aditif

Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang

bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen.

Bahan-bahan aditif tersebut antara lain : builders, fillers inert, anti oksidan, pewarna,

dan parfum.

a. Builders (Bahan Penguat)

Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat

mineral-mineral yang terlarut pada air, sehingga bahan - bahan lain yang berfungsi untuk

mengikat lemak dan membasahi permukaan dapat berkonsentrasi pada fungsi

utamanya. Builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar

proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan

(32)

adalah senyawa - senyawa kompleks fosfat, natrium sitrat, natrium karbonat, natrium

silikat atau zeolit.

b. Fillers (Bahan Pengisi)

Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku. Pemberian

bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan

bahan ini dalam campuran bahan baku sabun semata mata ditinjau dari aspek

ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi sabun digunakan sodium sulfat.

Bahan lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium

pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk,

dan mudah larut dalam air.

c. Coloring Agent ( Zat Pewarna)

Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini ditujukan agar

memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk mencoba sabun ataupun

membeli sabun dengan warna yang menarik. Biasanya warna warna sabun itu terdiri

dari warna merah, putih, hijau maupun orange.

d. Fragrance (Bahan Pewangi)

Parfum termasuk bahan pendukung. Keberadaaan parfum memegang peranan besar

dalam hal keterkaitan konsumen akan produk sabun. Artinya, walaupun secara

kualitas sabun yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum akan

berakibat fatal dalam penjualannya. Parfum untuk sabun berbentuk cairan berwarna

kekuning kuningan dengan berat jenis 0,9. Dalam perhitungan, berat parfum dalam

gram (g) dapat dikonversikan ke mililiter. Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1ml. Pada

dasarnya, jenis parfum untuk sabun dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu parfum

umum dan parfum ekslusif.

Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di masyarakat

(33)

menggunakan jenis parfum yang ekslusif. Artinya, aroma dari parfum tersebut sangat

khas dan tidak ada produsen lain yang menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif

ini diimbangi dengan harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum. Beberapa

nama parfum yang digunakan dalam pembuatan sabun diantaranya bouquct deep

water, alpine, dan spring flower. (Fitri, 2013)

e. Antioksidan

EDTA (ethylene diamine tetra acetate) ditambahkan dalam sabun untuk membentuk

kompleks (pengkelat) ion besi yang mengkatalis proses degradasi oksidatif. Degradasi

oksidatif akan memutuskan ikatan rangkap pada asam lemak membentuk rantai lebih

pendek, aldehid dan keton yang berbau tidak enak. EDTA adalah reagen yang bagus,

selain membentuk kelat dengan semua kation, kelat ini juga cukup stabil untuk

metode titriametil. (Supena, 2007)

Bahan antioksidan pada sabun juga dapat menstabilkan sabun terutama pada

bau tengik atau rancid. Natrium silikat, natrium hiposulfid, dan natrium tiosulfat

diketahui dapat digunakan sebagai antioksidan. Stanous klorida juga merupakan

antioksidan yang sangat kuat dan juga dapat memutihkan sabun atau sebagai

bleaching agent. (Farid Kurnia, 2009)

2.4 Kadar Air

Keberadaan air dalam suatu produk sangat menentukan mutu produk tersebut tak

terkecuali sabun padat. Splitz (1996) berpendapat kuantitas air yang terlalu banyak

dalam sabun akan membuat sabun tersebut mudah menyusut dan tidak nyaman saat

akan digunakan. Keberadaan air dan udara dapat memicu terjadinya oksidasi.

Kataren (1986) menjelaskan bahwa proses oksidasi dapat berlangsung apabila

terjadi kontak antara sejumlah oksigen dan minyak atau lemak. Oksidasi biasanya

dimulai dengan pembentukan peroksida. Tingkat selanjutnya ialah terurainya

(34)

asam-asam lemak bebas. Senyawa aldehid dan keton yang dihasilkan dari lanjutan

reaksi oksidasi ini memiliki sifat mudah menguap seperti alkohol .

2.5 Kadar Alkali Bebas (Dihitung Sebagai NaOH)

Sabun dihasilkan melalui reaksi safonifikasi antara asam lemak dalam minyak/ lemak

dengan alkali/ basa. Sabun yang baik adalah sabun yang dihasilkan dari reaksi yang

sempurna antara asam lemak dan alkali dan diharapkan tidak terdapat residu/ sisa

setelah reaksi . Namun tidak selamanya reaksi yang diharapkan dapat berlangsung

sempurna. Untuk itu diperlukan pengujian kadar alkali setelah beraksi karena dalam

pembuatan sabun padat ini digunakan alkali berupa NaOH maka kadar alkali bebas

dihitung sebagai NaOH.

Di dalam buku SNI (1994) dijelaskan bahwa alkali bebas ialah alkali dalam

sabun yang tidak terikat sebagai senyawa. Kelebihan alkali dalam sabun mandi tidak

boleh melebihi 0,1%. Kelebihan alkali pada sabun mandi dapat disebabkan jumlah

alkali yang melebihi jumlah alkali yang digunakan untuk melakukan saponifikasi

keseluruhan minyak menjadi sabun. Keberadaan alkali bebas yang berlebihan dapat

membahayakan kulit.

2.6 Kadar Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas adalah bilangan yang menunjukkan banyaknya NaOH yang

diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas didalam sabun. Maksudnya untuk

menentukan kadar asam lemak bebas yang tidak bereaksi dengan alkali menjadi

sabun. Penetapannya dilakukan dengan cara titrasi alkalimetri dengan larutan alkohol

KOH sebagai penitarnya karena asam lemak dicari jumlahnya dimana jumlahnya

(35)

2.7 Bilangan Peroksida

Bilangan peroksida merupakan jumlah miliekivalen peroksida per 1000 gram sampel,

yang dioksidasi kalium iodida.

Minyak atau lemak bersifat tidak larut dalam semua pelarut berair, tetapi larut

dalam pelarut organik seperti misalnya : petroleum eter, dietil eter, alkohol panas,

khloroform dan benzena. Dimana asam lemak rantai pendek sampai panjang rantai

atom karbon sebanyak delapan bersifat larut dalam air. Makin panjang rantai sehingga

akan terbentuk gugus karboksil yang tidak bermuatan. Kemudian dilakukan ekstraksi

menggunakan pelarut non-polar seperti petroleum. Asam lemak jenuh sangat stabil

terhadap oksidasi, akan tetapi asam lemak tidak jenuh sangat mudah terserang

oksidasi. Dimana lemak tidak dapat meleleh pada satu titik suhu, akan tetapi lemak

akan menjadi lunak pada suatu interval suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena pada

umumnya lemak merupakan campuran gliserida dan masing-masing gliserida

mempunyai titik cair sendiri-sendiri (Tranggono & Setiaji, 1989).

Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh

mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap tersebut

disebabkan pembentukkan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida.

Menurut teori yang sampai kini masih dianut orang sebuah atom hidrogen yang terikat

pada suatu atom karbon yang letaknya disebelah atom karbon lain yang mempunyai

ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh suatu kuantum energi sehingga membentuk

radikal bebas. Kemudian radikal ini dengan oksigen membentuk peroksida aktif yang

dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah

menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi tinggi,

energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa dengan rantai C lebih pendek ini

adalah asam-asam lemak, aldehid- aldehid, dan keton yang bersifat volatil dan

(36)

Reaksi oksidasi bergantung pada banyak frekuensi reaksi dari lemak dalam

bahan makanan. Ini biasanya terdiri oleh atmosfer oksigen, frekuensi yang sedikit oleh

ozon, peroksida, logam dan agen oksidasi yang lain. Dalam penambahan untuk

oksigen dan ozon, lemak dapat dirusak oleh pembentukan reaksi lain, seperti anion

superoksida (O2) dan radikal (O2), radikal perhidrosilik (HO2), hidrogen peroksida dan

hidrosil radikal (HO). Asam peroksida diproduksi oleh autoxidasi dari aldehid, dan

mungkin reaksi dengan molekul lain dari produk aldehid asam karboksilat.

Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan

pada lemak dan minyak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan

rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida dapat ditentukan dengan

metode iodometri. Cara yang sering digunakan untuk menentukan bilangan peroksida,

berdasarkan pada reaksi antara alkali iodida dalam larutan asam dengan ikatan

peroksida. Iod yang dibebaskan pada reaksi ini kemudian dititrasi dengan natrium

tiosulfat. Penentuan peroksida ini kurang baik dengan cara iodometri biasa meskipun

bereaksi sempurna dengan alkali iod. Hal ini disebabkan karena peroksida jenis

lainnya hanya bereaksi sebagian. Di samping itu dapat terjadi kesalahan yang

disebabkan oleh reaksi antara alkali iodida dengan oksigen dari udara (Ketaren, 1986).

Pada proses oksidasi ini akan dihasilkan sejumlah aldehid, asam bebas dan

peroksida organik. Untuk mengetahui tingkat ketengikan dari minyak atau lemak,

dapat dilakukan dengan menggunakan jumlah peroksida yang telah terbentuk pada

minyak atau lemak tersebut. Lemak tidak jenuh khususnya oleat ternyata lebih cepat

tengik dibandingkan lemak jenuh. Lemak yang tengik menimbulkan rasa tidak enak,

bahkan pada beberapa individu dapat menimbulkan keracunan ringan, dan dapat

merusak zat-zat lain yang ada dalam makanan seperti karoten, vitamin A dan vitamin

E. Kerusakan minyak dan lemak selain disebabkan oleh proses oksidasi dapat juga

disebabkan oleh proses hidrolisa. Pada proses hidrolisa dihasilkan gliserida dari

asam-asam lemak berantai pendek (C4-C12) sehingga akan terjadi perubahan rasa dan bau

(37)

Menurut Buckle et al. (1997) ada dua tipe kerusakan yang utama pada minyak

dan lemak, yaitu :

a. Ketengikan terjadi bila komponen cita-rasa dan bau yang mudah menguap

terbentuk sebagai akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak tak

jenuh. Komponen-komponen ini menyebabkan bau dan cita-rasa yang tak

diinginkan dalam lemak dan minyak produk-produk yang mengandung lemak

dan minyak itu.

b. Hidrolisa minyak dan lemak menghasilkan asam-asam lemak bebas yang dapat

mempengaruhi cita-rasa dan bau daripada bahan itu. Hidrolisa dapat

disebabkan oleh adanya air dalam lemak atau minyak atau karena kegiatan

enzim.

Menurut Soedarmo et al (1988), kerusakan karena proses hidrolisa terutama

banyak terjadi pada minyak atau lemak yang mengandung asam lemak jenuh dalam

jumlah cukup banyak seperti pada minyak kelapa yang mengandung asam laurat,

sedangkan bau yang tengik ditimbulkan oleh asam lemak bebas yang terbentuk selama

proses hidrolisa. Proses hidrolisa pada minyak atau lemak umumnya disebabkan oleh

aktifitas enzim dan mikroba. Proses hidrolisa dapat dipercepat dengan kondisi

kelembaban yang tinggi, kadar air tinggi serta temperatur tinggi. Proses hidrolisa pada

minyak dan lemak akan menghasilkan ketengikan hidrolitik, dimana terjadi

pembebasan asam-asam lemak yang mempengaruhi rasa dari minyak tersebut. Enzim

yang dapat menimbulkan ketengikan hidrolitik adalah enzim lipase. Ketengikan pada

minyak dan lemak nabati terjadi karena berkurangnya kandungan vitamin E

(tocopherol) yang dapat berfungsi sebagai anti oksidan.

Lemak netral murni tidak berbau, tidak ada rasa, dan umumnya tidak berwarna.

Warna dari lemak dan minyak alami adalah karena adanya pigmen-pigmen yang

bercampur atau larut dalam lemak. Bila lemak dibiarkan dalam waktu yang lama

kontak langsung dengan udara dan lembab, khususnya ada cahaya dan panas, akan

(38)

proses ini akan dipercepat dengan adanya logam-logam yang bersifat katalisator

seperti Zn, Cu. (Soedarno & Girindra, 1988)

2.7.1 Titrasi Iodometri

Pada titrasi iodometri, analit yang dipakai adalah oksidator yang dapat bereaksi

dengan I- (iodide) untuk menghasilkan I2. I2 yang terbentuk secara kuantitatif dapat

dititrasi dengan larutan tiosulfat. Dari pengertian diatas maka titrasi iodometri adalah

dapat dikategorikan sebagai titrasi kembali.

Iodida adalah reduktor lemah dan dengan mudah akan teroksidasi jika

direaksikan dengan oksidator kuat. Iodida tidak dipakai sebagai titrant hal ini

disebabkan karena faktor kecepatan reaksi dan kurangnya jenis indikator yang dapat

dipakai untuk iodide. Oleh sebab itu titrasi kembali merupakan proses titrasi yang

sangat baik untuk titrasi yang melibatkan iodida.

Senyawaan iodida umumnya KI ditambahkan secara berlebih pada larutan

oksidator sehingga terbentuk I2. I2 yang terbentuk adalah equivalent dengan jumlah

oksidator yang akan ditentukan. Jumlah I2 ditentukan dengan menitrasi I2 dengan

larutan standar tiosulfat (umumnya yang dipakai adalah Na2S2O3) dengan indikator

(39)

tepat hilang. Reaksi yang terjadi pada titrasi iodometri untuk penentuan iodat adalah

langsung antara tiosulfat dengan analit, alasannya adalah karena analit yang bersifat

sebagai oksidator dapat mengoksidasi tiosulfat menjadi senyawaan yang bilangan

oksidasinya lebih tinggi dari tetrationat dan umumnya reaksi ini tidak stoikiometri.

Alasan kedua adalah tiosulfat dapat membentuk ion kompleks dengan beberapa ion

logam seperti Besi(II).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi Iodometri

adalah sebagai berikut: Penambahan amilum sebaiknya dilakukan saat menjelang

akhir titrasi, dimana hal ini ditandai dengan warna larutan menjadi kuning muda (dari

oranye sampai coklat akibat terdapatnya I2 dalam jumlah banyak), alasannya

kompleks amilum- I2 terdisosiasi sangat lambat akibatnya maka banyak I2 yang akan

terabsorbsi oleh amilum jika amilum ditambahkan pada awal titrasi, alasan kedua

adalah biasanya iodometri dilakukan pada media asam kuat sehingga akan

menghindari terjadinya hidrolisis amilum. Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk

meminimalisasi terjadinya oksidasi iodida oleh udara bebas. Pengocokan pada saat

melakukan titrasi iodometri sangat diwajibkan untuk menghindari penumpukan

tiosulfat pada area tertentu, penumpukkan konsentrasi tiosulfat dapat menyebabkan

terjadinya dekomposisi tiosulfat untuk menghasilkan belerang. Terbentuknya reaksi

ini dapat diamati dengan adanya belerang dan larutan menjadi bersifat koloid (tampak

keruh oleh kehadiran S).

(40)

Pastikan jumlah iodida yang ditambahkan adalah berlebih sehingga semua

analit tereduksi dengan demikian titrasi akan menjadi akurat. Kelebihan iodida tidak

akan mengganggu jalannya titrasi redoks akan tetapi jika titrasi tidak dilakukan

dengan segera maka I- dapat teroksidasi oleh udara menjadi I2.

2.7.2 Natrium Tiosulfat

Larutan Natrium tiosulfat tidak stabil dalam waktu lama. Bakteri yang memakai

belerang akhirnya masuk ke larutan itu, dan proses metaboliknya akan mengakibatkan

pembentukan SO32-, SO42- dan belerang koloidal. Belerang ini akan menyebabkan

kekeruhan, bila timbul kekeruhan larutan harus dibuang. Biasanya air yang digunakan

untuk menyiapkan larutan tiosulfat dididihkan agar steril, dan sering ditambahkan

boraks atau natrium karbonat sebagai pengawet. Oksidasi tiosulfat oleh udara

berlangsung lambat. Tetapi runutan tembaga sering kadang-kadang terdapat dalam air

suling akan mengkatalisis oksidasi oleh udara. Tiosulfat diuraikan dalam larutan asam

dengan membentuk belerang sebagai endapan mirip susu. (A.L. Underwood, 1986).

Larutan standard yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah

natrium tiosulfat. Lazimnya garam ini dibeli sebagai pentahidrat, Na2S2O3.5H2O.

Larutan tak boleh distandarisasikan berdasarkan penimbangan langsung, melainkan

harus distandarisasikan terhadap standard primer.

S2O32- + 2H+→ H2S2O3 → H2S2O3 + S(s)

Tetapi reaksi lambat dan tak terjadi bila tiosulfat dititrasikan ke dalam larutan

iod yang asam, jika larutan diaduk dengan baik. Reaksi antara iod dan tiosulfat jauh

lebih cepat daripada reaksi penguraian.

Iod mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetrationat :

(41)

Dalam larutan netral atau sedikit sekali basa, oksidasi menjadi sulfat itu tidak

terjadi, jika digunakan iod sebagai titran. Banyak zat pengoksid kuat, seperti pereaksi

dichromat, permanganat dan garam serium (IV), mengoksidasi tiosulfat menjadi

sulfat, namun reaksinya tidak kuantitatif. (A.L. Underwood, 1986)

2.7.3 Kanji (Starch)

Larutan kanji mudah terurai oleh bakteri, suatu proses yang dapat dihambat dengan

jalan sterilisasi atau dengan penambahan suatu zat pengawet. Hasil peruraiannya

memakai iodium dan berubah menjadi kemerah-merahan. Merkurium (II) iodida,

asam borat atau asam furoat dapat digunakan sebagai pengawet. Kondisi yang

menimbulkan hidrolisis atau koagulasi kanji hendaklah dihindari. Kepekaan indikator

berkurang dengan naiknya temperatur dan oleh beberapa zat organik, seperti metil dan

etil alkohol.

Warna larutan iod 0,1 N cukup kuat sehingga iodium dapat bertindak sebagai

indikator sendiri. Iodium juga memberikan warna ungu atau merah lembayung yang

kuat kepada pelarut-pelarut seperti karbon tetraklorida atau kloroform, dan

kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir reaksi. Akan tetapi lebih umum

digunakan suatu larutan (dispersi koloid) kanji, dari warna biru tua kompleks

pati-iodium berperan sebagai uji kepekaan terhadap pati-iodium.

Kepekaan lebih besar dalam larutan sedikit sekali asam daripada dalam larutan

netral dan lebih adanya ion iodida. Mekanisme yang tepat dari pembentukan kompleks

itu belum diketahui. Tetapi diduga bahwa molekul iodium diikat pada permukaan β

-amilosa, suatu konstituen-konstituen kanji lain, α-amilosa, atau amilopektin,

membentuk kompleks kemerahan dimana warna tidak mudah dihilangkan. Oleh

karena itu, kanji yang mengandung amilopektin sebaiknya tak digunakan. Produk

(42)

2.8 Uji Organoleptik

Menurut Soekarto (1981), penilaian dengan indera disebut penilaian organoleptik atau

penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif. Penilaian

dengan indera banyak digunakan untuk meneliti mutu komoditi hasil pertanian dan

makanan. Penilaian cara ini banyak disenangi karena dapat dilaksanakan dengan cepat

dan langsung. Kadang – kadang penilaian ini dapat memberikan hasil penelitian yang

teliti. Dalam beberapa hal penilaian dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat

yang paling sensitif.

Sistem penelitian organoleptik telah dapat dibakukan dan dijadikan alat penilai

dalam laboratorium, dunia usaha dan perdagangan. Laboratorium penilaian

organoleptik pun telah menjadi umum di industri maupun di lembaga-lembaga

penelitian. Penelitian organoleptik telah pula digunakan sebagai metode dalam

penelitian dan pengembangan. Untuk melaksanakan suatu penilaian organoleptik

diperlukan panel. Panel adalah satu atau sekelompok orang yang bertugas untuk

menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi

anggota panel disebut panelis. Ada 6 macam panel yang biasa digunakan dalam

penilaian organoleptik yaitu :

1. Pencicip perorangan (individual expert)

Pencicip perorangan disebut juga pencicip tradisional. Pencicip demikian telah lama

digunakan dalam industri-industri makanan seperti pencicip teh, kopi, es krim atau

penguji bau pada industri minyak wangi (parfum).

2. Panel pencicip terbatas

Untuk menghindari ketergantungan pada seorang pencicip perorangan maka beberapa

industri menggunakan 3 – 5 orang penilai yang mempunyai kepekaan tinggi yang

disebut panel pencicip terbatas. Biasanya panel ini diambil dari personel laboratorium

yang sudah mempunyai pengalaman luas akan komoditi tertentu. Penggunaan panel

pencicip terbatas dapat mengurangi faktor kecenderungan (bias) dalam menilai rasa

suatu komoditi. Dalam mengambil keputusan dilakukan secara musyawarah diantara

(43)

3. Panel terlatih

Anggota panel terlatih yaitu antara 15 – 25 orang. Tingkat kepekaan yang diharapkan

tidak perlu setinggi panel pencicip terbatas. Untuk menjadi anggota panel ini perlu

diseleksi dan yang terpilih kemudian dilatih. Panel terlatih ini juga berfungsi sebagai

alat analisa, dan pengujian-pengujian yang dilakukan biasanya terbatas pada

kemampuan membedakan.

4. Panel tak terlatih

Jika panel terlatih biasanya untuk menguji pembedaan (different test), maka panel tak

terlatih umumnya untuk menguji kesukaan (preference test). Pemilihan anggota

dilakukan bukan terhadap kepekaan calon anggota tetapi pemilihan itu lebih

mengutamakan segi sosial seperti latar belakang pendidikan, asal daerah ekonomi,

dalam masyarakat dan sebagainya.

5. Panel konsumen

Panel ini biasanya mempunyai anggota yang besar jumlahnya dari 30 sampai 1000

orang. Pengujiannya biasanya mengenai uji kesukaan (preference test) dan dilakukan

sebelum pengujian pasar. Hasil uji kesukaan dapat digunakan untuk menentukan

apakah suatu jenis komoditi dapat diterima oleh masyarakat.

6. Panel agak terlatih

Panel ini tidak dipilih menurut prosedur pemilihan panel terlatih, tetapi juga tidak

diambil dari orang-orang awam yang tidak tahu menahu mengenai sifat-sifat sensorik

dan penilaian organoleptik. Panelis dalam kategori ini mengetahui sifat-sifat sensorik

dari contoh yang dinilai karena mendapat penjelasan atau sekedar latihan. Termasuk

dalam kategori panel agak terlatih adalah sekelompok mahasiswa dan atau staf

peneliti yang dijadikan panelis secara musiman atau hanya kadang-kadang. Panelis

pada panel agak terlatih dipilih berdasarkan kepekaan dan keandalan penilaian.

Jumlahnya berkisar antara 15 – 25 orang. Pengujian organoleptik dapat digolongkan

dalam beberapa kelompok. Cara yang paling populer adalah kelompok pengujian

pembedaan (different test) dan kelompok pengujian pemilihan (preference test).

(44)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-alat

1. Oven (minimum 30oC, maksimum 400oC) Memmert

2. Tintometer Colorimeter Model F Scale Berkat Saintifindo

(5.25 cell Lovibond)

3. Buret Automatic 10 ml skala 0.02 Isolab

4. Buret Automatic 25 ml skala 0.05 Isolab

5. Buret Manual 2 ml skala 0.05 Duran

6. Statif dan Klem

7. Erlenmeyer 150 ml dan 250 ml Pyrex

8. Gelas Beaker 250 ml dan 500 ml Iwaki

9. Hot Plate Stirrer Cimarec

10.Kertas Saring No.91 Whatman

11.Corong Pisah 500 ml Iwaki

12.Neraca Analitis Akurasi 0,0001 g Presica

13.Labu Ukur 1000 ml Iwaki

19.Dispensette 50 ml Brand

20.Desikator

21.Cawan Porselen

22.Gelas Ukur 50 ml Pyrex

23.Slicer (parutan)

(45)

25.Pipet Volum 1 ml dan 10 ml Iwaki

26.Timer

3.1.2 Bahan-bahan

1. Sabun Mandi Padat Soft Silk 150 g dan Sabun Cuci Padat Saba 230 g

dari PT. Oleochem and Soap Industry

2. Akuades

Dimasukkan akuades 250 ml ke dalam labu ukur 1000 ml. Dipipet 2.75 ml larutan

H2SO4, dituangkan perlahan melalui dinding labu ukur. Ditambahkan akuades secara

perlahan sampai garis tanda.

b. Asam Sulfat (H2SO4) 30%

Dimasukkan akuades 500 ml ke dalam labu ukur 1000 ml. Dipipet 309,2 ml larutan

H2SO4, dituangkan perlahan-lahan melalui dinding labu ukur. Ditambahkan akuades

(46)

c. Alkohol Netral 95%

Dimasukkan alkohol 300 ml ke dalam erlenmeyer 500 ml, ditambah larutan indikator

Fenolftalein (PP) 0,5 ml dan dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai terbentuk

warna merah muda.

d. Fenolftalein (PP) 1%

Ditimbang 10 gr Fenolftalein (PP) dalam beaker glass 250 ml. Ditambahkan alkohol

100 ml, diaduk sampai larut. Dituangkan kedalam labu ukur 1000 ml, dibilas beaker

glass dengan alkohol dan dituangkan ke dalam labu ukur, ditambahkan alkohol sampai

garis tanda.

e. Natrium Hidroksida (NaOH) 0.1 N

Ditimbang 8 gr NaOH dalam beaker glass 400 ml. Ditambahkan akuades 200 ml,

diaduk sampai larut. Dituangkan ke dalam labu ukur 2000 ml, di cuci beaker glass

dengan akuades dan dituangkan ke dalam labu ukur, ditambahkan akuades sampai

garis tanda.

f. Amilum 1%

Ditimbang 1 g amilum, dilarutkan dengan 50 ml akuades dingin. Dituangkan sedikit

demi sedikit larutan kanji ke dalam beaker glass yang berisi 50 ml akuades panas

sambil terus dipanaskan di hotplate.

g. Metil Orange (M.O) 0,1%

Ditimbang 1 g metil orange dalam gelas beaker 250 ml. Ditambahakan 100 ml

akuades, diaduk sampai larut. Dituangkan ke dalam labu ukur 1000 ml, dibilas gelas

beaker dengan akuades dan dituangkan ke dalam labu ukur, kemudian ditambahkan

akuades sampai garis tanda.

h. Kalium Iodida (KI) 15%

Ditimbang 150 g Kalium Iodida kedalam gelas beaker 1000 ml. Dilarutkan dengan

500 ml akuades, diaduk sampai larut. Dituangkan ke dalam labu ukur 1000 ml, dibilas

gelas beaker dengan akuades dan dituangkan kedalam labu ukur, kemudian

ditambahkan akuades sampai garis tanda.

3.2.2 Standarisasi

a. Standarisasi Larutan Asam Sulfat (H2SO4) 0.1 N

Dengan menggunakan buret, dimasukkan 40 ml larutan H2SO4 dalam erlenmeyer 300

(47)

menggunakan larutan natrium hidroksida yang sudah distandarisasi dengan normalitas

yang sama dengan larutan H2SO4 yang akan distandarisasi sampai muncul warna

merah jambu. Standarisasi dilakukan sebanyak tiga kali perulangan dan diambil

rata-rata.

Referensi: AOCS Official Method H 13-52

b. Standarisasi Larutan Natrium Hidroksida (NaOH) 0.1 N

Ditimbang dengan teliti 0.1000 - 0.2000 g kalium hidrogen ftalat (KHP) ke dalam

erlenmeyer 300 ml. Ditambahkan 50 ml akuades bebas CO2. Diaduk sampai kalium

hidrogen ftalat (KHP) larut. Ditambahkan beberapa tetes larutan indikator fenolftalein

1% dan dititrasi dengan larutan standard hingga mendapatkan warna merah jambu

yang permanen. Standarisasi dilakukan sebanyak tiga kali perulangan dan diambil

rata-rata.

Perhitungan:

N =

Dimana: N = Normalitas NaOH (N)

W = Berat KHP (g)

Vtitrasi = Volume titrasi NaOH (ml)

Referensi: AOCS Official Methods H 12-52

c. Standarisasi Larutan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) 0,01N

Ditimbang dengan teliti 0,016-0,022 g kalium dikromat ke dalam iodine flask 300 ml.

dilarutkan dalam 2,5 ml akuades, ditambahkan 0,5 ml larutan HCl pekat, 2 ml larutan

KI dan diaduk. Dibiarkan selama 5 menit dan kemudian ditambahkan 10 ml akuades.

(48)

warna kuning hampir hilang. Ditambahkan 0,2 ml larutan indikator amilum 1% dan

titrasi dilanjutkan hingga warna biru menghilang.

Perhitungan:

N =

Dimana: N = Normalitas Na2S2O3 (N)

W = Berat kalium dikromat (g)

V = Volume titrasi Na2S2O3 (ml)

Referensi: AOCS Official Methods Cd 1b-87

3.2.3 Pemisahan Fatty Acid dari Sabun Mandi dan Sabun Cuci Padat

a) Diparut sebanyak 25 g sabun mandi padat atau sabun cuci padat dengan

menggunakan slicer (parutan).

b) Dilarutkan dengan 300 ml akuades di dalam gelas beaker 1000 ml.

c) Ditambahkan 50 ml H2SO4 30%.

d) Dipanaskan sampai terbentuk 2 lapisan (lapisan atas fatty acid dan lapisan

bawah pelarut), lalu dipisahkan dengan corong pisah dan dibilas dengan air

panas sampai keasamannya hilang.

e) Lapisan atas (fatty acid) disaring ke dalam gelas beaker 250 ml, sehingga

terbentuk fatty acid murni dan residu (impurities).

3.2.4 Penentuan Perubahan Warna

3.2.4.1 Preparasi sampel (Henkel Test Methods)

a) Ditimbang 10 g sampel dalam erlenmeyer 250 ml.

b) Ditambahkan alkohol 20% dan dipanaskan hingga larut.

c) Dianalisa warna dengan menggunakan tintometer colorimeter model F.

3.2.4.2 Analisa Menggunakan Tintometer Colorimeter Model F (AOCS Cc 13e-

92)

a) Diisi sampel ke dalam tabung 5.25cell.

(49)

c) Sampel diamati melalui kamera penglihatan dan samakan warna sampel

sebelah kiri dengan warna pembanding sebelah kanan.

d) Dicatat warna yang paling sesuai sebagai warna sampel.

3.2.5 Penentuan Kekuatan Parfum (Secara Organoleptik)

Uji organoleptik pada produk sabun dilakukan untuk mengetahui tingkat perbedaan

terhadap kekuatan parfum pada sabun mandi dan sabun cuci padat. Uji ini

menggunakan panelis terlatih sebanyak 15 orang dengan skala 1 – 4. Skala penilaian

yang diberikan yaitu: 1 (tidak berkurang), 2 (sedikit berkurang), 3 (berkurang), dan 4

(sangat berkurang).

3.2.6 Penentuan Kadar Air (AOCS Official Methods, Da 2a – 48)

a) Ditimbang 5 g sampel dalam cawan yang telah ditara (W 1)

b) Cawan ditimbang berserta isinya (W2)

c) Dikeringkan sampel dalam oven pada 105° C selama 60 menit.

d) Dinginkan pada temperatur kamar dalam desikator kemudian ditimbang (W3)

e) Perhitungan:

Kadar Air (%) = x 100%

Dimana :W1 = Berat sampel (g)

W2 = Berat cawan + berat sampel sebelum dikeringkan (g)

W3 = Berat cawan + berat sampel sesudah dikeringkan (g)

3.2.7 Penentuan Kadar Alkali Bebas (AOCS Official Method Da 4a-48)

a) Ditimbang 5 g sabun dalam beaker glass 250 ml dan ditambahkan 150 ml

alkohol yang telah dinetralisasi.

b) Dipanaskan sampai larut dan saring kedalam erlenmeyer 250 ml.

c) Ditambahkan 0.5 ml larutan indikator fenolftalein 1%.

d) Dititrasi dengan larutan asam sulfat 0.1 N sampai warna merah menghilang.

e) Perhitungan :

(50)

Dimana : V = Volume titrasi larutan H2SO4 (ml)

N = Normalitas larutan H2SO4 (N)

W = Berat sampel (g)

3.2.8 Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (AOCS Official Methods Da 4a-48)

a) Ditimbang 5 g sabun dalam beaker glass 250 ml dan ditambahkan 150 ml

alkohol yang telah dinetralisasi.

b) Dipanaskan sampai larut dan saring dalam erlenmeyer 250 ml.

c) Ditambahkan 0.5 ml larutan indikator enolftalein 1%.

d) Dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N sampai muncul warna merah.

e) Perhitungan:

Kadar Asam Lemak Bebas (%) =

Dimana : V = Volume titrasi larutan NaOH (ml)

N = Normalitas larutan NaOH (N)

W = Berat sampel (g)

3.2.9 Penentuan Bilangan Peroksida (AOCS Official Methods Cd 8-53)

3.2.9.1 Preparasi Sampel

a) Sampel (fatty acid) dalam keadaan padat, dicairkan terlebih dahulu di atas

hotplate.

b)Ditimbang asam lemak (fatty acid) dalam iodine flask yang kering dan

bersih, dicatat beratnya. Digunakan perhitungan atau tabel 3.1 dibawah ini

untuk menentukan berat sampel untuk bilangan peroksida yang diharapkan.

Tabel 3.1 Berat Sampel Untuk Bilangan Peroksida yang Diharapakan

Gambar

Tabel 2.1 Asam Lemak Jenuh Dalam Minyak Sawit
Tabel 2.2 Asam Lemak Tidak Jenuh Dalam Minyak Sawit
Tabel 3.1 Berat Sampel Untuk Bilangan Peroksida yang Diharapakan
Tabel 4.1 Data perubahan warna dari sabun mandi padat Soft silk 150 g
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk membuat sabun mandi padat aromaterapi kopi dengan mengkaji pengaruh rasio Virgin Cococonut Oil (VCO) terhadap Asam Stearat dan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh produk terbaik yaitu sabun mandi padat dengan penambahan kolagen tulang ikan lele yang memiliki kadar air 13%; kadar alkali

Sabun mandi padat ekstrak pelepah aren Virgin Coconut Oil digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan sabun karena kandungan asam lauratnya yang tinggi dapat menghaluskan dan