• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Telur Itik Dan Tepung Jagung (Maizena) Terhadap Laju Pertumbuhan Populasi Daphnia Sp.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemberian Telur Itik Dan Tepung Jagung (Maizena) Terhadap Laju Pertumbuhan Populasi Daphnia Sp."

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

E.Data Pengamatan Parameter Amoniak

Tanggal Perlakuan Amonia

26/04/2015 A 2.519

B 2.049

C 2.115

D 1.824

12/05/2015 A 0.376

B 0.541

C 0.517

D 2.937

04/05/2015 A 0.291

B 0.282

C 2.773

(6)

Lampiran 2. Nilai Uji Statistik ANOVA

Tabel Data Rataan Jumlah Individu per Perlakuan

Perlakuan U1 U2 U3 Jumlah Rataan

(7)

Kesimpulan:

Perlakuan Kolom 1

Kolom 2

B 393

C 493

A 821

D 823

Keterangan:

(8)

Lampiran 3. Foto Kerja

Desain Media Kultur

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Agusnar, H. 2007. Kimia Lingkungan. USU Press. Medan.

Aidia. 2014. Laporan Teknik Produksi Pakan Alami Budidaya Daphnia sp dan Moina sp Karya Tulis Ilmiah. Diunduh dari http://karyatulisilmiah.com/ (23 Desember 2014)

Alsuhendra, Sonya Fitra Sari dan Ridawati. 2013. Pengaruh Penggunaan Tepung Komposit Protein Tinggi dari Jagung (Zea mays l), Kedelai (Glycine max (l) merill) dan Beras Merah (Oryzanivara) Terhadap Kualitas Organoleptik Butter Cookies. Jurnal Tata Boga Jurusan Kesejahteraan Keluarga.

Anonymous. 2007. Daphnia sp.. Diunduh dari http://media.unpad.ac.id/ (23 Desember 2014)

Casmuji, 2002. Penggunaan Supernatan Kotoran Ayam dan Tepung Terigu dalam Budidaya Daphnia Sp. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Ebert, D. 2005. Introduction Of Daphnia Biology. Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK2042/ (06 Juli 2015)

Efendi, I. 2009. Pengantar Akuakultur. Penerbit Swadaya. Jakarta.

Firdaus, M. 2004. Pengaruh Beberapa Cara Budidaya Terhadap Pertumbuhan Populasi Daphnia Sp. [Skripsi]. Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelaut an Institut Pertanian Bogor.

Hatziathanasiou, A., Paspatis, M., Houbart M., Kestemont, P., Stefanakis, S., and Kentouri, M. 2002. Survival, growth and feeding in early life stages of European sea bass (Dicentrarchus labrax) intensively cultured under different stocking densities. Aquaculture. 205[1-2]: 89-102.

Izzah, N., dan Vivi E. H. 2014. Pengaruh Bahan Organik Kotoran Ayam, Bekatul, Dan Bungkil Kelapa Melalui Proses Fermentasi Bakteri Probiotik Terhadap Pola Pertumbuhan Dan Produksi Biomassa Daphnia sp. Journal of Aquaculture Management and Technology. 3[2]: 44-52.

Koris, R., Nik Hashim Nik Mustapha, Azlina Abd. Aziz, Suriyani Muhamad. 2012. Transformasi Industri Akuakultur Pantai Timur ke Arah Kecekapan Teknikal. Prosiding PERKEM VII, Jilid 1.

(10)

Miner, Brooks E., Luc De Meester, Michael E. Pfrender, Winfried Lampert and Nelson G. Hairston Jr. 2012. Linking Genes to Communities and Ecosystems: Daphnia As An Ecogenomic Model. Proceedings Of The Royal Society B.

Mokoginta, I. 2003. Budidaya Pakan Alami Air Tawar Modul Budidaya Daphnia sp. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. 2[1]: 2-11.

Mubarak, A. S., Diah T. R., dan Laksmi S. 2009. Pemberian Dolomit Pada Kultur Daphnia Spp. Sistem Daily Feeding Pada Populasi Daphnia Spp. Dan Kestabilan Kualitas Air. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 1 [1]: 67-72.

Mufidah, N. B. W., Boedi S. R., dan Woro H. S. 2009. Pengkayaan Daphnia spp. Dengan Viterna Terhadap Kelangsungan Hidup Dan Pertumbuhan Larva Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 1 No. 1.

Naibaho, P. 2011. Daphnia sp. (Klasifikasi, Morfologi, Reproduksi), Bacillus substilis, Bakteri Nitrifikasi, Sistem Kultur Zooplankton, Parameter Kualitas Air. Diunduh dari http://o-fish.com/ (23 Desember 2014).

Pangkey, H. 2009. Daphnia dan Penggunaannya. Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol V (3): 33-36.

Pennak, R.W. 1989. Freshwater invertebrates of the United States. Third edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.

Purwakusuma, W. 2012. Daphnia. Diunduh dari http://o-fish.com/ (23 Desember 2014).

Rahayu, D.R.U.S., dan N. Andriyani. 2010. Pengaruh Perbedaan Jenis Pupuk Terhadap Kelimpahan daphnia (Daphnia sp). Makalah Prosiding Seminar Nasional Biologi 2010.

Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Rahmawati. 2008. Ekotoksisitas Biodiesel Dari Minyak Jelantah (Sumber: Rumah Makan Cepat Saji) Dengan Bioindikator Daphnia magna Linn. [Skripsi]. Program Studi Biologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

(11)

Sulasingkin, D. 2003. Pengaruh Konsentrasi Ragi yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Populasi Daphnia sp. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor

USDA Nutrient Database for Standard Reference. 2002. Komposisi Gizi Telur Itik dan Ayam.

Utarini, D. R., Casmudi dan Kusbiyanto. 2012. Pertumbuhan Populasi Daphniasp Pada Media Kombinasi Kotoran Puyuh Dan Ayam Dengan Padat Tebar Awal Berbeda. Prosiding Seminar Nasional:”Pengembangan Sumber Daya

Pedesaan dan Kearifan LokalBerkelanjutan II”. ISBN: 978-979-9204-79-0

(12)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada 30 April 2015 hingga 12 Mei 2015 di Laboratorium Pusat Kajian Lingkungan dan Energi Universitas Sumatera Utara.

3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, 12 buah toples kaca bervolume 5 liter (wadah budidaya), gelas ukur, handcounter, petridish, aerator, selang aerator, botol film, DO meter, pH meter, termometer, kamera digital dan buku catatan.

Sedangkan bahan yang digunakan air kolam, biakan Daphnia sp. sebanyak 100 ind/L yang didapat dari kultur budidaya rumahan (Jalan Amal Luhur Gg Keluarga 1 No. 112, Helvetia Medan, Kapten Muslim, Kota Medan, Sumatera Utara), tepung jagung, telur itik dan pupuk kandang (kotoran ayam).

3.3 Metode Penelitian

Percobaan dilakukan dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) sebanyak 4 perlakuan masing-masing diberikan air kolam, Daphnia sp. dan kotoran ayam (1,2 g/L) (Sulasingkin, 2003):

Perlakuan A = Tanpa penambahan Tepung Jagung + Telur Itik (Kontrol) Perlakuan B = Tepung Jagung (0,9 g/L) + Telur Itik (0,3 g/L)

Perlakuan C = Tepung Jagung (0,6 g/L) + Telur Itik (0,6 g/L) Perlakuan D = Tepung Jagung (0,3 g/L) + Telur Itik (0,9 g/L) Tiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali ulangan.

(13)

3.4 Prosedur Penelitian

Adapun langkah-langkah pelaksanaan penelitiaan adalah sebagai berikut, 1. Persiapan Alat dan Bahan

Wadah uji (toples) yang digunakan dibersihkan dengan cara disikat sampai bersih kemudian dibilas dengan air bersih dan dikeringkan. Kemudian dipasang sistem aerasi ke dalam wadah budidaya. Padat tebar bibit Daphnia sp. sebanyak 100 ind/L. Wadah uji yang digunakan sebanyak 12 buah untuk 3 kali ulangan dengan masing-masing volume sebanyak 1 L. Hal ini sesuai dengan penelitian Firdaus (2004), yang menyatakan bahwa padat tebar Daphnia sp. dalam setiap wadah budidaya sebanyak 100 ind/L. Wadah yang telah diisi air kolam yang dibiarkan selama 7 hari.

2. Pemupukan

Pemupukan dilakukan sekali sebelum penelitian dengan memasukkan pupuk kandang (kotoran ayam) sebanyak 2,4 g/L ke dalam masing-masing wadah perlakuan kemudian dibiarkan selama 7 hari. Pemupukan ini dilakukan agar Daphnia sp. bisa tumbuh dan tetap mendapatkan nutrisi. Pupuk yang digunakan adalah kotoran ayam yang berfungsi untuk menumbuhkan plankton. Selain itu yang harus diperhatikan adalah dosis pemupukan yang diberikan tidak boleh berlebihan karena hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya blooming phytoplankton. Hal tersebut dapat mengakibatkan kadar ammonia yang tinggi dan oksigen terlarut yang rendah dalam wadah budidaya sehingga dapat menyebabkan kematian Daphnia sp..

3. Aerasi

(14)

4. Pemberian Perlakuan dan Pengamatan Pertumbuhan Populasi Daphnia

sp.

Pengamatan populasi Daphnia sp. dari setiap perlakuan percobaan dilakukan pada pukul 09.00 - 10.00 WIB, dengan interval waktu dua hari sekali selama 16 hari percobaan yaitu pada hari ke-2, 4, 6, 8, 10, 11, 12, 14, dan ke-16.

Menurut Casmuji (2002), penghitungan pertumbuhan populasi Daphnia sp. dilakukan 2 hari sekali pada pukul 09.00 WIB sampai selesai. Penghitungan dilakukan setelah hari ke-4 dengan cara mengambil sampel sebanyak 50 ml dengan menggunakan botol film kemudian dituangkan pada Petrdish yang selanjutnya dapat diamati dan dihitung kepadatannya menggunakan handcounter. Sebelum sampel diambil, air media dalam wadah kultur diaduk terlebih dahulu agar Daphnia sp. yang ada di dalamnya menyebar rata. Pengadukan dilakukan dengan menggunakan udara yang keluar dari batu aerasi. Pengamatan dilakukan selama 2 hari sekali. Penambahan media pupuk dilakukan pada hari ke-8 dengan dosis seperti perlakuan diawal pengamatan. Pemupukan ini dilakukan untuk mengganti media pupuk yang hilang akibat penguapan.

Selanjutnya kualitas air media kultur yang dilihat meliputi pH, temperatur, DO, dan NH3. Pengukuran parameter media kultur yang meliputi pH dan temperatur dilakukan setiap 2 hari sekali. Sedangkan pengamatan DO dan NH3 media kultur dilakukan pada awal dan akhir kultur.

5. Perhitungan Populasi Daphnia sp.

Perhitungan jumlah individu dilakukan sebanyak 3 kali ulangan dan hasilnya dirata-rata. Hasil rata-rata perhitungan banyaknya individu Daphnia sp. dikonversikan dalam jumlah individu/l dengan rumus menurut Rahayu dan Piranti (2009) dalam Utarini dkk. (2012) sebagai berikut:

Keterangan :

a = jumlah individu Daphnia sp. pada media kultur (ind/l). b = rata-rata jumlah Daphnia sp. dari ulangan perhitungan. p = volume media kultur (liter).

q = volume botol sampel (liter).

(15)

6. Laju Pertumbuhan dan Laju Mortalitas

Laju Pertumbuhan Populasi Daphnia sp. dapat diukur dengan rumus berikut:

Keterangan:

K = Laju Pertumbuhan Populasi Daphnia sp. (individu/liter). t1 = Jumlah Populasi Daphnia sp. setelah t hari (individu/liter). t0 = Jumlah Populasi Awal Daphnia sp. (individu/liter).

Sedangkan Laju Mortalitas Populasi Daphnia sp. dapat diukur dengan rumus berikut:

Keterangan:

K = Laju Mortalitas Populasi Daphnia sp. (individu/liter). t1 = Jumlah Populasi Daphnia sp. setelah t hari (individu/liter). t0 = Jumlah Populasi Awal Daphnia sp. (individu/liter).

3.5 Analisis Data

Data hasil pengamatan populasi Daphnia sp. pada kombinasi taraf perlakuan yang mencapai puncak populasi digunakan sebagai data untuk analisis statistik. Data tersebut selanjutnya dianalisis dengan analisis sidik ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan Uji Wilayah Duncan untuk melihat signifikansi antar perlakuannya.

K = t1 – t0

(16)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pertumbuhan Populasi Daphnia sp.

Berdasarkan hasil pengamatan laju pertumbuhan populasi Daphnia sp. pada masing-masing perlakuan, cenderung menunjukkan adanya peningkatan pertumbuhan populasi Daphnia sp. secara keseluruhan. Berikut data rata-rata jumlah populasi Daphnia sp. selama 16 hari pengamatan dalam media kultur, Tabel 1. Rata-Rata Jumlah Populasi Daphnia sp. (Ind/L) Selama perlakuan terus meningkat hingga hari ke-8 dengan rata-rata jumlah individu Daphnia sp. tertinggi didapat pada perlakuan D yaitu sebesar 1462 individu per liter. Kemudian pada pengamatan hari ke-10 hingga hari ke-16. Semua kultur perlakuan mengalami penurunan jumlah hingga di hari ke-16 rata-rata jumlah tertinggi pada perlakuan D hanya sebesar 489 individu per liter.

Hal ini dapat diperlihatkan pada kurva pertumbuhan populasi yang tersaji pada Gambar 3. Berdasarkan Gambar 3, terlihat bahwa pertumbuhan populasi Daphnia sp. dari semua perlakuan pada umumnya membentuk kurva sigmoid

(17)

100

selanjutnya yaitu fase eksponensial (Exponensial Phase), fase ini ditandai dengan pesatnya penambahan jumlah hingga kepadatan populasi beberapa kali lipat pada kondisi kultur yang optimum. Hal ini dapat dilihat pada hari 6 hingga hari ke-8. Pada perlakuan A, B, C dan D fase eksponensial terjadi secara serentak mulai hari ke-4 hingga hari ke-8. Pada hari ke-8 ini merupakan puncak tertinggi dari pertumbuhan Daphnia sp. pada masing-masing perlakuan media kultur. Fase penurunan pertumbuhan relatif (Declining Relative Growth Phase) yang ditandai dengan penurunan laju pertumbuhan yang disebabkan semakin berkurangnya nutrisi tertentu di dalam media kultur ini terjadi mulai hari ke-8 hingga hari ke-10, di hari ke-10 terjadi penurunan yang signifikan dibandingkan dengan fase eksponensial. Terakhir terjadinya fase kematian (Death Phase) yang terjadi pada semua perlakuan dari hari ke-14 hingga ke-16, ditandai dengan adanya kematian yang terus terjadi dibandingkan pertambahannya sehingga kepadatan berkurang dalam jangka waktu tertentu.

Gambar 3. Pertumbuhan Populasi Daphnia sp. Selama Pengamatan Keterangan:

A = Tanpa penambahan Tepung Jagung + Telur Itik (Kontrol) B = Tepung Jagung (0,9 g/L) + Telur Itik (0,3 g/L)

C = Tepung Jagung (0,6 g/L) + Telur Itik (0,6 g/L) D = Tepung Jagung (0,3 g/L) + Telur Itik (0,9 g/L)

(18)

hari ke-4 hingga hari ke-8 kebutuhan nutrisi media mencukupi dan mampu termanfaatkan secara maksimal untuk pertumbuhan Daphnia sp. sehingga pada jangka waktu ini terus terjadi pertumbuhan jumlah yang cenderung meningkat, sedangkan pada hari ke-10 hingga hari ke-16 kandungan nutrisi pada media telah berkurang karena telah terjadi jumlah kepadatan yang tinggi sehingga lebih cenderung mengalami kematian. Walaupun pada hari ke-8 ditambahkan pupuk kembali namun sebagian besar tidak termanfaatkan oleh Daphnia sp. sehingga terjadi penumpukan zat organik yang berlebihan pada dasar media dan dapat bersifat beracun bagi Daphnia sp.

Fase terjadinya penyesuaian terhadap media kultur berlangsung pada awal perlakuan disebut fase adaptasi. Fase adaptasi terjadi pada hari ke-0 sampai dengan hari ke-4. Diduga karena Daphnia sp. melakukan doubling time setiap 4 hari sekali (Utarini et al., 2012). Berdasarkan kurva pertumbuhan pada Gambar 3. memperlihatkan terjadinya penambahan pertumbuhan jumlah populasi hingga mencapai 4 kali lipat dari jumlah awal penebaran.

Menurut Rahayu dan Andriyani (2010), dalam penelitiannya peningkatan populasi Daphnia sp. yang terjadi setelah hari ke-4 adalah karena adanya proses reproduksi yang terjadi secara partenogenesis yang dapat menghasilkan individu baru pada populasi Daphnia sp. dan berlangsung pada kondisi lingkungan atau media kultur yang subur. Menurut Zahidah et al. (2012), tingginya kepadatan populasi Daphnia sp. saat mencapai puncak populasi menunjukkan bahwa populasi tersebut memiliki laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan laju mortalitasnya. Laju pertumbuhan dan mortalitas Daphnia sp. tidak terlepas dari fungsi pakan. Pakan pada Daphnia sp. yang dikultur adalah nutrisi yang ditambahkan dalam media kultur.

(19)

4.2 Laju Pertumbuhan dan Laju Mortalitas Daphnia sp.

Berdasarkan hasil analisa laju pertumbuhan dan laju mortalitas populasi Daphnia sp. pada masing-masing perlakuan, didapatkan rata-rata hasil seperti yang tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2. Laju Pertumbuhan dan Mortalitas Populasi Daphnia sp.

Perlakuan Laju Pertumbuhan

Keterangan: notasi yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

Berdasarkan Tabel 2. bahwa laju pertumbuhan populasi tertinggi dicapai oleh perlakuan D yaitu sebesar 454 ind/L, diduga karena kandungan nutrisi pada media kultur mampu termanfaatkan dengan baik oleh Daphnia sp. untuk terus tumbuh memperbanyak diri. Hasil terendah didapat pada perlakuan B yaitu sebesar 147 ind/L.

Berdasarkan Tabel 2 didapatkan bahwa perlakuan D merupakan perlakuan yang memiliki hasil tertinggi dari masing-masing ulangan pada perlakuan A, B dan C yaitu sebanyak 2468 individu/liter dan hasil terendah pada perlakuan B sebanyak 1179 individu/liter. Hasil ini sesuai dengan penelitian Izzah et al. (2014), bahwa dalam penelitiannya terjadi kenaikan populasi yang sangat cepat setelah hari ke-6 yang disebabkan karena pupuk yang diberikan mampu mendukung kehidupan Daphnia sp. sampai puncak populasi.

(20)

perbedaan persentase kombinasi pupuk yang digunakan, dan perbedaan jumlah nutrisi yang terkandung pada masing-masing perlakuan.

Laju mortalitas tertinggi terdapat pada perlakuan C sebesar 259 ind/L seperti yang tersaji pada Tabel 2. Penambahan kembali pupuk pada hari ke-8 ternyata tidak mempengaruhi kandungan nutrisi yang dapat termanfaatkan Daphnia sp. pada media kultur. Disamping itu persaingan makan antar individu sangat tinggi yang disebabkan jumlah individu pada media kultur telah mencapai puncak populasi. Ditambah penumpukan pupuk di dasar media yang tidak termanfaatkan oleh Daphnia sp. menyebabkan kondisi media kultur menjadi keruh. Oleh karena itu tingkat mortalitas pada populasi Daphnia sp. terus meningkat seiring berkurangnya nutrisi yang bisa termanfaatkan dalam media kultur.

Hasil penelitian ini sesuai dengan Izzah et al. (2014), bahwa dalam penelitiannya terjadi penurunan jumlah individu pada hari ke-8 yang sangat cepat. Penambahan pupuk pada hari ke-8 tidak dapat dimanfaatkan oleh Daphnia sp. sebagai makanan, akan tetapi malah menjadikan sifat racun karena sisa pakan yang tidak termakan mengendap di dasar. Hal ini dapat dilihat dari masing-masing warna pada media kultur sudah berubah menjadi lebih keruh.

Pernyataan ini juga didukung oleh Mubarak (2009), dalam penelitiannya kandungan amoniak yang memiliki sifat racun dalam media pemeliharaan, berasal dari dekomposisi bahan organik, sisa hasil metabolisme diantaranya urine dan feses, serta pemupukan pakan yang tidak dimanfaatkan oleh Daphnia sp..

(A) (B)

(21)

Berdasarkan hasil analisis, perlakuan A (kontrol) dan perlakuan D menghasilkan jumlah populasi Daphnia sp. yang lebih tinggi daripada perlakuan B dan C namun tidak berbeda nyata. Oleh karena itu, pemberian pakan tambahan berupa telur itik dan tepung jagung tidak memberikan perbedaan pada jumlah akhir populasi Daphnia sp. yang nyata.

4.3 Faktor Fisik Kimia Media Kultur

Hasil pengamatan faktor fisik kimia media kultur seperti suhu, pH, oksigen terlarut dan amoniak rata-rata masih dalam kisaran yang baik untuk pertumbuhan Daphnia sp. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Faktor Fisik Kimia Media Kultur

Perlakuan Faktor Fisik Kimia Media Kultur

Suhu (oC) pH DO (mg/L) Amonia (mg/L) metabolisme organisme perairan, seperti pertumbuhan, reproduksi serta aktivitas organisme dalam hal ini Daphnia sp.. Hasil pengamatan didapatkan nilai suhu masing-masing perlakuan secara umum baik untuk pertumbuhan Daphnia sp. Pada perlakuan A, B, C dan D masing-masing berkisar 26,6 oC hingga 26,9 oC. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3. Menurut Mokoginta (2003), bahwa kisaran suhu yang ditolerir Daphnia sp. bervariasi sesuai umur dan adaptasinya pada lingkungan tertentu. Suhu optimum yang digunakan umumnya 25-30 °C. Dan menurut Mubarak et al. (2009), temperatur yang baik bagi pertumbuhan dan reproduksi Daphnia sp. berkisar antara 22-31 oC.

(22)

didapatkan nilai pH masing-masing perlakuan secara umum baik untuk pertumbuhan Daphnia sp. Pada perlakuan A, B, C dan D masing-masing berkisar 6,9 hingga 7,1. Utarini et al. (2012) menyatakan bahwa kisaran pH yang baik untuk pertumbuhan Daphnia sp. adalah 6 – 8.

Oksigen terlarut dalam media kultur sangat berpengaruh untuk pertumbuhan Daphnia sp. khususnya untuk proses respirasinya. Optimalnya kadar oksigen terlarut pada media kultur sangat mempengaruhi Daphnia sp. untuk mendukung kehidupannya. Hasil pengamatan nilai oksigen terlarut (DO) didapatkan masing-masing perlakuan secara umum masih tergolong baik untuk pertumbuhan Daphnia sp. Pada perlakuan A, B, C dan D masing-masing berkisar 2,9 - 4,1 mg/L. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3. Menurut Rahmawati (2008), dalam penelitiannya kandungan oksigen terlarut yang dibutuhkan Daphnia sp. untuk tumbuh harus lebih dari 2 ppm. Karena perkembangan Daphnia sp. sangat didukung oleh oksigen terlarut yang cukup tinggi.

(23)

A.Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini yaitu,

a. Pertumbuhan populasi Daphnia sp. yang tertinggi didapatkan pada perlakuan D dengan komposisi berupa kotoran ayam sebanyak 1,2 g/L ditambah kombinasi tepung jagung sebanyak 0,3 g/L dan telur itik 0,9 g/L, hasil yang diperoleh sebanyak 2.468 ind/L.

b. Pemberian kombinasi pakan dengan menggunakan tepung jagung dan telur itik (perlakuan D) tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah populasi Daphnia sp..

B.Saran

Adapun saran yang dihasilkan dari penelitian ini yaitu,

a. Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan dengan variasi kombinasi perlakuan yang lebih banyak.

(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Daphnia sp.

Daphnia sp. lebih dikenal dengan kutu air memiliki lebih dari 20 spesies di alam. Spesies ini hidup pada berbagai jenis perairan air tawar, terutama di daerah subtropis. Menurut Pennak (1989), klasifikasi Daphnia sp. adalah sebagai berikut: Filum : Arthropoda

Kelas : Crustacea Sub kelas : Branchiopoda Ordo : Cladocera Sub ordo : Eucladocera Famili : Daphnidae Genus : Daphnia Spesies : Daphnia sp.

Menurut Pangkey (2009), Daphnia sp. adalah krustasea berukuran kecil yang hidup di perairan tawar, sering juga disebut sebagai kutu air. Disebut demikian karena cara bergerak yang unik dari organisme ini dalam air. Ada terdapat banyak spesies (kurang lebih 400 spesies) dari Daphniidae dan distribusinya sangat luas. Dari semua spesies yang ada, Daphnia sp. dan Moina yang paling dikenal, dan sering digunakan sebagai pakan untuk larva ikan (Pangkey, 2009).

Daphnia sp. adalah filum arthropoda yang hidup secara umum di perairan tawar. Spesies-spesies dari genus Daphnia sp. ditemukan mulai daerah tropis hingga artik dengan berbagai ukuran habitat mulai dari kolam kecil hingga danau luas. Dari lima puluh spesies genus ini di seluruh dunia, hanya enam spesies yang secara normal dapat ditemukan di daerah tropika (Delbaere & Dhert, 1996 dalam Naibaho, 2011).

(25)

limnetik biasanya tidak mempunyai warna atau berwarna muda, sedangkan di daerah litoral, kolam dangkal dan dasar perairan berwarna lebih gelap, bervariasi dari coklat kekuningan, coklat kemerahan, kelabu sampai hitam. Pigmentasi terdapat baik pada bagian karapas maupun jaringan tubuh.

Menurut Suwignyo & Krisanti (1997) dalam Anonymous (2007), Daphnia sp. biasanya berukuran 0,25-3 mm, sedangkan menurut Pennak (1989) 1-3 mm. Bentuk tubuh Daphnia sp. adalah lonjong, pipih secara lateral dan memiliki ruas-ruas tubuh walaupun tidak terlihat dengan jelas. Bagian tubuh sampai ekor ditutupi oleh cangkang transparan yang mengandung khitin. Cangkang pada bagian kepala menyatu dengan punggung sedangkan pada bagian perut berongga menutupi lima pasang kaki yang disebut kaki toraks.

Gambar 1. Morfologi Daphnia sp. (Mokoginta, 2003)

Pada bagian kepala terdapat sebuah mata majemuk (ocellus) dan lima pasang alat tambahan, yang pertama disebut antena pertama, yang kedua disebut antena kedua yang mempunyai fungsi utama sebagai alat gerak. Tiga pasang yang terakhir adalah bagian-bagian dari mulut (Mokoginta, 2003).

2.2 Siklus Hidup

(26)

kedua mode reproduksi ini tidak sesuai dengan sistem pohon kehidupan (termasuk juga beberapa jamur, organisme protista, tumbuhan dan beberapa organisme invertebrata). Reproduksi secara seksual untuk Daphnia sp. bersifat diapause, karena hasil dari reproduksi seksualnya selalu menghasilkan dua telur dorman yang dilindungi oleh lapisan pelindung, hasil pembuahan ini didapatkan dari pembelahan meiosis dan rekombinasi seksual. Telur tipe diapause tidak langsung menetas, akan tetapi bisa terapung hingga ke laut yang mana akan tersebar melalui burung air, mamalia darat dan manusia (Miner et al., 2012).

Daphnia sp. memiliki fase seksual dan aseksual. Pada kebanyakan perairan populasi Daphnia sp. lebih didominasi oleh Daphnia sp. betina yang bereproduksi secara aseksual. Pada kondisi optimum, Daphnia sp. betina dapat memproduksi telur sebanyak 100 butir dan dapat bertelur kembali setiap tiga hari. Daphnia sp. betina dapat bertelur hingga sebanyak 25 kali sebanyak 6 kali dalam hidupnya. Daphnia sp. betina akan mulai bertelur setelah berusia empat hari dengan telur sebanyak 4 – 22 butir (Pangkey, 2009).

Daphnia sp. adalah zooplankton yang mempunyai 2 fase reproduksi dalam

siklus hidupnya, yaitu fase reproduksi aseksual (parthenogenesis) yang menghasilkan keturunan individu muda yang semuanya berjenis kelamin betina dan fase seksual (perkawinan antara induk betina dan induk jantan) yang menghasilkan ephipia. Perkawinan antara induk betina dan induk jantan Daphnia sp. memerlukan sex ratio yang tepat untuk mendukung kualitas perkawinan dan produksi ephipia yang tinggi. Schumann (2002) menyatakan bahwa 1 induk jantan Daphnia sp. dapat mengkopulasi ratusan induk betina dalam 1 periode perkawinan. Winsor dan Innes (2002), berpendapat bahwa induk jantan memerlukan waktu dan jarak yang optimal untuk mengkopulasi induk betina dalam jumlah yang banyak (Aidia, 2014).

(27)

1. Fase kelambatan/adaptasi (Lag phase), fase ini kadang-kadang semu karena adanya penyesuaian sel pada media yang baru, diikuti keterlambatan perkembangan sel dan adanya sel-sel yang cepat dan konstan.

2. Fase eksponensial (Exponensial Phase), fase ini ditandai dengan pesatnya penambahan jumlah hingga kepadatan populasi meningkat beberapa kali lipat pada kondisi kultur yang optimum. Laju pertumbuhan pada fase ini mencapai maksimal.

3. Fase penurunan pertumbuhan relatif (Declining Relative Growth Phase), ditandai dengan penurunan laju pertumbuhan dibandingkan dengan fase eksponensial yang disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya semakin berkurangnya nutrisi tertentu.

4. Fase stasioner (Stationary Phase), yang ditandai dengan terjadinya pertambahan yang sama dengan kematian, sehingga penambahan dan pengurangan jumlah relatif sama.

5. Fase kematian/collapse (Death Phase), ditandai dengan adanya kematian yang lebih cepat daripada pertambahannya, sehingga kepadatan akan berkurang dalam jangka waktu tertentu (Anonymous, 2007).

(28)

Daphnia sp. dewasa berukuran 2,5 mm anak pertama sebesar 0,8 mm dihasilkan secara parthenogenesis. Daphnia sp. mulai menghasilkan anak pertama kali pada umur 4-6 hari. Pada lingkungan yang bersuhu antara 22 – 31oC pH antara 6,6 – 7,4 Daphnia sp. sudah menjadi dewasa dalam waktu empat hari dengan umur yang dapat dicapai hanya 12 hari. Setiap satu atau dua hari sekali, Daphnia sp. akan beranak 29 ekor. Jadi selama hidupnya hanya dapat beranak tujuh kali dengan jumlah yang dihasilkan 200 ekor (Mokoginta, 2003).

2.3 Habitat dan Penyebaran

Menurut Ebert (2005), populasi Daphnia dapat ditemukan pada seluruh badan air, dari danau yang dalam hingga kolam yang dangkal, termasuk kolam berbaru dan kolam yang hanya terisi di musim semi saja. Seringkali mereka termasuk dalam zooplankton yang dominan, seperti bagian penting dari jaring-jaring makanan di danau dan kolam. Dalam banyak danau, Daphnia merupakan makanan utama ikan planktivorous. Akibatnya, disribusi spesies Daphnia sangat berkaitan erat dengan sejarah hidup mereka dengan predator. Biasanya spesies Daphnia ditemukan di danau dengan ikan planktivorous yang lebih kecil dan lebih transparan dari spesies yang ditemukan pada badan air yang minim ikan.

Zooplankton secara umum ditemui di kolam yang memiliki kandungan organik yang tinggi dan memiliki jenis variasi musim dalam dinamika populasi yang berhubungan langsung dengan kerapatan yang tinggi selama musim semi dan awal musim panas, dimana pasokan makanan dan temperatur air optimum (Leung, 2009). Daphnia sp. adalah jenis zooplankton yang hidup di air tawar yang mendiami kolam-kolam, sawah, dan perairan umum (danau) yang banyak mengandung bahan organik. Sebagai organisme air, Daphnia sp. dapat hidup di perairan yang berkualitas baik. Beberapa faktor ekologi air yang berpengaruh untuk Daphnia sp. yaitu kesadahan, suhu, oksigen terlarut, dan pH (Mokoginta, 2003).

2.4 Kualitas Air Untuk Pertumbuhan Daphnia sp.

(29)

perkembangan Daphnia sp.. Diluar selang suhu tersebut, Daphnia sp. akan cenderung bersifat dorman. Daphnia sp. membutuhkan pH sedikit alkalin yaitu antara 6.7 sampai 9.2. Seperti halnya makhluk akuatik lainnya pH tinggi dan kandungan amonia tinggi dapat bersifat mematikan bagi Daphnia sp., oleh karena itu tingkat amonia perlu dijaga dengan baik dalam suatu sistem budidaya mereka. Seluruh spesies Daphnia sp. diketahui sangat sensitif terhadap ion-ion logam, seperti Mn, Zn, dan Cu, dan bahan racun terlarut lain seperti pestisida, bahan pemutih, dan deterjen. Bahan-bahan tersebut bisa menganggu kehidupan mereka.

Oksigen terlarut mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan Daphnia sp.. Ketahanan Daphnia sp. yang baik pada perairan yang miskin oksigen mungkin disebabkan oleh kemampuannya mensintesis hemoglobin. Naiknya kadar haemoglobin dalam darah Daphnia sp. selain diakibatkan oleh kurangnya oksigen terlarut di perairan, juga diakibatkan oleh naiknya suhu, dan tingginya kepadatan populasi Daphnia sp.. Pada kondisi dengan kadar oksigen terlarut rendah, mereka akan meningkatkan kadar haemoglobin untuk membantu pendistribusian oksigen dalam tubuh mereka. Kehadiran hemoglobin ini sering menyebabkan Daphnia sp. sp. berwarna merah. Hal ini tidak akan terjadi apabila kadar oksigen terlarut cukup (Anonymous, 2007).

Menurut Aidia, (2014), kualitas air yang ideal untuk mengkultur Daphnia sp. dan Moina sp. adalah suhu; 24-26,7, pH; 6,4-7,5 ppm, DO di atas 3,1 ppm dan kandungan amonia; 0,008-0,144 mg/l (Shofi, 2007). Yulian et al (2009) juga menyatakan keberhasilan kultur Daphnia sp. dan moina sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu suhu, intensitas cahaya, oksigen terlarut, salinitas, pH.

2.5 Kebutuhan Pakan Daphnia sp.

(30)

Firdaus (2004), menyatakan bahwa Daphnia sp. sp. yang dipelihara dalam air yang mengandung bahan organik tersuspensi dan mineral melakukan seleksi penyerapan dan pemakanan partikel makanan. Makanan yang terdapat dalam lingkungan dapat mendukung perkembangan Daphnia sp. dengan cepat jika makananya tercukupi.

Daphnia sp. sp. bersifat non selective filter feeder yakni memakan apa saja asal ukurannya sesuai dengan ukuran mulutnya. Pakan Daphnia sp. sp. adalah bakteri, fitoplankton, alga, diatomae, protozoa dan detritus. Daphnia sp. mendapatkan makanan dengan menggerakan kaki toraks pasangan pertama dan kedua sehingga terjadi gerakan air yang konstan. Pasangan kaki kelima bekerja menggulung air sehingga terbentuk partikel yang tersuspensi. Partikel yang ada disaring oleh satae pada pasangan kaki keempat dan kelima. Partikel tersebut kemudian ditarik ke arah mulut untuk ditelan. Di dalam mulut makanan dihaluskan lalu bergerak ke usus yang akhirnya berakhir di anus di bagian post abdomen. Pakan yang terlalu besar disingkirkan dengan duri-duri pada pangkal kaki pertama, kemudian dibuang menggunakan post abdomen (Suwignyo et al. 1998 dalam Anonymous, 2007).

Seperti disebutkan sebelumnya, Daphnia sp. bersifat non-filter feeder. Oleh karena itu perlu disiapkan pakan yang sesuai, yaitu dengan algae bersel tunggal, bakteri dan protozoa. Tapi bisa juga memberikan pilihan lain, non-filter feeder boleh dikatakan bukan termasuk pemilih makanan, mereka akan menyaring apa saja selama itu merupakan suatu partikel organik. Oleh karena itu, kita bisa menyiapkan partikel organik lain yang cocok untuk pertumbuhan binatang ini, diantaranya adalah yang mengandung protein cukup. Dengan demikian, kita bisa memasukkan tepung kedelai, susu bubuk dan tepung lain yang mengandung protein tinggi sebagai pilihan (Purwakusuma, 2014)

(31)

amino esensialnya, protein hewani merupakan protein berkualitas tinggi jika dibandingkan dengan protein nabati. Namun dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan sumber protein nabati berprotein tinggi dari bahan jagung, dalam hal ini tepung jagung (Alsuhendra et al., 2013).

Menurut USDA Nutrient Database for Standarf Reference yang diterbitkan pada Agustus 2002, menyatakan bahwa telur itik lebih kaya akan protein jika dibandingkan dengan telur ayam dalam satuan per 100 gram telur, yaitu sebesar 12,81 untuk telur itik dan 12,49 untuk telur ayam. Berikut tabel analisis proksimatnya:

Perbandingan Komposisi Gizi Telur Itik dan Ayam

Telur Itik Telur Ayam

Sumber: USDA Nutrient Database for Standard Reference (2002)

Ketersediaan Daphnia sp. sebagai salah satu produktivitas sekunder dapat menunjang penyediaan pakan alami bagi larva kultivan budidaya, dan dalam hal ini peranan bahan organik sangat membantu meningkatkan pertumbuhannya. Oleh karena itu ketepatan nutrisi dari bahan organik akan memberikan pertumbuhan Daphnia sp. yang maksimal. Bahan organik yang ditambahkan salah satunya adalah kotoran ayam (Mokoginta, 2003).

(32)

1.1Latar Belakang

Peningkatan produksi budidaya melalui penerapan budidaya intensif telah menjadi pilihan untuk menunjang perkembangan industri akuakultur. Tingginya permintaan pasar atas ikan memicu para pembudidaya untuk terus menyediakan stok ikan dalam jumlah besar. Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam budidaya ikan pada tahapan pembenihan.

Permasalahan yang sering terjadi dalam budidaya ikan yaitu tingginya tingkat kematian benih. Hal ini ternyata banyak disebabkan salah satunya menurut Hatziathanasiou et al. (2002) yaitu kualitas air. Pemberian pakan buatan langsung pada tahapan pembenihan ternyata dapat menurunkan kualitas air media pembenihan. Padahal benih ikan membutuhkan asupan makanan yang banyak untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu pemberian pakan alami bisa menjadi solusi para pembudidaya ikan. Menurut Mubarak et al. (2009), Daphnia sp. merupakan sumber pakan alami yang potensial untuk dikembangkan untuk larva ikan.

Pada umumnya benih ikan itu mula-mula makan plankton nabati (phytoplankton). Kemudian semakin bertambah besar ikannya, makanannya pun mulai bertambah pula. Mula-mula mereka beralih dari phytoplankton ke zooplankton. Salah satu zooplankton yang digunakan sebagai pakan alami dan perlu dibudidayakan sebagai sumber pakan ikan yang masih burayak (benih) diantaranya adalah Daphnia. Daphnia sangat cocok untuk benih ikan yang bukaan mulutnya belum bisa mengkonsumsi pakan buatan (pelet) (Naziri, 2010).

(33)

Daphnia sp. dapat dibudidayakan secara massal sehingga produksi dapat tersedia dalam jumlah mencukupi, hampir setiap saat (Mokoginta, 2003).

Untuk kelangsungan hidupnya, Daphnia sp. memerlukan nutrisi bagi pertumbuhannya. Nutrisi ini dapat berasal dari banyak sumber, diantaranya dari bahan organik tersuspensi dan bakteri yang diperoleh dari pupuk yang ditambahkan ke dalam media kultur, pupuk yang sering digunakan adalah pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak, jenis yang sering digunakan adalah kotoran ayam. Proses penguraian (dekomposisi) pupuk organik ini akan menumbuhkan bakteri yang pada gilirannya akan dimanfaatkan sebagai pakan bagi Daphnia sp. (Zahidah dkk., 2012).

Daphnia sp. mempunyai sifat non-selective filter feeder yaitu menyaring semua makanan yang ada tanpa memilih, sehingga bahan organik apa saja yang diberikan dalam media pemeliharaannya akan dimakan atau diserap oleh Daphnia sp. Daphnia adalah non-selective filter feeder, oleh karena itu perlu menyiapkan pakan yang sesuai. Algae bersel tunggal, bakteri dan protozoa adalah salah satu pilihan. Tapi juga bisa memberikan pilihan lain, non-selective filter feeder boleh dikatakan bukan termasuk pemilih makanan, mereka akan menyaring apa saja selama itu merupakan suatu pertikel organik. Oleh karena itu, bisa menyiapkan pertikel organik lain yang cocok untuk pertumbuhan hewan tersebut, diantaranya adalah yang mengandung protein cukup. Dengan demikian, bisa memasukan tepung kedelai, susu bubuk dan tepung lain yang mengandung protein tinggi sebagai pilihan (Naziri, 2010).

Dalam hal ini, optimalisasi kultur Daphnia sp. dilakukan dengan menambahkan partikel organik berkadar protein tinggi dalam hal ini yaitu tepung jagung dan telur itik. Selanjutnya Daphnia sp. yang telah diperkaya dengan penambahan partikel organik tersebut dapat memperbanyak diri dalam jumlah yang besar pada setiap periode siklusnya.

1.2 Permasalahan

(34)

pakan ini tidak tersedia, maka bisa dipastikan akan mengakibatkan kematian pada fase ini. Dengan mengingat semakin banyaknya kebutuhan konsumsi manusia terhadap ikan. Serta kurangnya pemahaman akan syarat hidup dan siklus hidup Daphnia sp. serta inovasi teknik pembudidayaan pada fase benih yang baik merupakan suatu permasalahan yang dihadapi pembudidaya untuk bisa mengkultur secara massal jenis pakan alami ini demi kesuksesan proses pembenihan yang dijalani.

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh laju pertumbuhan populasi Daphnia sp. yang dikultur pada media kombinasi tepung jagung dan telur itik.

1.4 Hipotesis

Pemberian kombinasi bahan organik dari tepung jagung dan telur itik pada kultur Daphnia sp. mampu meningkatkan laju pertumbuhan populasi Daphnia sp..

1.5 Manfaat

(35)

PENGARUH PEMBERIAN TELUR ITIK DAN TEPUNG

JAGUNG (MAIZENA) TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN

POPULASI Daphnia sp.

ABSTRAK

Penelitian mengenai pengaruh pemberian telur itik dan tepung jagung (maizena) terhadap laju pertumbuhan populasi daphnia sp. telah dilakukan pada bulan April hingga Mei 2015 menggunakan metode rancangan acak lengkap. Daphnia sp. dikultur dalam media kultur (toples kaca) yang masing-masing diberikan air sebanyak 1 liter dan kotoran ayam sebanyak 2,4 gr/L, kemudian masing-masing toples diisi Daphnia sp. sebanyak 100 individu, diberikan perlakuan sebanyak 4 perlakuan; perlakuan A tanpa penambahan kombinasi telur itik dan tepung jagung, perlakuan B (kombinasi tepung jagung 0,9 gr/L dan telur itik 0,3 gr/L), perlakuan C (kombinasi tepung jagung 0,6 gr/L dan telur itik 0,6 gr/L), perlakuan D (kombinasi tepung jagung 0,3 gr/L dan telur itik 0,9 gr/L), tiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali, diaerasi dan diamati populasinya selama 16 hari. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh pertumbuhan tertinggi pada perlakuan D (kombinasi tepung jagung 0,3 gr/L dan telur itik 0,9 gr/L) yaitu sebanyak 2.468 ind/L. Dari penelitian didapatkan hasil bahwa pemberian kombinasi pakan dengan menggunakan tepung jagung dan telur itik (perlakuan D) tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah populasi Daphnia sp..

(36)

RESEARCH ON THE EFFECT OF DUCK EGGS AND CORN

FLOUR (CORNSTARCH) ON THE RATE OF POPULATION

GROWTH OF Daphnia sp.

ABSTRACT

Research on the effect of duck eggs and corn flour (cornstarch) on the rate of population growth of Daphnia sp. was conducted from April until May 2015 using completely randomized design method. Daphnia sp. was cultured in the medium culture that consisted of 1 liter of water and 2.4 g/L chicken’s manure, then each jar were filled by 100 individuals of Daphnia sp., and given a treatment with 4 treatments; A treatment was without combination of corn flour and duck eggs (as control), B treatment (a combination of corn flour 0,9 g/L and 0,3 g/L duck eggs), C treatment (a combination of corn flour 0,6 g/L and duck eggs 0,6 g/L), D treatment (a combination of corn flour 0,3 g/L and 0,9 g/L duck eggs), each treatments were repeated by 3 times, aerated and population observed for 16 days. The research showed the highest growth in treatment D (a combination of corn flour 0.3 g/L and duck eggs 0.9 g/L) were given by 2,468 ind/L. The research analyzed that combination of feed using corn flour and duck eggs (treatment D) does not give a significant impact on the rate of population growth of Daphnia sp..

(37)

POPULASI Daphnia sp.

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Sains pada Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Sumatera Utara

ADAM EKO PRABOWO 100805031

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(38)

PERSETUJUAN

Judul : Pengaruh Pemberian Telur Itik Dan Tepung Jagung (Maizena) Terhadap Laju Pertumbuhan Populasi Daphnia Sp.

Kategori : Skripsi

Nama : Adam Eko Prabowo

Program Studi : Sarjana (S1) Biologi Nomor Induk Mahasiswa : 100805031

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Desember 2015

Komisi Pembimbing:

Pembimbing II Pembimbing I

Disetujui Oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc. NIP.19630123 199003 2 001

Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, M.Sc. NIP 19581016 198703 1 003

(39)

PERNYATAAN

PENGARUH PEMBERIAN TELUR ITIK DAN TEPUNG

JAGUNG (MAIZENA) TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN

POPULASI Daphnia sp.

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Desember 2015

(40)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, kasih sayang serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Pemberian Telur Itik Dan Tepung Jagung (Maizena) Terhadap Laju Pertumbuhan Populasi Daphnia sp.. Skripsi ini

dibuat sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains pada Fakultas MIPA USU Medan.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Hesti Wahyuningsih, M.Si. selaku dosen pembimbing I dan Bapak Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan banyak masukan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Dra. Erni Jumilawati, M.Si. selaku dosen penguji I dan Bapak Dr. Miswar Budi Mulya, M.Si. selaku dosen penguji II yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc. selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA USU, Ibu Dr. Saleha Hanum, M.Si selaku Sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU dan Ibu Dra. Masitta Tanjung, M.Si. selaku Dosen Pengampuh Akademik penulis serta Staf Pengajar Departemen Biologi FMIPA USU. Ibu Roslina Ginting dan Bang Erwin selaku Staf Pegawai Departemen Biologi FMIPA USU serta Bang Syahrul selaku Staf Pegawai Pusat Penelitian USU.

Ucapan terima kasih yang paling besar penulis sampaikan kepada Almarhum Ayahanda tercinta Mas’ud Edi Widodo dan Ibunda tercinta Juminah yang telah memberikan do’a, dukungan dan semangat, kesabaran, perhatian, pengorbanan serta kasih sayang yang begitu besar kepada penulis, semoga Ibunda senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan umur oleh Allah SWT. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh keluarga besar penulis yang turut mendo’akan kebaikan untuk skripsi ini.

(41)

Arselan, Bang Hafiz, Bang Yudha dan Bang Fandi yang setiap minggunya senantiasa memberikan dukungan semangat dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga kepada kawan-kawan seperjuangan penulis di organisasi dulu, Riki Efendi, Ardiansyah, Syaiful Bahri, Asrul, Fadhil Akbar, Abdullah, Syahrial Rahmad Faisal yang telah banyak mendorong penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga kepada adik-adik UKMI AL-FALAK FMIPA USU, Duski Sa’ad, Fandi Rezian, Rifki Syahbana, Dwi Purnomo, Rizki Kumara, Muzakki, Arfinsyah, Yosatria, Taufik dan adik-adik ikhwan FMIPA USU yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah terus menerus menanyakan kelulusan penulis disetiap waktu berjumpa. Serta Pak Basri dan Kak Isma di Kantin Masjid MIPA.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan juga kepada teman-teman seperjua ngan penulis stambuk 2010 (BIOLOGI REVOLUTION) Lintar, Reni, Septi, Iyus, Delis, Siti, Maria, Bancin, Trisi, Tonis, Doni, Edward dan seluruh kawan-kawan B10REV yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu atas dukungan semangat dan kerja sama selama ini. Terima kasih untuk adik-adik stambuk 2011, Taufik, Nasir, stambuk 2012, Evan, stambuk 2013, Susandro dan adik-adik junior biologi yang tidak bisa penulis tuliskan satu persatu atas dukungan dan bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari s emua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Desember 2015

(42)

PENGARUH PEMBERIAN TELUR ITIK DAN TEPUNG

JAGUNG (MAIZENA) TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN

POPULASI Daphnia sp.

ABSTRAK

Penelitian mengenai pengaruh pemberian telur itik dan tepung jagung (maizena) terhadap laju pertumbuhan populasi daphnia sp. telah dilakukan pada bulan April hingga Mei 2015 menggunakan metode rancangan acak lengkap. Daphnia sp. dikultur dalam media kultur (toples kaca) yang masing-masing diberikan air sebanyak 1 liter dan kotoran ayam sebanyak 2,4 gr/L, kemudian masing-masing toples diisi Daphnia sp. sebanyak 100 individu, diberikan perlakuan sebanyak 4 perlakuan; perlakuan A tanpa penambahan kombinasi telur itik dan tepung jagung, perlakuan B (kombinasi tepung jagung 0,9 gr/L dan telur itik 0,3 gr/L), perlakuan C (kombinasi tepung jagung 0,6 gr/L dan telur itik 0,6 gr/L), perlakuan D (kombinasi tepung jagung 0,3 gr/L dan telur itik 0,9 gr/L), tiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali, diaerasi dan diamati populasinya selama 16 hari. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh pertumbuhan tertinggi pada perlakuan D (kombinasi tepung jagung 0,3 gr/L dan telur itik 0,9 gr/L) yaitu sebanyak 2.468 ind/L. Dari penelitian didapatkan hasil bahwa pemberian kombinasi pakan dengan menggunakan tepung jagung dan telur itik (perlakuan D) tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah populasi Daphnia sp..

(43)

RESEARCH ON THE EFFECT OF DUCK EGGS AND CORN

FLOUR (CORNSTARCH) ON THE RATE OF POPULATION

GROWTH OF Daphnia sp.

ABSTRACT

Research on the effect of duck eggs and corn flour (cornstarch) on the rate of population growth of Daphnia sp. was conducted from April until May 2015 using completely randomized design method. Daphnia sp. was cultured in the medium culture that consisted of 1 liter of water and 2.4 g/L chicken’s manure, then each jar were filled by 100 individuals of Daphnia sp., and given a treatment with 4 treatments; A treatment was without combination of corn flour and duck eggs (as control), B treatment (a combination of corn flour 0,9 g/L and 0,3 g/L duck eggs), C treatment (a combination of corn flour 0,6 g/L and duck eggs 0,6 g/L), D treatment (a combination of corn flour 0,3 g/L and 0,9 g/L duck eggs), each treatments were repeated by 3 times, aerated and population observed for 16 days. The research showed the highest growth in treatment D (a combination of corn flour 0.3 g/L and duck eggs 0.9 g/L) were given by 2,468 ind/L. The research analyzed that combination of feed using corn flour and duck eggs (treatment D) does not give a significant impact on the rate of population growth of Daphnia sp..

(44)

DAFTAR ISI

2.4 Kualitas Air Untuk Pertumbuhan Daphnia sp. 8

2.5 Kebutuhan Pakan Daphnia sp. 9

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pertumbuhan Populasi Daphnia sp. 16 4.2 Laju Pertumbuhan dan Laju Mortalitas Daphnia sp. 19 4.3 Faktor Fisik Kimia Media Kultur 21 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 23

5.2 Saran 23

DAFTAR PUSTAKA 24

LAMPIRAN 27

(45)

DAFTAR GAMBAR

Judul Halaman

Gambar 1. Morfologi Daphnia sp. 5

Gambar 2. Siklus Hidup Daphnia sp. 7

Gambar 3. Pertumbuhan Populasi Daphnia sp. Selama Pengamatan 17 Gambar 4. Kondisi Media Kultur Pada Awal Kultur (A) dan Akhir

Kultur (B)

(46)

DAFTAR TABEL

Judul Halaman

Tabel 1. Rata-Rata Jumlah Populasi Daphnia sp. Selama Pengamatan

16

Tabel 2. Laju Pertumbuhan dan Mortalitas Populasi Daphnia sp.

19

(47)

DAFTAR LAMPIRAN

Judul Halaman

Lampiran 1. Data Mentah 28

Lampiran 2. Nilai Uji Statistik ANOVA 33

Gambar

Gambar 3. Pertumbuhan Populasi  Daphnia sp. Selama Pengamatan Keterangan:
Gambar 4. Kondisi Media Kultur Pada Awal Kultur (A) dan Akhir Kultur (B)
Gambar 1. Morfologi Daphnia sp. (Mokoginta, 2003)
Gambar 2. Siklus Hidup Daphnia sp. (Mokoginta, 2003)

Referensi

Dokumen terkait

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI Daphnia sp YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG SPIRULINA TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN LARVA IKAN.. KOMET

pada puncak populasi dengan media kultur yang ditambahkan sumber nutrien berupa bakteri merah berbeda nyata dengan perlakuan pemberian air endapan dedak fermentasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pakan yang diberikan berpengaruh terhadap jumlah individu, puncak populasi dan waktu untuk mencapai puncak.Populasi tertinggi pada

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa: Pemberian ikan tongkol dengan penambahan ragi roti yang berbeda pada media

Universitas Sriwijaya tentang frekuensi pemberian sari dedak padi terfermentasi menggunakan ragi tape sebagai pakan dalam kultur Daphnia sp...

Tujuan dari penelitian adalah melihat perbandingan antara limbah organik cair (limbah cair tahu) dengan pakan komersial (ragi dan dedak) sebagai makanan Daphnia

Penelitian ini bertjuan untuk (1) mengkaji pengaruh pemberian pakan alami daphnia yang dikombinasikan dengan pakan tambahan berupa kuning telur ayam yang direbus

merupakan pakan alami yang dapat dibudidayakan pada media yang beragam, memiliki nutrisi yang tinggi, pertumbuhan populasi yang cepat, pergerakannya lambat sehingga mudah