• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN FISIOLOGI BEBERAPA VARIETAS UNGGUL TANAMAN PADI (Oriza sativa,L) DENGAN PENGAIRAN BERSELANG (INTERMITTENT) PADA SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN FISIOLOGI BEBERAPA VARIETAS UNGGUL TANAMAN PADI (Oriza sativa,L) DENGAN PENGAIRAN BERSELANG (INTERMITTENT) PADA SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI)"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh: Imam Susila 20120210090

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA

(2)

TINJAUAN FISIOLOGI BEBERAPA VARIETAS UNGGUL

TANAMAN PADI (Oriza sativa,L) DENGAN PENGAIRAN

BERSELANG (INTERMITTENT) PADA SYSTEM OF RICE

INTENSIFICATION (SRI)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Sebagai Sebagian Dari Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian

Oleh: Imam Susila 20120210090

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi yang berjudul

TINJAUAN FISIOLOGI BEBERAPA VARIETAS UNGGUL TANAMAN PADI (Oriza sativa,L) DENGAN PENGAIRAN BERSELANG (INTERMITTENT) PADA SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI)

Yang dipersiapkan dan disusun oleh: Imam Susila

20120210090

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 23 Desember 2016

Skripsi tersebut telah diterima sebagai syarat yang diperlukan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

Pembimbing Utama Anggota Penguji

Ir. Bambang Heri Isnawan, M.P. Ir. Hariyono, M.P.

NIK: 19650814199409133021 NIK: 196503301991031002 Pembimbing Pendamping:

Ir. Mulyono, M.P. NIP: 196006081989031002

Yogyakarta, 5 Januari 2017 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Dekan Fakultas Pertanian

(4)

iii

MOTTO

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;

tetaplah atas firman Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan fitrah Allah. Itulah agama yang lurus;

tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

QS Ar Ruum

Do not put off doing a job because nobody knows whether we can meet

tomorrow or not”

“Waktu akan selalu tersedia bagi mereka yang mau memanfaatkannya”

“Waktu berdiam cukup lama bagi orang-orang yang menggunakannya”

Seperti halnya hari yang dihabiskan dengan baik membawa tidur yang membahagiakan, demikian juga hidup yang dihabiskan dengan baik membawa

kematian yang membahagiakan”

(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Bismillahirrahmanirrohiim…

Kupersembahkan karya kecilku kepada orang yang kukasihi dan sayangi: 1. Keluarga tercinta Ayah dan Ibu yang dengan tulus dan ikhlas senantiasa

mendo’akan, mencurahkan kasih sayang dan perhatiannya, sehingga saya dapat menyelesaikan kuliah ini dan meraih gelar sarjana;

2. Kepada teman-teman yang telah membantu penelitian di lahan maupun dilaboratorium penelitian, iman, ode, fail, yakub, nazri, toha, bayu, sandi, ardi, badri, ihsan, tyas, dan seluruh teman-teman yang sudah meluangkan waktunya untuk membantu menyelesaikan penelitian saya ucapkan banyak terimakasih ataspartisipasi dan kerjasamanya.

3. Seluruh teman-teman Agroteknologi 2012 yang tidak bisa disebut satu per

satu, terimakasih atas segala bantuan tenaga dan motivasinya kalian selalu

(6)

v

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan:

1. Karya tulis saya, skripsi ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik, baik di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta maupun di perguruan tinggi lainnya.

2. Karya tulis ini gagasan dan rumusan saya sendiri, dengan bantuan dan arahan Tim Pembimbing.

3. Karya tulis ini gagasan dan rumusan saya setelah mendapatkan arahan dan saran dari Tim Pembimbing. Oleh karena itu, saya menyetujui pemanfaatan karya tulis ini dalam berbagai forum ilmiah, maupun pengembangannya dalam bentuk karya ilmiah lain oleh Tim Pembimbing. 4. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis

atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

5. Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah saya peroleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Yogyakarta, 5 Januari 2017

Yang membuat pernyataan

Imam Susila

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT., yang telah

melimpahkan rahmat nikmat serta hidayah-Nya kepada penulis hingga

terselesainya skripsi yang berjudul “Tinjauan Fisiologi Beberapa Varietas Unggul Tanaman Padi (Oriza Sativa,L) Dengan Pengairan berselang (Intermittent) Pada

System Of Rice Intensification (SRI)”. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulis menyadari selama penelitian dan penyusunan skripsi ini banyak

mendapatkan bantuan, kerjasama dan sumbangan pikiran dari berbagai pihak,

oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih setulus tulusnya kepada:

1. Ir. Bambang Heri Isnawan M.P., selaku Dosen Pembimbing Skripsi Pertama sekaligus Penguji Skripsi Utama yang telah banyak memberikan, bimbingan,

masukan, bantuan, serta memberikan motivasi dan semangatnya selama

penyusunan skripsi ini;

2. Ir. Mulyono M.P., selaku Dosen Pembimbing Skripsi Pendamping sekaligus Penguji Skripsi Pendamping yang telah banyak memberikan, bimbingan,

masukan, bantuan, serta memberikan motivasi dan semangatnya selama

penyusunan skripsi ini;

(8)

vii

4. Ir. Sarjiyah, MS., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta;

5. Ir. Agus Nugroho Setiawan, MP., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang

telah banyak memberikan, bimbingan, masukan, bantuan, serta memberikan

motivasi dan semangatnya selama menimba ilmu di Fakultas Pertanian dan

terselesainya penyusunan skripsi ini;

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Agroteknologi yang telah memberikan

bekal ilmu pengetahuan yang sangat berguna dan tak ternilai harganya;

7. Pak Sukir, Pak yuli, pak Syamsuri dan seluruh staf laboran, dan Karyawan

Fakultas Pertaniaan yang telah memberikan fasilitas akademik dan ilmunya

selama duduk di bangku kuliah ini;

8. Keluarga tercinta Ayah dan Ibu yang dengan tulus dan ikhlas senantiasa

mendo’akan, mencurahkan kasih sayang dan perhatiannya, sehingga ananda dapat menyelesaikan kuliah ini dan meraih gelar sarjana;

9. Seluruh teman-teman Agroteknologi 2012 yang tidak bisa disebut satu per satu, terimakasih atas segala bantuan tenaga dan motivasinya.

Semoga amal baik Bapak, Ibu, saudara-saudari mendapatkan balasan dari Allah SWT., Amin. Demikian skripsi ini disusun dengan sebenar-benarnya. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang berkepentingan. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 5 Januari 2017

(9)

viii

A. Budidaya Padi Intensifikasi ... 5

B. Varietas Padi ... 9

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 26

A. Pertumbuhan Fisiologi Tanaman ... 26

1. Tinggi Tanaman ... 26

2. Jumlah Anakan ... 28

3. Anakan Produktif ... 31

4. Berat Segar Tanaman ... 33

5. Berat Kering tanaman ... 36

6. Panjang Akar ... 39

7. Luas Daun ... 41

8. Panjang Malai ... 44

B. Fisiologi Tanaman ... 45

9. IP (Indeks Panen) ... 45

1. Berat Gabah/Rumpun ... 51

(10)

ix

3. Berat 1000 Butir Gabah ... 54

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

A. Kesimpulan ... 57

B. Saran ... 58

(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Rerata Tinggi Tanaman Padi Umur 12 Minggu ... 26

2. Rerata Jumlah Anakan Tanaman Padi Umur 12 Minggu ... 29

3. Rerata Anakan Produktif Tanaman Padi Umur 12 Minggu ... 31

4. Rerata Berat Segar Tanaman Padi Umur 12 Minggu... 34

5. Rerata Berat Kering Tanaman Padi Umur 12 Minggu ... 37

6. Rerata Panjang Akar Tanaman Padi Umur 12 Minggu ... 40

7. Rerata Luas Daun Tanaman Padi Umur 8 Minggu ... 42

8. Rerata Panjang Malai Tanaman Padi ... 44

9. Indeks Panen ... 46

10.NAR Tanaman Padi ... 48

11.RGR Tanaman Padi... 49

12.CGR Tanaman Padi... 50

13.SLW Tanaman Padi ... 51

14.Rerata Berat Gabah/Rumpun Tanaman Padi ... 52

15.Rerata Berat Gabah Hampa Tanaman Padi ... 54

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Skema Pemberian Air Metode SRI ... 14

2. Grafik Tinggi Tanaman Padi ... 27

3. Grafik Pertumbuhan Anakan Tanaman Padi ... 30

4. Grafik Pertumbuhan Anakan Produktif Tanaman Padi ... 32

5. Grafik Berat Segar Tanaman Padi ... 35

6. Grafik Berat Kering Tanaman Padi ... 38

7. Grafik Panjang Akar Tanaman Padi ... 41

(13)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Lay Out Penelitian ... 64

2. Perhitungan Volume Tanah... 65

3. Sidik Ragam Tinggi Tanaman, Jumlah Anakan, Anakan Produktif Padi66 4. Sidik Ragam Luas Daun, Berat Segar, Berat Kering Tanaman Padi ... 67

5. Sidik Ragam Panjang Malai, Panjang Akar, Berat Gabah per Rumpun Tanaman Padi ... 68

6. Sidik Ragam Berat Gabah Hampa, Berat 1000 Butir, Indeks Panen Tanaman Padi ... 69

7. Sidik Ragam RGR, NAR, CGR Tanaman Padi ... 70

8. Sidik Ragam SLW Tanaman Padi... 71

9. Diskripsi Varietas IR 64 Padi ... 72

10.Diskripsi Varietas Mekongga Padi... 73

11.Diskripsi Varietas Ciherang Padi ... 74

12.Diskripsi Varietas Inpari Sidenuk Padi ... 75

13.Diskripsi Varietas HIPA 18 Padi ... 76

14.Lampiran 14. Dokumentasi Penelitian Tanaman Padi : Pembibitan, Kompos, Pengairan SRI, Pengairan Konvensional, Luas Daun, Berat Segar, Berat Kering, Panen, Dan Pengukuran Kadar Air ... 77

(14)

xiii INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengairan Metode SRI dan Konvensional terhadap Fisiologi, pertumbuhan dan hasil pada beberapa varietas padi. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Juli sampai November 2016.

Penelitian ini, dilakukan di dalam polybag dengan Rancangan Lingkungan Acak Lengkap (RAL) dan Rancangan Factorial 5 x 2. Faktor pertama varietas (V) terdiri 5 aras yaitu IR 64, Mekongga, Ciherang, Inpari Sidenuk, HIPA 18 dan faktor yang kedua pengairan (A) terdiri dari 2 aras yaitu metode SRI dan Konvensional dengan diulang tiga kali. Tiap ulangan dan perlakuan terdiri dari 6 tanaman, 3 tanaman sampel untuk pengamatan tinggi tanaman, jumlah anakan, anakan produktif, berat segar, berat kering, panjang akar, panjang malai, berat gabah/rumpun, persentase gabah hampa, dan berat 1000 butir gabah, 2 tanaman korban untuk pengamatan luas daun, panjang akar, berat segar dan berat kering, 1 cadangan. Total tanaman yang diujikan berjumlah 180 tanaman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan varietas berpengaruh terhadap fisiologi, pertumbuhan, dan hasil padi. Pada fisiologi tampak pada parameter Indeks panen tertinggi yaitu IR 64. Pada pertumbuhan dapat dilihat dari tinggi tanaman, berat segar, berat kering, panjang malai, panjang akar. Pada hasil padi dapat dilihat dari berat gabah/rumpun yaitu Varietas HIPA 18, Ciherang, dan Mekongga lebih berat dari pada Varietas Inpari Sidenuk. Pengairan yang dilakukan menunjukkan pengaruh nyata terhadap berat segar dan panjang akar padi, sedangkan pada fisiologi dan hasil padi tidak berpengaruh. Hal ini dikarenakan perlakuan pengairan SRI menunjukkan pertumbuhan berat segar dan panjang akar yang lebih tinggi dari pada pengairan konvensional. Pada pertumbuhan jumlah anakan produktif umur 12 minggu terjadi interaksi antar perlakuan varietas dan pengairan. Perlakuan pengairan SRI dengan Varietas IR 64 menunjukkan pengaruh yang lebih tinggi dari pada Varietas Mekongga dan Inpari Sidenuk dengan pengairan SRI, dan Varietas Inpari Sidenuk dengan pengairan konvensional.

(15)

xiv

ABSTRACT

A research aims to know the influence Irrigation of SRI and conventional methods the physiology, growth and results in some rice varieties. This research has been done in an experimental farm Faculty of Agriculture University of Muhammadiyah in Yogyakarta from July to November 2016.

This research, conducted in polybag with Completely Randomized Design (CRD) and 5 x 2 Factorial Design. The first factor was varieties (V) consists of 5 levels i.e. IR 64, Mekongga, Ciherang, Inpari Sidenuk, HIPA 18 and the second factor was irrigation factor (A) consists of 2 levels, i.e. SRI and conventional methods with three replications. Each of experimental unit consists of 6 plants, 3 samples plant for observation of plant height, the number of stem, productive tiller, fresh weight, dry weight, root length, panicle length, grain weight, unfilled grain percentage, grain 1000 weight, 2 plants to observation leaf area, root length, fresh weight and dry weight, 1 plants to backup. Total plants in this research were 180 plants.

The results of this research showed that treatment of varieties effect significantly on physiology, growth, and yield of rice. On physiology looks at the Harvest Index parameters of IR 64 was the highest. On growth parameters was height plants, fresh weight, dry weight, root length, panicle length, and on the results of paddy can be seen from the weight of grain i.e. varieties Ciherang, HIPA 18 and Mekongga have weigher than Inpari Sidenuk varieties. Irrigation was done shows the influence of fresh weight and roots length of rice, while on the physiology and yield of rice has not significantly different. There was showed that SRI irrigation treatment effect higher of fresh weight and root length than conventional irrigation. The number of productive tiller on the growth in 12 weeks was significantly interactions between varieties and irrigation treatment. There was showed SRI irrigation treatment with IR 64 varieties effect more higher than varieties Mekongga and Inpari Sidenuk with SRI irrigation, and Inpari Sidenuk varieties with conventional irrigation.

(16)
(17)

xiv

This research, conducted in polybag with Completely Randomized Design (CRD) and 5 x 2 Factorial Design. The first factor was varieties (V) consists of 5 levels i.e. IR 64, Mekongga, Ciherang, Inpari Sidenuk, HIPA 18 and the second factor was irrigation factor (A) consists of 2 levels, i.e. SRI and conventional methods with three replications. Each of experimental unit consists of 6 plants, 3 samples plant for observation of plant height, the number of stem, productive tiller, fresh weight, dry weight, root length, panicle length, grain weight, unfilled grain percentage, grain 1000 weight, 2 plants to observation leaf area, root length, fresh weight and dry weight, 1 plants to backup. Total plants in this research were 180 plants.

The results of this research showed that treatment of varieties effect significantly on physiology, growth, and yield of rice. On physiology looks at the Harvest Index parameters of IR 64 was the highest. On growth parameters was height plants, fresh weight, dry weight, root length, panicle length, and on the results of paddy can be seen from the weight of grain i.e. varieties Ciherang, HIPA 18 and Mekongga have weigher than Inpari Sidenuk varieties. Irrigation was done shows the influence of fresh weight and roots length of rice, while on the physiology and yield of rice has not significantly different. There was showed that SRI irrigation treatment effect higher of fresh weight and root length than conventional irrigation. The number of productive tiller on the growth in 12 weeks was significantly interactions between varieties and irrigation treatment. There was showed SRI irrigation treatment with IR 64 varieties effect more higher than varieties Mekongga and Inpari Sidenuk with SRI irrigation, and Inpari Sidenuk varieties with conventional irrigation.

(18)

1

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia, padi tidak hanya berperan penting sebagai makanan pokok, tetapi merupakan sumber perekonomian sebagian masyarakat di pedesaan. Kekurangan produksi berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk social, ekonomi dan bahkan politik. Menurut data BPS 2014, penduduk Indonesia sekitar 252.165 juta jiwa memerlukan sekitar 53.6 juta ton gabah kering giling per tahun atau setara dengan 33,5 juta ton beras. Stok beras nasional periode 2012/2013 menurun dari 7,4 menjadi 6,48 juta metrik ton 2013/2014 5,5 juta metrik ton hal ini terjadi penurunan 26% dalam kurun waktu 2 tahun. Sehingga pemerinah harus tetap berupaya meningkatkan produktivitas dan produksi padi secara intensif untuk dapat menstabilkan harga beras.

(19)

Penyebab rendahnya produksi padi di Indonesia salah satunya karena pada umumnya petani masih membudidayakan padi tidak sesuai anjuran, seperti pengolahan tanah dan pemberian takaran pupuk tidak sesuai dengan ketentuan serta masih mendominasinya petani mengunakan sistem Konvensional. Pada sistem Konvensional budidaya padi boros dalam pemakaian air, dimana sawah digenangi air terus-menerus sehingga kandungan oksigen dalam tanah berkurang berakibat pada proses fotosintesis menjadi kurang optimal sehingga sitem fotosintesis padi hanya memberikan peningkatan 50% dari yang diharapkan (Cantrell, 2000). Selain itu menyebabkan perkembangan akar terganggu, berkurangnya jumlah anakan total dan anakan produktif serta memperlambat waktu panen.

Pemindahan bibit secara Konvensional dari persemaian umumnya berumur 20-30 hari dengan 5-7 bibit perlubang tanaman bahkan lebih. Umur bibit yang lama sebelum dipindahkan ke lahan menyebabkan bibit telah menghasilkan anakan ketika masih dipersemaian sehingga ketika bibit dicabut maka pertumbuhan anakan akan terganggu. Penanaman bibit yang terlalu banyak pada satu lubang tanaman menyebabkan terjadinya persaingan, baik pada unsur hara, cahaya serta ruang tumbuh sehingga anakan yang terbentuk tidak maksimal (Armansyah, dkk. 2009).

(20)

legowo, dan penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi. Cara intensifikasi yang dapat meningkatkan hasil menjadi dua kali lipat adalah dengan metode SRI (Rozen, 2009). Selain itu ketersediaan sumberdaya alam berupa lahan dan air untuk budidaya pertanian semakin terbatas, oleh karena itu ada tuntutan untuk meningkatkan produksi beras dengan penggunaan sumberdaya alam yang lebih efisien.

Dalam beberapa tahun terakhir, salah satu inovasi yang dikembangkan adalah bercocok tanam padi dengan metode SRI (System of Rice Intensification). Menurut Sato dan Uphoff (2006), dengan budidaya SRI produksi padi bisa meningkat sampai 78%, menghemat kebutuhan air sebanyak 40% dan menghemat pupuk sebesar 50% serta menghemat 20% biaya produksi. Lebih lanjut Berkelaar (2008), menjelaskan bahwa padi yang dihasilkan dengan budidaya SRI akan lebih baik dari pada budidaya padi Konvensional. Dalam budidaya SRI tanaman padi memiliki lebih banyak anakan, perkembangan akar lebih besar dan jumlah bulir per malai lebih banyak. Pengembangan pola tanam padi dengan metode SRI dititik beratkan pada beberapa hal utama, antara lain pemindahan bibit umur 8-15 hari, jarak tanam 25 cm x 25 cm, tidak digenangi secara terus-menerus, ditanam satu bibit per lobang tanam dan pengairan secara periodik (Uphoff dan Fernandes, 2003).

(21)

Sidenuk dan HIPA 18. Jenis varietas menentukan hasil produksi pada setiap daerah, begitu juga faktor lingkungan yang tidak cocok dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, contohnya : suhu, struktur tanah, jenis tanah, pH tanah. Varietas unggul maupun lokal mempunyai daya adaptasi yang berbeda dengan pola tanam yang diberikan, karena itu perlu dilakukan pengujian terhadap varietas unggul dan lokal, dengan pola tanam metode SRI merencanakan pemberian air secara berselang (Intermittent) dan Konvensional secara terus-menerus

(Continuous flow), karena dari aspek lingkungan apakah jenis varietas tersebut

bisa tumbuh dan berkembang dengan baik serta menghasilkan produksi secara optimal di tempat dilakukan pengujian.

B. Perumusan Masalah

1. Manakah dari berbagai varietas padi yang memiliki fisiologi, pertumbuhan yang baik dan hasil paling tinggi ?

2. Manakah sistem pengairan yang memiliki fisiologi, pertumbuhan dan hasil paling tinggi antara Metode sistem SRI dan Konvensional ?

3. Bagaimana interaksi antara varietas tanaman padi dengan macam pengairan pada fisiologi, pertumbuhan, dan hasil?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui fisiologi, pertumbuhan dan hasil berbagai varietas padi. 2. Untuk mengetahui sistem pengairan yang memiliki fisiologi, pertumbuhan dan

hasil paling tinggi antara Metode sistem SRI dan Konvensional.

(22)
(23)

5

Menurut Suparyono dan Agus (1993), tanaman padi merupakan tanaman semusim yang berupa rumput-rumputan yang dapat di klasifikasikan sebagai, Divisi Spermatophyta, Sub Divisi Angiospermae, Class Monocotyledone, Ordo

Poales, Famili Gramineae, Genus Oryza dan Spesies Oryza sativa L. Akar

tanaman padi memiliki sistem perakaran serabut. Ada dua macam akar, yaitu (1) akar seminal yang tumbuh dari akar primer radikula sewaktu berkecambah dan bersifat sementara, dan (2) akar adventif sekunder yang bercabang dan tumbuh dari buku batang muda bagian bawah. Akar adventif tersebut menggantikan akar seminal. Akar ini disebut adventif/buku, karena tumbuh dari bagian tanaman yang bukan embrio atau karena munculnya bukan dari akar yang tumbuh sebelumnya (Anonim, 2010a).

Batang padi itu terdiri dari susunan beberapa ruas. Tiap-tiap dimuali dan diakhiri dengan buku. Pada setiap buku nampaklah satu mata atau sukma. Letak mata itu pada batang tanaman adalah silih berganti. Fungsi mata ini adalah penting karena setiap mata yang tampak pada batang akan menghasilkan satu anakan. Anakan muncul pada batang utama dalam urutan yang bergantian. Anakan primer tumbuh dari buku terbawah dan muncul anakan sekunder. Anakan ini pada gilirannya akan menghasilkan anakan tersier (Siregar, 1981).

(24)

daun tanaman padi tumbuh pada batang dalam susunan yang berselang saling terdapat satu daun pada tiap buku. Tiap daun terdiri atas, helaian daun yang menempel pada buku melalui pelepah daun, pelepah daun yang membungkus ruas diatasnya dan kadang-kadang pelepah daun dan helaian daun ruas berikutnya, telinga daun (auricle) pada dua sisi pangkal helaian daun, lidah daun (ligula) yaitu struktur segitiga tipis tepat diatas telinga daun dan daun bendera adalah daun teratas dibawah malai (Anonim, 2010a).

Fisiologi tanaman merupakan ilmu yang mempelajari proses pertumbuhan dan tanaman.(Salisburry dan Ross, 1978). Fisiologi tanaman padi di pengaruhi oleh proses fotosintesis, respirasi, penyerapan hara, perkecambahan benih, pertumbuhan organ-organ tanaman, pembentukan, pertumbuhan bunga, gabah, dan sebagainya.

(25)

hampir bersamaan dengan pemanjangan ruas-ruas batang, yang terus berlanjut sampai berbunga. Oleh sebab itu stadia reproduktif disebut juga stadia pemanjangan ruas. Di daerah tropic kebanyakan varietas padi, lama fase reproduktif umumnya 35 hari dan fase pematangan sekitar 30 hari.

Menurut Soekartawi (1999) Padi dapat tumbuh pada ketinggian 0-1500 meter dari permukaan laut dengan temperatur 19-27 derajat celcius, memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Angin berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan. Padi menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm dan pH tanah 4 – 7.

(26)

Pupuk organik dapat berperan sebagai “pengikat” butiran primer butir

sekunder tanah dalam pembentukan agregat yang mantap. Keadaan ini besar pengaruhnya pada porositas, penyimpanan dan penyediaan air, aerasi tanah, dan suhu tanah. Bahan organik dengan C/N tinggi seperti jerami atau sekam lebih besar pengaruhnya pada perbaikan sifat-sifat fisik tanah dibanding dengan bahan organik yang terdekomposisi seperti kompos. Pupuk organik/bahan organik memiliki fungsi kimia yang penting seperti: penyediaan hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan mikro seperti Zn, Cu, Mo, Cl, B, Mn, dan Fe, meskipun jumlahnya relative sedikit. Penggunaan bahan organik dapat mencegah hilangnya unsur mikro pada tanah marginal atau tanah yang telah diusahakan secara intensif dengan pemupukan yang kurang seimbang; (2) meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah; dan (3) dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam yang meracuni tanaman seperti Al, Fe, dan Mn. Bahan organik juga berperan sebagai sumber energi dan makanan mikroba tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara tanaman. Jadi penambahan bahan organik di samping sebagai sumber hara bagi tanaman, sekali gus sebagai sumber energi dan hara bagi mikroba (BB Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, 2006).

(27)

kurang lebih 14 hari. Jarak tanam sesuai dengan metode SRI yakni tidak terlalu rapat, biasanya 25 x 25 cm atau 30 x 30 cm. Penanaman dengan memasukkan satu bibit pada satu lubang tanam.

Pertanian Konvensional merupakan sistem pertanian yang menggunakan bahan-bahan kimia untuk meningkatkan produksi tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan. Adapun dampak dari sistem pertanian Konvensional didalam ekosistem pertanian Meningkatnya degradasi lahan (fisik kimia dan biologis), Meningkatnya residu penyakit dan gangguan serta resistensi hama penyakit dan gulma, dan Berkurangnya keanekaragaman hayati (Kuswandi, 2012).

B. Varietas Padi

(28)

adalah homozigot-homogen dan cara perbanyakannya dengan benih keturunan. (Satoto dan B. Suprihatno, 2008).

Varietas yang akan diujikan yaitu IR 64, Mekongga, Ciherang, Inpari Sidenuk, dan HIPA 18. Jenis varietas tidak menentukan hasil produksi pada setiap daerah ini disebabkan oleh diantaranya faktor lingkungan yang tidak cocok dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, contohnya : suhu, struktur tanah, jenis tanah, pH tanah dan iklim. Direktorat Perlindungan Tanaman (2010) melaporkan bahwa kekeringan, kebanjiran, dan OPT telah menyebabkan sekitar 380 ribu ha sawah terganggu, dan 48 ribu ha di antaranya gagal panen.

Menurut puslitbang bogor (2007) Padi varietas IR 64 memiliki potensi hasil 5 ton/ha gabah kering giling, umur tanaman 115 hari, anakan produktif cukup banyak, dan memiliki kadar amilosa 24 %. Tanaman ini tahan terhadap hama wereng coklat biotipe 1,2 dan wereng hijau. Tahan terhadap penyakit disebabkan bakteri hawar daun xanthomonas oryzae dan tahan virus kerdil rumput.

(29)

Padi Varietas Ciherang memiliki potensi hasil 5-7 ton/ha gabah kering giling, umur tanaman mencapai 116-125 hari, tinggi tanaman antara 105 –107, anakan produktif 14-17, dan kadar amilosa 23%. Tanaman pada varietas ini cocok ditanam pada dataran rendah dengan ketinggian 500 mdpl. Tanaman ini tahan terhadap hama wereng batang coklat biotipe 2 dan 3. Tahan terhadap penyakit hawar daun strain III dan IV. ( BBPADI, 2015)

Padi Varietas Inpari Sidenuk memiliki potensi hasil 6,9 - 9,1 ton/ha gabah kering giling, umur tanaman ±103 hari, dan memiliki kadar amilosa ± 20,6%. Tanaman Varietas Inpari Sidenuk Tahan terhadap wereng batang coklat biotipe 1, 2, dan 3 dan ketahanan terhadap penyakit Agak tahan terhadap wereng batang coklat biotipe 1, 2 dan 3. Tahan terhadap penyakit Agak tahan terhadap hawar daun bakteri patotipe III, Rentan terhadap patotipe IV, Agak rentan terhadap patotipe VIII, Rentan terhadap tungro, Rentan terhadap semua ras blas. ( BBPADI, 2015)

(30)

Agak rentan biotipe 2 dan 3 dan ketahanan penyakit Agak tahan terhadap Hawar Daun Bakteri strain IV dan VIII, Agak tahan terhadap tungro. (BBPADI, 2015)

Benih bermutu adalah benih dengan daya tumbuh (vigor) tinggi dan bersertifikat. Pemilihan benih bermutu dilakukan dengan cara: Merendam benih dalam larutan garam dengan menggunakan indikator telur. Telur diletakkan didasar air dan masukkan garam sampai telur mulai terangkat kepermukaan, kemudian telur diambil dan benih dimasukkan ke dalam air garam, selanjutnya benih yang mengambang dibuang.

C. Sistem Pengairan

Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan produktivitas adalah dengan menggalakkan kegiatan menanam padi dengan menggunakan metode SRI

(System of Rice Intensification), Metode SRI ini merupakan metode hemat air

disertai metode pengelolaan tanaman yang baik. Penekanan hemat air juga merupakan upaya mengantisipasi peningkatan kebutuhan air untuk air minum, industri, sanitasi, dll dengan budidaya SRI produksi padi bisa meningkat sampai 78%, menghemat kebutuhan air sebanyak 40% (Sato dan Uphoff 2006).

(31)

Penanaman dangkal, tanpa digenangi air, mecek-mecek, sampai anakan sekitar 10-14 hari, ini bertujuan untuk menciptakan aerasi yang baik didaerah perakaran sehingga akan merangsang pertumbuhan anakan. Setelah itu, isi air (digenangi) untuk menghambat pertumbuhan rumput dan untuk pemenuhan kebutuhan air dan melumpurkan tanah, sehingga tidak tersinari matahari. Pemupukan biasanya dilakukan pada 20 hari setelah tebar, pupuk yang digunakan adalah kompos sekitar 175-200 kg/ha. Ketika dilakukan pemupukan sawah dikeringkan dan pintu air ditutup. Setelah 27 hari setelah tebar, aliri sawah. Apabila mau panen sawah dikeringkan 1 minggu sebelum tanam.

Penggenangan yang terus menerus pada tanah sawah dan pH tanah yang rendah, akan mendorong penyerapan ferro (Fe2+) yang berlebihan oleh akar tanaman padi. Tanaman yang menyerap ion Fe2+ dalam jumlah yang berlebihan akan memperlihatkan gejala keracunan yang ditandai dengan timbulnya bercak-bercak merah coklat pada ujung daun mulai dari daun yang paling tua (Burbey et al, 1990). Untuk mengatasi keracunan Fe dapat dilakukan dengan pengelolaan air dengan cara pengairan terputus-putus (Intermitten irrigation) yaitu selama musim tanaman padi, pengenangan air tidak dilakukan terus-menerus. Jika mulai terlihat gejala keracunan Fe, irigasi dihentikan dan air di petakan segera dibuang.

(32)

akar terganggu, berkurangnya jumlah anakan total dan anakan produktif serta memperlambat waktu panen. Pemindahan bibit secara Konvensional dari persemaian umumnya berumur 20-30 hari dengan 5-7 bibit perlubang tanaman bahkan lebih. Penanaman bibit yang terlalu banyak pada satu lubang tanaman menyebabkan terjadinya persaingan, baik pada unsur hara, cahaya serta ruang tumbuh sehingga anakan yang terbentuk tidak maksimal (Armansyah, dkk. 2009).

Gambar 1. Skema Pemberian Air Metode SRI

D. Hipotesis

1. Penggunaan benih HIPA 18 memiliki fisiologi, pertumbuhan, dan hasil lebih baik jika dibandingkan dengan varietas yang lain.

2. Penggunaan sistem SRI memiliki fisiologi, pertumbuhan, dan hasil lebih baik jika dibandingkan dengan Konvensional.

(33)
(34)

26

IV.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A.Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman.

Perkembangan tinggi tanaman ini berdasarkan pada perlakuan yang dilakukan dengan diamati dan diukur pada saat pertumbuhan vegetatif. Pengukuran tinggi tanaman bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan suatu tanaman. Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu sekali dengan cara mengukur bagian batang bawah sampai pucuk daun.

Dari hasil sidik ragam tinggi tanaman menunjukkan bahwa tidak ada interaksi nyata antar varietas dan pengairan, artinya tidak ada pengaruh antar perlakuan varietas dan pengairan terhadap pertumbuhan tinggi tanaman padi. Pada perlakuan varietas menunjukkan pertumbuhan yang berbeda nyata, sedangkan pada perlakuan pengairan menunjukkan tidak beda nyata. (lampiran III a). Rerata tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman Padi Umur 12 Minggu Perlakuan IR 64 Mekongga Ciherang Inpari

Sidenuk HIPA 18 Rerata Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu baris atau kolom

menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji F dan atau DMRT pada taraf α = 5%.

(˗) = Tidak ada interaksi nyata

(35)

Inpari Sidenuk dan Ciherang. Perlakuan Varietas Inpari Sidenuk dan Ciherang lebih tinggi dari pada Mekongga. Perlakuan Varietas Mekongga lebih tinggi dari pada IR 64. Pertumbuhan tanaman padi paling tinggi pada Varietas HIPA 18 yaitu dengan tinggi 105,66 cm. Pertumbuhan tinggi pada setiap varietas memiliki pertumbuhan yang tidak sama tergantung pada jenis varietas tersebut. Hal ini yang membedakan adalah faktor gen atau asal dari tanaman tersebut. Tanaman padi hipa memiliki tinggi tanaman ±103 cm dan memiliki bentuk tanaman yang tegak ( BBPADI, 2015).

Pada perlakuan pengairan metode SRI dan Konvensional menunjukkan pertumbuhan yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa pengairan yang dilakukan sudah cukup untuk pertumbuhan tinggi tanaman. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Devi (2009) Sistem pengairan tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman padi sawah.

(a) (b) Gambar 2. Grafik Tinggi Tanaman Padi

Keteranagan : V1 = IR 64 A1 = SRI

(36)

Dapat dilihat gambar 2.(a),(b) diketahui bahwa perlakuan varietas dan pengairan menunjukkan pertumbuhan tinggi pada tanaman padi dari minggu ke-2 sampai minggu ke-12. Dapat dilihat gambar 2.(a) pertumbuhan tinggi tanaman pada perlakuan varietas menunjukkan bahwa Varietas HIPA 18 memberikan pertumbuhan tinggi tanaman paling tinggi dari minggu ke-2 sampai ke-12. Hal ini diduga karena Varietas HIPA 18 memiliki pertumbuhan yang tegak sehingga akan membantu pertumbuhan tinggi. Selain itu padi varietas hibrida berasal dari turunan pertama (F1) dari induk persilangan yang pertama, sehingga memiliki keunggulan tumbuh lebih cepat, anakan lebih banyak, dan malai lebih lebat. Oleh karena itu, produksi benih F1 dalam pengembangan padi hibrida memegang peran

penting dan strategis (Las et al., 2003).

Gambar 3(b) perlakuan pengairan menunjukkan bahwa tinggi tanaman lebih tinggi ditunjukan oleh tanaman padi HIPA 18 dengan perlakuan metode Konvensional. Kekurangan air akan berakibat pada pertumbuhan tinggi tanaman akan terganggu dikarenakan jumlah air yang dimanfaatkan untuk pertumbuhan padi

menjadi terbatas Hale dan Orcutt (1987) menyatakan bahwa kekeringan dapat

berpengaruh pada pertumbuhan, hasil, dan kualitas tanaman.

2. Jumlah anakan.

(37)

diperoleh semakin besar. Jumlah Anakan mulai dihitung pada saat awal tanam sampai panen dengan selang waktu tiap 2 minggu sekali.

Hasil sidik ragam anakan padi menunjukkan bahwa tidak ada interaksi nyata antar varietas dan pengairan, artinya tidak ada pengaruh antar perlakuan varietas dan pengairan terhadap pertumbuhan anakan padi. Pada perlakuan varietas menunjukkan pertumbuhan yang tidak berbeda nyata, begitu juga pada perlakuan pengairan menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata (lampiran IIIb). Rerata anakan padi dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Rerata Jumlah Anakan Tanaman Padi Umur 12 Minggu Perlakuan IR 64 Mekongga Ciherang Inpari

Sidenuk HIPA 18 Rerata Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu baris atau kolom

menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji F pada taraf α = 5%.

(˗) = Tidak ada interaksi nyata

(38)

(a) (b) Gambar 3. Grafik Pertumbuhan Anakan Tanaman Padi Keteranagan : V1 = IR 64 A1 = SRI

V2 = Mekongga A2 = Konvensional V3 = Ciherang

V4 = Inpari Sidenuk V5 = HIPA 18

Dapat dilihat gambar 3(a),(b) diketahui bahwa perlakuan varietas dan pengairan menunjukkan pertumbuhan anakan padi dari minggu ke-2 sampai minggu ke 8. Dari gambar 3(a) menunjukkan bahwa pada minggu ke-4 mengalami peningkatan pertumbuhan anakan yang paling banyak, pada minggu ke-6 Varietas Inpari Sidenuk mengalami pertumbuhan anakan paling sedikit, sedangkan pada varietas yang lain mengalami pertumbuhan yang relative sama. Pada minggu ke-8 Varietas Inpari Sidenuk masih mengalami pertumbuhan, sehingga hal ini diduga akan banyak gabah hampa. Pada minggu ke-10 dan 12 pertumbuhan anakan tidak bertambah (konstan). Pada pertumbuhan anakan Varietas Inpari Sidenuk

Gambar 3(b) pada perlakuan pengairan menunjukkan bahwa jumlah anakan lebih tinggi ditunjukan pada pengairan Konvensional dari minggu ke-2 sampai minggu ke 12. Hal ini menunjukkan Kebutuhan air pada saat pertumbuhan anakan padi membutuhkan jumlah air yang cukup banyak, sehingga hasil anakan

(39)

yang diperoleh akan semakin banyak. Bila air dalam areal cukup maka akan semakin banyak unsur hara dalam koloid yang terlarut. Keadaan ini akan berakibat pada makin banyak unsur hara yang dapat diserap akar tanaman untuk pertumbuhan (Andoko, 2002).

3. Anakan produktif.

Anakan produktif merupakan anakan tanaman padi yang dapat menghasilkan malai. Anakan produktif mulai dihitung pada saat anakan sudah muncul malai, dihitung setiap 2 minggu sekali. Anakan produktif berpengaruh nyata terhadap jumlah yang dihasilkan tanaman padi.

Hasil sidik ragam anakan produktif padi menunjukkan adanya interaksi antar perlakuan varietas dan pengairan, artinya bahwa kedua faktor saling mempengaruhi terhadap pertumbuhan anakan produktif. Pada perlakuan varietas menunjukkan pertumbuhan yang tidak berbeda nyata, begitu juga pada perlakuan pengairan menunjukkan tidak berbeda nyata (lampiran III c). Rerata anakan produktif padi dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Rerata Anakan Produktif Tanaman Padi Umur 12 Minggu Perlakuan IR 64 Mekongga Ciherang Inpari

Sidenuk HIPA 18 Rerata Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu baris dan kolom

menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji F dan dilanjutkan dengan DMRT pada taraf α = 5%.

(+) = ada interaksi antar perlakuan varietas dan pengairan

(40)

pengairan SRI dan konvensional terhadap pertumbuhan anakan produktif. Sedangkan perlakuan pengairan metode SRI dengan Varietas IR 64 menunjukkan pengaruh nyata lebih tinggi dari pada Varietas mekongga dan Inpari Sidenuk dengan pengairan metode SRI. Pada perlakuan pengairan metode Konvensional menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata antar perlakuan beberapa varietas.

(41)

Gambar 4. Histogram Pertumbuhan Anakan Produktif Tanaman Padi Keteranagan : V1 = IR 64 A1 = SRI

V2 = Mekongga A2 = Konvensional V3 = Ciherang

V4 = Inpari Sidenuk V5 = HIPA 18

Dapat dilihat gambar 3. diketahui bahwa perlakuan varietas dengan pengairan yang dilakukan menunjukkan peningkatan pertumbuhan anakan produktif dari minggu ke-8 samapai minggu ke-12. Perlakuan Varietas IR 64 pada minggu ke-8 dan ke-10 menunjukkan pertumbuhan anakan produktif paling tinggi, sedangkan pada minggu ke-12 perlakuan IR 64 dengan metode SRI menunjukkan pertumbuhan anakan produktif paling tinggi. Teknik SRI memang memberikan suasana yang kondusif terhadap pertumbuhan anakan, karena lingkungan pertumbuhannya yang tidak tergenang selama fase pertumbuhan vegetative (Laulanie, 1993; Wangiyana dkk, 2006).

4. Berat segar tanaman.

Berat segar tanaman merupakan kandungan air yang berada pada jaringan tanaman. Tanaman dalam cekaman kekeringan akan mengalami kehilangan cairan sehingga tajuk tanaman akan meresponya dengan mengatur pembukaan dan

(42)

penutupan stomata. Berat basah merupakan total berat tanaman yang menunjukkan hasil aktivitas metabolik tanaman (Salisbury dan Ross, 1995). Pengamatan berat segar dilakukan pada minggu ke 4,8 dan panen.

Hasil sidik ragam berat segat padi menunjukkan bahwa tidak ada interaksi nyata antar varietas dan pengairan, artinya tidak ada pengaruh antar perlakuan varietas dan pengairan terhadap berat segar tanaman padi. Pada perlakuan varietas menunjukkan pertumbuhan yang berbeda nyata, begitu juga pada perlakuan pengairan menunjukkan berbeda nyata (lampiran IVb). Rerata berat segar padi dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Rerata Berat Segar Tanaman Padi Umur 12 Minggu Perlakuan IR 64 Mekongga Ciherang Inpari

Sidenuk HIPA 18 Rerata Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu baris atau kolom

menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji F dan atau DMRT pada taraf α = 5%.

(˗) = Tidak ada interaksi nyata

(43)

tanaman tergantung pada interaksi antar sel dan lingkunganya (Salisbury dan Ross, 1995).

Pada perlakuan pengairan, Metode SRI dan Konvensional menunjukkan pengaruh yang tidak sama terhadap berat segar padi. Metode SRI menunjukkan berat segar lebih tinggi dari pada Metode Konvensional yaitu 262,26 gram. hal ini menunjukkan dengan pengairan berselang air yang digunakan sudah mencukupi untuk pertumbuhan padi. Pemberian air dengan cara kontinyu atau menggenang belum tentu air yang tersedia akan diserap oleh tanaman padi. Sedangkan pengairan berselang dengan jumlah air yang lebih sedikit akan diserap oleh tanaman padi, hal Ini dikarenakan dengan pengairan berselang akan menciptakan suasana aerob sehingga oksigen akan masuk kedalam tanah. Hal ini sesuai yang dikatakan oleh Kurnia et al, 2002 bahwa bila jumlah air yang diberikan semakin banyak kelebihan air menjadi tidak bermanfaat atau tidak efisien pada pertumbuhan tanaman.

(a) (b)

Gambar 5. Grafik Berat Segar Tanaman Padi

Keteranagan : V1 = IR 64 A1 = SRI

(44)

Dapat dilihat gambar 5 (a). perlakuan varietas dengan pengairan yang dilakukan menunjukkan peningkatan pertumbuhan berat segar padi dari minggu ke-4, ke-8 dan ke-12. Pada minggu ke-4 perlakuan Varietas Mekongga menunjukkan pertumbuhan berat segar paling tinggi, sedangkan pada minggu ke-8 varitas Ciherang menunjukkan pertumbuhan paling tinggi. Pada minggu ke-12 mengalami pertumbuhan berat segar paling tinggi dan perlakuan Varietas Inpari Sidenuk menunjukkan pertumbuhan paling tinggi. Sedangkan pada Varietas IR 64 mengalami pertumbuhan yang relatif sama pada minggu ke-8 dan 12, hal dikarenakan umur dari Varietas IR 64 relatif lebih pendek jika dibandingkan dengan varietas yang lain. Tanaman padi IR 64 memiliki umur tanaman 100 hari (BBPADI, 2015).

Gambar 5 (b). Dapat dilihat bahwa perlakuan pengairan Konvensional Pada minggu ke-4 menunjukkan pertumbuhan berat segar lebih tinggi dari pada SRI, sedangkan pada minggu ke 8 dan ke-12 perlakuan SRI menunjukkan hasil yang lebih tinggi dari pada Konvensional. Dengan pengairan berselang akan memberikan kondisi air macak-macak pada media tanam, sehingga akan meningkatkan kemampuan dalam pertumbuhan berat segar padi dibandingkan kondisi tergenang. Pada kondisi macak-macak akan meningkatkan perkembangan mikrobia anaerob dalam tanah sehingga dapat meningkatkan pembelahan sel pada akar yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil padi.

5. Berat kering tanaman.

(45)

menunjukkan seberapa besar unsur hara yang terdapat pada tanaman yang sangat tergantung pada laju fotosintesis dan respirasi. Semakin tinggi berat kering tanaman membuktikan bahwa semakin baik pertumbuhan vegetative. Apabila respirasi lebih besar dari fotosintesis maka berat kering akan semakin ringan. Pengukuran berat kering dilakukan pada minggu ke 4, 8, dan 12.

Hasil sidik ragam berat kering padi menunjukkan bahwa tidak ada interaksi nyata antar varietas dan pengairan, artinya tidak ada pengaruh antar perlakuan varietas dan pengairan terhadap berat kering tanaman padi. Pada perlakuan varietas menunjukkan hasil yang berbeda nyata, sedangkan pada perlakuan pengairan menunjukkan tidak berbeda nyata (lampiran IV c). Rerata berat kering dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Rerata Berat Kering Tanaman Padi Umur 12 Minggu Perlakuan IR 64 Mekongga Ciherang Inpari

Sidenuk HIPA 18 Rerata Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu baris atau kolom

menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji F dan atau DMRT pada taraf α = 5%.

(˗) = Tidak ada interaksi nyata

(46)

Pada perlakuan pengairan menunjukkan berat kering yang tidak berbeda nyata antar perlakuan. Hal ini membuktikan bahwa kebutuhan air untuk pertumbuhan vegetative tanaman sudah cukup. Produksi berat kering tergantung pada penyerapan, penyinaran matahari serta pengambilan CO2 dan air (Dwijoseputro, 1992).

(a) (b)

Gambar 6. Grafik Berat Kering Tanaman Padi

Keteranagan : V1 = IR 64 A1 = SRI

V2 = Mekongga A2 = Konvensional V3 = Ciherang

V4 = Inpari Sidenuk V5 = HIPA 18

Gambar 6 (a). dapat dilihat bahwa pada minggu ke-4 perlakuan Varietas mekongga menunjukkan pertumbuhan berat kering paling tinggi, pada minggu ke-8 Varietas Ciherang menunjukkan pertumbuhan paling tinggi dan pada minggu ke-12 Varietas Inpari Sidenuk menunjukkan pertumbuhan paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan setiap varietas memiliki kemampuan yang tidak sama, sehingga hal ini diduga karena faktor genetik pada padi.

(47)

Gambar 6 (b). dapat dilihat bahwa perlakuan SRI menunjukkan pertumbuhan berat kering yang paling tinggi pada minggu ke-4, ke-8 dan ke-12. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pengairan berselang akan dapat meningkatkan laju fotosintesis dikarenakan dengan pengairan berselang akan menyebabkan situasi yang aerob, sehingga oksigen akan dapat masuk kedalam tanah yang akan mempengaruhi laju fotosintesis. Secara umum apabila suatu tumbuhan tumbuh dalam ketersediaan air yang rendah atau berlebih (mengalami cekaman air) maka metabolisme primernya akan terganggu (Sholichatun dan Natsir, 2002).

6. Panjang akar.

Akar merupakan bagian tanaman terpenting dari pohon untuk mempertahankan hidupnya. Akar memiliki tugas untuk memperkuat berdirinya tumbuhan, menyerap air dan unsur-unsur hara yang terlarut di dalamnya dari dalam tanah, serta terkadang sebagai tempat untuk menimbun makanan. Akar pada tanaman padi merupakan jenis akar monokotil yang mempunyai akar serabut. Tumbuhan monokotil, akar lembaga dalam perkembangan selanjutnya akan mati, kemudian terbentuk sejumlah akar yang berukuran kurang lebih sama besarnya dan semuanya keluar dari pangkal batang (Aryulina dkk, 2006). Pengukuran panjang akar dilakukan pada minggu ke 4,8, dan 12.

(48)

pengairan menunjukkan berbeda nyata (lampiran V b). Rerata panjang akar dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Rerata Panjang Akar Tanaman Padi Umur 12 Minggu Perlakuan IR 64 Mekongga Ciherang Inpari

Sidenuk HIPA 18 Rerata Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu baris atau kolom

menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji F dan atau DMRT pada taraf α = 5%.

(˗) = Tidak ada interaksi nyata

Perlakuan Varietas HIPA 18 yaitu 41,50 cm menunjukkan pertumbuhan akar yang nyata lebih panjang dari pada Varietas IR 64, Mekongga, Ciherang, dan Inpari Sidenuk menyebabkan panjang akar padi berbeda nyata. Pada sistem SRI dengan pengairan berselang maka jumlah air lebih sedikit ini akan menyebabkan akar akan masuk kedalam tanah lebih dalam untuk mencari sumber air guna pertumbuhan padi sehingga akar akan bertambah panjang. Selanjutnya Morita dan Yamazaki (1993) menambahkan bahwa tanaman yang tumbuh dalam kondisi air perkolasi atau pengairan berselang (Intermittent) diduga memiliki sistem perakaran yang jumlah dan panjang akar utama yang lebih besar daripada tanaman dalam penggenangan terus-menerus.

(49)

akar dan tidak ideal untuk pertumbuhan padi. Sehingga akar akan mengalami penurunan panjang akar.

(a) (b)

Gambar 7. Grafik Panjang Akar Tanaman Padi Keteranagan : V1 = IR 64 A1 = SRI

V2 = Mekongga A2 = Konvensional V3 = Ciherang

V4 = Inpari Sidenuk V5 = HIPA 18

Gambar 7 (a). Dapat dilihat bahwa perlakuan varietas menunjukkan pertumbuhan akar yang relative sama pada minggu ke 4, pada minggu ke-8 menunjukkan pertumbuhan akar paling panjang pada perlakuan Ciherang dan pada minggu ke-12 menunjukkan pertumbuhan akar paling panjang pada perlakuan HIPA 18. Hal ini diduga faktor lingkungan dan genetik pada setiap tanaman yang tidak sama.

(50)

pertumbuhan akar yang lebih panjang. Pada Metode SRI penanaman bibit 1-2 tanaman per polibagnya sehingga pertumbuhan akar akan lebih baik. Bibit yang dipindahkan dan ditanam satu-satu memiliki ruang untuk menyebar dan memperdalam perakaran sehingga tidak bersaing terlalu ketat untuk memperoleh ruang tumbuh akar, cahaya atau nutrisi dalam tanah (Berkelaar 2001).

7. Luas daun.

Luas daun merupakan pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tanaman dapat menangkap cahaya matahari sehingga dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan tanaman. Pengaruh secara langsung melalui fotosintesis dan secara tidak langsung melalui pertumbuhan dan perkembangan tanaman akibat respon metabolik yang langsung (Fitter dkk, l99l). pengamatan luas daun dilakukan pada minggu ke 4, 8, dan 12.

(51)

Tabel 7. Rerata Luas Daun Tanaman Padi Umur 8 Minggu Perlakuan IR 64 Mekongga Ciherang Inpari

Sidenuk HIPA 18 Rerata SRI

Konvensional

559,67 498,67

584,33 595,00

707,67 582,67

512,33 558,33

714,33 593,67

615,67a 565,67a Rerata 529,17p 589,67p 645,17p 535,33p 654,00p (-) Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu baris atau kolom

menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji F pada taraf α = 5%.

(˗) = Tidak ada interaksi nyata

Tabel 7. Dapat dilihat bahwa luas daun padi menunjukkan pertumbuhan daun yang sama pada beberapa varietas tanaman padi. Hal ini menunjukkan bahwa faktor perbedaan varietas tidak mempengaruhi luas daun pada tanaman padi. Pada dasarnya kemampuan setiap daun tanaman untuk menghasilkan produk fotosintat berbeda-beda sehingga perlunya nutrisi tambahan untuk menghasilkan metabolit primer. Metabolit primer yang dipakai untuk metabolisme tanaman sehingga terjadi pertumbuhan dan perkembangan. Energy yang dihasilkan tergantung pada rasio ekternal dan internal daun (Fahn.l995).

(52)

(a) (b) Gambar 8. Grafik Luas Daun Tanaman Padi

Keteranagan : V1 = IR 64 A1 = SRI

V2 = Mekongga A2 = Konvensional V3 = Ciherang

V4 = Inpari Sidenuk V5 = HIPA 18

Gambar 8 (a). Dapat dilihat bahwa perlakuan varietas pada minggu ke-4 dan ke-8 menunjukkan pertumbuhan daun paling luas pada Varietas HIPA 18. Hal ini disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan tempat tumbuh tanaman padi.

(53)

Panjang malai merupakan hasil pengukuran yang dilakukan dari pangkal malai sampai ujung malai. Panjang malai akan berpengaruh terhadap jumlah gabah per malai yang dihasilkan. Sehingga dengan mengukur panjang malai kita dapat

menentukan hasil rata-rata jumlah gabah yang dihasilkan oleh tanaman padi.

Pengukuran panjang malai dilakukan pada saat panen dengan mengukur rata-rata tiap malai pertanaman dalam polibag.

Hasil sidik ragam panjang malai padi menunjukkan bahwa tidak ada interaksi nyata antar varietas dan pengairan, artinya tidak ada pengaruh antar perlakuan varietas dan pengairan terhadap panjang malai tanaman padi. Pada perlakuan varietas menunjukkan pertumbuhan yang berbeda nyata, sedangkan pada perlakuan pengairan menunjukkan tidak berbeda nyata (lampiran V a). rerata panjang malai dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Rerata Panjang Malai Tanaman Padi

Perlakuan IR 64 Mekongga Ciherang Inpari

Sidenuk HIPA 18 Rerata Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu baris atau kolom

menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji F dan atau DMRT pada taraf α = 5%.

(˗) = Tidak ada interaksi nyata

(54)

yang lebih panjang dari pada IR 64 yaitu 22,73. Hal ini disebabkan oleh faktor gen atau asal dari tanaman, sehingga setiap varietas memiliki panjang malai yang tidak sama.

Pada perlakuan pengairan, menunjukkan pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan malai padi, artinya bahwa perlakuan SRI dan Konvensional tidak mempengaruhi pertumbuhan malai padi. Kebutuhan air untuk pertumbuhan malai padi sudah cukup. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Devi, 2009 Panjang malai dan jumlah gabah per malai tidak dipengaruhi oleh sistem pengairan, tetapi masing-masing varietas memiliki panjang malai dan jumlah gabah per malai yang nyata berbeda sesuai dengan genetiknya.

B.Fisiologi Tanaman 1. IP (Indeks Panen).

Indeks panen merupakan kemampuan tanaman dalam menyalurkan asimilat untuk pertumbuhan bulir padi. Kemampuan setiap tanaman untuk menyalurkan asimilat tidak sama tergantung pada pertumbuhan tanaman. Hal ini dikarenakan pada setiap tanaman memiliki energy atau kemampuan yang berbeda sehingga akan menimbulkan hasil produksi yang tidak sama pada setiap tanaman.

(55)

Tabel 9. Indeks Panen

Perlakuan IR 64 Mekongga Ciherang Inpari

Sidenuk HIPA 18 Rerata Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu baris atau kolom

menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji F dan atau DMRT pada taraf α = 5%.

(˗) = Tidak ada interaksi nyata

Tabel 9. Dapat dilihat bahwa Perlakuan varietas menunjukkan pengaruh yang tidak sama terhadap indeks panen. Perlakuan IR 64 yaitu 0,97 gram menunjukkan indeks panen yang lebih tinggi dari pada Varietas Ciherang, dan HIPA 18, sedangkan perlakuan Varietas Ciherang dan HIPA 18 menunjukkan Indeks panen yang lebih tinggi dari pada Varietas Inpari Sidenuk yaitu 0,79 gram. Hal ini menunjukkan bahwa pada Varietas IR 64 memiliki kemampuan dalam menyalurkan asimilat untuk pertumbuhan bulir padi yang lebih baik dibandingkan varietas yang lain. Pada Varietas IR 64 80% dari bobot malai berupa gabah isi (Makarim , 2005).

Perlakuan pengairan metode SRI dan Konvensional menunjukkan hasil yang sama terhadap Indeks panen padi. Hal ini menunjukkan pengairan yang dilakukan sudah cukup untuk menyalurkan asimilat yang digunakan pertumbuhan bulir padi. 2. NAR.

Net Assimilation Rate (NAR) adalah kemampuan tanaman menghasilkan

(56)

Pada saat ini sebagian besar organ fotosintesis telah berkembang dan aktif melakukan fotosintesis. Fotosintat yang dihasilkan ditranslokasikan ke berbagai bagian tanaman, kemudian diakumulasikan menjadi bahan kering tanaman.

Hasil sidik ragam NAR padi menunjukkan bahwa tidak ada interaksi nyata antar varietas dan pengairan, artinya tidak ada pengaruh antar perlakuan varietas dan pengairan terhadap NAR padi.. Pada perlakuan varietas menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, begitu juga pada perlakuan pengairan menunjukkan tidak berbeda nyata (lampiran VII b). Hasil analisis NAR dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. NAR Tanaman Padi

Perlakuan IR 64 Mekongga Ciherang Inpari

Sidenuk HIPA 18 Rerata Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu baris atau kolom

menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji F pada taraf α = 5%.

(˗) = Tidak ada interaksi nyata

(57)

. Pada perlakuan pengairan metode SRI dan Konvensional menunjukkan hasil yang sama terhadap NAR padi. Hal ini menunjukkan pengairan yang dilakukan untuk menghasilkan asimilasi bahan kering sudah cukup. Laju asimilasi bersih rata-rata mengekspresikan efisiensi fotosintesis daun dalam suatu tanaman (Gardner, dkk., 1991).

3. RGR.

Relative Growth Rate (RGR) adalah kemampuan tanaman menghasilkan

bahan kering hasil asimilasi tiap satuan bobot kering awal tiap satuan waktu (g/g/minggu).

Hasil sidik ragam RGR padi menunjukkan bahwa tidak ada interaksi nyata antar varietas dan pengairan, artinya tidak ada pengaruh antar perlakuan varietas dan pengairan terhadap RGR padi.. Pada perlakuan varietas menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata begitu juga pada perlakuan pengairan menunjukkan tidak berbeda nyata (lampiran VII a). Hasil analisis RGR dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11. RGR Tanaman Padi

Perlakuan IR 64 Mekongga Ciherang Inpari Sidenuk Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu baris atau kolom

menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji F pada taraf α = 5%.

(˗) = Tidak ada interaksi nyata

(58)

varietas memiliki kemampuan untuk menghasilkan bahan kering hasil asimilasi pada bobot kering awal dengan jumlah yang sama. Perlakuan pengairan metode SRI dan Konvensional menunjukkan pengaruh yang sama terhadap RGR padi. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan air untuk tanaman agar dapat menghasilkan bahan kering hasil asimilasi bobot kering awal sudah tercukupi.

4. CGR.

Crop Growth Rate (CGR) merupakan kemampuan tanaman untuk

menghasilkan bahan kering hasil asimilasi tiap satuan luas lahan dalam satuan waktu.

Hasil sidik ragam CGR padi menunjukkan bahwa tidak ada interaksi nyata antar varietas dan pengairan, artinya tidak ada pengaruh antar perlakuan varietas dan pengairan terhadap panjang malai tanaman padi. Pada perlakuan varietas menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, begitu juga pada perlakuan pengairan menunjukkan tidak berbeda nyata (lampiran VII c). Hasil analisi CGR dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 12. CGR Tanaman Padi

Perlakuan IR 64 Mekongga Ciherang Inpari Sidenuk Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu baris atau kolom

menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji F pada taraf α = 5%.

(˗) = Tidak ada interaksi nyata

(59)

varietas memiliki kemampuan untuk menghasilkan bahan kering hasil asimilasi pada setiap satuan luas lahan, dengan jumlah yang sama. Perlakuan pengairan metode SRI dan Konvensional menunjukkan pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan CGR padi. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan air untuk tanaman agar dapat menghasilkan bahan kering hasil asimilasi pada setiap luasan lahan sudah tercukupi.

5. SLW.

Specific Leaf Weight (SLW) merupakan bobot daun tiap satuan luas daun,

yang menggambarkan ketebalan daun.

Hasil sidik ragam SLW padi menunjukkan tidak ada interaksi nyata antar varietas dan pengairan, artinya tidak ada pengaruh antar perlakuan varietas dan pengairan terhadap SLW padi. Pada perlakuan varietas menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, begitu juga pada perlakuan pengairan menunjukkan tidak berbeda nyata (lampiran VIII). Hasil analisi SLW dapat dilihat pada tabel 13. Tabel 13. SLW Tanaman Padi

Perlakuan IR 64 Mekongga Ciherang Inpari Sidenuk Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu baris atau kolom

menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji F pada taraf α = 5%.

(˗) = Tidak ada interaksi nyata

(60)

memiliki tebal yang sama pada Varietas IR 64, Mekongga, Ciherang, Inpari Sidenuk dan HIPA 18. Peningkatan luas daun, pengurangan trikoma, pengurangan ketebalan daun, dan peningkatan kandungan klorofil sehingga memungkinkan penangkapan cahaya menjadi lebih efisien (Taiz dan Zeiger, 2002). Pada perlakuan pengairan metode SRI dan Konvensional menunjukkan pengaruh yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan air untuk tanaman agar dapat menghasilkan bobot daun dan luas daun sudah cukup.

C. Komponen Hasil Tanaman 1. Berat Gabah / Rumpun.

Berat gabah/rumpun merupakan hasil produksi dari tanaman padi dalam satu tanaman/polybag. Berat gabah/rumpun akan mempengaruhi seberapa besar hasil produksi yang akan diperoleh dalam setiap luasan tanaman padi. Hasil berat gabah sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan vegetative suatu tanaman. Sehingga apabila pertumbuhan tanaman menunjukkan hasil yang baik maka produksi gabah akan semakin banyak. Pengukuran berat gabah dilakukan pada saat panen, ditandai dengan bulir padi menguning 80% dari jumlah keseluruhan.

(61)

perlakuan pengairan menunjukkan tidak berbeda (lampiran V c). rerata berat gabah/rumpun dapat dilihat pada tabel 14.

Tabel 14. Rerata Berat Gabah/Rumpun Tanaman Padi Perlakuan IR 64 Mekongga Ciherang Inpari

Sidenuk Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu baris atau kolom

menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji F dan atau DMRT pada taraf α = 5%.

(˗) = Tidak ada interaksi nyata

Pada perlakuan Varietas HIPA 18, Ciherang dan Mekongga menunjukkan hasil berat gabah/rumpun lebih tinggi dari pada Varietas Inpari Sidenuk yaitu 19,33 gram. Hal ini menunjukkan bahwa setiap tanaman memiliki kemampuan untuk menghasilkan gabah isi yang berbeda-beda walaupun satu varietas. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu proses pengisian biji, produksi fotosintat yang dihasilkan oleh organ tanaman yang berperan sebagai source, sistem translokasi dari source ke sink dan akumulasi fotosintat pada sink. Hasil dari proses pengisian pada biji padi adalah keseimbangan dari ketiganya (Sumardi et al, 2007).

(62)

2. Persentase gabah hampa.

Gabah hampa merupakan bulir-bulir padi yang tidak berisi penuh. Gabah hampa disebut juga kotoran pada tanaman padi, hal ini dikarenakan keberadaan dari gabah hampa ini yang tidak diinginkan oleh petani padi. Terjadinya gabah hampa disebabkan beberapa faktor diantaranya diserang hama, berbagai macam varietas dalam satu kawasan, tanam tidak serempak, dosis pupuk berlebihan, tidak ada rotasi tanaman dan lingkungan. Persentase gabah hampa dihitung pada hasil panen sesudah dikeringkan dengan cahaya matahari sampai kadar air 14%.

Hasil sidik ragam persentase gabah hampa menunjukkan bahwa tidak ada interaksi nyata antar varietas dan pengairan, artinya tidak ada pengaruh antar perlakuan varietas dan pengairan terhadap persentase gabah hampa tanaman padi. Pada perlakuan varietas menunjukkan hasil yang berbeda nyata. sedangkan pada perlakuan pengairan menunjukkan tidak berbeda nyata (lampiran VI a). Rerata berat gabah/rumpun dapat dilihat pada tabel 15.

Tabel 15. Rerata Persentase Gabah Hampa Tanaman Padi Perlakuan IR 64 Mekongga Ciherang Inpari

Sidenuk HIPA 18 Rerata Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu baris atau kolom

menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji F dan atau DMRT pada taraf α = 5%.

(˗) = Tidak ada interaksi nyata

(63)

Sidenuk. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan Varietas IR 64 paling sedikit terjadi penghampaan gabah. Selain itu pada Varietas Inpari Sidenuk memiliki umur tanaman yang paling lama dari kelima varietas tersebut yaitu 130 hari, sehingga berakibat pada panen yang tidak bersamaan. Hal ini sesuai yang dikatakan (Wangiyana dkk, 2009) Umur bibit juga menunjukkan kecenderunga serupa, tetapi semakin tua bibit saat pindah tanam, persentase gabah hampa semakin tinggi.

Pada perlakuan pengairan metode SRI dan Konvensional menunjukkan pengaruh yang sama terhadap hasil persentase gabah hampa padi. Hal ini menunujukan bahwa Perlakuan pengairan yang dilakukan sudah mencukupi kebutuhan air untuk pengisian gabah. Hal ini sejalan dengan penelitian Devi 2009, bahwa sistem pengairan tidak berpengaruh terhadap bobot gabah bernas, bobot gabah

hampa dan persentase gabah hampa.

3. Bobot 1000 Butir Gabah.

(64)

Hasil sidik ragam berat 1000 butir padi menunjukkan bahwa tidak ada interaksi nyata antar varietas dan pengairan, artinya tidak ada pengaruh antar perlakuan varietas dan pengairan terhadap bobot 1000 butir padi. Pada perlakuan varietas menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata begitu juga pada perlakuan pengairan menunjukkan tidak berbeda nyata (lampiran VI b). rerata berat 1000 butir gabah dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11. Rerata Bobot 1000 Butir Gabah Tanaman Padi Perlakuan IR 64 Mekongga Ciherang Inpari

Sidenuk Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu baris atau kolom

menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji F pada taraf α = 5%.

(˗) = Tidak ada interaksi nyata

Tabel 11. Diketahui bahwa perlakuan varietas menunjukkan pengaruh yang sama terhadap bobot 1000 butir gabah. Hal ini menunjukkan bahwa peralkuan dengan beberapa varietas tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap Bobot 1000 butir padi. Bobot 1000 butir dipengaruhi oleh kandungan unsur hara yang terdapat dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan bulir padi. unsur kalium dapat meningkatkan jumlah bulir per malai, persentase gabah isi, dan bobot 1000 butir (Badan Peneliti dan Pengembangan Pertanian, 2007).

(65)
(66)

15

Penelitian dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian UMY (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta). Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai November 2016.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan untuk penelitian tanaman padi antara lain benih padi Varietas IR 64, Mekongga, Ciherang, Inpari Sidenuk , HIPA 18, pupuk kandang kambing, urin kelinci, bonggol pisang, daun gamal, daun sirsak, pupuk kompos, polybag, besek, pasir dan tanah regosol, .

Alat yang digunakan diantaranya cangkul, cethok, parang, meteran, timbangan, tali/rafia, plastik, gunting, hand sprayer dan ember.

C. Metode Penelitian

(67)

V1 = IR 64 V2 = Mekongga V3 = Ciherang V4 = Inpari Sidenuk V5 = HIPA 18

Faktor II pengairan (A) terdiri 2 aras: A1 = SRI

A2 = Konvensional

Tiap unit percobaan ditanam 6 tanaman, 3 tanaman sampel, 2 tanaman korban, dan 1 cadangan. Total tanaman yang diujikan berjumlah 180 tanaman.

D. Tata Laksana Penelitian 1. Pembibitan.

Gambar

Gambar 1. Skema Pemberian Air Metode SRI
Gambar 2. Grafik Tinggi Tanaman Padi
Gambar 3. Grafik Pertumbuhan Anakan Tanaman Padi
Gambar 4. Histogram Pertumbuhan Anakan Produktif Tanaman Padi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis tersebut dapat langsung terlihat bahwa displacement maksimum terjadi pada daerah yang berwarna hijau yaitu pada daerah komponen alat bantu

Sedangkan siswa dengan skor terbanyak yaitu terdapat pada kelas interval 15 – 16 yaitu sebanyak 10 siswa.Sementara itu hasil belajar siswa yang menggunakan model

Untuk menjelaskan kasus diatas, berikut Distribusi Potensi Energi Baru dan Terbarukan di tiga Kota Provinsi Lampung yang menjadi wilayah studi kasus dalam

Tanggung jawab auditee, dalam hal ini adalah pemimpin satker (rektor jika entitas kita adalah perguruan tinggi) mencakup seluruh aktivitas tata kelola keuangan pada satker

E-Learning adalah sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media Internet, jaringan Komputer, maupun Komputer

Penelitian ini akan dibuat sediaan tabir surya dari pati bengkuang yang berupa krim danlotionserta akan diamati stabilitas fisiknya pada penyimpanan selama 5

adalah grafik persentase linear shrinkage pengaruh temperatur tuang pada bahan cetakan sillicone rubber dapat dilihat pada.. menunjukkan linear shrinkage meningkat

Disain penelitian dalam studi ini menggunakan disain penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional. Objek penelitian ini adalah sistem proteksi kebakaran