• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF PERTANAMAN PADI SAWAH IRIGASI KELOMPOK TANI MEKAR DESA TULUNG BALAK KECAMATAN BATANGHARI NUBAN KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF PERTANAMAN PADI SAWAH IRIGASI KELOMPOK TANI MEKAR DESA TULUNG BALAK KECAMATAN BATANGHARI NUBAN KABUPATEN LAMPUNG TIMUR"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF PERTANAMAN PADI SAWAH IRIGASI KELOMPOK TANI MEKAR DESA TULUNG BALAK KECAMATAN BATANGHARI

NUBAN KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

Oleh

TAHTIA SARASMI ASTUNGKARA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF PERTANAMAN PADI SAWAH IRIGASI KELOMPOK TANI MEKAR DESA TULUNG BALAK KECAMATAN BATANGHARI

NUBAN KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

Oleh

TAHTIA SARASMI ASTUNGKARA

Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk, namun hal ini tidak dibarengi dengan peningkatan kuantitas dan kualitas lahan padi sawah. Melihat kondisi seperti ini maka diperlukan suatu upaya dalam peningkatan produksi beras agar kebutuhan beras dapat terpenuhi. Permasalahan yang dihadapi dalam pemenuhan kebutuhan beras saat ini disebabkan oleh semakin banyaknya lahan pertanian yang mengalami konversi menjadi lahan non pertanian, menurunnya tenaga kerja produktif di sektor pertanian, dan menurunnya produktivitas lahan sehingga memerlukan pengelolaan dengan teknologi yang tepat.

Untuk mencapai produksi yang optimal, tanaman padi sebaiknya ditanam pada

(3)

mengenai kualitas dan karakteristik lahan yang sesuai, sehingga dapat diketahui kelas kesesuaian lahan dan faktor pembatasnya, maka dapat ditentukan tingkat pengelolaan yang diperlukan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian lahan secara kualitatif dan kuantitatif dengan cara menghitung tingkat kelayakan finansial pada pertanaman padi sawah irigasi Kelompok Tani Mekar Kecamatan Batanghari Nuban

Kabupaten Lampung Timur. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei dengan pendekatan evaluasi lahan secara paralel, yaitu melakukan anilisis fisik lingkungan berdasarkan kriteria fisik Djaenuddin dkk. (2003) dan analisis kelayakan usaha budidaya tanaman padi sawah irigasi dengan menilai

Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate

Ratio (IRR). Pelaksanaan survei dilakukan melalui beberapa tahap yaitu :

tahap persiapan, pengambilan data, dan analisis data.

Hasil penelitian menunjukkan, lahan pertanaman padi sawah irigasi pada Kelompok Tani Mekar Desa Tulung Balak Kecamatan Batanghari Nuban Lampung Timur termasuk kedalam kelas kesesuaian lahan cukup sesuai (S2) dengan faktor pembatas berupa kejenuhan basa dan C-organik (S2 nr), dan secara finansial menguntungkan dan layak untuk dilanjutkan. Kelayakan usaha ini dibuktikan dari hasil perhitungan yang menunjukkan bahwa nilai NPV rata-rata sebesar Rp 54.358.088,-, Net B/C Ratio rata-rata sebesar 3,34, dan IRR rata-rata sebesar 24,40 % tahun-1 yang nilainya lebih besar dari tingkat suku bunga yang diasumsikan sebesar 15 % per tahun.

(4)
(5)
(6)
(7)

4.1.1.1 Temperatur Udara ... 36

4.1.1.2 Ketersediaan Air ... 36

4.1.1.3 Media Perakaran ... 36

4.1.1.4 Retensi Hara ... 37

4.1.1.5 Toksisitas ... 38

4.1.1.6 Sodisitas ... 39

4.1.1.7 Bahaya Sulfidik ... 39

4.1.1.8 Bahaya Erosi ... 40

4.1.1.9 Bahaya Banjir ... 40

4.1.1.10 Penyiapan Lahan ... 40

4.1.2 Analisis Kelayakan Finansial ... 42

4.1.2.1 Biaya Usahatani Tanaman Padi ... 42

4.1.2.1.1 Biaya Tetap ... 42

4.1.2.1.2 Biaya Variabel ... 43

4.1.2.2 Penerimaan ... 46

4.1.2.3 Analisis Finansial ... 48

4.2 Pembahasan... 49

4.2.1 Kesesuaian Lahan Kualitatif ... 49

4.2.2 Analisis Finansial ... 53

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

5.1 Kesimpulan ... 57

5.2 Saran ... 58

PUSTAKA ACUAN ... 59

(8)

xii DAFTAR TABEL

Tabel Teks Halaman

1. Metode analisis tanah di laboratorium. ... 31

2. Evaluasi kesesuaian lahan aktual tanaman padi sawah irigasi Pada lahan pertanaman padi sawah irigasi menurut kriteria Djaenuddin dkk. (2003). ... 41

3. Biaya Penyusutan. ... 43

4. Produksi gabah selama 4 musim tanam (2011-2012). ... 46

5. Penerimaan kotor selama 4 musim tanam (2011-2012). ... 47

6. Pengeluaran selama 4 musim tanam (2011-2012). ... 47

7. Penerimaan bersih selama 4 musim tanam (2011-2012). ... 48

8. Nilai Rata-rata Kelayakan Finansial petani pada Kelompok Tani Mekar selama 4 musim tanam (2010-2012). ... 49

Lampiran 9. Deskripsi Tanaman Padi Varietas Ciherang. ... 63

10.Persyaratan Klasifikasi Kesesuaian Lahan Tanaman Padi menurut Djaenuddin dkk. (2003). ... 64

11.Data SuhuUdara (oC) Tahun 2002 - 2012 Kecamatan Batanghari Nuban. ... 65

12.Data Kelembaban Udara Tahun 2002 – 2012 Kecamatan Batanghari Nuban. ………... 66

13.Deskripsi profil bor tanah pada titik sampel 1. ... 67

14.Deskripsi profil bor tanah pada titik sampel 2. ... 68

(9)

xiii 16.Hasil Analisis Contoh Tanah Komposit di Lahan Penelitian

Padi sawah irigasi. ... ... 70 17.Satuan Biaya Produksi. ... 71

18.Cash flow usahatani tanaman padi Mulyani (1 ha). ... 72

19.Perhitungan analisis Internal Rate of Return usahatani

tanaman padi Mulyani. ... 74 20.Cash flow usaha tani tanaman padi Pranoto (1 ha). ... 75 21.Perhitungan analisis Internal Rate of Return usahatani

tanaman padi Pranoto. ... 77

22.Cash flow usaha tani tanaman padi Ramto (1 ha). ... 78 23.Perhitungan analisis Internal Rate of Return usahatani

tanaman padi Ramto. ... ... 80 24.Cash Flow usaha tani tanaman padi Sukino (1 ha). ... 81 25.Perhitungan analisis Internal Rate of Return usahatani

tanaman padi Sukino. ... ... 83 26.Cash flow usaha tani tanaman padi Sutrisno (1 ha). ... 84 27.Perhitungan analisis Internal Rate of Return usahatani

(10)

xiv DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Lampiran

1. Peta Lokasi Penelitian ... 87

2. Peta Lokasi Pengambilan Sampel Tanah Komposit ... ... 88

3. Kondisi Lahan Penelitian ... 89

4. Pembuatan Profil Boring ... 89

(11)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Kebutuhan beras di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk, namun hal ini tidak dibarengi dengan peningkatan kuantitas dan kualitas lahan padi sawah. Melihat kondisi seperti ini maka diperlukan suatu upaya dalam peningkatan produksi beras agar kebutuhan beras dapat terpenuhi (Aak, 1990).

Menurut Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (2011), luas lahan pertanaman padi di Indonesia adalah 13.203.643 ha dengan produksi mencapai 65.756.904 ton, atau rata-rata sekitar 4,98 t ha-1, sedangkan luas lahan pertanaman padi di Provinsi Lampung adalah 606.973 ha dengan produksi mencapai 2.940.795 ton, atau rata-rata sekitar 4,84 t ha-1. Produksi padi untuk masa depan akan sangat tergantung dari luas areal yang masih tersedia dan produktivitasnya.

Permasalahan yang dihadapi dalam pemenuhan kebutuhan beras saat ini antara lain semakin banyaknya lahan pertanian yang mengalami konversi menjadi lahan non pertanian, menurunnya tenaga kerja produktif di sektor pertanian, dan

(12)

2

Menurut Ruswandi dkk. (2007), secara umum konversi lahan pertanian yang terjadi mengikuti pola konsentris, konversi terjadi mulai dari pusat kota

kecamatan (sentral), kemudian bergerak ke arah luar menjauh dari pusat kota yang berakibat konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian yang posisinya jauh dari pusat kota.

Untuk mencapai produksi yang optimal, tanaman padi sebaiknya ditanam pada lahan yang sesuai dengan persyaratan tumbuh tanaman tersebut. Penilaian kesesuaian lahan sangatlah diperlukan guna mendapatkan informasi mengenai kualitas dan karakteristik lahan yang sesuai dan dapat diketahui kelas kesesuaian lahan dan faktor pembatasnya, maka dapat ditentukan tingkat pengelolaan yang diperlukan.

Lahan pertanaman padi sawah irigasi Kelompok Tani Mekar Desa Tulung Balak Kecamatan Batanghari Nuban merupakan lahan yang produktif, dimana produksi gabah tanaman padi Varietas Ciherang yang digunakan mampu mencapai 6,6 t ha-1 dalam setiap musim tanam pada lahan seluas 15 ha. Potensi hasil tanaman padi Varietas Ciherang mampu mencapai 8,5 t ha-1 (Tabel 10, Lampiran), untuk mendapatkan hasil yang maksimum perlu adanya upaya konservasi lahan dan teknik budidaya yang tepat dan benar.

(13)

Faktor penghambat akan menuntun petani dalam menentukan bentuk tindakan konservasi yang sesuai dan diharapkan mampu meningkatkan produksi tanaman (Arsyad, 2010).

Peningkatan laju pertumbuhan penduduk yang tidak dibarengi dengan

peningkatan kuantitas dan kualitas lahan padi sawah merupakan suatu kendala dalam pemenuhan kebutuhan pangan nasional sehingga perlu adanya suatu usaha dalam menilai kesesuaian lahan secara kualitatif dan kuantitatif pada lahan pertanaman padi sawah di Desa Tulung Balak Kecamatan Batanghari Nuban Lampung Timur karena pada daerah ini belum pernah dilakukan evaluasi kesesuaian lahan tanaman tersebut.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengevaluasi kesesuaian lahan secara kualitatif pada pertanaman padi sawah irigasidi Desa Tulung Balak Kecamatan Batanghari Nuban, Lampung Timur, berdasarkan kriteria biofisik Djaenuddin dkk. (2003).

2. Mengevaluasi kesesuaian lahan secara kuantitatif dengan menganalisis nilai kelayakan finansial budidaya tanaman padi sawah irigasi Desa Tulung Balak Kecamatan Batanghari Nuban, Lampung Timur dengan menghitung nilai

NPV, Net B/C Ratio, dan IRR.

1.3 Kerangka Pemikiran

(14)

4

Kelas kesesuaian lahan suatu wilayah untuk pengembangan pertanian pada dasarnya ditentukan oleh kecocokan antara sifat fisik lingkungan yang mencakup iklim, tanah, topografi atau relief, batuan di permukaan dan di dalam penampang tanah serta batuan singkapan (rock outcrop), hidrologi, dan persyaratan

penggunaan komoditas yang dievaluasi memberikan gambaran informasi bahwa lahan tersebut potensial dikembangkan untuk komoditas tersebut (Djaenuddin dkk., 2003).

Menurut Djaenuddin dkk. (2003), lahan yang termasuk ke dalam kelas S1 (sangat sesuai) untuk tanaman padi sawah Irigasi yaitu daerah dengan temperatur udara 24-29 oC, kelembaban udara 33-90 %, drainase agak terhambat, tekstur tanah halus/agak halus, bahan kasar < 3 %, kedalaman tanah > 50 cm, KTK liat > 16 cmol, kejenuhan basa > 50%, pH tanah (H2O) 5,5-8,2, serta kandungan C-organik > 1,5 %.

Penelitian berlokasi di Desa Tulung Balak Kecamatan Batanghari Nuban

Kabupaten Lampung Timur. Lahan penelitian terletak pada ketinggian 20 meter dpl, dengan kemiringan lereng 2 %, bertekstur halus, kedalaman lapisan tanah 120 cm, pH antara 5-6,5, drainase sedang, dan kandungan C-organik 1,2 % (BP3K Lampung Timur, 2012).

Menurut data stasiun klimatologi Kebun Percobaan Taman Bogo Lampung Timur (2012), daerah kecamatan Batanghari Nuban memiliki suhu udara rata-rata

27,35°C dan rata-rata kelembaban udara tahunan sebesar 82,9 % .

(15)

Berdasarkan data yang diperoleh, didapat faktor pembatas untuk tanaman padi pada lahan penelitian berupa C-Organik. Namun, secara finansial Desa Tulung Balak merupakan daerah yang berpotensi untuk dikembangkan budidaya tanaman padi karena secara fisik atau kualitas kondisi daerah tersebut sesuai dengan faktor pembatas yang masih dapat diatasi dengan pemberian input yang baik dan lestari sehingga petani dapat memperoleh keuntungan yang lebih baik.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Sutrisno selaku petani di Desa Tulung Balak, diperoleh data produksi secara umum bahwa lahan pertanaman padi sawah di Desa Tulung Balak Kecamatan Batanghari Nuban Lampung Timur menghasilkan padi seberat 6,6 t ha-1 per musim tanam dengan biaya produksi yang dibutuhkan untuk 1 kali musim tanam sebesar Rp 7.559.000,- dengan penerimaan bersih sebesar Rp 13.826.600,- ha-1. Dengan demikian secara finansial budidaya tanaman padi sawah irigasi pada lahan penelitian dinilai menguntungkan dan layak untuk dikembangkan.

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Kesesuaian lahan kualitatif tanaman padi sawah irigasi di Desa Tulung Balak Kecamatan Batanghari Nuban Lampung Timur diduga cukup sesuai dengan faktor pembatas berupa C-Organik (S2nr).

(16)

1

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Syarat Tumbuh Tanaman Padi

Tanaman padi secara umum membutuhkan suhu minimum 11°-25°C untuk perkecambahan, 22°-23 C untuk pembungaan, 20°-25°C untuk pembentukan biji, dan suhu yang lebih panas dibutuhkan untuk semua pertumbuhan karena

merupakan suhu yang sesuai bagi tanaman padi khususnya di daerah tropika. Suhu udara dan intensitas cahaya di lingkungan sekitar tanaman berkorelasi positif dalam proses fotosintesis, yang merupakan proses pemasakan oleh tanaman untuk pertumbuhan tanaman dan produksi buah atau biji (Aak, 1990).

(17)

Interaksi antara tanaman dengan lingkungannya merupakan salah satu syarat bagi peningkatan produksi padi. Iklim dan cuaca merupakan lingkungan fisik esensial bagi produktivitas tanaman yang sulit dimodifikasi sehingga secara langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman tersebut. Di Indonesia faktor curah hujan dan kelembaban udara merupakan parameter iklim yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman pangan khususnya. Hal ini disebabkan faktor iklim tersebut memiliki peranan paling besar dalam menentukan kondisi musim di wilayah Indonesia (Suparyono dan Agus Setyono, 1994).

2.2 Tanah dan Konsep Lahan

Tanah merupakan suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen padat, cair, gas, dan mempunyai sifat dan prilaku yang dinamis. Benda alami ini terbentuk dari hasil kerja interaksi antara iklim (i) dan jasad renik hidup (o) terhadap suatu bahan induk (b) yang dipengaruhi oleh relief (r) dan waktu (w), yang dapat digambarkan dalam hubungan fungsi sebagai berikut (Arsyad, 2010).

T = ƒ {i,o,b,r,w}

Dimana T adalah tanah dan masing-masing peubah adalah faktor-faktor

pembentuk tanah tersebut di atas. Tanah merupakan tempat bagi pertumbuhan tanaman, sebaliknya tanaman berperan penting dalam pembentukan tanah.

(18)

8

dipengaruhi oleh berbagai aktivitas flora, fauna, dan manusia baik di masa lalu maupun sekarang. Sebagai contoh aktivitas dalam penggunaan lahan pertanian, reklamasi lahan rawa, dan pasang surut, atau tindakan konservasi lahan pertanian akan memberi karakteristik lahan yang spesifik (Djaenuddin dkk., 2003).

Menurut Arsyad (2010), penggunaan lahan diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materi maupun spiritual. Penggunaan lahan yang ada pada saat sekarang, merupakan pertanda yang dinamis dari adanya eksploitasi oleh manusia baik secara perorangan maupun kelompok atau masyarakat terhadap sekumpulan sumber daya lahan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Melihat kondisi seperti ini, maka diperlukan suatu tindakan konservasi.

(19)

2.3 Evaluasi Lahan

Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi, dan bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976).

Evaluasi lahan adalah proses dalam menduga potensi sumber daya lahan untuk penggunaan tertentu, baik untuk pertanian maupun non pertanian. Dasar dari evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan tumbuh yang diperlukan untuk penggunaan suatu lahan dengan potensi dari lahan tersebut. Evaluasi lahan merupakan penilaian potensi daya guna lahan untuk berbagai alternatif

penggunaan. Ciri dasar evaluasi lahan adalah membandingkan potensi sumber daya lahan dengan persyaratan suatu penggunaan tertentu (Mahi, 2001).

Istilah lahan digunakan berkenaan dengan permukaan bumi dan semua sifat-sifat yang penting bagi kehidupan dan keberhasilan manusia. Lahan adalah wilayah di permukaan bumi, meliputi semua benda penyusun biosfer bagi yang berada di atas maupun di bawahnya, yang bersifat tetap atau siklis (Mahi, 2005).

Untuk menentukan tipe penggunaan lahan yang sesuai pada suatu wilayah,

diperlukan evaluasi kesesuaian lahan secara menyeluruh dan terpadu (integrated), karena masing-masing faktor akan saling mempengaruhi baik faktor fisik, sosial, ekonomi, maupun lingkungan. Kecocokan antara sifat fisik lingkungan dari suatu wilayah dengan persyaratan penggunaan komoditas yang akan dievaluasi

(20)

10

dikembangkan untuk komoditas tersebut, hal ini mempunyai pengertian bahwa jika lahan tersebut digunakan untuk penggunaan tertentu dengan

mempertimbangkan berbagai asumsi mencakup masukan (input) yang diperlukan akan mampu memberikan hasil (output) sesuai dengan yang diharapkan

(Djaenuddin dkk., 2003).

Hasil evaluasi lahan dapat dikemukakan dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif. Evaluasi kualitatif adalah evaluasi kesesuaian lahan untuk berbagai macam penggunaan yang digambarkan dalam bentuk kualitatif, seperti sesuai, cukup sesuai, sesuai marjinal, dan tidak sesuai untuk penggunaan tertentu.

Evaluasi kuantitatif dapat dilakukan sebagai evaluasi kuantitatif fisik dan

kuantitatif secara ekonomi. Evaluasi kuantitatif secara fisik adalah evaluasi yang dilakukan dengan menilai secara kuantitatif terhadap produksi atau keuntungan lain yang diharapkan, misalnya produksi tanaman, daging sapi, laju pertumbuhan kayu, kapasitas rekreasi, dan sebagainya. Untuk mendapatkan produksi tersebut tentunya memerlukan input yang juga dalam bentuk kuantitatif, misalnya ton pupuk, hari orang kerja, dan sebagainya. Perhitungan ekonomi dalam evaluasi ini digunakan sebagai dasar utama. Evaluasi kuantitatif secara fisik seringkali

digunakan sebagai dasar evaluasi ekonomi yang sangat tepat untuk evaluasi tujuan khusus, seperti pendugaan laju pertumbuhan pada berbagai spesies kayu yang berbeda (Mahi, 2005).

(21)

pengambilan keputusan, perencanaan, dan investasi. Nilai uang digunakan pada data kuantitatif secara ekonomi yang dihitung dari biaya input dan nilai produksi. Penilaian nilai uang akan memudahkan melakukan perbandingan bentuk-bentuk produksi yang berbeda. Hal ini memungkinkan karena dapat menggunakan satu harga yang berlaku atau harga bayangan dalam menilai produksi yang

dibandingkan (Mahi, 2005).

2.3.1 Klasifikasi Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan merupakan gambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Kelas kesesuaian lahan dapat berbeda tergantung pada potensi lahan yang ada dibandingkan dengan persyaratan suatu penggunaan tertentu. Pada hakekatnya evaluasi kesesuaian lahan adalah penilaian kecocokan lahan terhadap persyaratan penggunaan lahan yang lebih detil. Evaluasi

kesesuaian lahan ini harus dilakukan secara menyeluruh sesuai dengan prinsip dan tujuan evaluasi lahan (Mahi, 2005).

(22)

12

1. Ordo: adalah keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S = Suitable) dan lahan yang tidak sesuai (N = Not Suitable).

2. Kelas: adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Berdasarkan tingkat detail data yang tersedia pada masing-masing skala pemetaan, kelas kesesuaian lahan dapat dibedakan menjadi : (1) untuk pemetaan tingkat semi detail (skala 1:25.000-1:50.000) pada tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan dalam tiga kelas, yaitu: lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang

tergolong ordo tidak sesuai (N) tidakdibedakan kedalam kelas-kelas.(2) untuk pemetaan tingkat tinjau (skala 1: 100.000-1:250.000) pada tingkat kelas dibedakan atas kelas sesuai (S), sesuai bersyarat (CS) dan tidak sesuai (N). a. Kelas S1 (sangat sesuai): Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang

berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas bersifat minor dan tidak ada pengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata.

b. Kelas S2 (cukup sesuai): Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri.

(23)

tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (intervensi) pemerintah atau pihak swasta.

d. Tidak sesuai (N): Lahan yangmempunyai faktor pembatas yang sangat berat atau sulit diatasi.

3. Sub Kelas: adalah keadaan tingkatan dalam kelas kesesuaian lahan. Kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi subkelas berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan (sifat-sifat tanah dan lingkungan fisik lainnya) yang menjadi faktor pembatas terberat.

4. Unit: adalah keadaan tingkatan dalam sub kelas kesesuaian lahan, yang didasarkan pada sifat tambahan dan pengelolaannya. Dalam praktek evaluasi lahan, kesesuaian lahan pada kategori unit ini jarang digunakan.

2.3.2 Karakteristik dan Kualitas Lahan

Karakteristik lahan merupakan sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi. Setiap karakteristik lahan yang digunakan secara langsung dalam evaluasi biasanya mempunyai interaksi satu sama lainnya. Dalam interpretasi perlu mempertimbangkan atau membandingkan lahan dengan penggunaannya dalam pengertian kualitas lahan. Sebagai contoh ketersediaan air sebagai kualitas lahan ditentukan bulan kering tergantung juga pada kualitas lahan lainnya, seperti kondisi atau media perakaran, antara lain tekstur tanah dan kedalaman zona perakaran tanaman yang bersangkutan.

(24)

14

dkk., 2003). Kualitas lahan kemungkinan berperan positif atau negatif terhadap penggunaan lahan tergantung dari sifat-sifatnya. Kualitas lahan yang berperan positif adalah sifatnya yang menguntungkan bagi suatu penggunaan. Sebaliknya kualitas lahan yang bersifat negatif karena keberadaannya akan merugikan terhadap penggunaan tertentu, sehingga merupakan faktor penghambat atau pembatas.

Setiap kualitas lahan pengaruhnya tidak selalu terbatas hanya pada satu jenis penggunaan. Kenyataan menunjukkan bahwa kualitas lahan yang sama bisa berpengaruh terhadap lebih dari satu jenis penggunaan. Demikian pula satu jenis penggunaan lahan tertentu akan dipengaruhi oleh berbagai kualitas lahan.Sebagai contoh bahaya erosi dipengaruhi oleh keadaan sifat tanah, terrain (lereng), dan iklim.

Menurut Djaenuddin dkk. (2003), deskripsi karakteristik lahan yang menjadi pertimbangan dalam menentukan kelas kesesuaian lahan dikemukakan sebagai berikut :

1) Temperatur (tc)

Merupakan suhu tahunan rata-rata yang dikumpulkan dari hasil pengamatan stasiun klimatologi setempat. Suhu berpengaruh terhadap aktivitas

(25)

2) Ketersediaan air (wa)

Merupakan pengukuran kelembaban udara rata-rata yang diambil dari stasiun klimatologi setempat. Pertumbuhan tanaman sangat tergantung pada ketersediaan air dalam tanah. Daerah yang beriklim kering akan berpengaruh terhadap

produksi padi. Sebaliknya di daerah beriklim basah akan menyebabkan

pertumbuhan padi mudah terserang penyakit yang disebabkan oleh cendawan. Air dibutuhkan tanaman untuk membuat karbohidrat di daun, menjaga hidrasi protoplasma, mengangkut makanan dan unsur mineral, dan mempengaruhi serapan unsur hara oleh akar tanaman (Hakim dkk.,1986).

3) Media Perakaran (rc)

Karakteristik lahan yang menggambarkan kondisi perakaran terdiri dari :  Kelas drainase tanah dibagi menjadi 7 kelas, yaitu: sangat terhambat,

terhambat, agak terhambat, agak baik, baik, agak cepat, dan cepat.

Menurut Djaenuddin dkk. (2003), kelas drainase yang cocok bagi pertanaman padi sawah yaitu agak terhambat sampai terhambat. Tanah pada kondisi drainase agak terhambat mempunyai konduktivitas hidrolik agak rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah sampai sangat rendah, tanah basah

sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian

keciltanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan, yaitu tanah

berwarnahomogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta

warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 25 cm sedangkan, tanah pada

kondisi drainase terhambat mempunyai konduktivitas hidrolik rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah sampai sangat rendah, tanah basah

(26)

16

untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat

diketahui di lapangan, yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) dan

terdapat bercak atau karatan besi dan/atau mangan sedikit pada lapisan

sampai permukaan.

Menurut Zulhakki dkk. (2013), bagi kepentingan pertanian, drainase atau pembuangan air kelebihan tersebut sangat penting, tujuannya untuk mengatur tata air dalam tanah terutama di daerah/zona perakaran tanaman, agar dengan demikian perkembangan akar tanaman berada dalam keadaan yang

menguntungkan.

 Tekstur tanah dibagi menjadi 5 kelas, yaitu: halus, agak halus, sedang, agak

kasar, dan kasar. Menurut Foth (1994), tekstur tanah merupakan

perbandingan relatif antara pasir, debu, dan liat yang dinyatakan dalam persen (%). Tekstur tanah mempengaruhi kapasitas tanah untuk menahan air, tanah bertekstur agak halus seperti lempung liat berpasir mempunyai drainase agak buruk yang biasanya tanah memiliki daya simpan air yang cukup tinggi dimana air lebih tidak segera keluar akan tetapi akan tetap menjenuhi tanah pada daerah perakaran dalam jangka waktu yang lama, hal ini ditunjukkan hanya pada lapisan tanah atas saja yang mempunyai aerasi yang baik dengan tidak adanya bercak-bercak berwarna kuning, kelabu, atau coklat.

Tanah bertekstur halus jika kandungan liatnya > 35 %. Porositas relatif tinggi (60 %), tetapi sebagian besar merupakan pori berukuran kecil. Akibatnya, daya hantar air sangat lambat, dan sirkulasi udara kurang lancar.

(27)

tanah berat karena sulit diolah, dan lebih halus maka setiap satuan berat mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi. Tanah bertekstur halus lebih aktif dalam reaksi kimia daripada tanah bertekstur kasar.

Tanah bertekstur pasir memiliki butiran-butiran yang berukuran lebih besar. Maka setiap satuan berat (gram) mempunyai luas permukaan yang lebih kecil sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara. Pada tanah-tanah yang bertekstur halus biasanya kegiatan jasad renik dalam perombakan bahan organik akan mengalami kesulitan dikarenakan tanah-tanah yang bertekstur demikian berkemampuan menimbun bahan-bahan organik lebih tinggi yang kemudian terjerap pada kisi-kisi mineral, dan dalam keadaan terjerap pada kisi-kisi mineral tersebut jasad renik akan sulit merombak

(Mulyani dan Kartasapoetra, 2007).

 Bahan kasar dengan ukuran > 2 mm, yang dinyatakan dalam persen (%),

merupakan modifier tekstur yang ditentukan oleh jumlah persentasi krikil, kerakal, atau batuan pada setiap lapisan tanah. Menurut Djaenuddin dkk. (2003), bahan kasar yang terlalu banyak pada tanah akan menghambat perkembangan akar tanaman padi dan akan mengakibatkan kesulitan dalam pengolahan tanah, sehingga dapat menghambat laju pertumbuhan tanaman, bahan kasar dibedakan menjadi sedikit, sedang, banyak, dan sangat banyak, dengan ketentuan sebagai berikut :

(28)

18

banyak 35 % - 65 % sangat banyak > 60 %

 Kedalaman tanah (cm), menyatakan dalamnya lapisan tanah dalam cm yang

dapat dipakai untuk perkembangan perakaran tanaman padi yang dievaluasi, semakin dalam akar tanaman padi menjangkau kedalaman tanah maka, semakin banyak kandungan unsur hara yang diserap oleh tanaman padi. kedalaman tanah dibedakan menjadi :

sangat dangkal < 20 cm dangkal 20 - 50 cm sedang 50 - 75 cm dalam > 75 cm

4) Retensi Hara (nr)

Retensi hara merupakan kemampuan tanah untuk menjerap unsur-unsur hara atau koloid di dalam tanah yang bersifat sementara, sehingga apabila kondisi di dalam tanah sesuai untuk hara-hara tertentu maka unsur hara yang terjerap akan

dilepaskan dan dapat diserap oleh tanaman (Madjid, 2007). Retensi hara di dalam tanah di pengaruhi oleh KTK, kejenuhan basa, pH dan C-organik.

 Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan jumlah total kation yang dapat

dipertukarkan pada permukaan koloid yang bermuatan negatif. Reaksi tanah (pH) merupakan salah satu sifat dan ciri tanah yang ikut menentukan besarnya nilai KTK. Selain KTK dan pH, kejenuhan basa serta C-organik juga

(29)

salah satu sifat dan ciri tanah yang ikut menentukan besarnya nilai KTK. Nilai KTK tanah yang rendah dapat ditingkatkan melalui pemupukan.

Meningkatnya KTK tanah akan berpengaruh terhadap ketersediaan unsur hara yang diperlukan tanaman padi (Hardjowigeno, 2007).

 Kejenuhan basa merupakan perbandingan antara kation basa dengan KTK yang

dinyatakan dalam persen (%). Kejenuhan basa suatu tanah dipengaruhi oleh iklim (kelembaban udara) dan pH tanah. Pada tanah beriklim kering KB lebih rendah daripada tanah yang beriklim basah demikian pula pada tanah yang memiliki pH rendah KB akan menurun, sedangkan tanah pada pH tinggi KB akan meningkat. Kejenuhan basa yang meningkat dapat menyebabkan tanah lebih banyak ditempati oleh kation-kation basa yang sangat berguna bagi tanaman padi dan retensi hara pada tumbuhan tersebut menjadi dalam bentuk tersedia (Madjid, 2007).

 Reaksi tanah (pH) yang penting adalah masam, netral, dan alkalin.

(30)

20

5) Toksisitas (xc)

Toksisitas di dalam tanah biasanya diukur pada daerah-daerah yang bersifat salin. Menurut Hardjowigeno (2007), tanah salin merupakan tanah yang mengandung senyawa organik seperti (Na+, Mg2+, K+, Cl+, SO42-, HCO3-, dan CO32-) dalam suatu larutan tanah sehingga menurunkan produktivitas tanah .

Menurut Delvian (2010), nilai salinitas suatu lahan ditentukan oleh konsentrasi dari NaCl, NaCO3, Na2SO4 atau garam-garam Mg. Garam-garam ini dapat berasal dari batuan induk, air irigasi atau air laut. Untuk daerah pantai sumber utama salinitas tanah adalah air laut, dimana NaCl adalah penyusun utamanya. Daerah pantai merupakan salah satu daerah yang mempunyai kadar garam yang tinggi. Kadar garam yang tinggi dalam larutan tanah akan menyebabkan tekanan osmotik potensial larutan dalam tanah berkurang. Larutan akan bergerak dari daerah yang berkonsentrasi garamnya rendah ke konsentrasi yang tinggi.

Akibatnya akar tanaman akan kesulitan menyerap air, karena air terikat kuat pada partikel-partikel tanah dan dapat menyebabkan terjadinya kekeringan fisiologis pada tanaman. Pengaruh yang merusak dari kandungan garam pada tanah tidak hanya disebabkan oleh daya osmosis, tetapi juga oleh sodium (Na+) dan klor (Cl-) pada konsentrasi tinggi yang dapat meracuni tanaman.

6) Sodisitas

Karakteristik lahan yang menggambarkan sodisitas adalah kandungan natrium (Na+) dapat ditukar, yang dinyatakan dalam nilai exchangeable sodium

percentage atau ESP (%) yaitu dengan perhitungan :

(31)

Penyerapan Na +oleh partikel-partikel tanah akan mengakibatkan pembengkakan dan penutupan pori-pori tanah yang memperburuk pertukaran gas, dispersi material koloid tanah, struktur tanah, serta pH tanah menjadi lebih tinggi karena kompleks serapan dipenuhi oleh ion Na+sehingga persentase ESP pun meningkat (FAO, 1976). Semakin tinggi kandungan Na+ tanah, akan semakin mudah tanah terdispersi. Partikel tanah yang telah terdispersi akan bergerak menyumbat pori-pori tanah dan menyebabkan tanah memadat dan suplai oksigen untuk

pertumbuhan akar dan mikroba tanah menurun drastis, selain itu infiltrasi juga akan terhambat sehingga sangat sedikit air yang masuk ke dalam tanah dan sebagian besar tergenang di permukaan dan menyebabkan terjadinya pelumpuran sehingga sangat sedikit tanaman yang dapat tumbuh jika kondisi tersebut telah terjadi (Foth, 1994).

7) Bahaya Sulfidik (xs)

Karakteristik lahan yang menggambarkan bahaya sulfidik adalah kedalaman ditemukannya bahan sufidik yang diukur dari permukaan tanah sampai batas atas lapisan sulfidik atau pirit (FeS2). Menurut Subagyo dkk.(2000), pengujian sulfidik dapat dilakukan dengan cara meneteskan larutan H2O2 pada matriks tanah, dan apabila terjadi pembuihan menandakan adanya lapisan pirit.

Kedalaman sulfidik hanya digunakan pada lahan gambut dan lahan yang banyak mengandung sulfida serta pirit.

(32)

asam-22

asam organik yang tinggi, terutama derivat asam fenolat yang bersifat racun bagi tanaman. Hidrogen sulfida (H2S) yang terbentuk di dalam tanah dapat bereaksi dengan ion-ion logam berat membentuk sulfida-sulfida tidak larut. Dengan rendahnya kandungan unsur-unsur logam tersebut, H2S yang terbentuk dapat berakumulasi sampai pada tingkat meracun dan mengganggu pertumbuhan tanaman (Hakim dkk., 1986).

Drainase lahan rawa pasang surut menyebabkan senyawa pirit yang terkandung di dalam tanah menjadi teroksidasi. Proses oksidasi senyawa pirit menghasilkan asam sulfat yang berakibat terjadi proses pemasaman tanah yang hebat. Kendala utama dalam pengembangan lahan rawa pasang surut untuk persawahan adalah reaksi tanah yang sangat masam dan sumber utama pemasaman tanah adalah oksidasi senyawa pirit (Priatmadi dan Purnomo, 2000).

8) Bahaya Erosi (eh)

Bahaya erosi dapat diketahui dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun dibandingkan tanah tererosi. Hilangnya tanah tersebut dapat mengakibatkan penurunan produksi lahan, hilangnya unsur hara yang diperlukan tanaman, menurunnya kualitas tanaman, berkurangnya laju infiltrasi, dan kemampuan tanah menahan air, rusaknya struktur tanah, dan penurunan pendapatan akibat penurunan produksi (Hardjowigeno, 2007).

(33)

nilai kepekaan erosi tanah sebesar 0,33-0,43 % tergolong pada tingkat bahaya erosi agak tinggi, dan nilai kepekaan erosi tanah sebesar 0,44-0,55 % tergolong pada tingkat bahaya erosi tinggi, serta nilai kepekaan erosi tanah sebesar 0,56-0,64 % tergolong pada tingkat bahaya erosi sangat tinggi.

9) Bahaya Banjir (fh)

Bahaya banjir dapat diketahui dengan melihat kondisi lahan yang pada permukaan tanahnya terdapat genangan air. Genangan air dalam kurun waktu yang cukup lama dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Air akan menjenuhi daerah perakaran sehingga mengakibatkan akar tanaman tidak mempu menyerap unsur hara secara optimal sehingga kurang mencukupi kebutuhan tanaman untuk proses metabolisme yang akhirnya dapat menurunkan produktivitas tanaman.

10) Penyiapan Lahan (lp)

Penilaian penyiapan lahan didasarkan pada jumlah batu dan batuan yang tersebar di permukaan. Batu-batuan di atas permukaan tanah ada dua macam, yaitu batuan bebas yang terletak di atas permukaan tanah dan batuan yang tersingkap di atas permukaan tanah yang merupakan bagian dari batuan besar yang terbenam di dalam tanah (Hardjowigeno, 2007). Batuan yang terlalu banyak pada lahan juga dapat menghambat perkembangan akar tanaman padi untuk menyerap unsur hara. Batuan lepas adalah batuan yang tersebar di permukaan tanah dan berdiameter lebih dari 25 cm (bentuk bulat) atau bersumbu memanjang lebih dari 40 cm (berbentuk gepeng). Singkapan batuan adalah batuan yang terungkap

(34)

24

2.4 Analisis Finansial

Dalam analisis finansial diperlukan kriteria kelayakan usaha, antara lain:

Net Present Value (NPV), Net Beneffit Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate of

Return (IRR).

2.4.1 Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) sering diterjemahkan sebagai nilai bersih, merupakan

selisih antara manfaat dengan biaya pada discount rate tertentu. Jadi Net Present

Value (NPV) menunjukkan kelebihan manfaat dibanding dengan biaya yang

dikeluarkan dalam suatu proyek (usaha tani). Suatu proyek dikatakan layak diusahakan apabila nilai NPV positif (NPV > 0) (Ibrahim, 2003).

2.4.2 Net Benefit /Cost Ratio (Net B/C)

Net Beneffit Cost Ratio (Net B/C ratio) adalah perbandingan jumlah NPV positif

dengan NPV negatif yang menunjukkan gambaran berapa kali lipat benefit akan diperoleh dari biaya yang dikeluarkan. Jadi jika nilai NPV > 0, maka Net B/C

ratio > 1 dan suatu proyek layak untuk diusahakan (Ibrahim, 2003).

2.4.3 Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) adalah suatu tingkat bunga (dalam hal ini sama

(35)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di lahan padi sawah irigasi milik Kelompok Tani Mekar Desa Tulung Balak dengan luas 15 ha yang terletak pada wilayah Kecamatan Batanghari Nuban, Kabupaten Lampung Timur (Gambar 1, Lampiran). Lokasi penelitian berada pada koordinat 537451–537509 mT dan 9448375–9448283 mU (Gambar 2, Lampiran). Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2013 sampai dengan Maret 2013, dan analisis tanah dilakukan di Laboratorium IlmuTanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

3.2 Bahan dan Alat

Alat-alat yang digunakan antara lain :

1. Meteran: digunakan untuk menentukan kedalaman lapisan profil boring.

2. Global positioning system (GPS): digunakan untuk menentukan titik

koordinat dan kemiringan lereng.

3. Munsell Soil Color Chart: digunakan untuk mengamati dan mengetahui

karakteristik tanah melalui pengamatan warna tanah. 4. Bor tanah: digunakan untuk membuat profil boring.

(36)

26

6. Kamera digital: digunakan sebagai alat dokumentasi.

7. Alat-alat tulis: digunakan untuk mencatat hasil pengamatan baik di lapang maupun di laboratorium.

8. Alat-alat tulis: digunakan untuk mencatat hasil pengamatan baik di lapang maupun di laboratorium.

9. Alat-alat laboratorium: digunakan untuk menganalisis tanah di laboratorium.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah contoh tanah komposit dan bahan-bahan kimia untuk analisis tanah di laboratorium. Metode analisis

laboratorium selengkapnya tertera pada Tabel 1.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode survei menggunakan metode evaluasi lahan secara

paralel, yaitu melakukan evaluasi lahan kualitatif (biofisik) dan kuantitatif (finansial)

secara bersamaan. Evaluasi lahan kualitatif dilakukan berdasarkan kriteria biofisik

Djaenuddin dkk.(2003). Sedangkan, evaluasi lahan kuantitatif dilakukan dengan

menghitung nilai kelayakan finansial dengan menghitung NPV, Net B/C Ratio, dan IRR.

Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan menggunakan beberapa tahap, yaitu : persiapan, pengumpulan data, dan analisis data.

3.3.1 Tahap Persiapan

(37)

Pada tahap ini dilakukan survei lapang secara kasar dan penentuan titik pengambilan contoh tanah yang mewakili secara keseluruhan berdasarkan keadaan lapang.

3.3.2 Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi:

3.3.2.1 Data Fisik

a. Data fisik primer

Pengumpulan data fisik primer dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapang dan pengambilan sampel tanah yang kemudian dianalisis di laboratorium. Penentuan titik sampel dilakukan secara proporsional menggunakan GPS.

(38)

28

1. Pengambilan Contoh Tanah

Prinsip pengambilan contoh tanah adalah tanah yang diambil harus mewakili daerah yang diteliti dengan menggunakan metode proporsional. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada lahan seluas 15 ha di area pertanaman padi sawah irigasi (Gambar 3, Lampiran). Contoh tanah diambil pada 3 titik dengan

menggunakan bor tanah, yaitu masing-masing pada kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm, dan profil boring sampai kedalaman 120 cm (Gambar 4, Lampiran).

Selanjutnya contoh tanah tersebut dikomposit menjadi 2 sampel tanah dan dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk analisis tanah di laboratorium.

2. Pengukuran dan Pengamatan Karakteristik Lahan

Variabel yang diamati pada tahap pengamatan lapang meliputi: Media perakaran (dainase, bahan kasar, dan kedalaman tanah), bahaya erosi (lereng, dan bahaya erosi), bahaya banjir (genangan), dan penyiapan lahan (batuan permukaan dan singkapan batuan).

(39)

2) Bahan kasar, dinyatakan dalam persen (%) dengan menghitung banyaknya batu atau kerikil yang ada dalam tanah, berukuran 0,2-2,0 cm, yang

berpengaruh terhadap penggunaan tanah dan pertumbuhan tanaman. Cara pengamatan bahan kasar di lapang yaitu dengan melihat ada tidaknya batuan kecil pada tiap lapisan tanah dengan cara pengeboran pada tanah yang akan diteliti. Cara pengukuran di lapang yaitu dengan menghitung berapa persen bahan kasar yang terdapat pada lahan penelitian (Gambar 5, Lampiran).

3) Kedalaman tanah, dinyatakan dalam satuan cm dengan mengukur dalamnya tanah dimana akar tanaman masih dapat berkembang. Kedalaman tanah diukur dengan cara pengeboran pada tanah sampai kedalaman 120 cm atau sampai ditemukan lapisan padas yang tidak dapat ditembus akar tanaman. 4) Bahaya sulfidik, lahan pada lokasi penelitian letaknya jauh (>20 km) dari

pantai dan tidak dipengaruhi oleh pasang surut air laut maka bahaya sulfidik dapat diasumsikan > 100 cm.

5) Kemiringan lereng, Kemiringan lereng pada lahan sawah irigasi dapat diabaikan karena kondisi lahan yang senantiasa tergenang menghendaki derajat kemiringan lahan yang datar.

(40)

30

7) Genangan, bahaya banjir dicirikan dengan adanya genangan air yang ada di permukaan tanah. Pengamatan dilakukan melalui wawancara kepada petani setempat, apakah terdapat genangan yang menutupi seluruh lahan dengan air (terendam air) pada lahan yang akan diteliti pada saat musim hujan lebih dari 24 jam.

8) Batuan permukaan, diamati dengan melihat ada tidaknya batu-batu kecil atau besar yang tersebar pada permukaan tanah atau lapisan olah di lokasi

penelitian. Cara mengukur batuan permukaan yaitu melihat berapa persen batu yang tersebar di atas permukaan tanah pada lokasi penelitian.

9) Singkapan batuan, diamati dengan melihat ada tidaknya batuan-batuan yang tersingkap pada lokasi penelitian. Cara mengukur batuan singkapan yaitu dengan melihat berapa persen terdapat batuan yang tersingkap dipermukaan tanah yang merupakan bagian batuan besar yang terbenam di dalam tanah pada lokasi penelitian.

3. Analisis Tanah di Laboratorium

Analisis laboratorium dilakukan dengan cara menganalisis contoh tanah yang diambil secara proporsional dari 3 titik dengan kedalaman 0-20 cm untuk lapisan atas dan 20-40 cm untuk lapisan bawah. Ketiga contoh tanah pada masing-masing kedalaman tersebut dikering udarakan selama 3-6 hari, lalu diayak dengan

menggunakan ayakan 2 mm. Tanah yang telah diayak lalu dianalisis di

(41)

Sifat kimia yang dianalisis adalah KTK (metode NH4OAC 1N pH 7), pH tanah (metode elektrik), basa-basa dapat ditukar (Ca, Mg, Na, dan K) (metode NH4OAC 1N pH 7), C-organik (metode walkey and black), kejenuhan basa (KB).

Sedangkan, sifat fisik tanah yang dianalisis adalah tekstur tanah (metode

hydrometer).

Tabel 1. Metode analisis tanah di laboratorium

No Analisis Metode

1. pH H2O pH meter

2. Basa-basa dapat ditukar 3. C-organik

NH4Oac 1 N pH 7 Walkey and Black

4. KTK tanah NH4OAc 1 N pH 7 5. Tekstur tanah Hydrometer

b. Data fisik sekunder

Data fisik sekunder yang dikumpulkan meliputi: data suhu udara, dan data kelembaban udara yang diperoleh pada 10 tahun terakhir.

3.3.2.1 Data Sosial Ekonomi

a. Data sosial ekonomi primer

(42)

32

b. Data sosial ekonomi sekunder

Data sosial ekonomi yang dikumpulkan sebagai data sekunder meliputi: data luas panen dan hasil produksi gabah, dan lain-lain.

3.3.3 Analisis Data

3.3.3.1 Penilaian Kesesuaian Lahan Kualitatif

Analisis kesesuaian lahan dilakukan dengan membandingkan potensi fisik lingkungan dengan persyaratan tumbuh tanaman padi sawah berdasarkan kriteria Djaenuddin dkk. (2003). Penilaian kelas kesesuaian lahan selengkapnya mengacu pada Tabel 10 terlampir.

3.3.3.2 Penilaian Kesesuaian Lahan Kuantitatif / Analisis Finansial

Untuk mengetahui apakah usaha tanaman padi ini menguntungkan dan layak atau tidak, harus dilakukan analisis finansial dengan menggunakan criteria NPV,

Net B/C dan IRR. Seluruh perhitungan analisis finansial dilakukan mulai dari

tanaman ditanam sampai dengan panen.

1) Net Present Value (NPV)

Analisis Net Present Value (NPV) digunakan untuk menghitung selisih antara

present value penerimaan (benefit) dengan present value dari biaya (cost). Rumus

(43)

NPV =

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) merupakan nilai ratio perbandingan present

value penerimaan bersih dengan present value biaya. Rumus matematisnya

sebagai berikut :

( tyang bernilai positif

Net B/C Ratio = (Ibrahim, 2003)

( tyang bernilai negatif

(44)

34

Kriteria pengambilan keputusan :

Bila Net B/C > 1, maka usaha layak untuk dilanjutkan Bila Net B/C < 1, maka usaha tidak layak untuk dilanjutkan Bila Net B/C = 1, usaha dalam keadaan break even point

3) Internal rate of return (IRR)

Internal rate of return (IRR) adalah suatu tingkat bunga (dalam hal ini sama

artinya dengan discount rate) yang menunjukkan bahwa nilai bersih sekarang (NPV) sama dengan jumlah seluruh ongkos investasi usahatani atau dengan kata lain tingkat bunga yang menghasilkan NPV sama dengan nol (NPV = 0), Rumus matematisnya sebagai berikut :

IRR = i+ + [NPV (+) / NPV (+) + NPV (-)] (i- - i+) (Ibrahim, 2003) Keterangan :

i+ : tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif i- : tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV negatif NPV (+): NPV yang bernilai positif

NPV (-) : NPV yang bernilai negatif

Kriteria pengambilan keputusan :

Bila IRR≥ tingkat suku bunga yang berlaku, maka investasi untung Bila IRR < tingkat suku bunga, maka investasi rugi

(45)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Kelas kesesuaian lahan pertanaman padi sawah irigasi Kelompok Tani Mekar Desa Tulung Balak Kecamatan Batanghari Nuban Kabupaten Lampung Timur menurut kriteria Djaenuddin dkk. (2003) adalah cukup sesuai dengan faktor pembatas berupa kejenuhan basa dan C-organik (S2 nr).

(46)

58

5.2 Saran

1. Untuk meningkatkan kandungan C-organik yang rendah dapat dilakukan dengan pemberian bahan organik berupa jerami padi yang telah

dikomposkan.

(47)

PUSTAKA ACUAN

Aak (Aksi Agraris Kanisius). 1990. Budidaya Tanaman Padi. Kanisius. Yogyakarta. 172 hlm.

Ansyori, Sudarsono, R. Poerwanto, and Darmawan. 2010. Land Suitability Criteria for Intensively Managed Cavendish Banana Crop in Way Kambas

East Lampung, Indonesia. Jurnal Tanah Tropika 15(2): 159-167.

Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. 290 hlm.

Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2011. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Padi Provinsi di Indonesia.

http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php. Diakses tanggal 14 November 2012.

Balittan. 2005. Evaluasi Kesesuaian Lahan. 10 hlm.

http://balittanah.litbang.deptan.go.id.Diakses tanggal 1 September 2012.

BP3K Lampung Timur. 2012. Rencana Kerja Tahunan Penyuluh.Lampung. 38 hlm.

Brady,N.C and R.R Weil. 2008. The Nature and Properties of Soil. Pearson education, Inc. United States of America.965 p.

Delvian. 2010. Keberadaan Cendawan Mikoriza Arbuskula di Hutan Pantai Berdasarkan Gradien Salinitas. Jurnal Ilmu Dasar, Vol. 11 No. 2, Juli 2010: 133-142.

Djaenuddin, D., H. Marwan, H. Subagyo, dan A. Hidayat. 2003. Kriteria

Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Departemen Pertanian.

264 hlm.

FAO.1976. A Framework For Land Evaluation. FAO Soil Bulletin 32. Food and

Agriculture Organization of United Nations. Rome 87 p.

Foth, H.D. 1994. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Terjemahan Soemartono disoemarto. Airlangga. Jakarta. 374 hlm.

(48)

Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah cetakan 6. Akademi Pressindo. Jakarta. 288 hlm.

Hartatik, W., K. Idris, S. Sabiham.2004.Kelarutan Fosfat Alam dan SP-36 Dalam Gambut Yang Diberi Bahan Amelioran Tanah Mineral. Jurnal Tanah dan Lingkungan 6 (1) : 22-30.

Ibrahim, M. Y. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. (Edisi Revisi). PT Rineka Cipta, Jakarta. 249 hlm.

Madjid, A. 2007.Kapasitas Tukar Kation.Bahan Kuliah Online. Universitas Sriwijaya.

http://dasar2ilmutanah.blogspot.com/2007/12/kapasitas-tukar-kation-ktk.html. Diakses 10 September 2012

Mahi, A.K. 2001. Survey Tanah dan Evaluasi Lahan. (Diktat, tidak dipublikasikan). Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. 183 hlm.

Mahi.A.K. 2005.Evaluasi dan Perencanaan Penggunaan Lahan (Diktat, tidak dipublikasikan). Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 240 hlm.

Meirong, LV., Zhongpei, Li., Yuping, Che., FX Han., Ming Liu. 2011. Soil

Organic, Nutrient, Microbial Biomass, and Grain Yield of Rice (Oryza

sativa L.) after 18 Year of Fertilizer Application to an Infertile Paddy Soil.

J. Biol Fertil Soil. 47: 777-783.

Muchlas dan Slamento.1998. Analisa Kelayakan Finansial Usahatani Jahe Besar di Penengahan Lampung Selatan. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Terbitan Berkala Ilmiah 2: 29-33.

Mulyani, S.M, A.G. Kartasapoetra. 2007. Terbentuknya Tanah dan Tanah

Pertanian Cetakan 3. Rineka Cipta. Jakarta. 152 hlm.

Nursyamsi, D., L.R. Widowati, D. Setyorini, dan J. Sri Adiningsih. 2000.

Pengaruh Pengolahan Tanah, Pengairan Terputus, dan Pemupukan Terhadap Produktivitas Lahan Sawah Bukaan Baru Pada Inceptisol dan Ultisols Muarabeliti dan Tatakarya. Jurnal Tanah dan Iklim 18: 29-38.

Priatmadi, B.J. dan E. Purnomo. 2000. Karakterisasi tanah sulfat masam dan zonasi produktivitas padi. Jurnal Tanah Tropika. 11: 59-68.

(49)

Salam, A.K. 2011. Ilmu Tanah Fundamental. Global Madani Press. Bandar Lampung. 362 hlm.

Sarief, S. 1986. Fisika-Kimia Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung. 220 hlm.

Subagyo, H., Nata, S.,dan Agus. B. S. 2000. Tanah Pertanian di Indonesia. Hlm 21-66. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. 230 hlm. Suparyono dan Agus Setyono. 1994. Padi. Penebar Swadaya. Jakarta. 234 hlm. Surowinoto, S. 1982. Teknologi Produksi Tanaman Padi Sawah dan Padi Gogo.

IPB Press. Bogor. 143 hlm.

Gambar

Tabel
Tabel 1. Metode analisis tanah di laboratorium

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa Earning Per Share (EPS), Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Net Profit Margin (NPM), Debt

[r]

Perpustakaan Pusat Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Berdasarkan penelitian yang telah dilakan dapat diperoleh kesimpulan bahwa ekstrak Moringa oleifera berpengaruh pada glukosa darah dan histopatologi pankreas mencit

Falsafah yang dibentuk adalah berdasarkan sistem pendidikan di Malaysia yang meletakkan keredhaan Allah sebagai matlamat akhir.Falsafah PVT ini dapat menjelaskan

Dengan hasil penelitian ini merujuk pada hipotesis kedua dalam penelitian ini yang menyatakan Harga (X2) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Loyalitas Pelanggan

Afiks adalah bentuk linguistik yang pada satu kata merupakan unsur. langsung dan bukan pokok kata atau pokok kata, yang memiliki

[r]