• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KEMITRAAN KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PEMBANGUNAN FISIK DESA (Studi Pada Desa Sripendowo Kecamatan Sri Bhawono Kabupaten Lampung Timur)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN KEMITRAAN KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PEMBANGUNAN FISIK DESA (Studi Pada Desa Sripendowo Kecamatan Sri Bhawono Kabupaten Lampung Timur)"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

HUBUNGAN KEMITRAAN KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM

PEMBANGUNAN FISIK DESA

(Studi Pada Desa Sripendowo Kecamatan Sri Bhawono Kabupaten Lampung Timur)

Oleh :

Alex H Situmorang

Kepala Desa dan Badan Perwakilan Desa (BPD) sebagai Pemerintahan desa dengan tugasnya masing-masing memiliki keterkaitan yang erat dengan tujuan membangun masyarakat desa. Hubungan kerja kedua lembaga ini yakni bersifat kemitraan. Hubungan kemitraan antara Kepala Desa dengan BPD seringkali tidak berjalan dengan baik. Terdapat persoalan-persoalan yang timbul terkait dengan hubungan kerja tersebut. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan kemitraan Badan Permusyawaratan Desa Dan Kepala Desa dalam penyelenggaraan pembangunan fisik Desa Sripendowo Kecamatan Sri Bhawono Kabupaten Lampung Timur.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data yang sudah diolah kemudian disajikan dalam bentuk uraian, lalu dintreprestasikan atau ditafsirkan untuk dilakukan pembahasan dan dianalisis secara kualitatif, kemudian untuk selanjutkan ditarik suatu kesimpulan. Hubungan kerja kedua lembaga ini yakni bersifat kemitraan, konsulatif, dan koordinatif. Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa di Indonesia tidak dapat dipungkiri hubungan kemitraan antara Kepala Desa dengan BPD seringkali tidak berjalan dengan baik. Terdapat persolan-persoalan yang timbul terkait dengan hubungan tersebut.

(2)

perbedaan pendapat, namun hal tersebut tidak pernah memunculkan konflik diantara Kepala Desa dengan BPD. Koordinasi antara Kepala Desa Sripendowo dengan BPD dalam pembangunan sudah terjalin. Jarangnya BPD hadir ke kantor desa bisa menghambat proses koordinasi yang terjalin antara Kepala Desa dengan BPD.

(3)

ABSTRACT

PARTNERSHIP RELATIONS AGENCY HEAD OF VILLAGE AND VILLAGES IN CONSULTATIVE PHYSICAL

DEVELOPMENT VILLAGE

(Studies in Rural District of Sri Bhawono Sripendowo East Lampung District)

By :

Alex H Situmorang

The village head and the village assembly (BPD) as Village authorities with their respective duties well aligned with the goal of building a village community. The working relationship that both organizations are partnerships. Partnership between the village chief with BPD often do not work well. There are issues that arise relating to the employment relationship. The problems discussed in this study is how the partnership Village Consultative Body And Head Village in the implementation of physical development Sri Bhawono Sripendowo District of East Lampung District. This study used qualitative research methods. The data used are primary and secondary data. Data that has been processed and then presented in narrative form, then dintreprestasikan or construed to be discussed and analyzed qualitatively, and then to subsequently drawn a conclusion.

Employment relation both institutions, namely is this partnership konsulatif, and koordinatif. In administering government village in indonesia not be denied a partnership between the village with BPD often not going well. There are emerging problems associated with the relationship.

(4)

the village office could hamper the process of coordination that exists between village head with BPD.

(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

RIWAYAT HIDUP

Alex H Situmorang, di lahirkan di Ps. Bergen pada tanggal 15 Februari 1988, merupakan anak dari pasangan Bapak BDL. Situmorang dan Ibu Leria Saragi. Penulis merupakan anak ketiga dari enam bersaudara.

Jenjang akademis penulis dimulai dengan menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 4 Kertosari pada tahun 2000, kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Ampera dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Lentera Harapan dan lulus pada tahun 2007. Selanjutnya tahun 2008 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Lampung dengan mengikuti tes Seleksi ujian Mandiri.

(10)

PERSEMBAHAN

Kudedikasikan karya yang sederhana ini sebagai tanda

bakti dan terima kasihku kepada

:

Bapak dan Mamaku Tercinta

“Y

ang selalu memberikan curahan kasih sayang, dukungan, dan

doanya serta restu yang tiada hentinya hingga sekarang dan

sampai selamanya

Abang, Kakak dan Adik-adikku

yang selalu memberikan motivasi dan kasih sayang untuk

mencapai yang terbaik

Almamaterku Universitas Lampung

(11)

MOTO

“Dari setiap proses kegagalan memiliki nilai tersendiri, belajar dari kegagalan untuk mencapai suatu keberhasilan (belive in miracales)”

(12)

SANWACANA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Kemitran Kepala Desa Dan Badan Permusyawaratan Desa Dalam

Pembangunan Fisik Desa Sripendowo Kecamatan Sri Bhawono Kabupaten Lampung Timur” yang merupakan salah satu syarat untuk mencapai Gelar Sarjana

Ilmu Pemerintahan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Skripsi ini dapat terselesaikan tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si selaku Dekan FISIP Universitas Lampung dan juga selaku Dosen Pembimbing Akademik terima kasih atas masukan dan kritik yang membangun;

2. Bapak Drs. Denden Kurnia Drajat, M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan dan juga selaku Pembahas Dosen terima kasih atas kesediannya yang dengan sabar memberikan masukan, saran, kritik serta motivasi dalam proses penyelesaian skripsi ini;

(13)

bimbingan, saran, kritik serta motivasi yang membangun dalam proses penyelesaian skripsi ini;

4. Seluruh Dosen Pengajar dan Staf Jurusan Ilmu Pemerintahan dan Staf FISIP Universitas Lampung, yang telah membantu Penulis selama menuntut ilmu di Jurusan Ilmu Pemerintahan;

5. Perangkat Pemerintahan Desa Sripendowo, terima kasih atas bantuannya yang telah memberikan informasi dan data sehingga skripsi ini dapat terselesaikan; 6. Terimaksih buat Bpk Puji, Ibu Puji, Novi dan Puri, beserta keluarga besar

warga desa Sripendowo atas bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih karena kalian telah menjadikan ku seperti keluarga;

7. Semua responden yang telah memberikan informasi dan bantuan kepada Penulis;

8. Motivator besar dan yang teristimewa kepada kedua Orang Tuaku (Bapak, Mama), yang telah membesarkan, mendidik dan membimbingku dengan penuh kesabaran serta penuh kasih sayang, ini salah satu kado terindah buat Bapak dan Mama;

9. Terimakasih untuk abang ku Chalen Yuli Boy Situmorang atas motivasinya; 10.Terimakasih untuk kakak ku Nova Eguslawati Situmorang (Mama Torangdo)

atas motivasinya, perhatiannya, serta kasih sayangnya.

(14)

12.Makasih buat Bagus (Bag) yang telah membantu dalam melakukan Riset ke Desa Sripendowo;

13.Terimakasih buat Mangampu Tua Simamora, Jepray Sitanggang, Jantilas Pakpahan, Rustam Harianja, Daniel Septiawan Sitanggang, Gomgom Sirait, Rickho Tumanggor, Yohanes Siagian, Doli Simamora, terimakasih telah memberikan semangat dan selalu mengingatkan untuk mengerjakan SKRIPSI, dan terimakasih juga untuk kebersamaannya selama ini.

14.Untuk teman seangkatan ku yang belum selesai Syahridi, Fuad, Ilham, Riska, Felix Simanungkalit ayoek semangat kalian pasti bisa.

15.Untuk sahabat setiaku Briptu Kiarison Sihotang (Frengki) terimaksih buat persahabatannya selama ini, semoga persahabatan ini dapat terus terjaga walaupun dah jarang ketemu. Selalu jadi sahabat yang setia brotha.

16.Untuk adik-adik ku R-N HKBP Bergen (Hotman Hutagalung, Anggi Sitanggang, Herniyati Br. Sitohang, Arzenius Situmorang, Delima Br. Pardede, Riris Florenta Br. Rumasondi, Leni Br. Hutagalung, Rohana Sukarsi Damanik, Denata Br Nainggolan, Tiur Br. Sidabalok, yang tidak bisa disebutkan satu persatu namanya, terimkasih untuk kebersamaannya selama ini.

17.Untuk Betty Br Sirait, makasih buat remengannya selama proses pendaftaran wisuda. Sukses selalu

18.Terimakasih untuk adek Lenny Widyaningsih yang selama ini sudah mau menemani perjalan baik senang ataupun susah abang dalam perkuliahan hingga selesai.

(15)

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 26 September 2014 Penulis

(16)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

D. Kegunaan Penelitian... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemitraan ... 10

B. Teori Konflik ... 15

C. Pembagian Kekuasaan (separation of power)... 24

D. Tinjauan Tentang Kepala Desa ... 27

E. Tinjaun Tentang Badan Permusyawaratan Desa... 34

F. Tinjauan Tentang Pembangunan Desa ... 36

G. Tinjauan Tentang Desa ... 41

H. Penelitian Terdahulu ... 42

I. Kerangka Pikir ... 45

BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 48

B. Fokus Penelitian ... 49

(17)

G. Teknik Pengolahan Data ... 53

H. Analisis Data... 54

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Desa Sripendowo ... 57

B. Kondisi Geografis ... 58

C. Keadaan Demografis ... 59

D. Kelembagaan Desa ... 64

E. Struktur Organisasi ... 65

F. Hubungan Kemitraan Antara Kepala Desa dengan BPD Desa Sripendowo dalam Pembangunan Desa ... 69

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Hubungan Kemitraan Badan Permusyawaratan Desa Dan Kepala Desa Dalam Penyelenggaraan Pembangunan Fisik Desa Sripendowo Kecamatan Sri Bhawono Kabupaten Lampung Timur ... 72

B. Pembahasan Hubungan Kemitraan Badan Permusyawaratan Desa Dan Kepala Desa Dalam Penyelenggaraan Pembangunan Fisik Desa Sripendowo Kecamatan Sri Bhawono Kabupaten Lampung Timur ... 98 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 109

B. Saran ... 111

(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Luas Lahan menurut Peruntukkan di Desa Sripendowo ... 59

Tabel 2. Jumlah Penduduk Desa Sripendowo ... 60

Tabel 3. Prasarana Perhubungan Desa Sripendowo ... 62

Tabel 4. Sarana Pendidikan Desa Sripendowo ... 63

Tabel 5. Sarana Olah Raga di Desa Sripendowo ... 64

Tabel 6. Jumlah Sarana Ibadah di Desa Sripendowo ... 64

(19)

DAFTAR GAMBAR

(20)

A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah maka Penyelenggaraan pemerintahan di daerah khususnya kabupaten/kota dilaksanakan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyelenggaraan pemerintahan daerah yang demikian kemudian lebih akrab disebut Otonomi Daerah.

(21)

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah berdasarkan manajemen keuangan daerah yang sehat.

Dalam perkembangan otonomi daerah, pemerintah pusat semakin memperhatikan dan menekankan pembangunan masyarakat desa melalui otonomi pemerintahan desa.Penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa harus mampu mengakomodasi aspirasi masyarakat, mewujudkan paran aktif masyarakat untuk turut serta bertanggungjawab terhadap perkembangan kehidupan bersama sebagai sesama warga desa.

Hal ini lebih ditegaskan dalam pengaturan mengenai desa yaitu dengan ditetapkannya PP No 72 tahun 2005. Prinsip dasar sebagai landasan pemikiran pengaturan mengenai desa yaitu : Keanekaragaman, Partisipasi, otonomi asli, Demokratisasi, dan Pemberdayaan masyarakat. Ginanjar Kartasasmita (1994) memberikan pengertian pembangunan yang sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”. Pembangunan dalam Paradigma Governance bertujuan untuk mewujudkan Interaksi antara Pemerintah, Dunia Usaha Swasta, dan Masyarakat. Apabila sendi-sendi tersebut dipenuhi, maka terwujudlah Good Governance.

(22)

disebutkan dalam Pasal 5 Permendagri No 66 tahun 2007, karakteristik pembangunan partisipatif diantaranya direncanakan dengan pemberdayaan dan partisipatif. Pemberdayaan, yaitu upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sedangkan partisipatif, yaitu keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat secara aktif dalam proses pembangunan.

Pembangunan di desa menjadi tanggungjawab Kepala desa sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) PP No 72 tahun 2005 ditegaskan bahwa Kepala Desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Kegiatan pembangunan direncanakan dalam forum Musrenbangdes, hasil musyawarah tersebut di ditetapkan dalam RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Desa) selanjutnya ditetapkan dalam APBDesa. Dalam pelaksanaan pembangunan Kepala Desa dibantu oleh perangkat desa dan dapat dibantu oleh lembaga kemasyarakatan di desa.

(23)

desa dalam hubungannya dapat bersinergi, bermitra dengan baik dan tepat dalam meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa yang profesional dan akuntabel.

Pasal 4 ayat (1) Permendagri No 66 Tahun 2007 merupakan pedoman bagi pemerintah desa dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa). Perencanaan Pembangunan Desa disusun dalam periode 5 (lima) tahun. Perencanaan pembangunan 5 (lima) tahun tersebut merupakan RPJM Desa yang memuat arah kebijakan keuangan desa, strategi pembangunan desa, dan program kerja desa, dan ditetapkan dengan peraturan desa atau perdes.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) merupakan bagian dari peraturan desa. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) ditetapkan dengan keputusan Kepala Desa dan disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan. Dengan ditetapkannya RPJM Desa oleh Kepala Desa, maka peran Kepala Desa dalam proses penyusunan tersebut cukup besar dan bahakan harus terjun langsung dalam proses perumusannnya.

(24)

memiliki jumlah penduduk 3.435 jiwa dengan luas wilayah 82,65 km tahun 2012. Dimana Desa Sripendowo dalam hal pembangunan sudah terlihat cukup maju dibandingkan desa-desa lainnya yang ada di Kecamatan Bandar Sribhawono, yang satu diantaranya pembangunan di bidang infrastruktur yang berupa fasilitas pelayanan publik baik sarana pendidikan, sarana kesehatan, rumah ibadah, listrik, jalan, jembatan, transportasi dan air bersih. ini dikarenakan letak Desa Sripendowo seberang yang berdekatan dengan pusat kota dan sekaligus menjadi ibukota dan pusat kecamatan. Sehingga proses penyelenggaraan pembangunan cepat terlaksanakan.

Kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa Desa Sripendowo dilaksanakan oleh Pemerintah desa yang terdiri atas Kepala desa dan Perangkat desa serta Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Hubungan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan mitra kerja Pemerintah Desa di bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan yang berfungsi sebagai badan legislasi. Dalam setiap pembuatan Peraturannya Badan Permusyawaratan Desa (BPD) wajib mewakili aspirasi masyarakat.

(25)

Desa (BPD) sibuk dengan pekerjaan yang lain. Ternyata selain menjadi anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD), anggota BPD juga mempunyai pekerjaan diluar sebagai anggota BPD. Sehingga tidak ada anggota BPD untuk memikirkan kepentingan masyarakat Desa dan mengkoordinasikannya kepada Kepala Desa atau Perangkat Desa (Hasil prariset Penulis 15 Januari 2014).

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, terdapat beberapa permasalahan yang timbul akibat hubungan antara BPD dengan kepala desa yang kurang baik, hal tersebut antara lain:

1) Ketua BPD dan anggotanya belum menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagaimana mestinya di dalam pemerintahan selaku mitra pemerintah desa dan memiliki kedudukan yang sejajar sehinga pemerintahan desa menjadi penguasa yang mutlak dalam pemerintahan di Desa dan berjalan sendiri tanpa adanya peran dari BPD selaku wakil masyarakat di Desa khususnya dalam pembanguna infrastruktur, hal ini di sebabkan tidak dihargainya pendapat dan ide yang di sampaikan oleh BPD oleh pemerintah desa Benuang, yang menyebabkan BPD tidak dapat melaksanakan tugasnya sebagaimana mestinya, sehingga tujuan dalam Pembangunan desa tidak dpat dihasilkan secara efektif dan efisien.

2) Sering terjadi pro dan kontra antara keduanya karena Kepala Desa menganggap kehadiran BPD sebagai lawan bukan mitra. (Hasil prariset Penulis 15 Januari 2014)

(26)

dan kebutuhan masyarakat. Kerjasama antara BPD dengan kepala desa juga sangat penting dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan desa dan pembinaan kemasyarakatan, untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang diharapkan yang tercantum dalam Pasal 55 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa.

(27)

Sehubungan dengan paparan tersebut di atas, peneliti terdorong untuk mengadakan suatu penelitian dengan judul “Hubungan Kemitraan Kepala Desa Dan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Pembangunan Fisik Desa(Studi Pada Desa Sripendowo Kecamatan Sri Bhawono Kabupaten Lampung Timur)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah Bagaimana Hubungan Kemitraan Badan Permusyawaratan Desa Dan Kepala Desa dalam penyelenggaraan pembangunan fisik Desa Sripendowo Kecamatan Sri Bhawono Kabupaten Lampung Timur?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Kemitraan Badan Permusyawaratan Desa Dan Kepala Desa dalam penyelenggaraan pembangunan fisik Desa Sripendowo Kecamatan Sri Bhawono Kabupaten Lampung Timur.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini ialah : 1. Secara Teoritis

(28)

penyelenggaraan pembangunan fisik Desa Sripendowo Kecamatan Sri Bhawono Kabupaten Lampung Timur.

2. Secara Praktis

(29)

A. Kemitraan

1. Teori Kemitraan

Secara teoritis, Eisler dan Montuori (1997) membuat pernyataan yang menarik yang berbunyi bahwa “memulai dengan mengakui dan memahami kemitraan pada

diri sendiri dan orang lain, dan menemukan alternatif yang kreatif bagi pemikiran dan perilaku dominator merupakan langkah pertama ke arah membangun sebuah organisasi kemitraan.” Dewasa ini, gaya-gaya seperti perintah dan kontrol kurang

dipercaya. Di dunia baru ini, yang dibicarakan orang adalah tentang karyawan yang “berdaya”, yang proaktif, karyawan yang berpengetahuan yang menambah

nilai dengan menjadi agen perubahan.

(30)

a. kemitraan mengandung pengertian adanya interaksi dan interelasi minimal antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak merupakan ”mitra” atau ”partner”.

b. Kemitraan adalah proses pencarian/perwujudan bentuk-bentuk kebersamaan yang saling menguntungkan dan saling mendidik secara sukarela untuk mencapai kepentingan bersama.

c. Kemitraan adalah upaya melibatkan berbagai komponen baik sektor, kelompok masyarakat, lembaga pemerintah atau non-pemerintah untuk bekerja sama mencapai tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip, dan peran masing-masing.

d. Kemitraan adalah suatu kesepakatan dimana seseorang, kelompok atau organisasi untuk bekerjasama mencapai tujuan, mengambil dan melaksanakan serta membagi tugas, menanggung bersama baik yang berupa resiko maupun keuntungan, meninjau ulang hubungan masing-masing secara teratur dan memperbaiki kembali kesepakatan bila diperlukan. (Ditjen P2L & PM, 2004)

2. Prinsip Kemitraan

Terdapat 3 prinsip kunci yang perlu dipahami dalam membangun suatu kemitraan oleh masing-masing naggota kemitraan yaitu:

a. Prinsip Kesetaraan (Equity)

Individu, organisasi atau institusi yang telah bersedia menjalin kemitraan harus merasa sama atau sejajar kedudukannya dengan yang lain dalam mencapai tujuan yang disepakati.

(31)

Keterbukaan terhadap kekurangan atau kelemahan masing-masing anggota serta berbagai sumber daya yang dimiliki. Semua itu harus diketahui oleh anggota lain. Keterbukaan ada sejak awal dijalinnya kemitraan sampai berakhirnya kegiatan. Dengan saling keterbukaan ini akan menimbulkan saling melengkapi dan saling membantu diantara golongan (mitra).

c. Prinsip Azas manfaat bersama (mutual benefit)

Individu, organisasi atau institusi yang telah menjalin kemitraan memperoleh manfaat dari kemitraan yang terjalin sesuai dengan kontribusi masing-masing. Kegiatan atau pekerjaan akan menjadi efisien dan efektif bila dilakukan bersama.

3. Model-model Kemitraan dan Jenis Kemitraan

Secara umum, model kemitraan dalam sektor kesehatan dikelompokkan menjadi dua (Notoadmodjo, 2003) yaitu:

a. Model I

Model kemitraan yang paling sederhana adalah dalam bentuk jaring kerja (networking) atau building linkages. Kemitraan ini berbentuk jaringan kerja saja. Masing-masing mitra memiliki program tersendiri mulai dari perencanaannya, pelaksanaannya hingga evalusi. Jaringan tersebut terbentuk karena adanya persamaan pelayanan atau sasaran pelayanan atau karakteristik lainnya.

b. Model II

(32)

program bersama. Visi, misi, dan kegiatan-kegiatan dalam mencapai tujuan kemitraan direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi bersama.

Menurut Beryl Levinger dan Jean Mulroy (2004), ada empat jenis atau tipe kemitraan yaitu:

a. Potential Partnership

Pada jenis kemitraan ini pelaku kemitraan saling peduli satu sama lain tetapi belum bekerja bersama secara lebih dekat.

b. Nascent Partnership

Kemitraan ini pelaku kemitraan adalah partner tetapi efisiensi kemitraan tidak maksimal

c. Complementary Partnership

Pada kemitraan ini, partner/mitra mendapat keuntungan dan pertambahan pengaruh melalui perhatian yang besar pada ruang lingkup aktivitas yang tetap dan relatif terbatas sepertiprogram deliverydanresource mobilization.

d. Synergistic Partnership

Kemitraan jenis ini memberikan mitra keuntungan dan pengaruh dengan masalah pengembangan sistemik melalui penambahan ruang lingkup aktivitas baru seperti advokasi dan penelitian.

Bentuk-bentuk/tipe kemitraan menurut Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI yaitu terdiri dari aliansi, koalisi, jejaring, konsorsium, kooperasi dan sponsorship. Bentuk-bentuk kemitraan tersebut dapat tertuang dalam:

(33)

c. Pokja

d. Forum Komunikasi

e. Kontrak Kerja/perjanjian kerja

4. Konflik dalam Kemitraan

Beberapa literatur menyebutkan makna konflik sebagai suatu perbedaan pendapat di antara dua atau lebih anggota atau kelompok dan organisasi, yang muncul dari kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya yang langka atau aktivitas kerja dan mereka mempunyai status, tujuan, nilai, atau pandangan yang berbeda, dimana masing-masing pihak berupaya untuk memenangkan kepentingan atau pandangannya. Sedangkan menurut Brown (1998), konflik merupakan bentuk interaksi perbedaan kepentingan, persepsi, dan pilihan. Wujudnya bisa berupa ketidaksetujuan kecil sampai ke perkelahian (Purnama, 2000).

Konflik dalam organisasi biasanya terbentuk dari rangkaian konflikkonflik sebelumnya. Konflik kecil yang muncul dan diabaikan oleh manajemen merupakan potensi munculnya konflik yang lebih besar dan melibatkan kelompok-kelompok dalam organisasi. Umstot (1984) menyatakan bahwa proses konflik sebagai sebuah siklus yang melibatkan elemen-elemen : 1) elemen isu , 2) perilaku sebagai respon dari isu-isu yang muncul, 3) akibat-akibat, dan 4) peristiwa-peristiwa pemicu. Faktor-faktor yang bisa mendorong konflik adalah: 1) perubahan lingkungan eksternal,

2) perubahan ukuran perusahaan sebagai akibat tuntutan persaingan, 3) perkembangan teknologi,

(34)

5) struktur organisasi.

Menurut Myer dalam Purnama (2000), terdapat tiga bentuk konflik dalam organisasi, yaitu :

1) Konflik pribadi, merupakan konflik yang terjadi dalam diri setiap individu karena pertentangan antara apa yang menjadi harapan dan keinginannya dengan apa yang dia hadapi atau dia perolah,

2) Konflik antar pribadi, merupakan konflik yang terjadi antara individu yang satu dengan individu yang lain, dan

3) Konflik organisasi, merupakan konflik perilaku antara kelompok-kelompok dalam organisasi dimana anggota kelompok menunjukkan “keakuan

kelompoknya” dan membandingkan dengan kelompok lain, dan mereka menganggap bahwa kelompok lain menghalangi pencapaian tujuan atau harapan-harapannya.

B. Teori Konflik

1. Definisi Konflik

(35)

ada perbedaan tersebut, konflik tidak dapat dihindari dan selalu akan terjadi. yang dapat memuaskan aspirasi kedua belah pihak (Wirawan, 2010: 1-2).

Teori konflik yang sejalan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah konflik berdasarkan perbedaan kepentingan ekonomi. Konflik sangat melekat di masyarakat. Konflik itu sendiri tidak memandang status atau tatanan dalam lingkup sosial. Ekonomi sangat memicu terjadinya konflik yang terjadi di dalam masyarakat.

Konflik dapat terjadi hanya karena salah satu pihak memiliki aspirasi tinggi atau karena alternatif yang bersifat integratif dinilai sulit didapat. Ketika konflik semacam itu terjadi, maka ia akan semakin mendalam bila aspirasi sendiri atau aspirasi pihak lain bersifat kaku dan menetap (Dean G. Pruit, 2004; 27). Ketika terjadi suatu konflik dalam suatu masyarakat proses konsiliasi perlu di pertimbangkan jangan sampai terjadi kekerasan yang dapat merugikan salah satu pihak yang berkonflik.

(36)

Menurut Dahrendorf masyarakat mempunyai sisi ganda, konflik dan konsensus yang menjadi persyaratan satu sama lain. Tidak akan ada konflik kecuali ada konsensus. Konflik tidak akan lahir tanpa adanya konsensus sebelumnya. Konsep konsensus menurut teori konflik merupakan ketidakbebasan yang dipaksakan, bukan hasrat untuk stabil sebagaimana menurut teori fungsionalisme. Hal ini posisi sekelompok orang dalam struktur sosial menentukan otoritas terhadap kelompok lainnya (otoritas berada di dalam posisi). Kepentingan dikategorikan Dahrendorf menjadi kepentingan tersembunyi dan kepentingan nyata (Poloma; 2007: 49).

Dilain pihak, konflik dapat menciptakan konsensus dan integrasi. Oleh sebab itu, proses konflik sosial merupakkan kunci adanya struktur sosial. Dahrendrof berpendapat bahwa di dalam setiap asosiasi yang ditandai oleh pertentangan terdapat ketegangan diantara mereka yang ikut dalam struktur kekuasaan dan yang tunduk pada struktur itu (Poloma; 2007: 135-136). Kekuasaan memisahkan dengan tegas antara penguasa dan yang dikuasai, sehingga di dalam masyarakat terdapat dua pihak yang saling bertentangan karena adanya perbedaan kepentingan.

2. Jenis Konflik

(37)

konstruktif, dan konflik menurut bidang kehidupan (Wirawan, 2010: 55). Berbagai macam jenis konflik di atas yang sesuai dengan topik penelitian yang akan diteliti ini adalah konflik menurut bidang kehidupan. Jenis konflikmenurut bidang kehidupan ini tidak dapat berdiri sendiri, melainkan berkaitan dengan konflik sejumlah aspek kehidupan. Sebagai contoh, konflik sosial sering kali tidak hanya disebabkan oleh perbedaan suku, ras, kelas, atau kelompok sosial, tetapi sering kali disebabkan oleh kecemburuan ekonomi.

Konflik ekonomi terjadi karena perbutan sumber-sumber ekonomi yang terbatas. Konflik ekonomi misalnya terjadi dalam bentuk sengketa tanah pertanian antara anggota masyarakat dan perusahaan perkebunan, antara anggota masyarakat dan lembaga pemerintahan, atau antara anggota masyarakat lainnya. Konflik ekonomi bisa terjadi antara anggota masyarakat di suatu daerah dan anggota masyarakat di daerah lainnya mengenai hak wilayah ekonomi (Wirawan; 2010:55-69).

Konflik dapat dibedakan berdasarkan posisi pelaku konflik yang berkonflik, yaitu: 1) Konflik vertikal

Konflik yang terjadi antara elite dan massa (rakyat). Elit yang dimaksud adalah aparat militer, pusat pemerintah ataupun kelompok bisnis. Hal yang menonjol dalam konflik vertikal adalah terjadinya kekerasan yang biasa dilakukan oleh pemerintah terhadap rakyat.

2) Konflik horizontal

(38)

relative sederajat, tidak ada yang lebih tinggi dan rendah. (Wirawan; 2010: 116)

3. Faktor Penyebab Konflik

Konflik memiliki sebab yang melatarbelakangi adanya konflik atau pertentangan (Soekanto, 2006:91):

1) Perbedaan antara individu-individu

Perbedaan pendirian dan perasaan mungkin akan melahirkan bentrokan antara mereka.

2) Perbedaan kebudayaan

Perbedaan kepribadian dari orang perorangan tergantung pula dari pola-pola kebudayaan yang menjadi latar belakang pembentukan serta perkembangan kepribadian tersebut.

3) Perbedaan kepentingan

Perbedaan kepentingan antara individu maupun kelompok merupakan sumber lain dari pertentangan.

4) Perubahan sosial

Perubahan sosial yang berlangsung dengan cepat untuk sementara waktu dapat mengubah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.

(39)

1) Komunikasi

Salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti dan informasi yang tidak lengkap..

2) Struktur.

Pertarungan kekuasaan antara pemilik kepentingan atau sistem yang bertentangan, persaingan untuk merebutkan sumberdaya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok-kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.

3) Pribadi.

Ketidaksesuaian tujuan atau nilai-nilai sosial pribadi dengan perilaku yang diperankan mereka, dan perubahan dalam nilai-nilai persepsi. (Wirawan, 2010:59)

Konflik sering kali merupakan salah satu strategi para pemimpin untuk melakukan perubahan. Jika tidak dapat dilakukan secara damai, perubahan diupayakan dengan menciptakan konflik. Pemimpin menggunakan faktor-faktor yang dapat menimbulkan konflik untuk menggerakan perubahan. Akan tetapi, konflik dapat terjadi secara alami karena adanya kondisi obyektif yang dapat menimbulkan terjadinya konflik. Berikut ini adalah kondisi obyektif yang bisa menimbulkan konflik:

1) Tujuan yang berbeda dkemukakan oleh Hocker dan Wilmot, konflik terjadi karena pihak-pihak yang terlibat konflik mempunyai tujuan yang berbeda. 2) Komunikasi yang tidak baik, komuikasi yang tidak baik seringkali

(40)

bebas, dan penggunaan bahasa yang tidak dimengerti oleh pihak-pihak yang melakukan komunikasi.

3) Beragam karakteristik sosial, konflik dimasyarakat sering terjadi karena anggotanya mempunyai karakteristik yang beragam; suku, agama, dan ideologi. Karakteristk ini sering diikuti dengan pola hidup yang eksklusif satu sama lain yang sering menimbulkan konflik.

4) Pribadi orang, dalam hal ini konflik terjadi karena adanya sikap curiga dan berpikiran negatif kepada orang lain, egois, sombong, merasa selalu paling benar, kurang dapat mengendalikan emosinya, dan ingin menang sendiri. 5) Kebutuhan, orang yang memiliki kebutuhan yang berbeda satu sama lain atau

mempunyai kebutuhan yang sama mengenai sesuatu yang terbatas jumlahnya. Kebutuhan merupakan pendorong terjadinya perilaku manusia. Jika kebutuhan orang terhambat, maka bisa memicu terjadinya konflik (Wirawan, 2010: 7-13).

4. Tipe Konflik

Suatu konflik akan digambarkan persoalan-persoalan sikap, perilaku dan situasi yang ada. Tipe-tipe konflik terdiri atas tanpa konflik, konflik laten, konflik terbuka, dan konflik di permukaan:

1) Tanpa konflik, setiap kelompok atau masyarakat yang hidup damai itu lebih baik, jika mereka ingin agar keadaan ini terusberlangsung, mereka harus hidup bersemangat dan dinamis, memanfaatkan konflik perilaku dan tujuan, serta mengelola konflik secara kreatif.

(41)

3) Konflik terbuka, adalah yang berakar dari semangat nyata, dan memerlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai efeknya. 4) Konflik di permukaan, memiliki akar yang dangkal atau tidak berakar dan

muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai sasaran, yang dapat diatasi dengan meningkatkan komunikasi. (Wirawan, 2010: 6)

5. Akibat Konflik

Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh pertentangan atau konflik, antara lain: 1) Bertambahnya solidaritas/in-group

Apabila suatu kelompok bertentangan dengan kelompok lain, solidaritas antara warga-warga kelompok biasanya akan tambah erat.

2) Hancurnya atau retaknya kesatuan kelompok

Hal ini terjadi apabla timbul pertentangan antar golongan dalam suatu kelompok.

3) Adanya perubahan kepribadian individu

Ketika terjadi pertentangan, ada beberapa pribadi yang tahan dan tidak tahan terhadapnya. Mereka yang tidak tahan akan mengalami perubahan tekanan yang berujung tekanan mental.

4) Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia

Konflik yang berujung pada kekerasan maupun peperangan akan menimbulkan kerugian, baik secara materi maupun jiwa-raga manusia.

5) Akomodasi, dominasi, dan takluknya suatu pihak

(42)

6. Manajemen Konflik

Ketika menghadapi situasi konflik, orang berperilaku tertentu untuk menghadapi lawannya. Perilaku mereka membentuk satu pola atau beberapa pola tertentu. Pola perilaku orang orang dalam menghadapi situasi konflik disebut sebagai gaya manajemen konflik:

1) Koersi, yaitu suatu bentuk akomodasi yang terjadi melalui pemaksaan kehendak suatu pihak terhadap pihak lain yang lebih lemah. Misalnya, sistem pemerintahan totalitarian.

2) Kompromi, yaitu suatu bentuk akomodasi ketika pihak-pihak yang terlibat perselisihan saling mengurangi tuntutan agar tercapai suatu penyelesaian. Misalnya, perjanjian genjatan senjata antara dua negara.

3) Arbitrasi, yaitu terjadi apabila pihak-pihak yang berselisih tidak sanggup mencapai kompromi sendiri. Misalnya, penyelesaian pertentangan antara karyawan dan pengusaha dengan serikat buruh, serta Departemen Tenaga Kerja sebagai pihak ketiga.

4) Mediasi, seperti arbitrasi namun pihak ketiga hanya penengah atau juru damai. Misalnya, mediasi pemerintah RI untuk mendamaikan fraksi-fraksi yang berselisih di Kamboja.

5) Konsiliasi, merupakan upaya mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama. Misalnya, panitia tetap menyelesaikan masalah ketenagakerjaan mengundang perusahaan dan wakil karyawan untuk menyelesaikan pemogokan.

(43)

7) Stalemate, terjadi ketika kelompok yang terlibat pertentangan mempunyai kekuatan seimbang. Kemudian keduanya sadar untuk mengakhiri pertentangan. Misalnya, persaingan antara Blok Barat dan Blok Timur.

8) Ajudikasi, yaitu penyelesaian masalah melalui pengadilan. Misalnya, persengketaan tanah warisan keluarga yang diselesaikan di pengadilan (Soekanto, 2010: 84).

C. Pembagian Kekuasaan (separation of power)

Pembagian kekuasaan adalah maslah yang selalu dihubungkan dengan ajaran moetesquieu yang terkenal dengan sebutan Trias Politika. Walaupun pada kenyataannya ajaran Moentesquieu sulit dilaksanakan, namun ajarannya itu mengikat kepada kita, bahwa kekuasaan negara itu harus dicegah jangan sampai berda didalam satu tangan, karena dengan demikian akan timbul kekuasaan yang sewenang-wenag. Oleh sebab itukekuasaan negara harus dibagi-bagi dan dipisahkan satu sama lain dalam tiga macam kekuasaan yang lazim disebut sebagai kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, kekuasaan yudikatif, dengan pengertian, bahwa untuk melaksanakan kekuasaan-kekuasaan tersebut perlu dibentuk badan-badan tertentu terpisah satu sama lain, sehingga dengan demikian tidak ada campur tangan antara badan-badan itu dalam melaksanakan kekuasaannya masing-masing (Koesnardi, 1978:30).

(44)

ajaran Trias Political itu terdapat suasana checks end balance di mana di dalam hubungan antarlembaga negara itu terdapat saling menguji karena masing-masing lembaga tidak boleh melampai batas kekuasaanyang sudah ditentukan atau masing-masing lembaga tidak mau dicampuri kekuasaannya sehingga antar lembaga itu terdapat sutau perimbangan kekuasaan.

Namun dalam sebuah praktek ketatanegaraan tidak jarang terjadi pemusatan kekuasaan pada satu tangan, sehingga terjadi pengelolaan sistem pemerintahan yang dilakukan secara absolut atau otoriter, sebut saja misalnya seperti dalam bentuk monarki dimana kekuasaan berada ditangan seorang raja. Maka untuk menghindari hal tersebut perlu adanya pembagian/pemisahan kekuasaan, sehingga terjadi kontrol dan keseimbangan diantara lembaga pemegang kekuasaan.

(45)

Seperti yang di terangakan diatas secara visual nampaklah bahwa kekuasaan dapat dibagi dengan dua cara:

a. Secara vertikal, yaitu pembagian kekuasaan menurut tingkatanya dan dalam hal ini yang dimaksud ialah pembagian kekuasaan antra beberapa tingkat pemerintah. Carl J. Friedrich memakai istilah pembagian kekuasaan secara teritorial (territorial division of power). Pembagian kekuasaan ini dengan jelas dapat kita saksikan kalau kita bandingkan antara negara kesatuan, negara federal, serta konfederasi.

b. Secara horizontal, yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya secara horizontal. Pembagian ini menunjukkan pembedaan antara fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifat legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang lebih dikenal sebagai trias politika atau pemabagian kekuasaan (division of power). (Budiardjo, 2008: 267).

Pembagian kekusaan menurut tingkatnya dapat dinamakan pembagian kekuasaan secara vertikal, yaitu pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan atau dapat juga dinamakan pembagian kekuasaan secara teritorial, misalnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam satu negara kesatuan atau antara pemerintah federal dan pemerintah negara bagian suatu negara federal. Pembagian kekusaan semacam ini terutama banyak menyangkut persoalan federalisme.

(46)

diselenggarakan secara minimal (yaitu dalam suatu konfederasi) atau dapat pula diselenggarakan secara maksimal (yaitu dalam suatu negara kesatuan).

Pembagian kekusaan secara horizontal, seperti di muka sudah disinggung, adalah pembagian kekusaan menurut fungsinya dan iniada hubungannya dengan doktrin Trias Politik. Trias Politika adalah anggapan bahwa kekuasaan negara terdiri atas tiga macam kekusaan: Pertama, kekuasaan legislatif atau kekuasaan membuat undang-undang (dalam peristilahan baru sering disebut rule making function); kedua, kekuasaan eksekutif atau kekuasaan melaksanakan undang-undang (dalam peristilahan baru sering disebut rule application function); ketiga, kekuasaan yudikatif atau kekuasaan mengadili atas pelanggaran undang-undang (dalam peristilahan baru sering disebut rule adjudication function). Trias Politika adalah suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan (functions) ini sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah penyalagunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Dengan demikian hak-hak asasi warga negara lebih terjamin (Budiardjo, 2008: 281).

D. Tinjauan Tentang Kepala Desa

1. Pengertian Kepala Desa

(47)

perangkat desa yang telah dibentuk oleh kepala desa untuk membantu menjalankan tugas-tugas Kepala Desa.

Menurut Sutardjo Kartohadikusumo (dalam Saparin 1985 : 30), pimpinan yang berwenang dalam pemerintahan desa ialah Kepala Desa atau dengan istilah adat dengan sebutan Lurah, Kuwu, Bekel, Petinggi (Jawa Tengah), Mandor, Lembur, Kekolot (Jawa Barat dan Banten), Kejuron, Pengulu Suku, Keucik, Pentua (Gayo, Alas, Aceh), Pengulu Adiko (Sumatera Barat), Penyimbang, Kepala Marga (Sumatera Selatan), Orang Kaya, Kepala Desa (Hitu, Ambon), Raja Penusunan (sekitar Danau Toba), Kesair Pengulu (Karo Batak), Parek, Klain, Marsaoleh (Gorontalo), Komelaho (Kalimantan Selatan).

Menurut Yumiko dan Prijono (2012 : 83) pada dasarnya pemimpin-pemimpin desa terdiri dari :

a. Pemimpin formal yaitu kepala desa dengan pamongnya.

b. Pemimpin infolmal yang terdiridari para alim ulama atau pemuka agama, para tetua desa atau seringkali disebut pemuka desa/pemipin adat, dan tokoh-tokoh partai politik yang saat ini tidak begitu berfungsi lagi karena usaha golkarisasi sejak menjelang pemilu 1971.

(48)

Kepala Desa dipilih langsung melalui Pemilihan Kepala Desa oleh penduduk desa setempat. Seseorang yang akan mencalonkan diri sebagai Kepala Desa harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam PP Nomor 72 tahun 2005 Pasal 44, sebagai berikut:

a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

b. Setia kepada Pacasila sebagai dasar negara, UUD 1945 dan kepada NKRI, serta Pemerintah.

c. Berpendidikan paling rendah SLTP atau sederajat. d. Berusia paling rendah 25 tahun.

e. Bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa. f. Penduduk desa setempat.

g. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan hukuman paling singkat 5 tahun.

h. Tidak dicabut hak pilihnya.

i. Belum pernah menjabat Kepala Desa paling lama 10 tahun dan atau 2 kali masa jabatan.

j. Memenuhi syarat lain yang diatur Perda Kab/Kota.

2. Tugas dan Wewenang Kepala Desa

(49)

pembentukan lembaga kemasyarakatan, pembentukan Badan Usaha Milik Desa, dan kerjasama antar desa.

Pada tugas menyelenggarakan urusan pembangunan antara lain pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan sarana dan prasarana fasilitas umum desa seperti jalan desa, jembatan desa, irigasi desa, pasar desa. Sedangkan pada tugas menyelenggarakan urusan kemasyarakatan meliliputi pemberdayaan masyarakat melalui pembinaan kehidupan sosial budaya masyarakat seperti bidang kesehatan, pendidikan, serta adat istiadat.

Untuk melaksanakan tugas-tugas Kepala Desa di atas, maka Kepala Desa juga mempunyai wewenang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 Pasal 14 ayat (2), yaitu :

a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa.

b. Mengajukan rancangan peraturan desa.

c. Menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersamaBPD. d. Menyususn dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APB-Desa

untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD. e. Membina kehidupan masyarakat desa. f. Membina perekonomian desa.

(50)

h. Mewakili di desanya di dalam dan diluar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

i. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3. Kewajiban Kepala Desa

Tugas dan wewenang kepala desa seperti yang telah dijabarkan di atas, maka kepala desa juga mempunyai kewajiban sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 Pasal 15 ayat (1) yaitu :

a. Memegang teguh dan mengamalkan pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat

c. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat. d. Melaksanakan kehidupan demokrasi.

e. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme.

f. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintahan desa. g. Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan. h. Menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik.

(51)

k. Mendamaikan perselisihan masyarakat di desa. l. Mengembangkan pendapatan masyarakat dan desa.

m. Membina, mengayomi dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat.

n. Memberdayakan masyarakat dan kelembagaan di desa.

o. Mengembangka potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup.

Selain itu Kepala Desa mempunyai kewajiban untuk memberikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Bupati atau Wali Kota, memberikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban kepada BPD, dan menginformasikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada masyarakat.

4. Larangan Bagi Kepala Desa

Kepala Desa juga mempunyai larangan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 Pasal 16 yaitu :

a. Menjadi pengurus partai politik.

b. Merangkap jabatan sebagai ketua dan atau anggota BPD, dan lembaga kemasyarakatan di desa bersangkutan.

c. Merangkat jabatan sebagai anggota DPRD.

d. Terlibat dalam kampanye pemilihan umum, pemilihan presiden, dan pemilihan kepala daerah.

(52)

f. Melakukan kolusi, korupsi, dan nepotisme, menerima uang, barang, dan atau jasadari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya.

g. Menyalahgunakan wewenang.

h. Melanggar sumpah atau janji jabatan.

Kepala Desa dapat berhenti atau diberhentikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 Pasal 17 yaitu :

a. Meninggal dunia. b. Permintaan sendiri. c. Diberhentikan.

Seorang kepala desa diberhentikan dari jabatannya sebagai kepaladesa dikarenakan :

a. Berakhinya masa jabatan dan telah dilantiknya pejabat baru yang akan menggantikannya sebagai kepala desa.

b. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan.

(53)

Pemberhentian Kepala Desa seperti hal yang telah dijeaskan di atas diusulkan oleh pimpinan BPD kepada Bupati atau Wali Kota melalui Camat berdasarkan keputusan musyawarah BPD yang dihadiri oleh minimal 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota BPD. Pengesahan pemberhentian Kepala Desa ditetapkan dengan keputusan Bupati atau Walikota paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak usulan dari BPD yang melalui Camat diterima oleh Bupati atau Walikota, dan selanjutnya Bupati atau Walikota mengangkat pejabat Kepala Desa yang tata caranya di atur melalui Peraturan Daerah atau Kota.

E. Tinjaun Tentang Badan Permusyawaratan Desa

Badan Permusyawaratan Desa atau disingkat dengan BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 (enam) tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

(54)

menyerap, menampung, menghimpun dan menindak lanjut aspirasi masyarakat; memproses pemilihan kepala desa; mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan. Menghormati nilai-nilai sosial buadaya dan adat istiadat masyarakat setempat dan menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan.

Badan Permusyaratan Desa (BPD) berfungsi menetapkan peraturan desabersamaKepala Desa untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarkat.Pimpinan dan Anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa. Pasal 34 PP No. 72 Tahun 2005 disebutkan bahwa BPDberfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampungdan menyalurkan aspirasi masyarakat dan disamping itu BPD mempunyai fungsi mengawasi pelaksanaan peraturan desa dalam rangka pemantapan pelaksanaan kinerja pemerintah Desa.

Pasal 35 PP No. 72 Tahun 2005, di jelaskan BPD mempunyaiwewenang: a. Membahas rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa

b. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan c. Desa dan Peraturan Kepala Desa.

d. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa e. Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa

f. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan, dan menyalurkan aspirasi masyarakat dan menyusun tata tertib BPD

(55)

b. Mengajukan pertanyaan

c. Menyampaikan usul dan pendapat d. Memilih dan dipilih

e. Memperoleh tunjangan

BPD mempunyai peran normative sebagai alat kontrol pemerintah desa. Akan tetapi, dalam konteks good governance, pendekatan kemitraan (partnership) lebih relevan ketimbang pendekatan konfrontatif, yang memungkinkan terjadi kesejajaran antara pemerintah desa dan BPD tanpa harus mengurangi makna kontrol BPD.Sebagai unsur penyelenggara pemerintah desa, BPD juga memiliki posisi dan peranan yang sangat penting dalam menjawab kebutuhan masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat desa setempat. Peran BPD sangat besar dalam mempercepat keberhasilan pembangunan desa dan melaksanakan pembangunan desa.

Selain harus memahami dan mampu melaksanakan kedudukan, fungsi, wewenang, hak dan kewajiban sesuai ketentuan yang berlaku, maka setiap anggota BPD juga harus benar-benar mampu untuk menjadikan lembaga tersebut sebagai saluran aspirasi masyarakat kepada pemerintah desa, mampu membaca kepentingan-kepentingan masyarakat, serta mampu bertanggungjawab atas aspirasi masyarakat. Sehingga pemerintahan desa dapat berjalan sesuai dengan harapan masyarakat desa.

(56)

Pembangunan adalah perubahan yang dilakukan secara terencana dan menyeluruh yang dilakukan oleh negara-bangsa dalam rangka memperoleh kemajuan untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan. Rencana pembangunan desa pada dasarnya merupakan pedoman bagi pemerintah desa dalam menyelenggarakan pemerintahan desa, dan menjadi satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan daerah kabupaten atau kota. Mengingat akan pentingnya kedudukan rencana pembangunan desa tersebut, maka proses penyusunan perencanaan pembangunan desa tersebut harus dilaksanakan secara demokratis dan partisipatif dengan melibatkan seluruhstakeholdersdesa.

Menurut Kuncoro (2004:3), pembangunan adalah suatu proses yangkompleks dan penuh ketidakpastian yang tidak dapat dengan mudah dikendalikan dandirencanakan dari pusat. Karena itu dengan penuh keyakinan para pelopor desentralisasi mengajukan sederet panjang alasan dan argumen tentang pentingnya desentralisasi dalam pembangunan.

Menurut Siagian (2003:4), pembangunan adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan secara berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju moderenitas dalam rangka pembinaan bangsa. Lebih jauh lagi dia menyatakan bahwa pembangunan mengandung aspek yang sangat luas salah satunya mencakup pembangunan di bidang politik.

(57)

1. Pembangunan berarti membangkitkan kemauan optimal manusia baik dan kesejahteraan (Equity)

2. Menaruh kepercayaan kepada masyarakat untuk membangun dirinya sendiri sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Kepercayaan ini dinyatakan dalam bentuk kesempatan yang sama kebebasan memilih dan kekuasaan untuk memutuskan (Empowermwnt)

3. Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan untuk membangun secara mandiri (Sustainability)

4. Pembangunan berarti mengurangi ketergantungan negara yangsatu dengan yang lainnyadan menciptakan hubungan yangsalingmenggantungkandan saling menghormati (Interdependece)

Sedangkan menurut Nugroho (2003:24) inti dari pembangunan pada dasarnya adalah pergerakan ekonomi rakyat. Ada pepatah mengatakan bahwa negara dalam kondisi paling berbahaya jika rakyatnya miskin. Kemiskinan mempunyai pengaruh paling buruk kepada setiap sisi kehidupan manusia. Oleh karena itu, tugas pembangunan adalah menanggunglangi kemiskinan. Dengan pemahaman ini dapat dikatakan bahwa inti pembangunan adalah menggerakan ekonomi agar rakyat mempunyai kemampuan untuk tidak berada dalam kemiskinan. Dalam bahasa politis disebut sebagai ”menggerakan ekonomi rakyat”.

(58)

kearah terbentuknya daya saing ekonomi. Secara khusus prioritas bagi sektor ekonomi adalah membangun daya saing pelaku ekonomi baik secara sektoral maupun secara regional.

Daya dukung ideologi, politik dan hukum adalah implementasi kebijakan otonomi daerah yang taat asas dan penegakkan hukum yang konsisten. Daya dukung di bidang sosial budaya adalah membangun paradigma pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa. Tentu saja kesemuanya tidak akan terjadi jika tidak didukung keamanan dan ketertiban yang mantap. Dengan melihat kondisi tersebut, maka strategi untuk pelaku ekonomi/usaha adalah mewajibkan implementasigood cooperate governance, dan untuk sektor bukan ekonomi bisnis dengan mewajibkan implementasigood governance.

Visi dari pembangunan adalah terwujudnya masyarakat yang maju, mandiri, sejatera, adil, dan setia kepada pancasila dan UUD 1945. Visi ini mempunyai jangka waktu tak terbatas, karena sifat dari ”kemajuan” bersifat tergantung dengan waktu. Oleh karena itu, dapat pula disusun visi lima tahunan, dan disesuaikan dengan tantangan dan kebutuhan yang harus dijangkau dalam lima tahun kedepan.

(59)

disempurnakan lagi dengan mencermati kondisi objektif dalam masyarakat yaitu adanya kesenjangan sebagai tantangan pembangunan.

Fokus dari misi pembangunan ini adalah menanggulangi kesenjangan sosial, mempersiapkan kompetisi global, dan menjaga kesinambungan hidup bangsa dengan pola pembangunan untuk rakyat, dilaksanakan oleh rakyat sesuai aspirasi yang tumbuh dari rakyat.Keberhasilan Pembangunan desa juga merupakan wujud adanya efektifitas dan kemampuan serta etos kerja kepala desa dan aparatur pemerintah desa.

Banyak realitas di desa seorang kepala desa tidak memiliki orientasi yang maju dalam menjalankan pemrintahan desa.Hal ini banyak disebabkan banyak pemerintah desa tidak memiliki visi dan misi serta rencana yang kurang strategisuntuk menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan pada masyarakat desa dari sosial ekonomi, politik dan fisik.

Pembangunan desa adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahtraan masyarakat yang nyata baik dalam asspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan usaha, akses terhadap pengambilan keputusan, pembangunan fisik desa, maupun indeks pembangunan manusia.

(60)

Pemerintah Desa) selanjutnya ditetapkan dalam APBDES. Dalam pelaksanaan pembangunan kepala desa dibantu oleh perangkat desa dan dapat dibantu oleh lembaga kemasyarakatan desa.

Konsep pembangunan desa menjelaskan pembangunan masyarakat adalah suatu gerakan untuk memajukan suatu kehiduapan yang lebih baik bagi seluruh masyarakat, dengan partisipasi aktif, bahkan jika mungkin dengan swakarsa (inisiatif) masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu bagaimana menggugah dan menumbuh kembangkan partisipasi sangatlah diperlukan untuk proses pembangunan masyarakat itu sendiri (DEPDAGRI).

G. Tinjauan Tentang Desa

Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan negara Republik Indonesia. Pengertian desa dari sudut pandang sosial budaya dapat diartikan sebagai komunitas dalam kesatuan geografis tertentu agar mereka saling mengenal dengan baik dengan corak kehidupan yang relatif homogen dan banyak bergantung secara langsung kepada alam.

(61)

mata ini, desa dipahami sebagai organisasi pemerintahan atau organisasi kekuasaan yang secara politis mempunyai wewenang tertentu dalam struktur pemerintah negara. (Juliantara, 2000:18).

Desa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dibentuk dalam sistem pemerintah nasional dan berada di kabupaten atau kota, sebagaimana dimaksud dalam UU 1945. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, dan pemberdayaan masyarakat.

Pengertian desa secara umum menurut Daldjoeni (2003: 53) adalah pemukiman manusia yang letaknya diluar kota dan penduduknya berjiwa agraris. Desa dalam arti administaratif menurutKartohadikusumo dalam Daldjoeni (2003: 54) yaitu desa dijelaskan sebagai suatu kesatuan hukum yang mana tempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.

Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sisial budaya masyarakat setempat, dan pembentukan desa sebagai mana yang dimaksud harus memenuhi syarat:

a. Jumlah penduduk b. Luas wilayah

(62)

e. Sarana dan prasarana pemerintahan.

H. Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang berkaitan dengan fenomenologi dan fokus masalah penelitian yakni mengenai harmonisasi Kepala Desa dan BPD yang dijadikan sebagai bahan literatur dalam penelitian ini, yakni sebagai berikut: 1. Komunikasi Dan Koordinasi Yang Sinergi Antara Pemerintah Desa Dan BPD

Dalam Pembuatan Peraturan Desa, oleh Paulina Dwijayanti (2013).

Penulisan ini mendeskripsikan komunikasi dan koordinasi antara Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam pembuatan Peraturan Desa untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di Desa Benuang, Kecamatan Toho, Kabupaten Pontianak. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis hubungan yang sinergi yaitu komunikasi dan koordinasi antara Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam pembuatan peraturan desa di Desa Benuang. Lokasi Penelitian di Desa Benuang Kecamatan Toho Kabupaten Pontianak.

(63)

pemerintah desa dan BPD sering berjalan masing-masing. Kepala desa penyelenggaraan pemerintahan memegang kekuasaan penuh dan mengabaikan keberadaan BPD sebagi mitra yang menyebabkan BPD sering merasa mereka tidak dihargai.

2. Kemitraan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dengan Kepala Desa Dalam Penyusunan Peraturan Desa (Studi Kasus di Desa Bakalanpule Kecamatan Tikung Kabupaten Lamongan), Oleh Farisia Dwi Puspitarini (2012).

Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan dan menganalisismengenai mekanisme penyusunan Peraturan Desa di Desa Bakalanpule, kemitraan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dengan Kepala Desa di Desa Bakalanpule dalam penyusunan Peraturan Desa dan Hasil Peraturan Desa Tahun 2012 yang telah disusun dan ditetapkan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam kemitraannya dengan Kepala Desa. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dengan wawancara, penga-matan, dan dokumentasi. Analisis data dengan menggunakan model interaktif.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Dalam penyusunan peraturan desa yang dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dengan Kepala Desa Bakalanpule, proses penyusunannya menggunakan mekanisme yang benar dan semua tahap dilalui dengan baik. Yakni tahap pertama adalah : a. Persiapan penyusunan Peraturan Desa, yang terdiri dari tahap perencanaan

(64)

b. Proses penyusunan Peraturan Desa, melalui tahap proses perumusan pembahasan dan teknik penyusunan peraturan desa serta pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan peraturan desa. Adanya kemitraan yang dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa dalam penyusunan peraturan desa yang sangat diperlukan dalam proses penyusunan dan pengesahan peraturan desa agar apa yang menjadi keinginan masyarakat dapat terpenuhi dan tersalurkan. Kemitraan ini terjalin dengan baik karena Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Kepala Desa Bakalanpule menjalankan tugas dan wewenang masing-masing dengan baik.

I. Kerangka Pikir

Sebagai salah satu lembaga perwakilan masyarakat BPD mempunyai peran normative. Perannya sebagai alat control pemerintah desa. Akan tetapi, dalam konteks good governancem pendekatan kemitraan (partnership) lebih relevan ketimbang pendekatan konfrontatif yang memungkinkan terjadi ksejajaran antara pemerintah desa dan BPD tanpa harus mengurangi makna control BPD. Sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa peran BPD memiliki posisi yang strategis dalam menjawab kebutuhan masyarakat sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat desa setempat. Perannya sangat besar dalammempercepat keberhasilan pembangunan desa. Terlebih dalam melaksanakan otonomi desa.

(65)

masyarakat kepada pemerintah desa. Sehingga pemerintahan desa dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan masyarakat desa.Setiap anggota BPD juga harus mampu membaca kepentingan-kepentingan masyarakatnya. Menyalurkan aspirasi serta menjembatani apa yang menjadi kebutuhan masyarakat desa.

Kepala desa juga memilik tanggungjawab dalam pembangunan di desa sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) PP No 72 tahun 2005 ditegaskan bahwa Kepala Desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Kegiatan pembangunan direncanakan dalam forum Musrenbangdes, hasil musyawarah tersebut ditetapkan dalam RKPDes (Rencana Kerja Pemerintah Desa) selanjutnya ditetapkan dalam APBDes. Dalam pelaksanaan pembangunan kepala desa dibantu oleh perangkat desa dan dapat dibantu oleh lembaga kemasyarakatan di desa.

Konsep pembangunan desa atau pembangunan masyarakat adalah suatu gerakan untuk memajukan suatu kehiduapan yang lebih baik bagi seluruh masyarakat dengan partisipasi aktif bahkan jika memungkinkan dengan swakarsa (inisiatif) masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, bagaimana menggugah dan menumbuh kembangkan partisipasi masyarakat sangatlah diperlukan untuk proses pembangunan masyarakat itu sendiri (DEPDAGRI).

(66)

hubungan BPD dengan Kepala Desa dalam Penyelenggaraan Pembangunan Fisik Desa, berikut ini adalah gambar bagan kerangka pikir dari penelitian ini :

Gambar 1. Kerangka Pikir Hubungan Badan Eksektif dan

Legislatif

Tugas Pokok dan Fungsi Pemerintah Desa

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Kepala Desa Badan Permusyawaratan

Desa

(67)

A. Tipe Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis Hubungan Kemitraan Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Penyelenggaraan Pembangunan Fisik Desa Sripendowo Kecamatan Sri Bhawono Kabupaten Lampung Timur, maka penulis menggunakan tipe penelitian kualitatif deskriptif. Moleong (2006 : 5) menyatakan bahwa : Metode kualitatif digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama menyesuaikan metode kualitatif dengan kenyataan ganda. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden. Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

(68)

Berdasarkan pendapat tersebut, maka tipe penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan bagaimana sifat serta hubungan antara fenomena sosial tertentu. Tidak terlepas dari pokok permasalahan dalam penelitian, maka tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mendeskripsikan bagaimana Hubungan Kemitraan Kepala Desa Dan Badan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Penyelenggaraan Pembangunan Fisik Desa Sripendowo Kecamatan Sri Bhawono Kabupaten Lampung Timur.

B. Fokus Penelitian

Penelitian kualitatif hal yang harus diperhatikan adalah masalah dan fokus penelitian. Fokus penelitian ini memegang peranan yang sangat penting dalam memandu dan mengarahkan jalannya suatu penelitian. Fokus penelitian sangat membantu peneliti agar tidak terjebak oleh melimpahnya volume data yang masuk, termasuk juga yang tidak berkaitan dengan masalah penelitian. Fokus memberikan batas dalam studi dan batasan dalam pengumpulan data, sehingga pembatasan peneliti akan fokus memahami masalah yang menjadi tujuan penelitian.

Pada penelitian ini penulis memfokuskan pada Hubungan Kemitraan Kepala Desa Dan Badan Permusyawaratan Desa. Untuk mengadakan studi ini penelitian memakai beberapa kriteria sebagai berikut:

(69)

C. Lokasi Penelitian

Pemilihan dan penetapan lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan dan orientasi yang diharapkan tidak mengurangi upaya memperoleh gambaran umum yang mungkin terjadi di dalam cakupan populasi atau wilayah yang lebih luas. Penelitian ini dilakukan di Desa Sripendowo Kecamatan Sri Bhawono Kabupaten Lampung Timur. Lokasi ini dipilih menjadi lokasi penelitian di karenakan pada Desa Sripendowo merupakan desa yang memerlukan perbaikan dalam pembangunan desa yang lebih layak karena proses pembangunan di desa tersebut masih sangat minim. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di desa tersebut.

D. Sumber Data

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini dilihat dari karakteristik sumbernya, terbagi ke dalam :

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dengan cara menggali secara langsung dari narasumber yang merupakan hasil dari teknik pengumpulan data melalui wawancara dengan menggunakan panduan wawancara. Dalam penelitian ini yang dimaksud data primer ialah data dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD) desa Sripendowo dan Kepala Desa Sripendowo.

2. Data Sekunder

(70)

dokumen-dokumen lain yang mendukung dalam penelitian. Data sekunder ini merupakan data yang diperlukan untuk melengkapi informasi yang diperoleh dari data primer.

E. Informan Penelitian

Sumber data merupakan hal yang sangat penting untuk mendapatkan hasil penelitian. Sumber data yang diperoleh dari penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang baru diperoleh melalui wawancara dengan penentuan informan berdasarkan teknik purposive sampling dimana penentuan informan sudah ditentukan terlebih dahulu sebelum melakukan penelitian berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu.

Menurut Sugiyono (2011:218) purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini misalnya orang yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti untuk memperoleh data. Sanafiah Faisal (dalam Sugiyono, 2011:221) mengemukakan bahwa, situasi sosial untuk sampel awal sangat disarankan suatu situasi sosial yang didalamnya menjadi semacam muara dari banyak domain lainnya. Selanjutnya dinyatakan bahwa, sampel sebagai sumber data atau sebagai informan sebaiknya yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pikir
Tabel 1. Luas Lahan menurut Peruntukkan di Desa Sripendowo
Tabel 2. Jumlah Penduduk Desa Sripendowo
Tabel 3. Prasarana Perhubungan Desa Sripendowo
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pada kondisi seperti ini, ms tidak bisa lagi melakukan panggilan karena level daya sudah dibawah batas minimum (threshold) sehingga bila dilakukan panggilan, maka

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menguji sosialisasi peraturan perpajakan dan sanksi perpajakan berpngaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.. Populasi dlam penelitian ini

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan analisis SEM untuk menguji pengaruh kualitas produk dan harga terhadap kepuasan pelanggan dalam meningkatkan loyalitas

Dengan menggunakan metode Servqual kita bisa mengetahui performansi atribut pelayanan yang dihasilkan dengan perhitungan gap score, dimana gap score yang

Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian bahwa kadar hormon prolaktin ibu postpar- tum yang diberikan intervensi lebih besar nilainya dibandingkan pada ibu postpartum pada

Pada gambar 75 dapat dilihat bahwa, jika pembuat kebijakan memperlakukan pajak karbon terhadap sumber energi dengan skenario optimal dengan pengurangan emisi sebesar 5%, 10% dan

103 penelitian lanjutan dapat dilaksanakan dengan desain studi kohort prospektif, yaitu dengan mengikuti dan mengukur tingkat stres responden dari awal masuk FK

Sedangkan menurut kepentingannya kompetensi SDM adalah menguasai bahasa inggris atau bahasa lain yang relevan, memahami negara mitra, ahli dibidang perjanjian