• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) TERHADAP PENGUNGKAPAN SUSTAINABILITY REPORT (SR) (Studi Empiris pada Perusahaan Pertambangan yang Listed di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2008 – 2012)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) TERHADAP PENGUNGKAPAN SUSTAINABILITY REPORT (SR) (Studi Empiris pada Perusahaan Pertambangan yang Listed di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2008 – 2012)"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRACT

PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) TERHADAP PENGUNGKAPAN

SUSTAINABILITY REPORT (SR)

(Studi Empiris pada Perusahaan Pertambangan yang Listed di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2008 – 2012)

By

Siska Anggraini

This study aimed to analyze the effect of firm characteristics (activity, leverage, liquidity, profitability and company size), and the practice of good corporate governance (size of the audit committee, members of independent commisioners ratio and the frequency of meeting of the board of commisioners) toward disclosure of sustainability report.

This study used secondary data, the population of the entire mining companies listed on the Indonesia Stock Exchange (IDX) in 2008-2012. The company became the sample based on the purposive sampling method chosen with some spesific criteria. After the data are collected and then carried out the data analysis using logistic regression analysis.

Based on the results of the analysis carried out show that variable profitability, company size, members of independent commisioners ratio and the frequency of meeting of the board of commisioners influence the disclosure of sustainability report. While the variable of activity, leverage, liquidity and size of the audit committee not influence the disclosure of sustainability report.

(3)

ABSTRAK

PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) TERHADAP PENGUNGKAPAN SUSTAINABILITY

REPORT (SR)

(Studi Empiris pada Perusahaan Pertambangan yang Listed di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2008 – 2012)

Oleh Siska Anggraini

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik perusahaan (aktivitas, leverage, likuiditas, profitabilitas, dan ukuran perusahaan), dan praktik good corporate governance (ukuran komite audit, rasio anggota komisaris independen dan frekuensi rapat dewan komisaris) terhadap pengungkapan sustainability report.

Penelitian ini menggunakan data sekunder, populasinya yaitu seluruh perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2008-2012. Perusahaan yang menjadi sampel dipilih berdasarkan metode purposive sampling dengan beberapa kriteria tertentu. Dan setelah data terkumpul maka dilakukan analisis data menggunakan analisis regresi logistik.

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa variabel profitabilitas, ukuran perusahaan, rasio anggota komisaris independen dan frekuensi rapat dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan sustainability report. Sedangkan variabel aktivitas, leverage, likuiditas serta ukuran komite audit tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sustainability report.

(4)
(5)
(6)
(7)

Halaman DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 6

2.1.1 Teori Stakeholder ... 6

2.1.2 Agency Theory ... 7

2.1.3 Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report) ... 8

2.1.4 Aktivitas ... 11

2.1.5 Leverage ... 12

2.1.6 Likuiditas ... 12

2.1.7 Profitabilitas ... 13

2.1.8 Ukuran Perusahaan ... 13

2.1.9 Ukuran Komite Audit ... 14

2.1.10 Rasio Anggota Komite Independen ... 15

(8)

2.2. Hipotesis ... 17

2 .2.1 Pengaruh Aktivitas terhadap pengungkapan SR ... 17

2.2.2 Pengaruh Leverage terhadap pengungkapan SR ... 18

2.2.3 Pengaruh Likuiditas terhadap pengungkapan SR ... 19

2.2.4 Pengaruh Profitabilitas terhadap pengungkapan SR ... 20

2.2.5 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap pengungkapan SR . 21

2.2.6 Pengaruh Ukuran Komite Audit terhadap pengungkapan SR ... 22

2.2.7 Pengaruh Rasio Anggota Komite Independen terhadap pengungkapan SR ... 23

2.2.8 Pengaruh Frekuensi Rapat Dewan Komisaris terhadap pengungkapan SR ... 25

2.3. Kerangka Teoritis ... 26

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Sumber Data ... 27

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 27

3.3. Operasional Variabel Penelitian ... 28

3.3.1 Variabel Dependen ... 28

3.3.2 Variabel Independen ... 29

3.4. Metode Analisis Data ... 33

3.4.1 Statistik Deskriptif ... 33

3.4.2 Analisis Regresi Logistik ... 33

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 37

4.1.1 Data dan Sampel ... 37

4.1.2 Analisis Statistik Deskriptif ... 39

4.2. Pengujian Kelayakan Model ... 40

(9)

4.3. Pengujian Hipotesis ... 44

4.4. Uji Hipotesis ... 46

4.4.1 Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Aktivitas terhadap Pengungkapan SR ... 46

4.4.2 Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Leverage terhadap Pengungkapan SR ... 47

4.4.3 Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Likuiditas terhadap Pengungkapan SR ... 48

4.4.4 Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Profitabilitas terhadap Pengungkapan SR ... 48

4.4.5 Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap . Pengungkapan SR ... 49

4.4.6 Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Ukuran Komite Audit terhadap Pengungkapan SR ... 50

4.4.7 Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Rasio Anggota Komite Independen terhadap Pengungkapan SR ... 50

4.4.8 Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Frekuensi Rapat Dewan Komisaris terhadap Pengungkapan SR ... 51

4.5. Pembahasan ... 52

4.5.1 Aktivitas terhadap pengungkapan SR ... 53

4.5.2 Leverage terhadap pengungkapan SR ... 54

4.5.3 Likuiditas terhadap pengungkapan SR ... 55

4.5.4 Profitabilitas terhadap pengungkapan SR ... 56

4.5.5 Ukuran Perusahaan terhadap pengungkapan SR ... 57

4.5.6 Ukuran Komite Audit terhadap pengungkapan SR ... 58

4.5.7 Rasio Anggota Komite Independen terhadap pengungkapan SR ... 59

(10)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 62

5.2. Keterbatasan Penelitian dan Saran ... 63

5.3.1 Keterbatasan Penelitian ... 63

5.3. 2 Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA

(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pelaporan merupakan komponen penting dalam setiap kegiatan, baik sebagai

media pengungkapan (disclosure) maupun perangkat evaluasi dan monitoring

bagi perusahaan terbuka. Termasuk diantaranya yang akan menjadi wilayah

publik, berupa laporan keuangan, laporan CSR (Corporate Social Responsibility / Tanggung Jawab Sosial Perusahaan) ataupun laporan berkelanjutan (sustainability report) yang menjadi penilaian awal atas kredibilitas suatu perusahaan (Armin,

2011). Perusahaan dituntut untuk tidak hanya memberikan kontribusi terhadap

pertumbuhan ekonomi saja, tetapi juga dapat membantu dalam memecahkan

permasalahan terkait resiko dan ancaman terhadap keberlanjutan (sustainability) dalam lingkup hubungan sosial, lingkungan, dan perekonomian (GRI, 2006).

Elkington (1997) dalam Widianto (2011) mengatakan bahwa berubahnya

paradigma dalam dunia usaha, yang selama ini berasal dari profit oriented only, kemudian menjadi berorientasi pada tiga hal yang sering disebut dengan Tripple-P

(12)

2

development, melalui aktivitas-aktivitas operasi yang dilakukan secara

bertanggung jawab dengan mempertimbangkan keuntungan (profit), bumi (planet), dan komunitas (people).

Sustainability reporting terbagi menjadi tiga kategori yang biasa disebut sebagai aspek tripple bottom line, yaitu kinerja ekonomi, kinerja lingkungan, dan kinerja

sosial. Tujuannya adalah agar stakeholder bisa mendapat informasi yang lebih komprehensif untuk menilai kinerja, risiko, dan proyek bisnis, serta kelangsungan

hidup suatu korporasi (Darwin, 2004).

Pengungkapan Sustainability Report (SR) di kebanyakan negara, termasuk Indonesia masih bersifat voluntary, artinya perusahaan dengan sukarela

menerbitkannya dan tidak ada aturan yang mewajibkan seperti halnya pada

penerbitan financial reporting (Utama, 2007). Meskipun pengungkapan SR tidak diwajibkan untuk perusahaan, akan tetapi tuntutan bagi perusahaan untuk

memberikan informasi yang transparan, akuntabel, serta praktik tata kelola

perusahaan yang semakin baik (good corporate governance) mengharuskan perusahaan untuk melakukan pengungkapan yang bersifat sukarela, seperti

pengungkapan mengenai aktivitas sosial dan lingkungan (Utama, 2007).

Di Indonesia, penelitian mengenai Sustainability Report (SR) masih terbilang

cukup jarang. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya cenderung

menggunakan pendekatan kualitatif yang menganalisis penerapan sustainability report suatu perusahaan berdasar Global Reporting Initiative (GRI). Oleh karena

itu penelitian ini dibuat untuk memahami lebih lanjut keterkaitan antara

(13)

Penelitian ini melanjutkan penelitian dari Widianto (2011) yang meneliti

bagaimana pengaruh profitabilitas, likuiditas, leverage, aktivitas, ukuran perusahaan, dan corporate governance terhadap praktik pengungkapan

sustainability report pada perusahaan–perusahaan yang listed di Bursa Efek Indonesia 2007 - 2009. Obyek penelitiannya adalah 20 perusahaan yang

melakukan pengungkapan SR, dan 25 perusahaan yang tidak melakukan

pengungkapan SR dipilih dengan menggunakan metode sampel acak terstruktur

(stratified random sampling).

Dalam penelitian ini, corporate governance diproksikan melalui rasio anggota dewan komisaris, frekuensi rapat dewan komisaris dan jumlah anggota komite

audit dalam waktu satu tahun pada perusahaan pertambangan yang listed di Bursa Efek Indonesia (BEI)tahun 2008-2012. Untuk pemilihan sampel, dipilih

menggunakan metode purposive sampling dengan beberapa kriteria tertentu.

Sampel yang dipilih oleh penulis adalah perusahaan pertambangan, karena

klasifikasi perusahaan ini yang paling erat berkaitan dengan permasalahan

lingkungan dan sosial. Selain itu penulis juga ingin menyeragamkan populasi agar

hasil penelitian dapat lebih fokus pada salah satu jenis perusahaan saja dan

diharapkan hasilnya lebih akurat.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka penulis menetapkan

(14)

4

1.2. Rumusan Masalah

Penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini dalam beberapa hal,

yaitu:

1. Apakah pengaruh variabel-variabel karakteristik perusahaan (aktivitas,

leverage, likuiditas, profitabilitas, dan ukuran perusahaan) terhadap

pengungkapan sustainability report?

2. Apakah pengaruh good corporate governance (ukuran komite audit, rasio anggota komisaris independen dan frekuensi rapat dewan komisaris) terhadap

pengungkapan sustainability report?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana pengaruh

variabel-variabel karakteristik perusahaan (aktivitas, leverage, likuiditas, profitabilitas, dan ukuran perusahaan), serta praktik good corporate governance (ukuran komite

audit, rasio anggota komisaris independen dan frekuensi rapat dewan komisaris)

terhadap pengungkapan sustainability report suatu perusahaan.

1.4. Manfaat Penelitian

Dan manfaat penelitian ini adalah:

1. Akademisi, penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber pemahaman

(15)

karakteristik perusahaan yang dalam pengungkapan sustainability report

pada perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia.

2. Perusahaan, penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam

menyampaikan informasi dan pengetahuan untuk pertimbangan dalam

membuat kebijakan mengenai pengungkapan sustainability report yang

bisa meningkatkan reputasi perusahaan. Serta dapat menjadi salah satu

wujud media akuntabilitas dan transparansi perusahaan kepada stakeholder terkait masalah lingkungan maupun dampak sosial.

3. Investor, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi yang dapat

memberikan informasi dan pengetahuan sebagai bahan pertimbangan

dalam membuat keputusan dan menentukan pilihan untuk berinvestasi

pada perusahaan yang memiliki potensi sustainability yang baik.

4. Pemerintah maupun pihak lain yang memiliki otoritas sebanding,

penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk menentukan

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Stakeholder

Teori Stakeholder mengatakan bahwa perusahaan bukanlah suatu entitas yang

hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri yaitu terhadap para pemilik

(shareholder), namun harus memberikan manfaat bagi stakeholder (pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis, dan pihak

lain). Hal ini berdasar pada argumen Friedman (2001) dalam Ghozali dan Chariri

(2007) yang mengatakan bahwa tujuan utama perusahaan adalah

memaksimumkan kepentingan pemiliknya. Namun, seiring berjalannya waktu

pandangan tentang stakeholder telah mulai berubah secara susbstansial.

Menurut Gray, et al. (1995) dalam Ghozali dan Chariri (2007), kelangsungan

hidup perusahaan tergantung pada dukungan stakeholder dan dukungan tersebut harus dicari sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk mencari dukungan

tersebut. semakin powerful stakeholder, maka semakin besar usaha perusahaan

untuk beradaptasi. Pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari dialog

(17)

Para stakeholder membutuhkan berbagai informasi terkait dengan aktivitas

perusahaan yang digunakan dalam pengambilan keputusan. Oleh karena tumbuh

kembang perusahaan bergantung pada dukungan dari para stakeholder-nya, maka

perusahaan akan berusaha untuk memberikan berbagai informasi yang bermanfaat

bagi stakeholder dalam mengambil keputusan. Pengungkapan informasi dapat dibagi menjadi dua yakni yang sifatnya wajib (mandatory) dan sukarela

(voluntary). Salah satu bentuk pengungkapan sukarela yang berkembang pesat saat ini yaitu sustainability report. Menurut Ghozali dan Chariri (2007) dalam

Widianto (2011), melalui sustainability report (pengungkapan sosial dan lingkungan) perusahaan dapat memberikan informasi yang lebih cukup dan

lengkap berkaitan dengan kegiatan dan pengaruhnya terhadap kondisi sosial

masyarakat dan lingkungan.

2.1.2. Agency Theory

Jensen dan Meckling (1976) dalam Ratnasari (2011) mendefinisikan hubungan

keagenan sebagai sebuah kontrak yang menyatakan bahwa salah satu pihak

(prinsipal) meminta kepada pihak lain (agen) untuk melakukan jasa tertentu demi

kepentingan prinsipal, dengan mendelegasikan otoritas kepadanya. Pendelegasian

otoritas memang menjadi sebuah keharusan dalam hubungan keagenan ini untuk

memungkinkan agen mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada prinsipal.

Dalam setiap hubungan keagenan, timbul agency cost yang ditanggung baik oleh prinsipal maupun oleh agen. Maka dari itu setiap perusahaan perlu menerapkan

(18)

8

saham), dan pemilik menjadi lebih yakin bahwa agen tidak akan melakukan suatu

kecurangan untuk kesejahteraan agen sehingga dapat meminimalisasi biaya

keagenan serta mencegah adanya konflik kepentingan.

Pengungkapan sustainability report adalah salah satu bentuk pertanggungjawaban pihak prinsipal kepada agen, selain dari pembuatan annual report. Hanya saja sustainability report sifatnya masih bersifat voluntary, sementara annual report

adalah mandatory disclosure. Karena orientasi perusahaan saat ini bukan hanya semata-mata mencari profit (keuntungan) tetapi telah beralih ke tripple-p bottom

line yaitu keuntungan (profit), bumi (planet), dan komunitas (people).

2.1.3. Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)

Dalam GRI (2006), sustainability report didefinisikan sebagai praktik untuk mengukur dan mengungkapkan aktivitas perusahaan, sebagai tanggung jawab

kepada stakeholder internal maupun eksternal mengenai kinerja organisasi dalam

mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan. Sustainability report akan menjadi salah satu media untuk mendeskripsikan pelaporan ekonomi, lingkungan,

dan dampak sosial (seperti halnya konsep tripple bottom line, pelaporan CSR, dan

sebagainya).

Seperti yang dikatakan oleh Luthfia (2012), SR adalah sebagai bukti bahwa telah

adanya komitmen dari pihak perusahaan terhadap lingkungan sosialnya yang

dapat dinilai hasilnya oleh para pihak yang membutuhkan informasi tersebut.

Selain itu SR merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan oleh suatu

organisasi baik pemerintah maupun perusahaan dalam berdialog dengan warga

(19)

pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu penyusunan SR pada saat sekarang

ini menempati posisi yang sama pentingnya juga dengan pengungkapan informasi

seperti yang diungkapkan dalam laporan keuangan.

Pengungkapan sustainability report merujuk pada standar yang dikembangkan oleh GRI (Global Reporting Initiatives). Dalam standar GRI (GRI, 2006)

indikator kinerja dibagi menjadi 3 komponen utama, yaitu:

1. Indikator kinerja ekonomi meliputi:

a) Aspek kinerja ekonomi.

b) Keberadaan pasar.

c) Dampak ekonomi tidak langsung.

2. Indikator kinerja sosial meliputi:

a) Praktik Kerja: karyawan, hubungan manajemen dengan karyawan,

keselamatan dan kesehatan kerja, kesempatan kerja.

b) Hak Asasi Manusia: praktik dan investasi pengadaan, non

diskriminasi, kebebasan berserikat dan berkumpul, buruh anak,

kerja paksa, keamanan praktik, masyarakat asli.

c) Masyarakat: komunitas, anti korupsi, kebijakan publik, kompetisi,

kepatuhan.

d) Tanggung jawab produk: kesehatan dan keamanan pelanggan,

labeling produk dan jasa, komunikasi pemasaran, privasi

konsumen.

3. Indikator kinerja lingkungan meliputi:

(20)

10

b) Keanekaragaman hayati.

c) Emisi, sungai, dan limbah.

d) Produk dan jasa.

e) Ijin pelaksanaan.

f) Transportasi.

g) Pakaian kerja.

Dengan menerbitkan sustainability report, banyak manfaat yang diperoleh perusahaan. World Business Council for Sustainable Development (WBCSD)

(dikutip dari Widianto, 2011) menjelaskan manfaat yang didapat dari

pengungkapan sustainability report antara lain:

1. Sustainability report memberikan informasi kepada stakeholder (pemegang saham, anggota komunitas lokal, pemerintah) dan meningkatkan prospek

perusahaan, serta membantu mewujudkan transparansi.

2. Sustainabilty report dapat membantu membangun reputasi sebagai alat yang memberikan kontribusi untuk meningkatkan brand value, market share, dan loyalitas konsumen jangka panjang.

3. Sustainability report dapat menjadi cerminan bagaimana perusahaan mengelola risikonya.

4. Sustainability report dapat digunakan sebagai stimulasi leadership thinking dan performance yang didukung dengan semangat kompetisi.

5. Sustainability report dapat mengembangkan dan memfasilitasi

pengimplementasian dari sistem manajemen yang lebih baik dalam mengelola

(21)

6. Sustainability report cenderung mencerminkan secara langsung kemampuan

dan kesiapan perusahaan untuk memenuhi keinginan pemegang saham untuk

jangka panjang.

7. Sustainability report membantu membangun ketertarikan para pemegang saham dengan visi jangka panjang dan membantu mendemonstrasikan bagaimana

meningkatkan nilai perusahaan yang terkait dengan isu sosial dan lingkungan.

2.1.4. Aktivitas

Aktivitas operasi perusahaan membutuhkan investasi, baik untuk aset yang

bersifat jangka pendek (inventory dan account receivable) maupun jangka panjang (property, plan, and equipment). Aktivitas sendiri menggambarkan hubungan

antara tingkat operasi perusahaan (sales) dengan aset yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan operasi perusahaan. Aktivitas juga dapat digunakan untuk

memprediksi modal yang dibutuhkan perusahaan (baik untuk kegiatan operasi

maupun jangka panjang) (Ulupui (2009) dalam Widianto (2011)).

Aktivitas mengukur seberapa efektif perusahaan dalam pengelolaan aktivanya.

Jika perusahaan terlalu banyak memiliki aktiva, maka biaya modalnya akan

menjadi terlalu tinggi sehingga laba pun akan menurun. Di sisi lain, jika aktivitas

terlalu rendah maka penjualan yang menguntungkan akan hilang, sehingga rasio

ini menggambarkan perbandingan antara tingkat penjualan dan investasi

(22)

12

2.1.5. Leverage

Menurut Rismanda (2003) leverage merupakan alat ukur untuk menghitung seberapa besar perusahaan tergantung pada kreditor dalam membiayai aset

perusahaan. Perusahaan yang mempunyai tingkat leverage yang tinggi berarti sangat tergantung pada pinjaman luar untuk membiayai asetnya. Sedangkan

perusahaan yang mempunyai tingkat leverage rendah lebih banyak membiayai asetnya dengan modal sendiri. Dengan demikian, tingkat leverage perusahaan, menggambarkan risiko keuangan perusahaan.

Hal itu diperkuat oleh pernyataan Sembiring (2005) yang mengatakan bahwa

leverage merupakan gambaran seberapa besar perusahaan tergantung pada

kreditor dalam membiayai aset perusahaan. Leverage mencerminkan tingkat resiko keuangan perusahaan. Semakin tinggi tingkat leverage (rasio ekuitas) semakin besar kemungkinan akan melanggar perjanjian kredit sehingga

perusahaan akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi, supaya

laba yang dilaporkan tinggi maka manajer harus mengurangi biaya-biaya

(termasuk biaya untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial).

2.1.6. Likuiditas

Menurut Sartono (2002) dalam Almilia dan Devi (2007) likuiditas adalah

kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban finansial jangka pendek tepat

pada waktunya. Sedangkan menurut Mahmud dan Halim (2007) dalam Widianto

(2011), rasio likuiditas mengukur kemampuan likuiditas jangka pendek

perusahaan dengan melihat aktiva lancar perusahaan terhadap utang lancarnya

(23)

2.1.7. Profitabilitas

Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam

hubungannya dengan penjualan, total aktiva, dan ekuitas. Semakin tinggi

profitabilitas, maka semakin tinggi efisiensi perusahaan dalam memanfaatkan

fasilitas perusahaan (Sartono (2002) dalam Luthfia (2012)). Sedangkan menurut

Heinze (1976) profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi

bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan tanggung jawab sosial kepada

pemegang saham (Hackston dan Milne (1996) dalam Widianto (2011)).

Tingginya tingkat profitabilitas pada perusahaan akan meningkatkan daya saing

antar perusahaan, yang juga menunjukkan adanya pertumbuhan perusahaan pada

masa mendatang. Dengan begitu pertumbuhan perusahaan memerlukan

pengungkapan yang lebih luas dalam memenuhi kebutuhan informasi bagi

penggunanya.

2.1.8. Ukuran Perusahaan

Zaleha (2005) dalam Luthfia (2012) mengatakan bahwa ukuran suatu perusahaan

dapat mempengaruhi luas pengungkapan informasi perusahaan. Yang secara

umum perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada

perusahaan kecil. Perusahaan besar umumnya memiliki jumlah aktiva yang besar,

penjualan besar, skill karyawan yang baik, sistem informasi yang canggih, jenis

produk yang banyak, serta struktur kepemilikan yang lengkap, sehingga

memungkinkan dan membutuhkan tingkat pengungkapan secara luas. Dan

menurut Rosmasita (2007) dalam Widianto (2011), perusahaan besar mempunyai

(24)

14

dibanding perusahaan kecil sehingga perusahaan besar cenderung

mengungkapkan informasi yang lebih luas.

2.1.9. Ukuran Komite Audit (Corporate Governance)

Komite audit merupakan salah satu komite yang memiliki peranan penting dalam

corporate governance. Komite audit memiliki tugas untuk menelaah kebijakan

akuntansi yang diterapkan perusahaan, menilai pengendalian internal, menelaah

sistem pelaporan kepada pihak eksternal, dan kepatuhan terhadap peraturan

(Bradbury (2004) dalam Widianto (2011)).

Komite audit dibentuk oleh dewan komisaris dalam rangka membantu

melaksanakan tugas dan fungsinya (Surat Keputusan Ketua Bapepam

Kep-29/PM/2004). Menurut Surat Edaran Bapepam Nomor. SE-03/PM/2000 tentang

komite audit menjelaskan bahwa tujuan komite audit adalah membantu dewan

komisaris untuk:

1. Meningkatkan kualitas laporan keuangan;

2. Menciptakan iklim disiplin dan pengendalian yang dapat mengurangi

kesempatan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan;

3. Meningkatkan efektivitas fungsi internal audit maupun eksternal audit;

4. Mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian dewan komisaris.

Dalam rangka pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik Bursa Efek Jakarta

(BEJ) mengeluarkan peraturan 1 Juli 2001 yang mengatur tentang pembentukan

dewan komisaris independen dan komite audit. Komite audit harus beranggotakan

(25)

independen yang merangkap ketua komite audit (Suaryana (2002) dalam

Widianto (2011)).

Komite Audit beranggotakan satu atau lebih anggota Dewan Komisaris. Komite

Audit harus diketuai oleh seorang Komisaris Independen (Surat Keputusan Ketua

Bapepam Kep-29/PM/2004). Anggota Komite Audit diharuskan memiliki

keahlian yang memadai. Berdasarkan Surat Keputusan Ketua Bapepam

Kep29/PM/2004 menyatakan bahwa anggota komite audit harus:

1. Memilik integritas yang tinggi, kemampuan, pengetahuan dan pengalaman

yang sesuai dengan pendidikannya, serta mampu berkomunikasi dengan

baik;

2. Salah seorang dari anggota komite audit memiliki latar belakang

pendidikan akuntansi atau keuangan;

3. Memiliki pengetahuan yang cukup untuk membaca dan memahami

laporan keuangan;

4. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang peraturan

perundang-undangan di bidang pasar modal dan peraturan perundang-perundang-undangan

terkait lainnya.

2.1.10.Rasio Anggota Komisaris Independen (Corporate Governance) Komisaris independen adalah komisaris yang bukan merupakan anggota

manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau dengan cara lain

berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas

dari suatu perusahaan yang mengawasi pengelolaan perusahaan (Surya dan

(26)

16

Keberadaan dewan komisaris independen telah diatur dalam peraturan BEJ yang

mewajibkan perusahaan yang sahamnya tercatat di BEJ untuk memiliki dewan

komisaris independen sekurangkurangnya 30% dari seluruh jajaran anggota

dewan komisaris (Peraturan BEJ tanggal 19 Juli 2004, dikutip dari Surya dan

Yustivandana (2006) dalam Ratnasari (2011)). Beberapa kriteria lainnya tentang

dewan komisaris independen adalah sebagai berikut:

1. Komisaris Independen tidak memiliki saham baik langsung maupun tidak

langsung pada emiten atau perusahaan publik;

2. Komisaris Independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan emiten atau

pemegang saham mayoritas dari perusahaan tercatat yang bersangkutan;

3. Komisaris Independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan direktur

dan/atau komisaris lainnya dari perusahaan tercatat yang bersangkutan;

4. Komisaris Independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan

lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan;

5. Komisaris Independen harus berasal dari luar emiten atau perusahaan publik;

6. Komisaris Independen harus mengerti peraturan perundang-undangan di bidang

pasar modal;

7. Komisaris Independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham minoritas

yang bukan pemegang saham pengendali dalam Rapat Umum Pemegang Saham

(RUPS).

2.1.11.Frekuensi Rapat Dewan Komisaris (Corporate Governance)

Menurut Mulyadi (2002) dalam Ratnasari (2011) dewan komisaris merupakan

(27)

perusahaan yang dilakukan oleh manajemen dan mencegah pengendalian yang

terlalu banyak di tangan manajemen. Dewan komisaris bertanggung jawab untuk

menentukan apakah manajemen telah memenuhi tanggung jawab mereka dalam

mengembangkan dan menyelenggarakan pengendalian intern.

Keefektifan dari dewan komisaris dapat dipengaruhi oleh frekuensi meeting,

frekuensi rapat yang tinggi dapat menghasilkan monitoring yang lebih baik.

Dalam penelitian ini, frekuensi rapat dewan komisaris diukur dengan jumlah

meeting khusus dewan komisaris yang diselenggarakan selama satu tahun (Yatim,

2009).

2.2. Hipotesis

2.2.1. Pengaruh Aktivitas terhadap Pengungkapan SR

Tingginya rasio aktivitas perusahaan mencerminkan kemampuan dana yang

tertanam dalam perputaran seluruh aktivanya pada suatu periode tertentu

(Setiawan, 2005: 19). Semakin tinggi rasio mencerminkan semakin baik

manajemen mengelola aktivanya, yang berarti semakin efektif perusahaan dalam

penggunaan total aktiva. Semakin efektif tindakan-tindakan perusahaan dalam

pengeloaan dana, maka perusahaan akan memiliki kecenderungan untuk mencapai

kondisi keuangan yang semakin stabil dan kuat. Kondisi keuangan yang semakin

kuat merupakan cerminan upaya yang dilakukan perusahaan untuk mencari

dukungan stakeholder dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Gray et al. (1995) dalam Ghozali dan Chariri (2007) menyatakan kelangsungan

(28)

18

tersebut. Berbagai upaya dan hasil ini akan dikomunikasikan kepada stakeholder

untuk mempertahankan dan memperluas dukungan mereka. Informasi yang

melebihi yang diwajibkan akan dilihat secara berbeda dibanding informasi yang

diwajibkan apalagi jika informasi tersebut diungkap dalam bentuk laporan yang

berbeda seperti SR yang bersifat sukarela. Melalui pengungkapan sukarela ini,

perusahaan menunjukkan komitmennya untuk tetap menjalankannya operasinya

yang mengarah ke penciptaan nilai perusahaan. Dilling (2009) mengatakan bahwa

sekitar tujuh puluh persen penelitian menyebutkan adanya hubungan positif antara

kinerja perusahaan dengan pengungkapan SR.

H1 = Tingkat aktivitas perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan sustainability report.

2.2.2. Pengaruh Leverage terhadap Pengungkapan SR

Semakin tinggi tingkat leverage, maka akan ada kecenderungan perusahaan

berusaha untuk melaporkan profitabilitasnya agar tetap tinggi. Hal ini

dikarenakan, tingkat profitabilitas yang tinggi akan mencerminkan kondisi

keuangan perusahaan yang kuat sehingga dapat meyakinkan perusahaan dalam

memperoleh pinjaman dari para stakeholder-nya. Bahkan, semakin tinggi tingkat leverage semakin besar kemungkinan perusahaan akan melanggar perjanjian

kredit, sehingga akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi. Para

stakeholder perusahaan, akan lebih percaya dan memilih untuk menginvestasikan dananya pada perusahaan-perusahaan yang memiliki kondisi keuangan yang sehat

(29)

harus mengurangi biaya-biaya (termasuk biaya untuk mengungkapkan laporan

sosial dan lingkungan).

Pengungkapan informasi sosial dan lingkungan dapat dilakukan perusahaan salah

satunya melalui pembuatan sustainability report. Informasi sosial lingkungan yang diberikan sebenarnya cenderung digunakan sebagai bentuk respon dari

perusahaan atas tekanan, baik dari pemerintah ataupun publik agar

mengungkapkan dampak dari aktivitas-aktivitas bisnis yang telah dilakukan

perusahaan (Guthrie dan Parker (1990) dalam Ghozali dan Chariri (2007)).

Menurut Megginson (1997) dalam Widianto (2011) mengatakan leverage

memiliki pengaruh yang negatif terhadap profitabilitas. Hal ini diakibatkan karena

struktur modal dengan pembiayaan utang, akan memperkecil tingkat profitabilitas

yang dicapai, karena total modal yang relatif tinggi akan membawa biaya, yang

berarti meningkatnya kesulitan keuangan. Sehingga perusahaan mengurangi

pelaporan yang bersifat sukarela seperti halnya sustainability report, karena pelaporan itu akan membutuhkan waktu yang tidak sebentar serta biaya yang

cukup besar. Maka muncullah asumsi yang kedua yaitu :

H2 = Tingkat leverage suatu perusahaan berpengaruh negatif terhadap pengungkapan sustainability report.

2.2.3. Pengaruh Likuiditas terhadap Pengungkapan SR

Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam

memenuhi kewajiban jangka pendeknya (Nitisemito, 1989:107), Perusahaan

(30)

20

untuk membayar kewajiban-kewajiban jangka pendeknya tepat waktu. Perusahaan

yang dapat dengan segera memenuhi kewajiban keuangannya berarti menandakan

memiliki kinerja keuangan yang baik. Hal ini didukung oleh Burton, dkk (2000)

dalam Almilia dan Devi (2007) yang juga mengatakan tingkat likuiditas yang

tinggi akan menunjukkan kuatnya kondisi keuangan perusahaan. Kondisi

keuangan yang kuat akan mendorong perusahaan untuk mengungkap lebih banyak

informasi sebagai instrumen untuk meyakinkan para stakeholder-nya.

Berdasarkan argumen-argumen tersebut dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H3 = Tingkat Likuiditas suatu perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan sustainability report.

2.2.4. Pengaruh Profitabilitas terhadap Pengungkapan SR

Profitabilitas merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk

menghasilkan laba dalam upaya meningkatkan nilai pemegang saham (Mahmud

dan Halim (2007) dalam Widianto (2011)). Perusahaan yang memiliki

kemampuan kinerja keuangan yang baik, akan memiliki kepercayaan yang tinggi

untuk menginformasikan kepada stakeholder-nya, karena perusahaan mampu

menunjukkan kepada mereka bahwa perusahaan dapat memenuhi harapan mereka

terutama investor dan kreditor. Akibatnya, perusahaan dengan tingkat

profitabilitas yang tinggi akan cenderung untuk melakukan pengungkapan melalui

SR, karena profitabilitas merupakan salah satu indikator kinerja yang harus

diungkapkan dalam SR. Pengungkapan SR ini dilakukan dalam rangka

(31)

pengungkapan SR juga dapat digunakan sebagai media komunikasi dengan para

stakeholder, yang ingin memperoleh keyakinan tentang bagaimana profit dihasilkan perusahaan. Informasi ini terutama penting bagi stakeholder selain

investor dan kreditor yang biasanya dimotivasi oleh kepentingan ekonomi atau

financial.

Beberapa hasil penelitian yang melihat hubungan atau pengaruh kinerja keuangan

dengan atau terhadap pengungkapan menunjukkan dukungan atas logika di atas.

Laraswita dan Indrayani (2010) menemukan bahwa profitabilitas memiliki

pengaruh signifikan positif terhadap kelengkapan pengungkapan laporan. Selain

itu penelitian Fitriani (2001) dalam Laraswita (2010) juga menyatakan bahwa

variabel net profit margin berhubungan positif dengan kelengkapan

pengungkapan. Robert (1992) dalam Rismanda (2003) menemukan hubungan

positif antara laba dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Oleh

karena itu, hipotesis dirumuskan sebagai berikut :

H4 = Tingkat Profitabilitas berpengaruh positif terhadap pengungkapan sustainability report.

2.2.5. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Pengungkapan SR

Semakin besar suatu perusahaan akan semakin disorot oleh para stakeholder.

Dalam kondisi demikian perusahaan membutuhkan upaya yang lebih besar untuk

memperoleh legitimasi stakeholder dalam rangka menciptakan keselarasan nilai-nilai sosial dari kegiatannya dengan norma perilaku yang ada dalam masyarakat.

Oleh karena itu semakin besar perusahaan akan semakin berkepentingan untuk

(32)

22

untuk, antara lain: mendidik dan menginformasikan para stakeholder tentang

tujuan atau maksud organisasi untuk meningkatkan kinerjanya; mengubah

persepsi organisasi, tanpa mengubah kinerja aktual organisasi; mengalihkan atau

memanipulasi perhatian dari isu-isu penting ke isu-isu lain yang berhubungan;

atau mengubah ekspektasi eksternal tentang kinerja organisasi. Hal-hal tersebut

dilakukan dalam rangka menyelaraskan aktivitas perusahaan dengan norma

perilaku dalam sistem sosial masyarakat sebagai suatu wujud legitimasi

perusahaan (Dowling dan Pfeffer (1975) dalam Ghozali dan Chariri (2007)).

Menurut Cowen (1987) dalam Rismanda (2003) mengemukakan bahwa

perusahaan yang lebih besar akan memiliki pengaruh dan aktivitas yang lebih

banyak terhadap masyarakat, sehingga akan membuat para pemegang sahamnya

untuk lebih memperhatikan laporan-laporan perusahaan dalam menyebarkan

informasi aktivitas-aktivitas sosial yang telah diimplementasikan. Oleh karena itu

semakin besar perusahaan, maka memiliki kecenderungan untuk mengungkap

informasi lebih banyak, sehingga semakin mungkin untuk melakukan

pengungkapan sustainability report. Berdasar argumen-argumen di atas maka

dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H5 = Tingkat Ukuran Perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan sustainability report.

2.2.6. Pengaruh Ukuran Komite Audit terhadap Pengungkapan SR

Komite audit merupakan alat yang efektif untuk melakukan mekanisme

pengawasan, sehingga dapat mengurangi biaya agensi dan meningkatkan kualitas

(33)

dibentuknya komite audit yang berkualitas hal ini akan meningkatkan image

perusahaan dimata para stakeholder-nya.

Collier (1993) dalam Waryanto (2010) menyatakan bahwa keberadaan komite

audit membantu menjamin pengungkapan dan sistem pengendalian agar dapat

berjalan dengan baik. Selain itu, pertanggungjawaban yang dimiliki oleh komite

audit dalam melaksanakan proses internal control dan laporan keuangan, berusaha diwujudkan sebaik-baiknya oleh perusahaan untuk memperoleh tingkat

kompetensi dalam keuangan. Tingginya kompetensi keuangan yang dimiliki

perusahaan akan terus diusahakan guna mendapatkan dukungan dari para

stakeholder-nya.

Dengan ukuran komite audit yang semakin besar diharapkan akan mendukung

terwujudnya pelaksanaan corporate governance yang lebih baik yang selanjutnya akan mendukung perusahaan untuk cenderung melakukan pengungkapan

sustainability report. Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut maka hipotesis yang

diajukan adalah :

H6 = Ukuran komite audit berpengaruh positif terhadap pengungkapan sustainability report.

2.2.7. Pengaruh Rasio Anggota Komisaris Independen terhadap Pengungkapan SR

Keefektivan pengawasan dalam aktivitas perusahaan dapat dipengaruhi oleh

bagaimana dewan komisaris dibentuk dan diorganisir. Kinerja dewan yang baik

(34)

24

penerapannya, pelaksanaan GCG sangat bergantung pada fungsi-fungsi dari

dewan komisaris yang dipercaya sebagai pihak yang mengurus perusahaan.

Keberadaan dewan komisaris belum memberikan jaminan terlaksananya

prinsip-prinsip corporate governance, khususnya mengenai perlindungan terhadap

investor. Untuk mendorong implementasi GCG, dibuatlah sebuah organ tambahan

dalam struktur perseroan. Organ tambahan tersebut diharapkan dapat

meningkatkan penerapan GCG di dalam perusahaan-perusahaan di Indonesia,

organ tambahan tersebut antara lain adalah dewan komisaris independen (Surya

dan Yustivandana (2006) dalam Ratnasari (2011)).

Komisaris independen adalah komisaris yang bukan merupakan anggota

manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau dengan cara lain

berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas

dari suatu perusahaan yang mengawasi pengelolaan perusahaan (Surya dan

Yustivandana (2006) dalam Ratnasari (2011)).

Untuk mewujudkan akuntabilitas perusahaan, dewan komisaris independen cukup

berpengaruh dalam menekan manajemen untuk mengungkapkan informasi sosial

yang lebih luas, sehingga perusahaan yang memiliki jumlah anggota komisaris

independen yang lebih besar akan lebih banyak mengungkapkan informasi sosial.

Oleh karena itu dapat ditarik hipotesis bahwa :

(35)

2.2.8. Pengaruh Frekuensi Rapat Dewan Komisaris terhadap Pengungkapan SR

Rapat dewan komisaris merupakan media komunikasi dan koordinasi diantara

anggota-anggota dewan komisaris dalam menjalankan tugasnya sebagai pengawas

manajemen. Dalam rapat tersebut, akan membahas masalah mengenai arah dan

strategi perusahaan, evaluasi kebijakan yang telah diambil atau dilakukan oleh

manajemen, dan mengatasi masalah benturan kepentingan (FCGI, 2002 dalam

Ratnasari, 2011). Oleh karena itu, semakin sering dewan komisaris mengadakan

rapat diharapkan monitoring (pengawasan) yang dilakukan oleh dewan komisaris

akan semakin baik. Dengan demikian, pengungkapan informasi sosial perusahaan

juga akan semakin luas.

Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Xie et al. (2003) dalam

Waryanto (2010) yang menemukan bahwa semakin sering dewan komisaris

mengadakan rapat, maka fungsi pengawasan semakin efektif sehingga

pengungkapan yang dilakukan perusahaan akan semakin luas. Maka dibentuklah

hipotesis yang mengemukakan bahwa :

(36)

26

2.3. Kerangka Teoritis

[image:36.595.121.497.144.641.2]

Model penelitian atau kerangka teoritis penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1 : kerangka teoritis (+)

(+) (+) (+) (+) (+) (-)

(+)

Corporate Governance (Rasio Anggota Komisaris

Independen)

Corporate Governance (Frekuensi Rapat Dewan

Komisaris ) Leverage

Corporate Governance (Ukuran Komite Audit)

Aktivitas

Likuiditas

Profitabilitas

Ukuran Perusahaan

Pengungkapan Laporan Keberlanjutan (Sustainability

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Sumber Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan data sekunder karena data diperoleh

secara tidak langsung atau melalui media perantara, Sumber-sumber data dapat

diperoleh dari ICMD, mengunduh di website Bursa Efek Indonesia (BEI):

www.idx.co.id, website Indonesia Sustainability Report Award (ISRA):

isra.ncsr-id.org, dan website resmi perusahaan.

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan pertambangan yang

terdaftar pada tahun 2008-2012 di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dalam penelitian

ini perusahaan yang menjadi sampel dipilih berdasarkan purposive sampling

(kriteria yang dikehendaki). Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Perusahaan pertambangan yang selama tahun penelitian 2008-2012 tidak

(38)

28

2. Perusahaan pertambangan yang secara lengkap mempublikasikan laporan

keuangan selama tahun penelitian 2008-2012 pada website Bursa Efek

Indonesia (BEI): www.idx.co.id

3. Laporan keuangan dinyatakan dalam mata uang rupiah, dikarenakan

penelitian dilakukan di Indonesia maka laporan keuangan yang digunakan

adalah yang dinyatakan dalam rupiah

4. Perusahaan pertambangan yang memiliki data mengenai informasi dewan

komisaris, frekuensi rapat dewan komisaris dan informasi komite audit

selama tahun penelitian 2008-2012.

3.3. Operasional Variabel Penelitian

Variabel penelitian pada dasarnya adalah sesuatu hal yang terbentuk apa saja yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal

tersebut, kemudian ditarik simpulan (Sugiono, 2009). Variabel-variabel yang

dalam penelitian ini terdiri dari 1 variabel terikat dan 8 variabel bebas.

3.3.1. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengungkapan SR oleh suatu

perusahaan. SR merupakan laporan yang berisi praktik dalam mengukur dan

mengungkapkan aktivitas sosial dan lingkungan perusahaan, sebagai tanggung

jawab kepada stakeholder internal dan eksternal mengenai kinerja organisasi

dalam mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan (GRI, 2006). Variabel ini

(39)

melakukan pengungkapan SR dan 0 untuk perusahaan yang tidak melakukan

pengungkapan.

3.3.2. Variabel Independen

Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi

sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen/terikat (Sugiono, 2009).

Variable independen dalam penelitian ini adalah:

1. Aktivitas

Aktivitas menunjukkan tingkat aktivitas atau efisiensi pengunaan dana yang

tertanam pada pos-pos aktiva. Rasio ini menunjukan efektivitas penggunaan

seluruh harta perusahaan dalam rangka menghasilkan penjualan. Penelitian ini

mengunakan total asset turnover untuk mengukur rasio aktivitas, Total Assets Turnover (TAT), digunakan perusahaan untuk mengukur berapa kali total aktiva

perusahaan menghasilkan penjualan. Ukuran ini menunjukan efisiensi dimana

perusahaan menggunakan seluruh aktiva perusahaan untuk menghasilkan

penjualan. TATdapat dihitung dengan membagi net sales dengan total asset. (Kasmir, 2012)

2. Leverage

Leverage merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban

keuangannya baik jangka pendek maupun jangka panjang jika suatu perusahaan

(40)

30

(pemodal atau pemegang saham) dibandingkan dengan dana yang berasal dari

kreditor. Rasio leverage antara lain adalah debt to asset ratio dan debt to equity

ratio. Penelitian ini menggunakan Debt to Equity Ratio (DER) untuk mengukur leverage dengan rumusan sebagai berikut (Raharjo (2005) dalam Luthfia (2012)):

3. Likuiditas

Likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban atau utang

jangka pendek tepat pada waktunya. Terdapat beberapa rasio yang

menggambarkan likuiditas perusahaan antara lain current ratio, quick ratio, dan

cash ratio. Likuiditas diproksikan menggunakan current ratio. Current ratio merupakan kemampuan aktiva lancar perusahaan dalam memenuhi kewajiban

jangka pendek dengan aktiva lancar yang dimiliki. Dengan rasio ini dapat

diketahui apakah perusahaan mengalami kesulitan likuiditas atau tidak (Raharjo

(2005) dalam Luthfia (2012)). Secara matematis current ratio dapat dirumuskan

sebagai berikut, (Oyelere et al. 2004):

4. Profitabilitas

Return On Assets (ROA) merupakan rasio keuangan perusahaan yang

berhubungan dengan profitabilitas yang digunakan untuk mengukur kemampuan

(41)

aset dan modal saham tertentu, (Hanafi dan Halim, 2003). Secara matematis ROA

dapat dirumuskan sebagai berikut (Hanafi dan Halim, 2003):

5. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan merupakan ukuran mengenai besar kecilnya suatu perusahaan.

Ukuran perusahaan dapat ditentukan dari jumlah karyawan, total aktiva, total

penjualan, atau peringkat indeks (Hackston dan Milne (1996) dalam Ratnasari

(2011)). Dalam penelitian ini, indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat

ukuran perusahaan adalah total aktiva karena ukuran perusahaan merupakan

cerminan besar kecilnya perusahaan yang tampak dalam nilai total asset

perusahaan pada neraca akhir tahun. Hackston dan Milne (1996), Hannifa dan

Cooke (2005), Said et al. (2009) dalam Ratnasari (2011) mengemukakan ukuran

perusahaan dapat dirumuskan sebagai berikut:

6. Ukuran Komite Audit

Komite yang ditunjuk oleh perusahaan sebagai penghubung antara dewan direksi

dan audit ekternal, internal auditor serta anggota independen, yang memiliki tugas

untuk memberikan pengawasan auditor, memastikan manajemen melakukan

tindakan korektif yang tepat terhadap hukum dan regulasi (Jati, 2009). Dalam

(42)

32

diproksikan dengan menghitung jumlah anggota komite audit dalam suatu

perusahaan yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan (Widianto, 2011).

7. Rasio Anggota Komisaris Independen

Komisaris independen adalah komisaris yang bukan merupakan anggota

manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau dengan cara lain

berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas

dari suatu perusahaan yang mengawasi pengelolaan perusahaan (Surya dan

Yustivandana (2006) dalam Ratnasari (2011)).

Pengukuran rasio anggota komisaris independen ini dapat diperoleh dengan cara

menjumlahkan anggota komisaris independen kemudian dibagi dengan jumlah

anggota dewan komisaris (Ujiyantho dan Pramuka, 2007). Informasi mengenai

jumlah komisaris independen diperoleh dari laporan tahunan perusahaan dan dari

pengumuman yang dikeluarkan oleh BEI.

8. Frekuensi Rapat Dewan Komisaris (BOARDMEET)

Keefektifan dari dewan dapat dipengaruhi oleh frekuensi meeting, frekuensi rapat

yang tinggi dapat menghasilkan monitoring yang lebih baik. Dalam penelitian ini,

(43)

3.4. Metode Analisis Data 3.4.1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk memberikan deskripsif

atau variabel-variabel penelitian. Statistik deskriptif akan memberikan gambaran

atau deskripsi umum dari variabel penelitian mengenai nilai rata-rata (mean),

deviasi standar, maksimum, minimum dan sum. Pengujian ini dilakukan untuk

mempermudah dalam memahami variabel-variabel yang digunakan dalam

penelitian (Sugiono, 2009).

3.4.2. Analisis Regresi Logistik

Dalam penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah analisis

kuantitatif (dalam skala angka) dengan alat analisis regresi logistik, dengan

harapan bahwa hasil yang akan diperoleh lebih akurat dan baik. Analisis regresi

logistik dibutuhkan untuk mengungkap probabilitas terjadinya variabel dependen

dapat diprediksi oleh variabel independen (Ghozali, 2009).

Pendekatan ini menggunakan symbol “1” untuk perusahaan yang melaporkan SR

dan “0” untuk perusahaan yang tidak melaporkan SR. Selanjutnya pengujian akan

dilakukan dengan menggunakan analisis regresi logistik. Berdasarkan rumusan

masalah dan model penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka model

penelitian yang dibentuk adalah sebagai berikut :

Logit (SR) = α + β1(TAT) + β2(DER) + β3(CR) + β4(ROA) +

(44)

34

Keterangan :

Logit (SR) : Variabel dummy, kategori perusahaan apakah membuat

SR (nilai 1) dan yang tidak (nilai 0).

α : Konstanta

β1(TAT) : Total Asset Turnover β2(DER) : Debt Equity Ratio

β3(CR) : Current ratio β4(ROA) : Return on assets β5(SIZE) : Ukuran perusahaan

β6(UKA) :

β7(KOMIN ) : Rasio anggota komisaris independen

β8(BOARDMEET): Frekuensi rapat dewan komisaris

1. Menilai Model Regresi (Goodness Of Fit)

Logistic regression adalah model regresi yang telah mengalami modifikasi, sehingga karakteristiknya sudah tidak sama lagi dengan model regresi sederhana

atau berganda. Dalam menilai model regresi logistik dapat dilihat dari pengujian Hosmer and Lemeshow’s goodness of fit. Pengujian ini dilakukan untuk menilai

model yang dihipotesiskan agar data empiris cocok atau sesuai dengan model.

Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s goodness of fit test sama dengan atau

kurang dari 0,05, maka hipotesis nol ditolak. Sedangkan jika nilainya lebih besar

dari 0,05 maka hipotesis nol tidak dapat ditolak, artinya model mampu

(45)

Ho : Model yang dihipotesiskan Fit dengan data

Ha : Model yang dihipotesiskan tidak Fit dengan data

2. Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit)

Untuk menilai keseluruhan model (Overall Model Fit) ditunjukkan dengan Log

Likelihood Value (nilai –2 Log Likelihood Value), yaitu dengan cara

membandingkan antara nilai –2 Log Likelihood Value pada awal (block number = 0), dimana model hanya memasukkan konstanta dengan nilai –2 Log Likelihood

Value pada saat block number = 1, dimana model memasukkan konstanta dan variabel bebas. Apabila nilai –2 Log Likelihood Value block number = 0 lebih

besar dari nilai –2 Log Likelihood Value block number = 1, maka menunjukkan model regresi yang baik. sehingga penurunan Log Likelihood menunjukkan model regresi semakin baik (Ghozali, 2009).

3. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan melalui pengujian koefisien

regresi, yang bertujuan untuk menguji seberapa jauh semua variabel bebas yang

dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat.

Koefisien regresi dapat ditentukan dengan menggunakan Wald Statistik dan nilai

probabilitas (Sig) dengan cara nilai Wald Statistik dibandingkan dengan Chi-Square tabel, sedangkan nilai probabilitas (Sig) dibandingkan dengan tingkat signifikansi (α). Untuk menentukan penerimaan Ha didasarkan pada tingkat

(46)

36

- Ha diterima apabila Wald hitung > Chi-Square tabel, dan nilai Asymptotic Significance < tingkat signifikansi (α). Hal ini berarti H alternatif diterima

atau hipotesis yang menyatakan variabel bebas yang berpengaruh terhadap

variabel terikat diterima.

Koefisien regresi dapat juga ditentukan dengan menggunakan Cox and Snell R

Square dan Nagelkerke R Square, dalam hal ini ada dua ukuran R square yaitu Cox & Snell R Square dan Nagelkerke R Square. Cox & Snell R Square

menggunakan nilai maksimum kurang dari 1 sehingga sulit untuk

diinterpretasikan. Nagelkerke R Square merupakan modifikasi dari Cox & Snell R

(47)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada pembahasan, maka penulis menarik beberapa kesimpulan

bahwa:

1. Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai dari Nagelkerke R Square sebesar 0,574, hal ini berarti 57,40% pengungkapan sustainability report dapat

dipengaruhi oleh karakteristik perusahaan dan coorporate governance tahun sebelumnya sedangkan sisanya sebesar 42,6% dipengaruhi oleh variabel lain

di luar penelitian ini.

2. Hasil perhitungan juga menunjukkan nilai chi square sebesar 25,223 dengan nilai signifikan sebesar 0,001. Dengan nilai –2 Log Likelihood Value

block number = 0 lebih besar dari nilai –2 Log Likelihood Value block number = 1 maka model regresi semakin baik. Dengan nilai signifikan yang lebih kecil

dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama pengungkapan

(48)

63

variabel bebas dalam penelitian secara bersama-sama dapat menjelaskan

terjadinya pengungkapan sustainability report.

3. Berdasarkan hasil penelitian dari lima variabel karakteristik perusahaan hanya

variabel tingkat profitabilitas dan ukuran perusahaan saja yang mempunyai

pengaruh terhadap pengungkapan sustainability report, sedangkan variabel tingkat aktivitas, tingkat leverage dan tingkat likuiditas tidak mempunyai pengaruh terhadap pengungkapan sustainability report.

4. Corporate governance dalam penelitian ini diwakili oleh ukuran komite audit, rasio anggota komisaris independen dan frekuensi rapat dewan komisaris, dari

hasil penelitian terlihat bahwa variabel rasio anggota komisaris independen

dan frekuensi rapat berpengaruh terhadap pengungkapan sustainability report, sedangkan variabel ukuran komite audit tidak berpengaruh terhadap

pengungkapan sustainability report pada perusahaan yang pertambangan yang terdaftar di BEI periode 2008-2012.

5.2. Keterbatasan Penelitian dan Saran

5.2.1. Keterbatasan Penelitian

a. Populasi penelitian ini hanya terbatas pada perusahaan pertambangan yang

terdaftar di BEI Periode 2008-2012.

b. Meskipun penelitian ini sudah berusaha untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan SR dalam model yang komprehensif, namun

(49)

c. Tingkat aktivitas, tingkat leverage dan tingkat likuiditas suatu perusahaan mempunyai banyak ukuran dalam mengukurnya, dalam penelitian ini penulis

hanya menggunakan 1 proksi untuk masing-masing variabel.

5.2.2. Saran

a. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan lebih banyak variabel lain, seperti variabel-variabel baru yang diidentifikasi sebagai variabel pendeteksi

pengungkapan sustainability report.

b. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan lebih banyak perusahaan yang menjadi sampel penelitian.

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Almilia, Luciana Spica dan Vieka Devi. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prediksi Peringkat Obligasi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. ProceedingSeminar Nasional Manajemen

SMART. Universitas Kristen Maranatha. Bandung. 3 November 2007. Anke, Fri Medistya. 2008. Analisis Penerapan Sustainability Report Berdasarkan

Global Reporting Initiative (GRI) pada PT Semen Gresik (Persero), Tbk. Skripsi. STIE Perbanas. Surabaya.

Anggraini, F.R.R. 2006. Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang Terdafar Bursa Efek Jakarta). Proceeding Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang, 23-26 Agustus 2006.

Armin, Muhammad Isra. 2011. Pengaruh Penghargaan Indonesia Sustainability Reporting Awards (ISRA) Terhadap Abnormal Return dan Volume Perdagangan Saham (Studi Empiris pada Perusahaan Peraih Penghargaan ISRA 2009-2010). Skripsi. Universitas Hasanudin. Makassar.

Bapepam. 2000. Surat Edaran Bapepam. No.SE-03/PM/2000 Tentang Komite Audit.

________. 2004. Surat Keputusan Ketua Bapepam. Kep 24/PM/2004. ________. 2004. Surat Keputusan Ketua Bapepam. Kep 29/PM/2004. Chariri, Anis. 2008. Kritik Sosial Atas Pemakaian Teori dalam Penelitian

Pengungkapan Sosial dan Lingkungan, Jurnal Maksi, Vol.8, No.2, hal.151-169.

Darwin, Ali. 2004. Penerapan Sustainability Reporting di Indonesia. Konvensi Nasional Akuntansi V. Yogyakarta, 13-15 Desember.

Dilling. 2009. Sustainability Reporting In A Global Context: What Are The Characteristics Of Corporatons That Provide High Quality Sustainability Reports- An Empirical Analysis. The International Business & Economics Research Journal Vol.9, No.1, hal. 19-29. New York Institute of

(51)

Fisher, Richard., Oyelere, Peter., and Laswad, Fauzi. 2004. Corporate Reporting On The Internet Audit Issues And Content Analysis Of Practices.

Managerial Auditing Journal, Vol. 19 No. 3, pp. 412-439.

Friedman, M. 2001. The Social Responsibility of Business is to Increase its Profits. In T. L. Beauchamp, & N.E. Bowie (Eds.), Ethical Theory and Business. London: Prentice Hall.

Ghozali, Imam. dan A, Chariri. 2007. Teori Akuntansi. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.

Global Reporting Initiative (GRI) 2000-2006. 2006. Sustainability Reporting Guidelines. www.globalreporting.org/guidelines/062006guidelines.asp. Diakses pada tanggal 7 Februari 2013.

Hadiningsih, Murni. 2007. Analisis Dampak Jangka Panjang Merger dan Akuisisi terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Pengakuisisi dan Perusahaan Diakuisisi di BEJ. Skripsi. Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

Hanafi dan Abdul Halim. 2003. Analisis Laporan Keuangan, Edisi Revisi. UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

Harahap, S.S. 2008. Teori Akuntansi Edisi Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada Jati, Framudyo. 2009. Pengaruh Struktur Corporate Governance terhadap

Kinerja Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI. Kasmir. 2012. Analisis Laporan Keuangan. Rajawali Pres, Jakarta.

Luthfia, Khaula. 2012. Pengaruh Kinerja Keuangan, Ukuran Perusahaan, Struktur Modal, dan Corporate Governance terhadap Publikasi Sustainability Report (Studi Empiris Perusahaan-Perusahaan yang Listed (Go-Public) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2007-2010). Skripsi. Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro. Semarang.

Laraswita dan Indrayani. 2010. Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Kelengkapan Pengungkapan dalam Laporan Tahunan Sektor Properti dan Real Estate yang Terdaftar di BEI. Jurnal Akuntansi.

Nitisemito, Alex. 1984. Pembelanjaan Perusahaan. Jakarta: Ghalia Indonesia. Nugroho, Firman Aji. 2009. Retorika dalam Sustainability Reporting: Analisis atas Narrative Text Pengungkapan Corporate Social Responbility dalam Sustainability Report PT Aneka Tambang, Tbk.Skripsi. Jurusan

(52)

Ratnasari, Yunita. 2011. Pengaruh Corporate Governance terhadap Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di dalam

Sustainability Report. Skripsi. Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang

Rismanda, Eddy. 2003. Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap

Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial. Tesis. Program Studi Magister Sains Akuntansi.Universitas Diponegoro.

Sefrilia, Meutia dan Yulia Saftiana. 2012. Pengaruh Kepemilikan Saham Pemerintah dan Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Corporate Sosial Responsibility (CSR). Jurnal Ekonomi Dan Informasi Akuntansi

(JENIUS). VOL. 2 NO. 2, MEI 2012. Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya.

Sembiring, Eddy Rismanda. 2005. Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial: Studi Empiris pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Jakarta. Proceeding Simposium Nasional Akuntansi 8. Solo, 15-16 September.

Setiawan, Maman.2005. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Karakteristik

Perusahaan, dan Karakteristik Tata Kelola Perusahaan terhadap Kinerja Perusahaan. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran.

Sugiono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. Alfabeta Ujiyantho, Muh. Arif dan Pramuka, B. A. 2007. Mekanisme Corporate

Governance, Manajemen Laba, dan Kinerja Keuangan. Proceeding Simposium Nasional Akuntansi 10. Makassar.

Utama, Sidharta. 2007. Evaluasi Infrastruktur Pendukung Pelaporan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan di Indonesia. Pengukuhan guru besar tetap pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Online:

www.webdev.ui.ac.id. Diakses pada tanggal 7 Februari 2013.

Waryanto. 2010. Pengaruh Karakteristik Good Coorporate Govenance (GCG) terhadap Luas Pengungkapan Corporate Social Responbility (CSR) di Indonesia. Skripsi. Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang.

Wicaksono, Arif, A.P. 2010. Akuntabilitas Pelaporan dan Pengungkapan

Corporate Social Responbility (CSR) pada PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional Veteran. Jawa Timur.

(53)

Gambar

Gambar 1 : kerangka teoritis

Referensi

Dokumen terkait

- berilah tanda pada kolom Tugas /Jabatan, sesuai tugas saat ini - berilah tanda status keaktifan sesuai kondisi saat ini.. - Isi Tempat Tugas &amp; Mapel

Dalam penelitian ini, permasalahan yang dibahas adalah apakah penerapan aktivitas Quick on The Draw dalam tatanan pembelajaran kooperatif dapat memperbaiki

Sistem yang dirancang selanjutnya akan diuji coba menggunakan simulator berdasarkan skenario pengujian yang telah dirancang agar sistem yang dibuat dapat berjalan sesuai dengan

Perancangan alat pengendap debu meliputi pembuatan pembangkit tegangan tinggi searah (DC) menggunakan metoda penyearah pengali tegangan atau Walton- Cockroft

Peyebaran sedimen di muara sungai jeneberang memperlihatkan bahwa pasir halus berada di bagian hulu muara, yang selanjutnya akan terbawa menuju ke laut dan

$NKLU \DQJ EHUMXGXO µ%DWXDQ Agate Sebagai Inspirasi Pada Perhiasan Keramik Menggunakann Kombinasi Material Logam Dengan Menggunakan Teknik Agateware ¶ .HUDJDPDQ PRWLI Agate akan

TAUHIDIN, S.PKP 19640423 198708 1 001 Kasubid Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan IV.a BADAN PELAYANAN PERIJINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL.

Bayi yang lahir dari riwayat abortus imminens akan memiliki beberapa resiko yaitu meningkatkan kejadian ketuban pecah prematur dini (PPROM), kelahiran sesar,