ABSTRACT
PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) TERHADAP PENGUNGKAPAN
SUSTAINABILITY REPORT (SR)
(Studi Empiris pada Perusahaan Pertambangan yang Listed di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2008 – 2012)
By
Siska Anggraini
This study aimed to analyze the effect of firm characteristics (activity, leverage, liquidity, profitability and company size), and the practice of good corporate governance (size of the audit committee, members of independent commisioners ratio and the frequency of meeting of the board of commisioners) toward disclosure of sustainability report.
This study used secondary data, the population of the entire mining companies listed on the Indonesia Stock Exchange (IDX) in 2008-2012. The company became the sample based on the purposive sampling method chosen with some spesific criteria. After the data are collected and then carried out the data analysis using logistic regression analysis.
Based on the results of the analysis carried out show that variable profitability, company size, members of independent commisioners ratio and the frequency of meeting of the board of commisioners influence the disclosure of sustainability report. While the variable of activity, leverage, liquidity and size of the audit committee not influence the disclosure of sustainability report.
ABSTRAK
PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG) TERHADAP PENGUNGKAPAN SUSTAINABILITY
REPORT (SR)
(Studi Empiris pada Perusahaan Pertambangan yang Listed di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2008 – 2012)
Oleh Siska Anggraini
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik perusahaan (aktivitas, leverage, likuiditas, profitabilitas, dan ukuran perusahaan), dan praktik good corporate governance (ukuran komite audit, rasio anggota komisaris independen dan frekuensi rapat dewan komisaris) terhadap pengungkapan sustainability report.
Penelitian ini menggunakan data sekunder, populasinya yaitu seluruh perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2008-2012. Perusahaan yang menjadi sampel dipilih berdasarkan metode purposive sampling dengan beberapa kriteria tertentu. Dan setelah data terkumpul maka dilakukan analisis data menggunakan analisis regresi logistik.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa variabel profitabilitas, ukuran perusahaan, rasio anggota komisaris independen dan frekuensi rapat dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan sustainability report. Sedangkan variabel aktivitas, leverage, likuiditas serta ukuran komite audit tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sustainability report.
Halaman DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah... 4
1.3. Tujuan Penelitian ... 4
1.4. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 6
2.1.1 Teori Stakeholder ... 6
2.1.2 Agency Theory ... 7
2.1.3 Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report) ... 8
2.1.4 Aktivitas ... 11
2.1.5 Leverage ... 12
2.1.6 Likuiditas ... 12
2.1.7 Profitabilitas ... 13
2.1.8 Ukuran Perusahaan ... 13
2.1.9 Ukuran Komite Audit ... 14
2.1.10 Rasio Anggota Komite Independen ... 15
2.2. Hipotesis ... 17
2 .2.1 Pengaruh Aktivitas terhadap pengungkapan SR ... 17
2.2.2 Pengaruh Leverage terhadap pengungkapan SR ... 18
2.2.3 Pengaruh Likuiditas terhadap pengungkapan SR ... 19
2.2.4 Pengaruh Profitabilitas terhadap pengungkapan SR ... 20
2.2.5 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap pengungkapan SR . 21
2.2.6 Pengaruh Ukuran Komite Audit terhadap pengungkapan SR ... 22
2.2.7 Pengaruh Rasio Anggota Komite Independen terhadap pengungkapan SR ... 23
2.2.8 Pengaruh Frekuensi Rapat Dewan Komisaris terhadap pengungkapan SR ... 25
2.3. Kerangka Teoritis ... 26
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Sumber Data ... 27
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 27
3.3. Operasional Variabel Penelitian ... 28
3.3.1 Variabel Dependen ... 28
3.3.2 Variabel Independen ... 29
3.4. Metode Analisis Data ... 33
3.4.1 Statistik Deskriptif ... 33
3.4.2 Analisis Regresi Logistik ... 33
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 37
4.1.1 Data dan Sampel ... 37
4.1.2 Analisis Statistik Deskriptif ... 39
4.2. Pengujian Kelayakan Model ... 40
4.3. Pengujian Hipotesis ... 44
4.4. Uji Hipotesis ... 46
4.4.1 Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Aktivitas terhadap Pengungkapan SR ... 46
4.4.2 Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Leverage terhadap Pengungkapan SR ... 47
4.4.3 Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Likuiditas terhadap Pengungkapan SR ... 48
4.4.4 Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Profitabilitas terhadap Pengungkapan SR ... 48
4.4.5 Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap . Pengungkapan SR ... 49
4.4.6 Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Ukuran Komite Audit terhadap Pengungkapan SR ... 50
4.4.7 Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Rasio Anggota Komite Independen terhadap Pengungkapan SR ... 50
4.4.8 Hasil Uji Hipotesis Pengaruh Frekuensi Rapat Dewan Komisaris terhadap Pengungkapan SR ... 51
4.5. Pembahasan ... 52
4.5.1 Aktivitas terhadap pengungkapan SR ... 53
4.5.2 Leverage terhadap pengungkapan SR ... 54
4.5.3 Likuiditas terhadap pengungkapan SR ... 55
4.5.4 Profitabilitas terhadap pengungkapan SR ... 56
4.5.5 Ukuran Perusahaan terhadap pengungkapan SR ... 57
4.5.6 Ukuran Komite Audit terhadap pengungkapan SR ... 58
4.5.7 Rasio Anggota Komite Independen terhadap pengungkapan SR ... 59
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ... 62
5.2. Keterbatasan Penelitian dan Saran ... 63
5.3.1 Keterbatasan Penelitian ... 63
5.3. 2 Saran ... 64
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pelaporan merupakan komponen penting dalam setiap kegiatan, baik sebagai
media pengungkapan (disclosure) maupun perangkat evaluasi dan monitoring
bagi perusahaan terbuka. Termasuk diantaranya yang akan menjadi wilayah
publik, berupa laporan keuangan, laporan CSR (Corporate Social Responsibility / Tanggung Jawab Sosial Perusahaan) ataupun laporan berkelanjutan (sustainability report) yang menjadi penilaian awal atas kredibilitas suatu perusahaan (Armin,
2011). Perusahaan dituntut untuk tidak hanya memberikan kontribusi terhadap
pertumbuhan ekonomi saja, tetapi juga dapat membantu dalam memecahkan
permasalahan terkait resiko dan ancaman terhadap keberlanjutan (sustainability) dalam lingkup hubungan sosial, lingkungan, dan perekonomian (GRI, 2006).
Elkington (1997) dalam Widianto (2011) mengatakan bahwa berubahnya
paradigma dalam dunia usaha, yang selama ini berasal dari profit oriented only, kemudian menjadi berorientasi pada tiga hal yang sering disebut dengan Tripple-P
2
development, melalui aktivitas-aktivitas operasi yang dilakukan secara
bertanggung jawab dengan mempertimbangkan keuntungan (profit), bumi (planet), dan komunitas (people).
Sustainability reporting terbagi menjadi tiga kategori yang biasa disebut sebagai aspek tripple bottom line, yaitu kinerja ekonomi, kinerja lingkungan, dan kinerja
sosial. Tujuannya adalah agar stakeholder bisa mendapat informasi yang lebih komprehensif untuk menilai kinerja, risiko, dan proyek bisnis, serta kelangsungan
hidup suatu korporasi (Darwin, 2004).
Pengungkapan Sustainability Report (SR) di kebanyakan negara, termasuk Indonesia masih bersifat voluntary, artinya perusahaan dengan sukarela
menerbitkannya dan tidak ada aturan yang mewajibkan seperti halnya pada
penerbitan financial reporting (Utama, 2007). Meskipun pengungkapan SR tidak diwajibkan untuk perusahaan, akan tetapi tuntutan bagi perusahaan untuk
memberikan informasi yang transparan, akuntabel, serta praktik tata kelola
perusahaan yang semakin baik (good corporate governance) mengharuskan perusahaan untuk melakukan pengungkapan yang bersifat sukarela, seperti
pengungkapan mengenai aktivitas sosial dan lingkungan (Utama, 2007).
Di Indonesia, penelitian mengenai Sustainability Report (SR) masih terbilang
cukup jarang. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya cenderung
menggunakan pendekatan kualitatif yang menganalisis penerapan sustainability report suatu perusahaan berdasar Global Reporting Initiative (GRI). Oleh karena
itu penelitian ini dibuat untuk memahami lebih lanjut keterkaitan antara
Penelitian ini melanjutkan penelitian dari Widianto (2011) yang meneliti
bagaimana pengaruh profitabilitas, likuiditas, leverage, aktivitas, ukuran perusahaan, dan corporate governance terhadap praktik pengungkapan
sustainability report pada perusahaan–perusahaan yang listed di Bursa Efek Indonesia 2007 - 2009. Obyek penelitiannya adalah 20 perusahaan yang
melakukan pengungkapan SR, dan 25 perusahaan yang tidak melakukan
pengungkapan SR dipilih dengan menggunakan metode sampel acak terstruktur
(stratified random sampling).
Dalam penelitian ini, corporate governance diproksikan melalui rasio anggota dewan komisaris, frekuensi rapat dewan komisaris dan jumlah anggota komite
audit dalam waktu satu tahun pada perusahaan pertambangan yang listed di Bursa Efek Indonesia (BEI)tahun 2008-2012. Untuk pemilihan sampel, dipilih
menggunakan metode purposive sampling dengan beberapa kriteria tertentu.
Sampel yang dipilih oleh penulis adalah perusahaan pertambangan, karena
klasifikasi perusahaan ini yang paling erat berkaitan dengan permasalahan
lingkungan dan sosial. Selain itu penulis juga ingin menyeragamkan populasi agar
hasil penelitian dapat lebih fokus pada salah satu jenis perusahaan saja dan
diharapkan hasilnya lebih akurat.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka penulis menetapkan
4
1.2. Rumusan Masalah
Penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini dalam beberapa hal,
yaitu:
1. Apakah pengaruh variabel-variabel karakteristik perusahaan (aktivitas,
leverage, likuiditas, profitabilitas, dan ukuran perusahaan) terhadap
pengungkapan sustainability report?
2. Apakah pengaruh good corporate governance (ukuran komite audit, rasio anggota komisaris independen dan frekuensi rapat dewan komisaris) terhadap
pengungkapan sustainability report?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana pengaruh
variabel-variabel karakteristik perusahaan (aktivitas, leverage, likuiditas, profitabilitas, dan ukuran perusahaan), serta praktik good corporate governance (ukuran komite
audit, rasio anggota komisaris independen dan frekuensi rapat dewan komisaris)
terhadap pengungkapan sustainability report suatu perusahaan.
1.4. Manfaat Penelitian
Dan manfaat penelitian ini adalah:
1. Akademisi, penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber pemahaman
karakteristik perusahaan yang dalam pengungkapan sustainability report
pada perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia.
2. Perusahaan, penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam
menyampaikan informasi dan pengetahuan untuk pertimbangan dalam
membuat kebijakan mengenai pengungkapan sustainability report yang
bisa meningkatkan reputasi perusahaan. Serta dapat menjadi salah satu
wujud media akuntabilitas dan transparansi perusahaan kepada stakeholder terkait masalah lingkungan maupun dampak sosial.
3. Investor, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi yang dapat
memberikan informasi dan pengetahuan sebagai bahan pertimbangan
dalam membuat keputusan dan menentukan pilihan untuk berinvestasi
pada perusahaan yang memiliki potensi sustainability yang baik.
4. Pemerintah maupun pihak lain yang memiliki otoritas sebanding,
penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk menentukan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Stakeholder
Teori Stakeholder mengatakan bahwa perusahaan bukanlah suatu entitas yang
hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri yaitu terhadap para pemilik
(shareholder), namun harus memberikan manfaat bagi stakeholder (pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis, dan pihak
lain). Hal ini berdasar pada argumen Friedman (2001) dalam Ghozali dan Chariri
(2007) yang mengatakan bahwa tujuan utama perusahaan adalah
memaksimumkan kepentingan pemiliknya. Namun, seiring berjalannya waktu
pandangan tentang stakeholder telah mulai berubah secara susbstansial.
Menurut Gray, et al. (1995) dalam Ghozali dan Chariri (2007), kelangsungan
hidup perusahaan tergantung pada dukungan stakeholder dan dukungan tersebut harus dicari sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk mencari dukungan
tersebut. semakin powerful stakeholder, maka semakin besar usaha perusahaan
untuk beradaptasi. Pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari dialog
Para stakeholder membutuhkan berbagai informasi terkait dengan aktivitas
perusahaan yang digunakan dalam pengambilan keputusan. Oleh karena tumbuh
kembang perusahaan bergantung pada dukungan dari para stakeholder-nya, maka
perusahaan akan berusaha untuk memberikan berbagai informasi yang bermanfaat
bagi stakeholder dalam mengambil keputusan. Pengungkapan informasi dapat dibagi menjadi dua yakni yang sifatnya wajib (mandatory) dan sukarela
(voluntary). Salah satu bentuk pengungkapan sukarela yang berkembang pesat saat ini yaitu sustainability report. Menurut Ghozali dan Chariri (2007) dalam
Widianto (2011), melalui sustainability report (pengungkapan sosial dan lingkungan) perusahaan dapat memberikan informasi yang lebih cukup dan
lengkap berkaitan dengan kegiatan dan pengaruhnya terhadap kondisi sosial
masyarakat dan lingkungan.
2.1.2. Agency Theory
Jensen dan Meckling (1976) dalam Ratnasari (2011) mendefinisikan hubungan
keagenan sebagai sebuah kontrak yang menyatakan bahwa salah satu pihak
(prinsipal) meminta kepada pihak lain (agen) untuk melakukan jasa tertentu demi
kepentingan prinsipal, dengan mendelegasikan otoritas kepadanya. Pendelegasian
otoritas memang menjadi sebuah keharusan dalam hubungan keagenan ini untuk
memungkinkan agen mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada prinsipal.
Dalam setiap hubungan keagenan, timbul agency cost yang ditanggung baik oleh prinsipal maupun oleh agen. Maka dari itu setiap perusahaan perlu menerapkan
8
saham), dan pemilik menjadi lebih yakin bahwa agen tidak akan melakukan suatu
kecurangan untuk kesejahteraan agen sehingga dapat meminimalisasi biaya
keagenan serta mencegah adanya konflik kepentingan.
Pengungkapan sustainability report adalah salah satu bentuk pertanggungjawaban pihak prinsipal kepada agen, selain dari pembuatan annual report. Hanya saja sustainability report sifatnya masih bersifat voluntary, sementara annual report
adalah mandatory disclosure. Karena orientasi perusahaan saat ini bukan hanya semata-mata mencari profit (keuntungan) tetapi telah beralih ke tripple-p bottom
line yaitu keuntungan (profit), bumi (planet), dan komunitas (people).
2.1.3. Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)
Dalam GRI (2006), sustainability report didefinisikan sebagai praktik untuk mengukur dan mengungkapkan aktivitas perusahaan, sebagai tanggung jawab
kepada stakeholder internal maupun eksternal mengenai kinerja organisasi dalam
mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan. Sustainability report akan menjadi salah satu media untuk mendeskripsikan pelaporan ekonomi, lingkungan,
dan dampak sosial (seperti halnya konsep tripple bottom line, pelaporan CSR, dan
sebagainya).
Seperti yang dikatakan oleh Luthfia (2012), SR adalah sebagai bukti bahwa telah
adanya komitmen dari pihak perusahaan terhadap lingkungan sosialnya yang
dapat dinilai hasilnya oleh para pihak yang membutuhkan informasi tersebut.
Selain itu SR merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan oleh suatu
organisasi baik pemerintah maupun perusahaan dalam berdialog dengan warga
pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu penyusunan SR pada saat sekarang
ini menempati posisi yang sama pentingnya juga dengan pengungkapan informasi
seperti yang diungkapkan dalam laporan keuangan.
Pengungkapan sustainability report merujuk pada standar yang dikembangkan oleh GRI (Global Reporting Initiatives). Dalam standar GRI (GRI, 2006)
indikator kinerja dibagi menjadi 3 komponen utama, yaitu:
1. Indikator kinerja ekonomi meliputi:
a) Aspek kinerja ekonomi.
b) Keberadaan pasar.
c) Dampak ekonomi tidak langsung.
2. Indikator kinerja sosial meliputi:
a) Praktik Kerja: karyawan, hubungan manajemen dengan karyawan,
keselamatan dan kesehatan kerja, kesempatan kerja.
b) Hak Asasi Manusia: praktik dan investasi pengadaan, non
diskriminasi, kebebasan berserikat dan berkumpul, buruh anak,
kerja paksa, keamanan praktik, masyarakat asli.
c) Masyarakat: komunitas, anti korupsi, kebijakan publik, kompetisi,
kepatuhan.
d) Tanggung jawab produk: kesehatan dan keamanan pelanggan,
labeling produk dan jasa, komunikasi pemasaran, privasi
konsumen.
3. Indikator kinerja lingkungan meliputi:
10
b) Keanekaragaman hayati.
c) Emisi, sungai, dan limbah.
d) Produk dan jasa.
e) Ijin pelaksanaan.
f) Transportasi.
g) Pakaian kerja.
Dengan menerbitkan sustainability report, banyak manfaat yang diperoleh perusahaan. World Business Council for Sustainable Development (WBCSD)
(dikutip dari Widianto, 2011) menjelaskan manfaat yang didapat dari
pengungkapan sustainability report antara lain:
1. Sustainability report memberikan informasi kepada stakeholder (pemegang saham, anggota komunitas lokal, pemerintah) dan meningkatkan prospek
perusahaan, serta membantu mewujudkan transparansi.
2. Sustainabilty report dapat membantu membangun reputasi sebagai alat yang memberikan kontribusi untuk meningkatkan brand value, market share, dan loyalitas konsumen jangka panjang.
3. Sustainability report dapat menjadi cerminan bagaimana perusahaan mengelola risikonya.
4. Sustainability report dapat digunakan sebagai stimulasi leadership thinking dan performance yang didukung dengan semangat kompetisi.
5. Sustainability report dapat mengembangkan dan memfasilitasi
pengimplementasian dari sistem manajemen yang lebih baik dalam mengelola
6. Sustainability report cenderung mencerminkan secara langsung kemampuan
dan kesiapan perusahaan untuk memenuhi keinginan pemegang saham untuk
jangka panjang.
7. Sustainability report membantu membangun ketertarikan para pemegang saham dengan visi jangka panjang dan membantu mendemonstrasikan bagaimana
meningkatkan nilai perusahaan yang terkait dengan isu sosial dan lingkungan.
2.1.4. Aktivitas
Aktivitas operasi perusahaan membutuhkan investasi, baik untuk aset yang
bersifat jangka pendek (inventory dan account receivable) maupun jangka panjang (property, plan, and equipment). Aktivitas sendiri menggambarkan hubungan
antara tingkat operasi perusahaan (sales) dengan aset yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan operasi perusahaan. Aktivitas juga dapat digunakan untuk
memprediksi modal yang dibutuhkan perusahaan (baik untuk kegiatan operasi
maupun jangka panjang) (Ulupui (2009) dalam Widianto (2011)).
Aktivitas mengukur seberapa efektif perusahaan dalam pengelolaan aktivanya.
Jika perusahaan terlalu banyak memiliki aktiva, maka biaya modalnya akan
menjadi terlalu tinggi sehingga laba pun akan menurun. Di sisi lain, jika aktivitas
terlalu rendah maka penjualan yang menguntungkan akan hilang, sehingga rasio
ini menggambarkan perbandingan antara tingkat penjualan dan investasi
12
2.1.5. Leverage
Menurut Rismanda (2003) leverage merupakan alat ukur untuk menghitung seberapa besar perusahaan tergantung pada kreditor dalam membiayai aset
perusahaan. Perusahaan yang mempunyai tingkat leverage yang tinggi berarti sangat tergantung pada pinjaman luar untuk membiayai asetnya. Sedangkan
perusahaan yang mempunyai tingkat leverage rendah lebih banyak membiayai asetnya dengan modal sendiri. Dengan demikian, tingkat leverage perusahaan, menggambarkan risiko keuangan perusahaan.
Hal itu diperkuat oleh pernyataan Sembiring (2005) yang mengatakan bahwa
leverage merupakan gambaran seberapa besar perusahaan tergantung pada
kreditor dalam membiayai aset perusahaan. Leverage mencerminkan tingkat resiko keuangan perusahaan. Semakin tinggi tingkat leverage (rasio ekuitas) semakin besar kemungkinan akan melanggar perjanjian kredit sehingga
perusahaan akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi, supaya
laba yang dilaporkan tinggi maka manajer harus mengurangi biaya-biaya
(termasuk biaya untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial).
2.1.6. Likuiditas
Menurut Sartono (2002) dalam Almilia dan Devi (2007) likuiditas adalah
kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban finansial jangka pendek tepat
pada waktunya. Sedangkan menurut Mahmud dan Halim (2007) dalam Widianto
(2011), rasio likuiditas mengukur kemampuan likuiditas jangka pendek
perusahaan dengan melihat aktiva lancar perusahaan terhadap utang lancarnya
2.1.7. Profitabilitas
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam
hubungannya dengan penjualan, total aktiva, dan ekuitas. Semakin tinggi
profitabilitas, maka semakin tinggi efisiensi perusahaan dalam memanfaatkan
fasilitas perusahaan (Sartono (2002) dalam Luthfia (2012)). Sedangkan menurut
Heinze (1976) profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi
bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan tanggung jawab sosial kepada
pemegang saham (Hackston dan Milne (1996) dalam Widianto (2011)).
Tingginya tingkat profitabilitas pada perusahaan akan meningkatkan daya saing
antar perusahaan, yang juga menunjukkan adanya pertumbuhan perusahaan pada
masa mendatang. Dengan begitu pertumbuhan perusahaan memerlukan
pengungkapan yang lebih luas dalam memenuhi kebutuhan informasi bagi
penggunanya.
2.1.8. Ukuran Perusahaan
Zaleha (2005) dalam Luthfia (2012) mengatakan bahwa ukuran suatu perusahaan
dapat mempengaruhi luas pengungkapan informasi perusahaan. Yang secara
umum perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada
perusahaan kecil. Perusahaan besar umumnya memiliki jumlah aktiva yang besar,
penjualan besar, skill karyawan yang baik, sistem informasi yang canggih, jenis
produk yang banyak, serta struktur kepemilikan yang lengkap, sehingga
memungkinkan dan membutuhkan tingkat pengungkapan secara luas. Dan
menurut Rosmasita (2007) dalam Widianto (2011), perusahaan besar mempunyai
14
dibanding perusahaan kecil sehingga perusahaan besar cenderung
mengungkapkan informasi yang lebih luas.
2.1.9. Ukuran Komite Audit (Corporate Governance)
Komite audit merupakan salah satu komite yang memiliki peranan penting dalam
corporate governance. Komite audit memiliki tugas untuk menelaah kebijakan
akuntansi yang diterapkan perusahaan, menilai pengendalian internal, menelaah
sistem pelaporan kepada pihak eksternal, dan kepatuhan terhadap peraturan
(Bradbury (2004) dalam Widianto (2011)).
Komite audit dibentuk oleh dewan komisaris dalam rangka membantu
melaksanakan tugas dan fungsinya (Surat Keputusan Ketua Bapepam
Kep-29/PM/2004). Menurut Surat Edaran Bapepam Nomor. SE-03/PM/2000 tentang
komite audit menjelaskan bahwa tujuan komite audit adalah membantu dewan
komisaris untuk:
1. Meningkatkan kualitas laporan keuangan;
2. Menciptakan iklim disiplin dan pengendalian yang dapat mengurangi
kesempatan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan;
3. Meningkatkan efektivitas fungsi internal audit maupun eksternal audit;
4. Mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian dewan komisaris.
Dalam rangka pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik Bursa Efek Jakarta
(BEJ) mengeluarkan peraturan 1 Juli 2001 yang mengatur tentang pembentukan
dewan komisaris independen dan komite audit. Komite audit harus beranggotakan
independen yang merangkap ketua komite audit (Suaryana (2002) dalam
Widianto (2011)).
Komite Audit beranggotakan satu atau lebih anggota Dewan Komisaris. Komite
Audit harus diketuai oleh seorang Komisaris Independen (Surat Keputusan Ketua
Bapepam Kep-29/PM/2004). Anggota Komite Audit diharuskan memiliki
keahlian yang memadai. Berdasarkan Surat Keputusan Ketua Bapepam
Kep29/PM/2004 menyatakan bahwa anggota komite audit harus:
1. Memilik integritas yang tinggi, kemampuan, pengetahuan dan pengalaman
yang sesuai dengan pendidikannya, serta mampu berkomunikasi dengan
baik;
2. Salah seorang dari anggota komite audit memiliki latar belakang
pendidikan akuntansi atau keuangan;
3. Memiliki pengetahuan yang cukup untuk membaca dan memahami
laporan keuangan;
4. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal dan peraturan perundang-perundang-undangan
terkait lainnya.
2.1.10.Rasio Anggota Komisaris Independen (Corporate Governance) Komisaris independen adalah komisaris yang bukan merupakan anggota
manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau dengan cara lain
berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas
dari suatu perusahaan yang mengawasi pengelolaan perusahaan (Surya dan
16
Keberadaan dewan komisaris independen telah diatur dalam peraturan BEJ yang
mewajibkan perusahaan yang sahamnya tercatat di BEJ untuk memiliki dewan
komisaris independen sekurangkurangnya 30% dari seluruh jajaran anggota
dewan komisaris (Peraturan BEJ tanggal 19 Juli 2004, dikutip dari Surya dan
Yustivandana (2006) dalam Ratnasari (2011)). Beberapa kriteria lainnya tentang
dewan komisaris independen adalah sebagai berikut:
1. Komisaris Independen tidak memiliki saham baik langsung maupun tidak
langsung pada emiten atau perusahaan publik;
2. Komisaris Independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan emiten atau
pemegang saham mayoritas dari perusahaan tercatat yang bersangkutan;
3. Komisaris Independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan direktur
dan/atau komisaris lainnya dari perusahaan tercatat yang bersangkutan;
4. Komisaris Independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan
lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan;
5. Komisaris Independen harus berasal dari luar emiten atau perusahaan publik;
6. Komisaris Independen harus mengerti peraturan perundang-undangan di bidang
pasar modal;
7. Komisaris Independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham minoritas
yang bukan pemegang saham pengendali dalam Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS).
2.1.11.Frekuensi Rapat Dewan Komisaris (Corporate Governance)
Menurut Mulyadi (2002) dalam Ratnasari (2011) dewan komisaris merupakan
perusahaan yang dilakukan oleh manajemen dan mencegah pengendalian yang
terlalu banyak di tangan manajemen. Dewan komisaris bertanggung jawab untuk
menentukan apakah manajemen telah memenuhi tanggung jawab mereka dalam
mengembangkan dan menyelenggarakan pengendalian intern.
Keefektifan dari dewan komisaris dapat dipengaruhi oleh frekuensi meeting,
frekuensi rapat yang tinggi dapat menghasilkan monitoring yang lebih baik.
Dalam penelitian ini, frekuensi rapat dewan komisaris diukur dengan jumlah
meeting khusus dewan komisaris yang diselenggarakan selama satu tahun (Yatim,
2009).
2.2. Hipotesis
2.2.1. Pengaruh Aktivitas terhadap Pengungkapan SR
Tingginya rasio aktivitas perusahaan mencerminkan kemampuan dana yang
tertanam dalam perputaran seluruh aktivanya pada suatu periode tertentu
(Setiawan, 2005: 19). Semakin tinggi rasio mencerminkan semakin baik
manajemen mengelola aktivanya, yang berarti semakin efektif perusahaan dalam
penggunaan total aktiva. Semakin efektif tindakan-tindakan perusahaan dalam
pengeloaan dana, maka perusahaan akan memiliki kecenderungan untuk mencapai
kondisi keuangan yang semakin stabil dan kuat. Kondisi keuangan yang semakin
kuat merupakan cerminan upaya yang dilakukan perusahaan untuk mencari
dukungan stakeholder dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Gray et al. (1995) dalam Ghozali dan Chariri (2007) menyatakan kelangsungan
18
tersebut. Berbagai upaya dan hasil ini akan dikomunikasikan kepada stakeholder
untuk mempertahankan dan memperluas dukungan mereka. Informasi yang
melebihi yang diwajibkan akan dilihat secara berbeda dibanding informasi yang
diwajibkan apalagi jika informasi tersebut diungkap dalam bentuk laporan yang
berbeda seperti SR yang bersifat sukarela. Melalui pengungkapan sukarela ini,
perusahaan menunjukkan komitmennya untuk tetap menjalankannya operasinya
yang mengarah ke penciptaan nilai perusahaan. Dilling (2009) mengatakan bahwa
sekitar tujuh puluh persen penelitian menyebutkan adanya hubungan positif antara
kinerja perusahaan dengan pengungkapan SR.
H1 = Tingkat aktivitas perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan sustainability report.
2.2.2. Pengaruh Leverage terhadap Pengungkapan SR
Semakin tinggi tingkat leverage, maka akan ada kecenderungan perusahaan
berusaha untuk melaporkan profitabilitasnya agar tetap tinggi. Hal ini
dikarenakan, tingkat profitabilitas yang tinggi akan mencerminkan kondisi
keuangan perusahaan yang kuat sehingga dapat meyakinkan perusahaan dalam
memperoleh pinjaman dari para stakeholder-nya. Bahkan, semakin tinggi tingkat leverage semakin besar kemungkinan perusahaan akan melanggar perjanjian
kredit, sehingga akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi. Para
stakeholder perusahaan, akan lebih percaya dan memilih untuk menginvestasikan dananya pada perusahaan-perusahaan yang memiliki kondisi keuangan yang sehat
harus mengurangi biaya-biaya (termasuk biaya untuk mengungkapkan laporan
sosial dan lingkungan).
Pengungkapan informasi sosial dan lingkungan dapat dilakukan perusahaan salah
satunya melalui pembuatan sustainability report. Informasi sosial lingkungan yang diberikan sebenarnya cenderung digunakan sebagai bentuk respon dari
perusahaan atas tekanan, baik dari pemerintah ataupun publik agar
mengungkapkan dampak dari aktivitas-aktivitas bisnis yang telah dilakukan
perusahaan (Guthrie dan Parker (1990) dalam Ghozali dan Chariri (2007)).
Menurut Megginson (1997) dalam Widianto (2011) mengatakan leverage
memiliki pengaruh yang negatif terhadap profitabilitas. Hal ini diakibatkan karena
struktur modal dengan pembiayaan utang, akan memperkecil tingkat profitabilitas
yang dicapai, karena total modal yang relatif tinggi akan membawa biaya, yang
berarti meningkatnya kesulitan keuangan. Sehingga perusahaan mengurangi
pelaporan yang bersifat sukarela seperti halnya sustainability report, karena pelaporan itu akan membutuhkan waktu yang tidak sebentar serta biaya yang
cukup besar. Maka muncullah asumsi yang kedua yaitu :
H2 = Tingkat leverage suatu perusahaan berpengaruh negatif terhadap pengungkapan sustainability report.
2.2.3. Pengaruh Likuiditas terhadap Pengungkapan SR
Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya (Nitisemito, 1989:107), Perusahaan
20
untuk membayar kewajiban-kewajiban jangka pendeknya tepat waktu. Perusahaan
yang dapat dengan segera memenuhi kewajiban keuangannya berarti menandakan
memiliki kinerja keuangan yang baik. Hal ini didukung oleh Burton, dkk (2000)
dalam Almilia dan Devi (2007) yang juga mengatakan tingkat likuiditas yang
tinggi akan menunjukkan kuatnya kondisi keuangan perusahaan. Kondisi
keuangan yang kuat akan mendorong perusahaan untuk mengungkap lebih banyak
informasi sebagai instrumen untuk meyakinkan para stakeholder-nya.
Berdasarkan argumen-argumen tersebut dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H3 = Tingkat Likuiditas suatu perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan sustainability report.
2.2.4. Pengaruh Profitabilitas terhadap Pengungkapan SR
Profitabilitas merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba dalam upaya meningkatkan nilai pemegang saham (Mahmud
dan Halim (2007) dalam Widianto (2011)). Perusahaan yang memiliki
kemampuan kinerja keuangan yang baik, akan memiliki kepercayaan yang tinggi
untuk menginformasikan kepada stakeholder-nya, karena perusahaan mampu
menunjukkan kepada mereka bahwa perusahaan dapat memenuhi harapan mereka
terutama investor dan kreditor. Akibatnya, perusahaan dengan tingkat
profitabilitas yang tinggi akan cenderung untuk melakukan pengungkapan melalui
SR, karena profitabilitas merupakan salah satu indikator kinerja yang harus
diungkapkan dalam SR. Pengungkapan SR ini dilakukan dalam rangka
pengungkapan SR juga dapat digunakan sebagai media komunikasi dengan para
stakeholder, yang ingin memperoleh keyakinan tentang bagaimana profit dihasilkan perusahaan. Informasi ini terutama penting bagi stakeholder selain
investor dan kreditor yang biasanya dimotivasi oleh kepentingan ekonomi atau
financial.
Beberapa hasil penelitian yang melihat hubungan atau pengaruh kinerja keuangan
dengan atau terhadap pengungkapan menunjukkan dukungan atas logika di atas.
Laraswita dan Indrayani (2010) menemukan bahwa profitabilitas memiliki
pengaruh signifikan positif terhadap kelengkapan pengungkapan laporan. Selain
itu penelitian Fitriani (2001) dalam Laraswita (2010) juga menyatakan bahwa
variabel net profit margin berhubungan positif dengan kelengkapan
pengungkapan. Robert (1992) dalam Rismanda (2003) menemukan hubungan
positif antara laba dengan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Oleh
karena itu, hipotesis dirumuskan sebagai berikut :
H4 = Tingkat Profitabilitas berpengaruh positif terhadap pengungkapan sustainability report.
2.2.5. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Pengungkapan SR
Semakin besar suatu perusahaan akan semakin disorot oleh para stakeholder.
Dalam kondisi demikian perusahaan membutuhkan upaya yang lebih besar untuk
memperoleh legitimasi stakeholder dalam rangka menciptakan keselarasan nilai-nilai sosial dari kegiatannya dengan norma perilaku yang ada dalam masyarakat.
Oleh karena itu semakin besar perusahaan akan semakin berkepentingan untuk
22
untuk, antara lain: mendidik dan menginformasikan para stakeholder tentang
tujuan atau maksud organisasi untuk meningkatkan kinerjanya; mengubah
persepsi organisasi, tanpa mengubah kinerja aktual organisasi; mengalihkan atau
memanipulasi perhatian dari isu-isu penting ke isu-isu lain yang berhubungan;
atau mengubah ekspektasi eksternal tentang kinerja organisasi. Hal-hal tersebut
dilakukan dalam rangka menyelaraskan aktivitas perusahaan dengan norma
perilaku dalam sistem sosial masyarakat sebagai suatu wujud legitimasi
perusahaan (Dowling dan Pfeffer (1975) dalam Ghozali dan Chariri (2007)).
Menurut Cowen (1987) dalam Rismanda (2003) mengemukakan bahwa
perusahaan yang lebih besar akan memiliki pengaruh dan aktivitas yang lebih
banyak terhadap masyarakat, sehingga akan membuat para pemegang sahamnya
untuk lebih memperhatikan laporan-laporan perusahaan dalam menyebarkan
informasi aktivitas-aktivitas sosial yang telah diimplementasikan. Oleh karena itu
semakin besar perusahaan, maka memiliki kecenderungan untuk mengungkap
informasi lebih banyak, sehingga semakin mungkin untuk melakukan
pengungkapan sustainability report. Berdasar argumen-argumen di atas maka
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H5 = Tingkat Ukuran Perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan sustainability report.
2.2.6. Pengaruh Ukuran Komite Audit terhadap Pengungkapan SR
Komite audit merupakan alat yang efektif untuk melakukan mekanisme
pengawasan, sehingga dapat mengurangi biaya agensi dan meningkatkan kualitas
dibentuknya komite audit yang berkualitas hal ini akan meningkatkan image
perusahaan dimata para stakeholder-nya.
Collier (1993) dalam Waryanto (2010) menyatakan bahwa keberadaan komite
audit membantu menjamin pengungkapan dan sistem pengendalian agar dapat
berjalan dengan baik. Selain itu, pertanggungjawaban yang dimiliki oleh komite
audit dalam melaksanakan proses internal control dan laporan keuangan, berusaha diwujudkan sebaik-baiknya oleh perusahaan untuk memperoleh tingkat
kompetensi dalam keuangan. Tingginya kompetensi keuangan yang dimiliki
perusahaan akan terus diusahakan guna mendapatkan dukungan dari para
stakeholder-nya.
Dengan ukuran komite audit yang semakin besar diharapkan akan mendukung
terwujudnya pelaksanaan corporate governance yang lebih baik yang selanjutnya akan mendukung perusahaan untuk cenderung melakukan pengungkapan
sustainability report. Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut maka hipotesis yang
diajukan adalah :
H6 = Ukuran komite audit berpengaruh positif terhadap pengungkapan sustainability report.
2.2.7. Pengaruh Rasio Anggota Komisaris Independen terhadap Pengungkapan SR
Keefektivan pengawasan dalam aktivitas perusahaan dapat dipengaruhi oleh
bagaimana dewan komisaris dibentuk dan diorganisir. Kinerja dewan yang baik
24
penerapannya, pelaksanaan GCG sangat bergantung pada fungsi-fungsi dari
dewan komisaris yang dipercaya sebagai pihak yang mengurus perusahaan.
Keberadaan dewan komisaris belum memberikan jaminan terlaksananya
prinsip-prinsip corporate governance, khususnya mengenai perlindungan terhadap
investor. Untuk mendorong implementasi GCG, dibuatlah sebuah organ tambahan
dalam struktur perseroan. Organ tambahan tersebut diharapkan dapat
meningkatkan penerapan GCG di dalam perusahaan-perusahaan di Indonesia,
organ tambahan tersebut antara lain adalah dewan komisaris independen (Surya
dan Yustivandana (2006) dalam Ratnasari (2011)).
Komisaris independen adalah komisaris yang bukan merupakan anggota
manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau dengan cara lain
berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas
dari suatu perusahaan yang mengawasi pengelolaan perusahaan (Surya dan
Yustivandana (2006) dalam Ratnasari (2011)).
Untuk mewujudkan akuntabilitas perusahaan, dewan komisaris independen cukup
berpengaruh dalam menekan manajemen untuk mengungkapkan informasi sosial
yang lebih luas, sehingga perusahaan yang memiliki jumlah anggota komisaris
independen yang lebih besar akan lebih banyak mengungkapkan informasi sosial.
Oleh karena itu dapat ditarik hipotesis bahwa :
2.2.8. Pengaruh Frekuensi Rapat Dewan Komisaris terhadap Pengungkapan SR
Rapat dewan komisaris merupakan media komunikasi dan koordinasi diantara
anggota-anggota dewan komisaris dalam menjalankan tugasnya sebagai pengawas
manajemen. Dalam rapat tersebut, akan membahas masalah mengenai arah dan
strategi perusahaan, evaluasi kebijakan yang telah diambil atau dilakukan oleh
manajemen, dan mengatasi masalah benturan kepentingan (FCGI, 2002 dalam
Ratnasari, 2011). Oleh karena itu, semakin sering dewan komisaris mengadakan
rapat diharapkan monitoring (pengawasan) yang dilakukan oleh dewan komisaris
akan semakin baik. Dengan demikian, pengungkapan informasi sosial perusahaan
juga akan semakin luas.
Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Xie et al. (2003) dalam
Waryanto (2010) yang menemukan bahwa semakin sering dewan komisaris
mengadakan rapat, maka fungsi pengawasan semakin efektif sehingga
pengungkapan yang dilakukan perusahaan akan semakin luas. Maka dibentuklah
hipotesis yang mengemukakan bahwa :
26
2.3. Kerangka Teoritis
[image:36.595.121.497.144.641.2]Model penelitian atau kerangka teoritis penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1
Gambar 1 : kerangka teoritis (+)
(+) (+) (+) (+) (+) (-)
(+)
Corporate Governance (Rasio Anggota Komisaris
Independen)
Corporate Governance (Frekuensi Rapat Dewan
Komisaris ) Leverage
Corporate Governance (Ukuran Komite Audit)
Aktivitas
Likuiditas
Profitabilitas
Ukuran Perusahaan
Pengungkapan Laporan Keberlanjutan (Sustainability
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Sumber Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan data sekunder karena data diperoleh
secara tidak langsung atau melalui media perantara, Sumber-sumber data dapat
diperoleh dari ICMD, mengunduh di website Bursa Efek Indonesia (BEI):
www.idx.co.id, website Indonesia Sustainability Report Award (ISRA):
isra.ncsr-id.org, dan website resmi perusahaan.
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan pertambangan yang
terdaftar pada tahun 2008-2012 di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dalam penelitian
ini perusahaan yang menjadi sampel dipilih berdasarkan purposive sampling
(kriteria yang dikehendaki). Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Perusahaan pertambangan yang selama tahun penelitian 2008-2012 tidak
28
2. Perusahaan pertambangan yang secara lengkap mempublikasikan laporan
keuangan selama tahun penelitian 2008-2012 pada website Bursa Efek
Indonesia (BEI): www.idx.co.id
3. Laporan keuangan dinyatakan dalam mata uang rupiah, dikarenakan
penelitian dilakukan di Indonesia maka laporan keuangan yang digunakan
adalah yang dinyatakan dalam rupiah
4. Perusahaan pertambangan yang memiliki data mengenai informasi dewan
komisaris, frekuensi rapat dewan komisaris dan informasi komite audit
selama tahun penelitian 2008-2012.
3.3. Operasional Variabel Penelitian
Variabel penelitian pada dasarnya adalah sesuatu hal yang terbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik simpulan (Sugiono, 2009). Variabel-variabel yang
dalam penelitian ini terdiri dari 1 variabel terikat dan 8 variabel bebas.
3.3.1. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengungkapan SR oleh suatu
perusahaan. SR merupakan laporan yang berisi praktik dalam mengukur dan
mengungkapkan aktivitas sosial dan lingkungan perusahaan, sebagai tanggung
jawab kepada stakeholder internal dan eksternal mengenai kinerja organisasi
dalam mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan (GRI, 2006). Variabel ini
melakukan pengungkapan SR dan 0 untuk perusahaan yang tidak melakukan
pengungkapan.
3.3.2. Variabel Independen
Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen/terikat (Sugiono, 2009).
Variable independen dalam penelitian ini adalah:
1. Aktivitas
Aktivitas menunjukkan tingkat aktivitas atau efisiensi pengunaan dana yang
tertanam pada pos-pos aktiva. Rasio ini menunjukan efektivitas penggunaan
seluruh harta perusahaan dalam rangka menghasilkan penjualan. Penelitian ini
mengunakan total asset turnover untuk mengukur rasio aktivitas, Total Assets Turnover (TAT), digunakan perusahaan untuk mengukur berapa kali total aktiva
perusahaan menghasilkan penjualan. Ukuran ini menunjukan efisiensi dimana
perusahaan menggunakan seluruh aktiva perusahaan untuk menghasilkan
penjualan. TATdapat dihitung dengan membagi net sales dengan total asset. (Kasmir, 2012)
2. Leverage
Leverage merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
keuangannya baik jangka pendek maupun jangka panjang jika suatu perusahaan
30
(pemodal atau pemegang saham) dibandingkan dengan dana yang berasal dari
kreditor. Rasio leverage antara lain adalah debt to asset ratio dan debt to equity
ratio. Penelitian ini menggunakan Debt to Equity Ratio (DER) untuk mengukur leverage dengan rumusan sebagai berikut (Raharjo (2005) dalam Luthfia (2012)):
3. Likuiditas
Likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban atau utang
jangka pendek tepat pada waktunya. Terdapat beberapa rasio yang
menggambarkan likuiditas perusahaan antara lain current ratio, quick ratio, dan
cash ratio. Likuiditas diproksikan menggunakan current ratio. Current ratio merupakan kemampuan aktiva lancar perusahaan dalam memenuhi kewajiban
jangka pendek dengan aktiva lancar yang dimiliki. Dengan rasio ini dapat
diketahui apakah perusahaan mengalami kesulitan likuiditas atau tidak (Raharjo
(2005) dalam Luthfia (2012)). Secara matematis current ratio dapat dirumuskan
sebagai berikut, (Oyelere et al. 2004):
4. Profitabilitas
Return On Assets (ROA) merupakan rasio keuangan perusahaan yang
berhubungan dengan profitabilitas yang digunakan untuk mengukur kemampuan
aset dan modal saham tertentu, (Hanafi dan Halim, 2003). Secara matematis ROA
dapat dirumuskan sebagai berikut (Hanafi dan Halim, 2003):
5. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan merupakan ukuran mengenai besar kecilnya suatu perusahaan.
Ukuran perusahaan dapat ditentukan dari jumlah karyawan, total aktiva, total
penjualan, atau peringkat indeks (Hackston dan Milne (1996) dalam Ratnasari
(2011)). Dalam penelitian ini, indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat
ukuran perusahaan adalah total aktiva karena ukuran perusahaan merupakan
cerminan besar kecilnya perusahaan yang tampak dalam nilai total asset
perusahaan pada neraca akhir tahun. Hackston dan Milne (1996), Hannifa dan
Cooke (2005), Said et al. (2009) dalam Ratnasari (2011) mengemukakan ukuran
perusahaan dapat dirumuskan sebagai berikut:
6. Ukuran Komite Audit
Komite yang ditunjuk oleh perusahaan sebagai penghubung antara dewan direksi
dan audit ekternal, internal auditor serta anggota independen, yang memiliki tugas
untuk memberikan pengawasan auditor, memastikan manajemen melakukan
tindakan korektif yang tepat terhadap hukum dan regulasi (Jati, 2009). Dalam
32
diproksikan dengan menghitung jumlah anggota komite audit dalam suatu
perusahaan yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan (Widianto, 2011).
7. Rasio Anggota Komisaris Independen
Komisaris independen adalah komisaris yang bukan merupakan anggota
manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau dengan cara lain
berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas
dari suatu perusahaan yang mengawasi pengelolaan perusahaan (Surya dan
Yustivandana (2006) dalam Ratnasari (2011)).
Pengukuran rasio anggota komisaris independen ini dapat diperoleh dengan cara
menjumlahkan anggota komisaris independen kemudian dibagi dengan jumlah
anggota dewan komisaris (Ujiyantho dan Pramuka, 2007). Informasi mengenai
jumlah komisaris independen diperoleh dari laporan tahunan perusahaan dan dari
pengumuman yang dikeluarkan oleh BEI.
8. Frekuensi Rapat Dewan Komisaris (BOARDMEET)
Keefektifan dari dewan dapat dipengaruhi oleh frekuensi meeting, frekuensi rapat
yang tinggi dapat menghasilkan monitoring yang lebih baik. Dalam penelitian ini,
3.4. Metode Analisis Data 3.4.1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk memberikan deskripsif
atau variabel-variabel penelitian. Statistik deskriptif akan memberikan gambaran
atau deskripsi umum dari variabel penelitian mengenai nilai rata-rata (mean),
deviasi standar, maksimum, minimum dan sum. Pengujian ini dilakukan untuk
mempermudah dalam memahami variabel-variabel yang digunakan dalam
penelitian (Sugiono, 2009).
3.4.2. Analisis Regresi Logistik
Dalam penelitian ini metode analisis data yang digunakan adalah analisis
kuantitatif (dalam skala angka) dengan alat analisis regresi logistik, dengan
harapan bahwa hasil yang akan diperoleh lebih akurat dan baik. Analisis regresi
logistik dibutuhkan untuk mengungkap probabilitas terjadinya variabel dependen
dapat diprediksi oleh variabel independen (Ghozali, 2009).
Pendekatan ini menggunakan symbol “1” untuk perusahaan yang melaporkan SR
dan “0” untuk perusahaan yang tidak melaporkan SR. Selanjutnya pengujian akan
dilakukan dengan menggunakan analisis regresi logistik. Berdasarkan rumusan
masalah dan model penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka model
penelitian yang dibentuk adalah sebagai berikut :
Logit (SR) = α + β1(TAT) + β2(DER) + β3(CR) + β4(ROA) +
34
Keterangan :
Logit (SR) : Variabel dummy, kategori perusahaan apakah membuat
SR (nilai 1) dan yang tidak (nilai 0).
α : Konstanta
β1(TAT) : Total Asset Turnover β2(DER) : Debt Equity Ratio
β3(CR) : Current ratio β4(ROA) : Return on assets β5(SIZE) : Ukuran perusahaan
β6(UKA) :
β7(KOMIN ) : Rasio anggota komisaris independen
β8(BOARDMEET): Frekuensi rapat dewan komisaris
1. Menilai Model Regresi (Goodness Of Fit)
Logistic regression adalah model regresi yang telah mengalami modifikasi, sehingga karakteristiknya sudah tidak sama lagi dengan model regresi sederhana
atau berganda. Dalam menilai model regresi logistik dapat dilihat dari pengujian Hosmer and Lemeshow’s goodness of fit. Pengujian ini dilakukan untuk menilai
model yang dihipotesiskan agar data empiris cocok atau sesuai dengan model.
Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s goodness of fit test sama dengan atau
kurang dari 0,05, maka hipotesis nol ditolak. Sedangkan jika nilainya lebih besar
dari 0,05 maka hipotesis nol tidak dapat ditolak, artinya model mampu
Ho : Model yang dihipotesiskan Fit dengan data
Ha : Model yang dihipotesiskan tidak Fit dengan data
2. Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit)
Untuk menilai keseluruhan model (Overall Model Fit) ditunjukkan dengan Log
Likelihood Value (nilai –2 Log Likelihood Value), yaitu dengan cara
membandingkan antara nilai –2 Log Likelihood Value pada awal (block number = 0), dimana model hanya memasukkan konstanta dengan nilai –2 Log Likelihood
Value pada saat block number = 1, dimana model memasukkan konstanta dan variabel bebas. Apabila nilai –2 Log Likelihood Value block number = 0 lebih
besar dari nilai –2 Log Likelihood Value block number = 1, maka menunjukkan model regresi yang baik. sehingga penurunan Log Likelihood menunjukkan model regresi semakin baik (Ghozali, 2009).
3. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan melalui pengujian koefisien
regresi, yang bertujuan untuk menguji seberapa jauh semua variabel bebas yang
dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat.
Koefisien regresi dapat ditentukan dengan menggunakan Wald Statistik dan nilai
probabilitas (Sig) dengan cara nilai Wald Statistik dibandingkan dengan Chi-Square tabel, sedangkan nilai probabilitas (Sig) dibandingkan dengan tingkat signifikansi (α). Untuk menentukan penerimaan Ha didasarkan pada tingkat
36
- Ha diterima apabila Wald hitung > Chi-Square tabel, dan nilai Asymptotic Significance < tingkat signifikansi (α). Hal ini berarti H alternatif diterima
atau hipotesis yang menyatakan variabel bebas yang berpengaruh terhadap
variabel terikat diterima.
Koefisien regresi dapat juga ditentukan dengan menggunakan Cox and Snell R
Square dan Nagelkerke R Square, dalam hal ini ada dua ukuran R square yaitu Cox & Snell R Square dan Nagelkerke R Square. Cox & Snell R Square
menggunakan nilai maksimum kurang dari 1 sehingga sulit untuk
diinterpretasikan. Nagelkerke R Square merupakan modifikasi dari Cox & Snell R
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan, maka penulis menarik beberapa kesimpulan
bahwa:
1. Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai dari Nagelkerke R Square sebesar 0,574, hal ini berarti 57,40% pengungkapan sustainability report dapat
dipengaruhi oleh karakteristik perusahaan dan coorporate governance tahun sebelumnya sedangkan sisanya sebesar 42,6% dipengaruhi oleh variabel lain
di luar penelitian ini.
2. Hasil perhitungan juga menunjukkan nilai chi square sebesar 25,223 dengan nilai signifikan sebesar 0,001. Dengan nilai –2 Log Likelihood Value
block number = 0 lebih besar dari nilai –2 Log Likelihood Value block number = 1 maka model regresi semakin baik. Dengan nilai signifikan yang lebih kecil
dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama pengungkapan
63
variabel bebas dalam penelitian secara bersama-sama dapat menjelaskan
terjadinya pengungkapan sustainability report.
3. Berdasarkan hasil penelitian dari lima variabel karakteristik perusahaan hanya
variabel tingkat profitabilitas dan ukuran perusahaan saja yang mempunyai
pengaruh terhadap pengungkapan sustainability report, sedangkan variabel tingkat aktivitas, tingkat leverage dan tingkat likuiditas tidak mempunyai pengaruh terhadap pengungkapan sustainability report.
4. Corporate governance dalam penelitian ini diwakili oleh ukuran komite audit, rasio anggota komisaris independen dan frekuensi rapat dewan komisaris, dari
hasil penelitian terlihat bahwa variabel rasio anggota komisaris independen
dan frekuensi rapat berpengaruh terhadap pengungkapan sustainability report, sedangkan variabel ukuran komite audit tidak berpengaruh terhadap
pengungkapan sustainability report pada perusahaan yang pertambangan yang terdaftar di BEI periode 2008-2012.
5.2. Keterbatasan Penelitian dan Saran
5.2.1. Keterbatasan Penelitian
a. Populasi penelitian ini hanya terbatas pada perusahaan pertambangan yang
terdaftar di BEI Periode 2008-2012.
b. Meskipun penelitian ini sudah berusaha untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan SR dalam model yang komprehensif, namun
c. Tingkat aktivitas, tingkat leverage dan tingkat likuiditas suatu perusahaan mempunyai banyak ukuran dalam mengukurnya, dalam penelitian ini penulis
hanya menggunakan 1 proksi untuk masing-masing variabel.
5.2.2. Saran
a. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan lebih banyak variabel lain, seperti variabel-variabel baru yang diidentifikasi sebagai variabel pendeteksi
pengungkapan sustainability report.
b. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan lebih banyak perusahaan yang menjadi sampel penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Almilia, Luciana Spica dan Vieka Devi. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prediksi Peringkat Obligasi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. ProceedingSeminar Nasional Manajemen
SMART. Universitas Kristen Maranatha. Bandung. 3 November 2007. Anke, Fri Medistya. 2008. Analisis Penerapan Sustainability Report Berdasarkan
Global Reporting Initiative (GRI) pada PT Semen Gresik (Persero), Tbk. Skripsi. STIE Perbanas. Surabaya.
Anggraini, F.R.R. 2006. Pengungkapan Informasi Sosial dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang Terdafar Bursa Efek Jakarta). Proceeding Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang, 23-26 Agustus 2006.
Armin, Muhammad Isra. 2011. Pengaruh Penghargaan Indonesia Sustainability Reporting Awards (ISRA) Terhadap Abnormal Return dan Volume Perdagangan Saham (Studi Empiris pada Perusahaan Peraih Penghargaan ISRA 2009-2010). Skripsi. Universitas Hasanudin. Makassar.
Bapepam. 2000. Surat Edaran Bapepam. No.SE-03/PM/2000 Tentang Komite Audit.
________. 2004. Surat Keputusan Ketua Bapepam. Kep 24/PM/2004. ________. 2004. Surat Keputusan Ketua Bapepam. Kep 29/PM/2004. Chariri, Anis. 2008. Kritik Sosial Atas Pemakaian Teori dalam Penelitian
Pengungkapan Sosial dan Lingkungan, Jurnal Maksi, Vol.8, No.2, hal.151-169.
Darwin, Ali. 2004. Penerapan Sustainability Reporting di Indonesia. Konvensi Nasional Akuntansi V. Yogyakarta, 13-15 Desember.
Dilling. 2009. Sustainability Reporting In A Global Context: What Are The Characteristics Of Corporatons That Provide High Quality Sustainability Reports- An Empirical Analysis. The International Business & Economics Research Journal Vol.9, No.1, hal. 19-29. New York Institute of
Fisher, Richard., Oyelere, Peter., and Laswad, Fauzi. 2004. Corporate Reporting On The Internet Audit Issues And Content Analysis Of Practices.
Managerial Auditing Journal, Vol. 19 No. 3, pp. 412-439.
Friedman, M. 2001. The Social Responsibility of Business is to Increase its Profits. In T. L. Beauchamp, & N.E. Bowie (Eds.), Ethical Theory and Business. London: Prentice Hall.
Ghozali, Imam. dan A, Chariri. 2007. Teori Akuntansi. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
Global Reporting Initiative (GRI) 2000-2006. 2006. Sustainability Reporting Guidelines. www.globalreporting.org/guidelines/062006guidelines.asp. Diakses pada tanggal 7 Februari 2013.
Hadiningsih, Murni. 2007. Analisis Dampak Jangka Panjang Merger dan Akuisisi terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Pengakuisisi dan Perusahaan Diakuisisi di BEJ. Skripsi. Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.
Hanafi dan Abdul Halim. 2003. Analisis Laporan Keuangan, Edisi Revisi. UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
Harahap, S.S. 2008. Teori Akuntansi Edisi Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada Jati, Framudyo. 2009. Pengaruh Struktur Corporate Governance terhadap
Kinerja Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI. Kasmir. 2012. Analisis Laporan Keuangan. Rajawali Pres, Jakarta.
Luthfia, Khaula. 2012. Pengaruh Kinerja Keuangan, Ukuran Perusahaan, Struktur Modal, dan Corporate Governance terhadap Publikasi Sustainability Report (Studi Empiris Perusahaan-Perusahaan yang Listed (Go-Public) di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2007-2010). Skripsi. Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro. Semarang.
Laraswita dan Indrayani. 2010. Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Kelengkapan Pengungkapan dalam Laporan Tahunan Sektor Properti dan Real Estate yang Terdaftar di BEI. Jurnal Akuntansi.
Nitisemito, Alex. 1984. Pembelanjaan Perusahaan. Jakarta: Ghalia Indonesia. Nugroho, Firman Aji. 2009. Retorika dalam Sustainability Reporting: Analisis atas Narrative Text Pengungkapan Corporate Social Responbility dalam Sustainability Report PT Aneka Tambang, Tbk.Skripsi. Jurusan
Ratnasari, Yunita. 2011. Pengaruh Corporate Governance terhadap Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di dalam
Sustainability Report. Skripsi. Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang
Rismanda, Eddy. 2003. Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial. Tesis. Program Studi Magister Sains Akuntansi.Universitas Diponegoro.
Sefrilia, Meutia dan Yulia Saftiana. 2012. Pengaruh Kepemilikan Saham Pemerintah dan Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Corporate Sosial Responsibility (CSR). Jurnal Ekonomi Dan Informasi Akuntansi
(JENIUS). VOL. 2 NO. 2, MEI 2012. Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya.
Sembiring, Eddy Rismanda. 2005. Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial: Studi Empiris pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Jakarta. Proceeding Simposium Nasional Akuntansi 8. Solo, 15-16 September.
Setiawan, Maman.2005. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Karakteristik
Perusahaan, dan Karakteristik Tata Kelola Perusahaan terhadap Kinerja Perusahaan. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran.
Sugiono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV. Alfabeta Ujiyantho, Muh. Arif dan Pramuka, B. A. 2007. Mekanisme Corporate
Governance, Manajemen Laba, dan Kinerja Keuangan. Proceeding Simposium Nasional Akuntansi 10. Makassar.
Utama, Sidharta. 2007. Evaluasi Infrastruktur Pendukung Pelaporan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan di Indonesia. Pengukuhan guru besar tetap pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Online:
www.webdev.ui.ac.id. Diakses pada tanggal 7 Februari 2013.
Waryanto. 2010. Pengaruh Karakteristik Good Coorporate Govenance (GCG) terhadap Luas Pengungkapan Corporate Social Responbility (CSR) di Indonesia. Skripsi. Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang.
Wicaksono, Arif, A.P. 2010. Akuntabilitas Pelaporan dan Pengungkapan
Corporate Social Responbility (CSR) pada PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional Veteran. Jawa Timur.