• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Yuridis Terhadap Penghapusan Pendaftaran Merek Akibat Merek Tidak Dipergunakan Dalam Kegiatan Perdagangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tinjauan Yuridis Terhadap Penghapusan Pendaftaran Merek Akibat Merek Tidak Dipergunakan Dalam Kegiatan Perdagangan"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGHAPUSAN PENDAFTARAN MEREK AKIBAT MEREK TIDAK DIPERGUNAKAN DALAM

KEGIATAN PERDAGANGAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas

dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum

OLEH :

MIA IRIANDINI

NIM : 070200027

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENGHAPUSAN PENDAFTARAN MEREK AKIBAT MEREK TIDAK DIPERGUNAKAN DALAM

KEGIATAN PERDAGANGAN

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas

dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum

OLEH :

MIA IRIANDINI

NIM : 070200027

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Ketua Departemen

Windha, SH. M.Hum.

NIP : 197501122005012002

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Dr.T.Keizerina Devi Azwar,SH.M.Hum Syafruddin Hasibuan, SH.M.H.DFM

(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, segala puji dan syukur Penulis ucapan

kepada Allah SWT atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya kepada Penulis sehingga

Penulis dapat menyelesaikan Penulisan skripsi ini dapat selesai tepat pada

waktunya. Begitu pula shalawat beriring salam Penulis ucapkan kepada junjungan

Nabi Muhammad SAW (Allahumma Sholli Ala Sayyidina Muhammad Wa Ala

Alihi Sayyidina Muhammad).

Skripsi ini disusun oleh guna melengkapi tugas-tugas memenuhi dan

syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera

Utara dimana hal tersebut merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang

ingin menyelesaikan perkuliahannya. Adapun judul skripsi yang Penulis

kemukakan : “Tinjauan Yuridis Terhadap Penghapusan Pendaftaran Merek Akibat

Merek Tidak Dipergunakan Dalam Kegiatan Perdagangan”.

Dalam penulisan Skripsi ini, Penulis telah mendapat banyak bantuan,

bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Untuk itu Penulis mengucapkan terima

kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada “

(4)

Penulis ucapkan semoga ayah dan ibu diberikan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum selaku Pembantu Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; Bapak Syafruddin Hasibuan,

SH., M.H.DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara; dan Bapak M. Husni, SH., M.Hum selaku Pembantu Dekan

III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Windha, SH, M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ramli Siregar, SH, M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum

Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dr.T.Keizerina Devi Azwar, SH, M.Hum sebagai Dosen Pembimbing I

Penulis dalam tugas akhir ini.

6. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, M.H.DFM selaku Dosen Pembimbing II

Penulis dalam tugas akhir ini.

7. Bapak Arif, SH, M.H selaku Dosen Wali/Dosen Pembimbing Akademik.

8. Seluruh Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang

telah memberikan ilmu dan membimbing Penulis dalam proses pembelajaran

selama masa perkuliahan.

9. Seluruh pegawai tata usaha Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(5)

dari kami masuk kuliah hingga menyelesaikan perkuliahan di Fakultas

Hukum tercinta.

10.Adik-adikku tersayang Mirwana Siska, Muhammad Tahta Manik,

Muhammad Imam Manik, Muhammad Fauzi Manik yang terus memberikan

motivasi agar Penulis menyelesaikan skripsi ini.

11.Buat kekasih hatiku tersayang Rifky Anandhika, yang terus memberikan

semangat kepada Penulis hingga penulisan skripsi ini selesai.

12.Buat tulang dan mak tua penulis yang juga telah memberikan dukungan untuk

menyelesaikan skripsi ini.

13.Buat Syerli Puspita Indah Sari, Y. Grace Sitompul, Ade Erma Dewi yang

telah memberikan dorongan agar tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi

ini.

Penulis menyadari akan ketidaksempurnaan hasil Penulisan skripsi ini

karena Kesempurnaan hanyalah Allah SWT yang punya, oleh sebab itu besar

harapan Penulis kepada semua pihak agar memberikan kritik dan saran yang

konstruktif guna menghasilkan sebuah karya ilmiah yang lebih baik dan

sempurna, baik dari segi materi maupun cara penulisannya di masa mendatang.

Dengan bantuan dan dukungan yang telah Penulis dapatkan akhirnya

dengan menyerahkan diri dan senantiasa memohon petunjuk serta perlindungan

dari Allah SWT semoga amalan dan perbuatan baik tersebut mendapat imbalan

dengan yang lebih baik. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

Medan, September 2011

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAKSI ... vi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Pustaka ... 8

F. Metode Penulisan ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II. MEREK DAN KEGIATAN PERDAGANGAN ... 14

A. Pengertian Merek ... 14

B. Sejarah Hukum Merek ... 17

C. Pendaftaran Merek ... 24

D. Perlindungan Hukum Atas Merek ... 30

E. Jangka Waktu Perlindungan Merek Terdaftar ... 43

BAB III. TINJAUAN HUKUM PENGGUNAAN MEREK DALAM KEGIATAN PERDAGANGAN ... 46

(7)

B. Pembuktian Penggunaan Merek Dalam Kegiatan Perdagangan ... 52

C. Perumusan Penggunaan Merek Dalam Kegiatan Perdagangan ... 55

BAB IV. TINJAUAN HUKUM PENGHAPUSAN PENDAFTARAN MEREK ... 62

A. Pengertian dan Ratio Pengaturan Mengenai Penghapusan Pendaftaran Merek... 62

B. Penyebab Diperlukannya Pengaturan Penghapusan Pendaftaran Merek... 67

C. Implementasi Penghapusan Pendaftaran Merek di Indonesia, Berbagai Negara Lain dan Menurut TRIP’s ... 69

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

A. Kesimpulan ... 77

(8)

ABSTRAKSI

Mia Iriandini*

Dr.T.Keizerina Devi Azwar, SH, M.Hum** Syafruddin Hasibuan, SH, M.H.DFM***

Tinjauan Yuridis Terhadap Penghapusan Pendaftaran Merek Akibat Merek Tidak Dipergunakan Dalam Kegiatan Perdagangan.

Skripsi ini membahas mengenai bagaimana menentukan adanya penggunaan merek dalam kegiatan perdagangan dan bagaimana menentukan suatu merek telah tidak dipergunakan. Dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek tidak terdapat pengaturan yang jelas mengenai apakah yang dimaksud dengan penggunaan merek dalam kegiatan perdagangan. Namun, dalam yurisprudensi dapat dilihat kriteria-kriteria untuk menentukan penggunaan merek dalam kegiatan perdagangan. Kriteria ini sangat penting untuk melihat apakah pemenuhan kewajiban penggunaan merek oleh Pemilik atau Pemegang Merek sudah terpenuhi atau tidak sehingga Daftar Umum Merek bersih dari merek yang tidak dipergunakan

Kata Kunci: Merek, Penghapusan pendaftaran Merek, Penggunaan Merek *Mahasiswa

(9)

ABSTRAKSI

Mia Iriandini*

Dr.T.Keizerina Devi Azwar, SH, M.Hum** Syafruddin Hasibuan, SH, M.H.DFM***

Tinjauan Yuridis Terhadap Penghapusan Pendaftaran Merek Akibat Merek Tidak Dipergunakan Dalam Kegiatan Perdagangan.

Skripsi ini membahas mengenai bagaimana menentukan adanya penggunaan merek dalam kegiatan perdagangan dan bagaimana menentukan suatu merek telah tidak dipergunakan. Dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek tidak terdapat pengaturan yang jelas mengenai apakah yang dimaksud dengan penggunaan merek dalam kegiatan perdagangan. Namun, dalam yurisprudensi dapat dilihat kriteria-kriteria untuk menentukan penggunaan merek dalam kegiatan perdagangan. Kriteria ini sangat penting untuk melihat apakah pemenuhan kewajiban penggunaan merek oleh Pemilik atau Pemegang Merek sudah terpenuhi atau tidak sehingga Daftar Umum Merek bersih dari merek yang tidak dipergunakan

Kata Kunci: Merek, Penghapusan pendaftaran Merek, Penggunaan Merek *Mahasiswa

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perlindungan hak kekayaan intelektual sanagt penting bagi pembangunan

yang sedang berlangsung di Indonesia. Hak atas kekayaan intelektual yang

dilindungi di Indonesia bisa saja berupa merek, lisensi, hak cipta, paten maupun

desain industri. Kata, huruf, angka, gambar, foto, bentuk, warna, jenis logo, label

atau gabungannya yang dapat digunakan untuk membedakan barang dan jasa

dapat dianggap sebagai sebuah merek.

Di sebagian negara, slogan iklan juga dianggap sebagai merek dan dapat

didaftarkan pada Kantor Hak dan Kekayaan Inteletual (HaKI). Jumlah negara

yang membuka kemungkinan untuk pendaftaran bentuk-bentuk merek yang

kurang biasa didaftarkan seperti warna tunggal, tanda tiga dimensi (bentuk produk

atau kemasan), tanda-tanda yang dapat didengar (bunyi) atau tanda olfactory

(bau). Namun demikian, sebagian besar negara telah menentukan batasan-batasan

mengenai hal apa saja yang dapat didaftarkan sebagai sebuah merek, secara umum

adalah untuk tanda-tanda yang memang secara visual dapat dirasakan atau yang

dapat ditunjukkan dengan gambar atau tulisan.

Pemahaman yang harus dibentuk ketika menempatkan merek sebagai hak

kekayaan intelektual adalah kelahiran hak atas merek yang diawali dengan

temuan-temuan barang atau jasa yang lebih dikenal dengan penciptaan. Pada

(11)

hak atas ciptaan itu yang dilindungi tetapi merek itu sendiri sebagai tanda

pembeda.1

Merek pada saat ini bukan hanya sebagai suatu nama atau simbol saja,

melainkan merek memiliki aset kekayaan yang sangat besar. Merek yang tepat

dan dipilih secara hati-hati merupakan aset bisnis yang berharga untuk sebagian

besar perusahaan. Perkiraan nilai dari merek-merek terkenal di dunia seperti

Coca-Cola atau IBM melebihi 50 (lima puluh) milyar dollar masing-masingnya.2

Hal ini karena konsumen menilai merek, reputasi, citra dan sejumlah

kualitas-kualitas yang konsumen inginkan yang berhubungan dengan merek. Konsumen

dalam hal ini mau membayar lebih untuk produk dengan merek tertentu yang

telah diakui dunia dan yang dapat memenuhi harapan mereka. Oleh karena itu,

memiliki sebuah merek dengan citra dan reputasi yang baik menjadikan sebuah

perusahaan lebih kompetitif. Bahkan bagi beberapa negara di Amerika Selatan,

merek dijadikan sebagai simbol asosiasi kultural dan sentuhan mistik.3

Fungsi utama dari sebuah merek adalah agar konsumen dapat mencirikan

suatu produk (baik itu barang maupun jasa) yang dimiliki oleh perusahaan

sehingga dapat dibedakan dari produk perusahaan lain yang serupa atau yang

mirip yang dimiliki oleh pesaingnya. Konsumen yang merasa puas dengan suatu

produk tertentu akan membeli atau memakai kembali produk tersebut di masa

yang akan datang. Untuk dapat melakukan hal tersebut pemakai harus mampu

1

O.K.Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 330.

2

Sutiman Wijaya, 10 Merek Paling Terkenal di Dunia, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2008, hal. 2.

3

(12)

membedakan dengan mudah antara-produki yang asli dengan produk-produk yang

identik atau yang mirip.

Untuk memungkinkan satu perusahaan dapat membedakan dirinya dan

produk yang dimiliki terhadap apa yang dimiliki oleh para pesaingnya, maka

merek menjadi peran penting dalam pencitraan dan strategi pemasaran

perusahaan, pemberian kontribusi terhadap citra dan reputasi terhadap produk dari

sebuah perusahaan di mata konsumen. Citra dan reputasi perusahaan untuk

menciptakan kepercayaan merupakan dasar untuk mendapatkan pembeli yang

setia dan meningkatkan nama baik perusahaan. Konsumen sering memakai faktor

emosional pada merek tertentu, berdasarkan serentetan kualitas yang diinginkan

atau fitur-fitur yang terwujud dalam produk-produk yang dimiliki merek tersebut,

contoh : Mobil Toyota yang merupakan top best seller selama satu dasawarsa

terakhir ini di Indonesia telah mempunyai reputasi yang legendaris sebagai mobil

yang tahan segala kondisi dan cuaca serta suku cadang yang murah dan mudah

terjangkau.

Merek juga dapat menjadi nilai tambah bagi perusahaan untuk berinvestasi

dalam memelihara dan meningkatkan kualitas produk yang mereka miliki guna

menjamin bahwa merek produk yang mereka miliki memiliki reputasi yang baik.

Hal ini terbukti bahwa beberapa merek terkenal, seperti : sepatu dan sandal

Pakalolo yang mempunyai kualitas yang bagus senantiasa berinvestasi dan

mengembangkan produk mereka dengan berbagai model dan inovasi yang

mutakhir sehingga masyarakat sudah meyakini kualitas dari Pakalolo.

Walaupun sebagian besar pelaku bisnis menyadari pentingnya penggunaan

(13)

pesaing mereka, tapi tidak semua dari mereka yang menyadari mengenai

pentingnya perlindungan merek melalui pendaftaran. Dalam banyak kejadian,

merek yang terdaftar dan dengan memiliki reputasi yang baik pada konsumen,

juga dipergunakan untuk mendapatkan dana, dari institusi keuangan yang

menyadari arti pentingnya sebuah merek dalam sukses-nya bisnis sebuah usaha

pendaftaran, menurut Undang-Undang Merek memberikan hak eksklusif kepada

perusahaan pemilik merek guna mencegah pihak-pihak lain untuk memasarkan

produk-produk yang identik atau mirip dengan merek yang dimiliki oleh

perusahaan bersangkutan dengan menggunakan merek yang sama atau merek

yang dapat membingungkan konsumen.

Tanpa adanya pendaftaran merek, investasi yang dimiliki dalam

memasarkan sebuah produk dapat menjadi sesuatu yang sia-sia karena perusahaan

pesaing dapat memanfaatkan merek yang sama atau merek yang mirip tersebut

untuk membuat atau memasarkan produk yang identik atau produk yang mirip.

Jika seorang pesaing menggunakan merek yang identik atau mirip, pelanggan

dapat menjadi bingung sehingga membeli produk pesaingnya tersebut yang

dikiranya produk dari perusahan sebenarnya.

Hal ini tidak saja mengurangi keuntungan perusahaan dan membuat

bingung pelanggannya, tetapi dapat juga merusak reputasi dan citra perusahaan

yang bersangkutan, khususnya jika produk pesaing kualitasnya lebih rendah.

Mengingat nilai dari merek dan peran yang dimiliki oleh sebuah merek dalam

menentukan suksesnya sebuah produk di pasar, maka perlu dipastikan bahwa

merek tersebut sudah terdaftar, guna mendapat perlindungan dalam pasar yang

(14)

Dalam kegiatan perekonomian, kadang bisa saja terjadi jika merek yang

telah terdaftar ternyata tidak pernah digunakan dalam kegiatan perdagangan.

Merek yang tidak pernah digunakan tersebut biasanya dikenal dengan merek non

use.4

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis akan meninjau

permasalahan merek dalam sebuah skripsi dengan judul sebagai berikut “Tinjauan

Yuridis Terhadap Penghapusan Pendaftaran Merek Akibat Merek Tidak Merek non use merupakan penyimpangan terhadap definisi merek karena

dapat diartikan dengan merek yang tidak lagi sebagai satu kesatuan yang utuh

akibat tidak dipergunakannya merek tersebut dalam perdagangan barang dan jasa

meskipun merek tersebut sudah didaftarkan dalam Daftar Umum Merek serta

telah diberikan hak atas merek tersebut.

Jika pemilik merek tidak memenuhi unsur adanya penggunaan merek baik

digunakan oleh dirinya sendiri atau penggunaannya diberikan kepada orang lain

dengan izin, maka hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik

merek dapat dimintakan penghapusan merek. Pengertian adanya pelanggaran hak

atas merek yang disebabkan oleh adanya merek non use adalah pelanggaran

terhadap kewajiban yang dimiliki pemilik merek untuk menggunakan sendiri

merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.

Permasalahan yang cukup penting dalam merek non use adalah adanya

itikad tidak baik dari pemegang merek non use untuk merugikan konsumen

maupun menyesatkan pihak lain. Undang-Undang Merek menyatakan bahwa

merek tidak dapat didaftarkan atas dasar permohonan yang diajukan oleh

pemohon yang tidak beritikad baik.

4

(15)

Dipergunakan Dalam Kegiatan Perdagangan”. Penulis dalam meneliti skripsi ini

mempunyai 2 (dua) alasan, yakni : Alasan pertama adalah karena adanya

keinginan untuk memperluas cakrawala berpikir tentang Hak atas Kekayaan

Intelektual khususnya mengenai masalah merek. Dengan dasar pertimbangan

bahwa untuk masa – masa yang akan datang kebutuhan mengenai hukum merek

ini mutlak diperlukan bagi para pelaku usaha.

Alasan kedua adalah bahwa kepentingan praktik dalam bidang merek

dapat menjangkau perkembangan ke depan sehingga memerlukan pemahaman

yuridis. Paling tidak keinginan untuk mendalami bidang hukum tentang merek,

akan menambah pemahaman dalam menyongsong kebutuhan praktik di

masyarakat.

B. Rumusan Masalah

Dalam sebuah skripsi tentu harus ada permasalahan yang akan dibahas.

Adapun permasalahan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana menentukan suatu merek telah tidak dipergunakan dalam

kegiatan perdagangan barang dan jasa ?

2. Mengapa diperlukan pengaturan mengenai masalah penghapusan

pendaftaran merek ?

3. Bagaimana implementasi penghapusan pendaftaran merek di Indonesia,

(16)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan penulisan sebuah skripsi sangat mutlak diperlukan karena di

dalamnya terkandung pembahasan atas pokok permasalahan yang ada. Adapun

tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menentukan suatu merek telah tidak dipergunakan dalam kegiatan

perdagangan barang dan jasa.

2. Untuk mengkaji pengaturan mengenai masalah penghapusan pendaftaran

merek.

3. Untuk mengkaji implementasi penghapusan pendaftaran merek di

Indonesia, berbagai negara lain dan menurut TRIPs.

Manfaat penulisan sebuah skripsi adalah untuk mengetahui alasan penulis

dalam membuat karya ilmiah ini. Adapun manfaat penulisan skripsi ini adalah

sebagai berikut :

1. Secara teoretik, skripsi ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu

pengetahuan hukum merek bagi penulis, khususnya mengenai masalah

pendaftaran merek sehingga dapat menjadi bahan masukan bagi

mahasiswa dan masyarakat pada umumnya.

2. Secara praktis, skripsi ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada

masyarakat pada umumnya baik secara teori maupun secara praktek,

tentang upaya hukum pendaftaran merek dan dapat membantu penulis

dalam menghadapi masalah penghapusan pendaftaran merek yang

mungkin saja akan dihadapi oleh penulis suatu saat nanti apabila sudah

(17)

D. Keaslian Penulisan

Skripsi dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Penghapusan

Pendaftaran Merek Akibat Merek Tidak Dipergunakan Dalam Kegiatan

Perdagangan” telah melalui proses peninjauan atau penelusuran kepustakaan.

Dari penelusuran kepustakaan Universitas Sumatera Utara, diketahui

bahwa skripsi dengan judul ini belum pernah dibuat dan dibahas sebelumnya di

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dengan kata lain, penulisan skripsi

dengan judul ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dengan berprinsip

kepada asas kejujuran.

E. Tinjauan Kepustakaan

Suatu konsep atau suatu kerangka konsep pada hakikatnya merupakan

suatu pengarah atau pedoman yang bersifat lebih konkrit daripada kerangka

teoritis yang sering kali masih bersifat abstrak. Walaupun demikian, suatu

kerangka konsep kadang-kadang juga masih bersifat abstrak, sehingga

memerlukan definisi-definisi yang bersifat operasional, yang akan dapat membuat

suatu pegangan konkrit di dalam proses penelitian. Selain itu, konsep juga bisa

merupakan definisi dari segala sesuatu yang telah diamati, konsep menentukan

antara variabel-variabel yang ingin menentukan adanya hubungan empiris.5

5

Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat (Edisi Ketiga), Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 1999, hal. 21.

Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian skripsi ini, perlu

kiranya didefinisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi

(18)

1. Menurut rumusan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001

tentang Merek, dikatakan bahwa

merek merupakan tanda yang berupa

gambar, nama, kata, huruf – huruf, angka – angka, susunan warna, atau

kombinasi dari unsur – unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan

digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”.

2. Muhamad Djumhana menyatakan bahwa merek adal

ah

suatu tanda

pengenal dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa yang sejenis dan

sekaligus merupakan jaminan mutunya bila dibandingkan dengan produk

barang atau jasa sejenis yang dibuat oleh pihak lainnya. Merek tersebut

bisa saja merupakan merek dagang maupun merek jasa. Merek dagang

digunakan sebagai pembeda bagi barang – barang yang sejenis yang dibuat

oleh perusahaan lain, sedangkan merek jasa diperuntukkan sebagai

pembeda perdagangan jasa yang sejenis. Dengan melihat, membaca atau

mendengar suatu merek, seseorang sudah dapat mengetahui secara persis

suatu barang atau jasa yang akan diperdagangkan oleh pembuatnya.6

3. Merek juga dapat berfungsi merangsang pertumbuhan industri dan

perdagangan yang sehat dan menguntungkan semua pihak. Diakui oleh

Commercial Advisory Foundation in Indonesia ( CAFI ) bahwa masalah

paten dan trademark di Indonesia memegang peranan yang penting di

dalam ekonomi Indonesia, terutama berkenaan dengan berkembangnya

usaha – usaha industri dalam rangka penanaman modal. Realisasi dari

pengaturan merek tersebut juga akan sangat penting bagi kemantapan

perkembangan ekonomi jangka panjang. Juga merupakan sarana yang

6

(19)

sangat diperlukan dalam menghadapi mekanisme pasar bebas yang akan

dihadapi dalam globalisasi pasar internasional. Pamor Indonesia pun akan

bertambah serta dianggap sebagai negara yang sudah cukup dewasa untuk

turut serta dalam pergaulan antar bangsa – bangsa.7

4. Pendaftaran merek adalah usaha yang dilakukan oleh pihak pengusaha

untuk mendapatkan perlindungan hukum atas hak kekayaan dan

intelektualnya.

8

5. Penghapusan merek adalah merek non use yang telah didaftarkan oleh

pemilik usaha dagang namun tidak pernah dipergunakan atau dipakai

dalam kegiatan perdagangan.9

F. Metode Penulisan

Metode penelitian merupakan suatu prosedur untuk mengetahui sesuatu

yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Penelitian merupakan suatu

pencarian terhadap masalah-masalah yang dapat dipecahkan.10 Sehubungan

dengan upaya ilmiah, maka metode berhubungan dengan masalah cara kerja, yaitu

cara kerja untuk dapat memahami obyek yang akan menjadi sasaran ilmu yang

bersangkutan dengan langkah-langkah yang sistematis.11 Metode ilmiah juga

dapat dikatakan sebagai ekspresi mengenai cara berpikir, sedangkan berpikir

merupakan suatu kegiatan mental yang menghasilkan pengetahuan.12

7

Moh. Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998, hal. 13.

11

Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat-Edisi Ketiga, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1997, hal.16.

12

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1999. hal. 119.

(20)

dengan pembahasan permasalahan dalam tesis ini, penulis meneliti permasalahan

yang ada dengan berdasarkan kepada metode yang tersusun secara sistematis dan

dengan pemikiran tertentu di dalam menganalisa. Dalam penulisan skripsi ini,

penulis menggunakan bahan primer, bahan sekunder dan bahan tersier

(pendukung).

Penulis dalam mengkaji permasalahan yang ada dalam skripsi ini dengan

menggunakan metode Penelitian Kepustakaan (library research). Dengan metode

ini penulis meneliti peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah

pendaftaran merek, sehingga didapat bahan primer untuk mengerjakan skripsi ini.

Bahan skunder didapat oleh penulis melalui kajian terhadap buku-buku

bacaan dan kamus hukum yang relevan dengan masalah yang dibahas untuk

dijadikan landasan berpikir dan tolok ukur bagi penulis dalam menganalisa

masalah-masalah dalam penulisan skripsi ini.

Bahan tertier didapat oleh penulis dengan meneliti bahan-bahan di internet

dan harian nasional yang semakin menambah khasanah penelitian dalam

penulisan skripsi ini.

Selain itu, dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode

analisis deskriptif dengan mengkaji dan menguraikan pokok permasalahan dalam

penulisan skripsi ini menjadi suatu analisis data yang akurat dan dapat

(21)

G. Sistematika Penulisan

Dalam sebuah penulisan skripsi diperlukan sistematika penulisan agar

skripsi ini tidak melenceng dan tidak sesuai dengan masalah yang akan dikaji.

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

Bab I : PENDAHULUAN

Pada bab ini berisikan : latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan

manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan,

metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II : MEREK DAN KEGIATAN PERDAGANGAN

Pada bab ini berisikan : pengertian merek, sejarah hukum merek,

pendaftaran merek, perlindungan hukum atas merek dan jangka

waktu perlindungan merek terdaftar.

Bab III : TINJAUAN HUKUM PENGGUNAAN MEREK DALAM

KEGIATAN PERDAGANGAN

Pada bab ini berisikan : penggunaan merek dalam kegiatan

perdagangan, pembuktian penggunaan merek dalam kegiatan

perdagangan dan perumusan penggunaan merek dalam kegiatan

perdagangan.

Bab IV : TINJAUAN HUKUM PENGHAPUSAN PENDAFTARAN

MEREK

Pada bab ini berisikan : Pengertian dan ratio pengaturan mengenai

Penghapusan pendaftaran merek, penyebab diperlukannya

(22)

penghapusan pendaftaran merek di Indonesia, dunia internasional

dan menurut TRIPs.

Bab V : KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini biasanya berisikan kesimpulan penulis terhadap isi

skripsi dan saran-saran penulis mengenai pokok permasalahan yang

(23)

BAB II

MEREK DAN KEGIATAN PERDAGANGAN

A. Pengertian Merek

Pada umumnya, suatu produk barang dan jasa yang dibuat oleh seseorang

atau badan hukum diberi suatu tanda tertentu yang berfungsi sebagai pembeda

dengan produk barang maupun jasa lainnya yang sejenis. Tanda tertentu di sini

merupakan tanda pengenal bagi produk barang dan jasa yang bersangkutan dan

lazimnya disebut dengan merek. Wujudnya dapat berupa suatu gambar, nama,

kata, huruf – huruf, angka – angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur –

unsur tersebut.

Pada jaman sekarang ini, dengan semakin berkembangnya bidang industri

dan perdagangan, peranan tanda pengenal berkaitan dengan hasil industri dan

barang dagangan makin menjadi penting. Dengan adanya tanda pengenal atas

barang – barang suatu hasil industri, maka tanda pengenal tersebut dapat berfungsi

sebagai sebuah cara untuk mempermudah pemasaran atas barang – barang

dagangan tersebut.13

13

Harsono Adisumarto, Hak Milik Intelektual; Khususnya Hak Cipta, CV. Akademika Pressindo, Jakarta, 1990. hal. 44 – 45.

Pengertian merek yang dipakai pada masa sekarang ini sedikit banyaknya

diadopsi dari pengertian tentang merek menurut negara peserta Paris Convention,

Terutama negara yang sedang berkembang, mereka lebih banyak mengadopsi

(24)

Sedangkan menurut ketentuan yang berlaku dalam Pasal 1 angka 1

Undang – undang Merek Tahun 2001, menyebutkan bahwa merek merupakan

tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf – huruf, angka – angka, susunan

warna, atau kombinasi dari unsur – unsur tersebut yang memiliki daya pembeda

dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Dari rumusan tersebut, dapat kita ketahui bahwa adapun unsur – unsur dari

sebuah merek adalah :

1. Tanda berupa gambar, nama, kata, huruf – huruf, angka – angka, susunan

warna, atau kombinasi dari gambar, nama, kata, huruf – huruf, angka –

angka, susunan warna tersebut.

2. Memiliki daya pembeda ( distinctive ) dengan merek lain sejenis.

3. Digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa yang sejenis.

Dengan demikian, merek merupakan suatu tanda pengenal dalam kegiatan

perdagangan barang atau jasa yang sejenis dan sekaligus merupakan jaminan

mutunya bila dibandingkan dengan produk barang atau jasa sejenis yang dibuat

oleh pihak lainnya. Merek tersebut bisa saja merupakan merek dagang maupun

merek jasa. Merek dagang digunakan sebagai pembeda bagi barang – barang yang

sejenis yang dibuat oleh perusahaan lain, sedangkan merek jasa diperuntukkan

sebagai pembeda perdagangan jasa yang sejenis. Dengan melihat, membaca atau

mendengar suatu merek, seseorang sudah dapat mengetahui secara persisisuatu

barang atau jasa yang akan diperdagangkan oleh pembuatnya.

Masyarakat dapat memilih merek mana yang disukai dan jika mereka puas

dengan suatu merek, mereka selanjutnya akan membeli atau memesan barang

(25)

membedakan barang – barang atau jasa yang sejenis itu dari macam mereknya.

Merek tersebut tidak hanya berbeda dari merek yang lainnya bagi barang – barang

atau jasa sejenis, tetapi harus ada daya pembeda antara kedua merek tersebut.

Dalam hal ini merek barang atau jasa yang baik dengan merek tertentu dapat

bersaing dengan barang atau jasa yang memakai merek lain.

Dengan menyimak rumusan pengertian merek yang disebutkan di atas,

merek berfungsi sebagai pembeda dari produk barang atau jasa yang dibuat oleh

seseorang atau badan hukum dengan produk barang atau jasa yang dibuat oleh

seseorang atau badan hukum lain. Barang atau jasa yang dibuat seseorang atau

badan hukum tersebut merupakan barang atau jasa yang sejenis, sehingga perlu

diberi tanda pengenal untuk membedakannya. Sejenis di sini, bahwa barang atau

jasa yang diperdagangkan itu harus termasuk dalam kelas barang atau jasa yang

diperlukan pula, seperti : tembakau, barang – barang keperluan perokok, korek api

yang termasuk dalam kelas barang yang sejenis, atau angkutan, pengemasan dan

penyimpanan barang – barang, pengaturan perjalanan yang termasuk dalam kelas

jasa yang sejenis.

Dari pihak produsen, merek yang digunakan untuk jaminan nilai hasil

produksinya, khususnya mengenai kualitas, kemudahan pemakaiannya atau hal –

hal lain yang pada umumnya berkenaan dengan teknologinya. Sedangkan bagi

para pedagang, merek digunakan untuk promosi barang – barang dagangannya

guna mencari dan meluaskan pasaran. Dari pihak konsumen, merek diperlukan

untuk mengadakan pilihan barang yang akan dibeli.14

14

(26)

Merek juga dapat berfungsi merangsang pertumbuhan industri dan

perdagangan yang sehat dan menguntungkan semua pihak. Diakui oleh

Commercial Advisory Foundation in Indonesia ( CAFI ) bahwa masalah paten

dan trademark di Indonesia memegang peranan yang penting di dalam ekonomi

Indonesia, terutama berkenaan dengan berkembangnya usaha – usaha industri

dalam rangka penanaman modal. Realisasi dari pengaturan merek tersebut juga

akan sangat penting bagi kemantapan perkembangan ekonomi jangka panjang.

Juga merupakan sarana yang sangat diperlukan dalam menghadapi mekanisme

pasar bebas yang akan dihadapi dalam globalisasi pasar internasional. Pamor

Indonesia pun akan bertambah serta dianggap sebagai negara yang sudah cukup

dewasa untuk turut serta dalam pergaulan antar bangsa – bangsa.15

B. Sejarah Hukum Merek

Sejarah merek di dunia dapat ditinjau dari beberapa zaman sebagai

berikut:

1. Zaman purba

Pada masa Neolithikum (batu muda), manusia sudah mengenal tnda dalam

kehidupan sehari-hari. Gambar bison dan makhluk lainnya yang terukir

dalam dinding gua dapat dikatakan sebagai awal penggunaan tanda-tanda

sebagai dasar pengertian dan pengidentifikasian suatu obyek materi

budaya.

Pemakaian tanda sebagai identitas diperkirakan berlangsung sejak 400

tahun Sebelum Masehi dan berkembang luas pada masa imperium romawi

15

(27)

sebagai pengenal identitas. Ada tanda yang ditorehkan pada tubuh

seseorang, misalnya : tanda nama dan nomor pada tubuh budak sebagai

identitas kepemilikan budak. Tanda tersebut juga dikenal dengan tanda

perorangan (personal mark).16

2. Zaman abad pertengahan

Pada abad pertengahan, negara di dunia yang pertama sekali menggunakan

merek adalah Mesir, hal ini terlihat dari hewan ternak pada masa itu telah

diberi tanda oleh pemiliknya (identity mark). Perkembangan lebih lanjut

pada masa itu adalah merek akhirnya lebih banyak digunakan untuk tujuan

keagamaan. Selain itu, merek “potter” ditemukan untuk membedakan

pembuatnya (potter) dengan kapal tertentu. Zaman sekarang mungkin sulit

kita golongkan potter ini sebagai merek tapi sudah banyak orang spesialis

meneliti merek potter.

Metode-metode untuk membedakan atau identifikasi selanjutnya

berkembang. “Proprietary mark” berbentuk simbol atau nama dipakai

untuk barang untuk memampukan seseorang membedakan penguasaan

bendanya dengan orang lain. Para tukang ukir kayu di Romawi Kuno

membuat namanya, gambar unik atau inskripsi sederhana guna

membedakan karyanya dari orang lain. Biarpun merek-merek ini

membantu orang membedakan suatu barang tetapi sulit mengatakan itu

adalah merek dengan daya beda dalam arti moderen. Simbol-simbol yang

dipakai pada barang-barang pada zaman Romawi kuno dan negeri sekitar

Laut Tengah punya ciri yang sama dengan merek sekarang ini. Karena di

16

(28)

wilayah ini dipandang kawasan paling aktif sirkulasi barangnya maka

merek pun berkembang disini. Tetapi belum dikenal sistem kepemilikan

atas merek.

Sedangkan di China, merek lebih dikenal berupa cap stempel atau tulisan

dengan aksara mandarin pada alas atau bagian bawah porselin dan

barang-barang antik lainnya. Tujuan penggunaan stempel atau aksara mandarin

adalah untuk memperkenalkan pembuat dari suatu produk. Hal ini juga

berlaku di negara Yunani pada masa yang hampir sama.

Di Kerajaan Babylonia dikenal tanda perorangan berupa “seal”. Kata seal

dapat diartikan dengan materai atau segel yang berfungsi sebagai tanda

tangan. Tanda perorangan juga pernah dipakai oleh para saudagar di

lembah India untuk menunjukkan identitas barang dan petunjuk daerah

asal barang di produksi.17

3. Zaman modern

Pada abad 10 lahir mereknya para pedagang (merchant mark), suatu

tampilan simbol-simbol diantara para pedagang yang bentuknya sangat

sederhana. Bisa cuma garis linear saja. Zaman pertengahan, para pengrajin

dan pedagang gilda-gilda menempelkan suatu tanda pada barang untuk

membedakan mutu barang gildanya dengan yang lain. Menumbuhkan

kepercayaan pada gilda tertentu. Merek ini disebut “merek produksi”

(production marks) yang digunakan untuk menghukum manufaktur yang

mutu barangnya jelek di bawah standar yang ditentukan. Ini juga

dimaksudkan mempertahankan monopoli oleh anggota gilda. Konsumen

17

(29)

juga tertolong karena bisa mengenali barang yang tidak bermutu, misalnya

beratnya kurang, bahannya tidak bagus, barang kerajinannya jelek. Karena

merek ini seperti memenuhi kewajiban tertentu ketimbang kepentingan

diri sendiri, maka dikenal juga di Jerman dengan nama “merek polisi”

(polizeizeichen) atau “merek tanggung jawab” (pflichtzeichen). Bukan saja

dimaksudkan untuk membedakan asal usul barang tapi juga sebagai

indikator mutu. Kalau merek moderen dimaksudkan memastikan mutu dan

keunggulan barang tertentu maka merek tanggung jawab tersebut

bertanggung jawab untuk membuka barang yang jelek dan rusak. Begitu

suatu merek tanggung jwab sudah diakui maka dia tidak mudah

digantikan. Perlu diketahui simbol-simbol ini tidak untuk kepentingan

produksi pemilik merek tapi untuk gilda.

Pada abad 12, di perkotaan urban telah banyak tumbuh organisasi

pengrajin atau syarikat perdagangan dan pengrajin yang dikenal dengan

compulsory mark atau police mark. Hal ini dikarenakan adanya pemaksaan

kepada para anggota untuk memakai merek pada barang yang diproduksi.

Merek pada masa ini difokuskan terhadap pengawasan atau pemaksaan

terhadap para anggota pengrajin untuk mematuhi standarisasi yang telah

ditetapkan. Hal ini bertujuan untuk menjamin kecacatan yang terjadi pada

barang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Penggunaan merek

pada masa ini dapat diasosiasikan sebagai “Merek Kolektif”. Fungsi merek

pada masa itu lebih dititikberatkan untuk mengidentifikasikan produsen

atau asal geografi barang yang diproduksi. Merek lebih ditujukan untuk

(30)

Pada awal abad 19, terdapat beberapa peristiwa penting dalam

perkembangan merek di dunia, yakni :

a. Lahirnya Multiple Mark di Inggris

Perkembangan Hukum Merek di dunia dimulai dari belahan benua

Eropa pada abad 20, tepatnya di Inggris. Revolusi Industri yang terjadi

di negeri ini membuat perlu adanya perlindungan terhadap merek.

Perlindungan merek pada awalnya merupakan langkah utama dari

masyarakat Inggris untuk melawan peniruan. Kasus mengenai merek

yang pertama sekali diselesaikan di Pengadilan Inggris adalah kasus

Lord Hardwicke L.C. in Blanchard versus Hill pada tahun 1742,

sedangkan peraturan mereka yang pertama dibuat ialah Merchandise

Marks Act pada tahun 1862. Sebelumnya Inggris, pada tahun 1857

telah mengadopsi sistem pendaftaran merek dari hukum Perancis.

Mechandise Marks Act ini kemudian dilengkapi dan diperbaharui pada

tahun 1887 dan terus berlaku sampai dibuatnya the Trade Description

Act tahun 1968. Selain itu, Inggris juga mempunyai undang – undang

merek lainnya yakni Trade Marks Registration Act tahun 1875, yang

kemudian diperbaharui pada tahun 1876 dan tepatnya pada tahun 1877

digabungkan dalam Patents Design and Trade Marks pada tahun 1883.

b. Uji sertifikasi di Jerman

Hukum pidana mulai dikembangkan untuk menghindarkan pemalsuan

dan penipuan. Perlindungan hukum perdata pun mulai bekerja untuk

perlindungan atas pemakaian merek tanpa izin yang disebut

(31)

sertifikasi kualitas atas barang-barang produksi mereka. Hal ini terus

berkembang sampai pada awal abad ke-19, di mana pihak produsen

menggunakan merek untuk kepentingan identifikasi merek spesifik.18

c. Perkembangan hukum merek di Amerika Serikat

Di Amerika Serikat, perkembangan Hukum Merek mulai berkembang

sejak tahun 1915 dan lebih dikenal dengan Golden Age Merk. Pada

masa itu pemasaran merek di Amerika Serikat ditangani oleh manajer

spesialis fungsional dan eksekutif biro iklan. Manajemen merek

dikembangkan dengan sistematis yang berbasis pengetahuan

(institutif). Merek-merek terkenal dari Amerika Serikat pada masa itu

mulai ditiru oleh produsen lain, sehingga hal ini menyebabkan

pemerintahnya melakukan perubahan terhadap undang-undang merek

dagang yang baru.

Selain itu pada tahun 1938 dikeluarkan Trade Marks Act, yang pada

tahun 1984 atas rekomendasi dari the Mathys Departemental

Committee, Undang – undang ini diperbaharui dan memasukkan

sistem pendaftaran merek jasa.19

d. Lahirnya perlindungan merek secara internasional

Hal ini dirasakan penting karena

selain barang, telah muncul produsen jasa yang menggunakan merek

dagang. Selain itu, di masyarakat telah berkembang pola piker yang

sensitif pada harga, di mana masyarakat sudah dapat membandingkan

antara harga benda yang satu dengan benda yang lain.

18

Ibid, hal. 27.

19

(32)

Seiring dengan semakin pesatnya perkembangan perdagangan barang

dan jasa antar negara, maka diperlukan adanya pengaturan yang

bersifat internasional yang mampu memberikan jaminan perlindungan

dan kepastian hukum di bidang merek. Pada tahun 1883 telah berhasil

disepakati Paris Convention for the Protection of Industrial Property

(dikenal dengan Paris Convention ), yang di dalamnya mengatur

tentang perlindungan terhadap merek pula. Dalam Paris Convention

ini, antara lain diatur mengenai syarat – syarat pendaftaran merek,

termasuk merek – merek yang terkenal, kemandirian perlindungan

merek yang sama di negara yang berbeda, perlindungan merek yang

didaftarkan dalam salah satu negara peserta dalam negara lain selain

negara peserta, merek – merek jasa (service mark), merek – merek

gabungan ( Collective mark ) dan nama – nama dagang ( trade name ).

Sebagai tindak lanjutnya lahirlah Trademark Registration Trety pada

tahun 1973.

Konvensi ini pada awalnya hanya diratifikasi oleh 11 negara peserta,

yakni : Belgia, Belanda, Guatemala, Italia, Belanda, Portugal,

Salvador, Serbia, Spanyol dan Swiss. Pada tanggal 1 Januari 1979,

konvensi ini telah diratifikasi oleh hampir 82 negara, termasuk

Indonesia. Indonesia mulai meratifikasi hasil konvensi ini sesuai

dengan Keputusan Presiden RI No. 24 Tahun 1979 yang kemudian

(33)

C. Pendaftaran Merek

Pendaftaran merek dapat diartikan dengan melisensikan merek suatu

perusahaan pada Direktorat Jendral HaKI agar perusahaan tersebut mendapatkan

hak eksklusif untuk menggunakan merek tersebut. Adapun pihak yang dapat

mendaftarkan suatu merek, yaitu :

1. Orang (Persoon)

2. Badan Hukum (Recht Persoon)

3. Beberapa orang atau beberapa badan hukum yang mempunyai

kepemilikan bersama.

Pendaftaran merek sangat berfungsi bagi pemilik merek tersebut, adapun

manfaat dari pendaftaran merek, yaitu :

1. Sebagai alat bukti bagi pemilik yang berhak atas merek yang didaftarkan.

2. Sebagai dasar penolakan terhadap merek yang sama keseluruhan atau

sama pada pokoknya yang dimohonkan pendaftaran oleh orang lain untuk

barang/jasa sejenis.

3. Sebagai dasar untuk mencegah orang lain memakai merek yang sama

keseluruhan atau sama pada pokoknya dalam peredaran untuk barang/jasa

sejenis.

Selain itu, adapun beberapa merek yang tidak dapat didaftarkan antara lain

sebagai berikut :

1. Didaftarkan oleh pemohon yang tidak beritikad baik.

Adanya keinginan dari pihak pemohon untuk melakukan penipuan

maupun plagiat terhadap hasil karya orang lain. Jika pendaftaran terhadap

(34)

2. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

moralitas keagamaan, kesusilaan, atau ketertiban umum.

Tanda – tanda yang bertentangan dengan peraturan perundang – undangan

yang berlaku tidak dapat diterima sebagai merek karenanya tidak dapat

didaftar. Hanya tanda – tanda yang tidak bertentangan dengan peraturan

perundang – undangan yang berlaku yang dapat diterima sebagai merek

dan selanjutnya dapat didaftarkan. Demikian pula mengenai pemakaian

tanda – tanda yang menurut pandangan umum maupun golongan

masyarakat tertentu bertentangan dengan moralitas keagamaan, kesusilaan

atau ketertiban umum, terutama tanda – tanda yang dapat menimbulkan

kesalahpahaman di kalangan pembeli. Dalam pengertian bertentangan

dengan moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum adalah apabila

penggunaan tanda tersebut dapat menyinggung perasaan, kesopanan,

ketentraman dan keagamaan dari khalayak umum atau dari golongan

masyarakat tertentu, misalnya : penggunaan tanda yang merupakan atau

menyerupai nama Allah dan Rasul-Nya.

3. Tidak memiliki daya pembeda.

Sesuai dengan sifat merek sebagai suatu tanda untuk membedakan produk

barang atau jasa seseorang atau badan hukum dengan barang atau jasa

sejenis orang lain atau badan hukum, maka tanda yang tidak memiliki

daya pembeda tidak dapat diterima sebagai merek. Suatu tanda dianggap

tidak memiliki daya pembeda apabila tanda tersebut terlalu sederhana,

seperti : satu tanda garis atau satu tanda titik, ataupun terlalu rumit

(35)

mempunyai daya pembedaan sebagai merek oleh karena lazim

dipergunakan sebagai keterangan – keterangan mengenai barang yang

bersangkutan.

4. Telah menjadi milik umum.

Tanda – tanda yang bersifat umum dan menjadi milik umum juga tidak

dapat disebut sebagai merek, misalnya : tanda tengkorak di atas dua tulang

yang bersilang, yang secara umum telah diketahui sebagai tanda bahaya.

Tanda seperti itu adalah tanda yang bersifat umum dan telah menjadi milik

umum sehingga selayaknya tidak dapat dijadikan sebagai suatu tanda

tertentu untuk kepentingan pribadi seseorang. Demi kepentingan umum,

tanda – tanda seperti itu harus dapat dipergunakan secara bebas di dalam

masyarakat. Oleh karena itu, tanda – tanda yang demikian tidak dapat

digunakan sebagai merek.

5. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang

dimohonkan pendaftarannya. (Pasal 4 dan Pasal 5 UU Merek)20

Sebuah merek yang berisikan keterangan atau berkaitan dengan barang

atau jasa yang akan dimohonkan pendaftarannya juga tidak dapat diterima

untuk didaftar sebagai merek, karena keterangan tersebut tidak

mempunyai daya pembeda, misalnya : merek kopi atau gambar kopi untuk

jenis barang kopi atau untuk produk kopi.

Menurut tinjauan penulis pada peraturan perundang-undangan yang

mengatur mengenai merek terdapat adanya 2 ( dua ) sistem pendaftaran merek

yaitu :

.

20

(36)

1. Sistem Konstitutif ( atributif )

Dalam sistem ini, hak atas merek diperoleh melalui pendaftaran, artinya

hak eksklusif atas sesuatu merek diberikan karena adanya pendaftaran

(required by registration). Dengan kata lain adalah bahwa pada sistem

konstitutif pendaftaran merek merupakan hal yang mutlak untuk

dilakukan. Merek yang tidak didaftarkan, otomatis tidak akan mendapat

perlindungan hukum.

Dengan sistem Konstitutif ini yang berhak atas sesuatu merek adalah pihak

yang telah mendaftarkan mereknya. Pendaftaran merek itu menciptakan

suatu hak atas merek tersebut, pihak yang mendaftarkan dialah satu –

satunya yang berhak atas suatu merek dan pihak ketiga harus menghormati

haknya pendaftar sebagai hak mutlak.21

2. Sistem Deklaratif

Pada sistem ini pendaftaran tidak merupakan suatu keharusan, jadi tidak

ada wajib daftar merek. Pendaftaran hanya untuk pembuktian, bahwa

pendaftaran merek adalah pemakai pertama dari merek yang bersangkutan.

Pendaftaran ini bukanlah menerbitkan hak melainkan hanya memberikan

dugaan atau sangkaan hukum ( rechtsvermoeden ) atau presemption iuris

yaitu bahwa pihak yang mereknya terdaftar itu adalah pihak yang berhak

atas merek tersebut dan sebagai pemakai pertama dari merek yang

didaftarkan.22

Pada sistem deklaratif orang yang berhak atas merek bukanlah orang yang

secara formal saja terdaftar mereknya, tetapi haruslah orang – orang yang

21

Sudargo Gautama, Hukum Merek Indonesia, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1989, hal. 175.

22

(37)

dengan sungguh-sungguh menggunakan atau memakai merek tersebut.

Orang yang sungguh – sungguh memakai atau menggunakan merek

tersebut tidak dapat menghentikan pemakaiannya oleh orang lain begitu

saja, meskipun orang yang disebut terakhir ini kemudian mendaftarkan

mereknya. Dalam sistem deklaratif orang yang tidak mendaftarkan

mereknya tetap dilindungi. Adapun kelemahan dari sistem ini adalah

kurang terjaminnya kepastian hukum karena orang yang telah

mendaftarkan mereknya tetapi sewaktu – waktu masih dapat dibatalkan

oleh pihak lain yang mengaku sebagai pihak pertama.23

Dengan Undang – undang Merek 2001, sistem pendaftaran merek diubah

menjadi sistem konstitutif, berhubung sistem ini lebih menjamin kepastian hukum

daripada sistem deklaratif. Dengan didaftarkannya sebuah merek pada Direktorat

Jenderal HaKI, maka orang lain tidak dapat lagi menggugat atas merek yang telah

Undang – undang Merek 1961 menganut sistem deklaratif, hal ini

dikarenakan luasnya wilayah Republik Indonesia yang pada waktu itu

perhubungan dan komunikasi tidak semudah dan secepat sekarang, sehingga

sistem deklaratif inilah yang kemudian dianggap sebagai sistem yang paling tepat

untuk dianut dalam pendaftaran merek di Indonesia. Dengan sistem deklaratif ini,

Kantor Pendaftaran Merek tidak diwajibkan menyelidiki secara saksama

persyaratan atas merek yang dimohonkan pendaftarannya, berhubung pendaftaran

hanya memberikan dugaan bahwa pendaftar adalah pemakai pertama atas merek

terdaftar, artinya sepanjang tidak ada bantahan dari pihak lain, maka pendaftar

yang bersangkutan dianggap sebagai pemakai pertamanya.

23

(38)

didaftarkan tersebut. Apalagi Undang – Undang Merek 2001 juga memberikan

perlindungan kepada pemilik merek yang beritikad baik. Permohonan pendaftaran

merek yang diajukan oleh pemohon yang beritikad buruk, mereknya tidak dapat

didaftarkan. Demikian menurut ketentuan yang berlaku dalam Pasal 4 Undang –

undang Merek 2001.

Adapun hal – hal yang harus dicantumkan dalam formulir permohonan

pendaftaran merek tersebut sebagai berikut :

a. Tanggal, bulan dan tahun

b. Nama lengkap, kewarganegaraan dan alamat pemohon

c. Nama lengkap dan alamat kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa.

Kuasa di sini haruslah seorang konsultan HaKI

d. Warna – warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya

menggunakan unsur – unsur warna

e. Nama negara dan tanggal permintaan merek yang pertama kali dalam hal

permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.

Menurut penjelasan yang ada, maka penulis menyimpulkan bahwa merek

mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Memberikan jaminan kepada konsumen untuk membedakan satu produk

dengan produk lainnya.

b. Membuat perusahaan dapat membedakan produk-produk yang mereka

miliki.

c. Merupakan alat pemasaran dan dasar untuk membangun citra dan reputasi.

d. Dapat dilisensikan/waralaba sehingga menjadi sumber penghasilan

(39)

e. Merupakan bagian penting dalam persetujuan waralaba.

f. Dapat menjadi aset bisnis yang sangat berharga.

g. Mendorong perusahaan untuk berinvestasi dalam memelihara/menjaga

atau meningkatkan kualitas produk.

h. Alat promosi yang sangat manjur.

i. Jaminan atas mutu barang.

j. Merupakan hal yang sangat bermanfaat untuk menambah pendapatan.

D. Perlindungan Hukum atas Merek

Sebagaimana diketahui, bahwa dalam perlindungan hukum atas merek di

Indonesia semula diatur dalam Reglement Industrieele Eigendom Kolonien tahun

1912, yang kemudian diperbaharui dan diganti dengan Undang – undang Nomor

21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan ( dikenal

dengan Undang – undang Merek 1961 ). Adapun pertimbangan tentang lahirnya

Undang – undang Merek Tahun 1961 adalah untuk melindungi khalayak ramai

dari tiruan barang – barang yang memakai suatu merek yang sudah dikenalnya

sebagai merek barang-barang yang bermutu baik. Selain itu, Undang – undang

Merek 1961 juga bermaksud melindungi pemakai pertama dari suatu merek di

Indonesia.

Kedua undang – undang tersebut mempunyai banyak kesamaan.

Perbedaannya salah satu terletak pada masa berlakunya merek, yaitu : 10 tahun

menurut Undang – undang Merek 1961 dan jauh lebih pendek dari Reglement

Industrieele Eigendom Kolonien tahun 1912 yang masa berlakunya sampai 20

(40)

barang – barang dalam 35 jenis ( sesuai dengan klasifikasi internasional

berdasarkan persetujuan pendaftaran merek di Nice, Perancis tahun 1957 yang

kemudian diubah di Stockholm pada tahun 1967 dengan penambahan satu kelas

yang disesuaikan dengan keadaan di Indonesia ). Penggolongan barang – barang

ini tidak berlaku dalam Reglement Industrieele Eigendom Kolonien tahun 1912.24

1. Bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional pada umumnya

dan pembangunan bidang ekonomi pada khususnya, merek sebagai salah

satu wujud karya intelektual, memiliki peranan penting bagi kelancaran

dan peningkatan perdagangan barang dan jasa.

Selanjutnya pengaturan hukum mereka yang terdapat dalam Undang –

undang Merek 1961, diperbaharui dan diganti lagi dengan Undang – undang

Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek ( dikenal dengan Undang – undang Merek

1992 ), yang mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1993. Dengan berlakunya

Undang – undang Merek 1992, Undang – undang Merek tahun 1961 dinyatakan

tidak berlaku lagi. Pada prinsipnya Undang – undang Merek 1992 telah

melakukan berbagai penyempurnaan dan perubahan terhadap hal – hal yang

berkaitan dengan merek, guna disesuaikan dengan Paris Convention.

Adapun yang menjadi dasar pertimbangan dan tujuan dari pembentukan

Undang – undang Merek 1992 tersebut adalah :

2. Bahwa dengan memperhatikan pentingnya peranan merek tersebut,

diperlukan penyempurnaan pengaturan dan perlindungan hukum atas

merek yang selama ini diatur oleh Undang – undang Merek 1961, karena

24

(41)

dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan

kebutuhan.

Di samping itu, dasar pertimbangan lainnya dapat dijumpai dalam

penjelasan Umum Undang – undang Merek 1992 yang antara lain mengatakan :

1. Materi dari Undang – undang Merek 1992 bertolak dari konsepsi merek

yang tumbuh pada masa sekitar perang dunia kedua. Sebagai akibat

perkembangan keadaan dan kebutuhan serta semakin majunya norma dan

tatanan niaga menjadikan konsepsi merek yang tertuang dalam Undang –

undang Merek 1961 tertinggal jauh. Hal ini semakin terasa pada saat

komunikasi semakin maju dan pola perdagangan antar bangsa sudaj tidak

terikat lagi pada batas – batas suatu negara. Keadaan ini menimbulkan

salin ketergantungan antar bangsa, baik dalam hal kebutuhan, kemampuan

maupun kemajuan teknologi yang semakin mendorong pertumbuhan dunia

sebagai pasar bagi produk – produk mereka.

2. Perkembangan norma dan tatanan niaga itu sendiri telah menimbulkan

persoalan baru yang memerlukan antisipasi yang harus diatur dalam suatu

undang – undang.

Dengan demikian, berdasarkan atas pertimbangan seperti itulah, maka

dipandang perlu untuk menyempurnakan pengaturan mengenai merek yang

terdapat dalam Undang – undang Merek 1961 dalam suatu undang – undang.

Apabila dibandingkan dengan dengan Undang – undang Merek 1961, Undang –

undang Merek 1992 menunjukkan perbedaan – perbedaan antara lain :

(42)

Undang – undang Merek Nomor 1961, yang membatasi pada merek

perusahaan dan merek perniagaan, yang dari segi obyeknya hanya

mengacu pada hal yang sama yaitu merek dagang. Sedangkan merek jasa

sama sekali tidak dijangkau. Dengan pemakaian judul merek dalam

Undang – undang Merek 1992, lingkup merek mencakup merek dagang

maupun merek jasa. Demikian pula aspek nama dagang yang pada

dasarnya juga terwujud sebagai merek, telah pula ditampung pengertian

merek lainnya seperti merek kolektif. Bahkan dalam perkembangan yang

akan dating penggunaan istilah merek akan dapat pula menampung

pengertian lain seperti : certification marks, associate marks, dan lain –

lainnya.

b. Perubahan Sistem pendaftaran Merek

Sistem pendaftaran merek, berubah dari sistem deklaratif menjadi sistem

konstitutif, berhubung sistem yang disebut terakhir lebih menjamin

kepastian hukum daripada sistem deklaratif. Sistem deklaratif yang

mendasarkan pada perlindungan hukum bagi mereka yang menggunakan

merek terlebih dahulu, selain kurang menjamin kepastian hukum juga akan

dapat menimbulkan persoalan dan hambatan dalam dunia usaha. Dalam

Undang – undang Merek tahun 1992, penggunaan sistem konstitutif lebih

menjamin kepastian hukum disertai dengan ketentuan – ketentuan yang

menjamin segi – segi keadilan. Jaminan terhadap aspek keadilan dapat kita

lihat pada pembentukan cabang – cabang kantor merek di daerah – daerah

di Indonesia, pembentukan komisi banding merek dan juga memberikan

(43)

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, tetapi juga bisa melalui Pengadilan

Negeri lainnya yang akan ditetapkan secara bertahap.

c. Pendaftaran Merek

Agar permintaan pendaftaran merek dapat berlangsung dengan tertib,

pemeriksaannya tidak semata – mata dilakukan berdasarkan kelengkapan

persyaratan formal saja, tetapi juga dilakukan pemeriksaan substantive.

Selain itu dalam sistem yang baru diintroduksi adanya pengumuman

permintaan pendaftaran suatu merek. Pengumuman tersebut bertujuan

memberi kesempatan kepada masyarakat yang berkepentingan dengan

permintaan pendaftaran merek mengajukan keberatannya. Dengan

mekanisme semacam ini bukan saja problema yang timbul dari sistem

deklaratif dapat teratasi, tetapi juga bisa menumbuhkan keikutsertaan

masyarakat. Selanjutnya dipertegas pula kemungkinan penghapusan dan

pembatasan merek yang telah didaftar berdasarkan alasan dan tata cara

tertentu. Selain itu, diatur pula pendaftaran merek dengan menggunakan

hak prioritas, berhubung kita telah menjadi negara peserta Paris

Convention, yang di dalamnya mengatur mengenai penggunaan hak

prioritas tersebut.

d. Pengalihan Merek dengan Lisensi

Berbeda dengan Undang – undang Merek 1961, Undang – undang Merek

tahun 1992 tidak mengatur pengalihan hak atas merek berdasarkan lisensi.

Sebaliknya, dalam Undang – undang Merek 1992 diatur pengalihan hak

atas merek berdasarkan lisensi. Hal ini telah diatur dalam Pasal 44 sampai

(44)

e. Ketentuan dan Sanksi Pidana

Selain itu, Undang – undang Merek 1992 mengatur juga sanksi pidana,

baik untuk tindak pidana yang diklasifikasikan sebagai kejahatan maupun

sebagai pelanggaran. Sementara dalam Undang – undang Merek 1961 hal

tersebut belumlah diatur.

Perbedaan – perbedaan dengan Undang – undang Merek 1961 tersebut,

sekaligus menunjukkan perluasan ruang lingkup yang diatur dalam Undang –

undang Merek tahun 1992. Perluasan itu diperlukan dalam rangka memantapkan

peranan merek sebagai sarana untuk lebih meningkatkan tata perdagangan barang

dan jasa yang sehat serta bertanggung jawab.

Selang beberapa waktu kemudian, sama halnya dengan Undang – undang

Hak Cipta dan Undang – undang Paten, Undang – undang Merek 1992 juga

mengalami perubahan dan penyempurnaan. Perubahan dan penyempurnaan itu

dituangkan dalam Undang – undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang perubahan

atas Undang – undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek. Perubahan pada

dasarnay disesuaikan dengan dengan Paris Convention dan juga merupakan

penyempurnaan atas beberapa kekurangan yang tidak sesuai dengan kebutuhan

dan praktik – praktik internasional.

Adapun dasar pertimbangan sekaligus yang merupakan latar belakang dan

sekaligus tujuan pembentukan Undang – undang Merek 1992 tersebut, yaitu :

a. Bahwa dengan adanya perkembangan kehidupan yang berlangsung cepat,

terutama di bidang perekonomian baik di tingkat nasional maupun

internasional, pemberian perlindungan hukum yang semakin efektif terhadap

(45)

mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya kegiatan

perdagangan dan penanaman modal yang sangat diperlukan dalam

pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan untuk menciptakan

masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan atas Undang –

Undang Dasar 1945.

b. Bahwa dengan penerimaan dan keikiutsertaan Indonesia dalam persetujuan

Paris Convention yang merupakan bagian dari persetujuan pembentukan WTO sebagaimana telah disahkan dengan Undang – undang Nomor 7 Tahun

1994, berlanjut dengan melaksanakan kewajiban untuk menyesuaikan

peraturan perundang – undangan nasional di bidang HaKI termasuk merek

dengan persetujuan internasional tersebut.

c. Bahwa berdasarkan pertimbangan–pertimbangan tersebut serta

memperhatikan penilaian terhadap segala pengalaman, khususnya kekurangan

selama pelaksanaan Undang – undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek,

maka dipandang perlu untuk mengubah dan menyempurnakan beberapa

ketentuan yang terdapat dalam Undang – undang Nomor 19 Tahun 1992

tersebut dengan Undang – undang.

Dengan latar dan pertimbangan di atas, maka secara umum bidang dan arah

penyempurnaan yang dilakukan terhadap Undang – undang Nomor 19 Tahun

1992 tentang Merek, meliputi antara lain :

1. Penyempurnaan :

a. Tata cara pendaftaran merek

Berbeda dengan ketentuan sebelumnya, Undang – undang Merek 1997

(46)

diajukan untuk lebih dari satu kelas barang atau jasa. Perubahan ini

dilakukan terutama untuk menyederhanakan administrasi permintaan

pendaftaran merek, Artinya : permintaan pendaftaran merek untuk lebih

dari satu kelas tidak perlu diajukan masing – masing secara terpisah.

Namun, kewajiban pembayaran biaya pendaftaran tetap dikenakan sesuai

dengan jumlah kelas barang dan atau jasa yang dimintakan

pendaftarannya.

Selain itu, permintaan pendaftaran merek yang menggunakan bahasa asing

dan atau huruf latin atau angka yang tidak lazim digunakan dalam bahasa

Indonesia wajib disertai dengan terjemahannya dalam bahasa Indonesia,

dalam huruf latin dan dalam angka yang lazim digunakan dalam bahasa

Indonesia serta cara pengucapannya dalam ejaan latin. Hal ini diperlukan

oleh Kantor Merek untuk dapat melakukan penilaian apakah pengucapan

merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek

orang lain yang telah didaftar untuk barang dan jasa yang sejenis.

b. Penghapusan merek terdaftar

Merek terdaftar dapat dihapuskan pendaftarannya dengan alasan tidak

digunakan berturut – turut selama 3 ( tiga ) tahun atau lebih dalam

perdagangan barang atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian

terakhir. Akan tetapi Undang – undang Merek 1997 memberikan

pengecualian terhadap ketentuan di atas apabila tidak dipakainya merek

terdaftar itu di luar kehendaknya, seperti alasan larangan impor atau

(47)

c. Perlindungan merek terkenal

Perlindungan terhadap merek terkenal didasarkan pada pertimbangan

bahwa peniruan merek terkenal milik orang lain pada dasarnya dilandasi

itikad yang tidak baik, terutama untuk mengambil kesempatan dari

ketenaran merek orang lain, sehingga tidak seharrusnya mendapat

perlindungan hukum. Berdasarkan Undang – undang Merek 1997,

mekanisme perlindungan merek terkenal, selain melalui inisiatif pemilik

merek, dapat pula ditempuh melalui penolakan oleh Kantor Merek

terhadap permintaan pendaftaran merek yang sama pada pokoknya atau

keseluruhannya dengan merek terkenal.

d. Sanksi pidana

Sanksi pidana pada dasarnya menyangkut rumusan dalam ketentuan

pidana yang semula tertulis “setiap orang” diubah menjadi “barang siapa”.

Perubahan ini dimaksudkan untuk menghindari penafsiran yang keliru

bahwa pelanggaran oleh badan hukum tidak termasuk dalam tindakan

yang diancam dengan sanksi pidana tersebut. Di samping itu, untuk

konsistensi dengan lingkup perlindungan merek, yaiut terbatas pada

barang dan atau jasa yang sejenis, dalam ketentuan pidana konsepsi ini

dipertegas.

2. Penambahan :

Lingkup pengaturan perlindungan.

Selain perlindungan terhadap merek barang dan jasa, dalam Undang – undang

Merek 1997 diatur pula perlindungan terhadap indikasi geografis yaitu tanda

(48)

geografis termasuk faktor alam atau faktor manusia atau kombinasi dari kedua

faktor tersebut memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang

dihasilkan. Di samping itu, diatur pula perlindungan terhadap indikasi asal

yaitu tanda yang hamper sama dengan tanda yang dilindungi sebagai indikasi

geografis, tetapi perlindungannya diberikan tanpa harus didaftarkan.

3. Perubahan :

Pengalihan merek jasa terdaftar.

Hak atas merek jasa terdaftar yang cara pemberian jasa dan hasilnya sangat

erat kaitannya dengan kemampuan atau ketrampilan pribadi seseorang dapat

dialihkan maupun dilusensikan kepada pihak lain dengan ketentuan harus

disertai dengan jaminan kualitas dari pemilik merek tersebut. Semula

pengalihan tersebut tidak dapat dilakukan. Selanjutnya dalam Undang –

undang Merek 1997 ditentukan bahwa pengalihan merek untuk jasa serupa itu

hanya dapat dilakukan apabila ada jaminan bahwa kualitas jasa yang

diperdagangkan memang sama. Hal ini perlu dipertegas untuk menjaga dan

melindungi kepentingan konsumen.

Pengaturan mengenai ketentuan merek ini kemudian juga mengalami

perubahan yang menyeluruh yakni dengan disahkan Undang – undang Nomor 15

Tahun 2001 tentang Merek ( Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 110,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 4131 ), yang mulai berlaku sejak tanggal 1

Agustus 2001. Perubahan menyeluruh ini, selain dimaksudkan untuk

mengantisipasi perkembangan teknologi informasi dan transportasi yang telah

menjadikan kegiatan di sektor perdagangan semakin meningkat secara pesat dan

(49)

mempertahankan iklim persaingan usaha yang sehat, juga dimaksudkan untuk

menampung beberapa aspek atau ketentuan dalam persetujuan Paris Convention

yang bahkan belum ditampung dalam Undang – undang Merek 1997.

Setidaknya terdapat 3 ( tiga ) dasar pertimbangan yang merupakan latar

belakang dan sekaligus tujuan yang mengiringi pembentukan Undang – undang

Nomor 14 Tahun 2001 tersebut yakni :

a. Bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi – konvensi

internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan merek menjadi sangat

penting terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat.

b. Bahwa untuk hal tersebut, diperlukan pengaturan yang memadai tentang

merek guna memberikan peningkatan layanan bagi masyarakat.

c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada poin (a) dan

(b) serta memeprhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang – undang

Merek yang ada, dipandang perlu untuk mengganti Undang – undang Nomor

19 Tahun 1992 tentang Merek sebagaimana telah diubah dengan Undang –

undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang perubahan atas Undang – undang

Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek.

Mengingat ruang lingkup perubahan serta untuk memudahkan masyarakat

dalam penggunaannya, dengan Undang – undang Nomor 15 Tahun 2001

terciptalah pengaturan yang menyeluruh dalam satu naskah ( single text )

pengganti Undang – undang Merek yang lama. Dalam hal ini, ketentuan dalam

Undang – undang Merek yang lama, yang substansinya tidak diubah, dituangkan

(50)

Secara umum, terdapat beberapa perbedaan yang menonjol dalam Undang

– undang Nomor 15 Tahun 2001 bila dibandingkan dengan Undang – undang

Merek yang lama, meliputi :

1. Proses penyelesaian permohonan :

Dalam Undang – undang Nomor 15 Tahun 2001 ini, pemeriksaan substantif

dilakukan setelah permohonan dinyatakan memenuhi syarat secara

administratif. Semula pemeriksaan substantif dilakukan setelah selesainya

masa pengumuman tentang adanya permohonan. Dengan perubahan ini

dimaksudkan agar dapat lebih cepat diketahui apakah permohonan tersebut

disetujui atau ditolak dan memberi kesempatan kepada pihak lain untuk

mengajukan keberatan terhadap permohonan yang telah disetujui untuk

didaftar. Sekarang jangka waktu pengumuman dilaksanakan selama 3 ( tiga )

bulan, lebih singkat dari jangka waktu pengumuman berdasarkan Undang –

undang Merek yang lama. Dengan dipersingkatnya jangka waktu

pengumuman, secara keseluruhan akan dipersingkat pula jangka waktu

permohonan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

2. Hak prioritas :

Berkenaan dengan Hak Prioritas, dalam Undang – undang Nomor 15 Tahun

2001 diatur bahwa apabila permohonan yang pertama kali, menimbulkan Hak

Prioritas dalam jangka waktu 3 ( tiga ) bulan setelah berakhirnya Hak

Prioritas, permohonan tersebut diproses seperti permohonan biasa tanpa

Referensi

Dokumen terkait

Lokasi observasi untuk pelaksanaan implementasi pendidikan siaga bencana adalah di wilayah Kabupaten Malang Selatan tepatnya di desa Sitiarjo karena terletak di pesisir

Dengan menggunakan pemahaman secara mantuq ayat ini menunjukkan haramnya mengucapkan kata “ah” dan membentak kedua orang tua. Larangan atau haramnya hal

Pada pengecoran pelat beton yang tipis, vibrator boleh dimasukan ke dalam beton secara miring dalam hal ini vibrator akan menyentuh besi tulangan, tetapi harus

Setiap pemegang MP dan IK harus bertanggung jawab untuk memperbaharui dokumen tersebut apabila terjadi perubahan atau dianggap tidak sesuai dengan kondisi, dengan

Faktor lingkungan eksternal yang menjadi peluang PT GTS adalah potensi sumber daya perikanan di Indonesia masih cukup besar, peluang ekspor perikanan masih sangat

Penelitian ini selain untuk mengetahui kelayakan modul yang dikembangkan juga dimaksudkan untuk mengetahui keefektifan modul kimia berbasis masalah dalam meningkatkan hasil

Penelitian ini mencoba untuk menjawab tujuan penelitian, yaitu untuk menganalisis pengaruh Return On Equity (ROE), Return On Asset ( ROA), Total Revenue, dan BI

Asuhan yang diberikan antara lain : menginformasikan hasil pemeriksaan kepada klien, menjelaskan masalah mules pada perut, menganjurkan untuk mobilisasi secara