• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Informasi, Motivasi dan Keterampilan Berperilaku dengan Tindakan Penggunaan Kondom pada LSL untuk Mencegah HIV/AIDS di Wilayah Kerja Klinik Veteran Medan Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Informasi, Motivasi dan Keterampilan Berperilaku dengan Tindakan Penggunaan Kondom pada LSL untuk Mencegah HIV/AIDS di Wilayah Kerja Klinik Veteran Medan Tahun 2012"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN INFORMASI, MOTIVASI DAN KETERAMPILAN BERPERILAKU DENGAN TINDAKAN PENGGUNAAN

KONDOM PADA LSL UNTUK MENCEGAH HIV/AIDS DI WILAYAH KERJA KLINIK

VETERAN TAHUN 2012

TESIS

Oleh

ETY SOFIA RAMADHAN 107032077/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

HUBUNGAN INFORMASI, MOTIVASI DAN KETERAMPILAN BERPERILAKU DENGAN TINDAKAN PENGGUNAAN

KONDOM PADA LSL UNTUK MENCEGAH HIV/AIDS DI WILAYAH KERJA KLINIK

VETERAN TAHUN 2012

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

ETY SOFIA RAMADHAN 107032080/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : HUBUNGAN INFORMASI, MOTIVASI DAN KETERAMPILAN BERPERILAKU DENGAN TINDAKAN PENGGUNAAN KONDOM PADA LSL UNTUK MENCEGAH HIV/AIDS DI

WILAYAH KERJA KLINIK VETERAN MEDAN TAHUN 2012

Nama Mahasiswa : Ety Sofia Ramadhan Nomor Induk Mahasiswa : 107032077

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, M.P.H) (drh. Hiswani, M.Kes) Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 10 Oktober 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, M.P.H. Anggota : 1. drh. Hiswani, M.Kes

2. Drs. Tukiman, M.K.M.

(5)

PERNYATAAN

HUBUNGAN INFORMASI, MOTIVASI DAN KETERAMPILAN BERPERILAKU DENGAN TINDAKAN PENGGUNAAN

KONDOM PADA LSL UNTUK MENCEGAH HIV/AIDS DI WILAYAH KERJA KLINIK

VETERAN TAHUN 2012

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2012

(6)

ABSTRAK

Berdasarkan data dari Kemenkes RI tahun 2011, jumlah kasus HIV tahun 2011 meningkat 24,48 kali dibanding tahun 2005, Penyebab penularan HIV paling tinggi adalah melalui hubungan seksual (70-80%). Salah satu kelompok yang berperilaku seksual berisiko tersebut adalah Lelaki Suka Seks Lelaki (LSL) dengan kasus HIV sebanyak 4,8%. Hal ini diperparah dengan masih rendahnya pemakaian kondom secara konsisten pada kelompok-kelompok berperilaku seksual berisiko. dimana pemakaian kondom konsisten hanya 22%, Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana hubungan Informasi, Motivasi dan Keterampilan Berperilaku dengan tindakan penggunaan kondom pada LSL untuk mencegah HIV/AIDS di wilayah kerja klinik Veteran Medan.

Desain penelitian ini adalah cross sectional. Sampel berjumlah 96 orang dan diperoleh secara consecutive sampling. Dilakukan Analisis Univariat, analisis Bivariat dengan Uji statistik yang dipakai adalah chi square. Hubungan antara variabel bebas dan terikat ditentukan berdasarkan Prevalence Ratio (PR) pada Confidence Interval (CI) 95%, kemudian dilakukan analisis multivariat dengan regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi penggunaan kondom pada LSL masih rendah (34,4%). Uji statistik chi-square menunjukkan ketiga variabel berhubungan signifikan dengan tindakan penggunaan kondom yaitu variabel Informasi (RP=5,838), Motivasi (RP=2,571), Keterampilan Berperilaku (RP=2,064) Analisis regresi logistik menunjukkan bahwa Informasi merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan tindakan penggunaan kondom pada LSL di wilayah kerja Klinik Veteran Tahun 2012.

Rekomendasi untuk meningkatkan tindakan penggunaan kondom di kalangan LSL adalah dengan penyebarluasan Informasi yang berkaitan dengan HIV/AIDS pada kelompok yang berisiko, peningkatan motivasi dan kemampuan LSL dalam negosiasi penggunaan kondom, penyadaran penggunaan kondom bagi LSL serta peran semua pihak untuk mendukung kegiatan yang lebih bermanfaat bagi LSL itu sendiri dan melindungi orang lain dari HIV.

(7)

ABSTRACT

Base on the data of the Indonesian Ministry of health in 2011, The number of cases of HIV in 2011 increased 24,48 times as much as that of 2005. The main cause of HIV spread is through sexual intercourse (70-80%). One of the sexual-risk behavior group is the Man Sex Man (MSM) with case of HIV 4,8%. This becomes worse due to the less consistent use condom in the group with sexually risked behavior, in which the consistent use of condom only 22%. The purpose of this descriptive study with cross-sectional design was to describe the relationship between information, motivation and skill of behavior and the act of using condom in MSM to prevent HIV/AIDS in the working area of Veteran Clinic Medan.

The samples for this study were 96 persons selected through consecutive sampling technique. The data of obtained were analyzed through univariate analysis and bivariate analysis with Chi-square test. The relationship between independent and dependent variables was determined based on Prevalence Ration (PR) at Confidence Interval (CI) 95% then this relationship was analyzed through multivariate with multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the proportion of the use of condom in MSM was still low (34.4%). Statistically, The result of Chi-square test showed that the there variables, namely, Information (PR = 5.838 ), Motivation (PR = 2.571), and Skill of Behavior (PR = 2.064) had a significant relationship with the act of using condom in the MSM. The result of multiple logistic regression test showed that Information was the most dominant factor related to the act of using condom in the MSM in the working area of Veteran Clinic in 2012.

To increase the act using condom in the MSM, it is recommended that the Information related to HIV/AIDS should be socialized, Motivation and ability of the MSM in negotiating the use of condom should be improved, and the awareness of using condom in the MSM and the role of all of the parties involved in supporting the more useful activity should also be increased for MSM and protected the other people from HIV.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang tiada henti-hentinya dan tak terhingga Penulis ucapkan

kepada Allah SWT atas berkah dan rahmat serta pertolongan-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Hubungan Informasi, Motivasi dan

Keterampilan Berperilaku dengan Tindakan Penggunaan Kondom pada LSL untuk

Mencegah HIV/AIDS di Wilayah Kerja Klinik Veteran Medan Tahun 2012”.

Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Kesehatan (M.Kes) pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Proses penulisan tesis dapat terwujud berkat

dukungan, bimbingan, arahan dan bantuan baik moral maupun material dari banyak

pihak. Untuk itu izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga

kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

(9)

4. Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, M.P.H. selaku ketua komisi pembimbing yang

dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan

meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga

penulisan tesis selesai.

5. drh. Hiswani, M.Kes selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh

perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu

untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Drs. Tukiman, M.K.M dan dr. Muhammad Rusda, Sp.OG (K) sebagai komisi

penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan

penulisan tesis ini.

7. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi, Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

8. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, dr. R.r Siti Hatati Surjantini,

M.Kes dan Sekretaris Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, drg.

Wahid Khusyairi, M.Kes yang telah berkenan memberikan izin penulis

melakukan penelitian di lingkungan kerja Dinas Kesehatan Medan.

9. Andi Ilham Lubis, SKM, M.K.M, Project Officer Global Fund Komponen AIDS

Sumatera Utara, Kepala Klinik Veteran Medan, dr. Yulia Maryani dan staf

Klinik Veteran ( Ibu Odi, Ibu Afni, Tari, Satri dan Trisna) serta Ferry, Mas Adi,

Bang Herman dan Lala yang dengan penuh keikhlasan membantu penulis dalam

(10)

10. Rekan di FHI, dek Gita, yang telah membantu penulis menyediakan referensi dan

rujukan buku-buku keperluan penelitian.

11. Rekan-rekan mahasiswa S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi

Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi tahun 2010 yang telah

memberikan semangat dalam menyelesaikan pendidikan di Program Magister

IKM FKM-USU.

Ucapan terima kasih paling istimewa penulis hadiahkan kepada orang tua

tercinta, Alm. Bpk. D.N Meidi dan Ibu Rusmi, Suami tercinta Yadi Hermanto,

anak-anakku tersayang, Adit, Agung, Vira dan Adek Ageng atas cinta, dukungan dan doa

yang tidak pernah putus kepada penulis.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang

membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan,

semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan

pengembangan ilmu pengetahuan bagi peneliti selanjutnya.

Medan, Oktober 2012 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Ety Sofia Ramadhan, lahir pada tanggal 18 November 1969 di Medan, anak

keempat dari delapan bersaudara dari pasangan ayahanda Alm. D.N. Meidi dan

ibunda Rusmi.

Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri

No.060868/71 Medan, selesai tahun 1981, Sekolah Menengah Pertama di SMP

Negeri 12 Medan, selesai tahun 1984, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 9

Medan, selesai tahun 1987, S-1 Kedokteran Gigi USU, selesai tahun 1993.

Penulis bekerja Sebagai Staff Pengajar di Sekolah Pengatur Rawat Gigi

(SPRG) Depkes RI Banda Aceh dari tahun 1993 sampai tahun 1998, di SPRG

Depkes RI Medan tahun 1998 yang kemudian berkompersi menjadi Politeknik

Kesehatan Medan, Kementerian Kesehatan RI sampai dengan sekarang.

Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi, Fakultas

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT……….. ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP………. vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL……….. x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ………. xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Hipotesis ... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. HIV/AIDS ... 10

2.1.1. Pengertian HIV/AIDS ... 10

2.1.2. Epidemi HIV/AIDS ... 10

2.1.3. Etiologi dan Patogenesis ... 13

2.1.4. Gejala Klinis ... 14

2.1.5. Penularan ... 15

2.1.6. Diagnosis ... 18

2.1.7. Pencegahan ... 19

2.2. Perilaku ... 27

2.2.1. Pengertian Perilaku ... 27

2.2.2. Determinan Perilaku Kesehatan ... 28

2.2.3. Determinan Perilaku Terkait Penelitian ... 31

2.3.Kondom ... 36

2.3.1. Pengertian dan Sejarah Kondom ... 36

2.3.2. Jenis-Jenis Kondom ... 39

2.3.3. Efektifitas Kondom ... 41

2.4.Landasan Teori ... 43

(13)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 46

3.1. Jenis Penelitian ... 46

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 46

3.3. Populasi dan Sampel ... 46

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 48

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 51

3.5.1. Variabel Independen ... 51

3.5.2. Variabel Dependen ... 52

3.6. Metode Pengukuran ... 52

3.6.1. Variabel Independen ... 52

3.6.2. Variabel Dependen ... 53

3.7. Metode Analisis Data ... 54

3.7.1. Analisis Univariat... 54

3.7.2. Analisis Bivariat ... 54

3.7.3. Analisis Multivariat ... 55

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 56

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 56

4.2. Analisis Univariat ... 58

4.2.1. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Informasi di Wilayah Kerja Klinik Veteran Medan Tahun 2012 ... 58

4.2.2. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Motivasi di Wilayah Kerja Klinik Veteran Medan Tahun 2012 ... 64

4.2.3. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Keterampilan Berperilaku di Wilayah Kerja Klinik Veteran Tahun 2012 ... 66

4.2.4. Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Tindakan Penggunaan Kondom di Wilayah Kerja Klinik Veteran Tahun 2012 ... 69

4.3. Analisis Bivariat ... 70

4.3.1. Hubungan Informasi dengan Tindakan Penggunaan Kondom ... 70

4.3.2. Hubungan Motivasi dengan Tindakan Penggunaan Kondom ... 71

4.3.3. Hubungan Keterampilan Berperilaku dengan Tindakan Penggunaan Kondom ... 72

4.4. Analisis Multivariat ... 73

BAB 5. PEMBAHASAN ... 76

5.1 Tindakan Penggunaan Kondom ... 76

5.2 Analisis Bivariat ... 78

5.2.1 Informasi ... 78

5.2.2 Motivasi ... 79

(14)

5.3 Analisis Multivariat ... 82

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

6.1 Kesimpulan ... 86

6.2 Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 88

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Hasil Uji Validitas ... 49

3.2 Hasil Uji Reliabilitas ... 50

4.1 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Informasi di Wilayah

Kerja Klinik Veteran Tahun 2012 ... 61

4.2 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kategori Informasi

di Wilayah Kerja Klinik Veteran Tahun 2012 ... 63

4.3 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Motivasi

di Wilayah Kerja Klinik Veteran Tahun 2012 ... 65

4.4 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kategori Motivasi

di Wilayah Kerja Klinik Veteran Tahun 2012 ... 66

4.5 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Keterampilan

Berperilaku di Wilayah Kerja Klinik Veteran Tahun 2012 ... 67

4.6 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kategori Keterampilan

Berperilaku di Wilayah Kerja Klinik Veteran Tahun 2012 ... 69

4.7 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Penggunaan Kondom

di Wilayah Kerja Klinik Veteran Tahun 2012 ... 69

4.8 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kategori Penggunaan

Kondom di Wilayah Kerja Klinik Veteran Tahun 2012 ... 70

4.9 Hubungan Informasi dengan Tindakan Penggunaan Kondom

di Wilayah Kerja Klinik Veteran Tahun 2012 ... 71

4.10 Hubungan Motivasi dengan Tindakan Penggunaan Kondom

di Wilayah Kerja Klinik Veteran Tahun 2012 ... 72

4.11 Hubungan Keterampilan Berperilaku dengan Tindakan Penggunaan

(16)

4.12 Seleksi Variabel yang Berhubungan dengan Tindakan Penggunaan

(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Jumlah Kasus HIV/AIDS di Indonesia Tahun 2005-2011 ... 12

2.2 Bagan Precede Lawrence W. Greean ... 29

2.3 Kondom Laki-laki ... 39

2.4. Information-Motivation-Behavioral Skills Model (IMB Model) ... 44

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Daftar Singkatan... 92

2 Kuesioner Penelitian ... 95

3 Master Data ... 101

4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 104

5 Hasil Univariat ... 107

6 Frekuensi Tabel Kategori ... 112

7 Hasil Bivariat ... 113

8 Hasil Multivariat ... 116

8 Uji Normalitas dan NPar Tes ... 119

9 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 122

(19)

ABSTRAK

Berdasarkan data dari Kemenkes RI tahun 2011, jumlah kasus HIV tahun 2011 meningkat 24,48 kali dibanding tahun 2005, Penyebab penularan HIV paling tinggi adalah melalui hubungan seksual (70-80%). Salah satu kelompok yang berperilaku seksual berisiko tersebut adalah Lelaki Suka Seks Lelaki (LSL) dengan kasus HIV sebanyak 4,8%. Hal ini diperparah dengan masih rendahnya pemakaian kondom secara konsisten pada kelompok-kelompok berperilaku seksual berisiko. dimana pemakaian kondom konsisten hanya 22%, Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana hubungan Informasi, Motivasi dan Keterampilan Berperilaku dengan tindakan penggunaan kondom pada LSL untuk mencegah HIV/AIDS di wilayah kerja klinik Veteran Medan.

Desain penelitian ini adalah cross sectional. Sampel berjumlah 96 orang dan diperoleh secara consecutive sampling. Dilakukan Analisis Univariat, analisis Bivariat dengan Uji statistik yang dipakai adalah chi square. Hubungan antara variabel bebas dan terikat ditentukan berdasarkan Prevalence Ratio (PR) pada Confidence Interval (CI) 95%, kemudian dilakukan analisis multivariat dengan regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi penggunaan kondom pada LSL masih rendah (34,4%). Uji statistik chi-square menunjukkan ketiga variabel berhubungan signifikan dengan tindakan penggunaan kondom yaitu variabel Informasi (RP=5,838), Motivasi (RP=2,571), Keterampilan Berperilaku (RP=2,064) Analisis regresi logistik menunjukkan bahwa Informasi merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan tindakan penggunaan kondom pada LSL di wilayah kerja Klinik Veteran Tahun 2012.

Rekomendasi untuk meningkatkan tindakan penggunaan kondom di kalangan LSL adalah dengan penyebarluasan Informasi yang berkaitan dengan HIV/AIDS pada kelompok yang berisiko, peningkatan motivasi dan kemampuan LSL dalam negosiasi penggunaan kondom, penyadaran penggunaan kondom bagi LSL serta peran semua pihak untuk mendukung kegiatan yang lebih bermanfaat bagi LSL itu sendiri dan melindungi orang lain dari HIV.

(20)

ABSTRACT

Base on the data of the Indonesian Ministry of health in 2011, The number of cases of HIV in 2011 increased 24,48 times as much as that of 2005. The main cause of HIV spread is through sexual intercourse (70-80%). One of the sexual-risk behavior group is the Man Sex Man (MSM) with case of HIV 4,8%. This becomes worse due to the less consistent use condom in the group with sexually risked behavior, in which the consistent use of condom only 22%. The purpose of this descriptive study with cross-sectional design was to describe the relationship between information, motivation and skill of behavior and the act of using condom in MSM to prevent HIV/AIDS in the working area of Veteran Clinic Medan.

The samples for this study were 96 persons selected through consecutive sampling technique. The data of obtained were analyzed through univariate analysis and bivariate analysis with Chi-square test. The relationship between independent and dependent variables was determined based on Prevalence Ration (PR) at Confidence Interval (CI) 95% then this relationship was analyzed through multivariate with multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the proportion of the use of condom in MSM was still low (34.4%). Statistically, The result of Chi-square test showed that the there variables, namely, Information (PR = 5.838 ), Motivation (PR = 2.571), and Skill of Behavior (PR = 2.064) had a significant relationship with the act of using condom in the MSM. The result of multiple logistic regression test showed that Information was the most dominant factor related to the act of using condom in the MSM in the working area of Veteran Clinic in 2012.

To increase the act using condom in the MSM, it is recommended that the Information related to HIV/AIDS should be socialized, Motivation and ability of the MSM in negotiating the use of condom should be improved, and the awareness of using condom in the MSM and the role of all of the parties involved in supporting the more useful activity should also be increased for MSM and protected the other people from HIV.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

Syndrome) merupakan masalah kesehatan di dunia sejak tahun 1981, penyakit ini

berkembang secara pandemik. Obat dan Vaksin untuk mengatasi masalah tersebut

belum ditemukan, yang dapat mengakibatkan kerugian tidak hanya di bidang

kesehatan tetapi juga di bidang sosial, ekonomi, politik, budaya dan demografi

(Depkes RI 2006).

Berdasarkan case report United Nations Programme on HIV/AIDS

(UNAIDS) tahun 2011 jumlah orang yang terjangkit HIV didunia sampai akhir tahun

2010 terdapat 34 juta orang, dua pertiganya tinggal di Afrika kawasan Selatan Sahara,

di kawasan itu kasus infeksi baru mencapai 70 persen, di Afrika Selatan 5,6 juta

orang terinfeksi HIV, di Eropa Tengah dan Barat jumlah kasus infeksi baru

HIV/AIDS sekitar 840 ribu, di Jerman secara kumulasi ada 73 ribu orang, kawasan

Asia Pasifik merupakan urutan kedua terbesar di dunia setelah Afrika Selatan dimana

terdapat 5 juta penderita HIV/AIDS.

Menurut World Health Organization (WHO) dilaporkan bahwa pada tahun

2011 terdapat 3,5 juta orang di Asia Tenggara hidup dengan HIV/AIDS. Beberapa

Negara seperti Myanmar, Nepal dan Thailand menunjukkan Tren penurunan untuk

(22)

pencegahan HIV/AIDS melalui program Condom use 100 persen (CUP). Trend

kematian yang disebabkan oleh AIDS antara tahun 2001 sampai 2010 berbeda

disetiap bagian Negara. Di Eropa Timur dan Asia Tengah sejumlah orang meninggal

karena AIDS meningkat dari 7.800 menjadi 90.000, di Timur Tengah dan Afrika

Utara meningkat dari 22.000 menjadi 35.000, di Asia Timur juga meningkat dari

24.000 menjadi 56.000 (WHO, Progress Report 2011).

Di setiap wilayah di dunia, prevalensi HIV 5% atau lebih terjadi pada

laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki-laki-laki, pekerja seks dan orang-orang

transgender, kasus ini tidak hanya di negara yang dikenal memiliki epidemi

terkonsentrasi tetapi juga di negara-negara sebagian besar di timur dan selatan Afrika

( Report UNAIDS, 2011). Sebuah studi multi-kota di Amerika Serikat ditemukan

bahwa 1 dari 5 laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki lainnya terinfeksi

HIV. Di Amerika Latin, seks antara laki-laki adalah perjalanan utama penularan

HIV, prevalensi HIV di beberapa kota di Kolombia berkisar antara 10% sampai 25% .

Di Asia, tingkat prevalensi HIV diantara laki-laki yang berhubungan seks dengan

laki-laki telah mencapai 18% (Peter Piot, Forum Global 2008)

Laporan Kementerian Kesehatan RI tentang perkembangan HIV/AIDS di

Indonesia pada Triwulan IV (dari bulan Oktober sampai dengan Desember tahun

2011) jumlah kasus HIV yang dilaporkan sebanyak 5.442 kasus, rasio kasus HIV

antara laki-laki dan perempuan adalah 1:1, persentase faktor risiko HIV tertinggi

adalah hubungan seks tidak aman pada heteroseksual (49,5%), penggunaan jarum

(23)

Lelaki suka seks Lelaki (LSL) (5,7%). Jumlah kasus baru AIDS sebanyak 2.357

kasus, Rasio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1, persentase

faktor risiko AIDS tertinggi adalah hubungan seks tidak aman pada heteroseksual

(65,0%), penggunaan jarum suntik tidak steril pada Penasun (25,9%), pada LSL

(4,8%) dan dari Ibu (positif HIV) ke anak (2,2%).

Berdasarkan data dari bulan Januari sampai Desember tahun 2011, di

Indonesia jumlah kasus baru HIV yang dilaporkan sebanyak 21.031 kasus.

Berdasarkan data yang ada saat ini dibandingkan dengan tahun 2010 terjadi

penurunan sebanyak 560 kasus (tahun 2010 : 21.591 kasus). Jumlah kasus AIDS

dilaporkan sebanyak 4.162 kasus, dibandingkan tahun 2010 juga terjadi penurunan

kasus AIDS sebanyak 1.582 kasus (tahun 2010 : 5.774 kasus). Angka Kematian/Case

Fatality Rate (CFR) AIDS menurun dari 4,5% pada tahun 2010 menjadi 2,4% pada

tahun 2011. Rate kumulatif kasus AIDS Nasional sampai dengan juni 2011 adalah

11,09 per 100.000 penduduk (berdasarkan data BPS 2011, jumlah penduduk

Indonesia 238.893.400 jiwa. Sampai dengan 2011, sebanyak 368 kabupaten/kota di

Indonesia tertular HIV/AIDS, yang tidak ditemukan/belum dilaporkan kasus

HIV/AIDS sebanyak 130 kabupaten/kota.

Jumlah kasus HIV di Sumatera Utara pada tahun 2011 terdapat 1.251 kasus,

jumlah kumulatif AIDS s/d 2011 ada 515 kasus, di kota Medan jumlah kasus

HIV/AIDS dari tahun 2006 sampai tahun 2011 terdapat 2.904 penderita (HIV 2.153

/AIDS 751) , diantaranya terjadi pada kelompok Homoseksual (3,68%), berdasarkan

(24)

usia pada umur 25-34 tahun prevalensi paling tinggi (57%), CFR (18,53%) (Komisi

Penanggulangan AIDS kota Medan, 2011).

Klinik Veteran merupakan salah satu dari beberapa tempat yang memberi

layanan konseling dan tes HIV di Indonesia, Klinik Veteran berada dibawah naungan

Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, terletak di kota Medan tepatnya di jalan

Veteran Medan, Klinik Veteran merupakan klinik Infeksi Menular seksual dan klinik

VCT (Voluntary Counselling Testing), Berdasarkan Data layanan konseling dan tes

HIV di Klinik Veteran Medan tahun 2011, jumlah yang berkunjung ke layanan 339,

jumlah yang di tes HIV 338, berdasarkan hasil tes jumlah yang positif menderita HIV

ada 16 orang (4,7%) (Kemenkes RI, 2011). berdasarkan data yang ada di Klinik

Veteran selama bulan Januari sampai April 2012, dari seluruh LSL yang datang

berobat ke klinik yang positif HIV sebanyak 4,82%.

Widoyono (2005) menjelaskan bahwa penularan kasus HIV/AIDS

disebabkan hubungan seksual (70-80%). Kasus HIV/AIDS terus mengalami

peningkatan, fenomena peningkatan dan penyebaran kasus yang terjadi pada

kelompok risiko tinggi demikian cepat. Salah satu kelompok risiko tinggi adalah LSL

(KPAN 2011), Risiko LSL terkena AIDS lebih besar daripada bila lelaki

berpasangan seks dengan wanita karena seks anal yang dilakukan oleh LSL akan

memungkinkan terjadinya luka pada rectum disebabkan tidak adanya cairan lubrican

seperti yang ada pada vagina, ditambah lagi mengingat daya serap rectum yang besar

maka deposisi semen dalam rectum tersebut dapat mengakibatkan resiko yang tinggi

(25)

Lelaki suka Seks dengan Lelaki (LSL) adalah pria yang mengakui dirinya

sebagai orang yang biseksual/homoseksual. LSL cenderung memiliki banyak

pasangan seks, baik laki-laki maupun perempuan dan banyak diantara mereka juga

membeli dan menjual seks, mereka mengaku berhubungan seks dengan banyak

pasangan dalam tahun terakhir, baik perempuan maupun laki-laki. Hampir 87% LSL

melakukan seks kasual (tanpa memberi atau menerima pembayaran) dengan pasangan

pria dan 40% dengan pasangan wanita dalam setahun. Hanya 16% melakukan seks

dengan Waria dalam setahun. Sebanyak 20% mengaku membeli seks dari lelaki lain

dan 47% menjual seks kepada lelaki dalam tahun terakhir, sedangkan yang membeli

dan menjual dengan wanita terakhir masing-masing 10% dan 14%. Sepertiga LSL

melaporkan memiliki pasangan pria tetap dan 16% memiliki pasangan wanita tetap,

dan 22% pasangan tetapnya memiliki pasangan lain.

Jaringan seksual yang luas ini meningkatkan risiko penularan pada LSL dan

pasangan seksualnya. Jika ada LSL yang tertular IMS atau HIV atau dua-duanya

sekaligus maka LSL itu pun menyebarkan HIV di komunitasnya. Yang beristri

menularkan ke istrinya, perempuan lain atau PSK. Jika istrinya tertular HIV maka ada

pula risiko penularan HIV kepada bayi yang dikandungnya kelak ketika di

kandungan, saat persalinan atau menyusui dengan air susu ibu (ASI). Karena hal itu

LSL dikhawatirkan akan menjadi salah satu mata rantai penyebaran HIV yang

potensial (Survey Terpadu Biologis Perilaku (STBP), 2007).

Berdasarkan data Komisi penanggulangan AIDS (KPA) Propinsi Sumatera

(26)

sendiri terdapat 6.348 orang LSL yang tersebar dibeberapa Kecamatan kota Medan,

fenomena gunung es juga berlaku pada komunitas ini, dalam kenyataannya di

masyarakat komunitas ini terselubung dan lebih tertutup keberadaannya, hal ini

sangat menjadi kekhawatiran akan dapat meningkatnya risiko seseorang yang

berhubungan seks dengannya terkena HIV/AIDS.

Walaupun HIV/AIDS merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi

mikroorganisme, namun ternyata dalam penyebarannya sangat dipengaruhi oleh pola

perilaku dan gaya hidup seseorang (Yuwono, 2007 dalam Widodo, E. 2009). Upaya

pencegahan HIV/AIDS terutama didasarkan pada upaya untuk melakukan perubahan

perilaku seksual seseorang yang berisiko tertular dan Promosi penggunaan kondom

(Depkes RI, 2010).

Penelitian yang dilakukan Herman (1992) diperkirakan kondom 10.000 kali

memberi perlindungan terhadap paparan HIV selama hubungan seksual dari pada

tidak menggunakan kondom. Pada penelitian Devincenzy (1994) menyimpulkan

penggunaan kondom secara konsisten mempunyai kemampuan mencegah transmisi

HIV sebesar 90% ( Kalicchman, 1998).

Berdasarkan laporan Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP)

tahun 2011 pada LSL, Prevalensi HIV tertinggi di kota Jakarta (17%) dan terendah di

kota Semarang (2,4%). Salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian HIV adalah

penggunaan kondom konsisten selama sebulan terakhir. Sebanyak 88% LSL

mengaku pernah menggunakan kondom pada saat melakukan hubungan seks anal

(27)

terakhir dengan pria, dan 22% menggunakan kondom secara konsisten pada seks anal

1 bulan terakhir. Kurang dari satupertiga LSL menggunakan kondom secara konsisten

pada setiap tipe pasangan seksualnya.

Berdasarkan laporan dari Klinik Veteran Medan, persentase penggunaan

kondom dalam praktek berhubungan seksual pada pasien yang datang ke klinik

Veteran tahun 2011, persentase rata-rata yang selalu menggunakan kondom

(19,10%), persentase rata-rata yang kadang-kadang menggunakan kondom (19,40%),

persentase rata-rata tidak pernah/tidak menjawab saat ditanya menggunakan kondom

(63,70%), LSL yang selalu menggunakan kondom 23%.

Menurut Fisher dan Fisher (1992) perilaku pencegahan seseorang terhadap

penyakit dipengaruhi oleh berbagai faktor. Berdasarkan

Information-Motivation-Behavioral Skills Model (IMB model) yang dikembangkannya, Fisher dan Fisher

berpendapat bahwa informasi, motivasi, dan keterampilan berperilaku merupakan

faktor utama yang dapat mempengaruhi perilaku pencegahan seseorang terhadap

HIV/AIDS (Kalichman, 1998).

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai

hubungan informasi, motivasi dan keterampilan berperilaku dengan tindakan

penggunaan kondom pada LSL untuk mencegah HIV/AIDS di wilayah kerja Klinik

(28)

1.2. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah masih rendahnya penggunaan

kondom untuk mencegah HIV/AIDS pada LSL yang berkunjung ke Klinik Veteran

Medan tahun 2011.

1.3. Tujuan Penelitian

Menganalisis hubungan informasi, motivasi dan keterampilan berperilaku

dengan tindakan penggunaan kondom pada LSL untuk mencegah HIV/AIDS di

wilayah kerja Klinik Veteran Medan tahun 2012.

1.4. Hipotesis

Informasi, motivasi dan keterampilan berperilaku berhubungan dengan

tindakan penggunaan kondom untuk mencegah HIV/AIDS di wilayah kerja Klinik

Veteran Medan tahun 2012.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1 Sebagai bahan masukan bagi pemerintah Kotamadya Medan dalam

menentukan kebijakan untuk pencegahan HIV/AIDS.

1.5.2 Sebagai bahan masukan bagi instansi dan stakeholder terkait dalam

meningkatkan penyuluhan KIE terutama dalam perilaku penggunaan

kondom dikalangan yang berisiko terkena HIV/AIDS juga sebagai referensi

(29)

1.5.3 Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan dapat digunakan sebagai bahan

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. HIV/AIDS

2.1.1. Pengertian HIV/AIDS

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah jenis virus yang tergolong

familia retrovirus, sel-sel darah putih yang diserang oleh HIV pada penderita yang

terinfeksi adalah sel-sel limfosit T (CD4) yang berfungsi dalam sistem imun

(kekebalan) tubuh. HIV memperbanyak diri dalam sel limfosit yang diinfeksinya dan

merusak sel-sel tersebut, sehingga mengakibatkan sistem imun terganggu dan daya

tahan tubuh berangsur-angsur menurun (Daili, F.S., 2009).

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu kumpulan

gejala penyakit kerusakan sistem kekebalan tubuh, bukan penyakit bawaan tetapi

dibuat dari hasil penularan. Penyakit ini disebabkan oleh Human Immunodeficiency

Virus (HIV). Penyakit ini telah menjadi masalah Internasional karena dalam waktu

yang relatif singkat terjadi peningkatan jumlah pasien dan semakin melanda banyak

Negara. Saat ini belum ditemukan vaksin atau obat yang efektif untuk pencegahan

HIV/AIDS sehingga menimbulkan keresahan di dunia (Widoyono, 2005).

2.1.2. Epidemi HIV/AIDS a. Epidemi Global

Sejarah tentang HIV/AIDS dimulai ketika tahun 1979 di Amerika Serikat

(31)

dengan Sarcoma Kaposi. Pada tahun 1981 ditemukan seorang gay muda dengan

kerusakan sistem kekebalan tubuh.

Di Amerika Utara dan Inggris, epidemik pertama terjadi pada kelompok

laki-laki homoseksual, selanjutnya pada saat ini epidemik terjadi juga pada pengguna obat

suntikan dan pada populasi heteroseksual. Seks tanpa kondom adalah modus utama

penularan HIV di Karibia. Survey menunjukkan persentase prevalensi HIV pada

beberapa kelompok yaitu : 80-90% PSK, 30% kelompok laki-laki konsumennya, 30%

pada kelompok mereka yang datang berobat di klinik penyakit menular seksual, 10%

pada pendonor darah dan 10% pada kelompok wanita yang diperiksa di klinik

perawatan antenatal. Sampai dengan tahun 2010 jumlah penderita HIV di seluruh

dunia sebanyak 34 juta orang (UNAIDS, 2011).

Men Sex Men (MSM) Report World Bank (2011) melaporkan Di seluruh

dunia diperkirakan bahwa seks antar laki-laki termasuk kelompok penyumbang

kejadian infeksi HIV, situasinya bervariasi antar negara, tahun 2008 di Mexico

(25,60%), Jamaica (31,80%), pada tahun 2005 di Thailand tepatnya di Bangkok

(28,3%). Penelitian yang lain di Indonesia (4%), Bangladest (7,5%), Srilanka (7,5%),

Nepal (7,5%) (Adam et al (2009), dalam World Bank (2011)).

b. Epidemi HIV/AIDS di Indonesia

Di Indonesia, HIV pertama kali dilaporkan di Bali pada bulan April 1987,

terjdi pada orang berkebangsaan Belanda. Sejak pertama kali ditemukan sampai

dengan tahun 2011, kasus HIV/AIDS tersebar di 368 (73,9%) dari 498

(32)

HIV/AIDS terus meningkat, berikut disajikan data kasus HIV/AIDS di Indonesia

berdasarkan laporan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2011.

Gambar 2.1 Jumlah Kasus HIV/AIDS di Indonesia Tahun 2005-2011 (Kemenkes RI, 2011)

Kasus HIV/AIDS terus meningkat dari tahun ke tahun terutama dari tahun

2009 ke tahun 2010 terjadi peningkatan yang cukup tajam hal ini disebabkan sudah

semakin baiknya teknologi informasi sehingga pencatatan dan pelaporan kasus

HIV/AIDS yang terjadi di masyarakat sudah semakin baik, serta kerjasama yang baik

dari pemerintah dan masyarakat sehingga populasi komunitas yang beresiko dapat

dijangkau dan diketahui. Kemudian di tahun 2011 terjadi sedikit penurunan kasus

HIV/AIDS hal ini dapat disebabkan penderita yang sudah meninggal dunia dan efek

dari diperkenalkan dan dijalankannya program CUP (Condom Use 100 Persen).

Jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS yang dilaporkan sampai dengan tahun

[image:32.612.150.469.175.379.2]
(33)

tertinggi yaitu DKI Jakarta (19.899 kasus), diikuti Jawa Timur (9.950 kasus), Papua

(7.085 kasus), Jawa Barat (5.741 kasus) dan Sumatera Utara (5.027 kasus). Jumlah

kasus AIDS tertinggi yaitu DKI Jakarta (5.177 kasus), diikuti Jawa Timur (4.598

kasus), Papua (4.449 kasus), Jawa Barat (3.939 kasus) dan Bali (2.428

kasus).Persentase kasus AIDS pada laki-laki sebanyak 70,8% dan perempuan 28,2%.

Angka kematian (CFR) menurun dari 40% pada tahun 1987 menjadi 2,4% pada tahun

2011

2.1.3. Etiologi dan Patogenesis

AIDS disebabkan oleh Virus yang di sebut HIV, Virus ini ditemukan oleh

Montagnier, seorang ilmuan Perancis (Institute Pasteur, Paris 1983), yang

mengisolasi virus dari seorang penderita dengan gejala Limfadenopati, sehingga pada

waktu itu dinamakan Lymhadenopathy Associated Virus (LAV). Gallo (National

Institute of health, USA 1984) menemukan virus HTL-III (Human T Lymphotropic

Virus) yang juga adalah penyebab AIDS. Pada penelitian lebih lanjut dibuktikan

bahwa kedua virus ini sama, sehingga berdasarkan hasil pertemuan International

Committee on Taxonomy of Viruses (1986) WHO memberikan nama resmi HIV

(Widoyono, 2005).

Daili, F.S. (2009) menyatakan bahwa virus masuk ke dalam tubuh manusia

terutama melalui perantara darah, semen dan sekret Vagina. Sebagian besar (75%)

penularan terjadi melalui hubungan seksual. HIV tergolong retrovirus yang

mempunyai materi genetik RNA. Bilamana virus masuk ke dalam tubuh penderita

(34)

yang dimiliki oleh HIV. DNA pro-virus tersebut kemudian diintregasikan ke dalam

sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen virus.

HIV cenderung menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai

antigen permukaan CD4, terutama sekali limfosit T4 yang memegang peranan

penting dalam mengatur dan mempertahankan system kekebalan tubuh. Selain

limfosit T4, virus juga dapat menginfeksi sel monosit dan makrofag, sel Langerhans

pada kulit, sel dendrite folikuler pada kelenjar limfe, makrofag pada alveoli paru, sel

retina, sel serviks uteri dan sel-sel microglia otak. Virus yang masuk ke dalam

limfosit T4 selanjutnya mengadakan replikasi sehingga menjadi banyak dan akhirnya

menghancurkan sel limfosit itu sendiri.

HIV juga mempunyai sejumlah gen yang dapat mengatur replikasi maupun

pertumbuhan virus yang baru. Salah satu gen tersebut ialah tat yang dapat

mempercepat replikasi virus sedemikian hebatnya sehingga terjadi penghancurkan

limfosit T4 secara besar-besaran yang akhirnya menyebabkan system kekebalan

tubuh menjadi lumpuh. Kelumpuhan system kekebalan tubuh ini mengakibatkan

timbulnnya infeksi oportunistik dan keganasan yang merupakan gejala AIDS.

2.1.4. Gejala Klinis

Masa inkubasi 6 bulan sampai 5 tahun, Window period selama 6-8 minggu

adalah waktu saat tubuh sudah terinfeksi HIV tetapi belum terdeteksi oleh

pemeriksaan laboratorium, seorang dengan HIV dapat bertahan sampai dengan 5

(35)

klinis muncul sebagai penyakit yang tidak khas seperti : Diare, Kandidiasis mulut

yang luas, Pneumonia interstisialis limfositik, Ensefalopati kronik.

Ada beberapa gejala dan tanda mayor (menurut WHO) antara lain :kehilangan

berat badan (BB) > 10%, Diare Kronik > 1 bulan, Demam > 1 bulan. Sedangkan

tanda minornya adalah : Batuk menetap > 1 bulan, Dermatitis pruritis (gatal), Herpes

Zoster berulang, Kandidiasis orofaring, Herpes simpleks yang meluas dan berat,

Limfadenopati yang meluas. Tanda lainnya adalah : Sarkoma Kaposi yang meluas,

Meningitis kriptokokal.

Gejala AIDS timbul 5-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Beberapa orang

tidak mengalami gejala saat terinfeksi pertama kali. Sementara yang lainnya

mengalami gejala-gejala seperti flu, termasuk demam, kehilangan nafsu makan, berat

badan turun, lemah dan pembengkakan saluran getah bening. Gejala-gejala tersebut

biasanya menghilang dalam seminggu sampai sebulan, dan virus tetap ada dalam

kondisi tidak aktif (dormant) selama beberapa tahun. Namun, virus tersebut secara

terus menerus melemahkan sistem kekebalan, menyebabkan orang yang terinfeksi

semakin tidak dapat bertahan terhadap infeksi-infeksi oportunistik.

2.1.5. Penularan

Penyakit ini menular melalui berbagai cara. Antara lain melalui cairan tubuh

seperti darah, cairan genitalia, cairan sperma dan ASI. Virus terdapat juga pada

saliva, air mata dan urin tapi dengan konsentrasi yang sangat rendah. HIV tidak

(36)

Terdapat tiga cara penularan HIV yaitu :

a. Hubungan seksual; baik secara vagina, oral, maupun anal dengan seorang

pengidap. Ini adalah cara yang paling umum terjadi, meliputi 70-80% dari total

kasus sedunia. Penularan lebih mudah terjadi apabila terdapat lesi penyakit

kelamin dengan ulkus atau peradangan jaringan seperti herpes genitalis, sifilis,

gonorea, klamidia, kankroid, dan trikomoniasis.

Dari penelitian para pakar ( Yasmin, 1987 dalam Nasution R., 1990) ternyata

bahwa pria homoseks penderita AIDS mempunyai pasangan seksual yang jauh lebih

banyak dibandingkan dengan pria homosekseks sehat, dalam penelitian ini juga

ditunjukkan bahwa pria yang melakukan hubungan seksual melalui anus lebih mudah

terinfeksi. Tampaknya hubungan homoseksual merupakan cara yang paling

berbahaya karena ternyata 90% mitra seksual orang-orang dengan HIV positif

mengalami penularan (Montagnier, 1987 dalam Nasution R., 1990).

Risiko pada seks anal lebih besar dibanding seks vagina, dan risiko lebih besar

pada receptive daripada insertive. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

Cáceres & van Griensven, (1994); Ostrow, DiFranceisci, Chmeil, Wagstaff, & Wesch

(1995) bahwa risiko yang ditimbulkan kepada mitra insertif selama hubungan anal

jauh lebih rendah dari risiko terhadap mitra reseptif. Diantara beberapa pola

penularan yang biasa terjadi, yang paling sering adalah hubungan seksual (95%)

(Kalicchman 1998).

Secara teoritis cara penularan melalui hubungan seksual yang paling rawan

(37)

terjadinya luka pada rektum. Teknik ini pada dunia barat diperkirakan lebih sering

dilakukan oleh kaum homoseksual, ditambah lagi bila tidak memakai pelindung

(kondom) dalam praktek hubungan seksualnya. . Di berbagai macam sampel dan

metodologi penelitian, studi menunjukkan bahwa sekitar sepertiga dari pria

melaporkan melakukan hubungan seks anal terakhir tanpa kondom (Kelly, St

Lawrence, & Brasfield, 1991; Lemp et al, 1994;.. Ostrow et al, 1995 dalam

Kalicchman 1998). sehingga dapat dimengerti jika insiden pada kelompok ini relatif

tinggi

b. Kontak langsung dengan darah atau produk darah/jarum suntik;

b.1 Tranfusi darah/produk darah yang tercemar HIV, risikonya sangat tinggi

sampai 90%. Ditemukan sekitar 3-5% dari total kasus sedunia

b.2 Pemakaian jarum suntik tidak steril/pemakaian bersama jarum suntik dan

sempritnya pada para pecandu narkotika suntik. Risikonya sekitar 0,5-1%

dan terdapat 5-10% dari total kasus sedunia

b.3 Penularan lewat kecelakaan, tertusuk jarum pada petuga kesehatan,

risikonya kurang dari 0,5% dan telah terdapat 0,1% dari total kasus sedunia

c. Secara vertikal;, dari ibu hamil pengidap HIV kepada bayinya, baik selama hamil,

saat melahirkan, atau setelah melahirkan. Risiko sekitar 25-40% dan angka

(38)

2.1.6. Diagnosis

Diagnosis dini untuk menemukan infeksi HIV dewasa ini diperlukan

mengingat kemajuan-kemajuan yang diperoleh dalam hal pathogenesis dan

perjalanan penyakit dan juga perkembangan pengobatan.

Keuntungan menemukan diagnosis dini ialah:

a. Intervensi pengobatan fase infeksi asimtomatik dapat diperpanjang

b. Menghambat perjalanan penyakit ke arah AIDS

c. Pencegahan infeksi oportunistik, Konseling dan pendidikan untuk kesehatan umum

d. Penyembuhan (bila mungkin) hanya dapat terjadi bila pengobatan pada fase dini.

Pada orang yang akan melakukan tes HIV atas kemauan sendiri atau karena

saran dokter, terlebih dahulu perlu dilakukan konseling sebelum dilakukan tes. Bila

semua berjalan baik, maka tes HIV dapat dilaksanakan pada individu tersebut dengan

persetujuan yang bersangkutan.

Diagnosis dini ditegakkan melalui pemeriksaan laboratorium dengan petunjuk

dari gejala-gejala klinis atau dari adanya perilaku risiko tinggi individu tertentu.

Diagnosis laboratorium dapat dilakukan dengan 2 metode:

a. Langsung: yaitu isolasi virus dari sampel, umumnya dilakukan dengan

menggunakan mikroskop elektron dan deteksi antigen virus. Salah satu cara

deteksi antigen virus yang makin populer belakangan ini ialah polymerase chain

(39)

b. Tidak langsung: dengan melihat respon zat anti spesifik, misalnya dengan ELISA,

Western Blot immunofluorescent assay (IFA), atau radioimmunoprecipitation

assay (RIPA).

AIDS merupakan stadium akhir infeksi HIV, penderita dinyatakan sebagai

AIDS bila dalam perkembangan infeksi HIV selanjutnya menunjukkan infeksi-infeksi

dan kanker oportunistik yang mengancam jiwa penderita, selain infeksi dan kanker

dalam penetapan CDC 1993, juga termasuk ensefalopati, sindrom kelelahan yang

berkaitan dengan AIDS dan hitungan CD4 <200/ml. CDC menetapkan kondisi

dimana infeksi HIV sudah dinyatakan sebagai AIDS.

2.1.7. Pencegahan

Pada prinsipnya pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah

penularan virus HIV melalui perubahan perilaku seksual yang terkenal dengan istilah

“ABC” yang telah terbukti mampu menurunkan percepatan penularan HIV, terutama

di Uganda dan beberapa negara Afrika lain. Prisnip „ABC” ini telah dipakai dan

dibakukan secara internasional, sebagai cara paling efektif mencegah HIV lewat

hubungan seksual. Prinsip “ABC” itu adalah :

“A” : Anda jauhi seks sampai anda kawin atau menjalin hubungan jangka panjang

dengan pasangan (Abstinesia)

“B” : Bersikap saling setia dengan pasangan dalam hubungan perkawinan atau

hubungan jangka panjang tetap (Be faithful)

“C” : Cegah dengan memakai kondom yang benar dan konsisten untuk penjaja seks

(40)

Untuk penularan non seksual berlaku prinsip “D” dan “E” yaitu :

“D” : Drug; “say no to drug” atau katakan tidak pada napza/narkoba

“E” : Equipment; “no sharing” jangan memakai alat suntik secara bergantian

Belum ada pengobatan untuk infeksi ini. Obat-obat anti retroviral digunakan

untuk memperpanjang hidup dan kesehatan orang yang terinfeksi. Obat-obat lain

digunakan untuk melawan infeksi oportunistik yang juga diderita.

Konsekuensi yang mungkin terjadi pada orang yang terinfeksi yaitu hampir

semua orang yang terinfeksi HIV akhirnya akan menjadi AIDS dan meninggal karena

komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan AIDS

Konsekuensi yang mungkin terjadi pada janin dan bayi yaitu 20-30% dari bayi

yang lahir dari ibu yang terinfeksi HIV akan terinfeksi HIV juga dan gejala-gejala

dari AIDS akan muncul dalam satu tahun pertama kelahiran. Dua puluh persen dari

bayi-bayi yang terinfeksi tersebut akan meninggal pada saat berusia 18 bulan. Obat

antiretroviral yang diberikan pada saat hamil dapat menurunkan risiko janin untuk

terinfeksi HIV dalam proporsi yang cukup besar.

Kehamilan pada ibu-ibu dengan HIV positif akan berpengaruh buruk bagi

bayinya, karena itu Ibu penderita AIDS atau HIV positif, dianjurkan untuk tidak

hamil atau bila hamil perlu dipertimbangkan secara hukum peraturan yang

memperbolehkan dilakukannya pengguguran kandungan (indikasi medis), hal ini

dengan sendirinya akan menurunkan morbiditas pada anak (Nasution,R., 1990)

Berdasarkan situasi epidemic yang dijelaskan sebelumnya, kita ketahui

(41)

rangka meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan AIDS yang lebih

intensif, menyeluruh, terpadu, dan terkoordinasi, dibentuklah Komisi

Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) (Peraturan Presiden/Perpres RI no.75 tahun

2006). Komisi Penanggulangan AIDS Nasional berada di bawah dan

bertanggungjawab kepada Presiden.

Komisi Penanggulangan AIDS Nasional bertugas :

a. Menetapkan kebijakan dan rencana strategis nasional serta pedoman umum

pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan AIDS.

b. Menetapkan langkah-langkah strategis yang diperlukan dalam pelaksanaan

kegiatan.

c. Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan penyuluhan, pencegahan,

pelayanan, pemantauan, pengendalian, dan penanggulangan AIDS.

d. Melakukan penyebarluasan informasi mengenai AIDS kepada berbagai media

massa, dalam kaitan dengan pemberitaan yang tepat dan tidak menimbulkan

keresahan masyarakat.

e. Melakukan kerjasama regional dan internasional dalam rangka pencegahan

dan penanggulangan AIDS.

f. Mengkoordinasikan pengelolaan data dan informasi yang terkait dengan

masalah AIDS.

g. mengendalikan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan pencegahan,

(42)

h. memberikan arahan kepada Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi dan

Kabupaten/Kota dalam rangka pencegahan, pengendalian, dan

penanggulangan AIDS.

Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Penanggulangan AIDS Nasional

melakukan koordinasi dan/atau kerjasama dengan instansi Pemerintah Pusat maupun

instansi Pemerintah Daerah, dunia usaha, organisasi non pemerintah, organisasi

profesi, perguruan tinggi, badan Internasional, dan/atau pihak-pihak lain yang

dipandang perlu, serta melibatkan partisipasi masyarakat.

Kecenderungan epidemic HIV ke depan menggambarkan perubahan

penularan HIV, dimana selain populasi kunci (WPS, Pelanggan, LSL dan Penasun)

yang ditangani selama ini, penting pula memperhatikan peningkatan HIV pada LSL,

dengan adanya Perpres no.75 tahun 2006 tersebut menandai terjadinya intensifikasi

penanggulangan AIDS. Keanggotaan KPA Nasional diperluas dengan

mengikutsertakan masyarakat sipil. Perkembangan kebijakan-kebijakan yang terjadi

mendorong berkembangnya layanan pencegahan serta perawatan, dukungan serta

pengobatan. Cakupan program meningkat , namun ternyata masih ada kesenjangan

yang besar untuk mencapai target universal acces. Dengan adanya dukungan dana

tambahan baik di tingkat pusat maupun daerah dan bantuan internasional seperti

Global Fund, tampaknya universal acces diharapkan akan dapat dicapai sekalipun

setelah tahun 2010.

Dalam rangka menghadapi tantangan dimana cakupan dan efektifitas program

(43)

dapat dipastikan, sistem layanan kesehatan dan komunitas masih lemah, masih perlu

peningkatan tata kelola kepemerintahan yang baik, masih perlu peningkatan

lingkungan kondusif. Maka KPAN menyusun suatu Strategi dan Rencana Aksi

Nasional (SRAN) penanggulangan HIV/AIDS 2010-2014, Strategi ditujukan untuk

mencegah dan mengurangi resiko penularan HIV, meningkatkan kualitas hidup, serta

mengurangi dampak sosial dan ekonomi akibat HIV dan AIDS pada individu,

keluarga dan masyarakat, agar individu dan masyarakat menjadi produktif dan

bermanfaat untuk pembangunan. Skenario SRAN ini pada 2014 adalah bahwa 80%

populasi kunci terjangkau oleh program yang efektif dan 60% populasi kunci

berperilaku aman.

Kerangka program SRAN penanggulangan HIV dan AIDS tahun 2010-2014

terdiri atas empat area yaitu :

a. Pencegahan. Kegiatan pokok : Pencegahan penularan HIV melalui transmisi

seksual, melalui alat suntik, pencegahan penularan di lembaga

pemasyarakatan dan rumah tahanan, pencegahan penularan HIV dari ibu ke

bayi, pencegahan penularan dikalangan pelanggan pekerja seks melalui

tempat kerja, pencegahan penularan HIV pada pelanggan di kalangan pekerja

imigran dan orang muda beresiko usia 15-24 tahun.

b. Perawatan, dukungan dan Pengobatan. Kegiatan pokok : Penguatan dan

pengembangan layanan kesehatan serta koordinasi antar layanan, pencegahan

dan pengobatan infeksi oportunistik, pengobatan antiretroviral (ARV),

(44)

c. Program mitigasi dampak. Kegiatan pokok : Mitigasi dampak.

d. Program peningkatan lingkungan yang kondusif. Kegiatan pokok : Penguatan

kelembagaan dan manajemen, manajemen program meliputi kegiatan

perencanaan, implementasi dan evaluasi program dengan memegang prinsip

keterbukaan informasi, peran serta dan partisipasi, sinkronisasi kebijakan,

pengembangan kebijakan baru dan mitigasi kebijakan.

Dalam SRAN juga telah diperhitungkan jumlah kebutuhan prasarana

pencegahan, perawatan dan pengobatan yang meliputi outlet kondom, layanan VCT,

layanan IMS, layanan KTS (Konselling Test Sukarela), layanan KTPK (Konselling

Test yang diprakarsai oleh Petugas Kesehatan), LJJS (Layanan Jarum Suntik Steril)

dan layanan PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon).

Sampai dengan bulan Desember 2011, sudah tersedia layanan HIV/AIDS di

Indonesia sebanyak 500 layanan KTS termasuk layanan KTPK,. 74 layanan PTRM,

194 LJJS, 643 layanan IMS dan VCT, 90 layanan Pencegahan penularan dari ibu ke

anak dan layanan 223 layanan kolaborasi TB-HIV.

Layanan konselling dan tes HIV di Sumatera Utara ada 43 layanan,

diantaranya ada 11 layanan di kota Medan, salah satunya adalah Klinik Veteran

Medan. Penanganam masalah HIV/AIDS juga harus berdasarkan pendekatan

kesehatan masyarakat melalui upaya pencegahan primer, sekunder dan tertier.

Pemerintah sendiri dalam hal ini sudah melakukan banyak program dalam

penanggulangan HIV/AIDS baik untuk kabupaten/kota yang bekerjasama dengan

(45)

Ada 6 (enam) program yang dilaksanakan untuk menanggulangi

permasalahan HIV/AIDS yaitu Program KIE (Knowledge, Information dan

Education) = BCC (Behaviour Change Communication) = KPP (Komunikasi

Perubahan Perilaku), Program Kondom 100%, Program Klinik IMS (Infeksi Menular

Seksual), Program Harm Reduction, Program VCT (Voluntary Counselling &

Testing), dan Program CST (Care, Support & Treatment Nasional, 2006).

Salah satu program tersebut yang juga merupakan kerjasama antara

pemerintah dan LSM yang sangat populer di seluruh Indonesia dan sampai saat ini

terus dikembangkan adalah program pengadaan Klinik IMS dan VCT. Salah satunya

adalah Klinik Veteran Medan. Layanan kesehatan IMS merupakan kegiatan

pemeriksaan dan pengobatan rutin masalah IMS bagi pekerja seks perempuan, pria

dan waria. Program ini dilaksanakan di Puskesmas atau klinik yang sudah ada di

wilayah terdekat dengan konsentrasi sebaran populasi beresiko. Layanan kesehatan

IMS memiliki fungsi kontrol terhadap penularan IMS agar penularan IMS dapat

dipersempit dan untuk mengendalikan laju penularan IMS-HIV/AIDS (Depkes RI,

2004). Layanan VCT mencakup pre-test konselling, testing HIV, dan post-test

konselling. Kegiatan tes dan hasil tes pasien harus dijalankan atas dasar prinsip

kerahasiaan (KPA Nasional, 2006).

Klinik Veteran sebagai klinik IMS dan VCT dibawah naungan Dinas

Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, dalam kegiatannya selain memberi pelayanan di

Klinik juga secara rutin melakukan kegiatan mobile ke lokasi lokasi prostitusi di

(46)

mengharuskan datang ke lokasi prostitusi misalnya program pemberian ARV pada

orang-orang yang berisiko. Klinik Veteran juga memberikan kondom gratis kepada

orang-orang yang berisiko.

Layanan klinik IMS pada klinik Veteran mencakup pencegahan seperti

promosi kondom dan seks aman, konselling, pemeriksaan dan pengobatan, kegiatan

penapisan untuk IMS asymptomatic, menjalankan sistem monitoring dan surveilans

serta memberikan layanan KIE tentang mitos penggunaan obat-obat bebas untuk

mencegah atau mengobati IMS.

Tujuan konselling IMS yang dilakukan Agar penderita patuh minum

obat/mengobati sesuai ketentuan, agar kembali untuk follow up secara teratur sesuai

jadwal yang ditentukan, untuk menyakinkan pentingnya pemeriksaan mitra seksual,

serta turut berusaha agar mitra tersebut bersedia diperiksa dan diobati bila perlu,

untuk mengurangi resiko penularan dengan cara abstinensia selama pemeriksaan

terakhir selesai serta tanggap dan memberikan respon cepat terhadap infeksi atau hal

lain yang mencurigakan setelah berhubungan seks.

Layanan VCT yang dilaksanakan oleh klinik Veteran mencakup pre-test

konselling, testing HIV dan post-test konselling, dengan maksud dan tujuan program

VCT untuk membantu masyarakat terutama populasi berisiko dan anggota

keluarganya untuk mengetahui status kesehatan yang berkaitan dengan HIV dimana

hasilnya dapat digunakan sebagai bahan motivasi upaya pencegahan penularan dan

(47)

2.2. Perilaku Kesehatan

2.2.1. Pengertian Perilaku Kesehatan

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang

mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis,

tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat

disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau

aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh

pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003),

merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap

stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses

adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons,

maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan

menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

a. Perilaku tertutup (covert behavior)

Perilaku tertutup adalah respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk

terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih

terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi

pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas

(48)

b. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.

Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek,

yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

Berdasarkan pembagian domain oleh Bloom, dan untuk kepentingan

pendidikan praktis, dikembangkan menjadi tingkat ranah perilaku sebagai berikut

(Notoatmodjo, 2010) :

a. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan

sebagainya).

b. Sikap (Attitude)

Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu,

yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan.

c. Tindakan atau praktik (Practice)

Seperti telah disebutkan di atas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk

bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk

terwujudnya tindakan perlu faktor lain antara lain adanya fasilitas atau sarana

dan prasarana.

2.2.2. Determinan Perilaku Kesehatan

Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2010) menganalisis faktor perilaku

(49)

terdiri atas faktor pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai. Kedua,

faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik seperti

ketersediaan sarana/fasilitas, informasi. Ketiga, faktor pendorong (reinforcing

factors), yag terwujud dalam sikap dan perilaku kelompok referens, seperti petugas

kesehatan, kepala kelompok atau peer group.

[image:49.612.110.529.250.532.2]

Gambar 2.2 : Bagan Precede Lawrence W. Greean

Didalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh

beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri.

Faktor-faktor tersebut antara lain : susunan saraf pusat, persepsi, emosi, proses belajar,

lingkungan dan sebagainya. Perilaku diawali dengan dengan adanya

pengalaman-pengalaman seseorang serta faktor-faktor di luar orang tersebut (lingkungan), baik Pendidikan

Kesehatan

Predisposing Factors - Kebiasaan

- Kepercayaan - Tradisi - Pengetahuan - Sikap

Enabling Factors - Ketersediaan Fasilitas - Ketercapaian Fasilitas

Reinforcing Factors - Sikap dan Perilaku Petugas

- Peraturan Pemerintah

Non Perilaku Perilaku Masalah

(50)

fisik maupun non fisik. Kemudian pengalaman dan lingkungan tersebut diketahui,

dipersepsikan, diyakini dan sebagainya sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk

bertindak dan akhirnya terjadilah perwujudan niat yang berupa perilaku

(Notoatmodjo,2005).

Teori Informasi, Motivasi dan Behaviour (IMB) dari Fisher & Fisher

berpendapat bahwa informasi, motivasi, dan keterampilan berperilaku merupakan

faktor utama yang dapat mempengaruhi perilaku pencegahan seseorang terhadap

penyakit. Melalui informasi, motivasi, dan keterampilan berperilaku untuk

mengurangi risiko penularan, perilaku pencegahan terhadap penyakit juga lebih

mudah terwujud.

Informasi berhubungan dengan informasi tentang pengetahuan dasar

mengenai penyakit, kondisi kesehatan, maupun perilaku pencegahan yang

dianjurkan. Sementara itu motivasi dipengaruhi oleh motivasi individu dan

motivasi sosial. Motivasi individu didasarkan pada sikap terhadap perilaku

pencegahan, norma subjektif, persepsi mengenai kerentanan terhadap penyakit,

keuntungan dan hambatan dari perilaku pencegahan, 'biaya' yang ditimbulkan dari

perilaku berisiko . Motivasi sosial didasarkan pada norma sosial, persepsi

individu mengenai dukungan sosial, serta adanya saran dari orang lain.

Sementara itu keterampilan berperilaku merupakan kemampuan indvidu

untuk melakukan tindakan pencegahan, seperti kemampuan merundingkan untuk

tidak melakukan hubungan seksual, mendesak untuk menggunakan kondom,

(51)

keterampilan, alat, dan strategi untuk berperilaku yang didasarkan pada

keyakinannya (self efficacy) dan perasaan bahwa ia dapat mempengaruhi

keadaan/situasi (perceived behavioural control) untuk melakukan perilaku tersebut.

Keterampilan berperilaku merupakan prasyarat yang menentukan apakah informasi

dan motivasi yang bagus mampu mendorong tindakan pencegahan atau perubahan

perilaku yang efektif.

Model ini beranggapan bahwa informasi dan motivasi masing-masing dapat

memiliki pengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku

seseorang. Pengaruh tidak langsung yaitu melalui kerja sama antara informasi dan

motivasi dengan keterampilan berperilaku. Model ini juga berpendapat bahwa

informasi dapat mempengaruhi motivasi seseorang, begitu juga sebaliknya.

2.2.3 Determinan Perilaku Terkait Penelitian

a. Informasi

Informasi, dalam hal ini adalah informasi tentang LSL yang berhubungan

dengan informasi pengetahuan dasarnya tentang HIV/AIDS, kondisi kesehatan

maupun informasi yang diketahuinya tentang pencegahan yang dianjurkan , dapat

mempengaruhi perilaku seksual seseorang. Hasil penelitian Herman Abdullah (2002)

terhadap 150 orang Gay di Denpasar dan Ujung Pandang tentang faktor-faktor yang

berhungan dengan penggunaan kondom pada sex anal menunjukkan hasil bahwa ada

hubungan pengetahuan dengan penggunaan kondom.

Menurut penelitianNurcholis Arif Budiman (2008) terhadap Wanita Pekerja

(52)

Prambanan Kabupaten Klaten terdapat faktor pengetahuan berhubungan dengan

upaya pencegahan IMS dan HIV/AIDS.

Menurut Bloom, 1968 (dalam Notoatmodjo, 2005) pengetahuan yang

tercakup dalam domain kognitif ini mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

a.1 Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)

sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan

Gambar

Gambar 2.1 Jumlah Kasus HIV/AIDS di Indonesia Tahun 2005-2011 (Kemenkes RI, 2011)
Gambar 2.2 : Bagan Precede Lawrence W. Greean
Gambar 2.3. Kondom Laki-laki
Gambar 2.4. Information-Motivation-Behavioral Skills Model (IMB Model) Fisher and Fisher (1992) dalam Kalichman (1998)
+7

Referensi

Dokumen terkait