• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Kepolisian Dalam Pengawasan Dan Penyalahgunaan Peredaran Senjata Api Non Organik TNI/Polri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Kepolisian Dalam Pengawasan Dan Penyalahgunaan Peredaran Senjata Api Non Organik TNI/Polri"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN KEPOLISIAN DALAM PENGAWASAN DAN

PENYALAHGUNAAN PEREDARAN SENJATA

API NON ORGANIK TNI/POLRI

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

S

S

U

U

P

P

R

R

I

I

A

A

N

N

T

T

O

O

B

B

A

A

R

R

U

U

S

S

NIM. 070200431

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)

PERANAN KEPOLISIAN DALAM PENGAWASAN

DAN PENYALAHGUNAAN PEREDARAN SENJATA

API NON ORGANIK TNI/POLRI

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

S

S

U

U

P

P

R

R

I

I

A

A

N

N

T

T

O

O

B

B

A

A

R

R

U

U

S

S

NIM. 070200431

Disetujui oleh:

Ketua Departemen Hukum Pidana

Dr. M. Hamdan, SH, M.Hum

Pembimbing I

Dr. Madiasa Ablisar, SH, MS

Pembimbing II

Muhammad Nuh, SH, M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang

telah melimpahkan rakhmat, taufik dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian tingkat

Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini

berjudul “Peranan Kepolisian Dalam Pengawasan dan Penyalahgunaan

Peredaran Senjata Api Non Organik TNI/Polri”.

Di dalam menyelesaikan skripsi ini, telah banyak mendapatkan bantuan

dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan

terima-kasih yang sebesar-besarnya kepada :

- Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Medan.

- Bapak Dr. M. Hamdan, SH, M.Hum, sebagai Ketua Departemen Hukum

Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

- Bapak Dr. Madiasa Ablisar, SH, MS, selaku Dosen Pembimbing I Penulis.

- Bapak Muhammad Nuh, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II Penulis.

- Bapak dan Ibu Dosen serta semua unsur staf administrasi di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

- Rekan-rekan se-almamater di Fakultas Hukum khususnya dan Umumnya

Universitas Sumatera Utara.

(4)

tiada terhingga kepada Ayahanda dan Ibunda, semoga kebersamaan yang kita

jalani ini tetap menyertai kita selamanya.

Demikianlah penulis niatkan, semoga tulisan ilmiah penulis ini dapat bermanfaat

bagi kita semua.

Medan, Januari 2011

Penulis

Suprianto Barus

(5)

DAFTAR ISI

halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

ABSTRAKSI ... v

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 2

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 3

D. Keaslian Penulisan ... 4

E. Tinjauan Kepustakaan ... 4

F. Metodologi Penulisan ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II. SISTEM ADMINISTRASI PERIZINAN DAN PENGAWASAN SENJATA API NON ORGANIK TNI/POLRI ... 12

A. Masyarakat Sipil Yang Berhak Memiliki Senjata Api ... 12

B. Prosedur Kepemilikan Dan Penggunaan Senjata Api Bagi Masyarakat Sipil ... 16

(6)

BAB III KREDIBILITAS POLRI DALAM PENGAWASAN

PEREDARAN SENJATA API NON ORGANIK

TNI/POLRI ... 32

A. Tugas dan Fungsi Polisi ... 32

B. Kewenangan Polisi Dalam Penegakan Hukum ... 37

C. Kredibilitas Polri Dalam Pengawasan Peredaran Senjata Api Non Organik TNI/Polri ... 42

BAB IV. HAL-HAL YANG MENYEBABKAN MASYARAKAT MENGUNAKAN SENJATA API ILEGAL DAN FAKTOR-FAKTORNYA ... 49

A. Kedudukan Kejahatan Dalam Rumusan Unsur-Unsur Tindak Pidana ... 49

B. Penyalahgunaan Senjata Api ... 57

C. Hal-Hal Yang Menyebabkan Masyarakat Mengunakan Senjata Api Ilegal Dan Faktor-Faktornya ... 62

D. Perdagangan Senjata Api ... 65

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 71

(7)

ABSTRAK

PERANAN KEPOLISIAN DALAM PENGAWASAN DAN PENYALAHGUNAAN PEREDARAN SENJATA

API NON ORGANIK TNI/POLRI

Oleh :

S

SUUPPRRIIAANNTTOOBBAARRUUSS

NIM. 070200431

Penyalahgunaan senjata api yang sering terjadi belakangan ini maka Kitab

Undang-undang Hukum Pidana memandang bahwa perbuatan seperti itu

merupakan suatu perbuatan yang melanggar hukum. Dasar hukum yang

mengaturnya adalah UU No. 8 Tahun 1948, tentang Pendaftaran dan Pemberian

Izin Pemakaian Senjata Api. UU No. 12 Tahun 1951, tentang Ordonansi Peraturan

Hukum Sementara Istimewa, dan beberapa peraturan lainnya yang dikeluarkan

melalui Skep Kapolri Skep No 82/II/2004 tentang Buku Petunjuk Pelaksanaan

Pengawasan Dan Pengendaliaan Senjata Api Non Organik TNI/POLRI. Apabila

terjadi penyalahgunaan senjata api maka sistem peradilan terhadap oknum

penyalahgunaan senjata api tersebut akan dilaksanakan dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana Sistem Administrasi

Perizinan dan Pengawasan Senjata Api Non Organik TNI/Polri, bagaimana

Kredibilitas Polri Dalam Pengawasan Peredaran Senjata Api Non Organik

TNI/Polri dan bagaimana hal-hal yang menyebabkan masyarakat menggunakan

senjata api illegal dan faktor-faktornya.

Metode penulisan yang digunakan adalah metode yuridis normative. Dan

(8)

Setelah dilakukan pengumpulan dan analisis data maka diketahui sistem

Administrasi Perizinan dan Pengawasan Senjata Api Non Organik TNI/Polri

dilakukan dengan persyaratan tertentu dan peruntukan senjata api itu sendiri.

Pelaksanaan pemberian izin dilakukan secara ketat dengan pelaksanaan

pengawasan secara periodik. kredibilitas Polri Dalam Pengawasan Peredaran

Senjata Api Non Organik TNI/Polri mempunyai fungsi yang cukup kredibilitas

dalam penegakan hukum di Indonesia khususnya dalam pelaksanaan pemberian

dan pengawasan izin senjata api non organik TNI/Polri, disebabkan salah satu

fungsinya adalah sebagai aparat penegak hukum yang berwenang melakukan

penyidikan. Hal-hal yang menyebabkan masyarakat menggunakan senjata api

illegal dan faktor-faktornya adalah: faktor pengamanan diri, jika sewaktu-waktu

berhadapan dengan hal yang mengancam jiwanya, faktor pemuasan diri, karena

merasa dirinya sanggup megoleksi barang eksklusif dimana tidak semua orang bisa

mendapatkannya, faktor sistem dan prosedur izin kepemilikan senjata api yang

begitu rumit, sehingga orang lebih tertarik mengunakan senjata api Ilegal, faktor

perdagangan senjata api ilegal, dimana kebetulan saja belum terungkap, tidak

terungkap, atau memang sudah diungkap, dengan harga jual yang lebih murah, dan

proses mudah dan faktor untuk melakukan tindak kriminal, dimana melakukan

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mendengar kata senjata, mungkin terbayang dalam pikiran kita adalah

suasana perang, perampokan atau kekerasan bersenjata lainnya. Keras, tetapi

sebenarnya, begitu kita menyelami dunia (teknologi, sejarah yang melegenda

serta etika dan aturan main) memiliki senjata terjadi justru sebaliknya,

mengasyikkan.

Sebab, di era yang kian maju seperti sekarang ini, seperti bukan lagi

sekedar alat untuk membunuh musuh di medan tempur, tetapi benda ini sudah

menjadi bagian alat olah raga, bahkan bagi sebagian kalangan, benda ini sudah

menjadi bagian alat untuk menikmati gaya hidup mereka melalui hobi berburu.

Pro–kontra yang terjadi di masyarakat tentang kepemilikan senjata api

bela diri selama ini memang bisa dimaklumi. Sebahagian masyarakat

menganggap, memiliki senjata api bela diri berizin resmi hanya akan

menjadikan si pemilik berlaku arogan dan sok jagoan. Kekhawatiran sejumlah

masyarakat bahwa Indonesia akan menjadi kota koboi juga sempat berguilr,

karena semakin banyaknya para eksekutif memiliki senjata berizin resmi.

Sebenarnya, kekhawatiran seperti itu tak perlu terjadi jika masyarakat

sudah tahu dan memahami dua persoalan pokok. Pertama, perolehan surat izin

kepemilikan sentara beladiri dari pihak Kepolisian tidaklah semudah yang

dibayangkan. Mabes POLRI sebagai lembaga yang berwenang telah melakukan

(10)

seleksi yang ketat, sebelum surat izin kepemilikan senjata diberikan kepada

yang berhak. Kedua, bila seseorang telah memiliki surat izin tersebut, maka

berarti dia sudah terikat oleh etika dan aturan main yang wajib dipatuhinya.

Etika dan aturan main tersebut harus melekat pada si pemiliknya di saat

membawa, menggunakan dan menyimpan senjata.

Sementara itu penyalahgunaan senjata api yang sering terjadi

belakangan ini diperkirakan menggunakan senjata api yang masuk secara ilegal

ke Indonesia dan tidak mempunyai izin kepemilikan resmi dari Mabes POLRI.

Dengan adanya penyalahgunaan senjata api yang sering terjadi

belakangan ini maka Kitab Undang-undang Hukum Pidana memandang bahwa

perbuatan seperti itu merupakan suatu perbuatan yang melanggar hukum. Dasar

hukum yang mengaturnya adalah UU No. 8 Tahun 1948, tentang Pendaftaran

dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api. UU No. 12 Tahun 1951, tentang

Ordonansi Peraturan Hukum Sementara Istimewa, dan beberapa peraturan

lainnya yang dikeluarkan melalui Skep Kapolri Skep No 82/II/2004 tentang

Buku Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Dan Pengendaliaan Senjata Api Non

Organik TNI/POLRI. Apabila terjadi penyalahgunaan senjata api maka sistem

peradilan terhadap oknum penyalahgunaan senjata api tersebut akan

dilaksanakan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Perumusan Masalah

Dalam penyusunan skripsi maka untuk mempermudah dalam pembahasan

(11)

:

1. Bagaimana Sistem Administrasi Perizinan dan Pengawasan Senjata

Api Non Organik TNI/Polri?

2. Bagaimana Kredibilitas Polri Dalam Pengawasan Peredaran Senjata

Api Non Organik TNI/Polri?

3. Bagaimana hal-hal yang menyebabkan masyarakat menggunakan

senjata api illegal dan faktor-faktornya?

Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui sistem Administrasi Perizinan dan Pengawasan Senjata

Api Non Organik TNI/Polri.

Untuk mengetahui kredibilitas Polri Dalam Pengawasan Peredaran

Senjata Api Non Organik TNI/Polri.

Untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan masyarakat menggunakan

senjata api illegal dan faktor-faktornya.

Berangkat dari permasalahan-permasalahan di atas penelitian ini

diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Dari segi teoritis sebagai suatu bentuk penambahan literatur di bidang

hukum kepidanaan tentang peran dan tugas kepolisian dalam pengawasan

(12)

2. Dari segi praktis sebagai suatu bentuk sumbangan pemikiran dan masukan

para pihak yang berkepentingan sehingga didapatkan kesatuan pandangan

tentang pelaksanaan pengawasan senjata api non organik TNI/Polri.

Keaslian Penulisan

Adapun penulisan skripsi yang berjudul “Peranan Kepolisian Dalam

Pengawasan dan Penyalahgunaan Peredaran Senjata Api Non Organik

TNI/POlri” ini merupakan luapan dari hasil pemikiran penulis sendiri. Penlisan

skripsi yang bertemakan mengenai kepolisian memang sudah cukup banyak

diangkat dan dibahas, namun skripsi dengan adanya pengawasan dan

penyalahgunaan senjata api non organik TNI/Polri ini belum pernah ditulis

sebagai skripsi. Dan penulisan skripsi ini tidak sama dengan penulisan skripsi

lainnya. Sehingga penulisan skripsi ini masih asli serta dapat

dipertanggungjawabkan secara moral dan akademik.

Tinjauan Kepustakaan

Secara teoritis pengertian mengenai polisi tidak ditemukan, tetapi

penarikan pengertian polisi dapat dilakukan dari pengertian kepolisian

sebagamana diatur di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002

Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berbunyi : “Kepolisian

adalah segala hal ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi

(13)

Dari kutipan atas bunyi pasal tersebut maka kita ketahui polisi adalah

sebuah lembaga yang memiliki fungsi dan pelaksanaan tugas sebagaimana yang

ditentukan oleh perundang-undangan.

Di dalam perundang-undangan yang lama yaitu Undang-Undang No. 13

Tahun 1961 ditegaskan bahwa kepolisian negara ialah alat negara penegak

hukum. Tugas inipun kemudian ditegaskan lagi dalam Pasal 30 (4) a

Undang-Undang No. 20 Tahun 1982 yaitu Undang-Undang-Undang-Undang Pertahanan Keamanan

Negara, disingkat Undang-Undang Hankam.

Sebelum berlakunya Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 yang mencabut

Undang-Undang No. 28 Tahun 1997 maka Kepolisian ini tergabung di dalam

sebutan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dimana di dalamnya

Kepolisian merupakan bagian dari Angkatan Laut, Angkatan Darat, serta

Angkatan Udara. Sesuai dengan perkembangan zaman dan bergulirnya era

reformasi maka istilah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia kembali

kepada asal mulanya yaitu Tentara Nasional Indonesia dan keberadaan

Kepolisian berdiri secara terpisah dengan angkatan bersenjata lainnya.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia disebutkan bahwa senjata api

adalah senjata yang menggunakan mesiu (senapan, pistol dan sebagainya).1

Sedangkan dalam Buku Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan dan

Pengendalian Senjata Api Non Organik TNI/Polri diterangkan bahwa senjata

(14)

api adalah senjata yang mampu melepaskan keluar satu atau sejumlah proyektil

dengan bantuan bahan peledak.2

Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa senjata api tersebut

adalah senjata yang dapat mengeluarkan proyektil (peluru) dimana keluarnya

proyektil tersebut dengan bantuan bahan peledak.

Dari pengertian tersebut maka terdapat beberapa unsur yang dikatakan

senjata api yaitu meliputi :

1. Mempergunakan alat yang dinamakan senjata.

2. Terdapatnya proyektil yang juga disebut dengan istilah peluru.

3. Digunakannya bahan peledak. 3

Dengan demikian senjata yang memiliki tekanan udara, senjata tekanan

pegas dan senjata tiruan serta bagian-bagiannya yang nyata-nyata

dipergunakannya untuk permainan anak-anak adalah bukan senjata api.

Meskipun pada dasarnya memiliki kemiripan yang sama dengan senjata api

tetapi fungsi dan tata kerjanya memiliki perbedaan.

Termasuk ke dalam pengertian senjata api ini adalah :

1. Bagian-bagian dari senjata api.

2. Meriam dan senjata menyembur api serta bagian-bagiannya.

2

Kepolisian Negara Republik Indonesia, Markas Besar, Surat Keputusan Kapolri No.Pol : Skep Kapolri No 82/II/2004 tentang Buku Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Dan Pengendaliaan Senjata Api Non Organik TNI/POLRI, hlm 11.

3

(15)

3. Senjata tekanan udara dan senjata tekanan pegas caliber 5,5 mm keatas,

pistol sembelih, pistol pemberi isyarat, atau revolver mati suri dan senjata

api tiruan seperti pistol revolver tanda bahaya dan pistol revolver lomba.

4. Senjata peluru karet, berbentuk sentara pistol/revolver/senapan yang tidak

dapat ditembakkan dengan peluru tajam dan hanya dapat ditembakkan

dengan peluru karet, peluru gas dan peluru hampa.

5. Senjata gas air mata

Senjata gas air mata berbentuk jenis pistol/revolver/senapan yang tidak

dapat ditembakkan dengan peluru tajam/peluru karet dan hanya dapat

ditembakkan dengan peluru karet, peluru gas dan peluru hampa. Sedangkan

senjata gas air mata lainnya ada yang berbentuk stick (pentungan). Senjata

genggam/pentungan/ gantungan kunci/spray menggunakan isian gas dengan

cara disemprotkan tanpa efek ledakan.

6. Senjata kejutan listrik yang berbentuk stick (pentungan)/senter serba guna

(pertrolite)/senjata genggam dengan menggunakan aliran listrik stroom. 4

Terhadap bahan-bahan senjata api maupun bagian-bagiannya seperti

selongsong, penggalak peluru palu dan palut peluru, termasuk juga proyektil

yang menghamburkan gas gas dapat membahayakan atau merusak kesehatan

dan mempengaruhi keadaan tubuh yang normal.

Dalam mengenal senjata api ada beberapa istilah yang berhubungan dengan pemakaian senjata api sendiri seperti :

4 Ibid., hlm. 6.

(16)

isi dengan bahan peledak atau mesiu, dan yang dapat ditembakkan dengan

senjata ataupun tidak dengan maksud ditujukan kepada satu sasaran untuk

merusak atau membinasakan.

2. Peluru ialah amunisi yang bekerjanya mempergunakan senjata atau alat

peluncur.

3. Barrel/laras ada 2 macam, yaitu :

a. Laras beralur dan

b. Laras licin

4. Kaliber senjata ialah jarak antara dua galangan pada laras senjata yang

berhadapan.5

Ada berbagai jenis senjata api yang dipergunakan oleh instansi yang

berwenang maupun orang perorangan yang memiliki izin yaitu :

Senjata api bahu caliber 22, dan penabur caliber 12 GA.

Senjata api genggam jenis pistol/revolver kaliber 32, 25 dan 22.

Senjata peluru karet.

Senjata gas air mata dan senjata kejutan listrik.

a. Stick (pentungan gas)

b. Lampu senter multi guna dengan menggunakan gas

c. Gantungan kunci yang dilengkapi dengan gas air mata

d. Spray (semprotan) gas

e. Gas genggam (pistol/revolver gas)

5 Ibid., hlm. 7.

(17)

Senjata dengan kejutan listrik :

Air taser

Stick (pentungan) listrik

Personel protector

Petrollite (senter serba guna) dengan menggunakan kegiatan listrik

Dan sebagainya.

Alat pemancang baku beton.

Senjata signal (senjata isyarat).

Fire extinguishing (alat pemadam api ringan).

Senjata rakitan.

Senjata replica (senjata tiruan).

Senjata calier 4,5 mm dengan tekanan udara/tekanan pegas/tekanan gas CO2.6

Metodologi Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mempergunakan metode yuridis

normative. Bahan hukum terdiri dari:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum berupa ketentuan-ketentuan

tentang kepolisian dan pengaturan senjata api seperti: Undang-Undang No.

6 Ibid., hlm. 8.

(18)

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan

bahan hukum primer berupa buku-buku bacaan, hasil karya ilmiah para

sarjana dan hasil penelitian yang berhubungan dengan objek yang diteliti.

c. Bahan hukum tertier.

Bahan ini berupa keterangan tentang hal-hal yang kurang atau belum dipahami mengenai data-data hukum di atas sebagai bahan hukum penungjang, seperti kamus hukum, ensiklopedia dan lain sebagainya.

Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa Bab, dimana dalam bab

terdiri dari unit-unit bab demi bab. Adapun sistematika penulisan ini dibuat

dalam bentuk uraian:

Bab I. Pendahuluan

Dalam Bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti

penelitian pada umumnya yaitu, Latar Belakang Masalah,

Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian

Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan serta

Sistematika Penulisan.

Bab II. Sistem Administrasi Perizinan Dan Pengawasan Senjata Api Non

Organik Tni/Polri

Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan tentang: Masyarakat

Sipil Yang Berhak Memiliki Senjata Api, Prosedur Kepemilikan

Dan Penggunaan Senjata Api Bagi Masyarakat Sipil serta Sistem

(19)

TNI/Polri.

Bab III. Kredibilitas Polri Dalam Pengawasan Peredaran Senjata Api Non

Organik Tni/Polri

Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan tentang: Tugas dan

Fungsi Polisi, Kewenangan Polisi Dalam Penegakan Hukum serta

Kredibilitas Polri Dalam Pengawasan Peredaran Senjata Api Non

Organik TNI/Polri.

Bab IV. Hal-Hal Yang Menyebabkan Masyarakat Mengunakan Senjata Api

Ilegal Dan Faktor-Faktornya

Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan tentang: Kedudukan

Kejahatan Dalam Rumusan Unsur-Unsur Tindak Pidana,

Penyalahgunaan Senjata Api, Hal-Hal Yang Menyebabkan

Masyarakat Mengunakan Senjata Api Ilegal Dan Faktor-Faktornya

serta Perdagangan Senjata Api.

Bab V. Kesimpulan dan Saran

Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir dimana

akan diberikan kesimpulan dan saran.

BAB II

SISTEM ADMINISTRASI PERIZINAN DAN PENGAWASAN SENJATA

(20)

TNI/Polri.

Bab III. Kredibilitas Polri Dalam Pengawasan Peredaran Senjata Api Non

Organik Tni/Polri

Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan tentang: Tugas dan

Fungsi Polisi, Kewenangan Polisi Dalam Penegakan Hukum serta

Kredibilitas Polri Dalam Pengawasan Peredaran Senjata Api Non

Organik TNI/Polri.

Bab IV. Hal-Hal Yang Menyebabkan Masyarakat Mengunakan Senjata Api

Ilegal Dan Faktor-Faktornya

Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan tentang: Kedudukan

Kejahatan Dalam Rumusan Unsur-Unsur Tindak Pidana,

Penyalahgunaan Senjata Api, Hal-Hal Yang Menyebabkan

Masyarakat Mengunakan Senjata Api Ilegal Dan Faktor-Faktornya

serta Perdagangan Senjata Api.

Bab V. Kesimpulan dan Saran

Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir dimana

akan diberikan kesimpulan dan saran.

BAB II

SISTEM ADMINISTRASI PERIZINAN DAN PENGAWASAN SENJATA

(21)

Masyarakat Sipil Yang Berhak Memiliki Senjata Api

Kasus kriminalitas makin meningkat, korbanpun makin bertambah.

Kondisi ini tentu sangat meresahkan masyarakat. Sering terjadi tindak

kejahatan tersebut dilakukan dengan menggunakan senjata api dan pihak aparat

keamanan tidak bisa berbuat banyak karena volume kejahatan juga meningkat

maka banyak kasus tidak dapat terselesaikan secara maksimal. Untuk

memerangi kejahatan di lapangan banyak mengalami tantangan cukup berat

jumlah personil kepolisian belum seimbang dengan luas cakupan tugasnya serta

sarana dan prasarana yang kurang memadai. Meningkatnya senjata api akan

menimbulkan pertanyaan sebagian masyarakat mengenai aturan kepemilikan

senjata api bagi masyarakat pelaksanaannya selama ini.

Instruksi presiden RI No. 9 tahun 1976 senjata api adalah salah satu alat

untuk melaksanakan tugas pokok Angkatan Bersenjata dibidang pertahanan dan

keamanan, sedangkan bagi instansi pemerintah di luar Angkatan Bersenjata,

senjata api merupakan alat khusus yang penggunannya diatur melalui ketentuan

Inpres No. 9 Tahun 1976. Yang menginstruksikan agar para Menteri/Pimpinan

lembaga pemerintahan dan non pemerintahan membantu Menteri Pertahanan

dan Keamanan agar dapat mencapai sasaran tugasnya.

(22)

Untuk melaksanakan hal tersebut Menteri Pertahanan dan Keamanan

telah membuat kebijakan dalam rangka meningkatkan pengawasan dan

pengendalian senjata api dengan Surat Keputusan MenHankam No.

KEP-27/XII/1977 tanggal 26 Desember 1977. Dalam keputusan tersebut Direktorat

Jenderal Bea dan Cukai termasuk salah satu Instansi Pemerintah yang menurut

ketentuan perundang-undangan diberi wewenang menjalankan tugas dibidang

keamanan, ketentraman dan ketertiban.

Warga sipil dapat memiliki senjata api kepemilikannya telah diatur

dalam undang-undang No. 8 Tahun 1948, tentang pendaftaran dan pemberian

izin pemakaian senjata api. Undang-undang ini diberlakukan kembali pada

bulan Februari 1999 tepatnya secara garis besar, di Indonesia perizinan

kepemilikan senjata api diatur dalam Surat Keputusan KAPOLRI No. POL

Nomor SKEP/82/II/2004 tanggal 16 Februari 2004.30 Untuk kalangan sipil

senjata api diperbolehkan dimiliki adalah senjata api non organik TNI/POLRI,

berupa senjata genggam Kaliber 22 sampai 32, serta senjata bahu golongan non

standard TNI Kaliber 12 GA dan ka Secara garis besar, di Indonesia perizinan

kepemilikan senjata api diatur dalam Surat Keputusan Kapolri No. Pol.

82/II/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang petunjuk pelaksanaan pengamanan

pengawasan dan pengendalian senajata api non organik TNI/POLRI. Di

dalamnya ditentukan, pemohon harus mengajukan melalui Polda setempat,

kemudian diteruskan ke Mabes Polri,. Yang dicek pertama kali adalah syarat

formal, antara lain kriteria calon yang boleh memiliki senjata api, yaitu pejabat

(23)

Bupati dan Anggora DPRD di daerah; Pejabat TNI/POLRI, minimal Perwira

Menengah atau Perwira Pertama yang tugas operasional: pejabat bank/swasta,

minimal Direktur Keuangan; Pengusaha/Pemilik Toko Mas; Satpam atau Polisi

khusus yang terlatih.

Untuk jenis senjata api tajam, pejabat pemerintah yang diberi izin antara

lain Menteri, Ketua DPR/MPR-RI, Sekjen, Irjen, Dirjen, Sekretaris Kabinet,

Gubernur, Wagub, Sekda/Wil Prop, DPRD Propinsi, Walikota dan Bupati,

Pejabat TNI/POLRI dan Purnawirawan, harus golongan Perwira Tinggi dan

Pamen berpangkat paling rendah Kalangan swasta yang boleh memiliki senajta

api tajam, masing-masing komisaris, presiden komisaris, komisaris, presiden

direktur, direktur utama, direktur dan direktur keuangan. Golongan profesi,

antara lain pengacara senior dengan skep menteri kehakiman/pengadilan, dokter

dengan skep menteri kesehatan atau Departemen Kesehatan.

7

Untuk jenis senjata api karet, yang diberi izin adalah anggota DPRD

Kota/Kabupaten, Camat ditingkat Kotamadya, Instalasi pemerintah paling

rendah Gol III, anggota TNI/POLRI minimal berpangkat Ipda, pengacara

dengan skep menteri kehakiman/pengadilan, dan dokter praktek dengan skep

menteri kesehatan. Kalangan swasta antara lain presiden komisaris, komisaris,

dirut, direktur keuangan, direktur bank, PT, CV, PD, Pimpinan perusahaan/

8

7 Y.Sri Pudyatmoko, Perizinan, Jakarta, Garsindo, 2009, hlm. 302 . 8

(24)

organisasi, pedagang mas (pemilik) dan manajer dengan SIUP tbk/Akte

pendirian perusahaan (PT, CV, dan PD).

Kepemilikan senjata api perorangan untuk olahraga menembak

sasaran/target, menembak reaksi dan olahraga berburu harus mengikuti

persyaratan yang telah ditentukan. Untuk menembak sasaran atau target (reaksi)

tiap atlet penembak/yang diberikan izin senjata api dan amunisi wajib menjadi

anggota perbakin. Mereka harus sehat jasmani dan rohani, umur minimal 18

tahun (maksimal 65 tahun), punya kemampuan menguasai dan menggunakan

senjata api. Dalam hal izin pembelian senjata api, juga harus mendapat

rekomendasi Perbakin, surat keterangan catatan permohonan ke Kapolri Up.

KabagIntelkam Polri dengan tembusan Kapolda setempat untuk mendapat

rekomendasi.

Selain warga negara indonesia warga negara asing juga bisa memiliki

senjata api, selama berada di indonesia diantaranya:

Sesuai Surat Edaran Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor

D-184/83/97 tanggal 5 September 1983 yang ditujukan kepada Kepala

Perwakilan Diplomatik, Konsuler, Perserikatan Bangsa-Bangsa dan

Organisasi-Organisasi Internasional bahwa Warga Negara Asing yang

tinggal di Indonesia tidak diizinkan memiliki dan memegang senjata api.

9

Warga Negara Asing yang diizinkan memiliki dan memegang senjata api di

Indonesia adalah Pengunjung Jangka Pendek, terdiri dari :

9

(25)

Wisatawan yang memperoleh izin berburu.

Tenaga ahli yang memperoleh izin riset dengan menggunakan senjata api.

Peserta pertandingan olahraga menembak sasaran.

Petugas security tamu negara.

Awak kapal laut pesawat udara.

Orang asing lainnya yang memperoleh izin transit berdasarkan ketentuan

peraturan kemigrasian.

Prosedur Kepemilikan Dan Penggunaan Senjata Api Bagi Masyarakat Sipil

Tidak semua orang yang mengajukan permohonan kepemilikan senjata

api akan dilegalisasi permohonannya. Ada kriteria khusus bagi pemohon yang

ingin mengajukan perizinan kepemilikan senjata api. Pemohon harus mengikuti

aturan yang telah ditetapkan Kepolisian Republik Indonesia atau Polri .Adapun

Prosedur untuk Kepemilikan senjata api diantaranya sebagai berikut:

Senjata api untuk Satuan Pengamanan

10

Penyelenggaraan Izin

1) Ketentuan:

a) Satuan Pengamatan (Satpam):

10

(1) Instansi Pemerintah, Proyek Vital dan Perusahaan Swasta

Nasional serta Kantor Kedubes RI tertentu yang dapat

memiliki dan menggunakan senjata api dan amunisi untuk

(26)

kepentingan Satpam adalah yang mempunyai sifat dan

lingkup tugas serta resiko dari gangguan keamanan di

lingkungan/kawasan kerjanya yang vital/penting.

(2) Satpam yang dapat menggunakan senjata api dan amunisi

yaitu :

(a) Sehat rohani dan jasmani.

(b)Syarat umur minimal 21 tahun, maksimal 65 tahun.

(c) Memiliki keterampilan dalam menggunakan senjata api

dinyatakan telah mengikuti latihan kemahiran oleh

Lemdik Polri.

(d)Menguasai peraturan perundang-undangan tentang

Senjata Api.

(e) Ditunjuk oleh Pimpinan Instansi/Proyek atau Badan

Usaha yang bersangkutan.

(f) Yang telah mendapatkan izin Penguasaan Pinjam Pakai

Senjata api (Kartu Kuning) yang diterbitkan oleh

Kapolda setempat.

(g)Memiliki SIUP berskala besar, bagi yang berskala

menengah dengan pertimbangan penilaian tingkat

ancaman dan resiko dari tugas yang dihadapi.

(3) Macam, jenis dan kaliber senjata api yang dapat

(27)

dan Perusahaan Swasta Nasional serta Kantor Kedubes

Republik Indonesia tertentu untuk kepentingan Satpam,

yaitu:

(a) Senjata Api Bahu jenis Senapan kaliber 12 GA.

(b)Senjata Api Genggam jenis Pistol/Revolver Kal. .32, .25

dan.22.

(c) Senjata peluru karet.

(d)Senjata Gas Airmata.

(e) Senjata Kejutan Listrik.

(4) Jumlah senjata api dan amunisi yang dapat

dimiliki/digunakan untuk kepentingan Satpam, yaitu:

(a) Senjata api yang dapat dimiliki/digunakan oleh Instansi

Pemerintah, Proyek Vital dan Perusahaan Swasta serta

Kantor Kedubes RI tertentu untuk keperluan Satpam,

dibatasi jumlahnya yaitu sepertiga dari kekuatan Satpam

yang sedang menjalankan tugas pengamanan dengan

ketentuan bahwa jumlah tersebut tidak boleh lebih dari

15 (lima belas) pucuk senjata api pada tiap-tiap unit.

(b) Jumlah amunisi sebanyak 3 (tiga) magazen/silinder untuk

tiap-tiap pucuk senjata api termasuk untuk cadanga.

(5) Senjata api tersebut hanya dapat digunakan/ditembakkan

pada saat menjalankan tugas Satpam dalam lingkungan tugas

(28)

(a) Menghadapi gangguan situasi yang mengancam

keamanan dan kelangsungan pekerjaan Instansi, Proyek

Vital dan Perusahaan Swasta Nasional serta Kantor

Kedubes RI tertentu yang dijaga olehnya.

(b) Melindungi diri dan jiwanya dari ancaman fisik yang

tak dapat dihindari lagi saat melaksanakan

tugas/pengawalan diluar kawasan kerja dengan

menggunakan surat izin penggunaan dan membawa

senjata api.

(c) Latihan menembak di lapangan/tempat latihan

menembak.

Pejabat yang dizinkan untuk memiliki dan menggunakan senjata api untuk bela

diri, harus:

Memiliki kemampuan/keterampilan menembak minimal klas III yang

dibuktikan dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh Institusi Pelatihan

menembak yang sudah mendapat izin dari Polri. Sertifikat tersebut

disahkan oleh Polri (Pejabat Polri yang ditunjuk) Mabes Polri/Polda.

11

11

Memiliki keterampilan dalam merawat menyimpan dan mengamankannya

sehingga terhindar dari penyalahgunaan.

Ibid., hlm. 37

(29)

1) Syarat Medis: Sehat jasmani, tidak cacat fisik yang dapat

mengurangi keterampilan membawa dan menggunakan senjata api,

penglihatan normal dan syarat-syarat lain yang ditetapkan Dokter RS

Polri/Polda.

2) Syarat psikologis: Tidak cepat gugup dan panik, tidak

emosional/tidak cepat marah, tidak psichopat dan syarat-syarat

psikologis lainnya yang dibuktikan dengan hasil psikotes yang

dilaksanakan oleh Tim yang ditunjuk Biro Psikologi Polri/Polda.

3) Syarat Umur: minimal 24 tahun, maksimal 65 tahun.

4) Syarat Menembak: mempunyai kecakapan menembak dan telah lulus

test menembak yan dilakukan oleh Polri.

5) SIUP besar/Akte Pendirian Perusahaan PT, CV, PD (CV dan PD

sebagai Pemilik Perusahaan/Ketua Organisasi).

6) Surat Keterangan Jabatan/Surat Keputusan Pimpinan.

7) Berkelakuan Baik (tidak/belum pernah terlibat dalam suatu kasus

pidana) atau tidak memiliki Crime Record yang dibuktikan dengan

SKCK.

8) Lulus screening yang dilaksanakan oleh DitIntelkam Polda.

9) Daftar riwayat hidup secara lengkap.

10)Pas Photo berwarna berlatar belakang merah ukuran 2x3, 4x6 = 5

lembar.

Senjata api yang diizinkan adalah:

(30)

a) Jenis: Pistol/Revolver

b) Kaliber : 32/25/22 Inc

2) Senjata api bahu, jenis : Shotgun kal 12 GA

Senjata api yang diizinkan sebelum diserahkan kepada pemilik harus

dilakukan identifikasi dan penelitian spesifikasi data teknis senajta

dimaksud oleh Labforensik Polri, dan dinyatakan dengan surat

keterangan hasil uji balikstik.

Jumlah Senjata api dan amunisi, yang dapat dimiliki dan digunakan yaitu:

1) Senjata api yang dizinkan maksimal 2 (dua) pucuk.

2) Amunisi yang dapat diberikan maksimal sebanyak 50 (Lima puluh)

butir untuk setiap pucuk Senjata api.

Senjata api yang diizinkan untuk bela diri tersebut hanya boleh

ditembakkan:

1) Pada saat keadaan sangat terpaksa yang mengancam keselamatan

jiwa/diri dari ancaman fisik oleh pihak lain yang melawan hukum.

2) Pada saat pengujian, latihan menembak dan pertandingan resmi yang

diselenggarakan oleh Instansi Kepolisian dengan izin Kapolri Cq.

Kabaintelkam dan Direktur Intelkam Polda.

Senjata Api perorangan untuk olah raga menembak sasaran/target menembak

reaksi dan oleh raga berburu.

Penyelenggaraan Izin:

12

1) Ketentuan:

(31)

(1) Setiap olahragawan atlet penembak, yang akan diberikan izin

senjata api dan amunisi diwajibkan menjadi anggota Perbakin.

(2) Anggota Perbakin yang dapat menggunakan senjata api dan

amunisi, yaitu:

(a) Sehat jasmani dan rohani.

(b)Syarat umur : minimal 18 tahun, maksimal 65 tahun

(c) Memiliki kemampuan/kemahiran dalam menguasai dan

menggunakan senjata api serta mengetahui

perundang-undangan senjata api, termasuk juga dalam hal merawat,

penyimpanan dan pengamanannya.

(d)Olahragawan atau atlek penembak yang telah melebihi

batas usia maksimal, apabila masih aktif melakukan

kegiatan olah raga pada waktu mengajukan permohonan

pembaharuan agar melengkapi persyaratan Rekom PB

Perbakin/Pengda, Keterangan Kesehatan dan Psikologi.

12

(3) Macam, jenis, kaliber dan jumlah senjata api yang dapat

dimiliki/gunakan, yaitu:

Ibid., hlm. 63

(a) Senjata yang macam, jenis dan ukuan kalibernya

ditentukan khusus dalam kejuaraan menembak

(32)

(b) Jumlah senjata api yang dapat diberikan kepada setiap

olahragawan menembak sasaran/reaksi, dibatasi

maksimal 3 (tiga) pucuk untuk setiap eventi (jenis) yang

dipertandingkan dalam olahraga menembak

sasaran/reaksi.

(4) Jumlah amunisi yang dapat diberikan sesuai kebutuhan untuk

latihan dan pertandingan target/sasaran.

b) Senjata api untuk olah raga berburu.

(1)Setiap olahragawan berburu, yang dakan diberikan izin senjata

api dan amunisi diwajibkan menjadi anggota Perbakin.

(2)Macam, jenis, kaliber dan jumlah senjata api yang dapat

dimiliki/digunakan, yaitu:

(a) Senjata api yang boleh dimiliki dan digunakan untuk

kepentingan olahraga berburu, yaitu senjata api bahu yang

diperuntukkan khusus untuk berburu.

(b) Jumlah senjata api yang dapat dimiliki dan digunakan

olahragawan berburu, dibatasi maksimal 8 (delapan)

pucuk senjata api dari berbagai kaliber.

(3)Senjata api yang dapat dimiliki dan digunakan oleh setiap

olahragawan berburu, yaitu :

(a) Senapan kecil dari kaliber . 22 s.d. 270.

(33)

(4)Macam, jenis, kaliber dan jumlah senjata api yang dapat

dimiliki/gunakan, yaitu:

(a) Peluru kaliber kecil dari kaliber .22 s.d kaliber .270, jumlah

masing-masing kaliber 30 butir.

(b)Peluru kaliber sedang dari kaliber .30 s.d kaliber .375,

jumlah masing-masing kaliber 30 butir.

(c) Peluru kaliber besar dari kaliber .40 ke atas, jumlah

masing-masing kaliber 30 butir.

(d)Peluru untuk laras licin dari kal 12 GA s/d 20 GA. 4)

Senjata api dan aminisi untuk olahraga berburu hanya

dibenarkan untuk ditembakkan di lokasi berburu yang telah

ditentukan, yaitu berdasarkan ketentuan dari Instansi

Pemerintah yang berkompeten dan berwenang untuk hal

tersebut serta izin penggunaan senjata api dari Polda dan

(34)

Pada saat mambawa senjata api ditempat umum, pemilik harus mentaati

ketentuan dalam membawa dan menggunakan senjata api, yakni:

Senjata api harus dilengkapi dengan izin dari Kapolri

13

Dalam membawa senjata api harus selalu melekat di badan

Senjata api hanya dibenarkan dipakai atau ditembakkan pada saat keadaan

terpaksa yang mengancam jiwanya

Senjata api tidak boleh dipinjamkan kepada orang lain

Dilarang menggunakan senpi untuk tindak kejahatan, menakut-nakuti,

mengancam dan melakukan pemukulan dengan menggunakan gagang atau

popor senjata. Tindak kejahatan yang dimaksud adalah segala macam

tindakan yang melanggar hukum pidana. Pemukulan dengan menggunakan

popor senjata juga tidak dipebolehkan 38dikarenakan bagian lain dari

senjata api yang dapat melukai adalah popor senjata, jadi penggunaan popor

senjata sebagai alat pemukul dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan

senjata api

Memiliki kemampuan merawat dan menyimpan senapan. Kemampuan merawat

yakni pemohon harus mengetahui bagaimana memberikan pelumas untuk

laras senapan, membongkar dan memasang kembali senapan. Sedangkan

dalam penyimpanan senjata api, pemilik harus mengetahui tata cara

penyimpanan yang baik untuk senapan .

(35)

Sistem Administrasi Perizinan dan Pengawasan Senjata Api Non Organik

TNI/Polri

Dalam proses perizinan dan pelaksanaan senjata api yang yang

digolongkan senjata api Mabes Polri dan kewilayahannya melakukan

pengadministrasian sebagai berikut :

1. Untuk Tingkat Polsek

a. Buku register senjata api/amunisi temuan.

b. Buku register senjata api/amunisi sitaan.

c. Buku register senjata api/amunisi.

2. Polres/Polresta, Porwil/Polwiltabes

a. Pengadministrasian senjata api

1) Buku register pemilikan senjata api instansi/proyek vital.

2) Buku register pemilikan senjata api Perbakin (Olahraga menembak

sasaran/target dan berburu).

3) Buku register pemilikan senjata api bela diri/koleksi (Register

Senjata Api Hasil Opsgad).

4) Buku register Penguasaan Pinjam pakai senjata api Satpam/Poldasu.

5) Buku register penghibahan senjata api/amunisi.

6) Buku register pelaporan tibanya senjata api.

7) Buku register pelaporan tibanya senjata api.

b. Lain-lain yang digolongkan senjata api :

1) Buku register pabrik/tokok senapan angin/mimis.

(36)

Satpam/Polsus.

3) Buku register kasus yang digolongkan senjata api.

3. Polda

a. Pengadministrasian senjata api/amunisi :

1) Buku register pemilikan senjata api instansi/proyek vital.

2) Buku register pemilikan senjata api Perbakin (Olahraga menembak

sasaran/target dan berburu).

3) Buku register pemilikan senjata api bela diri/koleksi (register senjata

api hasil opsgad).

4) Buku register penguasaan pinjam pakai senjata api Satpam/Polsus.

5) Buku register khusus penguasaan dari penggunaan senjata api.

6) Buku register pembelian senjata api/amunisi.

7) Buku register pengangkutan senjata api/amunisi.

8) Buku register pelaporan tibanya senjata api.

9) Buku register senjata api/amunisi.

10)Buku register pemusnahan senjata api/amunisi temuan.

11)Buku register senjata api/amunisi sitaan.

12)Buku register senjata api/amunisi.

b. Lain-lain yang digolongkan senjata api

1) Buku register PT/Pabrik/Tokok Senapan Angin/Mimis.

2) Buku register produksi dan pendistribusian senapan angin.

3) Buku register persediaan, pendistribusian dan sisa stock pada

(37)

4) Buku register pemasukan dan pendistribusian stick gas/spray.

5) Buku register pengusahaan pinjam pakai stick gas/gas spray/Satpam/

Polsus.

6) Buku register pemilikan dan penggunaan senjata gas/senjata peluru

karet/air tase/semprotan gas.

4. Mabes Polri

a. Pengadministrasian senjata api/amunisi :

1) Buku register pemilikan senjata api instansi/proyek vital.

2) Buku register pemilikan senjata api Perbakin (Olahraga Menembak

Sasaran/Target dan berburu).

3) Buku register pemilikan senjata api bela diri/koleksi (register senjata

api hasil opsgad).

4) Buku register penguasaan pinjam pakai senjata api Satpam/Polsus.

5) Buku registrasi izin khusus penguasaan dan penggunaan senjata api.

6) Buku register stock senjata api dan amunisi ex Gun Shop.

7) Buku register pemasukan/pengeluaran senjata api/amunisi.

8) Buku register pembelian senjata api/amunisi.

9) Buku register penghibahan senjata api/amunisi.

10)Buku registrasi pengangkutan senjata api/amunisi.

11)Buku register pelaporan tibanya senjata api.

12)Buku register senjata api/amunisi.

13)Buku register pemusnahan senjata api/amunisi sitaan.

(38)

15)Buku register kasus senjata api.

b. Lain-lain yang digolongkan senjata api :

1) Buku register PT/Pabrik/Toko Senapan Angin/Mimis.

2) Buku register produksi dan pendistribusian senapan angin.

3) Buku register persediaan, pendistribusian dan sisa stock pada

toko-tokok pada toko-toko senapan angin.

4) Buku register pemasukan dan pendistribusian stick gas/gas spray.

5) Buku register distributor senjata gas/senjata peluru karet/air taser dan

semprotan gas.

6) Buku register pemasukan dan pendistribusian senjata gas/senjata

peluru karet/air taser dan semprotan gas.

7) Buku register pemilikan distributor pemancang paku beton.

8) Buku register pemasukan dan pendistribusian pemancang paku.

9) Buku register kasus yang digolongkan senjata api.

Dalam pelaksanaan pemberian izin pemakaian senjata api non organic

TNI/Polri juga dikenal adanya sistem pelaporan. Ada dua jenis laporan dalam

hal ini yaitu :

1. Laporan periodik

Untuk laporan periodik yang dibuat terdiri dari :

a. Polres/Porwil

Untuk laporan periodik dituangkan dalam laporan bulanan, triwulan,

semester dan tahunan Sat Intel Polwil/Polres.

(39)

1) Laporan bulanan.

2) Laporan triwulan.

3) Laporan semester.

4) Laporan tahunan.

c. Mabes Polri

1) Laporan Harian.

2) Laporan Mingguan.

3) Laporan Bulanan.

4) Laporan Triwulan.

5) Laporan Semester.

6) Laporan Tahunan.

Pembuatan laporan dan pendistribusian laporan dilakukan dengan :

a. Laporan Harian

Laporan harian dibuat pada setiap hari dan pendistribusian kepada pimpinan

pada jam 09.00 WIB.

b. Laporan Mingguan

Laporan mingguan dibuat setiap pada minggu dan didistribusikan kepada

pimpinan setiap hari Senin-Minggu.

c. Laporan Bulanan

Laporan bulanan dibuat pada setiap bulan dan didistribusikan

selambat-lambatnya pada tanggal 10 bulan berikutnya sudah diterima oleh

pimpinan/kesatuan atasan.

(40)

Laporan triwulan dibuat pada setiap triwulan dan didistribusikan pada

pimpinan/ kesatuan atasan selambat-lambatnya pada tanggal 15 bulan

berikutnya.

e. Laporan Semester

Laporan semester dibuat pada setiap akhir bulan September dan

didistribusikan kepada pimpinan/kesatuan atasan selambat-lambatnya

tanggal 20 Oktober tahun itu juga.

f. Laporan Tahunan

Laporan tahunan dibuat pada akhir tahun dan didistribusikan kepada

pimpinan/ kesatuan atasan selambat-lambatnya tanggal 20 Januari tahun

(41)

BAB III

KREDIBILITAS POLRI DALAM PENGAWASAN PEREDARAN SENJATA

API NON ORGANIK TNI/POLRI

A. Tugas dan Fungsi Polisi

Telah dikenal oleh masyarakat luas, terlebih di kalangan Kepolisian

bahwa tugas yuridis kepolisian tertuang di dalam Undang-Undang No. 2 tahun

2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan di dalam

Undang-Undang Pertahanan dan Keamanan. Untuk kepentingan pembahasan, ada

baiknya diungkapkan kembali pokok-pokok tugas yuridis Polisi yang terdapat

di dalam kedua undang-undang tersebut sebagai berikut :

1. Dalam Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia ( UU No. 2

Tahun 2002).

Pasal 13

Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah :

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat

b. Menegakkan hukum dan,

c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada

masyarakat.

Selanjutnya dalam Pasal 14 dikatakan :

(1) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal

13, Kepolisian Republik Indonesia bertugas :

a. Melaksanakan pengaturan penjagaan, pengawalan dan patroli

(42)

terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan

b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,

ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan,

c. Membina masyarakat unuk meningkatkan partisipasi masyarakat

kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat

terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan.

d. Turut serta dalam pembinaan hukumk nasional,

e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum

f. Melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap

kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan

bentuk-bentuk pengamanan swakarsa,

g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak

pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan

perundang-undangan,

h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,

laboratorium forensik, dan psikologi kepolisian untuk kepentingan

tugas kepolisian,

i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan

lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana

termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung

tinggi hak azasi manusia,

j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum

(43)

k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan

kepentinganya dalam lingkup tugas kepolisian, serta

l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

(2) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

huruf f diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam pelaksanaan tugas kepolisian ini maka perihal kerjasama masyarakat sangat menentukan efektif tidaknya pelaksanaan tugas-tugas kepolisian. Tetapi nyatanya masyarakat secara secara aperiori sudah memberikan nilai yang kurang baik khususnya dalam pelaksanaan tugas-tugas kepolisian.

Ada dua hambatan besar dihubungkan dengan peranan Polri dalam

menjalankan wewenangnya sebagai penyidik yaitu perilaku polisi dan

kebudayaan yang tumbuh di tengah masyarakat memandang terhadap polisi.

Terlepas dari rumusan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negeri

kita, mandat (tugas) yang dibebankan kepada polisi sejak kelahirannya adalah

menegakkan hukum dan memelihara keamanan dan ketertiban.

Hambatan dalam pelaksanaan tugas polisi sebagai penyidik tidak hanya

memberikan bantuan atau melayani (support atau service) yang menyenangkan

kepada pencari keadilan tetapi juga dalam keadaan tertentu polisi selaku

penyidik mengambil tindakan korektir yang menyakitkan. Control dan support

merupakan dua karakter fungsi kepolisian. Di lain pihak, polisi selaku penyidik

tidak mungkin berhasil menjalankan tugasnya tanpa adanya dukungan

masyarakat. Hambatan lainnya adalah dukungan akan datang jika polisi

(44)

Hasil temuan Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian UGM tahun 1999

dalam penelitiannya di enam Polda mengungkapkan hal-hal sebagai berikut :

1. Tinggi rasa tidak aman masyarakat,

2. Pelayanan polisi dipersepsi oleh masyarakat justru mempersulit,

3. Kehadiran anggota polisi dirasakan oleh sebagian anggota masyarakat berkesan mengancam.

4. Kecenderungan dark number yang cukup besar.

5. Tingginya pelanggaran hukum dan etika aoleh anggota polri, 6. Citra pribadi anggota Polri yang negatif di mata masyarakat. 14

Di samping itu, penelitian tersebut juga menyimpulkan : jati diri

anggota Polri yang militeristik, intelektualitas anggota Polri di lapangan yang

rendah, sikap kerja yang tidak proaktif dan kreativitas yang rendah, orientasi

tindakan pada keselamatan dan kelanggengan karir, serta kemandirian lembaga

yang rendah.

Hasil penelitian lapangan mengungkapkan:

1. Penegakan hukum terpilih cukup tinggi (dua pertiga pelanggaran dibiarkan berlalu dan hanya sepersepuluh yang ditilang).

2. Bias dalam penindakan dengan mengistimewakan kendaraan dan pelanggar tertentu,

3. Tindakan yang dipenagruhi sikap pelanggar terhadap polisi 4. Pungli/penyelesaian damai yang melibatkan sekitar 90% subyek. 5. Sikap arogan masih ditunjukkan oleh sebagian subyek. 15

14 Farouk Muhammad, Pengubahan Perilaku dan Kebudayaan Dalam Rangka Peningkatan

Kualitas Pelayanan Polri, Jurnal Polisi Indonesia, Tahun 2, April 2000 – September 2000, hlm. 32.

15 R.E. Baringbing, 2001, Simpul Mewujudkan Supremasi Hukum, Pusat Kajian Reformasi, Jakarta, hlm. 33.

Hasil penelitian tersebut juga mengindikasikan antara lain :

(45)

2. Tidak tersedianya kebijakan penegakan hukum yang jelas,

3. Reward and punishment yang tidak konsisten,

4. Salah urus sumberdaya

5. Dukungan peralatan dan biaya operasional yang tidak memadai.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa,

di samping secara organisatoris Polri kurang efektif dalam menjalankan

misinya, individu anggota Polri masih menunjukkan perilaju-perilaku negatif

dalam pemberian layanan-layanan yang dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).

a. Penggunaan kekerasan yang melampaui wewenang,

b. Penuntutan imbalan materi uang, seperti pemerasan pungli dan denda

damai.

2. Kualitas penyajian layanan (quality of service delivery).

a. Tercela dari sudut moral (hukum) seperti diskriminasi, membiarkan

permintaan layanan/pertolongan atau penegakan hukum tanpa alasan

yang tepat, diskresi yang melampaui batas dan mengulur-ulur waktu,

b. Patut disesalkan dari sudut etika Seperti arogan, tidak sopan, lamban dan

tidak memperlakukan orang lanjut usia, anak-anak dan wanita secara

patur.

Melihat hambatan di atas dapat dilihat begitu kompleksnya kedudukan

polisi dalam suatu sistem penyidikan, sehingga kekomplekan tersebut akan

mengakibatkan penyalahgunaan wewenang dari polisi yang melakukan

(46)

B. Kewenangan Polisi Dalam Penegakan Hukum

Pasal 15 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 menyebutkan :

(1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal

13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang :

a. Menerima laporan dan/atau pengaduan,

b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat

mengganggu ketertiban umum,

c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat,

d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau

mengancam persatuan dan kesatuan bangsa

e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan

administratif kepolisian,

f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindaka

kepolisian dalam rangka pencegahan.

g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian,

h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang,

i. Mencari keterangan dan barang bukti,

j. Menyelenggrakan Pusat informasi kriminal nasional,

k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan

dalam rangka pelayanan masyarakat,

l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan

(47)

m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan

perundang-undangan lainnya berwenang

a. memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan

kegiatan masyarakat lainnya berwenang :

b. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor

c. Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor,

d. Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik,

e. Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak

dan senjata tajam,

f. Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap

badan usaha di bidang jasa pengamanan,

g. Memberikan petunjuk, mendidik dan melatih aparat kepolisian khusus

dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian,

h. Melakukan kerjasama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik

dan memberantas kejahatan internasional,

i. Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing

yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait,

j. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian

internasional,

k. Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas

kepolisian.

(48)

huruf a dan d diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 14 :

Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal

13 dan 14 di bidang proses pidana. Kepolisian Negara republik Indonesia

berwenang untuk :

a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.

b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian

perkara untuk kepentingan penyidikan.

c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka

penyidikan.

d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta

memeriksa tanda pengenal diri.

e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.

f. Memanggil orang untuk didengar dan diperika sebagai tersangka atau

saksi.

g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara.

h. Mengadakan penghentian penyidikan.

i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum.

j. Merngajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi dalam

keadaan mendesak untuk melaksanakan cegah dan tangkal terhadap

orang yang disangka melakukan tindak pidana.

(49)

negeri sipil serta menerima hasil penyidikan pegawai negeri sipil untuk

diserahkan kepada penuntut umum.

l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Tugas pokok tersebut dirinci lebih luas sebagai berikut :

1. Aspek ketertiban dan keamanan umum

2. Aspek perlindungan terhadap perorangan dan masyarakat (dari

gangguan/perbuatan melanggar hukum/kejahatan dari penyakit-penyakit

masyarakat dan aliran-aliran kepercayaan yang membahayakan termasuk

aspek pelayanan masyarakat dengan memberikan perlindungan dan

pertolongan.

3. Aspek pendidikan sosial di bidang ketaatan / kepatuhan hukum warga

masyarakat.

4. Aspek penegakan hukum di bidang peradilan, khususnya di bidang

penyelidikan dan penyidikan.

Mengamati tugas yuridis Kepolisian yang demikian luas, tetapi luhur

dan mulia itu, jelas merupakan beban yang sangat berat. Terlebih ditegaskan

bahwa di dalam menjalankan tugasnya itu harus selalu menjunjung tinggi

hak-hak asasi rakyat dan hukum Negara, khususnya dalam melaksanakan

kewenangannya di bidang penyidikan, ditegaskan pula agar senantiasa

mengindahkan norma-norma keagamaan, perikemanusiaan, kesopanan dan

kesusilaan. Beban tugas yang demikian berat dan ideal itu tentunya harus

didukung pula oleh aparat pelaksana yang berkualitas dan berdedikasi tinggi. 16

(50)

dikemukakan di atas, terlihat bahwa pada intinya ada dua tugas Kepolisian

di bidang penegakan hukum, yaitu penegakan hukum di bidang peradilan

pidana (dengan sarana penal), dan penegakan hukum dengan sarana non penal.

Tugas penegakan hukum di bidang peradilan (dengan sarana penal) sebenarnya

hanya merupakan salah satu atau bagian kecil saja dari tugas Kepolisian.

Sebagian besar tugas Kepolisian justru terletak di luar penegakan hukum pidana

(non penal).

Tugas Kepolisian di bidang peradilan pidana hanya terbatas di bidang

penyelidikan dan penyidikan. Tugas lainnya tidak secara langsung berkaitan

dengan penegakan hukum pidana, walaupun memang ada beberapa aspek

hukum pidananya. Misalnya tugas memelihara ketertiban dan keamanan umum,

mencegah penyakit-penyakit masyarakat, memelihara keselamatan,

perlindungan dan pertolongan kepada masyarakat, mengusahakan ketaatan

hukum warga masyarakat tentunya merupakan tugas yang lebih luas dari yang

sekadar dinyatakan sebagai tindak pidana (kejahatan/pelanggaran) menurut

ketentuan hukum pidana positif yang berlaku.

Dengan uraian di atas ingin diungkapkan bahwa tugas dan wewenang

kepolisian yang lebih berorientasi pada aspek sosial atau aspek kemasyarakatan

16 Barda Nawawi Arief, 1998, Beberapa Aspek Kebijaksanaan Penegakan dan Pengembangan

Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 4.

(yang bersifat pelayanan dan pengabdian) sebenarnya lebih banyak daripada

(51)

demikian dalam menjalankan tugas dan wewenangnya Kepolisian sebenarnya

berperan ganda baik sebagai penegak hukum maupun sebagai pekerja sosial

untuk menggambarkan kedua tugas / peran ganda ini, Kongres PBB ke-5

(mengenai Prevention of Crime and The Treatment of Offenders) pernah

menggunakan istilah “ Service oriented task “ dan Law enforcement duties “.

Perihal Kepolisian dengan tugas dan wewenangnya ada diatur di dalam

Undang-Undang Nol. 2 Tahun 2002 tentang kepolisian Negara Republik

Indonesia.

Dalam undang-undang tersebut dikatakan bahwa kepolisian adalah

segala hal-ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai

dengan perundang-undangan.

Dari keterangan pasal tersebut maka dapat dipahami suatu kenyataan

bahwa tugas-tugas yang diemban oleh polisi sangat komplek dan rumit sekali

terutama di dalam bertindak sebagai penyidik suatu bentuk kejahatan.

C. Kredibilitas Polri Dalam Pengawasan Peredaran Senjata Api Non

Organik TNI/Polri

Penegakan hukum yang umumnya diharapkan oleh masyarakat sebagai

fungsi polisi khususnya dalam pengawasan peredaran senjata api non organik

TNI/Polri adalah penegakan hukum pidana (enforcing the criminal law).

Sebagai perlengkapan Negara polisi bertanggung jawab melaksanakan sebagian

(52)

masyarakat dari pemakaian senjata api. Tugas pemerintah ini dilakukan polisi

melalui penegakan hukum pidana, khususnya melalui pencegahan kejahatan

dan menyelesaikan kejahatan yang terjadi dengan mempergunakan senjata api.

Tetapi dalam usaha menimbulkan rasa aman ini, polisi juga bertugas

memelihara ketertiban dan keteraturan dengan cara memberikan izin pemakaian

senjata api.

Dalam melaksanakan pekerjaannya polisi tidak mudah memisahkan

kedua fungsi tersebut, yaitu antar penegakan hukum pidana dan memelihara

keteraturan. Tetapi untuk keperluan analisa kedua fungsi tersebut harus

dibedakan karena menyangkut kemampuan profesional yang berbeda.

Undang-Undang Kepolisian (No. 2 Tahun 2002) memberikan tugas dan

wewenang yang sangat luas kepada polisi. Mandat yang diberikan ini pada

hakekatnya dapat dibagi dalam dua kategori besar. Yang pertama adalah untuk

mencegah dan menyidik kejahatan dimana akan tampil wajah polisi sebagai alat

Negara (penegak hukum). Mandat yang kedua agak lebih sukar

menggambarkannya, polisi disini bertugas untuk memelihara keteraturan dan

ketertiban dalam masyarakat. Wajah polisi yang diinginkan disini adalah

sebagai pengayom, yang memberikan perlindungan, dan pelayanan kepada

masyarakat dengan adanya pemberian izin pemakaian senjata api non organic

Polri. Kedua wajah polisi ini, sebagai penegak hukum dan sebagai pengayom

memberikan khas kepada tugas dan wewenang polisi Indonesia dan

menciptakan pula suatu budaya polisi yang akan menentukan kredibilitasnya

(53)

Sebagaimana telah disebut di atas, masyarakat menginginkan bahwa

polisi menegakkan hukum pidana dengan mencegah warga menjadi korban

kejahatan dan kalaupun warga ada yang menjadi korban khususnya disebabkan

oleh pemakaian senjata api non organic TNI/Polri. Polisi harus mengungkapkan

kejahatan tersebut dan menangkap pelakunya. Terutama terhadap kejahatan

kekerasan dan kejahatan serius seperti kejahatan senjata api terdapat desakan

masyarakat yang kuat agar polisi melakukan tugasnya dengan cepat. Namun

dalam usaha penegakan hukum ini, tugas polisi tidak saja menyangkut

kejahatan serius dengan kekerasan. Menegakkan hukuman dalam

kejahatan-kejahatan ringan sifatnya. Dan lebih luas lagi, polisi juga diminta menegakkan

peraturan administratif (yang sering mempunyai sanksi pidana).

Polisi yang digambarkan di atas adalah sebagai ”law enfocer” dan

sebagai ”crimer fighter”. Khusus sebagai crime fighter terhadap violent and

serious fighter. Dalam peran ini polisi harus mengambil inisiatif proactive

crime fighter. Dalam peran ini polisi harus mengambil inisiatif untuk mencegah

para penjahat dan bukan baru bertindak apabila korban meminta bantuan.

Pekerjaan polisi dalam peristiwa-peristiwa seperti ini dapat diibaratkan

”menggunakan api untuk memadamkan kebakaran”, karena polisi sering

diharapkan memakai pula ”kekerasan”.

Kredibilitas polisi di sini memang sering angket (ditakuti oleh orang

jahat, yang adalah juga warga masyarakat) gambaran murni masyarakat bahwa

polisi harus ditakuti terlihat pula dalam hal seorang ibu mengancam anaknya

(54)

Citra polisi sebagai penegak hukum dipersulit pula oleh sikap ambivalen

masyarakat. Pada satu pihak warga masyarakat mengharapkan perlindungan

dari polisi terhadap orang-orang jahat, yang berada dalam masyarakat, tetapi

pada pihak lain mereka tidak suka apabila polisi mempergunakan upaya paksa

(menggeledah, menangkap dan menahan) terhadap diri mereka sendiri. Sikap

ambivalen (mendua; simpati tetapi juga tidak suka) ini membuat Polisi tidak

mudah. Hal ini dapat menimbulkan konflik pada diri seorang polisi dalam

menemukan jati dirinya.

Untuk memenuhi harapan masyarakat agar polisi cepat menyelesaikan

kejahatan khususnya dalam pemakaian senjata api non organic TNI/Polri maka

organisasi Polisi sering harus bergerak seperti organisasi militer, di mana

kebijaksanaan ditetapkan dari atas meskipun tidak berdasarkan penilaian sendiri

tidak dibenarkan. Budaya militer yang mengutamakan disiplin keta dan

bergerak sesuai kelompok diutamakan.

Sistem militer mewajibkan bahwa dalam gerakan organisasi Polisi harus

dapat bertindak sebagai organisasi yang siap melakukan kekerasan fisik. Polisi

juga diberikan senjata api untuk dapat melakukan tugas ini dengan baik. Cara

kerja seperti ini perlu karena para orang jahat dalam masyarakat sering tidak

mau tunduk pada wewenang polisi dan bersikap secara nyata melawan perintah

polisi. Kewenangan polisi mempergunakan kekerasan sebagai upaya paksa

adalah bagian penting dan inti dan fungsi dan peranan polisi memerangi

kejahatan dan membela diri terhadap ancaman timbulnya luka parah atau

(55)

Kewenangan mempergunakan force sebagai upaya paksa berarti

mempergunakan kekerasan berdasarkan hukum untuk memaksa seseorang

mematuhi perintah polisi yang bertindak untuk kepentingan umum. Penggunaan

kekerasan dalam hal ini tidak perlu diberikan lagi oleh undang-undang karena

ini bagian dari mandate yang diberikan oleh masyarakat kepada polisi untuk

melawan kejahatan. Yang selalu menjadi permasalahan dan karena itu perlu

pengaturan adalah penggunaan kekerasan dalam arti ini tidak perlu diberikan

oleh masyarakat kepada polisi untuk melawan kejahatan. Maka inilah yang

perlu diatur, baik melalui kode etik kepolisian, tetapi juga untuk hal yang

terakhir melalui aturan yang memuat sanksi disiplin dan sanksi pidana. Hanya

apabila warga masyarakat dapat memahami dan menyetujui adanya standart

yang wajar dalam menggunakan kekerasan oleh polisi maka citra polisi yang

selama ini sering tercoreng oleh prilaku individu polisi dapat diperbaiki. Sikap

ambivalen masyarakat perlu diperhatikan juga disini.

Dalam bahan pustaka kriminologi dikenal istilah ”deadly force” sebagai

salah satu isu tentang kepolisian. Yang dimaksud di sini adalah ”the action

ogplice officer who shoots of suspect”.17

Di Indonesia isu inipun ada, terutama apabila ada perintah atasan (dalam

gaya b udaya militer) untuk melakukan tembak di tempat. Perintah ini dianggap

17

Maejono Reksodiputro, Polisi Masyarakat Dalam Era Reformasi Sebagai Penegak Hukum, Jurnal Polisi Indonesia, Tahun I, September 1999 – April 2006, hlm. 79.

(56)

bukanlah musuh dan baru dapat dianggap bersalah bila mana sudah ada putusan

demikian dari pengadilan. Perintah itu harus ditafsirkan hanya berlaku

apabila terdapat tersangka yang melawan dan menyerang polisi dengan senjata,

sehingga mengancam timbulnya luka parah atau kematian (pada polisi atau

korban kejahatan). Dalam ancaman yang lebih rendah sifatnya, polisi harus

mempergunakan taktik pertahanan diri. Jelas disini ada perbedaan dengan gaya

atau budaya militer, yang dalam menghadapi lawan berupa musuh, memang

harus mempergunakan deadly force. Yang juga merusak kredibilitas polisi

adalah penggunaan kekerasan yang melampaui keperluan dan sering

melampaui batas kewajaran terhadap tersangka yang berada dalam tahanan.

Demikian pula halnya pelaksanaan pengawasan peredaran senjata api

Non organic TNI/Polri, karena dewasa ini masyarakat dihadapkan

bentuk-bentuk kejahatan dengan memakai senjata api, sedangkan senjata api izinnya

atau sumbernya hanya bisa didapatkan di Indonesia melalui permohonan

kepada pihak kepolisian (secara legal), juga bisa didapat melalui

penyelundupan (secara illegal) tanpa memiliki izin dari kepolisian. Kenyataan

lainnya yang ditemukan terhadap kejahatan-kejahatan dengan mempergunakan

senjata api yang dipakai oleh pelaku kejahatan adalah jenis senjata api yang

diberikan izin oleh kepolisian maka kemungkinan besar untuk terungkapnya

kasus kejahatan tersebut semakin besar. Tetapi kenyataan yang ditemukan

bahwa jenis senjata api yang sering dipakai oleh pelaku kejahatan adalah

senjata api yang didapatkan dari pasar gelap (illegal) maka hal ini semakin

(57)

api.

Dengan demikian maka pelaksanaan kerja sama dengan instansi terkait

dan juga masyarakat yang memakai senjata api secara tidak sah mutlak

(58)

BAB IV

HAL-HAL YANG MENYEBABKAN MASYARAKAT MENGUNAKAN

SENJATA API ILEGAL DAN FAKTOR-FAKTORNYA

A. Kedudukan Kejahatan Dalam Rumusan Unsur-Unsur Tindak Pidana

Kejahatan merupakan suatu tindakan atau perbuatan yang melanggar

hukum yang dilakukan oleh seseorang dan menyebabkan adanya kerugian dan

korban bagi orang lain.

Pada perkembangan hukum selanjutnya maka perihal kedudukan

kejahatan dalam suatu tindak pidana adalah merupakan suatu hal yang sangat

penting khususnya apabila menelaah kejahatan sebagai suatu sebab munculnya

ilmu kriminologi.

Apabila ditelusuri perumusan kriminologi pada beberapa penulis masa

kini, maka akan tampak dengan segera bahwa mengenai intinya tidak ada

kesatuan pendapat.

Sutherland dalam Santoso merumuskan kriminologi

Referensi

Dokumen terkait

Keberhasilan   program   pemberantasan   penyakit   kusta   memerlukan   dukungan   surveilans  

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 1975 tentang Contoh-contoh Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Be­ lanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keu­ angan Daerah

Dan akhirnya harus terdapat pula cukup udara untuk mensuplai oksigen yang diperlukan dalam menjaga proses pembakaran agar tetap berjalan dan untuk mempertahankan suplai panas

Saat ini perpustakaan MTs Miftahul ‘Ulum Jragung masih dikelola dengan masih dicatat dalam buku, mulai dari kehadiran, pendaftaran untuk kartu anggota, peminjaman dan

Keadaan yang demikian membuat masyarakat merasa nyaman dengan membudidayakan rumput laut karena nilai jual yang tinggi akan jelas sangat membantu beban ekonomi keluarga,

1) Buku register pemilikan senjata api instansi/proyek vital. 2) Buku register pemilikan senjata api Perbakin (Olahraga Menembak Sasaran/Target dan berburu). 3) Buku

a) Pelajar yang mendapat PMK kurang daripada 1.00 dalam mana-mana semester adalah GAGAL dan akan diberhentikan dari Universiti. b) Pelajar bertaraf LULUS BERSYARAT

e) pesakit wanita dan di bawah umur hendaklah ditemani semasa pemeriksaan dan rawatan di kemudahan psikiatri. Pengarah Perubatan, pemegang lesen atau orang yang