PENGGUNAAN BEBERAPA JENIS PENAHAN AIR UNTUK
MENDUKUNG PERTUMBUHAN BIBIT SUKUN
(Artocarpus communis Forst)
RICO CRISTIAN LAKSAMANA 061202010
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGGUNAAN BEBERAPA JENIS PENAHAN AIR UNTUK
MENDUKUNG PERTUMBUHAN BIBIT SUKUN
(Artocarpus communis Forst)
SKRIPSI
Oleh:
RICO CRISTIAN LAKSAMANA 061202010
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGGUNAAN BEBERAPA JENIS BAHAN PENAHAN AIR UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHAN BIBIT SUKUN
(Artocarpus communis Forst.)
SKRIPSI
Oleh:
RICO CRISTIAN LAKSAMANA 061202001/BUDIDAYA HUTAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Skripsi : Penggunaan Beberapa Jenis Bahan Penahan Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst)
Nama : Rico C Laksamana
NIM : 061202010
Departemen : Kehutanan Program Studi : Budidaya Hutan
Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing
Dr. Budi Utomo SP, MP Dr. Ir. Yunasfi, M. Si
Ketua Anggota
Mengetahui,
ABSTRACT
RICO C LAKSAMANA : Use some type of water retaining to support the growth of breadfruit seedlings (Artocarpus communis Forst). Under the supervision of BUDI UTOMO and YUNASFI
Water is an important factor to supporting the growth of a plants. Lack of water will disturb the physiological and morphological activities, became an atrophy. The purpose of this study is to evaluate the effect of various type of water retaining material appropriate to see influence growth of breadfruit seedlings (Artocarpus communis Forst). This study uses a non-factorial completely randomized design.
The result of this study showed that the type of water retaining to give tangible effect to height and soil moisture content. In average use some of water retaining influence to change height of breadfruit seedlings in M4 (control) is 1.10 cms. In
average use some of water retaining influence to change height of breadfruit seedlings in M4 (manure) as highest is 5.23 cms. In average use some of water
retaining influence to change height of breadfruit seedlings in M5 (carbonated soft) as
lowest is 0.93 cms. In average use some of water retaining influence to change diametres of breadfruit seedlings in M1 (control) is 0.43 cms. In average use some of
water retaining influence to change diameters of breadfruit seedlings in M9 (gelatin)
as highest is 0.45. In average use some of water retaining influence to change diameters of breadfruit seedlings in M7 (cocopot) as lowest is 0.35 cms. In average
use some of water retaining influence to humidity soil in M1 (control) is 29.37%. In
average use some of water retaining influence to humidity soil in M9 (gelatin) as
highest is 33.73%. In average use some of water retaining influence to humidity soil in M4 (manure) as lowest is 20.83%. The most potentially kind of water retaining that
can saving water is manure.
ABSTRAK
RICO C LAKSAMANA: Penggunaan Beberapa Jenis Penahan Air untuk Menduku ng Pertumbuhan Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst). Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan YUNASFI
Air merupakan faktor penting dalam menunjang pertumbuhan suatu tanaman. Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengevaluasi pengaruh berbagai jenis bahan penahan air yang tepat untuk pertumbuhan bibit sukun (Artocarpus communis Forst). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap non faktorial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jenis bahan penahan air memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan tinggi dan kadar air tanah. Rataan pengaruh pemberian jenis bahan penahan air terhadap pertambahan tinggi bibit sukun pada M1 (control) sebesar 1,10 cm. Rataan pertambahan tinggi bibit sukun
tertinggi pada perlakuan M4 (pupuk kandang) sebesar 5,23 cm. Rataan pertambahan
tinggi bibit sukun terendah pada perlakuan M5 (arang halus) sebesar 0,93 cm. Rataan
pertambahan diameter bibit sukun pada M1 (control) sebesar 0,43 cm. Rataan
pertambahan diameter bibit sukun tertinggi pada perlakuan M9 (agar-agar) sebesar
0,43 cm. Rataan pertambahan diameter bibit sukun terendah pada perlakuan M7 (sabut
kelapa) sebesar 0,35 cm. Rataan kadar air tanah pada M1 (control) sebesar 29,37 %.
Rataan kadar air tanah tertinggi pada perlakuan M9 (agar-agar) sebesar 33,73 %.
Rataan kadar air tanah terendah pada perlakuan M4 (pupuk kandang) sebesar 20,83 %.
Jenis bahan penahan air yang paling berpotensi menyimpan air adalah pupuk kandang.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Buluh Duri pada tanggal 29 September 1988 dari ayah
Rejeki Tarigan dan ibu Reulina Br Sitepu. Penulis merupakan anak Pertama dari dua
bersaudara.
Penulis memulai pendidikan di TK Swasta Metodis Kuala lulus tahun 1995
kemudian melanjutkan pendidikan di SD.N Buluh Duri lulus tahun 2000. Penulis
melanjutkan pendidikan di SLTP.N 1 Kuala Kuala lulus tahun 2003. Tahun 2006
penulis lulus dari SMU Negeri 1 Kuala dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi Budidaya Hutan, Departemen
Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan, Penulis jmengikuti kegiatan organisasi
Komunitas Pembibitan (KOMBIT) di Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara.Penulis melaksanakan Praktik Pengelolaan dan
Pembinaan Hutan (P3H) di Hutan Pegunungan Lau Kawar di Kabupaten Karo dan
Hutan Pantai di Kabupaten Asahan bulan Juni 2007. Penulis juga melaksanakan
Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT. Suka Jaya Makmur di Provinsi Kalimantan
Barat dari tanggal 11 Juni sampai dengan 31 Agustus 2009. Penulis melaksanakan
penelitian mulai bulan Desember 2009 sampai dengan Januari 2010 di Rumah Kaca
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala rahmat karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan tema
”Pemanfaatan Penahan Air untuk Menduku ng Pertumbuhan Bibit Sukun (Artocarpus
communis Forst)”.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan pernyataan terima kasih kepada
Ayahanda Rejeki Tarigan dan Ibunnda Reulina Br Sitepu yang telah membimbing dan
mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Bapak Dr. Budi Utomo, SP, MP dan Dr. Ir. Yunasfi, M,si selaku ketua dan anggota
komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan
berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian sampai
pada akhir penulisan skripsi.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan
pegawai di Departemen Kehutanan, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat
disebutkan satu persatu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
DAFTAR ISI
Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst.) ... 4Taksonomi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst.) ... 5
D. Pencampuran Media Tumbuh... 23
E.Pemindahan Bibit ke Media Tumbuh ... 23
F. Pemeliharaan ... 24
Parameter Pengamatan ... 24
A. Tinggi Tanaman ... 24
B. Diameter Batang ... 24
C. Jumlah Daun... 24
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 25
1. Tinggi Bibit Sukun ... 25
2. Diameter Bibit Sukun ... 26
3. Jumlah Daun ... 27
Pembahasan ... 28
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 32
Saran ... 33
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Rataan Pengaruh Pemberian Jenis Bahan Penahan Air Terhadap Tinggi
Bibit Sukun ... 25
2. Rataan Pengaruh Pemberian Jenis Bahan Penahan Air Terhadap Diameter
Bibit Sukun ... 26
3. Rataan Pengaruh Pemberian Jenis Bahan Penahan Air Terhadap Jumlah
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Tabel Analisis Rancangan Percobaan Pertambahan Tinggi (cm)
Bibit Sukun ... 37
2. Tabel Analisis Rancangan Percobaan Diameter (cm) Bibit Sukun ... 38
3. Tabel Analisis Rancangan Percobaan Pertambahan Jumlah Daun Bibit Sukun ... 37
4. Gambar Bibit Sukun Pada Usia 12 Minggu ... .. 39
5. Data Kemampuan Tanaman untuk Dapat Bertahan Hidup……….. 42
7. Gambar Label Bahan ... 46
ABSTRACT
RICO C LAKSAMANA : Use some type of water retaining to support the growth of breadfruit seedlings (Artocarpus communis Forst). Under the supervision of BUDI UTOMO and YUNASFI
Water is an important factor to supporting the growth of a plants. Lack of water will disturb the physiological and morphological activities, became an atrophy. The purpose of this study is to evaluate the effect of various type of water retaining material appropriate to see influence growth of breadfruit seedlings (Artocarpus communis Forst). This study uses a non-factorial completely randomized design.
The result of this study showed that the type of water retaining to give tangible effect to height and soil moisture content. In average use some of water retaining influence to change height of breadfruit seedlings in M4 (control) is 1.10 cms. In
average use some of water retaining influence to change height of breadfruit seedlings in M4 (manure) as highest is 5.23 cms. In average use some of water
retaining influence to change height of breadfruit seedlings in M5 (carbonated soft) as
lowest is 0.93 cms. In average use some of water retaining influence to change diametres of breadfruit seedlings in M1 (control) is 0.43 cms. In average use some of
water retaining influence to change diameters of breadfruit seedlings in M9 (gelatin)
as highest is 0.45. In average use some of water retaining influence to change diameters of breadfruit seedlings in M7 (cocopot) as lowest is 0.35 cms. In average
use some of water retaining influence to humidity soil in M1 (control) is 29.37%. In
average use some of water retaining influence to humidity soil in M9 (gelatin) as
highest is 33.73%. In average use some of water retaining influence to humidity soil in M4 (manure) as lowest is 20.83%. The most potentially kind of water retaining that
can saving water is manure.
ABSTRAK
RICO C LAKSAMANA: Penggunaan Beberapa Jenis Penahan Air untuk Menduku ng Pertumbuhan Bibit Sukun (Artocarpus communis Forst). Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan YUNASFI
Air merupakan faktor penting dalam menunjang pertumbuhan suatu tanaman. Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengevaluasi pengaruh berbagai jenis bahan penahan air yang tepat untuk pertumbuhan bibit sukun (Artocarpus communis Forst). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap non faktorial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jenis bahan penahan air memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan tinggi dan kadar air tanah. Rataan pengaruh pemberian jenis bahan penahan air terhadap pertambahan tinggi bibit sukun pada M1 (control) sebesar 1,10 cm. Rataan pertambahan tinggi bibit sukun
tertinggi pada perlakuan M4 (pupuk kandang) sebesar 5,23 cm. Rataan pertambahan
tinggi bibit sukun terendah pada perlakuan M5 (arang halus) sebesar 0,93 cm. Rataan
pertambahan diameter bibit sukun pada M1 (control) sebesar 0,43 cm. Rataan
pertambahan diameter bibit sukun tertinggi pada perlakuan M9 (agar-agar) sebesar
0,43 cm. Rataan pertambahan diameter bibit sukun terendah pada perlakuan M7 (sabut
kelapa) sebesar 0,35 cm. Rataan kadar air tanah pada M1 (control) sebesar 29,37 %.
Rataan kadar air tanah tertinggi pada perlakuan M9 (agar-agar) sebesar 33,73 %.
Rataan kadar air tanah terendah pada perlakuan M4 (pupuk kandang) sebesar 20,83 %.
Jenis bahan penahan air yang paling berpotensi menyimpan air adalah pupuk kandang.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman sukun mempunyai arti penting dalam menopang kebutuhan sumber
pangan karena sumber kalorinya dan kandungan gizi yang tinggi. Selain memiliki
akar yang kuat dan tajuk yang lebar yang dapat mengurangi laju erosi, sukun juga
merupakan salah satu alternatif tanaman sumber pangan. Dari segi budidaya, sukun
tergolong mudah untuk dibudidayakan baik secara tradisional pada lahan sempit
seperti pekarangan, ladang, atau kebun maupun dibudidayakan secara komersial pada
lahan yang relatif luas. Jarak tanam yang digunakan umumnya lebar karena tajuk
tanaman sukun juga cukup lebar. Penanaman pada lahan terbuka tidak ternaungi akan
membantu pertumbuhan tanaman sukun lebih baik sehingga lebih cepat berbuah
(Adinugraha 2003 dalam Hendalastuti dan Rojidin 2006).
Musim panen buah sukun biasanya berlangsung pada masa paceklik sehingga
dapat menopang tingkat konsumsi makanan pokok. Selain itu, tanaman sukun
merupakan salah satu alternatif dalam pengembangan diversivikasi pangan sehingga
tingkat konsumsi masyarakat terhadap beras dapat dikurangi. Tanaman sukun juga
membantu meningkatkan produktivitas lahan kering dan dapat dimanfaatkan sebagai
tanaman penghijauan untuk mencegah erosi. Dalam menghasilkan tanaman sukun
yang mempunyai kualitas tumbuh yang baik maka hal tersebut tidak lepas dari
usaha mendapatkan bibit tanaman sukun yang baik pula (Ismal 1979 dalam
Haryati 2003).
Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran atau volume dari suatu
tanaman, misalnya tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun maupun luas daun.
air. Selain itu juga pertumbuhan tanaman tergantung pada interaksi sel dengan
lingkungan (Salisbury dan Ross, 1995)
Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah air. Air
merupakan faktor penting dalam menunjang pertumbuhan suatu tanaman. Selain
dalam proses transpirasi dan fotosintesis, air juga berperan dalam penyerapan unsur
hara yang diperlukan tanaman. Kebutuhan air oleh suatu tanaman umumnya selalu
berbeda-beda, oleh karena itu banyak sedikitnya air yang diberikan dalam penyiraman
sangat mempengaruhi kondisi dari pertumbuhan tanaman itu sendiri. Kekurangan air
akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan
terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus-menerus akan menyebabkan
perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati
(Daniel et al., 1994).
Dalam penelitian ini, yang dipermasalahkan adalah mengenai jenis bahan
penahan air yang tepat yang dapat menyimpan air dalam waktu beberapa lama dan
mengurangi intensitas penyiraman selama pembibitan untuk tanaman sukun. Sehingga
diharapkan dapat menghemat biaya, tenaga dan waktu selama pembibitan. Sudah
banyak penelitian mengenai media tanam yang cocok untuk dijadikan sebagai
campuran media untuk penanaman khususnya di bidang kehutanan. Semakin kritisnya
top soil yang tersedia di Indonesia serta semakin kritisnya air bersih akibat semakin
maraknya penebangan hutan, menyebabkan banyak orang meneliti bagaimana
menciptakan sesuatu sebagai alternatif pengganti tanah dan mengurangi intensitas
penyiraman setidaknya selama pembibitan.
Hal inilah yang melatar belakangi penulis melakukan penelitian ini. Penelitian
ini menggunakan beberapa jenis bahan yang dapat menahan air yaitu kompos, pupuk
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh berbagai jenis
bahan penahan air yang tepat untuk pertumbuhan bibit sukun (Artocarpus communis
Forst) pada lahan kriris.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah memberikan informasi
mengenai jenis bahan penahan air yang tepat untuk pertumbuhan bibit sukun
(Artocarpus communis Forst).
Hipotesis Penelitian
Penahan air organik dapat mendukung pertumbuhan bibit sukun (Artocarpus
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Forst)
Tanaman sukun merupakan tanaman hutan yang tingginya mencapai 20 m,
kayunya lunak dan kulit kayu berserat kasar.Ciri-ciri fisik tanaman sukun antara lain :
semua bagian tanaman bergetah encer, daunnya lebar, bercanggap menjari, dan
berbulu kasar, batangnya besar, agak lunak, dan bergetah banyak, cabangnya banyak,
pertumbuhannya cenderung ke atas. Bunga sukun berkelamin tunggal (bunga betina
dan bunga jantan terpisah), tetapi berumah satu. Bunganya keluar dari ketiak daun
pada ujung cabang dan ranting. Bunga jantan berbentuk tongkat panjang yang disebut
ontel. Bunga betina berbentuk bulat bertangkai pendek (babal) seperti pada nangka
(Dephut, 1998).
Kedudukan daun mendatar, melebar dan menghadap ke atas bunganya
berumah satu, bunga jantan dan betina terdapat pada tongkol yang berbeda. Bunga
jantan berbentuk kecil memanjang dan bunga betina berbentuk bulat sampai bulat
panjang. Pada saat muda bunga berwarna hijau dan kekuningan pada saat tua. Umur
bunga jantan dan betina relatif pendek, bunga jantan 25 hari dan bunga betina ± 90
hari, letaknya bunga jantan atau betina berada di atas pangkal daun. Buahnya
berbentuk bulat sampai sedikit agak lonjong. Buah muda berkulit kasar dan berkulit
halus pada saat tua serta berwarna hijau kekuningan. Beratnya dapat mencapai 4
kg/buah. Daging buah berwarna putih cenderung krem dan rasanya agak manis dan
memiliki aroma spesifik, tidak berbiji sehingga perbanyakannya dengan cara stek dan
sambung. Kulit buah menonjol rata sehingga tampak tidak jelas yang merupakan
Penyerbukan bunga pada tanaman sukun dibantu oleh angin, sedangkan
serangga yang sering berkunjung kurang berperan dalam penyerbukan bunga. Pada
buah sukun, walaupun terjadi penyerbukan, pembuahannya mengalami kegagalan
sehingga buah yang terbentuk tidak berbiji. Pada sukun (Artocarpus communis Forst)
kedua proses dapat berlangsung normal sehingga buah yang terbentuk berbiji normal
dan kulit buah berduri lunak sekali oleh kaena itu buah sukun tidak berbiji
(partenokarpi). Akar tanaman sukun mempunyai akar tunggang yang dalam dan akar
samping dangkal. Akar samping dapat tumbuh tunas yang sering digunakan untuk
bibit. Taksonomi tanaman sukun (Artocarpus communis Forst) yaitu :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Klas : Dicotyledonae
Ordo : Urticales
Famili : Moraceae
Genus : Artocarpus
Spesies : Artocarpus communis Forst., A. altilis (Parkinson) Fosberg
Nama lain : Seedless bread fruit (Inggris)
Tanaman sukun memiliki banyak kegunaan, antara lain buah sukun yang
merupakan hasil utama dimanfaatkan sebagai bahan makanan, diolah menjadi
berbagai macam makanan, misalnya getuk sukun, klepon sukun, stik sukun, keripik
sukun dan sebagainya. Batang pohon (kayu) sukun dapat dimanfaatkan sebagai bahan
bangunan maupun dibuat papan kayu yang kemudian dikilapkan (Dephut, 1998).
Perakaran sukun dapat diikuti dengan baik sejak di persemaian. Setelah bibit
bulat dan manjang, diikuti dengan ranting-ranting akar yang mengecil, disertai adanya
rambut-rambut akar. Letak akar masuk ke dalam tanah, ada pula yang tumbuh
mendatar dan sering tersembul di permukaan tanah. Panjang akar dapat mencapai 6
meter. Warna kulit akar coklat kemerahan. Tekstur kulit akar sedang, mudah terluka
dan mudah mengeluarkan getah. Apabila akar terpotong atau terluka akan memacu
tumbuhnya pertunasan (Pitojo, 1999).
Pohon sukun bertajuk rimbun dengan percabangan melebar ke samping dan
tingginya dapat mencapai 10-20 meter, kulit batangnya hijau kecoklatan (Dephut,
1998). Pohon sukun membentuk percabangan sejak ketinggian 1,5 meter dari tanah.
Tekstur kulitnya sedang. Dahan pohon sukun yang dipangkas akan cepat membentuk
cabang kembali (Pitojo, 1999).
Syarat tumbuh
Tanaman sukun baik dikembangkan di dataran rendah hingga ketinggian 1200
mdpl yang bertipe iklim basah. Curah hujan antara 2.000-3.000 mm per tahun. Tanah
aluvial yang mengandung banyak bahan organik disenangi oleh tanaman sukun.
Derajat keasaman tanah sekitar 6-7. Tanaman sukun relatif toleran terhadap pH
rendah, relatif tahan kekeringan, dan tahan naungan. Tanaman sukun masih mampu
tumbuh dan berbuah pada tempat yang mengandung batu karang dan kadar garam
agak tinggi serta sering tergenang air (Pitojo, 1999).
Pedoman Budidaya
Tanaman sukun diperbanyak dengan stek akar atau cangkok. Akar samping
pohon sukun ditarik ke atas, lalu dipotong sepanjang 20-30 cm, kemudian disemaikan
tunas. Tunas ini dapat dipotong beserta akar induknya untuk dijadikan bibit. Bibit
sukun yang telah mencapai tinggi kurang lebih 70 cm dapat ditanam di kebun. Ukuran
lubang tanam 40 cm x 40 cm x 30 cm. Setiap lubang diberi 10 kg pupuk kandang
yang telah matang. Sebaiknya bibit muda dilindungi dulu dengan daun kelapa atau
daun lainnya untuk mencegah sengatan sinar matahari dan diberi air yang cukup bila
musim kemarau (Pitojo, 1999).
Media Tanam Tumbuhan
Pembibitan atau persemaian merupakan suatu tempat yang digunakan untuk
menyemaikan benih dari suatu tempat yang digunakan untuk menyemaikan benih dari
suatu jenis tanaman dengan perlakuan tertentu dan sistem periode waktu yang
ditetapkan. Tanah yang digunakan sebagai media pembibitan harus memiliki
kesuburan yang memadai, tidak berkerikil, memiliki aerasi yang baik, tidak terlalu
mengandung liat, sumber air cukup tersedia dan berkualitas baik. Hal yang penting
untuk diperhatikan dalam memproduksi media bibit adalah sifat medianya. Media
yang memiliki sifat fisik baik memiliki struktur remah, daya serap dan daya simpan
air baik serta kapasitas udaranya cukup (Khaerudin, 1999).
Media tanam merupakan komponen utama ketika akan bercocok tanam. Media
tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang ingin
ditanam. Menentukan media tanam yang tepat dan standar untuk jenis tanaman yang
berbeda habitat asalnya merupakan hal yang sulit. Hal ini dikarenakan setiap daerah
memiliki kelembaban dan kecepatan angin yang berbeda. Secara umum, media tanam
harus dapat menjaga kelembapan daerah sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan
dapat menahan ketersediaan unsur hara. Jenis media tanam yang digunakan pada
setiap daerah tidak selalu sama. Di Asia Tenggara misalnya, sejak tahun 1940
kelapa, atau batang pakis. Bahan-bahan tersebut juga tidak hanya digunakan secara
tunggal, tetapi bisa dikombinasikan antara bahan satu dengan lainnya. Misalnya, pakis
dan arang dicampur dengan perbandingan tertentu hingga menjadi media tanam baru.
Pakis juga bisa dicampur dengan pecahan batu bata. Untuk mendapatkan media tanam
yang baik dan sesuai dengan jenis tanaman yang akan ditanam, maka harus memiliki
pemahaman mengenai karakteristik media tanam yang mungkin berbeda-beda dari
setiap jenisnya (Khaerudin, 1999).
Media tanam berfungsi sebagai tempat berpegangan akar tanaman yang ditanam dan
untuk menyerap larutan nutrisi saat disiram atau diteteskan kemudian larutan nutrisi
tersebut diserap oleh perakaran. Syarat yang digunakan untuk media taTanah yang
merupakan tempat tumbuh suatu tanaman merupakan suatu sistem terpadu antara
unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya misalnya mineral anorganik,
mineral organik, organik tanah, udara, tanah dan air tanah. Untuk dapat tumbuh dan
berproduksi, tanaman mendapatkan suplai nutrisi (hara mineral) dari dalam tanah dan
mineral-mineral tersebut diserap dalam bentuk yang spesifik. Untuk mengembalikan
mineral-mineral tanah yang hilang, baik yang tercuci oleh hujan maupun yang
terserap tanaman maka dilakukan pemupukan (Umboh 1997 dalam Sitepu 2007).
Media tanam yang termasuk dalam kategori bahan organik umumnya berasal
dari komponen organisme hidup, misalnya bagian dari tanaman seperti daun, batang,
bunga, buah, atau kulit kayu. Penggunaan bahan organik sebagai media tanam jauh
lebih unggul dibandingkan dengan bahan anorganik, hal itu dikarenakan bahan
organik sudah mampu menyediakan unsur-unsur hara bagi tanaman. Bahan organik
juga memiliki pori-pori makro dan mikro yang hampir seimbang sehingga sirkulasi
udara yang dihasilkan cukup baik serta memiliki daya serap air yang tinggi. Bahan
mikroorganisme. Melalui proses tersebut, akan dihasilkan karbondioksida (CO2), air
(H2O), dan mineral. Mineral yang dihasilkan merupakan sumber unsur hara yang
dapat diserap tanaman sebagai zat makanan. Namun, proses dekomposisi yang terlalu
cepat dapat memicu kemunculan bibit penyakit. Untuk menghindarinya, media tanam
harus sering diganti. Oleh karena itu, penambahan unsur hara sebaiknya harus tetap
diberikan sebelum bahan media tanam tersebut mengalami dekomposisi (Bagus,
2007).
Bahan organik mempunyai sejumlah energi, sebagian besar dapat diubah
menjadi bentuk yang laten atau dibebaskan sebagai panas. Jaringan tumbuhan yang
sampai di tanah mempunyai nilai panas sebesar 4 hingga 5 kcal tiap gram bahan
kering, misalnya penambahan 10 ton pupuk kandang yang mengandung 2,5 ton bahan
kering merupakan penambahan 9-11 juta kcal energi laten. Tanah yang mengandung
4% bahan organik mempunyai 170-200 juta kcal energi potensial tiap Ha lapisan olah.
Jumlah ini sama dengan 20-25 ton batu bara. Humus (bahan organik) bersifat sangat
koloidal, tetapi berbeda dari liat silikat karena humus adalah amorf, selanjutnya luas
permukaan dan sifat jerapannya jauh melebihi liat. Daya jerap liat berkisar 8-100 me
tiap gram, sebaliknya humus mempunyai kapasitas tukar kation sebesar 150-300 me
tiap 100 gram. Pada umumnya 1% humus dalam tanah mineral sama dengan 2 me
kapasitas tukar tiap 100 gram. Dibandingkan dengan liat nilai tesebut sama dengan
0,1 hingga 1,0 me. Sehubungan dengan air terjerap, perbandingannya adalah serupa,
humus akan menjerap dari lingkungan jenuh air sejumlah air ekuivalen dengan 80
hingga 90% dari bobotnya. Liat sebaliknya hanya dapat memperoleh 15 hingga 20 %
(Soepardi, 1983)
Kompos merupakan hasil dari pelapukan bahan-bahan berupa dedaunan,
jerami, alang-alang, rumput, sampah kota, dan sebagainya. Proses pelapukan
bahan-bahan tersebut dapat dipercepat melalui bantuan manusia. Kandungan utama dengan
kadar tertinggi dari kompos adalah bahan organik yang mujarab dan terkenal untuk
memperbaiki kondisi tanah. Unsur lain dalam kompos yang variasinya cukup banyak
walaupun kadarnya rendah adalah nitrogen, fosfor, kalium, kalsium dan magnesium
(Lingga dan Marsono, 2007)
Kompos ibarat multi-vitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan
meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos
memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah
dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air
tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat
dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk
menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang
pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu
tanaman menghadapi serangan penyakit (Isroi, 2008).
Tumpukan bahan-bahan mentah (serasah, sisa-sisa tanaman, sampah dapur,
dll) menjadi kompos dikarenakan telah terjadi pelapukan, penguraian atau dengan
perkataan lain telah terjadi perubahan-perubahan dari sifat fisik semula menjadi sifat
fisik baru (kompos). Menurut penelitian Syakhrul (2007), bahwa pemberian bahan
organik menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun
pada tanaman jarak pagar. Hal ini disebabkan dengan adanya pemberian bahan
organik tersebut secara langsung, bahan organik tersebut akan menjadi sumber energi
unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman meskipun dalam jumlah sedikit. Secara
remah sehingga akan lebih mudah ditembus perakaran tanaman, meningkatkan daya
menahan air dan unsur hara dalam tanah tersedia bagi pertumbuhan tanaman
(Engelsrad 1997 dalam Syakhrul 2007).
Alasan utama pemberian pupuk organik atau kompos sebenarnya lebih
bertujuan untuk memperbaiki kondisi fisik tanah daripada untuk menyediakan unsur
hara. Meskipun kandungan unsur hara dalam kompos tergolong lengkap, tetapi
jumlahnya sedikit. Berarti untuk memenuhi kebutuhan tanaman dibutuhkan kompos
dalam jumlah cukup banyak. Kompos lebih berperan untuk menjaga fungsi tanah agar
unsur hara dalam tanah mudah dimanfaatkan atau diserap tanaman. Selain itu kompos
bisa menjaga sifat fisik tanah dan menjamin kehidupan mikroba tanah (Simamora dan
Salunduk, 2006).
Bahan baku kompos sangat mudah diperoleh karena memanfaatkan sampah
organik. Bahan bakunya bisa berupa dedaunan, jerami, serasah sisa panen, kotoran
ternak dan sisa sayuran. Adanya aktivitas mikroorganisme dan terbentuknya asam
organik pada proses dekomposisi menyebabkan daya larut unsur N, P, K dan Ca
menjadi lebih tinggi sehingga berada dalam bentuk tersedia bagi pertumbuhan
tanaman. Jika dibandingkan dengan pupuk anorganik, kandungan unsur hara kompos
lebih lengkap karena mengandung unsur hara makro, sekaligus unsur hara mikro.
Keunggulan kompos antara lain :
- mengandung unsur hara makro dan mikro lengkap, tetapi sedikit
- dapat memperbaiki struktur tanah sehingga tanah menjadi subur
- memiliki daya simpan air (water holding capacity) yang tinggi
- beberapa tanaman yang dipupuk dengan pupuk organik lebih tahan terhadap
serangan penyakit
- memiliki residual effect yang positif, artinya pengaruh positif dari kompos
terhadap tanaman yang ditanam pada musim berikutnya masih ada sehingga
pertumbuhan dan produktivitasnya bagus
(Simamora dan Salunduk, 2006).
b. Pupuk Kandang
Bahan organik dan pupuk kandang adalah bahan-bahan yang berasal dari
limbah tumbuhan atau hewan atau produk sampingan seperti pupuk kandang ternak
atau unggas, jerami padi yang dikompos atau residu tanaman lainnya, kotoran pada
saluran air, bungkil, pupuk hijau, dan potongan leguminosa (Bawolye, 2006).
Pemanfaatan limbah peternakan (kotoran ternak) merupakan salah satu
alternatif yang sangat tepat untuk mengatasi kelangkaan dan naiknya harga pupuk.
Pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk sudah dilakukan petani secara optimal di
daerah-daerah sentra produk sayuran. Pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan
disebut sebagai pupuk kandang. Kandungan unsur haranya yang lengkap seperti
natrium (N), fosfor (P), dan kalium (K) membuat pupuk kandang cocok untuk
dijadikan sebagai media tanam. Unsur-unsur tersebut penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Selain itu, pupuk kandang memiliki kandungan
mikroorganisme yang diyakini mampu merombak bahan organik yang sulit dicerna
tanaman menjadi komponen yang lebih mudah untuk diserap oleh tanaman
(Bawolye, 2006).
Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kandang ternak, baik berupa
kotoran padat (feses) yang bercampur sisa makanan maupun air kencing (urine).
Pupuk kandang terdiri dari 2 jenis yaitu padat dan cair. Kadar hara kotoran ternak
berbeda-beda karena masing-masing ternak mempunyai sifat khas tersendiri dan
kadar hara. Jika makanan yang diberikan kaya hara, maka kotorannya pun akan kaya
dengan zat hara. Usia ternak juga akan menentukan kadar hara. Ternak muda akan
menghasilkan feses dan urine yang kadar haranya rendah, karena ternak muda
memerlukan sangat banyak zat hara N dan beberapa macam mineral dalam
pembentukan jaringan-jaringan tubuhnya (Lingga dan Marsono, 2007).
Pupuk kandang merupakan sumber unsur hara bagi tanaman yang murah dan
mudah diperoleh. Macam-macam pupuk kandang yang sering digunakan adalah
kotoran kuda, sapi, kerbau, kambing, ayam dan lain-lain. Selain mengandung unsur
hara, pupuk kandang juga membantu dalam penyimpanan air, terutama pada saat
musim kemarau. Kandungan unsur hara dalam pupuk kandang sangat bergantung
pada jenis ternak, jenis pakan, sifat kotoran, cara penyimpanan, pengolahan dan
pemakaiannya. Hal ini seiring dengan pendapat Musnamar (2003) bahwa proses
penguapan dan penyerapan dapat menyebabkan hilangnya unsur hara dalam pupuk
kandang terutama unsur N sekitar 50 % dan unsur K 60 % hilang karena proses ini
(Elfarisna et al., 2004).
c. Arang
Arang pada umumnya hanya dikenal sebagai bahan untuk pembakaran
terutama untuk memasak dan juga untuk pembuatan briket arang dan juga arang aktif,
padahal arang memiliki peranan yang baik dan penting dalam menyuburkan tanah.
Gusmailina et al (2002) menyatakan bahwa arang yang berasal dari pengolahan kayu
maupun dari kegiatan lainnya mampu menyuburkan tanah. Selain itu pemanfaatan
arang dari hasil kegiatan pengolahan kayu tersebut mampu meningkatkan efisiensi
Arang merupakan hasil dari pembakaran dari bahan yang mengandung karbon
yang berbentuk padat dan berpori. Arang dapat digunakan untuk memperbaiki tempat
tumbuh suatu tanaman dan juga dapat berfungsi sebagai pembangun kesuburan tanah
(soil conditioning). Hal ini dikarenakan arang memiliki kemampuan untuk dapat
memperbaiki sirkulasi air dan udara di dalam tanah. Selain itu, arang juga dapat
berfungsi sebagai media untuk mengikat karbon di dalam tanah (Gusmailina et al.,
2002).
Penggunaan arang baik yang berasal dari limbah eksploitasi maupun yang
berasal dari industri pengolahan kayu untuk soil conditioning, merupakan salah satu
alternatif pemanfaatan arang selain sebagai sumber energi. Secara morfologi, arang
mempunyai pori-pori pada permukaanya. Pori ini sangat efektif mengikat dan
menyimpan hara tanah yang berada di dalam dan di sekitarnya, oleh sebab itu aplikasi
arang pada lahan-lahan miskin hara dapat membangun dan meningkatkan kesuburan
tanah karena dapat meningkatkan beberapa fungsi, antara lain : sirkulasi udara dan
tanah, pH tanah, merangsang pembentukan spora endomikoriza dan spora
ektomikoriza sehingga dapat meningkatkan produkt ivitas lahan dan hutan tanaman.
Unsur hara ini dapat dilepaskan secara perlahan sesuai dengan laju konsumsi yang
dilakukan oleh tanaman (slow release). Selain itu arang juga memiliki sifat
higroskopis sehingga hara yang terdapat di dalam tanah tidak mudah tercuci dan lahan
akan berada dalam keadaan siap pakai (Gusmailina et al., 2002).
Bahan baku arang diambil dari kayu yang dikeringkan melalui proses
pemanasan. Sifat arang yang ringan ini ketika diberikan ke tanah bisa mengikat air
dan juga membuang racun. Penggunaan arang selain mampu menggemburkan tanah
dan menyuburkan tanah, bagi pertanian juga otomatis dapat meminimalisir kerusakan
arang berpengaruh terhadap struktur dan tekstur tanah, oleh karena itu semakin
banyak suplai arang ke dalam tanah maka akan mengurangi kepadatan tanah (bulk
density). Penambahan arang ke dalam tanah mengakibatkan semakin banyak ruang
pori yang terdapat di dalam tanah sehingga perakaran tanaman dapat tumbuh dengan
lebih baik, selain itu juga pemberian arang ini juga dapat menekan tingginya laju
pencucian unsur hara di dalam tanah. Hal ini dimungkinkan karena secara morfologis
arang mempunyai pori yang efektif untuk mengikat dan menyimpan hara tanah.
Penambahan arang pada media pembibitan juga dapat meningkatkan : kelembapan,
daya serap air, serta sirkulasi udara sehingga mempercepat dan meningkatkan
pertumbuhan akar halus bibit tanaman (Gusmailina et al., 2002)
d. Hydrogel
Hydrogel adalah merupakan super absorbent anionic polyacrylamide
polymers. Produk ini adalah crosslinked copolymers dari acrylamide dan potassium
acrylate.
Gambar 1. Rantai polimer hydrogel
Hydrogel adalah penahan air-cairan yang dapat digunakan bersinergi dengan
tanah atau media lain serta pupuk, menyerap dan menyimpan air dan nutrient dalam
jumlah yang besar. Tidak seperti produk lain, hydrogel tidak larut dalam air tetapi dia
hanya menyerap dan akan melepaskan air dan nutrient tersebut secara proporsional
pada saat dibutuhkan oleh tanaman, dengan demikian tanaman akan selalu
menyerap dan melepaskan (absorption–release cycles). Hydrogel mengoptimalkan
pertumbuhan tanaman dengan mengurangi kehilangan air dan nutrient melalui
leaching dan evaporasi. Air dan nutrient tersimpan di sekeliling akar sehingga dapat
mengoptimalkan penyerapan oleh tanaman. Hydrogel mampu menyerap air sebanyak
100 kali berat hydrogel itu sendiri. Hydrogel dapat terurai melalui pembusukan oleh
mikrobia sehingga produk ini sangat aman digunakan. Polimer ini sensitif terhadap
sinar matahari langsung yang mana itu akan memutus rantai polimernya dan terurai
menjadi beberapa oligomer. Hydrogel akan terurai secara alami di dalam tanah
menjadi CO2, H2O dan komponen nitrogen. Harap dapat dimengerti bahwa, hydrogel
tidak dapat menggantikan air tetapi mengoptimalkannya melalui penggunaan yang
lebih efisien (Irawan, 2007).
Nama hydrogel dasarnya terdiri atas dua istilah, yaitu hidro artinya media
tanam alternatif pengganti tanah dan gell yang maksudnya adalah jeli. Hidrogel sering
digunakan sebagai media tanam bagi tanaman hidroponik. Penggunaan media jenis ini
sangat praktis dan efisien karena tidak perlu repot-repot untuk mengganti dengan
yang baru, menyiram, atau memupuk. Media tanam ini juga memiliki
keanekaragaman warna sehingga pemilihannya dapat disesuaikan dengan selera dan
warna tanaman (Rahardjo, 2007).
Selain tampak indah, butiran hydrogel yang lebih mirip kristal sering
mengecoh siapa saja yang baru melihatnya. Bisa dibayangkan betapa indahnya jika
ruangan Anda ada vas bening berisi tanaman yang tumbuh di dalam media hydrogel
dengan warna-warna yang menawan seperti biru, hijau, merah, kuning, orange, putih
dan sebagainya yang berkilauan. Keuntungan menggunakan hydrogel :
- memastikan ketersediaan air sepanjang tahun.
- mengurangi hilangnya air dan nutrient disebabkan oleh leaching dan evaporasi.
- memperbaiki physical properties dari compact soils dengan membentuk
aerasi/ventilasi udara yang baik.
- meningkatkan pertumbuhan tanaman karena air dan nutrisi selalu tersedia di sekitar
tanaman sehingga mengoptimalkan penyerapan oleh akar.
- mengurangi pencemaran lingkungan dari erosi dan pencemaran air tanah
(Rahardjo, 2007)
Aplikasi hydrogel ada dua cara yaitu aplikasi kering dan aplikasi basah.
- aplikasi kering (dry application)
Hydrogel ditabur merata pada tanah yang telah dipersiapkan untuk penanaman
dengan kedalaman 10-30 cm. Metode ini menjamin keuntungan yang berjangka
panjang. Setelah polimer menyerap air, struktur tanah akan semakin baik dan
kemampuan tanah untuk menampung air (water retention capacity) akan naik.
- aplikasi basah (pre-hidrated)
Hydrogel pertama-tama harus direndam dalam air sebanyak 100-200 kali berat
polimer tersebut dan dibiarkan selama 1 jam sampai jenuh dan kemudian ditaburkan
ke dalam tanah, kemudian ditutup dengan tanah agar polimer tidak rusak karena
kontak langsung dengan sinar ultraviolet. Dosis yang dianjurkan adalah 5-20 kg/ha
(Rahardjo, 2007).
Produk hidrogel akhir-akhir ini terkenal di Indonesia sebagai media pengganti
tanah untuk tanaman dalam ruangan ataupun sebagai hiasan/dekorasi ruangan.
Sebenarnya ada banyak sekali aplikasi untuk produk ini di lapangan seperti:
pembibitan, perkebunan/HTI, reklamasi lahan bekas tambang, pertamanan, lapangan
golf/sepak bola, tanaman palawija, transportasi bibit jarak jauh, campuran media
e. Agar-agar
Agar-agar, agar atau agarosa adalah zat yang biasanya berupa
dar
adalah Eucheuma spinosum
golongan
sumber agar-agar. Agar-agar sebenarnya adalah
tinggi yang mengis
merupakan suat
dibentuk sebagai
Gel terbentuk karena pada saat dipanaskan di air, molekul agar-agar dan air
bergerak bebas. Ketika didinginkan, molekul-molekul agar-agar mulai saling merapat,
memadat dan membentuk kisi-kisi yang mengurung molekul-molekul air, sehingga
terbentuk sistem
antara dua kutub. Kepadatan gel agar-agar juga cukup kuat untuk menyangga
tumbuhan kecil sehingga sangat sering dipakai sebagai media dalam
Agar-agar dapat juga digunakan secara luas di
kemikalia dalam percobaan, media tumbuh unt
biaka
agar-agar (biasanya dikemas dalam bentuk bubuk) dikenal sebagai agar atau agarosa
saja (Wikipedia, 2008).
Sabut kelapa segar mengandung tanin 3,12%. Senyawa tanin dapat mengikat
enzim yang dihasilkan oleh mikroba sehingga mikroba menjadi tidak aktif. Serbuk
sabut kelapa ini juga telah dikembangkan untuk pembuatan briket serbuk sabut kelapa
yang digunakan sebagai bahan penyimpan air pada lahan pertanian. Karakteristik sifat
daya serap airnya sangat berbeda dengan sifat daya serap air papan partikel yang
terbuat dari kayu, yaitu sifat daya serap airnya antara 3,5 sampai 5,5 kali dari
beratnya, sedangkan untuk sifat daya serap air nilainya berkisar antara 2,5 sampai 4
kali dari beratnya. Berdasarkan sifat penyerapan air dan oli yang tinggi ini
memungkinkan pemanfaatan produk papan partikel yang terbuat dari serbuk sabut
kelapa ini dapat digunakan sebagai bahan penyerap air atau oli. Disamping itu dapat
juga digunakan sebagai pengganti papan busa (stiroform) sebagai bahan pembungkus
anti pecah yang ramah lingkungan karena bahan ini kemungkinan besar dapat
terdekomposisi secara alami (Subiyanto et al., 2003).
Pengolahan sabut kelapa menghasilkan serat sabut dan serbuk kelapa.
Pemanfaatan keduanya sangat banyak. Seperti seratnya dapat dimanfaatkan untuk
aneka kerajinan rumah tangga seperti sapu, keset, ada lagi untuk bahan jok mobil,
untuk reklamasi seperti cocomesh, untuk membantu kesuburan tanah seperti coco pot
dan lain-lain. Penggunaan dan permintaan cocopot mengalami peningkatan pasar
yang digunakan sebagai media tanam. Cocopot adalah tempat untuk tanaman yang
dibuat dari serabut kelapa sama halnya dengan pot-pot tanaman lainnya tetapi kalau
pot tanaman lainnya ada yang terbuat dari plastic, semen, tanah liat dan sebagainya.
Cocopot ini sangat potensial bagi tempat tanaman yang ramah akan lingkungan
g. Batang Pisang
Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia
Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika
(Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah. Pisang adalah buah yang sangat bergizi
yang merupakan sumber vitamin, mineral dan juga karbohidrat. Kulit pisang dapat
dimanfaatkan untuk membuat cuka melalui proses fermentasi alkohol dan asam cuka.
Daun pisang dipakai sebagi pembungkus berbagai macam makanan trandisional
Indonesia. Batang pisang abaca diolah menjadi serat untuk pakaian, kertas dan
sebagainya. Batang pisang yang telah dipotong kecil dan daun pisang dapat dijadikan
makanan ternak ruminansia (domba, kambing) pada saat musim kemarau dimana
rumput tidak/kurang tersedia. Iklim tropis basah, lembab dan panas mendukung
pertumbuhan pisang, namun demikian pisang masih dapat tumbuh di daerah subtropis
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Huteimbaru Kecamatan Halangonan
Kabupaten Padang Lawas Utara. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember
2010 sampai Maret 2011.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah, bibit sukun (Artocarpus
communis Forst), top soil, kompos, pupuk kandang, arang, aquasorb, crystal soil,
batang pisang, sabut kelapa, agar-agar, polybag ukuran 3 kg, kertas label, cawan
timbang. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital, alat tulis,
kalkulator, penggaris, jangka sorong, amplop coklat, gunting benang
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAK) non faktorial
terdiri atas 10 perlakuan dengan 3 kali ulangan. Metode ini merujuk kepada
penelitian sebelumnya yaitu Utomo dan Sidabutar (2009).
M0 = kontrol M5 = agar-agar 400g basah
M1 = sabut kelapa 400g basah M6 = arang halus 400g kering
M2 = crystal soil 200g basah M7 = arang potong dadu 400g basah
M3 = aquasorb 200g basah M8 = pupuk kandang 1500g
M4 = batang pisang 400g M9 = kompos 1500g
Penggunaan dosis aquasorb dan crystal soil sebagai bahan penyimpan air
digunakan sebanyak 200g karena disesuaikan dengan dosis anjuran sesuai dalam
kelapa, agar-agar, arang) dibuat lebih tinggi didasarkan pada asumsi bahwa materi
tersebut bukan murni sebagai bahan penyimpan air namun lebih disebabkan dugaan
terhadap kemungkinan bahan ini untuk bisa mempertahankan air yang cukup lama.
Penggunaan dosis pupuk kandang dan kompos digunakan perbandingan 1:2 terhadap
berat tanah (1500g), karena dugaan peneliti bahwa bahan ini mampu menyimpan air
lebih rendah dari bahan perlakuan lainnya sehingga digunakan dosisnya ini lebih
banyak dari bahan lainnya yang digunakan.
Untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan ini, dianalisis dengan sidik ragam
berdasarkan model linier sebagai berikut :
Yij = µ + αi + βj + εij
Keterangan :
Yij = nilai hasil pengamatan pada ulangan / blok ke-i yang mendapat
perlakuan taraf ke-j
µ = rataan umum
αi = Pengaruh Blok ke-I
βj = Pengaruh pemberian penahan air ke - j
ε ij = pengaruh galat ulangan / blok taraf ke-i dan perlakuan taraf ke-j
Apabila ANOVA berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjutan
berdasarkan uji jarak Duncans / Duncans’ Test (Gomez and Gomez, 1995).
Pelaksanaan Penelitian
1. Penyediaan media campuran
Kompos dan pupuk kandang yang akan digunakan diperoleh dari
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Kompos dan pupuk
tanah yang akan digunakan. Arang yang akan digunakan dipotong dadu
ukuran 1 cm x 1 cm x 1 cm dan juga dihaluskan. Sabut kelapa diperoleh dari
warung kelontong. Batang pisang diperoleh dari tanaman pisang yang ada di
daerah Kampung Susuk, lalu dipotong ukuran 1 cm x 1 cm x 1 cm. Agar–agar
yang digunakan adalah agar-agar serbuk yang telah dimasak dan didinginkan.
Setelah agar–agar terbentuk lalu dipotong dadu ukuran 1 cm x 1 cm x 1 cm.
Hydrogel yang akan digunakan diperoleh melalui toko tanaman, 30g
hydrogel direndam dengan 3 liter air selama 1-2 jam, diaduk kira-kira setiap
30 menit supaya pewarna tercampur merata. Kalau warnanya masih terlalu
gelap, buanglah airnya kemudian tambahkan air sampai mendapat warna yang
diinginkan. Setelah mengembang, buang airnya kemudian bilas dan tiriskan
selama 1 jam.
2. Penyediaan bibit
Bibit sukun yang akan digunakan berasal dari lokasi pembibitan di
desa Nogorejo Kecamatan Tanjung Morawa.
3. Persiapan media tumbuh
Polybag yang telah disediakan diisi dengan masing-masing top soil
dan campuran media tumbuh, dimana perbandingannya disesuaikan dengan
perlakuannya masing-masing.
4. Pemindahan bibit ke media tumbuh
Bibit sukun yang akan digunakan adalah bibit yang berumur ± 3 bulan.
Bibit yang telah disediakan dipindahkan ke lapangan dan ditanam pada
lubang-lubang yang telah berisi media tumbuh yang telah disesuaikan dengan
5. Pemeliharaan
Dilakukan penyiangan pada tanaman ketika rumput atau gulma sudah
mulai muncul dengan maksud agar tidak mengganggu perakaran pada bibit
tanaman.
6. Parameter pengamatan
Pengamatan dimulai 1 minggu setelah dipindahkan ke polybag (1
MST), dan parameter yang diamati antara lain :
- Tinggi tanaman
Tinggi tanaman diukur dari pangkal munculnya batang sampai pucuk
tanaman tertinggi dengan menggunakan benang dan mistar atau penggaris.
Pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali. Agar tidak terjadi
perubahan dasar pengukuran, maka perlu diberi tanda tempat awal
pengukuran.
- Diameter batang
Diameter tanaman diukur dengan mengggunakan jangka sorong yang
diambil dengan dua arah yang tegak lurus yang diambil rata-ratanya.
Pengukuran diameter dilakukan setiap seminggu sekali.
- Jumlah Daun
Jumlah daun dihitung pertumbuhannya dan dibandingkan pertumbuhan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil penelitian diperoleh dari pengamatan selama 12 minggu. dengan
parameter yang telah diamati yaitu pertambahan tinggi bibit, diameter bibit dan
jumlah daun.
1. Tinggi Tanaman
Hasil analisis sidik ragam terlihat bahwa pemberian bahan penahan air
(Lampiran 1), memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi bibit sukun. Berikut rataan
pertambahan tinggi bibit sukun disajikan pada gambar 1.
0
Gambar 1.Grafik rerata pertambahan tinggi bibit sukun
Berdasarkan hasil pengukuran yang disajikan pada grafik di atas dapat
dilihat bahwa perlakuan M8 menghasilkan rataan pertambahan tinggi tanaman
tertinggi (10,33 cm), sedangkan rataan pertambahan tinggi tanaman terendah dari
perlakuan M1 (3,86 cm). Hasil uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5%,
2. Diameter Batang
Hasil analisis sidik ragam terlihat bahwa pemberian bahan penahan air
(Lampiran 2), memberikan pengaruh nyata terhadap diameter bibit sukun. Berikut
rataan diameter bibit sukun disajikan pada Gambar 2.
0
Berdasarkan hasil pengukuran yang disajikan pada grafik di atas dapat dilihat
bahwa perlakuan M8 menghasilkan rataan diameter tanaman tertinggi (0,323 cm),
sedangkan rataan diameter tanaman terendah dari perlakuan M0 dan M4 (0,13 cm).
3. Jumlah Daun
Hasil analisis sidik ragam antara terlihat bahwa pemberian bahan penahan air
(Lampiran 3), memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah daun. Berikut rataan
pertumbuhan jumlah daun disajikan pada gambar 3
Berdasarkan hasil pengukuran yang disajikan pada Tabel 6 dapat dilihat
bahwa perlakuan M8 menghasilkan rataan pertumbuhan jumlah daun tertinggi (8,33),
sedangkan rataan pertumbuhan jumlah daun terendah dari perlakuan M4 (2,66).
4.Kemampuan Tanaman Bertahan Hidup
Hasil analisis ragam menunjukka n bahwa pemberian bahan penahan
airberpengaruh nyata terhadap kemampuan tanaman bertahan hidup. Data
kemampuan tanaman untuk dapat bertahan hidup disajikan pada tabel dibawah ini.
Tabel Kemampuan Tanaman Bertahan Hidup sampai Hari ke –
Perlakuan Ulangan Minggu ke -
Pada tabel di atas menunjukkan kemampuan tanaman untuk dapat bertahan
hidup berbeda untuk setiap perlakuan. Tanaman sukun dengan perlakuan M8 dan M9
merupakan tanaman yang mampu terus bertahan hidup sampai dengan hari terakhir
pengamatan. Sementara itu tanaman yang empunyai tingkat ketahanan hidupnya yang
terendah adalah tanman dengan perlakuan... Pada Gambar berikut ini
dapat dilihat grafik rerata kemampuan tanaman untuk dapat bertahan hidup.
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa pada perlakuan M0 dan M5
mampu bertahan hidup sampai dengan hari yang sama pada 3 tanaman. Sementara
terdapat juga beberapa tanaman pada M0, M1, M2, M5 dan M6 yang mempunyai
rerata hari bertahan hidup yang hampir bersamaan. Sedangkan pada perlakuan M8
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa
pemberian berbagai jenis bahan penahan air berpengaruh nyata terhadap tinggi,
diameter dan pertumbuhan jumlah daun tanaman. Perlakuan tanpa adanya penyiraman
tentunya mempengaruhi pertumbuhan bibit sukun. Kemampuan tiap bahan tersebut
dalam menahan air tentunya berbeda-beda. Hal ini terlihat dari lamanya tanaman
dapat bertahan hidup dan kondisi fisik bibit sukun.
Tanaman yang kekurangan air mengakibatkan tingkat persentase kematian
yang tinggi. secara umum tanaman akan menunjukkan respon tertentu bila mengalami
cekaman kekeringan. Respon tanaman terhadap stres air sangat ditentukan oleh
tingkat stres yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman saat mengalami cekaman.
Sesuai dengan pernyataan Haryati (2000), stres air pada tanaman dapat disebabkan
oleh dua hal yaitu (1) kekurangan suplai air di daerah perakaran dan (2) permukaan
air yang berlebihan oleh daun. Stres air (kekeringan) menghambat pertumbuhan
tanaman dan juga sudah diketahui bahwa potensial air dalam pembuluh xilem
berbagai jenis tanaman bernilai negatif selama sebagain besar masa hidup tanaman.
Pada penelitian ini, bibit sukun yang hidup semua tanpa adanya penyiraman
sampai dengan 12 minggu penelitian terlihat pada perlakuan M8 (pupuk kandang) dan
perlakuan M9 (kompos). Pada minggu ke-12, bibit sukun yang mendapat perlakuan
pemberian M8 (pupuk kandang) dan M9 (kompos) ini masih tumbuh segar dan
daunnya masih tampak hijau.. Hal ini dikarenakan kandungan unsur haranya yang
lengkap seperti natrium (N), fosfor (P), dan kalium (K) membuat pupuk kandang
cocok untuk dijadikan sebagai campuran media tanam. Unsur-unsur tersebut penting
untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain mengandung unsur hara,
kemarau. Pupuk kandang juga memiliki kandungan mikroorganisme yang diyakini
mampu merombak bahan organik yang sulit dicerna tanaman menjadi komponen yang
lebih mudah untuk diserap oleh tanaman (Bawolye, 2006).
Menurut Soepardi (1983) humus (bahan organik) akan menjerap dari
lingkungan jenuh air sejumlah air ekuivalen dengan 80 hingga 90% dari bobotnya.
Dosis bahan organik sebanyak 1500g yang diberikan mampu menjerap air sebanyak
1200-1350 g air. Menurut Irawan (2007) hydrogel mampu menyerap air sebanyak 100
kali berat hydrogel itu sendiri. Dari literatur tersebut dapat diketahui bahwa bahan
hydrogel menyerap lebih banyak air dibandingkan bahan organik yang diberikan.
Walaupun kemampuan menyerap air hydrogel lebih besar dibandingkan bahan
organik, tetapi kemampuan hydrogel untuk melepaskan air lebih besar dibandingkan
bahan organik. Air yang tersimpan di dalam bahan organik masih lebih banyak
daripada air yang tersimpan dalam hydrogel sampai dengan 12 minggu penelitian.
Oleh karena itu sampai dengan 12 minggu penelitian, bibit sukun yang diberi
perlakuan bahan organik (kompos dan pupuk kandang) masih hidup semua karena air
yang tersimpan di dalam bahan tersebut masih mampu mencukupi kebutuhan bibit
untuk pertumbuhannya. Bibit sukun yang diberi perlakuan hydrogel (aquasorb dan
crystal soil ) ada beberapa yang mati, hal ini diakibatkan karena ketersedian air di
dalam bahan tersebut tidak mencukupi lagi untuk pertumbuhan bibit sukun.
Pemberian pupuk kandang selain dapat menambah tersedianya unsur hara,
juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah, antara lain kemantapan agregat, bobot
volume, total ruang pori, plastisitas dan daya pegang air. Sehingga, walaupun bibit
sukun tersebut tidak disiram dalam jangka waktu tertentu, bibit sukun tersebut masih
mampu mempertahankan hidup. Bibit sukun yang mendapat perlakuan M9 (kompos)
penyiraman. Kompos itu ibarat multi-vitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan
meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos
memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah
dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air
tanah. Menurut penelitian Syakhrul (2007), bahwa pemberian bahan organik
menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun pada
tanaman. Hal ini disebabkan dengan adanya pemberian bahan organik tersebut secara
langsung, bahan organik tersebut akan menjadi sumber energi unsur hara yang dapat
diserap oleh tanaman meskipun dalam jumlah sedikit. Secara fisik bahan organik
tersebut berperan dalam memperbaiki struktur tanah menjadi remah sehingga akan
lebih mudah ditembus perakaran tanaman, meningkatkan daya menahan air dan unsur
hara dalam tanah tersedia bagi pertumbuhan tanaman (Engelsrad 1997 dalam
Syakhrul 2007).
Bibit sukun yang mendapat perlakuan M1 (sabut kelapa) Bibit yang bertahan
hidup sampai minggu ke 12 hanya 2 bibit. Menurut penelitian penggunaan cocopot
sebagai media tanam sangat baik diaplikasikan pada tanah gersang atau lahan kritis.
Lahan kritis seperti bekas galian tambang sangat cocok ditanami cocopot. Sifat
cocopot yang biodegrable (mudah mengurai) akan membantu keseburan tanah,
menambah unsur hara, sehingga penggunaannya akan menumbuhkan tumbuhan baru
di area yang ditanami cocopot (Mashuri, 2009). Tetapi penelitian ini penggunaan
sabut kelapa tidak dapat mempertahankan keberlangsungan hidup bibit sukun
(Artocarpus communis Forst) selama 12 minggu tanpa adanya penyiraman. Hal ini
diduga disebabkan karena dosis pemberian bahan-bahan tersebut dinilai masih kurang
banyak sebagai cadangan air pada bibit sukun selama 12 minggu tanpa adanya
Keadaan tanaman yang stress air menyebabkan bibit sukun tersebut tidak
mampu untuk bertahan hidup, dikarenakan air merupakan faktor penting dalam
menunjang pertumbuhan suatu tanaman. Selain dalam proses transpirasi dan
fotosintesis, air juga berperan dalam penyerapan unsur hara yang diperlukan tanaman.
Tanaman juga membutuhkan air dan sinar matahari untuk dapat melangsungkan daur
hidupnya. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah air.
Kebutuhan air oleh suatu tanaman umumnya selalu berbeda-beda, oleh karena itu
banyak sedikitnya air yang diberikan dalam penyiraman sangat mempengaruhi
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Pemberian jenis bahan pengikat air memberikan pengaruh yang nyata terhadap
pertambahan tinggi, diameter dan jumlah daun tanaman.
2. Dari hasil pengamatan yang telah
Saran
Dari hasil penelitian yang telah dilakuka n maka bahan penahan air yang paling
baik sebagai penahan air untuk mendukung pertumbuhan tanaman bibit sukun adalah
DAFTAR PUSTAKA
Bagus. 2007. Cara Praktis Membuat Kompos. Cetakan ke-I. Penerbit Agromedia Pustaka. Jakarta.
Bawolye, J. 2006. Bahan Organik dan Pupuk Kandang.http://www.knowledgebank.irr
ii.org. [Tanggal akses 10 Desember 20.10]
Daniel, T. W., J. A. Helms, dan F. S. Baker. 1987. Prinsip-prinsip Silvikultur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Dephut. 1998. Buku Panduan Kehutanan Indonesia. Jakarta.
Elfarisna, Parsan dan Sularno. 2004. Jurnal Penelitian : Pengaruh Jenis Pupuk Kandang dan Konsentrasi Pupuk Urea terhadap Pertumbuhan Vegetatif Anggrek. Jakarta.
Gusmailina , G. Pari . dan S. Komarayati . 2002. Aplikasi Arang Kulit Kayu Sebagai Campuran Media Tumbuh Anakan Eukaliptus urhophylla dan Acacua
Mangium. Buletin Penelitian Hasil Hutan. Bogor.
Hartus, T. 2002. Berkebun Hidroponik Secara Murah. Penebar Swadaya. Jakarta.
Haryati. 2003. Pengaruh Cekaman Air terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
Hendalastuti, HR dan A Rojidin 2006. Karakteristik Budidaya dan Pengelolaan Buah Sukun: Studi Kasus di Solok dan Kampar. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan. Hal 220-230.
Irawan, B. 2007. Pengenalan Teknis Hydrogel.
16 Februari 2009. Irwanto. 2006. Pengembangan Tanaman Sukun. Diakses dari http://irwantoshut .com [Tanggal akses 10 Desember 2010]
Isroi. 2008. Kompos. Makalah. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia,
Bogor.
Khaerudin. 1999. Pembibitan Tanaman HTI. Penebar Swadaya. Jakarta.
Lingga, P dan Marsono. 2007. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.
Mashuri, M. 2009.
Desember 2010].
Prihatman, K. 2000. Pisang (Musa spp). Sistim Informasi Manajemen Pembangunan
di Perdesaan, BAPPENAS.
Desember 2010].
Rahardjo, 2007. Jurnal Penelitian : Hydrogel Merupakan Salah Satu Teknologi untuk Mengatasi Lahan Kering di Nusa Tenggara Barat Universitas Mataram. Nusa Tenggara Barat. http://ntb.litbang.deptan.go.id. Tanggal akses 16 Februari 2009.
Salisbury, FB dan CW, Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB Bandung
Simamora, S dan Salunduk. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Penerbit Agromedia Pustaka. Jakarta.
Sitepu, M. P. 2007. Skripsi : Pengaruh Arang sebagai Campuran Media Tumbuh dan Intensitas Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Bibit Mahoni (Swietenia
macrophylla King). Universitas Sumatera Utara. Medan.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. IPB Press. Bogor.
Subiyanto, B, Raskita. S dan Effendy, H. Jurnal Ilmu & Teknologi Kayu Tropis Vol. 1. No 1. 2003. Pemanfaatan Serbuk Sabut Kelapa Sebagai Bahan Penyerap Air Dan Oli Berupa Panel Papan Partikel.
http://jurnalmapeki.biomaterial-lipi.org. [Tanggal akses 10 Desember 2010].
Syakhrul. 2007. Skripsi : Pertumbuhan Tanaman Jarak Pagar (Jathropa curcas L) Menggunakan Beberapa Jenis Bahan Organik dan Taraf Mikoriza di Lahan Kritis Padang Bolak Kabupaten Tapanuli Selatan.
Utomo, B dan Sidabutar, F,H. 2009. Penggunaan Beberapa Jenis Penahan Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Bibit Sukun (Artocarpus communis forst). Jurnal Akademika Copertis Wilayah I NAD SUMUT Vol 13 No.4 Agustus 2009. Hal 19-23.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis Rancangan Percobaan Pertambahan Tinggi (cm) Bibit Sukun
Rataan pertambahan tinggi bibit sukun pada usia 12 minggu
Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan
Analisis sidik ragam pertambahan tinggi bibit sukun pada usia 12 minggu
Sumber
Jumlah perlakuan = 10 Jumlah sampel tiap ulangan = 3 tanaman
Lampiran 2.Analisis Rancangan Percobaan Diameter (cm) Bibit Sukun
Rataan diameter bibit sukun pada usia 12 minggu
Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan
Analisis sidik ragam diameter bibit sukun pada usia 12 minggu Sumber
Jumlah perlakuan = 10 Jumlah sampel tiap ulangan = 3 tanaman
Lampiran 3. Analisis Rancangan Percobaan Jumlah Daun
Jumlah Daun pada usia 12 minggu
Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan
1 2 3
Analisis sidik Jumlah Daun pada usia 12 minggu Sumber
Jumlah perlakuan = 10 Jumlah sampel tiap ulangan = 3 tanaman
Lampiran 3. Analisis Rancangan Percobaan kemempuan tanaman bertahan hidup
Data kemampuan tanaman bertahan hidup hingga hari ke
Perlakuan Ulangan Jumlah Rataan
1 2 3
Analisis sidik Jumlah Daun pada usia 12 minggu Sumber
Jumlah perlakuan = 10 Jumlah sampel tiap ulangan = 3 tanaman
Lampiran 4. Gambar Bibit Sukun Pada Usia 12 Minggu
1. M0 (kontrol)
ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3
2. M1 (Sabut Kelapa)
ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3
3. M2 (crystal soil)
ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3
ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3
5. M4 (Batang Pisang)
ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3
6. M5 (Agar-agar)
7. M6 (Arang Halus)
ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3
8. M7 (Arang Potong Dadu)
ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3
9. M8 (Pupuk Kandang)
10. M9 (Kompos)
Tabel Kemampuan Tanaman Bertahan Hidup sampai Hari ke –
Perlakuan Ulangan Minggu ke -
2 4 6 8 10 12
a. kompos
b. Hydrogel
Lay Out Penelitian
MO1(1) MO2(1) MO3(1) MO1(2) MO2(2) MO3(2) MO1(3) MO2(3) MO3(3)
M11(1) M12(1) M13(1) M11(2) M12(2) M13(2) M11(3) M12(3) M13(3)
M21(1) M22(1) M23(1) M21(2) M22(2) M23(2) M21(3) M22(3) M23(3)
M31(1) M32(1) M33(1) M31(2) M32(2) M33(2) M31(3) M32(3) M33(3)
M41(1) M42(1) M43(1) M41(2) M42(2) M43(2) M41(3) M42(3) M43(3)
M51(1) M52(1) M53(1) M51(2) M52(2) M53(2) M51(3) M52(3) M53(3)
M61(1) M62(1) M63(1) M61(2) M62(2) M63(2) M61(3) M62(3) M63(3)
M71(1) M72(1) M73(1) M71(2) M72(2) M73(2) M71(3) M72(3) M73(3)
M81(1) M82(1) M83(1) M81(2) M82(2) M83(2) M81(3) M82(3) M83(3)