PERENCANAAN SEKTOR PERTANIAN DALAM
RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH
DI KABUPATEN TAPANULI UTARA
TESIS
Oleh
PERENCANAAN SEKTOR PERTANIAN DALAM
RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH
DI KABUPATEN TAPANULI UTARA
TESIS
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
FERRY HANAFYAH L. TOBING
097003034/PWD
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PERENCANAAN SEKTOR PERTANIAN DALAM
RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH
DI KABUPATEN TAPANULI UTARA Nama Mahasiswa : Ferry Hanafyah L. Tobing
Nomor Pokok : 097003034
Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan
Menyetujui, Komisi pembimbing
(Prof. Dr. lic.rer.reg.Sirojuzilam, SE Ketua
)
(Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA) (Dr. Ir. Rahmanta, M.Si
Anggota Anggota
)
Ketua Program Studi Direktur
(Prof. Dr. lic.rer.reg.Sirojuzilam, SE)(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)
Telah diuji pada
Tanggal : 16 Agustus 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE
Anggota : 1. Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA
2. Dr. Ir. Rahmanta, MSi
3.Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D
PERENCANAAN SEKTOR PERTANIAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN
TAPANULI UTARA
ABSTRAK
Sektor pertanian dianggap memiliki peranan yang penting dalam penyediaan lapangan kerja, penyediaan pangan, penyumbang devisa negara melalui ekspor dan sebagainya. Sektor pertanian berperan besar bagi sektor industri karena menjadi pemasok bahan baku.
Untuk komoditi yang unggulan sektor pertanian di Kabupaten Tapanuli Utara
dipergunakan analisis location quotient dan untuk menganalisis kontribusi komoditi
unggulan dan sentra produksi dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara menggunakan analisis deskripitif, yaitu dengan melihat kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan Perencanaan Strategis Sektor Pertanian.
yang disesuaikan dengan potensi daerah dan kawasan yang sesuai dengan komoditi unggulan tersebut, Peningkatan produktivitas, Peningkatan mutu, Pengembangan pemasaran hasil-hasil pertanian, Program Agropolitan dikolaborasikan dengan
program pemberdayaan sektor pertanian seperti Program One Village One Product
dan Program Corporate Farming.
THE AGRICULTURAL SECTOR PLANNING IN THE FRAMEWORK REGIONAL DEVELOPMENTNORTH TAPANULI REGENCY
ABSTRACT
The agricultural sector is considered to have an important role in providing employment, food supply, contributor to foreign exchange through exports and so on. The agricultural sector plays a major role for the industrial sector as a supplier of raw materials.
To analysis agliculture sector in North Tapanuli Regency used location quotient and to know the participant of Based on and production centerused description analysis.
Based on the analysis of LQ obtained that the commodity sector of food crops are wet land paddy commodities, dry land paddy and peanut. While the vegetable crops sector commodity are cabbage commodity. Based on the analysis of LQ obtained that the commodity sector of fruit is a avocado, pineapple and durian. While the commodity sector is a commodity crops are incense and coffee. That based on the analysis of LQ that the livestock sector commodity are buffalo and pigs. While the fisheries sector is a Riccecum Fish commodity. Based on average test results of LQ values, wet land paddy commodity production center is sub district Pahae Julu, Pahae Jae, Purbatua, Simangumban, and Muara. Peanut at Parmonangan sub district, Adian Koting, Sipoholon, Tarutung, Siatas Barita, Siborongborong and Pagaran. Chinese Cabbage that became the base area in Parmonangan sub districk, Sipoholon, Pahae Julu, Siborongborong and Pagaran. Durians in Parmonangan sub district, Adian Koting, Tarutung, Pahae Julu, Pahae Jae, Purbatua, Simangumban and Garoga. Pineapple in Pangaribuan sub district, and Sipahutar. Incense in the Parmonangan sub districk , Adian Koting, Tarutung, Pahae Julu, Pangaribuan and Sipahutar. Coffee in Parmonangan sub district, Sipoholon, Tarutung, Siatas Barita, Pangaribuan, Sipahutar, Siborongborong, Pagaran and Muara. Buffaloes which became the base area is the Koting Adian sub district, Sipoholon, Tarutung, Siatas Barita, Pahae Jae, Purbatua, Pangaribuan, Siborongborong, Pagaran, and Muara.
While Riccecum Fish in Parmonangan sub district, Adian Koting, Pahae Julu,
Pangaribuan, Garoga, Sipahutar, Siborongborong and Pagaran. To support the development of leading commodities in North Tapanuli Regency, a variety of strategic planning is done, among others, Dividing the region into a number of North Tapanuli based on commodity production centers that are tailored to local potential and the region corresponding to the commodity. Increased productivity, Improved quality, Development of marketing of agricultural products, Agropolitan Program collaborated with the agricultural sector empowerment programs such as Program OVOP (One Village One Product) and Corporate Farming Program (CF)
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan tesis dengan judul:
Perencanaan Sektor Pertanian dalam Rangka Pengembangan Wilayah di
Kabupaten Tapanuli Utara.
Tesis ini dapat diwujudkan atas bantuan berbagai pihak, untuk itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang setulusnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana USU Medan.
2. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg.Sirojuzilam, SE, selaku Ketua Program Studi PWD
Sekolah Pascasarjana USU Medan yang juga sebagai Ketua Pembimbing yang
telah banyak meluangkan waktu dan tenaga memberi bimbingan dan pengarahan
dalam penyelesaian tesis ini.
3. Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA, selaku Anggota Pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktu dan tenaga memberi bimbingan dan pengarahan dalam
penyelesaian tesis ini.
4. Dr. Ir. Rahmanta, M.Si, selaku Anggota Pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu dan tenaga memberi bimbingan dan pengarahan dalam
penyelesaian tesis ini.
5. Para Bapak Dosen Penguji yang telah banyak memberikan masukan yang
berharga dalam penyelesaian tesis ini.
6. Ayahanda Alm. H. Lumbantobing dan Ibunda N. br Napitupulu yang telah
membesarkan,mendidik serta membimbing penulis hingga dewasa.
7. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada isteri tercinta Paulina
kesabaran dan ketabahan selama ini dalam mendampingi penulis serta atas
dorongan dan dukungan, sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
8. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam hal ini Bappeda Provinsi Sumatera
Utara, yang telah memberi bantuan beasiswa bagi terlaksananya pendidikan pada
Sekolah Pascasarjana USU Medan.
9. Saudara-saudaraku serta teman-teman PWD Angkatan 2009, yang telah menjadi
sahabat serta banyak memberikan perhatian selama masa perkuliahan.
Dengan rasa hormat penulis mengharapkan masukan dan koreksi dari berbagai
pihak, agar penulis dapat memberikan hasil yang bermanfaat bagi Pemerintah
Kabupaten Tapanuli Utara dan juga kita semua.
Medan, Juli 2011 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Ferry Hanafyah L. Tobing merupakan anak ke-8 (delapan) dari 8 (delapan)
bersaudara dari pasangan Alm. H. Lumbantobing dan N. br Napitupulu, dilahirkan di
Medan pada tanggal 22 Juni 1973.
Jenjang Pendidikan dasar dan menengah yang dilalui adalah Sekolah Dasar
SD. ST. Antonius V/VI Medan lulus tahun 1985, SMP Tri Sakti Medan lulus tahun
1988 dan SMA Kristen Immanuel Medan lulus tahun 1991, jenjang perguruan tinggi
pada Universitas HKBP Nommensen Medan Fakultas Pertanian Jurusan Budidaya
Pertanian lulus tahun 1998.
Pengalaman bekerja pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda) Kabupaten Tapanuli Utara mulai tahun 2005 sampai dengan sekarang dan
melanjutkan pendidikan S2 (Pascasarjana) Program Studi Perencanaan Pembangunan
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN ………... xiii
BAB I . PENDAHULUAN ... 1
2.1. Teori Pengembangan Wilayah ... 11
2.2. Perencanaan Wilayah ... 16
2.3. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah ... 19
2.3.1. Teori Sektor ………... 20
2.3.2. Teori Basis Ekpor ... 21
2.3.3. Teori Pusat Pertumbuhan ... 21
2.4. Konsep Pertanian ... 25
2.5. Konsep Pengembangan Agropolitan ... 28
2.6. Penelitian Sebelumnya ... 29
2.7. Kerangka Pemikiran ... 31
BAB III. METODE PENELITIAN ... 33
3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 33
3.2. Sumber dan Pengumpulan Data ... 33
3.3. Analisis Data ... 33
3.4. Definisi Operasional ... 35
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37
4.1. Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian ………... 37
4.2. Pengembangan Komoditi Unggulan Sektor Pertanian Kabupaten Tapanuli Utara ………... 43
4.2.1. Komoditi Tanaman Pangan ………... 44
4.2.2. Komoditi Perkebunan ………... 47
4.2.3. Komoditi Peternakan ……….………... 48
4.3. Komoditi Unggulan ……….………... 49
4.3.1. Tanaman Bahan Pangan ………... 50
4.3.2. Tanaman Sayur-sayuran ……….. 52
4.3.3. Tanaman Buah-buahan ...………... 54
4.3.4. Tanaman Perkebunan.………... 56
4.3.5. Peternakan ………...……... 58
4.3.6. Perikanan ………... 60
4.4. Sentra Produksi Komoditi Unggulan... 62
4.4.1. Tanaman Bahan Pangan ………... 62
4.4.2. Tanaman Sayuran ………... 63
4.4.3. Tanaman Buah-buahan …..………... 64
4.4.4. Perkebunan ………... 65
4.4.5. Peternakan ……….………... 68
4.4.6. Perikanan ………..………... 70
4.5. Perencanaan Startegi Sektor Pertanian di Kabupaten Tapanuli Utara …... 71
4.5.2. Perencanaan Startegi Sektor Pertanian... 74
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 90
5.1. Kesimpulan ... 90
5.2. Saran ... 92
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1. Perkembangan Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kabupaten
Tapanuli Utara Tahun 2008 – 2009 ………... 4
1.2. Perkembangan Perkebunan di Kabupaten Kabupaten Tapanuli
Utara Tahun 2008 - 2009 ... 5
1.3. Perkembangan Peternakan di Kabupaten Kabupaten
Tapanuli Utara Tahun 2008 - 2009 ... 6
1.4. Perkembangan Perikanan di Kabupaten Kabupaten Tapanuli
Tapanuli Utara Tahun 2008 - 2009 ... 6
4.1. Luas Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Berdasarkan Ketinggian
di Atas Permukaan Laut ... 38
4.2. Luas Wilayah Kabupaten Tapanuli Utara Berdasarkan Tingkat
Kemiringan/Lereng Tanah ... 39
4.3. Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga di Kabupaten Tapanuli Utara .... 40
4.4. Banyaknya Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan
Kepadatan Penduduk di Kabupaten Tapanuli Utara ... 42
4.5. Status dan Kondisi Jalan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2009... 43
4.6. Perkembangan Produksi Tanaman Padi dan Palawija di Kabupaten
Tapanuli Utara Tahun 2005 – 2009 ... 45
4.7. Perkembangan Produksi Tanaman Sayur – sayuran di Kabupaten
Tapanuli Utara Tahun 2005 – 2009 ... 45
4.8. Perkembangan Produksi Tanaman Buah – buhan di Kabupaten
Tapanuli Utara Tahun 2005 – 2009 ... 46
4.9. Perkembangan Produksi Tanaman Perkebunan di Kabupaten
4.10. Perkembangan Produksi Peternakan di Kabupaten
Tapanuli Utara Tahun 2005 – 2009 ... 48
4.11. Produksi Tanaman Bahan Pangan di Kabupaten Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005 – 2009 (Ton)... 51
4.12. Hasil Analisa LQ Produksi Tanaman Pangan Tahun 2005 – 2009 ... 51
4.13. Produksi Tanaman Sayur-sayuran di Kabupaten Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005 – 2009 (Ton) ... 53
4.14. Hasil Analisa LQ Produksi Tanaman Sayur-sayuran Tahun 2005–2009 53 4.15. Produksi Tanaman Buah-buahan di Kabupaten Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005–2009 (Ton) ... 55
4.16. Hasil Analisa LQ Produksi Tanaman Buah-buahan Tahun 2005–2009 .. 55
4.17. Produksi Tanaman Perkebunan Pangan di Kabupaten Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005 – 2009 (Ton) ... 57
4.18. Hasil Analisa LQ Produksi Tanaman Perkebunan Tahun 2005 – 2009 .. 57
4.19. Produksi Peternakan di Kabupaten Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005 – 2009 (Ton) ... 59
4.20. Hasil Analisa LQ Produksi Tanaman Pangan Tahun 2005 - 2009... 59
4.21. Jumlah Rumah Tangga Perikanan di Kabupaten Tapanuli Utara dan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2005 – 2009 ... 61
4.22. Hasil Analisa LQ Rumah Tangga Perikanan Tahun 2005 – 2009 ... 61
4.23 Rata-rata Hasil Nilai LQ Tanaman Bahan Pangan ... 62
4.24 Rata-rata Hasil Nilai LQ Tanaman Sayur – sayuran ... 63
4.25 Rata-rata Hasil Nilai LQ Tanaman Buah – buahan ... 65
4.26 Rata-rata Hasil Nilai LQ Tanaman Perkebunan ... 67
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Tabel Produksi Tanaman Bahan Pamgan Per Kecamatan
di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2005 ... 96
2. Tabel Produksi Tanaman Sayur–sayuran Per Kecamatan
di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2005... 97
3. Tabel Produksi Tanaman Buah - buahan Per Kecamatan
di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2005... 98
4. Tabel Produksi Tanaman Perkebunan Per Kecamatan
di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2005... 99
5. Tabel Produksi Peternakan Per Kecamatan
di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2005... 100
6. Tabel Produksi Perikanan Per Kecamatan
di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2005... 101
7. Tabel Produksi Tanaman Bahan Makanan Per Kecamatan
di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2006... 102
8. Tabel Produksi Tanaman Sayur–sayuran Per Kecamatan
di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2006... 103
9. Tabel Produksi Tanaman Buah - buahan Per Kecamatan
di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2006... 104
10. Tabel Produksi Tanaman Perkebunan Per Kecamatan
di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2006... 105
11. Tabel Produksi Peternakan Per Kecamatan
di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2006... 106
12. Tabel Produksi Perikanan Per Kecamatan
13. Tabel Produksi Tanaman Bahan Makanan Per Kecamatan
di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2007... 108
14. Tabel Produksi Tanaman Sayur–sayuran Per Kecamatan
di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2007... 109
15. Tabel Produksi Tanaman Buah - buahan Per Kecamatan
di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2007... 110
16. Tabel Produksi Tanaman Perkebunan Per Kecamatan
di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2007... 111
17. Tabel Produksi Peternakan Per Kecamatan
di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2007... 112
18. Tabel Produksi Perikanan Per Kecamatan
di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2007... 113
19. Tabel Produksi Tanaman Bahan Makanan Per Kecamatan
di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008... 114
20. Tabel Produksi Tanaman Sayur–sayuran Per Kecamatan
di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008... 115
21. Tabel Produksi Tanaman Buah - buahan Per Kecamatan
di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008... 116
22. Tabel Produksi Tanaman Perkebunan Per Kecamatan
di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008... 117
23. Tabel Produksi Peternakan Per Kecamatan
di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008... 118
24. Tabel Produksi Perikanan Per Kecamatan
di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008... 119
25. Tabel Produksi Tanaman Bahan Makanan Per Kecamatan
di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2009... 120
26. Tabel Produksi Tanaman Sayur–sayuran Per Kecamatan
27. Tabel Produksi Tanaman Buah - buahan Per Kecamatan
di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2009... 122
28. Tabel Produksi Tanaman Perkebunan Per Kecamatan
di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2009... 123
29. Tabel Produksi Peternakan Per Kecamatan
di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2009... 124
30. Tabel Produksi Perikanan Per Kecamatan
PERENCANAAN SEKTOR PERTANIAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN
TAPANULI UTARA
ABSTRAK
Sektor pertanian dianggap memiliki peranan yang penting dalam penyediaan lapangan kerja, penyediaan pangan, penyumbang devisa negara melalui ekspor dan sebagainya. Sektor pertanian berperan besar bagi sektor industri karena menjadi pemasok bahan baku.
Untuk komoditi yang unggulan sektor pertanian di Kabupaten Tapanuli Utara
dipergunakan analisis location quotient dan untuk menganalisis kontribusi komoditi
unggulan dan sentra produksi dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara menggunakan analisis deskripitif, yaitu dengan melihat kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan Perencanaan Strategis Sektor Pertanian.
yang disesuaikan dengan potensi daerah dan kawasan yang sesuai dengan komoditi unggulan tersebut, Peningkatan produktivitas, Peningkatan mutu, Pengembangan pemasaran hasil-hasil pertanian, Program Agropolitan dikolaborasikan dengan
program pemberdayaan sektor pertanian seperti Program One Village One Product
dan Program Corporate Farming.
THE AGRICULTURAL SECTOR PLANNING IN THE FRAMEWORK REGIONAL DEVELOPMENTNORTH TAPANULI REGENCY
ABSTRACT
The agricultural sector is considered to have an important role in providing employment, food supply, contributor to foreign exchange through exports and so on. The agricultural sector plays a major role for the industrial sector as a supplier of raw materials.
To analysis agliculture sector in North Tapanuli Regency used location quotient and to know the participant of Based on and production centerused description analysis.
Based on the analysis of LQ obtained that the commodity sector of food crops are wet land paddy commodities, dry land paddy and peanut. While the vegetable crops sector commodity are cabbage commodity. Based on the analysis of LQ obtained that the commodity sector of fruit is a avocado, pineapple and durian. While the commodity sector is a commodity crops are incense and coffee. That based on the analysis of LQ that the livestock sector commodity are buffalo and pigs. While the fisheries sector is a Riccecum Fish commodity. Based on average test results of LQ values, wet land paddy commodity production center is sub district Pahae Julu, Pahae Jae, Purbatua, Simangumban, and Muara. Peanut at Parmonangan sub district, Adian Koting, Sipoholon, Tarutung, Siatas Barita, Siborongborong and Pagaran. Chinese Cabbage that became the base area in Parmonangan sub districk, Sipoholon, Pahae Julu, Siborongborong and Pagaran. Durians in Parmonangan sub district, Adian Koting, Tarutung, Pahae Julu, Pahae Jae, Purbatua, Simangumban and Garoga. Pineapple in Pangaribuan sub district, and Sipahutar. Incense in the Parmonangan sub districk , Adian Koting, Tarutung, Pahae Julu, Pangaribuan and Sipahutar. Coffee in Parmonangan sub district, Sipoholon, Tarutung, Siatas Barita, Pangaribuan, Sipahutar, Siborongborong, Pagaran and Muara. Buffaloes which became the base area is the Koting Adian sub district, Sipoholon, Tarutung, Siatas Barita, Pahae Jae, Purbatua, Pangaribuan, Siborongborong, Pagaran, and Muara.
While Riccecum Fish in Parmonangan sub district, Adian Koting, Pahae Julu,
Pangaribuan, Garoga, Sipahutar, Siborongborong and Pagaran. To support the development of leading commodities in North Tapanuli Regency, a variety of strategic planning is done, among others, Dividing the region into a number of North Tapanuli based on commodity production centers that are tailored to local potential and the region corresponding to the commodity. Increased productivity, Improved quality, Development of marketing of agricultural products, Agropolitan Program collaborated with the agricultural sector empowerment programs such as Program OVOP (One Village One Product) and Corporate Farming Program (CF)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara
langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.
Peranan perencanaan regional pada satu pihak adalah suatu perluasan dari
perencanaan lokal, dan pada pihak lain perencanaan regional adalah berkenaan
dengan arus penduduk dan kesempatan kerja inter-regional. Masalah kemerosotan
atau ketertinggalan ekonomi di daerah-daerah tertentu telah menimbulkan cara
pendekatan perencanaan yang lebih bersifat ekonomi yang berkenaan dengan
pengalokasian sumber daya inter-regional, yaitu perencanaan antara daerah-daerah
(Glasson, 1977).
Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, menuntut adanya upaya
peningkatan pembangunan di segala bidang. Bergulirnya otonomi daerah yang diikuti
dengan persaingan global yang semakin ketat, maka eksistensi individu, masyarakat
maupun organisasi akan ditentukan oleh kepemilikan keunggulan daya saing yang
berkelanjutan (sustained competitive advantage). Mengingat masyarakat Indonesia
sebagian besar masih bertumpu pada lapangan kerja sektor pertanian, maka
pembangunan di bidang pertanian tidak dapat dipisahkan dari sistem pembangunan
Sedikitnya terdapat 21 (dua puluh satu) juta rumah tangga Indonesia yang masih
menggantungkan kehidupannya pada usaha tani (Sumodiningrat, 2000). Sektor
pertanian Indonesia pada saat ini menurut Soekartawi (1996), masih memiliki
karakteristik berikut:
a. Pertanian tropis dimana sepanjang tahun tanaman pertanian mendapatkan sinar
matahari menentukan tipe tanaman yang khas untuk daerah tropis;
b. Pertanian yang hanya mengenal dua musim, yaitu musim hujan dan kemarau;
c. Pengusahaannya dalam luas yang relatif sempit (kurang dari 1 hektar);
d. Luas lahan kering lebih besar daripada luas lahan sawah;
e. Banyaknya tenaga kerja manusia dibandingkan mesin;
f. Kontribusi terhadap ekonomi negara cukup besar.
Sektor pertanian dianggap memiliki peranan yang penting dalam penyediaan
lapangan kerja, penyediaan pangan, penyumbang devisa negara melalui ekspor dan
sebagainya. Sektor pertanian berperan besar bagi sektor industri karena menjadi
pemasok bahan baku. Untuk mendukung peranan sektor pertanian dalam
pembangunan dan pengembangan wilayah dituntut pemberdayaan sumberdaya
pertanian. Sumberdaya pertanian terdiri dari empat pilar, yaitu: petani,
petugas/pejabat struktural, pejabat fungsional dan stakeholders (Munandar, 2001).
Di Kabupaten Tapanuli Utara, sektor pertanian pada tahun 2009 menyumbang
54,74 persen dalam pembentukan Product Domestic Regional Bruto (PDRB). Sektor
pertanian dikelompokkan menjadi beberapa sub sektor, yakni sub sektor tanaman
sektor tanaman pangan ini meliputi padi/palawija dan hortikultura. Secara
keseluruhan dari 272.587 jiwa penduduk atau 61.256 KK di Kabupaten Tapanuli
Utara terdapat 54.316 KK atau 88,67 persen yang bekerja di sektor pertanian.
Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kabupaten Tapanuli Utara
dimasa mendatang cukup menjanjikan dengan potensi lahan kering yang dapat
dimanfaatkan untuk pengembangannya seluas 50.582 Ha, dimana terdapat
15.290,01 Ha lahan kering yang mempunyai kemiringan lereng 0 – 15 % yang cukup
potensial untuk pengembangan pertanian tanaman pangan dan hortikultura.
Perkembangan pertanian tanaman pangan dan hortikultura di daerah ini digambarkan
Tabel 1.1. Perkembangan Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 – 2009
No Jenis Komoditi
2008 2009
II. Tanaman Hortikultura Sayuran
1. Cabe 878 4.263,40 48,56 880 4.270,45 48,53
Sumber: Dinas Pertanian dan Perkebunan Kab. Tapanuli Utara
Ditinjau dari faktor iklim serta luas lahan yang tersedia pengembangan Usaha
Perkebunan di Kabupaten Tapanuli Utara mempunyai potensi yang cukup baik.
Usaha Perkebunan di daerah ini pada umumnya adalah usaha perkebunan rakyat,
belum terdapat usaha perkebunan yang diusahakan oleh perusahaan. Namun dimasa
mendatang diharapkan usaha perkebunan rakyat semakin berkembang.
Perkembangan perkebunan di Kabupaten Tapanuli Utara dapat digambarkan sebagai
Tabel 1.2. Perkembangan Perkebunan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 - 2009
No. Jenis komoditi
Tahun 2008 Tahun 2009
Luas Areal
Sumber: Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Tapanuli Utara
Dalam mendukung pengembangan usaha peternakan di daerah ini terdapat
potensi lahan padang penggembalaan yang tersebar di seluruh kecamatan dengan luas
10.290 Ha. Dari luas tersebut, kecamatan yang mempunyai luas dominan adalah
Kecamatan Sipahutar, Siborongborong, dan Garoga. Jenis ternak yang dikembangkan
di Tapanuli Utara adalah kerbau, babi, ayam buras, dan itik. Perkembangan
Tabel 1.3. Perkembangan Peternakan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 – 2009
No. Jenis Ternak Jumlah (ekor)
2008 2009
1. Sapi Potong 2.193 2.150
2. Kerbau 16.168 16.304
Sumber: Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Tapanuli Utara
Sesuai kondisi alamnya, wilayah Kabupaten Tapanuli Utara merupakan
wilayah yang kaya sumber daya air, akan tetapi pada saat ini pemanfaatannya untuk
kegiatan usaha perikanan belum optimal karena selain terbatasnya keahlian petani
ikan juga disebabkan keterbatasan modal usaha yang dimiliki petani maupun
pemerintah. Potensi perikanan di daerah ini adalah potensi perikanan air tawar
meliputi: kolam, perairan umum dan perikanan di Danau Toba. Perkembangan
potensi perikanan di Kabupaten Tapanuli Utara dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 1.4. Perkembangan Perikanan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2008 - 2009
No. Uraian
Tahun 2008 Tahun 2009
Luas
Besarnya sumbangan sektor pertanian ini seyogayanya berdampak positif
terhadap peningkatan kesejahteraan petani di Kabupaten Tapanuli Utara. Selain itu
sektor pertanian menjadi pendorong bagi pengembangan sektor-sektor ekonomi
lainnya. Untuk melihat komoditi apa saja yang menjadi andalan sektor pertanian serta
dimana saja sentra-sentra produksi komoditi unggulan tersebut di Kabupaten
Tapanuli Utara, maka penelitian ini perlu dilakukan.
Hambatan pada sektor pertanian yang sering terjadi di Kabupaten Tapanuli
Utara antara lain bahwa pertanian dilakukan hanya secara tradisional, secara partial
dan tidak terintegrasi dengan sektor-sektor lainnya. Disamping itu permasalahan
lainnya dalam pengembangan pertanian masih dilakukan secara umum di semua
wilayah dan belum adanya spesifikasi komoditas berdasarkan potensi yang dimiliki
oleh masing-masing wilayah, belum memikirkan sistem koleksi distribusi yang
memudahkan kelancaran pemasaran dan fasilitas sarana produksi, konversi lahan
yang tidak terbendung, status tanah/lahan merupakan tanah adat/ulayat dan tanah
milik yang mengakibatkan banyaknya lahan kosong di setiap kecamatan dan yang
paling penting adalah pengembangan pertanian selama ini belum mempertimbangkan
kompetisi antar wilayah yang menghasilkan komoditas yang sama sehingga petani
merupakan pihak yang dirugikan terutama disaat panen.
Pengembangan pertanian dengan pewilayahan komoditas unggulan yang
dilakukan saat ini diharapkan akan tercipta suatu keseimbangan dan keserasian
lingkungan dan dapat mengatur pola penggunaan lahan sesuai dengan komoditas
secara baik khususnya komoditas unggulan daerah Kabupaten Tapanuli Utara baik
lingkup tanaman pangan, hortikultura, buah-buahan, perkebunan, perikanan dan
peternakan maupun kehutanan.
Sektor unggulan akan dapat menarik perkembangan sektor lainnya. Apabila
perkembangan antara sektor unggulan dan non unggulan terjadi secara bersama-sama,
maka akan terjadi intensitas kegiatan ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan
daerah Kabupaten Tapanuli Utara. Seiring dengan peningkatan pendapatan daerah ini
pada akhirnya dapat mendorong terjadinya pengembangan wilayah. Sehingga
diharapkan pengembangan sektor pertanian di Kabupaten Tapanuli Utara dapat
menjadi blue print bagi perencanaan pengembangan sektor pertanian bagi
daerah-daerah lain.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka diperlukan kajian lebih lanjut
dengan melakukan penelitian perencanaan sektor pertanian dalam rangka
pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan diteliti:
1. Komoditi apa yang menjadi komoditi unggulan sektor pertanian di Kabupaten
Tapanuli Utara ?
2. Dimanakah sentra-sentra produksi untuk masing-masing komoditi-komoditi
3. Bagaimana perencanaan strategis sektor pertanian berdasarkan komoditi
unggulan dan sentra produksi dalam pengembangan wilayah di Kabupaten
Tapanuli Utara?
1.3. Tujuan penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini dapat ditetapkan
sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis komoditi-komoditi unggulan apa saja yang menjadi
prioritas utama pengembangan sektor pertanian di Kabupaten Tapanuli Utara
2. Untuk menganalisis sentra-sentra produksi untuk masing-masing
komoditi-komoditi unggulan di Kabupaten Tapanuli Utara.
3. Untuk menganalisis perencanaan strategis sektor pertanian berdasarkan
komoditi unggulan dan sentra produksi dalam pengembangan wilayah di
Kabupaten Tapanuli Utara.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat dan berguna sebagai berikut:
1. Menjadi sumbangan pemikiran bagi pembangunan sektor pertanian dan
kontribusi terhadap ilmu perencanaan dan pengembangan wilayah.
2. Memberikan alternatif strategi sektor pertanian sebagai sektor basis di daerah
Kabupaten Tapanuli Utara sehingga dapat menjadi acuan dalam strategi
pembangunan dan pengembangan wilayah di Kabupaten Tapanuli Utara secara
3. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat, pihak swasta dan pemerintah yang
terlibat dalam pengelolaan pertanian untuk dapat lebih meningkat semakin maju
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Pengembangan Wilayah
Dalam banyak kepustakaan tentang pembangunan, terdapat beberapa
pendekatan dan teori. Menyebut beberapa diantaranya adalah growth theory, rural
development theory, agro first theory, basic needs theory, dan lain sebagainya.
Teori-teori pembangunan itu memuat berbagai pendekatan ilmu sosial yang berusaha
menangani masalah keterbelakangan. Teori pembangunan benar-benar lepasa landas
hanya setelah diketahui bahwa persoalan pembangunan di Dunia Ketiga bersifat
khusus dan secara kualitatif berbeda dari “transisi orisinil”. Sepanjang evolusinya,
teori pembangunan menjadi semakin kompleks dan nondisipliner. Dengan demikian,
tidak akan ada definisi baku dan final mengenai pembangunan, yang ada hanyalah
usulan mengenai apa yang seharusnya diimplikasikan oleh pembangunan dalam
konteks tertentu (Hettne, 2001).
Salah satu teori pembangunan wilayah adalah pertumbuhan tak berimbang
(unbalanced growth) yang dikembangkan oleh Hirscham dan Myrdal. Pengembangan
wilayah merupakan proses perumusan dan pengimplementasian tujuan-tujuan
pembangunan dalam skala supra urban. Pembangunan wilayah pada dasarnya
dilakukan dengan menggunakan sumber daya alam secara optimal melalui
pengembangan ekonomi lokal, yaitu berdasarkan kepada kegiatan ekonomi dasar
Teori pertumbuhan tak berimbang memandang bahwa suatu wilayah tidak
dapat berkembang bila ada keseimbangan, sehingga harus terjadi ketidakseimbangan.
Penanaman investasi tidak mungkin dilakukan pada setiap sektor di suatu wilayah
secara merata, tetapi harus dilakukan pada sektor-sektor unggulan yang diharapkan
dapat menarik kemajuan sektor lainnya. Sektor yang diunggulkan tersebut dinamakan
sebagai leading sektor.
Sesungguhnya teori pembangunan terkait erat dengan strategi pembangunan,
yakni perubahan struktur ekonomi dan pranata sosial yang diupayakan untuk
menemukan solusi yang konsisten dan langgeng bagi persoalan yang dihadapi para
Pxsa uncul berbagai pendekatan menyangkut tema-tema kajian tentang
pembangunan. Satu diantaranya adalah mengenai isu pembangunan wilayah. Secara
luas, pembangunan wilayah diartikan sebagai suatu upaya merumuskan dan
mengaplikasikan kerangka teori ke dalam kebijakan ekonomi dan program
pembangunan yang di dalamnya mempertimbangkan aspek wilayah dengan
mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan menuju tercapainya kesejahteraan
yang optimal dan berkelanjutan (Nugroho dan Dahuri, 2004).
Perencanaan pembangunan wilayah semakin relevan dalam
mengimplementasikan kebijakan ekonomi dalam aspek kewilayahan. Hoover dan
Giarratani (dalam Nugroho dan Dahuri, 2004), menyimpulkan tiga pilar penting
1. Keunggulan komparatif (imperfect mobility of factor). Pilar ini berhubungan
dengan keadaan dtemukannya sumber-sumber daya tertentu yang secara fisik
relatif sulit atau memiliki hambatan untuk digerakkan antar wilayah. Hal ini
disebabkan adanya faktor-faktor lokal (bersifat khas atau endemik, misalnya
iklim dan budaya) yang mengikat mekanisme produksi sumber daya tersebut
sehingga wilayah memiliki komparatif. Sejauh ini karakteristik tersebut
senantiasa berhubungan dengan produksi komoditas dari sumber daya alam,
antara lain pertanian, perikanan, pertambangan, kehutanan, dan kelompok usaha
sektor primer lainnya.
2. Aglomerasi (imperfect divisibility). Pilar aglomerasi merupakan fenomena
eksternal yang berpengaruh terhadap pelaku ekonomi berupa meningkatnya
keuntungan ekonomi secara spasial. Hal ini terjadi karena berkurangnya
biaya-biaya produksi akibat penurunan jarak dalam pengangkutan bahan baku dan
distribusi produk.
3. Biaya transpor (imperfect mobility of good and service). Pilar ini adalah yang
paling kasat mata mempengaruhi aktivitas perekonomian. Implikasinya adalah
biaya yang terkait dengan jarak dan lokasi tidak dapat lagi diabaikan dalam
proses produksi dan pembangunan wilayah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan wilayah
antara lain dipengaruhi oleh aspek-aspek keputusan lokasional, terbentuknya sistem
perkotaan, dan mekanisme aglomerasi. Istilah pertumbuhan wilayah dan
perkembangan wilayah merupakan suatu proses kontiniu hasil dari berbagai
pengambilan keputusan di dalam ataupun yang mempengaruhi suatu wilayah.
Perkembangan wilayah senantiasa disertai oleh adanya perubahan struktural.
Wilayah tumbuh dan berkembang dapat didekati melalui teori sektor (sektor theory)
dan teori tahapan perkembangan (development stages theory). Teori sektor diadopsi
dari Fisher dan Clark yang mengemukakan bahwa berkembangnya wilayah, atau
perekonomian nasional, dihubungan dengan transformasi struktur ekonomi dalam tiga
sektor utama, yakni sektor primer (pertanian, kehutanan dan perikanan), serta sektor
tertier (perdagangan, transportasi, keuangan dan jasa). Perkembangan ini ditandai
oleh penggunaan sumber daya dan manfaatnya, yang menurun di sektor primer,
meningkat di sektor tertier, dan meningkat hingga pada suatu tingkat tertentu di
sektor sekunder.
Sedangkan teori tahapan perkembangan dikemukakan oleh para pakar seperti
Rostow, Fisher, Hoover, Thompson dan lain-lain. Teori ini dianggap lebih
mengadopsi unsur spasial dan sekaligus menjembatani kelemahanan teori sektor.
Pertumbuhan dan perkembangan wilayah dapat digambarkan melalui lima tahapan.
1. Wilayah dicirikan oleh adanya industri yang dominan. Pertumbuhan wilayah
sangat bergantung pada produk yang dihasilkan oleh industri tersebut, antara
lain minyak, hasil perkebunan dan pertanian, dan produk-produk primer
lainnya. Industri demikian dimiliki oleh banyak negara dalam awal
2. Tahapan ekspor kompleks. Tahapan ini menggambarkan bahwa wilayah telah
mampu mengekpsor selain komoditas dominan juga komoditas kaitannya.
Misalnya, komoditas dominan yang diekspor sebelumnya adalah minyak bumi
mentah, maka dalam tahapan kedua wilayah juga mengekspor industri (metode)
teknologi penambangan (kaitan ke belakang) dan produk-produk turunan dari
minyak bumi (kaitan ke depan) misalnya premium, solar dan bahan baku
plastik.
3. Tahapan kematangan ekonomi. Tahapan ketiga ini menunjukkan bahwa
aktivitas ekonomi wilayah telah terdiversifikasi dengan munculnya industri
substitusi impor, yakni industri yang memproduksi barang dan jasa yang
sebelumnya harus diimpor dari luar wilayah. Tahapan ketiga ini juga
memberikan tanda kemandirian wilayah dibandingkan wilayah lainnya.
4. Tahapan pembentukan metropolis (regional metropolis). Tahapan ini
memperlihatkan bahwa wilayah telah menjadi pusat kegiatan ekonomi untuk
mempengaruhi dan melayani kebutuhan barang dan jasa wilayah pinggiran.
Dalam tahapan ini pengertian wilayah fungsional dapat diartikan bahwa
aktivitas ekonomi wilayah lokal berfungsi sebagai pengikat dan pengendali
kota-kota lain. Selain itu, volume aktivitas ekonomi ekspor sangat besar yang
diiringi dengan kenaikan impor yang sangat signifikan.
5. Tahapan kemajuan teknis dan profesional (technical professional virtuosity).
Tahapan ini memperlihatkan bahwa wilayah telah memberikan peran yang
produk dan proses-proses produksi yang relatif canggih, baru, efisien dan
terspesialisasi. Aktivitas ekonomi telah mengandalkan inovasi, modifikasi, dan
imitasi yang mengarah kepada pemenuhan kepuasan individual dibanding
kepentingan masyarakat. Sistem ekonomi wilayah menjadi kompleks (economic
reciproating system), mengaitkan satu aktivitas dengan aktivitas ekonomi
lainnya (Nugroho dan Dahuri, 2004).
Dalam kerangka pengembangan wilayah, perlu dibatasi pengertian “wilayah”
yakni ruang permukaan bumi dimana manusia dan makhluk lainnya dapat hidup dan
beraktivitas. Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan
Ruang, wilayah diartikan sebagai kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait
yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek
fungsional. Dalam kerangka pembangunan nasional, perencanaan pengembangan
wilayah dimaksudkan untuk memperkecil perbedaan pertumbuhan kemakmuran antar
wilayah atau antar daerah. Di samping itu, diusahakan untuk memperkecil perbedaan
kemakmuran antara perkotaan dan pedesaan (Jayadinata, 1999).
2.2. Perencanaan Wilayah
Dalam teori perencanaan terdapat beberapa tipologi, antara lain rational
planning model; incremental planning model; dan strategic planning model (Etzioni,
1. Pendekatan komprehensif (rational planning model) merupakan suatu kerangka
pendekatan logis dan teratur, mulai dari diagnotis sampai kepada tindakan
berdasarkan kepada analisis fakta yang relevan, diagnosis masalah yang dikaji
melalui kerangka teori dan nilai-nilai, perumusan tujuan dan sasaran untuk
memecahkan masalah, merancang alternatif cara-cara untuk mencapai tujuan,
dan pengkajian efektivitas cara-cara tersebut. Pendekatan ini memerlukan
survey yang komprehensif pada semua alternatif yang ada untuk mendapatkan
informasi yang lengkap dalam pengambilan keputusan yang rasional.
2. Pendekatan inkremental (incremental planning model). Memilih diantara
rentang alternatif yang terbatas yang berbeda sedikit dari kebijaksanaan yang
ada. Pengambilan keputusan dalam pendekatan ini dibatasi pada kapasitas yang
dimiliki oleh pengambil keputusan serta mengurangi lingkup dan biaya dalam
pengumpulan informasi. Pengambil keputusan hanya berfokus terhadap
kebijaksanaan yang memiliki perbedaan yang inkremental dari kebijaksanaan
yang telah ada.
3. Pendekatan mixed-scanning (strategic planning model). Kombinasi dari elemen
rasionalistik yang menekankan pada tugas analitik penelitian dan pengumpulan
data dengan elemen inkremental yang menitikberatkan pada tugas interaksional
untuk mencapai konsensus.
Proses yang tercakup dalam mixed scanning ini adalah strength, weakness,
opportunity dan threat (SWOT) analisis yang hasilnya adalah berupa strategic
prioritas atau utama dan yang tidak. Kemajuan yang diharapkan dalam proses ini
adalah terjadinya efek bergulir (snowballing) dari komponen yang diprioritaskan
tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam proyek akhir ini adalah pendekatan
perencanaan mixed scanning dengan melakukan analisis SWOT di sektor pertanian
sebagai komponen strategis yang diharapkan dapat menimbulkan efek bergulir.
Perencanaan wilayah di berbagai negara tidak sama, tergantung kepada
kehidupan ekonomi dan masalah yang dihadapi. Secara historis setidaknya terdapat
tiga pendekatan perencanaan wilayah (Jayadinata, 1999), yaitu:
1. Perencanaan wilayah yang memusatkan perhatiannya kepada masalah kota yang
bersifat sosial. Pelaksanaannya meliputi perbaikan bagian kota yang keadaan
yang telah rusak dan tidak memenuhi standar, pemugaran kota, pembuatan kota
satelit untuk membantu meringankan kota industri yang terlalu padat
penduduknya. Titik berat perencanaan wilayah semacam ini ditujukan pada kota
yang besar dan wilayah sekelilingnya (hinterland) yang dapat menunjang kota
dalam perencanaan kota dan wilayah.
2. Perencanaan wilayah yang memusatkan perhatiannya kepada wilayah yang
penduduknya banyak menganggur dan dalam keadaan stagnasi industri (wilayah
khusus). Dalam wilayah seperti ini, pemerintah perlu mengatur intensif
pembiayaan, pengaturan rangsangan untuk prasarana industri, pengaturan
konsesi pajak dan sebagainya, sehingga industri tertentu dapat berlokasi di
3. Perencanaan wilayah yang memperhatikan wilayah pedesaan, dengan
pengembangan tanah bagi sektor pertanian dan rekreasi (perencanaan pedesaan
dan wilayah). Hal ini dilakukan untuk memperkecil perbedaan kemakmuran
antara pedesaan dan perkotaan.
Untuk meratakan pembangunan, harus digunakan pendekatan perwilayahan
atau regionalisasi, yaitu pembagian wilayah nasional dalam satuan wilayah geografi,
sehingga setiap bagian mempunyai sifat tertentu yang khas (dapat juga menurut
satuan daerah tata praja atau daerah administrasi). Di samping itu, diperlukan
desentralisasi yaitu kebijaksanaan yang diputuskan oleh pemerintah regional dan
lokal. Dalam desentralisasi itu harus terdapat koordinasi yang baik.
2.3. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah
Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan pembangunan
ekonomi daerah secara komprehensif. Namun demikian, ada beberapa teori yang
secara parsial dapat membantu bagaimana memahami arti penting pembangunan
ekonomi daerah. Pada hakikatnya, inti dari teori-teori tersebut berkisar pada dua hal,
yaitu pembahasan yang berkisar tentang metode dalam menganalisis perekonomian
suatu daerah dan teori-teori yang membahas tentang faktor-faktor yang menentukan
pertumbuhan ekonomi suatu daerah tertentu (Arsyad, 1999).
Pengembangan metode untuk menganalisis suatu perekonomian suatu daerah
penting sekali kegunaanya sebagai sarana mengumpulkan data tentang perekonomian
analisis ini kemudian dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan
tindakan-tindakan apa yang harus diambil guna mempercepat laju pertumbuhan yang ada.
Akan tetapi di pihak lain harus diakui, menganalisis perekonomian suatu daerah
sangat sulit (Arsyad, 1999). Beberapa faktor yang sering menjadi penghambat dalam
melakukan analisis perekonomian diantaranya:
a. Data tentang daerah sangat terbatas terutama kalau daerah dibedakan berdasarkan
pengertian daerah nodal (berdasarkan fungsinya).
b. Data yang dibutuhkan umumnya tidak sesuai dengan data yang dibutuhkan untuk
analisis daerah, karena data yang terkumpul biasanya ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan analisis perekonomian secara nasional.
c. Data tentang perekonomian daerah sangat sukar dikumpulkan sebab
perekonomian daerah lebih terbuka jika dibandingkan dengan perekonomian
nasional. Hal tersebut menyebabkan data tentang aliran-aliran yang masuk dan
keluar dari suatu daerah sukar diperoleh.
d. Bagi negara sedang berkembang, disamping kekurangan data sebagai kenyataan
yang umum, data yang terbatas itu pun banyak yang kurang akurat dan terkadang
relatif sulit dipercaya, sehingga menimbulkan kesulitan untuk melakukan analisis
yang memadai tentang keadaan perekonomian yang sebenarnya di suatu daerah.
Adapun beberapa teori dalam pembangunan daerah yang berhubungan dengan
2.3.1. Teori Sektor
Teori ini berkaitan erat dengan perubahan relatif pentingnya sektor-sektor
ekonomi di mana laju perubahannya dijadikan indikator kemajuan ekonomi suatu
wilayah. Adapun dasar bagi terjadinya perubahan, dapat dilihat pada sisi permintaan
dan penawaran. Pada sisi permintaan, elastisitas pendapatan dan permintaan bagi
barang dan jasa yang ditawarkan oleh industri dan aktivitas jasa adalah lebih tinggi
daripada bagi proyek pertanian, sehingga adanya peningkatan pendapatan akan
diikuti oleh pengalihan relative sumber-sumber dari sektor-sektor pertanian ke sektor
industri dan jasa. Pada sisi penawaran, pengalihan tenaga kerja dan modal terjadi
akibat adanya perbedaan tingkat pertumbuhan produktivitas dalam sektor-sektor
ekonomi tersebut.
Jadi teori sektor menekankan pada adanya perubahan internal daripada adanya
hubungan atau perubahan eksternal seperti teori basis ekspor. Namun sebagai suatu
teori yang menjelaskan pertumbuhan, ia tidak memadai oleh karena tidak
menawarkan pemahaman tentang penyebab dari pertambahan itu.
2.3.2. Teori Basis Ekspor
Teori basis ekonomi adalah salah satu teori atau pendekatan yang bertujuan
untuk menjelaskan perkembangan dan pertumbuhan wilayah. Teori basis ekspor
merupakan bentuk model pendapatan wilayah yang paling sederhana. Pentingnya
teori ini terletak pada kenyataan bahwa ia memberikan kerangka teoritik bagi banyak
studi multiplier (pengganda) wilayah secara empiris. Asumsi pokok dari teori ini
komponen pengeluaran lainnya dianggap sebagai fungsi dari pendapatan (Sirojuzilam
dan Mahalli, 2010)
Teori basis ekspor murni dikembangkan pertama kali oleh Tiebout. Teori ini
membagi kegiatan produksi/jenis pekerjaan yang terdapat di dalam satu wilayah atas
sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat
exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah dan
sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan
kegiatan non basis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah
itu sendiri. Oleh karena itu, pertumbuhannya tergantung kepada kondisi umum
perekonomian wilayah tersebut. Artinya, sektor ini bersifat endogenous (tidak bebas
tumbuh). Pertumbuhannya tergantung kepada kondisi perekonomian wilayah secara
keseluruhan (Tarigan, 2006).
Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer mover)
dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah
lain akan semakin maju pertumbuhanan wilayah tersebut, dan demikian sebaliknya.
Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda
(multiplier effect) dalam perekonomian regional (Adisasmita, 2005).
Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian
daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif (competitive advantage) yang
cukup tinggi. Sedangkan sektor non basis adalah sektor-sektor lainnya yang kurang
potensial tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis atau service industries
Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah
tersebut. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal,
termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan
daerah dan penciptaan peluang kerja (Arsyad, 1999). Asumsi ini memberikan
pengertian bahwa suatu daerah akan mempunyai sektor unggulan apabila daerah
tersebut dapat memenangkan persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain
sehingga dapat menghasilkan ekspor. Untuk menganalisis basis ekonomi suatu
wilayah, salah satu teknik yang lazim digunakan adalah kuosien lokasi (Location
Quotient, LQ). Location Quotient digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat
spesialisasi sektor-sektor basis atau unggulan (leading sektors). Dalam teknik LQ
berbagai peubah (faktor) dapat digunakan sebagai indikator pertumbuhan wilayah,
misalnya kesempatan kerja (tenaga kerja) dan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) suatu wilayah.
2.3.3. Teori Pusat Pertumbuhan
Theory growth poles adalah salah satu teori yang dapat menggabungkan
antara prinsip-prinsip konsentrasi dengan desentralisasi secara sekaligus (Alonso
dalam Sirojuzilam dan Mahalli, 2010). Dengan demikian teori pusat pengembangan
merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pembangunan regional yang saling
pelosok daerah. Selain itu teori ini juga dapat menggabungkan antara kebijaksanaan
dan program pembangunan wilayah dan perkotaan tepadu.
Menurut Mercado (2002) konsep pusat pertumbuhan diperkenalkan pada
tahun 1949 oleh Fancois Perroux yang mendefinisikan pusat pertumbuhan sebagai
“pusat dari pancaran gaya sentrifugal dan tarikan gaya sentripetal”. Menurut
Rondinelli dan Unwin dalam Mercado (2002) bahwa teori pusat pertumbuhan
didasarkan pada keniscayaan bahwa pemerintah di negara berkembang dapat
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan dengan melakukan investasi
yang besar pada industri padat modal di pusat kota. Teori pusat pertumbuhan juga
ditopang oleh kepercayaan bahwa kekuatan pasar bebas melengkapi kondisi
terjadinya trickle down effect (dampak penetesan ke bawah) dan menciptakan spread
effect (dampak penyebaran) pertumbuhan ekonomi dari perkotaan ke pedesaan.
Menurut Stohr dalam Mercado (2002), konsep pusat pertumbuhan mengacu pada
pandangan ekonomi neo-klasik. Pembangunan dapat dimulai hanya dalam beberapa
sektor yang dinamis, mampu memberikan output rasio yang tinggi dan pada wilayah
tertentu, yang dapat memberikan dampak yang luas (spread effect) dan dampak ganda
(multiple effect) pada sektor lain dan wilayah yang lebih luas. Sehingga
pembangunan sinonim dengan urbanisasi (pembangunan di wilayah perkotaan) dan
industrialisasi (hanya pada sektor industri). Pandangan ekonomi neo-klasik berprinsip
bahwa kekuatan pasar akan menjamin ekuilibrium (keseimbangan) dalam distribusi
akan terjadi ketika kesejahteraan di perkotaan tercapai dan dimulai dari level yang
tinggi seperti kawasan perkotaan ke kawasan yang lebih rendah seperti kawasan
hinterland dan perdesaan melalui beberapa mekanisme yaitu hirarki perkotaan dan
perusahaan-perusahaan besar.
Namun demikian kegagalan teori pusat pertumbuhan karena trickle down
effect (dampak penetesan ke bawah) dan spread effect (dampak penyebaran) tidak
terjadi yang diakibatkan karena aktivitas industri tidak mempunyai hubungan dengan
basis sumberdaya di wilayah hinterland. Selain itu respon pertumbuhan di pusat tidak
cukup menjangkau wilayah hinterland karena hanya untuk melengkapi kepentingan
hirarki kota (Mercado, 2002).
2.4. Konsep Pertanian
Pertanian didefinisikan sebagai pengelolaan tanaman, ternak, ikan dan
lingkungannya agar memberikan suatu produk (Mardjuki, 1994). Pertanian yang baik
adalah pertanian yang dapat memberikan produk jauh lebih baik dibandingkan bila
tanaman, ternak atau ikan tersebut dibiarkan hidup alami. Kegiatan pertanian adalah
penerapan karya manusia terhadap alam dalam budidaya tumbuh-tumbuhan, binatang
serta penangkapan/perburuan, sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar
kepada manusia.
Usaha pertanian adalah kegiatan menghasilkan produksi pertanian dengan
tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dijual/ditukar atau secara ekonomi menunjang
usaha pertanian menurut bentuk; pertanian besar (dikelola secara komersial oleh
perusahaan yang berbadan hukum) dan pertanian rakyat (tidak berbadan hukum).
Kedua, usaha pertanian menurut sub sektor, yaitu sub sektor tanaman pangan,
perikanan, peternakan dan perkebunan.
Peranan sektor pertanian di Indonesia dianggap penting terutama dalam hal
penyediaan lapangan kerja, penyediaan pangan, penyumbang devisa negara melalui
ekspor dan sebagainya. Selain itu, sektor pertanian dianggap sebagai pemasok
(supply) bahan baku bagi sektor industri. Pembangunan dalam bidang pertanian akan
berhasil bilamana terjadi pertumbuhan sektor pertanian yang cukup tinggi, sekaligus
terjadinya perubahan kehidupan masyarakat petani dari yang kurang baik menjadi
lebih baik.
Tantangan yang harus dihadapi sektor ini ke depan tampaknya akan semakin
berat dan kompleks, terutama penyusutan lahan-lahan subur untuk keperluan sektor
lainnya yang telah mendorong terjadinya transformasi lahan secara besar-besaran.
Pada saat ini pembangunan dalam bidang pertanian seringkali dilihat dari perspektif
terjadinya transformasi struktural perekonomian. Hal ini menurut Soekartawi (1996),
dapat dilihat melalui beberapa ciri transformasi struktural, yaitu:
1. Peran relatif sektor pertanian dan sumbangannya pada Product Domestic Bruto
(PDB) serta penyerapan tenaga kerja semakin menurun;
2. Keterkaitan antar berbagai sektor ekonomi semakin tinggi;
4. Terjadi pola berusaha tani dari orientasi peningkatan produksi semata menjadi
orientasi pada efisiensi dan nilai tambah.
Kontribusi relatif sektor pertanian terhadp PDB terus merosot sekitar
19,3 persen, sementara sumbangan sektor industri sudah meningkat menjadi
21,4 persen terhadap PDB. Namun sayangnya, menurunnya peran sektor pertanian
terhadap PDB tidak diimbangi dengan lepasnya tenaga kerja yang semula bekerja di
sektor pertanian ke sektor industri. Bahkan kini angkatan kerja yang bekerja di sektor
pertanian masih 49,3 persen dari total angkatan kerja yang ada. Sementara itu sektor
industri yang maju begitu pesat hanya dapat menyerap sekitar 11-13 persen saja dari
total angkatan kerja yang ada.
Tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan produksi tanaman pangan
Indonesia lebih banyak karena perluasan areal panen, termasuk sistem panen dua-tiga
kali setahun pada tanaman padi sawah, dan hanya sedikit yang disebabkan oleh
aplikasi teknologi modern. Dalam suatu studi yang mendalam, konsekuensi ekonomis
perluasan areal pertanian dan bentuk intensifikasi pengunaan lahan lainnya terhadap
degradasi lahan ternyata cukup besar dan bahkan mengikis habis nilai tambah atau
PDB sektor pertanian tanaman pangan hingga 5 persen (Arifin, 2001).
Oleh karenanya, perlu dipikirkan alternatif untuk meningkatkan ekonomi
pertanian pedesaan melalui akselerasi pembangunan pedesaan dengan fokus
kepentingan golongan pendapatan rendah. Di samping itu, strategi pembangunan
transfer pendapatan yang seimbang. Selain itu perlu juga dirumuskan kebijakan
alternatif sebagai reserve dalam pembangunan pertanian Indonesia melalui
pemberdayaan institusional dalam pembangunan input-input pertanian.
Peubah institusi yang mempengaruhi tingkat penggunaan input modern
bidang pertanian mungkin dapat dikelompokkan menjadi: (a) akses terhadap
sarana/prasarana publik yang meliputi; jalan, sekolah dan saluran irigasi; (b)
kelembagaan pasar yang meliputi; pasar pupuk, kredit, tenaga kerja, dan pasar output;
(c) penyebaran informasi pertanian; (d) struktur kepemilikan lahan dan sumberdaya
penting lainnya, seperti sumur pompa dan traktor tangan; serta (e) karakateristik fisik,
seperti jenis, iklim, dan struktur sosial yang mendukungnya (Arifin, 2001).
2.5. Konsep Pengembangan Agropolitan
Konsep pengembangan agropolitan pertama kali diperkenalkan pada tahun
1974 oleh Mc.Douglass dan Friedmann sebagai strategi baru pengembangan
pedesaan. Meskipun banyak makna yang terkandung di dalamnya, namun pada
dasarnya pengembangan agropolitan adalah memberikan pelayanan di kawasan
pedesaan atau istilah yang disebut Friedman “kota di ladang”. Dengan kata lain,
masyarakat desa atau petani tidak perlu lagi pergi ke kota untuk mendapatkan
pelayanan, baik pelayanan yang berhubungan dengan masalah produksi dan
pemasaran, maupun masalah yang berhubungan dengan kebutuhan sosial budaya dan
Agropolitan terdiri dari dua kata; yaitu ‘agro’ yang berarti pertanian. Dan
‘politan’ yang bermakna kota. Jadi, hakikat atau pengertian agropolitan adalah kota
yang berbasiskan atau bersumber dari pertanian. Dengan demikian agropolitan adalah
kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha
agribisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan
pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya. Sistem agribisnis
merupakan pembangunan pertanian yang dilakukan secara terpadu oleh petani dan
pengusaha, baik usaha budidaya dan pembangunan agribisnis hulu, agribisnis hilir
serta jasa-jasa pendukungnya (Pindonga, 2003).
2.6. Penelitian Sebelumnya
Adapun penelitian yang telah dilakukan mengenai perencanaan sektor
pertanian dan pengembangan wilayah sebelumnya adalah:
Ginting (2007) dalam penelitiannya “Perencanaan Strategi Sektor Pertanian
Dalam Kerangka Pengembangan Wilayah (Studi Kasus: Kabupaten Karo)”,
menyimpulkan bahwa hasil analisis berdasarkan nilai bobot rangking (nilai tambah,
kaitan ke depan, kaitan ke belakang dan penyerapan tenaga kerja) komoditi-komoditi
unggulan yang menjadi prioritas utama pengembangan sektor di Kabupaten Karo
adalah buah-buahan, sayur-sayuran dan peternakan. Kegiatan-kegiatan ekonomi yang
bukan unggulan adalah perikanan, tanaman jagung dan tanaman padi. Sentra produksi
yang sesuai tepat untuk tanaman buah-buahan dan sayur-sayuran adalah di
Masing-masing komoditi sektor pertanian yang diteliti memiliki keterkaitan ke belakang
(backward linkages) dan keterkaitan ke depan (forward linkages) yang tinggi
masing-masing di atas > 0.5, serta pengganda tenaga kerja sektor-sektor ekonomi di
Kabupaten Karo adalah rendah (< 1).
Mukhyi (2007) dalam penelitianya “Analisis Peranan Subsektor Pertanian dan
Sektor Unggulan Terhadap Pembangunan Kawasan Ekonomi Propinsi Jawa Barat:
Pendekatan Analisis IRIO”, menyimpulkan bahwa tingkat kontribusi margin Propinsi
Jawa Barat dan Nasional unggul dalam 1) sektor industri pengolahan; 2) sektor
perdagangan, hotel dan restoran; 3) sektor pertanian berdasarkan harga konstan.
Dalam analisis shift-share, sumbangan terhadap Propinsi Jawa Barat pada sektor
pertanian dalam 1) subsektor tanaman perkebunan; 2) Subsektor peternakan dan
hasil-hasilnya; 3) subsektor kehutanan; dan 4) subsektor perikanan. Dengan
pendekatan Location Quotient (LQ), mempunyai keunggulan di 1) sektor industri
pengolahan; 2) sektor listrik, gas dan air bersih; serta 3) sektor perdagangan, hotel
dan restoran, sedang di sektor pertanian hanya subsektor tanaman bahan makanan.
2.7. Kerangka Pemikiran
Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian perencanaan sektor pertanian
dalam kerangka pengembangan wilayah Kabupaten Tapanuli Utara dengan
menggunakan pendekatan Location Quotient (LQ), dilakukan penyusunan suatu
pertanian dalam pelaksanakan pengembangan wilayah tersebut, serta kemudian
merumuskan komoditi-komoditi sektor pertanian yang diunggulkan. Gambaran dari
konsep pemikiran diatas dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Komiditi-Komiditi Unggulan
Tanaman Bahan Pangan
Buah-buahan
Sayur-sayuran
Perkebunan Rakyat
Peternakan
Perikanan
Analisis Location Quotient (LQ)
Pengembangan Wilayah
2.8. Hipotesis
Jawaban sementara terhadap perumusan masalah di atas adalah:
1. Komoditi padi sawah merupakan komoditi unggulan sektor tanaman bahan
pangan, komoditi terong merupakan komoditi unggulan sektor tanaman
sayur-sayuran. Untuk sektor tanaman buah-buahan komoditi unggulan adalah jeruk,
sedangkan untuk sektor tanaman perkebunan komoditi unggulan adalah
kemenyan. Komoditi ternak kerbau adalah komoditi unggulan sektor peternakan,
sedangkan komoditi perikanan kolam sawah adalah merupakan komoditi
unggulan sektor perikanan di Kabupaten Tapanuli Utara.
2. Sentra produksi yang dianggap tepat untuk tanaman padi sawah adalah di
Kecamatan Pahae Jae, komoditi terong di Kecamatan Siborongborong, tanaman
jeruk di Kecamatan Sipoholon. dan Sentra produksi tanaman kemenyan adalah di
Kecamatan Adian Koting, ternak Kerbau di Kecamatan Sipahutar, sedangkan
perikanan kolam sawah di Kecamatan Tarutung.
3. Komoditi unggulan dan sentra produksi memiliki kontribusi besar dalam
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini mencakup analisis sektor pertanian beserta
subsektor pertanian yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan dan
peternakan di Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2005 sampai dengan 2009.
3.2. Sumber dan Pengumpulan Data
Sumber data penelitian ini mengandalkan data sekunder berupa visi, misi dan
program kerja Dinas Pertanian Kabupaten Tapanuli Utara; data sektor pertanian di
Kabupaten Tapanuli Utara dan sebagainya yang dikumpulkan melalui berbagai
sumber, antara lain Dinas Pertanian Kabupaten Tapanuli Utara, BPS Provinsi
Sumatera Utara, BPS Kabupaten Tapanuli Utara dan hasil-hasil penelitian maupun
literatur yang mendukung studi ini.
3.3. Analisis Data
Untuk menganalisis komoditi yang diunggulkan sekaligus menjawab hipotesis
pertama serta untuk menganalisis sentra produksi menjadi prioritas utama
pengembangan sektor pertanian di Kabupaten Tapanuli Utara sekaligus menjawab
hipotesis kedua, dilakukan analisis dengan menggunakan analisis location quotient
Metode LQ digunakan untuk mengkaji kondisi perekonomian di sektor
pertanian, mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan pertanian. Sehingga nilai
LQ yang sering digunakan untuk penentuan sektor basis dapat dikatakan sebagai
sektor yang akan mendorong tumbuhnya atau berkembangnya sektor lain serta
berdampak pada penciptaan lapangan kerja. Untuk mendapatkan nilai LQ
menggunakan metode yang mengacu pada formula yang dikemukakan oleh
Bendavid-Val dalam Kuncoro (2004) sebagai berikut:
Perhitungan LQ menggunakan rumus sebagai:
Si/S LQ = ---
Ni/N
Keterangan:
LQ: Nilai Location Quotient
Si : Produksi sektor tertentu i di kecamatan lokasi penelitian
S : Produksi sektor seluruhnya di setiap kecamatan
Ni : Produksi sektor tertentu di Kabupaten Tapanuli Utara
N : Produksi sektor seluruhnya di Kabupaten Tapanuli Utara
Berdasarkan formulasi yang ditunjukkan dalam persamaan di atas, maka ada
tiga kemungkingan nilai LQ yang dapat diperoleh (Bendavid-Val dalam Kuncoro,
2004), yaitu:
1. Nilai LQ = 1. Ini berarti bahwa produksi pertanian tertentu di kecamatan
Utara. Memperlihatkan kecamatan yang bersangkutan memiliki produksi
pertanian yang sama sehingga kecamatan tersebut menjadi basis daerah sendiri.
2. Nilai LQ > 1. Ini berarti bahwa produksi pertanian tertentu di kecamatan
bersangkutan lebih besar dibandingkan dengan produksi pertanian yang sama di
Kabupaten Tapanuli Utara. Memperlihatkan kecamatan yang bersangkutan
memiliki produksi pertanian yang lebih baik sehingga kecamatan tersebut menjadi
basis daerah sendiri dan di Kabupaten Tapanuli Utara.
3. Nilai LQ < 1. Ini berarti bahwa produksi pertanian tertentu di kecamatan
bersangkutan lebih rendah dibandingkan dengan produksi pertanian yang sama di
Kabupaten Tapanuli Utara. Memperlihatkan kurang baik sehingga kecamatan
tersebut bukan menjadi basis daerah sendiri maupun di Kabupaten Tapanuli
Utara.
Untuk menganalisis hipotesis ketiga dilakukan dengan menggunakan analisis
deskripitif, dengan melihat kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten
Tapanuli Utara dan Perencanaan Strategis Sektor Pertanian.
3.4. Definisi Operasional
1. Tanaman bahan pangan dalam penelitian ini merupakan komiditi padi, padi
ladang, jagung, ubi kayu dan kacang tanah. Tanaman sayur-sayuran dalam
penelitian ini adalah komoditi cabai, bawang merah, kentang, sawi, tomat dan
2. Tanaman buah-buahan dalam penelitian ini merupakan komiditi alpukat, nenas,
mangga, jeruk dan durian. Tanaman Perkebunan dalam penelitian ini
merupakan komoditi yang meliputi perkebunan karet, kemenyan, kopi, kakao,
dan aren.
3. Peternakan dan hasilnya dalam penelitian ini merupakan komoditi yang
meliputi antara lain peternakan sapi, kerbau, babi, ayam dan itik. Perikanan
dalam penelitian ini merupakan komoditi yang bersumber dari 3 jenis, yaitu
kolam, mina padi dan kerambah jaring apung.
4. Sentra produksi untuk tanaman bahan pangan, tanaman sayur-sayuran, tanaman
buah-buahan, tanaman perkebunan, dan peternakan terdapat pada Kecamatan
yang mempunyai nilai produksi paling tinggi.
5. Sentra produksi untuk sektor perikanan terdapat pada Kecamatan yang memiliki