KARYA TULIS ILMIAH
KARAKTERISTIK PENDERITA DM DAN PENGETAHUAN PENDERITA DM TENTANG KONTROL KADAR GULA DARAH
DI RSUD GUNUNGSITOLI PERIODE JUNI – SEPTEMBER 2011
OLEH : IRA MENDROFA
080100005
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KARAKTERISTIK PENDERITA DM DAN PENGETAHUAN PENDERITA DM TENTANG KONTROL KADAR GULA DARAH
DI RSUD GUNUNGSITOLI PERIODE JUNI – SEPTEMBER 2011
KARYA TULIS ILMIAH INI DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH KELULUSAN
SARJANA KEDOKTERAN
OLEH : IRA MENDROFA
080100005
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Karakteristik Penderita DM dan Pengetahuan Penderita DM Tentang Kontrol Kadar Gula Darah di RSUD Gunungsitoli Periode Juni – September 2011
Nama : Ira Mendrofa NIM : 080100005
Pembimbing, Penguji I,
NIP. 197112272005011002 dr. Deske Muhadi Rangkuti, Sp.PD
NIP. 196911071999032002 dr. Amira Permata Sari, Sp.P
Penguji II,
NIP. 197309112001022001 dr. Nuraiza Meutia, M.Biomed
Medan, Desember 2011 Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
NIP. 19540220198110101
ABSTRAK
Kontrol kadar gula darah sangatlah penting bagi penderita diabetes melitus untuk mengurangi risiko komplikasi yang berat dan membantu penderita menyesuaikan/mengatur pola makan, aktivitas fisik dan kebutuhan insulin untuk memperbaiki kadar gula darah sehari-hari.
Penelitian bersifat deskriptif dengan desain cross sectional ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita diabetes melitus dan pengetahuan penderita diabetes melitus tentang kontrol kadar gula darah di RSUD
Gunungsitoli. Penelitian ini menggunakan kuesioner secara consecutive sampling.
Hasil penelitian ini berdasarkan beberapa karakteristik. Berdasarkan umur
≥45 tahun 82,4%, jenis kelamin perempuan 53,9%, pendidikan tamat
SLTA/Sederajat 50%, pekerjaan PNS 55,9%, tidak ada riwayat penyakit keluarga 74,5%. Tingkat pengetahuan menunjukkan bahwa 58,8% penderita memiliki tingkat pengetahuan cukup tentang kontrol kadar gula darah, 32,4% memiliki pengetahuan baik dan 8,8% memiliki pengetahuan kurang.
Dapat disimpulkan bahwa karakteristik responden lebih banyak yang
berusia ≥45 tahun 82,4%, jenis kelamin perempuan 53,9%, pendidikan tamat
SLTA/Sederajat 50%, pekerjaan PNS 55,9%, asal kota Gunungsitoli 85,3%, tidak ada riwayat penyakit keluarga 74,5%. Tingkat pengetahuan tentang kontrol kadar gula darah sebagian besar pasien adalah cukup sebanyak 58,8%.
ABSTRACT
Control of blood glucose level of a diabetes mellitus patient is by
managing their diet, physical activites and the injecting required insulin content to improve blood glucose level.
This research is a descriptive study that is done in cross sectional design in order to study the category of patient with diabetes mellitus and to evaluate their knowledge of the patient on how to control the blood glucose at RSUD Gunungsitoli. This research applies questioner that is determined by consecutive sampling.
The result of research based on few criteria. Based on age, patients who
are ≥ 45 years old come up to 82.4%, while females are 53.9%, for those who
have only graduated senior high school comes up to 50%, PNS jobs 55.9% and those who are civil servants are 74.5%. The results on research based on the knowledge is indicated that 58.8% of patient with diabetes mellitus has sufficient knowledge about the control of blood glucose, 32.4% has a good knowledge, and 8.8% has lack of knowledge.
It can be concluded that the characteristics of more respondents aged ≥ 45
years 82.4%, while female is 53.9%, while for those who have only graduated senior high school comes up to 50%, PNS jobs 55.9% and those who are civil servants are 74.5%. The level of knowledge about control of blood glucose levels most patient are quite as much as 58.8%.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat
dan kasih karunia-Nya yang telah diberikan sehingga karya tulis ilmiah yang
berjudul “Karakteristik Penderita DM dan Pengetahuan Penderita DM Tentang
Kontrol Kadar Gula Darah di RSUD Gunungsitoli Periode Juni – September
2011“ ini dapat diselesai. Adapun karya tulis ilmiah ini disusun sebagai tugas
akhir serta sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Perencanaan dan penulisan karya tulis ilmiah ini dapat terlaksana dengan
baik dan lancar berkat dukungan berbagai pihak. Maka dari itu, pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. dr. Gontar Alamsyah, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. dr. Deske Muhadi Rangkuti, Sp.PD sebagai dosen pembimbing yang telah
memberikan berbagai ide dan tinjauan sehingga karya tulis ilmiah ini bisa
diselesaikan.
3. dr. Amira Permata Sari, Sp.P dan dr. Nuraiza Meutia, M.Biomed selaku
dosen penguji yang telah memberikan berbagai saran dan kritik sehingga
karya tulis ilmiah ini bisa menjadi lebih baik.
4. Seluruh civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara, terutama kepada dosen dan staf departemen IKK serta staf Medical
Education Unit (MEU)
5. Direktur RSUD Gunungsitoli, Pegawai dan para Responden yang telah
membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini.
6. Ayahanda tercinta Agus Hardian Mendrofa dan Ibunda tercinta Karyati
Harefa yang telah mendidik dan membesarkan penulis serta memberikan
dorongan moril, spiritual dan materil kepada penulis.
7. Abang tercinta Riahardy Mendrofa, Ari Yordan Mendrofa dan Adikku
8. Arief Fredi Kurniawan Harefa, seseorang yang spesial di hati penulis yang
telah memberikan semangat dan dukungan yang sangat besar selama
penyusunan karya tulis ilmiah.
9. Rekan-rekan seperjuangan dan sahabat di Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara yang setia menolong dan senantiasa bertukar pendapat :
Rizki Anindita Pratiwi Matondang, Fini Meirisa Alnaz, Astinal Eka Sari,
Tri Suci Handayani, Siti Aisyah Dalimunthe, Taya Rizki Arini, M. Faridz
Syahrian, Alviera Yuliandra, Yuli Marlina, Hanidya Fazwat, dan Syahrul
Hidayat Nasution.
10.Sahabat-sahabat yang selalu mendoakan, mendukung dan membantu
kegiatan dalam melaksanakan karya tulis ilmiah ini: Rolin Hulu, Hozani
Christine Zebua, Vera Swandi, Elviati Halawa, Magdalena Sorao Daeli,
dan Anggreani Telaumbanua.
11.Teman-teman kelompok karya tulis ilmiah yang selalu kompak : Ayu
Mianda Harasyid, Revathi Subramaniam, dan Bharathi Ganathipan.
12.Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih
atas segala bantuan yang telah diberikan. Semoga Tuhan Yesus membalas
segala kebaikan semuanya.
Penulis menyadari bahwa kaya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua,
memberi informasi dan manfaat dalam pengembangan ilmu kedokteran.
Medan, Mei 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Persetujuan ... i
Abstrak ... ii
Kata Pengantar ... iv
Daftar Isi ... vi
Daftar Gambar ... viii
Daftar Tabel ... viii
Daftar Singkatan ... ix
Daftar Lampiran ... x
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 2
1.4 Manfaat Penelitian ... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Diabetes Melitus ... 4
2.1.1 Definisi ... 4
2.1.2 Faktor Risiko ... 4
2.1.3 Epidemiologi ... 4
2.1.4 Klasifikasi ... 5
2.1.5 Patofisiologi ... 9
2.1.6 Diagnosis dan Pemeriksaan ... 10
2.1.7 Penatalaksanaan ... 11
2.1.8 Penilain Hasil Terapi ... 16
2.1.9 Komplikasi ... 18
2.2 Pengaturan Kadar Gula Darah Tubuh ... 20
2.3 Kebutuhan Zat Gizi Pada Penderita Diabetes Melitus ... 22
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 27
3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 27
3.2 Definisi Operasional ... 27
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 30
4.1 Jenis Penelitian ... 30
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 30
4.2.1 Waktu Penelitian ... 30
4.2.2 Tempat Penelitian ... 30
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 30
4.4 Teknik Pengumpulan Data ... 32
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 34
5.1 Hasil Penelitian ... 34
5.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 34
5.1.2 Karakteristik Responden ... 34
5.1.3 Hasil Analisi Data ... 35
5.1.3.1 Pengetahuan Responden Secara Umum tentang Diabetes Melitus ... 35
5.1.3.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan berdasarkan Umur ... 36
5.1.3.3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 36
5.1.3.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan berdasarkan Pekerjaan ... 37
5.2 Pembahasan ... 37
5.2.1 Pembahasan Karakteristik Responden ... 37
5.2.2 Pengetahuan Responden ... 39
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 42
6.1 Kesimpulan ... 42
6.2 Saran ... 42
DAFTAR PUSTAKA ... 43
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 27
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Diabetes Melitus ... 5
Tabel 2.2 Perbedaan antara DM tipe 1 dan 2 ... 7
Tabel 2.3 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai
Patokan Penyaring dan Diagnosis DM (mg/dl) ... 10
Tabel 2.4 Kriteria Diagnosis DM ... 11
Tabel 2.5 Aktivitas Fisik Sehari-hari ... 14
Tabel 2.6 Mekanisme kerja, efek-samping utama dan pengaruh
terhadap penurunan A1C (Hb-glikosilat) ... 16
Tabel 2.7 Kriteria Pengendalian DM ... 17
Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Penderita DM
di RSUD Gunungsitoli Periode Juni-September 2011 ... 35
Tabel 5.2 Pengetahuan Responden Secara Umum tentang Diabetes Melitus pada Penderita DM di RSUD Gunungsitoli
Periode Juni-September 2011 ... 36
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan mengenai kontrol KGD pada Penderita DM di RSUD Gunungsitoli berdasarkan Usia Responden Periode
Juni-September 2011 ... 37
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan mengenai kontrol KGD pada Penderita DM di RSUD Gunungsitoli berdasarkan Pendidikan Terakhir Periode
Juni-September 2011 ... 37
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Pengetahuan mengenai kontrol KGD pada Penderita DM di RSUD Gunungsitoli
DAFTAR SINGKATAN
ADA : American Diabetes Association
BB : Berat Badan
BMI : Body Massa Index
DM : Diabetes Melitus
DMTM : Diabetes Mellitus Terkait Malnutrisi
DNA : Deoxyribonucleat Acid
HLA : Human Leukocyte Antigen
IDDM : Insulin Dependent Diabetes Mellitus
IMT : Indeks Masa Tubuh
KGD : Kadar Gula Darah
NIDDM : Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus
OHO : Obat Hipoglikemik Oral
PERKENI : Perkumpulan Endrokinologi Indonesia
PERSI : Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
PGDM : Pemantauan Glukosa Darah Mandiri
PNS : Pegawai Negeri Sipil
SD : Sekolah Dasar
SLTA : Sekolah Lanjut Tingkat Atas
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SPSS : Statistical Package for Social Sciences
TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Riwayat Hidup Lampiran 2 Informed Consent Lampiran 3 Kuesioner
ABSTRAK
Kontrol kadar gula darah sangatlah penting bagi penderita diabetes melitus untuk mengurangi risiko komplikasi yang berat dan membantu penderita menyesuaikan/mengatur pola makan, aktivitas fisik dan kebutuhan insulin untuk memperbaiki kadar gula darah sehari-hari.
Penelitian bersifat deskriptif dengan desain cross sectional ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita diabetes melitus dan pengetahuan penderita diabetes melitus tentang kontrol kadar gula darah di RSUD
Gunungsitoli. Penelitian ini menggunakan kuesioner secara consecutive sampling.
Hasil penelitian ini berdasarkan beberapa karakteristik. Berdasarkan umur
≥45 tahun 82,4%, jenis kelamin perempuan 53,9%, pendidikan tamat
SLTA/Sederajat 50%, pekerjaan PNS 55,9%, tidak ada riwayat penyakit keluarga 74,5%. Tingkat pengetahuan menunjukkan bahwa 58,8% penderita memiliki tingkat pengetahuan cukup tentang kontrol kadar gula darah, 32,4% memiliki pengetahuan baik dan 8,8% memiliki pengetahuan kurang.
Dapat disimpulkan bahwa karakteristik responden lebih banyak yang
berusia ≥45 tahun 82,4%, jenis kelamin perempuan 53,9%, pendidikan tamat
SLTA/Sederajat 50%, pekerjaan PNS 55,9%, asal kota Gunungsitoli 85,3%, tidak ada riwayat penyakit keluarga 74,5%. Tingkat pengetahuan tentang kontrol kadar gula darah sebagian besar pasien adalah cukup sebanyak 58,8%.
ABSTRACT
Control of blood glucose level of a diabetes mellitus patient is by
managing their diet, physical activites and the injecting required insulin content to improve blood glucose level.
This research is a descriptive study that is done in cross sectional design in order to study the category of patient with diabetes mellitus and to evaluate their knowledge of the patient on how to control the blood glucose at RSUD Gunungsitoli. This research applies questioner that is determined by consecutive sampling.
The result of research based on few criteria. Based on age, patients who
are ≥ 45 years old come up to 82.4%, while females are 53.9%, for those who
have only graduated senior high school comes up to 50%, PNS jobs 55.9% and those who are civil servants are 74.5%. The results on research based on the knowledge is indicated that 58.8% of patient with diabetes mellitus has sufficient knowledge about the control of blood glucose, 32.4% has a good knowledge, and 8.8% has lack of knowledge.
It can be concluded that the characteristics of more respondents aged ≥ 45
years 82.4%, while female is 53.9%, while for those who have only graduated senior high school comes up to 50%, PNS jobs 55.9% and those who are civil servants are 74.5%. The level of knowledge about control of blood glucose levels most patient are quite as much as 58.8%.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Masalah kesehatan adalah masalah kompleks yang merupakan hasil
(dampak) dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan
manusia. Datangnya penyakit merupakan hal yang tidak bisa ditolak, meskipun
kadang bisa dicegah atau dihindari (Notoatmodjo, 2007).
Salah satu jenis penyakit tidak menular yang ternyata menimbulkan angka
kesakitan dan kematian yang tinggi adalah penyakit diabetes melitus (Maulana,
2008).
Diabetes melitus yang dikenal sebagai non communicable disease adalah
salah satu penyakit yang paling sering diderita dan penyakit kronik yang serius di
Indonesia saat ini. Setengah dari jumlah kasus diabetes melitus tidak terdiagnosa
karena pada umumnya diabetes tidak disertai gejala sampai terjadinya komplikasi.
Penyakit tidak menular seperti diabetes melitus semakin hari semakin meningkat,
dapat dilihat dari meningkatnya frekuensi kejadian penyakit tersebut di
masyarakat (Suyono, 2007).
Prevalensi dan insiden penyakit ini meningkat secara drastis di
negara-negara industri baru dan negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia. Jumlah
penderita diabetes melitus di Indonesia jumlahnya sangat luar biasa. Pada tahun
2000 jumlah penderita 8.400.000 jiwa, pada tahun 2003 jumlah penderita
13.797.470 jiwa, pada tahun 2005 jumlah penderita 24 juta jiwa, dan diperkirakan
jumlah ini akan terus meningkat pada tahun yang akan datang (Suyono, 2007).
Diabetes melitus apabila tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan
timbulnya komplikasi dengan penyakit serius lainnya, seperti penyakit
serebro-vaskular, penyakit jantung koroner, stroke, disfungsi ereksi, gagal ginjal, dan
kerusakan sistem syaraf (Waspadji, 2007). Untuk itu, kontrol KGD bagi penderita
DM sangatlah penting karena dapat membantu menentukan penanganan medis
penderita menyesuaikan/mengatur pola makanan, aktivitas fisik dan kebutuhan
kadar insulin untuk memperbaiki KGD sehari-hari (Benjamin, 2010).
Studi telah membuktikan bahwa pasien diabetes melitus yang melakukan
kontrol KGD secara teratur memiliki kualitas hidup yang baik dan memiliki risiko
komplikasi yang lebih rendah (Mcculloch, 2009).
Kepulauan Nias adalah suatu wilayah di Provinsi Sumatera Utara yang
juga diperkirakan penduduknya banyak menderita penyakit Diabetes Melitus. Hal
ini didasari dengan makin meningkatnya keadaan sosio ekonomi masyarakat Nias
sehingga diperkirakan tingkat kejadian penyakit diabetes melitus akan semakin
meningkat. Faktor pendidikan masyarakatnya yang masih rendah juga
diperkirakan mempunyai pengaruh akan terjadinya peningkatan diabetes melitus.
Namun sampai saat ini penelitian tentang diabetes melitus di kepulauan Nias
belum pernah dilakukan.
Atas dasar tersebut diatas, maka peneliti ingin melakukan penelitian ini.
Namun oleh karena keterbatasan penulis, maka penelitian ini dibatasi hanya pada
pasien-pasien diabetes melitus di RSUD Gunungsitoli.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana karakteristik penderita DM pada pasien-pasien DM di RSUD
Gunungsitoli dan pengetahuannya tentang kontrol kadar gula darah.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui “Karakteristik Penderita DM dan Pengetahuan
Penderita DM Tentang Kontrol Kadar Gula Darah Di RSUD Gunungsitoli”.
1.3.2 Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk :
a. Untuk mengetahui karakteristik penderita DM (umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, riwayat keluarga).
b. Untuk mengetahui pengetahuan penderita DM mengenai penyakit
c. Untuk mengetahui pengetahuan penderita DM mengenai gejala-gejala
klinis Diabetes Mellitus.
d. Untuk mengetahui pengetahuan pasien mengenai cara-cara
pengkontrolan Diabetes Mellitus.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai :
a. Memberikan informasi bagi institusi kesehatan dan pihak eksekutif
tentang karakteristik dan pengaruh pengetahuan pasien DM tentang
pentingnya kontrol KGD.
b. Memberi informasi bagi para tenaga kesehatan dalam hal menyusun
perencanaan upaya kesehatan mengenai pentingnya kontrol KGD dan
penanganan terhadap penderita DM, sehingga nantinya akan
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.
c. Dapat dijadikan sebagai bahan kepustakaan di perpustakan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU).
d. Menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman penulis dalam
mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh penulis selama kuliah di FK
USU.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus
2.1.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya (PERKENI, 2006).
2.1.2 Faktor Risiko
Menurut Suyono (2007), DM di Indonesia akan terus meningkat
disebabkan beberapa faktor antara lain :
a. Faktor keturunan (genetik)
b. Faktor kegemukan atau obesitas (IMT > 25 kg/m2)
- Perubahan gaya hidup dari tradisional ke gaya hidup barat
- Makan berlebihan
- Hidup santai, kurang gerak badan
c. Faktor demografi
- Jumlah penduduk meningkat
- Urbanisasi
- Penduduk berumur di atas 40 tahun meningkat
d. Kurang gizi
2.1.3 Epidemiologi
Sekitar 18,2 juta orang di Amerika Serikat menderita DM dan diantara
pasien ini 5,2 juta orang tidak terdiagnosa. Risiko mengalami diabetes untuk bayi
yang dilahirkan pada tahun 2000 diperkirakan adalah 32,8% untuk pria dan 38,5%
untuk wanita. DM tipe 1 ditemukan pada 5% sampai 10% pasien dengan diabetes
dan prevalensinya pada orang yang berusia kurang dari 20 tahun adalah sekitar 1
kelamin secara klinis tidak bermakna. DM tipe 2 dijumpai pada 90% sampai 95%
dari semua pasien dengan diabetes. Prevalensinya berbeda di antara kelompok ras
dan etnis yang berbeda (Afrika-Amerika 11,4%, Latino 8,2%, dan Amerika Asli
14,9%) (Cramer dan Manyon, 2007).
Menurut data organisasi Persatuan Rumah Sakit di Indonesia (PERSI)
tahun 2008, Indonesia kini menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah
penderita diabetes mellitus di dunia.
Pada 2006, jumlah penyandang diabetes (diabetasi) di Indonesia mencapai
14 juta orang. Dari jumlah itu, baru 50% penderita yang sadar mengidap, dan
sekitar 30% di antaranya melakukan pengobatan secara teratur. Menurut beberapa
penelitian epidemiologi, prevalensi diabetes di Indonesia berkisar 1,5% sampai
2,3%, kecuali di Manado yang cenderung lebih tinggi, yaitu 6,1 % (PERSI, 2008)
Menurut kepala Dinas Kesehatan Kota Medan Edwin Effendi, penyakit
DM di Medan, sejak September-Oktober 2009 merupakan penyakit dengan
penderita terbanyak, yang terus mengalami peningkatan jumlahnya, jika
dibanding dengan jumlah pasien Penyakit Jantung Koroner atau penyakit yang
lainnya. Diperkirakan di Medan terdapat lebih dari 14 juta orang menderita
diabetes, tetapi baru 50% yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru
sekitar 30% yang datang berobat teratur (Waspada Online, 2009).
2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut PERKENI 2006 dalam dilihat dalam
tabel 2.1 dibawah ini :
Tabel 2.1 Klasifikasi Diabetes Melitus
Jenis Etiologi
Tipe 1 Destruksi sel β, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut
• Autoimun
• Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai dari resistensi insulin yang disertai
dibarengi resistensi insulin.
Tipe lain • Defek genetik fungsi sel β
• Defek genetik kerja insulin
• Penyakit eksokrin pankreas
• Endokrinopati
• Karena obat atau zat kimia
• Infeksi
• Sebab imunologi (jarang)
• Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
Diabetes Melitus gestasional
Intoleransi glukosa yang timbul atau terdeteksi pada kehamilan pertama dan gangguan toleransi glukosa setelah terminasi kehamilan.
a. DM tipe 1, insulin dependent diabetes mellitus (IDDM)
Diabetes jenis ini terjadi akibat kerusakan sel β pakreas. Dahulu, DM tipe
1 disebut juga diabetes onset-anak (atau onset-remaja) dan diabetes
rentan-ketosis (karena sering menimbulkan ketosis). Onset DM tipe 1 biasanya terjadi
sebelum usia 25-30 tahun (tetapi tidak selalu demikian karena orang dewasa dan
lansia yang kurus juga dapat mengalami diabetes jenis ini). Sekresi insulin
mengalami defisiensi (jumlahnya sangat rendah atau tidak ada sama sekali).
Dengan demikian, tanpa pengobatan dengan insulin (pengawasan dilakukan
melalui pemberian insulin bersamaan dengan adaptasi diet), pasien biasanya akan
mudah terjerumus ke dalam situasi ketoasidosis diabetik (Arisman, 2011).
Gejala biasanya muncul secara mendadak, berat dan perjalanannya sangat
progresif; jika tidak diawasi, dapat berkembang menjadi ketoasidosis dan koma.
Ketika diagnosa ditegakkan, pasien biasanya memiliki berat badan yang rendah.
Hasil tes deteksi antibodi islet hanya bernilai sekitar 50-80% dan KGD >140
mg/dL (Arisman, 2011).
b. DM tipe 2, non-insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM)
DM jenis ini disebut juga diabetes onset-matur (atau onset-dewasa) dan
diabetes resistan-ketosis (istilah NIDDM sebenarnya tidak tepat karena 25%
memerlukan insulin sepanjang usia). DM tipe 2 merupakan penyakit familier yang
mewakili kurang-lebih 85% kasus DM di Negara maju, dengan prevalensi sangat
tinggi (35% orang dewasa) pada masyarakat yang mengubah gaya hidup
tradisional menjadi modern (Arisman, 2011).
DM tipe 2 mempunyai onset pada usia pertengahan (40-an tahun), atau
lebih tua, dan cenderung tidak berkembang kearah ketosis. Kebanyakan penderita
memiliki berat badan yang lebih. Atas dasar ini pula, penyandang DM jenis ini
dikelompokkan menjadi dua : (1) kelompok obes dan (2) kelompok non-obes.
Kemungkinan untuk menderita DM tipe 2 akan berlipat ganda jika berat badan
bertambah sebanyak 20% di atas berat badan ideal dan usia bertambah 10 tahun
atau di atas 40 tahun (Arisman, 2011).
Gejala muncul perlahan-lahan dan biasanya ringan (kadang-kadang
bahkan belum menampakkan gejala selama bertahun-tahun) serta progresivitas
gejala berjalan lambat. Koma hiperosmolar dapat terjadi pada kasus-kasus berat.
Namun, ketoasidosis jarang sekali muncul, kecuali pada kasus yang disertai stress
atau infeksi. Kadar insulin menurun atau bahkan tinggi, atau mungkin juga insulin
bekerja tidak efektif (Arisman, 2011).
Pengendaliannya boleh jadi hanya berupa diet dan (jika tidak ada
kontraindikasi) olahraga, atau dengan pemberian obat hipoglisemik (Arisman,
2011).
Perbedaan DM tipe 1 dan 2 dapat digambarkan didalam tabel 2.2 di bawah
ini:
Tabel 2.2 Perbedaan antara DM tipe 1 dan 2
DM tipe 1 DM tipe 2
Onset Anak/dewasa muda
(<25 tahun)
Biasanya setelah usia pertengahan
Proporsi <10% dari semua
penyandang DM
>90% dari semua penyandang DM
Riwayat Keluarga Tidak lazim Sangat lazim
Gejala Akut/sub-akut Lambat
Ketoasidosis Sering sekali Jarang, kecuali jika
sakit/stress
Antibodi ICA, GAD Sangat sering positif Biasanya negative
Kaitan dengan HLA tipe tertentu
Ada Tidak ada
Kaitan dengan penyakit autoimun
Kadang-kadang ada Tidak ada
C-peptida darah/urin Sangat rendah Rendah/normal/tinggi
Kegunaan insulin Penyelamat nyawa Kadang-kadang
diperlukan sebagai pengawasan gula darah
Penyebab Pankreas tidak mampu
membuat insulin
Produksi insulin masih ada, tetapi sel target tidak peka
Kegunaan diet Mengawasi gula darah
(makan/jajan harus diatur seputar pemberian insulin agar tidak terjadi
hipoglisemia)
Menurunkan BB (jadwal tidak harus ketat, kecuali kalau insulin juga
diberikan)
Kegunaan latihan fisik Merangsang sirkulasi dan
membantu tubuh dalam penggunaan insulin
Membuat tubuh menjadi lebih peka terhadap insulinnya sendiri, di samping menggunakan energi untuk mengurangi BB
(Sumber : Arisman, 2011)
c. DM tipe lain
Diabetes jenis ini dahulu kerap disebut diabetes sekunder, atau DM tipe
lain. Etiologi diabetes jenis ini, meliputi : (a) penyakit pada pankreas yang
merusak sel β, seperti hemokromatosis, pankreatitis, fibrosis kistik; (b) sindrom hormonal yang mengganggu sekresi dan/atau menghambat kerja insulin, seperti
akromegali, feokromositoma, dan sindrom Cushing; (c) obat-obat yang
menggangu sekresi insulin (fenitoin [Dilantin]) atau menghambat kerja insulin
(estrogen dan glukokortikoid); (d) kondisi tertentu yang jarang terjadi, seperti
kelainan pada reseptor insulin; dan (e) sindrom genetic (Arisman, 2011).
d. Diabetes Mellitus kehamilan (DMK)
Diabetes mellitus kehamilan didefenisikan sebagai setiap intoleransi
glukosa yang timbul atau terdeteksi pada kehamilan pertama, tanpa memandang
menetap selepas melahirkan. Diabetes jenis ini biasanya muncul pada kehamilan
trimester kedua dan ketiga. Kategori ini mencakup DM yang terdiagnosa ketika
hamil (sebelumnya tidak diketahui). Wanita yang sebelumnya diketahui telah
mengidap DM, kemudian hamil, tidak termasuk ke dalam kategori ini (Arisman,
2011).
2.1.5 Patofisiologi
Keadaan normal kadar glukosa darah berkisar antara 70-110 mg/dl, setelah
makan kadar glukosa darah dapat meningkat 120-140 mg/dl dan akan menjadi
normal dengan cepat. Kelebihan glukosa dalam darah disimpan sebagai glikogen
dalam hati dan sel-sel otot (glicogenesis) yang diatur oleh hormon insulin yang
bersifat anabolik. Kadar glukosa darah normal dipertahankan selama keadaan
puasa karena glukosa dilepaskan dari cadangan-cadangan tubuh (glycogenolisisi)
oleh hormon glucagon yang bersifat katabolik (Arisman, 2011)
Mekanisme regulasi kadar glukosa darah, hormon insulin merupakan
satu-satunya hormon yang menurunkan glukosa darah (PERKENI, 2006).
Insulin adalah hormon protein dibuat dari dua rantai peptida (rantai A dan
rantai B) dihubungkan pada dua lokasi melalui jembatan disulfida. Dalam bentuk
ini lah insulin dilepaskan ke dalam darah dan beraksi pada sel target. Insulin
disintesa di dalam sel β di reticulum endoplasmik, sebagai rantai peptida lebih
besar yang disebut proinsulin (Mardiati, 2000).
Pada diabetes melitus defisiensi atau resistensi hormon insulin
menyebabkan kadar gula darah menjadi tinggi karena menurunnya ambilan
glukosa oleh jaringan otot dan adiposa serta peningkatan pengeluaran glukosa
oleh hati, akibatnya otot tidak mendapatkan energi dari glukosa dan membuat
alternatif dengan membakar lemak dan protein (Mardiati, 2000). Dampak lebih
jauh terjadi komplikasi-komplikasi yang secara biokimia menyebabkan kerusakan
jaringan atau komplikasi tersebut akibat terdapatnya : (1) Glikosilasi, kadar gula
yang tinggi memudahkan ikatan glukosa pada berbagai protein yang dapat
ireversibel yang sering mengganggu fungsi protein; (2) Jalur poliol (peningkatan
lensa mata) dapat menyebabkan metabolisme kadar gula yang tinggi menjadi
sorbitol dan fructose. Produk jalur poliol ini berakumulasi dalam jaringan yang
terkena menyebabkan bengkak osmotik dan kerusakan sel (Salzler, Crawford dan
Kumar, 2007).
2.1.6 Diagnosis dan Pemeriksaan
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM, antara lain
(PERKENI, 2006) :
a. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dijelaskan sebabnya.
b. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur
dan disfungsi ereksi pada laki-laki serta pruritus vulva pada perempuan.
Selain dengan keluhan, diagnosa DM harus ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan kadar glukosa darah dengan cara enzimatik dengan bahan darah
plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler
sesuai kondisi dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang
berbeda sesuai pembakuan WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil
pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah
kapiler (Gustaviani, 2006; PERKENI, 2006).
Tabel 2.3 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti
DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl)
Plasma vena Darah kapiler
< 100 <90
100-199 90-199
≥200 ≥200
Kadar glukosa darah Puasa (mg/dl)
Plasma vena Darah kapiler
< 100 <90
100-125 90-99
Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosa DM adalah (PERKENI, 2006) :
a. Didahului dengan adanya keluhan-keluhan khas yang dirasakan dan
dilanjutkan dengan pemeriksaan glukosa darah.
b. Pemeriksaan glukosa darah menunjukkan hasil : pemeriksaan glukosa darah
sewaktu ≥ 200 mg/dl (sudah cukup menegakkan diagnosis), pemeriksaan
glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl (patokan diagnosis DM).
Tabel 2.4 Kriteria Diagnosis DM
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl (11.1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
Atau
2. Gejala klasik DM
+
Kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dl (7.0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
Atau
3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dl (11.1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standart WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75gr glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
Sumber : PERKENI, 2006
Untuk kelompok tanpa keluhan DM, hasil pemeriksaan glukosa darah
yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosa
DM. Diperlukan pemeriksaan lebih lanjut dengan mendapatkan sekali lagi angka
abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa darah
sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain, atau hasil tes toleransi glukosa oral
(TTGO) didapatkan kadar glukosa darah setelah pembebanan ≥ 200 mg/dl
(PERKENI, 2006).
2.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Diabetes Melitus dapat dilakukan dengan cara
pengelolaan yang baik. Tujuan penatalaksanaan secara umum menurut PERKENI
Penatalaksanaan dikenal dengan empat pilar penatalaksanaan diabetes
melitus, yang meliputi : edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan
pengelolaan farmakologis. Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan
dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa
darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat
hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO
dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi.
Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat,
berat badan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera
diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala
hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan
pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah
mendapat pelatihan khusus (PERKENI, 2006).
a. Edukasi
Diabetes Melitus umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan kokoh. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri
membutuhkan partisipasi aktif penderita, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan
harus mendampingi penderita dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai
keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif
pengembangan ketrampilan dan motivasi. Edukasi secara individual dan
pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku
yang berhasil. Perubahan perilaku hampir sama dengan proses edukasi yang
memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi dan evaluasi
(PERKENI, 2006).
b. Terapi Gizi Medis
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein, lemak, sesuai dengan kecukupan gizi
baik sebagai berikut (PERKENI, 2006):
• Karbohidrat : 45 – 65% total asupan energi
• Lemak : 20 – 25 % kebutuhan kalori
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres
akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan
ideal. Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan ideal dikali
kebutuhan kalori basal (30 Kkal/kg BB untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg BB untuk
wanita). Kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktifitas, koreksi
status gizi, dan kalori yang diperlukan untuk menghadapi stres akut sesuai dengan
kebutuhan. Pada dasarnya kebutuhan kalori pada diabetes tidak berbeda dengan
non diabetes yaitu harus dapat memenuhi kebutuhan untuk aktifitas baik fisik
maupun psikis dan untuk mempertahankan berat badan supaya mendekati ideal
(PERKENI, 2006).
c. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,
menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006. Latihan jasmani selain
untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki
sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti :
jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif
sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah
mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang
Tabel 2.5 Aktivitas Fisik Sehari-hari Kurangi Aktivitas
Hindari aktivitas sedenter
Misalnya : menonton televisi, menggunakan
internet, main game komputer
Persering Aktivitas
Mengikuti olahraga rekreasi dan beraktivitas fisik tinggi pada waktu liburan
Misalnya : jalan cepat, golf, olah otot, bersepeda, sepak bola
Aktivitas Harian
Kebiasaan bergaya hidup sehat
Misalnya : berjalan kaki ke pasar (tidak menggunakan mobil), menggunakan tangga (tidak menggunakan lift), menemui rekan kerja (tidak hanya melalui telepon internal), jalan dari tempat parkir
Sumber : Konsesus Pengelolaan DM Tipe-2 di Indonesia, PERKENI 2006
d. Pengelolaan Farmakologis
Sarana pengelolaan farmakologis diabetes mellitus dapat berupa Obat
Hipoglikemik Oral (OHO). Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4
golongan, antara lain (Soegondo,2007) :
A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonilurea dan glinid 1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk
pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh
diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari
hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang
tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit
kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja
panjang.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama.
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara
cepat melalui hati.
B. Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion Tiazolidindion
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome
Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di
sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan
resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut
glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.
Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas
I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada
gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu
dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.
C. Penghambat glukoneogenesis (metformin) Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.
Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum
kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan
hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal
jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk
mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah
makan.
D. Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase alfa
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,
makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek
samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.
Mekanisme kerja OHO, efek samping utama, serta pengaruh obat terhadap
[image:30.595.116.513.241.455.2]penurunan A1C dapat dilihat pada tabel 2.6 (Soegondo, 2007).
Tabel 2.6 Mekanisme kerja, efek-samping utama dan pengaruh terhadap penurunan A1C (Hb-glikosilat)
Cara kerja utama Efek samping utama
Penurunan A1C
Sulfonilurea Meningkatkan sekresi
insulin
BB naik,
Hipoglikemia 1,5-2%
Glinid Meningkatkan sekresi
insulin
BB naik,
Hipoglikemia ?
Metformin Menekan produksi
glukosa hati dan menambah sensitivitas terhadap insulin
Diare, dispepsia,
asidosis laktat 1,5-2%
Penghambat glukosidase Alfa
Menghambat absorpsi glukosa
Flatulens, tinja
lembek 0,5-1,0%
Tiazolidindion Menambah sensitivitas
terhadap insulin Edema 1,3%
Sumber : Buku Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu, 2007
2.1.8 Penilaian Hasil Terapi
Dalam praktek sehari-hari, hasil pengobatan DM harus dipantau secara
terencana dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah (PERKENI, 2006).
a. Pemeriksaan kadar glukosa darah
Tujuan pemeriksaan glukosa darah :
- Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai
- Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai
sasaran terapi.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar
glukosa darah puasa dan glukosa 2 jam posprandial secara berkala sesuai
b. Pemeriksaan A1C
Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin,
atau hemoglobin glikosilasi disingkat sebagai A1C, merupakan cara yang
digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya.
Tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka
pendek. Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan minimal 2 kali dalam
setahun.
c. Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)
Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. Saat ini
banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering
yang umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi
dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan dilakukan sesuai dengan cara
standar yang dianjurkan. Secara berkala, hasil pemantauan dengan cara
reagen kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional.
PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin atau pemicu
sekresi insulin. Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada
terapi. Waktu yang dianjurkan, pada saat sebelum makan, 2 jam setelah
makan (menilai ekskursi maksimal glukosa), menjelang waktu tidur (untuk
menilai risiko hipoglikemia), dan di antara siklus tidur (untuk menilai
adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala, atau ketika
mengalami gejala seperti hypoglicemic spells. Prosedur PGDM dapat
[image:31.595.112.512.617.749.2]dilihat pada tabel 2.7.
Tabel 2.7 Kriteria Pengendalian DM
Baik Sedang Buruk
Glukosa darah puasa (mg/dl)
Glukosa darah 2 jam (mg/dl)
A1C (%)
Kolesterol Total (mg/dl)
Kolesterol LDL (mg/dl)
80-<100
80-144
<6,5
<200
<100
100-125
145-179
6,5-8
200-239
100-129
≥126 ≥180
>8
>240
Kolesterol HDL (mg/dl)
Trigeliserida (mg/dl)
IMT (kg/m2)
Tekanan darah (mmHg)
Pria: > 40 Wanita: >50
<150
18,5-<23
≤130/80
150-199
23-25
>130-140/ >80-90
≥200
>25
>140/90
Sumber : PERKENI, 2006
2.1.9 Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi akut pada diabetes mellitus antara lain (Boedisantoso R,
2007):
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan
penurunan glukosa darah < 60 mg/dl. Gejala hipoglikemia terdiri dari
gejala adrinergic (berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan
gejala neuroglikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai
koma). Penyebab tersering hipoglikemia adalah akibat obat hipoglikemia
oral golongan sulfonilurea, khususnya klorpropamida dan glibenklamida.
Penyebab tersering lainnya antara lain : makan kurang dari aturan yang
ditentukan, berat badan turun, sesudah olahraga, sesudah melahirkan dan
lain-lain.
b. Ketoasidosis Diabetik
ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan defisiensi insulin berat dan akut
dari suatu perjalanan penyakit DM yang ditandai dengan trias
hiperglikemia, asidosi dan ketosis. Timbulnya KAD merupakan ancaman
kematian pada pasien DM.
c. Hiperglikemia Non Ketotik
Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik ditandai dengan hiperglikemia,
hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Gejala klinis utama adalah
dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan sering kali gangguan neurologis
Akibat kadar gula darah yang tidak terkontrol dan meninggi terus menerus
yang dikarenakan tidak dikelola dengan baik mengakibatkan adanya pertumbuhan
sel dan juga kematian sel yang tidak normal. Perubahan dasar itu terjadi pada
endotel pembuluh darah, sel otot pembuluh darah maupun pada sel masingeal
ginjal, semuanya menyebabkan perubahan pada pertumbuhan dan kematian sel
yang akhirnya akan menjadi komplikasi vaskular DM. Struktur pembuluh darah,
saraf dan struktur lainnya akan menjadi rusak. Zat kompleks yang terdiri dari gula
di dalam dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan
mengalami kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang,
terutama menuju kulit dan saraf. Akibat mekanisme di atas akan menyebabkan
beberapa komplikasi antara lain (Waspadji, 2006) :
a. Retinopati
Terjadinya gangguan aliran pembuluh darah sehingga mengakibatkan
terjadi penyumbatan kapiler. Semua kelainan tersebut akan menyebabkan
kelainan mikrovaskular. Selanjutnya sel retina akan berespon dengan
meningkatnya ekspresi faktor pertumbuhan endotel vaskular yang
selanjutnya akan terbentuk neovaskularisasi pembuluh darah yang
menyebabkan glaukoma. Hal inilah yang menyebabkan kebutaan.
b. Nefropati
Hal-hal yang dapat terjadi antara lain : peningkatan tekanan glomerular
dan disertai dengan meningkatnya matriks ektraseluler akan menyebabkan
terjadinya penebalan membran basal yang akan menyebabkan
berkurangnya area filtrasi dan kemudian terjadi perubahan selanjutnya
yang mengarah terjadinya glomerulosklerosis. Gejala-gejala yang akan
timbul dimulai dengan mikroalbuminuria dna kemudian berkembang
menjadi proteinuria secara klinis selanjutnya akan terjadi penurunan fungsi
laju filtrasi glomerular dan berakhir dengan gagal ginjal.
c. Neuropati
Yang paling sering dan paling penting gejala yang timbul berupa
hilangnya sensasi distal atau seperti kaki terasa terbakar dan bergetar
d. Penyakit jantung koroner
Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan
kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat
aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah).
Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita DM. Akibat
aterosklerosis akan menyebabkan penyumbatan dan kemudian menjadi
penyakit jantung koroner.
e. Penyakit pembuluh darah kapiler
Mengenali dan mengelola berbagai faktor risiko terkait terjadinya kaki
diabetes dan ulkus diabetes merupakan hal yang paling sering pada
penyakit pembuluh darah perifer yang dikarenakan penurunan suplai darah
di kaki.
2.2 Pengaturan Kadar Gula Darah Tubuh
Yang berperan penting dalam fisiologi pengaturan kadar glukosa darah
adalah hepar, pankreas, adenohipofise dan kelenjar adrenal. Pengaruh lain berasal
dari : kelenjar tiroid, kerja fisik, serta faktor imunologi dan herediter.
a. Hepar
Setelah absorbsi makanan oleh usus, glukosa dialirkan kehepar melalui
vena porta. Sebagian dari glukosa tersebut disimpan sebagai glikogen. Pada saat
itu kadar glukosa dalam vena porta lebih tinggi daripada vena hepatik. Setelah
absorbsi selesai, glikogen dalam hepar dipecah lagi menjadi glukosa. Pada saat ini
kadar glukosa dalam vena hepatik lebih tinggi daripada dalam vena porta. Jadi
jelaslah bahwa hepar dalam hal ini berperan sebagai glukostat.
Dalam keadaan biasa, persediaan glikogen dalam hepar cukup untuk
mempertahankan kadar glukosa darah selama beberapa jam.
b. Pankreas
Sekresi insulin kedalam darah diatur oleh berbagai faktor yaitu :
• Jumlah makanan yang masuk
• Hormon susunan saraf (baik susunan saraf otonom maupun susunan saraf pusat)
Berbagai zat dalam makanan dapat merangsang sekresi insulin. Pada
manusia glukosa merupakan stimulus terkuat, dimana pemberian oral lebih kuat
merangsang sekresi insulin daripada pemberian intra vena. Perangsangan sekresi
insulin ini dengan perantaraan hormon intestinal. Yang dimaksud hormon
intestinal adalah sekretin, gastrin, pankreozimin, dan glukagon intestinal.
Selain insulin, hormon pankreas yang juga penting ikut mengatur
metabolisme karbohidrat adalah glukagon. Glukagon menyebabkan glikogenolisis
dengan jalan merangsang adenilsiklase, suatu enzim yang penting untuk
mengaktifkan enzim fosforilase. Penurunan cadangan glikogen dalam hepar
menyebabkan bertambahnya deaminasi dan transaminasi asam amino, sehingga
glukoneogenesis menjadi lebih aktif.
c. Sistem adrenergik (Kelenjar adenohipofise dan kelenjar adrenal)
Kerja zat adrenergik/simpatik/simpatomimetik terhadap metabolisme
adalah :
• Meningkatkan glikogenolisis dihepar dan otot rangka
• Meningkatkan lipolisis dan pelepasan asam lemak bebas dari
jaringan lemak
Hepar mempunyai Glukosa 6 Phosfatase, tetapi otot rangka tidak
mempunyai, sehingga hepar melepas glukosa sedangkan otot rangka melepas
asam laktat.
Zat adrenergik juga menyebabkan penghambatan sekresi insulin.
Diketahui bahwa sekresi insulin distimulasi oleh aktifitas reseptor β (beta) adrenergik. Tetapi dalam pengaruhnya, reseptor α (alpha) adrenergik lebih dominan dan ini menghambat aktifitas reseptor β sehingga sekresi insulin dihambat.
Epinefrin juga menyebabkan berkurangnya ambilan (uptake) glukosa oleh
jaringan perifer, akibatnya peningkatan kadar glukosa darah dan laktat darah, serta
Epinefrin meningkatkan aktifitas enzim lipase trigliserida dalam jaringan
lemak sehingga mempercepat pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas
(free fatty acid = FFA) dan gliserol. Akibatnya kadar asam lemak bebas dalam
darah menintgkat. Aktifitas enzim lipase trigliserida tersebut terjadi karena
aktifitas reseptor β yang berakibat terbentuknya siklik AMP.
Pentingnya pengaturan glukosa darah adalah karena secara normal glukosa
merupakan satu-satunya bahan makanan yang dapat digunakan oleh otak, retina,
epitel germinal gonad dalam jumlah yang cukup untuk menyuplai jaringan
tersebut secara optimal sesuai dengan energi yang dibutuhkannya. Oleh karena
itu, konsentrasi glukosa darah harus dipertahankan pada kadar normal.
Konsentrasi glukosa darah juga perlu dijaga agar tidak meningkat terlalu tinggi
karena empat alasan berikut : (1) glukosa dapat menimbulkan sejumlah besar
tekanan osmotik dalam cairan ekstrasel, dan bila konsentrasi glukosa meningkat
sangat berlebihan, akan dapat mengakibatkan timbulnya dehidrasi sel; (2)
tingginya konsentrasi glukosa darah menyebabkan keluarnya glukosa dalam air
seni; (3) Hilangnya glukosa melalui urin juga menimbulkan diuresis osmotik oleh
ginjal, yang dapat mengurangi jumlah cairan tubuh dan elektrolit; (4) peningkatan
jangka panjang glukosa darah dapat menyebabkan kerusakan pada banyak
jaringan, terutama pembuluh darah. Kerusakan vaskular, akibat diabetes melitus
yang tidak terkontrol, akan berakibat pada peningkatan risiko terkena serangan
jantung, stroke, penyakit ginjal stadium akhir dan kebutaan (Guyton, 2008).
2.3 Kebutuhan Zat Gizi Pada Penderita Diabetes Melitus
Perencanaan makan hendaknya dengan kandungan zat gizi yang cukup
dan disertai pengurangan total lemak terutama lemak jenuh. Pengetahuan porsi
makanan sedemikian rupa sehingga supan zat gizi tersebar sepanjang hari.
Penurunan berat badan ringan atau sedang (5 – 10 kg), sudah terbukti dapat
meningkatkan kontrol diabetes, walaupun berat badan idaman tidak dicapai
(Hiswani, 2007).
Penurunan berat badan dapat diusahakan dicapai dengan baik dengan
Dianjurkan pembatasan kalori sedang yaitu 250-500 Kkal lebih rendah dari
asupan rata-rata sehari (Hiswani).
Kebutuhan zat gizi dapat diuraikan dibawah ini (Hiswani, 2007) :
1. Protein
Hanya sedikit data ilmiah untuk membuat rekomendasi yang kuat tentang
asupan protein orang dengan diabetes. ADA pada saat ini menganjurkan
mengkonsumsi 10% sampai 20% energi dari protein total. Menurut konsensus
pengelolaan diabetes di Indonesia kebutuhan protein untuk orang dengan diabetes
adalah 10 – 15% energi. Perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg perhari
atau 10% dari kebutuhan energi dengan timbulnya nefropati pada orang dewasa
dan 65% hendaknya bernilai biologi tinggi.
2. Total Lemak.
Asupan lemak dianjurkan < 10% energi dari lemak jenuh dan tidak lebih
10% energi dari lemak tidak jenuh ganda, sedangkan selebihnya yaitu 60 – 70%
total energi dari lemak tidak jenuh tunggak dan karbohidrat. Distribusi energi dari
lemak dan karbohidrat dapat berbeda-beda setiap individu berdasarkan pengkajia
gizi dan tujuan pengobatan. Anjuran persentase energi dari lemak tergantung dari
hasil pemeriksaan glukosa, lipid, dan berat badan yang diinginkan.
Untuk individu yang mempunyai kadar lipid normal dan dapat
mempertahankan berat badan yang memadai (dan untuk pertumbuhan dan
perkembangan normal pada anak dan remaja) dapat dianjurkan tidak lebih dari
30% asupan energi dari lemak total dan < 10% energi dari lemak jenuh. Dalam
hal ini anjuran asupan lemak di Indonesia adalah 20 – 25% energi.
Apabila peningkatan LDL merupakan masalah utama, dapat diikuti
anjuran diet dislipidemia tahap II yaitu < 7% energi total dari lemaj jenuh, tidak
lebih dari 30% energi dari lemak total dan kandungan kolesterol 200 mg/hari.
Apabila peningkatan trigliserida dan VLDL merupakan masalah utama,
pendekatan yang mungkin menguntungkan selain menurunkan berat badan dan
peningkatan aktivitas adalah peningkatan sedang asupan lemak tidak jenuh
jenuh dan tidak jenuh ganda sedangkan asupan karbohidrat lebih rendah.
Perencanaan makan tinggi lemak tidak jenuh tunggal dapat dilakukan antara lain
dengan penggunaan nuts, alpukat dan minyak zaitun. Namun demikian pada
individu yang kegemukan peningkatan asupan lemak dapat memperburuk
kegemukannya. Pasien dengan kadar trigliserida > 1000 mg/dl mungkin perlu
penurunan semua tipe lemak makanan untuk menurunkan kadar lemak plasma
dalam bentuk kilomikron.
3. Lemak Jenuh dan Kolesterol.
Tujuan utama pengurangan konsumsi lemak jenuh dan kolestrol adalah
untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler. Oleh karena itu < 10% asupan
energi sehari seharusnya dari lemak jenuh dan asupan makanan kolesterol
makanan hendaknya dibatasi tidak lebih dari 300 mg perhari. Namun demikian
rekomendasi ini harus disesuaikan dengan latar belakang budaya dan etnik.
4. Karbohidrat dan Pemanis
Rekomendasi tahun 1994 lebih menfokuskan pada jumlah total karbohidrat
dari pada jenisnya. Rekomendasi untuk sukrosa lebih liberal, menilai kembali
fruktosa dan lebih konservatif untuk serat. Buah dan susu sudah terbukti
mempunyai respon glikemik menyerupai roti, nasi dan kentang. Walaupun
berbagai tepung-tepungan mempunyai respon glikemik yang berbeda, prioritas
hendaknya lebih pada jumlah total karbohidrat yang dikonsumsi dari pada sumber
karbohidrat. Anjuran konsumsi karbohidrat untuk orang dengan diabetes di
Indonesia adalah 60 – 70% energi.
5. Sukrosa
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa penggunaan sukrosa sebagai bagian dari
perencanaan makan tidak memperburuk kontrol glukosa darah pada individu
dengan diabetes tipe 1 dan 2. Sukrosa dan makanan yang mengandung sukrosa
harus diperhitungkan sebagai pengganti karbohidrat makanan lain dan tidak hanya
ini kandungan zat gizi dari makanan-makanan manis yang pekat dan kandungan
zat gizi makanan yang mengandung sukrosa harus dipertimbangkan, demikian
juga adanya zat gizi-zat gizi lain pada makanan tersebut seperti lemak yang sering
dimakan bersama sukrosa. Mengkonsumsi makanan yang bervariasi memberikan
lebih banyak zat gizi dari pada makanan dengan sukrosa sebagai satu-satunya zat
gizi.
6. Pemanis
a. Fruktosa menaikkan glukosa plasma lebih kecil dari pada sukrosa
dan kebanyakannya karbohidrat jenis tepung-tepungan. Dalam hal
ini fruktosa dapat memberikan keuntungan sebagai bahan pemanis
pada diet diabetes. Namun demikian, karena pengaruh penggunaan
dalam jumlah besar (20% energi) yang potensial merugikan pada
kolesterol dan LDL, fruktosa tidak seluruhnya menguntungkan
sebagai bahan pemanis untuk orang dengan diabetes. Penderita
dislipidemia hendaknya menghindari mengkonsumsi fruktosa dalam
jumlah besar, namun tidak ada alasan untuk menghindari makanan
seperti buah dan sayuran yang mengnadung fruktosa alami ataupun
konsumsi sejumlah sedang makanan yang mengandung pemanis
fruktosa.
b. Sorbitol, mannitol dan xylitol adalah gula alkohol biasa (polyols)
yang menghasilkan respon glikemik lebih rendah dari pada sukrosa
dan karbohidrat lain. Penggunaan pemanis tersebut secra berlebihan
dapat mempunyai pengaruh laxatif.
c. Sakarin, aspartam, acesulfame adalah pemanis tak bergizi yang dapat
diterima sebagai pemanis pada semua penderita DM.
7. Serat
Rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetes sama dengan
makanan dari berbagai sumber bahan makanan. Di Indonesia anjurannya adalah
kira-kira 25 g/hari dengan mengutamakan serat larut.
8. Natrium
Anjuran asupan untuk orang dengan diabetes sama dengan penduduk biasa
yaitu tidak lebih dari 3000 mg, sedangkan bagi yang menderita hipertensi ringan
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
[image:41.595.114.511.205.725.2]z
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian 3.2 Definisi Operasional
3.2.1 Penderita DM adalah semua penderita yang dinyatakan menderita DM
yang di rawat inap dan rawat jalan di RSUD Gunungsitoli.
3.2.2 Karakteristik dibedakan atas :
a. Umur adalah usia penderita DM sesuai dengan yang tercatat pada kartu status pasien yang dikategorikan :
1. < 45 tahun
2. ≥ 45 tahun
b. Jenis kelamin adalah ciri khas tertentu yang dimiliki penderita DM
sesuai dengan yang tercatat pada kartu status, yang dibedakan atas :
1. Laki-laki
2. Perempuan
d. Pendidikan adalah pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh
dan berhasil diselesaikan oleh penderita DM yang tercatat dalam kartu
status, yang dibedakan atas : Karakteristik :
- Umur
- Jenis Kelamin
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Riwayat Keluarga
Pengetahuan :
- Penyakit DM secara
umum
- Cara-cara
pemantauan kadar gula darah
- Gejala-gejala klinis
DM
- Pengkontrolan KGD
1. Tidak sekolah
2. SD
3. SMP
4. SLTA/Sederajat
5. Akademi/Perguruan Tinggi
e. Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan penderita DM sesuai
dengan yang tercatat dalam kartu status, dikelompokkan atas :
1. Tidak Bekerja
2. Pegawai Negri Sipil (PNS/TNI/POLRI)
3. Pensiunan
4. Wiraswasta/pedagang
5. Ibu Rumah Tangga
f. Riwayat Keluarga adalah ada tidaknya anggota keluarga yang
menderita DM sesuai dengan yang tercatat pada kartu status, yang
dibedakan atas :
1. Ada
2. Tidak ada
3.2.3 Pengetahuan
a. Definisi pengetahuan adalah segala informasi yang diketahui pasien
DM tentang kontrol KGD.
b. Cara ukur : Metode angket
Metode angket ini dilakukan dengan mengedarkan suatu daftar
pertanyaan yang berupa formulir-formulir, diajukan secara tertulis
kepada sejumlah subjek untuk mendapatkan tanggapan, informasi,
jawaban, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).
c. Alat ukur : kuesioner, pertanyaan yang diajukan sebanyak 25
pertanyaan. Dengan penilaian :
• Penderita DM yang menjawab benar diberi skor 2
• Penderita DM yang menjawab salah/tidak tahu diberi skor 0
d. Kategori :
• Baik, bila jawaban responden benar 76-100% dari total nilai angket
pengetahuan.
• Cukup, bila jawaban responden benar 60-75% dari total nilai
angket pengetahuan.
• Kurang, bila jawaban responden benar < 60% dari total nilai angket
pengetahuan.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain penelitian
cross sectional, artinya peneliti melakukan proses pengambilan data dalam satu
kali pengamatan, dimana akan dilakukan pengambilan data dari kuesioner yang
akan dibagikan kepada pasien DM untuk mengetahui karakteristik dan
pengetahuan pasien tentang kontrol kadar gula darah pada saat yang bersamaan
(Sastroasmoro, 2006).
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan selama 4 bulan yaitu pada bulan
Juni - September 2011.
4.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di RSUD Gunungsitoli dengan pertimbangan
bahwa RSUD Gunungsitoli terdapat kasus DM, tersedianya data mengenai DM
dan penelitian sejenis ini belum pernah dilakukan.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi terjangkau dari penelitian adalah seluruh pasien DM rawat inap
dan rawat jalan di RSUD Gunungsitoli pada Juni – September 2011. Dari populasi
terjangkau ini dipilih sampel dengan menggunakan teknik consecutive sampling
dimana semua subjek yang datang ke RSUD Gunungsitoli dan memenuhi kriteria
inklusi maupun eksklusi yang akan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah
subjek yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro, 2008).
Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini, yaitu : pasien DM rawat inap,
rawat jalan, dan semua umur; dan kriteria eksklusi adalah pasien yang menolak
Besar sampel penelitian ini dihitung dengan perhitungan besar sampel data
nominal Simple Random Sampling yaitu sampel tunggal untuk estimasi proporsi
suatu populasi (Madiyono dan Sastroasmoro, 2008) dengan rumus :
n =Z α
2PQ
�2
Keterangan :
n = Besar Sampel
Zα = Deviasi baku alfa
P = Proporsi kategori
Q = 1 – P
d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir
Pada penelitian ini, tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95 %
sehingga untuk Z dua arah diperoleh nilai Zα = 1,96. Nilai P yang ditetapkan
adalah 50% (0,50) karena peneliti belum mengetahui proporsi sebelumnya, selain
itu karena penggunaan P = 0,50 mempunyai nilai P x (1 – P) paling besar
sehingga dihasilkan besar sampel paling banyak. Kesalahan absolute atau
ketetapan relatif yang diinginkan adalah sebesar 10%. Berdasarkan rumus tersebut
maka besar sampel dapat dihitung sebagai berikut :
Diketahui :
Zα = 1,96
P = 0,50
Q = (1 – 0,50)
d = 0,10
maka n adalah :
n = Zα
2PQ
�2
n = (1,96)
2 x 0,5 x (1−0,5)
(0,1)2
n = 96,04 = 97
Dari perhitungan diperoleh jumlah minimal responden 97 orang.
4.4 Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu
data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner. Pengumpulan data dimulai setelah
peneliti memperoleh surat izin pelaksanaan penelitian dari Fakultas Kedokteran
USU dan Direktur RSUD Gunungsitoli. Pada saat pengumpulan data penelitian
menjelaskan waktu, tujuan, manfaat, dan prosedur pelaksanaan penelitian kepada
calon responden dan yang bersedia berpartisipasi diminta untuk menandatangani
lembar persetujuan. Responden yang bersedia diberi lembar kuesioner dan diberi
kesempatan bertanya apabila ada pertanyaan yang tidak dipahami. Responden
yang tidak mampu mengisi sendiri dibantu oleh peneliti dengan cara membacakan
kuesioner. Selanjutnya data yang telah terkumpul dianalisa oleh peneliti.
4.5. Pengelolaan Data dan Analisa Data
Pengeloaan data adalah suatu proses dalam memperoleh dara ringkasan
atau angka ringkasan dengan menggunakaan cara-cara tertentu. Adapun rencana
pengelolaan data terdiri dari (Notoatmodjo, 2010; Wahyuni, 2006) :
a. Editing
Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data.
Apabila data belum lengkap atau terdapat kesalahan, maka data akan
dilengkapi kembali dengan penyebaran kuesioner kembali kepada
responden, bila tidak memungkinkan maka angket tersebut dikeluarkan
(drop out)
b. Coding
Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya
kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan
program komputer.
Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam program
komputer. Program komputer yang rencananya akan dipakai adalah SPSS.
d. Cleaning data
Data-data yang telah dientri diperiksa kembali untuk menghindari
terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.
e. Saving
Data-data yang telah melewati tahapan yang di atas akan disimpan untuk
keperluan analisa data selanjutnya.
f. Analisa data
• Data karakteristik yang telah terkumpul diolah dan dianalisa dengan
bantuan komputer melalui program SPSS, selanjutnya dalam bentuk
tabel distribusi proporsi, diagram pie dan diagram bar.
• Variabel pengetahuan yang berupa data kuantitaf (skor hasil pengisian
kuesioner) diubah menjadi data kualitatif (baik, cukup dan kurang
baik) dengan analisa kualitatif yaitu proses berpikir induktif dimulai
dari keputusan-keputusan khusus (data yang terkumpul) kemudian
diambil kesimpulan secara umum. Data yang telah dianalisis disajikan
dalam bentuk narasi dan tabel distribusi frekuensi.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
RSUD Gunungsitoli adalah rumah sakit kelas C yang merupakan
satu-satunya pusat rujukan kesehatan bagi wilayah Kabupaten Nias bahkan
seluruh Kepulauan Nias dan sekitarnya. Dengan keberadaan yang sangat penting
maka RSUD Gunungsitoli telah berupaya melaksanakan berbagai macam
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat. Rumah sakit ini memiliki
instalasi pelayanan rawat jalan (poliklinik) dan pelayanan rawat inap. Kedua
lokasi ini merupakan tempat pengambilan data dalam penelitian ini.
5.1.2 Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini dikategorikan berdasarkan
umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, daerah asal dan riwayat keluarga.
Hasil penelitian terhadap 102 responden berdasarkan karakteristik dapat dilihat
[image:48.595.113.511.508.755.2]