• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja dengan Komitmen Karyawan tehadap Organisasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja dengan Komitmen Karyawan tehadap Organisasi"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan

Ujian Sarjana Psikologi

Oleh :

ZULFIRMAN SIAGIAN

041301107

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Bekerja dengan Komitmen Karyawan terhadap Organisasi adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi pancabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku

Medan, Desember 2008

(3)

Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Pembuatan skripsi ini merupakan

pengalaman pertama penulis, sehingga penulis mohon maaf jika sekiranya dalam

skripsi ini terdapat kejanggalan-kejanggalan, baik isi maupun cara penulisannya,

yang masih banyak terdapat kesalahan.

Alhamdulillah. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T karena berkat rahmat, hidayah dan anugerah yang diberikanNya sehingga penulis mampu

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Kualitas kehidupan bekerja

dengan Komitmen karyawan terhadap organisasi” ini. Penulis juga bersyukur

kepada Allah SWT berkat rahmat, hidayah, anugerah, kesehatan dan rezeki yang

telah diberikanNya kepada kedua orangtua penulis, karena berkat itu semua kedua

orangtua penulis tetap bisa berdoa, memberikan semangat, motivasi, dan

dukungan materil kepada penulis, oleh karena itu penulis sangat berterima kasih

kepada kedua orangtua penulis yang tidak pernah menyerah dalam hal apapun

demi kehidupan penulis dari dalam kandungan sampai sekarang, tanpa mereka

berdua penulis tidak akan bisa seperti sekarang ini, (trima kasih buat Ayah dan Mama)

Selama proses penyusunan proposal ini, tidak sedikit tantangan yang

dilalui oleh penulis, terlepas dari itu maka penulis ingin menyampaikan terima

kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Chairul Yoel, Sp. A(K) selaku Dekan Fakults

(4)

kesabarannya dalam membimbing saya.

3. Ibu Prof. Dr. Irmawati, M.Si, psikolog dan Ibu Cherly K. Ulfa, M.Si,

psikolog yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi

dosen penguji skripsi ini. Terima kasih atas perhatiannya, masukannya,

dan bimbingannya. Dan khusus buat Ibu Prof. Irmawati, terima kasih

atas kepercayaan yang ibu berikan selama ini kepada saya.

4. Ibu Raras Sutatminingsih, M.Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing

akademis penulis. Terima kasih ya bu atas bimbingan yang ibu berikan

selama ini, dan terima kasih juga atas kepercayaan yang ibu berikan

kepada saya.

5. Bapak Zulkarnain, S.Psi, Pikolog (calon Phd). Terima kasih pak atas

tukar pikiran yang kita lakukan, terima kasih jurnal QWL nya, terima

kasih pula atas motivasi yang bapak berikan kepada saya. Saya doakan

semoga Phd nya segera menyusul nama belakang bapak.

6. Ibu Ika Sari Dewi. S, Psi., Ibu Rohila, Ibu Ida dan Pak Ari yang telah

memberikan kepercayaan dan kesempatan kepada penulis untuk ikut

serta dalam kegiatan Unit Pelayanan Psikologi.

7. Ibu Dina, Ibu Lita, Pak Fery, Ibu Lili, Ibu Rika, Ibu Yossi, dan Seluruh

staf pengajar Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara yang

(5)

Kak Ari yang telah banyak membantu saya dalam memberikan surat

izin penelitian dan bantuan administrasi lainnya.

9. Seluruh pegawai Psikologi USU yang telah mengurus segala

administrasi setiap semester.

10.Bapak Joko Herlambang selaku HR Manager PT. Tirta Sibayakindo

Brastagi yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis, mau

bertukaran pikiran dan memberikan masukan dalam proses penulisan

skripsi ini. Dan terima kasih juga untuk seluruh staff (karyawan) TSI

yang telah rela menjadi subjek penelitian, tanpa mereka semua

penelitian ini tidak akan ada.

11.Buat abang Khairul dan kak Dyah serta kakak-kakakku: kak Ita dan

bang Herman, kak Rosimah dan bang Husin, kak Yani (trima kasih

juga atas pengorbanan waktunya dalam penyebaran skala di TSI) dan

mas Doni, dan yang terakhir buat adikku Ilmi yang juga telah

memberikan motivasi dalam penulisan skripsi ini. Semoga kita tetap

bisa sama-sama terus dan bisa berbagi di istana ceria yang kita cintai.

Segalanya sangat berarti dalam menjalani hidup dengan kalian, terima

kasih atas pelajaran-pelajaran kehidupan yang telah kalian berikan.

12.Nesya ”Echa”-ku, yang telah menjadi inspirasi dalam peulisan skripsi

ini. Terima kasih atas waktu dan kebersamaan kita selama ini, terima

(6)

13.Keluarga Bapak Syafri Bahar dan Ibu Nelly yang telah menganggap

penulis seperti keluarga mereka dan juga telah memberikan motivasi

kepada penulis. Buat Budi, Adith dan Ayu, terima kasih atas

kebersamaan kita selama ini.

14.Sahabat lamaku Indra, Mila dan Kristo yang rajin menanyakan ”kapan

selesai?”, semoga kita akan menjadi orang sukses seperti yang kita

cita-citakan dari dulu.

15.Sahabat di tim Labsosku: Sugi, Nina, Dewi. Yola dan Reni semoga

kebersamaan kita sampai anak cucu. Teman seperjuangan PIO: mas

Yuda, Kakas, Onya, Hadi, Carles dkk. Johan, Kris, Indy, Ikun (trima

kasih kebersamaan, canda dan tawa kita selama ini), Bima, Hendra,

Rayez, Fani, dan seluruh rekan sebaya di angkatan 2004 yang yang

telah memberikan kisah klasik selama berada di Psikologi USU.

16.Fahmi, Bang Ronal, Bang Ahmad, Bang Hamdi, terima kasih atas

kebersamaan, kekeluargaan, tumpangan dalam mengerjakan penelitian

terutama ngeprint dan internet.

17.Senior-seniorku di Psikologi, Bang Iseq, Bang Zizou, Kak Rizka, Bang

Prant, Kak Ririn, Kak Nina, Bang Indra dan semua yang tidak bisa

disebutkan satu persatu yang telah memberikan pelajaran hidup di

(7)

penulis yang tidak tersebutkan, penulis ucapkan terima kasih

sebesar-besarnya telah membantu penulis dalam menyelesaikan skiripsi ini.

Tanpa bantuan mereka semua mungkin skripsi ini tidak akan pernah

selesai dan semoga pengorbanan dan jasa baik yang diberikan kepada

penulis mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak terdapat

kekurangan dalam penulisan skripsi ini, semua itu adalah kesalahan dan

kekhilafan dari penulis. Semoga, skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak, amiinn.

Medan, Desember 2008

(8)

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

ABSTRAKSI ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Karyawan ... 11

1. Definisi komitmen karyawan ... 11

2. Aspek komitmen ... 13

3. Faktor yang mempengaruhi komitmen ... 15

4. Menciptakan komitmen ... 18

B. Kualitas kehidupan bekerja ... 20

1. Definisikualitas kehidupan bekerja ... 20

2. Kriteria kualitas kehidupan bekerja ... 21

(9)

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 30

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 30

1. Komitmen karyawan... 30

2. Kualitas kehidupan bekerja ... 31

C. Populasi, Sampel, dan Metode pengambilan Sampel ... 32

1. Populasi dan Sampel ... 32

2. Metode pengambilan Sampel ... 33

3. Jumlah Sampel Penelitian ... 33

D. Metode dan Alat pengumpulan data ... 34

1. Metode skala ... 34

2. Skala komitmen karyawan ... 35

3. Skala kualitas kehidupan bekerja ... 36

4. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 38

a. Uji Validitas ... 38

b. Uji Reliabilitas ... 39

c. Hasil Uji Coba ... 39

E. Prosedur pelaksanaan penelitian ... 44

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 44

2. Pelaksanan Penelitian ... 46

3. Tahap Pengolahan Data ... 46

(10)

1. Penggolongan Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 48

2. Penggolongan Subjek Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 49

3. Penggolongan Subjek Berdasarkan Masa Kerja ... 50

4. Penggolongan Subjek Berdasarkan Usia ... 51

5. Penggolongan Subjek Berdasarkan Gaji ... 52

B. Hasil Penelitian ... 53

1. Hasil Uji Asumsi Penelitian ... 53

2. Hasil Utama Penelitian ... 55

3. Hasil Tambahan Penelitian ... 63

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN A. KESIMPULAN ... 69

B. DISKUSI ... 71

C. SARAN ... 75

1. Saran Praktis ... 76

a. Saran Untuk Pihak Perusahaan ... 76

b. Saran Untuk Pihak Karyawan ... 76

2. Saran Metodologis ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 78

(11)

Tabel 1: Distribusi Aitem-aitem Skala Komitmen Karyawan Sebelum Uji Coba ...

36 Tabel 2: Distribusi Aitem-aitem Skala Kualitas Kehidupan Bekerja

Sebelum Uji Coba ... 37 Tabel 3: Distribusi Aitem-aitem Skala Komitmen Karyawan Setelah Uji

Coba ... 40 Tabel 4: Distribusi Aitem-aitem Skala Komitmen Karyawan Setelah Uji

Coba Untuk Penelitian... 41

Tabel 5: Distribusi Aitem-aitem Skala Kualitas Kehidupan Bekerja Setelah Uji Coba ... 42

Tabel 6: Distribusi Aitem-aitem Skala Kualitas Kehidupan Bekerja Setelah Uji Coba untuk Penelitian... 43

Tabel 7: Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin... 48

Tabel 8: Penyebaran Subjek Berdasarkan PendidikanTerakhir... 49

Tabel 9: Penyebaran Subjek Berdasarkan Masa Kerja... 50

Tabel 10: Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia... 51

Tabel 11: Penyebaran Subjek Berdasarkan Gaji... 52

Tabel 12: Hasil Uji Normalitas... 53

Tabel 13: Korelasi antara Kualitas Kehidupan Bekerja dengan Komitmen Karyawan terhadap Organisasi... 56

Tabel 14: Hasil Analisa Regresi... 57

Tabel 15: Perbandingan Mean Hipotetik dengan Mean Empirik Komitmen Karyawan terhadap Organisasi... 58

(12)

Komitmen Karyawan... 62 Tabel 20: Gambaran Komitmen Karyawan terhadap Organisasi

Berdasarkan Jenis Kelamin... 63 Tabel 21: Gambaran Komitmen Karyawan terhadap Organisasi

Berdasarkan Pendidikan Terakhir... 64 Tabel 22: Gambaran Komitmen Karyawan terhadap Organisasi

Berdasarkan Masa Kerja... 65 Tabel 23: Gambaran Komitmen Karyawan terhadap Organisasi

Berdasarkan Usia... 66 Tabel 24: Gambaran Komitmen Karyawan terhadap Organisasi

Berdasarkan Gaji... 67 Grafik 1 : Scatterplot hubungan kualitas kehidupan bekerja dengan

komitmen karyawan terhadap

organisasi……... 55

(13)

Zulfirman Siagian : 041301107

Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja dengan Komitmen Karyawan tehadap Organisasi

xvii + 77 halaman; 2008; 24 tabel; 3 lampiran Bibliografi : 33 (1981 – 2007)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas kehidupan bekerja dengan komitmen karyawan tehadap organisasi. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya ke dalam bagian organisasi. Komitmen karyawan dapat diciptakan dengan dengan memperhatikan beberapa faktor seperti, kepuasan akan pembayaran yang diberikan perusahaan, sikap atasan dan pengawasan yang ada, hubungan dengan sesama rekan kerja, kesempatan promosi, partisipasi dan keterlibatan karyawan dalam organisasi, komunikasi dan kenyamanan bekerja. Faktor-faktor tersebut bukan saja menjadi penentu komitmen karyawan, tetapi juga elemen yang perlu dipertimbangkan dalam menciptakan kualitas kehidupan bekerja (quality of working life) yang kondusif bagi karyawan.

Penelitian ini melibatkan 120 orang Karyawan/ staff PT Tirta Sibayakindo Brastagi sebagai subjek penelitian. Adapun kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah karyawan/ staff yang telah bekerja minimal satu tahun tanpa pernah berhenti. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik teknik sampling acak sederhana dengan menggunakan metode undian.Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan uji Pearson Correlation. Alat ukur yang digunakan adalah skala komitmen karyawan yang disusun berdasrkan tiga aspek yang dikemukakan oleh Mowday, Porter, dan Steers (1983) dan skala kualitas kehidupan bekerja yang disusun berdasarkan delapan criteria yang dikemukakan oleh Walton (dalam Kossen, 1986).

Hasil analisa data menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas kehidupan bekerja dengan komitmen karyawan terhadap organisasi dengan nilai = 0.000. Sementara itu dari hasil tambahan penelitian didapatkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan komitmen karyawan ditinjau dari jenis kelamin, pendidikan terakhir, lama bekerja, usia, dan gaji.

(14)

Zulfirman Siagian : 041301107

Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja dengan Komitmen Karyawan tehadap Organisasi

xvii + 77 halaman; 2008; 24 tabel; 3 lampiran Bibliografi : 33 (1981 – 2007)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas kehidupan bekerja dengan komitmen karyawan tehadap organisasi. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya ke dalam bagian organisasi. Komitmen karyawan dapat diciptakan dengan dengan memperhatikan beberapa faktor seperti, kepuasan akan pembayaran yang diberikan perusahaan, sikap atasan dan pengawasan yang ada, hubungan dengan sesama rekan kerja, kesempatan promosi, partisipasi dan keterlibatan karyawan dalam organisasi, komunikasi dan kenyamanan bekerja. Faktor-faktor tersebut bukan saja menjadi penentu komitmen karyawan, tetapi juga elemen yang perlu dipertimbangkan dalam menciptakan kualitas kehidupan bekerja (quality of working life) yang kondusif bagi karyawan.

Penelitian ini melibatkan 120 orang Karyawan/ staff PT Tirta Sibayakindo Brastagi sebagai subjek penelitian. Adapun kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah karyawan/ staff yang telah bekerja minimal satu tahun tanpa pernah berhenti. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik teknik sampling acak sederhana dengan menggunakan metode undian.Data yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan uji Pearson Correlation. Alat ukur yang digunakan adalah skala komitmen karyawan yang disusun berdasrkan tiga aspek yang dikemukakan oleh Mowday, Porter, dan Steers (1983) dan skala kualitas kehidupan bekerja yang disusun berdasarkan delapan criteria yang dikemukakan oleh Walton (dalam Kossen, 1986).

Hasil analisa data menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas kehidupan bekerja dengan komitmen karyawan terhadap organisasi dengan nilai = 0.000. Sementara itu dari hasil tambahan penelitian didapatkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan komitmen karyawan ditinjau dari jenis kelamin, pendidikan terakhir, lama bekerja, usia, dan gaji.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini organisasi menghadapi kompetisi yang makin meningkat dan

perlu usaha kuat untuk menyesuaikan diri dengan perubahan. Kondisi ini

menyebabkan organisasi lebih menghadapi hal-hal yang dapat menimbulkan

kecemasan dibanding masa-masa sebelumnya, dan lebih sulit untuk

mengidentifikasi tujuan dan nilai-nilai organisasi (Armstrong, dalam Kurniasari

2004).

Organisasi terdiri atas individu-individu yang merupakan penggerak dan

mengarahkan organisasi, yang harus selalu diperhatikan, dijaga, dipertahankan

dan dikembangkan oleh organisasi tersebut (Kurniasari, 2004). Individu dalam

organisasi yang biasa disebut dengan karyawan, adalah manusia yang mempunyai

sifat kemanusiaan, perasaan dan kebutuhan yang beraneka ragam. Kebutuhan ini

bersifat fisik maupun non fisik yang harus dipenuhi agar dapat hidup secara layak

dan manusiawi. Hal ini menyebabkan timbulnya suatu pendekatan yang

berdasarkan pada kesejahteraan karyawan dalam manajemen personalia.

Karyawan harus mendapatkan perlakuan sedemikian rupa sehingga kerjasama

antara pimpinan dan karyawan sebagai bawahan dapat terjalin dengan baik. Bila

hubungan terjalin baik maka mudah untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah

ditentukan (Khaminah, 2005).

Sebagai manusia, karyawan juga mempunyai tujuan sehingga diperlukan

(16)

mengusahakan integrasi antara tujuan perusahaan dan tujuan karyawan, perlu

diketahui apa yang menjadi kebutuhan masing-masing pihak. Kebutuhan

karyawan diusahakan dapat terpenuhi melalui pekerjaannya. Apabila seorang

karyawan sudah terpenuhi segala kebutuhannya maka dia akan mencapai

kepuasan kerja dan memiliki komitmen terhadap perusahaan. Tingginya

komitmen karyawan dapat mempengaruhi usaha suatu perusahaan secara positif.

Adanya komitmen akan membuat karyawan mendukung semua kegiatan

perusahaan secara aktif, ini berarti karyawan akan bekerja lebih produktif.

Penelitian menyatakan bahwa kepuasan kerja dan komitmen organisasional

cenderung mempengaruhi satu sama lain. Karyawan yang relatif puas dengan

pekerjaannya akan lebih berkomitmen pada organisasi dan karyawan yang

berkomitmen terhadap organisasi lebih mungkin mendapat kepuasan yang lebih

besar (Mathis dan Jackson, 2001).

Penelitian ini memakai beberapa istilah seperti: komitmen organisasi,

komitmen karyawan, dan komitmen kerja, tetapi semuanya memiliki maksud yang

sama, yaitu komitmen karyawan terhadap organisasi. Komitmen karyawan

terhadap organisasi didefinisikan oleh Meyer dan Allen (1991) sebagai suatu

konstruk psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi

dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk

melanjutkan keanggotaannya dalam berorganisasi. Berdasarkan definisi tersebut

anggota yang memiliki komitmen terhadap organisasinya akan lebih dapat

bertahan sebagai bagian dari organisasi dibandingkan anggota yang tidak

(17)

Komitmen karyawan memegang peranan penting dalam hal kelangsungan

organisasi. Sebaliknya ketiadaan komitmen karyawan memang menjadi sumber

petaka bagi kelangsungan organisasi (Gross, 1996). Komitmen karyawan terhadap

perusahaan tercermin dalam kinerja karyawan, semakin tinggi komitmen

karyawan, maka kinerjanya akan semakin baik (Steers dan Porter, 1983). Katz dan

Kahn (dalam Mathieu dan Zajac, 1990) mengatakan bahwa karyawan yang

berkomitmen tinggi cenderung mau bekerja keras, seperti bekerja di luar tugasnya

(extra role), kreatif dan inovatif. Hal ini akan meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja sehingga perusahaan menjadi lebih kompetitif. Mathiew dan Zajac

(1990), menambahkan bahwa dengan adanya komitmen yang tinggi pada

karyawan akan memberikan dampak positif bagi perusahaan, seperti

meningkatnya kepuasan kerja, serta menurunnya tingkat keterlambatan, absensi,

dan turnover.

Menurut Armansyah (2002) ada beberapa faktor yang mempengaruhi

komitmen karyawan, antara lain: kepuasan akan pembayaran yang diberikan

perusahaan, kepuasan kondisi kerja, hubungan dengan sesama rekan kerja, sikap

atasan dan pengawasan yang diberikan. Feinstein (2001) kemudian menambahkan

bahwa kepuasan akan promosi merupakan penentu komitmen karyawan terhadap

organisasi. Pendapat tersebut didukung oleh sebuah survey komprehensif yang

dilakukan oleh Human Capital (2005). Hasil survey tersebut menemukan faktor

yang membuat karyawan merasa puas dengan pekerjaannya, yang selanjutnya

dapat meningkatkan komitmen karyawan. Faktor tersebut adalah: faktor peluang

(18)

tersebut memiliki prospek sukses lebih baik di masa depan (25%), menyediakan

peluang training dan pengembangan diri yang lebih baik (23%), dan memberikan peluang lebih baik untuk menggunakan keahlian (23%). Mengenai kepuasan kerja

ini juga tidak bisa dilepaskan dari temuan bahwa karyawan puas bekerja dalam

tim.

Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Chiu dan Chen (dalam

Hasanbasri, 2007) yang mengemukakan faktor-faktor penentu komitmen

karyawan terhadap organisasi, antara lain: 1) kepuasan akan imbalan yang layak,

hal ini sesuai dengan hasil survey Work Indonesia (dalam Human Capital, 2007)

bahwa 51 % karyawan di Indonesia tidak puas dengan gaji yang diberikan

perusahaan di tempat mereka bekerja sehingga karyawan tersebut pindah ke

perusahaan lain dengan tawaran gaji yang lebih baik, 2) pekerjaan mental yang

menantang, 3) kondisi kerja yang mendukung, dan 4) rekan kerja yang

mendukung. Knights dan Kennedy (2005) juga menambahkan faktor-faktor

penentu komitmen karyawan terhadap organisasi, yaitu: 5) kepuasan akan

supervisi, 6) komunikasi, hal ini sesuai dengan hasil survey Work Indonesia

(dalam Human Capital, 2007) bahwa pendorong komitmen karyawan terhadap

perusahaan tempanya bekerja adalah komunikasi dengan manajemen, 7)

kenyamanan bekerja dan 8) kepuasan akan promosi, hal ini juga sesuai dengan

hasil survey Work Indonesia (dalam Human Capital, 2007) bahwa alasan tertinggi

karyawan pindah ke perusahaan lain adalah kesempatan karir yang kurang baik di

(19)

Kepuasan akan pembayaran yang diberikan perusahaan, kepuasan kondisi

kerja baik secara mental pekerjaan yang dihadapi menantang atau tidak, sikap

atasan dan pengawasan yang diberikan, maupun pengembangan karir bukan saja

dapat mempengaruhi komitmen pekerja, tetapi Schermerhorn (dalam Alwi, 2001)

mengatakan bahwa elemen-elemen seperti yang telah dikemukakan di atas yaitu:

sistem kompensasi, peluang karir, peluang mengikuti training dan pendidikan, peluang menerapkan keahlian-keahlian baru, dan human relation dalam organisasi merupakan beberapa elemen yang perlu dipertimbangkan dalam menciptakan

kualitas kehidupan bekerja (quality of working life) yang kondusif bagi karyawan. Kualitas kehidupan bekerja didefinisikan oleh Lau & May (1998) sebagai

strategi tempat kerja, operasi dan lingkungan yang mempromosikan serta

memelihara kepuasan karyawan dengan satu tujuan meningkatkan kondisi kerja

untuk karyawan dan organisasi serta efektivitas untuk pemberi kerja. Dasar

objektif kualitas kehidupan kerja yang efektif adalah peningkatan keadaan kerja

terutama dari sisi perspektif pekerja, dan keberhasilan organisasi yang berasaskan

sisi perspektif majikan. Hasil kualitas kehidupan bekerja yang positif akan

memperoleh beberapa hal seperti berkurangnya tingkat ketidakhadiran, rendahnya

turnover dan meningkatnya tingkat kepuasan kerja (Havlovic, 1991, Cohen, Chang & Ledford, 1997; King & Ehrhard, 1997, dalam Lau & May, 1998).

Konsep mengenai kualitas kehidupan bekerja menurut Cole dkk (2005)

telah digunakan dalam berbagai cara termasuk pendekatan dalam hubungan

industri, yang merupakan suatu metode disain ulang kerja yang melibatkan pihak

(20)

Hal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan variasi daripada tugas-tugas kerja,

umpan balik daripada pekerjaan, kesempatan untuk menggunakan kemampuan

dan keterampilan individu (Kalimo, Lindstrom & Smith dalam Lau & May,

1998). Menurut Cole dkk (2005) kualitas kehidupan bekerja lebih mengarah

kepada pengembangan staf dan perasaan sejahtera pekerja yang merupakan hal

yang penting dalam pencapaian organisasi. Kemudian Jewell & Siegall (1998)

juga menambahkan bahwa kualitas kehidupan bekerja mengacu pada pengaruh

situasi kerja keseluruhan terhadap seorang individu. Apakah kualitas ini

merupakan “kekuatan untuk kebaikan” dalam individu tersebut atau tidak.

Kualitas kehidupan bekerja juga telah dikenal sebagai suatu konstruk yang

bersifat multi dimensi. Beberapa konsep dan perbincangan mengenai kualitas

kehidupan bekerja meliputi keselamatan kerja, sistem penggajian yang baik, upah

yang tinggi, kesempatan untuk berkembang, keterlibatan para pekerja, dan

peningkatan produktivitas organisasi (Havlovic, 1991, Straw & Heckscher, 1984;

Scobel 1975, dalam Lau & May, 1998).

B. Rumusan Masalah

Komitmen karyawan merupakan suatu sikap keterikatan yang dimiliki

karyawan terhadap organisasi dan tujuan-tujuannya serta keinginan kuat untuk

bertahan di perusahaan. Komitmen karyawan mengandung pengertian sebagai

sesuatu hal yang lebih dari sekedar kesetiaan yang pasif terhadap organisasi,

dengan kata lain komitmen karyawan menyiratkan hubungan karyawan dengan

(21)

komitmen tinggi memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung

jawab yang lebih dalam menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi

tempatnya bekerja. Beberapa faktor yang menentukan komitmen karyawan antara

lain: kepuasan akan kondisi kerja, kepuasan akan gaji dan tunjangan, supervisi

atau atasan, kesempatan untuk berkembang, dan hubungan sosial baik internal

maupun eksternal. Selain merupakan faktor yang menentukan komitmen

karyawan, ternyata kepuasan akan kondisi kerja, kepuasan akan gaji dan

tunjangan, supervisi atau atasan, kesempatan untuk berkembang, dan hubungan

sosial baik internal maupun eksternal juga merupakan elemen-elemen yang harus

diperhatikan dalam menciptakan kualitas kehidupan bekerja yang baik. Kualitas

kehidupan bekerja merupakan usaha sistematik dari organisasi di mana pekerja

diberikan kesempatan yang lebih besar untuk mengembangkan dirinya dalam

bekeja yang dapat mempengaruhi kontribusi pekerja terhadap efektivitas

organisasi secara keseluruhan.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang telah dikemukan sebelumnya,

maka peneliti tertarik untuk meneliti permasalahan yang terjadi, yaitu apakah

terdapat hubungan antara kualitas kehidupan bekerja dengan komitmen karyawan

(22)

C. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan uraian pada latar belakang dan permasalahan yang

dikemukakan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

antara kualitas kehidupan bekerja dengan komitmen karyawan terhadap

organisasi.

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberi dua manfaat, yaitu: manfaat

secara teoritis dan manfaat secara praktis.

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk

pengembagan ilmu Psikologi, khususnya bidang Psikologi Industri dan

Organisasi, terutama mengenai kualitas kehidupan bekerja dan komitmen

organisasi.

2. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada

organisasi atau perusahaan mengenai kualitas kehidupan bekerja, yang

nantinya diharapkan agar perusahaan tersebut memperhatikan kualitas

kehidupan bekerja dan komitmen organisasi pekerja, dimana hal ini

mampu meningkatkan kesejahteraan baik bagi pekerja, pemberi kerja

(23)

E. Sistematika Penulisan

Proposal penelitian ini disusun dalam sistematika sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

Bab ini akan menyajikan uraian singkat mengenai latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika

penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Bab ini menyajikan tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam

pembahasan masalah. Adapun teori-teori yang dimuat adalah definisi

kualitas kehidupan bekerja, kriteria kualitas kehidupan bekerja, aspek

kualitas kehidupan bekerja, definisi komitmen organisasi, dimensi

komitmen organisasi, aspek komitmen organisasi dan Hipotesis penelitian.

Bab III : Metodologi Penelitian

Bab ini akan menjelaskan metode penelitian yang digunakan oleh peneliti

dalam hal ini adalah metode penelitian kuantitatif, identifikasi variabel

penelitian, definisi operasional, populasi, sampel, metode pengambilan

sampel, alat ukur yang digunakan, uji daya beda item dan reliabilitas alat

ukur, dan metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data

penelitian.

Bab IV Analisa data dan interpretasi

Dalam analisa data akan dipaparkan mengenai hasil deskripsi data

(24)

menginterpretasikan data-data masukan atau data-data tambahan dari

statistik.

Bab V Kesimpulan, Diskusi, dan Saran

Dalam kesimpulan terdapat jawaban atas masalah yang diajukan.

Kesimpulan dibuat berdasarkan analisa dan interpretasi data. Dalam

diskusi dibandingkan hasil penelitian yang diperoleh dengan hasil

(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Komitmen Karyawan terhadap Organisasi

1. Definisi Komitmen Karyawan terhadap Organisasi

Komitmen organisasi dapat didefinisikan dengan dua cara yang berbeda.

Cara pertama diajukan oleh Porter dkk (dalam Panggabean, 2004) yang

mengatakan bahwa komitmen adalah kuatnya pengenalan dan keterlibatan

seseorang dalam suatu organisasi tertentu. Di lain pihak, Becker (dalam

Panggabean, 2004) menggambarkan bahwa komitmen sebagai kecenderungan

untuk terikat dalam garis kegiatan yang konsisten karena menganggap adanya

biaya pelaksanaan kegiatan yang lain (berhenti bekerja).

Secara garis besar, Meyer, Allen & Smith (1993) mengaggap komitmen

sebagai sebuah keadaan psikologis yang mengkarakteristikkan hubungan

karyawan dengan organisasi, dan memiliki implikasi terhadap keputusan untuk

melanjutkan atau menghentikan keanggotaan dalam organisasi. Sedangkan

menurut Spector (2000), secara umum komitmen kerja melibatkan keterikatan

individu terhadap pekerjaannya. Komitmen kerja merupakan sebuah variable yang

mencerminkan derajat hubungan yang dianggap dimiliki oleh individu terhadap

pekerjaan tertentu dalam organisasi. Greenberg dan Baron (1993) mengemukakan

bahwa komitmen kerja merefleksikan tingkat identifkasi dan keterlibatan individu

dalam pekerjaannya dan ketidaksediaannya untuk meninggalkan pekerjaan

(26)

Meyer dan Allen (1991) merumuskan suatu definisi mengenai komitmen

dalam berorganisasi sebagai suatu konstruk psikologis yang merupakan

karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki

implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam

berorganisasi. Berdasarkan definisi tersebut anggota yang memiliki komitmen

terhadap organisasinya akan lebih dapat bertahan sebagai bagian dari organisasi

dibandingkan anggota yang tidak memiliki komitmen terhadap organisasi.

Menurut Mathis dan Jackson (2001) komitmen organisasi adalah tingkat

kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan

mempunyai keinginan untuk tetap ada di dalam organisasi tersebut yang pada

akhirnya tergambar dalam statistik ketidakhadiran dan masuk keluar tenaga kerja

(turnover).

Menurut Luthan (1995) Komitmen organisasi adalah

a. Suatu keinginan yang kuat untuk menjadi anggota dari organisasi tertentu.

b. Keinginan menuju level keahlian tinggi atas nama organisasi.

c. Suatu kepercayaan tertentu di dalam, dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan

tujuan organisasi tersebut.

Porter, Mowday dan Steers (1982) mendefinisikan komitmen organisasi

sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan

keterlibatan dirinya kedalam bagian organisasi. Hal ini dapat ditandai dengan tiga

hal, yaitu :

(27)

b. Kesiapan dan kesedian untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama

organisasi.

c. Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi (menjadi

bagian dari organisasi).

Berdasarkan beberapa definisi dari tokoh-tokoh tersebut, maka dapat

disimpulkan bahwa komitmen karyawan terhadap organisai adalah suatu perasaan

keterikatan yang dimiliki oleh karyawan sehingga karyawan tersebut tetap berada

dalam organisasi untuk mencapai visi, misi dan tujuan organisasinya, sehingga

karyawan tersebut tidak bersedia untuk meninggalkan organisasinya dengan

alasan apapun.

2. Aspek Komitmen Organisasi

Mowday, Porter, dan Steers (1983) menyatakan bahwa komitmen

karyawan memiliki tiga aspek utama, yaitu :

a. Identifikasi

Identifikasi diwujudkan dalam bentuk kepercayaan pegawai terhadap

organisasi, dapat dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi,

sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para pegawai ataupun dengan

kata lain organisasi memasukkan pula kebutuhan dan keinginan pegawai

dalam tujuan organisasinya. Hal ini akan membuahkan suasana saling

mendukung diantara para pegawai dengan organisasi. Lebih lanjut,

suasana tersebut akan membawa pegawai dengan rela menyumbangkan

(28)

tujuan organisasi yang dipercayai telah disusun demi memenuhi kebutuhan

pribadi mereka pula.

b. Keterlibatan

Keterlibatan atau partisipasi pegawai dalam aktivitas-aktivitas kerja

penting untuk diperhatikan karena adanya keterlibatan pegawai

menyebabkan mereka akan mau dan senang bekerja sama baik dengan

pimpinan ataupun dengan sesama teman kerja. Salah satu cara yang dapat

dipakai untuk memancing keterlibatan pegawai adalah dengan memancing

partisipasi mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan, yang

dapat menumbuhkan keyakinan pada pegawai bahwa apa yang telah

diputuskan adalah merupakan keputusan bersama. Disamping itu, dengan

melakukan hal tersebut maka pegawai merasakan bahwa mereka diterima

sebagai bagian yang utuh dari organisasi, dan konsekuensi lebih lanjut,

mereka merasa wajib untuk melaksanakan bersama apa yang telah

diputuskan karena adanya rasa keterikatan dengan apa yang mereka

ciptakan.

c. Loyalitas

Loyalitas pegawai terhadap organisasi memiliki makna kesediaan

seseorang untuk melanggengkan hubungannya dengan organisasi, kalau

perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan

apapun. Kesediaan pegawai untuk mempertahankan diri bekerja dalam

(29)

terhadap organisasi dimana mereka bekerja. Hal ini dapat diupayakan bila

pegawai merasakan adanya keamanan dan kepuasan di dalam organisasi

tempat ia bergabung untuk bekerja.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Komitmen Karyawan terhadap Organisasi

Komitmen karyawan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Dari hasil studi yang dilakukan oleh Angle dan Perry (1981) menunjukkan

bahwa prediktor terhadap komitmen adalah masa kerja seseorang pada

organisasi tertentu. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Makin lama seseorang bekerja pada suatu organisasi, semakin ia memberi

peluang untuk menerima tugas yang lebih menantang, otonomi yang lebih

besar, keleluasaan untuk bekerja, tingkat imbalan ekstrinsik yang lebih

besar dan peluang mendapat promosi yang lebih tinggi.

b. Adanya peluang investasi pribadi, yang berupa pikiran, tenaga dan waktu

untuk organisasi yang makin besar, sehingga makin sulit untuk

meninggalkan organisasi tersebut.

c. Adanya keterlibatan sosial yang dalam dengan organisasi dan

individu-individu yang ada, hubungan sosial yang lebih bermakna, sehingga

membuat individu semakin berat meninggalkan organisasi.

(30)

2. Karakteristik Pribadi.

Menurut Mowday, Porter dan Steers, (1982) beberapa karakteristik pribadi

dianggap memiliki hubungan dengan komitmen, diantaranya adalah :

a. Usia dan masa kerja . Usia dan masa kerja berkorelasi positif dengan

komitmen. Gilmer, Attiselli dan Brown (dalam Prabowo, 1997) dalam

penelitiannya juga menambahkan bahwa usia akan berpengaruh pada

komitmen organisasi dimana komitmen bertambah seiring bertambahnya

usia.

b. Tingkat Pendidikan. Makin tinggi tingkat pendidikan, makin banyak pula

harapan individu yang mungkin tidak bisa diakomodir oleh organisasi,

sehingga komitmennya semakin rendah.

c. Jenis Kelamin. Wanita pada umumnya menghadapi tantangan yang lebih

besar dalam pencapaian kariernya, sehingga komitmennya lebih tinggi.

d. Peran individu tersebut di organisasi. Hasil studi Morris dan Sherman

menunjukkan bahwa adanya hubungan yang negatif antara peran yang tidak

jelas dan komitmen terhadap organisasi. Peran yang tidak jelas muncul

akibat adanya tujuan yang tidak jelas pula atas suatu pekerjaan. Ciri-cirinya

antara lain ketidakjelasan evaluasi terhadap pekerjaan, cara untuk mencapai

unjuk kerja yang baik dan batas wewenang serta tanggung jawab individu.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan munculnya ketidakjelasan peran,

yakni : (1) faktor organisasi, keberadaan individu tidak jelas fungsinya

sehingga peranannyapun tidak jelas ; (2) faktor pemberi peran –

(31)

harapannya terhadap bawahan ; (3) faktor penerima peran – ketidakjelasan

peran karena bawahan tidak mengerti peran yang harus ia lakukan sesuai

harapan atasan (dalam Temaluru, 2001).

e. Faktor Lingkungan pekerjaan akan berpengaruh terhadap sikap individu pada

organisasi. Menurut Porter, Mowday dan Steers (1982), lingkungan dan

pengalaman kerja dipandang sebagai kekuatan sosialisasi utama yang

mempengaruhi komitmen terhadap organisasi. Beberapa faktor lingkungan

yang berkaitan dengan komitmen adalah : (1) keterandalan organisasi, yakni

sejauh mana individu merasa bahwa organisasi tempat ia bekerja

memperhatikan anggotannya, baik dalam hal minat maupun kesejahteraan;

(2) perasaan dianggap penting oleh organisasi- yakni sejauh mana individu

merasa diperlukan dalam mencapai misi organisasi. Menurut Robert

Lavering (1988), tempat kerja yang baik adalah tempat yang membuat

karyawan dihargai keberadaannya dan merasa bangga menjadi anggota

organisasi tersebut. Ketidakberartian akan membuat komitmen organisasi

menjadi rendah; (3) realisasi terhadap harapan individu- yakni sejauh mana

harapan individu dapat direalisasikan melalui organisasi dimana ia bekerja.

(4) persepsi tentang sikap terhadap rekan kerja-sejauh mana individu merasa

bahwa rekan kerjanya dapat mempertahankan sikap kerja yang positif

terhadap organisasi. (5) persepsi terhadap gaji sejauh mana individu tersebut

merasa gaji yang diterimanya seimbang dengan gaji individu lain. Perasaan

diperlakukan fair atau tidak akan mempengaruhi komitmennya. (6) persepsi

(32)

dipercayai oleh atasan. Jika persepsi sikap atasan negatif, maka akan

cenderung mengakibatkan sikap negatif pula yang diaktualkan dalam bentuk

perilaku negatif seperti mangkir dan keinginan berpindah kerja (dalam

Temaluru, 2001).

4. Menciptakan Komitmen Karyawan terhadap Organisasi

Menurut Martin dan Nicholss (dalam Armstong, 1991), ada 3 pilar besar

dalam komitmen karyawan. Ketiga pilar itu meliputi :

a. Adanya perasaan menjadi bagian dari organisasi

Agar rasa memiliki tersebut tercapai, maka salah satu pihak dalam

manajemen harus mampu membuat karyawan:

1) Mampu mengidentifikasikan dirinya terhadap organisasi.

2) Merasa yakin bahwa apa yang dilakukannya (pekerjaannya) adalah

berharga bagi organisasi tersebut.

3) Merasa nyaman dengan organisasi tersebut

4) Merasa mendapat dukungan yang penuh dari organisasi dalam bentuk

misi yang jelas (apa yang direncanakan untuk dilakukan), Nilai-nilai

yang ada (apa yang diyakini sebagai hal yang penting oleh manajemen)

dan norma-norma yang berlaku (cara-cara berperilaku yang bisa

diterima oleh organisasi)

(33)

1) Mengenali faktor-faktor motivasi intrinsik dalam mengatur desain

pekerjaan

2) Kualitas kepemimpinan

3) Kemauan dari manajer dan supervisor untuk mengenali bahwa motivasi

dan komitmen karyawan bisa meningkat jika ada perhatian terus

menerus, memberi delegasi atas wewenang serta memberi kesempatan

serta ruang yang cukup bagi karywan untuk menggunakan ketrampilan

dan keahliannya secara maksimal. Kurangnya komitmen terhadap

organisasi dan nilai-nilai dari organisasi adalah penyebab utama dari

turnover yang tinggi. c. Pentingnya rasa memiliki

Rasa memiliki bisa muncul jika karyawan merasa bahwa mereka

benar-benar diterima menjadi bagian atau kunci penting dari organisasi. Konsep

penting dari ownership akan meluas dalam bentuk partisipasi dalam membuat keputusan-keputusan dan mengubah praktek kerja, yang pada

akhirnya akan mempengaruhi keterlibatan karyawan. Jika karyawan merasa

dilibatkan dalam membuat keputusan-keputusan dan jika mereka merasa

idei-denya didengar dan jika mereka merasa memberi kontribusi yang ada

pada hasil yang dicapai, maka mereka akan cenderung menerima

keputusan-keputusan atau perubahan yang dilakukan . Hal ini dikarenakan merasa

(34)

B. Kualitas Kehidupan Bekerja

1. Definisi Kualitas Kehidupan Bekerja

Kualitas kehidupan bekerja adalah dinamika multidimensional yang

meliputi beberapa konsep seperti jaminan kerja, sistem penghargaan, pelatihan

dan karier peluang kemajuan, dan keikutsertaan di dalam pengambilan-keputusan

(Lau & Bruce dalam Considine & Callus, 2001).

Jewell dan Siegall (1998) mengemukakan bahwa berbagai macam

komponen dari kesejahteraan karyawan secara umum yang lebih penting adalah

lingkungan kerja yang aman dan sehat, hubungan yang baik dengan supervisor,

dukungan dan persahabatan rekan sekerja, kerja yang sesuai dengan kebutuhan

dan kemampuan individu, derajat kepuasan dengan situasi kerja, dan kesempatan

untuk bertumbuh dan pengembangan pribadi jika diperlukan. Istilah yang

digunakan untuk menjelaskan hasil interaksi individu, pekerjaan, organisasi global

dan multidimensi ini adalah kualitas kehidupan bekerja.

Menurut Lau dan May (1998) kualitas kehidupan bekerja didefinisikan

sebagai strategi tempat kerja, operasi dan lingkungan yang mempromosikan serta

memelihara kepuasan karyawan dengan satu tujuan meningkatkan kondisi kerja

untuk karyawan dan organisasi serta efektivitas untuk pemberi kerja. Sedangkan

Walton (dalam Kossen, 1986) mengatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja

adalah persepsi pekerja terhadap suasana dan pengalaman pekerja di tempat kerja

mereka.

Berdasarkan definisi yang telah diuraikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa

(35)

suasana dan pengalaman pekerja di tempat mereka bekerja, yang mengacu kepada

bagaimana efektifnya lingkungan pekerjaan memenuhi keperluan-keperluan

pribadi pekerja. Di mana jika persepsi pekerja positif, maka mereka memiliki

kualitas kehidupan bekerja yang tinggi, sebaliknya jika persepsi pekerja negative

maka mereka memiliki kualitas kehidupan bekerja yang rendah.

2. Kriteria Kualitas Kehidupan Bekerja

Walton (dalam Kossen, 1986) mengatakan bahwa kualitas kehidupan

bekerja adalah persepsi pekerja terhadap suasana dan pengalaman pekerja di

tempat kerja mereka. Suasana pekerjaan yang dimaksudkan adalah berdasarkan

kepada delapan kriteria, yaitu:

a. Kompensasi yang mencukupi dan adil

Gaji yang diterima oleh individu dari kerjanya dapat memenuhi standar gaji yang

diterima umum, cukup untuk membiayai suatu tingkat hidup yang layak dan

mempunyai perbandingan yang sama dengan gaji yang diterima orang-orang lain

dalam posisi yang sama.

b. Kondisi-kondisi kerja yang aman dan sehat

Individu tidak ditempatkan kepada keadaan yang dapat membahayakan fisik dan

kesehatan mereka, waktu kerja mereka juga sesuai dengan jadwal yang telah

ditetapkan. Begitu juga umur adalah sesuai dengan tugas yang

dipertanggungjawabkan kepada mereka.

(36)

Pekerja diberi autonomi, kerja yang mereka lakukan memerlukan berbagai

kemahiran, mereka juga diberi tujuan dan perspektif yang diperlukan tentang

tugas yang akan mereka lakukan. Pekerja juga diberikan kebebasan bertindak

dalam menjalankan tugas yang diberikan, dan pekerja juga terlibat dalam

membuat perencanaan.

d. Peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan

Suatu pekerjaan dapat memberi sumbangan dalam menetapkan dan

mengembangkan kapasitas individu. Kemahiran dan kapasitas individu itu dapat

dikembangkan dan dipergunakan dengan sepenuhnya, selanjutnya peningkatan

peluang kenaikan pangkat dan promosi dapat diperhatikan serta mendapatkan

jaminan terhadap pendapatan.

e. Integrasi sosial dalam organisasi pekerjaan

Individu tidak dilayani dengan sikap curiga, mengutamakan konsep

egalitarianism, adanya mobilitas untuk bergerak ke atas, merasa bagian dari suatu tim, mendapat dukungan dari kelompok-kelompok primer dan terdapat rasa

hubungan kemasyarakatan serta hubungan antara perseorangan.

f. Hak-hak karyawan.

Hak peribadi seorang individu harus dihormati, memberi dukungan kebebasan

bersuara dan terwujudnya pelayanan yang adil.

g. Pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan

Kerja juga memberikan dampak positif dan negatif terhadap ruang kehidupan

(37)

peranan di luar tempat kerja seperti sebagai seorang suami atau bapak dan ibu

atau isteri yang perlu mempunyai waktu untuk bersama keluarga.

h. Tanggung jawab sosial organisasi

Organisasi mempunyai tanggung jawab sosial. Organisasi haruslah

mementingkan pengguna dan masyarakat secara keseluruhan semasa

menjalankan aktivitasnya. Organisasi yang mengabaikan peranan dan tanggung

jawab sosialnya akan menyebabkan pekerja tidak menghargai pekerjaan mereka.

C. Hubungan Kualitas Kehidupan Bekerja dengan Komitmen Karyawan

terhadap Organisasi

Komitmen karyawan terhadap organisasi atau perusahaan seringkali

menjadi isu yang sangat penting dalam dunia kerja. Begitu pentingnya hal

tersebut, sampai beberapa organisasi berani memasukkan unsur komitmen sebagai

salah satu syarat untuk memegang suatu jabatan/posisi yang ditawarkan dalam

iklan-iklan lowongan pekerjaan. Sayangnya meskipun hal ini sudah sangat umum

namun tidak jarang pengusaha maupun pegawai masih belum memahami arti

komitmen secara sungguh-sungguh. Padahal pemahaman tersebut sangatlah

penting agar tercipta kondisi kerja yang kondusif sehingga perusahaan dapat

berjalan secara efisien dan efektif (ZS Kuntjoro,2002).

Mathiew dan Zajac (1990), menyatakan bahwa dengan adanya komitmen

tinggi pada karyawan, perusahaan akan mendapatkan dampak positif, seperti

meningkatnya produktivitas, kualitas kerja, dan kepuasan kerja, serta menurunnya

(38)

ketekunan karyawan dalam menjalankan tugas lebih tinggi, inilah merupakan

sumber potensi yang integratif, dan karyawan akan lebih mudah dikelola.

Menurut Luthans (1995), determinan komitmen organisasi adalah

variabel-variabel (umur, masa jabatan dalam organisasi, dan pembagian seperti

positif atau negatif, afeksi, atau kedudukan kontrol internal dan eksternal) dan

organisasi (desain kerja dan gaya kepemimpinan pengawas). Umur karyawan

menunjukkan catatan biografis lamanya masa hidup seseorang yang digolongkan

dalam dua dimensi yakni tua dan muda, sedangkan masa jabatan merupakan

lamanya seseorang bekerja atau menjabat suatu posisi di alam organisasi.

Umumnya orang-orang yang berusia lebih tua dan telah lama bekerja memiliki

komitmen organisasi yang tinggi dibandingkan dengan mereka yang berusia

muda. Hal ini dipengaruhi oleh pandangan bahwa masa hidup mereka baik

kehidupan bilologis maupun usia kerja di perusahaan hanya tinggal sesaat,

sehingga mencegah mereka untuk keluar dari perusahaan, dalam arti mereka tetap

komit dengan organisasi. Masalah pembagian juga menentukan tetap atau

tidaknya seseorang di dalam organisasi. Pembagian dalam hal ini adalah masalah

pembayaran atau gaji yang diterima, dalam arti positif pembayaran adalah

pemenuhan gaji yang layak, sebaliknya pembayaran negatif adalah ketidaklayakan

penerimaan gaji. Pembayaran yang cukup akan mendorong besarnya komitmen

seseorang kepada organisasi, tidak memikirkan hal lain untuk memenuhi

kebutuhan hidup, dan tidak memiliki keinginan untuk melakukan

penyelewengan-penyelewengan kekuasaan dan wewenang, seperti korupsi atau memanipulasi

(39)

pembayaran. Afeksi juga merupakan determinan komitmen ditandai dengan

sikap-sikap emosional yang timbul dengan adanya lokus internal dan eksternal. Lokus

internal berasal dari dalam diri seseorang dengan merasa bahwa mereka dapat

mengendalikan sendiri kondisi mereka, dan lokus eksternal menganggap adanya

hal di luar diri yang menentukan kondisi hidup mereka, seperti misalnya sesuatu

yang berasal dari organisasi, kebijakan organisasi, sikap kepemimpinan

organisasi, kontrol dari atasan.

Straus (dalam Alwi, 2001) mengatakan membangun komitmen karyawan

sangat terkait dengan bagaimana komitmen perusahaan terhadap karyawan.

Perusahaan memberikan “pelayanan” apa kepada karyawan. Keterlibatan dan

partisipasi karyawan secara luas merupakan bagian terpenting dari strategi

komitmen yang tinggi dari perusahaan Komponen kunci dari strategi ini antara

lain partisipasi, fleksibilitas karir, kompensasi berdasarkan prestasi, dan jaminan.

Kunde (dalam Alwi, 2001) juga menambahkan bahwa komitmen

karyawan selain dibangun melalui cara-cara tersebut, bisa pula dibangun melalui

pendidikan yang yang dilakukan oleh perusahaan. Kurangnya pengetahuan

merupakan salah satu alasan bagi lemahnya komitmen dalam

perusahaan-perusahaan internasional yang besar. Kunde berpendapat bahwa komitmen yang

kuat terhadap organisasi (visi, misi, dan tujuan perusahaan), dapat diciptakan

dengan membantu menjelaskan segala sesuatu yang telah ditargetkan meliputi

produk, hubungan pelanggan dengan peusahaan, dan pendidikan bagi karyawan.

Menurut Armansyah (2002) dalam membangun komitmen karyawan ada

(40)

pekerja di dalam organisasi atau selama mereka bekerja seperti: kepuasan akan

pembayaran yang diberikan perusahaan, kepuasan kondisi kerja baik secara

mental pekerjaan yang dihadapi menantang atau tidak, sikap atasan dan

pengawasan yang ada dan hubungan dengan sesama rekan kerja dapat

mempengaruhi komitmen pekerja. Feinstein (2001) juga menambahkan bahwa

kepuasan akan kesempatan promosi juga merupakan faktor penentu komitmen

karyawan terhadap organisasi. Alwi (2001) juga mendukung pernyataan dari

Armansyah dan Feinstein dengan menambahkan partisipasi dan keterlibatan

karyawan dalam organisasi juga dapat meningkatkan komitmen karyawan.

Knights dan Kennedy (2005) juga menambahkan bahwa komunikasi dan

kenyamanan bekerja merupakan penentu komitmen karyawan terhadap organisasi

mereka.

Kepuasan akan pembayaran yang diberikan perusahaan, sikap atasan dan

pengawasan yang ada, hubungan dengan sesama rekan kerja, kesempatan

promosi, partisipasi dan keterlibatan karyawan dalam organisasi, komunikasi dan

kenyamanan bekerja seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bukan saja faktor

penentu komitmen karyawan, tetapi menurut Schermerhorn (dalam Alwi, 2001)

elemen-elemen seperti yang telah dikemukakan di atas seperti: sistem

kompensasi, peluang karir, peluang mengikuti training dan pendidikan, peluang menerapkan keahlian-keahlian baru, dan human relation dalam organisasi merupakan beberapa elemen yang perlu dipertimbangkan dalam menciptakan

(41)

Kualitas kehidupan bekerja adalah tingkat dimana para anggota sesuatu

organisasi mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi penting, melalui

pengalaman-pengalaman mereka di dalam organisasi di mana mereka bekerja

(Hackman dalam Winardi, 2001). Kualitas kehidupan bekerja dan proses

pemberdayaan karyawan dalam perusahaan sangat menentukan kesadaran dari

individu karyawan untuk mengubah cara berfikir yang destruktif terhadap

perannya dalam perusahaan. Nilai-nilai tersebut dapat diintegrasikan melalui

hubungan yang terbentuk antara individu dan organisasi. Bila organisasi

memperhatikan kepentingan karyawan seperti upah, gaji, perlindungan, dan

kesejahteraan, maka komitmen karyawan terhadap organisasi akan tumbuh kuat

(Alwi, 2001).

Kalimo, Lindstrom dan Smith, (dalam Lau & May, 1998) mengemukakan

bahwa sistem kompensasi, hubungan sosial baik internal maupun ekternal dan

pengembangan karir merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas

kehidupan bekerja secara umum. Kaitannya dengan desain kerja, beberapa

karakteristik seperti variasi daripada tugas-tugas kerja, umpan balik daripada

pekerjaan, kesempatan untuk menggunakan kemampuan dan keterampilan

individu. Selanjutnya, beberapa konsep dan perbincangan mengenai kualitas

kehidupan bekerja meliputi keselamatan kerja, sistem penggajian yang baik, upah

yang tinggi, kesempatan untuk berkembang, keterlibatan daripada para pekerja

dan peningkatan produktivitas organisasi (Havlovic, 1991, Straw & Heckscher,

(42)

Alwi (2001) mengatakan banyak cara untuk menciptakan kualitas

kehidupan bekerja yang kompetitif agar tingkat keterlibatan karyawan dalam

organisasi meliputi mengambil keputusan, implementasi strategi, kontribusi ide

dalam proses perubahan dan sebagainya. Kompetensi dan komitmen merupakan

kombinasi yang membentuk sinergi yang tinggi apabila didukung oleh kebijakan

manajemen yang memberi peluang yang kompetitif bagi setiap individu dalam

perusahaan untuk berprestasi dan memperoleh kompensasi yang seimbang atas

prestasi yang mereka capai. Schermerhorn (dalam Alwi, 2001) mengatakan ada

beberapa elemen yang perlu dipertimbangkan dalam menciptakan kualitas

kehidupan bekerja yang kondusif bagi karyawan, yaitu: peluang mengikuti

training dan pendidikan lanjut, peluang menerapkan keahlian-keahlian baru,

peluang karir, human relation dalam organisasi, sistem kompensasi yang seimbang, dan kebanggaan terhadap pekerjaan dan organisasi.

Winardi (2001) mengatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja seorang

individu, telah dikaitkan dengan banyak macam perilaku di tempat kerja.

Perbaikan-perbaikan dalam kualitas kehidupan bekerja misalnya dapat

menimbulkan perasaan lebih positif terhadap diri sendiri (harga diri meningkat),

terhadap pekerjaan yang dilaksanakan (meningkatnya kepuasan kerja dan

keterlibatan) dan terhadap organisasi (komitmen lebih kuat terhadap tujuan-tujuan

organisasi). Kesehatan fisikal dan psikologikal yang makin bertambah baik,

problem-problem kesehatan mental yang makin sedikit, penggunaan narkotika

yang semkin berkurang, dan semakin tumbuh serta berkembangnya individu

(43)

mungkin merupakan hasil dari meningkatnya kualitas kehidupan bekerja.

Akhirnya, dapat pula dikatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja yang lebih

tinggi dapat menyebabkan absentisme menyusut, dan keluar masuknya pekerja

dapat dikurangi, dan kecelakaan-kecelakaan industrial makin berkurang, dan

output barang-barang dan jasa-jasa dengan kualitas dan kuantitas lebih tinggi akan

terlihat.

Peningkatan kepuasan kerja, efisiensi produktivitas pekerja, keterlibatan

dalam organisasi, dan komitmen merupakan hasil yang diperoleh dari pelaksanaan

kualitas kehidupan bekerja. Peningkatan dalam kualitas kehidupan bekerja

merupakan suatu hal yang penting disebabkan karena sumbangannya untuk

keberhasilan organisasi dan menurunkan tingkat perilaku negatif pekerja (Mullins,

1996).

D. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan uraian mengenai hubungan antara kualitas kehidupan bekerja

dengan komitmen karyawan, maka dapat ditarik sebuah hipotesa sebagai jawaban

sementara dari pertanyaan penelitian ini. Adapun hipotesa dalam penelitian ini

adalah terdapat hubungan antara kualitas kehidupan bekerja dengan komitmen

karyawan. Jika kualitas kehidupan bekerja tinggi maka komitmen karyawan juga

akan tinggi, sebaliknya jika kualitas kehidupan bekerja rendah maka komitmen

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode korelasional yaitu

metode penelitian yang bertujuan melihat hubungan antara satu variabel dengan

variabel yang lain.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka dalam penelitian ini variabel yang

terlibat adalah:

Variabel X : Komitmen Karyawan terhadap Organisasi

Variabel Y : Kualitas Kehidupan Bekerja

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Komitmen Karyawan terhadap Organisasi

Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu kekuatan yang

bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya ke

dalam bagian organisasi. Sikap ini dapat ditandai dengan tiga hal, yaitu:1)

kepercayaan yang kuat dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi;

2) kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi; 3)

keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi.

Komitmen karyawan diukur dengan menggunakan skala yang disusun

berdasarkan aspek-aspek komitmen organisasi yang dikemukakan oleh Mowday,

Porter, dan Steers (1983), yaitu: identifikasi, keterlibatan, dan loyalitas. Tingkat

(45)

skala tersebut. Jika semakin tinggi nilai skala komitmen maka semakin tinggi

komitmen karyawan. Demikian sebaliknya, jika semakin rendah nilai skala

komitmen yang diperoleh maka semakin rendah komitmen karyawan tersebut.

Subjek dikategorikan memiliki komitmen tinggi apabila mendapatkan skor Χ

dan subjek dikategorikan memiliki komitmen rendah jika mendapatkan skor < Χ.

2.Kualitas Kehidupan Bekerja

Kualitas kehidupan bekerja adalah persepsi pekerja terhadap suasana dan

pengalaman pekerja di tempat kerja mereka yang mengacu kepada bagaimana

efektifnya lingkungan pekerjaan memenuhi keperluan-keperluan pribadi pekerja.

Kualitas kehidupan bekerja diukur dengan menggunakan skala yang disusun

berdasarkan delapan kriteria kualitas kehidupan bekerja dari Walton (dalam

Kossen, 1986), yaitu: kompensasi yang mencukupi dan adil, kondisi-kondisi kerja

yang aman dan sehat, kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan

kapasitas manusia, peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan,

integrasi social dalam organisasi pekerjaan, hak-hak karyawan, pekerja dan ruang

hidup secara keseluruhan, dan tanggung jawab sosial organisasi. Tingkat kualitas

kehidupan bekerjadapat dilihat dari skor nilai yang diperoleh individu dari skala

tersebut. Jika semakin tinggi nilai skala kualitas kehidupan bekerjamaka semakin

tinggi kualitas kehidupan bekerja individu. Demikian sebaliknya, jika semakin

rendah nilai skala kualitas kehidupan bekerja yang diperoleh maka semakin

rendah kualitas kehidupan bekerja individu tersebut. Subjek dikategorikan

(46)

subjek dikategorikan memiliki kualitas kehidupan bekerja rendah jika

mendapatkan skor < Χ.

C. Populasi, Sampel, Metode pengambilan Sampel

1. Populasi dan Sampel

Menurut Santoso dan Tjiptono (2002) populasi merujuk pada sekumpulan

orang atau objek yang memiliki kesamaan dalam satu atau beberapa hal dan yang

membentuk masalah pokok dalam suatu riset khusus. Populasi memiliki

karakteristik yang dapat diperkirakan dan diklasifikasikan sesuai dengan

keperluan penelitian. Sedangkan sampel merupakan bagian atau sejumlah

cuplikan tertentu yang diambil dari suatu populasi dan diteliti secara rinci.

Populasi dalam penelitian ini adalah individu-individu yang bekerja di PT

Tirta Sibayakindo Brastagi, khususnya level operator, staff, penata, dan foreman.

Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau keseluruhan populasi, maka

peneliti hanya meneliti sebagian dari keseluruhan populasi yang dijadikan sebagai

subjek penelitian, atau yang dikenal dengan nama sampel.

Karakteristik atau ciri dari populasi dalam penelitian ini adalah

individu-individu yang bekerja di PT Tirta Sibayakindo Brastagi, khususnya level operator,

staff, penata, dan foreman yang telah bekerja dalam perusahaan tersebut minimal

selama satu tahun tanpa pernah berhenti. Hal ini diasumsikan peneliti bahwa

karyawan yang telah bekerja minimal selama satu tahun telah memahami aturan

atau program yang dimiliki oleh perusahaan tempatnya bekerja. Dalam hal ini,

(47)

2. Metode pengambilan Sampel

Sampling adalah metodologi yang dipergunakan untuk memilih dan

mengambil unsur-unsur atau anggota-anggota populasi untuk digunakan sebagai

sampel yang mewakili (Santoso dan Tjiptono, 2002).

Penentuan sampel harus memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran

populasi agar diperoleh sampel yang representatif atau benar-benar mewakili

populasi. Jadi, sampling adalah cara untuk menentukan sampel dalam suatu

penelitian. Pada penelitian ini penentuan sampling dilakukan dengan

menggunakan teknik sampling acak sederhana dengan menggunakan metode

undian.

3. Jumlah Sampel Penelitian

Jumlah sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan jumlah populasi

yang ada dengan menggunakan rumus dari Slovin yaitu Slovin Formula Slovin

Formula:

n = N__

1+NE²

Dimana: n = jumlah sampel

N = jumlah populasi

E = margin of error

Dari jumlah populasi yang telah diketahui, maka dapat ditentukan jumlah

(48)

n = ___N__ 1+NE²

n = 167 = 118 1+ (167) (0.05)²

Dari hasil yang diperoleh dengan Slovin Formula di atas, maka didapat jumlah

populasi yang akan digunakan dalam penelitian sebanyak 118 orang, tetapi

peneliti mengambil jumlah sampel menjadi 120, jumlah ini diharapkan dapat

mewakili karakteristik dan sifat-sifat populasinya.

D. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Data penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode skala.

1. Metode Skala

Skala adalah suatu prosedur pengambilan data yang merupakan suatu alat

ukur aspek afektif yang merupakan konstruk atau konsep psikologis yang

menggambarkan aspek kepribadian individu (Azwar, 2005).

Menurut Azwar (2005) karakteristik dari skala psikologi yaitu: (a)

Stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap

atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut

yang bersangkutan; (b) Dikarenakan atribut psikologis diungkap secara tidak

langsung lewat indikator-indikator perilaku sedangkan indikator perilaku

diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem, maka skala psikologi selalu banyak

(49)

benar atau salah. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur

dan sungguh-sungguh. Hanya saja jawaban yang berbeda dinterpretasikan secara

berbeda pula.

2. Skala Komitmen Karyawan tehadap Organisasi

Skala ini digunakan untuk mengungkap tingkat komitmen karyawan dari

subjek penelitian. Dalam melakukan penyusunan skala peneliti menggunakan

aspek-aspek komitmen organisasi menurut Mowday, Porter, dan Steers (1983),

yaitu: identifikasi, keterlibatan, dan loyalitas.

Setiap aspek-aspek di atas akan diuraikan ke dalam sejumlah pernyataan

mendukung dan tidak mendukung, dimana subjek diberikan empat alternatif

pilihan yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak

Setuju (STS). Untuk aitem yang mendukung, pilihan SS akan mendapatkan skor

empat, pilihan S akan mendapatkan skor tiga, pilihan TS akan mendapatkan skor

dua, dan pilihan STS akan mendapatkan skor satu. Sedangkan untuk aitem yang

tidak mendukung pilihan SS akan mendapatkan skor satu, pilihan S mendapatkan

skor dua, pilihan TS akan mendapatkan skor tiga, dan pilihan STS akan

mendapatkan skor empat. Skor skala ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor

(50)

Tabel 1.

Distribusi Aitem-Aitem Skala Komitmen Karyawan Sebelum Uji Coba

Komponen Objek Sikap

Komponen Sikap Total

Mendukung Tidak Mendukung Jumlah

Identifikasi 1, 2, 5, 6, 9 12, 15, 16, 19, 20 10

Keterlibatan 10, 13, 14, 17, 18, 31 23, 24, 27, 28, 30, 32,

33

10

Loyalitas 21, 22, 25, 26, 29 3, 4, 7, 8, 11 10

Total 15 15 30

3. Skala Kualitas Kehidupan Bekerja

Skala ini digunakan untuk mengungkap kualitas kehidupan bekerja subjek

penelitian. Dalam skala ini peneliti menyusun skala berdasarkan delapan kriteria

kualitas kehidupan bekerja dari Walton (dalam Kossen, 1986), yaitu: kompensasi

yang mencukupi dan adil, kondisi-kondisi kerja yang aman dan sehat, kesempatan

untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitas manusia, peluang untuk

pertumbuhan dan mendapatkan jaminan, integrasi social dalam organisasi

pekerjaan, hak-hak karyawan, pekerja dan ruang hidup secara keseluruhan, dan

tanggung jawab sosial organisasi.

Setiap aspek-aspek di atas akan diuraikan ke dalam sejumlah pernyataan

Gambar

Tabel 18: Kategorisasi
Tabel 1.
Tabel 2.
Tabel 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk  menghapus  data  mahasiswa,  Anda  klik  tombol/gambar  Cross  yang  berwarna  merah 

Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah. menggunakan analisis regresi linier

Bagian Jurnal releksi dapat dijadikan alat untuk menuntun siswa dalam menemukan makna pada pelajaran kimia karena proses pengerjaan jurnal refleksi melibatkan

Beberapa alasan mengapa job shop manufacturing membutuhkan operation- by-operation scheduling adalah adanya beban yang tidak merata pada orang maupun peralatan,

[r]

Kondisi tanah di Desa Poteran merupakan tanah liat, contoh tanah yang didominasi oleh fraksi liat (clay) sesuai untuk perkembangan dan pertumbuhan spora Glomus,

Hal utama yang menjadi ketertarikan penulis untuk membahas tentang pembinaan sikap sopan siswa terhadap guru yaitu ketika pada mulanya penulis sedang melakukan observasi

Darmini. Program Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk