• Tidak ada hasil yang ditemukan

Agroforestri ilengi: suatu kajian pelestarian dan pemanfaatan jenis pohon (Studi Kasus di Desa Dulamayo Selatan, Kecamatan Telaga, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Agroforestri ilengi: suatu kajian pelestarian dan pemanfaatan jenis pohon (Studi Kasus di Desa Dulamayo Selatan, Kecamatan Telaga, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo)"

Copied!
215
0
0

Teks penuh

(1)

AGROFORESTRI

ILENGI

: SUATU KAJIAN PELESTARIAN

DAN PEMANFAATAN JENIS POHON

(Studi Kasus di Desa Dulamayo Selatan, Kecamatan Telaga,

Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo)

ABDUL SHAMAD HIOLA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Agroforestri Ilengi : Suatu Kajian Pelestarian dan Pemanfaatan Jenis Pohon : Studi Kasus di Desa Dulamayo Selatan, Kecamatan Telaga, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2011

Abdul Shamad Hiola

(3)

ABSTRACT

In the villages of Dulamayo Selatan, traditional agroforestry systems are callled llengi. The structure of these forests resembles natural forest, and provide numerous products to local people. There are six different kinds of ilengi agroforestry, which are planted with different species according to the products which farmers aim to harvest, including food, medicine and timber.

The purpose of this study is to characterise ilengi, identify the diversity and richness of tree species in this forest characteristics identify, farmers' knowledge about the selection of tree species, and their pereferences for various plants and tree species ilengi. The methods included analyzing the diversity index and the density of tree species, tree species richness index, basal area, and the Local User Value Index (LUVI).

Results showed the Diversity index (H') and species richness (Z) in ilengi near to natural forests to be H' 2,81 and Z 0,74 respectively. Specifically the type of ilengi which aims to produce, fruit and palm, has a value of H' 2,03 and a Z value of 0.70 for ilengi which aim to produce wood and fruit. Based on tree density, basal area, number of individuals and number of species, there are differences between the six profile types of agroforestry ilengi, because there are efforts by farmers to enrich the number of trees.

Farmers in agroforestry ilengi are selecting tree species based on the consideration of biophysical factors tend to prefer Aleurites moluccana. Whereas, landscape factors are more important, farmers tend to choose Swietenia macrophylla, and socioeconomic factors are important, farmers prefer Syzigium aromaticum.

The selection of tree species is closely related to the use of agroforestry ilengi as a source of food, medicine, heavy construction, light construction, equipment/tools, firewood, handicraft, tradition, objects that are sold and for the future.

(4)

RINGKASAN

Masyarakat sekitar hutan (masyarakat lokal) memanfaatkan keanekaragaman jenis terutama keanekaragaman hayati sebagai sumber pangan, obat-obatan, sandang, bahan bangunan dan berbagai layanan ekologi. Keragaman hayati yang dimiliki dapat dipertahankan oleh masyarakat lokal, dengan melakukan penerapan sistem pengelolaan yang baik, tercipta keseimbangan antara aspek pemanfaatan dengan aspek perlindungan, yang menjamin keberlanjutan (sustainable), memenuhi kebutuhan generasi masa kini tanpa mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang. Praktek pemanfaatan lahan dengan mempertimbangkan pemanfaatan dan perlindungan keragaman hayati, telah lama dipraktekkan masyarakat lokal di Indonesia. Praktek agroforestri tersebut diantaranya disebut ilengi. Agroforestri ilengi merupakan hamparan kebun campuran, dikelola turun temurun sehingga membentuk struktur vegetasi yang menyerupai hutan alam, yang berada di daerah Gorontalo, khususnya di Desa Dulamayo Selatan. Ilengi ini merupakan sumber pendapatan utama masyarakat desa dan sebagai sumber pangan, obat-obatan, bahan bagunan. Pemanfaatannya mengedepankan aspek pelestarian dan keanekaragaman nilai budaya dengan memperhatikan serta melindungi nilai-nilai tradisional dan adat yang ada dalam masyarakat.

Desa Dulamayo Selatan, memiliki fungsi strategis sebagai kawasan penyangga (buffer zone) Daerah Aliran Sungai (DAS) Limboto dan DAS Bone Bolango, di Provinsi Gorontalo. Keberadaan masyarakat lokal Dulamayo Selatan, memberikan konsekuensi terjadinya konversi hutan menjadi lahan pertanian tradisional, dengan mengkombinasikan jenis tumbuhan semusim dan berumur panjang (pohon) dengan tujuan menghasilkan buah, air nira atau kayu, yaitu agroforestri ilengi Buah-Nira (AF-IBN), Buah (AF-IB), kayu-buah-nira (AF_IKBN), palawija-buah-nira (AF-IPBN), Kayu-buah (AF-IKB) dan Kayu (AF-IK).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi keanekaragaman, kekayaan jenis pohon pada agroforestri ilengi dan di hutan alam, mengidentifikasi karakteristik, pengetahuan petani tentang pemilihan jenis pohon, dan kegunaan berbagai jenis tanaman yang terdapat pada agroforestri ilengi. Metode ini mencakup analisis indeks keanekaragaman, kerapatan jenis pohon, indeks kekayaan jenis pohon, basal area, dan indeks nilai bagi pengguna lokal (LUVI).

Hasil penelitian menunjukkan Keanekaragaman spesies adalah jumlah spesies yang beragam yang hidup di suatu lokasi tertentu. Indeks keanekaragaman spesies (H’) Shannon-Wiener, bervariasi antar tipe agroforestri ilengi. Agroforestri ilengi buah-nira (AF-IBN) memiliki H’ paling tinggi 2,03. Jenis pohon yang menghasilkan nira yaitu aren (Arenga pinnata), menghasilkan buah didominasi oleh, aren (Arenga pinnata), kemiri (Aleurites moluccana ), dan langsat (Aglaia sp).

(5)

juga karena lokasi kebun yang dekat dengan hutan muda menyebabkan ada jenis-jenis pohon yang tumbuh secara liar di sekitar kebun.

Tahapan peralihan bentuk tipe agroforestri ilengi merupakan perwujudan dari perkembangan keanekaragaman dan kekayaan jenis pohon dalam agroforestri ilengi. Peralihan bentuk dari hutan menjadi agroforestri ilengi sebagai berikut (a) molulawoto upohutu ilengi atau memilih lokasi, kemudian (b) molatato/molindilo proses membuat rintisan dengan melakukan penebangan pohon yang masuk dalam rintisan, selanjutnya (c) mohulaluhu atau melakukan penebangan terhadap pohon-pohon yang kecil (tingkat semai dan pancang), (d) motiboto atau penebangan pohon, (e) molotabu atau memotong dahan dan kayu menjadi bagian yang kecil, (d) moulaato upombilalo atau membuat jalur sekat bakar yang dibuat dengan lebar 3-5 meter, (e) molumbilu tiboto atau pembakaran (f) molude lawata atau pemasangan ajir berupa pemberian patok atau tanda persiapan membuat lubang tanam jenis pohon dan terakhir (f) mopomulo atau penanaman tanaman semusim biasanya berkisar tiga atau empat tahun.

Profil agroforestri ilengi diperoleh dengan melakukan wawancara dan hasil analisis petak contoh enam pola penanaman yang dilakukan petani memberikan informasi kerapatan pohon, basal area, jumlah individu dan jumlah jenis pohon. Kerapatan pohon agroforestri ilengi buah-aren paling tinggi (339 N/ha) dibandingkan ilengi lainnya. Hal ini sebagai bukti bahwa jenis pohon yang menghasilkan buah-nira ditanam dengan jarak tanam yang rapat oleh petani, sedangkan nilai basal area 96,09 m2. Pada agroforestri kayu, kerapatan pohon hanya 164 N/ha sedangkan nilai basal area 129,52 m2. Kerapatan pohon yang rendah menyebabkan pertumbuhan diameter individu pohon menjadi tinggi sehingga nilai basal area tinggi.

Petani di agroforestri ilengi memilih jenis pohon Aleurites moluccana berdasarkan pertimbangan faktor biofisik, jenis pohon Switenia macrophylla dipilih petani berdasarkan faktor bentang alam, dan faktor sosial ekonomi petani lebih memilih jenis pohon Syzigium aromaticum. Selain itu pemilihan jenis pohon terkait erat dengan pemanfaatan agroforestri ilengi seperti sumber makanan, obat-obatan, konstruksi berat, konstruksi ringan, peralatan/perkakas, kayu bakar, anyaman, adat, hasil yang dapat dijual dan untuk masa depan.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiyah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

AGROFORESTRI

ILENGI

: SUATU KAJIAN PELESTARIAN

DAN PEMANFAATAN JENIS POHON

(Studi Kasus di Desa Dulamayo Selatan, Kecamatan Telaga,

Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo)

ABDUL SHAMAD HIOLA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan\

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Agroforestri Ilengi : Suatu Kajian Pelestarian dan Pemanfaatan Jenis Pohon (Studi Kasus di Desa Dulamayo Selatan, Kecamatan Telaga, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo)

Nama : Abdul Shamad Hiola

NRP : E051060161

Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS

Ketua Anggota

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS

Diketahui Ketua Program Studi

Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(10)

PRAKARTA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Agroforestri Ilengi : Suatu Kajian Pelestarian dan pemanfaatan Jenis Pohon, Studi Kasus di Desa Dulamayo Selatan, Kecamatan Telaga, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo, dapat diselesaikan. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :

1. Tim komisi pembimbing Bapak Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS dan Bapak Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran, dan motivasi kepada penulis.

2. Rekan-rekan mahasiswa kehutanan Universitas Gorontalo, warga desa Dulamayo Bapak Udin Bilondatu, Anwar Canon, Karim Mau, Pulu, yang telah membantu selama kegiatan penelitian.

3. Teman-teman rekan kerja dosen Fakultas Pertanian Universitas Gorontalo, terutama Irwan Bempah, Sofyan Abdullah, Iswan Dunggio, Bachtiar, Sofyan Husin. Yang selalu memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan penelitian. 4. Teman-teman Asrama Gorontalo di Bogor, Mr. Murray Collins, rekan-rekan angkatan 2006 Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah Pascasarjana IPB, atas kerjasama yang terjalin selama ini.

5. Terima kasih kepada Rektor Universitas Gorontalo, dan Ketua Yayasan DLP yang telah membantu administrasi dan finansial sehingga bisa menyelesaikan penelitian ini.

6. Terima kasih teman-teman tim EGSLP-CIDA terutama Bapak Ir. Yopie Lumoindong, M.Sc atas dorongan dan motivasi dalam rangka penyelesaian studi di IPB.

7. Terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua (Alm), mertua, istri, anak-anak, dan seluruh keluarga atas doa, kasih sayang, ketulusan, dan keikhlasan yang telah diberikan selama ini.

8. Terima kasih pula kepada rekan-rekan yang tidak disebutkan satu persatu dan kepada semua pihak, atas segala bantuan dan kerjasamanya selama ini, semoga Allah membalasnya lebih baik.

Akhirya, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memberikan tambahan informasi di bidang kehutanan.

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Luwuk Sulawesi Tengah pada tanggal 19 Juni 1973 sebagai anak pertama dari enam bersaudara dari pasangan Dauhan Hiola dan Maryam Mointi. Penulis menikah dengan Karyawanti, SE pada tanggal 03 Juni 1999 dan telah dikaruniai empat orang anak Mohamad Hisyam Hiola, Mohamad Hajid Hiola, Shabrina Nayla Jannah dan Shofia Nurqolby.

Penulis menamatkan pendidikan menengah pada Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Gorontalo tahun 1991. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin Makassar, lulus pada tahun 1997. Penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi di program magister pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan IPB diperoleh tahun 2006, melalui beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DITJEN DIKTI).

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... 12

DAFTAR TABEL ... 15

DAFTAR GAMBAR ... 17

DAFTAR LAMPIRAN ... 18

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Sistem Agroforestri ... 5

Keanekaragaman Hayati dalam Sistem Agroforestri ... 9

Sistem Pengelolaan Agroforestri ... 14

Hierarki pembobotan menilai spesies paling penting ... 15

Kondisi Umum Wilayah Penelitian Luas dan letak desa ... 17

Iklim ... 18

Hidrologi ... 18

Geologi dan tanah ... 19

Biologi ... 19

Kondisi Demografi, Sosial Ekonomi dan Sosial Budaya ... 20

Demografi ... 20

Sosial ekonomi ... 21

Kelembagaan desa ... 23

Sosial budaya ... 23

Sarana Prasarana ... 23

Kesehatan Masyarakat dan Sanitasi Lingkungan ... 25

Sumberdaya Hutan ... 25

Sumberdaya Air ... 26

Sumberdaya Lahan ... 26

Sumberdaya Mineral ... 27

METODE PENELITIAN ... 28

Kerangka Pemikiran ... 28

Aspek Kajian dan Metode ... 30

Waktu dan Tempat Penelitian ... 30

Alat dan Bahan ... 31

Teknik Penarikan Petak Contoh ... 31

(13)

Luasan petak contoh ... 32

Pengukuran dan Pengumpulan Data ... 33

Dinamika plot ... 33

Diskusi kelompok terarah (FGD) ... 33

Wawancara mendalam ... 35

Analisis Data ... 35

Indeks keanekaragaman jenis pohon ... 36

Total kerapatan pohon... 36

Indeks kekayaan jenis pohon (Z) ... 36

Basal area pohon (BA) ... 37

Indeks nilai bagi pengguna lokal ... 37

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

Tipe-Tipe Agroforestri Ilengi ... 38

Komposisi Jenis Pohon Pada Agroforestri Ilengi ... 38

Keanekaragaman Spesies... 40

Kekayaan Spesies ... 43

Karakteristik Fisik Agrogorestry Ilengi... 46

Peralihan Bentuk Tipe Agroforestri Ilengi ... 47

Produktivitas Agroforesri Ilengi ... 49

Profil Agroforestri Ilengi ... 49

Pemilihan Jenis Pohon ... 54

Faktor Biofisik ... 58

Daun penyubur tanah ... 60

Naungan pohon ... 61

Sifat perakaran pohon ... 62

Kecepatan tumbuh dan buah ... 63

Kegunaan pohon ... 64

Tahan hama dan penyakit... 64

Faktor Bentang Alam ... 67

Luas dan bentuk kebun ... 69

Kemiringan lereng ... 70

Jenis dan kesuburan tanah ... 71

Ketinggian tempat (elevasi) ... 72

Iklim (curah hujan dan suhu udara) ... 73

Faktor Sosial Ekonomi ... 75

Peluang pemasaran ... 77

Status kepemilikan lahan ... 79

Kebijakan dan peraturan pemerintah ... 80

Pemanfaatan Agroforestri Ilengi ... 82

Sumber obat-obatan ... 83

Sumber makanan ... 85

Konstruksi ringan ... 86

Konstruksi berat ... 87

Sumber peralatan/perkakas ... 88

Sumber kayu bakar ... 89

Sumber membuat tali temali ... 90

(14)

Benda yang bisa dijual ... 92

Kelembagaan Agroforestri Ilengi ... 94

KESIMPULAN DAN SARAN ... 96

Kesimpulan ... 96

Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 98

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Perbandingan Kekayaan Jenis Tumbuhan ... 14

2. Distribusi Tingkat Pendidikan Penduduk Dulamayo Selatan,

Kecamatan Telaga, Kabupaten Gorontalo Tahun 2010 ... 20

3. Distribusi Pekerjaan Penduduk Dulamayo, Selatan Kecamatan

Telaga, Kabupaten Gorontalo Tahun 2010 ... 22

4. Matriks Aspek Kajian dan Metode yang Digunakan ... 30

5. Luasan Total Plot Pengamatan pada Berbagai Tipe Agroforestri

ilengi dan di Hutan alam ... 32

6. Matriks Kategori-kategori Kegunaan dan Nilai ... 34

7. Tipe-Tipe Agroforestri Ilengi Di Desa Dulamayo Selatan ... 38

8. Sepuluh Besar Pohon, Jumlah Individu dan Persentase yang

Ditemuka n pada Tipe-tipe Agroforestri Ilengi dan Hutan Alam ... 39

9. Kekayaan Jenis Pohon dan Jumlah Individu Jenis Pohon pada

Agroforestri ilengi dan Hutan alm ... 39

10. Bobot Wawacara Mendalam dan Diskusi Serta Bobot Penilaian

Secara Umum Faktor Pemilihan Jenis Pohon dan Bobot ... 56

11. Pembobotan dan Penilaian Petani Responden terhadap Sub

faktor Biofisik ... 58

12. Identifikasi Petani Terhadap Hama dan Penyakit Tanaman

yang Ditemukan pada Agroforestri Ilengi ... 65

13. Nilai Local User Value Index (LUVI) Pemilihan Jenis Tanaman pada Agroforestri Ilengi Berdasarkan Pertimbangan

Faktor Biofisik ... 66

14. Pembobotan dan Penilaian Petani Responden terhadap Sub

Faktor Bentang Alam ... 67

15. Klasifikasi Kesuburan Berdasarkan Pengalaman Petani di

Agroforestri Ilengi ... 72

16. Nilai Local User Value Index (LUVI) Hasil Diskusi

Pemilihan Jenis Tanaman Pada Agroforestri Ilengi Berdasarkan

Pertimbangan Faktor Bentang Alam ... 74

17. Bobot Wawacara Mendalam dan Diskusi Serta Bobot Penilaian

(16)

18. Nilai Local User Value Index (LUVI) Hasil Diskusi

Pemilihan Jenis Pohon pada Agroforestri Ilengi Berdasarkan

Pertimbangan Faktor Sosial Ekonomi ... 81

19. Bobot Penilaian dan Nilai LUVI Terhadap Kegunaan Sebagai

Sumber Obat-obatan Jenis Tumbuhan pada Agroforestri Ilengi, ... 84

20. Bobot Penilaian dan Nilai LUVI Terhadap Kegunaan Sebagai

Sumber Makanan Jenis Tumbuhan Pada Agroforestri Ilengi, ... 85

21. Bobot Penilaian dan Nilai LUVI Kegunaan Agroforestri Ilengi

Sebagai Sumber Konstruksi Ringan ... 87

22. Bobot Penilaian dan Nilai LUVI Kegunaan Agroforestri Ilengi

Sebagai Sumber Konstruksi Berat ... 88

23. Bobot Penilaian dan Nilai LUVI Kegunaan Agroforestri Ilengi

sebagai Sumber Perkakas/Peralatan ... 89

24. Bobot Penilaian dan Nilai LUVI Kegunaan Agroforestri Ilengi

Sebagai Sumber Bahan Bakar ... 90

25. Bobot Penilaian dan Nilai LUVI Kegunaan Agroforestri Ilengi

Sebagai Sumber Tali Temali ... 91

26. Bobot Penilaian dan Nilai LUVI Kegunaan Agroforestri lengi

Sebagai Pendukung Kegiatan Adat ... 92

27. Bobot Penilaian dan Nilai LUVI Kegunaan Agroforestri Ilengi

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Prinsip hierarki umum yang digunakan dalam melakukan analisis

kepentingan spesies (sumber : Sheil et al. 2004) ... 16

2. Skema pendekatan PDM pemanfaatan jenis pohon (sumber : Sheil et al. 2004) dengan modifikasi ... 17

3. Kerangka pikir penelitian ... 29

4. Sketsa lokasi penelitian (Sumber : maps.google.com) ... 31

5. Plot pohon dengan 8 sel. ... 33

6. Indeks keanekaragaman jenis tanaman Shannon-Wiener (H’) pada tipe agroforestri Ilengi dan di Hutan Alam, ... 41

7. Situasi Argoforestri Ilengi, ... 43

8. Indeks kekayaan jenis tanaman (Z) pada berbagai tipe agroforestri ilengi dan di Hutan Alam. ... 44

9. Situasi agroforestri ilengi, ... 47

10. Kerapan pohon (N/ha) dan basal area (m2) pada agroforestri ilengi ... 50

11. Diagram persentase jumlah jenis pohon buah, kayu dan nira pada tipe agroforestri ilengi ... 52

12. Diagram persentase jumlah individu pohon buah, kayu dan nira pada tipe agroforestri ilengi ... 53

13. Sebagian kondisi pemanfaatan lahan di Desa Dulamayo Selatan (Citra satelit Iconos - Sumber CIDA-EGSL Program 2009) ... 54

14. Proses diskusi pembobotan Local User Value Index (LUVI) ... 56

15. Kondisi topografi Desa Dulamayo Selatan, ... 57

16. Situasi agroforestri ilengi dan pilihan petani terhadap jenis ... 60

17. Situasi bentang alam agroforestri ilengi ... 69

18. Jenis S. aromaticum dipilih petani berdasarkan faktor ... 77

19. Hasil Panen Jenis Aglaia sp dari agroforestri ilengi ... 79

20. Persentase hasil diskusi pemanfaatan jenis tumbuhan pada agroforestri ilengi ... 83

21. Salah satu proses pembuatan gula aren ... 86

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Jenis tumbuhan pada plot contoh agroforestri ilengi ... 105

2. Daftar nama tanaman pada plot tipe agroforestri ilengi buah-nira ... 107

3. Daftar nama tanaman pada plot tipe agroforestri ilengi buah ... 108

4. Daftar nama tanaman pada plot tipe agroforestri ilengi kayu-buah-nira ... 109

5. Daftar nama tanaman pada plot tipe agroforestri ilengi palawija-buah-nira ... 110

6. Daftar nama tanaman pada plot tipe agroforestri ilengi kayu ... 111

7. Daftar nama tanaman pada plot tipe agroforestri ilengi kayu-buah ... 113

8. Daftar nama tanaman pada plot tipe hutan alam ... 114

9. Kerapatan dan basal area pada masing-masing tipe agroforestry ilengi ... 116

10. Nilai diskusi dengan petani dalam pemilihan jenis pohon berdasarkan pertimbangan faktor biofisik ... 117

11. Nilai hasil diskusi dengan petani dalam pemilihan jenis pohon berdasarkan pertimbangan faktor bentang alam ... 118

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan aset yang sangat penting dalam menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat. Sebagai sumber plasfanutfah keberadaan hutan menjadi hal yang mutlak, terutama keanekaragaman hayati (tumbuhan dan hewan) yang dimilikinya. Keanekaragaman hayati atau biodiversitas Indonesia diketahui sangat luar biasa besarnya, sehingga Indonesia menyandang predikat negara megadiversitas (Kartawinata 2010), Indonesia memiliki tingkat keragaman hayati yang tinggi 11% jenis tumbuhan berbunga, 10% jenis mamalia, 16% jenis burung, 26% reptilia dan amfibia serta 25% jenis ikan laut dan air tawar dari seluruh jenis yang ada di dunia (Supriatna 2008). Keragaman jenis tersebut sangat terancam keberadaanya. Salah satu faktor paling utama yang menyebabkan menyusutnya keanekaragaman hayati adalah hilangnya hutan tropis akibat eksplotasi dan konversi lahan hutan.

Keragaman hayati yang dimiliki dapat dipertahankan, dengan melakukan penerapan sistem pengelolaan yang baik dan terciptanya keseimbangan antara aspek pemanfaatan dengan aspek perlindungan, sehinggga tercapai kelestarian fungsi hutan sebagai penopang sistem kehidupan secara luas. Adanya keseimbangan tersebut berarti menjamin keberlanjutan pembangunan (sustainable development). Karena itu, kelestarian menjadi suatu keharusan yakni berupaya memenuhi kebutuhan generasi masa kini, tanpa mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang, terutama berbagai jenis tumbuhan yang menjadi sumber pangan, obat-obatan, sandang, bahan bangunan dan berbagai layanan ekologi bagi kehidupan manusia.

(20)

Pengusahaan dan pemanfaatannya sesuai pola merakyat, dengan memperhatikan dan melindungi nilai-nilai tradisional serta adat yang ada dalam masyarakat.

Praktek agroforestri dikenal dua cara yaitu agroforestri sederhana dan agroforestri kompleks. Agroforestri sederhana adalah perpaduan konvensional yang terdiri atas sejumlah kecil komponen. Perpaduan dalam sistem ini menyempit menjadi satu unsur pohon yang memiliki peran ekologi dan ekonomi penting, seperti kemiri, cengkeh, aren dan sebagainya, dan unsur tanaman musiman seperti jagung, pisang, cabe dan lainnya. Sedangkan sistem agroforestri kompleks adalah sistem-sistem yang terdiri dari sejumlah besar unsur pepohonan, perdu, tanaman musiman dan atau rumput. Penampakan fisik dan dinamika di dalamnya mirip dengan ekosistem hutan alam primer maupun sekunder. (Hairiah et al. 2003)

Menurut Foresta et al. (2000) sistem agroforestri kompleks bukanlah hutan-hutan yang ditata lambat laun melalui transformasi ekosistem secara alami, melainkan merupakan kebun-kebun yang ditanam melalui proses perladangan. Kebun-kebun agroforestri dibangun pada lahan-lahan yang sebelumnya dibabat, kemudian ditanami dan diperkaya. Tahapan tanaman semusim biasanya padi ladang berlangsung selama satu atau dua kali panen saja. Sistem pada tahapan ini merupakan perpaduan sementara yang berisi tanaman semusim dan pepohonan. Petani memadukan bermacam-macam tanaman lain yang bermanfaat. Pemaduan terus berlangsung pada keseluruhan masa keberadaan agroforestri. Dari sudut pandang pelestarian lingkungan, kemiripan struktur dan penampilan sistem agroforestri dengan hutan alam merupakan suatu keunggulan.

(21)

curam. Secara administrasi 23,45% atau 487,67 ha Desa Dulamayo Selatan adalah kawasan hutan lindung dan 76, 55% atau 1592,02 ha sebagai kawasan budidaya pertanian (BPDAS Bone Bolango 2009). Desa ini terletak di Kecamatan Telaga, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Ketinggian tempat berkisar antara 700-1100 m di atas permukaan laut (dpl), dengan kemiringan bervariasi antara 8-15% 110,03 Ha, 25-40% 1056,93 dan >40% seluas 425,06 ha (BPDAS Bone Bolango 2009).

Keberadaan manusia yang telah mendiami Desa Dumalayo Selatan, memberikan konsekuensi eksploitasi hutan menjadi lahan pertanian dan pemukiman. Lahan hutan yang dijadikan pertanian diusahakan secara tradisonal oleh masyarakat, dengan menanam berbagai jenis tumbuhan yang menghasilkan baik jenis tanaman berumur panjang (pohon), yang menghasilkan buah, air nira atau kayu dan tanaman umur singkat (tanaman semusim).

Rumusan Masalah

Konversi lahan hutan menjadi lahan agroforestri ilengi menyebabkan perubahan struktur tegakan, komposisi jenis tumbuhan dan pemanfaatannya oleh masyarakat di wilayah tersebut. Rumusan masalah dari penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana kekayaan dan keanekaragaman jenis pohon pada setiap tipe

agroforestri ilengi

2. Bagaimana pengetahuan masyarakat tentang beragam jenis tumbuhan pada berbagai tipe agroforestri ilengi dan pemanfaatannya.

Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini :

1. Mengidentifikasi dan membandingkan keanekaragaman dan kekayaan jenis pohon pada tipe agroforestri ilengi dan di hutan alam.

2. Mengidentifikasi karakteristik agroforestri ilengi pada lokasi penelitian

3. Memperoleh gambaran pengetahuan petani mengenai pemilihan jenis pohon dan berbagai tipe agroforestri ilengi.

(22)

Manfaat Penelitian

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Agroforestri

Perubahan lingkungan daerah tropika berkaitan erat dengan pembukaan hutan alam yang menimbulkan erosi, kepunahan flora dan fauna, dan perluasan lahan kritis. Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, dan kekeringan, bahkan perubahan lingkungan global. Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain.

Agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan lahan yang mungkin dapat ditawarkan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat adanya alih-guna lahan tersebut di atas dan sekaligus untuk mengatasi masalah pangan. Semakin beratnya permasalahan tersebut telah mendorong munculnya keberadaan sistem agroforestri yang diciptakan petani daerah tropika.. Agroforestri, sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan baru dibidang pertanian dan kehutanan, berupaya mengenali dan mengembangkan keberadaan sistem agroforestri yang telah dipraktekkan petani sejak dulu kala (Hairiah et al. 2003).

Sistem agroforestri dicirikan oleh keberadaan komponen pohon dan tanaman semusim dalam ruang dan waktu yang sama. Kondisi ini mengakibatkan pengurangan bidang olah bagi budidaya tanaman semusim, karena perkembangan tajuk. Karena itu, dinamika ruang sistem agroforestri sangat ditentukan oleh karakteristik komponen penyusun dan sistem budidaya pohon (aspek silvikultur). Sungguhpun kondisi fisik lahan dan pola agroforestri yang dikembangkan juga menjadi faktor penentu.

Agroforestri, sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan baru dibidang pertanian dan kehutanan, berupaya mengenali dan mengembangkan keberadaan sistem agroforestri yang telah dipraktekkan petani sejak dulu kala (Suharjito et al. 2003) Secara sederhana, agroforestri berarti menanam pepohonan di lahan pertanian, dan harus diingat, petani atau masyarakat adalah elemen pokoknya (subyek) (Hairiah et al. 2005).

(24)

dan tanaman pertanian merupakan kunci dalam pengelolaan agroforestri. Menurut Huxley (1985) dalam Suryanto et al. (2005) kunci untuk memahami potensi biologi dan pengendalian sistem agroforestri dan respon komponen tanaman terhadap lingkungan dalam sistem agroforestri yaitu tree/crop interface. Di dalam ruang temu ini sebenarnya kepentingan petani untuk menghadirkan komponen penyusun dari pohon dan tanaman semusim, sehingga kehadiran dua komponen tersebut harus memperhatikan interaksinya. Dinamika komponen penyusun yang diikuti oleh dinamika ruang berpengaruh terhadap dinamika sumberdaya dalam sistem agroforestri. Dinamika sumberdaya ini akan lebih terlihat dalam sistem berbagi sumberdaya (resources sharing) khususnya antar pohon, pohon dengan tanaman semusim dan antar tanaman semusim. Sumberdaya di atas tanah (cahaya matahari) bervariasi dari waktu ke waktu, sehingga hal ini memberikan penangkapan cahaya oleh tanaman semusim juga dinamis

Perkembangan sistem di bawah tanah khususnya sistem perakaran juga akan memberikan konstribusi pada dinamika sistem agroforestri. Kepadatan pohon yang memberikan konsekuensi pada kepadatan penutupan bidang olah oleh tajuk akan berbanding lurus dengan kepadatan perakaran, sehingga akan menjadi pembatas dalam maksimalisasi penyerapan sumberdaya di bawah tanah oleh tanaman semusim. Dengan demikian dinamika sumberdaya di atas tanah dan di bawah saling berhubungan erat. Salah satu pendekatan untuk mengetahui dinamika sumberdaya baik di atas tanah maupun di bawah tanah adalah respon tanaman semusim dalam menangkap dan memanfaatkan sumberdaya yang diekspresikan dalam pertumbuhan tanaman semusim. Dinamika didasarkan pada sistem zonasi dalam sistem agroforestri untuk mengetahui kecenderungan sumberdaya. (Suryanto et al. 2005)

(25)

diprioritaskan untuk menjaga keseimbangan produk, baik pohon dan tanaman semusim atau mengarah pada model yang didominasi oleh komponen pohon.

Pilihan jenis tanaman agroforestri yang ditanam tidak sembarangan, menggunakan kearifan lokal sebagai warisan turun-temurun dari nenek moyang, masyarakat dapat mengenal dan memahami dalam memperlakukan lahan sesuai dengan kondisinya. Dengan pemanfaatan lahan ini masyarakat meningkatkan perekonomian keluarga. Di dataran tinggi Minangkabau (Sumatera Barat), hutan primer terdesak ke lereng-lereng puncak gunung. Areal khusus ini dilindungi dengan ketat oleh masyarakat setempat. Sejak lama orang Minang sudah mengenal cara bersawah, sementara cara perladangan berputar dapat dikatakan tidak ada lagi. Di daerah Maninjau kebun campuran meliputi dari 50 sampai dengan 80 persen tanah garapan, dan menjadi sebuah sabuk penyangga yang tidak terputus antara desa dan persawahan dengan hutan alam yang dilindungi di bagian atas lereng. Berbagai tanaman, seperti kulit manis, pala, kopi, durian dan buah-buahan yang lain, serta pohon kayu bermanfaat, mendominasi agroforest di sini.

Seperti di Pesisir Krui, tanaman utama dipadukan dengan berbagai tanaman lain, baik liar maupun rawatan, berupa aneka buah dan kayu, bambu, dan berbagai jenis palem. Kebun campuran disini memberikan penghasilan yang besar berasal dari penjualan rempah-rempah, kopi, dan durian. Sebagaimana halnya di Pesisir Krui, agroforest di Maninjau juga memasok bahan pangan pelengkap dan berbagai bahan lain, terutama produksi kayu untuk pertukangan. Agroforesti ‘parak’ di Maninjau mewujudkan sintesa fungsional antara pertanian dan kehutanan (de Foresta et al. 2000).

Perbedaan yang terjadi dalam satu sistem agroforestri dikarenakan adanya gradien sumberdaya, baik yang di atas tanah dan yang di bawah tanah akibat pengaruh kehadiran pohon. Pengaruh diatas lebih dipengaruhi oleh arsitektur tajuk yang akan berpengaruh pada luas penutupan pada bidang olah. Sedangkan pengaruh di bawah tanah lebih ditentukan oleh arsitektur perakaran masing-masing jenis. Pohon mempengaruhi pertumbuhan tanaman semusim melalui perubahan sumberdaya seperti cahaya, hara tanah dan air (Scholes dan Walker 1993 dalam Suryanto et al. 2005).

(26)

1. Agroforestri awal, dimana model agroforestri yang pemanfaatan sumberdaya. dalam hal ini adalah ruang horisontal untuk tanaman semusim lebih dari 50%. Hal ini dapat dilihat dari pengaruh pohon dalam menimbulkan daerah/bidang ternaungi, sehingga memunculkan luas bidang olah efektif.

2. Agroforestri pertengahan, dimana model agroforestri yang berkembang sudah mengarah pada pengurangan bidang, karena seiring dengan waktu, pohon memberikan pengaruh naungan sehingga luasan bidang olah 25-50%. Kondisi ini disebabkan pengaruh tajuk baris satu dengan baris kedua, sehingga bidang olah yang difungsikan untuk budidaya tanaman semusim, menjadi dimanfaatkan untuk jenis pengkayaan (enrichment planting) dengan tanaman pohon.

3. Agroforestri lanjut, merupakan proses lanjutan dari agroforestri pertengahan, sehingga model lanjutnya adalah sangat tergantung pada jenis pengkayaan. Apabila jenis yang dipilih adalah pohon multiguna, maka bentuk agroforestri lanjutnya adalah kebun campur. Sedangkan kalau menggunakan jenis pohon maka akan mengarah pada full trees atau yang dikenal dengan hutan rakyat. Dengan demikian hutan rakyat merupakan bentuk akhir dari agroforestri.

(27)

dan dipilih sebagai sarana pemberdayaan masyarakat sekitar hutan, yang dipertimbangkan memiliki potensi untuk melakukan tekanan terhadap hutan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Budidaya pertanian yang dalam pengertian ini termasuk pertanian tanaman pangan, kehutanan, peternakan dan perikanan sudah saatnya ditempatkan dalam porsi kesatuan yang utuh dalam suatu ekosistem sumberdaya alam. Karena itu sebagai konsekuensinya budidaya tersebut berarti mengelola ekosistem sumberdaya alam yang mempunyai kaidah-kaidah tertentu. Pemahaman kaidah-kaidah ini dalam ekosistem sumberdaya tertentu akan membantu pengelolaannya sehingga didapatkan optimalisasi produktivitas dan kelestariannya. Cakupan ruang lingkup pengelolaan ekosistem sumberdaya hayati melalui pendekatan pertanian ekologis (ecologically support system) agar diperoleh manfaat optimal bagi kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang.

Keberhasilan agroforestri didasarkan pada pemilihan jenis. Prinsip pemilihan jenis pohon dalam agroforestri adalah ketepatan antara lokasi pemapanan dengan karakteristik jenis terpilih serta nilai peruntukannya. Strategi dalam pemilihan jenis untuk agroforestri mempunyai spesifikasi yaitu berdasarkan peruntukannya dan karakter silvikanya. Spesifikasi lain yang perlu dipertimbangkan adalah perencanaan pengelolaan berdasarkan dinamika ruang dan waktu terhadap komponen penyusun. Pertimbangan pengelolaan ini akan memberikan gambaran bentuk akhir sistem agroforestri yang akan dibangun. Apakah akan menghadirkan komponen pohon dan tanaman semusim dalam ruang dan waktu yang sama sepanjang pengelolaan atau berdasarkan rentang waktu terbatas (Suryanto et al. 2005 diacu dalam Manurung 2005).

Keanekaragaman Hayati dalam Sistem Agroforestri

(28)

lestari. Istilah "keanekaragaman hayati" (biodiversity) digunakan untuk menjelaskan berbagai bentuk kehidupan dalam sistem terkelola, sedangkan kekayaan jenis (species richness) merupakan jumlah keberadaan jenis. Kekayaan jenis pohon dapat dinyatakan tinggi apabila terdapat lebih dari 300 jenis pohon besar dalam 1 ha plot (Valencia et al. 1994), diacu dalam Marurung, 2005).

Sistem pertanian yang telah dipraktekkan meluas dikenal sebagai perladangan berpindah dan slash and burn ternyata telah mempengaruhi struktur hutan dan komposisi spesies dengan cara membentuk mozaik potongan hutan dengan umur yang berbeda-beda. Kegiatan ini secara tradisional dengan cara tebas, tebang, bakar (Wiati 2006). Sistem ini, pohon-pohon dalam areal tersebut ditebang, bagian tumbuhan yang jatuh dibakar, kemudian tumbuhan pertanian ditanam diabu yang kaya zat hara tersebut. Sesudah satu atau dua kali panen, maka nutrien tercuci keluar tanah dan saat inilah petani meninggalkan lahan untuk membuka lahan hutan baru untuk ditanami. Sistem ini bekerja baik dan tidak merusak lingkungan selama kepadatan manusia rendah dan selama lahan hutan masih melimpah. Masyarakat tradisional juga dapat mengelola lingkungan mereka untuk mempertahankan keanekaragaman hayati. Misalnya dengan sistem agroekosistem tradisional dan pemanfaatan hutan. Walaupun demikian disadari secara perlahan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, sistem perladangan berpindah memberikan dampak negatif karena tidak memberikan kesempatan hutan untuk mengalami suksesi alami. Hasil penelitian pengaruh perambahan terhadap vegetasi oleh Gunawan dan Mukhtar (2005), gangguan pembukaan hutan menjadi lahan pertanian berdampak pada berubahnya sistem ekosistem mikro sampai hilangnya vegetasi.

(29)

mempunyai peran penting dalam berbagai proses alam yang menunjang kehidupan manusia, seperti hidrologi dan iklim. (Kartawinata 2010)

Praktek pertanian tradisional dapat dipandang dari budaya manusia. Dari pandangan tersebut dapat membantu mengembangkan berbagai pendekatan teoritis maupun metodologi pada konservasi lingkungan, budaya dan variasi genetik yang ditemukan pada berbagai tatanan agroekosistem tersebut (Altieri dan Anderson 1992 ; Primack et al. 1998 dalam Wiati 2006), menyatakan berbagai bentuk pola pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam yang dipraktekkan masyakat tradisional Kampung Dempak Kutai Barat secara tradisional terbagi atas empat diantaranya budidaya tanaman pangan, budidaya tanaman perkebunan, budidaya tanaman tradisional (kebun tradisional) serta hasil hutan kayu dan non kayu. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang sebagian besar dilakukan secara tradisional dan bersifat turun temurun sejak ratusan tahun yang lalu.

Masyarakat desa (tradisional) yang memiliki pengetahuan lebih lengkap tentang pemanfaatan lahan di dalam kawasannya, masyarakat bukan hanya melestarikan jenis ikan dan mengelola sungai secara arif, namun juga mampu memberikan nilai ekonomi dan sosial. Secara ekonomi, menjadi pemasukan kelompok pengelolanya, secara sosial menunjukkan kemampuan masyarakat mengelola secara komunal dan menghindarkan dari eksploitasi berlebihan. Selain itu masyarakat mampu menanam dan mengembangkan inve stasi modal sosial (social capital) dalam pengelolaan sumberdaya ‘milik bersama’ (Adnan 2008)

King dan Chandler (1978) dalam Arief (2001) menyatakan sistem pengelolaan lahan yang berazaskan kelestarian yang meningkatkan hasil lahan secara keseluruhan, mengkombinasikan produksi tanaman pertanian (termasuk tanaman pohon-pohonan) dan tanaman hutan atau hewan secara bersamaan atau berurutan pada unit lahan yang sama dan menetapkan cara-cara yang sesuai dengan kebudayaan penduduk setempat dikenal dengan istilah agroforestri.

(30)

Potensi Sistem Pertanian Bagi Keanekaragaman hayati hutan Hutan hujan tropis dataran rendah dengan ketinggian 100-400 m dpl yang tingkat keanekaragaman hayati yang dikandungnya sangat tinggi. Namun, keanekaragaman hayati hutan hujan tropis dataran rendah itu pada umumnya memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi, sehingga amat rentan terhadap kegiatan eksploitasi.

Michon and de Foresta (2000) mengemukakan, keanekaragaman jenis dalam agroforest sangat menakjubkan. Pada agroforest yang terletak di dekat hutan alam, sangat sulit memperoleh daftar lengkap tanamannya. Di wilayah dekat desa di mana lahan umumnya lebih terawat, jumlah tanaman utama dapat dihitung. Semakin mendekati hutan maka komponen tumbuhan liar makin besar dan makin beragam. Mendaftar tanaman di agroforest semacam ini sama sulitnya dengan mendaftar tanaman di hutan primer.

Kekayaan jenis dalam kebun menakjubkan, 250 spesies tumbuhan per hektar untuk menyediakan semua produk yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari, (Michon and Mary 1994 dalam Brookfield). Hasil penelitian mengenai keanekaragaman hayati pada sistem pertanian kebun kebun karet campur dari segi biologis (baik flora maupun fauna di Kabupaten Bungo, menunjukkan perbandingan antara kelimpahan pohon di hutan dan kebun karet campur menjadi indikator nilai konservasi keanekaragaman hayati, antara lain (Martini, 2008) :

1. Nilai Sosial Ekonomi: keanekaragaman hayati di kebun karet campur sebagai sumber jenis-jenis hasil hutan bukan kayu (Non Timber Forest Products) yang memiliki nilai guna langsung bagi penghidupan masyarakat. 2. Nilai Ekologis:, nilai yang berasal dari beragam fungsi ekosistem. Hal ini bisa

membawa implikasi positif bagi kegiatan pertanian (penyerbukan bunga, kontrol hama pengganggu, dsb) dan penciptaan lingkungan yang sehat di sekitarnya antara lain melalui beberapa fungsi :

• Fungsi hidrologis : dengan porositas tanah, struktur vegetasi dan tutupan lahan, (walaupun akan cukup sulit membedakan antara fungsi hidrologi hutan dan kebun karet campur),

• Fungsi penyimpan karbon (carbon stock),

(31)

3. Nilai Estetika:, nilai keindahan yang berasal dari etika, norma dan nilai budaya/ spiritual dari keanekaragaman hayati yang dapat mendukung pengembangan ekowisata.

Hutan dan sistem pertanian karet campuran menjalankan fungsi-fungsi ekologis yang penting bagi keseimbangan alam. Keanekaragaman hayati merupakan indikator yang digunakan untuk melihat keseimbangan fungsi ekologis disuatu ekosistem. Menjaga keberadaan tingkat keanekaragaman hayati agar berada pada proporsi yang berimbang dimasing-masing ekosistem, akan membantu agar fungsi-fungsi ekologis berjalan secara berkesinambungan. Ketika keseimbangan alam tercipta, atmosfer menyehatkan akan terwujud sebagai jaminan bagi kelangsungan hidup seluruh bentuk kehidupan (termasuk manusia) di bumi ini. (Adnan et al. 2008). Perbandingan kritis mengenai tingkat kekayaan jenis antara hutan alam, kebun-kebun agroforest, dan jenis-jenis pengelolaan pertanian lain dapat rnernberi gambaran mengenai kemampuan sistem agroforest dalam melestarikan jenis turnbuhan hutan secara kualitatif dan kuantitatif.

(32)

Tabel 1 Perbandingan Kekayaan Jenis Tumbuhan

Jumlah jenis Jumlah individu

Perkebunan Agroforest Hutan Perkebunan Agroforest Hutan

Pohon 1 92 171 28 247 258

Liana 1 97 89 5 228 219

Pohon kecil 0 26 45 0 170 72

Epifit 2 28 63 2 51 261

Herbs 2 23 12 *2000 217 84

Total 6 266 392 2035 913 897

Pohon

(selain karet) 0 91 171 0 189 258

Total

(selain karet) 5 265 382 2007 855 897

Sampel: Garis transek 100; semua tumbuhan dicatat, kecuali yang masih dalam tahap anakan. (Michon dan de Foresta 1995)

Pada tingkatan lanskap (landscape level), keanekaragarnan flora (dalam pengertian jumlah jenis) kemungkinan akan bertambah dengan adanya konversi hutan, sebagai contoh masih terdapat jenis dari hutan di beberapa patch yang dapat merupakan jenis-jenis cinta cahaya baun atau jenis-jenis yang beregenerasi alami kembali setelah pembakaran lahan. Jenis hutan yang hilang sebagai akibat dari suatu gangguan kemungkinan sangat sensitif dan bernilai penting bagi keanekaragaman flora.

Sistem Pengelolaan Agroforestri

(33)

Curahan alokasi sumberdaya yang dimiliki petani sangat penting dalam pengelolaan agroforest, sebab hal ini berkaitan dengan pendapatan petani yang dihasilkan dari dudukuhan. Alokasi sumberdaya yang dimiliki petani biasanya berupa tenaga kerja, waktu, dan uang. Tenaga kerja keluarga misalnya, merupakan sumberdaya utama yang diandalkan petani dalam pengelolaan agroforest,. Misalnya seperti pembukaan hutan, peremajaan kebun, persiapan lahan, dan pemeliharaan palawija (kebanyakan aktivitas penyiangan). Pada kebun karet di Jambi, tenaga kerja keluarga merupakan biaya utama dalam produksi lateks. Kebutuhan tenaga kerja dari produksi lateks mengalami perubahan dramatis dengan semakin dewasanya pepohonan (Manurung 2005). Menurut Suharjito et al. (2003) hak-hak atas lahan dan hasil agroforestri yang dipegang oleh rumah tangga dapat berbeda satu sama lain menurut kelas sosial, kasta, etnisitas, atau daerah geografis. Sedangkan hak-hak atas lahan dan hasil agroforestri yang dipegang oleh individu dapat berbeda menurut gender atau senioritas.

Hierarki pembobotan menilai spesies paling penting

Mengidentifikasi sumber-sumber biologi terpenting menurut pandangan masyarakat lokal termasuk tentang tipe-tipe kegunaan dan nilai-nilai yang ada.. Melalui suatu proses menangani keanekaragaman spesies dan bisa mengetahui taksamana yang terpenting, baik secara keseluruhan maupun dalam hal tipe-tipe penggunaannya secara khusus (Sheil et al. 2004). Prosedur didasarkan pada perolehan informasi lokal mengenai spesies penting dengan menggunakan prosedur pembobotan secara hierarkis. Metode ini menawarkan cara yang efisien untuk menilai arti relatif ‘keanekaragaman hayati’ ditingkat spesies bagi para pengguna lokal.

(34)

1. Jumlah dari semua bagian ditingkat mana saja yang diberikan dalam suatu hierarki adalah satu, dan

2. Nilai dari masing-masing kategori merupakan jumlah dari semua anggota kategori tepat ditingkat dibawahnya.

3. Nilai tingkat ‘entitas’ yang lebih rendah dapat dihitung sebagai bagian dari keseluruhan dengan mengalikannya dengan pecahan yang merupakan nilai keseluruhan pada ujung cabang entitas.

Misalnya, dalam Gambar 1, nilai-nilai yang diberikan pada kategori A sampai G berjumlah satu. Nilai dari lima elemen i sampai v dari kategori A berjumlah 0,15. Bila i adalah 0,25 dari A maka ‘nilai sesungguhnya’ dari i adalah 0,0375 (yaitu hasil kali dari 0,25 x 0,15).

Gambar 1 Prinsip hierarki umum yang digunakan dalam melakukan analisis kepentingan spesies (sumber : Sheil et al. 2004)

(35)

Eusideroxylon zwagerii adalah species yang paling disukai untuk bahan bangunan. (Liswanti 2004). Gambar 2 contoh hirarki diskusi fokus, pemanfaatan agroforestri dalam menunjang kehidupan masyarakat.

Gambar 2 Skema pendekatan PDM pemanfaatan jenis pohon (sumber : Sheil et al. 2004) dengan modifikasi

Kondisi Umum Wilayah Penelitian Luas dan letak desa

Desa Dulamayo Selatan memiliki luas areal sekitar 41,02 km2 atau 4.102 hektar yang terbagi dalam lima dusun yaitu Busun I Bayade, Dusun II Buniyaa, Dusun III, Moliliulo, Dusun IV Motambeya dan Dusun V Bohulo. atas dua desa, yakni Desa Dulamayo Selatan dan Desa Dulamayo Utara. Dari luasan areal tersebut 35.23% merupakan kawasan hutan lindung.

(36)

Iklim

Sumber data iklim yang diperoleh dari stasiun klimatologi Bandara Jalaludin dan Dinas Pertanian, Perkebunan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Gorontalo menunjukkan curah hujan tahunan rata-rata 1.345 mm/tahun, curah hujan tertinggi pada bulan Maret dan terendah pada bulan September. Daerah ini mempunyai 11 bulan basah (> 100 mm) dan 1 bulan kering (< 60 mm) sehingga termasuk tipe iklim A (Scmidht & Ferguson) 0 < Q < 0,143. Dari data hari hujan terlihat bahwa hari hujan terbesar terjadi pada bulan Januari, Maret dan Mei sedangkan hari hujan terkecil adalah terjadi pada bulan September.

Suhu udara yang tercatat oleh stasiun klimatologi Bandara Jalaludin yang di amati selama 10 tahun terakhir untuk Daerah Gorontalo menunjukkan rata-rata suhu maksimum 31,85oC yang terjadi pada bulan Oktober. Suhu maksimum ini diukur pada pukul 13.00 Wita. Sedangkan suhu di kawasan hutan berkisar antar 18-29oC. (Hiola dan Umela 2003).

Diskusi kelompok terarah (FGD) yang dilakukan, masyarakat setempat yang ahli perbintangan “Panggoba” membagi tiga tipe iklim berdasarkan keadaan curah hujan. Curah hujan tinggi disebut dengan “ta’uwa” sedangkan musim pertengahan (kering dan hujan sedikit-sedikit) di sebut “Tualanga” dan musim kering/kemarau disebut “Hulita”.

Hidrologi

(37)

Geologi dan tanah

Desa Dulamayo Selatan memiliki topografi agak curam 0.17% curam 13.69% dan sangat curam 86.13% dengan ketinggian berkisar 300-900 m dari permukaan air laut (m dpl). Formasi bantuan terbentuk dari batuan gunung api bilungala dan deorit bone dengan jenis tanah litosol dan podsolik (BPDAS-BB 2010).

Berdasarkan peninjauan dilapangan, jenis tanah yang terdapat di lokasi penelitian adalah Ordo Inceptisol. Tanah ini terbentuk pada daerah curah hujan sedang sampai tinggi dan bisa juga dijumpai pada sepanjang aliran sungai. Tanah golongan ini terbentang luas di seputar garis khatulistiwa yaitu dari “Tropical of Cancer “ sampai tropical of capricorn atau 220 30” lintang selatan.

Tanah ini mempunyai sifat fisik yang baik (struktur), tetapi berkemampuan rendah untuk menahan kations dan membutuhkan pemberian pupuk yang agak sering. (Buckman and Brady 1981 dalam Hiola dan Umela 2003). Kedalaman efektif tanah ini mencapai 150 cm. Kedalam efektif adalah suatu keadaan dimana akar bisa masuk sampai kedalaman tertentu untuk menyerap unsur hara, sedangkan horison A (top soil) mempunyai kedalaman 0 – 35 cm.

Biologi

(38)

Kondisi Demografi, Sosial Ekonomi dan Sosial Budaya

Demografi

Keberadaan penduduk yang tinggal di Desa Dulamayo Selatan mempengaruhi dinamika perkembangan desa. Maksdunya semakin banyak penduduk yang menetap di desa, semakin besar pula kebutuhan sumberdaya alam yang diperlukan untuk memenuhi keperluan penduduk tersebut. Selain itu juga berarti dengan penduduk yang banyak menjamin ketersediaan sumberdaya manusia untuk mengelola sumberdaya alam yang ada. Tabel 2 menggambarkan jumlah penduduk di Desa Dulamayo Selatan berdasarkan penduduk dewasa dan anak-anak yang masing-masing terbagi laki-laki dan perempuan.

Tabel 2. Distribusi Tingkat Pendidikan Penduduk Dulamayo Selatan, Kecamatan Telaga, Kabupaten Gorontalo Tahun 2010

No Penduduk Jumlah (jiwa) Persentase

(%)

A Dewasa

1 - Laki-laki 800 26.20

2 - Perempuan 870 28.50

B Anak-anak

1 - Laki-laki 716 23.45

2 - Perempuan 667 21.85

Jumlah

A - Laki-laki 1516 49.66

B - Perempuan 1537 50.34

Tot al 3053 100.00

Sumber : BPS 2008

(39)

pada peluang untuk memberikan kesempatan yang sama dalam peran dan partisipasi penduduk laki-laki dan perempuan pada program-program pembangunan yang dilaksanakan di desa. Jenis-jenis pekerjaan yang diusahakan masyarakat desa sangat erat kaitannya dengan ketersediaan sumberdaya alam yang ada di desa tersebut. Mayoritas jenis pekerjaan yang dilakukan masyarakat menunjukkan sumberdaya alam yang terkait dengan jenis pekerjaan tersebut banyak tersedia.

Hasil data sekunder desa, diperoleh informasi bahwa sumberdaya alam utama yang tersedia adalah pertanian pada lahan kering, perkebunan dan kehutanan. Hasil wawancara di Desa Dulamayo Selatan, usaha tani tanaman semusim dominan mengusahakan tanaman jagung dan pisang. Masyarakat yang berusaha tani pada bidang perkebunan, mengusahakan jenis tanaman coklat (Theobroma cacao), cengkeh (Eugenia aromaticum), kopi (Coffea arabica) dan kayu manis (Cinnamomum verum). Sedangkan jenis tanaman hutan yang banyak dibudidayakan, yaitu jenis kemiri (Aleurites moluccana) dan aren (Arenga. pinnata).

Penyebaran pemukiman penduduk Dulamayo berdasarkan FGD dan pada saat melakukan transek, umumnya berada sepanjang jalan desa dengan jarak antara satu rumah dengan rumah yang lain saling berjauhan. Di pusat-pusat dusun pola pemukiman mengumpul dengan jarak saling berdekatan. Ada juga sebagian pemukiman penduduk terpencar-pencar mengikuti dimana lokasi kebun miliknya berada.

Sosial ekonomi

(40)

berkumpul yang didalamnya terjadi akomodasi interaksi sosial dan ekonomi. Penduduk Dulamayo Selatan umumnya bermata pencaharian di bidang pertanian, sesuai dengan ketersediaan sumberdaya alam dominan di desa tersebut.

Tabel 3 Distribusi Pekerjaan Penduduk Dulamayo, Selatan Kecamatan Telaga, Kabupaten Gorontalo Tahun 2010

No Jenis Pekerjaan Jumlah

(orang)

Persentase (%)

1 Pertanian 540 49.68

2 Perkebunan 364 33.49

3 Kehutanan 183 16.84

Tot al 1087 100

Sumber : BPS 2008

Data pekerjaan penduduk Desa Dulamayo Selatan pada bidang pertanian semuanya diusahakan pada lahan kering. Hal ini sejalan dengan hasil kajian mata pencaharian dan rangking tanaman utama, yang menjadi jenis utama untuk tanaman pertanian yaitu jagung yang ditunjukkan Tabel 3. Selain itu, sebagian petani juga mengusahakan jenis pisang atau mangga. Sedangkan tanaman perkebunan umumnya mengusahakan jenis kopi dan coklat. Jenis komoditi untuk usaha tani dibidang kehutanan, dominan kemiri dan aren.

Kondisi topografi yang berbukit sampai bergunung, tidak memungkinkan diusahakan peternakan dalam skala besar. Karena itu peternak memilih mengusahakan ternak dalam skala kecil. Jenis ternak yang diusahakakan berupa jenis ternak besar sapi atau kambing. Dari data BPS terdapat empat orang yang mengusahakan ternak di Desa Dulamayo Selatan.

Selain pekerjaan dibidang pertanian dan peternakan, ada sebagian penduduk Dulamayo Selatan yang bekerja sebagai pedagang. Pekerjaan ini bagi masyarakat hanya sebagai pekerjaan sampingan, sedangkan yang utama tetap sebagai petani. Dari data BPS penduduk Dulamayo Selatan terdapat 50 orang. Perdagangan yang mereka lakukan menyediakan kebutuhan pokok dan ada juga yang bersedia menampung hasil panen perkebunan atau kehutanan.

(41)

Penduduk yang bekerja dibidang angkutan, umumnya berprofesi sebagai tukang ojek. Jasa ojek ini sangat membantu masyarakat dalam mengangkut hasil bumi dari kebun ke pasar. Sedangkan yang berprofesi sebagai PNS bekerja di luar desa, yang setiap akhir pekan kembali ke desa.

Kelembagaan desa

Wawancara yang dilakukan dengan petani, kelompok-kelompok sosial yang ada di masyarakat Desa Dulamayo Selatan terbentuk berdasarkan kepentingan yang sama antara penduduk desa. Kelompok sosial ini seperti gapoktan, kelompok pengajian ibu-ibu, kelompok pemuda. Kegiatan kelompok-kelompok ini secara rutin melakukan pertemuan kadang-kadang difasilitasi oleh petugas lapangan dari kecamatan.

Lembaga desa yang membantu urusan adminstrasi dan kependudukan di desa seperti Kepala Desa, BPD, LPM. Urusan administrasi yang difasilitasi seperti KTP, PBB, termasuk data-data kependudukan yang diperlukan untuk pelaksanaan program.

Sosial budaya

Penduduk Dulamayo Selatan seluruhnya merupakan Suku Gorontalo, sehingga dalam kehidupan sehari-hari terutama untuk prosesi adat seperti perayaan kelahiran, perkawinan dan lainnya menggunakan adat dan budaya Suku Gorontalo. Prosesi adat ini bisanya dipimpin oleh seorang yang paham adat dan juga merupakan anggota masyarakat Dulamayo Selatan yang diberi gelar “Bate”. Bate ini dipilih oleh Lembaga Adat Kabupaten dan di SK kan oleh Bupati. Keseharian masyarakat Dulamayo Selatan dalam menjalankan adat dan istiadat tidak terlepas dari norma-norma lokal. Kehidupan agama yang kuat di masyarakat sangat mempengaruhi norma-norma lokal berperilaku dalam kehidupan.

Sarana Prasarana

(42)

untuk sebagai tempat tinggal keluarga, baik dalam bentuk permanen, semi permanen (lantai sudah di semen tapi dindingnya menggunakan bambu), atau rumah yang sederhana (lantai tanah dan dindingnya dari bambu). Rumah-rumah warga umumnya tidak dilengkapi dengan fasilitas untuk MCK sehingga kalau ingin buang hajat pergi ke sungai atau di luar rumah yang tempatnya tersembunyi. Selain itu juga tersedia fasilitas air minum yang bersumber dari mata air yang dialirkan lewat pipa, selang pastik atau bambu. Guna mengalirkan air dari mata air ke rumah-rumah penduduk, dibangun sarana perpipaan yang merupakan bantuan dari pemerintah atau LSM. Fasilitas ini terbatas sehingga masih banyak warga belum menikmatinya.

Fasilitas lain untuk kesehatan lingkungan yaitu MCK umum yang sengaja dibangun di dekat pemukiman penduduk agar dapat dimanfaatkan secara besama-sama. Ada juga yang dibangun berdekatan dengan mesjid sehingga fungsinya juga bagi jamaah mesjid. MCK ini sangat terbatas ketersediaanya mengingat keterbatasan biaya, sehingga tidak semua pemukinan padat penduduk bisa di bangun MCK.

Jalan-jalan di Desa Dulamayo Selatan umumnya masih jalan setapak, susah dilalui oleh kenderaan bermotor. Tetapi ada juga jalan yang lebar dan bisa dilalui oleh mobil dengan kondisi jalan masih tanah yang sangat licin jika dilalui pada musin hujan. Sebagian jalan yang lebar ini telah diilakukan pengerasan dengan batu melalui program PNPM Mandiri pedesaan. Selain jalan masih tanah, ada juga jalan yang sudah di hotmiks menghubungkan antara pusat desa dengan desa tetangga dan pusat pemerintahan Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi Gorontalo.

Sarana penerangan listrik untuk tiga dusun (dusun I Bayade, dusun II Buniyaa dan dusun III Moliliulo) berasal dari bantuan program PPK, tetapi hanya melayani tiga dusun. Kondisi itu pun tidak semua bisa dilayan,i karena keterbatasan watt terpasang hanya 10.000 KPA disamping itu juga ketersediaan kabel yang kurang, berakibat rumah-rumah yang jauh dari pusat dusun tidak terlayani. Selain itu ada juga listrik tenaga surya yang melayani 41 rumah tangga merupakan bantuan dari Bappeda Kabupaten Gorontalo.

(43)

kependudukan dan kantor desa dijadikan tempat pertemuan penyuluhan atau sosialisasi program-program pemerintah dan LSM. Bidang kesehatan dibangun puskesmas pembantu untuk melayani kesehatan bagi penduduk yang menderita sakit. Posyandu sebagai tempat kontrol bagi ibu hamil dan balita. Dibidang pendidikan, dibangun dua sekolah dasar yang berada di pusat dusun V Bohulu dan dusun I Bayade.

Kesehatan Masyarakat dan Sanitasi Lingkungan

Ketersediaan sarana umum seperti fasilitas air bersih dengan pipa dan MCK umum masih sangat kurang belum menjangkau semua dusun dan pemukiman. Failitas umum ini dianggap penting bagi masyarakat, karena tingkat kesehatan keluarga dan lingkungan bisa terjamin. Pola hidup sehat di Desa Dulamayo Selatan dengan menggunakan air bersih dan MCK menjadi perhatian serius, karena menjamin kesehatan keluarga. Bagi perempuan terutama ibu-ibu fasilitas ini sangat membantu dalam urusan pekerjaan di rumah.

Pola penyakit yang umumnya diderita sebagian besar masyarakat Desa Dulamayo umumnya adalah penyakit diare dan muntaber . Hal ini menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat yang masih sangat rendah tentang sanitasi lingkungan dimana masyarakat masih banyak yang membuang air besar di sungai dan tempat-tempat yang tidak sesuai, disamping masih banyak masyarakat yang belum memiliki jamban keluarga serta MCK.

Sumberdaya Hutan

(44)

bukan kayu. Walapun demikian masih ada juga anggota masyarakat yang membuka lahan dan bermukim dalam kawasan Hutan Lindung.

Luar kawasan hutan sesuai dengan peraturan pemerintah bisa dimiliki secara pribadi yang dibuktikan dengan pembayaran pajak atau sertifikat tanah. masyarakat memperuntukkan luar kawasan hutan sebagai kebun dan pemukiman. Pengurusan kepemilikan lahan yang dibuktikan dengan pembayaran pajak setiap tahun ke kantor desa.

Pengaturan pemungutan hasil hutan yang bukan kayu bagi masyarakat seperti pengambilan pelepah aren atau air nira yang berasal dari pohon aren yang tumbuh dalam kawasan hutan, secara turun temurun menjadi hak bagi yang pertama kali menemukannya, pemanenan getah damar harus mendapat ijin dari pemerintah desa. Sedangkan pemanenan madu dilakukan oleh anggota masyarakat yang mahir dalam pemanenan madu.

Sumberdaya Air

Pemanfaatan sumberdaya air terutama mata air bagi masyarakat Desa Dulamayo sangat penting. Keputusan untuk menggunakan lokasi mata air sebagai sumber air minum didasarkan kesepakatan musyawarah warga dusun. Tempat mata air yang diputuskan sebagai sumber air minum juga disepakati untuk dijaga. Pemasangan saluran air ke rumah-rumah menggunakan bambu atau selang air. Demikian juga kalau ada bantuan dari pemerintah atau LSM, pemasangan pipa air minum, penetapan sumber mata air dikonsultasikan dengan warga desa.

Sumberdaya Lahan

(45)

dari hasil diskusi dengan warga lain yang telah berpengalaman atau dari penyuluhan yang dilakukan di kantor desa.

Selama proses berusaha tani, ada juga warga yang menjual lahan kebunnya kepada orang lain (sesama warga desa, luar desa, orang kota). Dalam proses penjualan kadang-kadang tanpa sepengetahuan pemerintah desa. Telah menjadi kebiasaan, kalau ada warga Desa Dulamayo yang menjual lahannya, maka dia akan membuka lahan baru pada hutan yang masuk kawasan hutan lindung.

Proses jual beli lahan kebun yang dilakukan masyarakat tanpa melibatkan pihak pemerintah desa. Pemerintah desa diberi tahu apabila telah terjadi penjualan sehingga apabila dikemudian hari terjadi permasalahan tidak memberikan bukti adminitrasi dari kantor desa. Bagi penggunaan lahan untuk pembangunan fasilitas umum atau rumah tinggal selalu didiskusikan dengan pemerintah desa atau orang yang di tuakan di desa. Posisi bangunan, ukuran bangunan harus sesuai dengan pendapat dari orang dituakan atau tokoh adat. Penentuan ukuran bangunan ini disebut dengan payango.

Sumberdaya Mineral

(46)

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Ilengi sebagai suatu sistem agroforestri terbentuk dari kegiatan pembukaan hutan alam yang kemudian ditanam dengan tanaman semusim seperti padi ladang (Oryza sativa) atau jagung (Zea mays). Penanaman tanaman semusim diiringi dengan penanaman tanaman pohon yang menghasilkan buah, baik itu tanaman hutan seperti kemiri (Aleurites moluccana), aren (Arenga pinnata), durian (Durio zibethinus), langsat (Aglaia sp) atau tanaman perkebunan seperti cengkeh (Syzygium aromaticum), atau juga tanaman buah-buahan seperti pisang (Musa sp). Tanaman padi atau jagung ditanam jangka pendek dua sampai tiga tahun, setelah kesuburan tanah menurun atau telah menjadi rimbun dengan kehadiran tajuk tegakan jenis pohon. Selanjutnya semakin tua ilengi semakin kurang pengelolaan yang dilakukan, kecuali pada jenis perkebunan cengkeh dilakukan pengelolaan dengan sistem tebas bakar tumbuhan yang ada di sekitar tanaman cengkeh.

(47)
[image:47.595.107.521.98.721.2]

persepsi petani dalam pemilihan, pemanfaatan, pengelolaan agroforestri ilengi jenis pohon buah atau kayu. Dalam penelitian ini plot sampel yang diambil hanya dari 6 (enam) tipe agroforestri ilengi, pengambilan sampel yaitu agroforestri ilengi dengan tujuan kayu, air nira, air nira-palawija, buah-palawija dan kayu. Kerangka pikir penelitian dapat dilihat pda Gambar 3.

(48)

Aspek Kajian dan Metode

Secara umum Aspek yang dikaji dan metode yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada matriks Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4 Matriks Aspek Kajian dan Metode yang Digunakan No Aspek kajian Data Yang

Dikumpulkan Metode Analisis Data 1 Sosial, budaya,

ekologi, geografis dan demografi daerah penelitian

Data sosial, budaya, ekologi, geografis dan demografi daerah penelitian

Mengunjungi

dinas/instansi yang terkait seperti dinas lingkup pertanian dan kehutanan, pemerintah daerah, kantor desa dan kantor statistik daerah

Deskriptif

2 Identifikasi

keanekaragaman dan kekayaan jenis pohon dan non pohon pada agroforestri ilengi. Karakteristik Agroforestri ilengi

Jenis tumbuhan pohon dan non pohon

Transek identifikasi jenis tumbuhan bersama masyarakat (Dianamika plot)

Wawancara mendalam dengan 3-5 orang informan kunci

a. Indeks

Keanekaragaman Jenis Pohon b. Kerapatan Pohon c. Indeks Kekayaan

Jenis Pohon d. Basal Area Pohon

(BA) 3 Gambaran pengetahuan

masyarakat mengenai nilai kepentingan berbagai tumbuhan jenis pohon dan non pohon pada berbagai tipe agroforestri ilengi.

Nilai penting jenis pohon dan non pohon

FGD (distribusi kerikil) dengan jumlah 10-15 orang peserta diskusi

Indeks Nilai Bagi Pegguna/Local User Value Indeks (LUVI)

4 Persepsi petani dalam pemilihan,

pemanfaatan dan pengelolaan jenis pohon yang

menghasilkan buah, air nira dan kayu pada berbagai tipe agroforestri ilengi

Faktor-faktor pertimbangan petani dalam pemilihan jenis pohon : biofisik pohon, bentang lahan dan iklim, dan keadaan sosial ekonomi

FGD (distribusi kerikil) dengan jumlah 10-15 orang peserta diskusi

Bobot Kepentingan,

Waktu dan Tempat Penelitian

(49)
[image:49.595.106.520.100.370.2]

Gambar 4 Sketsa lokasi penelitian (Sumber : maps.google.com)

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta wilayah kerja, perlengkapan inventarisasi dan pengukuran komponen fisik lingkungan seperti kompas, pita meter, tally sheet, tali rapia/tambang, GPS receiver, perlengkapan diskusi, kertas pleno, spidol, dan perlengkapan pembuatan herbarium (spesimen) dan perlengkapan tambahan lainnya seperti label, kantong plastik, koran, alkohol, dan kamera digital

Teknik Penarikan Petak Contoh

Penentuan petak contoh dengan cara purposive sampling yaitu di hutan alam, hutan tanaman dan pada masing-masing tipe agroforestri ilengi yaitu (1) ilengi kayu, (2) ilengi buah, (3) ilengi kayu-buah, (4) ilengi buah-nira, (5) ilengi buah-nira-palawija, dan (6) ilengi buah-palawija. Setiap plot dilakukan 3 replikasi (Kent dan Coker, 1992 dalam Matius, 2004).

Desain plot pengamatan

(50)

atau bentuk batang lainnya (Sheil et al. 2004). Plot sampel ini terdiri dari delapan sel dengan lebar 10 m dan diperlebar dari garis transek sepanjang 40 m. Sel plot memuat lima pohon dan hingga jarak pohon paling jauh dicatat (d1, d2,…dst.). Jarak maksimum pohon dimasing-masing sel sebelum memutuskan kosong atau ‘tidak ada’ adalah 15 m (d6). Jarak maksimum pencarian untuk mengumpulkan sampai lima pohon adalah 20 m (d7) (Sheil et al. 2004 ; Manurung 2005).

Luasan petak contoh

Petak contoh yang menggunakan metode dinamika plot, dengan tiga kali ulangan pada masing-masing tipe agroforestri ilengi dan hutan alam, memiliki 21 plot utama 168 sel (sub plot). Total luasan petak contoh pengamatan yang diambil pada masing-masing tipe agroforestri ilengi dengan metode dinamika plot berbeda, karena ada perbedaan luasan sub plot. Sub plot yang paling luas 200 m2 dan yang paling kecil 50 m2. Perbedaan luasan sub plot ini ditentukan oleh tumbuhan terjauh yang ditemukan dalam sub plot. Berikut ini Tabel 5 yang menyajikan luasan total antar plot contoh pada masing-masing tipe agroforestri ilengi dan hutan alam.

Tabel 5 Luasan Total Plot Pengamatan pada Berbagai Tipe Agroforestri ilengi dan di Hutan alam

No Tipe Agroforestri ilengi Jumlah (buah) Luas Dinamika Plot 1 (m2)

Luas Dinamika

Plot 2 (m2)

Luas Dinamika

Plot 3 (m2)

Total Luas Plot

(m2) Plot Sub

plot

1 Buah-Nira 3 24 1.295 1.020 1.282 3.597

2 Buah 3 24 1.090 865 1.550 3.505

3 Palawija-Buah-Nira 3 24 930 1.070 1.165 3.165

4 Kayu-Buah 3 24 885 1.130 1.080 3.095

5 Kayu-Buah-Nira 3 24 1.260 915 730 2.905

6 Kayu 3 24 930 1.060 815 2.805

7 Hutan Alam

(kontrol) 3 24 695 770 510 1.975

(51)
[image:51.595.87.493.34.777.2]

total luas plot pengamatan adalah di hutan alam, karena kerapatan tegakan pohon cukup bagus sehingga syarat lima pohon yang ditemukan setiap sub plot bisa diperoleh sebelum jarak maksimasl dari pusat transek (20 m) dicapai. Berikut ini Gambar 5 mengenai bentuk dari plot untuk pohon dengan delapan sel.

Gambar 5 Plot pohon dengan 8 sel.

Pengukuran dan Pengumpulan Data

Dinamika plot

Metode dinamika plot digunakan dalam pengukuran dan pengumpulan data bagi penilaian keanekaragaman jenis tumbuhan dan struktur vegetasi (Sheil et al. 2004). Data kondisi fisik agroforestri ilengi meliputi: (1) luas, (2) umur, (3) koordinat dan (4) elevasi. Sedangkan profil vegetasi agroforestri ilengi meliputi: (1) diameter pohon, (2) total tinggipohon, (3) jarak horisontal terdekat dari garis pusat plot terhadap pohon ke-5.

Diskusi kelompok terarah (FGD)

(52)

Hasil diskusi ditampilkan secara kuantitatif dengan digunakan metode distribusi kerikil (Pebble Distribution Method-PDM). Kelompok diskusi berjumlah 10-15 orang yang dipilih secara acak. Dalam setiap tahap kegiatan, para informan diminta untuk membagi 100 manik-manik (kancing, biji atau kerikil) diantara kartu-kartu berlabel dan bergambar sesuai dengan nilai ‘kepentingan’ mereka (Sheil et al. 2004)

Dalam menggali informasi tentang kepentingan jenis tumbuhan pohon dan non pohon pada berbagai tipe agroforestri ilengi mengunakan ketegori kepetingan dan nilai yang dikembangkan oleh Sheil et al. (2004). Tabel 6 dibawah ini menggambarkan kepentingan keanekaragaman jenis pohon dan non pohon pada agroforestri ilengi.

Tabel 6 Matriks Kategori-kategori Kegunaan dan Nilai

No Kategori-kategori Nilai kegunaan

1 Makanan Sumber makanan primer dan sekunder : makanan pada masa musim kemarau panjang

2 Obat-obatan Pengobatan dan yang berhubungan dengan kesehatan

3 Konstruksi ringan Tiang-tiang dan potongan kayu untuk rumah, pondokan, pagar

4 Konstruksi berat Tiang-tiang dan potongan kayu untuk konstruksi rumah

5 Peralatan perkakas Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai alat-alat pertanian, berburu, alat penumbuk padi, gagang berbagai alat

6 Kayu bakar Digunakan untuk menghasilkan api

7 Anyaman/tali Tali yang terbuat dari tumbuhan pemanjat, rotan, sabut aren, dan anyaman

8 Hiasan/adat/ritual Bagian tumbuhan digunakan dalam upacara, pakaian, perhiasan

9 Benda yang bisa dijual Bagian tumbuhan dan produk yang diolah yang dijual untuk mempe

Gambar

Gambar 3 Kerangka pikir penelitian
Gambar 4  Sketsa lokasi penelitian (Sumber : maps.google.com)
Gambar 5 mengenai bentuk dari plot untuk pohon dengan delapan sel.
Tabel  8  Sepuluh Besar Pohon, Jumlah Individu dan Persentase yang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Produksi makna yang dilakukan oleh Joy O Klan tidak hanya sekali, namun dalam pergerakan awalnya justru symbol JOK tersebar diberbagai wilayah untuk

Kopertis Wilayah X Jurnal Pemilih TPS PPS PPK KPU Catat data pemilih SSN Kartu Pemilih A Kartu pemiilih Hasil rekapitulasi per kelurahan SSN Memilih/ mencobl os SSY

Untuk mendiagnosa terjadi celah sumbing pada bayi setelah lahir mudah karena pada celah Untuk mendiagnosa terjadi celah sumbing pada bayi setelah lahir mudah

Karakteristik pada limbah industri dalam penanganan dan pengontrolan limbah industri, perlu diketahui dua hal yang menjadi dasar dalam menganalisis dan mendesain

Variabel independensi auditor internal memiliki pengaruh lebih tinggi dari variabel profesionalisme yang artinya PT.Citra Gemilang Nusantara telah menjalankan

Dikarenakan belum adanya penelitian yang meneliti preferensi gaya manajemen konflik di Indonesia maka dalam penelitian ini akan diteliti pengaruh nilai budaya

Hal ini disebabkan karena dengan adanya kualitas semen yang baik, citra merek yang melekat pada semen tersebut, harga yang kompetitif serta didukung dengan kegiatan promosi