• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sintesis 1-(2-hidroksifenil)-3-fenilpropana-1,3-dion dari o-hidroksiasetofenon dan benzoil klorida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sintesis 1-(2-hidroksifenil)-3-fenilpropana-1,3-dion dari o-hidroksiasetofenon dan benzoil klorida"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

2

ABSTRAK

DIAN SEPTIANI. Sintesis 1-(2-Hidroksifenil)-3-fenilpropana-1,3-dion dari

o

-Hidroksiasetofenon dan Benzoil Klorida. Dibimbing oleh SUMINAR S.

ACHMADI dan BUDI ARIFIN.

Flavonoid merupakan kelompok senyawa polifenolik terbesar yang

ditemukan di alam dengan kerangka karbon C6-C3-C6. Salah satu kelompok

flavonoid yang telah dilaporkan memiliki bioaktivitas yang luas ialah flavon.

Flavon tersebar luas dalam tanaman berpembuluh. Bioaktivitas flavon antara lain

sebagai antioksidan, inhibitor proteinase HIV-1, penginduksi apoptosis yang kuat

dan selektif dalam sel usus besar manusia, dan ligan untuk reseptor BDZ-R. Salah

satu rute sintesis flavon yang penting dan digunakan secara luas ialah siklisasi

oksidatif 1-(2-hidroksifenil)-3-fenilpropana-1,3-dion (1,3-diketon) dengan katalis

asam. Dalam penelitian ini, 1,3-diketon telah berhasil disintesis. Sintesis

dilakukan dalam empat-tahap, yang melibatkan penataan ulang

Baker-Venkataraman, dari bahan awal fenol. Fenol diasetilasi menghasilkan fenil asetat

dengan rendemen 74–95%. Penataan-ulang Fries berkataliskan-AlCl

3

mengubah

fenil asetat menjadi

o

-hidroksiasetofenon (

o

-HAP) dengan rendemen 34%.

Benzoilasi

o

-HAP dan penataan ulang Baker-Venkataraman produk ester dengan

KOH dalam piridina menghasilkan 1,3-diketon. Rendemen kedua tahap ini

berturut-turut 27–44% dan 82–85%. Semua produk sintesis dalam penelitian ini

telah dicirikan secara spektroskopi dan, untuk produk padatan, juga dicirikan titik

lelehnya.

ABSTRACT

DIAN SEPTIANI. Synthesis of 1-(2-Hydroxyphenyl)-3-phenylpropane-1,3-dione

from

o

-Hydroxyacetophenone and Benzoyl Chloride. Supervised by SUMINAR

S. ACHMADI and BUDI ARIFIN.

(2)

1

PENDAHULUAN

Flavonoid merupakan kelompok senyawa polifenolik terbesar yang ditemukan di alam dengan kerangka karbon berupa dua cincin fenil yang dihubungkan oleh rantai alifatik

tiga karbon (C6−C3−C6). Beberapa senyawa

ini merupakan zat warna merah, ungu, biru, dan kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Senyawa flavonoid memiliki berbagai bioaktivitas, seperti antiradang, antivirus, antimalaria, antibakteri, antidia-betes, dan yang paling luas digunakan ialah sebagai antioksidan alami. Aneka bioaktivitas senyawa flavonoid ini menarik minat para peneliti untuk dikaji lebih lanjut. Senyawa flavonoid lazim diisolasi dari tumbuhan, tetapi kandungannya yang terbatas di alam menjadi salah satu kendala utama. Untuk itu,

diperlukan upaya menyintesis senyawa

tersebut.

Salah satu kelompok flavonoid yang telah dilaporkan memiliki bioaktivitas sebagai antikanker ialah flavon atau 2-fenilkromon.

Flavon tersebar luas dalam tanaman

berpembuluh. Bioaktivitas flavon, antara lain sebagai antioksidan, inhibitor proteinase HIV-1, dan sebagai penginduksi apoptosis yang kuat dan selektif dalam sel karsinoma usus besar manusia, membuat sintesis senyawa ini

telah banyak dipelajari (Lee et al. 2004). Inti

flavon juga telah dilaporkan sebagai ligan untuk reseptor benzodiazepina pusat (BDZ-R), salah satunya ialah nitroflavon yang

memiliki aktivitas anksiolitik in vivo dengan

efek sedatif dan miorelaksan yang lemah (Barros dan Silva 2006).

Salah satu metode umum untuk

memperoleh flavon ialah dengan siklisasi

oksidatif

1-(2-hidroksifenil)-3-fenilpropana-1,3-dion atau 2’-hidroksikalkon, yang

disiapkan dari 2’-hidroksiasetofenon dan

berturut-turut pereaksi benzoilasi atau

benzaldehida. Metode lainnya ialah kopling

2-iodofenol dengan fenilasetilena dalam

keberadaan amina sekunder dan PdCl2(dppf),

tetapi hanya sedikit flavon dilaporkan dengan teknik ini. Reaksi Wittig intramolekul 2-asetoksifenasil bromida dan benzoil klorida juga menghasilkan flavon, suatu proses

4-tahap dari 2’-hidroksiasetofenon (Lee et al.

2004).

Penelitian ini bertujuan menyintesis

senyawa

1-(2-hidroksifenil)-3-fenilpropana-1,3-dion (1,3-diketon) dengan penataan-ulang

Baker-Venkataraman dari o

-hidroksiaseto-fenon (o-HAP) dan benzoil klorida.

1,3-Diketon merupakan senyawa antara yang

penting dalam sintesis flavon. Berbagai jenis flavon dapat disintesis dari senyawa ini melalui siklisasi oksidatif.

Penataan-ulang Baker-Venkataraman telah digunakan antara lain oleh Barros dan Silva

(2006) dalam menyintesis sejumlah

nitroflavon dari

2’-(nitrobenzoiloksi)aseto-fenon. Göker et al. (2005) melaporkan sintesis

6,4‘-dibromoflavon sebagai zat antara menuju turunan amidina dikationik serta sintesis

7-metoksi-4-metilflavon. Furuta et al. (2004)

juga melakukan benzoilasi o-HAP dengan

1,3-disikloheksilkarbodiimida (DCC) dan

dimetilaminopiridina (DMAP) dalam

diklorometana pada suhu kamar, dengan

rendemen 82%. Merefluks ester yang

terbentuk dalam piridina dengan K2CO3

menghasilkan 2 isomer flavon, dengan rendemen 17 dan 15%. Berbagai modifikasi

metode Baker-Venkataraman juga telah

dilakukan. Kabalka dan Mereddy (2005) melakukan siklisasi dehidratif 1,3-diketon

dalam etanol, dengan CuCl2 (0.1 ekuivalen)

dan penyinaran mikrogelombang (MW) pada 80 ˚C. Hanya diperlukan waktu 5 menit dengan rendemen flavon 98%.

Gambar 1 menampilkan diagram umum

analisis retrosintesis flavon. Senyawa 1 dapat

dihasilkan melalui siklisasi zat antara

1,3-diketon (2) dalam suasana asam. Senyawa 2

yang menjadi target penelitian ini diperoleh

dari penataan-ulang Baker-Venkataraman o

-BAP (3) menggunakan KOH dalam pelarut

piridin. Tahap pertama dari reaksi ini adalah pembentukan ester benzoat yang kemudian mengalami siklisasi melalui reaksi antara enolat dari asetofenon dan karbon karbonil

ester. Senyawa3 dihasilkan dari benzoilasi o

-HAP (4) dengan benzoil klorida (5) komersial.

Senyawa 4 diperoleh dari penataan-ulang

Fries terhadap fenil asetat (6) yang diperoleh

dari esterifikasi antara anhidrida asetat (6) dan

fenol (7) dengan katalis CuSO4 anhidrat.

Diagram alir penelitian ini dapat dilihat di Lampiran 1.

(3)

2

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

D

igunakan bahan-bahan untuk analisis

(p.a). Pelarut teknis didistilasi 2 kali sebelum dipakai. Kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan pelat aluminium berlapis silika

gel 60 F254. Kromatografi cair vakum (KCV)

menggunakan silika gel 60G untuk KLT dan untuk impregnasi contoh, digunakan silika gel 60 (0.2–0.5 mm) untuk kromatografi kolom.

Titik leleh ditetapkan dengan radas

Mel-Temp Model 1202D Barnstead® (tanpa

koreksi). Spektroskopi UV-Vis diukur dengan spektrometer Varian Cary 100 Cone di Laboratorium Kimia Organik Bahan Alam (KOBA) ITB. Spektroskopi FTIR diukur dengan spektrometer FTIR Perkin Elmer

Spectrum One (resolusi 4 cm-1) di

Laboratorium Bidang Pangan, Gedung Pusat Laboratorium Terpadu, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Spektroskopi NMR diukur dengan

spektrometer JEOL ECA 500 yang bekerja

pada frekuensi 500 MHz (1H) dan 125 MHz

(13C) di Pusat Penelitian Kimia LIPI,

Puspiptek Serpong. Spektroskopi massa dengan ESI-MS diukur dengan spektrometer Waters LCT Premier XE di Gedung Basic Science A ITB. Alat lainnya ialah radas distilasi bertingkat dengan kolom fraksionasi Vigreux, radas distilasi uap, dan alat-alat kaca yang lazim di laboratorium.

Lingkup Penelitian

Tahapan penelitian ini terdiri atas sintesis fenil asetat dari fenol dan anhidrida asetat,

lalu fenil asetat diubah menjadi o-HAP

melalui penataan ulang Fries. o-HAP

dibenzoilasi, dan ester o-BAP yang dihasilkan

direaksikan dengan KOH dalam piridina sehingga terjadi migrasi asil membentuk

1,3-diketon

.

Produk yang diperoleh dicirikan dari

titik lelehnya dan dari pengukuran

spektroskopi dengan spektrometer

massa-ionisasi semprotan elektron (ESI-MS),

ultraviolet-tampak (UV-Vis), inframerah

transformasi-Fourier (FTIR), serta resonans

magnetik inti proton dan karbon (1H dan 13

C-NMR).

Sintesis Fenil Asetat

Sintesis fenil asetat dilakukan dengan

memodifikasi prosedur dalam Heravi et al.

(2006). Sebanyak 0.25 mol fenol dicampurkan dengan 0.375 mol anhidrida asetat dalam gelas piala. Campuran ini larut sempurna.

Sebanyak 0.008 mol CuSO4 anhidrat

ditambahkan ke dalam campuran tersebut lalu diaduk selama 1.5 jam. Selama pengadukan, warna katalis berangsur-angsur berubah dari putih menjadi biru. Setelah itu, campuran

di-work-up dengan menambahkan 750 mL

larutan NaHCO3 10%, dan produk fenil asetat

diekstraksi menggunakan MTC. Proses

ekstraksi dikendalikan menggunakan KLT

dengan eluen MTC. Ekstrak MTC

dikeringkan dengan MgSO4 anhidrat, lalu

dipekatkan. Produk fenil asetat (Rf ~ 0.74)

dipisahkan dari sisa reaktan fenol (Rf ~ 0.41)

dengan KCV (Lampiran 2a). Silika KCV

dikemas dengan n-heksana. Contoh yang

terimpregnasi dikemas ke dalam kolom dan

dibilas menggunakan n-heksana, lalu dielusi

dengan MTC.

Sintesis o-Hidroksiasetofenon

Sintesis o-HAP dilakukan dengan

mengadaptasi prosedur dalam Hocking

(1980). Sebanyak 10 mmol AlCl3 anhidrat

dimasukkan ke dalam labu leher dua yang telah dirangkai dengan pendingin dan aliran

gas N2. Ke dalam labu tersebut ditambahkan

10 mmol fenil asetat tetes demi tetes sambil diaduk dengan pengaduk magnet pada suhu kamar. Reaksi berlangsung eksoterm dan melepas banyak gas HCl. Setelah itu, campuran dipanaskan selama 1.5 jam dari suhu 65 ke 170 °C sambil terus diaduk.

Selama pemanasan, campuran berubah

menjadi adonan kental berwarna merah tua sampai akhirnya melengket di dinding labu. Campuran dibiarkan mendingin ke suhu

kamar, lalu di-work-up dengan menambahkan

campuran es-HCl 1:1 sedikit demi sedikit hingga suhu tidak naik lagi. Campuran isomer

o- dan p-HAP yang terdapat dalam produk

dipisahkan dengan distilasi uap (Lampiran 2b).

Produk o-HAP terbawa dalam distilat

sebagai fase organik berwarna kuning yang

juga mengandung sedikit p-HAP, sisa fenil

asetat, dan pengotor. Fase organik ini dibasakan menggunakan NaOH 5% (pH diperiksa dengan indikator universal), lalu

diekstraksi dengan MTC. Produk o-HAP

ternyata terbawa ke fase MTC bersama sisa

fenil asetat, sedangkan p-HAP dan 2 noda

pengotor berada di fase air. Untuk

memisahkan o-HAP dengan sisa fenil asetat

(4)

3

NaOH 5% terhadap fase MTC. Garam o-HAP

akan terbawa ke fase air dan diasamkan dengan HCl 5% (pH diperiksa dengan indikator universal) lalu diekstraksi dengan

MTC sampai seluruh o-HAP terambil

(dipantau dengan KLT). Fase MTC kemudian

dikeringkan menggunakan MgSO4 anhidrat,

dipekatkan, dan ditimbang. o-HAP diperoleh

sebagai cairan berwarna kuning muda dengan

Rf ~ 0.74 menggunakan eluen MTC. Karena

fenil asetat juga berupa cairan berwarna

kuning dengan nilai Rf yang identik,

pembedaan kedua senyawa ini dilakukan

dengan menambahkan FeCl3. o-HAP akan

menunjukkan hasil positif karena gugus fenol

pada o-HAP akan membentuk kompleks ungu

dengan Fe3+, sementara fenil asetat

memberikan hasil uji negatif. Air yang terbawa bersama distilat yang berwarna putih yang masih menunjukkan keberadaan noda

lemah o-HAP juga mendapatkan perlakuan

work-up yang sama seperti dijelaskan di atas.

p-HAP takatsiri oleh uap dan tertinggal

sebagai residu. Residu p-HAP ini direfluks

dengan beberapa porsi air mendidih untuk

memisahkan p-HAP dari tar yang juga

terbentuk. Ekstrak air kemudian didekantasi, dibiarkan mendingin ke suhu kamar, lalu didinginkan di lemari es semalaman untuk

mengkristalkan p-HAP. Kristal p-HAP yang

terbentuk disaring. Ekstrak air yang tersisa

diekstraksi dengan MTC sampai seluruh

p-HAP terambil (dipantau dengan KLT).

Ekstrak MTC dikeringkan dengan MgSO4

anhidrat, dipekatkan, dan seluruh kristal yang

terbentuk digabung dan ditimbang. Kristal

p-HAP berwarna merah dengan titik leleh 108– 110 ˚C.

Sintesis o-Benzoiloksiasetofenon

Sebanyak 20 mmol o-HAP dalam labu

bulat 50 mL ditambahkan 4 mL piridina, lalu ditambahkan 30 mmol benzoil klorida tetes demi tetes. Reaksi berlangsung eksoterm, dan setelah tidak terbentuk kalor lagi ditambahkan 120 mL HCl 3% dan sekitar 40 g es batu, sambil diaduk kuat dengan pengaduk magnet. Campuran ini membentuk lapisan organik

seperti-minyak yang berwarna putih.

Campuran diekstraksi dengan MTC,

dipekatkan, lalu dilarutkan kembali dalam

metanol dan didinginkan semalam di 0 oC

agar terbentuk kristal. Setelah cukup kering oleh pengisapan, padatan dikering-udarakan di suhu kamar. Produk ester kasar meleleh pada 79–87 ˚C, lalu ester kasar direkristalisasi dengan metanol dan menghasilkan kristal

putih o-BAP dengan titik leleh sekitar 87–88

˚C. Titik leleh ini hampir sama dengan yang dilaporkan pada prosedur asli (Wheeler 1963): 81–87 ˚C sebelum rekristalisasi dan 87–88 ˚C

setelah rekristalisasi

.

Sintesis 1,3-Diketon

Gelas piala yang berisi 7.5 mmol o-BAP

dalam 7 mL piridina dipanaskan ke 50 ˚C. Sementara itu, 11 mmol (1.5 ekuivalen) KOH 85% digerus dalam mortar yang sebelumnya dipanaskan terlebih dahulu ke 100 ˚C, dan

segera ditambahkan panas-panas dalam

larutan. Campuran diaduk dengan batang pengaduk kaca selama 15 menit. Selama pengadukan, larutan akan berwarna kuning dan mengental sampai akhirnya menempel di dinding gelas piala. Campuran dibiarkan ke suhu kamar, lalu diasamkan dengan 10 mL asam asetat 10%. Produk 1,3-diketon akan memisah sebagai endapan kuning-muda, kemudian disaring dengan corong Büchner, dikering-udarakan, dan ditimbang. Titik leleh

1,3-diketon kasar ialah 115–118 ˚C,

mendekati yang dilaporkan dalam prosedur asli (Wheeler 1963), yaitu 117–120 ˚C.

HASIL

Sintesis Fenil Asetat

Fenil asetat diperoleh sebagai cairan kuning dengan rendemen 74.4–95.2% (Tabel

1) dan Rf~ 0.74 (Gambar 2). Spektrum FTIR

(Lampiran 3a) menunjukkan pita-pita serapan khas fenil asetat dengan bilangan gelombang 3064, 3044, 1761, 1594, 1493, 1371, 1188,

1163, 749, dan 692 cm-1. Spektrum 1H-NMR

fenil asetat (Lampiran 3b) menunjukkan 1 sinyal singlet di 2.28 ppm dan 3 sinyal di daerah aromatik (7.12, 7.24, dan 7.40 ppm).

Spektrum 13C-NMR (Lampiran 3c)

menunjukkan 1 sinyal karbon-sp3 (21.0 ppm),

4 sinyal karbon-sp2 bukan karbonil (121.6,

125.8, 129.4, dan 150.7 ppm), dan 1 sinyal

karbon-sp2 karbonil (169.4 ppm).

Tabel 1 Rendemen sintesis fenil asetat

Ulangan Fenol

(5)

3

NaOH 5% terhadap fase MTC. Garam o-HAP

akan terbawa ke fase air dan diasamkan dengan HCl 5% (pH diperiksa dengan indikator universal) lalu diekstraksi dengan

MTC sampai seluruh o-HAP terambil

(dipantau dengan KLT). Fase MTC kemudian

dikeringkan menggunakan MgSO4 anhidrat,

dipekatkan, dan ditimbang. o-HAP diperoleh

sebagai cairan berwarna kuning muda dengan

Rf ~ 0.74 menggunakan eluen MTC. Karena

fenil asetat juga berupa cairan berwarna

kuning dengan nilai Rf yang identik,

pembedaan kedua senyawa ini dilakukan

dengan menambahkan FeCl3. o-HAP akan

menunjukkan hasil positif karena gugus fenol

pada o-HAP akan membentuk kompleks ungu

dengan Fe3+, sementara fenil asetat

memberikan hasil uji negatif. Air yang terbawa bersama distilat yang berwarna putih yang masih menunjukkan keberadaan noda

lemah o-HAP juga mendapatkan perlakuan

work-up yang sama seperti dijelaskan di atas.

p-HAP takatsiri oleh uap dan tertinggal

sebagai residu. Residu p-HAP ini direfluks

dengan beberapa porsi air mendidih untuk

memisahkan p-HAP dari tar yang juga

terbentuk. Ekstrak air kemudian didekantasi, dibiarkan mendingin ke suhu kamar, lalu didinginkan di lemari es semalaman untuk

mengkristalkan p-HAP. Kristal p-HAP yang

terbentuk disaring. Ekstrak air yang tersisa

diekstraksi dengan MTC sampai seluruh

p-HAP terambil (dipantau dengan KLT).

Ekstrak MTC dikeringkan dengan MgSO4

anhidrat, dipekatkan, dan seluruh kristal yang

terbentuk digabung dan ditimbang. Kristal

p-HAP berwarna merah dengan titik leleh 108– 110 ˚C.

Sintesis o-Benzoiloksiasetofenon

Sebanyak 20 mmol o-HAP dalam labu

bulat 50 mL ditambahkan 4 mL piridina, lalu ditambahkan 30 mmol benzoil klorida tetes demi tetes. Reaksi berlangsung eksoterm, dan setelah tidak terbentuk kalor lagi ditambahkan 120 mL HCl 3% dan sekitar 40 g es batu, sambil diaduk kuat dengan pengaduk magnet. Campuran ini membentuk lapisan organik

seperti-minyak yang berwarna putih.

Campuran diekstraksi dengan MTC,

dipekatkan, lalu dilarutkan kembali dalam

metanol dan didinginkan semalam di 0 oC

agar terbentuk kristal. Setelah cukup kering oleh pengisapan, padatan dikering-udarakan di suhu kamar. Produk ester kasar meleleh pada 79–87 ˚C, lalu ester kasar direkristalisasi dengan metanol dan menghasilkan kristal

putih o-BAP dengan titik leleh sekitar 87–88

˚C. Titik leleh ini hampir sama dengan yang dilaporkan pada prosedur asli (Wheeler 1963): 81–87 ˚C sebelum rekristalisasi dan 87–88 ˚C

setelah rekristalisasi

.

Sintesis 1,3-Diketon

Gelas piala yang berisi 7.5 mmol o-BAP

dalam 7 mL piridina dipanaskan ke 50 ˚C. Sementara itu, 11 mmol (1.5 ekuivalen) KOH 85% digerus dalam mortar yang sebelumnya dipanaskan terlebih dahulu ke 100 ˚C, dan

segera ditambahkan panas-panas dalam

larutan. Campuran diaduk dengan batang pengaduk kaca selama 15 menit. Selama pengadukan, larutan akan berwarna kuning dan mengental sampai akhirnya menempel di dinding gelas piala. Campuran dibiarkan ke suhu kamar, lalu diasamkan dengan 10 mL asam asetat 10%. Produk 1,3-diketon akan memisah sebagai endapan kuning-muda, kemudian disaring dengan corong Büchner, dikering-udarakan, dan ditimbang. Titik leleh

1,3-diketon kasar ialah 115–118 ˚C,

mendekati yang dilaporkan dalam prosedur asli (Wheeler 1963), yaitu 117–120 ˚C.

HASIL

Sintesis Fenil Asetat

Fenil asetat diperoleh sebagai cairan kuning dengan rendemen 74.4–95.2% (Tabel

1) dan Rf~ 0.74 (Gambar 2). Spektrum FTIR

(Lampiran 3a) menunjukkan pita-pita serapan khas fenil asetat dengan bilangan gelombang 3064, 3044, 1761, 1594, 1493, 1371, 1188,

1163, 749, dan 692 cm-1. Spektrum 1H-NMR

fenil asetat (Lampiran 3b) menunjukkan 1 sinyal singlet di 2.28 ppm dan 3 sinyal di daerah aromatik (7.12, 7.24, dan 7.40 ppm).

Spektrum 13C-NMR (Lampiran 3c)

menunjukkan 1 sinyal karbon-sp3 (21.0 ppm),

4 sinyal karbon-sp2 bukan karbonil (121.6,

125.8, 129.4, dan 150.7 ppm), dan 1 sinyal

karbon-sp2 karbonil (169.4 ppm).

Tabel 1 Rendemen sintesis fenil asetat

Ulangan Fenol

(6)

4

Gambar 2 Kromatogram fenil asetat

sebelum dan sesudah KCV

(eluen: MTC).

Sintesis o-Hidroksiasetofenon

o-Hidroksiasetofenon diperoleh dengan

mengadaptasi proedur Hocking (1980).

Rendemen o-HAP (Lampiran 4a) kira-kira

33% dari 2 ulangan. Rf o-HAP (Gambar 2)

identik dengan fenil asetat, yaitu 0.74. Produk

o-HAP dicirikan dengan spektroskopi

UV-Vis, FTIR, dan NMR. Seperti ditunjukkan

pada Lampiran 4b, spektrum UV-Vis o-HAP

menunjukkan 3 puncak serapan di 211, 251, dan 323 nm. Setelah penambahan 2 tetes

NaOH, pita ΙΙ (251 nm) berubah menjadi bahu

di 254 nm dan pita ΙΙΙ (323 nm) bergeser ke

362 nm. Penambahan AlCl3 menggeser

puncak di 251 dan 323 nm berturut-turut sebesar 20 dan 55 nm ke 271 dan 378 nm.

Gambar 3 Kromatogram lapis tipis fenil

asetat (kiri) dan o-HAP (kanan)

(eluen: MTC).

Spektrum FTIR o-HAP menunjukkan

serapan di 3049, 1643, 1617, 1488, 1245, 755

cm-1 (Lampiran 4c). Spektrum 1H-NMR

o-HAP (Lampiran 4d) menunjukkan 1 sinyal singlet di 12.26 ppm, sinyal-sinyal aromatik di 6.86, 6.94, 7.43, dan 7.69 ppm, serta 1 sinyal

proton asetil di 2.59 ppm. Spektrum 13C-NMR

o-HAP (Lampiran 4e) menunjukkan 1 sinyal

karbon-sp3 metil di 26.6 ppm, 6 sinyal

karbon-sp2 benzena di 118.4–162.4 ppm, dan 1 sinyal

karbon karbonil keton di 204.6 ppm.

Sintesis o-Benzoiloksiasetofenon

Kristal o-BAP yang dihasilkan berwarna

putih (Gambar 3) dengan titik leleh sebelum dan sesudah rekristalisasi berturut-turut 79–87

dan 87–88 °C. Rendemen o-BAP pada

penelitian ini sangat rendah dibandingkan dengan prosedur asli (Wheeler 1963), yaitu sebesar 27.0 dan 43.5 % (Tabel 2). Pencirian

produk o-BAP dilakukan dengan spektroskopi

ESI-MS, FTIR, serta 1H- dan 13C-NMR.

Spektrum ESI-MS modus kation (Lampiran

5a) menghasilkan m/z 241.0870, sesuai

dengan rumus molekul o-BAP terprotonasi,

C15H13O3. Spektrum FTIR o-BAP (Lampiran

5b) tidak lagi menunjukkan serapan ulur –OH fenolik yang mengindikasikan bahwa reaksi

benzoilasi o-HAP telah berlangsung.

Gambar 4 Kristal o-BAP.

Tabel 2 Rendemen sintesis o-BAP

Ulangan o-HAP

(mmol)

o-BAP

(mmol)

Rendemen (%mol) 1

2

20.01 20.00

8.70 5.41

43.5 27.0

Spektrum 1H-NMR o-BAP (Lampiran 5c)

juga tidak lagi menunjukkan sinyal proton fenolik di sekitar 12 ppm. Sinyal singlet proton asetil terdapat di 2.54 ppm dan sinyal-sinyal aromatik di 7.2–8.2 ppm menunjukkan

2 cincin benzena. Spektrum 13C-NMR

(Lampiran 5d) menunjukkan 1 sinyal karbon metil di 30.0 ppm, sinyal karbon karbonil ester di 165.3 ppm, dan sinyal karbon karbonil keton terkonjugasi di 197.7 ppm. Selain itu,

(7)

5

Sintesis 1,3-Diketon

1,3-Diketon dihasilkan sebagai padatan kuning (Gambar 4) dengan titik leleh dan

rendemen (Tabel 3) berturut-turut 115–118 °C

dan 82.0–85.4%. Spektrum ESI-MS modus

kation (Lampiran 6a) menghasilkan m/z

241.0871, sesuai dengan rumus molekul

1,3-diketon terprotonasi, C15H13O3. Spektrum

UV-Vis 1,3-diketon (Lampiran 6b) menunjukkan puncak serapan di daerah tampak, yaitu di 368 nm. Spektrum FTIR produk menunjukkan bentuk enol dari 1,3-diketon, dengan ciri khas

pita ulur lebar di daerah 1607 cm-1 dan

menunjukkan kemiripan dari spektrum FTIR

produk komersial (Lampiran 6d).

Sinyal-sinyal dalam spektrum 1H-NMR

(Lampiran 6e) menunjukkan 2 sinyal proton khas yang sangat ke medan bawah, yaitu di 12.09 dan 15.54 ppm. Selain itu terdapat 9 sinyal aromatik dan 1 sinyal vinilik di 6.84

ppm. Spektrum 13C-NMR (Lampiran 6f)

menunjukkan 1 sinyal keton terkonjugasi di 195.9 ppm, 1 sinyal karbon oksiaril di 162.7

ppm, sinyal karbon-α dalam sistem keton

takjenuh-α,β sangat ke medan atas (92.5

ppm), serta 9 sinyal lain dari atom-atom

karbon-sp2 cincin benzena.

Gambar 5 Padatan 1,3-diketon.

Tabel 3 Rendemen sintesis 1,3-diketon

Ulangan o-BAP

(mmol) 1,3-diketon (mmol) Rendemen (%mol) 1 2 7.50 5.13 6.41 4.21 85.4 82.0

PEMBAHASAN

Sintesis Fenil Asetat

Fenil asetat disintesis melalui asetilasi fenol dengan pereaksi anhidrida asetat dan

katalis CuSO4 anhidrat. Secara umum, reaksi

asetilasi lazim menggunakan pereaksi

anhidrida asetat dengan katalis asam atau

basa. Berbagai garam logam seperti CoCl2,

TiCl4-AgClO4, Me3SiCl, LiClO4, Mg(ClO4)2,

dan beberapa triflat-logam seperti Se(OTf)3,

MeSiOTf, In(OTf)3, Cu(OTf)2, dan Bi(OTf)3

juga dapat digunakan sebagai katalis dan telah banyak diteliti untuk memenuhi kebutuhan asetilasi yang lebih efisien dan selektif.

CuSO4 merupakan katalis asam Lewis yang

murah, mudah didapat, dan sangat aman

digunakan dalam berbagai transformasi

organik. Heravi et al. (2006) telah

menunjuk-kan bahwa senyawa ini dapat digunamenunjuk-kan sebagai katalis yang efisien dalam asetilasi bebas-pelarut berbagai alkohol dan fenol dengan anhidrida asetat pada suhu kamar. Reaksinya ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Reaksi asetilasi fenol.

Dalam prosedur asli (Heravi et al. 2006),

rendemen fenil asetat ialah 92%, sedangkan rendemen tertinggi hasil sintesis dalam penelitian ini mencapai 95.2%. Kenaikan ini

mungkin akibat penggunaan CuSO4 anhidrat

sebagai katalis menggantikan CuSO4·5H2O,

tetapi kondisi ini belum optimal.

Kromatogram lapis tipis menunjukkan bahwa

selain noda fenil asetat (Rf ~ 0.74), masih

terdapat sisa fenol dengan Rf sebesar 0.41,

sehingga dilakukan pemurnian menggunakan KCV dengan eluen MTC. Keterulangan rendemen sintesis ini juga belum terlalu baik (Tabel 1).

Spektrum FTIR produk asetilasi fenol

(Lampiran 3a) menunjukkan ciri-ciri

struktural fenil asetat. Pita serapan di 1761

cm-1 menunjukkan serapan ulur C=O ester.

Konjugasi atom oksigen alkohol dengan gugus fenil menggeser serapan tersebut ke bilangan gelombang yang lebih tinggi

daripada ulur C=O ester normal (1740 cm-1).

Gugus fenil dicirikan oleh serapan vibrasi ulur

=C-H aromatik di 3064 dan 3044 cm-1, ulur

C=C aromatik di 1594 cm-1, dan tekuk C-H

tak-sebidang benzena monosubstitusi di 692

dan 749 cm-1.

Spektrum 1H-NMR fenil asetat (Lampiran

(8)

6

sinyal menunjukkan 2 H di posisi orto

terhadap gugus asetil, satu sinyal berasal dari

2 H di posisi meta, dan satu sinyal lainnya

berasal dari 1 H di posisi para. Analisis

dengan perangkat lunak ACD/NMR Processor Academic Edition versi 12.01 menunjukkan

bahwa sinyal-sinyal di posisi meta dan para

berturut-turut memiliki pola pembelahan

doblet dari doblet dari doblet (ddd) dan triplet

dari triplet (tt). Pola pembelahan ini tidak jelas

terlihat pada spektrum 1H-NMR fenil asetat.

Kedua sinyal tersebut mengalami tumpang tindih pada bagian tengah dari masing-masing

multiplet. Sinyal H di posisi orto dan para

lebih ke medan atas (upfield) daripada H di

posisi meta karena pengaruh dorongan

elektron dari substituen oksigen fenolik.

Posisi sinyal-sinyal 1H dan 13C-NMR fenil

asetat dirangkum pada Tabel 4.

Tabel 4 Posisi sinyal-sinyal NMR fenil asetat

(CDCl3)

Posisi

δδδδH 500 MHz (ppm)

(multiplisitas, J dalam Hz, jumlah H)

δδδδC 125

MHz (ppm) 1 2 1’ 2’& 6’ 3’& 5’ 4’ –

2.29 (s,3 H) –

7.12 (dd, J = 8.59, 1.15, 2 H) 7.40 (ddd, J = 7.45, 6.30, 2.30, 2 H)

7.24 (tt, J = 7.40, 1.10, 1 H)

169.4 21.0 150.7 121.6 129.4 125.8

Spektrum 13C-NMR fenil asetat (Lampiran

3c) menunjukkan 1 sinyal karbon-sp3 yang

lebih ke medan bawah (downfield) di 21.0

ppm. Sinyal tersebut berasal dari satu-satunya gugus metil yang mengalami tarikan elektron dari gugus karbonil ester. Keberadaan gugus karbonil ester ditunjukkan oleh sinyal di 169.4 ppm. Spektrum ini juga menunjukkan 4 sinyal aromatik di daerah 90–160 ppm. Sinyal

karbon orto (121.6 ppm) dan meta (129.4

ppm) memiliki intensitas dua kali lebih tinggi

daripada sinyal karbon para (125.8 ppm).

Sinyal karbon orto dan para berada lebih ke

medan atas daripada sinyal karbon meta

karena resonans pasangan elektron bebas dari substituen oksigen. Karbon aril yang mengikat substituen oksigen menghasilkan sinyal di 150.7 ppm karena pengaruh tarikan elektron dari atom oksigen ester.

Sintesis o-Hidroksiasetofenon

Prosedur sintesis o-HAP diadaptasi dari

Hocking (1980) sementara tahap work-up

diadaptasi dari Furniss et al. (1989).

Keberhasilan sintesis ini sulit dipantau dengan

KLT karena Rf o-HAP (Rf ~ 0.74) identik

dengan fenil asetat. Oleh karena itu, pada

tahap work-up dilakukan ekstraksi dengan

pengaturan pH untuk memisahkan keduanya.

o-HAP memiliki H-fenolik sehingga dapat

diekstraksi dengan basa, sementara fenil asetat

tidak. Uji kualitatif menggunakan FeCl3 5%

akan memberikan hasil positif (warna ungu)

terhadap o-HAP.

Penataan ulang Fries fenil asetat (Gambar

7) dengan AlCl3 dan suhu penangas yang

berangsur-angsur dinaikkan dari 65 ke 170 oC

dalam 1.5 jam memberikan rendemen sekitar 33% (Lampiran 4a). Hasil ini sedikit lebih besar daripada yang dilaporkan dalam prosedur asli, yaitu 30% dari 0.50 mol fenil asetat. Namun, regioselektivitas reaksi ini

masih rendah: isomer p-HAP dihasilkan

dengan rendemen yang juga tinggi.

Gambar 7 Penataan ulang Fries fenil asetat.

Spektrum UV-Vis o-HAP (Gambar 8 dan

Lampiran 4b) menunjukkan 3 puncak serapan di 211, 251, dan 323 nm. Penambahan 2 tetes NaOH menggeser puncak di 251 dan 323 nm masing-masing ke 254 dan 362 nm yang menunjukkan keberadaan –OH fenolik. Basa kuat mendeprotonasi gugus ini sehingga memperlancar delokalisasi elektron ke dalam cincin aromatik, dan menimbulkan efek

batokromik. Penambahan AlCl3 menggeser

puncak di 251 nm ke 271 nm dan 323 nm ke

378 nm. Pergeseran ini tidak dapat

dikembalikan ke panjang gelombang semula

dengan penambahan HCl. Hal ini

menunjukkan bahwa pergeseran batokromik tersebut terjadi akibat terbentuknya kompleks

dengan AlCl3 yang kuat antara oksigen

karbonil dan ion fenoksida di posisi orto

(9)

Gambar 8 Spektrum UV penambahan O HO AlCl3 O AlO Cl C kompl

Gambar 9 Pembentukan

dengan AlCl3

Serapan ulur –OH pad

HAP (3049 cm-1) agak leb

ikatan hidrogen intram Serapan tajam di 755

identitas dari cincin

terdisubstitusi orto (Pa

Spektrum o-HAP juga m

serapan khas senyawa kar C=O terkonjugasi, C=C (Lampiran 4c).

Satu sinyal singlet yan fenolik yang berikatan hi dengan gugus karbonil d di 12.26 ppm pada spektr (Lampiran 4d). Sinyal pro 2.59 ppm. Proton-proton HAP terbagi menjadi 4 doblet dari doblet di 6 masing-masing dihasilka

berposisi orto terhadap

asetil. Proton yang berpos lebih ke medan atas ak pasangan elektron bebas Sebaliknya, tarikan elektr menggeser sinyal proton medan bawah. Sinyal do doblet di 6.86 dan 7. berturut-turut dari proton terhadap substituen OH

sinyal 1H-NMR o-HAP

Tabel 5. Panjang gelom A b so rb an s

V-Vis o-HAP dengan

n pereaksi geser.

O HCl Cl O AlO Cl Cl leks tetap bertahan

an kompleks o-HAP

3.

ada spektrum FTIR

o-lebar dan lemah akibat molekul yang kuat.

55 cm-1 merupakan

in aromatik yang

Pavia et al. 2009).

menunjukkan serapan-karbonil aromatik (ulur C aromatik, dan C–O)

ang khas untuk proton hidrogen intramolekul

di posisi orto muncul

trum 1H-NMR o-HAP

proton asetil muncul di

ton aromatik pada

o-4 jenis. Sinyal-sinyal 6.94 dan 7.69 ppm kan dari proton yang p substituen OH dan

sisi orto terhadap OH

akibat efek resonans as dari atom oksigen. ktron dari gugus asetil

n dari H orto-nya ke

doblet dari doblet dari .43 ppm dihasilkan

on yang berposisi para

H dan asetil. Sinyal-P dirangkum dalam

Tabel 5 Posisi sinyal-sin

(CDCl3)

4' 5' 6' 1' 2' 3'

Posisi δδδδH 500 MHz (p

(multiplisitas, J (Hz)

1 2 1’ 2’ 3’ 4’ –

2.59 (s, 3H) –

6.94 (dd, J = 7.9, 1.3, 1 7.43 (td, J = 7.9, 1.5, 1 5’ 6.86 (td, J = 7.6, 1.2, 1 6’ 7.69 (dd, J = 8.0, 1.3, 1

Spektrum 13C-NMR o-H

menghasilkan 8 jenis sinya

karbon-sp3 metil di 26.6 pp

sp2 benzena di 118.4–162.4

karbon karbonil keton di 2

halnya pada spektrum 1H-N

karbon aromatik pada po terhadap gugus OH juga atas karena adanya re elektron bebas dari substitu karbon yang berposisi merasakan lebih besar p elektron daripada karbon y (119.0 ppm). Intensitas si yang lebih rendah ber

kuaterner orto. Pergeseran

dialami oleh sinyal karbon

dan para terhadap gugus as

dan 136.5 ppm, karena tarikan elektron. Karbon muncul di 204.6 ppm yan bawah daripada posisi bi

tarikan elektron oleh

intramolekul. Hal yang s pada karbon oksiaril (16

sinyal-sinyal 13C-NMR o

pada Tabel 5.

Sintesis o-Benzoilok

Sintesis 1,3-diketon [1-fenilpropana-1,3-dion] dil

tahap. Pertama-tama,

o-menjadi o-BAP. Penataan

BAP menghasilkan 1,3-1963). Benzoil klorida pereaksi benzoilasi. Piri untuk menggaramkan HC

mbang (nm)

7

sinyal NMR o-HAP

OH

1 2

O

(ppm) ), jumlah H)

δδδδC 125

MHz (ppm)

, 1 H) , 1 H)

204.6 26.6 119.7 162.4 118.4 136.5 , 1 H) 119.0 , 1 H) 130.8

HAP (Lampiran 4e) nyal karbon (1 sinyal ppm, 6 sinyal

karbon-4 ppm, dan 1 sinyal i 204.6 ppm). Seperti NMR, sinyal-sinyal

posisi orto dan para

a bergeser ke medan resonans pasangan tituen oksigen. Sinyal

orto (118.4 ppm)

pengaruh dorongan

yang berposisi para

sinyal di 119.7 ppm erasal dari karbon an ke medan bawah

n yang berposisi orto

asetil, yakni di 130.8 a adanya pengaruh n keton terkonjugasi ang lebih ke medan biasanya akibat dari

ikatan hidrogen

serupa juga terjadi (162.4 ppm). Posisi

o-HAP dirangkum

loksiasetofenon

-(2-hidroksifenil)-3-dilakukan dalam 2

-HAP dibenzoilasi

an ulang terhadap

(10)

8

selama reaksi menjadi garam piridinium

klorida. Reaksinya ditunjukkan pada Gambar 10.

Gambar 10 Reaksi benzoilasi o-HAP.

Dalam penelitian ini, campuran reaksi hasil benzoilasi ketika dituang ke dalam HCl 3% dingin tidak langsung membentuk kristal seperti dalam prosedur asli. Campuran ini membentuk lapisan organik seperti-minyak yang berwarna putih kekuningan. Setelah dipisahkan dari fase air, fase organik (minyak)

ini diekstraksi MTC, dipekatkan, lalu

dilarutkan kembali dalam metanol,

didinginkan, dan kristal putih yang terbentuk direkristalisasi dengan metanol. Rendemen produk tertinggi dihasilkan pada ulangan 1, yakni mencapai 43.5%. Namun, hasil ini jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan prosedur asli (Wheeler 1963) yang mencapai 79–83%. Rendahnya rendemen produk dalam penelitian ini masih perlu dipelajari lebih lanjut dengan menambah ekuivalen benzoil klorida atau mengatur waktu reaksi dan lamanya penambahan pereaksi. Pemantauan dengan KLT tidak menunjukkan tertinggalnya produk dalam air dan metanol. Meskipun demikian, kemurnian produk yang didapat

cukup baik. Titik lelehnya 79–87 oC sebelum

direkristalisasi dan 87–88 oC setelah

direkristalisasi, hampir sama dengan yang dilaporkan Wheeler (1963), yaitu

berturut-turut 81–87 dan 87–88 °C.

Spektrum ESI-MS modus kation

(Lampiran 5a) menghasilkan m/z 241.0870,

sesuai dengan rumus molekul o-BAP

terprotonasi, C15H13O3. Galat massa eksaknya

kecil, hanya 2.1 ppm. Keberhasilan reaksi

benzoilasi o-HAP pada penelitian ini

ditunjukkan oleh spektrum FTIR o-BAP

(Lampiran 5b) yang tidak lagi menunjukkan serapan ulur OH fenolik. Serapan-serapan ulur

C=O di 1687 cm-1 berasal dari gugus keton

terkonjugasi dan di 1737 cm-1 dari gugus ester.

Tidak seperti pada fenil asetat (Lampiran 3a), gugus fenoksi tidak menggeser serapan C=O ester ke frekuensi lebih tinggi, agaknya karena

faktor sterik menghalangi delokalisasi

elektron dari atom oksigen hidroksil ester ke cincin fenil. Sebaliknya, delokalisasi elektron

dari cincin fenil melemahkan sifat ikatan rangkap C=O keton terkonjugasi sehingga bilangan gelombangnya lebih rendah daripada

keton normal (sekitar 1710 cm-1) (Silverstein

et al. 2005). Serapan kuat di daerah sidik jari

(705 dan 766.5 cm-1) menunjukkan pola

monosubstitusi pada cincin aromatik. Pola

disubstitusi-orto agaknya tertutupi oleh

serapan di 766.5 cm-1.

Sinyal proton fenolik di sekitar 12 ppm

tidak ditemukan lagi dalam spektrum 1

H-NMR o-BAP (Lampiran 5c) yang

memberikan bukti lebih kuat bahwa o-HAP

telah terbenzoilasi. Sinyal singlet proton asetil terdapat di 2.54 ppm. Sinyal-sinyal proton aromatik di 7.2–8.2 ppm menunjukkan 2 cincin benzena. Cincin monosubstitusi dengan substituen karbonil mempunyai 3 jenis sinyal

proton. Sinyal yang berposisi orto (8.21 ppm)

dan para (7.65 ppm) terhadap substituen

karbonil lebih ke medan bawah dibandingkan

dengan sinyal di posisi meta (7.52 ppm). Hal

ini diakibatkan oleh sifat tarikan elektron dari substituen karbonil. Sinyal di 7.52 ppm seharusnya terbelah menjadi doblet dari doblet

dari doblet akibat 2 proton yang berposisi orto

terhadap proton tersebut tidak setara secara magnetik. Selain akibat resolusi instrumen yang kurang, hal ini mungkin juga akibat

gangguan dari sinyal td di 7.58 ppm yang

berasal dari proton cincin aromatik tetangga.

Sinyal di posisi orto terhadap substituen

oksigen memiliki multiplisitas doblet dari doblet di 7.23 ppm yang lebih ke medan atas karena dipengaruhi dorongan elektron dari gugus oksigen. Hal serupa juga dialami oleh

proton di posisi para (7.37 ppm). Dua sinyal

di medan bawah berasal dari atom hidrogen

yang orto (7.86 ppm) dan para (7.58 ppm)

terhadap substituen karbonil. Resolusi

instrumen yang kurang peka mengakibatkan sinyal di 7.37 dan 7.58 ppm, yang seharusnya

terbelah menjadi ddd, hanya tampak sebagai

td.

Spektrum 13C-NMR o-BAP (Lampiran 5d)

menunjukkan 1 sinyal karbon metil di 30.0 ppm yang mengalami tarikan elektron oleh

gugus karbonil. Sinyal-sinyal aromatik

tersubstitusi karbonil menunjukkan 4 jenis

sinyal. Seperti halnya pada spektrum 1

H-NMR, sinyal-sinyal karbon di posisi orto dan

para (130.5 dan 133.6/134.0 ppm) terhadap

substituen karbonil lebih ke medan bawah

dibandingkan dengan yang di posisi meta

(128.9 ppm). Intensitas sinyal karbon orto dan

meta lebih tinggi daripada karbon para. Sinyal

(11)

9

substituen karbonil. Posisi sinyal-sinyal 1H

dan 13C-NMR o-BAP dirangkum pada Tabel

6.

Tabel 6 Posisi sinyal-sinyal NMR o-BAP

(CDCl3)

Posisi δδδδH 500 MHz (ppm)

(multiplisitas, J (Hz), ΣΣΣΣ H)

δδδδC 125

MHz (ppm)

1 1’ 2’ & 6’ 3’ & 5’ 4’ 1”

– –

8.21 (dd, J = 8.31, 1.43, 2H) 7.52 (t, J = 8.0, 2 H) 7.65 (tt, J = 7.40, 1.10, 1H) – 165.3 129.4 130.5 128.9 133.6/134.0 197.8

2” 2.54 (s, 3H) 30.0

1”’ – 131.4

2”’ – 149.5

3”’ 7.23 (dd, J = 8.02, 1.15, 1H) 124.1 4”’ 7.58 (td, J = 7.7, 1.7, 1H) 133.6/134.0 5”’ 7.37 (td, J = 7.73, 1.15, 1H) 126.3 6”’ 7.86 (dd, J = 8.02, 1.72, 1H) 130.5 Sinyal C-kuaterner lainnya juga dijumpai pada cincin aromatik yang terdisubstitusi oleh oksigen dan gugus karbonil (131.4 dan 149.5 ppm). Sinyal di 149.5 ppm lebih ke medan bawah karena tarikan elektron dari karbon oksiaril. Sinyal di 131.4 ppm juga lebih ke medan bawah dibandingkan dengan sinyal di 129.4 ppm, karena gugus keton merupakan penarik elektron yang lebih kuat daripada gugus ester. Dua sinyal yang agak ke medan

atas berasal dari karbon metina orto (124.1

ppm) dan para (126.3 ppm) terhadap

substituen oksigen pendorong-elektron. Dua sinyal di 133.6 dan 134.0 ppm berasal dari

dua karbon metina para terhadap substituen

karbonil, namun identitasnya belum dapat dipastikan karena selisih geseran kimia yang

sangat kecil. Penetapan secara pasti

memerlukan spektroskopi korelasi

dua-dimensi. Sinyal karbon sp2 lainnya yang

belum teridentifikasi ialah karbon metina orto

terhadap substituen asetil. Sinyal ini

diperkirakan bertumpang tindih dengan sinyal di 130.5 ppm, sinyal yang intensitasnya paling

tinggi. Sinyal di 165.3 ppm menunjukkan karbon karbonil ester, dan sinyal di 197.8 ppm

menunjukkan karbon karbonil keton

terkonjugasi.

Sintesis 1,3-Diketon

1,3-Diketon dihasilkan dari penataan ulang

Baker-Venkataraman terhadap produk o-BAP

dengan basa KOH dalam pelarut piridina. Berbagai jenis basa lain juga dapat digunakan

dalam penataan ulang ini, seperti K2CO3

(Furuta et al. 2004), KOH (Muller et al.

2000), NaH (Kalinin et al. 1998), LDA (Lee

et al. 2004). Penambahan basa ini akan

memicu terjadinya kondensasi Claisen

intramolekul membentuk 1,3-diketon. Dalam penataan ulang ini, basa mendeprotonasi

hidrogen α dari gugus asetil, lalu enolat yang

terbentuk akan melakukan reaksi adisi-eliminasi terhadap ester benzoil, membentuk 1,3-diketon setelah diasamkan dengan AcOH 10% (Gambar 11).

Gambar 11 Reaksi penataan-ulang

Baker-Venkataraman o-BAP menjadi

1,3-diketon.

Rendemen dan kemurnian produk 1,3-diketon dalam penelitian ini cukup tinggi, yaitu 82.0–85.4% (Tabel 3) dengan titik leleh

115–118 oC, tidak jauh berbeda dengan

prosedur asli Wheeler (1963) yang

melaporkan rendemen sebesar 80–85%

dengan titik leleh 117–120 oC. Hasil

spektroskopi ESI-MS menghasilkan bobot

molekul m/z 241.0871 (Lampiran 5a), sesuai

dengan rumus molekul 1,3-diketon

ter-protonasi, C15H13O3, dengan galat massa eksak

yang kecil, yaitu 2.5 ppm. Spektrum UV-Vis 1,3-diketon (Lampiran 6b) menunjukkan puncak serapan di daerah tampak, yakni di 368 nm. Pergeseran batokromik yang sangat besar terjadi karena pemanjangan sistem ikatan rangkap terkonjugasi. Ikatan hidrogen intramolekul pada 1,3-diketon akan lebih menstabilkan bentuk enol dibandingkan keto sehingga lebih dominan. Pada bentuk enol ini, konjugasi dalam 2 cincin benzena akan

(12)

10

Spektrum FTIR 1,3-diketon (Lampiran 6c)

juga menunjukkan bentuk enolnya, dengan

ciri khas pita lebar di daerah 1607 cm-1.

Intensitas serapan ini lebih kuat dan frekuensinya lebih rendah daripada keton normal yang terkonjugasi dengan gugus

alkenil atau fenil (1685–1666 cm-1).

Penyebabnya ialah resonans pada bentuk enol yang berikatan hidrogen intramolekul sangat melemahkan sifat ikatan rangkap C=O keton

(Silverstein et al. 2005). Hasil FTIR dalam

sintesis ini mirip dengan spektrum FTIR

produk komersial dari Sigma-Aldrich

(Lampiran 6d).

Spektrum 1H-NMR 1,3-diketon (Lampiran

6e) menunjukkan 2 sinyal proton yang sangat ke medan bawah, yakni di 12.09 dan 15.54 ppm yang memperkuat adanya kesetimbangan tautomerisasi keto-enol. Sinyal di 12.09 ppm berasal dari proton fenolik yang berikatan hidrogen intramolekul dengan atom oksigen

karbonil di posisi orto. Sinyal serupa dijumpai

pada spektrum 1H-NMR o-HAP (Lampiran

4d). Sinyal kedua khas untuk proton enolik dalam bentuk enol dari 1,3-diketon. Ikatan hidrogen intramolekul dalam bentuk enol ini sangat kuat sehingga proton enolik lebih terawaperisai daripada proton pertama. Tidak

tampak sinyal CH2 keto dalam spektrum

tersebut, yang apabila ada letaknya di 3.0–4.0

ppm. Hal ini menunjukkan bahwa

kesetimbangan 1,3-diketon sangat mengarah ke bentuk enol. Sangat sedikit, jika ada, bentuk keto yang terisolasi. Dua cincin fenil pada struktur 1,3-diketon membuat bentuk enol ini sangat terkonjugasi dan terstabilkan.

Posisi sinyal-sinyal NMR 1,3-diketon

ditunjukkan oleh Tabel 7.

Sinyal di 6.84 ppm merupakan sinyal proton vinilik dari 1,3-diketon yang lebih ke

medan bawah dibandingkan dengan

kelaziman sinyal proton ini di 5.0–6.0 ppm. Hal ini diakibatkan tarikan elektron yang sangat kuat dari gugus-gugus di sekitarnya. Sinyal dengan tinggi integrasi 3.162 di 7.44– 7.52 ppm diidentifikasi sebagai tumpang tindih 2 sinyal dari 2 cincin fenil yang berbeda. Salah satu sinyal dihasilkan oleh 1 proton metina di 7.47 ppm yang berposisi

para terhadap gugus karbonil dan sinyal yang

lain berasal dari 2 proton metina di cincin monosubstitusi dengan substituen enol (7.49

ppm). Selain itu, sinyal di cincin

monosubstitusi menghasilkan sinyal 2 H yang

berasal dari atom-atom hidrogen orto dengan

multiplisitas doblet dari doblet di 7.93 ppm.

Sinyal di 7.55 ppm berasal dari 1 H para

terhadap substituen enol. Proton di posisi meta

lebih terawaperisai dari pengaruh dorongan elektron atom oksigen sehingga lebih ke medan bawah dibandingkan proton di posisi

orto dan para. Cincin yang terdisubstitusi oleh

oksigen dan gugus karbonil menghasilkan 2 kelompok sinyal. Dua sinyal di medan atas

berasal dari atom hidrogen yang orto (7.01

ppm) dan para (6.92 ppm) terhadap substituen

oksigen pendorong-elektron. Dua sinyal di medan bawah berasal dari atom hidrogen yang

orto (7.78 ppm) dan para (7.47 ppm) terhadap

substituen karbonil. Posisi sinyal-sinyal NMR 1,3-diketon dirangkum pada Tabel 7.

Tabel 7 Posisi sinyal-sinyal NMR 1,3-diketon

(CDCl3)

Posisi δδδδH 500 MHz (ppm)

(multiplisitas, J (Hz), ΣΣΣΣ H)

δδδδC 125 MHz

(ppm) 1 2 3 1’ 2’ 3’ –

6.84 (s, 1 H) –

– –

7.01 (d, J = 8.6, 1 H)

195.9 92.5 177.7 119.2 162.7 119.0 4’ 7.47 (t, J = 7.4, 1 H) 128.7/129.1 5’ 6.92 (t, J = 7.7, 1 H) 119.3 6’ 7.78 (d, J = 8.1, 1 H) 128.7/129.1

1” – 133.8

2” & 6” 7.93 (d, J = 8.1, 2 H) 129.0 3” & 5” 7.49 (t, J = 8.0, 2 H) 127.0 4” 7.55 (t, J = 7.5, 1 H) 132.6 Fenolik 12.09 (s, 1 H) – Enolik 15.54 (s, 1 H) –

Spektrum 13C-NMR 1,3-diketon

(Lampir-an 6f) memperlihatk(Lampir-an ciri-ciri tautomer enol. Puncak di 195.9 ppm dimiliki oleh satu karbon keton terkonjugasi (180–200 ppm). Karbon enol menghasilkan sinyal yang lebih ke medan bawah (177.7 ppm) dibandingkan dengan karbon oksiaril, akibat tarikan elektron dari ikatan hidrogen intramolekul yang kuat. Satu-satunya karbon oksiaril pada diketon diperlihatkan oleh sinyal di 162.7 ppm.

Muatan negatif akibat resonans pada karbon-α

sistem keton takjenuh-α,β menggeser sinyal

karbon tersebut lebih ke medan atas (92.5 ppm).

Atom-atom karbon-sp2 cincin benzena

(13)

11

ppm. Sinyal di 119.2 ppm berasal dari

C-kuaterner yang berposisi orto terhadap

substituen oksigen karena letaknya lebih ke medan atas. Dengan demikian, sinyal di 133.8 ppm berasal dari C-kuaterner cincin benzena monosubstitusi.

Sinyal di 127.0 dan 129.0 ppm memiliki intensitas dua kali lebih tinggi karena masing-masing berasal dari dua C-metina yang ekuivalen. Efek pemerisaian akan semakin besar seiring dengan semakin jauhnya posisi suatu atom dari gugus penarik elektron. Berdasarkan fakta tersebut, sinyal di 129.0

ppm berasal dari karbon orto dan sinyal di

127.0 ppm dari karbon meta. Sementara itu,

sinyal karbon orto dan para terhadap

substituen oksigen pendorong elektron lebih ke medan atas (119.0 dan 119.3 ppm). Gugus (C=O)Me menimbulkan pergeseran –0.4 ppm

pada karbon orto dan 2.8 ppm pada karbon

para (Silverstein et al. 2005). Berdasarkan hal

tersebut, sinyal di 132.6 ppm diidentifikasi

berasal dari karbon para terhadap gugus enol.

Dua sinyal di 128.7 dan 129.1 ppm berasal

dari dua karbon metina, orto dan para

terhadap gugus keton, namun identitasnya belum dapat dipastikan karena selisih geseran kimia yang sangat kecil. Penetapan secara pasti memerlukan spektroskopi korelasi dua-dimensi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Senyawa

1-(2-hidroksifenil)-3-fenilpropa-na-1,3-dion (1,3-diketon) telah berhasil

disintesis sebagai zat antara untuk menyintesis flavon. Reaksi dilakukan dalam empat-tahap dari bahan awal fenol dengan rendemen asetilasi fenol 74–95%, penataan-ulang Fries

fenil asetat membentuk o- dan p-

hidroksi-asetofenon (HAP) berturut-turut 33.7 dan

33.6%, lalu benzoilasi o-HAP dan

penataan-ulang Baker-Venkataraman ester yang

dihasilkan memberikan rendemen

masing-masing 27–44% dan 82–85%. Secara

keseluruhan rendemen empat-tahap reaksi ini ialah 5.5 %.

Saran

Produk 1,3-diketon dapat disiklisasi men-jadi flavon dengan berbagai katalis asam. Selain itu, gugus baru seperti prenil dapat ditambahkan untuk mendapatkan flavon dengan aktivitas yang lebih beragam. Flavon

sintetik yang dapat dihasilkan dari zat antara ini diharapkan memiliki aktivitas yang sama

atau lebih baik dari flavon alami.

Regioselektivitas reaksi penataan-ulang Fries mungkin dapat diperbaiki dengan

memper-banyak jumlah katalis AlCl3, atau dengan

mencobakan katalis asam Lewis lain.

DAFTAR PUSTAKA

Barros A, Silva AMS. 2006. Efficient

synthesis of nitroflavones by

cyclodehydrogenation of

2’-hydroxychalcones and by the

Baker-Venkataraman method. Monatshefte für

Chemie 137:1505-1528.

Furniss BS, Hannaford AJ, Smith PWG,

Tatchell AR, editor. 1989. Vogel’s

Textbook of Practical Organic Chemistry. Ed ke-5. Essex: Longman Scientific and Technical.

Furuta T et al. 2004. Concise total synthesis

of flavone C-glycoside having potent

anti-inflammatory activity. Tetrahedron

60:9375-9379.

Göker H, Boykin DW, Yildiz S. 2005. Synthesis and potent antimicrobial activity of some novel 2-phenyl or

methyl-4H-1-benzopyran-4-ones

carry-ing amidinobenzimidazoles. Bioorg Med

Chem 13:1707-1714.

Heravi M, Behbahani FK, Zadsirjan F, Oskooie H. 2006. Copper(II) sulfate

pentahydrate (CuSO4·5H2O) a green

catalyst for solventless acetylation of alcohols and phenols with acetic

anhydride. J Braz Chem Soc

17:1045-1047.

Hocking MB. 1980. 2-Hydroxyacetophenone via fries rearrangement and related

reactions, a comparative applied study. J

Chem Tech Biotechnol 30:626-641.

Kabalka GW, Mereddy AR. 2005.

Microwave-assisted synthesis of

functionalized flavones and chromones.

Tetrahedron Lett 46:6315-6317.

Kalinin AV, da Silva AJM, Lopes CC, Lopes RS, Snieckus V. 1998. Palladium-catalyzed synthesis of flavones and chromones via carbonylative coupling of

α-iodophenols with terminal acetylenes.

Tetrahedron Lett 39:4995-4998.

Lee JI, Son HS, Park H. 2004. An efficient

(14)

2-11

ppm. Sinyal di 119.2 ppm berasal dari

C-kuaterner yang berposisi orto terhadap

substituen oksigen karena letaknya lebih ke medan atas. Dengan demikian, sinyal di 133.8 ppm berasal dari C-kuaterner cincin benzena monosubstitusi.

Sinyal di 127.0 dan 129.0 ppm memiliki intensitas dua kali lebih tinggi karena masing-masing berasal dari dua C-metina yang ekuivalen. Efek pemerisaian akan semakin besar seiring dengan semakin jauhnya posisi suatu atom dari gugus penarik elektron. Berdasarkan fakta tersebut, sinyal di 129.0

ppm berasal dari karbon orto dan sinyal di

127.0 ppm dari karbon meta. Sementara itu,

sinyal karbon orto dan para terhadap

substituen oksigen pendorong elektron lebih ke medan atas (119.0 dan 119.3 ppm). Gugus (C=O)Me menimbulkan pergeseran –0.4 ppm

pada karbon orto dan 2.8 ppm pada karbon

para (Silverstein et al. 2005). Berdasarkan hal

tersebut, sinyal di 132.6 ppm diidentifikasi

berasal dari karbon para terhadap gugus enol.

Dua sinyal di 128.7 dan 129.1 ppm berasal

dari dua karbon metina, orto dan para

terhadap gugus keton, namun identitasnya belum dapat dipastikan karena selisih geseran kimia yang sangat kecil. Penetapan secara pasti memerlukan spektroskopi korelasi dua-dimensi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Senyawa

1-(2-hidroksifenil)-3-fenilpropa-na-1,3-dion (1,3-diketon) telah berhasil

disintesis sebagai zat antara untuk menyintesis flavon. Reaksi dilakukan dalam empat-tahap dari bahan awal fenol dengan rendemen asetilasi fenol 74–95%, penataan-ulang Fries

fenil asetat membentuk o- dan p-

hidroksi-asetofenon (HAP) berturut-turut 33.7 dan

33.6%, lalu benzoilasi o-HAP dan

penataan-ulang Baker-Venkataraman ester yang

dihasilkan memberikan rendemen

masing-masing 27–44% dan 82–85%. Secara

keseluruhan rendemen empat-tahap reaksi ini ialah 5.5 %.

Saran

Produk 1,3-diketon dapat disiklisasi men-jadi flavon dengan berbagai katalis asam. Selain itu, gugus baru seperti prenil dapat ditambahkan untuk mendapatkan flavon dengan aktivitas yang lebih beragam. Flavon

sintetik yang dapat dihasilkan dari zat antara ini diharapkan memiliki aktivitas yang sama

atau lebih baik dari flavon alami.

Regioselektivitas reaksi penataan-ulang Fries mungkin dapat diperbaiki dengan

memper-banyak jumlah katalis AlCl3, atau dengan

mencobakan katalis asam Lewis lain.

DAFTAR PUSTAKA

Barros A, Silva AMS. 2006. Efficient

synthesis of nitroflavones by

cyclodehydrogenation of

2’-hydroxychalcones and by the

Baker-Venkataraman method. Monatshefte für

Chemie 137:1505-1528.

Furniss BS, Hannaford AJ, Smith PWG,

Tatchell AR, editor. 1989. Vogel’s

Textbook of Practical Organic Chemistry. Ed ke-5. Essex: Longman Scientific and Technical.

Furuta T et al. 2004. Concise total synthesis

of flavone C-glycoside having potent

anti-inflammatory activity. Tetrahedron

60:9375-9379.

Göker H, Boykin DW, Yildiz S. 2005. Synthesis and potent antimicrobial activity of some novel 2-phenyl or

methyl-4H-1-benzopyran-4-ones

carry-ing amidinobenzimidazoles. Bioorg Med

Chem 13:1707-1714.

Heravi M, Behbahani FK, Zadsirjan F, Oskooie H. 2006. Copper(II) sulfate

pentahydrate (CuSO4·5H2O) a green

catalyst for solventless acetylation of alcohols and phenols with acetic

anhydride. J Braz Chem Soc

17:1045-1047.

Hocking MB. 1980. 2-Hydroxyacetophenone via fries rearrangement and related

reactions, a comparative applied study. J

Chem Tech Biotechnol 30:626-641.

Kabalka GW, Mereddy AR. 2005.

Microwave-assisted synthesis of

functionalized flavones and chromones.

Tetrahedron Lett 46:6315-6317.

Kalinin AV, da Silva AJM, Lopes CC, Lopes RS, Snieckus V. 1998. Palladium-catalyzed synthesis of flavones and chromones via carbonylative coupling of

α-iodophenols with terminal acetylenes.

Tetrahedron Lett 39:4995-4998.

Lee JI, Son HS, Park H. 2004. An efficient

(15)

2-SINTESIS 1-(2

1,3-DION DA

FAKULTAS MATE

IN

(2-HIDROKSIFENIL)-3-FENILP

DARI o-HIDROKSIASETOFENO

BENZOIL KLORIDA

DIAN SEPTIANI

DEPARTEMEN KIMIA

ATEMATIKA DAN ILMU PENGETAH

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

1

LPROPANA-NON DAN

(16)

11

ppm. Sinyal di 119.2 ppm berasal dari

C-kuaterner yang berposisi orto terhadap

substituen oksigen karena letaknya lebih ke medan atas. Dengan demikian, sinyal di 133.8 ppm berasal dari C-kuaterner cincin benzena monosubstitusi.

Sinyal di 127.0 dan 129.0 ppm memiliki intensitas dua kali lebih tinggi karena masing-masing berasal dari dua C-metina yang ekuivalen. Efek pemerisaian akan semakin besar seiring dengan semakin jauhnya posisi suatu atom dari gugus penarik elektron. Berdasarkan fakta tersebut, sinyal di 129.0

ppm berasal dari karbon orto dan sinyal di

127.0 ppm dari karbon meta. Sementara itu,

sinyal karbon orto dan para terhadap

substituen oksigen pendorong elektron lebih ke medan atas (119.0 dan 119.3 ppm). Gugus (C=O)Me menimbulkan pergeseran –0.4 ppm

pada karbon orto dan 2.8 ppm pada karbon

para (Silverstein et al. 2005). Berdasarkan hal

tersebut, sinyal di 132.6 ppm diidentifikasi

berasal dari karbon para terhadap gugus enol.

Dua sinyal di 128.7 dan 129.1 ppm berasal

dari dua karbon metina, orto dan para

terhadap gugus keton, namun identitasnya belum dapat dipastikan karena selisih geseran kimia yang sangat kecil. Penetapan secara pasti memerlukan spektroskopi korelasi dua-dimensi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Senyawa

1-(2-hidroksifenil)-3-fenilpropa-na-1,3-dion (1,3-diketon) telah berhasil

disintesis sebagai zat antara untuk menyintesis flavon. Reaksi dilakukan dalam empat-tahap dari bahan awal fenol dengan rendemen asetilasi fenol 74–95%, penataan-ulang Fries

fenil asetat membentuk o- dan p-

hidroksi-asetofenon (HAP) berturut-turut 33.7 dan

33.6%, lalu benzoilasi o-HAP dan

penataan-ulang Baker-Venkataraman ester yang

dihasilkan memberikan rendemen

masing-masing 27–44% dan 82–85%. Secara

keseluruhan rendemen empat-tahap reaksi ini ialah 5.5 %.

Saran

Produk 1,3-diketon dapat disiklisasi men-jadi flavon dengan berbagai katalis asam. Selain itu, gugus baru seperti prenil dapat ditambahkan untuk mendapatkan flavon dengan aktivitas yang lebih beragam. Flavon

sintetik yang dapat dihasilkan dari zat antara ini diharapkan memiliki aktivitas yang sama

atau lebih baik dari flavon alami.

Regioselektivitas reaksi penataan-ulang Fries mungkin dapat diperbaiki dengan

memper-banyak jumlah katalis AlCl3, atau dengan

mencobakan katalis asam Lewis lain.

DAFTAR PUSTAKA

Barros A, Silva AMS. 2006. Efficient

synthesis of nitroflavones by

cyclodehydrogenation of

2’-hydroxychalcones and by the

Baker-Venkataraman method. Monatshefte für

Chemie 137:1505-1528.

Furniss BS, Hannaford AJ, Smith PWG,

Tatchell AR, editor. 1989. Vogel’s

Textbook of Practical Organic Chemistry. Ed ke-5. Essex: Longman Scientific and Technical.

Furuta T et al. 2004. Concise total synthesis

of flavone C-glycoside having potent

anti-inflammatory activity. Tetrahedron

60:9375-9379.

Göker H, Boykin DW, Yildiz S. 2005. Synthesis and potent antimicrobial activity of some novel 2-phenyl or

methyl-4H-1-benzopyran-4-ones

carry-ing amidinobenzimidazoles. Bioorg Med

Chem 13:1707-1714.

Heravi M, Behbahani FK, Zadsirjan F, Oskooie H. 2006. Copper(II) sulfate

pentahydrate (CuSO4·5H2O) a green

catalyst for solventless acetylation of alcohols and phenols with acetic

anhydride. J Braz Chem Soc

17:1045-1047.

Hocking MB. 1980. 2-Hydroxyacetophenone via fries rearrangement and related

reactions, a comparative applied study. J

Chem Tech Biotechnol 30:626-641.

Kabalka GW, Mereddy AR. 2005.

Microwave-assisted synthesis of

functionalized flavones and chromones.

Tetrahedron Lett 46:6315-6317.

Kalinin AV, da Silva AJM, Lopes CC, Lopes RS, Snieckus V. 1998. Palladium-catalyzed synthesis of flavones and chromones via carbonylative coupling of

α-iodophenols with terminal acetylenes.

Tetrahedron Lett 39:4995-4998.

Lee JI, Son HS, Park H. 2004. An efficient

(17)

2-12

hydroxybenzoic acids. Bull Korean

Chem Soc 25:1945-1947.

Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi

Flavonoid. Padmawinata K,

penerjemah.Bandung: ITB Pr.

Terjemahan dari: Techniques of

Flavonoid Identification.

Muller E, Kalai T, Jeko J, Hideg K. 2000. Synthesis of spin labelled chromones.

Synthesis 10:1415-1420.

Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS, Vyvyan

JR. 2009. Introduction to Spectroscopy.

Ed ke-4. Belmont: Brooks/Cole.

Silverstein RM, Webster FX, Kiemle DJ,

2005. Spectrometric Identification of

Organic Compounds. Ed ke-7. Hoboken: Wiley.

Wheeler TS. 1963. Flavone. Org Synth Coll

4:478.

(18)

SINTESIS 1-(2

1,3-DION DA

FAKULTAS MATE

IN

(2-HIDROKSIFENIL)-3-FENILP

DARI o-HIDROKSIASETOFENO

BENZOIL KLORIDA

DIAN SEPTIANI

DEPARTEMEN KIMIA

ATEMATIKA DAN ILMU PENGETAH

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

1

LPROPANA-NON DAN

(19)

2

ABSTRAK

DIAN SEPTIANI. Sintesis 1-(2-Hidroksifenil)-3-fenilpropana-1,3-dion dari

o

-Hidroksiasetofenon dan Benzoil Klorida. Dibimbing oleh SUMINAR S.

ACHMADI dan BUDI ARIFIN.

Flavonoid merupakan kelompok senyawa polifenolik terbesar yang

ditemukan di alam dengan kerangka karbon C6-C3-C6. Salah satu kelompok

flavonoid yang telah dilaporkan memiliki bioaktivitas yang luas ialah flavon.

Flavon tersebar luas dalam tanaman berpembuluh. Bioaktivitas flavon antara lain

sebagai antioksidan, inhibitor proteinase HIV-1, penginduksi apoptosis yang kuat

dan selektif dalam sel usus besar manusia, dan ligan untuk reseptor BDZ-R. Salah

satu rute sintesis flavon yang penting dan digunakan secara luas ialah siklisasi

oksidatif 1-(2-hidroksifenil)-3-fenilpropana-1,3-dion (1,3-diketon) dengan katalis

asam. Dalam penelitian ini, 1,3-diketon telah berhasil disintesis. Sintesis

dilakukan dalam empat-tahap, yang melibatkan penataan ulang

Baker-Venkataraman, dari bahan awal fenol. Fenol diasetilasi menghasilkan fenil asetat

dengan rendemen 74–95%. Penataan-ulang Fries berkataliskan-AlCl

3

mengubah

fenil asetat menjadi

o

-hidroksiasetofenon (

o

-HAP) dengan rendemen 34%.

Benzoilasi

o

-HAP dan penataan ulang Baker-Venkataraman produk ester dengan

KOH dalam piridina menghasilkan 1,3-diketon. Rendemen kedua tahap ini

berturut-turut 27–44% dan 82–85%. Semua produk sintesis dalam penelitian ini

telah dicirikan secara spektroskopi dan, untuk produk padatan, juga dicirikan titik

lelehnya.

ABSTRACT

DIAN SEPTIANI. Synthesis of 1-(2-Hydroxyphenyl)-3-phenylpropane-1,3-dione

from

o

-Hydroxyacetophenone and Benzoyl Chloride. Supervised by SUMINAR

S. ACHMADI and BUDI ARIFIN.

(20)

3

SINTESIS

1-(2-HIDROKSIFENIL)-3-FENILPROPANA-1,3-DION DARI o-HIDROKSIASETOFENON DAN

BENZOIL KLORIDA

DIAN SEPTIANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(21)

4

Judul

: Sintesis 1-(2-Hidroksifenil)-3-fenilpropana-1,3-dion dari

o

-Hidroksi-asetofenon dan Benzoil Klorida

Nama

: Dian Septiani

NIM

: G44050563

Menyetujui

Pembimbing I,

Prof. Dr. Ir. Suminar S. Achmadi

NIP 19480427 197412 2 001

Pembimbing II,

Budi Arifin, M.Si

NIP 19830109 200604 1 004

Mengetahui

Ketua Departemen Kimia

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS

NIP 19501227 197603 2 002

(22)

5

PRAKATA

Bismillahirrahmaanirrahiim...

Alhamdulillah

, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

berkah, rahmat, hidayah serta karunia yang diberikan kepada penulis sehingga

dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Sintesis

1-(2-Hidroksifenil)-3-fenilpropan-1,3-dion dari

o

-Hidroksiasetofenon dan Benzoil Klorida. Shalawat

serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,

keluarganya, dan semoga kita semua menjadi pengikutnya hingga akhir zaman.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Suminar Setiati Achmadi dan

Bapak Budi Arifin selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan,

arahan, dan waktu. Terima kasih yang tak terhingga kepada Papa, Mama, dan

adik-adikku tercinta atas nasihat, semangat, bantuan materi, kesabaran, dan

doa-doanya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Farid,

Bapak Sabur, Ibu Yenni, Ibu Siti Robiah, Kak Tuti, Mbak Sofa, dan Bapak

Ahmad (LIPI Kimia Serpong) atas fasilitas, bantuan, serta masukan yang

diberikan. Tak lupa, ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Luthfan

Irfana, Malia, Aulia, Fauzi, Diah, Vanny, serta semua rekan peneliti di

Laboratorium Kimia Organik Kimia FMIPA IPB atas diskusi dan kebersamaan

selama penulis menempuh studi dan menjalankan penelitian.

Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan.

Bogor, Desember 2010

(23)

6

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 7 September 1987 dari pasangan

Irianto Riady Hartono dan Yeyen Heryanti. Penulis merupakan putri pertama dari

tiga bersaudara.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pandeglang dan pada tahun

yang sama lulus seleksi masu

Gambar

Gambar 1  Analisis retrosintesis flavon.
Tabel 1  Rendemen sintesis fenil asetat
Tabel 1  Rendemen sintesis fenil asetat
Gambar 2 Kromatogram
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adanya variasi waktu penahanan yang diberikan pada briket batok kelapa muda pada proses pirolisis fluidisasi bed menggunakan media gas argon, mampu memperbaiki

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah Yang Maha Kuasa karena dengan rahmat dan karunia-Nya tesis yang berjudul “ANALISIS TENTANG KONSOLIDASI TANAH PADA DESA

Utang luar negeri pemerintah adalah utang yang dimiliki oleh pemerintah pusat, terdiri dari utang bilateral, multilateral, fasilitas kredit ekspor, komersial, leasing dan

Dengan dikembangkannya aplikasi Alat Musik Tradisional Jawa Tengah dengan metode single marker dan markerless 3D objek tracking, serta dilakukan pengujian aplikasi

Setelah melalui proses evaluasi dan analisa mendalam terhadap berbagai aspek meliputi: pelaksanaan proses belajar mengajar berdasarkan kurikulum 2011, perkembangan

menunjukkan serapan- khas senyawa karbonil aromatik (ulur C=O terkonjugasi, C=C aromatik, dan C–O) Satu sinyal singlet yang khas untuk proton fenolik yang berikatan

1) Fokus sasaran: balita pada rumahtangga miskin, terutama balita laki-laki berusia 1- 3 tahun dengan jenis kelamin laki-laki, dengan tetap tidak mengabaikan balita perempuan. 2)

Penelitian ini secara umum bertujuan menganalisis pengaruh pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran, motivasi belajar, dan potensi akademik terhadap prestasi akademik siswa