• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi petani hutan rakyat terhadap kredibilitas penyuluh kehutanan: studi kasus Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi petani hutan rakyat terhadap kredibilitas penyuluh kehutanan: studi kasus Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

Persepsi Petani Hutan Rakyat Terhadap Kredibilitas Penyuluh

Kehutanan (Kasus : Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman

Provinsi SumateraBarat)

RATNA IDOLASARI

E14063343

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

Persepsi Petani Hutan Rakyat Terhadap Kredibilitas Penyuluh

Kehutanan (Kasus : Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman

Provinsi SumateraBarat)

RATNA IDOLASARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

ABSTRAK

Ratna Idolasari. E14063343. Persepsi Petani Hutan Rakyat Terhadap Kredibilitas Penyuluh Kehutanan (Kasus: Kecamatan Rao, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat). Di bawah bimbinganIr. Sudaryanto.

Pemberdayaan masyarakat desa di sekitar hutan rakyat menjadi salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia masyarakat pedesaan menuju arah yang lebih baik. Dalam hal ini penyuluh kehutanan memegang peranan penting dalam penyampaian informasi kepada petani hutan rakyat. Perubahan dapat terjadi jika penyuluh berperan baik. Hal ini ditandai dengan kredibilitas yang dimiliki oleh penyuluh. Semakin kredibel seorang penyuluh, maka semakin memungkinkan terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik.

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk menilai persepsi petani hutan tentang kredibilitas penyuluh sebagai sumber informasi mengenai pengelolaan hutan rakyat serta untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi petani hutan tentang kredibilitas penyuluh kehutanan berdasarkan metode uji korelasi jenjang Spearman. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Rao, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat pada bulan Agustus 2010. Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah kuisioner. Alat yang digunakan ialah, kalkulator, alat tulis, kamera, laptop dengan software SPSS 17 dan Microsoft Excel. Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi dan analisis korelasi dengan pengambilan responden secara sensus sebanyak 67 angota kelompok tani hutan.

Berdasarkan penelitian didapatkan hubungan antara karakteristik petani hutan dengan persepsi petani hutan terhadap kredibilitas penyuluh kehutanan yaitu : Y1 = 85.448 - 0,90 X1 +1,624 X2– 0,29 X3 + 2.600E-7X4, Y2 = 27,047 –

0,077 X1+ 0,17 X2- 0,48 X3+ 2.885E-8 X4 , dan Y3 = 20,277 - 0,040 X1+ 0,174

X2- 0,067 X3 + 5.584E-8 X4 ,dimana Y sebagai Persepsi Petani hutan Terhadap

kredibilitas penyuluh kehutanan, X1sebagai umur, X2sebagai tingkat pendidikan,

X3 sebagai lama menjadi anggota kelompok dan X4 sebagai pendapatan.

Berdasarkan persamaan tersebut dapat dilihat hubungan antara karakteristik petani hutan rakyat (umur, pendidikan dan lama menjadi anggota kelompok) memiliki hubungan yang cukup kuat dengan persepsinya mengenai kredibilitas penyuluh kehutanan.

Petani hutan berpersepsi bahwa penyuluh kehutanan cukup memenuhi perannya sebagai penyuluh kehutanan, komunikatif dalam penyampaian materi dan dapat dipercaya. Jumlah interaksi antara petani hutan dengan penyuluh kehutanan baik secara formal maupun informal berpengaruh nyata terhadap persepsi petani hutan terhadap kredibilitas penyuluh kehutanan.

(4)

ABSTRACT

Ratna Idolasari. E14063343.Perceptions of Forest Farmers on the Credibility of Forestry Counselor (Study Case: District Rao, Pasaman, West Sumatra Province).Under the supervision ofIr. Sudaryanto)

Empowerment of rural communities around the public forest can be done as one of alternative in order to improve the quality of human resources in rural communities. Forestry counselor plays an important role in disseminating information to the forest farmer community for a better change. The more credible a counselor, then the possible occurrence of change will be better.

The purpose of this study was to assess the farmer’s perceptions about the credibility of forest counselor as the sources of information agents about forest management and toassess the factors that affect farmers perceptions about the credibility of forestry counselor based on the Spearman correlation test method. The research was conducted in Distric Rao, Pasaman, West Sumatra Province in August 2010. The materials used in this study was questionnaire. The instrument used was calculators, stationery, cameras, PC with the software SPSS 17 and Microsoft Excel. This study uses regression analysis and correlation analysis by taking a census respondents from 67 members from the forest farmer groups.

Based on the research, the relationship between characteristics of forest farmers with farmer's perception to the credibility of forestry counselor can be found with the equation : Y1 = 85,448 to 0.90 X1 +1.624 X2 - 0.29 X3 + 2.600E-7X4, Y2 = 27.047 to 0.077 X1 + 0.17 X2 - 0.48 X3 + X4 2.885E-8, and Y3 = 20.277-.040 X1 + .174 X2 - .067 X3 + X4 5.584E-8, where Y as Forest farmers perceptions on the credibility of forestry counselor, X1 as an age, X2 as an education level, X3 as the length of joining in forest farmer group and X4 as an income of group members. Based on these equations, we can see that the relationship between characteristics of forest farmers (age, education and the length of joining in forest farmer group) have a fairly strong relationship with perceptions about the credibility of forestry counselor.

Forest farmers have a perception that forestry counselor is plenty enough on fulfilling its role, has a good communication and trustworthy as a forestry counselor agents. The number of interactions between forest farmers with forestry counselor workers either formally or informally has significantly affect farmers' perceptions of the credibility of forestry counselor.

(5)

Judul Skripsi : Persepsi Petani Hutan Rakyat Terhadap Kredibilitas Penyuluh Kehutanan (Kasus : Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat)

Nama : Ratna Idolasari

NIM : E14063343

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Ir. Sudaryanto

NIP : 19480310 198003 1 001

Menyetujui

Ketua Departemen Manajemen Hutan,

Dr. Ir. Didik Suhardjito, MS NIP : 196304011994031001

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur senantiasa dipanjatkan oleh kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis dalam menyusun penelitian ini. Penelitian ini berjudul Persepsi Petani Hutan Rakyat Terhadap Kredibilitas Penyuluh Kehutanan (Kasus: Kecamatan Rao, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayahanda Drs. H. Masran Nasution dan Ibunda Hj. Mailis Ratna tercinta yang telah memberikan dorongan motivasi, doa, dukungan materil, dan kasih sayang, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan penulisan skripsi ini.

2. Kakak-kakak tercinta Ismaira Niasofa, Donny Agusta ,Hendra Ma Putra, dan Genta Ma Putra yang senantiasa memberikan bantuan doa dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan studi ini.

3. Ir. Sudaryanto selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, ilmu, saran, kritik, motivasi, serta pengarahan kepada penulis dalam proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

4. Gilang Ramadhan Singabella untuk setiap dukungan, motivasi, bantuan, doa, serta kasih sayang yang diberikan dalam penyelesaian setiap prosesnya.

5. Keluarga besar Tuan ketek Razmal, Uniang Wizhayati, Bang Epi Darlis, Atika, Aqilla, Darrel, Maciak, Ibu Epi, Dul, Rahman yang senantiasa memberikan dorongan semangat kepada penulis.

(7)

7. Sifa, Kris, Sentot, Suke, Linda, Yayat, Hania, Miranti, Andin, Suci, May, Elisda, Putri, Anita, Andi, Danesh, Andre, Ayu, Devi, Iffah, Ani, Lisa, Ana, Mas Ragil, Kak Ronald, Kak Afwan yang senantiasa membantu penulis dalam menyelesaikan tugas ini.

8. Seluruh teman-teman Manajemen Hutan 43 yang telah membuat kenangan indah selama masa perkuliahan.

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak keempat dari pasangan Drs. H. Masran Nasution dan Hj. Mailis Ratna. Penulis memiliki tiga orang kakak, yaitu Ismaira Niasofa, Hendra Ma Putra dan Genta Ma Putra. Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 8 Februari 1988.

Penulis mengawali pendidikan formal pada TK Flora pada tahun 1993-1994. Menempuh pendidikan dasar pada SDN 02 Aur Kuning, Bukittinggi pada tahun 1994-2000. Penulis memulai pendidikan tingkat menengah pertama di SLTPN 2 Bukittinggi pada tahun 2000-2003. Pada tahun 2003-2006, penulis menempuh pendidikan tingkat menengah atas di SMUN 1 Bukittinggi. Melalui proses USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB), penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor pada Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan sejak tahun 2006 hingga sekarang.

(9)

DAFTAR ISI

2.3. Kredibilitas Penyuluh Sebagai Sumber Informasi... 10

2.4. Penyuluhan dan penyuluh kehutanan... 11

2.5. Karakteristik Petani Hutan... 12

2.6. Hutan Rakyat ... 14

BAB III. Metode Penelitian... 20

3.1.Waktu dan Tempat………... 20

3.2. Alat dan Sasaran... 20

3.3. Jenis Data... 20

3.4. Populasi dan sampel... 20

3.5. Pengolahan dan Analisis Data... 21

3.6. Definisi Istilah... 22

BAB IV. Kondisi Umum Wilayah... 24

4.1.Kondisi Geografis…………... 24

4.2. Kondisi Biotik... 24

4.3. Kondisi demografi... 25

4.4. Profil Kelompok Tani Hutan... 27

BAB V. Hasil dan Pembahasan... 29

5.1. Karakteristik Petani Hutan... 29

5.2. Interaksi Petani Hutan dengan penyuluh dan sesama petani ... 32

5.3. Persepsi Petani Hutan Tentang Kredibilitas Penyuluh Kehutanan... 34

5.4. Analisis Regresi Karakteristik dengan Persepsi Petani.. 39

5.5. Analisisi Regresi Derajat Interaksi dengan persepsi .... 44

5.6. Hubungan Karakteristik dengan Persepsi... 48

5.7. Hubungan Derajat Interaksi dengan Persepsi... 50

BAB V. Kesimpulan dan Saran ... 53

5.1. Kesimpulan ... 53

5.2. Saran... 53

DAFTAR PUSTAKA... 54

(10)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1 Tetapan nilai terhadap pilihan jawaban responden... 21

2 Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur... 25

3 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Pasaman 1999, 2002, 2005……….. 26

4 Mata pencaharian masyarakat kecamatan Rao... 27

5 Tingkat pendidikan masyarakat kecamatan Rao... 27

6 Banyak fasilitas kesehatan... 27

7 Interaksi antara petani hutan dengan penyuluh kehutanan dan sesama petani hutan rakyat... 33

8 Rataan skor petani hutan rakyat mengenai persepsi mereka terhadap peran penyuluh kehutanan... 35

9 Persepsi petani hutan rakyat terhadap keterampilan berkomunikasi penyuluh kehutanan…….………... 37

10 Persepsi petani hutan rakyat terhadap kepercayaan petani hutan kepada penyuluh kehutanan... 38

11 Analisis ragam model terpilih hubungan karakteristik petani dengan persepsi terhadap peran penyuluh ... 41

12 Analisis ragam model terpilih hubungan karakteristik petani dengan persepsi terhadap komunikasi penyuluh ... 42

13 Analisis ragam model hubungan karakteristik petani dengan persepsi terhadap kepercayaan pada penyuluh ... 43

14 Analisis ragam model terpilih hubungan derajat interaksi petani dengan persepsi terhadap peran penyuluh ... 45

15 Analisis ragam model terpilih hubungan derajat interaksi petani dengan persepsi terhadap komunikasi penyuluh ... 46

16 Analisis ragam model hubungan derajat interaksi dengan persepsi terhadap kepercayaan pada penyuluh ... 47

17 Koefisien korelasi karakteristik petani dengan persepsi petani tentang kredibilitas penyuluh……….………... 49

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1 Kerangka pemikiran... 5

2 Karakteristik usia responden... 29

3 Karakteristik tingkat pendidikan... 30

4 Lama menjadi anggota kelompok... 31

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1 Data perhitungan analisis regresi ………... 56

2 Peta kabupaten Pasaman ………... 63

3 Peta kecamatan Rao…… …………... 64

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan sekarang ini tidak bisa dilepaskan dari pembangunan sosial, pembangunan ekonomi dan pembangunan sumberdaya manusia. Diantara ketiga aspek pembangunan tersebut, kualitas pembangunan sumberdaya manusia memegang peranan penting sebagai faktor penentu keberhasilan pembangunan demi terciptanya kesejahteraan rakyat.

Seperti yang kita ketahui kualitas sumberdaya manusia di pedesaan terutama masyarakat desa di sekitar hutan mempunyai banyak keterbatasan. Kendala keterbatasan ini diakibatkan faktor ekonomi masyarakat yang masih rendah dan belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki. Pemberdayaan masyarakat desa di sekitar hutan rakyat menjadi salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia masyarakat pedesaan, yang nantinya diharapkan mampu meningkatkan kualitas ekonomi masyarakat desa disekitar hutan. Dalam hal ini pemberdayaan dilakukan oleh pemerintah melalui penyuluh sebagai ujung tombak pelaksanaan pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan rakyat.

Peran penyuluh sangat penting dalam pemberdayaan masyarakat sekitar hutan rakyat, salah satunya dalam penyampaian informasi kepada petani hutan rakyat. Hal ini dikarenakan penyuluhan yang berhubungan langsung dengan petani di lapangan, jadi segala permasalahan yang terjadi di lapangan maupun segala informasi tentang pengelolaan hutan rakyat ada di tangan penyuluh. Penyuluh menentukan apakah suatu informasi yang berkaitan dengan pengelolaan hutan rakyat disampaikan pada petani dan apakah masalah yang dihadapi petani dapat teratasi atau tidak. Selain itu yang perlu digaris bawahi, penyuluh adalah pemrakarsa terjadinya perubahan.

(14)

baik. Kredibilitas dapat dinilai salah satunya dengan kemampuan berkomunikasi yang baik antara petani dengan penyuluh, penyuluh dengan pihak pemerintah ataupun penyuluh dengan sumber informasi yang lain. Selain itu penyuluh juga harus mengerti apa yang diinginkan petani dan kebutuhan mereka, sehingga petani dapat menerima keberadaan penyuluh dan tujuan penyuluhan dapat tercapai, yaitu mengajak petani untuk berubah ke arah yang lebih baik demi peningkatan kesejahteraan petani tersebut yang akan berdampak pada pembangunan dunia kehutanan secara umum. Selain faktor di atas, persepsi petani terhadap penyuluh besar peranannya, karena jika persepsi mereka positif maka motivasi dan partisipasi mereka juga akan lebih baik.

Yusri (1999) mengatakan bahwa peran penyuluh pertanian di Kabupaten Daerah tingkat II batang Hari sangat dipengaruhi oleh persepsi petani terhadap kredibilitas penyuluh. Hali ini sering sekali berbeda dengan kenyataan di lapangan. Penyuluhan saat ini kurang berjalan sebagaimana seharusnya. Faktor di atas mendorong peneliti untuk mengetahui persepsi petani hutan tentang kredibilitas penyuluh sebagai sumber informasi pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten Pasaman, karena hal ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan untuk penyuluh kedepannya. Jika persepsi petani tentang kredibilitas penyuluh baik, berarti penyuluh tersebut sudah berhasil menjalankan fungsinya dengan baik, sebaliknya jika persepsi petani tentang kredibilitas penyuluh kurang baik, maka penyuluh tersebut harus memperbaiki kinerjanya.

1.2. Perumusan Masalah

(15)

Faktor-faktor di atas menimbulkan beberapa permasalahan yang menyangkut kredibilitas penyuluh sebagai sumber informasi, yaitu :

1. Bagaimana karakteristik petani dan derajat interaksi antara petani dengan penyuluh dan petani dengan sesama petani?

2. Bagaimana persepsi petani terhadap kredibilitas penyuluh sebagai sumber informasi pengelolaan hutan rakyat?

3. Bagaimana hubungan antara karakteristik petani dan derajat interaksi petani dengan penyuluh dan petani dengan sesama petani dengan persepsi tentang kredibilitas penyuluh sebagai sumber informasi pengelolaan hutan rakyat.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menilai persepsi petani hutan tentang kredibilitas penyuluh sebagai sumber informasi mengenai pengelolaan hutan rakyat.

2. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi petani hutan tentang kredibilitas penyuluh kehutanan.

1.4. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak yang memerlukan informasi. Bahan masukan bagi pihak-pihak yang terkait, seperti Dinas Kehutanan, kelompok tani hutan maupun penyuluh itu sendiri, sehingga dapat mengetahui kendala yang ada dan juga dapat memperbaiki kredibilitas penyuluh agar menjadi lebih efektif.

1.5. Kerangka Pemikiran

(16)

dengan baik dengan harapan akan dapat umpan balik positif dari petani, sehingga informasi tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik oleh petani.

Melihat hal di atas, maka ada beberapa faktor yang menyebabkan petani hutan akan dapat menerima informasi dari penyuluh dengan penuh keyakinan. Salah satunya dengan melihat kredibilitas penyuluh dari segi keahlian penyuluh. Keahlian yang dimaksud meliputi penguasaan materi yang akan disampaikan, penguasaan bahasa, serta pendidikan dari penyuluh. Selain keahlian, petani juga memiliki kepercayaan terhadap penyuluh yang dilihat dari kejujuran penyuluh, apakah penyuluh tersebut menepati janji dan keterbukaan penyuluh kepada petani. Sehingga informasi dapat disampaikan dan diterima dengan baik oleh petani.

Persepsi petani tentang kredibilitas penyuluh sebagai sumber informasi mengenai pengelolaan hutan rakyat penting untuk diketahui. Kredibilitas penyuluh kehutanan merupakan seperangkat kelebihan-kelebihan yang dimiliki penyuluh kehutanan sehingga informasi yang disampaikan dapat diterima dan diikuti oleh petani hutan. Jika persepsi petani terhadap kredibilitas penyuluh baik,maka dapat dikatakan kinerja penyuluh sudah baik dimata petani, begitu juga sebaliknya jika persepsi petani tidak baik maka kinerja penyuluhpun kurang baik di mata petani. Hal ini dapat dijadikan salah satu indikator keberhasilan dari program penyuluhan.

Persepsi petani tentang kredibilitas penyuluh sebagai sumber informasi mengenai pengelolaan hutan rakyat diduga berhubungan dengan karakteristik petani yang meliputi umur, pendidikan, pengalaman bertani, lama petani menjadi anggota kelompok tani hutan dan pendapatan petani, serta derajat interaksi antara petani dengan penyuluh dan antara petani dengan sesama petani yang meliputi frekuensi bertemu antara petani dengan penyuluh baik secara informal maupun secara formal dan frekuensi bertemu dengan sesama petani.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Persepsi

2.1.1. Pengertian Persepsi

Menentukan seberapa tinggi kredibilitas penyuluh sebagai informasi pengelolaan hutan rakyat dapat dilihat dari persepsi petani terhadap kredibilitas penyuluh yang bertugas di wilayahnya. Van den Ban dan Hawkins (1999) mengatakan bahwa persepsi adalah proses menerima informasi atau stimuli dari lingkungan dan mengubahnya kedalam kesadaran psikologis. Petugas penyuluhan tidak dituntut untuk memehami psikologis persepsi manusia yang rumit, tetapi mereka diminta untuk menghargai timbulnya tafsiran mengenai lingkungan yang berbeda serta bagaimana perbedaan tersebut mempengaruhi perilaku komunikasinya. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah pengamatan, pengertian dan penilaian seseorang terhadap rangsangan pesan yang disampaikan kepada orang tersebut.

Persepsi adalah pengindraan yang dipengaruhi oleh pengalaman, kebiasaan dan kebutuhan kemampuan mempersepsi antara orang yang satu dengan yang lain, tidak akan sama meskipun mereka sama-sama dalam satu organisasi atau kelompok. Hal ini disebabkan persepsi tersebut dipengaruhi oleh aktivitas komunikasi orang tersebut baik ia seorang komunikator atau komunikan (Effendy 2003). Mulyana (2004) menyebutkan bahwa persepsi adalah inti proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita. Persepsi adalah suatu proses kognitif psikologi dalam diri seseorang yang mencerminkan sikap, kepercayaan, nilai dan pengharapan yang digunakan oleh orang tersebut untuk memaknai objek persepsi, tidak ada persepsi yang bersifat objektif, sehingga persepsi bersifat pribadi dan subyektif.

(18)

tersebut terhadap tindakan yang dilakukannya. Dengan kata lain bahwa persepsi merupakan proses psikologis seseorang untuk melakukan tindakan yang menghasilkan gambaran unik mengenai kenyataan yang berbeda dengan kenyataan yang ada (Sugiyanto 1996). Rakhmat (2004) menyebutkan bahwa persepsi ialah pengalaman seseorang tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyebutkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi petani terhadap kredibilitas penyuluh adalah pengalaman petani tentang penyuluh atau yang berhubungan dengan kredibilitas penyuluh yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

2.1.2. Proses pembentukan persepsi

Manusia mempunyai keinginan untuk mengetahui dan mengerti dunia tempat dia hidup dan mengetahui makna dari informasi yang diterimanya. Orang bertindak sebagian dilandasi oleh persepsi mereka pada suatu situasi. Di pihak lain, pengalamannya berperan pada persepsi orang itu. Persepsi orang dipengaruhi oleh pandangan seseorang pada suatu keadaan, fakta dan tindakan, karena itu, individu perlu mengerti dengan jelas tugas dan tanggung jawab yang dipikulkan kepadanya. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa walaupun seseorang hanya mendapatkan bagian-bagian informasi, ia cepat menyusunnya menjadi suatu gambaran yang meyeluruh.

Informasi yang sampai pada seseorang menyebabkan individu yang bersangkutan membentuk persepsi, dimulai dari pemilihan atau penyaringan informasi tersebut, kemudian informasi yang masuk tersebut disusun menjadi kesatuan yang bermakna dan akhirnya terjadilah interpretasi mengenai fakta keseluruhan informasi tersebut.

(19)

kesimpulan yang lebih dikenal dengan evaluasi dan identifikasi (Sugiyanto 1996).

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi proses pembentukan persepsi yaitu faktor struktural dan faktor fugsional. Faktor struktural berasal semata-mata dari sifat rangsangan (stimuli) fisik dan efek-efek syaraf yang ditimbulkannya pada sistem syaraf individu. Itu berarti secara struktural persepsi ditentukan oleh jenis dan bentuk rangsangan yang diterima. Sedangkan faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk faktor pribadi, jadi yang menentukan persepsi secara fungsional ialah karakteristik orang yang memberi respons terhadap rangsangan tersebut (Rakhmat 2004).

2.2. Pemberdayaan masyarakat

Di Indonesia, konsep pemberdayaan mulai ramai dibicarakan sekitar tahun 1980-an. Memasuki 1990-an sampai sekarang konsep pemberdayaan masyarakat menjadi pusat perhatian baik dari kalangan pemerintah, atau LSM dalam mengembangkan program pembangunan. Menurut Moeljarto dalam Priyono (1996) istilah pemberdayaan adalah terjemahan dari kata Empowerment yang berasal dari kata Power yang berarti daya, kemudian berkembang menjadi Empower yang berarti kekuatan atau kemampuan ataupun kekuasaan. Istilah tersebut sering disamakan dengan pemberian, perolehan kekuatan atau daya serta kekuasaan, dari yang tidak berdaya menjadi berdaya untuk mengembangkan dirinya sendiri. Hal tersebut mengandung makna yang cukup luas, sehingga muncul berbagai pengertian pemberdayaan dari para ilmuwan.

Pengertian pemberdayaan menurut Kartasasmita (1996) sebagai berikut: “Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu dengan mendorong (encourange), motivasi, dan membangkitkan kesadaran (awareness) akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya”.

Sedangkan menurut Hulme dan Turner (1990), mendefinisikannya sebagai berikut:

(20)

politik, secara lokal maupun nasional. Oleh karena itu pemberdayaan sifatnya individual sekaligus kolektif, dan pemberdayaan juga merupakan suatu proses yang menyangkut hubungan-hubungan kekuasaan (kekuatan) yang berubah antara individu, kelompok dan lembaga – lembaga sosial.

Pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan itu dapat dilihat dari beberapa segi dalam kehidupan masyarakat , misalnya sosial ekonomi, politik dan sosial budaya, baik dalam konteks individu, kelompok maupun lembaga sosial.

Menurut Hikmat (2001), proses pemberdayaan mengandung dua kecendrungan yaitu: Pertama,proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu yang bersangkutan menjadi lebih berdaya (survival of the fites). Proses ini dapat dilengkapi dengan upaya membangun aset material guna mendukung pembangunan kemandirian melalui organisasi, dan proses ini juga merupakan suatu kecenderungan primer dari makna pemberdayaan. Kedua proses pemberdayaan dengan kecenderungan sekunder yang menekankan pada proses menstimulasi, mendorong, atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidup melalui proses dialog. Oleh karena itu kedua kecenderungan ini merupakan satu mata rantai yang saling berhubungan dan saling mendukung dalam kontek pemberdayaan.

Pemberdayaan masyarakat dapat dipandang sebagai jembatan bagi konsep-konsep pembangunan baik makro maupun mikro. Berbagai input seperti dana, sarana, dan prasarana, yang dialokasikan kepada masyarakat melalui berbagai program pembangunan dan harus ditempatkan sebagai perangsang (stimulan) untuk memacu motivasi masyarakat dalam mengembangkan pembangunan selanjutnya.

(21)

mencapai tujuan ini, faktor peningkatan kualitas sumberdaya melalui pendidikan formal maupun informal perlu mendapat prioritas. Memberdayakan masyarakat bertujuan untuk “mendidik masyarakat agar mau mendidik diri mereka sendiri”. Pada umumnya segala kegiatan pemberdayaan masyarakat dapat dikategorikan sebagai suatu usaha pendidikan non formal yang bertujuan untuk menciptakan perbaikan kualitas hidup masyarakat.

Menurut Nasdian dan Dharmawan (2003), pemberdayaan meliputi penguatan kelembagaan yaitu suatu bentuk pengembangan yang mencangkup kapasitas institusi dan sumber daya manusia yang dipengaruhi oleh aspek fungsi informasi dan peningkatan program-program pendidikan dan pelatihan secara berkelompok. Pemberdayaan kelompok tani hutan rakyat dimaksudkan agar petani dapat mengelola hutan dengan baik. Selain itu, penyuluh sebagai penyampai informasi dapat pula menyalurkan ilmunya kepada masyarakat, khususnya dalam tata cara pengelolaan hutan rakyat secara baik dan benar, sehingga masyarakat menjadi sejahtera dan bahagia.

2.3. Kredibilitas penyuluh sebagai sumber informasi

Kredibilitas adalah seperangkat persepsi tentang kelebihan-kelebihan yang dimiliki sumber sehingga diterima atau diikiuti oleh khalayak atau penerima (Cangara 2000). Menurut Iskandar (1999), tingkat kepercayaan terhadap sumber sangat tergantung sejauh mana informasi itu bermanfaat bagi pengguna, mampu memecahkan masalah dan disampaikan tepat waktu dan tepat sasaran. Jika petani menilai bahwa penyuluh kehutanan mempunyai kredibilitas yang tinggi dari beberapa sumber lain, maka apa yang dapat disampaikan oleh penyuluh akan lebih bermakna dan mudah diterima daripada sumber informasi lainnya. Sedangkan penilaian keahlian didasarkan pada apakah sumber informasi benar-benar menguasai materi yang disampaikan.

(22)

Pengetahuannya tentang materi yang akan disampaikan, dalam hal ini tentang pengelolaan hutan rakyat; (2) Penguasaan bahasa dalam hal ini penyuluh mampu menggunakan bahasa yang dapat dipahami dengan baik oleh sasaran (Widjaja, 2000) ; (3) Pendidikan, termasuk penguasaan materi oleh penyuluh semakin tinggi pendidikan penyuluh, diharapkan semakin tinggi juga keahliannya (Iskandar, 1990). Sedangkan kepercayaan dapat dinilai dari penampilan penyuluh dan sejauh mana informasi yang disampaikan bermanfaat bagi peternak (Iskandar, 1999). 2.4. Penyuluhan dan penyuluh kehutanan

2.4.1. Penyuluhan

Penyuluhan kehutanan tidak bisa dilepaskan dari pembangunan dunia kehutanan. Sampai saat ini, kegiatan kegiatan penyuluhan dinilai masih diperlukan untuk membantu petani hutan khususnya yang menghadapi masalah di lapangan. Secara harfiah penyuluhan berasal dari kata suluh yang artinya obor atau alat penerang, jadi penyuluhan dapat diartikan sebagai usaha menerangi orang dalam kegelapan. Pengertian yang lebih dalam, penyuluhan adalah usaha memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang pengetahuan, keterampilan dan sikap agar menjadi tahu, mau dan mampu meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan keluarga mereka (Yusri 1999).

2.4.2. Penyuluh Kehutanan

Penyuluh kehutanan adalah aparatur kehutanan yang berfungsi sebagai pendidik non formal pada masyarakat tani (Kirana 2007). Penyuluh sebagai sumber informasi berkewajiban menyampaikan informasi kepada petani hutan. Seorang penyuluh dapat mencari dan mendapatkan informasi yang untuk seterusnya dikomunikasikan kepada petani dan keluarganya untuk maksud meningkatkan kesejahteraan petani tersebut berikut keluarga serta masyarakat disekelilingnya (Soekartawi 1988).

(23)

2.4.3. Tujuan Penyuluhan Kehutanan

Tujuan penyuluhan kehutanan sesuai dengan pasal 56, Undang-Undang nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yaitu untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta mengubah sikap dan perilaku masyarakat agar mau dan mampu mendukung pembangunan kehutanan atas dasar iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta sadar akan pentingnya sumberdaya hutan bagi kehidupan manusia.

Menurut Mardikanto (1993), penyuluhan kehutanan bertujuan untuk memberikan pendidikan bagi masyarakat petani untuk membuat mereka tahu, mau dan mampu berswadaya melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan produksi, pendapatan dan perbaikan kesejahteraan keluarganya.

2.5. Karakteristik petani hutan

Karakteristik petani hutan sebagai individu perlu diperhatikan untuk melihat apakah faktor-faktor ini akan mempengaruhi persepsi petani terhadap kredibilitas penyuluh sebagai sumber informasi mengenai pengelolaan hutan rakyat . Kotler dalam Rona, 1999 menyebutkan karakteristik individu dapat diklasifikasikan ke dalam karakteristik

demografi dan karakteristik psikografi. Karakteristik demografi mencakup umur, jenis kelamin, ukuran keluarga, penghasilan, pekerjaan, pendidikan dan tingkat sosial. Sedangkan karakteristik psikografi meliputi gaya hidup dan kepribadian. 2.5.1. Umur

Kelompok petani yang berumur muda memiliki wawasan dan pandangan ke depan yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok umur tua. Petani yang sudah tua cenderung daya tahan tubuhnya sudah berkurang, sehingga kemampuannya untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan penyuluhan akan berkurang. Seperti yang diungkapkan Yusri (1999) yang mengatakan bahwa umur patani erat hubungannya dengan kemampuan fisik, petani yang sudah tua kemungkinan kekuatan bekerja akn berkurang.

(24)

pesan dan media, sedangkan yang berumur diatas 40 tahun sebagian cenderung bersikap kaku atau sebagian besar bersifat demokratis.

2.5.2. Pendidikan

Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal yang terahir diikuti oleh petani. Petani yang berpendidikan tinggi lebih mempunyai kemampuan untuk memberikan idea tau saran dalam diskusi, penyusunan rencana kerja dan juga mencari dan menyebarkan informasi untuk kepentingan anggota kelompok lainnya (Akhyar 1994).

2.5.3. Pendapatan

Menurut Dewi (2003), pendapatan total rumah tangga petani hutan rakyat adalah pendapatan yang diterima oleh petani pengelola hutan rakyat, yaitu hasil dari usaha hutan rakyat ditambah hasil dari usaha selain hutan rakyat dikurangi pengeluaran total yang dikeluarkan oleh petani hutan rakyat. Pendapatan rumah tangga dihitung berdasarkan komponen arus penerimaan dan pengeluaran keluarga selama satu bulan (Susetiyaningsih 1992).

Pendapatan petani yang tinggi sering kali berhubungan dengan kemauan untuk melakukan perubahan, begitu pula sebaliknya petani yang berpenghasilan rendah adalah lambat dalam melakukan suatu perubahan atau dalam mencoba sesuatu (Soekartawi 1988).

2.5.4. Pengalaman bertani

(25)

2.5.5. Lama menjadi anggota kelompok

Lamanya menjadi anggota kelompok akan mempengaruhi tingkat partisipasi seseorang dalam kegiatan kelompok, maka diharapkan akan semakin besar ia mengetahui keadaan kelompok dan ini dapat mempengaruhi partisipasinya dalam kelompok (Adhisuryana 2002). Hal ini secara tidak langsung akan mempengaruhi persepsi petani tentang kredibilitas penyuluh. 2.6. Hutan Rakyat

2.6.1. Definisi Hutan Rakyat

Menurut UUPK No. 5 tahun 1967 secara umum hutan rakyat merupakan hutan buatan yang terletak di luar kawasan hutan negara. Sedangkan menurut Undang-Undang No.41 tahun 1999 tentang kehutanan, pembagian hutan berdasarkan kepemilikannya dibagi kedalam hutan negara dan hutan rakyat, hanya terdapat perbedaan istilah dari “hutan rakyat” menjadi “hutan hak” . Tetapi pada prinsipnya pengertian “hutan hak” yang dimaksud sama seperti Undang -Undang terdahulu dimana “hutan hak” adalah hutan yang dibebani hak milik atas tanah baik perseorangan maupun kelompok.

Definisi hutan rakyat menurut SK. Menteri Kehutanan Nomor. 49/Kpts-II/1997 adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luasan minimal 0,25 ha dengan penutupan tajuk tanaman tahunan pertama dengan tanaman sebanyak 500 tanaman tiap hektar. sedangkan menurut Hardjanto (1990) hutan rakyat merupakan hutan yang dimiliki oleh masyarakat yang dinyatakan oleh kepemilikan lahan, karenanya hutan rakyat juga disebut hutan milik. Walaupun hutan rakyat di Indonesia hanya merupakan bagian kecil dari total wilayah hutan di Indonesia, namun keberadaanya tetap penting karena selain fungsinya untuk perlindungan tata air pada lahan-lahan masyarakat, juga berperan sebagai sumber penghasilan bagi pemiliknya, dari hasil penjualan kayu, buah-buahan, daun, kulit kayu, biji dan sebagainya.

Balai Informasi Pertanian (1982) menyebutkan bahwa hutan rakyat mempunyai beberapa ciri khas sebagai berikut :

(26)

2. Bentuk usahanya tidak selalu murni berupa kayu-kayuan tetapi terpadu atau dikombinasikan dengan berbagai tanaman seperti tanaman pertanian, tanaman perkebunan, rumput makanan ternak dan tanaman pangan. Usaha seperti ini sering uga disebut sistem wana tani (Agroforestry).

3. Terdiri dari tanaman yang mudah cepat tumbuh, cepat memberikan hasil bagi pemiliknya

Sedangkan Lembaga Penelitian IPB (1983) membagi hutan rakyat menjadi dua, yaitu :

1. Hutan rakyat tradisional, yaitu hutan rakyat yang saat sekarang telah ada dan diusahakan oleh masyarakat sendiri tanpa campur tangan pemerintah. 2. Hutan rakyat Inpres, yaitu hutan rakyat yang dikembangkan melalui

Program Bantuan Penghijauan.

Berdasarkan jenis tanaman. Balai Informasi Pertanian (1982), membagi bentuk hutan rakyat menjadi tiga, yaitu :

1. Hutan rakyat murni, yaitu hutan rakyat yang hanya terdiri dari satu jenis tanaman pokok berkayu yang ditanam dan diusahakan secara homogen atau monokultur.

2. Hutan rakyat campuran, yaitu hutan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis pohon-pohonan yang ditanam secara campuran.

3. Hutan rakyat agroforestry, yaitu hutan rakyat yang mempunyai bentuk usaha kombinasi kehutanan dengan cabang usaha tani lainnya seperti perkebunan, pertanuan tanaman pangan, peternakan dan lain-lain secara terpadu.

2.6.2. Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat

(27)

1. Sub Sistem Produksi, adalah tercapainya keseimbangan produksi dalam jumlah jenis dan kualitas tertentu serta tercapainya kelestarian usaha dari para pemilik lahan hutan rakyat.

2. Sub Sistem Pengolahan Hasil adalah tercapainya kondisi bentuk hasil yang memberikan keuntungan terbesar bagi pemilik lokasi hutan rakyat.

3. Sub Sistem Pemasaran Hasil adalah tercapainya tingkat penjualan yang optimal, dimana semua produk yang dihasilkan dari hutan rakyat terjual di pasaran.

Selanjutnya Lembaga Penelitian IPB (1990) menjelaskan bahwa pada dasarnya pengelolaan hutan rakyat merupakan upaya menyeluruh dari kegiatan-kegiatan merencanakan , membina, mengembangkan, dan menilai serta mengawasi pelaksanaan kegiatan produksi, pengolahan hasil dan pemasaran secara terencana dan berkesinambungan. Tujuan akhir dari pengelolaan hutan rakyat ini adalah peningkatan peran kayu rakyat terhadap peningkatan pendapatan pemilik/pengusahaannya secara terus-menerus selama daur.

2.6.3. Pola Pengelolaan Hutan Rakyat

Secara fisik hutan rakyat memiliki pola pengelolaan yang beragam dan berbeda di setiap daerah, baik cara memilih jenis yang dikembangkan maupun cara penataannya di lapangan.

2.6.3.1 Hutan Rakyat di Jawa

Hutan rakyat di Jawa mempunyai karakteristik yang berbeda baik dari segi budidaya maupun status kepemilikannya dibandingkan dengan di luar Jawa. Budidaya dan manajemen pengelolaan hutan rakyat di Jawa relatif lebih intensif dan lebih baik dibandingkan dengan luar Jawa. Disamping itu juga status kepemilikan lahan dengan tata-batas yang lebih jelas serta luas lahan yang sangat sempit dan kondisi-kondisi lain seperti pasar, informasi dan aksessibilitas yang relatif lebih baik.

(28)

umumnya. Namun perkembangan pasar telah mengubah kondisi tersebut dalam pengembangan hutan rakyat di Jawa. Jika kondisi lingkungan alam memungkinkan, pilihan yang utama adalah budidaya tanaman yang cepat menghasilkan dengan keuntungan yang tinggi.

Budidaya hutan rakyat di Jawa dengan hasil utama kayu yang umumnya kayu sengon berkembang karena adanya pasar termasuk yang mengatur perilaku efisien maupun gengsi. Namun demikian, kayu sebagai hasil hutan rakyat masih menempati posisi kurang penting sebagai komponen pendapatan rumah tangga petani. Kayu masih lebih banyak sebagai tabungan saja dan belum menjadi prioritas usaha, karena daurnya dirasakan sangat lama dibandingkan tanaman pertanian lainnya. Pohon umumnya ditanam sebagai pelindung atau pada ruang-ruang sisa dari komoditi lain seperti pada batas-batas lahan, pematang sawah, lahan-lahan maarjinal dan sebagian dengan budidaya monokultur (Hardjanto dalamSuharjito 2000).

2.6.3.2 Hutan Rakyat di Luar Jawa

Sebagian besar hutan rakyat di luar Jawa berada pada tanah dengan status tanah milik rakyat dan adat, pengembangan hutan rakyat sangat erat kaitannya dengan program pemerintah khususnya program penghijauan. Menurut laporan studi yang dilakukan Wartaputra (1990), pengembangan hutan rakyat di luar Jawa dimulai pada tahun 1950 oleh pemerintah melalui program penghijauan. Pada awal pengembangannya, sasaran pengembangan hutan rakyat adalah pada lahan-lahan kritis yang berjurang, dekat mata air, lahan-lahan terlantar dan tidak lagi dipergunakan untuk budidaya tanaman semusim. Tujuan pengembangan hutan rakyat adalah untuk meningkatkan produktivits lahan kritis, memperbaiki tata air dan lingkugan dan membantu masyarakat dalam penyediaan kayu bangunan, bahan perabotan rumah tangga dan sumber kayu bakar.

(29)

ekologis. Penerapannya di lapangan dilakukan dengan cara pemanfaatan suatu ruang tumbuh baik vertikal maupun horizontal dalam bentuk penanaman campuran lebih dari satu jenis seperti jenis kayu-kayuan (mahoni, kayu manis), buah-buahan (petai, nangka), tanaman industri (kopi, melinjo), tanaman pangan (singkong, jagung), hijauan makanan ternak (rumput gajah), tanaman obat-obatan (kapolaga, jahe), lebah madu dan lainnya. Kelebihan pola tanam ini yaitu mempunyai daya tahan yang kuat terhadap serangan hama, penyakit dan angin. Secara ekonomis dapat diperoleh keuntungan ganda yang berkesinambungan melalui panen harian, mingguan, bulanan dan tahunan, serta tenaga kerja yang terserap akan lebih banyak dan berkelanjutan.

2.6.4. Peranan Hutan Rakyat

Menurut Djaja (1995) hutan rakyat berperan penting dan mempunyai manfaat-manfaat yang cukup meyakinkan, yaitu :

1. Hutan rakyat dapat merupakan sumber pendapatan masyarakat yang berkesinambungan dan berbentuk tabungan.

2. Keberadaan hutan rakyat dapat membuka lapangan kerja yang cukup berarti.

3. Produksi hutan rakyat yang berupa kayu dan non-kayu dapat mendorong dibangunnya industri rakyat yang akan mempunyai peranan penting dalam ekonomi nasional.

4. Hutan rakyat yang dibangun pada lahan-lahan kritis dapat berperan melindungi bahaya erosi, sedangkan hutan rakyat yang memiliki jenis tanaman tertentu dapat meningkatkan kesuburan tanah.

5. Hutan rakyat dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan pendapatan negara melalui berbagai pajak dan pungutan.

Departemen Kehutanan (1995), menegaskan bahwa tujuan pokok dari pengembangan hutan rakyat adalah :

1. Memenuhi kebutuhan kayu.

(30)

4. Salah satu upaya pengentasan kemiskinan.

(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rao, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat. Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah bulan Agustus 2010. 3.2. Alat dan Sasaran Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain kuesioner, kamera digital, software SPSS (Statistic Programme for Social Science) 17.0, software Excel. Sasaran penelitiannya adalah Kelompok Tani Hutan Bukit Sarana, Kecamatan Rao, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatra Barat.

3.3. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapat dari para anggota KTH. Data primer ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara, berdasarkan daftar pertanyaan atau kuesioner yang telah dipersiapkan serta pengamatan langsung terhadap keberadaan kelompok dan keadaan usaha hutan rakyat. Data sekunder, khususnya yang mencakup data mengenai KTH diperoleh dari dokumen-dokumen kelompok, Balai Penyuluhan Pertanian, Peternakan dan Kehutanan (BP3H) Kecamatan Rao. Data sekunder lainnya diperoleh dari statistik Kecamatan Rao.

3.4. Populasi

(32)

3.5. Pengolahan dan Analisis Data

Pengukuran terhadap persepsi petani tentang kredibilitas penyuluh digunakan statistik deskriptif yaitu terhadap aspek-aspek penyuluh kehutanan dengan menggunakan opsi jawaban model Skala Likert, yaitu dengan kuantifikasi penilaian:

Tabel 1 Tetapan nilai terhadap pilihan jawaban responden

Nilai/Skor Jawaban Responden

5 Sangat setuju

4 Setuju

3 Ragu-ragu

2 Tidak Setuju

1 Sangat Tidak Setuju

Sebelum dilakukan pengolahan dan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner. Uji validitas dilakukan untuk menentukan keabsahan dari pertanyaan yang digunakan dalam penelitian ini. Validasi menunjukkan sejauh mana skor, nilai atau ukuran yang diperoleh benar-benar menyatakan hasil pengukuran dari hasil kuesioner. Uji validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antara variabel atauitemdengan skor total variabel. Kriteria: H0: tidak ada hubungan antara pertanyaan dengan total (tidak valid)

H1: ada hubungan antara pertanyaan dengan total (valid)

Keputusan:

tolak H0jika pvalue(sig 2 tailed) kurang dari alpha 5%

Sedangkan uji Reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur dalam mengukur gejala yang sama. Suatu kuesioner dapat dipercaya jika kuesioner tersebut dapat digunakan berulang-ulang kepada kelompok yang sama dan menghasilkan data yang sama.

(33)

H0 : tidak terdapat hubungan (korelasi) antara satu peubah dengan peubah

lainnya.

H1 : terdapat hubungan (korelasi) antara satu peubah dengan peubah lainnya.

Untuk menguji erat tidaknya hubungan antar peubah tersebut, digunakan Uji Korelasi Jenjang Spearman. Dua peubah dikatakan memiliki hubungan yang nyata antara satu dengan yang lainnya apabila dapat dibuktikan bahwa tolak H0

jika angka probabilitas (Asymp. Sig.) < nilai α (Alpha), dan dikatakan tidak memiliki hubungan yang nyata antara satu peubah dengan peubah lainnya apabila dapat dibuktikan bahwa terima H0 jika angka probabilitas (Asymp. Sig.) > nilai α

(Alpha).

3.6. Definisi Istilah

Umur adalah usia petani hutan yang dihitung sejak lahir hingga penelitian dilakukan, dinyatakan dalam satuan tahun.

Pendidikan formal adalah pendidikan tertinggi yang telah dicapai atau diselesaikan melalui jenjang sekolah oleh petani hutan pada saat penelitian ini dilakukan.

Pendapatanadalah jumlah penghasilan yang diterima petani dari usaha tani hutan ataupun dari usaha lain yang diperoleh setiap bulannya berdasarkan nilai rupiah. Lama menjadi anggota kelompok adalah jumlah tahun petani bergabung dalam kelompok tani hutan.

Derajat Interaksi adalah frekuensi petani dengan penyuluh dan sesama petani berkomunikasi, baik secara langsung maupun menggunakan alat komunikasi dan materi yang disampaikan penyuluh kepada petani.

Frekuensi bertemu petani dan penyuluh adalah bayaknya interaksi yang dilakukan antara peternak dengan penyuluh selama satu bulan terakhir, baik secara formal maupun tidak formal.

(34)

Kredibilitas penyuluh adalah kemampuan penyuluh dalam menyampaikan informasi kepada petani. Dalam hal ini dilihat dari dua peubah yaitu keahlian dan kepercayaan.

Keahlian adalah kemampuan yang dimiliki penyuluh yang meliputi pengetahuan dan pengetahuan bahasa setempat.

Pengetahuan adalah wawasan yang dimiliki oleh penyuluh tentang pertanian hutan rakyat.

Penguasaan bahasa adalah tingkat kemampuan penyuluh untuk berkomunikasi dengan petani menggunakan bahasa daerah setempat.

(35)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Kondisi Geografis

Kecamatan Rao merupakan salah satu kecamatan dari dua belas kabupaten yang

ada di Kabupaten Pasaman dengan ketinggian di atas permukaan laut sebesar 215 m dpl.

Kecamatan Rao terletak di 00028' - 00055' LU dan 99051' - 100006' BT dengan luas wilayah sebesar 263,20 Km2. Jenis tata guna lahan yang ada di Kecamatan Rao untuk lebih jelasnya disajikan dalam

Adapun batas-batas Kecamatan Rao secara administrasi adalah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Propinsi Sumatera Utara.

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kec. Rao Selatan dan Kec. Rao Utara

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Rao Selatan.

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Propinsi Sumatera Utara.

4.2 Kondisi Biofisik 4.2.1 Topografi

Secara umum wilayah Kecamatan Rao berbukit-bukit dengan ketinggian 215 m

dpl. Lahan di wilayah Kecamatan Rao sebagian besar didominasi oleh perkebunan seperti

kebun campuran karet dengan tanaman lain serta kebun monokultur karet atau surian dan

sisanya persawahan dengan jenis tingkat kelerengan datar, landai dan curam. Tingkat

kelerengan yang datar dan landai ditanami dengan jenis tanaman pertanian dan kebun

campuran seperti padi, sengon, dan karet. Sedangkan untuk tingkat kelerengan yang

curam digunakan untuk tanaman kopi.

4.2.2 Iklim

Kecamatan Rao memiliki iklim tipe B 1 (Oldemand). Suhu rata-rata tiap bulan

sebesar 260 C dengan suhu terendah 21,80 C dan suhu tertinggi sebesar 30,40 C, kelembaban udara sebesar 70% dengan curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar

3000-4000 mm dengan curah hujan terbesar pada Bulan Desember. Musim hujan umumnya

dimulai pada Bulan September. Pada Bulan Januari hujan mulai berkurang ke tingkat

(36)

4.2.3 Jenis Tanah

Kondisi tanah banyak dipengaruhi oleh batuan induk dan faktor lain

pembentuknya. Kecamatan Rao memiliki jenis tanah Podsolik Merah Kuning (Ultisol)

yang sangat cocok untuk tanaman karet dan kelapa sawit dengan persentase sebesar 80%

dan sisanya merupakan jenis tanah Aluvial yang terdapat pada lahan basah (persawahan).

Ultisol merupakan tanah yang mengalami penimbunan liat di horison bawah, bersifat

masam dan tingkat kejenuhan basa pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah kurang

dari 35%.

4.3 Kondisi Demografi

Kecamatan Rao memiliki jumlah penduduk sebanyak 23.225 jiwa yang terdiri dari

laki-laki 11.423 jiwa dan perempuan 11.802 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga (KK)

sebanyak 4.697 KK. Kecamatan Rao memiliki kepadatan penduduk sebanyak 90

jiwa/Km2 yang penyebarannya tidak merata. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur

No Kelompok Umur (tahun)

Jumlah Jiwa

Jumlah

Laki-laki Perempuan

1 0-4 1.369 1.376 2.745

2 5-9 1.404 1.328 2.732

3 10-14 1.462 1.404 2.866

4 15-19 1.308 1.308 2.616

5 20-24 972 982 1.954

6 25-29 853 917 1.770

7 30-34 732 789 1.521

8 35-39 756 854 1.610

9 40-44 652 796 1.448

10 45-49 595 576 1.171

(37)

12 55–59 229 241 470

13 60–64 288 286 574

14 65–69 152 203 355

15 70–74 119 166 285

16 > 75 89 133 222

Jumlah 11.423 11.802 23.225

Sumber : Pasaman Dalam Angka (2010)

Masyarakat Kecamatan Rao penduduknya menganut agama Islam. Dalam

memenuhi kebutuhannya, masyarakat Kecamatan Rao sebagian besar bermata

pencaharian sebagai petani baik itu yang berasal dari kebun campuran maupun dari

sawah. Sedangkan untuk bidang pendidikan, di Kecamatan Rao masih rendah, sebagian

besar pendidikan masyarakat hanya sampai sekolah dasar (SD). Tetapi walaupun

demikian, sumberdaya manusianya cukup memadai untuk membantu dalam

meningkatkan perkembangan desa dalam mempercepat proses pembangunan di segala

bidang. Untuk lebih jelasnya tentang kondisi sosial masyarakat Kecamatan Rao dapat

dilihat pada Tabel 3, Tabel 4, Tabel 5 dan Tabel 6

Tabel 3 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Pasaman 1999, 2002, 2005

No Kecamatan

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

1999 2002 2005

1 Tigo Nagari 63.2 64.1 67.4

2 Bonjol 64.4 65.9 68.4

3 Simpang Alahan Mati 61.6 63.7 68.3

4 Lubuk Sikaping 61.9 61.5 67.1

5 Dua Kot 66.1 68.2 71.6

6 Panti 64.4 65.7 68.8

(38)

8 Rao 64.2 66.7 67.7

9 Rao Utara 62.0 64.4 69.7

10 Rao Selatan 61.0 62.2 65.8

11 Mapat Tunggul 61.2 61.9 64.5

12 Mapat Tunggul Selatan 63.4 62.5 67.0

Kabupaten Pasaman 63.1 64.3 67.7

Provinsi Sumatra Barat 65.8 67.5 71.2

Indonesia 64.3 65.8 69.6

Sumber : Pasaman Dalam Angka (2010)

Tabel 4 Mata pencaharian masyarakat kecamatan Rao

No Lapangan Usaha

Penduduk

Jumlah

Laki-laki Perempuan

1 Pertanian dan Kehutanan 4.875 4.420 9.295

2 Pertambangan dan Penggalian

32 0 32

3 Industri Pengolahan 141 108 249

4 Listrik dan Air Bersih 2 0 2

5 Bangunan 21 2 23

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran

402 568 988

7 Pengangkutan dan Komunikasi

187 3 190

8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

(39)

9 Jasa-jasa 214 347 561

10 Lainnya 7 82 89

Jumlah 5.895 5.559 11.454

Sumber : Pasaman Dalam Angka (2010)

Tabel 5 Tingkat pendidikan masyarakat kecamatan Rao

No Jenis Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa)

1 SD / Sederajat 6.693

2 SMP / Sederajat 5.106

3 SMA / Sederajat 2.165

4 Akademi dan perguruan tinggi

Jumlah

309

14.273

Sumber : Pasaman Dalam Angka (2010)

Tabel 6 Banyak fasilitas kesehatan

No Fasilitas Kesehatan Jumlah (unit)

2 Puskesmas 1

3 Pukesmas Pembantu 1

4 Praktek Dokter ( Umum, Spesialis, Gigi ) 2

5 Posyandu 5

6 Polindes 3

7 Toko Obat

Jumlah

2

14

Sumber : Pasaman Dalam Angka (2010)

4.4 Profil Kelompok Tani Hutan Bukit Sarana

Kelompok tani di Kecamatan Rao bernama Kelompok Tani Bukit Sarana. Berdiri

(40)

dengan tujuan untuk memfasilitasi anggota kelompok mulai dari pengadaan bibit hingga

pemasaran. Kelompok tani ini lahir dari keinginan masyarakat untuk memperbaiki

kehidupan ekonomi melalui usaha tani. Keadaan ini didukung dengan potensi hutan

rakyat di Kecamatan Rao yang mayoritas petaninya menanam kayu karet. Pada saat itu

trend kayu sengon sedang naik di pasar perdagangan, hal ini mendorong petani untuk

semakin berkembang dalam usaha taninya terutama usaha dalam menanam karet

selanjutnya membuat lahirnya keinginan petani akan pentingnya pengetahuan dan

teknologi mengenai usaha taninya mendorong untuk mengelola hutan rakyat lebih

optimal dan membawa pada kemampuan produktivitas karet meningkat. Dari kedua

kondisi tersebut, lahirlah keinginan-keinginan petani untuk memperoleh bantuan dalam

menjalankan usaha taninya. Keinginan-keinginan tersebut ternyata tidak bisa diwujudkan

apabila petani melakukannya secara individual. Pemerintah Daerah setempat

mengusulkan untuk membentuk suatu kelompok-kelompok tani agar petani bisa lebih

mandiri dan bantuan atau proyek yang datang pun tepat sasaran, transparan dan efektif.

Keadaan ini didukung oleh Balai Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dan

memperoleh Instruksi dari Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan untuk membentuk

suatu kelompok-kelompok tani. Dengan demikian lahirlah kelompok tani Bukit Sarana

yang bergerak di bidang pertanian dan kehutanan.

Setelah tiga tahun terbentuk, pada tahun 1999 Kelompok Tani Bukit Sarana

mendapatkan pengesahan akta pendirian koperasi tani keluarga yang terdaftar atas nama

menteri koperasi pengusaha kecil dan menengah tanggal 11 Maret 1999 dengan jumlah

anggota 77 orang. Dalam akta pendirian koperasi tersebut memuat anggaran dasar dan

(41)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Petani Hutan Rakyat 5.1.1 Umur

Umur merupakan salah satu unsur penting yang menentukan persepsi petani hutan rakyat tentang kredibilitas penyuluh sebagai sumber informasi mengenai pengelolaan hutan rakyat. Responden penelitian berumur antara 18–65 tahun.

Berdasarkan Gambar 2, terlihat bahwa usia responden menyebar ke dalam beberapa kelompok umur. Sebagian besar anggota kelompok petani hutan berusia antara 35-44 tahun dengan persentase sebesar 31 persen. Untuk yang berusia antara 45-54 tahun sebesar 28 persen, 25-34 tahun sebesar 16 persen, 15-24 tahun sebesar 14 persen dan 55 tahun keatas sebesar 8 persen. Dengan demikian dapat diketahui sebagian besar anggota kelompok tani hutan bukit sarana masih berada pada usia produktif masa bekerja yaitu 19-55 tahun (Papalia dan Olda, 1966).

(42)

5.1.2 Pendidikan

Pendidikan adalah tingkatan atau jenjang tertinggi sekolah terahir yang pernah ditempuh oleh petani hutan Bukit Sarana.

Tingkat pendidikan petani hutan terbanyak adalah pada kisaran Sekolah Dasar yaitu sebanyak 87% dari total responden. Kemudian untuk tingkat pendidikan SMP dan SMA berturut-turut sebesar 10% dan 3%. Tidak ada satupun responden yang pernah mengenyam pendidikan lanjut seperti tingkat diploma maupun sarjana, hal ini menunjukan bahwa tingkat pendidikan responden masih tergolong rendah.

5.1.3 Lama Menjadi Anggota Kelompok

Lama menjadi anggota kelompok adalah jumlah tahun petani hutan bergabung dalam Kelompok Tani Bukit Sarana. Lama menjadi anggota kelompok akan mempengaruhi interaksi responden dengan penyuluh. Semakin lama responden bergabung dalam kelompok, maka akan semakin sering mereka berinteraksi dengan penyuluh kehutanan. Hal ini akan dapat mempengaruhi persepsi mereka terhadap penyuluh kehutanan. Berikut adalah gambar lamanya responden menjadi anggota kelompok.

(43)

Berdasarkan gambar 4 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden sudah cukup lama bergabung menjadi kelompok tani hutan bukit sarana yakni selama 11-15 tahun dengan persentase sebesar 45 persen. Kemudian para anggota yang telah bergabung dengan kelompok tani selama 6-10 tahun sebesar 34 persen, dan anggota yang sudah bergabung dengan kelompok tani selama 1-5 tahun memiliki persentase sebesar 21 persen. Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden sudah cukup lama menjadi anggota kelompok tani hutan bukit sarana, sehingga interaksi antara anggota kelompok tani hutan dan penyuluh pun cukup tinggi.

5.1.4 Pendapatan

Pendapatan adalah jumlah penghasilan yang diterima petani hutan dari usaha hutan rakyat ataupun dari usaha lain yang diperoleh setiap bulannya berdasarkan nilai rupiah dikurangi dengan jumlah pengeluaran petani setiap bulannya. Berikut adalah gambar mengenai pendapatan petani hutan rakyat Bukit Sarana.

(44)

Berdasarkan gambar 5 dapat dilihat pendapatan petani hutan rakyat bukit sarana bervariasi yaitu antara Rp.500.000,- hingga Rp. 6.240.000,-. Persentase pendapatan responden yaitu 37 persen terdapat pada kategori Rp.500.000,- hingga Rp.1.500.000,-. Sedangkan persentase terkecil yaitu 23 persen terdapat pada kategori Rp.1.550.000,- hingga Rp.3.500.000,-. Hal ini mengindikasikan bahwa pendapatan responden baik bila dibandingkan dengan UMR per bulan Kabupaten Pasaman adalah Rp.819.100 per bulan.

5.2 Interaksi Petani Hutan Rakyat dengan Penyuluh Kehutanan dan Petani Hutan Rakyat dengan Sesama Petani Hutan Rakyat

Derajat interaksi petani hutan rakyat dengan penyuluh kehutanan dan sesama petani hutan rakyat adalah frekuensi bertemu dengan substansi yang dibicarakan mengenai pengelolaan hutan rakyat antara petani hutan rakyat dengan penyuluh kehutanan ataupun petani hutan rakyat dengan sesamanya. Derajat interaksi akan mempengaruhi persepsi petani hutan rakyat tentang kredibilitas penyuluh kehutanan. Semakin sering petani hutan rakyat berinteraksi dengan penyuluh kehutanan maka mereka akan semakin mengetahui karakter penyuluh kehutanan tersebut. Hal ini tentu saja akan menyebabkan persepsi petani hutan tentang kredibilitas penyuluh kehutanan menjadi lebih sesuai dengan kondisi penyuluh kehutanan yang ada.

(45)

Frekuensi berinteraksi antara petani hutan dengan penyuluh kehutanan baik secara formal maupun informal lebih sedikit dibandingkan interaksi sesama petani hutan rakyat. Hal ini menyebabkan kriteria kategori antara interaksi yang satu dengan yang lain berbeda. Dapat kita lihat, kriteria untuk interaksi secara informal adalah1.85, secara formal 2.89 dan sesama petani hutan 5.77 . Kriteria ini didapat dari jumlah interaksi yang dilakukan pada satu bulan terakhir dibagi dengan jumlah responden. Berikut ini tabel mengenai distribusi interaksi petani hutan rakyat dengan penyuluh kehutanan dan sesama petani hutan rakyat.

Tabel 7 Distribusi interaksi antara petani hutan rakyat dengan penyuluh kehutanan dan sesama petani hutan rakyat

No Jenis Interaksi Kategori Jumlah

5.2.1 Frekuensi bertemu penyuluh kehutanan secara informal

Frekuensi bertemu penyuluh kehutanan secara informal adalah banyaknya interaksi yang dilakukan antara petani hutan rakyat dengan penyuluh kehutanan selama satu bulan terakhir di luar dari pertemuan rutin kelompok. Frekuensi ini dilihat bukan hanya dari banyaknya interaksi saja, tetapi juga substansi yang dibicarakan, yaitu mengenai pengelolaan hutan rakyat.

(46)

informasi mengenai pengelolaan hutan rakyat milik mereka kepada penyuluh kehutanan.

5.2.2 Frekuensi bertemu penyuluh kehutanan secara formal

Frekuensi bertemu penyuluh kehutanan secara formal adalah banyaknya interaksi yang dilakukan antara petani hutan rakyat dengan penyuluh kehutanan selama satu bulan terakhir di pertemuan rutin kelompok. Berdasarkan Tabel 7 dapat kita lihat bahwa 74,63 persen responden sering bertemu penyuluh kehutan secara formal. Hal ini dikarenakan sebagian besar dari anggota kelompok tani hutan Bukit Sarana selalu aktif dalam mengikuti pertemuan rutin kelompok. 5.2.3 Frekuensi bertemu sesama petani hutan rakyat

Frekuensi bertemu sesama petani hutan rakyat adalah banyaknya tatap muka yang dilakukan antar sesama petani hutan rakyat baik di areal hutan rakyat, ladang maupun di tempat umum yang membicarakan tentang pengelolaan hutan rakyat. Berdasarkan tabel di atas dapat kita lihat bahwa 56,71 persen responden sering berinteraksi dengan sesama petani hutan, sedangkan 43,29 persen responden jarang berinteraksi dengan sesama petani hutan rakyat. Hal ini terjadi karena pembicaraan antara sesama petani hutan rakyat jarang sekali membicarakan tentang pengelolaan hutan rakyat yang mereka garap , tetapi membicarakan seputar masalah keluarga dan kehidupan sehari-hari.

5.3 Persepsi Petani Hutan Rakyat Tentang Kredibilitas Penyuluh Kehutanan Keahlian penyuluh yang meliputi pengetahuan dan keterampilan berkomunikasi dan kepercayaan petani hutan rakyat diperlukan pada diri penyuluh kehutanan sehingga penyuluh kehutanan dapat memenuhi perannya. Keahlian yang baik akan membantu petani hutan rakyat lebih mudah menerima materi yang disampaikan oleh penyuluh kehutanan. Kepercayaan yang tinggi akan mempermudah penyuluh kehutanan dalam membimbing petani hutan rakyat sehingga peran penyuluhpun dapat terpenuhi.

(47)

terhadap penyuluh kehutanan. Penelitian ini menjadikan persepsi petani hutan rakyat terhadap keahlian penyuluh kehutanan dan kepercayaan petani hutan terhadap penyuluh kehutanan sebagai indikator dari persepsi petani hutan rakyat tentang kredibilitas penyuluh kehutanan sebagai sumber informasi mengenai pengelolaan hutan rakyat.

5.3.1 Persepsi Petani Hutan Rakyat Terhadap Pemenuhan Peran Penyuluh Kehutanan

Penyuluh memiliki peran antara lain sebagai sumber informasi, pendidik, penghubung dari atau kepada sumber informasi, katalisator dan dinamisator, penasihat dan pelatih dalam keterampilan khusus (Rogers dan Shoemaker, 1971). Untuk menjadi penyuluh yang baik, maka keenam peran diatas harus dipenuhi oleh setiap penyuluh.

Tabel 8 Rataan skor petani hutan rakyat mengenai persepsi mereka terhadap peran

penyuluh kehutanan

No Komponen Peran Penyuluh Kehutanan Rataan Skor Kelas Kategori

1. Sumber informasi 4,05 Tinggi

2. Pendidik 3,82 Cukup tinggi

3. Penghubung dari atau kepada sumber informasi

4,12 Tinggi

4. Katalisator dan dinamisator 3,67 Cukup Tinggi

5. Penasihat 3,32 Cukup Tinggi

6. Pelatih dalam keterampilan khusus 3,22 Cukup Tinggi

Rataan skor 3,70 Cukup Tinggi

(48)

mengenai dunia kehutanan, perkebunan dan informasi-informasi lain yang dirasa berhubungan dengan pengelolaan hutan rakyat.

Sedangkan untuk peran penyuluh kehutanan sebagai pelatih keterampilan khusus mendapat skor terendah yaitu 3,22. Hal ini terjadi karena penyuluh kehutanan di kelompok tani Bukit Sarana tidak mengajarkan keterampilan khusus kepada semua anggota kelompok tani hutan, hanya kepada para anggota yang meminta saja. Contohnya untuk tekhnik penggunaan chainsaw, penyuluh hanya mengajarkan pada beberapa orang saja.

5.3.2 Persepsi Petani Hutan Rakyat Terhadap Keterampilan Berkomunikasi Penyuluh Kehutanan

Komunikasi adalah inti dari penyuluhan, tanpa komunikasi suatu kegiatan penyuluhan tidak akan berjalan dengan efektif. Keterampilan komunikasi perlu dimiliki oleh seorang penyuluh agar petani hutan rakyat dapat menerima materi yang disampaikan dengan optimal. Keterampilan berkomunikasi seorang penyuluh kehutanan dapat dikatakan baik jika materi yang disampaikan dapat diterima dengan baik tanpa adanya kesalah pahaman persepsi akan isi pesan/ materi.

(49)

Tabel 9 Persepsi petani hutan rakyat terhadap keterampilan berkomunikasi penyuluh kehutanan

No Keterampilan berkomunikasi Rataan Skor Kelas Kategori

1. Penguasaan materi 4,07 Tinggi

2. Materi mudah dipahami 3,85 Cukup tinggi

3. Berbahasa Minang sama baiknya dengan

bahasa Indonesia 4,39

Tinggi

4. Penyampaian materi dengan suara dan

intonasi yang jelas 3,87

Cukup Tinggi

5. Ketepatan (tidak cepat atau tidak lambat)

dalam penyampaian materi 3,82

Cukup Tinggi

6. Kelengkapan materi 3,82 Cukup Tinggi

Rataan skor 3,97 Cukup Tinggi

Berdasarkan tabel 9 dapat dilihat bahwa petani hutan rakyat secara umum menilai bahwa keterampilan berkomunikasi penyuluh kehutanan adalah baik. Petani hutan rakyat menganggap penyuluh kehutanan sudah komunikatif dalam

berkomunikasi kepada mereka. Rataan tertinggi terdapat pada kemampuan penyuluh berbahasa Minang sama baiknya dengan bahasa Indonesia dengan rataan skor 4,39. Hal

ini terjadi karena penyuluh kehutanan merupakan putra asli daerah yang sudah terbiasa

menggunakan bahasa Minang dalam komunikasi sehari-hari. Keterampilan dalam

berbahasa daerah ini tentu saja mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam proses

penyampaian pesan kepada petani hutan rakyat. Penyuluh kehutanan lebih sering

menggunakan bahasa daerah saat menyampaikan materi, hal ini dapat memperkecil

kemungkinan adanya kesalah pahaman dalam mengenai isi pesan. Materi yang

disampaikan sudah dikuasai dengan baik oleh penyuluh kehutanan. Hal ini dapat dilihat

dari skor yang diperoleh yaitu sebesar 4,07. Dalam menyampaikan materi penyuluh

kehutanan menggunakan intonasi dan suara yang jelas, materipun dirasa mudah dipahami

oleh petani hutan rakyat. Untuk kelengkapan materi dan ketepatan dalam penyampaian

memiliki rataan skor yang sama sebesar 3,82. Materi yang disampaikan oleh penyuluh

(50)

panen, penyuluh akan memberikan informasi mengenai cara-cara memasarkan hasil

panen tersebut.

5.3.3 Persepsi Petani Hutan Rakyat Terhadap Kepercayaan Petani Hutan Rakyat Kepada Penyuluh Kehutanan

Salah satu indikator kredibilitas seorang penyuluh adalah kepercayaan petani hutan terhadap penyuluh yang bersangkutan. Menurut Iskandar (1999), tingkat kepercayaan terhadap sumber sangat tergantung sejauhmana informasi itu bermanfaat bagi pengguna, mampu memecahkan masalah dan disampaikan tepat waktu dan tepat sasaran. Jika petani hutan rakyat menilai bahwa penyuluh kehutanan mempunyai kredibilitas yang tinggi dari beberapa sumber lain, maka apa yang disampaikan oleh penyuluh akan lebih bermakna dan mudah diterima daripada sumber informasi lainnya. Berdasarkan uraian di atas , maka kepercayaan petani hutan terhadap penyuluh kehutanan dapat dinilai berdasarkan manfaat pesan yang disampaikan penyuluh dan ketepatan waktu dari penyuluh tersebut. Lebih jauh dapat kita lihat kepercayaan petani hutan rakyat terhadap penyuluh kehutanan pada tabel 10.

Tabel 10 Persepsi petani hutan rakyat terhadap kepercayaan petani hutan kepada penyuluh kehutanan

No Kepercayaan petani hutan rakyat Rataan Skor Kelas Kategori

1. Informasi bermanfaat bagi petani hutan 4,34 Tinggi

2. Petani hutan menerapkan informasi

4. Penyuluh datang tepat waktu pada saat

pertemuan rutin ataupun tidak rutin 3,82

Cukup Tinggi

5. Penyuluh selalu dating tepat waktu ke

pertemuan kelompok 3,84

Cukup Tinggi

Rataan Skor 3,74 Cukup Tinggi

Gambar

Tabel 1  Tetapan nilai terhadap pilihan jawaban responden
Tabel 2 Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur
Tabel 3  Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Pasaman 1999, 2002, 2005
Tabel 4 Mata pencaharian masyarakat kecamatan Rao
+7

Referensi

Dokumen terkait

plasmid dari bakteri yang resisten dapat ditransfer ke bakteri lain yang masih. sensitif sehingga bakteri itu akan menujukan resistensi terhadap obat

 Nilai ekspor Provinsi Kalimantan Utara November 2016 berupa barang non migas mencapai US$ 67,40 juta atau mengalami kenaikan sebesar 5,63 persen dibanding ekspor Oktober

Penelitian yang dilaksanakan ini adalah penelitian eksplanatori ( explanatory research ), yaitu dimana penelitian ini berupaya untuk menjabarkan dari objek secara

Item-item kajian dibina berdasarkan item yang telah diubahsuai daripada instrumen yang telah digunakan dalam kajian lepas oleh penyelidik lain seperti Siti Asiah (2002), bertajuk

Konsep dari acara screening ini bertemakan unsur budaya, dengan nama acara “PESONA” yang memiliki tema pesona budaya Indonesia dikarenakan dari masing-masing karya film

Sebagai salah satu inovasi teknologi pada arus globalisasi, sekarang ini televisi mampu mempengaruhi pola pikir masyarakat dan telah menyentuh kepentingan masyarakat

'DUL JDPEDU GDQ JDPEDU WHUVHEXW GL DWDV GDSDW GLOLKDW EDKZD VHWLDS QHJDUD PHQJHPEDQJNDQ NULWHULD VHQGLUL \DQJ GLWXUXQNDQ GDUL NRQVHS NDWHJRUL QLODL SHQWLQJ SXVDND \DQJ WHODK

Hasil penelitian Suaryana (2008) yang juga menguji pengaruh konservatisme laba terhadap koefisien respon laba bahwa earnings response coefficient perusahaan yang