PENGARUH TARAF KOMBINASI RUMPUT GAJAH DAN LIMBAH
TAUGE SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER SERAT TERHADAP
KUALITAS FISIK
PELLET
KELINCI SELAMA PENYIMPANAN
BIASTIKA FEBBYANCHA
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Taraf Kombinasi Rumput Gajah dan Limbah Tauge sebagai Alternatif Sumber Serat terhadap Kualitas Fisik Pellet Kelinci Selama Penyimpanan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
ABSTRAK
BIASTIKA FEBBYANCHA. Pengaruh Taraf Kombinasi Rumput Gajah dan Limbah Tauge sebagai Alternatif Sumber Serat terhadap Kualitas Fisik Pellet Kelinci Selama Penyimpanan. Dibimbing oleh DWI MARGI SUCI dan LIDY HERAWATI.
Limbah tauge (LT) merupakan bahan alternatif yang berpotensi menggantikan rumput gajah (RG) sebagai sumber serat pada pakan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kualitas fisik pellet kelinci yang mengandung LT dan RG sebagai sumber serat dengan lama penyimpanan yang berbeda. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial (4x4), dengan faktor A: taraf limbah tauge (P0 = 15% RG + 85% konsentrat, P1 = 10% RG + 5% LT + 85% konsentrat, P2 = 5% RG + 10% LT + 85% konsentrat, dan P3 = 15% LT + 85% konsentrat), dan faktor B: lama penyimpanan (0, 2, 4, 6 minggu). Data dianalisa dengan analisis varians (ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa taraf kombinasi LT dengan RG sangat nyata meningkatkan ukuran partikel, durabiliti, serta menurunkan kerapatan dan kerapatan pemadatan tumpukan (P<0.01). P2 menunjukkan kualitas fisik terbaik karena memiliki ukuran partikel tinggi, membutuhkan volume ruang penyimpanan yang tidak terlalu tinggi dengan durabiliti tertinggi serta menurunkan harga pakan. Lama penyimpanan sangat signifikan menurunkan kualitas fisik pellet (P<0.01). Pada penelitian ini, terdapat interaksi antar perlakuan terhadap berat jenis dan kerapatan tumpukan.
Kata kunci : kualitas fisik, limbah tauge, penyimpanan
ABSTRACT
BIASTIKA FEBBYANCHA. The Effect of Combination Level of Elephant Grass and Sprouts Waste as an Alternative Source of Fiber on the Physical Quality of Randomized Design Factorial (4x4), contains factor A: sprouts waste levels (P0 = 15% EG + 85% concentrate, P1 = 10% EG + 5% SW + 85% concentrate, P2 = 5% EG + 10% SW + 85% concentrate, and P3 = 15% SW + 85% concentrate), and factor B: storage periods (0, 2, 4, 6 weeks). Data were analyzed with analysis of variance (ANOVA) and followed by Duncan test. The results indicated that the combination level of SW and EG very significantly increased the particle size, durability, and also decreased the bulk density and compacted bulk density (P<0.01). P2 showed the best physical quality because it had a high particle size, required medium storage space with the highest durability and decreased feed price. The storage periods very significantly decreased the physical quality of pellets (P<0.01). In this study, there was an interaction between treatments on spesific density and bulk density.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
PENGARUH TARAF KOMBINASI RUMPUT GAJAH DAN LIMBAH
TAUGE SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER SERAT TERHADAP
KUALITAS FISIK
PELLET
KELINCI SELAMA PENYIMPANAN
BIASTIKA FEBBYANCHA
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Pengaruh Taraf Kombinasi Rumput Gajah dan Limbah Tauge sebagai Alternatif Sumber Serat terhadap Kualitas Fisik Pellet Kelinci Selama Penyimpanan.
Nama : Biastika Febbyancha NIM : D24080368
Disetujui oleh
Ir Dwi Margi Suci, MS Pembimbing I
Ir Lidy Herawati, MS Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Panca Dewi MHKS MSi Ketua Departemen
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala atas rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2012 – September 2012 dengan judul Pengaruh Taraf Kombinasi Rumput Gajah dan Limbah Tauge sebagai Alternatif Sumber Serat terhadap Kualitas Fisik Pellet Kelinci Selama Penyimpanan.
Limbah tauge dipilih sebagai bahan utama dalam penelitian ini karena ketersediaan dan kandungan nutrisinya yang cukup baik sehingga dapat dikombinasikan dengan hijauan rumput gajah sebagai alternatif sumber serat pada ransum komplit. Penggunaan dan pengolahan limbah tauge ke dalam bentuk pellet diharapkan dapat mengatasi masalah fluktuasi ketersediaan hijauan pakan di Indonesia dalam rangka pencapaian efisiensi produksi dan penanggulangan pencemaran lingkungan, tanpa menurunkan kualitas fisik pellet yang diperoleh sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal oleh peternak.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan di masa mendatang. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan dan dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
METODE 2
Bahan 2
Alat 2
Lokasi dan Waktu 2
Prosedur Percobaan 3
Pelaksanaan Penelitian 3
Pembuatan Ransum dan Pellet 3
Peubah Yang Diamati 4
Rancangan Percobaan 6
Analisis Data 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Kondisi Umum 7
Ukuran Partikel 7
Berat Jenis 8
Kerapatan Tumpukan 10
Kerapatan Pemadatan Tumpukan 11
Sudut Tumpukan 12
Pellet Durability Index(PDI) 13
Hubungan Ukuran Partikel dengan Kerapatan Pemadatan Tumpukan 14
Hubungan Ukuran Partikel dengan PDI 15
SIMPULAN DAN SARAN 16
Simpulan 16
Saran 16
DAFTAR PUSTAKA 16
LAMPIRAN 18
RIWAYAT HIDUP 23
DAFTAR TABEL
1. Kandungan nutrisi rumput gajah dan limbah tauge (100% bahan kering)
2
2. Formulasi ransum pellet perlakuan 3
3. Kandungan nutrisi ransum berdasarkan perhitungan 4 4. Rataan suhu dan kelembaban wilayah Dramaga, Bogor 4
5. Pengukuran kadar kehaluasan 5
6. Rataan ukuran partikel (mm) 8
7. Rataan berat jenis (kg/m3) 9
8. Rataan kerapatan tumpukan (kg/m3) 10
9. Rataan kerapatan pemadatan tumpukan (kg/m3) 12
10. Rataan sudut tumpukan (o) 13
4. Interaksi taraf penggunaan limbah tauge dengan lama penyimpanan terhadap berat jenis
9 5. Interaksi taraf penggunaan limbah tauge dengan lama penyimpanan
terhadap kerapatan tumpukan
11 6. Hubungan antara ukuran partikel dengan kerapatan pemadatan
tumpukan
15 7. Hubungan antara ukuran partikel dengan pellet durability index
(PDI)
15
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil analisis ragam ukuran partikel 18
2. Uji Jarak Duncan ukuran partikel 18
3. Hasil analisis ragam berat jenis 18
4. Uji Jarak Duncan berat jenis 19
5. Hasil analisis ragam kerapatan tumpukan 20
6. Uji jarak Duncan kerapatan tumpukan 20
7. Hasil analisis ragam kerapatan pemadatan tumpukan 21 8. Uji jarak Duncan kerapatan pemadatan tumpukan 21
9. Hasil analisis ragam sudut tumpukan 22
10. Uji jarak Duncan sudut tumpukan 22
PENDAHULUAN
Harga merupakan prinsip dasar terpenting dalam keberhasilan suatu usaha karena harga menentukan efisiensi produksi. Pada industri pakan, harga dan kualitas pakan memiliki hubungan erat sehingga pemilihan bahan baku pakan menjadi faktor esensial karena bahan baku yang digunakan berkaitan dengan kualitas fisik pakan. Bahan baku berkualitas akan menghasilkan karakteristik fisik pakan yang baik dan karakteristik fisik akan berhubungan dengan efisiensi penanganan, pengolahan dan penyimpanan. Namun bahan pakan berkualitas umumnya memiliki harga relatif mahal, sehingga diperlukan pencarian dan penggunaan bahan pakan alternatif untuk menekan biaya produksi tanpa menurunkan kualitas pakan.
Limbah tauge merupakan sisa dari produksi tauge berupa kulit kecambah kacang hijau dan pecahan-pecahan tauge yang terbawa pada ayakan terakhir. Limbah tauge mengandung protein kasar 11.27%, serat kasar 35.52%, lemak kasar 1.01%, Total Digestible Nutrient 64.58%, dan bahan kering 86.55% (hasil proksimat Laboratorium Ilmu Teknologi Pakan Fakultas Peternakan 2012), sehingga dapat dimanfaatkan menjadi bahan pakan alternatif untuk menggantikan rumput gajah sebagai sumber serat pada ransum kelinci. Kelinci merupakan salah satu ternak penghasil daging yang berpotensi memenuhi kebutuhan protein hewani di masyarakat. Kualitas daging kelinci mengandung protein tinggi yaitu 21 g/100g dan rendah kolesterol yaitu 164 mg/100g (Lebas et al. 1997). Kelinci memiliki sekum dan usus yang besar, sehingga kelinci dapat mengkonsumsi dan memanfaatkan pakan berserat. Penggunaan limbah tauge sebagai sumber serat untuk kelinci merupakan langkah strategis untuk menghindari persaingan penggunaan rumput dengan ternak ruminansia dan untuk meningkatkan nilai ekonomi limbah tauge dalam rangka mengurangi pencemaran lingkungan. Berdasarkan Rahayu et al. (2010) hasil survei Kotamadya Bogor menunjukan total produksi tauge sekitar 6.5 ton/hari dan berpeluang untuk menghasilkan limbah tauge sebesar 1.5 ton/hari.
METODE
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah tauge, rumput gajah (Pennisetum purpureum), dan konsentrat antara lain jagung, polard, bungkil kedelai, bungkil kelapa, gaplek, dedak halus, Crude Palm Oil, CaCO3, garam dan premix. Kandungan nutrisi rumput gajah dan limbah tauge yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan nutrisi rumput gajah dan limbah tauge (100% bahan kering)
Hijauan Rumput Gajah (RG)
1
Limbah Tauge (LT)2 (%)
Protein Kasar 12.64 13.02
Lemak Kasar 1.47 1.17
Serat Kasar 47.32 41.04
Beta-N 25.16 34.70
Calsium 0.53 1.24
Phospor 0.38 0.44
Sumber : 1Analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB (2012), 2
Analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, IPB (2011)
Sumber: intanrastini.wordpress.com Sumber: jogja-rabbit.blogspot.com
Alat
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan ransum dan pengemasan pellet yaitu timbangan, chopper, mesin giling, mesin pellet, karung besar, karung plastik kapasitas 1.5 kg dan mesin jahit karung. Peralatan untuk uji sifat fisik pellet yaitu timbangan digital, corong, gelas ukur 100 ml, vibrator ball mill, tumbler, satu set alat pengukur sudut tumpukan, mistar, dan ruang penyimpanan dengan palet kayu sebagai alas tumpukan karung pellet penelitian.
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor mulai dari tahap persiapan, pembuatan
ransum, pelleting, penyimpanan, hingga pengujian kualitas fisik pellet. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juli hingga September 2012.
Prosedur Percobaan
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini menggunakan 64 karung berbahan plastik kapasitas 1.5 kg yang masing-masing berisi pellet kelinci dengan bobot 1.2 kg/karung dan diuji fisik pada akhir penyimpanan minggu ke- 0, 2, 4, dan 6. Ransum yang diuji fisik yaitu 100% dalam bentuk pellet ransum komplit untuk kelinci jantan lokal lepas sapih dengan sumber serat berupa rumput gajah (RG) dan limbah tauge (LT). Rasio hijauan dan konsentrat dalam ransum yaitu 15% : 85%.
Pembuatan Ransum dan Pellet
Rumput gajah segar diangin-anginkan di bawah paparan sinar matahari sampai sedikit layu, kemudian dicacah dengan chopper dan dijemur hingga kering, lalu digiling dengan mesin giling sampai terbentuk tepung rumput gajah.
Limbah tauge yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari pasar Bogor. Limbah tauge disortir dari kotoran yang terbawa, kemudian dijemur di bawah paparan sinar matahari dengan alas berupa terpal hingga kering. Limbah tauge yang sudah kering digiling dengan mesin giling sampai terbentuk tepung limbah tauge.
Tepung rumput gajah dan tepung limbah tauge masing-masing ditimbang lalu keduanya dicampur sesuai dengan formulasi tiap perlakuan yang disesuaikan dengan kebutuhan nutrisi kelinci jantan lokal lepas sapih hingga terbentuk tepung hijauan. Selanjutnya, tepung hijauan dari tiap perlakuan dicampur hingga homogen dengan konsentrat yang terdiri dari jagung, pollard, gaplek, dedak halus, bungkil kedele, bungkil kelapa, CPO, CaCO3, garam dan premix. Formulasi ransum pellet penelitian disajikan pada Tabel 2 dan kandungan nutrisi ransum berdasarkan perhitungan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 2 Formulasi ransum pellet perlakuan
Tabel 3 Kandungan nutrisi ransum berdasarkan perhitungan
Campuran bahan yang telah homogen dari tiap perlakuan, masing-masing dimasukkan ke lubang pemasukan mesin pellet, kemudian campuran bahan dikompakkan dan dicetak melalui proses mekanik di dalam mesin pellet, ditekan oleh roller dan keluar dari lubang die berukuran 4 mm, lalu dipotong oleh pisau pemotong dan keluar dalam bentuk pellet. Pellet disebarkan pada alas plastik atau terpal dan diangin-anginkan hingga dingin.
Pellet dikemas dalam karung berbahan plastik kapasitas 1.5 kg yang telah diberi kode sesuai dengan perlakuan dan ulangannya masing-masing dengan bobot 1.2 kg tiap karung. Karung yang telah diisi pellet kemudian dijahit dengan mesin jahit, ditumpuk diatas palet kayu dan dilakukan proses penyimpanan hingga minggu ke-6. Suhu dan kelembaban ruang penyimpanan penelitian disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Rataan suhu dan kelembaban wilayah Dramaga, Bogor
Waktu Pengukuran Pengamatan (minggu ke-)
0 2 4 6
Sumber : Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor (2012)
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi nilai ukuran partikel (mm), berat jenis (kg m-3), kerapatan tumpukan (kg m-3), kerapatan pemadatan tumpukan (kg m-3), sudut tumpukan (°), dan pellet durabilitiy index(%).
Pellet ditimbang sebanyak 500 gram dan diletakkan di bagian paling atas dari mesh, lalu disaring. Pellet yang tertinggal pada tiap saringan ditimbang dan diukur nilai kadar kehalusannya seperti pada Tabel 5.
Tabel 5 Pengukuran kadar kehalusan
Persentase pellet tiap saringan dapat dihitung dengan rumus : % pellet tiap saringan = berat pellet yang tertinggal x 100%
berat total pellet
Berdasarkan Tabel 5, nilai kadar kehalusan dapat diketahui dengan mengalikan persentase pellet tiap saringan dengan no.perjanjian. Perhitungan nilai kadar kehalusan (KK) diketahui dengan rumus:
�� = % �� � � �� � � � � � . �� � �
Menurut Henderson dan Perry (1981) nilai kadar kehalusan dapat dikategorikan menjadi kategori kasar (4.1-7.0), sedang (2.9-4.1), dan halus (0.0-2.9). Setelah didapatkan nilai kadar kehalusan (KK), maka nilai ukuran partikel pellet kemudian dihitung dengan rumus (0.0041) x 2KK x 2.54 x 10 mm. Berdasarkan rumus tersebut maka diperoleh kategori nilai ukuran partikel, yaitu:
1. Kategori kasar : 1.786–13.330 mm 2. Kategori sedang : 0.777–1.786 mm 3. Kategori halus : 0.104–0.777 mm
Berat jenis diukur dengan prinsip hukum Archimedes, yaitu dengan melihat perubahan volume aquades pada gelas ukur. Pada penelitian ini, 0.15 kg pellet dimasukkan ke dalam gelas ukur berisi air 0.0003 m3, kemudian diaduk untuk mempercepat jalannya udara antar partikel ransum selama pengukuran.
BJ (kg m-3) = bobot bahan : perubahan volume aquades
Kerapatan tumpukan dihitung dengan cara mencurahkan pellet sebanyak 0.2 kg ke dalam gelas ukur, kemudian volume ruang yang terisi oleh bahan tersebut dibaca. Nilai kerapatan pellet diperoleh dengan menggunakan rumus : KT (kg m-3) = berat bahan : volume.
Kerapatan pemadatan tumpukan ditentukan dengan cara mencurahkan pellet sebanyak 0.2 kg ke dalam gelas ukur, lalu dipadatkan selama beberapa menit, dan volume ruang yang terisi dibaca.
Pengukuran sudut tumpukan dilakukan dengan cara mencurahkan bahan sebanyak 500 gram melalui corong yang dipasang dengan ketinggian 32.5 cm dari dasar yang beralaskan besi berbentuk persegi. Kemudian tinggi (t) dan diameter (d) tumpukan yang terbentuk diukur pada sisi yang sama pada semua pengamatan dengan bantuan mistar. Sudut tumpukan dinyatakan dalam satuan derajat (), dan besarnya sudut tumpukan dihitung dengan rumus tg = �
�
Pellet Durability Index (PDI) diukur dengan cara memasukkan pellet yang ditampung pada sieve 4 dan 8 dari hasil pengukuran ukuran partikel ke dalam durabiliti tester yang diputar dengan putaran 50 rpm selama 10 menit. Kemudian pellet dikeluarkan dan diayak dengan sieve no.8, dan pellet yang tertahan pada sieve no.8 tersebut ditimbang sebagai berat akhir. PDI dihitung dengan rumus: PDI (%) = berat pellet sebelum diputar gram x 100%
berat pellet setelah diputar (gram)
Rancangan Percobaan
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial 4x4 dengan 4 ulangan. Hijauan yang digunakan berupa rumput gajah (RG) dan limbah tauge (LT). Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini terdiri dari dua faktor, yaitu faktor A dan faktor B.
Faktor A adalah taraf kombinasi limbah tauge dan rumput gajah sebagai sumber serat yang terdiri dari :
P0: 15% rumput gajah + 85% konsentrat
P1: 10% rumput gajah + 5% limbah tauge + 85% konsentrat P2: 5% rumput gajah + 10% limbah tauge + 85% konsentrat P3: 15% limbah tauge + 85% konsentrat.
Faktor B adalah lamanya proses penyimpanan yang terdiri dari : M0: penyimpanan minggu ke-0
M2: penyimpanan minggu ke-2 M4: penyimpanan minggu ke-4 M6: penyimpanan minggu ke-6.
Model matematika berdasarkan Wilkinson dan Rogers (1973) adalah:
Yijk = μ + αi +βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan :
i = Taraf limbah tauge sebagai sumber serat (0%, 5%, 10%, dan 15%) J = Lama periode penyimpanan (0, 2, 4, dan 6 minggu)
k = Ulangan (1, 2, 3, 4)
Yijk = nilai pengamatan perlakuan penggunaan limbah tauge, lama periode penyimpanan, ulangan ke-1,2,3,4
μ = nilai rata-rata
αi = pengaruh taraf limbah tauge
βj = pengaruh lama periode penyimpanan
(αβ)ij = pengaruh interaksi penggunaan limbah tauge dan lama periode penyimpanan
Analisis Data
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati dilakukan Analisis Sidik Ragam (ANOVA), selanjutnya jika berbeda nyata
dilakukan Uji Jarak Duncan untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan (Steel dan Torrie 1993). Analisa interaksi antara perlakuan (faktor A) dan
penyimpanan (faktor B) juga dilakukan pada penelitian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Pellet penelitian ini berdiameter 4 mm. Berdasarkan Maertens dan Villamide (1998) pellet yang berdiameter kecil (<0.25 cm) akan menurunkan konsumsi bahan pakan kelinci, sedangkan pellet yang berdiameter lebih besar (>0.5 cm) akan menghasilkan pembuangan pakan lebih banyak. Pellet dengan taraf penggunaan limbah tauge (P1, P2, dan P3) pada penelitian ini menghasilkan warna yang lebih pucat dibandingkan dengan pellet yang hanya menggunakan rumput gajah saja (P0). Berdasarkan pengamatan, pada minggu ke-4 sebagian pellet dalam karung dari masing-masing jenis ransum sudah mulai ditumbuhi jamur, namun pada minggu ke-6 hampir seluruh permukaan pellet tiap perlakuan telah diselimuti jamur sehingga warna pellet menjadi lebih pucat dan agak kehijauan.
Gambar 3 Pelletpenelitian Ukuran Partikel
Berdasarkan hasil penelitian, taraf kombinasi rumput gajah dan limbah tauge sebagai sumber serat sangat nyata meningkatkan nilai ukuran partikel, sedangkan lama penyimpanan sangat nyata menurunkan ukuran partikel (P<0.01). Namun, interaksi antara kedua faktor tersebut tidak mempengaruhi ukuran partikel. Menurut Knott et al. (1997) ukuran partikel dari bahan-bahan penyusun ransum berperan penting bagi ahli nutrisi dalam memilih bahan yang akan digunakan dan menentukan apa yang diperlukan untuk mempercepat waktu saat memproduksi ransum komplit.
masing-masing hanya menggunakan satu jenis hijauan dalam ransumnya, sehingga pellet memiliki partikel penyusun yang lebih homogen. Namun, rumput gajah memiliki tekstur yang lebih halus dibanding limbah tauge, sehingga P0 memiliki homogenitas tinggi dan tekstur lebih halus yang dapat menyebabkan ikatan antar partikel bahan penyusun menjadi lebih rapat, padat, dan ukuran partikel P0 pun menjadi lebih kecil. Menurut Behnke (2001) ukuran partikel dan tekstur bahan yang halus dapat menghasilkan pellet yang kompak dan padat karena memiliki permukaan yang halus sehingga mudah menyerap dan menerima panas.
Tabel 6 Rataan ukuran partikel (mm)
Minggu Ransum Rataan
P0 P1 P2 P3
M0 12.316±0.27 12.859±0.06 12.648±0.20 12.638±0.15 12.615±0.26B
M2 12.372±0.06 12.737±0.10 12.662±0.14 12.601±0.10 12.593±0.17B
M4 12.398±0.21 12.569±0.35 12.766±0.10 12.481±0.08 12.554±0.23B
M6 12.176±0.25 12.502±0.23 12.569±0.09 12.343±0.07 12.397±0.22A
Rataan 12.316±0.21A 12.667±0.24B 12.661±0.14B 12.516±0.15B
Huruf besar yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01). P0= 15% Rumput Gajah + 85% Konsentrat (kontrol), P1= 10% Rumput Gajah + 5% Limbah Tauge + 85% Konsentrat, P2= 5% Rumput Gajah + 10% Limbah Tauge + 85% Konsentrat, P3= 15% Limbah Tauge + 85% Konsentrat
Semakin lama disimpan maka ukuran partikel semakin menurun. Nilai ukuran partikel sangat nyata menurun pada minggu ke-6. Penurunan nilai ukuran partikel disebabkan oleh faktor suhu dan kelembaban ruang penyimpanan yang membuat pellet menjadi lembab, berjamur, dan rapuh. Berdasarkan Yusawisana (2002) peningkatan suhu juga berpengaruh terhadap peningkatan aktivitas air pada kadar air yang sama, yang juga meningkatkan laju reaksi kerusakan yang terjadi. Kondisi ini memicu tumbuhnya jamur yang menyebabkan kekompakan pellet menurun dan pellet menjadi lebih mudah hancur.
Berat Jenis
Berat jenis bersama dengan ukuran partikel berpengaruh terhadap homogenitas penyebaran partikel dan stabilitasnya dalam suatu campuran bahan (Khalil 1999). Berat jenis memegang peranan penting dalam berbagai proses pengolahan, penanganan, dan penyimpanan. Lama penyimpanan dan interaksi antara taraf penggunaan limbah tauge dengan lama penyimpanan memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap nilai berat jenis (P<0.01). Nilai rataan berat jenis pellet penelitian disajikan pada Tabel 7.
yang menyebabkan nilai berat jenis P0 pun menjadi tinggi. Secara umum, nilai berat jenis pellet P0, P2, dan P3 sangat nyata meningkat seiring dengan lamanya waktu penyimpanan. Peningkatan nilai berat jenis ini menunjukkan adanya kerusakan fisik dari tiap jenis pellet perlakuan selama penyimpanan akibat faktor bahan pengemas ataupun faktor lingkungan ruang penyimpanan. Bahan pengemas yang digunakan berupa karung plastik yang berpori-pori atau memiliki struktur kurang rapat, sehingga pellet lebih mudah menerima pengaruh dari lingkungan. Faktor lingkungan ruang simpan seperti suhu dan kelembaban menyebabkan pellet menjadi lembab, rapuh, sehingga terjadi penurunan ukuran partikel, dan menyebabkan nilai berat jenis semakin meningkat. Pellet P1 menunjukkan nilai berat jenis terendah pada minggu 4 dan 6. Kombinasi rumput gajah dengan limbah tauge pada P1 memiliki ukuran partikel tertinggi dan tampak memiliki ketahanan yang baik selama penyimpanan, sehingga volume pellet dan perubahan volume air saat pengukuran pun tetap tinggi dan nilai berat jenisnya menjadi rendah.
Tabel 7 Rataan berat jenis (kg m-3)
Minggu Ransum Rataan
P0 P1 P2 P3
M0 1165.4±23.1ABC 1201.0±39.3BC 1143.2±21.4A 1143.2±21.4A 1163.2±34.6
M2 1188.5±23.1ABC 1176.9±26.7ABC 1176.9±26.7ABC 1153.8±0.0AB 1174.0±23.7
M4 1200.0±0.0BC 1165.4±23.1ABC 1212.5±25.0C 1188.5±23.1ABC 1191.6±25.7
M6 1212.5±25.0C 1188.5±23.1ABC 1212.5±25.0C 1200.0±28.1BC 1203.4±21.5
Rataan 1191.6±25.7 1182.9±29.2 1186.3±37.0 1171.4±28.1 Huruf besar yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01). P0= 15% Rumput Gajah + 85% Konsentrat (kontrol), P1= 10% Rumput Gajah + 5% Limbah Tauge + 85% Konsentrat, P2= 5% Rumput Gajah + 10% Limbah Tauge + 85% Konsentrat, P3= 15% Limbah Tauge + 85% Konsentrat
Gambar 4 Interaksi taraf rumput gajah dan limbah tauge dengan lama penyimpanan terhadap berat jenis
Rataan nilai berat jenis pellet penelitian ini adalah 1143.2-1212.5 kg m-3. Menurut Suadnyana (1998) adanya variasi dalam nilai berat jenis dipengaruhi
oleh kandungan nutrisi bahan, distribusi ukuran partikel dan karakteristik permukaan partikel.
Kerapatan Tumpukan
Menurut Syarif dan Irawati (1988) kerapatan tumpukan digunakan untuk menentukan volume ruang peyimpanan bahan dengan berat tertentu. Menurut Wirakartakusumah et al. (1992) nilai kerapatan tumpukan menunjukkan porositas bahan, yaitu jumlah rongga udara yang terdapat diantara partikel-partikel bahan. Taraf kombinasi rumput gajah dan limbah tauge, lama penyimpanan, dan interaksi antara kedua faktor sangat nyata mempengaruhi nilai kerapatan tumpukan (P<0.01). Data nilai kerapatan tumpukan disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Rataan kerapatan tumpukan (kg m-3)
Minggu Ransum Rataan
P0 P1 P2 P3
M0 525.2±7.1B 503.7±7.0A 538.2±6.2BCD 528.7±8.2BC 524.0±14.5
M2 551.8±7.3DEF 548.2±12.4DE 550.7±12.5DEF 547.5±11.4CDE 549.5±10.1
M4 575.7±11.6GH 561.4±5.8EFG 555.1±13.0DEF 579.9±12.0GH 568.0±14.3
M6 568.9±11.0FGH 554.9±3.2DEF 556.3±7.9DEF 582.6±8.9H 565.7±13.7
Rataan 555.4±21.9 542.1±24.4 550.1±11.8 559.7±25.1
Huruf besar yang berbeda menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01). P0= 15% rumput gajah + 85% konsentrat (kontrol), P1= 10% rumput gajah + 5% limbah tauge + 85% konsentrat, P2= 5% rumput gajah + 10% limbah tauge + 85% konsentrat, P3= 15% limbah tauge + 85% konsentrat
dengan tingginya nilai kerapatan. Sesuai Khalil (1999), semakin tinggi nilai kerapatan tumpukan maka ruang penyimpanan yang dibutuhkan semakin kecil.
Gambar 5 Interaksi taraf rumput gajah dan limbah tauge dengan lama penyimpanan terhadap kerapatan tumpukan
Nilai kerapatan tumpukan berbanding lurus dengan laju alir pakan, semakin tinggi kerapatan tumpukan maka laju alir pakan semakin meningkat (Singh dan Heldman 1984). Berdasarkan Tabel 8, rataan nilai kerapatan tumpukan pada penelitian ini adalah 503.7-582.6 kg m-3, sehingga pellet penelitian ini tergolong baik karena memiliki waktu mengalir arah vertical yang lebih cepat. Sesuai dengan Khalil (1999) bahan yang memiliki kerapatan tumpukan rendah (<450 kg m-3) membutuhkan waktu mengalir dengan arah vertical lebih lama sebaliknya dengan bahan yang mempunyai kerapatan tumpukan yang lebih besar (>500 kg/m-3).
Kerapatan Pemadatan Tumpukan
Kerapatan pemadatan tumpukan adalah perbandingan berat bahan terhadap volume setelah dilakukan proses pemadatan. Berdasarkan hasil sidik ragam, taraf kombinasi rumput gajah dengan limbah tauge dan lama penyimpanan sangat nyata mempengaruhi kerapatan pemadatan tumpukan (P<0.01), namun tidak ada interaksi antara jenis ransum dengan lama penyimpanan terhadap kerapatan pemadatan tumpukan (P>0.05). Rataan kerapatan pemadatan tumpukan penelitian ini berkisar antara 581.2-622.2 kg m-3 dapat dilihat seperti yang disajikan pada Tabel 9.
Nilai kerapatan tumpukan akan mempengaruhi kerapatan pemadatan tumpukan. P3 dengan kerapatan tumpukan tertinggi menghasilkan nilai kerapatan pemadatan tumpukan tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa P3 lebih rentan hancur akibat bahan penyusunnya berupa limbah tauge yg memiliki tekstur remah, sehingga memiliki struktur kurang padat, mudah hancur saat dipadatkan, sehingga mengisi volume ruang yang lebih kecil. Begitu juga P1 dengan kerapatan tumpukan terendah menghasilkan kerapatan pemadatan tumpukan yang terendah. P1 memiliki ukuran partikel tertinggi, sehingga volume pada saat pengukuran dan volume untuk penyimpanan pun tinggi. Perbedaan nilai kerapatan pemadatan
tumpukan pada tiap ransum perlakuan dipengaruhi oleh nilai ukuran partikel, kerapatan tumpukan, dan gaya pemadatan pada tiap perlakuan. Semakin besar gaya dan intensitas pemadatan, nilai kerapatan pemadatan tumpukan cenderung meningkat dan sebaliknya. Proses pemadatan yang dilakukan menghasilkan nilai kerapatan pemadatan tumpukan yang semakin meningkat, artinya semakin dipadatkan maka semakin kecil volume ruang yang ditempatinya.
Tabel 9 Rataan kerapatan pemadatan tumpukan (kg m-3)
Minggu Ransum Rataan
P0 P1 P2 P3
M0 578.5±13.5 560.3±11.6 587.0±12.5 598.8±15.3 581.2±18.7A
M2 593.6±13.6 580.6±13.1 595.7±12.9 611.6±9.3 595.4±15.8B
M4 619.6±13.1 607.0±11.8 610.1±10.8 624.3±11.4 615.2±12.8C
M6 624.5±17.3 614.9±16.8 612.5±14.8 637.0±17.4 622.2±17.9C
Rataan 604.1±23.4A 590.7±25.5A 601.3±15.8A 617.9±19.2B
Huruf besar yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01). P0= 15% Rumput Gajah + 85% Konsentrat (kontrol), P1= 10% Rumput Gajah + 5% Limbah Tauge + 85% Konsentrat, P2= 5% Rumput Gajah + 10% Limbah Tauge + 85% Konsentrat, P3= 15% Limbah Tauge + 85% Konsentrat
Nilai kerapatan pemadatan tumpukan terus meningkat seiring dengan lamanya penyimpanan hingga minggu 4. Peningkatan nilai ini menunjukkan adanya kerusakan bentuk fisik yang terjadi selama proses penyimpanan. Nilai tertinggi ditunjukan pada minggu ke 4 dan 6. Pada minggu ke-4, pellet mulai rapuh dan terpecah menjadi beberapa bagian kecil yang menyebabkan volume ruang yang terisi semakin rendah sehingga meningkatkan nilai kerapatan. Penurunan kualitas fisik pellet disebabkan oleh faktor kemasan yang digunakan. Struktur karung plastik yang kurang rapat menyebabkan pellet mudah terpengaruh oleh faktor suhu dan kelembaban ruang penyimpanan yang diduga dapat meningkatkan aktivitas air pada pellet sehingga berdampak pada peningkatan jumlah dan aktivitas mikroorganisme yang membuat pellet menjadi lembab, berjamur, dan rapuh.
Sudut Tumpukan
Sudut tumpukan adalah sudut yang terbentuk antara bidang datar dengan kemiringan tumpukan yang akan terbentuk bila bahan dicurahkan pada bidang datar melalui sebuah corong serta menunjukkan kriteria kebebasan bergerak dari partikel pada suatu tumpukan. Pada penelitian ini, taraf penggunaan limbah tauge tidak berpengaruh terhadap sudut tumpukan (P>0.05), sedangkan lama penyimpanan nyata menurunkan sudut tumpukan (P<0.05). Pellet dengan penggunaan limbah tauge menghasilkan sudut tumpukan yang setara dengan pellet yang menggunakan rumput gajah.
bergerak dan termasuk dalam kategori sangat mudah mengalir (20-30°) sesuai dengan klasifikasi aliran bahan berdasarkan sudut tumpukan oleh Fasina dan Sokhansanj (1993). Peleg dan Bagley (1983) dalam Prambudi (2001) menyatakan bahwa sudut tumpukan bahan <35 memiliki kebebasan bergerak yang baik, sedangkan sudut tumpukan antara 35-45 memiliki kebebasan bergerak sedang.
Rataan sudut tumpukan nyata menurun pada minggu ke- 2. Mulai pada minggu ke-2, pellet mengalami kerusakan, sehingga ukuran partikel menurun. Pellet menjadi lebih mudah mengalir dan menyebabkan semakin kecilnya sudut tumpukan. Hasil pengukuran tidak menunjukkan interaksi signifikan antara ransum perlakuan dan lama penyimpanan terhadap sudut tumpukan (P>0.05).
Tabel 10 Rataan sudut tumpukan (o)
Minggu Ransum Rataan
P0 P1 P2 P3
M0 23.95±0.85 23.66±0.65 23.83±0.45 22.97±0.54 23.60±0.70a
M2 22.08±2.41 21.25±2.56 22.14±1.65 22.90±1.27 22.09±1.93b
M4 23.75±1.81 22.86±1.10 21.82±2.14 21.33±1.80 22.44±1.84b
M6 22.15±1.01 22.29±0.02 22.67±1.14 22.30±0.58 22.35±0.75b
Rataan 22.98±1.72 22.51±1.57 22.62±1.55 22.37±1.25
Huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05). P0= 15% rumput gajah + 85% konsentrat (kontrol), P1= 10% rumput gajah + 5% limbah tauge + 85% konsentrat, P2= 5% rumput gajah + 10% limbah tauge + 85% konsentrat, P3= 15% limbah tauge + 85% konsentrat
Pellet Durability Index (PDI)
Pellet harus memiliki indeks ketahanan (PDI) yang baik sehingga pellet memiliki tingkat kekuatan dan ketahanan yang baik selama proses penanganan dan transportasi. Pengaruh unsur serat terhadap kualitas fisik pellet ditentukan oleh sifat kimiawi unsur penyusun serat. Unsur serat larut dalam air, seperti glukosa, arabinoxylan dan pektin memiliki sifat viskositas yang tinggi, sehingga cenderung meningkatkan pellet durability index sedangkan unsur serat (NDF) yang tidak mudah larut seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin dapat menurunkan daya tahan pellet (Thomas et al. 1998). Berdasarkan hasil sidik ragam, taraf penggunaan limbah tauge dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap nilai durabiliti (P<0.01). Data rataan pelletdurability index disajikan pada Tabel 11.
kekuatan dan ketahanan yang paling baik. Berdasarkan data pada Tabel 11, rataan nilai durabiliti pada pellet penelitian ini adalah 81.62%-91.23%, sehingga seluruh perlakuan masih tergolong baik karena sesuai dengan Dozier (2001) bahwa standar spesifikasi durability index yang digunakan adalah minimum 80%, dan sesuai dengan Murdinah (1989) pellet yang baik adalah pellet yang kompak, kokoh, dan tidak mudah rapuh. Kombinasi penggunaan rumput gajah dan limbah tauge hingga 10% pada penelitian ini dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan pellet yang ditunjukkan oleh tingginya nilai durabiliti P1 dan P2.
Tabel 11 Rataan pellet durability index (%)
Minggu Ransum Rataan
P0 P1 P2 P3
M0 87.676±2.16 92.314±1.30 91.378±1.29 82.854±0.97 88.556±4.07A
M2 88.495±1.94 92.168±1.04 91.973±0.69 82.326±1.20 88.740±4.27A
M4 90.369±2.21 91.497±1.71 93.705±0.78 82.108±0.29 89.420±4.72A
M6 87.694±2.03 87.666±1.80 87.850±1.84 79.208±2.08 85.604±4.19B
Rataan 88.558±2.18B 90.911±2.37A 91.226±2.46A 81.624±1.88C
Huruf besar yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01). P0= 15% rumput gajah + 85% konsentrat (kontrol), P1= 10% rumput gajah + 5% limbah tauge + 85% konsentrat, P2= 5% rumput gajah + 10% limbah tauge + 85% konsentrat, P3= 15% limbah tauge + 85% konsentrat.
Pellet mengalami penurunan kualitas fisik akibat faktor bahan pengemas berupa karung plastik yang berpori-pori dan faktor suhu dan kelembaban lingkungan ruang penyimpanan yang berpengaruh menurunkan kekuatan dan ketahanan pellet selama masa penyimpanan. Durabiliti pellet sangat nyata menurun pada minggu ke-6, sehingga daya simpan pellet dengan kualitas yang maksimal pada penelitian ini memiliki ketahanan sampai kurang lebih empat minggu. Interaksi antara kedua faktor perlakuan tidak mempengaruhi nilai durabiliti (P>0.05)
Hubungan antara Ukuran Partikel dengan Kerapatan Pemadatan Tumpukan
Gambar 6 Hubungan antara ukuran partikel dengan kerapatan pemadatan tumpukan
Hubungan antara Ukuran Partikel dengan Pellet Durability Index
Hasil penelitian menunjukkan hubungan antara ukuran partikel dengan durabiliti memiliki korelasi positif yang mengikuti persamaan y = 7.003x + 0.253 dengan keeratan hubungan 0.369 (Gambar 7). Nilai durabiliti sebesar 13.6% dipengaruhi oleh nilai ukuran partikel pellet. Nilai ukuran partikel mempengaruhi besarnya persentase durabiliti pellet. Ukuran partikel dan tekstur bahan penyusun ransum yang halus menghasilkan nilai ukuran partikel pellet yang kecil dan menunjukkan tingkat kekuatan lebih rendah dibandingkan pellet yang memiliki ukuran partikel besar. Semakin tinggi ukuran partikel maka semakin tinggi nilai durabiliti, artinya semakin tinggi pula tingkat kekuatan pellet tersebut.
Gambar 7 Hubungan antara ukuran partikel dengan durabiliti y = -37.53x + 1074
11.80 12.00 12.20 12.40 12.60 12.80 13.00
Ker
11.80 12.00 12.20 12.40 12.60 12.80 13.00
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Taraf kombinasi rumput gajah dengan limbah tauge sangat berpengaruh meningkatkan nilai ukuran partikel dan ketahanan pellet, serta menurunkan kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan. Proses penyimpanan menurunkan kualitas sifat fisik pellet yang secara umum ditandai dengan tumbuhnya jamur yang disebabkan oleh faktor bahan pengemas dan lingkungan ruang penyimpanan. Nilai berat jenis dan kerapatan tumpukkan pellet dipengaruhi oleh adanya interaksi antara perbedaan jenis ransum dengan lamanya waktu penyimpanan. Semakin tinggi ukuran partikel pellet maka semakin rendah kerapatan pemadatan tumpukan dan semakin tinggi nilai ketahanan pellet (PDI). Berdasarkan hasil penelitian, pellet dengan kombinasi 5% rumput gajah + 10% limbah tauge (P2) menghasilkan kualitas sifat fisik pellet terbaik karena memiliki ukuran partikel tinggi, membutuhkan volume ruang penyimpanan yang tidak terlalu tinggi, memiliki kekuatan dan ketahanan (PDI) paling baik serta menurunkan harga pakan.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian di atas, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang limbah tauge dengan menaikan level penggunaanya dalam ransum komplit pellet kelinci lokal jantan ataupun membandingkan kualitas fisik pellet penelitian dengan pellet komersil.
DAFTAR PUSTAKA
Behnke KC. 2001. Processing factors influencing pellet quality. Feed Tech. 5 (4): 1-7.
Dozier WA. 2001. Pellet quality for more economical poultry meat. J Feed
International. 52 (2): 40-42.
Fasina OO, Sokhansanj. 1993. Effect of moisture content on bulk handling properties of alfafa pellets. J Canad Agric Engin. 35 (4): 269-273.
Henderson SM, Perry RL. 1981. Agricultural Process Engineering. Pratomo M, penerjemah. Jakarta (ID): Direktorat Pendidikan Tinggi. Dinas P & K. Khalil. 1999.Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap sifat fisik
pakan lokal: kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan tumpukan dan berat jenis. Med Pet. 22 (1): 1-11.
Knott J, Shurson J, Goihl J. 1997. Variation in particle size and bulk density of distiller’s dried grains with solubles (DDGS) produced by “New Generation” ethanol plants in Minnesota and South Dakota. [Internet]. Minnesota (US): Univ of Minn. [Diunduh 2013 Agustus 8]. Tersedia pada: 17http://www.ddgs.umm.edu/prod/groups/cfans/@pub/@cfans?@ansci/do cument/asset/ddgs-techinfo-pro-27.pdf
Maertens L, Villamide MJ. 1998. Feeding Systems for Intensive Production. Di dalam: De Blas C, Wiseman J,editor. The Nutrition of the Rabbit. Wallingford Oxon (UK): CABI Publishing, CAB International. hlm 255-272.
Mukti J. 2013. Subtitusi rumput gajah dengan limbah tauge dalam ransum bentuk pellet terhadap performa dan nilai komersil kelinci lokal jantan persilangan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Murdinah. 1989. Studi stabilitas dalam air dan daya pikat makanan udang berbentuk pellet [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Prambudi E. 2001. Sifat fisik dan kandungan protein tepung bahan pakan hasil pengolahan limbah cair industri tempe dengan penambahan berbagai sumber pati [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rahayu S, Diapari D, Wandito DS, Ifafah WW. 2010. Survey potensi ketersediaan limbah tauge sebagai pakan ternak alternatif di Kodya Bogor [laporan penelitian]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Santoso U. 1987. Limbah Bahan Ransum Unggas yang Rasional. Jakarta (ID): Bhatara Karya Aksara.
Singh RP, Heldman DR. 1984. Food Process Engineering. Westport, Connecticut (US): The AVI Publishing Co, Inc.
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Sumantri B, penerjemah. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Principles and Prosedures of Statistics.
Suadnyana IW. 1998. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap perubahan sifat fisik pakan lokal sumber protein [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Syarief R, Irawati A. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Jakarta (ID): Media Sarana Perkasa.
Thomas MT, van Vliet T, van der Poel AFB. 1998. Physical quality of pelleted animal feed 3: contribution of feedstuff components. J Anim Feed Sci Tech. 70: 59-78.
Wilkinson GN, Rogers CE. (1973). Symbolic description of factorial models for analysis of variance. J Royal Stat Soc. 22: 392–399.
Wirakartakusumah MA, Abdullah K, Syarif AM. 1992. Sifat Fisik Pangan. Bogor (ID): Depdikbud, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 1 Hasil analisis ragam ukuran partikel
SK Db JK KT Fhit Sig.
Perlakuan 15 2.031 0.135
Jenis ransum (A) 3 1.308 0.436 14.276 0.000
Minggu (B) 3 0.463 0.154 5.059 0.004
A*B 9 0.259 0.029 0.944 0.497
Galat 48 1.466 0.031
Total 63 3.496
SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig: signifikansi.
Lampiran 2 Uji jarak Duncan ukuran partikel
Jenis ransum N Pengelompokan dengan alpha = 0.01
1 2
Ransum 0 16 12.316
Ransum 3 16 12.516
Ransum 2 16 12.661
Ransum 1 16 12.667
Sig 1.000 .024
Nilai kesalahan menggunakan kuadrat tengah = .031
Minggu N Pengelompokan dengan alpha = 0.01
1 2
Minggu 6 16 12.398
Minggu 4 16 12.554 12.554
Minggu 2 16 12.593
Minggu 0 16 12.615
Sig 1.000 .353
Nilai kesalahan menggunakan kuadrat tengah = .031
Lampiran 3 Hasil analisis ragam berat jenis
SK Db JK KT Fhit Sig.
Perlakuan 15 33582.699 2238.847
Jenis ransum (A) 3 3591.101 1197.034 2.241 0.095
Minggu (B) 3 15440.688 5146.896 9.638 0.000
A*B 9 14550.910 1616.768 3.027 0.006
Galat 48 25633.558 534.032
Total 63 59216.257
Lampiran 4 Uji Jarak Duncan berat jenis
Minggu N Pengelompokan dengan alpha = 0.01
1 2 3
Minggu 0 16 1163.2
Minggu 2 16 1174.0 1174.0
Minggu 4 16 1191.6 1191.6
Minggu 6 16 1203.4
Sig .186 .035 .153
Nilai kesalahan menggunakan kuadrat tengah = 526.329
Interaksi N Pengelompokan dengan alpha = 0.01
1 2 3
2_0 4 1143.2
3_0 4 1143.2
3_2 4 1153.8 1153.8
0_0 4 1165.4 1165.4 1165.4
1_4 4 1165.4 1165.4 1165.4
1_2 4 1176.9 1176.9 1176.9
2_2 4 1176.9 1176.9 1176.9
1_6 4 1188.5 1188.5 1188.5
0_2 4 1188.5 1188.5 1188.5
3_4 4 1188.5 1188.5 1188.5
0_4 4 1200.0 1200.0
3_6 4 1200.0 1200.0
1_0 4 1201.0 1201.0
0_6 4 1212.5
2_4 4 1212.5
2_6 4 1212.5
Sig. .020 .016 .018
Lampiran 5 Hasil analisis ragam kerapatan tumpukan
SK Db JK KT Fhit Sig.
Perlakuan 15 26013.878 1734.259
Jenis ransum (A) 3 2766.599 922.200 10.138 0.000
Minggu (B) 3 19871.865 6593.955 72.486 0.000
A*B 9 3465.414 385.046 4.233 0.000
Galat 48 4366.469 90.968
Total 63 30380.347
SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig: signifikansi.
Lampiran 6 Uji jarak Duncan kerapatan tumpukan
Jenis ransum N Pengelompokan dengan alpha = 0.01
1 2 3
Ransum 1 16 542.1
Ransum 2 16 550.1 550.1
Ransum 0 16 555.4 555.4
Ransum 3 16 559.7
Sig .022 .120 .212
Nilai kesalahan menggunakan kuadrat tengah = 90.934.
Minggu N Pengelompokan dengan alpha = 0.01
1 2 3
Minggu 0 16 524.0
Minggu 2 16 549.5
Minggu 6 16 565.7
Minggu 4 16 568.0
Sig 1.000 1.000 .487
interaksi N Nilai kesalahan menggunakan kuadrat tengah = 90.934.
Lampiran 7 Hasil analisis ragam kerapatan pemadatan tumpukan
SK Db JK KT Fhit Sig.
SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig: signifikansi.
Lampiran 8 Uji jarak Duncan kerapatan pemadatan tumpukan
Jenis ransum N Pengelompokan dengan alpha = 0.01
1 2
Minggu N Pengelompokan dengan alpha = 0.01
1 2 3
Minggu 0 16 581.153
Minggu 2 16 595.377
Minggu 4 16 615.241
Minggu 6 16 622.241
Sig 1.000 1.000 .153
Nilai kesalahan menggunakan kuadrat tengah = 186.150
Lampiran 9 Hasil analisis ragam sudut tumpukan
SK Db JK KT Fhit Sig.
Perlakuan 15 49.994 2.933
Jenis ransum (A) 3 3.272 1.091 0.524 0.668
Minggu (B) 3 21.518 7.173 3.449 0.024
A*B 9 19.205 2.134 1.026 0.434
Galat 48 99.834 2.080
Total 63 143.828
SK: sumber keragaman, JK: jumlah kuadrat, db: derajat bebas, KT: kuadrat tengah, Fhit: nilai F, Sig: signifikansi.
Lampiran 10 Uji jarak Duncan sudut tumpukan
Minggu N Pengelompokan dengan alpha = 0.05
1 2
Minggu 2 16 22.094
Minggu 6 16 22.353
Minggu 4 16 22.440
Minggu 0 16 23.602
Sig .529 1.000
Nilai kesalahan menggunakan kuadrat tengah = 2.080
Lampiran 11 Hasil analisis ragam durabiliti
SK Db JK KT Fhit Sig.
Perlakuan 15 1138.907 75.927
Jenis ransum (A) 3 957.178 319.059 129.999 0.000
Minggu (B) 3 137.369 45.790 18.657 0.000
A*B 9 44.360 4.929 2.008 0.059
Galat 48 117.807 2.454
Total 63 1256.714
Lampiran 12 Uji jarak Duncan Durabiliti
Jenis ransum N Pengelompokan dengan alpha = 0.01
1 2 3
Ransum 3 16 81.624
Ransum 0 16 88.558
Ransum 1 16 90.911
Ransum 2 16 91.227
Sig 1.000 1.000 .571
Nilai kesalahan menggunakan kuadrat tengah = 2.454
Jenis ransum N Pengelompokan dengan alpha = 0.01
1 2
Minggu 6 16 85.604
Minggu 0 16 88.556
Minggu 2 16 88.740
Minggu 4 16 89.420
Sig 1.000 .147
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 06 Februari 1990 di Malang, Jawa Timur. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ir. Agus Sudiarto dan Ibu Ir. Laily. Pendidikan menengah pertama penulis di SMPN 2 Bogor dan diselesaikan pada tahun 2005. Penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 3 Bogor dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2008, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Peternakan Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan melalui jalur
Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama masa pendidikan, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan dalam kampus. Penulis aktif sebagai anggota pada UKM Capoeira dan MAX!! Institut Pertanian Bogor tahun 2009 – 2010. Penulis menjadi peserta IAC tahun 2009 dan 2011 kategori tari kontemporer dan menjadi peserta OMI 2010 dan 2011 kategori senam aerobic. Penulis juga menjadi juara 1 FST kategori solo vocal tahun 2010, juara 2 kategori solo vocal dan juara 1 kategori vocal group 2011. Penulis mengikuti kepanitiaan Meet Cowboy 47 tahun 2011. Selain itu penulis juga aktif mengisi acara di IPB bersama tim vocal group INTP 45 dan penulis juga aktif mengikuti keorganisasian luar kampus.