• Tidak ada hasil yang ditemukan

Induksi Pematangan Gonad Anguilla Bicolor Bicolor Ukuran 100-150 Gram Secara Hormonal Menggunakan Pmsg, Ad, Dan M

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Induksi Pematangan Gonad Anguilla Bicolor Bicolor Ukuran 100-150 Gram Secara Hormonal Menggunakan Pmsg, Ad, Dan M"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

INDUKSI PEMATANGAN GONAD Anguilla bicolor bicolor

UKURAN 100-150 GRAM SECARA HORMONAL

MENGGUNAKAN PMSG, AD, DAN MT

NADIA MEGA ARYANI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Induksi Pematangan Gonad Anguilla bicolor bicolor Ukuran 100-150 gram Secara Hormonal Menggunakan PMSG, AD, dan MT adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2015

Nadia Mega Aryani

(4)

RINGKASAN

NADIA MEGA ARYANI. Induksi Pematangan Gonad Anguilla bicolor bicolor

Ukuran 100-150 gram Secara Hormonal Menggunakan PMSG, AD, dan MT. Dibimbing oleh AGUS OMAN SUDRAJAT dan ODANG CARMAN.

Usaha penyediaan induk ikan sidat (Anguilla bicolor bicolor) tidak mudah karena terkendala dengan sifat ikan sidat yang hermaprodit protandri dan katadromus menyulitkan proses sinkronisasi pematangan induk jantan maupun betina. Oleh karena itu, induksi hormonal sangat diperlukan untuk dapat mempercepat kematangan gonad ikan sidat. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peran induksi hormonal menggunakan PMSG (Pregnant Mare Serum Gonadotropin), AD (Anti Dopamin), dan MT (17α-Metiltestosteron) atau kombinasinya yang disuntikkan pada ikan sidat dalam mempercepat pematangan gonad ikan sidat ukuran 100-150 g.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen rancangan acak lengkap dengan kombinasi hormon PMSG, AD, dan MT sebagai berikut P1 (10 IU PMSG/kg + 0,01 mg AD/kg); P2 (20 IU PMSG/kg + 0,01 mg AD/kg); P3 (10 IU PMSG/kg + 0,01 mg AD/kg + 150 µg MT/kg); P4 (20 IU PMSG/kg + 0,01 mg AD/kg + 150 µg MT/kg); dan P5 (kontrol; tanpa perlakuan hormon). Ikan yang digunakan adalah ikan sidat yang berasal dari pembudidaya di Gadog, Bogor sebanyak 120 ekor dengan ukuran 120,56±2,27 g/ekor (38,2±0,43 cm). Ikan sidat disuntik secara intramuskular setiap minggu selama delapan minggu pemeliharaan. Parameter yang diamati antara lain pertambahan panjang, pertambahan bobot, indeks gonadosomatik (IGS), indeks hepatosomatik (IHS), tingkat kematangan gonad (TKG), level testosteron dan gonadotropin, nisbah kelamin, serta status kelamin.

Hasil penelitian menunjukkan pertambahan panjang dan bobot tertinggi ditunjukkan oleh 20 IU PMSG/kg + 0,01 mg AD/kg + 150 µg MT/kg dan 10 IU PMSG/kg + 0,01 mg AD/kg + 150 µg MT/kg. Indeks gonadosomatik tertinggi diperoleh dari perlakuan 10 IU PMSG/kg + 0,01 mg AD/kg + 150 µg MT/kg (1,30±0,24 pada minggu kedelapan). Hasil histologi gonad ditemukan perkembangan testis TKG II pada 10 IU PMSG/kg + 0,01 mg AD/kg + 150 µg MT/kg di minggu kedelapan. Konsentrasi FSH dan LH sangat kecil jika dibandingkan dengan konsentrasi T pada penelitian ini namun secara keseluruhan konsentrasi T, FSH, dan LH meningkat di waktu yang bersamaan (minggu kedelapan).

Peningkatan konsentrasi plasma T ternyata dapat menginduksi permulaan perkembangan testis yang ditunjukkan dengan munculnya spermatogenesis. Selain itu, level plasma T yang meningkat memiliki hubungan juga dengan peningkatan bobot gonad testis sepanjang siklus reproduksi.

Penyuntikan ikan sidat yang berukuran 100-150 g dengan kombinasi 10 IU PMSG/kg + 0,01 mg AD/kg + 150 µg MT/kg ikan dapat mempercepat pematangan testis mencapai TKG II dalam dua bulan. Penambahan MT dalam kombinasi hormon PMSG dan AD dapat lebih mempercepat pematangan gonad jantan.

(5)

SUMMARY

NADIA MEGA ARYANI. Hormonal induction of Anguilla bicolor bicolor gonadal maturation Size 100-150 gram Using PMSG, AD, and MT. Supervised by AGUS OMAN SUDRAJAT and ODANG CARMAN.

Eel (Anguilla bicolor bicolor) characteristics as protandric hermaphrodite and catadromus fish have hampered the sincronization of male and female maturation process thus becoming a constraint in supplying its broodstocks. Hormonal induction was expected to help enhancing eel gonadal maturation. This study was aimed to evaluate the effect of hormonal induction using PMSG (Pregnant Mare Serum Gonadotropin), AD (Antidopamin), and MT (17α -Methyltestosterone) through injection to enhance eel gonadal maturation at the size of 100-150 g.

The experiment used completely random design with combination of PMSG, AD, and MT as the treatments, which were P1 (10 IU PMSG/kg + 0,01 mg AD/kg); P2 (20 IU PMSG/kg + 0,01 mg AD/kg); P3 (10 IU PMSG/kg + 0,01 mg AD/kg + 150 µg MT/kg); P4 (20 IU PMSG/kg + 0,01 mg AD/kg + 150 µg MT/kg); and P5 (control; without hormonal treatment). The experimental eel were taken from Gadog, Bogor, as many as 120 individuals in total, at the initial weight of 120,56±2,27 g/ind, and length 38,2±0,4 cm. Fish were given hormonal injection intramuscularly once a week during 8 week of rearing period. Parameters observed were fish length, fish weight, gonadosomatic index (GSI), hepatosomatic index (HSI), gonadal maturity level, testosteron and gonadothropin level, sex ratio, and sex status.

The result showed that the highest increasing of fish length and weight were presented in treatment 20 IU PMSG/kg + 0,01 mg AD/kg + 150 µg MT/kg and 10 IU PMSG/kg + 0,01 mg AD/kg + 150 µg MT/kg. The highest gonadosomatic index value was obtained by treatment 10 IU PMSG/kg + 0,01 mg AD/kg + 150 µg MT/kg (1,30±0,24 in 8 week). Based on gonadal histology analysis, second phase of testis development was found in 10 IU PMSG/kg + 0,01 mg AD/kg + 150 µg MT/kg in week-8. FSH and LH concentration were very low compared T concentration in this study, however T hormone, FSH, and LH concentration have increased in the same time (week-8).

The increasing of T plasma could induce the onset of testis development, shown by the appearance of spermatogenesis. The increasing of T plasma level also has related to the increasing of testis weight during reproduction cycle.

Injection of eel size 100-150 g with combination of 10 IU PMSG/kg + 0,01 mg AD/kg + 150 µg MT/kg could enhance gonadal maturation second phase of testis development in two months. MT addition into the combination of PMSG and AD could accelerate gonadal maturation and growth of the eel.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

INDUKSI PEMATANGAN GONAD Anguilla bicolor bicolor

UKURAN 100-150 GRAM SECARA HORMONAL

MENGGUNAKAN PMSG, AD, DAN MT

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)

Judul Tesis : Induksi Pematangan Gonad Anguilla bicolor bicolor Ukuran 100-150 gram Secara Hormonal Menggunakan PMSG, AD, dan MT Nama : Nadia Mega Aryani

NIM : C151114081

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Agus Oman Sudrajat, MSc Ketua

Dr Ir Odang Carman, MSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Akuakultur

Dr Ir Widanarni, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini yang berjudul Induksi Pematangan Gonad

Anguilla bicolor bicolor Ukuran 100-150 gram Secara Hormonal Menggunakan PMSG, AD, dan MT berhasil diselesaikan. Tesis ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Agus Oman Sudrajat, MSc dan Bapak Dr Ir Odang Carman, MSc selaku pembimbing, serta Ibu Dr Dinamella Wahjuningrum, SSi, Msi atas kritik dan saran dan Ibu Dr Ir Widanarni, MSi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda Dwi Priantoro, Ibunda Samirah, Abdullah Syafi’i, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Apriana Vinasyiam, Aprelia M. Tomasoa, Hadra Fi Ahlina, teman-teman pascasarjana Ilmu Akuakultur 2011 dan 2012, serta teman-teman kos Puri Prasetya atas bantuannya selama penelitian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Hipotesis 4

2 METODE 4

Waktu dan Tempat 4

Materi Uji 4

Prosedur Penelitian 5

Parameter Pengamatan 6

Analisis Data 9

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Hasil 10

Pertambahan Panjang 10

Pertambahan Bobot 11

Indeks Gonadosomatik(IGS) 12

Indeks Hepatosomatik(IHS) 13

Tingkat Kematangan Gonad 14

Nisbah Kelamin 16

Level Testosteron dan Gonadotropin 17

Status Kelamin 18

Pembahasan 19

4 SIMPULAN DAN SARAN 22

Simpulan 22

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 26

(12)

DAFTAR TABEL

1 Ciri-ciri perkembangan testis ikan sidat 8

2 Nilai rata-rata dan standar deviasi pertambahan panjang pada setiap

perlakuan selama pemeliharaan 10

3 Nilai rata-rata dan standar deviasi pertambahan bobot pada setiap

perlakuan selama pemeliharaan 11

4 Nilai rata-rata dan standar deviasi IGS pada setiap perlakuan selama

pemeliharaan 12

5 Nilai rata-rata dan standar deviasi IHS pada setiap perlakuan selama

pemeliharaan 13

6 Pengamatan makroskopik gonad ikan sidat pada setiap perlakuan

selama pemeliharaan 14

7 Nisbah kelamin ikan sidat pada setiap perlakuan selama pemeliharaan 16 8 Status kelamin ikan sidat setiap perlakuan selama pemeliharaan 19

DAFTAR GAMBAR

1 Pertambahan panjang ikan sidat pada setiap perlakuan selama

pemeliharaan 10

2 Pertambahan bobot ikan sidat pada setiap perlakuan selama

pemeliharaan 11

3 Indeks gonadosomatik (IGS) ikan sidat setiap perlakuan selama

pemeliharaan 12

4 Indeks hepatosomatik (IHS) ikan sidat setiap perlakuan selama

pemeliharaan 13

5 Struktur histologis testes ikan sidat pada minggu ke-0 (M0) dan

minggu ke-8 (M8) 15

6 Konsentrasi T dalam darah ikan sidat setiap perlakuan selama

pemeliharaan 17

7 Konsentrasi FSH dalam darah ikan sidat setiap perlakuan selama

pemeliharaan 18

8 Konsentrasi LH dalam darah ikan sidat setiap perlakuan selama

pemeliharaan 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 Prosedur pembuatan histologi gonad 27

2 Prosedur pengukuran profil hormon dengan ELISA (Enzym-Linked

Immuno Sorbent Assay) 28

(13)
(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan sidat (Anguilla sp.) merupakan salah satu ikan konsumsi yang banyak dijual di Jepang, Korea Selatan, Hongkong, Belanda, Jerman, dan beberapa negara lainnya. Konsumen terbesar ikan sidat di dunia adalah Jepang. Jepang mengimpor ikan sidat untuk konsumsi sebanyak 400 T atau senilai 1.247.000 JPY pada tahun 2011 (Monticini 2014). Produksi ikan sidat dunia yang berasal dari hasil tangkapan mencapai rata-rata 14.000 ton dan ikan sidat yang berasal dari hasil budidaya mencapai rata-rata 241.000 ton pada tahun 2012 (FAO 2012). Salah satu jenis ikan sidat yang ada di Indonesia adalah Anguilla bicolor bicolor. Ikan sidat di Indonesia belum dimanfaatkan secara optimal karena ikan sidat belum banyak dikenal oleh masyarakat padahal ikan sidat banyak ditemukan di perairan Indonesia. Ikan sidat di Indonesia memiliki variasi harga yang beragam, ikan sidat berukuran 100-150 g seharga Rp 200.000/kg, ikan sidat ukuran 150-200 g seharga Rp 180.000/kg, dan ikan sidat ukuran lebih dari 200 g seharga Rp 150.000/kg. Indonesia menjadi salah satu negara yang berpotensi mengembangkan produksi ikan sidat di pasaran lokal maupun internasional.

Budidaya ikan sidat yang berkembang di Indonesia masih terbatas sampai di segmen pembesaran dan belum mencapai usaha pembenihan karena masih menjadi hal yang sulit diketahui. Usaha pembesaran masih mengandalkan benih yang diperoleh dari alam yang semakin hari semakin berkurang jumlahnya akibat faktor alam dan penangkapan berlebih. Pembudidaya ikan sidat melakukan pembesaran ikan sidat sampai ukuran konsumsi. Ikan sidat diduga berjenis kelamin jantan pada saat benih (<300 g) dan berubah menjadi betina pada saat dewasa mencapai ukuran konsumsi (>500 g) namun belum ada upaya lebih lanjut untuk melakukan pembenihan ikan sidat. Ikan sidat hingga saat ini belum dapat dipijahkan secara alami. Oleh sebab itu, pembudidaya perlu melakukan upaya pembenihan ikan sidat secara semi alami. Langkah awal dalam usaha pembenihan ikan sidat secara semi alami adalah dengan upaya pengadaan calon induk sidat agar usaha pembenihan ikan sidat dapat berjalan optimal.

Upaya penyediaan induk ikan sidat tidaklah mudah untuk diterapkan. Hal ini dikarenakan ikan sidat memiliki beberapa keunikan. Pertama, ikan sidat memiliki siklus hidup yang cukup panjang. Telur ikan sidat menjadi lectocephali

secara bertahap meningkatkan ukurannya membutuhkan waktu sekitar 3 tahun (FAO Fisheries and Aquaculture Department (a) 2015). Lectocephali bermigrasi dari laut dalam menuju muara sungai dan berubah menjadi glass eel

membutuhkan waktu 5-6 bulan (Cheng dan Tzeng 1996 dalam Tzeng et al. 2000).

Glass ell yang telah berubah menjadi yellow eel bermigrasi menuju hulu sungai selama kurang lebih 1 bulan. Fase yellow eel cukup lama, tergantung spesies dan habitatnya. Pada Anguilla anguilla, yellow eel jantan mencapai umur 6-12 tahun (30-40 cm) dan betina berumur 10-20 tahun (55-65 cm) (FAO Fisheries and Aquaculture Department (a) 2015) sedangkan pada Japanese eel, fase pertumbuhan yellow eel membutuhkan waktu sekitar 5-15 tahun kemudian

(16)

2

beberapa tahun berada di perairan tawar dan ikan sidat bermetamorfosis menjadi

silver eel, ikan sidat bermigrasi ke hilir sungai dan memasuki perairan laut untuk memijah memakan waktu sampai 2 bulan (Lindberg dan Legeza 1969 dalam FAO Fisheries and Aquaculture Department (b) 2015). Ikan sidat akan mati setelah selesai melakukan pemijahan di laut dalam.

Keunikan ikan sidat yang kedua yaitu ikan sidat termasuk ke dalam spesies gonokoris sekunder (Devlin dan Nagahama 2002) ditandai dengan diferensiasi seks yang tertunda dan penentuan jenis kelamin metagamik (Meliá et al. 2006). Gonad indiferen ditemukan pada ikan sidat Anguilla anguilla dengan ukuran 14,9-24,7 cm. Ukuran panjang gonad sidat indiferen tumpang tindih dengan ukuran panjang gonad sidat interseks (16,0-36,5 cm), dan tumpang tindih pula dengan ukuran panjang gonad sidat jantan (31,9-58,2 cm), sehingga diduga bahwa diferensiasi kelamin sidat jantan terlebih dahulu melalui tahap interseks, sedangkan gonad indiferen dapat langsung berdiferensiasi menjadi ovarium (ukuran sidat betina 25,2-79,5 cm) (Beullens et al. 1997). Pada Anguilla bicolor bicolor dengan ukuran 35-39,5 cm telah menunjukkan gonad yang diduga testes dan pada ukuran 45-47,9 cm telah menunjukkan gonad yang diduga ovarium (Rovara 2007). Variasi perbedaan ukuran induk ikan sidat jantan dan betina pada setiap spesies sidat merupakan hal yang tidak pasti.

Pematangan gonad dan proses vitellogenesis pada ikan sidat sulit berkembang pada kondisi lingkungan budidaya (Ijiri et al. 1998). Agar gonad ikan sidat mampu berkembang dalam kondisi budidaya, maka diperlukan rekayasa hormonal. Rekayasa hormonal ini dapat dilakukan melalui penyuntikan, perendaman, oral, maupun implantasi.

Rekayasa hormonal untuk menginduksi pematangan gonad dapat menggunakan kombinasi dari berbagai jenis hormon. Beberapa alternatif hormon yang masih jarang diuji coba pada usaha pematangan gonad sidat jantan antara lain penggunaan Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) dan Anti Dopamin

(AD). Penyuntikan kombinasi 20 IU PMSG dan 10 ppm AD pada ikan sidat ukuran 150 g dapat menginduksi perkembangan gonad pada minggu keenam selama delapan minggu penelitian (Ahlina 2015).

Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) merupakan glikoprotein kompleks yang diperoleh dari serum kuda hamil dan berperan seperti Luiteneizing Hormone (LH) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH) (Gallego et al. 2012) tetapi pengaruh FSH lebih besar dibandingkan dengan LH (Hafez 2000). Masa paruh PMSG cukup panjang bila dibandingkan dengan hormon gonadotropin lainnya. Hal ini dikarenakan PMSG memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi terutama pada gugus asam sialat (Wahyuningsih 2012).

Antidopamin (AD) adalah suatu zat kimia yang dapat menghambat kerja dopamin. Dopamin menghambat pematangan gonad dengan menstimulasi sekresi hormon penghambat perkembangan gonad (GIH) (Fingerman 1997). Neurotransmitter yang menghambat pematangan gonad dapat dihambat oleh antidopamin sehingga mempercepat proses pematangan gonad.

(17)

3 perubahan morfologis atau fisiologis pada musim pemijahan atau produksi feromon (Yamazaki 1983, Hachfi et al. 2012). Hormon steroid yang digunakan untuk merangsang perubahan kelamin yaitu hormon estrogen dan hormon androgen. Hormon androgen merupakan salah satu contoh hormon steroid yang dihasilkan oleh testis dan berfungsi menstimulasi tahap akhir proses spermatogenesis, meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas ekskresi dari organ kelamin pelengkap, pemeliharaan dari kelamin sekunder dan sexual behavior,

serta maskulinisasi (Ganong 1995 dalam Triajie 2008). Salah satu hormon yang banyak dipakai adalah 17α-Metilestosteron(MT) karena bersifat stabil dan mudah dalam penanganannya (Yamazaki 1983).

Ohta & Takano (1996) menginduksi pematangan testicular pada elver

Anguilla japonica (bobot tubuh kurang dari 5 g) melalui pakan dengan dosis 100 µg/g selama 45 hari. Jumlah ikan sidat tertinggi dalam fase spermiogenesis, memiliki saluran sperma, dan fase spermiasi ditemukan pada ikan sidat yang diberi perlakuan pada hari ke-45. Pemberian hormon MT pada ikan sidat Anguilla bicolor bicolor berukuran 10-15 cm dengan dosis 100 mg/kg melalui pakan selama 45 hari dapat menghasilkan 80% ikan sidat jantan dan dengan dosis MT 100 mg/kg pakan selama 30 hari menghasilkan 100% ikan sidat interseks (Rovara 2007).

Perumusan Masalah

Reproduksi pada ikan dikontrol oleh axis hipotalamus-pituitari-gonad (HPG). Sinyal dari otak mengontrol sekresi hipotalamus terhadap gonadothropin-releasing hormone (GnRH). MT akan menstimulasi hipotalamus dan pituitari. Anti dopamin akan memblok dopamin yang dapat menghambat sekresi hipotalamus terhadap GnRH. GnRH dan PMSG menstimulasi adenofisis untuk melepaskan gonadotropin (GTH): luteinizing hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH). Gonadotropin menstimulasi perkembangan gonad dan produksi hormon steroid: 17β-estradiol (E2) pada betina, testosteron (T) dan paling dominan 11-ketosteron (11-KT) pada jantan, dan maturation-inducing hormone (MIHs) terutama 17α,20α-dihidroxiprogesteron (17,20αP) pada kedua jenis kelamin.

Pada testis, FSHR (FSH receptors) terdapat di sel sertoli dan LHR (LH

receptors) terdapat di sel leydig. FSH akan menstimulasi proliferasi sel sertoli dan spermatogenesis sedangkan LH memicu sintesis androgen.

(18)

4

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peran induksi hormonal menggunakan PMSG, AD, dan MT atau kombinasinya yang disuntikkan pada ikan sidat dalam mempercepat pematangan gonad ikan sidat ukuran 100-150 g.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang lebih rinci tentang proses pematangan gonad pada ikan sidat.

Hipotesis

Penyuntikan hormon PMSG, AD, dan MT atau kombinasinya mampu menginduksi pematangan gonad ikan sidat.

2

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2014. Pemeliharaan ikan dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pengujian konsentrasi testosteron dan gonadotropin dilakukan di Laboratorium Unit Reproduksi dan Rehabilitasi, Departemen Reproduksi Klinik dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan.

Materi Uji

Bahan yang digunakan pada penelitian adalah ikan dan hormon. Ikan uji yang digunakan adalah ikan sidat Anguilla bicolor bicolor yang berasal dari pembudidaya di Gadog, Bogor. Ikan sidat yang digunakan berjumlah 120 ekor dan berukuran 120,56±2,27 g/ekor (38,2±0,4 cm).

Hormon yang digunakan adalah PMSG, AD, dan MT. Dosis PMSG yang diberikan adalah 10 dan 20 IU/kg, AD sebesar 0,01 mg/kg, dan MT sebesar 150 µg/kg. Perlakuan yang akan diuji adalah kombinasi penggunaan PMSG, AD, dan MT:

P1 : 10 IU PMSG/kg + 0,01 mg AD/kg P2 : 20 IU PMSG/kg + 0,01 mg AD/kg

(19)

5

Prosedur Penelitian

Persiapan Wadah

Wadah yang digunakan untuk aklimatisasi berupa bak berbentuk persegi empat berdinding keramik dengan ukuran 2x2x1 m. Sebelum ikan sidat dimasukkan ke dalam bak, bak terlebih dahulu dibersihkan dari kotoran dan mikroorganisme. Bak yang sudah bersih diisi air tawar sampai ketinggian 30 cm dan dilengkapi dengan aerasi dan filter (lampiran 3). Setelah diisi air, lima buah waring ditempatkan di dalam bak dengan ukuran 50x50x70 cm dan diberi pemberat di bagian dasar waring. Air dalam bak didiamkan selama tiga hari sebelum ikan sidat dimasukkan ke dalam waring. Masing-masing waring disediakan shelter berupa paralon sepanjang 60 cm dengan diameter 3 inch sebanyak tiga buah.

Persiapan dan Pemeliharaan Ikan Uji

Ikan sidat sebanyak 120 ekor dari Gadog, Bogor dibawa dalam plastik yang berisi air dan ditambahkan oksigen serta es batu secukupnya menuju Laboratorium Fisiologi Hewan Air, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Setelah tiba di laboratorium, ikan sidat dimasukkan ke dalam bak berisi air tawar dengan ketinggian air 50 cm untuk diaklimatisasi (lampiran 3).

Dua hari setelah diaklimatisasi, semua ikan ditimbang bobot dan diukur panjangnya, kemudian dimasukkan ke dalam waring. Setiap waring berisi 24 ekor. Ikan diadaptasi dengan air laut secara perlahan selama lima hari. Pada hari pertama, air tawar dalam bak diturunkan sampai ketinggian 40 cm kemudian ditambahkan air laut sampai ketinggian air menjadi 50 cm (10 ppt). Selanjutnya pada hari kedua, air dalam bak diturunkan kembali sampai ketinggian 30 cm kemudian ditambahkan air laut sampai ketinggian air menjadi 50 cm (15 ppt). Hari ketiga, air dalam bak diturunkan kembali sampai ketinggian 20 cm kemudian ditambahkan air laut sampai ketinggian air menjadi 50 cm (21,7 ppt). Air dalam bak kembali diturunkan kembali sampai ketinggian 10 cm dan ditambahkan air laut sampai ketinggian 50 cm (25,5 ppt) pada hari keempat. Air dalam bak diturunkan 10 cm dan ditambahkan air laut sampai ketinggian 50 cm (30 ppt).

Kualitas air yang diukur meliputi suhu, oksigen terlarut (DO), pH, dan salinitas. Pengukuran kualitas air dilakukan sekali setiap minggu. Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas air sebagai media pemeliharaan yang bisa mengganggu pertumbuhan ikan sidat apabila tidak dikontrol. Suhu air selama penelitian berkisar antara 27-28°C, oksigen terlarut berkisar antara 7,0-7,3 ppm, pH berkisar antara 6,7-6,8, dan salinitas 25-30 ppt.

Ikan sidat dipelihara selama delapan minggu. Ikan sidat diberi pakan komersil dengan kandungan protein 46%. Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari yaitu pada pukul 09.00 dan 16.00 WIB sebanyak 3% dari bobot total ikan sidat. Filter dibersihkan setiap tiga hari sekali dan penggantian air dilakukan sebanyak jumlah air yang terbuang.

Penyuntikan Ikan Sidat

(20)

6

1 ml/0,5 L air. Ikan sidat dibius dalam wadah air laut yang diberi stabilizer kemudian didiamkan selama 2-3 menit. Setelah ikan sidat pingsan, panjang dan bobot tubuh ikan sidat diukur. Panjang tubuh ikan sidat diukur menggunakan penggaris dengan ketelitian 1 mm dan bobot tubuh menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,01 g (lampiran 3). Pengukuran panjang dan bobot tubuh ikan digunakan sebagai parameter pertambahan panjang ikan sidat, pertambahan bobot mutlak ikan sidat, dan perhitungan dosis hormon yang akan disuntikkan pada ikan sidat.

Penelitian dilakukan dengan menyuntikkan hormon PMSG, AD, dan MT atau kombinasinya pada ikan sidat. Penyuntikan dilakukan secara intramuskular setiap satu minggu sekali selama delapan minggu dengan dosis penyuntikan 0,001 cc dari bobot tubuh ikan sidat.

Pengambilan Sampel Gonad, Hati, dan Darah

Pengambilan sampel gonad untuk mengamati dan menganalisa status kelamin, tingkat kematangan gonad (TKG), nisbah kelamin, dan indeks gonadosomatik (IGS) dilakukan sebanyak lima kali yaitu pada minggu ke-0 (awal pemeliharaan), 2, 4, 6, dan 8. Pengambilan sampel hati untuk mengamati dan mengamati indeks hepatosomatik(IHS) dilakukan sebanyak lima kali yaitu pada minggu ke-0 (awal pemeliharaan), 2, 4, 6, dan 8. Pengambilan sampel darah untuk menganalisa profil hormon testosteron dan gonadotropin (FSH dan LH) pada minggu ke-0, 4, dan 8. Ikan sidat yang diambil untuk pengamatan sebanyak tiga ekor dari setiap perlakuan.

Parameter Pengamatan

Pertambahan Panjang

Pertambahan panjang dihitung menggunakan persamaan:

PP = Pt – P0

Keterangan: PP = pertambahan panjang (cm)

Pt = panjang rata-rata ikan pada saat pengamatan (cm) P0 = panjang rata-rata ikan pada awal penelitian (cm)

Pertambahan Bobot

Pertambahan bobot dihitung menggunakan persamaan: PB = Bt – B0

Keterangan: PB = pertambahan bobot (g)

(21)

7

Indeks Gonadosomatik(IGS)

GSI dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot gonad dengan bobot tubuh ikan dengan persamaan berikut:

IGS = (Bg / Bt) x 100 Keterangan : IGS = indeks gonadosomatik (%) Bg = bobot gonad (g)

Bt = bobot tubuh (g)

Indeks Hepatosomatik(IHS)

HSI dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot hati dengan bobot tubuh ikan dengan persamaan berikut:

Pengamatan tingkat kematangan gonad ikan sidat dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Makroskopis dilakukan secara visual antara lain dengan melihat bentuk dan warna gonad sedangkan secara mikroskopis diamati dari sediaan histologis gonad dari beberapa ikan yang dipilih secara acak yang dibuat menjadi preparat histologis. Klasifikasi makroskopik gonad Anguilla anguilla L. menurut Beullens et. al. (1997) sebagai berikut:

1. Gonad indiferen awal: gonad berupa benang transparan tipis.

2. Gonad indiferen akhir: gonad berupa benang transparan dengan lekukan-lekukan kecil.

3. Gonad interseks awal: gonad berupa benang transparan dengan lekukan-lekukan yang lebih dalam sehingga gonad terbagi menjadi lobus-lobus. 4. Gonad interseks akhir : gonad berlobus, berwarna putih, lekukan hampir

mencapai bagian dorsal gonad.

5. Tahap pembentukan tubuli testes: gonad bertambah panjang, mengandung lobus yang saling terpisah satu sama lain dan lekukan mencapai bagian dorsal gonad.

6. Ovarium awal: gonad berupa pita transparan dengan beberapa lipatan-lipatan.

7. Tahap pembentukan oosit: Gonad berupa pita berwarna pink transparan dengan lipatan-lipatan transversal hampir mencapai setengah dari lebar gonad.

(22)

8

Miura et al. (1991) dan Miura dan Miura (2011) mengidentifikasi lima tahap perkembangan spermatogenesis pada ikan sidat yaitu 1) terdapat spermatogonia tipe A dan spermatogonia tipe B awal, 2) spermatogonia tipe B akhir, 3) spermatosit primer dan sekunder, 4) spermatid, dan 5) spermatozoa. Tabel 1Ciri-ciri perkembangan testis ikan sidat

Tahap perkembangan

Ciri-ciri TKG Gambaran Histologi Spermatogonia

tipe A

Inti sel besar, diselimuti kapsul seminiferus, jumlah inti dalam 1 kapsul masih sedikit, jumlah kapsul masih jarang. lebih kecil dibanding dengan spermatogonia B-awal

II

Skala bar: 10 μm (Miura et al. 2011) Spermatosit Inti sel kecil, sebagian masih

berada dalam kapsul, kapsul Spermatozoa Massa spermatozoa berwarna

biru kehitaman dan mempunyai ekor

V

(23)

9

Nisbah Kelamin

Nisbah kelamin untuk setiap kelompok perlakuan dihitung dengan persamaan berikut:

NK = (jumlah ♂ / (jumlah ♂ + jumlah ♀)) x 100 Keterangan: NK = Nisbah kelamin (%)

♂ = jantan

♀ = betina

Level Testosteron dan Gonadotropin

Sampel darah untuk pengamatan konsentrasi testosteron dan gonadotropin yang diperoleh dari ikan sidat selanjutnya disentrifus untuk diambil plasmanya dan disimpan pada suhu -20°C. Pengukuran testosteron dan gonadotropin dilakukan dengan menggunakan metode ELISA (Enzym-Linked Immuno Sorbent Assay) (lampiran 2).

Status Kelamin

Pengamatan status kelamin ikan sidat dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis pada gonad ikan sidat. Pengamatan secara makroskopis yaitu pengamatan yang dilakukan dengan melihat bentuk dan warna gonad ikan sidat sedangkan pengamatan secara mikroskopis yaitu mengamati perkembangan gonad ikan sidat melalui preparat histologis gonad ikan sidat.

Analisis Data

Data yang diperoleh dari pengamatan kemudian dihitung untuk mendapatkan hasil parameter pengamatan pertambahan panjang, pertambahan bobot mutlak, IGS, dan IHS. Data dianalisis secara statistik menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA) dan jika terdapat perbedaan nyata (P<0,05) maka

(24)

10

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pertambahan Panjang

Pertambahan panjang ikan masing-masing perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda-beda hingga akhir penelitian. Perlakuan P1 merupakan perlakuan yang mengalami rata-rata pertambahan panjang paling kecil yaitu 38,478±0,529 cm. Rata-rata pertambahan panjang pada perlakuan P2 dan P5 tidak berbeda nyata yaitu 38,789±0,597 cm dan 38,756±0,405 cm. Perlakuan P4 menunjukkan rata-rata pertambahan panjang tertinggi yaitu 39,878±0,82118 cm namun nilai rata-rata-rata-rata pertambahan panjang ini tidak berbeda nyata dengan rata-rata pertambahan panjang P3 39,711±0,525 cm.

Gambar 1 Pertambahan panjang ikan sidat pada setiap perlakuan selama pemeliharaan. Keterangan: P1: 10 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg, P2: 20 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg, P3: PMSG/kg+0,01 mg AD/kg, P3: 10 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg+150 μg MT/kg, P4: 20 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg+150 μg MT/kg, P5: kontrol

Tabel 2 Nilai rata-rata dan standar deviasi pertambahan panjang pada setiap perlakuan selama pemeliharaan

Perlakuan Pertambahan Panjang (rata-rata ± SD) (cm) P1 38,478a ± 0,529 P2 38,789b ± 0,597 P3 39,711c ± 0,525 P4 39,878c ± 0,821 P5 38,756b ± 0,405

Huruf superscript yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata (P<0,05). Keterangan: P1: 10 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg,

(25)

11

Pertambahan Bobot

Selama delapan minggu pemeliharaan, ikan sidat yang dipelihara dalam air laut memiliki nafsu makan yang cukup baik sehingga pertumbuhannya juga baik. Pertambahan bobot setiap perlakuan mengalami peningkatan tiap minggunya (Gambar 2). Pertambahan bobot ikan sidat meningkat seiring dengan pertambahan panjang ikan sidat.

Perlakuan P4 selama delapan minggu penelitian menunjukkan rata-rata pertambahan bobot yang paling tinggi dibanding perlakuan lainnya yaitu 126,84±2,28 g. Perlakuan P3 memiliki rata-rata pertambahan bobot 124,17±2,95 g. Perlakuan P1 dan P2 memiliki rata-rata pertambahan bobot yang tidak berbeda nyata yaitu 122,46±1,05 g dan 123,01±1,83 g. Perlakuan P5 mengalami rata-rata pertambahan bobot paling kecil diantara semua perlakuan yaitu 121,29±2,51 g

Gambar 1 Pertambahan bobot ikan sidat pada setiap perlakuan selama pemeliharaan. Keterangan: P1: 10 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg, P2: 20 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg, P3: PMSG/kg+0,01 mg AD/kg, P3: 10 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg+150 μg MT/kg, P4: 20 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg+150 μg MT/kg, P5: kontrol

Tabel 3 Nilai rata-rata dan standar deviasi pertambahan bobot pada setiap perlakuan selama pemeliharaan

Perlakuan Pertambahan Bobot (rata-rata ± SD) (g) P1 122,46b ± 1,05 P2 123,01b ± 1,83 P3 124,17c ± 2,95 P4 126,84d ± 2,28 P5 121,29a ± 2,51

Huruf superscript yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata (P<0,05). Keterangan: P1: 10 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg,

P2: 20 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg, P3: PMSG/kg+0,01 mg

AD/kg, P3: 10 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg+150 μg MT/kg, P4:

(26)

12

(Tabel 3). Secara umum, ikan sidat yang diberi perlakuan hormon menunjukkan pertambahan bobot yang lebih baik dibanding ikan sidat yang tidak diberi perlakuan hormon (P5).

Indeks Gonadosomatik(IGS)

Nilai IGS pada ikan sidat yang diberi perlakuan kombinasi hormon mengalami peningkatan IGS tertinggi di minggu keenam namun kembali turun di minggu kedelapan kecuali P3 yang justru semakin meningkat di minggu kedelapan. IGS perlakuaan P5 hampir tidak ada perubahan selama delapan minggu pemeliharaan.

Selama delapan minggu pemeliharaan, P3 menunjukkan rata-rata IGS tertinggi yaitu 1,3030±0,2426%. Perlakuan P1 (1,1619±0,1685%) dan P4 (1,2537±0,2188 %) tidak mengalami perbedaan rata-rata IGS yang nyata. Nilai

Gambar 2 Indeks gonadosomatik (IGS) ikan sidat setiap perlakuan selama pemeliharaan. Keterangan: P1: 10 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg, P2: 20 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg, P3: PMSG/kg+0,01 mg AD/kg, P3: 10 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg+150 μg MT/kg, P4: 20 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg+150 μg MT/kg, P5: kontrol

Tabel 4 Nilai rata-rata dan standar deviasi IGS pada setiap perlakuan selama pemeliharaan

Perlakuan IGS

(rata-rata / SD) (%) P1 1,1619bc ± 0,1685 P2 1,1393b ± 0,1974 P3 1,3030c ± 0,2426 P4 1,2537bc ± 0,2188 P5 0,8769a ± 0,0012

Huruf superscript yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata (P<0,05). Keterangan: P1: 10 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg,

(27)

13 rata IGS P5 (0,8768±0,0012%) mencapai nilai terendah dibanding nilai rata-rata IGS dari semua perlakuan (Tabel 4).

Indeks Hepatosomatik(IHS)

Nilai IHS dari semua perlakuan mengalami peningkatan di minggu keempat dan turun di minggu keenam dan delapan kecuali P3 yang tetap meningkat sampai minggu keenam dan baru turun di minggu kedelapan. Perlakuan P3 menunjukkan nilai rata-rata IHS tertinggi dibanding perlakuan lainnya (0,8234±0,2806%). Setelah P3, nilai rata-rata IHS diikuti oleh P1 (0,7743±0,2364%), P4 (0,6922±0,1992%), P2 (0,6072±0,1406%), dan P5 sebagai perlakuan yang memiliki nilai rata-rata IHS terendah (0,57389±0,12481%) (Tabel 5).

Gambar 3 Indeks hepatosomatik (IHS) ikan sidat setiap perlakuan selama pemeliharaan. Keterangan: P1: 10 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg, P2: 20 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg, P3: PMSG/kg+0,01 mg AD/kg, P3: 10 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg+150 μg MT/kg, P4: 20 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg+150 μg MT/kg, P5: kontrol

Tabel 5 Nilai rata-rata dan standar deviasi IHS pada setiap perlakuan selama pemeliharaan

Perlakuan IHS

(rata-rata ± SD) (%) P1 0,7743cd ± 0,2364 P2 0,6072ab ± 0,1406 P3 0,8234d ± 0,2806 P4 0,6922bc ± 0,1992 P5 0,57389a ± 0,1248

Huruf superscript yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda

nyata (P<0,05). Keterangan: P1: 10 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg,

P2: 20 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg, P3: PMSG/kg+0,01 mg AD/kg, P3: 10 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg+150 μg MT/kg, P4:

(28)

14

Tingkat Kematangan Gonad

Pengamatan makroskopik gonad ikan sidat pada penelitian ini mengamati bentuk morfologi dan warna gonad. Bentuk morfologi dibandingkan dengan klasifikasi yang telah dilakukan Beullens et al. (1997) dan dipilih yang paling mendekati dengan klasifikasi tersebut. Hampir semua perlakuan kombinasi hormon menghasilkan gonad yang memasuki tahap pembentukan tubuli testes dengan warna gonad dominan putih kekuningan sedangkan perlakuan tanpa kombinasi hormon (P5) menghasilkan gonad yang memasuki tahap gonad indiferen akhir yaitu tahap yang belum jelas apakah gonad betina atau jantan. Warna gonad P5 masih berwarna putih (Tabel 6)

Selain makroskopik, pengamatan mikroskopik juga dilakukan untuk melihat dan memastikan perkembangan gonad yang tidak bisa dilihat secara langsung. Meskipun ikan sidat dengan perlakuan kombinasi hormon menghasilkan gonad Tabel 6 Pengamatan makroskopik gonad ikan sidat pada setiap perlakuan selama

pemeliharaan

P5 Indiferen Gonad indiferen

akhir Putih

(29)

15 jantan namun berdasarkan pengamatan histologi, gonad ikan sidat mengalami fase perkembangan testes yang berbeda-beda (Gambar 5).

SgA

SgA

20 μm

SgA SgA

20 μm

20 μm

SgA

SgLB

20 μm

SgA

20 μm

P2.M8

20 μm

M0

AC

20 μm

20 μm

P1.M8

20 μm

P3.M8

20 μm

(30)

16

Nisbah Kelamin

Hasil pengamatan parameter nisbah kelamin ikan sidat selama delapan minggu menghasilkan 100% ikan sidat jantan pada ikan sidat yang diberi perlakuan hormon (Tabel 7). Ikan sidat yang diberi perlakuan hormon menghasilkan 100% ikan sidat jantan namun tingkat kematangan gonad yang dihasilkan bervariasi. Ikan sidat perlakuan kontrol (P5) belum menghasilkan ikan sidat yang jelas kelaminnya (belum terdiferensiasi).

Tabel 7 Nisbah kelamin ikan sidat pada setiap perlakuan selama pemeliharaan

Perlakuan Jumlah ♂

Jumlah ♀

Persentase

♂ ♀

P1 4 0 100% 0%

P2 4 0 100% 0%

P3 4 0 100% 0%

P4 4 0 100% 0%

P5 0 0 0% 0%

Keterangan: P1: 10 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg, P2: 20 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg, P3: PMSG/kg+0,01 mg AD/kg, P3: 10 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg+150 μg MT/kg, P4: 20 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg+150 μg MT/kg, P5: kontrol, ♂: jantan, ♀: betina.

Gambar 4 Struktur histologis testes ikan sidat pada minggu ke-0 (M0) dan minggu ke-8 (M8). Keterangan: P1: 10 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg, P2: 20 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg, P3: PMSG/kg+0,01 mg AD/kg, P3: 10 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg+150 μg MT/kg, P4: 20 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg+150 μg MT/kg, P5: kontrolAC, sel adiposit; SgA, spermatogonia tipe A; SgB, spermatogonia tipe B; SgB-L, spermatogonia tipe B-akhir.

P5.M8

(31)

17

Level Testosteron dan Gonadotropin

Ikan sidat yang diberi perlakuan hormon mengalami peningkatan konsentrasi T, FSH, dan LH pada minggu kedelapan selama delapan minggu pemeliharaan (Gambar 6, 7, dan 8). Ikan sidat perlakuan kontrol tidak mengalami peningkatan konsentrasi T, FSH, dan LH selama delapan minggu pemeliharaan.

Konsentrasi testosteron meningkat ditunjukkan ikan sidat yang diberi perlakuan hormon pada minggu kedelapan (akhir). Konsentrasi testosteron tertinggi pada minggu kedelapan diperoleh dari perlakuan P3 sebesar 3,022 ng/ml, kemudian diikuti oleh perlakuan P4 sebesar 1,650 ng/ml, P2 sebesar 1,360 ng/ml, dan P1 sebesar 1,324 ng/ml (Gambar 6).

Konsentrasi FSH meningkat di minggu kedelapan untuk semua perlakuan hormon. Konsentrasi FSH tertinggi pada minggu kedelapan ditunjukkan oleh P3 sebesar 2,138 mIU/ml, kemudian diikuti P4 sebesar 2,129 mIU/ml, P2 sebesar 2,127 mIU/ml, dan konsentrasi FSH terkecil ditunjukkan P1 sebesar 2,120 mIU/ml (Gambar 7).

Konsentrasi LH memiliki pola yang sama dengan testosteron dan FSH yaitu mengalami peningkatan di minggu kedelapan. Konsentrasi LH tertinggi pada minggu kedelapan diperoleh dari P3 sebesar 1,231 mIU/ml, diikuti P4 sebesar 1,185 mIU/ml, P2 sebesar 1,155 mIU/ml, dan P1 sebesar 1,093 mIU/ml (Gambar 8).

(32)

18

Status Kelamin

Status kelamin ikan sidat berdasarkan pengamatan status gonad, tahap perkembangan gonad, dan warna gonad yang didukung dengan pengamatan secara makroskopik dan mikroskopik. Status kelamin ikan sidat pada masing-masing perlakuan setelah delapan minggu menunjukkan hasil yang bervariasi yaitu ikan sidat yang diberi perlakuan hormon menghasilkan gonad jantan dengan tingkat kematangan berbeda pula dan ikan sidat yang tidak diberi perlakuan hormon (P5) menghasilkan gonad indiferen. Hasil terbaik adalah perlakuan P3 dengan ciri-ciri status gonad dalam proses pematangan akhir (adanya

Gambar 7 Konsentrasi FSH dalam darah ikan sidat setiap perlakuan selama pemeliharaan. Keterangan: P1: 10 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg, P2: 20 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg, P3: PMSG/kg+0,01 mg AD/kg, P3: 10 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg+150 μg MT/kg, P4: 20 IU PMSG/kg+0,01 mg AD/kg+150 μg MT/kg, P5: kontrol

(33)

19 spermatogonia tipe A dan B akhir), warna gonad putih kekuningan, dan dalam fase TKG II (Tabel 8).

Pembahasan

Ikan sidat merupakan ikan karnivora murni yang membutuhkan pakan berupa hewan lain (Matsui 1970 dalam Affandi 2005). Oleh karena itu, apabila ikan sidat diberi makanan pengganti yang berupa pakan buatan maka kadar proteinnya harus tinggi (40-50%) dan variasi kandungan lemak 7-20% (Monticini 2014). Selama pemeliharaan, ikan sidat diberi pakan buatan yang mengandung protein 46% sehingga kebutuhan nutrisi dan energi dapat terpenuhi dengan baik. Apabila kebutuhan nutrisi dan energinya terpenuhi maka ikan dapat tumbuh optimal. Ikan sidat mengalami pertambahan panjang dan bobot setiap minggunya selama delapan minggu pemeliharaan. Pertambahan panjang tubuh ikan sidat tertinggi ditunjukkan oleh ikan sidat yang diberi kombinasi hormon PMSG, AD, dan MT yaitu 20 IU PMSG/kg + 0,01 mg AD/kg + 150 µg MT/kg (39,878±0,82118 cm) dan 10 IU PMSG/kg + 0,01 mg AD/kg + 150 µg MT/kg (39,711±0,52520 cm). Tidak berbeda dengan pertambahan panjang ikan sidat, pertambahan bobot ikan sidat tertinggi ditunjukkan juga oleh ikan sidat yang diberi kombinasi hormon PMSG, AD, dan MT yaitu 20 IU PMSG/kg + 0,01 mg AD/kg + 150 µg MT/kg (126,84±2,27982 g) dan 10 IU PMSG/kg + 0,01 mg AD/kg + 150 µg MT/kg (124,17±2,95127 g). Salah satu sifat hormon testosteron adalah anabolik yaitu mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan jaringan dan sel-sel seperti otot, eritrosit, dan pertumbuhan tulang (Rath et al. 1996 dalam Triajie 2008). Peningkatan bobot juga dipengaruhi oleh proses perkembangan gonad yang berdampak pada konsumsi energi sehingga memerlukan energi yang lebih banyak untuk pembentukan gamet pada calon induk (Amin 1998). Diferensiasi dan perkembangan gonad memungkinkan dipacu dengan pendekatan ukuran tubuh dibanding umur (Bieniarz et al. 1981 dan Colombo et al. 1984).

Nilai IGS merupakan nilai kuantitatif yang menggambarkan perubahan bobot gonad terhadap bobot tubuh ikan pada saat terjadi perkembangan gonad

(34)

20

dalam proses reproduksi dan akan mencapai nilai maksimum pada saat akan terjadinya pemijahan (Effendie 2002). Nilai IGS semua ikan sidat yang diberi perlakuan hormon meningkat di minggu keenam namun menurun di minggu kedelapan. Namun berbeda dengan perlakuan 10 IU PMSG/kg + 0,01 mg AD/kg + 150 µg MT/kg yang justru semakin meningkat sampai minggu kedelapan. Perlakuan kontrol tidak mengalami peningkatan nilai IGS. Nilai rata-rata IGS yang didapat dari penelitian ini berkisar dari 0,877-1,254 pada ukuran ikan 100-150 g. Rovara (2007) mendapatkan nilai IGS berkisar 1,07-3,375 pada ukuran ikan sidat Anguilla bicolor bicolor 600 g. Di alam, Anguilla bicolor bicolor matang gonad yang dikoleksi dari Pulau Re’union mempunyai IGS 6,78 (Robinet et al. 2003 dalam Yokouchi 2009).

Nilai IHS merupakan nilai kuantitatif perbandingan bobot hati dengan bobot ikan. Nilai IHS akan meningkat seiring perkembangan gonad dan nilainya akan lebih rendah dai nilai IGS pada saat telah matang gonad. Pada penelitian ini, nilai IHS semua perlakuan mengalami peningkatan di minggu keempat kemudian turun di minggu keenam dan delapan kecuali perlakuan 10 IU PMSG/kg + 0,01 mg AD/kg + 150 µg MT/kg yang mengalami peningkatan sampai minggu keenam dan baru mengalami penurunan di minggu ke delapan.

(35)

21 Ikan sidat dewasa merupakan spesies gonokhoris yang memulai perkembangannya dengan primordial gonad yang ambigu. Primordial gonad ini belum terdiferensiasi dan memiliki sedikit sel germ. Gonad jantan berkembang melalui tahap transisi interseksual yaitu tahap gonad mengandung spermatogonia dan oogonia (organ Syrski), sedangkan gonad betina berkembang langsung dari primordial gonad indeferen menjadi ovari (Colombo & Grandi 1996; Beullens et al. 1997). Ikan sidat yang diberi perlakuan hormon ditemukan gonad jantan dengan tingkat kematangan yang berbeda-beda sedangkan pada ikan sidat yang tidak diberi perlakuan (kontrol) belum ditemukan gonad yang jelas (gonad indiferen). Hal ini cukup berbeda dengan hasil penelitian Beullens et al. (1997) pada Anguilla anguilla, yang menemukan gonad indiferen pada ukuran 14,9-24,7 cm. Ukuran panjang sidat indiferen tumpang tindih dengan ukuran panjang sidat interseks 31,9-58,2 cm dan tumpang tindih pula dengan ukuran panjang sidat jantan 31,9-58,2 cm. Pada penelitian ini, ikan sidat perlakuan kontrol dengan ukuran 38,756±0,52520 cm masih ditemukan gonad indiferen sehingga pemberian kombinasi hormon PMSG, AD, dan MT pada ikan sidat menghasilkan ikan sidat jantan 100% yang memasuki fase spermatogenesis, tahap I dan tahap II. Hal ini membuktikan adanya pengaruh kombinasi hormon terhadap percepatan induksi pematangan gonad ikan sidat.

Informasi tentang kimiawi darah ikan diperlukan untuk menganalisis pengaruh induksi hormonal pada profil darah selama proses perkembangan gonad ikan. Pengukuran beberapa parameter darah seperti kolesterol, glukosa,trigliserida, dan lainnya dilakukan untuk dapat dijadikan indikasi periode reproduksi ikan (Kocaman et al. 2005). Selama delapan minggu pemeliharaan, konsentrasi T, FSH, dan LH pada ikan sidat yang diberi perlakuan hormon meningkat di minggu kedelapan. Konsentrasi T, FSH, dan LH tertinggi pada minggu kedelapan diperoleh dari perlakuan 10 IU PMSG/kg + 0,01 mg AD/kg + 150 µg MT/kg yaitu konsentrasi T 3,022 ng/ml, FSH 2,138 mIU/ml, dan LH 1,231 mIU/ml. Konsentrasi T tertinggi yang diperoleh dari perlakuan 10 IU PMSG/kg + 0,01 mg AD/kg + 150 µg MT/kg cukup tinggi dibandingkan dengan konsentrasi T yang diperoleh pada ikan sidat jantan Anguilla dieffenbachii dan

Anguilla australis fase silver eel sekitar 1 ng/ml dan fase yellow eel kurang dari 0,4 ng/ml (Lokman & Young 1998). Komposisi kimiawi darah ikan dapat berubah karena a) adanya perubahan tingkat kematangan gonad, b) adanya perubahan dari hidup liar kemudian dipelihara, c) adanya perubahan karena ikan tersebut perlu bermigrasi untuk melakukan pemijahan, mencari makan, dan d) karena adanya perubahan keadaan lingkungan perairan tempat hidupnya (Suwetja 2011 dalam Wahyuningsih 2012).

(36)

22

dan spermatogenesis sedangkan sirkulasi level LH meningkat hanya pada saat pemijahan (Prat et al. 1996).

Hormon androgen 11-KT dan T meningkat bertahap dalam proses spermatogenesis dan mencapai level puncak secara singkat sebelum atau pada saat awal mula musim pemijahan (Schullz & Nóbrega 2011). Pada penelitian ini, peningkatan T menunjukkan adanya tanda-tanda munculnya spermatogenesis sehingga diduga kemungkinan peningkatan yang sangat kecil pada konsentrasi plasma T sudah cukup menginduksi permulaan perkembangan testis (Sulistyo et al. 2000). Level plasma T dan 11-KT yang meningkat memiliki hubungan dengan peningkatan bobot gonad testis sepanjang siklus reproduksi (Weltzien et al. 2004). Perubahan pada level plasma androgen memiliki hubungan dengan aktivasi sel sertoli dan sel leydig, induksi mitosis spermatogonial dan pembentukan lobular pada Japanese eel jantan (Saksena et al. 1995).

4

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penyuntikan ikan sidat yang berukuran 100-150 g dengan kombinasi 10 IU PMSG/kg + 0,01 mg AD/kg + 150 µg MT/kg ikan dengan delapan kali penyuntikan dapat mempercepat pematangan testis mencapai TKG II. Penambahan MT dalam premiks hormon PMSG dan AD dapat lebih mempercepat pematangan gonad jantan.

Saran

Penelitian ini menggunakan kombinasi hormon PMSG, AD, dan MT pada ukuran ikan 100-150 g dan dapat mempercepat pematangan testis mencapai TKG II sehingga untuk mendapatkan hasil yang maksimal, diperlukan waktu pemberian hormon yang lebih lama (lebih dari delapan minggu) pada ikan sidat ukuran 100-150 g. Selain itu, waktu penyuntikan hormon disarankan setiap dua minggu sekali untuk mengurangi tingkat stres pada ikan sidat.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi R. 2005. Strategi pemanfaatan sumberdaya ikan sidat Anguilla spp. di Indonesia. Jurnal Ikhtiologi Indonesia. 5(2): 77-81.

Ahlina HF. 2015. Induksi maturasi gonad ikan sidat (Anguilla bicolor bicolor) secara hormonal dengan menggunakan PMSG, AD, dan rGH [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(37)

23 Aoyama J, dan Miller MJ. 2003. The silver eel. Di Dalam:Aida K, Tsukamoto K.

(eds). Eel Biology. Springer-Verlag, Tokyo. Hlm 107-117.

Beullens K, Eding EH, Gilson P, Oliver F, Komen J, dan Ritcher CJJ. 1997. Sex differentiation, changes in length, weight and eye size before and after metamorphosis of European eel (Anguilla anguilla L.) maintained in captivity.

Aquaculture. 153: 151-162.

Bieniarz K, Epler P, Malczewski B, dan Passakas T. Development of european eel (Anguilla anguilla L.) gonads in artificial conditions. Aquaculture. 22: 53-66. Colombo G, Grandi G, dan Rossi R. 1984. Gonad differentiation and body growth

in Anguilla anguilla L. Journal of Fish Biology. 24: 215-228.

Colombo G, dan Grandi G. 1996. Histological study of the development and sex differentiation of the gonad in the European eel. Journal of fish biology. 48: 493-512.

Devlin RH, dan Nagahama Y. 2002. Sex determination and sex differentiation in fish: an overview of genetic, physiological, and environmental influences.

Aquaculture. 208: 191-364.

Effendie MI. 2002. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta. [FAO] Food and Agriculture Organization. 2012. FAO Yearbook: Fishery and

aquaculture statistics commodities [internet]. [diacu 2014 ]. Tersedia dari: www.fao.org/3/a-i3740t.pdf.

[FAO] Food and Agriculture Organization: Fisheries and Aquaculture Department a. 2015. Species fact sheets: Anguilla anguilla (Linnaeus, 1758) [internet]. [diacu 2015]. Tersedia dari: www.fao.org/fishery/culturedspecies/Anguilla_ anguilla/en.

[FAO] Food and Agriculture Organization: Fisheries and Aquaculture Department b. 2015. Species fact sheets: Anguilla japonica (Temmick & Schlegel, 1847) [internet]. [diacu 2015]. Tersedia dari: www.fao.org/fishery/culturedspecies/ Anguilla_japonica/en.

Fingerman M. 1997. Roles of neurotransmitter in regulating reproductive hormone release and gonadal maturation in decapods crustacean. Invertebrate Reproduction Development. 31: 47-54.

Gallego V, Mazzeo I, Vílchez MC, Peñaranda DS, Carneiro PCF, Pérez L, dan Asturiano JF. 2012. Study of the effect of thermal regime and alternative hormonal treatment on the reproductive performance of European eel males (Anguilla anguilla) during induced sexual maturation. Aquaculture. 7(16): 354-355.

Hachfi L, Couvray S, Simide R, Tarnowska K, Pierre S, Gaillard S, Richard S, Coupé S, Grillasca JP, dan Prévot-D’Alvise N. 2012. Impact of endocrine disrupting chemicals (EDCs) on hypothalamic-pituitary-gonad-liver (HPGL) axis in fish. World Journal of Fish and Marine Sciences. 4(1): 14-30.

Hafez ES. 2000. Reproduction in farm animals 7th. Ed Lea & Febiger. Philadelphia. (US): 385-393.

Ijiri S, Kabaya T, Takeda N, Tachiki H, Adachi S, dan Yamauchi K. 1998. Pretreatment reproductive stage and oocyte development induced by salmon pituitary hormogenate in the Japanese eel Anguilla japonica. Fisheries Science. 64: 531-537.

(38)

24

(Oncorhynchus mykiss). Journal of Animal and Veterinary Advances. 4(9): 801-804.

Lokman PM, dan Young G. 1998. Gonad histology and plasma steroid profiles in wild New Zealand freshwater eels (Anguilla deffenbachi and Anguilla australis) before and at the onset of the natural spawning migration. II. Males.

Fish Physiology and Biochemistry. 19: 339-347.

Meliá P, Bevacqua D, Crivelli AJ, Panfilis J, De Leo GA, dan Gatto M. 2006. Sex differentiation of the European eel in brackfish and freshwater environments: a comparative analysis. Journal of Fish Biology. 69: 1228-1235.

Miura T, Yamauchi K, Takahashi H, dan Nagahama Y. 1991. Hormonal induction of all stages of spermatogenesis in vitro in the male Japanese eel (Anguilla spermatogonia. Reproduction. 142: 869-877.

Monticini P. 2014. Eel (Anguilla spp.): production and trade according to Washington convention legislation. Globefish Research Programme, Vol. 114. Rome. 78 P.

Ohta H, dan Takano K. 1996. Testicular maturation induced by methyltestosterone in elvers of the Japanese eel Anguilla japonica. Fisheries Science. 62(6): 990-991.

Peñaranda DS, Pérez L, Gallego V, Jover M, Tveiten H, Baloche S, Dufour S, dan Asturiano JF. 2010. Mollecular and physiological study of the artificial maturation process in European eel males: from brain to testis. General and Comparative Endocrinology. 166: 160-171.

Prat F, Sumpter JP, dan Tyler CR. 1996. Validation of immunoassays for two salmon gonadotropins (GTH I and GTH II) and their plasma concentrations throughtout the reproductive cycle in male and female rainbow trout (Onchorhynchus mykiss). Biology of Reproduction. 54: 1375-1382.

Rovara O. 2007. Karakteristik reproduksi, upaya maskulinisasi, dan pematangan gonad ikan sidat betina (Anguilla bicolor bicolor) melalui penyuntikan ekstrak hipofisis [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Saksena DN, Miura T, Jiang J, dan Nagahama Y. 1995. A rapid activation of immature testis of Japanese eel (Anguilla japonica) by a single injection of human chorionic gonadotropin. J. Biosci. 20: 675-689.

Schultz RW, dan Miura T. 2002. Spermatogenesis and its endocrine regulation.

Fish Physiology and Biochemistry. 26: 43-56.

Schultz RW, dan Nóbrega RH. 2012. Regulation of spermatogenesis. Dalam: Farrell AP (Ed). Encyclopedia of fish Physiology: from genome to environment. P: 627-634. San Diego: Academic Press.

Sulistyo I, Fontaine P, Rinchard J, Gardeur J-N, Migaud H, Capdeville B, dan Kestemont P. 2000. Reproductive cycle and plasma levels of steroids in male Eurasian perch Perca fluviatilis. Aquat. Living Resour. 13(2): 99-106.

(39)

25 Tzeng WN, Lin HR, Wang CH, dan Xu SN. 2000. Differences in size and growth

rates of male and female migrating Japanese eels in Pearls River, China.

Journal of Fish Biology. 57: 1245-1253. doi: 10.1006/jfbi.2000.1387.

Wahyuningsih H. 2012. Induksi buatan pada perkembangan gonad ikan Tor soro

[disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Weltzien F-A, Andersson E, Andersen Ø, Shalchian-Tabrizi K, dan Norberg B. 2004. The brain-pituitary-gonad axis in male teleost, with special emphasis on flatfish (Pleurronectiformes). Comparative Biochemistry and Phisiology Part A. 137: 447-477.

Yamazaki F. 1983. Sex control and manipulation in fish. Aquaculture. 33: 329-354.

(40)

26

(41)

27 Lampiran 1 Prosedur pembuatan histologi gonad

1. Ikan dibedah dan diambil gonadnya, gonad dicuci dengan NaCl fisiologis 0,65%, selanjutnya difiksasi dalam larutan bouin campuran asam piktrat, formalin dan asam asetat dengan perbandingan (15:5:1) selama 24 jam. Gonad yang sudah difiksasi dipindahkan ke dalam alkohol 70% beberapa kali hingga kuning telur hilang.

2. Gonad didehidrasi ke dalam alkohol dengan konsentrasi bertingkat yaitu (80%, 85%, 90%, dan 95%) masing-masing selama 2 jam kemudian pindahkan ke dalam alkohol berkonsentrasi 100% sebanyak 4 kali masing-masing selama satu jam.

3. Organ dibersihkan, didalam alkohol 100% + xylol (1:1) selama 45 menit, kemudian ke dalam xylol I, II dan III masing – masing selama 45 menit. 4. Organ direndam kembali kedalam xylol + parafin (1:1) selama 45 menit

pada suhu 60°C. Kemudian direndam ke dalam parafin I, II dan III masing-masing selama 45 menit dalam suhu 65°C.

5. Selanjutnya organ ditanam dalam blok parafin cair pada suhu 60°C selama 24 jam sampai parafin mengeras.

6. Spesimen dipotong setebal 6-7 μm, ditempel pada gelas obyek yang telah ditetesi dengan Ewid, selanjutnya ditaruh di atas pemanas dan dikeringkan selama 24 jam pada suhu 45°C.

7. Untuk deparafinasi, preparat berturut-turut direndam dengan menggunakan xylol I, II, alkohol 100% I, 100% II, 95%, 90%, 85%, 80%, 70% dan 50% dan dicuci sampai warna putih.

8. Pewarnaan preparat dilakukan dengan merendam kedalam cairan hemotoxylin selama 2 menit selanjutnya dibersihkan dengan mencuci dengan air kran mengalir.

9. Dehidrasi terhadap preparat dilakukan dengan merendam secara berturut-turut dalam alkohol 70%, 80%, 85%, 90%, 95% I, 95% II, 100% I dan 100% II masing – masing selama satu menit.

10.Penjernihan warna objek preparat dilakukan dengan merendam di dalam xylol I dan xylol II masing-masing selama 1 menit.

11.Preparat diberi zat perekat Canada balsem, selanjutnya ditutup dengan gelas penutup, dikeringkan selama 10 menit dan diberi label sesuai dengan perlakuan sehingga didapatkan preparat permanen histologi gonad yang dapat diamati di bawah mikroskop setiap saat.

(42)

28

Lampiran 2 Prosedur pengukuran profil hormon dengan ELISA (Enzym-Linked Immuno Sorbent Assay)

a. Semua ikan yang akan diukur profile hormonnya harus dipuasakan dahulu selama 24 jam.

b. Saat pengambilan darah ikan dibius dengan memasukan ke dalam wadah berisi air laut yang ditambahkan stabilizer dengan dosis 1 mL/0,5 L air. Ikan sidat didiamkan selama 2-3 menit. Darah diambil sebelum hormon disuntikan, pengambilan dilakukan secara intramuskular sebanyak 2 ml menggunakan syringe bervolume 2,5 ml, selanjutnya darah disentrifuse dengan kecepatan 5000 rpm selama 15 menit (Crime et al. 1983). Plasma yang sudah diambil disimpan pada freezer bersuhu –20°C selama 12 jam. c. Sebelum dilakukan pengukuran, semua plasma dan reagen harus dibiarkan

pada suhu kamar (18-25°C).

d. Sebelum digunakan, terlebih dahulu dipersiapkan larutan standar dengan kosentrasi 12,5 ; 25 ; 50 ; 100 ; 250 ; 1000 ; 2000 pg/ml dan larutan QC (quality control).

e. Selanjutnya, dimasukan sebanyak 25 μl larutan standar, sampel dan QC (quality control), kedalam masing-masing sumur.

f. Ditambahkan 200 μl konjugat enzim HRP (Estradiol Enzym Conjugate) ke dalam setiap sumur, kemudian dikocok perlahan selama kurang lebih 10 detik.

g. Plasma yang sudah dicampur reagent dan HRP diinkubasi selama 2 jam. h. Setelah diinkubasi , larutan pada pelat dibuang dan dicuci dengan larutan

pencuci (washing solution) dengan volume 300 μl setiap sumur, selanjutnya dilakukan pencucian sebanyak 4 kali menggunakan alat

Microplate Strip Washer Elx50TM. Setelah pencucian selesai, sumur dikeringkan dengan cara dibanting secara perlahan pada kertas penyerap. i. Ditambahkan 100 μl larutan substrat (TBM Substrate) pada masing-masing

sumur pelat

j. Selanjutnya inkubasi dengan larutan substrat. Reaksi enzimatis dihentikan dengan menambahkan 50 μl larutan penyetop (Stop Solution, H2SO4 0,5 M) ke dalam setiap sumur pelat.

(43)

29 Lampiran 3 Dokumentasi prosedur penelitian

Proses persiapan wadah Pengangkatan ikan sidat dari kolam pembudidaya

Ikan sidat dikemas dan diberi oksigen dan es

Ikan sidat siap dibawa ke laboratorium

Ikan sidat siap dikeluarkan dari plastik

Ikan sidat siap diaklimatisasi

Ikan sidat yang sudah dibius diukur bobot

tubuhnya

Ikan sidat diukur panjang tubuhnya

Penyuntikan hormon ikan sidat

Pembedahan ikan sidat untuk diambil gonad dan

(44)

30

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Tabel 1Ciri-ciri perkembangan testis ikan sidat
Gambar 1 Pertambahan bobot ikan sidat pada setiap perlakuan selama
Gambar 2 Indeks gonadosomatik (IGS) ikan sidat setiap perlakuan selama
Gambar 3 Indeks hepatosomatik (IHS) ikan sidat setiap perlakuan selama
+4

Referensi

Dokumen terkait

Perawatan Di PT.. Perkembangan teknologi masa kini mendorong persaingan industri yang yang semakin meningkat dan ketat. Perusahaan yang memproduksi beton cor atau Readaymix pada

“Relevansi Materi Bersastra dalam Buku Pelajaran Bahasa Indonesia SMA dan Relevansinya dengan Standar Isi” dalam Jurnal Pendidikan Bahasa dan Seni Vol.. Surakarta:

ANALISIS KETERLAMBATAN PEKERJAAN STRUKTUR BAWAH DENGAN KONSEP LEAN CONSTRUCTION.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Dalam pelaksanaannya, ada beberapa tools yang digunakan sebagai acuan untuk membuat suatu model tata kelola TI sehingga proses yang dilakukan dapat berjalan dengan

Ketika active router dari masing – masing VLAN sudah dapat kembali bekerja secara normal, kondisi ( state ) dari active router tersebut akan berubah menjadi dari Init menjadi

Penelitian ini juga menduga bahwa terdapat reverse causality, yakni perusahaan dengan nilai yang lebih tinggi akan mengadopsi praktik corporate governance yang lebih

“ Pengaruh Kualitas Pelayanan Pajak, Pemahaman Peraturan Perpajakan Serta Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Membayar Pajak Tahun 2014 (Studi

Tujuan dalam pembuatan sistem ini adalah dengan adanya aplikasi berbasis SMS Gateway, pelanggan lebih mudah mendapatkan informasi barang terbaru maupun barang lama