“POLA KADERISASI PARTAI GOLONGAN KARYA
KOTAMADYA PEMATANGSIANTAR PROVINSI
SUMATERA UTARA”
(Studi Etnografi Antropologi Politik Tentang Institusi Kekuasaan)
SKRIPSI
Diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik
Disusun Oleh: TAUPIK AZHARI
Nim: 080905041
DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : TaupikAzhari
NIM : 080905029 Departemen : Antropologi
Judul : Pola Kaderisasi Partai Golongan Karya Kotamadya Pematangsiantar (Studi Etnografi Antropologi Politik tentang Kekuasaan)
Medan, September 2014
Dosen Pembimbing Ketua Departemen Antropologi
DR. R. Hamdani Harahap, M.Si
NIP. 196402271989031003 NIP. 196212201989031005 Dr. Fikarwin Zuska
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PERNYATAAN ORIGINALITAS
Pola Kaderisasi Partai Golongan Karya Kotamadya Pematangsiantar (Studi Etnografi Antropologi Politik tentang Kekuasaan)
SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah disajikan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap meninggalkan gelar kesarjanaan saya.
Medan, September 2014
Penulis
ABSTRAK
Taupik Azhari. 2014. Pola Kaderisasi Partai Golongan Karya Kotamadya Pematangsiantar (Studi Etnografi Antropologi Politik tentang Kekuasaan),
Medan. Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 127 halaman, 9 tabel, 7 gambar.
Seiring dengan mudahnya kader berpindah partai atau disebut dengan kutu loncat serta dengan memanfaatkan nama besar seseorang yang dijadikan kader partai dalam hal rekrutmen legislatif. Ini menandakan bahwasanya partai mengalami kemunduran dalam menciptakan kader yang loyal, militan dan radikal. Kejadian ini hampir terjadi disemua partai politik di Indonesia. Penelitian ini memfokuskan pada permasalahan perkaderan Partai Golkar Pematangsiantar yang dapat dirumuskan dalam sebuah rumusan masalah “Bagaimana Pola Kaderisasi Partai Golkar Kotamadya Pematangsiantar?. Tujuan umum penelitian ini diantaranya adalah untuk menggambarkan kondisi internal partai Golkar dalam hal mencetak kader yang memiliki loyalitas yang tinggi, berbakti kepada masyarakat serta mampu membangun regenerasi yang baik.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Proses pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara dan studi dokumen. Proses pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan model “Observasi Partisipasi” dimana peneliti merupakan bagian langsung dari internal partai Golkar. Wawancara dilakukan juga kepada alumni partai Golkar.
Berdasarkan data yang dikumpulkan diketahui bahwa Partai Golkar Pematangsiantar melakukan perkaderan dengan pola-pola yang dihasilkan dari keputusan munas yang dikembangkan menjadi kemampuan berpikir partai Golkar Yang melakukan perkaderan berjenjang dari tingkat kelurahan, tingkat kecamatan, tingkat kotamadya/kabupaten, tingkat provinsi sampai tingkat nasional.
Faktor penentu dalam hal perkaderan adanya hubungan kekeluargaan yang mampu mendongkrak seseorang menjadi seorang kader tanpa harus mengikuti pola perkaderan yang telah ditetapkan oleh Partai Golkar. Didalam tubuh partai Golkar Pematangsiantar, faktor religi merupakan faktor utama yang menyebabkan perbedaan sehingga menimbulkan faksi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah, puja dan puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang selalu memberikan rahmat, hidayah dan pertolongan-Nya kepada penulis hingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam juga penulis panjatkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang telah memberikan suri teladan yang baik bagi umat manusia. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam proses penulisan skripsi ini baik dari awal hingga akhir. Pertama sekali penulis ingin menghaturkan terima kasih yang paling tulus kepada kedua orang tua, ayahanda tercinta Misdi dan terutama ibunda tersayang Suryati yang telah memberikan kasih sayang terbaik di dunia dan pantang menyerah dalam membesarkan, mendidik dan menyekolahkan penulis hingga mampu menulis tulisan ini dalam rangkaian skripsi.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Fikarwin Zuska selaku Kepala Departemen Antropologi FISIP USU, yang telah membuat kebijakan dan pengarahan terbaik kepada seluruh mahasiswa Antropologi dan juga selaku dosen wali yang telah banyak memberikan dorongan semangat dan saran kepada penulis mulai dari awal hingga akhir perkuliahan dan Bapak Drs. Agustrisno, M.SP. selaku Sekretaris Departemen Antropologi FISIP USU, yang juga telah memberikan motivasi kepada seluruh mahasiswa Antropologi. Terima kasih yang sangat besar juga saya sampaikan kepada Bapak Wan Zulkarnain, S.Sos, M.Si., selaku dosen pembimbing penulis sekaligus saudara yang telah memberikan waktu, arahan dan bimbingan, serta motivasi kepada penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Terima kasih juga kepada segenap Dosen Antropologi FISIP USU yang telah memberikan ilmu terbaik selama masa perkuliahan. Tak lupa pula terima kasih kepada staf administrasi Departemen Antropologi FISIP USU yakni ‘Kak Nur dan ‘Kak Sofie yang banyak membantu dalam penyelesaian administrasi.
Dalam kesempatan ini, penulis juga ingin mengucapkan rasa terima kasih yang besar kepada Abangda Syaiful Amin yang mau berbagi waktu bagi penulis serta meluangkan waktunya mempermudah memberikan data Partai. Terima kasih bang atas saran dan waktu serta sambutan hangat di setiap kesempatan.
Donald, Ramles, Ita, Radinton, Helen, dan semua teman-teman di antropologi yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, terima kasih sebesar-besarnya kepada kalian, semua memori tentang perjalanan hidup kita di kampus tak akan pernah penulis lupakan.
Akhir kata penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Masukan, saran dan perbaikan dari semua pihak sangat dibutuhkan untuk perbaikan ke depan. Oleh karena itu, penulis akan menerima dengan rendah hati segala masukan dan saran yang diberikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan berharga bagi pengembangan disiplin Antropologi. Terima kasih.
Medan, September 2014
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Taupik Azhari, lahir pada tanggal 28 Maret 1988 di Pematangsiantar. Anak ketiga dari Misdi dan Suryati. Riwayat pendidikan penulis, menjalani pendidikan sekolah dasar di SDN 122396 Pematangsiantar (1994-2000). Kemudian melanjutkan pendidikan SLTP di SLTPN 2 Kotamadya Pematangsiantar (2000-2003) dan MAN Pematangsiantar (2003-2006), SUMUT. Terakhir pada tahun 2008, penulis mengikuti pendidikan sarjana (S-1) di Departemen Antropologi FISIP USU. Selama perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi baik intra maupun ekstra kampus. Di antaranya pernah menjadi Anggota INSAN periode 2008-2009, Anggota Biro Kajian Sosial Masyarakat (KSM) HMI FISIP USU periode 2009-2010, dan Wakil Seketaris Umum Bidang Penelitian dan Pengembangan HMI FISIP USU. Penulis juga pernah mengikuti Latihan Kader 1 HMI FISIP USU. Pernah menjabat Kepala Bidang Penelitian Pengembangan di Satuan Mahasiswa Pemuda Pancasila. Diluar, Penulis merupakan Anggota Muda Partai Golongan Karya masih aktif hingga sekarang.
Email yang bisa dihubungi:
KATA PENGANTAR
Pada saat ini permasalahan pengkaderan partai politik mengalami degradasi yang sangat memprihatinkan, hal ini dapat dilihat dengan mudahnya seorang kader partai dapat berpindah partai. Sekarang ini partai politik tidak mampu mencetak kader yang memiliki sikap loyal terhadap partainya,disamping itu juga ketika momen Pemilu partai berbondong-bondong mencari artis yang memiliki populeritas yang tinggi untuk menaikkan nama partai tersebut. Hal ini terjadi pada semua partai yang ada di Indonesia termasuk Partai Golongan Karya.
Partai Golkar merupakan Partai yang sangat identik dengan zaman Orde baru dimana Golkar merupakan pemenang di semua Pemilu pada zaman Orde baru. Akan tetapi hancurnya rezim Orde baru berdampak signifikan terhadap kemunduran partai golkar hal ini tergambarkan dengan hasil pemilihan umum di tahun 1999-2004.
Dari tahun ketahun partai Golkar mencoba memperbaiki tubuh partai tersebut dengan membangun pengkaderan berbasis masyarakat sampai pada tingkat kelurahan. Partai Golkar memilki struktur berjenjang dari Nasional, Provinsi, Kota/Kabupaten, sampai tingkat Kelurahan. Penelitian skripsi ini mencoba untuk menggambarkan pola pengkaderan yang dilakukan oleh Partai Golkar Pematangsiantar.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat terhadap pengembangan keilmuan Antropologi serta memberikan pengetahuan kepada berbagai pihak yang berkepentingan terutama mahasiswa-mahasiswa Antropologi. Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengaharapkan saran, masukan serta pendapat dari berbagai pihak untuk penyempurnaan tulisan ini ke depan. Atas semua kritik dan saran penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, September 2014
Penulis
DAFTAR ISI 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Tinjauan Pustaka ... 15
1.3. Rumusan Masalah ... 28
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 29
1.5. Sistematika Penulisan ... 30
1.6. Metode Penelitian ... 31
1.6.1. Sifat dan Pendekatan Penelitian ... 31
1.6.2. Teknik Pengumpulan Data ... 33
1.6.3. Teknik Analisa Data ... 35
1.7. Pengalaman Peneliti ... 36
BAB II. GAMBARAN UMUM PEMATANGSIANTAR 2.1. Mengenal Kotamadya Pematangsiantar ... 39
2.1.1. Sejarah Kotamadya Pematangsiantar ... 39
2.1.2. Geografis, Administratif dan Kondisi Fisik ... 43
2.1.3. Demografi ... 47
2.1.4. Keuangan dan Perekonomian Daerah ... 50
2.1.5. Tata Ruang Wilayah ... 52
2.1.6. Sosial dan Budaya ... 55
BAB III. PARTAI GOLONGAN KARYA 3.1. Partai Golongan Karya ... 60
3.1.1 Sejarah Partai Golongan Karya ... 60
3.2 Partai Golongan Karya Pematangsiantar ... 85
3.2.1 Sejarah Partai Golongan Karya Pematangsiantar ... 85
3.2.2 Struktur Kepengurusan Partai Golongan Karya ... 89
3.2.3 Internal Partai Golkar Siantar ... 90
3.2.4 Sumber Dana Partai Golkar Pematangsiantar ... 93
3.2.5 Penjaringan Bakal Calon Legislatif partai Golkar ... 96
BAB IV. POLA KADERISASI PARTAI GOLONGAN KARYA PEMATANGSIANTAR...103
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ... 119 5.2. Saran ... 123
DAFTAR TABEL
Table 1 : Daerah Aliran Sungai (DAS) ... 44
Tabel 2 : Luas Wilayah Per Kecamatan dan Kelurahan ... 45
Tabel 3 : Jumlah Penduduk & KepadatanPenduduk Tahun 2012-2017 ... 48
Tabel 4 : Komposis menurut Etnis Penduduk ... 49
Tabel 5 : Realisasi APBD Tahun 2009-2011 (Jutaan Rupiah) ... 50
Tabel 6 : Ringkasan Anggaran Sanitasi dan Belanja Modal Sanitasi per Penduduk Tahun 2009 -2011 ... 51
Tabel 7 : Hierarkhi Kota, Peran dan Fungsinya ... 53
Table 8 : Jumlah Perguruan Tinggi (PT) Tahun 2010 ... 56
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Lambang Golkar ... 85
Gambar 2 : Faksi Musda ... 92
Gambar 3 : Skema Kerangka Berpikir Mengenai Dana Partai ... 96
Gambar 4 : Karakterdes PG Siantar Di Siantar Marihat ... 110
Gambar 5 :Peresmian Orientasi Fungsionaris ... 112
Gambar 6 : Pelantikan Pengurus POKKAR kelurahan toba dan kelurahn Kristen. ... 114
ABSTRAK
Taupik Azhari. 2014. Pola Kaderisasi Partai Golongan Karya Kotamadya Pematangsiantar (Studi Etnografi Antropologi Politik tentang Kekuasaan),
Medan. Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 127 halaman, 9 tabel, 7 gambar.
Seiring dengan mudahnya kader berpindah partai atau disebut dengan kutu loncat serta dengan memanfaatkan nama besar seseorang yang dijadikan kader partai dalam hal rekrutmen legislatif. Ini menandakan bahwasanya partai mengalami kemunduran dalam menciptakan kader yang loyal, militan dan radikal. Kejadian ini hampir terjadi disemua partai politik di Indonesia. Penelitian ini memfokuskan pada permasalahan perkaderan Partai Golkar Pematangsiantar yang dapat dirumuskan dalam sebuah rumusan masalah “Bagaimana Pola Kaderisasi Partai Golkar Kotamadya Pematangsiantar?. Tujuan umum penelitian ini diantaranya adalah untuk menggambarkan kondisi internal partai Golkar dalam hal mencetak kader yang memiliki loyalitas yang tinggi, berbakti kepada masyarakat serta mampu membangun regenerasi yang baik.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Proses pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara dan studi dokumen. Proses pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan model “Observasi Partisipasi” dimana peneliti merupakan bagian langsung dari internal partai Golkar. Wawancara dilakukan juga kepada alumni partai Golkar.
Berdasarkan data yang dikumpulkan diketahui bahwa Partai Golkar Pematangsiantar melakukan perkaderan dengan pola-pola yang dihasilkan dari keputusan munas yang dikembangkan menjadi kemampuan berpikir partai Golkar Yang melakukan perkaderan berjenjang dari tingkat kelurahan, tingkat kecamatan, tingkat kotamadya/kabupaten, tingkat provinsi sampai tingkat nasional.
Faktor penentu dalam hal perkaderan adanya hubungan kekeluargaan yang mampu mendongkrak seseorang menjadi seorang kader tanpa harus mengikuti pola perkaderan yang telah ditetapkan oleh Partai Golkar. Didalam tubuh partai Golkar Pematangsiantar, faktor religi merupakan faktor utama yang menyebabkan perbedaan sehingga menimbulkan faksi.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Eksistensi partai politik atau parpol di Indonesia sebagai organisasi politik
menunjukkan perkembangan yang kian meningkat baik secara kwalitas dan
kwantitas. Selaras dengan perkembangannya, parpol memerlukan sistem yang
modern sehingga menghasilkan organisasi politik yang bisa survive dan bertahan
dikancah perpolitikan nasional yang kini menjadi prioritas baru diberbagai parpol.
Demi tercapainya sebuah hasil yang diinginkan untuk memuaskan kebutuhan akan
tetap survive dan bertahan tadi, maka berbagai alternatif pun dihalalkan. Orientasi
sebuah parpol ke depan adalah menciptakan icon parpol yang populer untuk
mendapatkan kepercayaan masyarakat, sehingga diharapkan kepada masyarakat
untuk memilih kader dari parpol tersebut, apabila ada pemilihan legisliatif.
Umumnya dijumpai bahwa sebuah parpol kurang memperhatikan kinerja dan
kemampuan yang dimiliki seorang kader. Parpol lebih condong mencari kader
yang sudah punya nama dan berpengaruh terlebih utama ketimbang kualitasnya.
Tentu saja hal ini sah di mata hukum terkait jelas sekali diatur dalam UUD 1945
dalam pasal 28E yang berbunyi: Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Juga Undang-Undang No. 2 Tahun 2008
tentang Partai Politik pasal 14 poin pertama dan dua menyebutkan bahwa “ Warga
negara Indonesia dapat menjadi anggota parpol jika ia sudah atau pernah menikah
Fenomena sekarang ini banyak jumpai artis-artis yang diusung oleh
Parpol menduduki jabatan sebagai pemimpin daerah seperti Dede Yusuf dan Dedi
Mizwar. Disamping itu beberapa nama artis seperti Eko Patrio, Angel Lelga
menjadi caleg DPR RI dari PPP, Axel anak dari Ayu Azhari akan mewakili PAN,
Ridho Irama akan mewakili PKB, Edo Kondoligit mewakili PDIP, Irwansyah dan
Jamal Mirdad akan mewakili Gerindra, Vena Melinda masih mewakili Partai
Demokrat1
Selain itu, ditemukan juga permasalahan kader parpol yang dengan
gampangnya berpindah-pindah partai dalam badan politik nasional istilah ini
disebut dengan kutu loncat. Hal ini juga menggambarkan tentang pencitraan buruk
bagi parpol ditingkat nasional seperti kader partai Golkar Dr. H. Yuddy
Chrisnandi yang dulunya menjabat sebagai Ketua Ormas DPP MKGR,
2005-2010, sekarang telah berpindah ke Partai Hanura dan menjabat sebagai Ketua DPP
bidang pemenangan pemilu.
. Jika dicermati secara detail bahwasanya peranan pengkaderan parpol
saat ini sudah tidak lagi melahirkan kader-kader yang unggul dan berkompeten,
kebanyakan dari parpol merekrut kader secara instan.
2
Ruhut Sitompul dari partai Golkar ke Demokrat,
Dede Yusuf dari PAN ke Demokrat, Ali Mochtar Ngabalin dari PBB ke Golkar,
Basuki Tjahaja ( ahok ) dari Golkar pindah ke Gerindra.
Terjadinya kutu loncat di berbagai partai saat ini baik di parpol Golkar,
Demokrat, NasDem, Hanura, PPP dan parpol lainnya menunjukkan lemahnya
sistem pengkaderan kepartaian di hampir semua partai politik. Lemahnya sistem
perkaderan ini terjadi karena partai yang ada masih mengedepankan kepentingan
pribadi dan golongan ketika ada pemilihan umum atau pemilihan ketua partai
dalam maraih jabatan kepemimpinan sehingga terbentuk sebuah faksi politik
didalamnya. Yang menang akan mengganti seluruh pengurus yang kalah meski
yang bersangkutan berpengalaman namun karena berbeda dukungan membuat
seluruh komponen harus dirombak demi menghindari konflik yang berakhir pada
kudeta.
Orang yang kemudian didepak dalam kepengurusan berada di pinggiran
membuat dirinya menjadi tidak punya lagi kewenangan.Dengan kondisi demikian
pihak yang terdepak hanya memilih diam karena lemah, melawan karena
seimbang atau harus loncat ke partai lainnya. Jika kebetulan partai lain
menawarkan posisi strategis maka secara otomatis akan memilih lompat dari pada
tinggal dikandang sendiri namun pada akhirnya terkerdilkan sebab tak ada posisi
dan kewenangan yang jelas.
Loncat dari partai yang lain merupakan bentuk pertahanan diri dari
serangan, kehancuran dan kekalahan. Jika seseorang diserang dan merasa
terancam dengan serangan tersebut maka dia akan meninggalkan kondisi itu
dengan mencari suasana baru. Pindahnya seseorang ke partai lain juga banyak
disesbabkan karena partainya sudah tidak lagi menggembirakan untuk konteks
Fenomena kutu loncat terjadi disebabkan kader- kader di suatu partai tidak
memiliki ideologi jelas. Partai tanpa kejelasan ideologi dalam proses
pembentukan kader secara otomatis tidak memiliki tanggung jawab kepartaian,
tanggung jawab moral sehingga perjuangannya hanya untuk memenangkan
kepentingannya. Jika kepentingan di partainya tidak terjawab maka terpaksa
memilih partai lainnya.
Proses rekrutmen dan pola kaderisasi partai sangat lemah, hampir semua
partai politik tidak memiliki sistem rekrutmen calon legislatif dan para
pengurusnya, hanya karena terkenal, artis yang bisa mendulang suara maka
seseorang sudah bisa masuk ke dalam partai tersebut padahal kebiasaan seperti ini
akan merusak tatanan dan urusan perkaderan dan rekrutmen partai. Partai tidak
lagi memiliki standar rekrutmen dalam menggaet kader dengan tetap
mengedepankan proses, tidak bisa sekedar seseorang masuk tanpa melalui
perkaderan dan tahapan yang jelas.
Perkaderan di suatu partai terjadi secara instan, seseorang bisa masuk
menjadi caleg, bupati hanya karena popolaritas, ketokohan dan kedekatan dengan
pimpinan partai padahal itu sudah tidak sejalan dengan urusan dasar
perkaderan.Perkaderan di suatu partai harus menjadi dasar bahwa semua calon
anggota dewan harus melewati fase kepengurusan, fase perjuangan di partai, fase
pendidikan di partai agar jika terpilih benar-benar bisa bertanggungjawab ke
Kutu loncat di partai hanya bisa di atasi jika ada sistem perkaderan di
setiap partai dengan menerapkan proses ideologisasi, kemudian di setiap partai
harus ada tahapan perkaderan sehingga kader- kadernya terbentuk secara mental
dan intelektual untuk bertanggungjawab ke rakyat.
Sehingga para kader-kader yang berpindah ke partai lain tidak
menunjukkan sikap loyalitas, militansinya kepada partai sesuai dengan apa yang
diungkapakan oleh Niccolò Machiavelli dalam buku the prince Sang Penguasa
“menjelaskan bahwasanya manusia bersifat pragmatis dan melakukan tindakan
hanya berdasarkan kepentingan saja.”
Partai politik hadir di tengah-tengah masyarakat bertujuan untuk mencari
dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program yang
disusun berdasarkan ideologi tertentu. Cara yang digunakan oleh suatu partai
politik dalam sistem demokrasi untuk mendapatkan dan mempertahankan
kekuasaan ialah ikut serta dalam pemilihan umum.Partai politik agar memperoleh
eksistensi dalam sistem politik, partai politik harus bersaing dalam pemilihan
umum untuk memperoleh suara dari masyarakat dan mendapat kursi di parlemen.
Rekruitmen politik atau representasi politik memegang peranan penting
dalam sistem politik suatu negara. Karena proses ini menentukan orang-orang
yang akan menjalankan fungsi-fungsi sistem politik negara itu melalui
lembaga-lembaga yang ada. Oleh karena itu, tercapai tidaknya tujuan suatu sistem politik
yang baik tergantung pada kualitas rekruitmen politik. Kehadiran suatu partai
Salah satu fungsi yang terpenting yang dimiliki partai politik adalah fungsi
rekruitmen politik.
Partai Golongan Karya (Partai Golkar), sebelumnya bernama Golongan
Karya (Golkar) dan Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar), adalah
sebua
akhir pemerintahan Preside
menandingi pengar
perkembangannya, Sekber GOLKAR berubah wujud menjadi Golongan Karya
yang menjadi salah satu organisasi peserta Pemilu. Dalam Pemilu 1971, salah satu
pesertanya adalah Golongan Karya yang tampil sebagai pemenang sampai dengan
tahun 1998.
Setelah pemerintahan Soeharto selesai dan reformasi bergulir, proses
demokratisasi di Indonesia pasca orde baru telah menghasilkan desain sistem
politik yang sangat berbeda secara signifikan dengan desain yang dianut selama
masa orde baru. Reformasi prosedural dan kelembagaan yang walau dilakukan
secara bertahap, telah mengubah landasan berpolitik secara sangat radikal,
sehingga Akbar Tandjung yang terpilih sebagai ketua umum di era itu kemudian
mati-matian mempertahankan partai tersebut. Di bawah kepemimpinan Akbar,
Golkar berubah wujud menjadi Partai Golkar. Saat itu Golkar juga mengusung
citra sebagai Golkar baru.Upaya Akbar Tandjung tak sia-sia, dia berhasil
Pada Munas VII Partai Golkar yang dianggap sebagai Munas paling panas
dalam sejarah perjalanan Golkar terjadi pertarungan memperebutkan posisi Ketua
Umum setidaknya melibatkan tiga kelompok besar, yaitu kelompok struktural,
kelompok tradisional dan kelompok saudagar. Kelompok stuktural terdiri dari
jajaran pengurus DPP Partai Golkar di bawah kepemimpinan Akbar Tanjung,
Kelompok tradisional terdiri dari atas beberapa Ormas pendiri Golkar, khususnya
SOKSI dan Kosgoro yang memberikan dukungan kepada Wiranto. Sedangkan
kelompok Saudagar, yang diwakili oleh Surya Paloh, kemudian berkoalisi
mendukung Jusuf Kalla.Kelompok ini memiliki modal financial yang paling besar
dalam menggalang dukungan, selain Surya Paloh dan Jusuf Kalla, beberapa aktor
penting pendukung koalisi ini adalah Aburizal Bakrie, Agung Laksono, Muladi,
Sri Sultan Hamengkubuwono X, dan Ginanjar Kartasasmitha. Pada Munas ini
terpilih Jusuf Kalla menjadi Ketua Umum Partai Golkar.3
1. Perubahan “Tri Sukses” menjadi “Catur Sukses” dengan
menempatkan secara khusus program perkaderan sebagai salah satu
“sukses” yang harus diraih dalam program “Catur Sukses”. Ini berarti, Dalam Munas VIII di
Pekanbaru, Aburizal Bakrie terpilih sebagai ketua umum menggantikan Jusuf
Kalla.
Pada masa kepemimpinan Abu Rizal Bakrie partai Golkar fokus pada
masalah kaderisasi sesuai dengan hasil Rapimnas tanggal 17-19 Oktober 2010.
Setidaknya, ada tiga indikator keseriusan Partai GOLKAR di bidang kaderisasi :
3
sukses kaderisasi tidak lagi menjadi subordinasi Sukses Konsolidasi,
sebagaimana yang dianut selama ini.
2. Dalam struktur kepengurusan Partai GOLKAR, mulai tingkat pusat
hingga desa/kelurahan dan organisasi sayap pemuda dan perempuan,
terdapat seorang ketua yang secara khusus membidangi kaderisasi dan
keanggotaan.
3. Rapimnas I tahun 2010 telah menetapkan “Tahun 2011 sebagai Tahun
Kaderisasi”.4
Refleksi Perkaderan
Pemilu 1999 dengan multi-party system merupakan Pemilu I setelah
pemerintahan Orde Baru tumbang tahun 1998. Pelajaran penting dari Pemilu
1999, Partai GOLKAR mengalami proses kristalisasi dan secara alamiah
menyeleksi kader – kadernya yang setia dan militan.
Sistem perkaderan Partai GOLKAR dan kekuasaan yang dimiliki selama
30 tahun, ternyata tidak melahirkan kebanggaan bagi kader – kadernya dan gagal
melahirkan kader – kader tangguh dengan loyalitas, kemampuan dan daya tahan
tinggi menghadapi tekanan dan situasi yang mencekam dan begitu cepat berubah.
Jika Partai GOLKAR kehilangan suara lebih dari 300 persen pada Pemilu 1999,
merupakan indikasi cukup kuat bahwa sistem apapun yang ada di Partai
GOLKAR selama puluhan tahun, tidak mampu mengikat anggota dan kadernya
secara kelembagaan dan ideologis.
Kesalahan sistem perkaderan Partai GOLKAR selama ini karena Partai
GOLKAR sangat memanjakan para kadernya dengan materi, jabatan dan
kekuasaan. Situasi seperti ini hanya melahirkan kader – kader pragmatis. Jika
tidak mendapatkan yang diinginkannya, mereka mencari – cari alasan
menyalahkan Partai GOLKAR, bahkan pindah ke partai lain. Hal ini terjadi
sampai sekarang, misalnya di sejumlah Pilkada dan pemilu legislatif yang lalu.
Selain itu, target perkaderan Partai GOLKAR tidak jelas dan ambigu,
pelaksanaannya tidak efektif dan tidak maksimal. Kegiatan perkaderan dianggap
sebagai rutinitas-konstitusional. Yang penting sudah dilaksanakan.
Jadi, sistem perkaderan Partai GOLKAR sangat longgar dan lemah,
terutama secara ideologis. Ada sejumlah gejala yang bisa menggambarkan
lemahnya sistem perkaderan Partai GOLKAR dan inilah wajah perkaderan Partai
GOLKAR sesungguhnya :
a. Siklus perkaderan tidak jelas. Kurikulum, silabus dan target out-put
perkaderan yang achemestry dengan kebutuhan jangka panjang partai.
b. Sistem perkaderan Partai GOLKAR tidak berorientasi pada tujuan (by
obyective), tapi sekedar mengejar target jumlah orang yang ikut
perkaderan (by process). Perkaderan yang berorientasi pada proses,
sifatnya sangat pragmatis, kuantitatif dan tidak memiliki nilai
strategis-ideologis.
c. Keterbatasan sumber daya manusia di bidang perkaderan. Orang –
instruktur/penceramah) tidak dalam kapasitas dan kompetensi yang
tepat.
d. Tidak ada standar keinstrukturan dan standar kualitatif-ideologis bagi
instruktur, in-put dan out-put perkaderan Partai GOLKAR.
e. Tidak ada proporsionalitas bagi peserta pendidikan kader. Tiap orang
bisa mengikuti perkaderan, tidak perduli di jenjang perkaderan seperti
apa dan untuk kualifikasi anggota seperti apa. Acap terjadi, seseorang
yang belum pernah ikut Diklat, tiba – tiba mengikuti Diklat Karsinal
provinsi bahkan nasional. Yang lebih parah, orang yang baru beberapa
saat menjadi anggota Partai GOLKAR dan belum pernah ikut Diklat,
tiba tiba menjadi peserta Diklat Instruktur.
f. Tidak maksimalnya peran kelembagaan dalam pengelolaan
perkaderan, tidak adanya standar evaluasi, monitoring dan
tindaklanjut aktifitas perkaderan, tidak ada konsistensi dalam
penugasan kader di jabatan – jabatan politis – strategis, seperti kepala
daerah dan anggota legislatif.
g. Tidak ada konsistensi pelaksanaan standar pendayagunaan potensi
kader. Banyak anggota yang tidak pernah mengikuti perkaderan, tiba
– tiba bisa menjadi pengurus harian di partai dan duduk di legislatif.
Yang lebih parah, kemarin terdaftar sebagai pemimpin sebuah partai,
tapi hari ini malah menjadi pimpinan di Bidang Pemenangan Pemilu
jabatan di Partai GOLKAR bagi orang – orang yang punya duit dan
kekuasaan.
h. Materi kegolkaran (mata pelajaran dan waktu yang digunakan) di
setiap jenjang dan bentuk perkaderan ternyata porsinya sangat kecil,
sementara materi dan waktu yang digunakan tidak sama. Bagi partai
sebesar dan setua Partai GOLKAR, dengan porsi mata pelajaran
kegolkaran yang sangat minim, sangat tidak relevan dengan situasi
dan kebutuhan partai ke depan. Apa yang bisa dieksplor oleh para
kader di desa, kecamatan dan kabupaten/kota jika dalam pendidikan
mereka hanya mendapat dua sesi kegolkaran selama 90 menit, atau
Diklat Karsinal Provinsi yang hanya punya tiga sesi kegolkaran,
masing – masing 60 menit (Pedoman Perkaderan 1998 – 2004 dan
2004 – 2009).
Sebagai sebuah Partai nasional, Struktur organisasi Partai Golkar
mengikuti struktur pemerintahan yang ada di Indonesia yang memilki tingkatan
dari pusat sampai tingkat daerah begitupun dengan partai Golkar juga memilki
tingkatan yang sama. Hanya saja pada partai Golkar untuk tingkat pusat disebut
dengan Dewan Pimpinan Pusat (DPP), daerah tingkat I atau Propinsi disebut
Dewan Piempinan Daerah I (DPD I), daerah tingkat II atau Kabupaten/Kotamadya
disebut Dewan Pimpinan Daerah II (DPD II).
Salah satu perwakilan partai Golkar di daerah adalah Dewan Pimpinan
Daerah I (DPD I) Partai Golkar Sumatera Utara. DPD I Golkar Sumut menaungi
II Partai Golkar Pematangsiantar, DPD II Partai Golkar Simalungun dan beberapa
daerah tingkat II lainnya.
Partai Golongan Karya Pematangsiantar yang saat ini dipimpin oleh ketua
yang bernama Mangatas Silalahi, SE. Sekretaris partai dipegang Syaiful Amin
Lubis, ST. Sedangkan Lembaga Pengelola Kaderisasi (LPK) Golkar
Pematangsiantar periode 2011-2015, dengan Ketua Marli Suryatama.Partai Golkar
di bawah kepemimpinan Mangatas Silalahi lebih memfokuskan pada
permasalahan pengkaderan partai. Walaupun partai ini memiliki banyak kader dan
juga simpatisan, tidak membuat partai lupa akan fungsi nya yaitu rekruitmen
kader partai. Dia juga meminta kepada para pengurus agar tampil baik di
tengah-tengah masyarakat, termasuk untuk menjaga citra Partai Golkar. Lanjutnya,
dengan revitalisasi itu dapat meningkatkan intensitas pengurus, khususnya
pengurus harian.
Dalam harian metro siantar ketua pernah mengucapkan “Saya meminta
loyalitas penuh dari seluruh pengurus, karena tanpa kerjasama dan solidaritas
yang baik, partai tidak akan menang, begitu juga sebaliknya. Sehingga target 30
persen dapat tercapai pada Pemilu 2014 mendatang. Saya Yakin, para pengurus
dapat melahirkan semangat baru dan memupuk rasa kebersamaan,”.5
Mangatas juga berharap, seluruh pengurus DPD II PG Siantar, termasuk
pengurus kecamatan, kelurahan, dan organisasi pendukung, seperti SOKSI,
MKGR, Kosgoro dan sebagainya, termasuk para kader agar melakukan kerjasama
yang baik, sehingga dapat bersinergis untuk memaksimalkan kinerja PG dalam
rangka pemenangan Pemilu 2014.
“Yang terpenting, seluruh kader PG harus berprilaku simpatik dan santun
untuk merebut simpati masyarakat di Kota Pematangsiantar. Termasuk peka
terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat,” sebutnya. Mangatas
juga yakin dan percaya, PG akan keluar menjadi pemenang pada 2014 di Kota
Pematangsiantar. Dalam rapat pleno diperluas tersebut, Sekretaris DPD II Partai
Golkar, Syaiful Amin Lubis ST menyampaikan perlunya revitalisasi itu
mengingat kepengurusan yang sudah berjalan dua tahun, ada hambatan dalam
mengkonsolidasikan pengurus, khususnya para Wakil Ketua, dan pengurus harian.
Menurut Syaiful Amin Lubis ST, Ketua DPD II PG berkeinginan ‘mesin’
PG di Siantar dapat berjalan sesuai dengan hasil Musyawarah Nasional (Munas)
beberapa waktu lalu di Pekan Baru, Riau. “PG merupakan partai modern, dengan
menerapkan sistem matrik, dimana berfungsinya tugas-tugas wakil ketua yang ada
di kepengurusan.Kita berharap, revitalisasi ini menciptakan kepengurusan yang
kuat dalam bekerja membantu Ketua DPD II,” ucapnya.
Syaiful menambahkan, ke depan program atau agenda PG akan
direferensikan sesuai tugas dan fungsi para wakil ketua. Hal ini sesuai dengan
tujuan revitalisasi untuk lebih memberdayakan para wakil ketua. Dalam
baru, baik di posisi wakil ketua, wakil sekretaris, wakil bendahara, ketua bagian,
dan anggota.6
Akan tetapi dinamika sebuah partai tidaklah semulus dengan prediksi
seseorang yang berdiri di dunia impian, harapan dari seorang pemimpin pastilah
menjalankan partai dengan kenyamanan bukan dengan segala kekisruhan yang
terjadi,seperti Musyawarah Daerah DPD Tingkat II Partai Golkar Kota Pematang
Siantar, Sumatera Utara, berlangsung ricuh. Kekesalan itu dilampiaskan dengan
membanting kursi di ruangan rapat.Suasana nyaris kisruh sehingga jalannya
musda terpaksa dihentikan panitia.7
Kekesalan seorang kader partai tidaklah semestinya dengan membuat
kerisuhan dengan membantingkan kursi, tindakan ini bukanlah mencerminkan
gambaran seorang kader yang sudah menjalani basic training yang panjang
tentunya. Dan sering terjadi keributan ketika masa pencalonan calon legislative
dimana kader partai yang loyal dan bertanggung jawab selama beberapa tahun di
kesampingkan dan digantikan dengan kader-kader instan seperti terjadi di daerah
Simalungun, terjadi konflik antara ketua kecamatan dengan ketua Golkar, dugaan
adanya intrik suap dan menyuap sehingga kader Golkar yang pantas dan layak di
buang dari bakal calon legislative.
tanggal 15 November 2013)
Menurutnya, pernyataan tersebut dianggap mencederai Partai Golkar
seutuhnya. Sebab selama ini, partai berlambang pohon beringin itu memiliki visi
Catur Sukses Golkar, meliputi konsolidasi, kaderisasi untuk mencari simpatisan
sebanyak-banyaknya, kekaryaan berbuat untuk daerahnya masing-masing pada
kepentingan masyarakat luas dan menyukseskan pemilu 2014.
“Dengan pernyataan Janter yang menginginkan agar saya keluar,
merupakan fenomena buruk partai karena visi kaderisasi ini telah gagal.Berarti
Janter sudah mencederai Golkar. Soalnya dia meminta saya pindah partai,
sementara Golkar, sesuai visinya, ingin terus menambah kader.8
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada
umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta
kebudayaan yang dihasilkan.
Dari persoalan yang di diskripsi oleh Partai Golkar Pematangsiantar,
maka permasalahan pengkaderan ini boleh dilakukan penelitian sebagai salah satu
syarat untuk menempuh gelar sarjana di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.
1.2. Tinjauan Pustaka
9
Antropologi adalah bahasa Yunani yang berasal
dari kata anthropos dan logos. Anthropos berarti manusia dan logos berarti ilmu.
Objek dari antropologi adalah manusia di dalam masyarakat suku bangsa,
kebudayaan dan prilakunya. Ilmu pengetahuan antropologi memiliki tujuan untuk
9
mempelajari manusia dalam bermasyarakat suku bangsa, berperilaku dan
berkebudayaan untuk membangun masyarakat itu sendiri.
Antropologi Politik sebagai salah satu spesialis ilmu Antropologi,
membahas pendekatan antropologi terhadap gejala-gejala politik dalam kehidupan
manusia. Pembahasan meliputi teori-teori mengenai perwujudan politik dalam
kehidupan manusia serta sistem politik pada masyarakat sederhana dan modern.
Selain itu juga membahas pendekatan antropologi terhadap gejala-gejala politik
dalam kehidupan manusia, termasuk yang tidak terkategori sebagai gejala-gejala
politik yang berkaitan dengan lembaga-lembaga politik formal/pemerintah dalam
masyarakat modern. Dengan demikian, cakupan pembahasan meliputi pula
berbagai gejala politik dan organisasi sosial dalam komuniti-komuniti masyarakat
perdesaan/non-masyarakat kompleks.
Kaitan antara Ilmu Antropologi dengan ilmu politik yaitu ilmu antropologi
memberikan pengertian-pengertian dan teori-teori tentang kedudukan serta
peranan satuan-satuan sosial budaya yang lebih kecil dan sederhana. Mula-mula
Antropologi lebih banyak memusatkan perhatian pada kehidupan masyarakat dan
kebudayaan di desa-desa dan dipedalaman. Namun semenjak Antropologi di
kontemporerkan maka semua yang lini kehidupan yang ada aktifitas manusia
dapat dikaji oleh ilmu Antropologi.
Ruang lingkup atau batasan yang menjadi "ruang sentuhan" antara disiplin
antropologi dan ilmu politik. Pengertian dasar mengenai kedua disiplin ini akan
Pendekatan-pendekatan antropologi politik melalui pemahaman atas kedua aspek
ini, suatu kajian dapat secara subyektif menyatakan diri memakai pendekatan
antropologi politik atau secara obyektif ke dalam subdisiplin ini.
Secara tersirat dari istilah yang dipergunakan yaitu antropologi politik,
subdisiplin ini menempati wilayah kajian yang menjembatani disiplin antropologi
dengan ilmu politik. Ruang jembatan tersebut diisi dengan titik-titik persentuhan
dalam teori, konsep maupun metodologi dan pendekatan yang dipergunakan.
Dalam hal teori dan konsep, hubungan tersebut dapat berupa "hubungan antara
struktur dan masyarakat dengan struktur dan tebaran kekuasaan dalam
masyarakat" tersebut. Jadi dapat dikatakan bahwa jika antropologi merupakan
kajian atas struktur masyarakat dan pranata sosial, dan ilmu politik secara umum
memfokuskan kajiannya dalam aspek kekuasaan, maka kajian antropologi politik
berusaha menghubungkan kedua ilmu tersebut menjadi satu wilayah kajian.
Antropologi telah pula berpengaruh dalam bidang metodologi penelitian
ilmu politik, salah satu pengaruh yang amat berguna dan terkenal serta kini sering
dipakai dalam ilmu politik ialah metode peserta pengamat. Penelitian semacam ini
memksa sarjana ilmu politik untuk meniliti gejala-gejala kehidupan sosial “dari
dan dalam” masyarakat yang menjadi obyek penelitiannya.
Pembahasan dalam antropologi politik bisa berisi beraneka macam
persoalan yang berkaitan dengan deskripsi dan analisa tentang sistem (struktur,
proses, dan perwakilan) yang terdapat dalam masyarakat yang dianggap
merupakan pendekatan antropologi dalam mempelajari proses-proses dan
struktur-struktur politik yang dilakukan melalui metode kajian kasus yang intensif
maupun melalui kajian perbandingan lintas budaya.10
Dalam buku “ Primitive Culture” E.B. Taylor mendefinisikan kebudayaan
sebagai hal yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,
adapt-istiadat, kebiasaan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperoleh
manusia sebagai anggota masyarakat. Menurut Koentjaningrat (1985) kebudayaan
adalah keseluruhan ide-ide, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Definisi
lebih singkat terdapat pada pendapat Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi Kebudayaan merupakan tejemahan dari istilah culture dari bahasa Inggris.
Kata culture berasa dari bahasa latin colore yang berarti mengolah, mengerjakan,
menunjuk pada pengolahan tanah, perawatan dan pengembangan tanaman dan
ternak. Upaya untuk mengola dan mengembangkan tanaman dan tanah inilah yang
selanjutnya dipahami sebagai culture, sementara itu kata kebudayaan berasal dari
bahasa sansekerta, buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi.
Kata buddhi berarti budi dan akal. Kamus besar Bahasa Indonesia mengartikan
kebudayaan sebagai hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budaya) manusia
seperti kepercayaan, kesenian, dan adat – istiadat.
(1964), menurut mereka kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat.11
1. Sistem Religi.
Bila disimak lebih seksama, definisi Selo Soemardjan dan Soelaeman
Soemardi lebih menekankan pada aspek hasil material dan kebudayaan.
Sementara Koentjaraningrat menekankan dua aspek kebudayaan yaitu abstrak
(non material) dan konkret (material). Pada definisi Koentjaraningrat, tampak
bahwa kebudayaan merupakan suatu proses hubungan manusia dengan alam
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah.
Dalam proses tersebut manusia berusaha mengatasi permasalahan dan tantangan
yang ada dihadapannya.
Terlepas dari perbedaan yang ada di antara pendapat di atas.Tampak
bahwa belajar merupakan unsur penting dari pengertian kebudayaan.Seperti
terlihat pula pada definisi kebudayaan menurut Kroeber (1948). Menurutnya,
kebudayaan adalah keseluruhan realisasi gerak, kebiasaan, tata cara, gagasan, dan
nilai-nilai yang dipelajari dan diwariskan, serta perilaku yang ditimbulkannya.
Koentjaraningrat(1985)menyebutkan ada tujuh unsur-unsur kebudayaan.
Ia menyebutnya sebagai isi pokok kebudayaan. Ketujuh unsur kebudayaan
universal tersebut adalah :
2. Sistem Organisasi Masyarakat
3. Sitem Pengetahuan 11
4. Sistem Mata Pencaharian Hidup dan Sistem – Sistem Ekonomi
5. Sistem Teknologi dan Peralatan
6. Bahasa
7. Kesenian
Dalam kepustakaan antropologi ada beberapa istilah yang digunakan untuk
menyebut satu aspek dari kebudayaan yang mengatur penyusunan manusia dalam
kelompok-kelompok yang tercakup di dalam masyarakat, Istilah yang
dipergunakan oleh banyak ahli antropologi untuk membatasi pengertian tersebut
adalah organisasi sosial. Herskovits mengatakan bahwa organisasi sosial itu
meliputi lembaga-lembaga yang menetapkan posisi dari laki-laki dan perempuan
di dalam masyarakat, dan karenanya melahirkan relasi antar masyarakat. Kategori
ini terbagi dalam 2 kelas lembaga-lembaga, yaitu lembaga-lembaga yang timbul
dari kekerabatan, lembaga-lembaga yang berkembang dari asosiasi bebas di antara
individu-individu.
Struktur kekerabatan meliputi keluarga dan pengembangannya sampai
kelompok-kelompok seperti klan. Asosiasi bebas yang tidak dibangun atas dasar
kekerabatan meliputi berbagai-bagai bentuk dari pengelompokan berdasarkan sex,
umur dan dalam arti yang lebih luas, struktur sosial itu juga meliputi relasi sosial
yang mempunyai karakter politik yang berdasarkan atas daerah tempat tinggal dan
status, studi mengenai organisasi sosial menurut Herskovits meliputi studi tentang
Ahli antropologi lain yaitu W.H.R. Rivers,dalam Harsojo(1967) melihat
organisasi sosial sebagai proses yang menyebabkan individu disosialisasikan
dalam kelompok. Ia berpendapat, bahwa dia dapat juga mengganti studi mengenai
organisasi sosial menjadi studi tentang social groupings, dan bagian-bagian dari
fungsi sosial yang mengiringi pengelompokan itu. Ia mengatakan bahwa ruang
lingkup penyelidikan mengenai organisasi sosial meliputi struktur dan fungsi dari
pada kelompok. Adapun fungsi tersebut dapat dibagi dalam dua bagian:
1. Fungsi yang berhubungan antara kelompok dengan kelompok dan
2. Fungsi yang bermacam-macam dari pada kelompok sosial itu adalah
pranata-pranata sosial.
Raymond Firth, dalam Harsojo(1967), mengemukakan arti yang khusus
bagi konsep organisasi sosial. Dalam bukunya “elements of social organization”,
dia mengemukakan bahwa Antropologi sosial menyelidiki “human social process
comparatively”. Dengan proses sosial disini dimaksudkan operasi dari kehidupan
sosial, cara bagaimana aksi dan existensi dari pada manusia hidup itu
mempengaruhi manusia lain yang hidup dalam suau relasi tertentu.
Dalam penyelidikan mengenai relasi sosial apakah istilah ini digunakan
dalam rangka pengertian tentang masyarakat, kebudayaan atau community,
dapatlah dibedakan antara struktur, fungsi dan organisasinya. Dalam hubungan ini
Firth melihat pengertian mengenai struktur sosial itu sebagai pola-pola ideal,
sedang organisasi sosial dilihatnya sebagai aktivitas konkrit. Ide tentang
dengan aksi yang direncanakan bersama. Organisasi adalah satu proses sosial dan
pengaturan aksi berturut- turut konform dengan tujuan yang dipilih. Organisasi
sosial adalah penyusunan dari relasi sosial yang dilakukan dengan jalan pemilihan
dan penetapan.
Menurut Parson(1953): individu mendapatkan akses ke jenjang status
peranan yang lebih tinggi karena prestise yang di dapat sangat penting berupa
ganjaran materi dan lainnya yang lebih besar. Sekurang-kurangnya dalam
masyarakat demokratis persaingan ini relatif terbuka karena orang memiliki
kesempatan yang masuk akal untuk melakukan yang terbaik bagi masyarakat.
Tatanan yang dibangun secara fungsional untuk memenuhi kebutuhan masyarakat,
serta di tempatkan pada tempatnya secara kompeten dan qualified.12
Menurut Redcliffe Brown organisasi politik adalah organisasi yang
melaksanakan aktifitas sosial yang menyangkut penjagaan keteraturan dan
stabilitas masyarakat dalam suatu wilayah tertentu, dengan menggunakan
kekuasaan dan kalau perlu kekerasan secara absah.13
Partai politik dalam era modern dimaknai sebagai suatu kelompok yang
terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan
cita-cita yang sama. Tujuannya adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan
merebut kedudukan politik untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.
12
Saifuddin,Achmad(2005). Antropologi Kontemporer Cetakan I. Jakarta: Kencana.
13
Sehingga dapat didefinisikan bahwa tujuan manusia berpolitik adalah mencari
kekuasaan yang memiliki pengertian :
a. Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau
kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan
kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan
melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau
kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain
sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002)
b. Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi pihak lain untuk
berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi
(Ramlan Surbakti,1992).14
c. Menurut Hume kekuasaan hanyalah kemampuan untuk menimbulkan
akibat-akibat terhadap orang atau barang.
d. Menurut MG. Smith kekuasaan sebagai kemampuan untuk bertindak
secara efektif terhadap orang atau barang, dengan mempergunakan
cara-cara yang berkisar dari bujukan ( persuasi ) sampai kekerasan.
e. Menurut Weber kekuasaan adalah kemampuan yang terdapat pada
aktor, didalam konteks hubungan sosial tertentu, memerintah
sebagaimana yang dikehendakinya sendiri.15
14
Budiardjo, Miriam (1998); Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta:Gramedia
15
Dilihat dari pengertian tersebut, ada beberapa unsur penting yang ada
dalam partai politik, yaitu: orang-orang, ikatan antara mereka hingga terorganisir
menjadi satu kesatuan, serta orientasi, nilai, cita-cita, tujuan dan kebijaksanaan
yang sama.
Beberapa pengertian partai politik menurut ahli Partai politik adalah sarana
politik yang menjembatani elit-elit politik dalam upaya mencapai kekuasaan
politik dalam suatu negara yang bercirikan mandiri dalam hal finansial, memiliki
platform atau haluan politik tersendiri, mengusung kepentingan-kepentingan
kelompok dalam urusan politik, dan turut menyumbang political development
sebagai suprastruktur politik.
Dalam rangka memahami Partai Politik sebagai salah satu komponen Infra
Struktur Politik dalam negara, berikut beberapa pengertian mengenai Partai
Politik, menurut beberapa ahli :
1. Carl J. Friedrich: Partai Politik adalah sekelompok manusia yang
terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan
penguasan pemerintah bagi pemimpin Partainya, dan berdasarkan
penguasan ini memberikan kepada anggota Partainya kemanfaatan yang
bersifat ideal maupun materil.
2. R.H. Soltou: Partai Politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit
banyaknya terorganisir, yang bertindak sebagai satukesatuan politik, yang
dengan memanfaatkan kekuasan memilih, bertujuan menguasai
3. Sigmund Neumann: Partai Politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis
Politik yang berusaha untuk menguasai kekuasan pemerintah serta
merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan melawan
golongan-golongan lain yang tidak sepaham.
4. Miriam Budiardjo: Partai Politik adalah suatu kelompok yang terorganisir
yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita
yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut
kedudukan politik (biasanya), dengan cara konstitusional guna
melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.
5. Georges Balandier: Partai Politik adalah alat utama modernisasi, karena
sifatnya sebagai inisiatif elit modernis, karena organisasinya yang
memberikan kontak lebih erat dengan komunitas ketimbang yang di milki
oleh negara.16
Adapun beberapa fungsi partai Poltik adalah :
1. Partai sebagai sarana komunikasi politik. Partai menyalurkan aneka ragam
pendapat dan aspirasi masyarakat. Partai melakukan penggabungan
kepentingan masyarakat (interest aggregation) dan merumuskan
kepentingan tersebut dalam bentuk yang teratur (interest articulation).
Rumusan ini dibuat sebagai koreksi terhadap kebijakan penguasa atau
usulan kebijakan yang disampaikan kepada penguasa untuk dijadikan
kebijakan umum yang diterapkan pada masyarakat.
16
2. Partai sebagai sarana sosialisasi politik. Partai memberikan sikap,
pandangan, pendapat, dan orientasi terhadap fenomena (kejadian,
peristiwa dan kebijakan) politik yang terjadi di tengah masyarakat.
Sosialisi politik mencakup juga proses menyampaikan norma-norma dan
nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bahkan, partai politik
berusaha menciptakan image (citra) bahwa ia memperjuangkan
kepentingan umum.
3. Partai politik sebagai sarana rekrutmen politik. Partai politik berfungsi
mencari dan mengajak orang untuk turut aktif dalam kegiatan politik
sebagai anggota partai.
4. Partai politik sebagai sarana pengatur konflik. Di tengah masyarakat
terjadi berbagai perbedaan pendapat, partai politik berupaya untuk
mengatasinya. Namun, semestinya hal ini dilakukan bukan untuk
kepentingan pribadi atau partai itu sendiri melainkan untuk kepentingan
umum.
Pada penelitian ini akan membahas tentang pola kaderisasi partai golkar
sehingga sebelum kita membahas terlalu jauh alangkah lebih baiknya kita paham
dalam pengertian pola.
Pola adalah bentuk atau model (atau, lebih abstrak, suatu set peraturan)
yang bisa dipakai untuk membuat atau untuk menghasilkan suatu atau bagian dari
sejenis untuk pola dasar yang dapat ditunjukkan atau terlihat, yang mana sesuatu
itu dikatakan memamerkan pola.17
Menurut AS. Hornby (dalam kamusnya Oxford Advanced Learner’s
Dictionary) dikatakan bahwa “Cadre is small group of people who are specially
chosen and tarined a particular purpose“. Jadi pengertian kader adalah
“Sekelompok orang yang terorganisir secara terus menerus dan akan menjadi
tulang punggung bagi kelompok yang lebih besar“. Hal ini dapat dijelaskan,
Pertama, seorang kader bergerak dan terbentuk dalam organisasi, mengenal
aturan-aturan permainan organisasi dan tidak bermain sendiri sesuai dengan selera
pribadi. Kedua, seorang kader mempunyai komitmen yang terus menerus
(permanen), tidak mengenal semangat musiman, tapi utuh dan istiqomah
(konsisten) dalam memperjuangkan dan melaksanakan kebenaran. Ketiga, seorang
kader memiliki bobot dan kualitas sebagai tulang punggung atau kerangka yang
mampu menyangga kesatuan komunitas manusia yang lebih besar. Jadi fokus
penekanan kaderisasi adalah aspek kualitas. Keempat, seorang keder memiliki visi Partai politik memiliki wadah bagi orang-orang untuk berproses dan
belajar sehingga rekruitmen politik inilah yang akan melahirkan kader-kader
partai politik tersebut.
17
dan perhatian yang serius dalam merespon dinamika sosial lingkungannya dan
mampu melakukan ” social engineering”.18
1. Bagaimanakah pola kaderisasi di Partai Golkar khususnya di daerah
Kotamadya Pematangsiantar ?
Di Indonesia banyak sekali partai-partai yang berkembang pada zaman
sekarang. Partai-partai lama yang bertahan sampai sekarang adalah Partai Golkar,
Partai PDI-P, Partai PPP. Yang menjadi sorotan dari peneliti adalah Partai Golkar
terutama dalam hal kaderisasinya.
1.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penelitian ini adalah
penelitian yang berfokus pada kaderisasi Partai Golongan Karya yang terjadi di
Kotamadya Pematangsiantar.Mengingat kajian ini menggunakan pendekatan
struktural sebagai salah satu ciri khas antropologi dalam menggambarkan objek
studinya, maka gambaran penilitian tentang Partai Golkar ini akan tergambar
dalam serangkaian pertanyaan penelitian yang mencakup:
2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi proses kaderisasi partai
Golkar di daerah Pematangsiantar ?
3. Faktor apakah yang paling dominan dalam mempengaruhi proses
pencalonan kader menjadi calon anggota legislatif ?
18
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Setiap penelitian tentunya memiliki tujuan dan manfaat yang sangat
penting, karena melalui tujuan dan manfaat itulah, maka suatu penelitian dapat di
mengerti dan di pahami. Tujuan dari penelitian ini salah satunya adalah untuk
memenuhi syarat dalam menyelesaikan kuliah S1 pada Departemen Antropologi
FISIP USU. Kemudian penelitian ini juga bertujuan untuk mendeskripsikan
bagaimana pola pengkaderan yang dilakukan oleh DPD II Partai Golkar
Pematangsiantar.
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah dan
mengembangkan wawasan keilmuan khususnya Antropologi. Kemudian
penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
berkepentingan dalam proses pengkaderan suatu partai politik. Secara lebih rinci,
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaaat untuk para mahasiswa agar dapat
mengetahui pola pengkaderan suatu partai khususnya Partai Golkar di
Pematangsiantar sehingga para mahasiswa dapat menggunakan pengetahuan
tersebut untuk berpartisipasi dalam dunia politik. Penelitian ini juga diharapkan
dapat bermanfaat bagi partai golkar pematangsiantar sebagai referensi dalam
1.5. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dalam lima bab. Bab pertama adalah pembahasan
mengenai latar belakang masalah dari penelitian ini. Kemudian tinjauan pustaka
yang berisi teori dan konsep yang mendukung penelitian ini. Selanjutnya
pembahasan rumusan masalah yang disusul dengan tujuan dan manfaat dari
penelitian ini. Dua bagian terakhir adalah pembahasan mengenai sistematika
penulisan dan metode penelitian yang berisi tentang pengalaman penelitian.
Pada bab kedua berisi hal-hal yang menyangkut kondisi umum Kota
Pematangsiantar dan sejarah partai golkar baik secara umum maupun secara
kedaerahan.
Pada bab ketiga berisi tentang pembahasan polakaderisasi DPD II partai
Golkar pematangsiantar.
Pada bab keempat akan dibahas hal-hal mengenai pola partai golkar di
ranah pengkaderan sehingga menghasilkan kader-kader yang berkarakter serta
menghasilkan kader-kader yang di bangun untuk dijadikan seseorang menjadi
pemimpin yang akan merebut posisi-posisi di pemerintahan.
Selain itu bab ini juga berisi tentang politik uang yang dilakukan
anggota-anggota partai Golkar dalam hal politik untuk mengambil posisi pemerintahan
tersebut.
Bab terakhir atau bab kelima berisi tentang kesimpulan yang bisa diambil
dari bab-bab sebelumnya mengenai pola pengkaderan yang terjadi di tubuh partai
diperlukan dan diharapkan bisa menjadi masukan bagi para pihak yang
berkepentingan terhadap penulisan skripsi ini.
1.6. Metode Penelitian
1.6.1. Sifat dan Pendekatan Penelitian
Penelitian adalah suatu tindakan seseorang yang dilakukan sistematis dan
mengikuti aturan-aturan metodologi, misalnya: observasi, dikontrol dan
berdasarkan pada teori yang dapat diperkuat dengan gejala yang ada.
Penelitian yang akan dilakukan ini tentunya mempunyai metode yang akan
digunakan. Metode penelitian adalah cara-cara dan prosedur yang dilakukan untuk
mengumpulkan data secara bertanggung-jawab sesuai dengan masalah yang
diteliti dan disiplin ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Menurut Gunnar
Myrdal: “etos ilmu pengetahuan sosial adalah mencari kebenaran ‘objektif’.
Penelitian ini bersifat deksriptif dengan menggunakan metode kualitatif
untuk menggambarkan bagaimana pola pengkaderan yang dilakukan oleh Partai
Golkar di Pematangsiantar. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Koentjaraningrat, penelitian yang bersifat deskriptif bertujuan untuk
menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala atau kelompok
tertentu atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala hubungan
tertentu antar suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.
Dalam penelitian ini, tentunya akan bersifat etnografi pula, karena untuk
mendeskripsikan fenomena di lapangan, pastinya banyak hal yang dapat harus
mendeskripsikan suatu kebudayaan.Tujuan utama aktifitas ini adalah memahami
suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli.Sebagaimana
dikemukakakn oleh Malinowski, tujuan etnografi adalah memahami sudut
pandang penduduk asli, hubungannya dengan kehidupan, untuk mendapatkan
pandangannya mengenai dunianya. Oleh karena itu, penelitian etnografi
melibatkan aktifitas belajar mengenai dunia orang yang telah belajar melihat,
mendengar, berbicara, berfikir, dan bertindak dengan cara yang berbeda. Tidak
hanya mempelajari masyarakat, etnografi berarti lebih daripada belajar dari
masyarakat.
Di dalam penelitian ini, ada 2 jenis data yang digunakan yaitu data primer
dan data skunder.Data primer adalah data yang diperoleh dari lapangan melalui
observasi dan juga melalui wawancara. Sedangkan pada data sekunder, hanyalah
sebagai pelengkap untuk melengkapi data primer yaitu data yang diperoleh dari
karangan-karangan ilimiah ataupun dokumen-dokumen yang berasal dari media
massa internet, data dari pemerintahan, partai politik dan sebagainya.
Penelitian ini juga menggunakan pendekatan struktural yang memiliki arti
suatu metode atau cara pencarian terhadap suatu fakta yang sasarannya tidak
hanya ditujukan kepada salah satu unsur sebagai individu yang berdiri sendiri di
luar kesatuannya, melainkan ditujukan pula kepada hubungan antar unsurnya.
Struktural merupakan keseluruhan yang bulat, yaitu bagian-bagian yang
1.6.2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini diperlukan data yang valid dan objektif sehingga
dibutuhkan suatu teknik pengumpulan data yang tepat. Pada kesempatan ini
peneliti menggunakan kombinasi tiga teknik pengumpulan data, yaitu :
a. Observasi Partisipasi
Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data melalui pengamatan
terhadap gejala yang terjadi pada objek yang diteliti. Panca indera manusia adalah
alat utama yang digunakan untuk menangkap segala gejala yang diamati. Hasil
dari gejala yang ditangkap oleh panca indera tersebut dapat dicatat untuk
kemudian dianalisis oleh peneliti untuk menjawab masalah penelitian. Tujuan
utama pengamatan adalah untuk mencatatkan atau mendeskripsikan prilaku objek
serta memahaminya dan akhirnya menjadi sebuah kesimpulan awal.Informasi dan
data pada penelitian ini salah satunya didapat dari observasi partisipasi yang
dilakukan untuk melihat secara langsung proses dinamika Partai Golkar, Tidak
hanya itu selama proses pengumpulan data melalui observasi, saya juga terlibat
dan ikut serta dengan aktivitas partai. Secara operasional teknik pengumpulan data
yang berupa observasi partisipasi tidaklah bisa dipisahkan dengan teknik
pengumpulan data yang berupa wawancara mendalam.
b. Wawancara Mendalam
Didalam penelitian ini, peneliti akan mencoba mengumpulkan data melalui
teknik wawancara. Wawancara ataupun interview adalah suatu percakapan yang
memiliki pertanyaan yang sudah terstruktur (formal) dan dengan maksud tertentu
yaitu orang yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan.
Wawancara yang akan dilakukan yakni melakukan Tanya jawab secara langsung
dan terbuka dengan individu ataupun kelompok yang akan diteliti.
Tujuan melakukan wawancara dalam penelitian adalah guna mendapatkan
keterangan secara lisan dari informan atau sering juga disebut dengan
responden.Responden adalah seseorang yang diwawancarai dan diharapkan
memberikan respon atas pertanyaan terstruktur yang diajukan. Sedangkan
informan adalah seseorang yang diwawancarai dan diharapkan memberikan
keterangan ataupun informasi mengenai hal-hal yang ingin diketahui oleh si
peneliti. Ada beberapa tipe informan seperti informan pangkal, informan kunci,
dan juga informan biasa. Dalam penelitian antropologi, biasanya menggunakan
istilah informan ini kepada orang-orang yang memberikan keterangan ataupun
informasi.
Wawancara yang dilakukan peneliti nantinya dilakukan melalui
percakapan-percakapan biasa dan sederhana. Meskipun percakapan biasa yang
dilakukan, peneliti tetap mengarahkan percakapan pada fokus pertanyaan
penelitian. Teknik wawancara ini dilakukan agar komunikasi antara subjek
peneliti dengan peneliti diharapkan agar tidak membuat subjek peneliti itu merasa
bosan. Selain itu, teknik ini dilakukan bertujuan untuk memperkuat data yang
sebelumnya didapat dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti.19
19
Dalam penelitian ini nantinya peneliti akan menggunakan beberapa alat
pendukung guna mengumpulkan data. Selain pedoman wawancara, yang mana
peneliti juga akan menggunakan alat perekam serta kamera digital untuk
mempermudah saat mengumpulkan data. Penggunaan alat ini bertujuan untuk
mencegah tidak terangkumnya data sewaktu melakukan wawancara, yang
disebabkan oleh kurang jelasnya informasi yang ditangkap oleh panca indera.
c. Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan teknik mengumpulkan data-data tertulis yang
berkaitan dengan maslah penelitian. Yaitu mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, prasasti, buku, agenda, majalah, dan sebagainya.
1.6.3. Teknik Analisa Data
Untuk menjawab rumusan masalah dipergunakan analisis data deskriptif
dengan pendekatan etnografis. Pada dasarnya seluruh analisis melibatkan suatu
cara berfikir yang berujung pada pengujian sistematis terhadap sesuatu untuk
menentukan bagian-bagianya, serta hubungan bagian-bagian itu dengan
keseluruhannya. Data yang diperoleh dalam proses penggalian data dianalisis
secara kualitatif. Ini artinya setiap perkembangan data diperoleh ditampilkan
dalam laporan penelitian menurut kronologis waktu secara naratif. Dengan model
ini, maka kegiatan analisis data sudah mulai dilakukan pada saat–saat awal
pengumpulan data lapangan.
Data yang sudah dikumpulkan diatur secara berurutan, diorganisasikan ke
dalam satu pola, atau dikatagorikan dan diuraikan ke dalam satuan uraian dasar
menjelaskan fenomena yang dikaji. Selanjutnya, data yang sudah diperoleh
tersebut dikonfirmasi menurut validitas, sumber dan temanya yang kemudian
diinterpretasikan. Pengkonfirmasikan data dimaksudkan untuk menentukan
data-data yang dirasa kurang valid terhadap hal demikian data-data tersebut akan
direduksikan. Sedangkan keseluruhan data yang dimiliki akan diinterpretasikan
dan dinarasikan sebaik mungkin, dengan harapan dapat memahami dengan
sebaik-baiknya data yang diperoleh, sehingga pada gilirannya dapat menjawab
permasalahan tentang kaderisasi partai politik Golongan Karya.
1.7. Pengalaman Peneliti
Ketika pertama kali mengajukan judul skripsi saya tertarik dengan
penelitian tentang partai Golkar Pematangsiantar bertepatan saya juga merupakan
anggota muda partai Golkar. Pada awal mengajukan judul menghadap Ketua
Departemen Antropologi FISIP USU, saya mendapatkan banyak pertanyaan
tentang referensi buku baik Antropologi Politik maupun dasar pemikiran
Machiovelli dalam bukunya I’ll Priciple sehingga judul saya pun diterima untuk
dijadikan skripsi dan beliau menyarankan dalam mengerjakan skripsi
tunjukkanlah dirimu sebagai mahasiswa Antropologi bukan Mahasiswa Politik
karena kajian ini sebagian besar dilakukan oleh Mahasiswa Politik. Inilah saran
Ketua Departemen Antropologi yang selalu saya ingat dan dalam penelitian ini
bukan semata hanya mencari data saja akantetapi dapat menunjukkan pendekatan
antropolog dalam mengkaji partai politik dengan pemahaman simbol atau dari
menjadi dosen pembimbing, saya memilih beliau untuk menjadi dosen
pembimbing skripsi saya. Karena beliau banyak membimbing skripsi maka saya
diajukan ke bu Emmi untuk menjadi doping saya. Ketika diawal mengantarkan
surat saya melihat kondisi Bu Emmi yang sangat memprihatinkan tetapi beliau
masih memilki semangat untuk membimbing saya. Dan akhirnya pembimbing
saya pun ditukar dengan Bapak Wan Zulkarnaen.
Sebenarnya penelitian saya mengenai Partai Golkar bukanlah hal yang
susah mendapatkan informasinya, hal ini disebabkan koordinasi antara AMPG
dengan Golkar sangatlah baik selain itu banyak informasi diberikan Sekjen Golkar
sehingga menambah wawasan dan pengetahuan saya tentang berpartai.
Selain daripada itu banyak tetangga saya yang juga berperan aktif di partai
tersebut sehingga hal ini tidaklah sulit dalam mendapatkan informasi yang saya
ingin dapatkan, sebenarnya kendala dalam pengerjaan skripsi ini terletak di saya,
karena saya baru menyadari pengerjaan skripsi haruslah dilakukan dengan focus
sehingga konsentrasi tidak terpecah. Dalam kajian ilmu antropologi, memang
seorang peneliti diarahkan untuk memiliki rapport yang baik dengan para
informan dalam melakukan penelitian.Ketika bertanya masalah kaderisasi saya
tinggal bertanya kepada Kabid Pembinaan Anggota atau Kaderisasi.
Banyak perbedaan antara melakukan penelitian ke masyarakat umum
dengan Orang-Orang yang ada di Partai, hal ini karena di Partai, struktur
organisasi menjadikan seseorang itu memilki kekuasaan dan kewenangan dalam
hal proses berpartai. Selamat untuk ketua Golkar Bapak Mangatas Silalahi karena
orang-orang di partai ini sangatlah ramah dan sangat baik dalam proses penulisan
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
2.1. Mengenal Kotamadya Pematangsiantar 2.1.1. Sejarah Kota Pematangsiantar
Kota Pematangsiantar yang kini menjadi daerah asal yang ditakuti di
Indonesia ini, ternyata menyimpan banyak cerita. Kota yang telah dibangun jauh
hari sebelum Belanda datang ini, dulunya berbentuk kerajaan, yakni Kerajaan
Siantar, yang dipimpin oleh dinasti Damanik, dengan Raja Sangnaualuh sebagai
pewaris terakhirnya. Berkedudukan di pulau Holing, kerajaan ini terbagi atas
beberapa daerah yang kelaka akan menjadi daerah hukum.
1. Pulau Holing, pusat dari kerajaan Siantar, kelak berubah menjadi
Kampung Pematang.
2. Siantar Bayu yang kemudian berubah menjadi Kampung Pusat Kota.
3. Suhi Kahean dibagi menjadi beberapa daerah hukum, yaitu Kampung
Sipinggol-pinggol, Kampung Melayu, Martoba, Sukadame dan Bane.
4. Suhi Bah Bosar juga menjadi daerah hukum yang terbilang luas, yaitu
Kampung Kristen, Karo, Tomuan, Pantoan, Toba dan Martimbang.
Hingga saat ini, yang menjadi persoalan adalah masalah penetapan hari
lahi
lahir Raja Sangnawaluh sebagai hari jadi Siantar, namun bila dikritisi lagi, Siantar