PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL
TERHADAP DISIPLIN PEGAWAI
Pada Puskesmas Rambung, Kelurahan Rambung Dalam,
Kecamatan Binjai Selatan
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana (S-1) Pada Departemen Ilmu Administrasi Negara
Disusun Oleh :
Cristine Pauline Dwinata
130921010
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
ABSTRAK
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL TERHADAP DISIPLIN PEGAWAI PADA PUSKESMAS RAMBUNG, KELURAHAN
RAMBUNG DALAM, KECAMATAN BINJAI SELATAN
Nama : Cristine Pauline Dwinata
NIM : 130921010
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Pembimbing : Dra. Elita Dewi, M.SP
Dalam menjalankan pelayanan kesehatan secara efisien, dibutuhkan seorang pemimpin yang mampu membimbing dan mengarahkan bawahan dalam pencapaian visi dan misi puskesmas. Kesuksesan dalam mencapai visi dan misi puskesmas akan tercermin dari gaya kepemimpinan seorang pemimpin yang dapat meningkatkan disiplin pegawainya. Gaya kepemimpinan Kepala Puskesmas dalam berinteraksi dengan pegawai baik dalam situasi formal maupun informal dalam meningkatkan disiplin pegawainya, maka tidak heran gaya kepemimpinan situasional menjadi penilaian yang baik dalam meningkatkan disiplin pegawai Puskesmas Rambung.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gaya kepemimpinan situasional, mengetahui bagaimana disiplin pegawai di Puskesmas Rambung, dan untuk mengetahui apakah ada pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap disiplin pegawai di Puskesmas Rambung, Binjai. Bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian asosiatif dengan pendekatan analisa kuantitatif menggunakan regresi linier sederhana. Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Ada pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap disiplin pegawai di Puskesmas Rambung”.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dan dilanjutkan dengan menganalisa data yang diperoleh, maka hasilnya adalah terdapat hubungan sebesar 0,47 yang berada pada kategori sedang dan bernilai positif. Dari hasil Uji t, diperoleh nilai sebesar 4,425. Hal ini berarti Ha diterima dan Ho ditolak yang berarti bahwa ada pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan situasional terhadap disiplin pegawai. Selanjutnya, dari hasil perhitungan juga dapat diketahui bahwa ada pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap disiplin pegawai pada Puskesmas Rambung dengan persamaan regresi linier sederhana yaitu Y = 4,96 + 0,64X yang menunjukkan bahwa jika peningkatan gaya kepemimpinan situasional dalam satu satuan skor akan diikuti dengan peningkatan disiplin pegawai sebesar 0,64. Dari hasil uji determinan maka besarnya pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap disiplin pegawai sebesar 34,81% dan sisanya 65,19% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik.
Adapun skripsi ini berjudul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional
Terhadap Disiplin Pegawai Pada Puskesmas Rambung, Kelurahan Rambung
Dalam, Kecamatan Binjai Selatan”. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui
apakah ada Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Terhadap Disiplin
Pegawai Pada Puskesmas Rambung, Kelurahan Rambung Dalam, Kecamatan
Binjai Selatan. Skripsi ini juga disusun sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan program pendidikan Strata 1 (S-1) di Departemen Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera
Utara.
Selama proses penyusunan skripsi, penulis banyak dibantu oleh berbagai
pihak. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan untaian kata terima
kasih yang tidak terhingga kepada kedua orang tua penulis yakni Ayahanda
Drs.Madin Silalahi, MM dan Ibunda Jenny R.M.Sihombing, BSc serta keempat
abang penulis yakni Ronald Silalahi, Esron Silalahi, Gilbert Silalahi, dan Ricci
Silalahi yang senantiasa memberikan doa di setiap langkah serta motivasi yang
tiada habisnya bagi penulis.
Selain itu penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu, membimbing dan mengarahkan penulis dalam
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si selaku ketua Departemen Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi
Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan
selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk
membimbing dan mengarahkan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi
ini.
4. Ibu Arlina, SH., M.Hum selaku dosen penguji yang bersedia memberikan
kritik dan saran yang tentunya akan membantu menyempurnakan skripsi ini.
5. Bapak/Ibu Staf Pengajar FISIP USU yang telah berjasa dalam memberikan
banyak bekal ilmu, nasihat, bimbingan serta arahan kepada penulis, selama
penulis menimba ilmu di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
6. Seluruh Staf Pegawai Administrasi yang ada di Departemen Ilmu
Administrasi Negara terkhusus Kak Dian dan Kak Mega yang telah banyak
membantu segala urusan administrasi sejak awal penulis memulai studi
hingga saat ini.
7. dr. Yulviarina Eka Putri selaku Kepala Puskesmas Rambung, Kelurahan
memudahkan penulis dalam melaksanakan penelitian di Puskesmas
Rambung.
8. Seluruh Staf Pegawai Puskesmas Rambung, Kelurahan Rambung Dalam,
Kecamatan Binjai Selatan yang telah membantu penulis dalam melaksanakan
penelitian baik dalam hal pengumpulan data maupun pengisian angket.
9. Rekan-rekan kerja di Kingston School, terkhusus buat Mrs.Helen Victoria
Berryamin-Yin (The Principal of Kingston School), Ms.JJ (The Leader of
Pre-School), Ms.Henny Pardede (The Leader of K-1), Ms.Novi (ICT
Teacher), dan semua rekan-rekan kerja yang tidak dapat disebutkan satu
persatu. Terima kasih buat dukungan dan motivasi yang diberikan kepada
penulis selama proses penulisan skripsi ini.
10. Seluruh teman-teman ekstensi administrasi negara stambuk 2013 yang sudah
menemani penulis selama kurang lebih 2 tahun mengikuti bangku
perkuliahan, terkhusus buat Ira dan Yohanda yang juga mempunyai dosen
pembimbing yang sama dengan penulis. Terima kasih buat dukungannya.
11. Sahabat sejati di ekstensi administrasi negara stambuk 2013 Kak Jenny, Kak
Noni, dan Kak Restu yang selalu bersama selama awal hingga akhir
perkuliahan. Terima kasih buat dukungan dan motivasi yang telah diberikan.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih banyak
terdapat kekurangan baik itu dari permasalahan sistem penulisan maupun dari
substansi penulisan skripsi itu sendiri. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari rekan-rekan mahasiswa dan Bapak/Ibu
banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penulisan
skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua.
Medan, April 2015 Hormat Saya,
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……….. 1
1.2. Rumusan Masalah ………. 4
1.3. Tujuan Penelitian ………... 5
1.4. Manfaat Penelitian ………. 5
1.5. Kerangka Teori ……….. 5
1.5.1. Pemimpin dan Kepemimpinan ………... 6
1.5.1.1. Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan….... 6
1.5.1.2. Karakteristik Kepemimpinan ………... 9
1.5.1.3. Fungsi-fungsi Kepemimpinan …………... 11
1.5.1.4. Gaya Kepemimpinan ……….….…….. 12
1.5.1.4.1. Gaya Kepemimpinan Situasional …. 13 1.5.2. Disiplin Pegawai ……….……….……... 22
1.5.2.1. Pengertian Disiplin ……….…………... 22
1.5.2.2. Jenis-jenis Disiplin Kerja Pegawai ….……... 23
1.5.2.3. Pendekatan Disiplin Kerja ………….……….. 24
1.5.2.4. Indikator Disiplin Pegawai …….……...…….. 25
1.5.3. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Terhadap Disiplin Pegawai …….………. 28
1.6. Hipotesis ………..…………..…... 30
1.7. Definisi Konsep ………..……… 31
BAB II METODE PENELITIAN
2.1. Bentuk Penelitian ………..…... 36
2.2. Lokasi Penelitian ………..… 36
2.3. Populasi dan Sampel ………. 36
2.4. Teknik Pengumpulan Data ……… 37
2.5. Teknik Penentuan Skor ………... 38
2.6. Teknik Analisis Data ……….….... 40
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 3.1. Gambaran Umum Puskesmas ……… 44
3.2.1. Visi dan Misi Puskesmas Rambung …….……… 53
3.2.2. Tujuan Puskesmas Rambung ………... 54
3.2.3. Fungsi Puskesmas Rambung ……… 56
3.2.4. Struktur Organisasi ………... 56
3.2.5. Tata Kerja Puskesmas ………... 58
3.2.6. Sarana dan Fasilitas Puskesmas ……… 59
3.2.7. Unit Kerja dan Kategori SDM Tenaga Kesehatan ... 60
BAB IV PENYAJIAN DATA 4.1. Deskripsi Data Identitas Responden ……….. 62
4.2. Variabel Penelitian ………..…... 65
4.2.1. Gaya Kepemimpinan Situasional (Variabel X) …….... 65
4.2.2. Disiplin Pegawai (Variabel Y) ………... 74
BAB V ANALISIS DATA 5.1. Klasifikasi Jawaban Responden Terhadap Gaya Kepemimpinan Situasional (Variabel X)……….... 81
5.3. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Terhadap
Disiplin Pegawai Pada Puskesmas Rambung, Kelurahan
Rambung Dalam, Kecamatan Binjai Selatan ………. 83
5.3.1. Koefisien Korelasi Product Moment ………. 84
5.3.2. Analisis Regresi Linier Sederhana ………. 86
5.3.3. Pengujian Hipotesis Penelitian ………. 87
5.3.4. Koefisien Determinan ………... 88
BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan ... 89
6.2. Saran ... 90
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Pola Sikap Pemimpin ………. 20
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Jumlah Pegawai Berdasarkan Jenis Ketenagaan di Puskesmas
Rambung Kota Binjai Tahun 2015 ……… 37
Tabel 2.2 Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi ….. 41
Tabel 3.1 Distribusi penduduk menurut jumlah jiwa, luas wilayah, kepadatan penduduk dan rata – rata jiwa/KK ……… 45
Tabel 3.2 Distribusi penduduk menurut jenis kelamin ... 45
Tabel 3.3 Distribusi Penduduk Menurut Umur ………. 46
Tabel 3.4 Distribusi Penduduk Menurut Pendapatan ……… 48
Tabel 3.5 Distribusi Penduduk Menurut Pekerjaan ………... 49
Tabel 3.6 Distribusi penduduk menurut jaminan kesehatan ……….. 50
Tabel 3.7 Distribusi penduduk menurut pendidikan ……….. 52
Tabel 3.8 Prasarana Pendidikan ... 53
Tabel 3.9 Unit Kerja, Kategori SDM dan Kegiatan yang dilaksanakan ... 60
Tabel 4.1 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ……….. 62
Tabel 4.2 Identitas Responden Berdasarkan Usia ………. 63
Tabel 4.3 Identitas Responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan …. 63 Tabel 4.4 Identitas Responden Berdasarkan Golongan/Non Golongan …… 64
Tabel 4.5 Identitas Responden Berdasarkan Masa Kerja ……….. 64
Tabel 4.6 Distribusi jawaban responden mengenai pemimpin yang membimbing dan mengarahkan pegawai dalam melaksanakan tugas-tugas secara terstruktur dan disertai oleh prosedur yang jelas ……… 66
Tabel 4.7 Distribusi jawaban responden mengenai pemimpin yang selalu mengawasi/mengontrol kinerja pegawai ………. 67
Tabel 4.8 Distribusi jawaban responden mengenai pemimpin yang sering mengadakan rapat evaluasi terhadap tugas yang telah dikerjakan oleh pegawai ……… 67
Tabel 4.10 Distribusi jawaban responden mengenai pemimpin yang
membangun hubungan kerja yang professional dengan
pegawai selama jam kerja berlangsung (di dalam lingkungan
kerja) ……… 69
Tabel 4.11 Distribusi jawaban responden mengenai pemimpin yang
membangun hubungan yang harmonis dan bersifat
kekeluargaan dengan pegawai di luar lingkungan kerja ……….. 70
Tabel 4.12 Distribusi jawaban responden mengenai pemimpin yang
mampu menjalin komunikasi yang baik dengan pegawai
didalam maupun diluar lingkungan kerja ……… 71
Tabel 4.13 Distribusi jawaban responden mengenai pegawai yang
memiliki kemampuan dalam melaksanakan tugas dan fungsi
sesuai bidang masing-masing dengan baik dan benar …………. 72
Tabel 4.14 Distribusi jawaban responden mengenai pegawai yang
memiliki tingkat kematangan yang baik dalam
mengambil/menghadapi resiko pekerjaan yang terjadi ………… 73
Tabel 4.15 Distribusi jawaban responden mengenai pegawai yang
memiliki kreativitas dalam melaksanakan pekerjaan/
tugas-tugas ……… 74
Tabel 4.16 Distribusi jawaban responden mengenai pegawai yang
ditempatkan di tempat yang tepat dan dibebankan pekerjaan
yang sesuai dengan kemampuan pegawai ……… 75
Tabel 4.17 Distribusi jawaban responden mengenai pemimpin yang
memberikan teladan yang baik kepada pegawai seperti datang
dan pulang kantor tepat pada waktunya, jujur, adil, serta sesuai
dengan perbuatan ………. 76
Tabel 4.18 Distribusi jawaban responden mengenai pegawai yang menerima
balas jasa (gaji, upah/honor dari suatu pekerjaan ekstra,
dan kesejahteraan) secara merata/seimbang ………. 76
Tabel 4.19 Distribusi jawaban responden mengenai pegawai yang
Tabel 4.20 Distribusi jawaban responden mengenai pegawai yang
mendapat pengawasan dari pimpinan terkait dengan perilaku,
moral, sikap, gairah kerja dan prestasi kerja pegawai …………. 78
Tabel 4.21 Distribusi jawaban responden mengenai pegawai yang
dikenakan sanksi (teguran) atau hukuman yang logis setiap
melakukan pelanggaran disiplin seperti datang terlambat ke
kantor, pulang dari kantor tidak sesuai dengan waktu yang
telah ditetapkan, dan juga jarang masuk kantor ……….. 78
Tabel 4.22 Distribusi jawaban responden mengenai pegawai yang
mendapat perlakuan tegas dari pemimpin dalam hal ketepatan
waktu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan sesuai dengan
instruksi yang diberikan ……….. 79
Tabel 4.23 Distribusi jawaban responden mengenai pegawai yang
menjalin hubungan kemanusiaan yang harmonis dalam
lingkungan dan suasana kerja yang nyaman dengan
pimpinan dan sesama pegawai ………. 80
Tabel 5.1 Kategori Data Variabel Gaya Kepemimpinan Situasional …….. 81
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Klasifikasi Jawaban Responden Terhadap
Variabel Gaya Kepemimpinan Situasional ……….. 82
Tabel 5.3 Kategori Data Variabel Disiplin Pegawai ……… 82
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Klasifikasi Jawaban Responden Terhadap
Variabel Disiplin Pegawai ……… 83
DAFTAR GRAFIK
Grafik 3.1 Distribusi penduduk menurut jenis kelamin ……… 46
Grafik 3.2 Distribusi Penduduk Menurut Golongan Usia ……… 47
Grafik 3.3 Distribusi Penduduk Menurut Pendapatan ………. 49
Grafik 3.4 Distribusi Penduduk Menurut Pekerjaan ………. 50
Grafik 3.5 Distribusi penduduk menurut jaminan kesehatan ……… 51
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Permohonan Kesediaan Mengisi Angket Penelitian
2. Lembar Identitas Responden
3. Angket Penelitian
4. Skor Jawaban Responden Tentang Gaya Kepemimpinan Situasional (Variabel
X)
5. Skor Jawaban Responden Tentang Disiplin Pegawai (Variabel Y)
6. Tabel Nilai Koefisien Korelasi “R” Product Moment Pada Taraf Signifikan
5% Dan 1% Nilai-Nilai R Product Moment
7. Tabel Nilai-Nilai Dalam Distribusi ‘t’
8. Surat Permohonan Persetujuan Judul Skripsi
9. Undangan Seminar Proposal Usulan Penelitian Skripsi Program Ekstensi
10. Jadwal Seminar Proposal Usulan Penelitian Skripsi Departemen Ilmu
Administrasi Negara Program Ekstensi
11. Daftar Hadir Peserta Seminar Proposal Rancangan Usul Penelitian (RUP)
Mahasiswa FISIP USU Program Ekstensi
12. Berita Acara Seminar Proposal Rencana Usulan Penelitian Departemen Ilmu
Administrasi Negara Program Ekstensi
13. Surat Penunjukkan Dosen Pembimbing Program Ekstensi
ABSTRAK
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL TERHADAP DISIPLIN PEGAWAI PADA PUSKESMAS RAMBUNG, KELURAHAN
RAMBUNG DALAM, KECAMATAN BINJAI SELATAN
Nama : Cristine Pauline Dwinata
NIM : 130921010
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Pembimbing : Dra. Elita Dewi, M.SP
Dalam menjalankan pelayanan kesehatan secara efisien, dibutuhkan seorang pemimpin yang mampu membimbing dan mengarahkan bawahan dalam pencapaian visi dan misi puskesmas. Kesuksesan dalam mencapai visi dan misi puskesmas akan tercermin dari gaya kepemimpinan seorang pemimpin yang dapat meningkatkan disiplin pegawainya. Gaya kepemimpinan Kepala Puskesmas dalam berinteraksi dengan pegawai baik dalam situasi formal maupun informal dalam meningkatkan disiplin pegawainya, maka tidak heran gaya kepemimpinan situasional menjadi penilaian yang baik dalam meningkatkan disiplin pegawai Puskesmas Rambung.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gaya kepemimpinan situasional, mengetahui bagaimana disiplin pegawai di Puskesmas Rambung, dan untuk mengetahui apakah ada pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap disiplin pegawai di Puskesmas Rambung, Binjai. Bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian asosiatif dengan pendekatan analisa kuantitatif menggunakan regresi linier sederhana. Hipotesis dalam penelitian ini adalah “Ada pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap disiplin pegawai di Puskesmas Rambung”.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dan dilanjutkan dengan menganalisa data yang diperoleh, maka hasilnya adalah terdapat hubungan sebesar 0,47 yang berada pada kategori sedang dan bernilai positif. Dari hasil Uji t, diperoleh nilai sebesar 4,425. Hal ini berarti Ha diterima dan Ho ditolak yang berarti bahwa ada pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan situasional terhadap disiplin pegawai. Selanjutnya, dari hasil perhitungan juga dapat diketahui bahwa ada pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap disiplin pegawai pada Puskesmas Rambung dengan persamaan regresi linier sederhana yaitu Y = 4,96 + 0,64X yang menunjukkan bahwa jika peningkatan gaya kepemimpinan situasional dalam satu satuan skor akan diikuti dengan peningkatan disiplin pegawai sebesar 0,64. Dari hasil uji determinan maka besarnya pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap disiplin pegawai sebesar 34,81% dan sisanya 65,19% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam sebuah organisasi, baik organisasi pemerintahan maupun swasta
memerlukan adanya kepemimpinan. Kepemimpinan merupakan faktor yang
sangat penting dalam pelaksanaan jalannya roda organisasi, karena tanpa adanya
faktor kepemimpinan yang berfungsi sebagai penggerak dalam pelaksanaan segala
kegiatan, maka pencapaian tujuan organisasi tidak akan berhasil. Dalam
menjalankan kepemimpinan tersebut, tentu ada seorang pemimpin yang
mengatur/mengelola suatu organisasi agar organisasi tersebut dapat berjalan
dengan baik dan dapat mencapai tujuannya. Dalam memimpin organisasi, tentu
seorang pemimpin akan menerapkan gaya kepemimpinannya dalam
mempengaruhi bawahannya agar mereka mau bekerja sama melakukan
aktivitas-aktivitas, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan organisasi.
Menurut penelitian sebelumnya, yang dilakukan oleh Samsuri, A.Margono,
dan Sugandi (2014) yang berjudul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional
Dan Disiplin Kerja Terhadap Prestasi Kerja Pegawai Pada Sekretariat Daerah
Kabupaten Kutai Timur”, yang dianggap relevan oleh penulis terhadap penelitian
ini, diketahui bahwa secara simultan atau bersama-sama variabel Gaya
Kepemimpinan Situasional dan Disiplin Kerja mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap prestasi kerja pegawai pada Sekretariat Daerah Kabupaten
Kutai Timur, dengan kata lain jika nilai dari variabel independen secara
bersama-sama meningkat atau ditingkatkan, akan mendorong peningkatan prestasi kerja
tersebut, tampak bahwa gaya kepemimpinan situasional dan disiplin kerja
berkontribusi secara signifikan terhadap prestasi kerja pegawai sehingga dapat
mencapai tujuan organisasi. Untuk memastikan proses pencapaian tujuan
organisasi tersebut, maka terlebih dahulu perlu dipikirkan, diperhitungkan dan
dipertimbangkan, dengan kata lain segala sesuatunya perlu direncanakan dengan
baik dan dibutuhkan seorang pemimpin yang bertanggung jawab atas pelaksanaan
kegiatan organisasi dan dapat memotivasi serta menjaga kualitas hubungan
dengan para pegawainya yang salah satunya dapat meningkatkan disiplin kerja
pegawainya.
Dalam penelitian ini, penulis memilih organisasi yang bergerak di sektor
pemerintahan, yaitu Puskesmas Rambung, Binjai. Menurut Kepmenkes RI
No.128/SK/II/2004 puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di suatu wilayah kerja. Sebagai institusi yang semakin mandiri,
puskesmas dituntut agar bisa menjalankan pelayanan kesehatan secara efisien.
Untuk menjalankan pelayanan kesehatan tersebut, dibutuhkan pemimpin dan
pegawai yang berkualitas agar proses pelaksanaan pelayanan kesehatan tersebut
dapat berjalan secara efisien. Disinilah diharapkan peran pemimpin dalam
mempengaruhi dan mengarahkan bawahannya kearah pencapaian visi dan misi
puskesmas.
Dalam mempengaruhi dan mengarahkan bawahan, seorang pemimpin akan
menerapkan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan yang menjadi fokus
kepemimpinan situasional ini didasarkan pada petunjuk dan pengarahan yang
diberikan oleh pimpinan kepada bawahan, dukungan sosio emosional yang
diberikan oleh pimpinan kepada bawahan, dan tingkat kesiapan atau kematangan
para pengikut yang ditunjukkan dalam melaksanakan tugas khusus, fungsi atau
tujuan tertentu. Dalam menerapkan gaya kepemimpinan situasional tersebut, salah
satu unsur penting bagi kesuksesan pemimpin di dalam mengendalikan,
mengarahkan dan membimbing bawahannya adalah mengenai disiplin pegawai.
Pendisiplinan pegawai adalah suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki
dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku karyawan sehingga para
karyawan tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif dengan para
karyawan yang lain serta meningkatkan prestasi kerjanya.
Selama proses penelitian, penulis mengamati bahwa tingkat disiplin
pegawai di Puskesmas Rambung masih kurang baik. Hal ini terlihat dari
kehadiran pegawai yang tidak sesuai dengan jam kerja yang telah ditetapkan.
Adapun jam kerja pegawai di Puskesmas Rambung, Binjai yaitu Senin – Kamis
(pukul 08.00 – 14.15 WIB) dan Jumat – Sabtu (pukul 08.00 – 12.00 WIB).
Namun pada kenyataannya, masih ada pegawai yang tidak mematuhi ketentuan
jam kerja tersebut, datang ke kantor lewat dari jam masuk yang telah ditetapkan
dan pulang dari kantor sebelum waktunya. Selain masalah kehadiran, terdapat
juga masalah dalam keterlambatan pegawai dalam memberikan laporan ke Dinas
Kesehatan Tingkat II Kota Binjai. Alasan yang dikemukakan pegawai terkait
dengan keterlambatan pemberian laporan ke Dinas Kesehatan Tingkat II Kota
memberikan laporan ke Puskesmas Rambung sehingga pegawai Puskesmas
Rambung juga telat memberikan laporan ke Dinas Kesehatan Tingkat II, Kota
Binjai. Seharusnya sebagai aparatur sipil negara yang baik, harus menaati semua
peraturan yang telah ditetapkan seperti datang dan pulang kantor sesuai jam yang
telah ditetapkan, dan menyelesaikan tugas-tugas atau laporan tepat pada waktunya
agar tercapai tujuan organisasi.
Permasalahan penerapan disiplin bukanlah hal yang mudah akan tetapi suatu
tanggung jawab yang sulit untuk dilaksanakan, karena disiplin berkaitan dengan
berbagai segi dan nilai-nilai tingkah laku seseorang yang menyangkut pribadi dan
kelompok dalam suatu organisasi tertentu. Pada kenyataannya, disiplin kerja tidak
lepas kaitannya dengan bagaimana pimpinan menjalankan perannya sebagai
kepala organisasi. Pimpinan dinilai memegang peranan yang penting dan strategis
terhadap disiplin kerja pegawai dalam pencapaian tujuan organisasi. Keadaan
demikian yang melatarbelakangi penulis dalam melakukan penelitian dengan
judul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Terhadap Disiplin
Pegawai Pada Puskesmas Rambung, Kelurahan Rambung Dalam,
Kecamatan Binjai Selatan”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka yang menjadi
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh gaya
kepemimpinan situasional terhadap disiplin pegawai di Puskesmas Rambung,
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui gaya kepemimpinan situasional Kepala Puskesmas
Rambung, Binjai.
2. Untuk mengetahui bagaimana disiplin pegawai di Puskesmas Rambung,
Binjai.
3. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh gaya kepemimpinan situasional
terhadap disiplin pegawai di Puskesmas Rambung, Binjai.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Secara teoritis, penelitian ini merupakan suatu pengembangan Ilmu
Administrasi Negara terutama pada kajian Kepemimpinan dan Manajemen
Sumber Daya Manusia.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi pemikiran bagi upaya pemecahan masalah-masalah mengenai
gaya kepemimpinan situasional dan tingkat disiplin pegawai di Puskesmas
Rambung, Kelurahan Rambung Dalam, Kecamatan Binjai Selatan.
1.5. Kerangka Teori
Untuk memudahkan proses penelitian, diperlukan pedoman dasar berpikir
yaitu kerangka teori. Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, seorang peneliti
perlu menyusun kerangka teori sebagai landasan berpikir untuk menggambarkan
dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih. Teori adalah
seperangkat konstruk (konsep), batasan, dan proposisi yang menyajikan suatu
variabel, dengan tujuan menjelaskan dan memprediksikan gejala itu (Kerlinger,
2006:14).
Mengacu pada pendapat diatas, maka dalam hal ini penulis mengemukakan
beberapa teori-teori yang relevan dengan tujuan penelitian ini.
1.5.1. Pemimpin dan Kepemimpinan
1.5.1.1. Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan
Dalam praktek, kepemimpinan sudah ada semenjak manusia hidup
berkelompok. Namun demikian sebagai ilmu, kepemimpinan baru mendapat
perhatian sejak timbulnya manajemen ilmiah (Scientific Management) yang
dipelopori oleh Frederich Winslow Taylor pada awal abad ke-20; dan dikemudian
hari berkembang menjadi suatu ilmu kepemimpinan.
Menurut Ordway Tead (dalam Kartini Kartono, 2001:49), kepemimpinan
adalah kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja sama untuk
mencapai tujuan yang diinginkan.
Menurut Inu Kencana (2013:1), kepemimpinan adalah kemampuan dan
kepribadian seseorang dalam mempengaruhi serta membujuk pihak lain agar
melakukan tindakan pencapaian tujuan bersama, sehingga dengan demikian yang
bersangkutan menjadi awal struktur dan pusat proses kelompok.
Menurut Rivai (2006:2), dalam bukunya yang berjudul “Kepemimpinan
Dan Perilaku Organisasi” menyatakan bahwa definisi kepemimpinan secara luas,
adalah meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi,
memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk
memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga mempengaruhi interpretasi
aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dan kerja
kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama dari orang-orang di luar kelompok
atau organisasi.
Menurut George R. Terry (dalam Sutarto, 1989:17), “Leadership is the
relationship in which one person, or the leader, influences others to work together
willingly on related tasks to attain that which the leader desires.” (Kepemimpinan
adalah hubungan yang ada dalam diri seseorang atau pemimpin, mempengaruhi
orang-orang lain untuk bekerjasama secara sadar dalam hubungan tugas untuk
mencapai yang diinginkan pemimpin).
Menurut Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard (1988:86), “Leadership is
the process of influencing the activities of an individual or a group in efforts
toward goal achievement in a given situation.” (Kepemimpinan adalah proses
mempengaruhi kegiatan individu atau kelompok dalam usaha untuk mencapai
tujuan dalam situasi tertentu).
Menurut G. U. Cleeton dan C. W. Mason (dalam Inu Kencana, 2013:2),
“Leadership indicates the ability to influence men and secuire results through
emotional appeals rather than through the exercise of authority.” (Kepemimpinan
menunjukkan kemampuan mempengaruhi orang-orang dan mencapai hasil
melalui himbauan emosional dan ini lebih baik dibandingkan dengan melalui
penggunaan kekuasaan).
Prof.Dr.Veithzal Rivai, M.B.A, dalam bukunya ‘Kiat Memimpin dalam
Abad ke-21’ (2004:64) menjelaskan pada dasarnya kepemimpinan mengacu pada
telah ditetapkan/disepakati bersama dengan mendorong atau memotivasi mereka
untuk bertindak dengan cara yang tidak memaksa. Dengan kemampuannya,
seorang pemimpin yang baik mampu menggerakkan orang-orang menuju tujuan
jangka panjang dan betul-betul merupakan upaya memenuhi kepentingan mereka
yang terbaik. Dengan demikian kepemimpinan dapat dikatakan sebagai peranan
dan juga suatu proses untuk mempengaruhi orang lain.
Dalam menjalankan kepemimpinan tersebut, ada seorang pemimpin yang
mengatur/mengelola suatu organisasi agar organisasi tersebut dapat berjalan
dengan baik dan dapat mencapai tujuannya. Menurut Kartini Kartono (2001:74),
pemimpin adalah pribadi yang memiliki keterampilan teknis, khususnya dalam
satu bidang, hingga ia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama
melakukan aktivitas, demi pencapaian satu atau beberapa tujuan organisasi.
Prof.Dr.Veithzal Rivai, M.B.A, dalam bukunya ‘Kiat Memimpin dalam
Abad ke-21’ (2004:64) menyatakan bahwa pemimpin adalah anggota dari suatu
perkumpulan yang diberi kedudukan tertentu dan diharapkan dapat bertindak
sesuai dengan kedudukannya. Seorang pemimpin adalah juga seseorang dalam
suatu perkumpulan yang diharapkan dapat menggunakan pengaruhnya untuk
mewujudkan dan mencapai tujuan kelompok. Sehingga dapatlah dikatakan bahwa
seorang pemimpin yang jujur ialah seorang yang memimpin dan bukan seorang
yang menggunakan kedudukan untuk memimpin.
Sedangkan menurut Henry Pratt Fairchild (dalam Kartini Kartono,
2001:33), pemimpin dalam pengertian luas ialah seorang yang memimpin, dengan
mengorganisir atau mengontrol usaha/upaya orang lain, atau melalui prestise,
kekuasaan atau posisi. Dalam pengertian yang terbatas, pemimpin ialah seorang
yang membimbing memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas persuasifnya, dan
akseptansi/penerimaan secara sukarela oleh para pengikutnya.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah
suatu proses mempengaruhi dan mengarahkan individu maupun kelompok yang
tergabung dalam suatu organisasi untuk melakukan segala aktivitas atau kegiatan
demi pencapaian tujuan bersama (individu, kelompok, dan organisasi). Sedangkan
pemimpin adalah orang yang memegang kendali atas suatu organisasi untuk
mempengaruhi bawahan atau pengikutnya agar mau bekerja sama secara efektif
dan efisien dalam mencapai tujuan organisasi. Dengan kata lain, pemimpin adalah
seseorang yang menjalankan proses kepemimpinan.
1.5.1.2. Karakteristik Kepemimpinan
Karakteristik pemimpin merupakan ciri-ciri atau sifat yang dimiliki oleh
setiap pemimpin dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinannya. Rivai
(2004:68) menyatakan bahwa pemimpin cenderung untuk memiliki karakteristik
umum seperti berikut:
1. Inteligensi. Pemimpin cenderung memiliki inteligensi lebih tinggi daripada
pengikutnya. Hal ini tidak harus berarti prestasi akademik.
2. Kematangan sosial. Pemimpin cenderung memiliki kematangan emosional dan
3. Memiliki motivasi dan orientasi pada pencapaian. Pemimpin ingin meraih
segala sesuatu, ketika mereka meraih satu tujuan mereka mencari yang lainnya.
Biasanya motivasinya tidak tergantung pada desakan-desakan dari luar.
4. Memiliki kepercayaan diri dan keterampilan komunikasi yang baik. Pemimpin
memahami kebutuhan untuk bekerja dengan orang lain dan menghargai orang
lain secara individual. Mereka cenderung menggunakan keterampilan
komunikasinya untuk mempromosikan sebuah perasaan kerja sama yang saling
menguntungkan dan saling mendukung.
Sedangkan menurut Siagian (1994:75) menyatakan bahwa ciri-ciri ideal
seorang pemimpin adalah :
1. Pengetahuan umum yang luas
2. Kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang
3. Sifat inkuisitif
4. Kemampuan analitik
5. Daya ingat yang kuat
6. Kapasitas integratif
7. Keterampilan berkomunikasi secara efektif
8. Keterampilan mendidik
9. Rasionalitas
10. Objektivitas
11. Pragmatisme
12. Kemampuan menentukan skala prioritas
14. Rasa tepat waktu
15. Rasa kohesi yang tinggi
16. Naluri relevansi
17. Keteladanan
18. Kesediaan menjadi pendengar yang baik
19. Adaptabilitas
20. Fleksibilitas
21. Ketegasan
22. Keberanian
23. Orientasi masa depan
24. Sikap yang antisipatif
1.5.1.3. Fungsi-fungsi Kepemimpinan
Kepemimpinan yang efektif hanya akan terwujud apabila dijalankan sesuai
dengan fungsinya. Fungsi kepemimpinan itu berhubungan langsung dengan
situasi sosial dalam kehidupan kelompok/organisasi masing-masing, yang
mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi
itu. Pemimpin harus berusaha agar menjadi bagian di dalam situasi sosial
kelompok/organisasinya.
Pemimpin yang membuat keputusan dengan memperhatikan situasi sosial
kelompok/organisasinya, akan dirasakan sebagai keputusan bersama yang menjadi
tanggung jawab bersama pula dalam melaksanakannya. Dengan demikian akan
terbuka peluang bagi pemimpin untuk mewujudkan fungsi-fungsi kepemimpinan
fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan dalam
interaksi antar individu di dalam situasi sosial suatu kelompok/organisasi. Fungsi
kepemimpinan itu memiliki dua dimensi sebagai berikut:
1. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction)
dalam tindakan atau aktivitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan
orang-orang yang dipimpinnya.
2. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan
orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok
kelompok/organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui
keputusan-keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemimpin.
Menurut Siagian (1994:47), fungsi-fungsi kepemimpinan yang bersifat
hakiki adalah:
1. Pimpinan selaku penentu arah yang akan ditempuh dalam usaha pencapaian
tujuan.
2. Wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan dengan pihak-pihak di luar
organisasi.
3. Pimpinan selaku komunikator yang efektif.
4. Mediator yang andal, khususnya dalam hubungan ke dalam, terutama dalam
menangani situasi konflik.
5. Pimpinan selaku integrator yang efektif, rasional, objektif dan netral.
1.5.1.4. Gaya Kepemimpinan
Ada suatu pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami kesuksesan
oleh pemimpin tersebut. Jadi yang dimaksudkan disini adalah gayanya. Menurut
Miftah Thoha (1998:265), gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang
digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi
perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Dalam hal ini usaha menselaraskan
persepsi diantara orang yang akan mempengaruhi perilaku dengan orang yang
perilakunya akan dipengaruhi menjadi amat penting kedudukannya. Sedangkan
menurut Rivai (2006:64), gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang
digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi
tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola
perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin.
Berbicara mengenai gaya sesungguhnya berbicara mengenai “modalitas” dalam
kepemimpinan. Modalitas berarti mendalami cara-cara yang disenangi dan
digunakan oleh seseorang sebagai wahana untuk menjalankan kepemimpinannya.
Berikut ini akan diuraikan gaya kepemimpinan situasional menurut Fred E.
Fielder dan Hersey-Blanchard.
1.5.1.4.1. Gaya Kepemimpinan Situasional
Gaya kepemimpinan situasional adalah suatu pendekatan terhadap
kepemimpinan dimana semua kepemimpinan tergantung kepada keadaan atau
situasi. Situasi adalah gelanggang yang perlu bagi pemimpin untuk beroperasi.
Bagi sebagian besar pemimpin, situasi bisa menentukan keberhasilan atau
kegagalan, tetapi adalah keliru untuk terlalu menyalahkan situasi. Menurut teori
ini, seorang pemimpin akan efektif jika gaya kepemimpinannya sesuai dengan
kepemimpinan yang berbeda dalam situasi yang berbeda, jadi tidak tergantung
pada satu pendekatan untuk semua situasi. Dalam menerapkan teori
kepemimpinan situasional, pemimpin harus didasarkan pada hasil analisis
terhadap situasi yang dihadapi pada suatu saat tertentu dan mengidentifikasikan
kondisi anggota atau anak buah yang dipimpinnya. Kondisi bawahan merupakan
faktor yang penting pada kepemimpinan situasional karena bawahan selain
sebagai individu mereka juga merupakan kelompok yang kenyataannya dapat
menentukan kekuatan pribadi yang dipunyai pemimpin. Beberapa model
kepemimpinan situasional yaitu sebagai berikut:
1. Gaya Kepemimpinan Kontingensi (ContingencyLeadership Style) Menurut Fred E. Fielder.
Teori ini tidak membahas gaya kepemimpinan apa yang paling baik dan
gaya kepemimpinan apa yang tidak baik, tetapi teori ini mengemukakan
bagaimana tindakan seorang pemimpin dalam situasi tertentu perilaku
kepemimpinannya yang efektif. Teori ini juga tidak membahas gaya dan perilaku
yang berpola tetapi membahas perilaku yang berdasarkan situasi. Artinya,
pemimpin dalam memperagakan kepemimpinannya tidak berpedoman pada salah
satu pola perilaku dari waktu ke waktu melainkan didasarkan pada analisis
pemimpin setelah ia mempelajari situasi tertentu, lalu melakukan pendekatan yang
tepat.
Gaya kepemimpinan ini mengemukakan tiga indikator utama yang
menentukan suatu situasi yang menguntungkan dan tidak menguntungkan bagi
a. Hubungan antara pemimpin dengan bawahan.
Hubungan antara pemimpin dan bawahan dapat ditunjukkan dengan adanya
komunikasi yang efektif antara pemimpin dengan bawahan.
b. Struktur tugas dalam arti sampai sejauh mana tugas-tugas yang harus
dilaksanakan itu terstruktur atau tidak dan apakah disertai oleh prosedur yang
tegas dan jelas atau tidak.
c. Kedudukan (posisi) kewenangan pemimpin berdasarkan kewenangan formal
yang dimiliki. Artinya, bagaimana seorang pemimpin memberikan pengaruh
terhadap bawahan seperti penegakan disiplin, pemberian upah/gaji, promosi,
memberikan hukuman dan penghargaan.
Ketiga indikator ini dikaitkan dengan pendekatan yang berorientasi pada
tugas, hal ini tergantung pada situasi yang ada pada saat tertentu. Kombinasi
antara situasi yang dihadapi oleh pemimpin dengan perilaku kepemimpinan yang
tepat akan menentukan efektivitas kepemimpinan. Yang dimaksud dengan
perilaku yang tepat adalah dalam situasi apa perilaku pemimpin berorientasi pada
tugas dan dalam situasi apa perilaku pemimpin berorientasi pada hubungan.
Perilaku pemimpin yang berorientasi pada hubungan akan efektif dalam
situasi yang moderat misalnya pemimpin yang menghadapi situasi ketika derajat
indikator situasi hubungan pemimpin dan bawahan rendah, tetapi kedua indikator
yang lain derajatnya tinggi. Atau dalam situasi lain yaitu indikator situasi posisi
kewenangan pemimpin derajatnya rendah tetapi indikator yang lain derajatnya
Kesimpulan dari gaya kepemimpinan kontingensi dari Fielder adalah
perilaku kepemimpinan yang efektif tidak berpola pada salah satu gaya tertentu,
melainkan dimulai dengan mempelajari situasi tertentu pada suatu saat tertentu.
Yang dimaksud dengan situasi tertentu adalah adanya tiga indikator yang
dijadikan dasar sebagai perilaku kepemimpinan yang berorientasi pada tugas atau
hubungan, tetapi tidak berarti bahwa seorang yang perilaku kepemimpinannya
berorientasi pada tugas tidak pernah berorientasi pada hubungan.
2. Gaya Kepemimpinan Situasional Menurut Paul Hersey dan Kenneth
Blanchard.
Gaya kepemimpinan ini berdasarkan pada kemampuan pemimpin dalam
mengidentifikasi isyarat-isyarat yang terjadi di lingkungannya, akan tetapi
kemampuan mendiagnosis belum cukup untuk berperilaku yang efektif.
Pemimpin harus mampu mengadakan adaptasi perilaku kepemimpinan terhadap
tuntutan lingkungan di mana ia memperagakan kepemimpinannya. Dengan kata
lain seorang pemimpin harus mempunyai fleksibilitas yang bervariasi. Kebutuhan
yang berbeda pada bawahan/pengikut menyebabkan bawahan/pengikut tersebut
harus diperlakukan berbeda pula, walaupun banyak praktisi yang menganggap
tidak praktis kalau dalam setiap kali mengambil keputusan harus terlebih dahulu
mempertimbangkan setiap situasi.
Adapun indikator dari gaya kepemimpinan situasional Paul Hersey dan
Kenneth Blanchard didasarkan pada (dalam Rivai, 2006:73) :
1. Kadar bimbingan dan pengarahan yang diberikan oleh pemimpin (perilaku
dalam melaksanakan tugas-tugas secara terstruktur dan disertai oleh prosedur
yang jelas, (2) Pengawasan pimpinan terhadap kinerja pegawai, (3) Pemimpin
mengadakan rapat evaluasi terhadap tugas-tugas yang telah dikerjakan oleh
pegawai, (4) Pemimpin menerima saran dan kritik yang membangun dari
pegawai terhadap pemecahan suatu masalah.
2. Kadar dukungan sosio emosional yang disediakan oleh pemimpin (perilaku
hubungan), yaitu berupa: (1) Sikap pimpinan terhadap pegawai di dalam
lingkungan kerja, (2) Sikap pimpinan terhadap pegawai di luar lingkungan
kerja, dan (3) Pemimpin mampu menjalin komunikasi yang baik dengan
pegawai didalam maupun diluar lingkungan kerja.
3. Tingkat kesiapan atau kematangan yang diperlihatkan oleh anggota dalam
melaksanakan tugas dan fungsi mereka dalam mencapai tujuan tertentu, yaitu
berupa: (1) Kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugas dan fungsi sesuai
bidang masing-masing, (2) Kematangan pegawai dalam mengambil resiko
pekerjaan, dan (3) Kreativitas pegawai dalam melaksanakan pekerjaan.
Teori ini menekankan hubungan antara pemimpin dengan anggota sehingga
tercipta kepemimpinan yang efektif. Selain itu, teori ini juga menjelaskan
hubungan antara perilaku kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kematangan
anggota kelompok atau pengikutnya.
Kematangan (maturity) adalah bukan kematangan secara psikologis
melainkan menggambarkan kemauan dan kemampuan (willingness and ability)
anggota dalam melaksanakan tugas masing-masing termasuk tanggung jawab
diri sendiri. Jadi, indikator kematangan yang dimaksud adalah kematangan dalam
melaksanakan tugas masing-masing tidak berarti kematangan dalam segala hal.
Kematangan individu dalam teori kepemimpinan situasional Hersey-Blanchard
dibedakan dalam 4 kategori kematangan yang masing-masing punya perbedaan
tingkat kematangan, yaitu:
M1: Tingkat Kematangan Anggota Rendah
Ciri-cirinya: adalah anggota tidak mampu dan tidak mau melaksanakan
tugas, maksudnya adalah kemampuan anggota dalam melaksanakan tugas
rendah dan anggota tersebut juga tidak mau bertanggung jawab.
Penyebabnya: tugas dan jabatan yang dijabat memang jauh di atas
kemampuannya, kurang mengerti apa kaitan antara tugas dan tujuan
organisasi, mempunyai sesuatu yang diharapkan tetapi tidak sesuai dengan
ketersediaan dalam organisasi.
M2: Tingkat Kematangan Anggota Rendah ke Sedang atau Moderat Rendah
Ciri-cirinya: anggota tidak mampu melaksanakan tetapi mau bertanggung
jawab, yaitu: walaupun kemampuan dalam melaksanakan tugasnya rendah
tetapi memiliki rasa tanggung jawab sehingga ada upaya untuk berprestasi.
Mereka yakin akan pentingnya tugas dan tahu pasti tujuan yang ingin
dicapai.
Penyebabnya: anggota belum berpengalaman atau belum mengikuti
pelatihan dan pendidikan tetapi memiliki motivasi yang tinggi, menduduki
berupaya mencapai prestasi, punya harapan yang sesuai dengan ketersediaan
yang ada dalam organisasi.
M3: Tingkat Kematangan Anggota Sedang ke Tinggi atau Moderat Tinggi
Ciri-cirinya: anggota mampu melaksanakan tetapi tidak mau, yaitu mereka
mempunyai kemampuan untuk melaksanakan tugas tetapi karena sesuatu hal
tidak yakin akan keberhasilan sehingga tugas tersebut tidak dilaksanakan.
Penyebabnya: anggota merasa kecewa atau frustasi misalnya baru saja
mengalami alih tugas dan tidak puas dengan penempatan yang baru.
M4: Tingkat Kematangan Anggota Tinggi
Ciri-cirinya: anggota mau dan mampu, yaitu mempunyai kemampuan yang
tinggi dalam menyelesaikan tugas ataupun memecahkan masalah dan punya
motivasi tinggi serta besar tanggung jawabnya. Mereka adalah yang
berpengalaman dan punya kemampuan yang tinggi dalam menyelesaikan
tugas. Mereka mendapat kepuasan atas prestasinya dan yakin akan selalu
berhasil.
Merujuk pada tingkat kematangan masing-masing kelompok atau anggota
kelompok, maka perilaku kepemimpinan harus disesuaikan demi tercapainya
efektivitas kepemimpinan berdasarkan analisis pemimpin terhadap tingkat
kematangan anggota, digunakan kombinasi perilaku tugas dan perilaku hubungan.
Dalam hubungannya dengan perilaku pemimpin, ada dua hal yang biasanya
dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahan, yakni: perilaku mengarahkan dan
perilaku mendukung. Perilaku mengarahkan, dapat dirumuskan sebagai sejauh
pengarahan dalam komunikasi satu arah ini antara lain, menetapkan peranan yang
seharusnya bisa dikerjakan, dimana melakukan hal tersebut, bagaimana
melakukannya, dan melakukan pengawasan secara ketat kepada pengikutnya.
Perilaku mendukung adalah sejauh mana seorang pemimpin melibatkan diri dalam
komunikasi dua arah, misalnya mendengar, menyediakan dukungan dan
dorongan, memudahkan interaksi, dan melibatkan para pengikut dalam
pengambilan keputusan. Kedua norma perilaku tersebut ditempatkan pada dua
poros yang terpisah dan berbeda seperti pada Gambar 1.1 dibawah ini sehingga
dengan demikian dapat diketahui empat gaya dasar kepemimpinan dalam proses
pengambilan keputusan.
Gambar 1.1 Pola Sikap Pemimpin
Tinggi
Perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan rendah dukungan dirujuk
sebagai instruksi karena gaya ini dicirikan dengan komuikasi satu arah. Pemimpin
bagaimana, bilamana, dan dimana melaksanakan berbagai tugas. Inisiatif
pemecahan masalah dan pembuatan keputusan semata-mata dilakukan oleh
pemimpin. Pemecahan masalah dan keputusan diumumkan, dan pelaksanaannya
diawasi secara ketat oleh pemimpin.
Perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan tinggi dukungan dirujuk
sebagai konsultasi, karena dalam menggunakan gaya ini, pemimpin masih banyak
memberikan pengarahan dan masih membuat hampir sama dengan keputusan,
tetapi hal ini diikuti dengan meningkatkan banyaknya komunikasi dua arah dan
perilaku mendukung, dengan berusaha mendengar perasaan pengikut tentang
keputusan yang dibuat, serta ide-ide dan saran-saran mereka. Meskipun dukungan
ditingkatkan, pengendalian (control) atas pengambilan keputusan tetap pada
pemimpin.
Perilaku pemimpin yang tinggi dukungan dan rendah pengarahan dirujuk
sebagai Partisipasi, karena posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pembuatan
keputusan dipegang secara bergantian. Dengan penggunaan gaya 3 ini, pemimpin
dan pengikut saling tukar-menukar ide dalam pemecahan masalah dan pembuatan
keputusan. Komunikasi dua arah ditingkatkan, dan peranan pemimpin adalah
secara aktif mendengar. Tanggung jawab pemecahan masalah dan pembuatan
keputusan sebagian besar berada pada pihak pengikut. Hal ini sudah sewajarnya
karena pengikut memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas.
Perilaku pemimpin yang rendah dukungan dan rendah pengarahan dirujuk
sebagai delegasi, karena pemimpin mendiskusikan masalah bersama-sama dengan
kemudian proses pembuatan keputusan didelegasikan secara keseluruhan kepada
bawahan. Sekarang bawahanlah yang memiliki kontrol untuk memutuskan tentang
bagaimana cara pelaksanaan tugas. Pemimpin memberikan kesempatan yang luas
bagi bawahan untuk melaksanakan pertunjukan mereka sendiri karena mereka
memiliki kemampuan dan keyakinan untuk memikul tanggung jawab dalam
pengarahan perilaku mereka sendiri.
1.5.2. Disiplin Pegawai 1.5.2.1. Pengertian Disiplin
Pada dasarnya, disiplin adalah suatu sikap atau perilaku untuk bertindak
sesuai dengan aturan-aturan atau norma-norma yang telah ditetapkan dalam suatu
organisasi. Disiplin merupakan tindakan manajemen untuk mendorong para
anggota organisasi memenuhi tuntutan berbagai ketentuan tersebut. Dengan
perkataan lain, pendisiplinan pegawai adalah suatu bentuk pelatihan yang
berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku karyawan
sehingga para karyawan tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara
kooperatif dengan para karyawan yang lain serta meningkatkan prestasi kerjanya
(Sondang, 2001:305).
Sedangkan menurut Hasibuan (2000:190), disiplin adalah kesadaran dan
kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial
yang berlaku. Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab
seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong
gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya tujuan individu dan organisasi.
mempunyai disiplin yang baik. Seorang pemimpin dikatakan efektif dalam
kepemimpinannya, jika para bawahannya berdisiplin baik.
1.5.2.2. Jenis-Jenis Disiplin Kerja Pegawai
Menurut Sondang (2001:305-306), mengemukakan bahwa terdapat dua
jenis disiplin kerja pegawai dalam organisasi, yaitu yang bersifat preventif dan
yang bersifat korektif.
Pendisiplinan yang bersifat preventif adalah tindakan yang mendorong para karyawan untuk taat kepada berbagai ketentuan yang berlaku dan memenuhi
standar yang telah ditetapkan. Keberhasilan penerapan pendisiplinan preventif
terletak pada disiplin pribadi para anggota organisasi. Akan tetapi agar disiplin
pribadi tersebut semakin kokoh, ada tiga hal yang perlu diperhatikan.
Pertama, para anggota organisasi perlu didorong agar mempunyai rasa
memiliki organisasi, karena secara logika seseorang tidak akan merusak
sesuatu yang merupakan miliknya. Kedua, para karyawan perlu diberi
penjelasan tentang berbagai ketentuan yang wajib ditaati dan standar yang
harus dipenuhi. Ketiga, para karyawan didorong menentukan sendiri cara-cara
pendisiplinan diri dalam kerangka ketentuan-ketentuan yang berlaku umum
bagi seluruh anggota organisasi.
Pendisiplinan yang bersifat korektif
Jika ada karyawan yang nyata-nyata telah melakukan pelanggaran atas
ketentuan-ketentuan yang berlaku atau gagal memenuhi standar yang telah
ditetapkan, kepadanya dikenakan sanksi disipliner. Berat atau ringannya suatu
1.5.2.3. Pendekatan Disiplin Kerja
Menurut Mangkunegara (2001:130), ada tiga pendekatan disiplin, yaitu :
1. Pendekatan disiplin modern
Pendekatan disiplin modern yaitu menemukan sejumlah keperluan atau
kebutuhan baru di luar hukuman. Pendekatan ini berasumsi:
1. Disiplin modern merupakan suatu cara menghindarkan bentuk hukuman
secara fisik.
2. Melindungi tuduhan yang benar untuk diteruskan pada proses hukum yang
berlaku.
3. Keputusan-keputusan yang semaunya terhadap kesalahan atau prasangka
harus diperbaiki dengan mengadakan proses penyuluhan dengan
mendapatkan fakta-faktanya.
4. Melakukan protes terhadap keputusan yang berat sebelah pihak terhadap
kasus disiplin.
2. Pendekatan disiplin dengan tradisi
Pendekatan disiplin dengan tradisi yaitu pendekatan disiplin dengan cara
memberikan hukuman. Pendekatan ini berasumsi:
1. Disiplin dilakukan oleh atasan kepada bawahan, dan tidak pernah ada
peninjauan kembali bila telah diputuskan.
2. Disiplin adalah hukuman untuk pelanggaran, pelaksanaanya harus
disesuaikan dengan tingkat pelanggaran.
3. Pengaruh hukuman untuk memberikan pelajaran kepada pelanggar maupun
4. Peningkatan perbuatan pelanggaran diperlukan hukuman yang lebih keras.
5. Pemberian hukuman terhadap pegawai yang melanggar kedua kalinya
harus diberi hukuman yang lebih berat.
3. Pendekatan disiplin dengan tujuan
Pendekatan disiplin ini berasumsi:
1. Disiplin kerja harus dapat diterima dan dipahami oleh semua pegawai.
2. Disiplin bukanlah suatu hukuman, tetpi merupakan pembentukan perilaku.
3. Disiplin ditujukan untuk perubahan perilaku yang lebih baik
4. Disiplin pegawai bertujuan agar pegawai bertanggung jawab terhadap
perbuatannya.
1.5.2.4. Indikator Disiplin Pegawai
Menurut Hasibuan (2000:191), pada dasarnya banyak indikator yang
mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai suatu organisasi, di antaranya :
1. Tujuan dan kemampuan
Tujuan dan kemampuan ini mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan.
Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup
menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa pekerjaan yang
dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan
bersangkutan agar karyawan tersebut bekerja dengan sungguh-sungguh dan
disiplin dalam mengerjakannya.
Akan tetapi, jika pekerjaan itu diluar kemampuannya atau jauh di bawah
letak pentingnya asas the right man in the right place and the right man in the
right job.
2. Teladan pimpinan
Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan
karyawan karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya.
Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil, serta
sesuai dengan perbuatan. Dengan teladan pimpinan yang baik, kedisiplinan
bawahan akan ikut baik. Jika teladan pimpinan kurang baik (kurang berdisiplin),
para bawahan pun akan kurang disiplin.
Pimpinan jangan mengharapkan kedisiplinan bawahannya baik jika dia
sendiri kurang disiplin. Pimpinan harus menyadari bahwa perilakunya akan
dicontoh dan diteladani bawahannya. Hal inilah yang mengharuskan pimpinan
mempunyai kedisiplinan yang baik agar para bawahan pun mempunyai disiplin
yang baik pula.
3. Balas Jasa
Balas jasa atau gaji, kesejahteraan ikut mempengaruhi kedisiplinan
karyawan, karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan
terhadap perusahaan. Jika kecintaan karyawan semakin tinggi terhadap pekerjaan
kedisiplinan akan semakin baik.
Untuk mewujudkan kedisiplinan karyawan yang baik perusahaan harus
memberikan balas jasa yang relatif besar. Kedisiplinan karyawan tidak mungkin
baik apabila balas jasa yang mereka terima kurang memuaskan untuk memenuhi
Jadi, balas jasa berperan penting untuk menciptakan kedisiplinan karyawan.
Artinya semakin besar balas jasa semakin baik kedisiplinan karyawan.
Sebaliknya, apabila balas jasa kecil kedisiplinan karyawan menjadi rendah.
Karyawan sulit untuk berdisiplin baik selama kebutuhan-kebutuhan primernya
tidak terpenuhi dengan baik.
4. Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego
dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan
sama dengan manusia lainnya.
Keadilan yang dijadikan dasar kebijakan dalam pemberian balas jasa atau
hukuman akan tercipta kedisiplinan yang baik. Manajer yang baik dalam
memimpin selalu berusaha bersikap adil terhadap semua karyawan. Dengan
keadilan yang baik akan menciptakan kedisiplinan yang baik pula.
5. Waskat (pengawasan melekat)
Waskat adalah tindakan nyata paling efektif dalam mewujudkan
kedisiplinan karyawan perusahaan. Dengan waskat berarti atasan harus aktif dan
langsung mengatasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja dan prestasi kerja
bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selalu ada/hadir di tempat kerja agar
dapat mengawasi dan memberikan petunjuk, jika ada bawahannya yang
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
6. Sanksi hukuman
Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan
takut melanggar peraturan-peraturan perusahaan. Berat atau ringan sanksi
hukuman yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik buruknya kedisiplinan
karyawan.
7. Ketegasan
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi
kedisiplinan karyawan perusahaan, pimpinan harus berani dan tegas bertindak
untuk memberikan sanksi sesuai dengan yang telah ditetapkan perusahaan
sebelumnya. Dengan demikian pimpinan akan dapat memelihara kedisiplinan
karyawan perusahaan.
8. Hubungan kemanusiaan
Hubungan kemanusiaan yang harmonis diantara sesama karyawan ikut
menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Manajer harus
berusaha menciptakan suasana hubungan kemanusiaan yang serasi diantara semua
karyawannya. Terciptanya human relationship yang serasi akan mewujudkan
lingkungan dan suasana kerja yang nyaman. Hal ini akan memotivasi kedisiplinan
yang baik pada perusahaan. Jadi, kedisiplinan karyawan akan tercipta apabila
hubungan kemanusiaan dalam organisasi tersebut baik.
1.5.3. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Situasional Terhadap Disiplin
Pegawai.
Banyak orang yang mengira bahwa disiplin sebagai sebuah proses yang
negatif, yaitu sesuatu yang didasari memaksa karyawan pada tingkah laku yang
bermasalah. Sikap seperti ini dapat menimbulkan perasaan ragu-ragu pada semua
membalik situasi yang bermasalah menjadi sesuatu yang menguntungkan semua
pihak. Tujuan disiplin adalah untuk mengubah perilaku dan tidak untuk
menghukumnya. Perlu dipahami juga bahwa keberhasilan disiplin terletak tidak
semata-mata pada karyawan. Pemimpin bertanggung jawab untuk menawarkan
pilihan, melatih dan memberi semangat, sekaligus membuat karyawan menyadari
akan konsekuensi yang dipilih karyawan (Veithzal Rivai, 2004:233). Pemimpin
tentu saja mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku para karyawannya
termasuk disiplin kerja karyawannya. Penerapan gaya kepemimpinan situasional
seorang pemimpin, akan mempengaruhi disiplin para karyawannya. Hal ini
didasari oleh 3 indikator gaya kepemimpinan situasional yang dapat
mempengaruhi disiplin pegawai, yaitu:
1. Kadar bimbingan/arahan pimpinan (perilaku tugas)
Bimbingan dan arahan pimpinan terhadap pegawai dalam perencanaan
kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan laporan hasil pelaksanaan kebijakan
harus jelas agar pegawai merasa termotivasi untuk melakukan tugas-tugas yang
diberikan oleh pimpinan sehingga akan meningkatkan disiplin kerja pegawai
tersebut.
2. Kadar dukungan sosio emosional (perilaku hubungan)
Hubungan kemanusiaan yang harmonis diantara pemimpin dengan pegawai
maupun sesama pegawai ikut menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu
organisasi. Pemimpin harus berusaha menciptakan suasana hubungan
kemanusiaan yang serasi/baik diantara semua pegawai. Kedisiplinan pegawai
3. Kematangan anggota
Kematangan (kemampuan dan kemauan) bawahan dalam melaksanakan tugas
sangat mempengaruhi tingkat kedisiplinan mereka. Artinya, tujuan yang akan
dicapai dalam organisasi harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup
menantang bagi kemampuan pegawai. Hal ini berarti bahwa pekerjaan yang
dibebankan kepada pegawai harus sesuai dengan kemampuan mereka agar
mereka bekerja dengan sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya.
Akan tetapi, jika pekerjaan itu diluar kemampuannya atau jauh di bawah
kemampuannya maka kesungguhan dan kedisiplinan pegawai rendah. Disinilah
letak pentingnya asas the right man in the right place and the right man in the
right job.
Jadi, seorang pemimpin dikatakan efektif dalam kepemimpinannya, jika
para bawahannya berdisiplin baik. Kedisiplinan adalah kunci keberhasilan suatu
organisasi dalam mencapai tujuannya.
1.6. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara suatu penelitian yang mana
kebenarannya perlu untuk diuji dan dibuktikan melalui penelitian. Dikatakan
sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang
relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui
pengumpulan data. Jadi, hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis
terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik (Sugiono,
1. Hipotesis Nol (H0):
Tidak ada pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap disiplin pegawai
di Puskesmas Rambung.
2. Hipotesis Alternatif (Ha):
Ada pengaruh gaya kepemimpinan situasional terhadap disiplin pegawai di
Puskesmas Rambung.
1.7. Definisi Konsep
Menurut Singarimbun dan Effendi (1995:33) konsep adalah istilah dan
definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak: kejadian, keadaan,
kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Melalui konsep,
penulis dapat melakukan penyederhanaan dalam pemikiran dengan menggunakan
satu istilah untuk beberapa kejadian yang berkaitan satu dengan yang lainnya.
Untuk dapat menentukan batasan yang lebih jelas dan juga untuk
menyederhanakan pemikiran atas masalah yang sedang penulis teliti, maka
peneliti menggunakan konsep-konsep antara lain:
1. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku atau pendekatan yang
digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi
perilaku orang lain seperti yang ia lihat.
2. Gaya kepemimpinan situasional adalah suatu pendekatan terhadap
kepemimpinan dimana semua kepemimpinan tergantung kepada keadaan atau
situasi. Seorang pemimpin dituntut untuk mampu mengidentifikasi
isyarat-isyarat yang terjadi di lingkungannya, mendiagnosisnya, kemudian
3. Disiplin merupakan tindakan manajemen untuk mendorong para anggota
organisasi memenuhi tuntutan berbagai ketentuan tersebut. Dengan perkataan
lain, pendisiplinan pegawai adalah suatu bentuk pelatihan yang berusaha
memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku karyawan
sehingga para karyawan tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara
kooperatif dengan para karyawan yang lain serta meningkatkan prestasi
kerjanya.
1.8. Definisi Operasional
Menurut Singarimbun dan Effendi (1995:46) defenisi operasional adalah
unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu
variabel. Dengan kata lain, defenisi operasional adalah semacam petunjuk
pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Adapun yang menjadi
defenisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Gaya Kepemimpinan Situasional (Variabel X) diukur dengan indikator sebagai
berikut :
1. Kadar bimbingan dan pengarahan yang diberikan oleh pemimpin (perilaku
tugas) :
(1) Bimbingan dan arahan pimpinan terhadap pegawai dalam
melaksanakan tugas-tugas secara terstruktur dan disertai oleh prosedur
yang jelas.
(2) Pengawasan pimpinan terhadap kinerja pegawai.
(3) Pemimpin mengadakan rapat evaluasi terhadap tugas-tugas yang telah
(4) Pemimpin menerima saran dan kritik yang membangun dari pegawai
terhadap pemecahan suatu masalah.
2. Kadar dukungan sosio emosional yang disediakan oleh pemimpin
(perilaku hubungan):
(1) Sikap pimpinan terhadap pegawai di dalam lingkungan kerja
(2) Sikap pimpinan terhadap pegawai di luar lingkungan kerja
(3) Pemimpin mampu menjalin komunikasi yang baik dengan pegawai
didalam maupun diluar lingkungan kerja.
3. Tingkat kesiapan atau kematangan yang diperlihatkan oleh anggota dalam
melaksanakan tugas dan fungsi mereka dalam mencapai tujuan tertentu:
(1) Kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugas dan fungsi sesuai
bidang masing-masing.
(2) Kematangan pegawai dalam mengambil resiko pekerjaan.
(3) Kreativitas pegawai dalam melaksanakan pekerjaan.
2. Tingkat Disiplin Pegawai (Variabel Y) dapat diukur melalui indikator sebagai
berikut:
1. Tujuan dan kemampuan
Apakah pegawai ditempatkan di tempat yang tepat dan pekerjaan yang
sesuai dengan kemampuan pegawai (The right man in the right place and
2. Teladan pimpinan
Pemimpin memberikan teladan yang baik kepada bawahan seperti datang
dan pulang kantor tepat pada waktunya, jujur, adil, serta sesuai dengan
perbuatan.
3. Balas Jasa
Pemberian balas jasa (gaji, upah/honor dari suatu pekerjaan ekstra) ikut
mempengaruhi kedisiplinan pegawai.
4. Keadilan
Pemimpin memperlakukan semua bawahan secara merata (tidak ada yang
mendapat perlakuan istimewa), adil dalam pemberian upah tambahan, dan
memberikan sanksi pada bawahan yang tidak memenuhi aturan yang telah
ditetapkan.
5. Waskat (pengawasan melekat)
Pimpinan harus selalu ada/hadir di tempat kerja agar dapat mengawasi dan
memberikan petunjuk, jika ada bawahannya yang mengalami kesulitan
dalam menyelesaikan pekerjaannya.
6. Sanksi hukuman
Pimpinan memberi sanksi (teguran) atau hukuman yang logis kepada
pegawai setiap melakukan pelanggaran disiplin seperti datang terlambat ke
kantor dan pulang dari kantor tidak sesuai dengan waktu yang telah
7. Ketegasan
Pemimpin harus tegas kepada bawahan dalam hal ketepatan waktu dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan sesuai dengan instruksi yang diberikan serta
tegas dalam memberi hukuman kepada pegawai yang melanggar peraturan.
8. Hubungan kemanusiaan
Hubungan kemanusiaan yang harmonis dalam lingkungan dan suasana kerja