Daftar Pustaka
A. Buku
Alif, M. Rizal. Analisis Kepemilikan Hak Atas Tanah Satuan Rumah Susun di Dalam Kerangka Hukum Benda. Bandung : CV. Nuansa Aulia. 2009
Baalman, John. Outline of Law in Australia (4thedition by GA Flick). The
Law Book Company Australia. 1979
Chand, Hari. Modern Jurisprudence. Kuala Lumpur : International Law Book series. 1994
Cromwell, E. Key Sheet for Pro-poor Infrastructure Provision: Land Tenure. UK : Department for International Development. 2002
Dukemenier, Jesse. Property. Gilbert Law Summaries. 1991-1992.
Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan. 2003
Harwood, Michael. English Land Law. London : Sweet & Maxwell Limited. 1975
Lubis, Muhammad Yamin. Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria. Medan : Pustaka Bangsa Press. 2003
Lubis, Muhammad Yamin, Abdul Rahim Lubis. Kepemilikan Properti di
Indonesia Termasuk Kepemilikan Rumah Oleh Orang Asing. Bandung :
CV. Mandar Maju. 2013
Malcolm, Merry. Hongkong Tenancy Law. Singapore : Butterworth. 1985
Parlindungan, AP. Komentar Atas Undang-undang Perumahan dan Pemukiman dan Undang-undang Rumah Susun. Bandung : Mandar Maju. 2001
Sitorus, Oloan, Balans Sebayang. Kondominium dan Permasalahannya. Yogyakarta : Mitra Kebijakan Tanah Indonesia. 1998
Soekanto, Soejono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas Indonesia. 1984
Sumardjono, Maria SW. Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi. Edisi Revisi. Jakarta : Kompas. 2005
Cipta. 1996
Woodman, R.A. The Law Of Real Property In New South Wales. Sydney: The Law Book Company Limited. 1980
B. J ur nal
Donelly, GJ. Fundamentals of Land Ownership, Land Boundaries and Surveying. ICSM
Foreign Investment Policy in Australia – A Brief History and Recent Developments
Foreign Investment Review Board. Residential real estate – temporary residents [GN2]
Foreign Investment Review Board. Residential Real Estate-Foreign Non-Residents[GN3]
Foreign Investment Review Board. Agricultural land investments [GN17]
Foreign Investment Review Board. Fees – residential land [GN29]
Koltai, Les. Real Estate Investment in Australia
Octavianus, Eka, Farida Patittinggi, Susyanti Nur. Penyelundupan Hukum oleh Orang Asing dalam Upaya Penguasaan Hak katas Tanah
Sumanto, Listyowati. Aspek Yuridis Kepemilikan Hak Atas Tanah di Australia. Kearsipan Ilmu Hukum Universitas Trisakti. Jakarta
susun-apartemen-kondominum-kondotel/
D. Per atur an Per undang - Undangan
http://www.austrade.gov.au
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria
Undang – Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun
UU No.4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Pemukiman
Undang – Undang No 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
Undang Undang No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Undang – Undang No 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian
Undang – Undang No 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun
Tempat Tinggal oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia
Peraturan Pemerintah No 103 Tahun 2015 1996 Tentang Pemilikan RumahTempat Tinggal Atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia
Peraturan Presiden No.7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009
Keputusan Kementerian Perumahan Raykata No.11/1994 Tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun
Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.13 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan Atau Pengalihan Hak Atas Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan Di Indonesia
Conveyancing Act 1919 No. 6, Foreign Acquisitions and Takeover Act 1975 Foreign Acquisitions and Takeovers Legislation
Register of Foreign Ownership of Agricultural Land Bill 2015
BAB III
KEPEMILIKAN APARTEMEN OLEH ORANG ASING
A. Penger tian Apar temen
Semakin mahalnya harga tanah menyebabkan pembangunan
hunian secara vertikal yang secara awam disebut sebagai Apartemen,
Kondominium, maupun Kondotel semakin marak. Para konsumen
terutama keluarga muda yang ingin tinggal di perkotaan dengan
pertimbangan jarak yang lebih dekat ke kantor dan quality time dengan
keluarga, banyak yang lebih memilih untuk tinggal di apartemen
dibandingkan tinggal di lokasi yang sangat jauh dari tempat kerjanya. Hal
ini menyebabkan maraknya pertumbuhan dan perkembangan
pembangunan apartemen, dari tipe yang sederhana seperti Rumah Susun
Hunian Milik (Rusunami) untuk menjangkau kalangan menengah ke
bawah sampai dengan apartemen yang super mewah dengan fasilitas hotel
bintang lima.51
Istilah apartemen tersebut berasal dari Amerika Serikat yang
merujuk pada satuan hunian yang menempati bagian tertentu dari sebuah
gedung. Secara definisi, apartemen merupakan jenis tempat tinggal yang
hanya mengambil sebagian kecil ruang dari suatu bangunan.52
51 Irma Devita “Rancangan Undang-Undang Baru Untuk Rumah Susun (Apartemen, Kondominum, Kondotel),
Ciri khas
daripada apartemen ini sama dengan Rumah Susun pada umumnya, tetapi
dimana Rumah Susun kerap dipersamakan dengan bangunan untuk
memenuhi kebutuhan rumah masyarakat, misalnya Rumah Susun
diakses pada 24 November 2016, pukul 22:37
52 Defanie Arianti “Inilah Perbedaan Rumah Susun, Apartemen Dan Kondominium”,
Kampung Pulo, maka apartemen tersebut merupakan bangunan
perumahan mewah yang ditujukan untuk masyarakat kalangan atas.
Faktor utama yang membedakan rumah susun dari apartemen
adalah fasilitas yang ditawarkan. Umumnya, rumah susun dilengkapi
dengan prasarana dasar, seperti jaringan jalan, drainase, sanitasi, air bersih
dan tempat sampah. Utilitas umum atau kelengkapan penunjang pada
lingkungan rumah susun antara lain adalah jaringan listrik, jaringan
telepon dan jaringan gas. Sementara, pada apartemen tersedia fasilitas
yang lebih lengkap, mulai dari parkir luas, kolam renang dan sarana
kebugaran.53
Dalam Penjelasannya, pasal 1 angka 1 UURS ini selanjutnya
ditegaskan bahwa Rumah Susun yang dimaksud ini adalah istilah yang
memberikan pengertian hukum bagi bangunan bertingkat yang senantiasa
mengandung sistem pemilikan perseorangan dan hak bersama, yang Terhadap definisi Rumah Susun dijelaskan di Pasal 1 angka 1 UU
No.16 Tahun 1985 yang digantikan oleh UU No.20 Tahun 2011 tentang
Rumah Susun (selanjutnya disebut UURS), bahwa “Rumah Susun adalah
bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang
terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam
arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang
masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama
untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda
bersama dan tanah bersama.”
penggunaannya untuk hunian atau bukan hunian, secara mandiri ataupun
secara terpadu sebagai satu kesatuan sistem pembangunan. Berdasarkan
penjelasan tersebut disimpulkan bahwa tidak semua bangunan gedung
bertingkat itu dapat disebut Rumah Susun, tetapi setiap Rumah Susun
adalah bangunan gedung bertingkat.54
a) Rumah Susun merupakan terminologi hukum Indonesia untuk
mengekspresikan bangunan gedung bertingkat yang menganduk
pemilikan perseorangan dan hak bersama. Dalam pengertian inilah,
maka Rumah Susun merupakan terjemahan dari kata-kata
condominium, flat atau apartment.
Dengan kata lain, iika rumusan Rumah Susun menurut Pasal 1
angka 1 dan penjelasannya itu dicermati, diperoleh pemahaman sebagai
berikut:
b) Rumah Susun merupakan bangunan gedung bertingkat “yang
distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal
maupunvertikal” (Pasal 1 angka 1 UURS). Penjelasan umum
UURS menyatakan “yang distrukturkan secara fungsional dalam
arah horizontal dan
Urgensi telaah kata “maupun” serta “dan” tersebut semakin berarti,
terutama jika dikaitkan dengan Penjelasan Pasal 79 PP No.4 Tahun 1988
tentang Rumah Susun yang mencontohkan “rumah toko, rumah sarana vertikal. Kata “maupun” serta “dan” perlu
dicermati oleh karena membawa konsekuensi pada ruang lingkup
UURS.
industri dan lain-lain” yang dibangun di atas tanah bersama sebagai
bangunan bertingkat yang tidak termasuk dalam pengertian Rumah Susun.
Selanjutnya, Penjelasan Pasal 79 tersebut menyebutkan bahwa contoh
bangunan tidak bertingkat yang dibangun di atas tanah bersama dalam
suatu lingkungan adalah rumah-rumah peristirahatan, rumah kota (town
house), dan lain-lain.55
a) Rumah susun umum yaitu Rumah Susun yang diselenggarakan
untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan
rendah;
Lalu Pasal 1 angka 4 UURS merumuskan bahwa tanah bersama
adalah sebidang tanah hak atau tanah sewa untuk bangunan yang
digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya
berdiri Rumah Susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin
mendirikan bangunan. Dalam Pasal 1 angka 5 UURS dirumuskan bahwa
bagian bersama adalah bagian Rumah Susun yang dimiliki secara terpisah
tidak untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan
satuan-satuan Rumah Susun. Penjelasan Pasal 25 ayat 1 UURS tersebut memberi
contoh bagian bersama adalah antara lain : pondasi, kolom, balok, dinding,
lantai, atap, talang air, tangga, lift, selasar, saluran-saluran, pipa-pipa,
jaringan- jaringan listrik, gas dan telekomunikasi. Benda bersama
dirumuskan dalam Pasal 1 angka 6 UURS tersebut sebagai benda yang
bukan merupakan bagian Rumah Susun melainkan bagian yang dimiliki
bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama.
Jenis Rumah Susun diatur dalam UURS tersebut yaitu:
b) Rumah susun khusus yaitu Rumah Susun yang diselenggarakan
untuk memenuhi kebutuhan khusus;
c) Rumah susun negara yaitu Rumah Susun yang dimiliki negara dan
berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian, sarana pembinaan
keluarga, serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau
pegawai negeri; dan
d) Rumah susun komersial yaitu Rumah Susun yang diselenggarakan
untuk mendapatkan keuntungan.
Terhadap apartemen yang dapat dimiliki oleh Orang Asing di
Indonesia ini jatuh dalam kategori rumah susun komersial, yang tujuan
utamanya adalah untuk mendorong peningkatan sektor properti di
Indonesia.
B. Syar at Kepemilikan Apar temen Bagi Or ang Asing di Indonesia
Terhadap Apartemen atau Sarusun, syarat kepemilikannya telah
jelas dijabarkan dalam peraturan-peraturan yang mengatur tentang
kepemilikan properti bagi Orang Asing di Indonesia. Dalam PP No.103
Tahun 2015 dituliskan bahwa syarat-syarat tersebut yaitu:
a) Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia
Dalam Pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa “Orang Asing
yang Berkedudukan di Indonesia yang selanjutnya disebut Orang
Asing adalah orang yang bukan Warga Negara Indonesia yang
keberadaannya memberikan manfaat, melakukan usaha, bekerja,
atau berinvestasi di Indonesia.”, selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (2)
tempat tinggal atau hunian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah Orang Asing pemegang izin tinggal di Indonesia
(a)Keberadaannya memberikan manfaat;
sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Dari kedua
pasal tersebut, telah jelas bahwa syarat utama Orang Asing dapat
memiliki properti di Indonesia adalah apabila ia:
(b)Melakukan usaha;
(c)Bekerja atau berinvestasi;
(d)Pemegang izin tinggal di Indonesia.
Dari kedua pasal di atas, telah jelas bahwa yang diatur
dalam PP tersebut adalah orang perseorangan, bukan badan
hukum, serta juga harus memberi manfaat, melakukan usaha,
bekerja atau berinvestasi serta memiliki izin tinggal di Indonesia.
b) Memiliki Izin Tinggal di Indonesia
Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (2) PP No.103 Tahun 2015
tersebut, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “izin tinggal”
terdiri dari izin tinggal diplomatik, izin tinggal dinas, izin tinggal
kunjungan, izin tinggal terbatas, dan izin tinggal tetap. Perihal izin
tinggal ini dapat dilihat di Undang-undang No. 6 Tahun 2011
tentang, Pasal 48 ayat (1) menyatakan bahwa “Izin Tinggal
diberikan kepada Orang Asing sesuai dengan Visa yang
dimilikinya.” Pasal-pasal selanjutnya memjelaskan mengenai
jenis-jenis Izin Tinggal berdasarkan peraturan perundang-undangan
(a) Izin Tinggal diplomatik
Diberikan kepada Orang Asing yang masuk Wilayah
Indonesia dengan Visa diplomatik.
(b) Izin Tinggal dinas
Diberikan kepada Orang Asing yang masuk Wilayah
Indonesia dengan Visa dinas.
(c) Izin Tinggal kunjungan
Diberikan kepada Orang Asing yang masuk Wilayah
Indonesia dengan Visa kunjungan; atau anak yang baru
lahir di Wilayah Indonesia dan pada saat lahir ayah
dan/atau ibunya pemegang Izin Tinggal kunjungan.
Terhadap anak tersebut diberikan Izin Tinggal yang sama
dengan ayah dan/atau ibunya. Izin Tinggal kunjungan dapat
berakhir karena pemegang izin Tinggal kunjungan:
i. Kembali ke negara asalnya;
ii. Izinnya telah habis masa berlaku;
iii. Izinnya beralih status menjadi Izin Tinggal terbatas;
iv. Izinnya dibatalkan oleh Menteri atau Pejabat Imigrasi
yang ditunjuk;
v. Dikenai Deportasi; atau
vi. Meninggal dunia.
(d) Izin Tinggal terbatas
i. Orang Asing yang masuk Wilayah Indonesia dengan
Visa tinggal terbatas;
ii. anak yang pada saat lahir di Wilayah Indonesia ayah
dan/atau ibunya pemegang Izin Tinggal terbatas;
iii. Orang Asing yang diberikan alih status dari Izin
Tinggal kunjungan;
iv. nakhoda, awak kapal, atau tenaga ahli asing di atas
kapal laut, alat apung, atau instalasi yang beroperasi
di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi Indonesia
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
v. Orang Asing yang kawin secara sah dengan warga
negara Indonesia; atau
vi. anak dari Orang Asing yang kawin secara sah dengan
warga negara Indonesia.
Izin Tinggal terbatas berakhir karena pemegang Izin
Tinggal terbatas:
i.kembali ke negara asalnya dan tidak bermaksud masuk
lagi ke Wilayah Indonesia;
ii.kembali ke negara asalnya dan tidak kembali lagi
melebihi masa berlaku Izin Masuk Kembali yang
dimilikinya;
iii.memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia;
v.izinnya berdalih status menjadi Izin Tinggal Tetap;
vi.izinnya dibatalkan oleh Menterei atau Pejabat Imigrasi
yang ditunjuk;
vii.dikenai Deportasi; atau
viii.meninggal dunia.
(e) Izin Tinggal tetap
Izin Tinggal Tetap dapat diberikan kepada:
i. Orang Asing pemegang Izin Tinggal terbatas
sebagai rohaniwan, pekerja, investor, dan lanjut
usia. Apabila yang bersangkutan tinggal menetap
selama 3(tiga) tahun berturut-turut dan
menandatangani Pernyataan Integrasi kepada
Pemerintah Republik Indonesia;
i. keluarga karena perkawinan campuran,setelah usia
perkawinan mencapai 2 (dua) tahun dan
menandatangani Pernyataan Integrasi kepada
Pemerintah Republik Indonesia ;
ii. suami, istri, dan/atau anak dari Orang Asing
pemegang Izin Tinggal Tetap, pemberiannya secara
langsung; dan
iii. Orang Asing eks warga negara Indonesia dan eks
subjek anak berkewarganegaraan ganda Republik
Izin Tinggal Tetap tidak diberikan kepada Orang Asing
yang tidak memiliki paspor kebangsaan. Orang Asing
pemegang Izin Tinggal Tetap merupakan penduduk
Indonesia. Jangka waktu 5 (lima) tahun diberikan untuk
Izin Tinggal Tetap dan dapat diperpanjang tanpa biaya
setiap 5(lima) tahun untuk waktu yang tidak terbatas selama
izinnya tidak dibatalkan
Izin Tinggal Tetap dapat berakhir karena pemegang Izin
Tinggal Tetap:
i. meninggalkan Wilayah Indonesia lebih dari 1 (satu)
tahun atau tidak bermaksud masuk lagi ke Wilayah
Indonesia;
ii. tidak melakukan perpanjangan Izin Tinggal Tetap
setelah 5 (lima) tahun;
iii. memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia;
iv. izinnya dibatalkan oleh Menteri atau Pejabat
Imigrasi yang ditunjuk;
v. dikenai tindakan Deportasi; atau
vi. meninggal dunia.
Dimana, Izin T ingg al T etap dibatalkan karena pemegang
i. terbukti melakukan tindak pidana terhadap negara
sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan;
ii. melakukan kegiatan yang membahayakan keamanan
negara;
iii. melanggar Pernyataan Integrasi;
iv. mempekerjakan tenaga kerja asing tanpa izin
kerja;
v. memberikan informasi yang tidak benar dalam
pengajuan permohonan Izin Tinggal Tetap;
vi. Orang Asing yang bersangkutan dikenai Tindakan
Administratif Keimigrasian; atau
vii. putus hubungan perkawinan Orang Asing yang
kawin secara sah dengan warga negara Indonesia
karena perceraian dan/atau atas putusan pengadilan,
kecuali perkawinan yang telah berusia 10 (sepuluh)
tahun atau lebih.
Dengan melihat penjabaran izin tinggal tersebut, jelas bahwa
Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia yang diizinkan untuk
memiliki properti tidak sebatas pada ekspatriat yang memiliki Kartu Izin
Masuk Sementara (selanjutnya disebut KIMS) ataupun Kartu Izin Tinggal
Terbatas (selanjutnya disebut KITAS), tetapi juga yang hanya memiliki
izin kunjungan. Dengan kata lain, setiap Orang Asing di Indonesia yang
c)Apartemen dibangun di atas Hak Pakai atau Hak Pengelolaan
Dalam Hukum Tanah Indonesia, apartemen dikenal sebagai
Sarusun, dan dalam Pasal 4 PP No.103 Tahun 2015 tersebut
disebutkan bahwa: “Rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat
dimiliki oleh Orang Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) merupakan:
i. Rumah Tunggal di atas tanah:
1. Hak Pakai; atau
2. Hak Pakai di atas Hak Milik yang dikuasai
berdasarkan perjanjian pemberian Hak Pakai di atas
Hak Milik dengan akta Pejabat Pembuat Akta
Tanah.
ii. Sarusun yang dibangun di atas bidang tanah Hak Pakai
Dalam Permen Agraria/ Kepala BPN No.13 Tahun 2016 tentang
Tata Cara Pemberian, Pelepasan atau Pengalihan Hak Atas
Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing
yang Berkedudukan di Indonesia, Pasal 1 ayat (2) nya menyatakan
bahwa Orang Asing hanya dapat memperoleh Rumah Tunggal atau
Sarusun dengan:
. ”
a) Membeli Rumah Tunggal di atas tanah Hak Pakai atas
tanah Negara, Hak Pengelolaan atau Hak Milik; atau
b) Memberi Sarusun di atas tanah
Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut Hak Pakai atas tanah Negara
hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang
lain yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam
keputusan pemberiann haknya/perjanjiannya. Sedangkan Hak Pengelolaan
adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya
sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya dan bagian-bagian dari
Hak Pengelolaan tersebut dapat diberikan kepada pihak ketiga dengan
hak-hak tertetnu sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, seperti Hak
Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai. (Sejauh ini yang dapat
diberikan Hak Milik hanya diatas Hak Pengelolaan yang diberikan kepada
Perumnas dan Transmigrasi)56
d) Apartemen Unit Baru dengan Kriteria tertentu
Perlu diingat kembali bahwa status hak yang diberikan kepada
Orang Asing atas pembelian Sarusun adalah Hak Milik (Pasal 5 PP
No.103 Tahun 2015) yang jangka waktunya tidak terbatas, akan tetapi
terhadap Hak Pakai dan Hak Pengelolaan keduanya memiliki jangka
waktu, jadi secara implisit apartemen yang dimiliki Orang Asing itu
bergantung kepada status hak atas tanah yang dimiliki oleh developer
bangunan tersebut. Jadi apabila Hak Pakai ataupun Hak Pengelolaan
tersebut berakhir maka Hak Milik atas Sarusun yang dimilikinya berakhir
pula.
Mengingat bahwa tujuan terbesar dari pemberian izin
kepada Orang Asing untuk dapat memiliki apartemen di Indonesia
adalah untuk meningkatkan pasar investasi properti di Indonesia,
tentu saja ada kriteria-kriteria apartemen yang dapat dibeli oleh
Orang Asing tersebut. Dalam Peraturan Menteri Agraria/ Kepala
Badan Pertanahan Nasional No.13 Tahun 2016, Pasal 2
menyatakan:
(1)Pembelian rumah tunggal atau satuan Rumah
Susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2),
dengan syarat merupakan pembelian baru/unit baru berupa
bangunan baru yang dibeli langsung dari pihak
pengembang/pemilik tanah
(2)Pembelian rumah tunggal atau satuan Rumah Susun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan rumah
tunggal atau
dan bukan merupakan
pembelian dari tangan kedua.
satuan Rumah Susun dengan harga minimal
Jadi dari pasal tersebut diketahui bahwa apartemen yang dapat
dibeli oleh Orang Asing adalah apartemen:
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(a) Pembelian unit baru;
(b) Dibeli langsung dari pihak developer; dan
(c) Dengan harga minimal.
Dalam Lampiran Permen Agraria/Kepala BPN No.13 Tahun 2016
tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan atau Pengalihan Hak Atas
Berkedudukan Di Indonesia dicantumkan harga minimal
apartemen yang dapat dimiliki oleh Orang Asing, yaitu:
Tabel 3. Klasifikasi Harga Apartemen untuk Orang Asing di Indonesia57
Keempat syarat di atas adalah syarat kumulatif Orang Asing untuk
dapat memiliki apartemen di Indonesia, apabila ia tidak memenuhi salah
57 Lampiran Permen Agraria/Kepala BPN No.13 Tahun 2016
No Lokasi ≥ Harga
1. DKI Jakarta 5 Milyar
2. Banten 1 Milyar
3. Jawa Barat 1 Milyar
4. Jawa Tengah 1 Milyar
5. Yogyakarta 1 Milyar
6. Jawa Timur 1,5 Milyar
7. Bali 2 Milyar
8. NTB 1 Milyar
9. Sumatera Utara 1 Milyar
10. Kalimantan Timur 1 Milyar
11. Sulawesi Selatan 1 Milyar
satu syarat di atas maka Orang Asing yang bersangkutan tidak dapat
memiliki apartemen di Indonesia.
C. Pr osedur Ter jadinya Kepemilikan Apar temen Bagi Or ang Asing di
Indonesia
Sesuai dengan ketentuan Pasal 5 PP No.103 Tahun 2015, Orang
Asing yang membeli apartemen di Indonesia diberikan Hak Milik atas
Sarusun di atas Hak Pakai untuk Sarusun pembelian unit baru. Menurut
Pasal 1 angka 11 UU No.20 Tahun 2011, Sertifikat Hak Milik Satuan
Rumah Susun (selanjutnya disebut SHM Sarusun) adalah tanda bukti
kepemilikan atas satuan Rumah Susun di atas tanah Hak Milik, Hak Guna
Bangunan atau Hak Pakai di atas tanah Negara. Dimana Keputusan
Menteri Negara Perumahan Rakyat No: 11/KPTS/1994 (selanjutnya
disebut Kepmenpera No.11/1994) tentang Pedoman Perikatan Jual Beli
Satuan Rumah Susun memberi arti SHM Sarusun adalah hak pemilikan
atas satuan Rumah Susun yang digunakan secara terpisah, yang meliputi
pula hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama di
lingkungan Rumah Susun yang bersangkutan sesuai dengan nilai
perbandingan proposional dari satuan Rumah Susun yang bersangkutan.
Lebih lanjut lagi dalam Pasal 47 ayat (1) UURS tersebut
mempertegas bahwa SHM Sarusun diterbitkan sebagai tanda bukti
kepemilikan atas satuan Rumah Susun yang dibangun di atas tanah:
a) Hak Milik;
b) Hak Guna Bangunan di atas tanah Negara;
d) Hak Guna Bangunan di atas tanah Hak Pengelolaan; atau
e) Hak Pakai di atas tanah Hak Pengelolaan.
Ayat (2) menentukan bahwa SHM Sarusun diterbitkan bagi setiap orang
yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah, di mana ayat (3)
menyatakan bahwa SHM Sarusun merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan yang terdiri atas:
a) Salinan buku tanah dan surat ukur atas hak tanah bersama sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b) Gambar denah lantai pada tingkat Rumah Susun bersangkutan
yang menunjukkan satuan Rumah Susun yang dimiliki; dan
c) Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian bersama,
benda bersama, dan tanah bersama bagi yang bersangkutan.
Ayat (4) mengatur bahwa SHM Sarusun diterbitkan oleh kantor
pertanahan kabupaten/kota. Kepmenpera No.11/1994 mengatur bahwa
pihak Pengembang harus memiliki kelengkapan perizinan sebagai
berikut:58
a) Izin Prinsip, yaitu izin yang harus diperoleh oleh setiap orang atau
badan hukum yang akan memanfaatkan ruang untuk tempat usaha
skala besar;
b) Izin Lokasi dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya khusus
untuk wilayah DKI Jakarta dikenal sebagai Surat Izin Penunjukkan
dan Penggunaan Tanah (SIPPT). Izin ini diberikan kepada
perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka
58Jerry Shalmont, “Aspek Hukum Perizinan yang Diperlukan Pengembang Rumah Susun”,
penanaman modal yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak,
dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha
penanaman modalnya. Izin ini dikeluarkan untuk penggunaan
tanah di jalur jalan utama atau yang menggunakan lahan lebih dari
lima ribu meter persegi. Berkenaan dengan masalah perizinan ini,
pihak Pengembang harus memperoleh Surat Izin Penunjukan Dan
Penggunaan Tanah (SIPPT) sebelum mendirikan bangunan.
c) Izin Mendirikan Bangunan, yaitu izin yang diberikan untuk
melakukan kegiatan pembangunan. Pengembang sebagai pihak
yang bertanggung jawab atas kegiatan pendirian bangunan
berkewajiban untuk memperoleh izin ini pada pemerintah
setempat. Jika suatu bangunan tidak memiliki IMB maka akan
dikategorikan sebagai bangunan liar sehingga bangunan tersebut
dapat disegel dan dibongkar.
Beberapa tahap yang harus dilalui oleh Pengembang sebelum sertifikat hak
milik atas satuan Rumah Susun diterbitkan:59
a) Pertelaan, yaitu penunjukan batas masing-masing satuan Rumah
Susun, bagian bersama, benda bersama tanah bersama beserta nilai
perbandingan proporsionalnya dalam bentuk gambar dan uraian.
Secara singkat proses pertelaan dimulai dengan pengajuan
permohonan melalui BPN kepada Gubernur, dilanjutkan dengan
penelitian yang dilakukan oleh beberapa instansi terkait yang
berkordinasi dengan kepala BPN. Berdasarkan laporan penelitian
instansi terkait tersebut nantinya akan dikeluarkan Surat Keputusan
Pengesahan Pertelaan yang akan disahkan oleh Gubernur untuk
wilayah DKI Jakarta dan pemerintah daerah setempat untuk daerah
lainnya.
b) Pengajuan Izin Layak Huni, yaitu izin yang diterbitkan oleh
Pemerintah Daerah setelah diadakan pemeriksaan terhadap Rumah
Susun yang telah selesai dibangun berdasarkan persyaratan dan
ketentuan perizinin yang telah diterbitkan. Dalam hal izin tersebut
belum dimiliki namun Rumah Susun telah dijual atau ditempati
maka sesuai dengan UU No.16 Tahun 1985, sanksi pidana terhadap
pelanggaran tersebut yaitu diancam pidana kurungan
selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda setinggi-tingginya Rp
1.000.000,- (satu juta rupiah).
c) Akta Pemisahan Rumah Susun, akta pemisahan ini merupakan
tanda bukti pemisahan Rumah Susun atas satuan-satuan Rumah
Susun yang meliputi bagian bersama, benda bersama dan tanah
bersama yang didaftarkan pada Kantor Pertanahan setempat yang
nantinya akan disahkan oleh Gubernur. Akta pemisahan ini
diperlukan sebagai dasar dalam penerbitan sertifikat hak milik atas
satuan Rumah Susun. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 2 tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata
Cara Pengisian serta Pendaftaran Akta Pemisahan Rumah Susun
diatur bahwa akta pemisahan ini harus didaftarkan oleh
Pengembang pada Kantor Pertanahan setempat dengan
d) Penerbitan Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun, dasar
penerbitan sertifikat hak milik ini yaitu keterangan yang terdapat
dalam akta pemisahan yang telah disahkan oleh pemerintah
setempat. Pada umumnya sertifikat hak milik ini terdiri dari salinan
buku tanah hak milik atas satuan Rumah Susun, salinan surat ukur
atas tanah bersama, gambar denah satuan Rumah Susun yang
secara jelas menunjukkan lokasi Rumah Susun yang bersangkutan
dan pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian bersama,
benda bersama dan tanah bersama yang merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan.
Setelah Pengembang melalui tahap-tahap tersebut, maka
selanjutnya disiapkan akta jual beli Sarusun, kemudian bersama-sama
dengan pembeli menandatangani akta jual belinya di hadapan
Notaris/PPAT pada tanggal yang ditetapkan, lalu Perusahaan
Pembangunan Perumahan dan Pemukiman dan/atau Notaris/PPAT yang
ditunjuk akan mengurus agar pembeli memperoleh Sertifikat Hak Milik
Sarusun atas nama pembeli, dimana biayanya ditanggung oleh pembeli. 60
Seperti halnya sertifikat hak atas tanah lainnya, sertifikat Hak
Milik atas Sarusun juga harus didaftarkan, terutama mengingat bahwa
Hukum Tanah Indonesia menganut sistem publikasi negatif yang
mengandung unsur positif
Setelahnya, sertifikat induk/alas hak atas tanah tersebut disimpan di
Kantor Pertanahan.
61
60Kepmenpera No.11/1994, bagian III angka 9. 61Boedi Harsono, Op.Cit., hal 477
menghasilkan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat, bukan sebagai alat pembuktian multak. Jadi, apabila ada pihak
lain yang merasa dirugikan atas diterbitkannya sertifikat tersebut dapat
mengajukan gugatan ke pengadilan untuk dibatalkan hak tersebut.
Dalam kegiatan pendaftaran Hak Milik Sarusun tersebut yang
dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan, prosedurnya telah ditetapkan dalam
Peraturan Kepala BPNRI No.1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan
Pengaturan Pertanahan dengan kepastian mengenai aturan dasar hukum
pelayanan, kepastian persyaratan, kelengkapan permohonan, kepastian
biaya pelayanan dan kepastian mengenai waktu penyelesaian, dalam hal
ini dapat dijelaskan pelayanan yang berkaitan dengan pendaftaran Hak
Milik Sarusun untuk pertama kali, yaitu:62
a) Dasar Hukum
(a) UU No.5 tahun 1960;
(b) UU No. 16 tahun 1985 (sekarang UU No. 20 tahun 2011);
(c) PP No. 4 tahun 1988;
(d) PP No. 24 tahun 1997;
(e) PP No. 13 tahun 2010;
(f) Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN No. 3 tahun
1997;
(g) Surat Edaran Kepala BPN No. 600-1900 tanggal 31 Juli 2003;
b) Persyaratan
(a) Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani
pemohon atau kuasanya di atas materai cukup, yang memuat:
i. Identitas diri;
ii. Luas dan letak bangunan yang dimohon;
iii. Pernyataan tanah tidak bersengketa;
(b) Surat Kuasa apabila dikuasakan;
(c) Fotokopi identitas pemohon dan kuasa apabila dikuasakan,
yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket;
(d) Sertifikat Hak atas Tanah yang merupakan tanah bersama
(asli);
(e) Proposal pembangunan Rumah Susun;
(f) Izin layak huni;
(g) Advis Planning (Keterangan Rencana Kabupaten/Kota)63
(h) Akta pemisahan yang dibuat oleh penyelenggara pembangunan
Rumah Susun, dengan lampiran gambar dan uraian pertelaan
dalam arah vertikal maupun horizontal serta nilai perbandingan
proposionalnya yang disahkan oleh pejabat yang berwenang
(Gubernur untuk DKI Jakarta atau Bupati/Walikota); ;
c) Biaya Pelayanan
Sesuai dengan ketentuan PP tentang jenis dan tarif atas jenis
penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia (saat ini berlaku PP No.
13 tahun 2010);
d) Waktu Penyelesaian
a) 30 (tiga puluh) hari untuk jumlah tidak lebih dari 200 unit;
b) 60 (enam puluh) hari untuk jumlah lebih dari 200 unit sampai
dengan 500 unit;
c) 90 (sembilan puluh) hari untuk jumlah lebih dari 500 unit.
Selain pendaftaran tanah untuk pertama kali, ada pula kegiatan
pelayanan pemeliharaan data pendaftaran tanah atau yang disebut dengan
pendaftaran yang berkesinambungan (derivatif), yang dilakukan apabila
pemegang sertifikat kepemilikan tanah tersebut melakukan perbuatan
hukum yang berhubungan dengan objek tanah, misalnya seperti peralihan
hak atas tanah (karena perbuatan hukum atau peristiwa hukumnya
dikuatkan dengan akta PPAT seperti jual beli, hibah, tukar-menukar,
imbreng, pembagian hak bersama) dan pemindahan hak atas tanah
(perbuatan hukum atau peristiwa hukum dikuatkan dengan surat/akta yang
dibuat oleh bukan PPAT seperti surat keterangan waris dan pembagian
warisan, akta wasiat notaril, risalah lelang).64
Dalam kepemilikan properti di Indonesia, Orang Asing juga harus
membayar pajak. Terhadap jenis dan jumlah pajak yang harus dibayarkan
ini tidak berbeda dengan jenis dan jumlah yang harus dibayarkan oleh
Warga Negara Indonesia. Beberapa jenis pajak yang harus dibayarkan
Orang Asing dalam transaksi jual-beli apartemen di Indonesia, yaitu:65
(a)Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 2.5% dari Nilai Jual Objek Tanah
(selanjutnya disebut NJOP);
(b)Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% dari NJOP;
64 Ibid. hal 108
65 Rurin Claradiesty, “Tata Cara Jual Beli Properti Bagian 3: Pajak yang Dibayarkan Dalam Proses Jual-Beli
(c)Bea Balik Nama (BNN) sebesar 2% dari NJOP;
(d)Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar
5% dari nilai perolehan wajib pajak;
(e) Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) sebesar 20% dari NJOP
(apabila membeli properti dari developer); dan
(f)Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sesuai ketentuan yang mengatur.
D. Syar at Kepemilikan Apar temen Bagi Or ang Asing di Austr alia
Seperti halnya negara lainnya, pemerintah Australia juga sangat
berhati-hati dalam memberikan hak kepemilikan atas tanahnya ke Orang
Asing. Untuk melindungi tanah serta masyarakatnya sendiri, serta untuk
meyakinkan bahwa kepemilikan properti oleh Orang Asing tidak
merugikan masyarakatnya sendiri, pemerintah Australia mengharuskan
para calon pembeli untuk memenuhi syarat-syarat berikut:
a) Foreign Investment Review Board Approval
Foreign Investment Review Board (selanjutnya disebut FIRB) atau
Dewan Peninjau Investasi Asing, adalah badan non-statutory yang
fungsinya adalah sebagai badan penasihat pemerintah mengenai
kebijakan
investasi asing dan juga administrasi peraturan yang mengatur
tentangnya. FIRB selanjutnya juga meninjau proposal-propsal yang
dimasukkan oleh calon investor asing perihal penanaman modal asing
di Australia dan setelahnya membuat rekomendasi-rekomendasi kepada
memperoleh izin dan sudah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang mengaturnya. 66
Nilai Investasi Asing (AUD)
FIRB ini berada di bawah pengawasanDepartment of Treasury (Badan
Keuangan) dan setiap proposal pembelian properti investor asing, harus
memiliki izin dari FIRB sebelum dapat melakukan kepemilikan atas
properti tersebut. Maka dari itu, perijinan dari FIRB merupakan syarat
utama bagi kepemilikan properti/apartemen bagi Orang Asing di
Australia.
Pada Mei 2015, pemerintah Australia menetapkan biaya baru untuk
permintaan izin FIRB yang diberlakukan sejak tanggal 1 Desember
2015, yaitu:
Biaya (AUD)
≤$ 1,000,000 $5,000
$ 1,000,000 - $ 1,999,999 $10,100
$ 2,000,000 - $ 2,999,999 $20,300
$ 3,000,000 - $ 3,999,999 $30,400
$ 4,000,000 - $ 4,999,999 $40,600
$ 5,000,000 - $ 5,999,999 $50,700
$ 6,000,000 - $ 6,999,999 $ 60,900
$ 7,000,000 - $ 7,999,999 $ 71,000
$ 8,000,000 - $ 8,999,999 $ 81,200
$ 9,000,000 - $ 9,999,999 $ 91,300
≥$ 10,000,000 Silahkan menghubungi Australian Taxation Office (TAO) untuk estimasi biaya (dengan penambahan setiap juta dollar)
Tabel 4. Biaya Permohonan Izin FIRB67
Biaya yang dibayar tersebut adalah biaya per permohonan,
maksudnya apabila Orang Asing yang bersangkutan ingin membeli
properti yang lain daripada yang pertama kali diajukan, maka harus
membayar biaya tersebut lagi. Terhadap permintaan izin dari FIRB,
selain daripada untuk properti yang telah diketahui pasti letak dan
biayanya, ada juga izin yang dapat dikeluarkan kepada Orang Asing
yang ingin membeli properti dalam suatu nilai tertentu, namun belum
mengetahui letak. Izin ini dinamakan exemption certificate. Selain
daripada membayar biaya seperti tabel di atas, Orang Asing juga harus
membayar biaya terpisah AUD$ 5,000 (lima ribu dollar Australia)
untuk izin ini, dengan syarat pembelian properti harus dilaksanakan
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak diterbitkannya izin tersebut.
Orang Asing diwajibkan untuk melakukan pelaporan kembali ke FIRB
apabila telah mengetahui objek propertinya, ataupun apabila ternyata
dalam jangka waktu tersebut, Orang Asing tidak melakukan pembelian
properti. 68
67Foreign Investment Review Board, Fees – residential land [GN29], last updated 21 July 2016 68Ibid.
Setelah melakukan pembayaran biaya, maka dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari, FIRB akan mengeluarkan keputusan apabila
izin akan diberikan kepada Orang Asing tersebut untuk memiliki
b) Foreign person
Yang dimaksud dengan Foreign Person atau Orang Asing yang
berhak untuk memiliki apartemen di Australia diatur dalam FATA69,
yang pada dasarnya berisi bahwa Orang Asing yang dapat memiliki
apartemen di Australia adalah Orang Asing yang berkedudukan di
Australia, dengan kepemilikan visa tertentu yang memberi izin Orang
Asing untuk berada di Australia selama jangka waktu tertentu saja. Jadi
setiap Orang Asing di Australia wajib minta izin/ melakukan
pemberitahuan kepada FIRB apabila akan melakukan pembelian
terhadap suatu residential real estate70 di Australia, kecuali71
(a) Warga negara Australia yang tinggal di Australia atau luar negeri;
:
(b) Suami/istri adalah warga-negara Australia atau warga-negara New
Zealand (bukan permanent resident) yang membeli residential real
estate atas nama berdua sebagai kepemilikan bersama (joint
tenancy), tidak berlaku untuk kepemilikan bersama tenants in
common;
(c) Warga-negara New Zealand yang membeli residential real estate;
(d) Orang yang mempunyai visa penduduk tetap (permanent resident
visa) yang membeli residential real estate;
(e) Orang yang membeli rumah baru dari developer, setelah developer
mendapatkan pra-persetujuan untuk menjual rumah-rumahnya
kepada Orang Asing;
69
Bab II, bagian a.
70new dwellings, established dwellings, off-the-plan properties, vacant land zoned for residential living
71 Exemption
(f) Keadaan dimana Orang Asing tersebut hanya dapat mengakses
residential real estate tersebut tidak lebih dari 4 (empat) minggu
per tahunnya;
(g) Residential real estate didapat dari warisan atau pendelegasian dari
hukum yang bersangkutan;
(h) Residential real estate tersebut didapat secara langsung dari
Commonwealth, a State, a Territory, atau suatu badan
pemerintahan, atau suatu entitas yang sepenuhnya dimiliki oleh
Commonwealth, a State, a Territory, atau suatu badan
pemerintahan, dan
(i) Orang yang membeli residential real estate rumah baru dan tanah
kosong dalam Resort Pariwisata Terpadu (Integrated Tourism
Resort).
Dengan kata lain, setiap Foreign Person, atau Foreign
non-resident pemegang Short-Term Visa, seperti work visa, visitor visa,
business visa, temporary entry visa serta pemegang visa Temporary
Resident72
c) Types of Apartment
yang ingin memiliki apartemen di Australia, harus
mendapatkan persetujuan dari FIRB dahulu sebelum melanjutkan
proses pembelian.
Australia mengizinkan kepemilikan atas tanah agrikultur
(agricultural land) dan/atau properti tempat tinggal/hunian (residential
real estate) bagi Orang Asing. Pengaturan pemilikan kedua tipe tanah
tersebut berbeda, dan diatur sesuai dengan peraturan
undangan yang bersangkutan. Terhadap apartemen, Orang Asing hanya
dapat memiliki apartemen yang:
(a) Never been sold;
(b) Never been occupied; or
(c) In planning stages (off-the plan).
Jadi, tipe apartemen yang dapat dimiliki oleh Orang Asing di
Australia adalah apartemen baru, yang sebelumnya tidak pernah dijual dan
ditinggali, serta apabila dijual oleh developer pada saat pembangunan,
sebelumnya tidak dihuni selama lebih dari 12 (dua belas) bulan tidak
berturut. 73Khususnya untuk pemegang visa Temporary Resident,
dibolehkan untuk memiliki 1 (satu) established dwelling, atau
second-hand dwelling, atau apartemen bekas selama apartemen tersebut
digunakan sebagai rumah tempat tinggal/hunian utama, yang tidak dapat
dikomersialkan (disewakan), yang pada saat dihuni tidak sedang dihuni
oleh pihak lain, serta apabila sudah tidak akan dihuni, harus dijual/dilepas
kepemilikannya dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan. 74
E. Pr osedur Ter jadinya Kepemilikan Apar temen Bagi Or ang Asing di
Austr alia
Ketentuan tersebut
berlaku juga untuk mahasiswa asing di atas 18 (delapan belas) tahun yang
tinggal sementara di Australia karena sedang belajar di Perguruan Tinggi
yang diakui selama lebih dari 1 (satu) tahun, dapat membeli tempat tinggal
baru tetapi dengan batas nilai properti nya AUD$ 300,000 (tiga ratus ribu
dolar Australia).
73New dwellings
Dimulai dari tanggal 1 Juli 2016, setiap pembelian residential real
estate oleh Orang Asing harus didaftarkan di Australian Taxation Office
(selanjutnya disebut ATO). Pendaftaran tersebut harus dilakukan apabila
seseorang:75
a) Mendapatkan bagian dari tanah agrikultur, atau sebagai salah satu
syarat untuk memiliki residential real estate;
b) Tidak lagi memiliki bagian atas tanah agrikultur;
c) Status Orang Asing berubah, baik menjadi ataupun berhenti menjadi
Orang Asing;
d) Mengganti tipe tanah, baik tanah agrikultur ke residential real estate,
ataupun sebaliknya;
e) Meskipun tidak diisyaratkan untuk mendaftar tanah agrikultur yang
dimiliki.
Untuk mendaftarkan properti tersebut, disiapkan:76
a) Alasan pendaftaran (contoh: kepemilikan atas tanah agrikultur atau
residential real estate);
b) Nomor/angka tanda persetujuan dari FIRB (apabila ada);
c) Letak, luas, dan kegunaan tanah;
d) Status hak atas tanah yang bersangkutan;
e) Tanggal pembelian/penjualan, tanggal pemegang hak
memenuhi/menjadi tidak memenuhi syarat foreign persons, tanggal
tanah berhenti/menjadi tanah agrikultur;
f) Nilai atas objek tanah, nilai transaksi asli apabila transaksi dilakukan
75Land Register – FAQs, https://www.ato.gov.au/General/Foreign-investment-in-Australia/Land-Register---FAQs/ diakses pada 21 September 2016, pukul 08:05 WIB
dalam periode 12 (dua belas) bulan; apabila tidak maka nilai yang
dicantum akan dihitung sesuai dengan harga pasar;
g) Cara pemegang hak mempertahankan haknya, apakah secara pribadi,
melalui perusahaan, atau lainnya;
h) Persentase atas tanah, apabila tanah yang didaftarkan dimiliki terbagi
berdasarkan persentase.
Terhadap pendaftaran tersebut tidak dikenakan biaya, namun untuk
mendapatkan sertifikat atas apartemen yang bersangkutan, pemerintah
Australia mengharuskan setiap wajib pajaknya, termasuk juga Orang
Asing, dalam jangka waktu tertentu (umumnya 30 hari) setelah transaksi
jual-beli untuk membayar bea materai (stamp duty). Berhubung negara
Australia dibagi menjadi beberapa negara bagian, ketentuan mengenai
jumlah bea materai ini juga berbeda-beda. Di Victoria, contohnya, bea
materai sebesar 1.4% dikenakan untuk NJOP AUD$ 25,000 (dua puluh
lima ribu dolar Australia) sampai dengan 5.5% untuk NJOP lebih dari
AUD$ 960,000 (sembilan ratus enam puluh ribu dolar Australia). Untuk
Orang Asing, selain dari bea awal tersebut, juga dikenakan bea materai
tambahan sebesar 7% (dimulai dari 1 Juli 2016, sebelumnya 3%) untuk
residential stamp duty.Bea tambahan tersebut hanya dikenakan terhadap:77
a) Residential property yang didapat dari lelang, atau penjualan tertutup;
b) Membeli non-residential property dengan maksud mengubahnya menjadi
residential property;
c) Mendapatkan residential property dalam bentuk hadiah/pemberian;
77Foreign purchasers of property,
d) Perjanjian-perjanjian sewa tertentu yang berhubungan dengan residential
property.
Jadi, persamaan dan perbedaan kepemilikan apartemen oleh Orang Asing
baik di Indonesia dan di Australia yaitu:
Syarat Indonesia Australia
Orang Asing Orang perseorangan Orang perseorangan,
badan hukum atau pemerintahan
Izin Tinggal Orang Asing pemegang
Kartu Izin Masuk
Izin Pembelian - Izin tertulis dari FIRB,
kecuali pihak developer telah menerima izin terdahulu (jalur off-the-plan)
Tipe Apartemen Pembelian unit baru
dengan klasifikasi harga
Pendaftaran Sertifikat Baik pertama kali
maupun pemeliharaan
BAB IV
DINAMIKA DALAM PENGATURAN KEPEMILIKAN
PROPERTI BAGI ORANG ASING
A. Pengatur an Kepemilikan Pr oper ti Bagi Or ang Asing di Indonesia
Secara garis besar, pengaturan yuridis kepemilikan properti bagi
Orang Asing di Indonesia dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu:
a) UUPA
Pada dasarnya, kepemilikan tanah di Indonesia dibedakan
kepemilikannya oleh Warga Negara Indonesia dan Orang Asing,
hal ini tercemin dalam Pasal 9 UUPA yang menyebutkan secara
jelas bahwa “hanya Warga Negara Indonesia yang dapat
mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air, dan
ruang angkasa, dalam batas-batas ketentuan Pasal 1 dan 2.”
Ketentuan ini disebut para ahli sebagai “prinsip nasionalitas”,
artinya ada pembatasan kepemilikan tanah terkait dengan status
kewarganegaraan. Bagi Warga Negara Indonesia dimungkinkan
untuk diberikan dan dapat memiliki semua jenis hak atas tanah
yang ada dalam peraturan perundang-undangan yang disesuaikan
dengan penggunaan dan pemanfaatan tanahnya, sedang bagi
Warga Negara Asing dapat dimungkinkan dengan dibatasi hanya
pada pemilikan atas jenis hak tertentu, dalam hal ini hak atas tanah
Sewa.78
Dapat dimungkinkannya pemilikan hak atas tanah oleh
Orang Asing di Indonesia tersebut muncul keinginan dari sebagian
masyarakat, utamanya kalangan pengembang pemukiman yang
mendesak kepala pemerintahan agar Orang Asing dimungkinkan
dapat memiliki rumah di Indonesia, tidak saja Hak Pakai tapi juga
Hak Milik. Desakan-desakan tersebut dilatarbelakangi oleh Pasal-pasal selanjutnya dari UUPA tersebut
mengkokohkan prinsip nasionalitas ini, sehingga terkesan ada
larangan kepemilikan tanah oleh Orang Asing.
Larangan tersebut bertujuan untuk menjaga agar tanah tetap
menjadi milik Warga Negara Indonesia, yang segala peruntukkan,
pemanfaatan, dan penggunaannya itu menguntungkan oleh
masyarakat sendiri, karena apabila Orang Asing diberi kebebasan
untuk menguasai tanah di Indonesia, maka kesejahteraan rakyat
akan terancam. Jadi, terhadap Orang Asing hanya diberikan
hak-hak tertentu saja, dengan batas dan jangka waktu tertentu juga,
sejauh mana yang dinilai cukup untuk turun berkontribusi dalam
pembangunan di Indonesia.
Selain daripada Hak Pakai dan Hak Sewa yang digunakan
untuk perorangan (Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia,
Pasal 42), pengecualian kepemilikan atas tanah untuk Orang
Asing juga terlihat dapat Hak Guna Usaha di Pasal 30 dan Hak
Guna Bangunan di Pasal 36, yang berlaku bagi badan hukum yang
berdiri menurut hukum yang berlaku di Indonesia.
kecilnya daya beli masyarakat Indonesia terhadap “properti” yang
pada gilirannya, menimbulkan kasus-kasus kredit macet pada
sektor tersebut (kejadian pembangunan properti di Pulau Batam
tahun 1995). 79
Melihat adanya kemungkinan pemilikan rumah oleh Orang
Asing tersebut, pada tanggal 17 Juni 1996 oleh Pemerintah telah
diundangkan PP No.41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah
Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang
Berkedudukan di Indonesia. 80
b) Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1996
Harapan para pengembang mengenai diberikannya Hak
Milik bagi kepemilikan properti Orang Asing tidak terwujudkan,
karena dalam PP ini, kembali dipertegas Orang Asing yang
dimaksud adalah Orang Asing yang berkedudukan di Indonesia,
dan hak yang dimiliki hanya sebatas Hak Pakai.
Pasal 1-nya, yaitu:
79Ibid. hal 6
(1) Orang asing yang berkedudukan di Indonesia dapat memiliki
sebuah rumah untuk tempat tinggal atau hunian dengan hak
atas tanah tertentu.
(2) Orang asing yang berkedudukan di Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) adalah orang asing yang
kehadirannya di Indonesia memberikan manfaat bagi
pembangunan nasional.
Pasal 2:
Rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki oleh
orang asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah:
1. Rumah yang berdiri sendiri yang dibangun di atas
bidang tanah:
a. Hak Pakai atas tanah Negara;
b. Yang dikuasai berdasarkan perjanjian dengan
pemegang hak atas tanah.
2. Satuan rumah susun yang dibangun di atas bidang
tanah Hak Pakai atas tanah Negara.
Selain daripada itu, diatur juga jangka waktu Hak Pakai
tersebut, yang memang berbeda dengan Hak Pakai di UUPA.
Dalam Pasal 45 PP No. 40 Tahun 1996, jangka waktu Hak Pakai
atas tanah Negara adalah 25 (dua puluh lima) tahun dan dapat
diperpanjang untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun serta
dengan pembaharuan selama 25 (dua puluh lima) tahun.
Pakai atas rumah yang di atas Hak Milik, jangka waktu dibuat
sesuai perjanjian yang telah disepakati dengan pemilik hak atas
tanah, serta tidak lebih lama dari 25 (dua puluh lima) tahun,
dengan perpanjangan yang tidak lebih dari 25 (dua puluh lima)
tahun juga selama Orang Asing tersebut masih berkedudukan di
Indonesia.
Dalam tahun-tahun berikutnya, mengikuti semakin
menariknya lapangan investasi di indonesia, terutama di kota-kota
besar seperti Bali, DKI Jakarta, dan lainnya, kerap ditemukan
“penyeludupan hukum” yang dilakukan oleh Orang Asing agar
dapat menguasai Hak Milik atas tanah dengan suatu perbuatan
hukum yang bersifat penyamaran (“berkedok”). Hal ini
dikarenakan ada kecenderungan pemahaman bahwa yang dilarang
adalah “memiliki” (seperti yang disebutkan dalam Pasal 21 ayat (1)
UUPA), sedangkan untuk “menguasai” tidak dilarang. 81
Dari pemahaman itu, muncullah suatu perjanjian pinjam
nama yang dikenal dengan istilah perjanjian “nominee”.
“Nominee” adalah perjanjian yang dibuat antara seseorang yang
berdasarkan hukum tidak dapat menjadi subyek hak atas tanah
tertentu (dalam hal ini Hak Milik/Hak Guna Bangunan) yakni
seorang Warga Negara Asing dengan seorang Warga Negara
Indonesia, yang dimaksudkan agar Warga Negara Asing dapat
menguasai tanah Hak Milik/Hak Guna Bangunan tersebut (secara
de facto), namun secara legal formal (de jure) tanah bersangkutan
di atas namakan Warga Negara Indonesia.82
Belum adanya pengaturan rinci mengenai Hak Sewa di PP
No.41 Tahun 1996 ini juga menimbulkan praktek pembuatan
perjanjian “long term lease” antara Warga Negara Indonesia
dengan Orang Asing untuk menyimpangi ketentuan Pasal 26 ayat
(2) UUPA tersebut dengan cara:
Perjanjian “nominee” secara tidak langsung mengalihkan
Hak Milik ke Orang Asing. Pada Pasal 26 ayat (2) UUPA,
pemindahan Hak Milik kepada Orang Asing kecuali yang
ditetapkan oleh Pemerintah, perbuatan hukumnyadibatalkan,
tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan hak-hak pihak
lain yang membebani tanah tetap berlangsung selama semua
pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tanah tidak dapat
dituntut kembali.
83
(a) Memberikan Hak Sewa untuk Bangunan dengan jangka
waktu “sewa” yang melampaui batas kewajaran;
(b) “uang sewa” yang diberikan sebenarnya merupakan harga
tanah yang sebenarnya;
(c) pemilik tanah hanya dapat meminta kembali tanahnya
dengan membayar kembali sebesar harga tanah.
Akan tetapi pada prakteknya, penyuludupan-penyeludupan
82Maria S.W. Sumardjono. Kebijakan Pertanahan (Antara Regulasi dan Implementasi),Cet. VI, Ed. Revisi, 2009. Kompas, Jakarta dan Penguasaan Tanah oleh WNA Melalui Perjanjian “Nominee”, Makalah ynag disampaikan pada Ratap Kerja Wilayah Ikatan Notaris Indonesia (INI) Pengurus Wilayah Bali dan NTT, Bali, 24 November 2012 dikutip oleh Eka Octavianus, Farida Patittinggi, dan Susyanti Nur, Ibid.
83Maria SW Sumardjono, “Sewa Tanah untuk Asing menurut Undang-undang”, diakses dari
hukum tersebut tidak dapat dideteksi kecuali bila timbul sengketa
di pengadilan di kemudian hari.
c) PP No. 103 Tahun 2015
Era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang
kerap diwarnai dengan realisasi wacana-wacana pemerintahan
Indonesia, salah satunya yaitu mendongkrak pendapatan pajak dari
investor asing. Pada tanggal 22 Desember 2015, Presiden Jokowi
menandatangani PP No.103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah
Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang
Berkedudukan di Indonesia yang menggantikan PP No.41 Tahun
1996. PP No.103 Tahun 2015 ini bertujuan untuk memberikan
kepastian hukum kepada Orang Asing yang ingin memiliki
properti di Indonesia. Adapun perubahan-perubahan dalam PP
tersebut, yaitu:
(a)Orang Asing
Dalam Pasal 1 ayat (2) PP No. 41 Tahun 1996, syarat
Orang Asing adalah Orang Asing yang berkedudukan di
Indonesia yang kehadirannya di Indonesia memberikan
manfaat bagi pembangunan nasional. Hal ini mengalami
perubahan dalam PP No.103 Tahun 2015, yang mana
menjadi Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia
adalah orang yang bukan Warga Negara Indonesia yang
keberadaannya memberikan manfaat, melakukan usaha,
(b)Jumlah properti
Dalam PP No.41 Tahun 1996, Pasal 1 ayat (1) dituliskan
bahwa terhadap Orang Asing hanya berhak memiliki
sebuah rumah, Permen Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional No. 7 Tahun 1996 Pasal 1 ayat (1) nya juga
memastikan bahwa yang dapat dimiliki oleh Orang Asing
yang berkedudukan di Indonesia hanya sebuah rumah
tempat tinggal/hunian, sedangkan dalam PP No.103 Tahun
2015 tidak dituliskan berapa jumlah rumah tempat
tinggal/hunian yang dapat dimiliki oleh Orang Asing.
Dalam Permen Agraria/Kepala BPN No. 13 Tahun 2016
yang menggantikan Permen Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional No. 7 Tahun 1996 tersebut juga tidak
disebutkan mengenai jumlah rumah tempat tinggal/hunian
atau Sarusun. Hal ini membuka kemungkinan bagi Orang
Asing yang berkedudukan di Indonesia untuk memiliki
lebih dari 1 (satu) rumah tempat tinggal/hunia sampai ada
ketentuan lebih lanjut yang mengatur tentang hal tersebut.
(c)Status Hak
Perbedaan paling mencolok dari kedua PP ini terletak pada
status hak yang diberikan atas objek properti yang dapat
dimiliki oleh Orang Asing. Apabila PP No.41 Tahun 1996
hanya mengatur tentang Hak Pakai, PP No.103 Tahun 2015
tunggal, sedangkan untuk Sarusun diberikan Hak Milik atas
Sarusun dengan syarat Sarusun yang dibeli adalah unit baru
dan berdiri di atas tanah Hak Pakai. Sebenarnya di Pasal 2
ayat (3) Permen No.7 Tahun 1996 juga telah disebutkan
bahwa atas Sarusun, diberikan Hak Milik, jadi PP No.103
Tahun 2015 hanyalah penegasan kepastian hukum daripada
yang lama.
(d)Jangka Waktu
Jangka waktu kepemilikan properti oleh Orang Asing juga
diperpanjang di PP No.103 Tahun 2015 ini. Pada PP No.41
Tahun 1996, Pasal 5 mengatur bahwa Orang Asing hanya
bisa memiliki Hak Pakai paling lama 25 (dua puluh lima)
tahun dengan pembaharuan selama 25 (dua puluh lima)
tahun.
Dalam Pasal 6 PP No.103 Tahun 2015, diatur mengenai
pemberian Hak Pakai selama 30 (tiga puluh) tahun, dengan
perpanjangan 20 (dua puluh) tahun dan apabila telah
berakhir, dapat diperbaharui lagi untuk masa 30 (tiga
puluh) tahun. Berarti total jangka waktu Hak Pakai untuk
Orang Asing adalah 80 (delapan puluh) tahun.
Apabila dicermati, terlihat bahwa PP No.40 Tahun 1996
yang jangka waktu Hak Pakai itu selama 25 (dua puluh
lima) tahun, perpanjangan 20 (dua puluh) tahun dan
total 70 (tujuh puluh) tahun. Hal ini berarti terjadi
pertentangan ketentuan Hak Pakai, akan tetapi sampai
sekarang PP No. 40 Tahun 1996 belum direvisi/dicabut,
jadi masih berlaku.
(e)Pewarisan
Dalam PP No.41 Tahun 1996, tidak ada ketentuan yang
mengatur pewarisan properti oleh Orang Asing. Dalam
Pasal 2 ayat (3) PP No.103 Tahun 2015 ini, dimuat bila
seorang Orang Asing meninggal dunia maka propertinya
bisa diwariskan, namun ayat (4) memberi ketentuan bahwa
ahli waris tersebut, apabila juga Orang Asing, harus
memiliki izin tinggal di Indonesia. Jika tidak, maka Pasal
10 ayat (1) menentukan bahwa properti Orang Asing yang
bersangkutan harus dialihkan/dilepaskan ke pihak lain yang
memenuhi syarat dengan batas waktu 1 (satu) tahun.
Apabila dalam 1 (satu) tahun tidak dialihkan/dilepaskan
maka:
i. Rumah yang berdiri di tanah Hak Pakai atas tanah
Negara dilelang Negara, hasil lelang akan menjadi
hak bekas pemegang hak (Orang Asing atau ahli
waris yang bersangkutan);
ii. Rumah yang berdiri di atas tanah Hak Milik atau
Hak Pengelolaan kembali menjadi milik orang yang
(f) Akibat perkawinan campuran
Dalam PP No.103 Tahun 2015 juga diatur mengenai
kepemilikan properti bagi Orang Asing yang melakukan
kawin campur dengan Warga Negara Indonesia. Pasal 3
ayat (1) menyatakan bahwa Orang Asing tersebut dapat
memiliki hak atas tanah yang sama dengan Warga Negara
Indonesia lainnya. Jadi, Orang Asing yang bersangkutan
berhak memiliki Hak Milik atas tanah di Indonesia. Namun
ayat (2) mengatur bahwa hak atas tanah tersebut bukan
merupakan harta bersama yang dibuktikan dengan
perjanjian pemisahan harta antara suami dan istri, yang
dibuat dengan akta notaris.
(g)Klasifikasi properti
Sebelumnya dalam Permen Agraria/Kepala BPN No.7
Tahun 1996, disebutkan dalam Pasal 2 ayat (2)nya bahwa
rumah yang dapat dibangun dan dibeli dan Sarusun yang
dapat dibeli oleh Orang asing adalah yang tidak termasuk
klasifikasi rumah sederhana atau rumah sangat sederhana.
Mengigat bahwa perekonomian Indonesia sudah sangat
berbeda dengan tahun 1996, pada Permen Agraria/Kepala
BPN No.13 Tahun 2016 merevisi kembali klasifikasi
properti yang dapat dimiliki/dibeli oleh Orang Asing,
dimana harga minimal rumah tunggal di setiap lokasi pada
(sepuluh) Milyar Rupiah untuk kota besar seperti DKI
Jakarta sampai dengan 2 (dua) Milyar Rupiah untuk lokasi
seperti Sulawesi Selatan. Pada lokasi yang tidak
dicantumkan dalam Lampiran Permen Agraria/Kepala BPN
No.13 Tahun 2016 tersebut harga minimalnya adalah 1
(satu) Milyar Rupiah. Terhadap klasifikasi harga Sarusun
telah Penulis sertakan dalam poin b Bab III di atas.
Perihal pajak yang harus dibayar oleh Orang Asing itu sama
dengan pajak yang harus dibayar oleh Warga Negara Indonesia, hal ini
dikarenakan sudah ada klasifikasi/harga minimal dari properti yang dapat
dimiliki oleh Orang Asing, jadi pembayaran tarif pajak yang sesuai NJOP
tidak akan merugikan rakyat Indonesia. Tidak adanya tarif
khusus/tambahan juga diharapkan dapat mendongkrak pendapatan pajak
negara.
Beberapa waktu yang lalu Presiden Jokowi menandatangani PP
No.34 Tahun 2016 tentang PPh Final Penjualan Tanah dan Bangunan yang
menggantikan PP terdahulu, isinya mengubah tarif PPh dari 5% menjadi
2.5% dari NJOP, dan akan berlaku dimulai dari 9 September 2016.
Kemudian Presiden Jokowi juga meminta para gubernur, bupati, walikota
melakukan perubahan Peraturan Daerah (selanjutnya disebut Perda)
tentang BPHTB dari 5% menjadi hanya 2.5%. Penurunan tarif pajak ini
dilakukan untuk meningkatkan gairah bisnis properti Ditambah lagi, telah
ada kesepakatan yang diteken antara Gubernur DKI Jakarta Basuki
Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil pada 11 Agustus 2016
mengenai nihil pembayaran terkait BPHTB untuk tanah atau bangunan
dengan NJOP sebesar Rp. 2 miliar. Selain itu, terhadap pembayaran
perolehan sertifikat tanah di BPN hanya sebesar Rp.300,000 (tiga ratus
ribu rupiah) per sertifikat. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga akan
mempersiapkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2017
untuk menggratiskan sertifikasi tanah dan bangunan dengan NJOP di
bawah Rp.2 miliar.84
B. Pengatur an Kepemilikan Pr oper ti Bagi Or ang Asing di Austr alia
Sebagai salah satu negara yang kaya sumber daya alam, selama
dua ratus tahun terakhir ini Australia terlah berpangku kepada Penanaman
Modal Asing (selanjutnya disebut PMA), terutama di sektor properti,
sebagai salah satu pendapatan utamanya. Sampai dengan tahun 1970an,
investasi asing di Australia diatur dengan mekanisme pengontrolan
perpindahan modal asing, dengan disertai juga intervensi dari pemerintah
apabila diperlukan. Pada tahun 1975, pemerintah mengeluarkanForeign
Acquisitions and Takeover Act 1975 (FATA) , yang isinya mengatur segala
hal yang berhubungan dengan PMA tersebut, yang bertujuan untuk
memberi investor asing kebebasan lebih, dengan proses penjaringan
sebelum investor yang bersangkutan diberi persetujuan untuk berinvestasi
(pre-establishment screening process). Dalam FATA, berisi juga
ketentuan apabila Resources Rent Tax (hasil sewa atas properti dikenakan
84Ridwan Aji Pitoko, “Ini Beleid Baru Sektor Properti Selama Kepemimpinan Jokowi”,
pajak) dan juga pengaturan yang berhubungan dengan keuangan
(financial) serta badan hukum asing sebagai investor asing.85
Foreign Investment Review Board (FIRB) dibentuk pada April
1975 untuk meneliti dan membuat rekomendasi perihal proposal investor
asing kepada Treasurer, yang lalu akan mengeluarkan izin untuk
berinvestasi kepada pemohon setelah melalukan pertimbangan. Pada
tanggal 10 September 1999, mengikuti hasil pertemuan Asia Pasific
Economic Cooperation serta telah ditandatanganinya Joint Prime
Ministerial Task Force antara Australia dan New Zealand, FATA
dimandemen dengan beberapa perubahan. Mengenai pengecualian syarat
persetujuan FIRB, yang diubah yaitu:86
a) Pemegang kategori visa khusus, seperti pemegang permanent
residential visa yang bukan penduduk asli Australia dan ingin
memiliki properti tempat tinggal/hunian melalui perusahaan
Australia dan juga badan lainnya di Australia;
b) Akibat dari perkawinan campur dengan warga asli Australia, yang
ingin membeli properti tempat tinggal/hunian dengan cara Joint
Tenancy;
Pada tahun 2015, pemerintah Australia mengumumkan tentang
perubahan ketentuan PMAdengan dikeluarkannya Foreign Acquisitions
and Takeovers Legislation Amendment Bill 2015, Register of Foreign
Ownership of Agricultural Land Bill 2015, dan Foreign Acquisitions and
Takeovers Fee Imposition Bill 2015. Pada bulan Februari 2015,
85Foreign Investment Policy in Australia – A Brief History and Recent Developments,
pemerintah Australia menetapkan bahwa ATO akan bertanggung jawab
dalam mengeluarkan izin investasi asing di bidang residential real estate
dan agricultural land. Pada tanggal 2 Mei 2015, pemerintah Australia
memberi cakupan fungsi ATO dalam perannya sebagai bagian dari inisiasi
Strengthen Australia’s Foreign Investment Framework yang adalah:87
a) ATO melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk
memastikan bahwa investor asing yang telah berinvestasi dalam
residential property di Australia telah memenuhi
kewajiban-kewajiban mereka sesuai dengan Foreign Acquisition and
Takeover Act 1975 (FATA);
b) Terhadap investor asing yang telah secara suka rela melapor
mengenai pelanggaran peraturan diberikan pengampunan (2 Mei
2015 – 30 November 2015), dikecualikan terhadap yang sedang
diselidiki oleh ATO/FIRB dan yang terhubung dengan kejahatan
berat; pengampunan yang dimaksud adalah si pelanggar diberi
jangka waktu 12 (dua belas) bulan untuk menjual properti illegal
tersebut tanpa dikenakan hukuman pidana;88
c) Dimulai tanggal 1 Juli 2015, Pendaftaran Tanah yang bersangkutan
dilakukan di ATO;
d) Dimulai tanggal 1 Desember 2015, ATO memberlakukan
pengaturan dalam FATA terhadap yang berhubungan dengan
87
Strengthening Australia’s Foreign Investment Framework
88“Time’s up for foreigners who illegally own Australian real estate”
residential real estate, termasuk juga dalam penyaringan proposal
permintaan izin ke FIRB;
e) Dimulai tanggal 1 Juli 2016, ATO bertanggung jawab terhadap
suatu pembukuan yang berhubungan dengan investasi asing di
bidang residential real estate.
Revisi Foreign Ownership Law, pada garis besarnya mengatur:
a) Australian Residential Land
Terhadap objek tanah hunian Australia, regulasinya adalah:
(a)Foreign Persons tetap harus memohon izin dari FIRB sebelum
melakukan pembelian properti;
(b) Permohonan yang dimaksud akan melalui ATO;
(c) Biaya permohonan, surat peringatan, akan dikenakan oleh
ATO;
(d) Adanya implementasi hukuman atas pelanggaran yang baru;
(e) Pihak ketiga yang dengan segaja membantu investor asing
untuk melakukan pelanggaran hukum akan dikenakan hukuman
denda dan hukuman penjara;
(f) Pra-perizinan tipe off-the-plan dibatasi untuk properti tempat
tinggal/hunian dengan nilai AUD$3M (tiga juga dolar
Australia), apabila nilai properti melebih batasan tersebut maka
harus dilakukan permohonan baru oleh investor tersebut;
(g)Para pengembang diwajibkan memasarkan properti tempat