• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Explanatory Style pada Penyintas Erupsi Gunung Sinabung yang Bersuku Karo di Tempat Pengungsian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Explanatory Style pada Penyintas Erupsi Gunung Sinabung yang Bersuku Karo di Tempat Pengungsian"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

Tabel 1. Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

totaldimensi1 totaldimensi2 totaldimensi3

N 100 100 100

Normal Parametersa,,b Mean 26.14 38.01 33.62

Std. Deviation 9.729 9.940 10.034

Most Extreme Differences Absolute .073 .134 .105

Positive .048 .134 .083

Negative -.073 -.111 -.105

Kolmogorov-Smirnov Z .734 1.344 1.051

Asymp. Sig. (2-tailed) .655 .054 .219

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Lampiran 1. Data mentah skala ASQ

(2)
(3)
(4)
(5)

0

Lampiran 2. Data Mean Good Event

no

1 1,666666667 6,333333333 4,333333333

2 3 6,666666667 2,666666667

3 1,333333333 6,666666667 2,666666667

4 3 5,333333333 4

5 5 6,333333333 1

6 3 6,666666667 2,666666667

7 3,333333333 6,333333333 3,666666667

8 5 6,666666667 1,666666667

9 3,333333333 5,333333333 2

10 3 7 3

11 3 7 7

12 4,666666667 4,666666667 1,666666667

(6)

21 4 7 3

27 1,333333333 1,333333333 3,666666667

28 4,333333333 5,666666667 4,666666667

29 5 5 2

40 3,333333333 5,333333333 5,333333333

41 1 1 4,333333333

42 3 7 6,666666667

43 3 7 4,666666667

44 7 7 7

45 3,333333333 2,666666667 3,666666667

46 4 4,333333333 4,333333333

54 4,666666667 5,666666667 5,666666667

55 4,666666667 5,666666667 5,666666667

(7)

66 4,666666667 4,333333333 3,333333333

67 4,666666667 4,333333333 3,333333333

68 5 6 6

69 5 6 4

70 1,333333333 5 5

71 1,333333333 6,333333333 4,666666667

72 4,666666667 6 3,333333333

73 4,666666667 5,666666667 3,333333333

74 7 7 3

90 5,666666667 4,333333333 6,333333333

91 2,333333333 1 5

92 1 1 1

93 4 5,666666667 5,666666667

94 7 7 7

95 1,333333333 1,333333333 1,333333333

96 4 6 5,333333333

97 4,333333333 5,666666667 5

98 3,666666667 6,333333333 6,666666667

99 4,333333333 5,666666667 5

100 3,666666667 6,333333333 6,666666667

Lampiran 3. Data mean Bad Event

no

Mean personalitation bad

event mean permanence bad event

mean pervasiveness bad event

1 1,25 5,75 5,5

2 1,5 7 3

(8)
(9)
(10)

95 1 1 1

96 4,5 5,5 6

97 4,5 6,5 6,75

98 3,75 5,75 6,25

99 4,5 6,5 6,75

(11)

Lampiran 4. Gambaran Explanatory Style Good Event

15 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

16 INTERNAL UNSTABLE GLOBAL

Tidak

20 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

21 INTERNAL STABLE LIMITED

(12)

Terkategori

23 INTERNAL UNSTABLE GLOBAL

Tidak Terkategori

24 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

25 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

26 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

27 EXTERNAL UNSTABLE GLOBAL

Tidak Terkategori

28 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

29 INTERNAL STABLE LIMITED

Tidak Terkategori

30 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

31 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

32 EXTERNAL STABLE GLOBAL

41 EXTERNAL UNSTABLE GLOBAL

Tidak

44 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

45 EXTERNAL UNSTABLE GLOBAL

Tidak Terkategori

46 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

47 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

(13)

49 EXTERNAL STABLE GLOBAL

Tidak Terkategori

50 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

51 EXTERNAL STABLE GLOBAL

54 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

55 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

56 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

57 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

58 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

59 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

60 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

61 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

62 EXTERNAL STABLE LIMITED

Tidak Terkategori

63 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

64 EXTERNAL STABLE GLOBAL

68 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

69 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

70 EXTERNAL STABLE GLOBAL

75 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

(14)

Terkategori

80 INTERNAL UNSTABLE GLOBAL

Tidak Terkategori

81 EXTERNAL STABLE GLOBAL

Tidak Terkategori

82 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

83 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

84 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

85 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

86 INTERNAL STABLE LIMITED

Tidak Terkategori

87 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

88 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

89 EXTERNAL STABLE GLOBAL

Tidak Terkategori

90 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

91 EXTERNAL UNSTABLE GLOBAL

Tidak Terkategori

92 EXTERNAL UNSTABLE LIMITED Pessimistic

93 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

94 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

95 EXTERNAL UNSTABLE LIMITED Pessimistic

96 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

97 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

98 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

99 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

10

0 INTERNAL STABLE GLOBAL Optimistic

(15)

4 EXTERNAL STABLE LIMITED

10 EXTERNAL DIANTARA LIMITED

Tidak

14 INTERNAL STABLE GLOBAL Pessimistic

15 DIANTARA STABLE DIANTARA

Tidak Terkategori

16 DIANTARA UNSTABLE GLOBAL

Tidak Terkategori

17 DIANTARA DIANTARA LIMITED

Tidak

22 EXTERNAL UNSTABLE LIMITED Optimistic

23 INTERNAL UNSTABLE GLOBAL

Tidak

26 INTERNAL STABLE GLOBAL Pessimistic

(16)

Terkategori

29 EXTERNAL STABLE GLOBAL

Tidak Terkategori

30 EXTERNAL DIANTARA GLOBAL

Tidak

41 EXTERNAL UNSTABLE LIMITED Optimistic

42 DIANTARA STABLE GLOBAL

Tidak Terkategori

43 INTERNAL STABLE GLOBAL Pessimistic

44 INTERNAL STABLE GLOBAL Pessimistic

45 EXTERNAL STABLE GLOBAL

49 INTERNAL STABLE GLOBAL Pessimistic

(17)

53 EXTERNAL STABLE GLOBAL

Tidak Terkategori

54 EXTERNAL UNSTABLE LIMITED Optimistic

55 EXTERNAL UNSTABLE LIMITED Optimistic

56 EXTERNAL UNSTABLE LIMITED Optimistic

57 EXTERNAL UNSTABLE LIMITED Optimistic

58 DIANTARA STABLE GLOBAL

64 EXTERNAL STABLE DIANTARA

Tidak Terkategori

65 EXTERNAL STABLE LIMITED

Tidak Terkategori

66 EXTERNAL DIANTARA GLOBAL

Tidak Terkategori

67 EXTERNAL DIANTARA GLOBAL

Tidak

70 EXTERNAL UNSTABLE LIMITED Optimistic

71 EXTERNAL STABLE GLOBAL

74 INTERNAL STABLE GLOBAL Pessimistic

75 INTERNAL STABLE GLOBAL Pessimistic

76 INTERNAL STABLE GLOBAL Pessimistic

77 INTERNAL STABLE GLOBAL Pessimistic

78 INTERNAL UNSTABLE GLOBAL

(18)

Terkategori

82 INTERNAL STABLE GLOBAL Pessimistic

83 INTERNAL STABLE GLOBAL Pessimistic

84 EXTERNAL STABLE GLOBAL

85 INTERNAL STABLE GLOBAL Pessimistic

86 INTERNAL UNSTABLE GLOBAL

Tidak Terkategori

87 INTERNAL STABLE GLOBAL Pessimistic

88 INTERNAL STABLE GLOBAL Pessimistic

89 EXTERNAL STABLE GLOBAL

91 INTERNAL UNSTABLE GLOBAL

Tidak Terkategori

92 EXTERNAL UNSTABLE LIMITED Optimistic

93 INTERNAL STABLE GLOBAL Pessimistic

94 INTERNAL STABLE GLOBAL Pessimistic

95 EXTERNAL UNSTABLE LIMITED Optimistic

96 INTERNAL STABLE GLOBAL Pessimistic

97 INTERNAL STABLE GLOBAL Pessimistic

98 EXTERNAL STABLE GLOBAL

Tidak Terkategori

99 INTERNAL STABLE GLOBAL Pessimistic

10

0 EXTERNAL STABLE GLOBAL

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Bangun, Tridah. 2006. Sifat dan Tabiat Orang Karo. Jakarta: Yayasan Lau Simalem.

Boyer. 2006. Concept In Biochemistry. Third Edition. New York: John Wiley and Sons.

Dayakisni, T dan Hudaniah. 2003. Psikologi Sosial. Malang: UMM Press

Deddy Mulyana, 2005. Komunikasi Efektif : Suatu Pendekatan Lintas Budaya. Yang Menerbitkan PT Remaja Rosdakarya : Bandung.

Fresco, D. M., Rytwinski, N. K. & Craighead, L. W. 2007. Explanatory Flexibility and Negative Life Events Interact to Predict Depressions Sympto. Journal of Social and Clinical Psychology Vol. 26 No.5

Hall, Calvin, Gardner Lindzey, John C. Loehlin, Martin Manosevitz. 1985. Introduction to Theories of Personality. Canada : John Wiley & Sons, inc.

Hadi, S. 2000. Metodologi Research. Yogyakarta: Penerbit Andi

Koentjoroningrat. 1984. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

Karongku, Taneh. 2013. Filosofi Endi Enta. pada tanggal 29 September 2015.

Mrinalini Purandare. 2010. Adolescent Helplessness: Depression, Explanatory Style and Life Events as Correlates of Hopelessness. S.N.D.T Women’s University, Mumbai. Jurnal

Muluk, H. 1995. Ketidakberdayaan dan Perilaku dan perilaku ugal-ugalan supir metromini. Universitas Indonesia. Jurnal

Prinst, Darwan. 2004. Adat Karo.Bina Media Prinst Medan.

Purwanto. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Segal ZV, Ingram RE. Mood Priming and Construct Activation in Test of Cognitive Vulnerability to Unipolar Depression. Clinical Psychology Rev. 1994; 14:663-95

(20)

Schultz, D., & Sydney, S. 1993. Theories of Personality. California: Brooks/Cole Publishing Company.

Peterson, C. & Seligman , M. E. P. 1988. Explanatory Style and Illness. Journal of Personality.

Peterson, C. & Steen, T. 2002. Optimistic Explanatory Style. Handbook of Positive Psychology. New York: Oxford University Press.

Taylor, Shelley E. 2003. Health Psychology 5th edition. New York: McGraw-Hill

pada tanggal 29 September 2015

2015

(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu yang dimaksudkan untuk menggambarkan keadaan satu kelompok atau lebih dalam satu variabel (Purwanto, 2008).

3.1. Identifikasi Variabel

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah explanatory style.

3.2. Definisi Operasional

Explanatory style adalah sebuah cara yang digunakan oleh individu dalam

menjelaskan kejadian didalam hidupnya berdasarkan tiga dimensi, yaitu konsistensi penyebab suatu kejadian terjadi (personalitation), konsistensi waktu (permanence), dan konsistensi dampak dari kejadian yang dialami (pervasiveness) yang diukur dengan ASQ (Atributional Style Questionaire). Hasil dari alat ukur diakumulasikan jumlah dari masing-masing dimensi dan kemudian dilihat kategori dari masing dimensi dengan melihat nilai mean dari masing-masing dimensi; apabila skor mean lebih tinggi dari 4 akan masuk dalam kategori tinggi; apabila skor mean lebih kecil dari 4 akan masuk dalam kategori rendah; apabila skor mean adalah 4 maka akan masuk dalam kategori diantara atau dengan kata lain tidak dapat dikatakan tinggi ataupun rendah.

(22)

a. Dimensi personalitation, yaitu kecenderungan individu dalam menjelaskan sebab suatu kejadian apakah disebabkan oleh dirinya sendiri atau dikarenakan oleh orang-orang diluar dirinya atau kejadian lain. Kategori tinggi dalam dimensi personalitation disebut sebagai internal. Sebaliknya jika individu berada dalam kategori rendah dalam dimensi personalitation disebut sebagai external.

b. Dimensi permanence, yaitu kecenderungan individu dalam menjelaskan sebab suatu kejadian tersebut apakah akan selalu terjadi atau terjadi pada saat itu saja. Kategori tinggi dalam dimensi permanence disebut sebagai stable. Sebaliknya kategori rendah dalam dimensi permanence disebut

sebagai unstable.

c. Dimensi pervasiveness, yaitu kecenderungan individu dalam menjelaskan dampak dari suatu kejadian, apakah akan berdampak ke semua aspek kehidupannya atau hanya pada satu aspek kehidupan saja. Kategori tinggi dalam dimensi pervasiveness disebut sebagai global. Sebaliknya kategori rendah dalam dimensi pervasiveness disebut sebagai limited/spesific.

(23)

3.3. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel

3.3.1. Populasi

Dalam penelitian ini populasinya adalah penyintas bencana erupsi Gunung Sinabung yang masih berada di pengugnsian, yang sudah menikah, dan yang bersuku Karo.

3.3.2. Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyintas bencana erupsi Gunung Sinabung yang bersuku Karo, yang sudah menikah, dan yang sudah memiliki pasangan (suami/istri) yang berada di pengungsian Gedung Nasional (aula) dan yang berada di lokasi relokasi Siosar (Desa Sukameriah dan Desa Berekah). Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 100 orang. Kedua lokasi ini dipilih karena lokasi ini masih memiliki pengungsi orang dewasa yang sudah menikah dan memiliki akses kepada kepala posko.

3.3.3. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah incidental sampling yang dilakukan dengan tanpa memperhatikan siapapun yang diteliti asalkan subjek yang diteliti setuju dan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan (Hadi, 2000).

3.4. Alat ukur yang digunakan

(24)

menggunakan bantuan dari profesional judgement guna membantu dalam membentuk aitem yang tepat.

Skala terdiri atas 8 situasi. Terdapat 3 situasi yang baik (good event) dan 5 situasi yang buruk (bad event). Situasi yang baik dan buruk didapatkan dari hasil wawancara dengan pengungsi erupsi Gunung Sinabung di aula GBKP Simpang 6. Bentuk alat ukur berupa self-report dengan rentang 1 sampai 7. Setiap situasi disajikan lembar jawaban untuk memberikan alasan utama dari situasi tersebut kemudian dilanjudkan dengan menyilang 3 pertanyaan selanjutnya. 3 pertanyaan tersebut masing-masing mewakili 1 dimensi. Dan disetiap situasi terdapat 3 pertanyaan yang mirip yang mewakili ketiga dimensi Explanatory Style.

3.4.1. Validitas alat ukur

Pada penelitian ini diuji validitasnya berdasarkan validitas isi. Validitas isi ditentukan melalui pendapat orang yang kompeten dibidangnya (professional judgement) dalam proses penelaah aitem.

3.4.2. Reabilitas alat ukur

(25)

maka reabilitasnya akan semakin tinggi. Untuk menguji reabilitas alat ukur dihitung dengan bantuan SPSS versi 17.0

3.5. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Aitem yang diuji cobakan total 24 aitem. Aitem diujicobakan kepada 30 orang di aula GBKP simpang 6, dan gugur 4 skala karena responden tidak mengisi dengan benar. Reliabilitas yang mendekati nilai alpha 1 (>0.5) akan semakin baik dan yang dibawah 0.3 sangat lemah. Peneliti menguji reliabilitas setiap dimensi di situasi baik (good event) dan situasi buruk (bad event). Dimensi 1 good event didapat nilai alpha 0,572 masuk dalam kategori baik. Dimensi 2 good event diadapat nilai alpha 0,876 masuk dalam kategori baik. Dimensi 3 good event didapat nilai alpha 0.420 masuk dalam kategori sedang karena tidak >0.3. Dimensi 1 bad event didapat nilai alpha 0.698 masuk dalam kategori baik. Dimensi 2 bad event didapat nilai alpha 0.781 masuk dalam kategori baik. Dimensi 3 bad event didapat nilai alpha 0.685 masuk dalam kategori baik.

Peneliti tetap memasukkan aitem dengan reliabilitas dengan kategori sedang. Namun dengan catatan bahwa dimensi tersebut kurang kuat dalam konsistensinya.

3.6. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

(26)

3.6.1 Persiapan Penelitian

a. Pembuatan Alat Ukur

Dalam proses pembuatan alat ukur, peneliti membuat alat ukur penelitian berdasarkan Seligman, dkk yang kemudian ditanyakan pendapat ke ahli yang dibidang pembuatan alat ukur (professional judgement). Pembuatan alat ukur didapatkan dari hasil wawancara peneliti dengan sampel dan hasil wawancara dari para relawan yang pernah melakukan wawancara hal yang sama.

b. Evaluasi Alat Ukur

Setelah alat ukur disusun, peneliti menemui dosen departemen Umum dan Eksperimen selaku professional judgement untuk mengevaluasi dan menilai aitem-aitem yang sudah dibuat oleh peneliti agar sesuai dengan yang seharusnya. Setelah ada feedback dari professional judgement, peneliti melakukan revisi terhadap aitem-aitem yang dirasa perlu dilakukan revisi. Aitem-aitem yang menjadi bahan revisi oleh peneliti adalah aitem yang dianggap memiliki makna ambigu ataupun aitem yang memiliki social desirability yang tinggi. Setelah proses pembimbingan alat ukur selesai,

kemudian dilanjutkan merancang skala dalam bentuk booklet.

3.6.2 Pelaksanaan Penelitian

(27)

orang. Peneliti dibantu oleh 3 orang teman, dan 2 orang diantaranya sudah fasih menggunakan bahasa Karo dan tahu dimana lokasi pengungsian.

Kendala yang dihadapi selama penelitian adalah pada bahasa. Partisipan dalam subjek penelitian ini meski mengerti bahasa Indonesia, namun mereka sering menggunakan bahasa Karo dalam berbicara, sehingga sebelum memberikan alat ukur kepada subjek penelitian harus diantarkan dahulu dari teman yang bisa berbahasa Karo agar mereka bersedia membantu. Kendala selanjutnya adalah waktu yang dibutuhkan saat mengisi alat ukur. Karena partisipan dalam subjek penelitian ini selalu berkerumun, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama (sekitar 20 menit-an) dalam sekali pengisian. Dan diakhir pengisian beberapa partisipan mengajak mengobrol sehingga membutuhkan waktu yang lebih lagi.

3.6.3. Pengolahan Data Penelitian

Setelah skala yang disebarkan oleh peneliti terkumpul, peneliti melakukan pengelolahan data dengan menggunakan program aplikasi computer SPSS version 17.0 for Windows.

3.7. Metode Analisis Data

Metode anilis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa statistik deskriptif. Data yang diolah yaitu skor minimum, maksimum, mean, dan standard deviasi. Hadi (2000) menyatakan bahwa uraian kesimpulan dalam

penelitian deskriptif didasari oleh angka yang diolah tidak terlalu mendalam.

(28)

membandingkan mean dengan nilai tengah alat ukur. Ditentukan sebelumnya bahwa apabila mean total per dimensi responden pada satu dimensi lebih tinggi dari 4 akan masuk pada kategori tinggi dan apabila mean total per dimensi responden lebih rendah dari 4 maka akan masuk pada kategori rendah. Dan dapat disimpulkan ke tabel berikut.

Tabel I. Kategorisasi dimensi explanatory style

Dimensi Kriteria Kategori Personalitation X > 4 Internal

X < 4 External Permanence X > 4 Stable

X <4 Unstable Pervasiveness X > 4 Global

X < 4 Limited

Explanatory style memiliki 27 kombinasi dari ketiga dimensinya. Untuk

mempermudah maka masing-masing diberi kode sebagai berikut: internal (I), external (E), stable (S), unstable (U), global (G), limited (L), dan diantara (D).

Kombinasi yang terbentuk adalah: ISG, ISD, ISL, IDG, IDL, IDD, IUG, IUL, IUD,DSG, DSL, DSD, DDG, DDL, DUG, DUL, DUD, DDD, ESG, ESL, ESD,

EUG, EUL, EUD, EDG, EDL, dan EDD.

Berdasarkan kombinasi ini maka akan ditentukan tipe explanatory style. Tipe-tipe yang terbentuk sebanyak 7 tipe. Masing-masing tipe memiliki

(29)

Tabel II. Kategorisasi explanatory style

Good event Bad event Kode Keterangan

ISG EUL O optimistic + optimistic

EUL ISG P pessimistic + pessimistic

ISG ISG A optimistic + pessimistic

EUL EUL B pessimistic + optimistic

IS(L/D) EUL C1 optimistic (-G) + optimistic

(E/D)SG EUL C2 optimistic (-I) + optimistic

ISG (I/D)UL C3 optimistic + optimistic (-E)

bukan diantara diatas bukan diantara diatas E tidak ada tipe

Berdasarkan tabel diatas kode O adalah optimistic explanatory style dan kode P adalah pessimistic explanatory style. Selanjutnya kode A adalah ketika pada good event memiliki tipe optimistic dan pada bad event memiliki tipe pessimistic; kode B adalah ketika pada good event memiliki tipe pessimistic dan

bad event memiliki tipe optimistic; kode C1 adalah ketika pada good event

(30)
(31)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Pembahasan pada bab ini meliputi gambaran subjek penelitian, hasil uji asumsi, hasil utama penelitian berupa pengujian hipotesis. Dan hasil tambahan berupa deskripsi data penelitian yang turut memperkaya hasil penelitian.

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat bahwa data penelitian terdistribusi secara normal. Dalam penelitian ini, uji normalitas dilakukan dengan menggunakan metode statistik One Sample Kolmogorv-Smirnov Test. Data dikatakan terdistribusi normal apabila signifikansi atau nilai p >

0,05. Hasil uji normalitas pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Hasil uji normalitas skala explanatory style pada penyintas erupsi Gunung Sinabung pada dimensi personalitation.

Explanatory Style pada Penyintas Gunung Sinabung pada dimensi personalitation.

Kolmogorov-Smirnov 0,734

(32)

Tabel 2. Hasil uji normalitas skala explanatory style pada penyintas erupsi Gunung Sinabung pada dimensi permanence

Explanatory Style pada Penyintas Gunung Sinabung pada dimensi permanence.

Kolmogorov-Smirnov 1,344

Signifikansi 0,054

Tabel 3. Hasil uji normalitas skala explanatory style pada penyintas erupsi Gunung Sinabung pada dimensi pervasiveness

Explanatory Style pada Penyintas Gunung Sinabung pada dimensi pervasiveness.

Kolmogorov-Smirnov 1,051

Signifikansi 0,219

(33)

4.2. Hasil Utama

Berikut akan disampaikan dalam tabel gambaran tipe dan dimensi explanatory style. gambaran yang disampaikan berikut berdasarkan teori Seligman yang sudah

disampaikan sebelumnya.

4.2.1. Gambaran Tipe Explanatory Style Penyintas Erupsi Gunung Sinabung Di Pengungsian

Menentukan tipe explanatory style perlu diperhtikan pada kedua event baik good (internal, stable, dan global) ataupun bad (external, unstable, dan limited).

Untuk tipe optimistic explanatory style yang diberi kode O haruslah memiliki karakteristik optimistic di good (external, unstable, dan limited) dan bad (internal, stable, dan global) event. Untuk tipe pessimistic explanatory style yang diberi

kode P haruslah memiliki karakteristik pessimistic di bad dan good event.

Menentukan tipe selain tipe yang diatas dikodekan dengan kode A, B, C1, C2, C3, dan E. Kode A diberikan ketika pada good event memiliki tipe optimistic (internal, stable, dan global) dan pada bad event memiliki tipe pessimistic

(internal, stable, dan global). Kode B diberikan ketika pada good event memiliki tipe pessimistic (external, unstable, dan limited) dan pada bad event memiliki tipe optimistic (external, unstable, dan limited). Kode C1 diberikan ketika pada good

event memiliki tipe optimistic namun tanpa karakteristik global dan pada bad

event memiliki tipe optimistic. Kode C2 diberikan ketika pada good event

(34)

optimistic dan pada bad event memiliki tipe optimistic namun tanpa karakteristik

external. Kode E memiliki karakteristik selain yang ada pada kode O, P, A, B, C1,

C2, C3.

(35)

n

Jumlah (%) 2 0 12 3 1 3 1 78

Berdasarkan hasil tabel terlihat bahwa paling banyak partisipan memiliki explanatory style dengan kode E yaitu sebanyak 78%. Kode E adalah ketika pada

good event dan bad event tidak memenuhi syarat karakteristik seperti yang sudah

disebutkan sebelumnya (pada kode A, B, C1, C2, dan C3).

Berdasarkan hasil tabel terdapat 2% partisipan pada good event dan bad event yang memiliki tipe Optimistic dan 0% partisipan pada good event dan bad

event dengan tipe Pessimistic. Kode A adalah partisipan dengan tipe Optimistic

pada good event dan Pessimistic pada bad event, artinya baik pada good event ataupun bad event partisipan tersebut konsisten memiliki karakteristik ISG, sehingga didapatkan 12%. Kode B adalah partisipan dengan tipe Pessimistic pada good event dan Optimistic pada bad event, artinya baik pada good event ataupun

bad event partisipan tersebut konsisten memiliki karakteristik EUL, sehingga

didapatkan 3%.

Kode C1 adalah partisipan yang ketika pada good event memiliki tipe Optimistic namun kurang 1 karakteristik pada dimensi pervasiveness yaitu

karakteristik global (G) serta pada bad event memiliki tipe Optimistic dan didapatkan sebanyak 1%. Kemudian kode C2 adalah partisipan yang ketika pada good event memiliki tipe Optimistic namun kurang 1 karakteristik pada dimensi

(36)

Optimistic sehingga didapatkan sebanyak 3%. Selanjutnya kode C3 adalah

partisipan yang ketika pada good event memiliki tipe Optimistic serta pada bad event memiliki tipe Optimistic namun kurang 1 karakteristik pada dimensi

personalitation yaitu karakteristik external (E) didapatkan sebanyak 1%.

4.2.2. Gambaran Dimensi Explanatory Style Penyintas Gunung Sinabung Di Pengungsian

Dari tabel diatas bisa ditemukan adanya mean per dimensi responden dengan skor 4. Kategori responden dengan skor mean 4 akan dimasukkan kedalam kategori “diantara” karena responden dengan skor mean 4 tidak dapat dikategoikan masuk kedalam tinggi ataupun rendah baik pada good event maupun bad event.

Berdasarkan tabel diatas dapat ditentukan gambaran per dimensi explanatory style penyintas Gunung Sinabung di tempat pengungsian. Gambaran

per dimensi ini disajikan pada tabel berikut

Tabel 5. Gambaran pola dimensi explanatory style yang sama pada penyintas erupsi Gunung Sinabung

Dimensi

Good event Bad event Jumlah (%)

Personalitation Internal Internal 18

External External 39

Internal External 23

(37)

External Diantara 1

Internal Diantara 9

Diantara Internal 2

Diantara External 3

Permanence Stable Stable 73

Unstable Unstbale 7

Stable Unstable 9

Unstbale Stable 3

Diantara Stable 3

Stable Diantara 5

Pervasiveness Global Global 53

Limited Limited 17

Limited Global 15

Global Limited 9

Diantara Limited 1

Limited Diantara 1

(38)

Diantara Global 2

Berdasarkan tabel dihasilkan 100 repson untuk masing-masing dimensi dengan total keseluruhan sebanyak 300 respon. Ditemukan juga bahwa pada dimensi personalitation partisipan cenderung tinggi memiliki kombinasi karakteristik external-external yaitu sebanyak 39%. Pada dimensi permanence partisipan cenderung tinggi dengan kombinasi karakteristik stable-stable yaitu sebanyak 73%. Dan pada dimensi pervasiveness partisipan cenderung tinggi dengan kombinasi karakteristik global-global yaitu sebanyak 53%.

4.3. Hasil Tambahan

4.3.1. Gambaran Dimensi Explanatory Style Penyintas Gunung Sinabung Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin dapat digambarkan pada tabel berikut

Tabel 6. Gambaran dimensi explanatory style berdasarkan jenis kelamin

Dimensi

Good event Bad event Perempuan (org) Laki-laki (org)

Personalitation Internal Internal 12 6

External External 31 8

(39)

External Diantara 1 0

Internal Diantara 7 2

Diantara Internal 2 0

Diantara External 2 1

Permanence Stable Stable 59 14

Unstable Unstbale 4 3

Stable Unstable 6 3

Unstbale Stable 1 2

Diantara Stable 2 1

Stable Diantara 3 2

Pervasiveness Global Global 42 11

Limited Limited 13 4

Limited Global 10 5

Global Limited 8 1

Diantara Limited 1 0

Limited Diantara 1 0

(40)

Diantara Global 0 2

Berdasarkan hasil tabel diatas ditemukan bahwa pada partisipan dengan jenis kelamin perempuan di dimensi personalitation tinggi dengan karakteristik external-external, hal ini berarti baik pada good event dan bad event partisipan

dengan jenis kelamin perempuan cenderung memberikan attribusi dengan karakteristik external, yang melihat bahwa baik kejadian yang menyenangkan atau yang tidak adalah berasal dari luar dirinya. Hal yang serupa juga ditemukan pada partisipan dengan jenis kelamin laki-laki.

Berdasarkan hasil tabel diatas didapatkan juga bahwa pada partisipan dengan jenis kelamin perempuan di dimensi permanence tinggi dengan karakteristik stable-stable, hal ini berarti baik pada good event dan bad event partisipan dengan jenis kelamin perempuan cenderung memberikan atribusi dengan karakteristik stable, yang melihat bahwa baik kejadian yang menyenangkan atau yang tidak menyenangkan akan selalu terjadi. Hal yang serupa juga ditemukan pada partisipan dengan jenis kelamin laki-laki.

(41)

4.3.2. Gambaran Dimensi Explanatory Style Penyintas Gunung Sinabung Berdasarkan Rentang Umur

Berdasarkan rentang umur dapat digambarkan pada tabel berikut

Tabel 7. Gambaran dimensi explanatory style berdasarkan rentang umur

(42)

Diantara Stable 1 1 0 1 0

Stable Diantara 2 1 1 1 0

Pervasiveness Global Global 12 11 16 8 6

Limited Limited 5 0 7 5 0

Limited Global 3 4 5 0 3

Global Limited 1 2 3 3 0

Diantara Limited 1 0 0 0 0

Limited Diantara 0 0 1 0 0

Global Diantara 1 0 0 1 0

Diantara Global 0 1 1 0 0

Berdasarkan hasil tabel diatas ditemukan bahwa pada partisipan dengan rentang umur 21-30 pada dimensi personalitation tinggi dengan karakteristik external-external, hal ini berarti baik pada good event dan bad event partisipan ini

(43)

atribusi dengan karakteristik internal, yang melihat bahwa baik kejadian yang menyenangkan atau yang tidak adalah berasal dari dirinya sendiri.

Berdasarkan hasil tabel diatas didapatkan juga bahwa pada partisipan dengan rentang umur 21-30 pada dimensi permanence tinggi dengan karakteristik stable-stable, hal ini berarti baik pada good event dan bad event partisipan ini

cenderung memberikan atribusi dengan karakteristik stable, yang melihat bahwa baik kejadian yang menyenangkan atau yang tidak menyenangkan akan selalu terjadi. Hal yang serupa juga ditemukan pada partisipan dengan rentang umur 31-40, 41-50, 51-60, dan 60+.

Berdasarkan hasil tabel diatas didapatkan juga bahwa pada partisipan dengan rentang umur 21-30 pada dimensi pervasiveness tinggi dengan karakteristik global-global, hal ini berarti baik pada good event dan bad event partisipan dengan rentang umur 21-30 cenderung memberikan atribusi dengan karakteristik global, yang melihat bahwa baik kejadian yang menyenangkan atau yang tidak menyenangkan akan berdampak keseluruh aspek kehidupannya. Hal yang serupa juga ditemukan pada partisipan dengan rentang umur 31-40, 41-50, 51-60, dan 60+.

4.3.3. Pengelompokkan subjek berdasarkan jenis kelamin

(44)

Tabel 8. Pengelompokkan berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Persentase Laki-laki 25

Perempuan 75

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa subjek terbanyak terdapat pada subjek jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 75 orang (75%), sedangkan laki-laki sebanyak 25 orang (25%).

4.3.4. Pengelompokkan subjek berdasarkan usia

Pengelompokkan subjek berdasarkan jenis kelamin terdiri atas 5 kategori, yaitu 20-30, 31-40, 41-50, 51-60, dan 60 keatas. Penyajian subjek berdasarkan usia dapat dilihat dari tabel 9.

Tabel 9. Pengelompokkan berdasarkan usia

Usia (tahun) Persentase

21-30 23

31-40 18

41-50 33

51-60 14

(45)

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa subjek terbanyak terdapat pada subjek usia 41-50 tahun yaitu sebanyak 33 orang (33%), sedangkan yang terendah yaitu subjek dengan usia 60 tahun keatas yaitu sebanyak 12 orang (12%).

4.3.5. Pengelompokkan subjek berdasarkan pendidikan terakhir

Pengelompokkan subjek berdasarkan jenis kelamin terdiri atas 6 kategori, yaitu tidak sekolah, SD, SMP, SMA, D3, dan S1. Penyajian subjek berdasarkan pendidikan terakhir dapat dilihat dari tabel 10.

Tabel 10. Pengelompokkan berdasarkan tingkat pendidikan

Pendidikan terakhir Persentase Tidak sekolah 7

SD 22

SMP 30

SMA 36

D3 2

S1 3

(46)

4.3.6. Pengelompokkan subjek berdasarkan pekerjaan

Pengelompokkan subjek berdasarkan jenis kelamin terdiri atas 4 kategori, yaitu bertani, wiraswasta, kebidanan, dan PNS. Penyajian subjek berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat dari tabel 11.

Tabel 11. Pengelompokkan berdasarkan pekerjaan

Pekerjaan Persentase Bertani 91

Wiraswasta 5

Bidan 1

PNS 3

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa subjek terbanyak terdapat pada subjek yang memiliki pekerjaan bertani yaitu sebanyak 91 orang (91%), sedangkan yang terendah terdapat pada subjek yang memiliki pekerjaan kebidanan yaitu sebanyak 1 orang (1%).

4.3.7. Pengelompokkan subjek berdasarkan lama di pengungsian

(47)

Tabel 12. Pengelompokkan berdasarkan lama di pengungsian

Lama di pengungsian Persentase

1 tahun 19

2 tahun 20

3 tahun 42

4 tahun 2

5 tahun 6

6 tahun 11

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa subjek terbanyak terdapat pada subjek yang tinggal di pengungsian selama 3 tahun yaitu sebanyak 42 orang (42%), sedangkan yang terendah terdapat pada subjek yang tinggal di pengungsian selama 4 tahun yaitu sebanyak 2 orang (2%).

4.4. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa gambaran explanatory style penyintas erupsi Gunung Sinabung bersuku Karo yang berada di lokasi

pengungsian, di Gedung Nasional dan Siosar adalah sebanyak 78% memiliki tipe explanatory style yang tidak dapat disebutkan kategorinya sebagai optimistic

(48)

memberikan keluhan. Namun, kebiasaan masyarakat Karo yang saling tolong menolong terhadap saudara sekampungnya juga bisa membantu mereka bertahan dengan segala kekurangan yang mereka rasakan di tempat pengungsian. Hal ini yang dianggap peneliti bisa mempengaruhi cara subjek dalam melakukan atribusi saat mereka berada di tempat pengungsian. Sehingga mereka menjadi susah untuk menentukan explanatory style mereka menjadi optimistic atau pessimistic.

Ditambahkan lagi, menurut Miftah Toha (2003) bahwa faktor yang mempengaruhi persepsi adalah faktor internal dan eksternal. Salah satu faktor internal adalah proses belajar, proses belajar bisa didapatkan dari berbagai tempat dan termasuklah tempat pengugnsian. Kebiasaan masyarakat Karo di tempat pengungsian, tempat yang berbeda dari rumahnya, bisa membentuk pengetahuan baru dan membentuk gaya atribusi yang berbeda dari saat masih berada di rumah asalnya.

(49)

optimistic bisa meningkatkan rasa bersyukur yang nantinya juga akan

menurunkankan pessimistic.

Sesuai dengan pernyataan Seligman bahwa individu dengan tipe pessimistic explanatory style memiliki resiko depresi maka perlu diberikannya

pelatihan untuk membentuk fleksibilitas dalam atribusi. Fleksibilitas ini pernting untuk membentuk tipe optimistic explanatory style baik pada good event maupun saat bad event. Dengan demikian faktor depresi oleh subjek penelitian ini berada dalam level yang sangat rendah.

Berdasarkan dimensinya hasil penelitian ini didapatkan bahwa penyintas yang bersuku Karo yang menajdi subjek penelitian ini, memiliki dimensi personalitation dengan karakteristik external-external sebanyak 38%, dengan kata

lain, mereka berpersepsi bahwa pada good event dan bad event terjadi bukan berasal dari dalam diri sendiri.

Dimensi external yang tinggi ini bisa dijelaskan dari falsafah masyarakat Karo yang menyebutkan bahwa mereka adalah orang yang percaya akan Tuhan. Sehingga mereka mempersepsikan kejadian good dan bad merupakan kuasa Tuhan. Dari data di lapangan juga menunjukkan bahwa mereka percaya kepada kekuatan leluhurnya, sehingga good event dan bad event bergantung bagaimana mereka berhubungan dengan leluhurnya, namun kepercayaan ini hanya tampak pada kalangan tertentu saja.

(50)

sebanyak 73%. Artinya kebanyakan dari mereka mempersepsikan good event dan bad event akan selalu terjadi dalam kehidupan sehari-harinya. Juga ditemukan

pada dimensi pervasiveness partisipan memiliki karakteristik global-global sebanyak 53%. Artinya kebanyakan partisipan melihat good event dan bad event akan berdampak ke seluruh aspek kehidupannya.

(51)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan dan saran-saran yang berhubungan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian ini. Diawal akan dijabarkan kesimpulan dari penelitian ini yang dilanjutkan dengan diskusi mengenai hasil yang diperoleh dan terakhir akan dikemukakan saran-saran yang dapat berguna bagi penelitian yang akan datang.

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisa data, dapat disimpulkan bahwa :

1. Secara umum partisipan pada penelitian ini tidak dapat disebutkan apa tipe explanatory style namun mereka masih memiliki atribusi dan juga tidak

memiliki pessimistic explanatory style.

2. Gambaran dimensi personalitation, permanence, dan pervasiveness pada laki-laki dan perempuan memiliki kombinasi yang sama. Berdasarkan rentang umurnya, partisipan dengan rentang umu 51-60 memiliki karakteristik internal-internal pada dimensi personalitation dan selebihnya sama semua pada semua dimensi lainnya.

(52)

5.2. Saran

Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, peneliti ingin mengemukakan beberapa saran yaitu:

1. Saran Metodologis

Bagi para peneliti selanjutnya yang berminat dengan penelitian sejenis atau untuk mengembangkan penelitian lebih jauh, hendaknya memperhatikan hal berikut :

a. Peneliti perlu memperhatikan bahasa yang digunakan, serta perlu memahami latar belakang sampel agar dapat mengoptimalkan data penelitian

b. Menambah jumlah sampel yang lebih besar agar penelitian dapat digunakan untuk generalisasi yang lebih luas.

c. Memperhatikan perbedaan karakteristik lokasi responden, karena lokasi berbeda bisa menghasilka data yang berbeda

d. Meminimalisir bias-bias yang mungkin dilakukan peneliti 2. Saran Praktis

a. Bagi para pengungsi

Memberikan informasi kepada penyintas tentang bagaimana tipe explanatory style mereka di tempat pengungsian untuk melihat apakah

(53)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Explanatory Style

2.1.1. Definisi

Seligman (dalam Hall, 1985) mengajukan suatu variable kepribadian yang disebut dengan explanatory style, yaitu suatu aturan karakter yang digunakan individu untuk menjelaskan peristiwa yang terjadi di dalam hidupnya, dan menurutnya, explanatory style menentukan individu yang berisiko depresi.

Peterson (Parker, 2005) mengatakan bahwa explanatory style adalah kecenderungan individu untuk membuat pengertian yang serupa dalam kejadian yang berbeda. Kemudian pengertian ini dikembangkan lagi oleh Parker dan Steen (Parker, 2005) yang menyebutkan bahwa explanatory style adalah cara individu yang sudah menjadi kebiasaan untuk mengartikan peristiwa yang terjadi, sehingga dapat membuatnya stabil pada suatu keadaan tertentu.

Seligman (Taylor, 2003) menggambarkan explanatory style sebagai cara individu berfikir mengenai penyebab dari suatu kejadian.

Menurut Ormrod (dalam Bol, Hacker, & Allen, 2005) menyebutkan bahwa explanatory style adalah cara individu menginterpretasikan kejadian yang

(54)

Menurut Schullman, Castellon, dan Seligman (dalam Boyer, 2006) mengembangkan pengertian explanatory style, yaitu individu memiliki pola dalam menjelaskan apa yang menjadi penyebab dari kejadian penting dalam hidupnya.

Explanatory style merupakan salah satu atribut psikologis yang

mengindikasikan bagaimana seseorang akan menjelaskan kepada dirinya mengenai kejadian yang dialami, baik itu positif ataupun negatif (dalam Peterson & Steen, 2002). Explanatory style merupakan suatu cara yang biasa digunakan orang untuk menjelaskan sebab kejadian buruk yang menimpa mereka (Peterson & Seligman dalam Peterson, 1988).

Jadi explanatory style yang peneliti gunakan saat ini adalah persepsi atau pola pikir individu dalam menjelaskan dan memaknai penyebab sebuah kejadian, apakah itu positif ataupun negatif.

2.1.2. Dimensi explanatory style

Terdapat tiga dimensi explanatory style yang dikemukakan oleh Abramson (Taylor, 2003), yaitu:

a. Pervasiveness

(55)

menganggap sebuah kejadian berpengaruh hanya dalam aspek tertentu dalam kehidupannya disebut sebagai limited/spesific.

b. Permanence

Dimensi ini berkaitan dengan cara yang dilakukan individu untuk menjelaskan kekonsistenan waktu suatu kejadian dalam hidupnya. Saat individu menganggap sebuah kejadian terjadi konsisten dalam kehidupannya dan tidak dapat diubah maka akan diartikan sebagai stable, dan ketika individu menganggap sebuah kejadian hanya terjadi

pada satu waktu saja dalam kehidupannya dan dapat diubah maka akan diartikan sebagai unstable.

c. Personalisation

Dimensi ini berkaitan dengan cara yang dilakukan untuk menjelaskan kejadian yang terjadi apakah berasal dari dalam diri atau tidak. Saat individu menganggap sebuah kejadian berasal dari dalam dirinya maka dia akan mengartikannya sebagai internal. Saat individu menganggap sebuah kejadian berasal dari luar dirinya maka dia akan mengartikannya sebagai external.

Peterson dan Seligman (Taylor, 2003) memberikan prediksi bahwa apabila explanatory style hadir secara global, stable, dan internal dikaitkan kepada

(56)

2.1.3. Tipe Explanatory Style

Menurut Seligman (dalam Hall, 1985), individu dengan pessimistic explanatory style akan mengatribusi kesalahannya pada factor internal – stable –

global. Sedangkan individu dengan optimistic explanatory style akan

mengatribusi kesalahannya pada faktor external –unstable – limited.

Individu yang cenderung ke arah pessimistic explanatory biasanya mengalami tingkat prestasi yang rendah, lebih banyak mengidap penyakit fisik, mengalami gejala depresi, dan cenderung rendah dalam pengharapan (Gillham et al., 2001; Schulman, Castellon, & Seligman, 1989 dalam Hirsch & Conner, 2006).

Individu yang cenderung ke arah optimistic explanatory akan lebih menggunakan coping yang aktif dan adaptif misalnya berusaha keras untuk merubah situasi yang tidak terkontrol, berusaha mengatasi masalah dan kesengsaraan, dan mempertahankan tujuan (Carver et al., 1993; Puskar, Sereika, Lamb, Tusaic-Mumford & Mc Guinness, 1999 dalam Hirsch & Conner, 2006).

Explanatory style biasanya diukur menggunakan Attributional Style

Questionare (ASQ). Namun peneliti menggunakan skala yang dikonstruk sendiri

yang mengacu pada teori yang digunakan Seligman.

2.1.4. Faktor yang mempengaruhi Explanatory Style

Explanatory style merupakan persepsi atau pola pikir seperti defenisi yang

(57)

akan juga akan mempengaruhi explanatory style. Menurut Miftah Toha (2003) ada 2 faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang:

1. Faktor internal

Perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka, keinginan, perhatian, proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai, kebutuhan, minat, dan motivasi.

2. Faktor external

Latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar suatu objek.

2.2. Suku Karo

Suku Karo sangat banyak dipengaruhi oleh lingkungan alam dan termasuk suku pedalaman dan melintas agraris. Suku Karo identik dengan “Taneh Karo”, hal ini dikarenakan suku Karo masih menjalani kebudayaan Karo secara ketat (Koentjaraningrat, 1984).

(58)

istilah merga silima, tutur siwaluh, rakut sitelu perkaden-kaden sepuluh dua tambah sada.

Menurut Tridah Bangun (2009) karakter dan tabiat Suku Karo secara umum sebagai orang yang jujur, tegas, berani, percaya diri, pemalu, tidak serakah, mudah tersinggung dan pendendam, berpendirian teguh, sopan, senantiasa menjaga nama baik keluarga, rasional dan kritis, mudah menyesuaikan diri, gigih mencari pengetahuan, juga ada pula sifat iri dan dengki yang dikenal dengan cian dan mementingkan prosedur. (Sanjani Tarigan, 2009).

2.2.1. Falsafah suku Karo

Tertulis dalam buku Kata Sada Ginting (2014), berikut adalah falsafah Suku Karo:

A. Mehamat man kalimbubu

Kalimbubu merupakan kelompok yang memberikan istri kepada suku Karo. Suku Karo percaya kalimbubu merupakan sumber berkat, maka sering di sebut sebagai simupus takal piher pate geluh. Kalimbubu berasal dari kata mbubu yang artinya kepala. Di dalam nuria, yaitu zaman sebelum masuknya

agama di Karo, Kalimbubu di sebut sebagai dibata ni idah atau Tuhan yang tidak kelihatan.

Mehamat man kalimbubu diartikan sebagai menghormati kalimbubu.

(59)

kalimbubunya Pepatah di orang Karo mengatakan jangan sampai berita tidak

mengenai Kalimbubunya kepada orang lain.

B. Metenget man senina

Senina merupakan orang yang memiliki merga yang sama dengan

dirinya dan dengan penuturan adat yang menjadikan ersenina. Metenget man senina dimana orang Karo peduli dengan senina. Orang Karo dimana senina

merupakan tempat berbagi susah mau pun senang di dalam kehidupan.

C. Metami man anak beru

Anak beru merupakan adalah di mulai dari kakek buyutnya yang

tertuan kepada kalimbubu. Anak beru adalah pihak yang mengambil menjadi istri,mau pun yang menitiskan dari pihak yang dari pihak perempuan.

Metami man anak beru merupakan sikap sayang,cinta mau pun murah

hati. Dimana tanggung jawab anak beru memiliki tanggung jawab yang berrat untuk menjaga nama baik kalimbubunya.

D. Menyekolahkan anak

(60)

E. Tabah dan rajin

Berkat budaya tabah dan rajin masyarakat Karo dapat merambah hutan belantara membuat irigasi sederhana di bukit-bukit. Karena kerajinan mereka sebelum tahun delapan puluhan ladang mereka lebih bersih dari halaman rumah.

F. Mehangke

Budaya mehangke adalah budaya mendatangkan malu jika minta bantuan kepada orang lain atau pun keluarga.

2.2.2. Karakter Masyarakat Karo

Sifat dan perwatakan masyarakat Karo tampak pada perilaku atau perbuatan dan pola pikirnya. Masyarakat Karo pada umumnya memmiliki karakter sebagai berikut: jujur, tegas dan berani, percaya diri, malu, tidak serakah dan tahu akan hak, mudah tersinggung dan dendam, berpendirian tetap dan pragmatis, sopan, jaga nama keluarga dan harga diri, rasional dan kritis, mudah menyesuaikan diri, gigih mencari ilmu, tabah, beradat, suka membantu dan menolong, pengasih dan hemat, percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa (Bangun, Teridah 1986).

(61)

1. Jujur

Orang Karo umumnya hidup dengan kekeluargaan dan kebersamaan yang tinggi di lingkungan tradisional. Biasanya jika diketahui ada yang berbuat curang maka akan mendapat hukuman yang berat dari masyarakat.

2. Tegas

Masyarakat Karo tidak begitu lembut menghadapi suatu masalah, apalagi masalah yang dianggap prinsipil, meski sebenarnya dapat memberi risiko bagi diri sendiri ataupun keluarganya.

3. Berani

Sejak kecil masyarakat Karo diajari oleh orang tuanya atau neneknya bahwa setiap manusia sederajat. Yang berbeda hanyalah suratan tangan dan takdirnya. Mungkin hal ini lah yang menyebabkan masyarakat Karo tidak pernah ragu untuk berbuat atau pergi ke mana pun.

Keberanian ini juga ditunjukkan ketika berkecamuk perang antara kerajaan Deli dan kerajaan Aceh pada abad XVII dan juga perjuangan melawan penjajahan Belanda.

4. Percaya Diri

(62)

5. Malu

Sifat malu dimiliki orang Karo kalau menggantungkan diri pada orang lain dan juga kalau berhubungan dengan harga diri dan nama baik keluarga yang tercoreng.

6. Tidak Serakah

Secara umum orang Karo memang mendambakan hidup sejahtera namun bukan melalui cara serakah. Mereka gigih mempertahankan sesuatu kalau memang itu adalah haknya.

7. Mudah Tersinggung dan Pendendam

Kebanyakan orang Karo cepat tersinggung jika dirinya atau keluarganya dikata-katai secara negatif oleh orang lain. Kalau sudah tersinggung orang tersebut segera menjumpai orang yang menghinanya dan menyelesaikan dengan segera.

8. Berpendirian Teguh

(63)

9. Sopan

Sikap ini mungkin dilandasi pemikiran bahwa dalam bermasyarakat harus saling menghargai yakni berbuat sopan dan menghormati pihak lain, bukan dengan pura-pura. Gaya orang Karo berbicara menunjukkan sikap sopan dengan tutur kata yang halus dan tidak keras.

10.Selalu Menjaga Nama Baik Keluarga dan Harga Diri

Pencemaran nama baik keluarga dianggap merupakan tamparan bagi seluruh anggota keluarga turun temurun dan pasti menimbulkan dendam kesumat, yang kadang-kadang nyawa sering jadi taruhannya. Menyangkut harga diri dan keluarga, sejak belasan tahun terakhir ini pada sebagian masyarakat Karo, telah berkembang upaya untuk tidak mau kalah dari orang lain dan menunjukkan bahwa dia juga berkemampuan seperti apa yang telah ditunjukkan.

11.Rasional dan Kritis

(64)

12.Mudah Menyesuaikan Diri

Karena sopan bergaul, selalu menghormati sesama anggota masyarakat, orang Karo secara mudah mampu menyesuaikan diri di tengah masyarakat baru, tempat mereka berdomisili.

13.Gigih Mencari Pengetahuan

Orang Karo mencari ilmu pengetahuan dengan segala kegigihan ditiap kesempatan yang memungkinkan. Untuk mendapat ilmu pengetahuan, mereka rela menempuh dengan segala penderitaan. Rintangan diatasi dengan segala ketabahan.

14.Mudah Iri dan Dengki

Sifat-sifat dengki/cemburu masih bersemayam pada masyarakat Karo. Penyakit lain yang mirip yang masih ada dalam masyarakat Karo adalah kesukaan sebagian besar kaum ibu-ibu mengata-ngatai orang lain secara negatif.

15.Mementingkan Prosedur

(65)

2.3. Gambaran Explanatory Style pada Penyintas erupsi Gunung Sinabung yang bersuku Karo di tempat pengungsian

Bencana alam adalah kejadian yang tidak bisa dielakkan oleh siapapun. Bencana alam merupakan sesuatu yang tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dikontrol, merupakan peristiwa yang sering terjadi dan tidak diragukan lagi akan terjadi (Nickerson 2008). Orang-orang yang selamat dari bencana alam sering disebut sebagai penyintas, dan mereka yang tinggal di tempat pengungsian disebut sebagai pengungsi.

Bencana alam erupsi Gunung Sinabung terjadi di Kabupaten Karo, dan sudah mulai nampak aktif dan meletus pertama kali pada tahun 2010 (Surono, 2013). Dan keadaan yang tidak aman ini berlangsung terus-menerus hingga tahun 2016. Keadaan yang bertahun-tahun tinggal di tempat pengungsian bisa membentuk pola pikir baru atau persepsi baru terhadap keadaannya selama di pengungsian.

(66)

Menurut Miftah Toha (2003) ada 2 fator yang mempengaruhi persepsi, yaitu (1) internal yang merupakan perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka, keinginan, perhatian, proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai, kebutuhan, minat, dan motivasi, serta (2) external yaitu latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar suatu objek.

Masyarakat Karo yang tinggal di Kabupaten Karo, banyak ditemukan bekerja sebagai petani. Mereka yang sudah lama tinggal di bawah kaki gunung sudah memiliki identitas dan rasa persaudaraan kepada orang sekampungnya. Dan tinggal ditempat pengungsian memaksa masyarakat Karo untuk merubah pola pikir dan merubah kebiasaan mereka.

Masyarakat Karo memiliki sistem kekerabatan dalikan sitelu (Brahmana, 2001). Sistem kekerabatan ini dikenal dengan istilah merga silima, tutur siwaluh, rakut sitelu perkaden-kaden sepuluh dua tambah sada. Dari sistem kekerabatan

itu orang Karo mengenal falsafah hidup mehamat man kalimbubu,metenget man senina dan metami man anak beru (Ginting, 2014). Falsafah ini mengatur

(67)

external dalam berhubungan dengan orang lain. Hal ini juga didukung dari sifat

masyarakat Karo yang suka membantu dan menolong.

Suku Karo memiliki falsafah hidup lain yang dianut dan bisa mempengaruhi pola pikir atau persepsinya, yaitu tabah dan rajin (Ginting, 2014). Falsafah ini membuat mereka bisa membuka lahan untuk bertani dan mendapatkan hasil untuk dijual. Dan juga bisa bertahan dalam keadaan-keadaan yang sulit. Falsafah ini bisa menunjukkan bahwa masyarakat Karo stabale dalam mempersepsikan kesusahan yang dia alami. Serta falsafah mehangke (Ginting, 2014), yang menyebutkan bahwa masyarakat karo akan menjadi malu jika minta bantuan kepada orang lain atau pun keluarga. falsafah ini bisa menunjukkan bahwa masyarakat Karo global dalam mempersepsikan dampak buruk dari perbuatan yang dianggap tidak baik.

(68)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Bencana alam merupakan sesuatu yang tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dikontrol, merupakan peristiwa yang sering terjadi dan tidak diragukan lagi akan terjadi (Nickerson 2008), dan hal ini dapat mengancam kelangsungan hidup individu melalui kehancuran lingkungan fisik dan psikologis (Rice, 1992). Bencana alam yang terjadi salah satunya bencana alam erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo. Gunung Sinabung pertama sekali meletus pada tahun 2010 setelah hampir 200 tahun tidak pernah menunjukkan aktivitas vulkanologi (Surono,2013). Pada tahun 2013, gunung Sinabung kembali meletus dan terus meletus hingga saat ini ( Ginting, 2016 ).

(69)

membawa pakaian-pakaian mereka, beberapa peralatan makan (seperti botol susu bayi, piring kecil bayi, panci kecil ), serta alat elektronik (seperti telepon genggam).

Sejak awal Gunung Sinabung aktif dan meletus, menyebabkan masyarakat di sekitara gunung perlu mengungsi. Pengungsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki kata dasar “ungsi” dan membentuk kata kerja mengungsi yang artinya pergi menghindarkan (menyingkirkan) diri dari bahaya atau menyelamatkan diri (ke tempat yang dirasa aman), pengungsi adalah orang yang mengungsi, dan pengungsian adalah tempat mengungsi. Pada tahun 2015 masyarakat yang masih mengungsi adalah yang berasal dari tujuh desa yang kemudian direkomendasikan untuk direlokasi, yaitu warga Desa Sukameriah, Desa Berkerah, Desa Simacem, Desa Gurukinayan, Desa Kuta Tonggal, Desa Berastepu, dan Desa Gamber (Akuntono, 2015).

Bencana alam dapat berdampak kepada fisik dan psikis. Dampak fisik terlihat dari pakaian mereka yang kotor, terkena gangguan kesehatan seperti diare dan demam. Kondisi ini masih ditemukan pada pengungsi erupsi Gunung Sinabung seperti dipaparkan oleh hasil wawancara dengan ibu AS di GBKP simpang VI Kabanjahe, sebagai berikut.

(70)

Sudah dibilangkan ke penanggungjawab posko, tapi sampai sekarang gak ada tindakan.”

(Wawancara Personal, 12 Desember 2015, 16:54 WIB)

Wawancara personal kedua dilakukan dengan ibu NG di GBKP simpang 6 Kabanjahe yang menggambarkan bahwa pengungsi memiliki masalah di dalam pengungsian. Pengungsi tinggal didalam aula di lantai dua, mereka terpaksa tinggal bersama-sama di keramaian dan berdesak-desakkan. Mereka sudah mencoba untuk tinggal kerumah kerabat yang mereka kenal, namun tidak mendapat hasil yang mereka harapkan, karena para karabat masih memiliki keluarga sendiri untuk dinafkahi dan mereka juga tidak tahu harus tinggal berapa lama. Pemimpin posko juga memarahi mereka karena ketidakbersihan mereka dalam menjaga tempat pengungsian. Dari hasil wawancara menyebutkan bahwa mereka tidak tahu harus bagaimana menjaga kebersihan tempat pengungsian tersebut, sedangkan pasokan air kurang dan sering telat datang. Meskipunn begitu NG menerima keadaan dalam pengungsian sebagai cobaan dari Allah.

“sebenarnya disini enak, tapi kekmanala namanya anak-anak, kami pun kamar mandi kurang, kamar mandi cuman dua. Kami jumlahnya 425 orang, antri. Jadi kadang-kadang namanya anak-anak kan, disini kotoran disana kotoran. Kek hari itu gak ada air, 2 hari baru ada air, jadi disitu kami nyuci piring 3 biji. Kurang ajar kelen semua, udah gag terpimpin kelen semua, kata pemimpin posko ini. Karena air gag ada jadi kami nyuci piring disitu, dimanapun kelen jorokin katanya. Kami pun hidup seperti ini, apaboleh buat, Allah nya yang ngatur itu semua, terima aja apa adanya.”

(Wawancara personal, 12 Desember 2015, 16:41 WIB)

(71)

keterbatasan, seperti terbatas akan makanan sehat, obat – obatan, serta air bersih. Keadaan seperti ini bisa membuat mereka tak mampu untuk melakukan apa – apa, selain menunggu bantuan datang. Keadaan yang tidak mampu berbuat apa – apa ini bisa membuat para penyintas stress atau bahkan depresi. Keadaan yang seperti ini disebut Seligman sebagai learned helplessness, yaitu kondisi yang menghasilkan persepsi bahwa individu tidak memiliki kontrol atas lingkungannya (Schultz, 1994).

Keadaan didalam tempat pengungsian bisa dipersepsikan sebagai keadaan yang tidak menguntungkan atau keadaan yang diberikan Tuhan sebagai cobaan atau bahkan menjadi keadaan yang traumatis bergantung pada individu dalam mempersepsikan kejadian tersebut. Cara individu menjelaskan sebab sebuah kejadian yang terjadi dalam dirinya, hal itu disebut Seligman dengan explanatory style (Hall, 1985). Explanatory style diperlukan untuk melihat kecenderungan

gaya atribusi individu, sehingga dapat disebutkan optimis atau pesimis terhadap sebuah kejadian. Explanatory style juga dapat didefinisikan sebagai kebiasaan seseorang dalam menjelaskan kejadian buruk yang menimpa dirinya (Peterson & Seligman, 1984). Selanjutnya Ormrod (dalam Bol, Hacker, & Allen, 2005) menyebutkan bahwa explanatory style adalah cara individu menginterpretasikan kejadian yang dialaminya sehari-hari dan konsekuensinya. Dengan kata lain explanatory style bisa disebut sebagai sebuah pola pikir atau persepsi individu

(72)

dikendalikan (Abramson, Seligman, & Tresdale, 1978). Formulasi ulang learned helplessness ini mengusulkan bahwa pessimistic explanatory style adalah faktor

resiko untuk depresi (Abramson, Seligman & Tresdale, 1978).

Kejadian yang individu persepsikan sebagai kesalahannya sendiri, terjadi terus-menerus, dan berdampak kepada seluruh aspek kehidupannya disebut sebagai pesimistic explanatory style yang bisa membuat individu menjadi depresi dan learned helplessness. Pernyataan ini didukung oleh studi pada anak-anak dan orang dewasa di Jerman yang menunjukkan bahwa pessimistic explanatory style berasosiasi dengan depresi, penyakit, pencapaian akademik yang rendah, dan kegagalan di bidang atletik ( Peterson, 1990; Peterson & Bussio, 1991; Peterson & Seligman, 1984). Akan tetapi jika individu mempersepsikan kejadian tersebut bukan berasal dari dirinya (menyalahkan orang lain), kejadian itu dapat berhenti suatu saat, dan tidak berdampak pada semua aspek kehidupannya disebut Seligman (Schultz, 1994) sebagai optimistic explanatory style.

(73)

yang diperoleh, pengetahuan, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar suatu objek.

Kondisi pengungsi yang sudah bertahun-tahun tinggal di tempat pengungsian, kehilangan pekerjaan, dan kehilangan rumah bisa mempengaruhi atribusi untuk menjelaskan penyebab suatu situasi kepada dirinya sendiri.

Penjelasan itu bisa menjadi positif dan bisa menjadi negatif tergantung cara pengungsi melihat situasi. Orang-orang dalam memberikan atribusi positif atau negatif ditentukan oleh situasi dan karakteristik individu ( Kelley, 1967; Mc Arthur, 1972). Masing-masing individu mengembangkan cara sendiri dalam menjelaskan kejadian positif dan negatif ( Peterson & Seligman, 1984).

Manusia dalam menjelaskan kejadian positif dan negatif kepada dirinya bisa dipengaruhi oleh budaya, karena budaya adalah buatan manusia yang menjadi bagian dari lingkungan manusia (Herskovits, 1948). Bentuk fisik dari budaya dapat dilihat dari jalan, bangunan, peralatan dan perkakas. Bentuk subjektif dari budaya misalnya mitos, peran, nilai-nilai, sikap, dan filosofi (Triandis, 1980). Salah satu suku yang berada dalam posko pengungsian Gunung Sinabung adalah suku karo. Suku Karo adalah suku asli yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Kabupaten Deli Serdang, Kota Binjai, Kabupaten Langkat, Kabupaten Dairi, Kota Medan, dan Kabupaten Aceh Tenggara.

(74)

Dibata (percaya pada Tuhan), Keteken (percaya pada diri sendiri), Kehamaten

(sopan santun), Mengenggeng (sabar), dan Metenget (cermat/hati – hati). Terdapat variasi lainnya yaitu Bujur (jujur), Nggit Nampati (mau menolong), Merawa Ibas Sibujur (berani dalam benar), Megenggeng Ibas Nggeluh (sabar/tabah), dan Ola

Relem – relem (jangan mendendam) (Bangun, 1994; hal 139).

Filosofi masyarakat Karo seperti tek man Dibata (percaya pada Tuhan) dan megenggeng (tabah) bisa mempengaruhi masyrakat Karo memberikan atribusi kepada sebuah situasi menjadi lebih optimis. Karena dengan filosofi

tersebut bisa membuat masyarakat karo melihat situasi buruk sebagai akibat dari situasi atau orang lain dan suatu saat pasti akan berakhir. Sedangkan filosofi lain seperti kehamaten (sopan santun) dan metenget (cermat/hati – hati) mencerminkan bagaimana mereka berelasi kepada orang lain yang bisa membantu masyarakat Karo dalam mendapatkan support dan memandang kejadian buruk lebih optimis.

(75)

menyesuaikan diri membantu mereka dalam mendapatkan support moral dari orang lain.

Masyarakat Karo yang memiliki sistem kekerabatan marga (Merga Silima) bisa membuat mereka bertahan dalam keadaan sulit di tempat pengungsian. Karena peneliti menemukan bahwa mereka yang merasa kesulitan di tempat pengungsian akan mendapat bantuan dari orang lain yang memiliki kaitan marga yang sama dengan dirinya. Bantuan yang diberikan sperti mengajak pergi ke ladangnya (bila masih bisa digunakan) dan memberikan upah dari hasil bekerja, atau mengajak mengerjakan kerajinan tangan yang nantinya akan dijual.

Sifat masyrakat karo yang tangguh bisa membuat mereka membentuk pola pikir yang positif terhadap kejadian buruk. Filosofi masyarakat Karo seperti tek man Dibata (percaya pada Tuhan) dan megenggeng (tabah) juga bisa membantu

membentuk pola pikir yang optimis atau optimistic terhadap kejadian buruk yang mereka alami. Namun, keadaan yang bertahun-tahun tinggal di pengungsian serta keadaan di pengungsian yang mereka persepsikan kurang menyenangkan bisa membentuk pola pikir yang negatif atau pessimistic. Bentuk atribusi yang pessimistic ini bisa menjadi indikasi terhadap depresi atau learned helplessness.

(76)

1.2. PERTANYAAN PENELITIAN

1. Bagaimanakah gambaran tipe explanatory style pada penyintas erupsi Gunung Sinabung yang bersuku Karo yang berada di pengungsian?

2. Bagaimanakah gambaran tiap dimensi explanatory style pada penyintas erupsi Gunung Sinabung yang bersuku Karo yang berada di pengungsian?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk melihat gambaran dari explanatory style pada penyintas gunung sinabung yang bersuku karo.

1.4. MANFAAT PENELITAN

Manfaat penelitian ini untuk melihat apakah para pengungsi memberikan atribusi yang positif atau negatif, karena apabila mereka memberikan atribusi negatif maka meka cenderung bisa learned helplessness dan kondisi ini bisa mengarahkan mereka pada depresi.

1.4.1. Manfaat Teoritis

Gambar

Tabel 1. Uji Normalitas
Tabel I. Kategorisasi dimensi explanatory style
Tabel II. Kategorisasi explanatory style
Tabel 1. Hasil uji normalitas skala explanatory style pada penyintas erupsi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tanda positif menunjukkan bahwa variabel self esteem dan life satisfaction pada penyintas korban erupsi gunung Sinabung yang bersuku Karo memiliki hubungan yang

1) Karakteristik responden berdasarkan umur mayoritas dewasa madya (41-70 tahun) yaitu 84 orang. Jenis kelamin mayoritas perempuan yaitu 75 orang. Status pernikahan

Pada bab ini berisi teori-teori kepustakaan yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian, antara lain teori mengenai Life satisfaction dan self esteem,,Suku Karo

Ciri ciri self esteem tinggi adalah Menganggap diri sendiri sebagai orang yang berharga dan sama baiknya dengan orang lain yang sebaya dengan dirinya dan menghargai

Self Esteem and Life Satisfaction amon University Students: The role of gender and socio-economic status.Scholarly Recearh Jurnal For..

Anda diminta untuk memilih satu jawaban yang ada disamping pernyataan dengan cara menyilang jawaban yang Anda pilih.. Jawablah semua pernyataan dalam skala ini sesuai

Hubungan Komunikasi Interpersonal Dan Strategi Coping Dengan Stres Pada Mahasiswa Psikologi Yang Sedang Menyusun Skrips: Jurnal Psikoborneo... Tim Pakar: Tingkat Stres Pengungsi

Memberikan informasi kepada masyarakat dan berbagai pihak yang berhubungan dengan kelompok lanjut usia seperti pemerintah sebagai pembuat kebijakan, perawatan