FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH
TERHADAP KECEMASAN ORANG TUA AKAN
KESELAMATAN REMAJA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Psikologi
Disusun oleh:
ATIKAH
105070002366
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ( UIN )
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH
TERHADAP KECEMASAN ORANG TUA AKAN
KESELAMATAN REMAJA.
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi
syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh
ATIKAH
NIM:10
5070002366
Dibawah Bimbingan
Pembimbing
Dra. Fadhillah Suralaga, M.Si
Nip:
19561223198303 2001Fakultas Psikologi
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH
TERHADAP KECEMASAN ORANG TUA AKAN KESELAMATAN REMAJA telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 8 Desember 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 8 Desember 2011
Sidang Munaqasyah
Dekan/ Pembantu Dekan/
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M. Si
NIP. 130885522 NIP. 19561223198303 2001
Anggota :
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Atikah NIM : 105070002366
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KECEMASAN ORANG TUA AKAN KESELAMATAN REMAJA ” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.
Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.
Jakarta,7 Oktober 2011
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
Ketakutan terdalam, bukan karena kita tidak
cukup. Ketakutan terdalam kita adalah memiliki
kekuatan untuk mengukur. Kita bertanya pada diri
kita sendiri, siapa saya untuk jadi cerdas, cemerlang
berbakat & menakjubkan? Sebenarnya siapa yang
tak bisa kau jadikan.
Persembahan
Skripsi ini Ku persembahkan untuk semua orang
yang kusayang dan menyayangiku, yang selalu
memberikan dukungan, semangat serta doa yang
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (B) Desember 2011
(C) Atikah
(D) Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kecemasan Orang Tua Akan Keselamatan Remaja.
(E) vii + 84 halaman + lampiran
(F)Segala perubahan yang dialami oleh remaja baik secara fisik maupun psikis, membuat mereka lebih senang berada dekat dengan teman-teman seusianya dan cenderung menjauh dari orang tua mereka, sehingga terkadang mereka bertindak sesuai dengan apa yang mereka inginkan berdasarkan lingkungan pergaulan mereka. Hal tersebut dapat menimbulkan kecemasan orang tua mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1). Ada tidaknya pengaruh signifikan intensitas menonton liputan kriminalitas, tipe kepribadian, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan orang tua terhadap kecemasan orang tua akan keselamatan remaja. 2). Faktor yang paling signifikan berpengaruh terhadap kecemasan orang tua akan keselamatan remaja.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif. Pengumpulan data menggunakan skala intensitas, big V personality dan kecemasan. Teori yang dipakai adalah intensitas dari Sudarsono (1993), big V personality
dari IPIP (International Personality Item Pool) milik Goldberg (1990) dan kecemasan dari David sue (1986). Sampel penelitian adalah masyarakat yang berdomisili di Karang Tengah. Rt 01/Rw 01 Bekasi Jawa Barat yang pendidikan masyarakatnya bervariasi, dari SD – Sarjana. Teknik pengambilan sampel penelitian ini adalah incidental. Teknik analisis data yang digunakan adalah multiple regresi. Untuk memperkaya data yang terkait dengan penelitian, peneliti mengumpulkan data demografi responden, yaitu jenis kelamin dan tingkat pendidikan.
Hasil uji hipotesis mayor membuktikan bahwa 8 IV (intensitas, lima dimensi kepribadian Big Five, tingkat pendidikan dan jenis kelamin) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap DV (kecemasan orang tua) dengan R2 sebesar 40,6%. Dari hasil koefisien regresi hanya ada empat IV (agreeableness, conscientiousness, neuroticsm dan openness) yang pengaruhnya signifikan terhadap kecemasan orang tua. Faktor yang paling signifikan terhadap kecemasan orang tua akan keselamatan remajanya adalah faktor conscientiousness dengan signifikansi 0.000.
menambah responden baik dari segi jumlah maupun variasi latar belakang informasi yang lebih luas berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Peneliti juga menyarankan bagi orang tua agar lebih memperhatikan perkembangan dan pergaulan anaknya. Hendaknya orang tua lebih bersikap waspada dalam aktivitas anaknya, khususnya mengantisipasi dari hal-hal yang sekiranya mengundang orang lain untuk berperilaku kriminal terhadapnya. Untuk para remaja, agar senantiasa menjaga pergaulannya, sehingga terhindar dari pergaulan tidak baik yang membuat cemas orang tua.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’aalamiin, puji syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Faktor- faktor
yang berpengaruh terhadap kecemasan orang tua akan keselamatan remaja” ini dapat
penulis diselesaikan.
Kelancaran pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari arahan,
bimbingan, dorongan, dan bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu dengan
ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Jahja Umar, Ph. D. Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si. Dosen Pembimbing I yang selalu bersedia
meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, dan memberikan
masukan kepada penulis.
3. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi beserta Staf Administrasi yang telah membantu
dan memberikan masukan kepada penulis.
4. Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pegawai
Perpustakaan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan
Psikologi UI.
5. Rasa terima kasih yang sangat besar penulis sampaikan kepada kedua orang tua
dan motivasinya yang tak pernah berhenti mengalir yang penulis dapatkan setiap
harinya. Semoga berkah dan karunia Allah senantiasa melimpahi kita, Amien.
6. Sahabat-sahabat penulis, Pury Maryah, Dimeitri, dewi, nina, via, Arizka Harisa,
Imam Syafi’i, idham dan wahyu yang telah membantu penulis memberikan
pengarahan dan teman-teman seperjuangan angkatan 2005 khususnya kelas D.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana
layaknya, baik dari segi bahasa maupun materi yang tertuang di dalamnya. Besar
harapan penulis skripsi ini dapat berguna untuk menambah wawasan baru dan
membuka cakrawala yang lebih luas bagi pembaca. Amien.
Jakarta, 1 Desember 2011
DAFTAR ISI
1.2. Perumusan dan Pembatasan Masalah ... 7
1.3. Tujuan Penelitian ... 9
1.4. Manfaat Penelitian ... 9
1.5. Sistematika Penulisan ... 10
BAB 2 LANDASAN TEORI ... 11-49 2.1.Remaja ... . 11
2.1.1. Definisi Remaja ... 11
2.1.2. Ciri-ciri Masa Remaja ... 12
2.1.3. Tugas Perkembangan Remaja ... 15
2.1.4. Karakteristik Remaja ... 18
2.2. Kecemasan ... . 20
2.2.1. Definisi Kecemasan ... 20
2.2.2. Proses Terjadinya Kecemasan ... 23
2.2.3. Simptom-simpom Psikologis ... 24
2.2.4. Komponen Kecemasan ... 25
2.2.5. Teori Kecemasan ... 25
2.3. Intensitas Menonton Kriminalitas ... 29
2.3.1. Pengertian Intensitas... 29 3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 47
3.2. Variabel Penelitian ... 48
3.2.1. Definisi Konseptual Variabel ... 48
3.2.2. Definisi Operasional Variabel ... 50
3.3. Populasi dan Sempel ... 51
3.3.1. Populasi ... 51
3.3.2. Sampel ... 51
3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel ... 51
3.4. Pengumpulan Data ... 52
3.4.1. Instrumen Penelitian ... 53
3.6. Reliabilitas ... 57
3.7. Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 58
3.8. Prosedur Penelitian ... 60
BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 62-71 4.1. Gambaran Umum Responden ... 62
4.1.1. Gambaran Umum Berdasarkan Jenis Kelamin ... 62
4.1.2. Gambaran Umum Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 63
4.1.3. Gambaran Umum Berdasarkan Intensitas Menonton ... 63
4.2. Deskripsi Data ... 64
4.2.1. Kategorisasi Skor Kecemasan ... 65
4.2.2. Kategorisasi Tipe Kepribadian Big Five ... 65
4.2.3. Kategorisasi Skor Intensitas Menonton ... 66
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Menurut para ahli psikologi perkembangan, manusia terbagi dalam
beberapa fase salah satunya adalah masa remaja. Masa remaja menurut sebagian
besar orang adalah masa yang menyenangkan, indah bisa melakukan apapun yang
dikehendaki, dan juga merupakan masa yang memiliki kesan mendalam sehingga
sulit untuk dilupakan. Memang tidak semua orang berpendapat demikian, karena
banyak juga yang berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa yang sulit
dengan begitu banyak permasalahan di dalamnya.
Disamping itu, masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan
stereotip mengenai penyimpangan dan ketidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat
dari banyaknya teori-teori perkembangan yang membahas ketidakselarasan,
gangguan perilaku sebagai akibat dari tekanan-tekanan yang dialami remaja
karena perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan
lingkungan.
Sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja,
mereka juga dihadapkan pada tugas-tugas yang berbeda dari tugas pada masa
kanak-kanak. Sebagaimana diketahui dalam setiap fase perkembangan, termasuk
pada masa remaja, individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus
2
akan tercapai kepuasan, kebahagiaan dan penerimaan dari lingkungan, yang akan
turut menentukan keberhasilan individu dalam memenuhi tugas-tugas
perkembangan fase berikutnya.
Akan tetapi tidak semua remaja dapat memenuhi tugas-tugas
perkembangannya dengan baik. Hurlock (1973) menyatakan bahwa ada beberapa
masalah yang dialami remaja dalam memenuhi tugas-tugas tersebut diantaranya,
adalah: (1) masalah pribadi, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan
situasi dan kondisi di rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan emosi,
penyesuaian sosial, tugas dan nilai-nilai. (2) masalah khas remaja, yaitu masalah
yang timbul akibat status yang tidak jelas pada remaja, seperti masalah
pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau pemikiran berdasarkan stereotip
yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih sedikit kewajiban
dibebankan oleh orang tua.
Jean Erskine, 1994 (dalam Santrock, 2003) mengatakan bahwa remaja
adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia, yang menghubungkan
masa kanak-kanak dan masa dewasa, memahami arti remaja penting karena masa
remaja adalah masa depan setiap masyarakat. Sedangkan Tuner dan Helms, 1995
(dalam Santrock, 2003) mengatakan bahwa masa remaja adalah masa dimana
manusia sedang mengalami perkembangan begitu pesat baik fisik, biologis dan
sosial. Periode remaja berkurang ketergantungannya terhadap keluarga dan lebih
banyak berada diluar rumah, dengan mencari pertemanan dengan teman sebaya
3
Masa remaja juga dapat diartikan sebagai masa dimana seseorang sedang
mencari identitasnya, maka tidak heran bila kebanyakan dari remaja selalu
mempunyai keinginan untuk mencoba sesuatu hal yang baru, walaupun terkadang
kurang disertai dengan pemikiran yang panjang. Santrock (2003) mengatakan
bahwa remaja memiliki pemikiran tentang siapakah diri mereka dan apa yang
membuat mereka berbeda dengan orang lain, mereka memegang erat identitas
tentang dirinya dan berpikir bahwa identitasnya bisa menjadi stabil, dan
pemahaman tentang dirinya terjadi dikarenakan adanya interaksi sosial-budaya.
David Elkind, (1976) (dalam Santrock 1995). mengatakan bahwa masa
remaja masih memiliki dua egosentris dalam dirinya yakni: imaginary audience
ialah keyakinan remaja bahwa orang lain memperhatikan dirinya sebagaimana
halnya dengan dirinya sendiri. Sehingga remaja senang berperilaku yang
mengundang perhatian orang lain dan membuktikan bahwa dirinya ada.
Egosentris remaja yang lain adalah the personal fable ialah bagian egosentrisme
remaja yang unik, yakni remaja merasa bahwa tidak seorangpun dapat mengerti
bagaimana perasan mereka sebenarnya. Dikarenakan sikap keegosentrisan remaja
tersebut, maka remaja cenderung melakukan hal-hal yang ceroboh yang
seharusnya tidak dilakukan, maka tidak heran bila banyak remaja yang terkesan
sengaja melanggar aturan-aturan yang ada.
Segala perubahan yang dialami oleh remaja baik secara fisik maupun
psikis, membuat mereka lebih senang berada dekat dengan teman-teman
seusianya dan cenderung menjauh dari orang tua mereka, sehingga terkadang
4
lingkungan pergaulan mereka. Tentu saja hal tersebut dapat menimbulkan
kecemasan orang tua mereka.
Orang tua yang memiliki anak usia remaja tentu akan sering merasa
cemas, karena mereka takut dan khawatir bila anak mereka mengalami hal-hal
yang buruk ketika berada diluar jangkauannya. Karena itu tidak sedikit orang tua
yang memberikan perlindungan “ekstra” dalam menjaga anak-anak mereka
(David Elkind, 1976).
Frank Furedi, (2010) menjelaskan dari hasil riset yang telah dilakukannya
bahwa orang tua di Inggris kini memiliki banyak kecemasan dalam membesarkan
anak mereka, bahkan secara ekstrim bersikap paranoid, akibat berbagai ancaman
terhadap keselamatan dan kesejahteraan anak-anak mereka. Sehingga anak-anak
dibesarkan dalam suasana penuh kecemasan dan di-protect sedemikian rupa. Oleh
karenanya anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya dirumah dan sedikit
berbaur dan beraktifitas dengan teman-teman sebaya mereka, karena orang tua
lebih senang dan merasa tenang jika anak-anak mereka berada di dalam rumah
atau berada didekat mereka.
Masih menurut Frank Furedi (2010), orang tua dengan tingkat kecemasan
yang tinggi, cenderung membatasi aktifitas anak, karena orang tua merasa cemas
akan adanya situasi yang mengancam yang terkait dengan diri anaknya. Sehingga
5
Kecemasan orang tua akan keselamatan anak mereka bukan hanya timbul
dengan sendirinya, melainkan juga dipicu oleh beberapa faktor yang ada pada
orang tua itu sendiri maupun lingkungan masyarakat.
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan kecemasan orang tua (Stuart,
1998) diantaranya adalah:
(1) Banyaknya menonton liputan kriminalitas yang sering ditayangkan di televisi.
Orang tua yang sering menononton liputan kriminalitas, akan cepat merasa
khawatir dan cemas akan keselamatan anggota keluarganya terutama
anak-anak mereka.
(2) Kepribadian orang tua yang pencemas. Orang tua yang diasuh dengan pola
asuh yang berlebihan ketika mereka kecil, maka mereka akan tumbuh menjadi
orang yang mudah merasa cemas begitu juga ketika mereka sudah menjadi
orang tua, sehingga ia akan menerapkan hal yang sama kepada anak-anak
mereka karena khawatir bila anak mereka tidak dilindungi dengan
perlindungan yang “ekstra” anak mereka akan terancam keselamatannya.
Pada penelitian ini, peneliti tertarik untuk meneliti tentang intensitas,
trait kepribadian 5 faktor dan kaitannya dengan kecemasan orang tua akan
keselamatan remaja. Fenomena ini menarik untuk diteliti mengingat maraknya
liputan kriminalitas yang tersaji di setiap Televisi, sehingga bisa menimbulkan
kecemasan pada orang tua akan keselamatan putera-puterinya bila berada di
6
Menurut Pervin dan John (1997) kepribadian seseorang sangat
menentukan bagaimana seseorang itu bertingkah laku dalam kehidupan
sehari- hari nya.
Menurut Pervin dan John (2005) trait kepribadian adalah disposisi
dalam diri seseorang yang mengarahkan seseorang untuk berperilaku dalam
situasi yang berbeda. Trait kepribadian atau yang dikenal juga dengan faktor
kepribadian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lima trait besar (the
big 5) yang terdiri dari extraversion, agreeableness, conscientiousness,
emotional stability, dan openness toexperience
(3) Jenis kelamin, biasanya perempuan akan mudah terserang rasa cemas, karena
mereka langsung berhadapan dengan anak mereka dalam pengasuhan, jika
dibandingkan orang tua laki-laki.
(4) Tingkat pendidikan. Orang tua yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi
akan mudah merasa cemas karena mereka banyak menerima informasi dari
sekitar lingkungan mereka, maka secara otomatis mereka akan melindungi
anak mereka dengan perlindungan yang lebih ketat, hal ini berbeda dengan
orang tua yang tingkat pendidikannya rendah, biasanya akan lebih „santai’
dalam menjaga anak-anak mereka.
Dengan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, peneliti tertarik
untuk menguji faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap kecemasan orang
7 1.2 Perumusan dan Batasan Masalah
1.2.1. Perumusan Masalah
Untuk lebih memudahkan penelitian maka dibuat rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah intensitas menonton liputan kriminalitas, tipe kepribadian, jenis
kelamin, dan tingkat pendidikan, berpengaruh signifikan terhadap
kecemasan orang tua akan keselamatan remaja?
2. Faktor manakah yang paling signifikan berpengaruh terhadap kecemasan
orang tua akan keselamatan remaja?
1.3.2. Batasan masalah
Agar penelitian tidak membahas hal-hal yang di luar jangkauan peneliti,
maka dibuat pembatasan masalah sebagai berikut.
1. Kecemasan orang tua ( DV )
Kecemasan yang dimaksud merupakan reaksi psikologis orang tua
terhadap perkiraan adanya bahaya yang dikhawatirkan akan dialami oleh
anak remaja mereka. Rasa cemas adakalanya tampak dalam gejala-gejala
psikis seperti was-was, takut, lemah, terancam khawatir akan terjadi
sesuatu yang tidak menyenagkan, gugup, tegang, perasaan gundah, rasa
tidak aman, lekas terkejut, emosi labil, mudah tersinggung, apatis,
8
bersamaan dan biasanya diikuti dengan naiknya rangsangan pada tubuh
seperti jantung berdebar-debar, keringat dingin.
2. Intensitas menonton liputan kriminalitas ( IV )
Intensitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah frekuensi dan durasi
dalam menonton liputan kriminalitas yang ditayangkan oleh stasiun TV,
seperti buser, sergap, patroli, sidik, dan TKP ( tempat kejadian peristiwa )
dan masih banyak lagi di stasiun Televisi lainnya.
3. Tipe kepribadian ( IV )
Tipe kepribadian adalah tipe kepribadian yang memfokuskan pada
karakter individu dan bagaimana karakter tersebut terorganisasi dalam
sistem. Dalam teori ini individu yang mempunyai ciri-ciri dan karakteristik
yang berbeda. Tipe kepribadian yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan Big Five personality.
4. Jenis kelamin ( IV )
Jenis Kelamin adalah pembedaan gender responden yang dikategorikan
atas; 1. Laki-laki, 2. Perempuan.
5. Tingkat pendidikan ( IV )
Pendidikan Orang tua adalah tingkat pendidikan formal tertinggi yang
diraih bapak/ibu/wali. Pengukuran menggunakan skala nominal.
Dikategorikan sebagai berikut :1. SD 2. SLTP 3. SMU 4. D1/D2/D3 5.
9 1.3 Tujuan dan manfaat penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kecemasan orang tua akan keselamatan remaja. Dengan
demikian hasil dari penelitian ini dapat digunakan dalam memahami sikap orang
tua berkaitan dengan keselamatan remaja mereka.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran
yang bersifat teoritis dan praktis, dalam bidang psikologi.
1. Manfaat teoritis diharapkan dapat memberikan masukan aplikasi teori
psikologi, memperluas wacana psikologi khususnya psikologi sosial dan
psikologi kepribadian.
2. Manfaat secara praktis, diharapkan dapat bermanfaat bagi orang tua dan guru,
khususnya orang tua yang memiliki anak-anak usia remaja agar orang tua
10 1.4 Sistematika Penelitian
Guna memperoleh gambaran yang jelas mengenai isi dan materi yang
tertera dalam penelitian ini, dikemukakan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika
penulisan
BAB 2: KAJIAN TEORI
Bab ini akan dibahas sejumlah teori yang berkaitan dengan masalah
yang akan diteliti secara sistematis, kerangka berpikir dan hipotesis
penelitian.
BAB 3: METODE PENELITIAN
Pembahasan Bab ini meliputi : metode penelitian, jenis penelitian,
populasi dan sampel, instrumen pengumpulan data, prosedur
penelitian, teknik analisis data.
BAB 4: HASIL PENELITIAN
Bab ini menjelaskan gambaran umum responden, analisis dan
interpretasi hasil penelitian yang akan menguraikan hubungan
Intensitas menonton liputan kriminalitas dengan kecemasan orang tua
akan keselamatan remaja.
BAB 5: PENUTUP
11 BAB II
KAJIAN TEORI
Karena variabel terikat yang akan diteliti adalah kecemasan orang tua akan
keselamatan remaja maka pada bab ini terlebih dahulu akan dibahas mengenai
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecemasan orang tua, yang pertama kali
diuraikan dalan bab ini adalah tentang remaja.
2.1 Remaja
2.1.1 Definisi Remaja
Menurut Hurlock, 1991 (dalam Mohammad Ali, 2009) remaja yang dalam
bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescere yang
artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Bangsa primitif dan
orang-orang purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda
dengan periode lain dalam rentang kehidupan. Anak dianggap sudah dewasa
apabila sudah mampu mengadakan reproduksi.
Pandangan tersebut didukung oleh Piaget Hurlock, 1991 (dalam
Mohammad Ali 2009) yang mengatakan sebagai berikut: secara psikologis remaja
adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat
dewasa, suatu usia di mana anak tidak merasa sama, atau paling tidak sejajar.
Memasuki masyarakat dewasa ini mengandung banyak aspek afektif, lebih atau
12
Menurut Santrock (2002), mendefinisikan masa Remaja diartikan sebagai
masa perkembangan transisi emosional. Walaupun situasi budaya dan sejarah
membatasi kemampuan untuk menentukan rentang usia remaja, di Amerika dan
banyak budaya lain sekarang ini masa remaja dimulai kira-kira 10 sampai 13
tahun dan berakhir antara 18-22 tahun.
Kemudian Desmita (2005), remaja dikenal dengan adolescence yang
berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata bendanya adolescentria atau
remaja), yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi
dewasa.
2.1.2 Ciri-ciri Masa Remaja
Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan
periode sebelum dan sesudahnya. Hurlock (1980) menjelaskan ciri-ciri tersebut
yaitu:
a. Masa remaja sebagai periode yang penting.
Ada beberapa periode yang lebih penting daripada periode lainnya, karena
akibatnya yang langsung pada sikap dan perilaku, dan ada lagi yang penting
karena akibat-akibat jangka panjangnya. Ada periode yang penting karena
akibat fisik dan akibat psikologis pada periode remaja kedua-keduanya sama
penting. Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan
13
perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian dan perlunya
pembentuk sikap, nilai dan minat baru.
b. Masa remaja sebagai masa peralihan.
Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat
keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa ini, remaja bukan lagi
seorang anak dan juga bukan orang dewasa. Di lain pihak, status yang tidak
jelas ini juga menguntungkan karena status memberi waktu kepadanya untuk
mencoba gaya hidup yang berbeda yang menentukan pola perilaku, nilai dan
sifat yang paling sesuai dengan dirinya.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan.
Ada lima perubahan remaja yang universal.
Pertama, meningginya emosi, yang intensitasnya bergantung pada tingkat
perubahan fisik dan psikologis yang terjadi.
Kedua, perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok
sosial untuk dipesankan, menimbulkan masalah baru,.
Ketiga, dengan berubahnya minat dan pola perilaku, maka nilai-nilai juga
berubah.
Keempat, sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap
perubahan. Mereka menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka
sering takut bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuan
14
Kelima, sebagian remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan.
Mereka menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi mereka sering takut
bertanggung jawab akan akibatnya.
d. Masa remaja sebagai usia bermasalah.
Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak
laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu, yaitu:
Pertama, sepanjang masa kanak-kanak, masalah kanak-kanak sebagian
diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak
berpengalaman dalam mengatasi masalah.
Kedua, karena para remaja merasa mandiri, mereka ingin mengatasi
masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru-guru.
e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas.
Pada tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap
penting bagi anak laki-laki dan perempuan. Lambat laun mereka mulai
mendambakan identitas diri dan tidak puas dengan menjadi sama dengan
teman-teman dalam segala hal, seperti sebelumnya.
f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan.
Anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapih,
yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak, menyebabkan orang
dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja muda
15
yang normal. Stereotip populer juga mempengaruhi konsep diri dan sikap
remaja terhadap dirinya sendiri.
g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik.
Remaja cenderung memandang dirinya sendiri dan orang lain sebagai mana
yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita.
Cita-cita yang tidak realistik ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga
bagi keluarga dan teman-temannya, menyebabkan meningginya emosi yang
merupakan ciri dari awal masa remaja.
h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa.
Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja
menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk
memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa.
2.1.3 Tugas Perkembangan Remaja
Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meningkatkan
sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan
bersikap dan berperilaku dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja
menurut Havighurst (dalam Agustiani, 2006), adalah:
1. Mencapai relasi yang baru dan lebih matang bergaul dengan teman-teman
sebaya dari kedua jenis kelamin.
2. Mencapai maskulinitas dan femininitas dari peran sosial.
16
4. Mencapai ketidaktergantunggan emosional dari orang tua dan orang
lainnya.
5. Menyiapkan perkawinan dan kehidupan berkeluarga.
6. Mempersiapkan diri untuk karir ekonomi.
7. Menemukan set dari nilai-nilai dan sistem etika sebagai petunjuk dalam
berperilaku mengembangkan ideologi.
8. Mencapai dan diharapkan untuk memilih tingkah laku sosial secara
bertanggung jawab.
Disamping itu, remaja mempunyai tugas dalam perkembangannya, remaja
juga mempunyai kebutuhan-kebutuhan psikis, Havighurst lebih lanjut
menjelaskan sebagai berikut:
1. Kebutuhan akan afeksi, yang berarti kebutuhan akan kasih sayang yang
wajar. Mereka ingin memperoleh perhatian dan kasih sayang terutama
dari orang tua mereka sendiri. Bila hal ini tidak dipenuhi maka mereka
akan mencarinya diluar hubungan dengan orang tua.
2. Kebutuhan akan rasa ikut memiliki dan dimiliki (sense of belongin).
Kebutuhan ini cukup kuat pada diri seseorang, adanya perasaan aman
karena adanya keterikatan pada seseorang atau kelompok dengan adanya
17
3. Kebutuhan akan kemandirian. Kebutuhan ini sudah tampak semenjak
awal dan semakin penting artinya dalam masa remaja. Adanya keinginan
untuk menentukan dan membuat keputusan sendiri. Semua ini adalah
bekal seseorang untuk menjadi orang dewasa dan bertanggung jawab
serta mempunyai kepercayaan diri disamping mengetahui batasannya.
4. Kebutuhan untuk berprestasi atau mencapai sesuatu. Prestasi
menumbuhkan aspek-aspek positif dalam diri seseorang dan mengurangi
aspek-aspek negatif.
5. Kebutuhan akan pengakuan akan kemandiriannya, hal ini dapat
menimbulkan perasaan bahwa ia memperoleh perhatian. Dengan
memperoleh perasaan ini dapat menumbuhkan perasaan bahwa ia
dianggap penting, paling tidak cukup penting sehingga layak
diperhatikan. Dengan demikian ia pun akan dapat menghargai orang lain
dan menganggap orang lain pun penting selain dirinya sendiri.
6. Kebutuhan akan harga diri. Dengan terpenuhinya kebutuhan ini ia pun
akan dapat belajar menghargai orang lain, menghormati orang lain secara
layak sebagai sesama.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut berkaitan satu sama lainnya dan saling
menunjang. Cara bagaimana terpenuhinya kebutuhan-kebutukan tersebut memang
tidak sama pada semua orang dan tidak selalu sesuai dengan harapan atau
sebagaimana diinginkannya. Terpenuhinya atau tidak terpenuhinya
18
maupun tidak seimbang; hal ini akan saling berkaitan dan menunjang serta
mewarnai perilaku seseorang dalam usaha memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
2.1.4 Karakteristik Remaja
Ali & Asrori (2009) dalam bukunya menyebutkan sejumlah sikap yang
menunjukkan karakteristik remaja, yaitu:
1. Kegelisahan
Sesuai dengan perkembangannya remaja mempunyai angan-angan atau
keinginan yang harus diwujudkan di masa depan. Namun sesungguhnya
remaja belum banyak memilliki kemampuan untuk mewujudkan keinginan
tersebut. Remaja sering kali memiliki keinginan atau angan-angan yang jauh
lebih besar dibandingkan dengan kemampuan yang dimilikinya.
Selain itu, di satu pihak mereka ingin mendapatkan banyak pengalaman
untuk menambah pengetahuan, tetapi di pihak lain mereka merasa belum
mampu melakukan berbagai hal dengan baik sehingga tidak berani mengambil
tindakan untuk mengambil pengalaman langsung dari sumbernya.
Tarik-menarik antara angan-anagan yang tinggi dengan kemampuannnya yang
masih belum memadai mengakibatkan mereka diliputi perasaan gelisah.
2. Pertentangan
Sebagai individu yang sedang mencari jati diri, mereka berada pada situasi
psikologis antara ingin melepaskan diri dari orang tua dan perasaan masih
19
adanya perbedaan pendapat antara remaja dan orang tua. Akibatnya
pertentangan yang sering terjadi itu akan menimbulkan kebingungan dalam
diri remaja itu sendiri maupun pada orang lain.
3. Menghayal
Keinginan untuk menjelajah dan bertualang tidak semuanya tersalurkan.
Biasanya hambatannya dari segi keuangan atau biaya. Sebab, menjelajah
lingkungan sekitar yang luas akan membutuhkan biaya yang banyak, padahal
kebanyakan remaja hanya memperoleh uang dari pemberian orang tuanya.
Akibatnya, mereka menghayal, mencari kepuasan, bahkan menyalurkan
khayalannya melalui dunia fantasi. Khayalan remaja putra biasanya berkisar
pada soal prestasi dan jenjang karir, sedangkan remaja putri lebih
menghayalkan romantika hidup. Khayalan ini tidak selamanya bersifat negatif.
Sebab khayalan ini kadang-kadang menghasilkan sesuatu yang bersifat
kostruktif, misalnya timbul ide-ide tertentu yang dapat di realisasikan.
4. Aktifitas Berkelompok
Berbagai macam keinginan para remaja sering kali tidak dapat terpenuhi
karena bermacam-macam kendala dan yang sering terjadi adalah tidak
tersedianya biaya. Adanya bermacam-macam larangan dari orang tua sering
kali melemahkan atau mematahkan semangat para remaja. Kebanyakan remaja
menemukan jalan keluar dari kesulitannya setelah mereka berkumpul dengan
rekan sebaya untuk melakukan kegiatan bersama. Mereka melakukan suatu
kegiatan secara berkelompok sehingga berbagai kendala dapat diatasi
20 2.2 Kecemasan
2.2.1 Definisi Kecemasan
Linda L. Davidov (1991) menjelaskan kecemasan merupakan emosi yang
ditandai oleh perasaan akan bahaya dan diantisipasikan, termasuk juga ketegangan
dan stress yang menghadang dan oleh bangkitnya syaraf simpatetik.
Kemudian Sue, (1986) menjelaskan kecemasan suatu proses yang dimulai
dengan adanya suatu rangsangan eksternal maupun internal sebagai suatu
ancaman atau hal yang membahayakan.
Zakiah Daradjat (1990) kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses
emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan
perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik).
Adapun definisi yang diungkapkan oleh Kartini Kartono (2002) mengenai
kecemasan adalah semacam kegelisahan, kekhawatiran dan ketakutan terhadap
sesuatu yang tidak jelas, yang difus atau baur, dan mempunyai ciri mengazab pada
seseorang. Bila seseorang merasa bahwa kehidupan ini terancam oleh sesuatu
walaupun sesuatu tersebut tidak jelas kebenarannya, maka ia menjadi cemas.
Seseorang juga akan merasa cemas apabila ia khawatir kehilangan seseorang yang
disayangi dan cintai, dan dengan dirinya orang tersebut telah menjalin
ikatan-ikatan emosional yang kuat sekali. Perasaan-perasaan bersalah dan berdosa serta
21
Atkinson (1996) berpendapat bahwa, kecemasan adalah emosi yang tidak
menyenangkan, yang ditandai dengan istilah-istilah seperti kekhawatiran,
keprihatinan, dan rasa takut yang kadang-kadang kita alami dalam tingkat yang
berbeda-beda. Oleh karena itu, segala bentuk situasi yang mengancam
kesejahteraan organisme seperti ancaman fisik, ancaman harga diri, dan tekanan
untuk melakukan sesuatu di luar kemampuan dapat menimbulkan kecemasan.
Berdasarkan beberapa pandangan mengenai teori kecemasan di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa kecemasan adalah perasaan/emosi campuran yang tidak
menyenangkan dan ditandai oleh perasaan akan bahaya, ketakutan, kegelisahan,
kekhawatiran terhadap sesuatu yang tidak jelas, yang terjadi ketika orang sedang
mengalami tekanan perasaan dan dicirikan dengan ketegangan motorik,
hiperaktivitas, pikiran serta harapan yang mencemaskan.
Tipe- tipe Gangguan Kecemasan. Jeffreys dkk (2003), membagi beberapa
ciri dari kecemasan:
Ciri-ciri Behavioral dari Kecemasan
1) Perilaku menghindar
2) Perilaku melekat dan dependen 3) Perilaku terguncang
Ciri-ciri Kognitif dari Kecemasan
1) Khawatir tentang sesuatu
2) Perasaan terganggu akan ketakutan atau aprehensi terhadap sesuatu yang terjadi di masa depan
3) Keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi, tanpa ada penjelasan yang jelas
22
5) Sangat waspada terhadap sensasi ketubuhan
6) Merasa terancam oleh orang atau peristiwa yang normalnya hanya sedikit atau tidak mendapat perhatian
7) Ketakutan akan kehilangan kontrol
8) Ketakutan akan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah 9) Berpikir bahwa dunia mengalami keruntuhan
10)Berpikir bahwa semuanya tidak lagi bisa dikendalikan
11)Berpikir bahwa semuanya terasa sangat membingungkan tanpa bisa diatasi 12)Khawatir terhadap hal-hal sepele
13)Berpikir tentang hal mengganggu yang sama secara berulang-ulang
14)Berpikir bahwa harus bisa kabur dari keramaian, kalau tidak pasti akan pingsan
15)Pikiran terasa bercampur aduk atau kebingungan
16)Tidak mampu menghilangkan pikiran-pikiran terganggu
17)Berpikir akan segera mati, meskipun dokter tidak menemukan sesuatu yang salah secara medis
18)Khawatir akan ditinggal sendirian
19)Sulit berkonsentrasi atau memfokuskan pikiran
Ciri-ciri Fisik dari Kecemasan
1) Kegelisahan, kegugupan
2) Tangan atau anggota tubuh yang bergetar,
3) Sensasi dari pita ketat yang mengikat disekitar dahi 4) Kekencangan pada pori-pori kulit perut atau dada 5) Banyak berkeringan
6) Telapak tangan yang berkeringat 7) Pening atau pingsan
8) Mulut atau kerongkongan terasa kering 9) Sulit berbicara
10)Sulit bernafas 11)Bernafas pendek
12)Jantung yang berdebar keras atau berdetak kencang 13)Suara yang bergetar
14)Jari-jari atau anggota tubuh yang menjadi dingin 15)Pusing
16)Merasa lemas atau mati rasa 17)Sulit menelan
18)Kerongkongan terasa tersekat 19)Leher atau punggung terasa kaku 20)Sensasi seperti tercekik atau tertahan 21)Tangan yang dingin dan lembab
22)Terdapat gangguan sakit perut atau mual 23)Panas dingin
23
25)Wajah terasa memerah 26)Diare
27)Merasa sensitif atau “mudah marah”
2.2.2 Proses Terjadinya Kecemasan
Kecemasan pada individu dapat terjadi melalui suatu proses atau
rangkaian yang dimulai dengan adanya suatu rangsangan eksternal maupun
internal, sampai suatu keadaan yang dianggap sebagai ancaman atau
membahayakan. Spielberger, 1972 (dalam Astuti, 2002) menyebutkan ada lima
proses terjadinya kecemasan pada individu, yaitu:
1 Evaluated Situation; adanya situasi yang mengancam secara kognitif sehingga
ancaman ini dapat menimbulkan kecemasan.
2 Perception of Situation; situasi yang mengancam diberi penilaian oleh
individu, dan biasanya penilaian ini dipengaruhi oleh sikap, kemampuan, dan
pengalaman individu.
3 Anxiety State of Rection; individu menganggap bahwa ada situasi berbahaya,
maka reaksi kecemasannya akan timbul. Kompleksitas respon dikenal sebagai
reaksi kecemasan sesaat yang melibatkan respon fisiologis seperti denyut
jantung dan tekanan darah.
4 Cognitive Reappraisal Follows; individu kemudian menilai kembali situasi
yang mengancam tersebut, untuk itu individu menggunakan pertahanan diri
(defense mechanism) atau dengan cara meningkatkan aktivitas kognisi atau
motoriknya.
5 Coping; individu menggunakan jalan keluar dengan menggunakan defense
24 2.2.3 Simtom – simtom Psikologis
Menurut Blackburn dan Davidson, 1985 (dalam Sutadi 1994) beberapa
definisi menekankan pada simtom-simtom fisiologis, sedangkan yang lain
menekankan pada simtom-simtom psikologis. Secara keseluruhan, kurang ada
kesesuaian pendapat mengenai apakah kedua simtom tersebut harus muncul, atau
sampai pada tingkat apa simtom-simtom ini harus muncul agar dapat diberikan
diagnosis bahwa seseorang memang dalam keadaan kecemasan.
Berikut adalah berbagai fungsi yang dapat dipengaruhi oleh gangguan
kecemasan:
Suasana hati : Mudah marah, perasaan sangat tegang.
Pikiran : Khawatir, sukar berkonsentrasi, pikiran kosong,
membesar-besarkan ancaman, memandang diri sebagai sangat sensitif,
merasa tidak berdaya.
Motivasi : Menghindari situasi, ketergantungan tinggi, ingin melarikan
diri.
Perilaku : Gelisah, gugup, kewaspadaan yang berlebihan
Gejala Biologis : Gerakan otonomis meningkat: misalnya, berkeringat, gemetar,
25 2.2.4 Komponen kecemasan
Menurut David sue (1986), ada empat (4) komponen kecemasan, yaitu:
a. Secara kognitif, dapat bervariasi dari rasa khawatir yang ringan sampai
panik. Biasanya bila terus dikhawatirkan bisa mengalami sulit
berkonsentrasi, sulit mengambil keputusan dan lebih jauh lagi biasa
insomnia ( sulit tidur ).
b. Secara afektif ( perasaan ), individu mudah tersinggung, gelisah atau tidak
tenang, hingga akhirnya memungkinkan terkena depresi.
c. Secara motorik ( gerak tubuh ), seperti gemetar sampai dengan goncangan
tubuh yang berat, sering gugup dan kesulitan dalam berbicara.
d. Secara somatik ( reaksi fisik dan biologis ), dapat berupa gangguan
pernafasan, jantung berdebar, berkeringat, tekanan darah tinggi dan
gangguan pencernaan serta kelemahan badan seperti pingsan.
2.2.5 Teori Kecemasan
State-Trait Anxiety adalah instrumen untuk mengukur kecemasan definitif
pada orang dewasa. STAI yang membedakan secara jelas antara kondisi
sementara “S-Anxiety” dan yang lebih umum dan lama kualitasnya “T-Anxiety”.
Kualitas yang penting dievaluasi oleh skala STAI-Anxiety adalah perasaan
ketakutan, ketegangan, kegelisahan, dan khawatir.
Keadaan kecemasan STAI ini terdapat beberapa hal yaitu: Mengevaluasi
26
mereka mengantisipasi bahwa mereka akan merasa baik dalam situasi tertentu
yang mungkin dihadapi dimasa depan atau dalam berbagai situasi.
Ditemukan indikator sensitif dari perubahan dalam kecemasan yang tak
nyata dialami oleh klien dan pasien dalam konseling, psikoterapi, dan program
modifikasi perilaku.
Menilai tingkat stres yang disebabkan oleh prosedur eksperimental dan
tidak dapat dihindari;stres yang dekat dengan kehidupan seperti pembedahan,
perawatan gigi, wawancara kerja, atau tes sekolah yang penting.
Untuk memeriksa sekolah menengah dan mahasiswa dan merekrut militer
untuk masalah kecemasan, dan untuk mengevaluasi segera dan hasil jangka
panjang psikoterapi, konseling, modifikasi perilaku.
Terbukti berguna untuk mengidentifikasi orang-orang neurotik dengan
kecemasan tingkat tinggi dan untuk memilih mata pelajaran.
State-Trait Anxiety dalam hal-hal tertentu dibedakan menjadi energi
kinetik dan energi potensial. S-Anxiety, seperti energi kinetik, mengacu pada
reaksi atau proses yang terjadi secara jelas pada waktu dan tingkat intensitas
tertentu. T-Anxiety, yaitu energi potensial, mengacu pada perbedaan individu
dalam bereaksi.
Energi potensial mengacu pada perbedaan dalam jumlah energi kinetik
yang berhubungan dengan objek fisik tertentu, yang dapat dirilis jika dipicu oleh
27
disposisi untuk merespon situasi yang menekan dengan berbagai jumlah
S-Anxiety. Orang-orang yang berbeda di T-Anxiety akan menunjukkan perbedaan
yang sesuai dalam S-Anxiety tergantung pada sejauh mana mereka
masing-masing merasakan situasi tertentu secara psikologis berbahaya atau mengancam,
dan ini sangat dipengaruhi oleh masing-masing pengalaman individu dimasa lalu.
(Spielberger, 1972 dalam Clerq, 1994).
Teori ini membedakan kecemasan sebagai State dan Trait. Spielberger
1966 (dalam Slameto 2003) membedakan kecemasan atas dua bagian; kecemasan
sebagai suatu sifat (trait anxiety), yaitu kecenderungan pada diri seseorang untuk
merasa terancam oleh sejumlah kondisi yang sebenarnya tidak berbahaya, dan
kecemasan sebagai suatu keadaan (state anxiety), yaitu suatu keadaan atau kondisi
emosional sementara pada diri seseorang yang ditandai dengan perasaan tegang
dan kekhawatiran yang dihayati secara sadar serta bersifat subyektif, dan
meningginya aktivitas sistem syaraf otonom.
Kecemasan sebagai State (kondisi/kecemasan sesaat) adalah keadaan
emosional transitory (sementara) yang ditandai oleh perasaan tegang dan gelisah
yang subyektif. Kondisi semacam itu bervariasi intensitasnya dan berubah dari
waktu ke waktu. Sedangkan kecemasan yang berbentuk Trait (kecemasan dasar)
adalah kecenderungan kecemasan yang stabil untuk menanggapi situasi yang
dipersepsikan sebagai ancaman, bersama-sama dengan meningkatnya intensitas
28
Pada kesempatan lain, kecemasan digambarkan sebagai state anxiety atau
trait anxiety. Cattell & Scheier, 1961 (dalam Clerq, 1994) State anxiety adalah
reaksi emosi sementara yang timbul pada situasi tertentu, yang dirasakan sebagai
suatu ancaman. State anxiety beragam dalam hal intensitas dan waktu. Keadaan
ini ditentukan oleh perasaan ketegangan yang subjektif. Trait anxiety menunjuk
pada ciri atau sifat seseorang yang cukup stabil yang mengarahkan seseorang
untuk menginterpretasikan suatu keadaan sebagai ancaman yang disebut dengan
anxiety proneness (kecendrungan akan kecemasan). Orang tersebut cenderung
untuk menanggapi dengan reaksi kecemasan. Trait anxiety dilihat sebagai bentuk
kecemasan kronis.
Spielberger, (1983) mengatakan bahwa terdapat situasi yang tidak
signifikan antara T-Anxiety dan S-Anxiety. Situasi tersebut adalah situasi yang
melibatkan bahaya fisik, seperti misalnya kejutan listrik atau pembedahan. Namun
disamping kondisi-kondisi tersebut, memang secara umum orang dengan
T-Anxiety yang tinggi memperlihatkan signifikansi yang seiring dengan munculnya
tingkat S-Anxiety. (Primusanto, 2000).
Skala S-Anxiety dipergunakan untuk mengetahui tingkat S-Anxiety yang
timbul sebagai akibat dari prosedur eksperimental tertentu dan juga stressor dalam
kehidupan sehari-hari, seperti pembedahan, perawatan gigi, wawancara pekerjaan
dan tes-tes sekolah (Spielberger, 1983 dalam Primusanto).
Seseorang yang Trait Anxiety-nya tinggi lebih mudah diserang stress dan
29
mengalami trait anxiety meninggi, akan cenderung melihat dunia itu berbahaya
atau mengancam, pengalaman state anxiety mereka bereaksi lebih sering, dengan
intensitas yang tinggi dibandingkan dengan orang yang trait anxietynya rendah.
State anxiety adalah situasi emosional yang diidentifikasi dalam konsep
dasar kecemasan sebagai proses multikomponen; Trait anxiety hanya
menggambarkan seseorang berbeda dalam kecenderungan kecemasan.
2.3 Intensitas menonton kriminalitas 2.3.1. Intensitas menonton
Sudarsono, ( 1993 ) intensitas adalah aspek kuantitatif atau kualitas suatu
tingkah laku, jumlah intensitas energi fisik yang diperlukan untuk menaikkan
rangsangan salah satu indera.
Sedangkan menurut Kartono dan Gulo (2003) intensitas berasal dari kata
intensity yang berarti besar atau kekuatan suatu tingkah laku. Jumlah energi fisik
yang digunakan untuk merangsang salah satu indera; ukuran fisik dari energi atau
data indera.
Dari beberapa definisi intensitas dapat disimpulkan bahwa intensitas
adalah suatu ukuran kuantitatif dari suatu penginderaan, untuk mengukur ukuran
30 2.3.2. Kriminalitas
Abdul Wahid, (2004) menjelaskan kriminalitas atau kejahatan dalam
bahasa Inggris “crime” dan dalam bahasa Belanda “misdaad” berarti kelakuan
atau perilaku kriminal, atau perbuatan kriminal. Secara etimologi kriminalitas atau
kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral
kemanusiaan, merugikan masyarakat dan sifatnya melanggar hukum serta
undang-undang pidana.
Menurut Van Bemmelen, 1992 (dalam Wahid dkk, 2004) kejahatan adalah
tiap kelakuan yang tidak bersifat susila dan merugikan, yang menimbulkan begitu
banyak ketidak tenangan dalam suatu mayarakat tertentu, sehingga masyarakat itu
berhak untuk mencelanya dan menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam
bentuk penderitaan dengan sengaja diberikan karena kelakuan tersebut.
Menurut Gerson W. Bawengan, 1983 (dalam buku Wahid dkk, 2004) ada
tiga pengertian kejahatan menurut penggunaannya masing-masing, yaitu:
1. Pengertian secara praktis.
Kejahatan dalam pengertian ini adalah suatu pengertian yang merupakan
pelanggaran atas norma-norma keagamaan, kebiasaan, kesusilaan, dan norma
yang berasal dari adat istiadat yanng mendapat reaksi baik berupa hukuman
31
2. Pengertian secara religius
Kejahatan dalam arti religius ini mengidentikan arti kejahatan dengan dosa,
dan setiap dosa terancam dengan hukuman api neraka terhadap jiwa yang
berdosa.
3. Pengertian secara yuridis
Kejahatan dalam arti yuridis disini, dapat dilihat misalnya di dalam Kitab
Undang-undang Hukum Pidana adalah setiap perbuatan yang bertentangan
dengan pasal-pasal dari Buku Kedua, itulah yang disebut kejahatan. Selain
dalam KUHP, dapat dijumpai hukum pidana khusus, hukum pidana militer,
fiskal, ekonomi atau pada ketentuan lain yang menyebut suatu perbuatan
sebagai kejahatan.
Mengenai pengertian kejahatan, Kartini Kartono (2003) mengemukakan
bahwa secara yuridis formal, kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang
bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat,
a-sosial sifatnya dan melanggar hukum serta undang-undang pidana. Crime atau
kejahatan adalah tingkah laku yang melanggar hukum dan melanggar
norma-norma sosial, sehingga masyarakat menentangnya.
Di dalam perumusan pasal-pasal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) jelas tercantum: “Kejahatan adalah semua bentuk perbuatan yang
memenuhi perumusan ketentuan-ketentuan KUHP”. Misalnya pembunuhan
adalah perbuatan yang memenuhi perumusan pasal 338 KUHP, mencuri
32
memenuhi pasal 351 KUHP. Tingkah laku manusia yang jahat, immoril dan
anti-sosial itu banyak menimbulkan reaksi kejengkelan dan kemarahan di
kalangan masyarakat, dan jelas sangat merugikan khalayak umum. Karena itu
kejahatan tersebut haruslah diberantas, atau tidak boleh dibiarkan
berkembang, demi ketertiban, keamanan, dan keselamatan masyarakat Kartini
Kartono (2003).
a. Kejahatan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana untuk Indonesia
ialah:
1) Kejahatan melanggar keamanan negara, misalnya menghilangkan nyawa
pimpinan negara, makar, dan lain-lain.
2) Kejahatan melanggar martabat raja dan martabat gubernur jenderal.
3) Kejahatan melawan negara yang bersahabat dan melanggar kepala dan
wakil negara yang bersahabat dan lain-lain.
4) Kejahatan melanggar ketertiban umum
5) Kejahatan sumpah palsu dan keterangan palsu
6) Kejahatan terhadap nyawa orang
7) Kejahatan penganiayaan
8) Kejahatan pencurian
9) Kejahatan pemalsuan mata uang dan uang kertas negeri serta uang kertas
bank, dan lain-lain.
b. Penjelmaan atau bentuk dan jenis kejahatan itu dapat dalam beberapa
33
1) Rampok dan gangsterisme, yang sering melakukan operasi-operasinya
bersama-sama dengan organisasi-organisasi legal.
2) Penipuan-penipuan: permainan-permainan penipuan dalam bentuk judi
dan perantara-perantara pemerasan (blackmailing), ancaman untuk
mempublisir skandal dan perbuatan manipulatif.
3) Pencurian dan pelanggaran; perbuatan kekerasan, perkosaan, pembegalan,
penjambretan atau pencopetan, perampokan; pelanggaran lalu lintas,
ekonomi, pajak, bea cukai dan lain-lain.
c. Menurut cara kejahatan dilakukan, bisa dikelompokkan dalam:
1) Menggunakan alat-alat bantu: senjata, senapan, bahan-bahan kimia dan
racun, instrumen kedokteran, alat pemukul, alat jerat dan lain-lain.
2) Tanpa menggunakan alat bantu, hanya dengan kekuatan fisik belaka,
bujuk rayu, dan tipu daya.
3) Residivis, yaitu penjahat yang berulang-ulang keluar masuk penjara.
4) Penjahat-penjahat berdarah dingin, yang melakukan tindak durjana dengan
pertimbangan-pertimbangan dan persiapan yang matang.
5) Penjahat kesempatan atau situasional, yang melakukan kejahatan dengan
menggunakan kesempatan-kesempatan kebetulan.
6) Penjahat karena dorongan impuls-impuls yang timbul seketika. Misalnya
berupa “perbuatan kortsluiting”, yang lepas dari pertimbangan akal, dan
lolos dari tapisan hati nurani.
7) Penjahat kebetulan, misalnya karena lupa diri, tidak disengaja, lalai,
34
d. Menurut objek hukum yang diserangnya, kejahatan terbagi dalam:
1) Kejahatan ekonomi: fraude, penggelapan, penyelundupan, perdagangan
barang-barang terlarang (bahan narkotik, buku-buku dan bacaan
pornografi, minuman, keras, dan lain-lain) penyogokan dan penyuapan
untuk mendapatkan monopoli-monopoli tertentu, dan lain-lain.
2) Kejahatan politik dan pertahanan-keamanan, pelanggaran ketertiban
umum, pengkhianatan, penjualan rahasia-rahasia negara pada agen-agen
asing, berfungsi sebagai agen-agen subversi, pengacauan, kejahatan,
terhadap martabat pemimpin-pemimpin negara, kolaborasi dengan musuh,
dan lain-lain.
3) Kejahatan kesusilaan: pelanggaran seks, perkosaan dan fitnah.
4) Kejahatan terhadap jiwa orang dan harta benda Kartini Kartono (2003).
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis menarik kesimpulan
bahwa kriminalitas atau kejahatan adalah segala bentuk perbuatan yang melanggar
undang-undang serta norma kesusilaan dengan cara apapun yang berakibat
merugikan baik secara individu, ekonomi dan politik suatu tatanan masyarakat
sehingga berakhir pada menebarnya kegelisahan dan hilangnya keseimbangan,
ketentraman dan ketertiban masyarakat. Liputan kriminalitas seperti
dikemukakan ditayangkan oleh beberapa stasiun Televisi, dalam acara buser,
35 2.4 Tipe Kepribadian
2.4.1. Definisi Kepribadian
Secara etimologis, istilah personality atau kepribadian, asal mulanya
berasal dari kata latin “per” dan “sonare”, yang berkembang menjadi kata
”persona” yang berarti ”topeng”. Pada zaman romawi dulu, aktor drama
menggunakan topeng itu untuk menyembunyikan identitas dirinya agar dia tampil
membawa peran-peran karakter jahat sekalipun sesuai dengan tuntutan permainan
dalam drama. Berasal dari teknik drama lalu berkembang menjadi istilah
personality .
Kata personality tersebut diartikan ”apa” yang terlihat pada diri seseorang
(pemakai topeng), bukan apa yang ada dalam diri pribadi orang yang memakai
topeng (Sujanto dkk, 1991).
Menurut Agus Sujanto, dkk (1991) kepribadian adalah suatu totalitas
psikhophisis yang kompleks dari individu, sehingga nampak di dalam tingkah
lakunya yang unik. Istilah psikhophisis, menunjukkan bahwa kepribadian
bukanlah semata-mata mental dan bukan neural, melainkan bersatunya badan dan
jiwa sehingga menjadi kesatuan pribadi.
Sedangkan definisi kepribadian menurut Allport (1937) adalah organisasi
atau susunan yang dinamis dari sistem psikofisik dalam diri individu yang
menentukan penyesuaian dirinya yang unik (khas) terhadap lingkungannya
36
Dan menurut Pervin dan John (1997) kepribadian seseorang sangat
menentukan bagaimana seseorang itu bertingkah laku dalam kehidupan
sehari-harinya.
Menurut Larsen & Buss kepribadian merupakan sekumpulan trait
psikologis dan mekanisme didalam individu yang diorganisasikan, relatif bertahan
yang mempengaruhi interaksi dan adaptasi individu didalam lingkungan (meliputi
lingkungan intrafisik, fisik dan lingkungan sosial) (Mastuti, 2005).
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepribadian
menurut peneliti adalah sebuah karakteristik didalam diri individu yang relatif
menetap, bertahan, yang mempengaruhi penyesuaian diri individu terhadap
lingkungan.
Secara khusus faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya kepribadian
ada dua yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan (Mastuti, 2005). Faktor genetik
mempunyai peranan penting didalam menentukan kepribadian khususnya yang
terkait dengan aspek yang unik dari individu . Pendekatan ini berargumen bahwa
keturunan memainkan suatu bagian yang penting dalam menentukan kepribadian
seseorang (Mastuti, 2005).
Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang membuat seseorang sama
dengan orang lain karena berbagai pengalaman yang dialaminya. Faktor
lingkungan terdiri dari faktor budaya, kelas social, keluarga, teman sebaya,
situasi. Diantara faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap
37
Masing-masing budaya mempunyai aturan dan pola sangsi sendiri dari perilaku
yang dipelajari, ritual dan kepercayaan. Hal ini berarti masing-masing anggota
dari suatu budaya akan mempunyai karakteristik kepribadian tertentu yang umum
(Mastuti, 2005).
Faktor kelas sosial membantu menentukan status individu, peran yang
mereka mainkan, tugas yang diembannyadan hak istimewa yang dimiliki. Faktor
ini mempengaruhi bagaimana individu melihat dirinya dan bagaimana mereka
mempersepsi anggota dari kelas sosial lain (Pervin & John, 2005).
Faktor lingkungan yang paling penting adalah pengaruh keluarga (Pervin
& John, 2005). Orang tua yang hangat dan penyayang atau yang kasar dan
menolak, akan mempengaruhi perkembangan kepribadian pada anak. Menurut
(Pervin & John, 2005) lingkungan teman mempunyai pengaruh dalam
perkembangan kepribadian. Situasi mempengaruh dampak keturunan dan
lingkungan terhadap kepribadian.
3.4.2. Pendekatan Trait dalam Kepribadian
Ada beberapa pendekatan yang dikemukakan oleh para ahli untuk
memahami kepribadian. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah teori trait.
Teori trait merupakan sebuah model untuk mengidentifikasi trait-trait dasar yang
diperlukan untuk menggambarkan suatu kepribadian. Trait didefinisikan sebagai
suatu dimensi yang menetap dari karakteristik kepribadian, hal tersebut yang
38
Selama beberapa tahun debat diantara para tokoh-tokoh teori trait
mengenai jumlah serta sifat dimensi trait yang dibutuhkan dalam menggambarkan
kepribadian. Sampai pada tahun 1980-an setelah ditemukan metode yang lebih
canggih dan berkualitas, khususnya analisa faktor, mulailah ada suatu konsensus
tentang jumlah trait. Saat ini para peneliti khususnya generasi muda menyetujui
teori trait yang mengelompokkan trait menjadi lima besar, dengan dimensi bipolar
(Pervin & John, 2005) yang disebut Big Five.
Secara modern bentuk dari taksonomi big five, diukur dengan dua
pendekatan utama. Cara pertama dengan berdasar pada self rating pada trait kata
sifat tunggal, seperti talkactive, warm, moody, dsb. Pendekatan lain dengan self
rating pada item-item kalimat, seperti hidupku seperti langkah yang cepat (Larsen
& Buss, 2005).
Lewis R. Goldberg telah melakukan penelitian secara sistematik dengan
menggunakan trait kata sifat tunggal. Taksonomi Goldberg telah diuji dengan
menggunakan analisa faktor, yang hasilnya sama dengan struktur yang ditemukan
oleh Norman tahun 1963. Menurut Goldberg ( Larsen & Buss, 2005 ) big five
terdiri dari:
a. Surgency atau extraversion: banyak bicara, terbuka, asertif, bergerak maju.
Lawannya adalah malu, diam, tertutup, segan, tidak banyak bicara
b. Agreeableness: simpati, baik hati, hangat, pengertian, tulus. Lawannya adalah
39
c. Conscientiousness: teratur. Rapi, tertib, praktis, cepat, tepat waktu. Lawannya
adalah tidak teratur, tidak tertib, ceroboh, tidak praktis, cengeng.
d. Emotional Stability : tenang, santai, stabil. Lawannya adalah tidak kreatif,
tidak imaginative, tidak pintar.
e. Intellec atau Imagination : kreatif, imaginative, pintar. Lawannya adalah tidak
kreatif, tdak imaginative, tidak pintar.
Sementara itu, pengukuran big five yang menggunakan trait kata tunggal
sebagai sebuah item, dikembangkan oleh Paul T.Costa dan Robert R. Mc Crae.
Alat yang digunakan untuk mengukur ini dinamakan NEO-PI-R (Larsen & Buss,
2005). Kelima trait dikenali dengan model kepribadian lima faktor yaitu
Openness, Conscientiousness, Extraversion, Agreeableness dan Neuroticism yang
disingkat OCEAN (Pervin, 2005).
Faktor-faktor didalam bigfive menurut Costa & Mc Crae (dalam Costa & Widiger, 2002) meliputi:
1) Neuroticism
Dimensi ini menilai kestabilan dan ketidakstabilan emosi. Mengidentifikasi
kecenderungan individu apakah mudah mengalami stres, mempunyai ide-ide
yang tidak realistis, mempunyai coping response yang maladaptive. Secara
emosional mereka labil, dimensi ini menampung kemampuan seseorang untuk
menahan setres. Orang dengan kemampuan emosional positif cenderung
40
neuroticism tingggi cenderung tertekan, gelisah, mudah mengalami
kecemasan dan merasa tidak aman (dalam Costa & Widiger, 2002).
2) Extraversion
Faktor ini merupakan dimensi yang penting dalam kepribadian, dimana
extraversion ini dapat memprediksi banyak tingkah laku sosial. Menurut
penelitian, seseorang yang memiliki faktor extraversion yang tinggi, akan
mengingat semua interaksi sosial, berinteraksi dengan lebih banyak orang
dibandingkan dengan seseorang dengan tingkat extraversion yang rendah.
Menilai kuantitas dan interaksi interpersonal, level aktivitasnya, kebutuhan
untuk didukung, kemampuan untuk berbahagia. Dimensi ini menunjukkan
tingkat kesenagan seseorang akan hubungan. Kaum ekstravert (ekstravensinya
tinggi) cenderung ramah dan terbuka serta menghabiskan banyak waktu untuk
mempertahankan dan menikmati sejumlah besar hubungan. Sementara kaum
introvert (ekstraversion rendah) cenderung tidak sepenuhnya terbuka dan
memiliki hubungan yang lebih sedikit dan tidak seperti kebanyakan orang
lain, mereka lebih senag dengan kesendirian (Costa & Widiger,2002).
3) Openness to Experience
Openness mengacu pada bagaimana seseorang bersedia melakukan
penyesuaian pada suatu ide atau situasi yang baru. Menilai usahanya secara
proaktif dan penghargaannya terhadap pengalaman demi kepentingannnya
sendiri. Menilai bagaimana ia menggali sesuatu yang baru dan tidak biasa.
41
Openness tinggi cenderung terpesona oleh hal baru dan inovasi. Ia menjadi
imajinatif, benar-benar sensitif dan intelek. Sementara orang dengan tingkat
Openness yang rendah, ia nampak lebih konvensional, pemikiran sempit dan
menemuka kesenagan dalam keakraban (Costa & Widiger, 2002).
4) Agreeableness
Agreeableness dapat disebut juga mudah beradaptasi dengan lingkungan
sosial yang mengindikasikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian
yang selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecendrungan untuk
mengikuti orang lain. Menilai kualitas orientasi individu dengan kontinum
mulai dari lemah lembut sampai antagonis didalam berpikir, perasan dan
perilaku dimensi ini merujuk kepada kecenderungan seseorang untuk tunduk
kepada orang lain. Orang yang sangat mampu bersepakat jauh lebih
menghargai harmoni daripada ucapan atau cara mereka. Mereka tergolong
orang yang kooperatif dan percaya pada orang lain. Orang yang menilai
rendah kemampuan untuk bersepakat memusatkan perhatian lebih pada
kebutuhan mereka sendiri ketimbang kebutuhan orang lain (Costa & Widiger,
2002).
5) Conscientiousness
Menilai kemampuan individu didalam organisasi. Baik mengenai ketekunan
dan motivasi dalam mencapai tujuan sebagai perilaku langsungnya. Sebagai
lawannya menilai apakah individu tersebut tergantung, malas dan tidak rapi.