• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan hidrolisat tandan kosong kelapa sawit (TKKS) untuk produksi etanol dengan Pichia stipitis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan hidrolisat tandan kosong kelapa sawit (TKKS) untuk produksi etanol dengan Pichia stipitis"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN HIDROLISAT TANDAN KOSONG KELAPA

SAWIT (TKKS) UNTUK PRODUKSI ETANOL

DENGAN Pichia stipitis

DEDE ROPIAH

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

PEMANFAATAN HIDROLISAT TANDAN KOSONG KELAPA

SAWIT (TKKS) UNTUK PRODUKSI ETANOL

DENGAN Pichia stipitis

DEDE ROPIAH

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

PEMANFAATAN HIDROLISAT TANDAN KOSONG KELAPA

SAWIT (TKKS) UNTUK PRODUKSI ETANOL

DENGAN Pichia stipitis

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

DEDE ROPIAH 105096003159

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(4)

PEMANFAATAN HIDROLISAT TANDAN KOSONG KELAPA

SAWIT (TKKS) UNTUK PRODUKSI ETANOL

DENGAN Pichia stipitis

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif HidayatullahJakarta

Oleh :

DEDE ROPIAH 105096003159

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Yanni Sudiyani, M.Agr. Sandra Hermanto, M.Si NIP. 19580526 198 403 2 003 NIP. 19750810 200501 1 005

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kimia

(5)

Skripsi berjudul ”Pemanfaatan Hidrolisat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) Untuk Produksi Etanol Dengan Pichia stipitis” yang ditulis oleh Dede Ropiah, NIM 105096003159 telah diuji dan dinyatakan.”Lulus” dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal “07 April 2010” Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Kimia.

Menyetujui,

Penguji I, Penguji II,

Sri Yadial Chalid, M.Si La Ode Sumarlin, M.Si NIP. 19680313 200312 2 001 NIP. 150 408 693

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Yanni Sudiyani, M.Agr. Sandra Hermanto, M.Si NIP. 19580526 198 403 2 003 NIP. 19750810 200501 1 005

Mengetahui,

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Kimia

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI

SKRIPSI ATAU KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI

ATAU LEMBAGA MANAPUN

Yakarta, April 2010

(7)

ABSTRAK

DEDE ROPIAH. Pemanfaatan Hidrolisat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) untuk Produksi Etanol Dengan Pichia stipitis. Dibawah bimbingan Dr. Yanni Sudiyani, M.Agr. dan Sandra Hermanto, M.Si.

Limbah padat industri kelapa sawit berupa tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang mengandung hemiselulosa belum banyak dimanfaaatkan. Hidrolisis hemiselulosa TKKS menghasilkan hidrolisat sebagai sumber karbon dalam fermentasi etanol. Tujuan penelitian ini adalah untuk memanfaatkan hidrolisat TKKS untuk memproduksi etanol menggunakan Pichia stipitis. Hidrolisat didetoksifikasi dengan penguapan 80% dan 85% (v/v) dan penambahan NaOH 10% (b/v). Fermentasi dilakukan pada pH 5 dan substrat media fermentasi A (3% xilosa tanpa hidrolisat TKKS), media fermentasi B (campuran 2,4% xilosa dan 0,6% hidrolisat TKKS), media fermentasi C (campuran 3% xilosa murni dan 2% glukosa tanpa hidrolisat TKKS), dan media fermentasi D (campuran 2,4% xilosa; 1,6% glukosa; dan 1% hidrolisat TKKS). Untuk memperoleh yield etanol yang tinggi selama proses fermentasi dilakukan optimasi pH pertumbuhan Pichia stipitis dengan metode turbidimetri pada panjang gelombang 600 nm, analisa kadar gula pereduksi sebelum dan sesudah fermentasi (metode Nelson-Somogyi), total karbon dioksida (gravimetri), perubahan pH dan analisa kadar etanol menggunakan kromatografi gas setelah fermentasi. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi etanol tertinggi dihasilkan pada media tanpa hidrolisat TKKS yaitu media C (11,99 g/l) pada jam ke-148, sedangkan pada media yang mengandung hidrolisat TKKS (B dan D) hanya dihasilkan kadar etanol sebesar (7,73 g/l dan 6,15 g/l). Hasil analisis CO2 menunjukkan total CO2 yang dihasilkan pada media

tanpa hidrolisat TKKS yaitu media fermentasi C jauh lebih besar (54,13 mg/ml) jika dibandingkan dengan media fermentasi yang mengandung hidrolisat yaitu media fermentasi B dan D (8,6 mg/ml dan 12,43 mg/ml). Hal ini menunjukan bahwa konversi gula pada media fermentasi B dan D belum cukup optimal untuk menghasilkan yield etanol yang cukup besar.

(8)

ABSTRACT

DEDE ROPIAH. The Utilization of Hidrolysate Palm Oil Empty Fruit Bunch (POEFB) for Ethanol Production by Pichia stipitis. Advisors Dr. Yanni Sudiyani, M.Agr and Sandra Hermanto, M.Si

Palm Oil solid industrial waste as palm oil empty fruit bunch (POEFB) which content of hemicellulose had not been utilization. Hydrolysis of POEFB hemisellulose enriche of hydrolysate as carbon source in fermentation ethanol. This research had been done POEFB hydrolysate to produce ethanol by using Pichia stipitis. Hydrolysate had been detoxified with evaporation volum of hydrolisate (80% and 85% (v/v)) and NaOH 10% (w/v) addition. Fermentation conducted on pH 5 and medium fermentation A (3% pure xilosa without POEFB hidrolysate), B (mixture 2,4% pure xylose and 0,6% POEFB hidrolysate), C (mixture 3% pure xylose and 2% pure glucose without POEFB hidrolysate), and D (mixture 2,4% pure xilosa; 1,6% pure glucose and 1% POEFB hidrolysate). Subtarget high yield of etanol fermentation process conducted by optimation of pH growth Pichia stipitis by methode turbydymetry at wavelength 600nm and analyse of sugar utilization before and after fermentation (methode Nelson-Somogyi), total of carbon dioxide (gravimetry) and analyse ethanol by using gas chromatography after fermentation. The result show that the higher ethanol concentration got from medium without POEFB hydrolysate as medium C (11,99 g/l) was achieved after 148 hours, compared to medium fermentation containing POEB hydrolysate (B and D) was (7,73 g/l and 6,15 g /l). Result of analyse total CO2 at medium without POEFB hydrolysate as medium fermentation C was

higher (54,13 mg/ml) than medium containing POEFB hydrolysate (B dan D) was (8,6 mg/ml and 12,43 mg/ml). It was conducted that sugar conversion from medium of fermentation (B dan D) still not optimum yet to obtain higher yield ethanol.

(9)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Esa lagi Maha Perkasa yang

mengatur hidup dan kehidupan manusia serta makhluk-Nya yang lain. Atas berkat

rahmat dan karunia serta ridho-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Pemanfaatan Hidrolisat Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)

untuk Produksi Etanol Dengan Pichia stipitis” Shalawat serta salam semoga

tetap tercurah kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW, kepada

keluarga dan para sahabatnya serta seluruh muslimin dan muslimat selaku

ummatnya. Amin.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian

Sarjana Sains pada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi,

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bimbingan dan bantuan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terimakasih kepada :

1. Ibu Dr. Yanni Sudiyani, M.Agr., selaku pembimbing I yang berkenan

meluangkan waktu di tengah jadwalnya yang begitu padat, untuk menuntun

dan membimbing penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan serta

pemahaman mengenai skripsi yang penuh dengan tantangan ini.

2. Bapak Sandra Hermanto, M.Si., selaku Pembimbing II yang telah menuntun

(10)

3. Bapak (Endun) dan Ibu (Alm. Rusiti) serta kakak-kakak dan adiku tercinta (aa

Curyo, aa Pudin, aa Abu, aa Komar, Nur) dan juga enam keponakan tercinta

(Opa, Jejen, Fajar, Syifa, Daffa, dan Fikri) yang telah memberikan cinta dan

kasih sayangnya baik secara moril maupun materil dalam pelaksanaan dan

penyusunan skripsi.

4. Ibu Dra. Tami, M.Sc dan Bapak Teuku Beuna Bardan, S.T., selaku peneliti di

P2 Kimia LIPI Serpong yang telah membantu dan memberikan masukan

kepada penulis ketika pelaksanaan penelitian.

5. Seluruh Dosen dan karyawan Program Studi Kimia, terimakasih atas

pengajaran dan ilmunya yang bermanfaat bagi penulis.

6. Analis Laboratorium Bidang Teknologi Lingkungan (Ibu Irni, Ibu Ai, Bapak

Hendris) yang telah membantu penulis selama penelitian.

7. Analis Laboratorium Afiliasi Universitas Indonesia (mas Roy, pa Sunardi, dan

pa Puji) yang telah membantu dan menghibur penulis selama analisa etanol.

8. Susti, Wardah, Rezka, Hilda, Iman, Eli, Tina, dan Lia yang sama-sama

merasakan suka dan duka selama penelitian, serta selalu mendengarkan keluh

kesah dan berbagi ilmu kepada penulis.

9. Sahabat-sahabat terbaikku, Afit, Erna, Mamat, Udin, Andi, Rini, Sutarsih,

Nunung, Sita dan Nurhalimah terimakasih atas semua ketulusan, semangat

dan perhatian yang kalian berikan selama ini. Semoga persahabatan kita selalu

kekal abadi.

10.Bapak Irawan Sugoro, M.Si, yang telah membantu dan memberikan masukkan

kepada penulis dan yang telah menjadi ispirasi penulis dalam mengambil tema

(11)

11.Teman-teman seperjuangan Kimia 2005 yang tidak disebutkan satu persatu,

selama ini telah memberikan dukungan dan perhatiannya serta doa dan

semangatnya kepada penulis. Maju terus pantang mundur!!.

12.Kakak angkatku (dr. Rifki), yang telah memberikan bantuan baik moril

maupun materil semoga kebaikanmu di balas Allah SWT.

13.Mahasiswa S-2 Teknik Kimia Univesitas Indonesia (Goza), yang telah

menolong penulis ketika terakhir analisa. Sukses ya mas tesisnya!!!.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi

pembaca umumnya. Dengan segenap kerendahan hati penulis menyadari bahwa

skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran dan kritik yang konstruktif dari

pembaca sangat penulis harapkan.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, April 2010

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar belakang... 1

1.2. Rumusan masalah ... 2

1.3. Tujuan penelitian... 3

1.4. Manfaat penelitian... 3

1.5. BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 4

2.1. Morfologi kelapa sawit... 4

2.1.1. Komponen kimia tandan kosong kelapa sawit (TKKS) ... 6

2.1.1.1. Selulosa ... 8

2.1.1.2. Hemiselulosa... 9

2.1.1.3. Lignin ... 10

2.1.2. Hidrolisis hemiselulosa TKKS... 11

2.2. Pichia stipitis... 13

2.3. Fermentasi etanol ... 16

(13)

2.5. Spektrofotometer UV-Visible... 23

2.5.1. Prinsip dasar spektrofotometer UV-Vis ... 23

2.5.2. Sistem instrumentasi spektrofotometer UV-Vis ... 25

2.5.3. Analisa gula pereduksi metode Nelson-Somogyi ... 26

2.6. Kromatografi gas... 27

2.6.1. Prinsip dasar kromatografi gas... 27

2.6.2. Instrumentasi kromatografi gas... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 30

3.1. Tempat dan waktu penelitian... 30

3.2. Bahan dan alat... 30

3.2.1. Bahan-bahan... 30

3.2.2. Alat-alat... 31

3.3. Desain Penelitian... 32

3.4. Cara Kerja... 33

3.4.1. Pembuatan kurva tumbuh Pichia stipitis... 33

3.4.1.1. Penyiapan kultur murni Pichia stipitis... 33

3.4.1.2. Peremajaan Pichia stipitis pada media agar miring YPMX.. 33

3.4.1.3. Penanaman Pichia stipitis pada media cair YPMX... 34

3.4.1.4. Penentuan kurva tumbuh Pichia stipitis ... 34

3.4.2. Detoksifikasi penguapan dan penambahan alkali pada hidrolisat TKKS ... 35

3.4.3. Fermentasi oleh Pichia stipitis ... 36

3.4.3.1. Persiapan starter inokulum Pichia stipitis... 36

(14)

3.4.4. Prosedur Analisis ... 38

3.4.4.1. Pengukuran konsentrasi gas CO2... 38

3.4.4.2. Pengukuran kadar gula pereduksi (metode Nelson-Somogyi) 38 3.4.4.3. Pengukuran konsentrasi etanol ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 42

4.1. pH optimum pertumbuhan Pichia stipitis dalam media cair YPMX .. 42

4.2. Pengaruh detoksifikasi penguapan dan penambahan alkali terhadap kadar gula pereduksi... 43

4.3. Konversi gula pereduksi, kadar etanol dan yield etanol hasil fermentasi 49 4.4. Kadar gas CO2 yang dihasilkan... 56

4.5. Perubahan pH yang terjadi selama proses fermentasi... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 62

5.1. Kesimpulan ... 62

5.2. Saran... 62

DAFTAR PUSTAKA... 64

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Data komposisi kimia TKKS .. ... 7

Tabel 2. Sifat fisik xilosa... 12

Tabel 3. Sifat fisik etanol ... 20

Tabel 4. Kebutuhan etanol nasional... 21

Tabel 5. Kondisi alat kromatografi ... 40

Tabel 6. Kadar furfural (g/l) pada hidrolisat TKKS sebelum dan setelah diuapkan.... ... 46

Tabel 7. Pengaruh detoksifikasi penguapan dan penambahan alkali terhadap kadar gula pereduksi... 48

Tabel 8. Konversi gula pereduksi (%), kadar etanol (g/l) dan kadar yield etanol (%) selama proses fermentasi... 52

Tabel 9. Konversi optimum substrat oleh Pichia stipitis menjadi etanol... 55

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 11. Hubungan antara konsentrasi dengan %T dan A... 25

Gambar 12. Skema spektrofotometer ... 26

Gambar 13. Skema peralatan kromatografi gas... 29

Gambar 14. Desain penelitian ... 33

Gambar 15. Grafik peningkatan Optical Density (O) Pichia stipitis dalam media cair YPMX... 42 fermentasi B (2,4% xilosa dan 0,6% hidrolisat TKKS) selama proses fermentasi... ... 50

(17)

Gambar 19. Grafik kadar gula pereduksi dan etanol pada media fermentasi C (3% xilosa, 2% glukosa, dan 0% hidrolisat TKKS) selama

proses fermentasi... 51

Gambar 20. Grafik kadar gula pereduksi dan etanol pada media fermentasi D(2,4% xilosa; 1,6% glukosa dan 1% hidrolisat TKKS) selama proses fermentasi... 51

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Kurva standar gula pereduksi. ... 69

Lampiran 2. Kurva standar etanol... 70

Lampiran 3. Pembuatan Kurva tumbuh Pichia stipitis... 71

Lampiran 4. Pengaruh penguapan dan penambahan alkali terhadap kadar gula pereduksi... 72

Lampiran 5. Kadar gula pereduksi pada media fermentasi A, B, C, dan D selama proses fermentasi... 73

Lampiran 6. Perubahan pH pada media fermentasi A, B, C, dan D selama proses fermentasi. ... 75

Lampiran 7. Kadar gas CO2. pada media fermentasi A, B, C, dan D selama proses fermentasi……….. 76

Lampiran 8. Kadar etanol pada media fermentasi A, B, C, dan D selama proses fermentasi……….. 78

Lampiran 9. Kadar yield etanol (%) pada media fermentasi A, B, C, dan D selama proses fermentasi... 80

Lampiran 10. Konversi optimum gula pereduksi (%)... 82

Lampiran 11. Kromatogram hasil analisis kromatografi gas... 83

Lampiran 12. Pembuatan reagen kimia... 94

Lampiran 13. Diagram alir pembuatan kurva tumbuh Pichia stipitis... 96

Lampiran 14. Foto-foto penelitian... 97

Lampiran 15 Surat keterangan penelitian... 100

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang mengalami krisis

energi, sebagai akibat ketergantungan bahan bakar fosil. Sementara

pengembangan bioenergi sebagai bahan pengganti alternatif masih kurang

mendapatkan perhatian, sehingga pemerintah mentargetkan kebijakan energi

nasional (National Energy Policy) (Jenie, 2007).

Solusi untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil adalah

dengan melakukan diversifikasi energi. Diversifikasi energi dilakukan dengan

cara mengembangkan sumber energi baru dan mencari sumber bahan baku yang

ketersediannya lebih terjamin yaitu sumber daya yang mampu diperbaharui

(renewable resources) dan berkesinambungan (suistanable resources). Salah satu

sumber daya tersebut adalah bioetanol yaitu senyawa biofuel hasil fermentasi

(Hermawan dan Sudiyani, 2009). Bioetanol dapat mengurangi emisi gas karbon

dioksida yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil. Gas karbon dioksida

yang dihasilkan akan diserap lagi pada saat fotosintesis produksi biomassa. Selain

itu diharapkan mampu menjadi solusi untuk mengurangi masalah-masalah

lingkungan, seperti hujan asam, dan pemanasan global (Iksan, et al., 2009).

Salah satu limbah pertanian di Indonesia yang belum banyak dimanfaatkan

adalah limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS). TKKS merupakan limbah

industri Crude Palm Oil (CPO) yang cukup melimpah. Namun sampai saat ini

(20)

cukup tinggi yaitu selulosa (41-46,5%), hemiselulosa (25,3-33,8 %), dan lignin

(27,6-32,5%) (Sudiyani, 2006).

Hidrolisis hemiselulosa TKKS akan menghasilkan hidrolisat yang kaya

akan gula pentosa (Susanto dan Achmad, 2003). Salah satu mikroba yang mampu

mengkonversi gula pentosa menjadi etanol adalah Pichia stipitis (Rouhollah, et

al., 2007).

Berdasarkan penelitian Susanto dan Achmad (2003) kurva tumbuh Pichia

stipitis optimum pada media cair Yeast extract, Pepton, Malt extract, dan Xilosa

(YPMX) pH 4,5 dengan konsentrasi xilosa 3% (b/v). Dalam penelitian ini

dilakukan proses pengamatan kurva tumbuh Pichia stipitis pada media YPMX pH

4,5 dan 5 dan fermentasi anaerob dengan media fermentasi A (3% xilosa dan 0%

hidrolisat), media fermentasi B (2,4% xilosa dan 0,6% hidrolisat TKKS), media

fermentasi C (3% xilosa, 2% glukosa, dan 0% hidrolisat TKKS), dan media D

(2,4% xilosa; 1,6% glukosa; dan 1% hidrolisat TKKS).

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pH pertumbuhan Pichia stipitis pada media cair YPMX, pengaruh

detoksifikasi penguapan dan penambahan NaOH 10% (b/v) pada hidrolisat TKKS

terhadap kadar gula pereduksi, perubahan pH, kadar gas karbon dioksida, dan

konversi gula pereduksi menjadi etanol yang dihasilkan selama proses fermentasi.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Berapa pH pertumbuhan Pichia stipitis pada media cair Yeast Extract, Pepton,

(21)

2. Bagaimana pengaruh detoksifikasi penguapan dan penambahan NaOH 10%

(b/v) terhadap kadar gula pereduksi hidrolisat TKKS?

3. Bagaimana kadar gas CO2, perubahan pH, dan konversi gula pereduksi selama

proses fermentasi?

4. Berapa kadar etanol optimum yang diperoleh pada masing-masing media

fermentasi?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kadar gula pereduksi pada hidrolisat TKKS hasil detoksifikasi

dengan metode penguapan dan penambahan alkali.

2. Mengetahui pH pertumbuhan Pichia stipitis pada media cair YMPX.

3. Mengetahui % konversi gula pereduksi menjadi etanol, % yield etanol dan gas

karbon dioksida, serta perubahan pH selama proses fermentasi.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini yaitu :

1. Meningkatkan nilai tambah limbah TKKS menjadi produk yang bernilai tinggi

dan mengurangi pencemaran lingkungan dari hasil limbah pertanian dan

perhutanan.

2. Memberikan informasi pemanfaatan limbah TKKS sebagai bahan energi

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Morfologi Kelapa Sawit

Pohon kelapa sawit terdiri dari 2 spesies yaitu Elaeis guineensis dan Elaeis

oleifera. Spesies pertama adalah Elaeis guineensis yang berasal dari Angola dan

Gambia dan merupakan spesies yang pertama kali dan terbanyak dibudidayakan

orang. Spesies Elaeis oleifera berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan

dan sekarang mulai banyak dibudidayakan untuk menambah kekurangan sumber

genetik. Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon, tingginya mencapai 24 meter,

bunga dan buahnya berupa tandan, serta bercabang banyak. Buahnya kecil dan

apabila masak, berwarna merah kehitaman, dan daging buahnya padat, daging dan

kulit buahnya mengandung minyak. Minyak ini digunakan sebagai bahan minyak

goreng, sabun, dan lilin. Ampas dimanfaatkan untuk makanan ternak, khususnya

sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan

sebagai bahan bakar dan arang (Pusat Data dan Informasi, 2007).

Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa

dan Sulawesi. Gambar dan morfologi kelapa sawit dapat dilihat pada gambar

(23)

Gambar 1. Kelapa sawit (www.wordpress.com) Taksonomi Tanaman kelapa sawit yaitu :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Arecales

Familia : Arecaceae

Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis

Sumber : (www.wikipedia.com)

Limbah kelapa sawit kaya selulosa dan hemiselulosa. TKKS mengandung

45% selulosa dan 26% hemiselulosa. Tingginya kadar selulosa pada polisakarida

itu dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana dan selanjutnya difermentasikan

menjadi etanol. Sebuah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dengan kapasitas 60 ton/jam

dapat menghasilkan limbah kira-kira 100 ton/hari. Produksi limbah dapat

(24)

diolah. Jika seluruh TKKS ini diolah menjadi etanol (fuel grade ethanol) maka

potensinya diperkirakan sebesar 8,254 liter/hari (Isroi, 2009).

2.1.1. Komponen Kimia Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)

Sampai saat ini bahan baku fermentasi etanol adalah bahan-bahan yang

mengandung karbohidrat (pati) atau bahan-bahan yang mengandung glukosa.

Kecenderungan baru bahan baku bioetanol adalah bahan berpati. Bahan berpati

yang sering digunakan adalah biji-bijian seperti padi, jagung, sorgum, singkong,

ubi jalar, dan gandum serta kentang. Sedangkan untuk bahan baku yang

mengandung selulosa dan hemiselulosa seperti bagas (limbah tebu), jerami,

batang padi, batang gandum, limbah jagung, dan limbah pertanian lainnya belum

banyak digunakan (Dermibas, 2005).

Penggunaan bahan pangan akan menimbulkan masalah baru yaitu

kompetisi antara kebutuhan pangan dengan kebutuhan energi. Salah satu alternatif

lain bahan baku pembuatan bioetanol adalah biomassa. Biomassa merupakan

sumber daya alam yang berlimpah dan murah yang memiliki potensi mendukung

produksi komersial industri bahan bakar seperti etanol dan butanol (Judoamidjojo,

et al., 1989).

Biomassa lignoselulosa dapat diperoleh dari limbah pertanian, limbah

perkebunan, limbah kehutanan, dan tersebar luas di Indonesia. Salah satu limbah

pertanian di Indonesia yang belum banyak dimanfaatkan adalah limbah Tandan

Kosong Kelapa Sawit (TKKS). Data komposisi kimia TKKS dapat dilihat seperti

pada tabel 1, yaitu :

Tabel 1. Data komposisi kimia TKKS Komposisi Kadar (%)

(25)

Lignin 25,83

Holoselulosa 56,49

-selulosa 33,25

Hemiselulosa 23,24

Zat ekstraktif 4,19

Sumber : (Sudiyani, 2009)

Adanya lignin pada TKKS menyebabkan bahan berlignoselulosa sulit

untuk dihidrolisis. Oleh sebab itu, diperlukan proses pretreatment fisika untuk

memperkecil ukuran dan meningkatkan luas bidang kontak serta pretreatment

kimia untuk mendapatkan selulosa dan hemiselulosa yang setinggi-tingginya.

Pretreatment kimia dengan asam sulfat 4% dan NaOH 6% pada penelitian

Hermawan (2008) dan Firmansyah (2009) telah menghasilkan selulosa yang bebas

dari lignin lalu dihidrolisis dengan menggunakan enzim selulase menjadi

gula-gula sederhana yang dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae untuk produksi

etanol dalam satu tahapan. Berdasarkan penelitian tersebut pemanfaatan selulosa

terbukti telah menghasilkan yield etanol yang tinggi.

Hemiselulosa TKKS belum bayak dimanfaatkan, sehingga dalam

penelitian ini dilakukan upaya lain untuk memanfaatkan hemiselulosa yang ada

pada TKKS untuk produksi etanol. Untuk mendapatkan gula-gula sederhana yang

akan difermentasikan oleh mikroba maka diperlukan proses hidrolisis. Proses

hidrolisis tersebut dapat dilakukan dengan asam atau dengan enzim. Hidrolisis

secara enzimatik memberikan yield etanol yang lebih tinggi dibandingkan dengan

metode hidrolisis asam. Namum proses enzimatik ini merupakan proses yang

paling mahal dan rumit (Purwadi, 2006).

(26)

Selulosa adalah homopolimer linear dari D-anhidroglukosa (glukosa

anhidrida) dengan ikatan -1,4-glukosida dan memiliki rumus empiris (C6H12O5)n,

dimana n adalah jumlah satuan glukosa yang berikatan atau menyatakan derajat

polimerasi selulosa yang berkisar antara 15-1400 (Janes, et al., 1996 ;

Judoamidjojo, et al., 1989; Sjostrom, 1981; Fessenden dan Fessenden, 1982).

Selulosa merupakan salah satu bentuk karbohidrat yang termasuk

polisakarida arsitektural, yang memberikan kekuatan pada kayu dan dahan bagi

tumbuhan. Polisakarida adalah senyawa yang mengandung banyak satuan

monosakarida yang dipersatukan dengan ikatan glukosida. Hidrolisis lengkap

akan mengubah suatu polisakarida menjadi monosakarida. Selulosa merupakan

senyawa organik yang paling melimpah di alam. Diperkirakan sekitar 1011 ton

selulosa dibiosintesis setiap tahun, dan selulosa mencakup sekitar 50% dari

karbon bebas dibumi. Daun kering diperkirakan mengandung selulosa 10-20%

selulosa, kayu 50% dan kapas 90% (Fessenden dan Fessenden, 1982). Rumus

struktur selulosa ditunjukkan pada gambar 2.

Gambar 2. Struktur molekul selulosa (www.scientificpsychic.com)

Selulosa terdapat pada semua tanaman baik pohon tingkat tinggi hingga

organisme primitif seperti rumput laut. Isolasi selulosa sangat dipengaruhi oleh

(27)

lilin, protein, dan pektin dapat dihilangkan dengan cara ekstraksi dengan pelarut

organik atau alkali encer (Sastrohamidjojo dan Prawirohatmojo, 1995).

2.1.1.2. Hemiselulosa

Hemiselulosa termasuk dalam kelompok polisakarida heterogen yang

dibentuk melalui biosintesis yang berbeda dari selulosa. Berbeda dengan selulosa

yang merupakan homopolisakarida, hemiselulosa merupakan heteropolisakarida.

Hemiselulosa relatif mudah dihidrolisis dengan asam menjadi

komponen-komponen monomernya yang terdiri dari glukosa, manosa, galaktosa,

xilosa, L-arabinosa, dan sejumlah kecil L-ramnosa disamping menjadi asam

D-glukuronat, asam 4-O-metil-glukuronat dan asam D-galakturonat. Derajat

polimerasi hemiselulosa dapat mencapai 200 (Sastrohamidjojo dan

Prawirohatmojo, 1995).

Hemiselulosa merupakan polisakarida dengan bobot molekul lebih kecil

dibandingkan selulosa. Molekul hemiselulosa lebih mudah menyerap air, bersifat

plastis, dan mempunyai permukaan kontak antar molekul lebih luas dibandingkan

dengan selulosa (Judoamidjojo, et al., 1989; Winarno, 1997). Ikatan di dalam

rantai hemiselulosa banyak bercabang karena gugus -glukosida di dalam molekul

yang satu berikatan dengan gugus hidroksil C2, C3, dan C4 dari molekul yang lain.

Berbeda dengan selulosa, hemiselulosa berbentuk amorf, mempunyai derajat

polimerasi lebih rendah dan mudah larut dalam alkali tetapi sukar larut dalam

asam, sedangkan selulosa sebaliknya (Tjokroadikoesoemo, 1986). Struktur

(28)

Gambar 3. Struktur hemiselulosa (www.wikipedia.com)

2.1.1.3. Lignin

Aselme Payen (1838) mengamati bahwa apabila kayu ditambah dengan

asam nitrat pekat akan kehilangan sebagian zatnya, meninggalkan sisa padatan

dan berserat yang dinamakan selulosa. Selain itu, serat tersebut juga mengandung

senyawa lain yang mempunyai kandungan karbon yang tinggi dan disebut lignin

(Sastrohamidjojo dan Prawirohatmojo, 1995). Lignin adalah polimer aromatik

kompleks yang terbentuk melalui polimerasi tiga dimensi dari sinamil alkohol

dengan bobot molekul 11.000 (Krisnawati, 2008). Lignin terbentuk dari fenil

propana, unit-unit fenil propana terikat satu dengan lainnya dengan ikatan eter

(C-O-C) maupun ikatan karbon-karbon (Sjostrom, 1981).

Lignin bersifat hidrofobik dan melindungi selulosa sehingga strukturnya

bersifat kaku (rigid). Adanya ikatan aril alkil dan ikatan eter di dalamnya

menyebabkan lignin menjadi tahan terhadap proses hidrolisis dari asam-asam

universal. Lignin dapat dioksidasi oleh larutan alkali dan oksidator lain. Pada suhu

(29)

asetat, aseton dan vanilin (Judoamidjojo, et al., 1989). Rumus struktur molekul

lignin dapat dilihat seperti pada gambar 4, yaitu :

Gambar 4. Struktur molekul lignin (www.scientificpsychic.com)

2.1.2. Hidrolisis Hemiselulosa TKKS

Hidrolisis hemiselulosa dengan asam kuat encer akan menghasilkan gula

heksosa dan pentosa seperti xilosa dan arabinosa. Hidrolisis lebih lanjut akan

menghasilkan furfural dan produk terdekomposisi lainnya (Gong, 1981).

Hidrolisis hemiselulosa menghasilkan tiga jenis monosakarida yaitu, xilosa,

arabinosa dan glukosa dalam jumlah sedikit (Gonzales, et al., 1985; Klinke, et al.,

2004).

Ikatan glikosida hemiselulosa lebih stabil terhadap hidrolisis asam

daripada ikatan glikosida selulosa. Jika hidrolisis terus berlanjut, bagian-bagian

hemiselulosa yang terdepolimerasi atau terdegradasi dalam pelarut dan lambat

laun terhidrolisis menjadi monosakarida-monosakarida (Sjostrom, 1981). Gula

(30)

Gambar 5. Gula penyusun hemiselulosa (www.scientificpsychic.com)

Xilosa atau gula kayu adalah suatu monosakarida dengan lima atom

karbon (gula pentosa) dan memiliki gugus aldehid. Xilosa digunakan dalam

penyamakan, pewarnaan, dan bahan pemanis untuk penderita kencing manis

(Judoamidjojo, et al., 1989). Sifat fisik xilosa dapat dilihat pada tabel 2, yaitu :

Tabel 2. Sifat fisik xilosa

Sumber : (Sugiarta, 2009)

Xilosa merupakan gula pereduksi disebabkan karena adanya gugus aldehid

dan gugus keton yang bebas, sehingga dapat mereduksi io-ion logam seperti

tembaga (Cu) dan perak (Ag). Gambar struktur molekul xilosa dapat dilihat pada

gambar 6, yaitu :

Rumus molekul C5H10O5

Massa molekul 150,13 g/mol

Titik didih, (1 atm) 161oC

Titik leleh, (1 atm) 153oC

Spesifik gravity pada0oC, 1 atm 1,513

(31)

Gambar 6. Struktur molekul xilosa

2.2. Pichia stipitis

Pichia stipitis adalah jamur yang potensial mengkonversi xilosa,

mendegradasi lignin dan selulosa menjadi etanol. Pichia stipitis Pignal (1967)

adalah suatu haploid, homothallik, ragi hemiascomyceta yang mempunyai

kapasitas konversi xilosa menjadi etanol sebesar 50 g/l etanol dengan yield 0,35

sampai 0,44 g etanol/g xilosa (Jeffries, et al., 2007). Gambar khamir Pichia

stipitis dapat dilihat pada gambar di bawah ini, yaitu :

Gambar 7. Khamir Pichia stipitis (Jeffries, et al., 2007) Taksonomi Pichia stipitis, yaitu :

Kingdom : Fungi

Divisi : Ascomycotina

Kelas : Saccharomycotina

(32)

Famili : Saccharomycotaceae

Genus : Pichia

Spesies : Pichia stipitis

Sumber : (www.wikipedia.com)

Pichia stipitis mempunyai bentuk spora yaitu bulat angular, oval,

setengah bulat, atau berbentuk topi dengan banyaknya spora peraskus yang biasa

adalah 1-4 (Judoamidjojo, 1992), bentuk sel membentuk silinder atau

pseudomiselium, reproduksi vegetatif, pertumbuhannya dalam media cair

berbentuk pelikel (Fardiaz, 1992). Suhu optimum untuk pertumbuhan Pichia

stipitis adalah pada suhu 27-30oC dan pH sekitar 3-5,5 (Susanto dan Achmad,

2003), dan umumnya yeast hidup optimal pada pH 4,5-5,5 dengan pH minimum

2-3 dan maksimum pada pH 7-8 (Moat, et al., 2002). Terdapat 4 fase

pertumbuhan mikroorganisme yaitu fase adaptasi (lag phase), fase perbanyakan

(exponential phase), fase statis (stationer phase), dan fase kematian (death

phase). Fase-fase pertumbuhan mikroorganisme ini dapat dilihat seperti pada

(33)

Gambar 8. Fase pertumbuhan mikroorganisme

Sumber (www.biobakteri.wordpress.com/2009/06/pertumbuhan-bakteri/)

Adapun penjelasan dari fase-fase pada gambar di atas adalah :

1. Fase adaptasi (lag phase)

Ketika sel dipindahkan dalam media baru maka sel akan mengalami proses

adaptasi. Pada fase ini tidak dijumpai pertambahan jumlah sel, tetapi terjadi

penambahan volum sel (pengecilan sel).

2. Fase perbanyakan (exponential phase)

Pada fase ini sel melakukan pembelahan dan populasi meningkat sampai batas

waktu tertentu secara eksponensial. Jumlah sel dipengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain, kandungan sumber nutrien, temperatur, kadar cahaya, dan

oksigen.

3. Fase stasioner (stationer phase)

Fase ini laju pembelahan sel sebanding dengan laju kematian sel, sehingga

jumlah sel hidup konstan. Fase ini terjadi akibat adanya kekurangan nutrien,

akumulasi metabolit toksik, penurunan kadar oksigen, dan penurunan

ketersediaan air.

3. Fase kematian (death phase)

Fase ini tidak terjadi pembelahan sel dan sel lama kelamaan akan mati apabila

tidak dipindahkan pada media baru. Penyebab utama kematian ini adalah

(34)

Sumber : (Purwoko, 2007)

2.3. Fermentasi Etanol

Istilah “Fermentasi“ (fermentation dalam bahasa inggris) berasal dari kata

lain ferfere yang artinya mendidihkan. Ini dianggap sebagai suatu peninggalan

pada waktu ilmu kimia masih sangat muda sehingga terbentuknya gas dari

suatu cairan hanya dapat dibandingkan dengan keadaan seperti air mendidih atau

mulai mendidih (Judoamidjojo, 1992).

Fermentasi klasik yaitu upaya penguraian senyawa-senyawa organik

komplek dengan bantuan mikroorganisme pada kondisi anaerob untuk

menghasilkan produk. Sedangkan fermentasi modern adalah upaya pengubahan

substrat dengan bantuan mikroorganisme dalam kondisi terkontrol sehingga

menghasilkan bahan yang lebih berguna (Pujaningsih, 2005).

Fermentasi mempunyai pengertian aplikasi metabolisme mikroba untuk

mengubah bahan baku menjadi produk bernilai tinggi, seperti asam-asam organik,

protein sel tunggal, antibiotik dan biopolimer. Pada dasarnya substrat yang

digunakan pada fermentasi skala industri adalah substrat sebagai sumber karbon.

Sumber karbon yang biasa digunakan adalah karbohidrat yang dapat diperoleh

dari berbagai jenis pati seperti serealia, jagung, kentang, singkong dan sagu

(Hartoto, 1992). Sedangkan menurut Muchtadi (1997) fermentasi secara teknik

dapat didefinisikan sebagai suatu proses oksidasi anaerobik atau parsial anaerobik

(35)

Gambar 9. Siklus metabolisme etanol (Ida, 2009)

Salah satu pemanfaatan khamir yang paling penting dan terkenal ialah

produksi etil alkohol dari karbohidrat. Proses fermentasi ini dimanfaatkan oleh

para pembuat bir, roti, anggur, bahan kimia, para ibu rumah tangga, dan lain-lain

(Pelczar dan Chan, 2005). Fermentasi etanol terjadi pada kondisi anaerob dengan

khamir tertentu yang dapat mengkonversi glukosa jadi etanol melalui

Embden-Meyerhoff-Parras (EMP) pathway (Pelczar dan Chan, 2005; Lehninger, 1982).

(36)

Dari satu molekul glukosa akan terbentuk dua molekul etanol dan 2

molekul CO2 sehingga berdasarkan bobotnya secara teoritis satu gram glukosa

menghasilkan 0,51 gram etanol (Judoamidjojo, 1992). Proses perubahan gula

yang dilakukan khamir sebagai berikut :

C6H12O6 + Khamir → 2 C2H5OH + 2 CO2

3C5H10O5 + Khamir → 5C2H5OH + 5CO2

Hasil fermentasi biasanya hanya terbentuk larutan alkohol encer, karena

sel-sel khamir akan mati pada kadar alkohol yang lebih pekat. Larutan tersebut

harus disuling secara bertingkat. Dengan penyulingan bertingkat akan diperoleh

alkohol yang kadarnya mencapai 95%. Jika disuling lagi akan diperoleh alkohol

murni, akan tetapi kadarnya tidak lebih dari 95,5%. Hal ini disebabkan karena

garis didih dari susunan H2O-C2H5OH mempunyai harga minimum pada 4,5% air

dan 95,5% alkohol. Sehingga larutan 95,5% mempunyai titik didih tetap dan tidak

dapat ditetapkan lagi dengan penyulingan biasa (Budiyanto, 2003).

Untuk mendapatkan hasil fermentasi yang optimum, menurut Budiyanto

(2003) perlu diperhatikan hal-hal berikut, yaitu :

1. Kadar gula yang terlalu tinggi akan menghambat aktivitas khamir.

Konsentrasi gula yang optimum adalah 14-28 %.

2. Suhu yang baik untuk fermentasi di bawah 30oC. Semakin rendah suhu

fermentasi, maka akan semakin tinggi alkohol yang dihasilkan. Hal ini

dikarenakan pada suhu rendah CO2 lebih sedikit terbentuk.

3. Derajat keasaman akan mempengaruhi kecepatan fermentasi pH yang

optimum untuk pembentukan khamir adalah 4-4,5 untuk pengaturan pH dapat

(37)

pH. Pada pH 3,5 atau sedikit lebih rendah fermentasi masih dapat

berlangsung dengan baik dan bakteri pembusuk akan terhambat.

Sedangkan menurut Tjokroadikoesoemo (1986) bahan baku fermentasi

etanol dapat digunakan :

1. Bahan-bahan yang mengandung gula, misalnya legen, nira dan sebagainya.

Dari bahan baku jenis ini tetes hasil samping pabrik gula merupakan bahan

baku yang paling banyak digunakan.

2. Bahan-bahan berpati, misalnya biji-bijian (jagung, beras, sorgum dan

lain-lain) dan umbi-umbian (kentang, ubi jalar, ubi kayu dan lain-lain-lain).

3. Bahan-bahan berserat (kayu dan limbah pertanian lainnya).

Bahan-bahan yang mengandung monosakarida langsung dapat

difermentasikan, akan tetapi disakarida, pati maupun karbohidrat kompleks harus

dihidrolisis terlebih dahulu menjadi komponen yang lebih sederhana yaitu

monosakarida. Oleh karena itu agar proses fermentasi berjalan optimal maka

bahan-bahan tersebut harus mengalami perlakuan pendahuluan sebelum masuk

ke dalam proses fermentasi (Budiyanto, 2003).

Etanol mungkin sudah dikenal orang sejak awal peradaban manusia.

Secara tidak sengaja bahan ini dihasilkan dari peragian spontan bahan-bahan

yang mengandung gula, dan berangsur-angsur orang berusaha mengendalikan

peragian tersebut sehingga diperoleh minuman beralkohol. Meskipun pengetahuan

tentang alkohol dan bagaimana cara memisahkannya sudah lama sekali

berkembang, namun baru tahun 1808 untuk pertama kalinya dibangun pabrik

penyulingan dengan sistem kontinyu di Prancis oleh Cellier dan Blumenthal

(38)

Etanol yang diperoleh dari peragian, pada prosesnya berkataliskan enzim.

Suatu tipe enzim mengubah karbohidrat menjadi glukosa kemudian menjadi

etanol. Peragian buah-buahan, sayuran, biji-bijian berhenti bila kadar alkohol

mencapai 14-16%. Jika digunakan kadar yang lebih tinggi campuran itu harus

disuling (Fessenden dan Fessenden, 1982).

Etanol merupakan produk fermentasi yang dapat dibuat dari substrat yang

mengandung karbohidrat (gula, pati dan selulosa). Etanol merupakan kependekan

dari etil alkohol (C2H5OH), sering juga disebut sebagai “grain alcohol” atau

alkohol saja. Bentuknya berupa cairan yang tak berwarna dan mempunyai bau

khas yang menusuk hidung, mudah menguap dan larut dalam air dan eter.

Penggunaan etanol yang terbanyak adalah sebagai pelarut sebesar 40%, untuk

membuat asetaldehid sebesar 36%, untuk penggunaan secara kimiawi yang lain

sebesar 15%, serta eter, glikol eter, etil asetat dan khoral sebesar 9%

(Judoamidjojo, 1992). Sifat fisik etanol dapat dilihat pada tabel 3, yaitu :

Tabel 3. Sifat fisik etanol

Massa molekul relatif 46,07 g/mol

Titik beku -114,1°C

Titik didih normal 78,32°C

Dentitas pada 20° 0,7893 g/ml

Kelarutan dalam air sangat larut

Viskositas pada 20°C 1,17 cP

Kalor spesifik, 20°C 0,579 kal/g°C Kalor pembakaran, 25°C 7092,1 kal/g Kalor penguapan 78,32°C 200,6 kal/g

Sumber : (Ristiani, 2008; Sari, 2009)

(39)

Gambar 10. Struktur etanol (Mardoni dan Yetty, 2007)

Kebutuhan etanol di dunia semakin meningkat, hal ini dapat dilihat dari

kebutuhan etanol nasional pada tabel 4, yaitu :

Tabel 4. Kebutuhan etanol nasional

Tahun Kebutuhan Etanol (Liter)

2001 25.251.852

2002 21.076.317

2003 34.063.193

2004 230.613.100

Sumber : (Sari, 2009)

Karena sifatnya yang tidak beracun etanol banyak dipakai sebagai pelarut

dalam dunia farmasi dan industri makanan dan minuman.Di dalam perdagangan

alkohol dikenal dalam berbagai tingkat kemurnian (Tjokroadikoesoemo, 1986),

yaitu :

1. Alkohol teknis, larutan yang digunakan untuk keperluan industri dan pelarut

bahan bakar ataupun diolah kembali menjadi bahan lain. Umumnya alkohol

industri didenaturasi dari ½ -1% jenuh dan diberi warna dengan metil

violet.

2. Spirtus, bahan ini merupakan alkohol tedenaturasi dan diberi warna

umumnya digunakan untuk pemanasan dan penerangan.

3. Alkohol murni, alkohol yang lebih murni digunakan terutama untuk

kepentingan farmasi, minuman keras dan kosmetik.

4. Alkohol absolut atau alkohol anhidrat tidak mengandung air sama sekali.

(40)

2.4. Detoksifikasi Senyawa Inhibitor

Detoksifikasi adalah tahap penghilangan senyawa-senyawa yang dapat

menghambat fermentasi. Pada fermentasi hidrolisat biomassa lignoselulosa,

proses detoksifikasi digunakan untuk menghilangkan asam dan senyawa fenol

serta senyawa beracun lainnya seperti furfural dan 5-hidroksimetilfurfural

(Larsson, et al., 1999; Sitorus, et al., 2009). Furfural merupakan senyawa hasil

hidrolisis bagas yang menjadi inhibitor terhadap pertumbuhan sel dan fermentasi

alkohol. Enzim alkohol dehidrogenase akan mereduksi furfural menjadi furfuril

alkohol yang mengakibatkan gangguan respirasi sel dan akhirnya menghambat

pertumbuhan. Menurut Palmqvist (2000) dalam Sitorus, et al. (2009) furfural

dengan konsentrasi 1,3-3,2 g/L dapat menghambat pertumbuhan sel. Detoksifikasi

mampu menurunkan konsentrasi furfural maupun 5-hidroksimetilfurfural

(Larsson, et al., 1999). Penurunan kadar furfural dan HMF berlangsung cepat,

dengan penambahan Ca(OH)2 diatas pH 7,5 (Martinez, et al., 2000).

C5H4O2 (Furfural) + O2 → C5H4OCOOH (Asam furoat)

C6H6O3 (hidroksimetil furfural) + O2→ C6H6OCOOH

C5H4OCOOH (Asam furoat) + NaOH → C5H4OCOONa (Natrium furoat)+ H2O

C6H6OCOOH (Asam furoat) + NaOH → C6H6OCOONa + H2O

Sumber : (Sugiarta, 2009)

Selain pengurangan konsentrasi furfural, pada tahap detoksifikasi juga

dilakukan pengurangan kandungan asam sulfat (katalis reaksi hidrolisis) dengan

penambahan Ca(OH)2 sampai pH hidrolisat mencapai 12 (Purwadi, et al., 2004).

(41)

dan lignin terlarut (baik monomer maupun polimer aromatik yang bersifat toksik

terhadap proses fermentasi) (Sitorus, et al., 2009).

2.5. Spektrofotometer UV-Visible

2.5.1. Prinsip Dasar Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometer UV-Visible merupakan suatu instrument yang dapat

mengukur energi radiasi elektomagnetik didaerah UV (200-400 nm)-Visible

(400-700 nm) yang diserap oleh molekul atau ion berdasarkan pada hukum

Lambert Beer. Spektrofotometer digunakan untuk mengukur jumlah cahaya yang

diabsorpsi atau ditransmisikan oleh molekul-molekul di dalam larutan. Ketika

panjang gelombang cahaya ditransmisikan melalui larutan, sebagian energi cahaya

tersebut akan diserap. Besarnya kemampuan molekul-molekul zat terlarut untuk

mengabsorpsi cahaya pada panjang gelombang tertentu dikenal dengan istilah

Absorbansi (A), yang setara dengan nilai konsentrasi larutan tersebut dan panjang

berkas cahaya yang dilalui (biasanya 1 cm dalam spektrofotometer) ke suatu point

dimana persentase cahaya yang ditransmisikan atau diabsorpsi diukur dengan

phototube (Khopkar, 2003)

Ketika cahaya dari panjang gelombang melalui larutan kimia yang

diujikan, sebagian cahaya tersebut akan diabsorpsi oleh larutan. Hukum Lambert

Beer’s yang dikembangkan pada tahun 1852 oleh J. Beer dan Lambert

menyatakan secara kuantitatif absorpsi ini sebagai :

Log I0/It = .L.C

Keterangan :

(42)

It = Intensitas cahaya setelah melewati sampel

= Koefesien ekstingsi, yaitu konstanta yang tergantung pada sifat alami

dari senyawa substansi dan panjang gelombang yang digunakan untuk

analisis.

L = Panjang atau jarak cahaya yang melewati sampel

C = Konsentrasi dari larutan yang dianalisa

Hubungan I0/It akan lebih cepat dipahami dengan melihat kebalikan dari

perbandingan tersebut yakni I0/It sebagai transmisi (T) dari larutan. Sedangkan log

(I0/It) dikenal sebagai absorbansi (A) larutan (Khopkar, 2003).

Pernyataan ini menghasilkan persamaan A = - Log T dengan A = .L.C.

hal yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa persamaan ini menyerupai atau

setipe dengan persamaan garis lurus y = mx + b. Absorbansi cahaya dari larutan

secara langsung berbanding lurus dengan konsentrasi larutan (Khopkar, 2003).

Gambar di bawah menunjukkan hubungan antara %T dengan konsentrasi.

dan A dengan konsentrasi.

Gambar 11. Hubungan antara konsentrasi dengan %T dan A Sumber: (www.sentrabd.com)

Beberapa aspek yang perlu diperhatikan berkaitan dengan satuan-satuan

(43)

1. T (transmittance), T tidak memiliki satuan karena ini merupakan rasio

intensitas cahaya. It dan I0 memiliki satuan yang sama oleh karenanya saling

meniadakan.

2. A (absorbance), A juga tidak memiliki satuan karena hubungannya dengan T.

3. L (pathlength), L biasanya memiliki satuan cm. lebar cuvet yang biasa

digunakan adalah 1,0 cm.

4. C (concentration), C memiliki satuan konsentrasi seperti m (molaritas)

memiliki satuan mg/mL atau ppm (parts per million).

5. , (the extinction coefficient), memiliki satuan yang berkebalikan denan C

dan L, sebagai contoh cm-1 dan M-1 (Khopkar, 2003).

2.5.2. Sistem Instrumentasi Spektrofotometer UV-Vis

Sebuah spektrofotometer mempunyai 5 bagian penting yaitu :

1) Sumber cahaya

Untuk UV umumnya digunakan lampu deuterium (D2O), untuk visible

digunakan lampu tungsten xenon.

2) Monokromator

Yaitu suatu alat untuk mengubah cahaya polikromatik menjadi cahaya

monokromatik.

3) Sel penyerap atau wadah pada sampel

Sel penyerap (cell) dalam spektrofotometer disebut juga dengan kuvet yang

berfungsi sebagai wadah sampel pada saat pengukuran dengan alat

spektrofotometer.

4) Photodetektor

(44)

listrik

5) Analyzer (pengolah data)

Bagian yang berfungsi untuk mengolah data. Untuk spektrofotometer modern

biasanya dilengkapi dengan komputer (Nur dan Hendra, 1989). Instrumentasi

spektrofotometer UV-Vis dapat dilihat pada gambar 12, yaitu :

larutan alkalis (Nur, et al., 1989). Gula pereduksi adalah gula yang dapat

dioksidasi oleh oleh zat pengoksidasi lembut (Fesenden dan Fesenden, 1986).

Salah satu metode analisa kuantitatif gula pereduksi dengan menggunakan

metode Nelson-Somogyi, dimana analisa diukur dengan menggunakan

spektrofotometer UV-Vis.

Metode Nelson-Somogyi yaitu dengan memanaskan gula dengan larutan

alkali kuper tartrat dan dihasilkan kupro oksida, yang selanjutnya bereaksi

dengan senyawa arsenomolibdat dengan hasil molibdenum yang berwarna

biru. Intensitas warna biru inilah yang diukur dengan metode kolorimeter Gambar 12. Skema spektrofotometer

2.5.3. Analisa Gula Pereduksi dengan Metode Nelson-Somogyi

Karbohidrat dengan gugus aldehid atau keton bebas atau secara potensial (pada

(45)

menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang tertentu

(Nur, et al., 1989).

2.6. Kromatografi Gas

2.6.1. Prinsip Dasar Kromatografi Gas

Kromatografi adalah pemisahan senyawa kimia berdasarkan proses partisi

antara dua media. Media atau fasa yang pertama yaitu fasa stasioner dan fasa yang

kedua yaitu fasa gerak. Fasa yang pertama (stationary phase) biasanya berupa

padatan atau cairan, dan fasa yang kedua biasanya berupa cairan atau gas.

Substansi yang akan dipisahkan terdistribusi diantara fasa gerak dan fasa diam

(Khopkar, 2003; Widada, 2000).

Kromatografi gas adalah suatu alat yang dapat digunakan dalam suatu

analisa pemisahan dan pemurnian senyawa-senyawa yang mudah menguap atau

yang mudah diuapkan. Prinsip kerja kromatografi gas didasarkan pada perbedaan

interaksi analit dalam fase gerak dan fase diam. Mekanisme kromatografi gas

adalah sampel diinjeksikan ke dalam injektor yang dipanaskan kemudian

sampel tersebut dibawa oleh aliran gas yang konstan yang selanjutnya

dipisah-pisahkan di dalam kolom. Di dalam kolom terjadi interaksi di antara komponen

dari sampel yang telah berubah menjadi uap. Setiap komponen yang keluar dari

dalam kolom dideteksi oleh detektor dan dicatat oleh sistem pengolah data

sebagai kromatogram (Sudarmadji, et al., 1997).

2.6.2. Instrumentasi Kromatografi Gas

Bagian-bagian instrumentasi seperti pada gambar 13 adalah sebagai

(46)

1. Pengatur aliran gas (gas flow controller)

Berfungsi untuk mengatur aliran gas dalam kromatografi gas. Gas pembawa

yang umum digunakan adalah He, N2, H2, Ar, akan tetapi untuk detektor

konduktivitas termal, He lebih disukai karena konduktivitas termalnya

tinggi.

2. Tempat injeksi sampel (injektor)

Digunakan sebagai tempat injeksi sampel, adapun fungsi secara mendetail

adalah untuk menguapkan sampel (pelarut dan analit), mencampurkan sampel

dengan gas pembawa, dan menyalurkan campuran gas tersebut ke dalam

kolom.

3. Kolom

Kolom adalah bagian terpenting dalam kromatografi, yang berfungsi untuk

tempat pemisahan komponen dari sampel yang diinjeksikan.

4. Detektor

Detektor merupakan alat untuk mendeteksi dan mengukur zat terlarut yang

terpisahkan di dalam kolom. Detektor ini peka terhadap komponen-komponen

yang terpisahkan di dalam kolom, yang mengubah kepekaannya menjadi

sinyal listrik.

5. Rekorder atau Sistem Data

Rekorder adalah penampil data setelah sinyal analitik yang dihasilkan oleh

detektor, yang diperkuat oleh suatu rangkaian elektronik. Hasil rekorder

adalah sebuah kromatogram yang akan digunakan untuk analisis kualitatif dan

kuantitatif (Khopkar, 2003). Instrumentasi kromatografi gas dapat dilihat

(47)

Gambar 13. Skema peralatan kromatografi gas

(48)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Bidang Teknologi

Lingkungan Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2K

LIPI) Serpong Tangerang dan Laboratorium Afiliasi Kimia UI Depok dari Bulan

Juli sampai Desember 2009.

3.2. Bahan dan Alat 3.2.1. Bahan-Bahan

Bahan yang digunakan adalah hidrolisat TKKS hasil hidrolisis dengan

asam sulfat. Hidrolisis dilakukan di Laboratorium Bioproses Teknik Kimia

Iinstitut Teknologi Bandung (ITB).

Bahan kimia yang digunakan untuk detoksifikasi hidrolisat adalah NaOH

10%, H2SO4 98%, dan kertas saring Wathman No.14.

Bahan untuk pereaksi gula pereduksi (pereaksi Nelson dan peraksi

molibdat) adalah H2SO4 pekat, NaCO3.5H2O, Kalium Na-Tartrat, NaHCO3,

Na2SO4, CuSO4.5H2O, (NH4)6Mo7O24.4H2O, Na2HAsO4, dan etanol pro analis

buatan Merck dengan kemurnian 99,9% untuk standar etanol.

Bahan yang digunakan untuk fermentasi antara lain : yeast extract, malt

extract, bacto pepton, xilosa pro analis buatan Sigma, bacto agar, glukosa pro

(49)

untuk fermentasi yang digunakan adalah Pichia stipitis yang berasal dari kultur

murni Laboratorium Mikrobiologi Institut Teknologi Bandung (ITB).

3.2.2. Alat-Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spektrofotometer

U-2000 Hitachi Jepang, kromatografi gas GC-9A Shimadzu dengan kolom PEG,

SE 30 Chromosorb W80-100 mesh, pH meter (HI 931400 micropocessor),

autoklaf merk Meiji buatan Jepang, laminar flow, bunsen, kawat ose, korek api,

kapas, kain kasa, tissue, batang pengaduk, spatula, kaca arloji, kertas saring,

corong, erlemeyer 250 ml dan 300 ml, oven, beker glass 500 ml, vortex, tabung

reaksi, rak tabung reaksi, neraca analitik tipe AB204 merk Mettler Toledo,

neraca biasa, botol reagent, gelas ukur 500 ml dan 100 ml, labu ukur 10 ml, 100

ml dan 200 ml, pipet volumetrik 10 ml, bulp, shaker, hot plate, kelereng, panci,

kelereng, pipet mikro, magnetik stirer, inkubator, mikropipet 1.0-5.0 mL, 40-200

µL, 100-1000 µ L, pipet ukur 1 dan 2 ml, penyaring Gelman Acrodisc LC

PVDF 0,45 µm, syringe 10 µl, blower laminer transfer box, kulkas, cool box

buatan lion star, sentrifuse merk kokusan, suntikan 25 ml, dan alat-alat gelas lain

(50)

3.3. Desain Penelitian

Desain penelitian ini ditunjukkan pada gambar 14.

(51)

3.4.1. Pembuatan Kurva Tumbuh Pichia stipitis

3.4.1.1. Penyiapan Kultur Murni Pichia stipitis

Kultur murni Pichia stipitis dari ITB dibiakan terlebih dahulu pada media

glukosa, yeast extract, pepton, dan bacto agar(GYPA) sebagai stock kultur Pichia

stipitis. Media agar miring tersebut dibuat dengan cara menimbang 2 gram

glukosa; 0,5 gram yeast extract; 1 gram pepton; dan 2 gram bacto agar, kemudian

dilarutkan dengan 100 ml aquadest dan diaduk sambil dipanaskan sampai semua

bahan larut. Medium dimasukan ke dalam tabung reaksi lalu disterilisasi dengan

autoklaf selama ±20 menit. Medium yang telah steril didinginkan dengan cara

tabung dimiringkan. Lampu UV dan blower laminar transfer box dinyalakan

selama ±20 menit. Sebanyak 1 ose Pichia stipitis diinokulasikan dengan kawat

ose secara aseptis pada media agar miring GYPA. Agar miring tersebut kemudian

diinkubasikan selama ±48 jam di dalam inkubator pada suhu 27oC. Pichia stipitis

dalam GYPA ini disimpan di kulkas sebagai stock kultur Pichia stipitis.

3.4.1.2. Peremajaan Pichia stipitis pada Media Agar Miring YPMXA

Komposisi media agar miring YPMXA (yeast extract, pepton, malt

extract, xilosa, dan bacto agar) dibuat dengan komposisi 3 g/l, 5 g/l, 3 g/l, 30 g/l dan 20 g/l seperti pada penelitian Susanto dan Achmad (2003). Prosedur

pembuatan agar miring steril dibuat seperti pada pembuatan media agar miring

GYPA. Sebanyak 1 ose isolat Pichia stipitis dari media stock kultur

diinokulasikan pada media agar miring YPMXA steril, kemudian dinkubasikan

pada suhu 27oC selama ±48 jam.

(52)

Komposisi media cair YPMX yaitu 3 g/l, 5 g/l, 3 g/l, dan 30 g/l (Susanto

dan Achmad, 2003). Medium dibuat dengan cara menimbang 3 gram yeast

extract; 5 gram pepton; 3 gram malt extract; 30 gram xilosa dan dilarutkan dengan

aquadest sampai 1000 ml dan diatur derajat keasamannya dengan NaOH 0,1 N

dan HCl 0,1 N pada kondisi pH 4,5 dan 5. Media tersebut disterilisasi

menggunakan autoklaf pada temperatur 121oC selama ±20 menit. Sebanyak

masing-masing 2,5 ml larutan biakan Pichia stipitis berumur ±48 jam

diinokulasikan kedalam 2 buah erlemeyer 100 ml yang masing-masing berisi 22,5

ml medium cair YPMX steril pH 4,5 dan 5, kemudian diinkubasikan pada suhu

27oC dan diagitasi dengan rotary shaker pada 120 rpm selama 24 jam. Sebanyak

15 ml biakan tersebut kemudian diinokulasikan lagi kedalam erlemeyer 300 ml

yang berisi 135 ml media cair YPMX steril dan diinkubasikan pada suhu 27oC

dan diagitasi dengan rotary shaker pada 120 rpm. Selanjutnya setiap 2 jam sekali

sampel biakan Pichia stipis diambil sebanyak 2 ml dan diukur absorbansinya

dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 600 nm

(Susanto dan Achmad, 2003). Prosedur dilakukan dengan 3 kali ulangan.

3.4.1.4. Penentuan Kurva Tumbuh Pichia stipitis

Hasil sampling sampel biakan Pichia stipitis pada jam ke-0 sampai jam

ke-26 divortex sampai bercampur rata. Selanjutnya spektrofotometer dinyalakan

dan diset panjang gelombangnya pada 600 nm dan dibiarkan selama 15 menit.

Cuvette diisi dengan media cair YPMX steril (blanko) kemudian bagian luar

cuvette dibersihkan bagian luarnya dengan tissue sampai jernih. Selanjutnya

cuvette dimasukan kedalam tube holder spektrofotometer ditutup dan ditekan

(53)

dimasukan ke dalam cuvvette dan dibersihkan bagian luarnya dengan tissue

sampai jernih. Cuvette dimasukan ke dalam tube holder spektrofotometer dan

ditekan tombol start pada alat. Hasil pengukuran dicatat dan dibuat kurva

hubungan antara absorbansi dengan waktu sampling. Sampel yang telah diukur

absorbansinya kemudian diukur pH akhirnya dan dibuat hubungan antara

perubahan pH media dengan waktu sampling. Replikasi dilakukan sebanyak 3

kali. Diagram alir pembuatan kurva tumbuh ini dapat dilihat pada lampiran 13.

3.4.2. Detoksifikasi Penguapan dan Penambahan Alkali pada Hidrolisat TKKS

Detoksifikasi penguapan hidrolisat TKKS 50%, 80%, 85%, dan gabungan

penguapan dan penambahan alkali dilakukan berdasarkan penelitian Susanto dan

Achmad (2003).

Masing-masing sebanyak 500 ml hidrolisat TKKS hasil detoksifikasi

penguapan 50% diuapkan lagi dengan menggunakan oven pada suhu 50oC

sampai terjadi pengurangan volum hidrolisat sebanyak 300 ml (80%) dan 350

ml (85%). Hidrolisat tersebut diuji kadar gula pereduksinya dengan metode

Nelson-Somogyi (Sudarmadji, et al., 1997). Hidrolisat TKKS hasil detoksifikasi

penguapan dengan kadar gula tertinggi ditambahkan NaOH 10% (b/v) sampai pH

10 dan didiamkan selama 1 jam. Selanjutnya sampel disaring menggunakan kertas

saring dan ditambahkan asam sulfat 98% sampai pH 5 dan didiamkan selama 1

jam. Sampel disaring dan diuji kadar gula pereduksi dengan metode

(54)

3.4.3. Fermentasi Oleh Pichia stipitis

3.4.3.1. Persiapan Starter Inokulum Pichia stipitis

Media cair YPMX steril dibuat sebanyak 300 ml, dimana komposisi media

dan pengerjaannya dilakukan seperti pada pengerjaan sebelumnya. Satu ose isolat

Pichia stipitis dari kultur stock diinokulasikan ke dalam agar miring YPMXA

steril kemudian diinkubasi selama ±48 jam dalam inkubator pada suhu 27oC.

Kemudian sebanyak 7,5 ml larutan biakan isolat Pichia stipitis dari media agar

miring YPMXA yang berumur ±48 jam diinokulasikan kedalam 2 buah erlemeyer

250 ml yang masing-masing berisi 67,5 ml media cair YPMX steril dan

diinkubasi pada suhu 27oC serta diagitasi dengan menggunakan rotary shaker

pada 120 rpm selama 24 jam. Kedua larutan media isolat tersebut kemudian

ditanam dan dimasukan ke dalam 2 buah erlemeyer 250 ml yang masing-masing

berisi 75 ml media cair YPMX steril dan diinkubasi dengan kondisi yang sama

selama ±16 jam. Larutan media tersebut digunakan sebagar starter inokulum pada

proses fermentasi.

3.4.3.2. Proses Fermentasi

Proses fermentasi berlangsung secara anaerob pada suhu ruang dan pH

media 5. Media fermentasi dalam percobaan terdiri dari :

1. Fermentasi media A (3% xilosa (b/v) tanpa hidrolisat). Media dibuat dengan

cara 7,5 gram xilosa ditimbang dan dilarutkan dengan aquadest sampai 250

ml.

2. Fermentasi media B (campuran 0,6% hidrolisat TKKS dan 2,4% xilosa (b/v)).

(55)

penguapan 85% dan penambahan álkali) diencerkan dengan aquadest sampai

250 ml dan ditambahkan 6 gram xilosa.

3. Fermentasi media C (campuran 3% xilosa dan 2% glukosa (b/v) tanpa

hidrolisat). Medium dibuat dengan cara 7,5 gram xilosa dan 5 gram glukosa

ditimbang dan dilarutkan dengan aquadest sampai 250 ml.

4. Fermentasi media D (campuran 1% hidrolisat TKKS; 2,4% xilosa; dan 1,6%

glukosa (b/v)). Medium dibuat dengan cara 33,95 ml hidrolisat TKKS (hasil

detoksifikasi penguapan 85% dan penambahan álkali) diencerkan dengan

aquadest sampai 250 ml kemudian ditambahkan 6 gram xilosa dan 4 gram

glukosa.

Semua larutan media fermentasi dikondisikan pada pH 5, dan ditambahkan

media nutrisi yeast extract, pepton, dan malt extract (YPM) dengan komposisi

0,3%; 5%; dan 3% (b/v) yaitu dengan cara menimbang 0,75 gram yeast extract;

0,75 gram malt extract; dan 1,25 gram pepton dan dimasukan kedalam

masing-masing media fermentasi di atas. Setelah itu, masing-masing-masing-masing larutan media

fermentasi dipindahkan sebanyak 20 ml dan dimasukan ke dalam botol fermentasi

kemudian disterilisasi selama ±20 menit. Sebanyak 5 ml larutan starter inokulum

Pichia stipitis hasil inkubasi ±16 jam diinokulasikan ke dalam media di dalam

botol fermentasi yang telah didinginkan dan ditutup rapat. Sampel media

fermentasi tersebut kemudian difermentasikan pada suhu ruang selama 148 jam.

Sampling dilakukan pada jam ke-24, ke-48, ke-72, ke-96, ke-120, dan ke-148.

Analisa kadar gas karbon dioksida dan etanol yang terbentuk dilakukan

dengan metode gravimetri dan kromatografi gas. Sisa media fermentasi

(56)

untuk penetapan kadar gula dan pH sebelum dan setelah fermentasi. Replikasi

dilakukan sebanyak 2 kali.

3.4.4. Prosedur Analisis

3.4.4.1. Pengukuran Konsentrasi Gas CO2

Metode pengukuran gas karbon dioksida dengan cara gravimetri

berdasarkan penelitian Susanto dan Achmad (2003). Botol-botol sampel media

fermentasi ditimbang pada jam ke-0, 24, 48, 96, 120, 148 kemudian dicatat

massanya. Replikasi sebanyak 2 kali. Konsentrasi gas karbon dioksida dihitung

dengan rumus di bawah ini, yaitu :

Konsentrasi gas CO2 (mg/ml ) = w0-w1

V

Keterangan : w0 = berat botol sampel media fermentasi sebelum inkubasi

w1 = berat botol sampel media fermentasi setelah inkubasi

V = volum total fermentasi (ml)

3.4.4.2. Pengukuran Kadar Gula Pereduksi (Metode Nelson-Somogyi) Pembuatan kurva standar gula pereduksi dibuat dengan cara 1 gram xilosa

dilarutkan dengan aquadest sampai volum labu ukur ±100 ml sehingga larutan ini

memiliki konsentrasi 10 mg/ml (larutan A). Sebanyak 2 ml larutan A diambil dan

diencerkan dengan aquadest sampai volum labu ukur ±100 ml (konsentrasi 0,2

mg/ml). Larutan B diencerkan dengan aquadest sampai 1 ml sehingga

konsentrasinya menjadi 0,04 mg/ml; 0,08 mg/ml: 0,12 mg/ml; 0,16 mg/ml; dan

0,2 mg/ml serta dibuat pula larutan blanko (1 ml aquadest). Masing-masing

Gambar

Tabel  1.  Data komposisi kimia TKKS ....................................................
Gambar 1.  Kelapa  sawit.........................................................................
Gambar  19. Grafik kadar  gula pereduksi  dan  etanol pada media fermentasi C
Gambar 1. Kelapa sawit (www.wordpress.com)
+7

Referensi

Dokumen terkait

a) Pemilihan jalur proses pemasakan/pulping TKKS dan pemilihan teknik isolasi lignin yang tepat yang menghasilkan lignin isolat dengan rendemen dan kemurnian tinggi. b)

a) Pemilihan jalur proses pemasakan/pulping TKKS dan pemilihan teknik isolasi lignin yang tepat yang menghasilkan lignin isolat dengan rendemen dan kemurnian tinggi. b)

Komposisi baglog yang telah ditentukan yaitu 70,31% TKKS dan 23,43% serbuk gergaji diinokulasi dengan bibit jamur tiram sebanyak 1% b/b, ditumbuhkan selama 4

Metode yang digunakan adalah eksperimental, dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dapat menghasilkan alkohol (etanol) melalui proses

Hidrolisis bertahap terhadap selulosa dari tandan kosong kelapa sawit dengan Trichoderma viride selama waktu fermentasi 2 hari tahap pertama, dilanjutkan dengan

Dari dua hal yang teramati ini diketahui bahwa sedikit pengotor yang terdapat dalam karbon aktif, karena sebagian besar activating agent telah habis bereaksi

Produksi gula sederhana selama proses fermentasi TKKS oleh jamur Aspergillus niger pada berbagai ukuran partikel substrat menunjukkan hasil.. semakin halus (Gambar

Analisis kebutuhan dosis optimal TKKS pada parameter tinggi batang menunjukan bahwa dosis optimal 7 Kg adalah dosis yang paling menguntungkan dengan pertumbuhan tinggi batang maksimal