EKSPRESI IMUNOHISTOKIMIA INTERFERON GAMMA DAN INTERLEUKIN-4 PADA TUMOR-TUMOR JINAK DAN GANAS EPITEL
OVARIUM TIPE SEROSUM DAN MUSINOSUM
TESIS
Oleh:
AINUN MARDIAH NIM 08718004
PROGRAM DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
EKSPRESI IMUNOHISTOKIMIA INTERFERON GAMMA DAN INTERLEUKIN-4 PADA TUMOR-TUMOR JINAK DAN GANAS EPITEL
OVARIUM TIPE SEROSUM DAN MUSINOSUM
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Spesialis Patologi Anatomi Dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Anatomi
Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
AINUN MARDIAH 087108004
PROGRAM DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Penelitian : Ekspresi Imunohistokimia Interferon Gamma dan Interleukin-4 pada tumor-tumor jinak dan ganas epitel ovarium tipe Serosum dan Musinosum Nama : Ainun Mardiah
NIM : 087108004
Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Sumatera Utara
TESIS INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI OLEH : Pembimbing I
Prof. Dr. HM. Nadjib D. Lubis, Sp.PA(K) NIP. 130 318 033
Pembimbing II
Ketua Program Studi Patologi Anatomi FK USU
dr. H. Delyuzar, M.Ked(PA), Sp.PA(K) NIP. 19630219 199003 1 001
Ketua Departemen Patologi Anatomi FK USU
Dr. H. Delyuzar, M.Ked (PA), Sp.PA NIP. 19630219 199003 1 001
Dr. T. Ibnu Alferraly, M. Ked (PA), Sp.PA,D. Bioet NIP. 19620212 198911 1 001
LEMBAR PANITIA UJIAN
Judul Penelitian : Ekspresi Imunohistokimia IFN-γ dan IL-4
pada tumor-tumor jinak dan ganas epitel ovarium tipe serosum dan musinosum
Akan diuji pada
Hari/ Tanggal : Jum’at, 15 November 2013
Pembimbing : 1. Prof. dr. H.M.Nadjib Dahlan Lbs, Sp.PA(K) 2. dr. H.Delyuzar, M.Ked.PA, Sp.PA(K) Penguji : 1. dr. H.Soekimin, Sp.PA(K)
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Persetujuan ... i
Lembar Usulan Penelitian ... ii
Daftar Isi... iii
Daftar Tabel ... vi
Daftar Gambar ... vii
Daftar Singkatan... ix
Abstrak ... x
Abstract ... xi
Bab 1. Pendahuluan ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 2
1.3. Hipotesis ... 2
1.4. Tujuan Penelitian ... 3
1.4.1. Tujuan Umum ... 3
1.4.2. Tujuan Khusus ... 3
1.5.Manfaat Penelitian ... 3
Bab 2. Tinjauan Pustaka ... 4
2.1. Anatomi Dan Histologi Ovarium ... 4
2.2. Epidemiologi ... 6
2.3. Etiologi dan Faktor Resiko ... 7
2.4. Patogenesis ... 7
2.5. Gejala Klinis ... 8
2.6. Deteksi Dini Karsinoma Ovarium ... 8
2.8. Klasifikasi WHO ... 10
2.9. Stadium Klinis ... 11
2.10. Grading ... 12
2.11. Prognosa ... 12
2.12. Penatalaksanaan ... 12
2.13. Tumor Epitel Ovarium ... 13
2.13.1. Tumor Serosum ... 13
2.13.1.1. Tumor Jinak Serosum ... 13
2.13.1.2. Tumor Ganas Serosum ... 14
2.13.2. Tumor Musinosum ... 15
2.13.2.1. Tumor Jinak Musinosum ... 15
2.13.2.2. Tumor Ganas Musinosum ... 16
2.14. Inteferon Gamma ... 17
2.15. Interleukin-4 ... 19
2.16. Kerangka Konsep ... 20
Bab 3. Metode Penelitian ... 21
3.1. Desain Penelitian ... 21
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 21
3.2.1. Tempat Penelitian ... 21
3.2.2. Waktu Penelitian ... 21
3.3. Populasi dan Besar Sampel ... 21
3.3.1. Populasi ... 21
3.3.2. Besar Sampel ... 22
3.4. Kriteria Inklusi Dan Eksklusi ... 23
3.4.1. Kriteria Inklusi ... 23
3.4.2. Kriteria Eksklusi ... 23
3.5. Kerangka Operasional ... 23
3.6. Variabel Penelitian ... 24
3.6.2. Variabel Terikat ... 24
3.7. Defenisi Operasional ... 24
3.8. Cara Kerja ... 25
3.8.1. Pembuatan Sediaan Mikroskopis ... 26
3.8.2. Prosedur sebelum pulasan antibodi primer ... 26
3.8.3. Protokol Pulasan Imunohistokimia ... 27
3.9. Alat dan Bahan ... 28
3.9.1. Alat-alat Penelitian ... 28
3.9.2. Bahan Penelitian ... 28
3.10. Instrumen Penelitian ... 30
3.11. Analisa Data ... 31
Bab 4. Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 32
4.1. Hasil Penelitaian... 32
4.1.1. Deskripsi Karakteristik Sampel... 32
4.1.2. Hasil Pewarnaan Imunohistokimia ... 33
4.2. Pembahasan ... 38
Bab 5. Kesimpulan dan Saran ... 41
Daftar Rujukan ... 42
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Anatomi Ovarium………..4
2. Alat Reproduksi Wanita………... 4
3. Skema………5
4. Folikel Grafian……… ..6
5. Korpus Luteum……….. 6
6. Makroskopis Kistadenoma Serosum………...11
7. Mikroskopis Kistadenoma Serosum………15
8. Makroskopis Kistadenokarsinoma Serosum………15
9. Mikroskopis Kistadenokarsinoma Serosum………16
10.Makroskopis Kistadenoma Musinosum………..16
11.Mikroskopis Kistadenoma Musinosum………...16
12.Tumor Ganas Musinosum………...16
13.Mikroskopis Gambaran Kelenjar Tumor Ganas Musinosum………..17
14.Jalur Resmi IFN-γ………...17
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Klasifikasi Tumor Ovarium Menurut WHO………10 2. Stadium Klinis Tumor Ovarium Menurut FIGO………...11 3. Grading Tumor Epitel Ovarium………...12 4. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Penderita tumor jinak dan ganas epitel ovarium tipe serosum dan musinosum berdasarkan usia………...32 5. Tabel 4.2 Persentase tampilan imunohistokimia IL-4 pada jenis tumor…….33 6. Tabel 4.3 Persentase tampilan imunohistokimia IFN-γ pada jenis
tumor……….. 34 7. Tabel 4.4 Skor tampilan imunohistokimia IL-4 pada jenis tumor………… 35 8. Tabel 4.5 Skor tanpilan imunohistokimia IFN-γ pada jenis tumor………….36 9. Tabel 4.6 Hubungan jenis tipe tumor serosum jinak dan ganas dengan ekspresi
IL-4………..38
10. Tabel 4.7 Hubungan jenis tipe tumor musinosum jinak dan ganas dengan ekspresi IL-4………39 11.Tabel 4.8 Hubungan jenis tipe tumor serosum jinak dan ganas dengan ekspresi
IFN-γ………40
12.Tabel 4.9 Hubungan jenis tipe musinosum jinak dan ganas dengan ekspresi
DAFTAR SINGKATAN
BRCA-1 : Breast Cancer Antigen-1 BRCA-2 : Breast Cancer Antigen-2 DAB : Diamino Benzydine DNA : Deoxyribonucleic Acid
FIGO : Federation International Obstetry and Gynocology FSH : Follicle Stimulating Hormon
HE : Haematoxylin Eosin IgE : Imunoglobulin-E Ig-G : Imunoglobulin-G IL-4 ; Interleukin-4 IFN-γ : Interferon Gamma LH : Luteinizing Hormon MET : Mixed Epithelial Tumor MHC : Major Histo Compability NK : Natural Killer
PBS : Phospat Buffer Saline SMA : Smooth Muscle Actin
ABSTRAK
Ekspresi IFN-γ dan IL-4 Pada Tumor-tumor Jinak dan Ganas Epitel Ovarium
tipe Serosum dan Musinosum
Ainun Mardiah, Nadjib Dahlan Lubis, Delyuzar
Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Sumatera Utara
ABSTRAK
Latar Belakang: Tumor serosum dan musinosum merupakan varian dari tumor epitel ovarium. IFN-γ hubungannya dengan tumor mempunyai aktifitas anti proliferasi tetapi pada keadaan tertentu IFN-γ mempunyai efek anti apoptosis terhadap sel tumor ovarium manusia. Sebenarnya terapi IFN-γ seperti pedang bermata dua yang mempunyai aktifitas anti dan protumorigenic, tergantung pada keadaan selular, lingkungan mikro, dan / atau konteks molekul. Sitokin IL-4 berperan sebagai anti apoptosis. Tujuan penelitian ini adalah melihat perbedaan ekspresi IFN-γ dan IL-4 pada tumor jinak dan ganas epitel ovarium tipe serosum dan musinosum.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan
cross sectional pada 40 sampel jaringan tumor jinak dan ganas serosum dan musinosum, kemudian dilakukan pemeriksaan imunohistokimia dengan antibodi IFN-γ dan IL-4 pada masing-masing tumor (n=10).
Hasil: Pada penelitian ini IL-4 menunjukkan ekspresi positif sebanyak 60% (n=6) dan negatif 40% (n=4) pada tumor jinak serosum, sedangkan pada tumor ganas serosum menunjukkan ekspresi positif 90% (n=9) dan negatif 10% (n=1). Pada tumor jinak musinosum IL-4 menunjukkan ekspresi positif 40% (n=4) dan negatif 60% (n=6), sedangkan pada tumor ganas musinosum seluruhnya menunjukkan ekspresi positif (100%). IFN-γ menunjukkan ekspresi positif sebanyak 50% (n=5) dan negatif 50% (n=5) pada tumor jinak serosum, sedangkan tumor ganas serosum menunjukkan ekspresi positif 40% (n=4) dan negatif 60% (n=6). Pada tumor jinak musinosum IFN-γ menunjukkan ekspresi positif 60% (n=6) dan negatif 40% (n=4), sedangkan pada tumor ganas musinosum menunjukkan ekspresi positif 80% (n=80) dan negatif 20% (n=2).
Kesimpulan: Terdapat perbedaan ekspresi IFN-γ dan IL-4 pada tumor jinak dan ganas epitel ovarium serosum dan musinosum.
ABSTRACT
Background: Serous and mucinous tumors are variant of epithelial ovarian tumors. IFN - γ associated with anti-proliferative activity of the tumor, but in the spesific situation IFN-γ has anti apoptosis effect against the ovarian tumor cells. Actually IFN-γ treatment is a double -edged sword whose anti- and protumorigenic activities are dependent on the cellular, microenvironment, and/or molecular context. The cytokines IL-4 acts as an anti-apoptotic. The purpose of this study is to view the difference expression of IFN-γ and IL-4 in benign and malignant serous and mucinous epithelial ovarian tumors.
Methods: This study is a descriptive analytic assesment with cross-sectional approach in 40 samples of benign and malignant serous and mucinous tumors. Immunohistochemistry with IFN - γ and IL - 4 were performed in each tumors (n=10).
Results: In this study the expression of IL-4 was positive in 60% ( n=6) and negative in 40% (n=4) in the benign serous tumors, whereas in the malignant serous tumors was positive in 90% (n=9) and negative in 10% (n=1). In the benign mucinous tumors the expression of IL-4 was positive in 40%(n=4) and negative in 60% (n= 6), whereas in the malignant mucinous tumors was entirely positive (100%). Expression of IFN-γ was positive in 50% (n=5) and negative in 50% (n=5) in the benign serous tumors, whereas in the malignant serous tumors was positive in 40%(n=4) and negative in 60%(n=6). In the benign mucinous tumors the expression of IFN-γ was positive in 60%(n=6) and negative in 40%(n=4), whereas the malignant mucinous tumors was positive in 80%(n=80) and negative in 20%(n=2).
Conclusion: There is a difference expression of IFN-γ and IL-4 in benign and malignant serous and mucinous epithelial ovarian tumors.
ABSTRAK
Ekspresi IFN-γ dan IL-4 Pada Tumor-tumor Jinak dan Ganas Epitel Ovarium
tipe Serosum dan Musinosum
Ainun Mardiah, Nadjib Dahlan Lubis, Delyuzar
Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Sumatera Utara
ABSTRAK
Latar Belakang: Tumor serosum dan musinosum merupakan varian dari tumor epitel ovarium. IFN-γ hubungannya dengan tumor mempunyai aktifitas anti proliferasi tetapi pada keadaan tertentu IFN-γ mempunyai efek anti apoptosis terhadap sel tumor ovarium manusia. Sebenarnya terapi IFN-γ seperti pedang bermata dua yang mempunyai aktifitas anti dan protumorigenic, tergantung pada keadaan selular, lingkungan mikro, dan / atau konteks molekul. Sitokin IL-4 berperan sebagai anti apoptosis. Tujuan penelitian ini adalah melihat perbedaan ekspresi IFN-γ dan IL-4 pada tumor jinak dan ganas epitel ovarium tipe serosum dan musinosum.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan
cross sectional pada 40 sampel jaringan tumor jinak dan ganas serosum dan musinosum, kemudian dilakukan pemeriksaan imunohistokimia dengan antibodi IFN-γ dan IL-4 pada masing-masing tumor (n=10).
Hasil: Pada penelitian ini IL-4 menunjukkan ekspresi positif sebanyak 60% (n=6) dan negatif 40% (n=4) pada tumor jinak serosum, sedangkan pada tumor ganas serosum menunjukkan ekspresi positif 90% (n=9) dan negatif 10% (n=1). Pada tumor jinak musinosum IL-4 menunjukkan ekspresi positif 40% (n=4) dan negatif 60% (n=6), sedangkan pada tumor ganas musinosum seluruhnya menunjukkan ekspresi positif (100%). IFN-γ menunjukkan ekspresi positif sebanyak 50% (n=5) dan negatif 50% (n=5) pada tumor jinak serosum, sedangkan tumor ganas serosum menunjukkan ekspresi positif 40% (n=4) dan negatif 60% (n=6). Pada tumor jinak musinosum IFN-γ menunjukkan ekspresi positif 60% (n=6) dan negatif 40% (n=4), sedangkan pada tumor ganas musinosum menunjukkan ekspresi positif 80% (n=80) dan negatif 20% (n=2).
Kesimpulan: Terdapat perbedaan ekspresi IFN-γ dan IL-4 pada tumor jinak dan ganas epitel ovarium serosum dan musinosum.
ABSTRACT
Background: Serous and mucinous tumors are variant of epithelial ovarian tumors. IFN - γ associated with anti-proliferative activity of the tumor, but in the spesific situation IFN-γ has anti apoptosis effect against the ovarian tumor cells. Actually IFN-γ treatment is a double -edged sword whose anti- and protumorigenic activities are dependent on the cellular, microenvironment, and/or molecular context. The cytokines IL-4 acts as an anti-apoptotic. The purpose of this study is to view the difference expression of IFN-γ and IL-4 in benign and malignant serous and mucinous epithelial ovarian tumors.
Methods: This study is a descriptive analytic assesment with cross-sectional approach in 40 samples of benign and malignant serous and mucinous tumors. Immunohistochemistry with IFN - γ and IL - 4 were performed in each tumors (n=10).
Results: In this study the expression of IL-4 was positive in 60% ( n=6) and negative in 40% (n=4) in the benign serous tumors, whereas in the malignant serous tumors was positive in 90% (n=9) and negative in 10% (n=1). In the benign mucinous tumors the expression of IL-4 was positive in 40%(n=4) and negative in 60% (n= 6), whereas in the malignant mucinous tumors was entirely positive (100%). Expression of IFN-γ was positive in 50% (n=5) and negative in 50% (n=5) in the benign serous tumors, whereas in the malignant serous tumors was positive in 40%(n=4) and negative in 60%(n=6). In the benign mucinous tumors the expression of IFN-γ was positive in 60%(n=6) and negative in 40%(n=4), whereas the malignant mucinous tumors was positive in 80%(n=80) and negative in 20%(n=2).
Conclusion: There is a difference expression of IFN-γ and IL-4 in benign and malignant serous and mucinous epithelial ovarian tumors.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Penelitian
Tumor ovarium merupakan suatu neoplasma yang berasal dari sel-sel yang
menyusun ovarium yaitu sel epitel, sel germinal dan sel stromal. Sebanyak 80%
tumor ovarium berasal dari sel epitel dan sebanyak 90% merupakan keganasan
dari semua tumor ovarium. Insidensi tumor ovarium berhubungan erat dengan
beberapa faktor pencetus yaitu usia, paritas, dan penggunaan kontrasepsi oral.1
Menurut data statistik American Cancer Society insiden tumor ovarium
menempati peringkat kelima penyebab kematian akibat kanker. Diperkirakan
ditemukan 25.000 kasus baru setiap tahun dan merupakan penyebab kematian
sebanyak 14.000 pada tahun 2003.1,2
Sitokin adalah pembawa pesan yang berperan pada sistem imun, misalnya
imunitas yang diperantarai sel dan respon alergi. Secara fungsional sitokin terbagi
atas dua kelompok yang berfungsi sebagai proinflamasi dan anti inflamasi yang
menimbulkan respon alergi. Sumber utama dari sitokin adalah limfosit T. Sel-sel
ini mempunyai reseptor antigen spesifik pada permukaan sel-selnya, yang
membuat sel-sel ini dapat mengenal jaringan normal pada penyakit autoimun.
Terdapat dua jenis limfosit T, yang dapat dibedakan dari adanya molekul pada
permukaan sel-selnya, yang dikenal sebagai CD4 dan CD8. Sel limfosit yang
mengekspresikan CD4 disebut sel T-Helper dan sel-sel ini dianggap sebagai
penghasil sitokin yang paling utama. CD4 terbagi lagi menjadi Th1 dan Th2 , dan
Sitokin tipe Th1 menghasilkan respon proinflamasi yang berfungsi untuk
membunuh parasit intraselular dan untuk mempertahankan respon autoimun.
IFN-γ merupakan sitokin Th1 yang utama. Respon proinflamasi hebat dapat
menimbulkan kerusakan jaringan yang tidak terkontrol, sehingga diperlukan
mekanisme untuk melawannya. Yang tergolong pada sitokin tipe Th2 adalah
IL-4,5, dan 13 yang merangsang munculnya IgE dan eosinofil.37
IL-4 merupakan sitokin penting yang dihasilkan oleh T-Helper 2, yang
mengatur beberapa fungsi biologis dan mempunyai peran penting terhadap IgG,
IgA, dan MHC kelas II. IL-4 terlibat dalam perkembangan penyakit kekebalan
termasuk penyakit autoimun dan kanker. Peran IL-4 dalam mengatur diferensiasi
sel T sangatlah penting selama respon imun. IL-4 juga juga berperan penting
dalam mempromosikan T-helper 2 dan menghambat diferensiasi Th1, dan juga
mampu melindungi sel-sel limfoid dari apoptosis. Peran IL-4 pada kanker
manusia ternyata lebih kompleks, dimana mesin sinyal IL-4 dapat
mempromosikan resistensinya terhadap terapi anti tumor, dengan memainkan
perannya sebagai anti apoptosis.26,39
Dalam hubungannya dengan tumor, IFN-γ merupakan sitokin yang
mempunyai aktifitas anti proliferasi. IFN-γ dihasilkan oleh sel Natural Killer
(NK) dan merupakan bagian dari respon imun bawaan dan juga dihasilkan oleh
T-Helper1. Terakhir ini dinyatakan bahwa dengan penghambatan IFN-γ/reseptor
IFN-γ merupakan terapi target untuk jenis-jenis keganasan.27,32
IFN-γ mungkin memiliki aktivitas terapeutik pada pasien dengan kanker
ovarium. Pada beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa sitokin ini
manusia dan xenografts pada tikus. Untuk lebih memahami peran IFN-γ pada
kanker ovarium, beberapa penelitian membandingkan kerjanya pada 8 jalur
ovarium sel kanker dengan respon dari kultur 14 sel tumor primer ovarium
diisolasi dari pasien dengan keadaan ascites. Sebuah studi klinis percontohan
kemudian dilakukan untuk melihat apakah IFN-γ juga akan menginduksi
apoptosis pada sel tumor manusia in vivo. Enam pasien dengan ascites dan
penyakit selanjutnya diberi IFN-γ oleh intraperitoneal injeksi, dan sampel
dianalisis secara berurutan. Dua dari enam pasien, terjadi penurunan 90% sel
tumor pada ascites setelah diberi IFN-γ, dan hal ini klinisnya. 26,27,28,38
Namun pada keadaan tertentu ternyata IFN-γ bisa mempunyai efek anti
apoptosis terhadap sel tumor ovarium manusia. Sehingga IFN-γ seperti pedang
bermata dua dapat bersifat anti dan protumorigenic, tergantung pada keadaan
selular, lingkungan mikro, dan / atau konteks molekul.38
Dari keterangan diatas, terkesan bahwa baik IL-4 dan IFN-γ dapat berperan
ganda baik sebagai antitumor maupun protumor. Untuk mendapatkan keterangan
yang lebih jelas tentang peran dari kedua sitokin tersebut kami tertarik untuk
membedakan ekspresi IL-4 dan IFN-γ pada jenis-jenis tumor jinak dan ganas
epitel ovarium tipe serosum dan musinosum.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, apakah terdapat perbedaan tampilan IFN-γ dan
1.3 Hipotesis
Ada perbedaan tampilan imunohistokimia IFN-γ dan IL-4 pada tumor-tumor
jinak dan ganas epitel ovarium tipe serosum dan musinosum.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbedaan tampilan ekspresi imunohistokimia IFN- γ dan
IL-4 pada tumor-tumor jinak dan ganas epitel ovarium tipe serosum dan
musinosum.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Untuk melihat tampilan imunohistokimia IFN-γ pada tumor-tumor jinak dan
ganas epitel ovarium tipe serosum dan musinosum.
2. Untuk melihat tampilan imunohistokimia IL-4 pada tumor-tumor jinak dan
ganas epitel ovarium tipe serosum dan musinosum.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Diharapkan IL-4 dan IFN-γ dapat menjadi penunjang diagnostik dalam
mengenali tumor-tumor jinak dan ganas epitel ovarium tipe serosum dan
musinosum untuk mendapatkan terapi target.
2. Sebagai dasar penelitian untuk dapat menjadi bahan acuan untuk penelitian
selanjutnya.
3. Memberi informasi pada klinisi sehingga klinisi dapat memberi terapi target
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Histologi
Ovarium merupakan salah satu organ sistem reproduksi wanita, yang
berlokasi pada pelvis yang menyokong uterus menutupi dinding lateral pelvis, di
belakang ligamen dan bagian anterior dari rektum. Kedua ovarium terletak
dikedua sisi uterus dalam rongga pelvis. Selama masa reproduksi ovarium
mempunyai ukuran 4 x 2,5 x 1,5 cm.
1,2,3,11,13,17
Gambar 1. Anatomi ovarium 11
Ovarium dilapisi oleh satu lapisan yang merupakan modifikasi
macam-macam mesotelium yang dikenal sebagai epitel permukaan dan germinal. Stroma
ovarium dibagi dalam region kortikal dan medulari, tapi batas keduanya tidak
jelas. Stroma terdiri dari sel-sel spindel menyerupai fibroblas, biasanya tersusun
berupa whorls atau storiform pattern. Sel-sel terdiri atas cytoplasmic lipid dan
dikelilingi oleh suatu serat retikulin. Beberapa sel menyerupai gambaran seperti
miofibroblastik dan immunoreaktif dengan smooth muscle actin (SMA) dan
desmin.2,3,10,13,19,
Bagian korteks dilapisi suatu lapisan biasanya ditutupi oleh jaringan ikat
kolagen yang aseluler. Folikel mempunyai tingkatan maturasi yang bervariasi di
luar korteks. Setiap siklus menstruasi, satu folikel akan berkembang menjadi suatu
folikel grafian, yang mana akan berubah menjadi korpus luteum selama
ovulasi.2,3,5,10,12,13
Medula ovarium disusun oleh jaringan mesenkim yang longgar dan terdiri
dari kedua duktus (rete ovarii) dan small clusters yang bulat, sel epitel yang
mengelilingi pembuluh darah dan pembuluh saraf.2,3,11,12
Ovarium mempunyai dua fungsi yaitu : (1). Menyimpan ovum (telur) yang
dilepaskan satu setiap bulan, (2). Memproduksi hormon estrogen dan progesteron.
Pembuluh darah limfe ovarium mengalir ke saluran yang lebih besar membentuk
pleksus pada hilus, dimana akan mengalir melewati mesovarium ke nodus
paraaorta, aliran lain ke iliaka interna, iliaka eksterna, interaorta, iliaka pada
2.2 Epidemiologi
Menurut data statistik American Cancer Society insiden kanker ovarium
sekitar 4% dari seluruh keganasan pada wanita dan menempati peringkat kelima
penyebab kematian akibat kanker, diperkirakan pada tahun 2003 ditemukan
25.400 kasus baru dan menyebabkan kematian sebesar 14.300, dimana angka
kematian ini tidak banyak berubah sejak 50 tahun yang lalu. Tingginya angka
kematian oleh karena tumor ganas epitel ovarium disebabkan oleh karena tidak
timbulnya gejala pada stadium awal sehingga seringkali terdeteksi setelah stadium
lanjut.
Tumor ganas epitel ovarium sering mengenai wanita usia di atas 40 tahun,
rata-rata terdiagnosa pada usia 58 tahun. Angka kelangsungan hidup 5 tahun
sekitar 40% dan tergantung pada stadium. Bervariasinya epidemiologi akan 2,8
Gambar 3. Skema siklus ovulasi 5
meningkatkan faktor resiko obstetrik, endokrin, dan ginekologi menimbulkan
kesulitan, dan tidak menghasilkan kesimpulan (Runnebaum dan Stickeler, 2001).5
2.3 Etiologi dan Faktor Resiko
Penyebab dari tumor epitel ovarium saat ini belum diketahui secara pasti,
namun ada beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan tumor epitel ovarium
antara lain: (1). Usia : biasanya mengenai wanita usia di atas 40 tahun, (2).
Nullipara, (3). Hubungan kekeluargaan, (4). Kontrasepsi oral, (5). Mutasi gen :
memegang peranan penting dalam perkembangan tumor, (6). Makanan, (7).
Faktor lingkungan : radiasi, asbestosis, infeksi virus.
Pada karsinoma ovarium ditemukan dua gen yang bertanggung jawab pada
2/3 familial atau 5% secara keseluruhan,yaitu gen BRCA1 yang berlokasi pada
kromosom 17 (17q21) dan gen BRCA2 yang berlokasi pada kromosom 13q-12-13.
Walaupun BRCA1 dan BRCA2 tidak menunjukkan kesamaan rangkaian, tetapi
memiliki fungsi yang sama dan berinteraksi dengan kompleks multiprotein yang
sama. Keduanya berfungsi sebagai penekan tumor, dan apabila kehilangan fungsi
dapat menyebabkan terjadinya resiko keganasan. Fungsi dari kedua gen tersebut
dalam memproteksi genom dari kerusakan dengan penghentian siklus sel dan
perbaikan DNA belum sepenuhnya diketahui. Adanya mutasi dan delesi BRCA1
yang bersifat herediter pada 85% menyebabkan terjadinya peningkatan resiko
untuk terjadinya kanker ovarium. Mutasi dari BRCA1 menunjukkan perubahan 1,2,3,11,18,24
2.4 Patogenesis
kearah karsinoma, cenderung high grade, mitotik yang banyak, dan mempunyai
prognosis yang buruk.4,8,10,14,18
Mutasi gen BRCA1 yang berlokasi pada kromosom 17q dan BRCA2 yang
berlokasi pada kromosom 13q, meningkatkan kerentanan terjadinya karsinoma
ovarium. Mutasi gen BRCA1 terjadi pada sekitar 5% pada penderita karsinoma
ovarium yang berusia kurang dari 70 tahun. Resiko karsinoma ovarium karena
mutasi gen BRCA1 dan BRCA2 adalah 20%-60% pada penderita berusia 70 tahun.
Sebagian besar peristiwa ini terjadi pada penderita Cystadenocarcinomas
Serosa.1,4,8,10,18
2.5 Gejala Klinis
Kanker ovarium sulit terdeteksi, hanya sekitar 10% dari kanker ovarium yang
terdeteksi pada stadium awal. Umumnya lebih dari 60% penderita setelah berada
pada stadium lanjut. Pada stadium lanjut biasanya dijumpai gejala-gejala : (1).
penekanan pada rongga abdomen berupa rasa mual, muntah, hilang nafsu makan,
dan gangguan motilitas usus, (2). pembesaran abdomen akibat penumpukan cairan
dalam rongga abdomen, (3). perasaan tidak nyaman pada rongga abdomen dan
pelvis, (4). menstruasi tidak teratur, (5). perasaan lelah, (6). keluarnya cairan
abnormal melalui vagina (vaginal discharge), (7).nyeri saat berhubungan seksual,
(8). penurunan berat badan.
Semakin dini tumor ganas ovarium ditemukan dan mendapat pengobatan
harapan hidup yang semakin baik. Metode pemeriksaan yang sekarang ini 1,21
digunakan sebagai skrining karsinoma ovarium adalah : (1). pemeriksaan pelvik
dan rektal : termasuk perabaan uterus dan ovarium untuk mengetahui bentuk dan
ukuran yang abnormal,meskipun pemeriksaan rektovaginal tidak dapat
mendeteksi stadium dini karsinoma ovarium, (2). ultrasonografi (USG), (3).
penanda tumor CA-125.15,17,,24,25
2.7 Klasifikasi
Klasifikasi WHO untuk karsinoma ovarium berdasarkan jenis sel berasal.
Karsinoma ovarium dibagi ke dalam tiga komponen : (1). Epitel permukaan
ovarium yang berasal dari epitel selomik atau epitel endometrium ektopik. Epitel
ini akan meningkatkan epitel mullerian selama perkembangan embrionik. Ini
berasal dari tuba falopi (sel kolumnar serosa yang bersilia), lapisan endometrium
(sel kolumnar tanpa silia), atau kelenjar endoserviks (sel musinosum tanpa silia);
(2). Sel germinal, yang bermigrasi ke ovarium dan (3). Stroma ovarium, termasuk
seks kord. Disamping itu tumor ovarium bisa juga berasal dari metastase tumor
Tabel 2.1 Klasifikasi tumor epitel ovarium berdasarkan histologi menurut WHO.
WHO histological classification of tumours of the ovary
Surface epithelial-stromal tumours
Serous tumours
Malignant
Adenocarcinoma
Surface papillary adenocarcinoma
Adenocarcinofibroma (malignant adenofibroma)
Borderline tumour
Papillary cystic tumour
Surface papillary tumour
Adenofibroma, cystadenofibroma
Benign
Cystadenoma
Papillary cystadenoma
Surface papilloma
Adenofibroma and cystadenofibroma
Mucinous tumours
Malignant
Adenocarcinoma
Adenocarcinofibroma (malignant adenofibroma)
Borderline tumour
Intestinal type
Endocervical-like
Benign
Cystadenoma
Adenofibroma and cystadenofibroma
Mucinous cystic tumour with mural nodules
2.9 Stadium Tumor Ovarium berdasarkan klinis dapat dibagi atas 4 stadium menurut FIGO (tabel 2.3).16,17,18
Stadium
Keterangan
I Tumor terbatas pada ovarium
IA Tumor terbatas pada ovarium, kapsul tumor utuh, tidak ada pertumbuhan
tumor di permukaan ovarium, tidak ada sel tumor di cairan ascites ataupun bilasan
cairan di rongga peritoneum.
IB Tumor terbatas pada dua ovarium, tidak ada pertumbuhan tumor pada
permukaan ovarium, tidak ada sel tumor di cairan ataupun pada bilasan cairan di
rongga ovarium.
IC Tumor terbatas pada satu atau dua ovarium dengan salah satu faktor yaitu
kapsul tumor pecah, pertumbuhan tumor pada permukaan ovarium, ada sel tumor
di cairan ascites ataupun pada bilasan cairan rongga peritoneum
II Tumor pada satu atau dua ovarium dengan perluasan di pelvik
IIA Tumor meluas ke uterus dan atau ke tuba tanpa sel tumor di cairan ascites
ataupun bilasan cairan di rongga peritoneum
IIB Tumor meluas ke jaringan / organ pelvik lainnya tanpa sel tumor di cairan
ascites ataupun bilasan cairan di rongga peritonem
IIC Perluasan ke pelvik (IIA atau IIB) denagan sel tumor di cairan ascites ataupun
bilasan cairan di rongga peritoneum
III Tumor pada satu atau dua ovarium disertai dengan perluasan tumor pada rongga
peritoneum di luar pelvik dengan atau metastase kelenjar getah bening regional
IIIA Metastase mikroskopik di luar pelvik
IIIB Metastase makroskopik di luar pelvik dengan besar lesi metastase ≤ 2 cm
IIIC Metastase makroskopik di luar pelvik dengan besar lesi metastase >2 cm dan
atau metastase ke kelenjar getah bening
2.10 Berdasarkan gambaran histopatologi dari struktur kelenjar, gambaran inti, dan mitotik ditentukan grading tumor epitel ovarium seperti yang tertera pada tabel (2.4).
Struktur kelenjar 12
Tabel 2.4 Grading tumor epitel ovarium
Gambaran inti Mitotik
Glandular -1 Relatif uniform,
vesicular, N/C ratio < 2:1=1
<10 lpb
Papillary -2 Bervariasi, kromatin
kasar, bergumpal
10-24 lpb
Solid –3 Inti membesar N/C ratio
meningkat, anak inti menonjol, kromatin kasar, mengumpal, bentuk bizarre (+)
>/= 25 lpb
2.11 Prognosa
Prognosa dari tumor epitel ovarium bervariasi. Angka ketahanan hidup 5
tahun bisa mencapai 90% pada semua keganasan pada ovarium jika tumor masih
di dalam ovarium. Tetapi hanya 50% jika tumor sudah menyebar ke luar pelvis.1,4
2.12 Penatalaksanaan
Saat ini penatalaksanaan dari tumor ovarium adalah dengan operasi dan
kemoterapi, terutama kombinasi penggunaan paclitaxel dan agen platinum dan
setidaknya 70% dari pasien yang diobati dengan kombinasi di atas dapat
memberikan hasil yang baik. Pemberian obat intraperitoneal secara substansial
meningkatkan kelangsungan hidup penderita dan juga dapat mentoleransi efek
2.13 Klasifikasi tumor jinak dan ganas epitel ovarium tipe serosum dan musinosum
Tumor ovarium ini merupakan suatu neoplasma yang berasal dari sel-sel yang
menyusun ovarium yaitu sel epitel, sel germinal dan sel stromal. Sebanyak 80%
tumor ovarium berasal dari sel epitel dan sebanyak 90% merupakan keganasan
dari semua tumor ovarium.1,2
2.13.1 Tumor serosum
Merupakan tumor jinak yang terdiri dari epitel menyerupai tuba falopi atau
epitel permukaan ovarium.
2.13.1.1 Tumor jinak serosum
Tumor ini merupakan kista dengan dinding yang tipis dan biasanya dijumpai
pada daerah korteks. Dijumpai sebanyak 16% dari semua tumor epitel ovarium
dan dijumpai terutama pada orang dewasa usia dekade keempat sampai keenam
kehidupan, walaupun dapat juga dijumpai pada usia lebih muda ataupun lebih tua.
Tumor ini bilateral pada wanita yang lebih tua. Secara klinis, biasanya dijumpai
gejala sakit, perdarahan pervaginam, dan pembesaran abdomen, walau umumnya
tumor ini tidak menimbulkan gejala dan ditemukan secara tidak sengaja pada saat
dilakukan ultrasonografi. Gambaran makroskopis, tumor jinak serosum
bentuknya bulat atau ovoid, lapisan serosum tampak licin dan berkilat. Ukuran
tumor 1-10 cm, tetapi kadang mencapai 30 cm, berupa lesi berbentuk kistik
unilokular atau multilokular. Rongga kistik biasanya berisi cairan serous jernih.
Ke dalam rongga kistik, tampak tonjolan polipoid atau papilar. Gambaran
histopatologi, tumor jinak serosum dilapisi oleh epitel menyerupai tuba falopi
2.13.1.2 Tumor ganas serosum
Merupakan suatu tumor invasif dari epitel ovarium mulai dari tumor
berdiferensiasi baik sampai berdiferensiasi buruk dengan inti yang atipik. Tumor
ini biasanya dijumpai pada usia dekade ke-enam dari kehidupan dan sebagian
kasus dujumpai bilateral. Sepertiga kasus dijumpai pada stsium 1. Gambaran
makroskopis, tumor ganas serosa berukuran lebih dari 20 cm. Pada tumor
berdiferensiasi baik biasanya dijumpai massa yang padat, kistik, dengan papil
yang lunak, adanya nekrosis serta perdarahan. Pada yang berdiferensiasi buruk,
bentuknya padat, rapuh, berupa massa multinodular dengan nekrosis dan
perdarahan. Gambaran histopatologi, tumor ini mempunyai gambaran yang
bervariasi dari bentuk glandular, papilar sampai solid. Pada yang bentuk papilar
umumnya dijumpai sel-sel yang banyak dengan percabangan yang tidak teratur.
Pada tumor yang berdiferensiasi buruk terdiri dari sel-sel membentuk papil kecil
atau clusters, yang dipisahkan oleh stroma yang terdiri dari hialin atau miksoid.
[image:30.595.142.299.84.209.2]Kadang dijumpai psammoma bodies dengan jumlah yang bervariasi. Stroma
Gambar 6. Makroskopis kistadenoma
[image:30.595.323.479.85.208.2]serosum. Pada pemotongan tampak kista multilokular dengan dinding kista yang licin.1
Gambar 7. Mikroskopis
dijumpai sedikit atau desmoplastik. Tumor ganas serosum biasanya positif dengan
sitokeratin 7 dan juga positif dengan EMA,CAM5.2, AE1/AE3, B72,3, dan Leu
M1. Pada tumor ini CA 125 meningkat pada 85% kasus dan negatif dengan
sitokeratin 20 dan calretinin. Metastasis luas sering dijumpai dengan ketahanan
hidup 5 tahun hanya 10-20%. Diagnosa banding tumor ini antara lain
endometroid, clear cell carcinoma.
1,2,3,14,21,22
2.13.2 Tumor Musinosum
Merupakan tumor ovarium yang mengandung musin. Pada beberapa tumor
dijumpai sel-sel goblet.
2.13.2.1 Tumor jinak musinosum
Tumor ini terdiri dari epitel menyerupai epitel endoserviks atau
gastrointestinal. Gambaran makroskopis, biasanya besar, unilateral, berupa massa
kistik multilokular atau unilokular yang mengandung air atau musin. Gambaran
[image:31.595.124.302.277.430.2]histopatologi, tumor jinak musinosum terdiri dari kistadenoma, kistadenofibroma,
Gambar 8. Makroskopis
[image:31.595.326.507.278.428.2]kistadenokarsinoma serosum. Pada pemotongan tampak kista multilokular.1
Gambar 9. Mikroskopis
dan adenofibroma, yang mengandung kelenjar dan kista yang dilapisi oleh epitel
kolumnar. Letak inti di basal dengan sedikit atipik. Kistadenoma yang
mengeluarkan musin dengan atau tanpa reaksi stroma.tumor ini jarang bilateral.
2.13.2.2 Tumor ganas musinosum 1,2,3,5,6
Merupakan suatu tumor ganas epitel ovarium berdiferensiasi lebih baik,
terdiri dari epitel yang menyerupai epitel endoserviks atau intestinal. Pada
beberapa tumor dapat dijumpai sel-sel goblet. Insidensi 15-25% dari seluruh kasus
neoplasma pada ovarium dan 20% adalah ganas. Tumor ini berinvasi ke stroma
ovarium. Secara makroskopis, tumor ini biasanya besar, unilateral, permukaan
halus, dan massa kistik multilokular atau unilokular yang mengandung cairan
encer atau cairan musin. Biasanya tumor ini bilateral 5% dari semua kasus. Pada
pemotongan dijumpai area perdarahan, daerah nekrotik, bagian padat atau papilar,
dan pada beberapa tumor predominan solid. Gambaran histopatologi, diasumsikan
tampak area kelenjar back to back yang dilapisi oleh sel-sel ganas dengan yang
menginvasi ke daerah stroma yang sedikit atau desmoplastik. Bentuk kelenjar
[image:32.595.116.295.194.318.2]infiltratif, tubulus, dan sel-sel membentuk sarang-sarang. Pemeriksaan
Gambar 10. Makroskopis kistadenoma
musinosum.1
[image:32.595.319.505.194.317.2]imunohistokimia untuk tumor ini memberi tampilan positif terhadap sitokeratin 7
dan 20, DPC4 (nuclear transcription factor inactivated in some pancreatic
carcinoma), MUC5AC (gastric mucin gene). Tumor ini didiagnosa banding
dengan dengan metastatic mucinous carcinoma.
2.14 Interferon gamma(IFN-γ)
IFN-γ merupakan suatu sitokin yang mempunyai aktifitas biologis secara
konvensional yang berhubungan dengan mekanisme sitostatik/sitotoksik dan anti
tumor yang diperantarai oleh sel respon imun adaptif. IFN-γ juga suatu
pro-inflamatori hubungannya dengan tumor merupakan sitokin yang mempunyai
aktifitas anti proliferatif. Terakhir ini dinyatakan bahwa dengan penghambatan
IFN-γ/reseptor IFN-γ merupakan terapi target untuk jenis-jenis keganasan. 1,2,3,8,14,15,22
IFN-γ dihasilkan secara dominan oleh sel NK (Natural Killer) merupakan
bagian dari respon imun bawaan dan juga dihasilkan oleh CD4 T-Helper1.
Penghambatan jalur resptor IFN-γ dapat menjadi bagian dari terapi baru untuk
suatu keganasan Secara klinis telah digunakan untuk mengobati berbagai macam
[image:33.595.123.301.194.320.2]penyakit berbahaya, dengan hasil dan efek yang beragam. Beberapa literatur 32
Gambar 12. Tumor ganas musinosum,
[image:33.595.319.495.197.321.2]tampak proliferasi kelenjar
Gambar 13. Kelenjar dilapisi oleh sel-sel
mengatakan bahwa IFN-γ memiliki aktifitas terapeutik pada pasien kanker
ovarium.
[image:34.595.225.408.138.305.2]
26,29,32,35,38
Gambar 14. Jalur resmi IFN-γ/JAK/STAT. Pengikatan interferon dimer ke domein ekstraseluler dari reseptor subunit IFN-γR1 mengarah ke keterlibatan dari subunit IFN-γR2, yang menyebabkan JAK1 dan JAK2 untuk cross-phosphorylate satu sama lain dan subunit reseptor. Paralel STAT1 homodimers kemudian direkrut ke reseptor, dan fosforilasi mereka mengubah homodimers menjadi konfigurasi antiparalel. Reorientasi STAT1 homodimers translokasi ke nukleus, di mana mereka mengikat ke situs GAS pada gen respon primer, termasuk IRF1. IRF1 kemudian mengaktifkan sejumlah besar gen respon sekunder, yang melaksanakan berbagai fungsi imunomodulator. Para SOCS protein berfungsi sebagai regulator negatif utama dari jalur IFN-γ dengan menghambat fosforilasi JAKSs dan STAT1. Defosforilasi dan asetilasi STAT1 homodimers mengembalikan mereka ke konfigurasi paralel dan menyebabkan mereka keluar dari inti. HAT, asetiltransferase histon.
[image:34.595.212.412.452.605.2]2.15 Interleukin-4 (IL-4)
IL-4 adalah sitokin T-Helper 2 merupakan sitokin penting yang mengatur
beberapa fungsi biologis dan mempunyai peran penting terhadap IgG, IgA, dan
MHC kelas II. IgG, IgE, dan ekspresi MHC kelas II. IL-4 berpartisipasi dalam
regulasi kekebalan tunbuh pada berbagai tingkat. Perannya dalam mengatur
diferensiasi sel T sangat penting selama respon imun. IL-4 mempunyai peran
penting dengan mempromosikan diferensiasi sel Th2 dan menghambat
diferensiasi sel Th1. IL-4 juga mampu melindungi sel-sel limfoid dari apoptosis.30
IL-4 merupakan sitokin penting yang tampaknya mempunyai kerja yang
paradoks. Tumor-tumor yang secara genetik diubah untuk menghasilkan IL-4
akan dirusak, sedangkan tumor-tumor parental akan tumbuh progresif. Namun
beberapa penelitian menunjukkan bahwa IL-4 mengandung molekul yang
merangsang pertumbuhan tumor. IL-4 meninggi pada beberapa penderita
kanker.39
Efek IL-4 terhadap kanker lebih kompleks, dimana mesin sinyal IL-4 dapat
mempromosikan resistensinya terhadap terapi anti tumor, dengan memainkan
perannya sebagai anti apoptosis. Argumen ini jelas menunjukkan pentingnya IL-4
dalam perkembangan beberapa penyakit. 25,28,29,30,32,33,36
2.16 Kerangka Teori Penelitian
Tumor jinak dan ganas epitel ovarium tipe serosum dan musinosum
IFN-γ IL-4
Sel NK CD4-Th1
CD4-Th2
Sel Tumor
Anti tumor
Tampilan IFN-γ dan IL-4 pada sel tumor
Protumor
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini adalah menggunakan desain penelitian deskriptif analitik
dengan pendekatan cross sectional study.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sentra Diagnostik Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Instalasi Patologi Anatomi RS.H.Adam
Malik Medan dan Laboratorium Patologi Anatomi Swasta di Medan.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan selama April 2013 sampai Oktober 2013 yang meliputi
studi kepustakaan, pengumpulan data, penelitian, dan penulisan hasil penelitian.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah sediaan blok parafin yang berasal dari
jaringan ovarium yang didiagnosa sebagai tumor jinak dan ganas epitel ovarium
tipe serosum dan musinosum pada sentra diagnostik Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Instalasi Patologi Anatomi RS.H.Adam
3.3.2 Besar Sampel
Sampel penelitian ini adalah blok parafin yang berasal dari jaringan ovarium
yang didiagnosis sebagai tumor jinak dan ganas epitel ovarium tipe serosum dan
musinosum yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Besar sampel
dapat dihitung dengan rumus uji hipotesis suatu populasi yaitu :
n = Zα√Po (1-Po) + Zβ √Pa (1-Pa) 2
(Pa-Po)2
Zα = Tingkat kepercayaan (95% = 1,96)
α = Tingkat kemaknaan (5% = 0,05)
Po = Proporsi di populasi (40% = 0,40)
Pa = Perkiraan proporsi di sampel (60% = 0,60)
Zβ = Kekuatan uji (80% = 0,841)
n = 1,96√ 0,40 (1-0,40) + 0,841 √ 0,60 (1-0,60)2
(0,60-0,40)
Besar sampel yang digunakan pada penelitian ini mencakup jaringan ovarium
dengan diagnosa histopatologi pewarnaan HE suatu tumor jinak dan ganas epitel
ovarium tipe serosum dan musinosum sebanyak 38. Namun peneliti menggunakan
sampel sebanyak 40, yang terdiri dari 4 kelompok masing-masing 10 kasus. Tiap-2
tiap kelompok tumor diteliti tampilan imunohistokimia IFNγ dan IL-4. Sampel
pada penelitian ini diambil secara non random.
3.4 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi
3.4.1 Kriteria Inklusi
Yang termasuk kriteria inklusi adalah sediaan blok parafin jaringan ovarium
dengan slide pulasan HE yang didiagnosa dengan tumor jinak dan ganas epitel
ovarium tipe serosum dan musinosum.
3.4.2 Kriteria Eksklusi
Sediaan blok parafin yang rusak dan tidak dapat diproses lebih lanjut dengan
pulasan imunohistokimia IFN-γ dan IL-4.
3.5Kerangka Operasional
Blok parafin sampel jaringan
ovarium hasil operasi
Pewarnaan H&E
Tumor jinak dan ganas epitel ovarium tipe serosum dan musinosum
Pewarnaan IFN-γ
Pewarnaan IL-4
3.6 Variabel Penelitian
3.6.1 Variabel bebas
Tumor tumor jinak dan ganas epitel ovarium tipe serosum dan musinosum.
3.6.2 Variabel terikat
Tampilan imunohistokimia IFN-γ dan IL-4 pada sediaan jaringan tumor jinak
dan ganas epitel ovarium tipe serosum dan musinosum.
3.7 Defenisi Operasional
a. Tumor epitel ovarium adalah suatu neoplasma yang berasal dari sel-sel yang
menyusun ovarium yaitu sel epitel, sel germinal dan sel stromal. Sebanyak 80%
tumor ovarium berasal dari sel epitel dan sebanyak 90% merupakan keganasan
dari semua tumor ovarium.
b. Imunohistokimia adalah metode pewarnaan dengan perpaduan antara reaksi
imunologi dan kimiawi, dimana reaksi imunologi ditandai adanya reaksi antara
antigen dengan antibodi dan reaksi kimiawi ditandai dengan adanya reaksi enzim
dengan substrat.
c. IFN-γ adalah suatu sitokin yang mempunyai aktifitas biologis secara
konvensional yang berhubungan dengan mekanisme sitostatik/sitotoksik dan anti
tumor yang diperantarai oleh sel respon imun adaptif. IFN-γ juga suatu
pro-inflamatori yang hubungannya dengan tumor merupakan sitokin yang mempunyai
aktifitas anti proliferatif dan tetapi pada keadaan tertentu ternyata IFN-γ bisa
mempunyai efek anti apoptosis terhadap sel tumor ovarium manusia. IFN-γ juga
IFN-γ dihasilkan oleh sel NK dan merupakan bagian dari respon imun bawaan dan
juga dihasilkan oleh CD4 T-Helper1.
d. IL-4 adalah sitokin T-helper 2 yang merupakan suatu anti-inflamatori yang
memiliki peran sebagai anti apoptosis. Sitokin ini penting yang terlibat dalam
IgG, IgE, dan ekspresi MHC kelas II. Interleukin (IL)-4 merupakan sitokin
penting dan tampaknya mempunyai kerja yang paradoks. Tumor-tumor yang
secara genetik diubah untuk menghasilkan IL-4 akan dirusak, sedang tumor-tumor
parental akan tumbuh progresif. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa
IL-4 mengandung molekul yang merangsang pertumbuhan tumor. IL-4 meninggi
pada beberapa penderita kanker.
e. Hasil pulasan imunohistokimia IFN-γ dan IL4 adalah tampilan pulasan warna
coklat pada sitoplasma sel dinyatakan dengan :
- Negatif : bila tidak berhasil menampilkan warna coklat, dimana saat proses
yang sama kontrol (+) menampilkan warna coklat dengan pewarnaan kromogen
DAB.
- Positif : bila terlihat tampilan pulasan warna coklat pada sitoplasma sel epitel
dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan pembesaran 400x.
3.8 Cara Kerja
Pada penelitian ini, semua slide dari ovarium yang telah didiagnosis sebagai
tumor jinak dan ganas epitel ovarium tipe serosum dan musinosum dikumpulkan.
Dilakukan pembacaan ulang oleh dua patologis bersamaan dengan peneliti.
untuk dilakukan pewarnaan imunohistokimia IFN-γ dan IL-4 dan pada waktu
pewarnaan IFN-γ dan IL -4 sampel diambil dilakukan secara non random.
3.8.1 Pembuatan Sediaan Mikroskopis
Sediaan mikroskopis dibuat dengan cara sebagai berikut :
1. Blok parafin yang telah dikumpulkan, kemudian disimpan di dalam lemari
pendingin (freezer) sehingga sediaan cukup dingin, selanjutnya sediaan dipotong
tipis dengan menggunakan mikrotom dengan ketebalan 4µm. Setiap blok parafin
dipotong ulang sebanyak 2 kali untuk pulasan imunohistokimia IFN-γ dan IL-4.
2. Sampel blok parafin yang sudah dipotong tipis kemudian ditempelkan pada
kaca objek.
Pada pulasan imunohistokimia IFN-γ dan IL-4 digunakan kaca objek khusus
yang telah dicoating dengan poly-L-lysine atau sialanized slide agar jaringan yang
telah dipotong ulang dapat menempel pada kaca objek selama dilakukan pulasan
imunohistokimia IFN-γ dan IL-4. Cara menempelkan potongan tipis pada kaca
objek sialanized adalah dengan cara menggunakan ujung pisau atau pinset
berujung runcing. Potongan tipis dipisahkan dan diratakan dengan
memasukkannya ke dalam air hangat. Setelah mengembang, pindahkan ke atas
kaca objek. Selanjutnya kaca objek diletakkan di atas alat pemanas (hot plate)
suhu 50oC-600C. Setelah paraffin melunak, kaca objek dikeringkan dan potongan
jaringan siap untuk dipulas dengan pewarnaan imunohistokimia IFN-γ dan IL-4.
3.8.2 Prosedur sebelum pulasan antibodi primer
1. Siapkan preparat berupa potongan tipis jaringan setebal 4 µm yang telah
2. Deparafinisasi dengan mencelupkan preparat ke dalam cairan xylol sebanyak 3
kali, masing-masing selama 5 menit.
3. Rehidrasi dengan cara mencelupkan secara berurutan ke dalam alkohol
absolute, kemudian alkohol 90%, 80% dan 70% masing-masing selama 4 menit.
4. Kemudian dicuci dengan air mengalir selama 5 menit.
5. Blocking preparat dengan mencelupkannya ke dalam Endogenous Peroksidase
0,5% (Methanol 100 ml + H2O2 1,6 ml) selama 30 menit.
6. Cuci lagi dengan air mengalir selama 5 menit.
7. Masukkan preparat ke dalam cairan buffer sitrat dan dipanaskan di dalam
microwave :
- Cook I, power level 8 selama 5 menit.
- Cook II, power level 1 selama 5 menit.
8. Kemudian dinginkan sediaan selama ± 30 menit dalam suhu ruangan.
9. Bilas dengan PBS pH 7,4 selama 3 menit dan keringkan air di sekitar potongan
jaringan.
10. Tandai di sekeliling jaringan yang ingin dipulas dengan Pap Pen.
11. Blocking preparat dengan meneteskan Normal Horse Serum 3% dan dibiarkan
selama 15 menit di dalam bak inkubasi.
3.8.3 Protokol pulasan imunohistokimia IFN-γ dan IL-4 dengan menggunakan
REAL En Vision dari Dako.
1. Bersihkan preparat dari Normal Horse Serum.
2. Teteskan preparat dengan antibodi primer IFN-γ dan IL-4, dan biarkan selama
3. Cuci dengan PBS pH 7,4 selama 3 menit.
4. Teteskan preparat dengan Dako REAL En Vision secukupnya dan dibiarkan
selama 30 menit dalam rak inkubasi.
5. Cuci dengan PBS pH 7,4 + Tween 20 selama 5-10 menit.
6. Teteskan preparat dengan DAB + substrat buffer (Dako) dan biarkan selama 2-5
menit.
7. Cuci kembali dengan air mengalir selam 10 menit.
8. Counterstain preparat dengan pewarnaan Hematoksilin selama 1-2 menit.
9. Cuci dengan air mengalir selama 5 menit.
10. Masukkan preparat ke dalam larutan Lithium Carbonat jenuh (5% dalam
akuades) selama 2 menit.
11. Cuci dengan air mengalir selama 5 menit.
12. Dehidrasi dengan cara mencelupkan preparat secara berurutan ke dalam
alkohol 80%, 96%. dan alkohol absolut, masing-masing selama 5 menit.
13. Clearing dengan cara mencelupkan preparat ke dalam larutan xylol sebanyak 3
kali, masing-masing selama 5 menit.
14. Lakukan mounting dan tutup dengan kaca penutup.
3.9 Alat dan Bahan
3.9.1 Alat-alat penelitian
Alat-alat yang diperlukan untuk penelitian ini adalah mikrotom, waterbath,
hot plate, freezer, incubator, staining jar, rak kaca objek, rak inkubasi, pensil
Erlenmeyer, gelas beker, tabungan sentrifuge, microwave, thermolyte strirrer,
kaca penutup, entelan dan mikroskop cahaya.
3.9.2 Bahan Penelitian
1. Blok parafin yang telah didiagnosa dengan pulasan hematoksilin eosin sebagai
tumor epitel ovarium.
2. Pulasan imunohistokimia menggunakan metode REAL EnVision. Antibodi
primer yang digunakan adalah IFN-γ dan IL-4 dengan pengenceran 1:50 – 1;100.
3. Detection kit terdiri dari :
- 1 botol endogenous enzyme block
- 1 botol Normal Horse Serum 5%
- 1 botol Dako REAL EnVision
- 1 botol DAB + substrat chromogen
4. Larutan PBS pH 7,4 :
- Natrium chloride : 80 gram
- Kalium chloride : 2 gram
- NaHPO4 : 11 gram
- KH2PO4 : 2 gram
- Tambahkan aquadest : 1000 ml
5. Larutan Tweet 20.
6. Larutan DAB + substrat buffer (1 ml larutan cukup untuk 10 jaringan).
Langkah 1 : masukkan 1 ml aliquot substrat secukupnya ke dalam countainer
Langkah 2 : untuk setiap 1 ml buffer, tambahkan satu tetes (20 mikroliter) cairan
DAB + substrat chromogen dan campurkan segera.
7. Larutan couterstain Mayers Haematoksilin.
8. Larutan Lithium Carbonat.50 gram. Lithium Carbonas ditambah aquadest 1000
ml.
9. Alkohol absolute 96%, 80%,70%.
10. Larutan xylol.
3.10 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah hasil pulasan imunohistokimia
IFN- γ dan IL-4 terhadap sampel sediaan jaringan ovarium. Untuk penilaian
terhadap pulasan imunohistokimia IFN- γ dan IL-4 adalah sebagai berikut:
- Negatif : bila tidak berhasil menampilkan warna coklat, dimana saat proses
yang sama kontrol (+) menampilkan warna coklat dengan pewarnaan kromogen
DAB.
- Positif : bila terlihat tampilan pulasan warna coklat pada sitoplasma sel epitel
dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan pembesaran 400x.
Skor jumlah sel yang terwarnai : 0 : tidak ada sel yang terwarnai
1 : <25% jumlah sel yang terwarnai
2 : 25%-75% jumlah sel yang terwarnai
3 : >75% jumlah sel yang terwarnai
Skor tampilan warna : 1 : lemah
2 : sedang
Skor intensitas warna = skor jumlah sel yang terwarnai x skor tampilan warna
Interpretasi skor intensitas warna : Lemah : 1-3
Sedang : 4-6
Kuat : 7-9
Adapun cara menginterpretasikan tampilan imunohistokimia tersebut di atas
adalah modifikasi dari Q-score.40 Hasil negatif atau “false positif ” pada sediaan
ini kemungkinan masalah fiksasi yang salah atau terjadi kesalahan pada waktu
prosesing, sehingga sediaan rusak.
3.11 Analisa Data
1. Untuk melihat tampilan IHC IF-γ dan IL-4 pada tumor jinak dan ganas
epitel ovarium tipe serosum dan musinosum yang disajikan dalam bentuk tabulasi
dan dideskripsikan.
2. Untuk menganalisa perbedaan tampilan IF-γ dan IL-4 pada tumor epitel
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Penelitian telah dilakukan terhadap 40 sampel berupa slaid histopatologi
jaringan tumor jinak dan ganas epitel ovarium tipe serosum dan musinosum yang
selanjutnya diwarnai dengan prosedur imunohistokimia menggunakan antibodi
IL-4 dan IFN-γ.
4.1.1 Deskripsi Karakteristik Sampel
Gambaran karakteristik penderita tumor jinak dan ganas epitel ovarium tipe
serosum dan musinosum dari keterangan rekam medis yang menyertai sampel
penelitian meliputi: usia, dan jenis tumor. Data mengenai karakteristik usia pasien
[image:48.595.125.506.524.753.2]dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Distribusi frekuensi karakteristik penderita tumor jinak dan ganas
epitel ovarium tipe serosum dan musinosum berdasarkan usia
Usia (tahun) Jumlah %
13-21 4 10
22-30 1 2,5
31-39 7 17,5
40-48 12 30
49-57 10 25
58-66 6 15
Berdasarkan usia, pada sampel penelitian ini didapati kelompok usia
terbanyak adalah di rentang usia 40-48 tahun yaitu sejumlah 12 orang (30%),
selanjutnya di kelompok usia 49-57 tahun sejumlah 10 orang (25%), kelompok
usia 31-39 tahun sejumlah 7 orang (17,5%), kelompok usia 58-66 tahun sejumlah
6 orang (15%), kelompok usia 13-21 tahun sejumlah 4 orang (10%), dan
kelompok umur terendah adalah 22-30 tahun sejumlah 1 orang (2,5%).
Berdasarkan jenis tumor, penelitian ini dilakukan pada 4 tipe tumor epitel ovarium
dengan jumlah yang sama banyak yaitu: tumor jinak serosum, tumor ganas
serosum, tumor jinak musinosum dan tumor ganas musinosum.
4.1.2 Hasil Pewarnaan Imunohistokimia IL-4 dan IFN-γ
Setelah dilakukan pewarnaan dengan tehnik imunositokimia terhadap 80
sampel menggunakan antibodi primer IL-4 dan IFN-γ, didapati kontrol positif
memberikan tampilan kuat dengan warna coklat pada sitoplasma sel, dan didapati
tampilan yang beragam pada masing-masing sampel. Secara keseluruhan sampel
yang mengekspresikan tampilan negatif dan positif dapat dilihat pada tabel 4.2
[image:49.595.110.518.582.723.2]dan 4.3 di bawah ini.
Tabel 4.2. Persentase tampilan imunositokimia dengan IL-4 pada jenis tumor
Jenis tumor Positif n(%) Negatif n(%) Jumlah n(%)
Tumor jinak serosum 6(60%) 4(40%) 10(100)
Tumor ganas serosum 9(90%) 1(10%) 10(100)
Tumor jinak musinosum 4(40%) 6(60%) 10(100)
Pada tabel 4.2 diatas tampak jenis tumor jinak serosum menampilkan hasil
positif terhadap pewarnaan imunositokimia IL-4 sebanyak 6 sampel (60%) dan
menampilkan hasil negatif sebanyak 4 sampel (40%) dari keseluruhan 10 sampel
tumor jinak serosum. Sampel dengan jenis tumor ganas serosum menampilkan
hasil positif terhadap pewarnaan imunositokimia IL-4 sebanyak 9 sampel (90%)
dan menampilkan hasil negatif sebanyak 1 sampel (10%) dari keseluruhan 10
sampel tumor ganas serosum. Sampel dengan tumor jinak musinosum
menampilkan hasil positif terhadap pewarnaan imunohistokimia IL-4 sebanyak 4
sampel (40%) dan menampilkan hasil negatif sebanyak 6 sampel (60%) dari
keseluruhan 10 sampel tumor jinak musinosum. Sampel dengan tumor ganas
musinosum menampilkan hasil positif terhadap pewarnaan imunohistokimia IL-4
sebanyak 10 sampel (100%) dan tidak menampilkan hasil negatif dari keseluruhan
10 sampel tumor ganas musinosum.
Distribusi reaksi imunologi terhadap antibodi IL-4 yang ditampilkan pada seluruh
sampel dijumpai tidak seragam. Pada sampel dengan tampilan positif tampak
beberapa mengekspresikan dengan tampilan beragam sesuai dengan kontrol
[image:50.595.110.518.582.724.2]positif.
Tabel 4.3 Persentase tampilan imunohistokimia dengan IFN- γ pada jenis tumor
Jenis tumor Positif n(%) Negatif n(%) Jumlah n (%)
Tumor jinak serosum 5 (50%) 5 (50%) 10(100)
Tumor ganas serosum 4 (40%) 6 (60%) 10(100)
Tumor jinak musinosum 6 (60%) 4 (40%) 10(100)
Pada tabel 4.3 diatas tampak jenis tumor jinak serosum menampilkan hasil
positif terhadap pewarnaan imunohistokimia IFN-γ sebanyak 5 sampel (50%) dan
menampilkan hasil negatif sebanyak 5 sampel (50%) dari keseluruhan 10 sampel
tumor jinak serosum. Sampel dengan jenis tumor ganas serosum menampilkan
hasil positif terhadap pewarnaan imunohistokimia IFN-γ sebanyak 4 sampel
(40%) dan menampilkan hasil negatif sebanyak 6 sampel (60%) dari keseluruhan
10 sampel tumor ganas serosum. Sampel dengan jenis tumor jinak musinosum
menampilkan hasil positif terhadap pewarnaan imunohistokimia IFN-γ sebanyak 6
sampel (60%) dan menampilkan hasil negatif sebanyak 4 sampel (40%) dari
keseluruhan 10 sampel tumor jinak musinosum. Sampel dengan jenis tumor ganas
musinosum menampilkan hasil positif terhadap pewarnaan imunohistokimia
IFN-γ sebanyak 8 sampel (80%) dan menampilkan hasil negatif sebanyak 2 sampel
(20%) dari keseluruhan 10 sampel tumor ganas musinosum.
Distribusi reaksi imunologi terhadap antibodi IFN-γ yang ditampilkan seluruh
sampel dijumpai tidak seragam. Pada sampel dengan tampilan positif tampak
beberapa mengekspresikan dengan tampilan beragam sesuai dengan kontrol
Tabel 4.4 menunjukkan skor tampilan imunohistokimia terhadap IL-4 pada
[image:52.595.110.513.165.364.2]masing-masing jenis tumor.
Tabel 4.4 Skor tampilan imunohistokimia IL-4 pada jenis tumor
Jenis tumor Positif
kuat
n(%)
Positif
sedang n(%)
Positif
lemah
n(%)
Jumlah
Tumor jinak serosum 0 0 6 6
Tumor ganas serosum 2 6 1 9
Tumor jinak musinosum 1 0 3 4
Tumor ganas musinosum 2 6 2 10
Tabel 4.4. memperlihatkan bahwa dari 6 sampel tumor jinak serosum yang
memberikan hasil positif terhadap pewarnaan imunositokimia IL-4, tidak didapati
skor tampilan kuat, demikian juga dengan skor tampilan sedang tidak didapati,
dan skor tampilan lemah sebanyak 6 sampel (100%). Selanjutnya dari 9 sampel
tumor ganas serosum yang memberikan hasil positif terhadap pewarnaan
imunositokimia IL-4, didapati sebanyak 2 skor tampilan kuat (22,2%), skor
tampilan sedang didapati sebanyak 6 sampel (66,6%) dan lemah sebanyak 1
sampel (11,5%). Pada 4 sampel tumor jinak musinosum yang memberikan hasil
terhadap pewarnaan IL-4, didapati 1 sampel (25%) memberikan skor tampilan
kuat, tidak didapati skor tampilan sedang, dan skor tampilan lemah sebanyak 3
sampel (75%). Dari 10 sampel tumor ganas musinosum yang memberikan
skor tampilan kuat, yang memberikan skor tampilan sedang sebanyak 6 sampel
(60%), dan skor tampilan lemah sebanyak 2 sampel (20%).
Tabel 4.5 menunjukkan skor tampilan imunohistokimia terhadap IFN-γ pada
[image:53.595.108.521.223.393.2]masing-masing jenis tumor.
Tabel 4.5 Skor tampilan imunohistokimia IFN-γ pada jenis tumor
Jenis tumor Positif
kuat n(%)
Positif sedang
n(%)
Positif lemah
n(%)
Jumlah
Tumor jinak serosum 0 3 2 5
Tumor ganas serosum 1 1 2 4
Tumor jinak musinosum 1 3 2 6
Tumor ganas musinosum 0 6 2 8
Tabel 4.5. memperlihatkan bahwa dari 5 sampel tumor jinak serosum yang
memberikan hasil positif terhadap pewarnaan imunositokimia IFN-γ, tidak
didapati skor tampilan kuat, sedangkan skor tampilan sedang sebanyak 3 sampel
(60%), dan skor tampilan lemah sebanyak 2 sampel (40%). Selanjutnya dari 4
sampel tumor ganas serosum yang memberikan hasil positif terhadap pewarnaan
imunositokimia IFN-γ, didapati sebanyak 1 sampel skor tampilan kuat (25%), skor
tampilan sedang didapati sebanyak 1 sampel (25%) dan skor tampilan lemah
sebanyak 2 sampel (50%). Pada 6 sampel tumor jinak musinosum yang positif
dengan pewarnaan IFN-γ didapati sebanyak 1 sampel yang memberikan skor
tampilan kuat (16,6%), sebanyak 3 sampel (50%) memberikan skor tampilan
sedang dan 2 sampel (33,3%) memberikan skor tampilan lemah. Kemudian pada 8
IFN-γ, tidak didapati skor tampilan kuat, didapati skor tampilan sedang 6 sampel
[image:54.595.108.517.194.415.2](75%) dan skor tampilan lemah 2 sampel (25%).
Tabel 4.6 menunjukkan hubungan jenis tipe tumor serosum jinak dan ganas
dengan ekspresi IL-4
Tampilan IL-4 Tipe serosum
jinak ganas
Jumlah
Negatif n
%
4 1
80.00 20.00
5
100.00
Positif n
%
6 9
40.00 60.00
15
100.00
Jumlah n
%
10 10
50.00 50.00
20
100.00
Hasil uji hubungan jenis tipe tumor serosum jinak dan ganas dengan ekspresi IL-4
dengan menggunakan uji Fisher’s exact menunjukkan p-value=0,15, yang artinya
tidak dijumpai adanya perbedaan tampilan IL-4 pada tumor serosum jinak dan
ganas, dimana IL-4 tertampil positif dan negatif pada tumor serosum jinak dan
Tabel 4.7 menunjukkan hubungan jenis tipe tumor musinosum jinak dan ganas
dengan ekspresi IL-4
Tampilan IL-4 Tipe musinosum
jinak ganas
Jumlah
Naegatif n
%
6 0
100.00 0.00
6
100.00
Positif n
%
4 10
28,7 71,43
14
100.00
Jumlah n
%
10 10
50.00 50.00
20
100.00
Hasil uji hubungan jenis tipe tumor musinosum jinak dan ganas dengan ekspresi
IL-4 dengan menggunakan uji Fisher’s exact menunjukkan p-value=0,005, yang
artinya dijumpai adanya perbedaan tampilan IL-4 pada tumor musinosum jinak
dan ganas, dimana IL-4 tertampil positif pada seluruh tumor musinosum ganas
Tabel 4.8 menunjukkan hubungan jenis tipe tumor serosum jinak dan ganas
dengan ekspresi IFN-γ
Tampilan IFN-γ Tipe musinosum
jinak ganas
Jumlah
Negatif n
%
5 6
45,45 54,55
11
100.00
Positif n
%
5 4
55,56 44,44
9
100.00
Jumlah n
%
10 10
50.00 50.00
20
100.00
Hasil uji hubungan jenis tipe tumor serosum jinak dan ganas dengan ekspresi
IFN-γ dengan menggunakan uji Fisher’s exact menunjukkan p-value=0,50, yang
artinya tidak dijumpai adanya perbedaan tampilan IFN-γ pada tumor serosum
jinak dan ganas, dimana IFN-γ tertampil positif dan negatif pada tumor serosum
Tabel 4.9 menunjukkan hubungan jenis tipe tumor musinosum jinak dan ganas
dengan ekspresi IFNγ
Tampilan IFNγ Tipe musinosum
jinak ganas
Jumlah
Negatif n
%
4 2
66,67 33,33
6
100.00
Positif n
%
6 8
42,86 57,14
14
100.00
Jumlah n
%
10 10
50.00 50.00
20
100.00
Hasil uji hubungan jenis tipe tumor musinosum jinak dan ganas dengan ekspresi
IFN-γ dengan menggunakan uji Fisher’s exact menunjukkan p-value=0,30, yang
artinya tidak dijumpai adanya perbedaan tampilan IFN-γ pada tumor musinosum
jinak dan ganas, dimana IFN-γ tertampil positif dan negatif pada tumor
musinosum ganas dan jinak.
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian
Menurut literatur dikatakan bahwa tumor epitel ovarium tipe serosum dan
musinosum ini insidensinya banyak dijumpai pada wanita dengan rentang usia
40-60 tahun, dan pada penelitian ini insidensi terbanyak pada rentang usia 40-48
tahun. Dimana dari 40 sampel tumor jinak dan ganas epitel ovarium tipe serosum
dan musinosum didapati sebanyak 25% penderita pada usia 40-48 tahun (n=12).