• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Sita Umum Terhadap Aset Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero Pailit Terkait Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penerapan Sita Umum Terhadap Aset Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero Pailit Terkait Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN SITA UMUM TERHADAP ASET PERUSAHAAN BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) PERSERO PAILIT TERKAIT

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH :

ALDRIANSYAH HABIB 110200009

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENERAPAN SITA UMUM TERHADAP ASET PERUSAHAAN BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) PERSERO PAILIT TERKAIT

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA

SKRIPSI

OLEH :

ALDRIANSYAH HABIB 110200009

Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Windha, S.H., M.Hum NIP : 197501122005012002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(3)

Bismillahirrohmanirrohiim,

Alhamdulillahi Robbil a’lamiin, Segala puji hanya bagi ALLAH. Kita memuji-NYA, meminta pertolongan kepada-NYA, dan meminta ampunan-NYA. Dan kita berlindung kepada ALLAH dari keburukan diri-diri kita dan kejelekan amalan kita, barangsiapa yang ditunjuki oleh ALLAH maka tidak akan ada yang bisa menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan oleh ALLAH maka tidak akan ada yang mampu memberinya petunjuk. Shalawat beriring salam Penulis haturkan kepada junjungan umat, rahmat bagi sekalian alam, suri tauladan yang baik Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. “Ya ALLAH curahkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah curahkan shalawat kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya ALLAH, curahkanlah barakah kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah curahkan barakah kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia”.

Skripsi ini disusun guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memproleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dimana hal tersebut merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa yang ingin menyelesaikan perkuliahannya. Adapu judul yang Penulis kemukakan

“Penerapan Sita Umum Terhadap Aset Perusahaan Badan Usaha Milik

(4)

Besar harapan Penulis semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan ilmu pengetahuan, khususnya bagi Penulis sendiri. Walaupun Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Dalam penyusunan skripsi ini, Penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan, arahan, dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu Penulis ucapkan terima kasih yang sebaik-baiknya kepada:

Terkhusus kepada kedua orang tua penulis Ayahanda Abdi Yasa, dan Ibunda Suryani, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas do’a dan ridho Ayah dan Mama, serta nasehat dan motifasi yang tak putus-putus

diberikan kepada penulis. Tak lupa penulis ucapkan banyak terima kasih kepada Adinda Intan Permata Sari dan Anggara Habib yang telah mendoakan penulis untuk segera mendapatkan gelar sarjana.

Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin S. Hasibuan, S.H., M.H., DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Ok Saidin, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(5)

6. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang selalu membantu dan membimbing Penulis dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

7. Ibu Windha, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II dan selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 8. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum

Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen sebagai tenaga pendidik di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah bersedia member ilmu dan pandangan hidup kepada Penulis selama Penulis menempuh ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10.Seluruh rekan-rekan penulis stambuk 2011, terutama kepada teman-teman di BTM Aladdinsyah SH.

Juga kepada seluruh pihak-pihak yang turut membantu penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Akhir kata, semoga skripsi ini bisa bermanfaat, dan memberikan kontribusi positif dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.

Medan, Juni 2015 Penulis

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAKSI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 9

D. Keaslian Penulisan ... 10

E. Tinjauan Kepustakaan ... 11

F. Metode Penelitian ... 15

G. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II KETERKAITAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERSERO DENGAN BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS A. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia ... 20

B. Bentuk Badan Hukum Perseroan Terbatas... 26

C. Pengelolaan BUMN Persero Sebagai PerseroanTerbatas ... 42

D. Keterkaitan BUMN Persero dengan Perseroan Terbatas ... 47

BAB III ASET NEGARA DALAM BADAN USAHA MILIK NEGARA PERSERO A. Keuangan Negara dalam BUMN Persero ... 51

(7)

C. Status Hukum Aset Negara di dalam BUMN Persero Terkait Adanya Putusan MK. No. 48 dan 62/PPU-XI/2013 ... 66 BAB IV PENERAPAN SITA UMUM TERHADAP ASET BADAN

USAHA MILIK NEGARA PERSERO PAILIT

A. Kepailitan Sebagai Sita Umum ... 79 B. Kepailitan Badan Usaha Milik Negara Persero ... 87 C. Penerapan Sita Umum Aset Badan Usaha Milik Negara Persero

Pailit terkait UU No. 1 Tahun 2004 ... 101 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(8)

ABSTRAK

PENERAPAN SITA UMUM TERHADAP ASET PERUSAHAAN BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) PERSERO PAILIT TERKAIT

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA

Aldriansyah Habib* Mahmul Siregar**

Windha***

Badan Usaha Milik Negara Persero tidak terlepas dari problem pasang surutnya keadaan keuangan. Kesadaran terhadap kemungkinan terjadi kebangkrutan terbukti dengan adanya beberapa gugatan maupun permohonan pernyataan pailit terhadap BUMN Persero. Terdapatnya inkonsistensi Putusan Hakim atas permohonan pernyataan pailit terhadap BUMN Persero baik di pengadilan tingkat pertama, maupun tingkat Mahkamah Agung mengakibatkan kepailitan BUMN Persero tidak memiliki kepastian hukum. Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam penulisan ini adalah, bagaimanakah keterkaitan BUMN Persero dengan badan hukum perseroan terbatas, bagaimanakah status hukum keberadaan aset negara dalam BUMN Persero, dan bagaimana penerapan sita umum terhadap aset BUMN Persero pailit terkait UU PN.

Metode yang digunakan dalam pembahasan rumusan masalah tersebut adalah metode penelitian yuridis normatif dengan mengkaji dan menganalisis data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier. Seluruh data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi kepustakaan dan dianalisis secara normatif.

Badan Usaha Milik Negara Persero dengan PT memiliki keterkaitan yang sangat erat, di mana bentuk badan hukum PT dipilih sebagai bentuk pengelolaan BUMN Persero. Sebagai mana yang telah diterangkan dalam UU BUMN Pasal 11 bahwa terhadap persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan. Berdasarkan aspek keuangan negara menurut Pasal 2 huruf g UU KN bahwa, harta yang dipisahakan untuk dijadikan penyertaan modal kepada BUMN Persero merupakan bagian dari harta negara, dan telah di kuatkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 48 dan 62/PPU-XI/2013. Tetapi pengelolaan aset di dalam BUMN Persero adalah hak dari badan tersebut bukan lagi hak negara. Penerapan sita umum terhadap BUMN Persero Pailit pada dasarnya dapat dilakukan. Dalam penjelasan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero) dan UU KPKPU yang menentukan bahwa BUMN Persero dapat dipailitkan, konsekuensinya adalah terhadap aset BUMN Persero dapat dilakukan sita umum. Adanya larangan penyitaan terhdap harta negara dalam Pasal 50 UU PN hal ini dikecualikan dari aset BUMN Persero, karena kegiatan yang dilakukan oleh BUMN Persero adalah murni ranah hukum privat dan bukan untuk penyelenggaraan negara yang bersifat publik.

Kata kunci:BUMN Persero, Keuangan Negara, Kepailitan. * Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(9)

ABSTRAK

PENERAPAN SITA UMUM TERHADAP ASET PERUSAHAAN BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) PERSERO PAILIT TERKAIT

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA

Aldriansyah Habib* Mahmul Siregar**

Windha***

Badan Usaha Milik Negara Persero tidak terlepas dari problem pasang surutnya keadaan keuangan. Kesadaran terhadap kemungkinan terjadi kebangkrutan terbukti dengan adanya beberapa gugatan maupun permohonan pernyataan pailit terhadap BUMN Persero. Terdapatnya inkonsistensi Putusan Hakim atas permohonan pernyataan pailit terhadap BUMN Persero baik di pengadilan tingkat pertama, maupun tingkat Mahkamah Agung mengakibatkan kepailitan BUMN Persero tidak memiliki kepastian hukum. Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam penulisan ini adalah, bagaimanakah keterkaitan BUMN Persero dengan badan hukum perseroan terbatas, bagaimanakah status hukum keberadaan aset negara dalam BUMN Persero, dan bagaimana penerapan sita umum terhadap aset BUMN Persero pailit terkait UU PN.

Metode yang digunakan dalam pembahasan rumusan masalah tersebut adalah metode penelitian yuridis normatif dengan mengkaji dan menganalisis data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier. Seluruh data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi kepustakaan dan dianalisis secara normatif.

Badan Usaha Milik Negara Persero dengan PT memiliki keterkaitan yang sangat erat, di mana bentuk badan hukum PT dipilih sebagai bentuk pengelolaan BUMN Persero. Sebagai mana yang telah diterangkan dalam UU BUMN Pasal 11 bahwa terhadap persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan. Berdasarkan aspek keuangan negara menurut Pasal 2 huruf g UU KN bahwa, harta yang dipisahakan untuk dijadikan penyertaan modal kepada BUMN Persero merupakan bagian dari harta negara, dan telah di kuatkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 48 dan 62/PPU-XI/2013. Tetapi pengelolaan aset di dalam BUMN Persero adalah hak dari badan tersebut bukan lagi hak negara. Penerapan sita umum terhadap BUMN Persero Pailit pada dasarnya dapat dilakukan. Dalam penjelasan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero) dan UU KPKPU yang menentukan bahwa BUMN Persero dapat dipailitkan, konsekuensinya adalah terhadap aset BUMN Persero dapat dilakukan sita umum. Adanya larangan penyitaan terhdap harta negara dalam Pasal 50 UU PN hal ini dikecualikan dari aset BUMN Persero, karena kegiatan yang dilakukan oleh BUMN Persero adalah murni ranah hukum privat dan bukan untuk penyelenggaraan negara yang bersifat publik.

Kata kunci:BUMN Persero, Keuangan Negara, Kepailitan. * Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(10)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian nasional, di samping usaha swasta dan koperasi.1 BUMN merupakan wujud nyata dari tujuan negara dalam konsep negara hukum kesehjateraan (welfare state), yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan setiap warga negaranya. Peran negara melalui BUMN menjadi teramat penting ketika dirumuskan dalam suatu ketentuan sebagaimana terumus dalam Pasal 33 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, di mana cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Hal tersebut menunjukan adanya kewenangan negara untuk ikut serta dalam kegiatan ekonomi melalui penyelenggaraan cabang produksi yang dapat dikategorikan sebagai penting bagi negara dan dianggap vital serta strategis bagi kepentingan negara.2

Badan Usaha Milik Negara baik berbentuk perum maupun persero tidak terlepas dari problem pasang surutnya keadaan keuangan. Kesadaran terhadap kemungkinan terjadi kebangkrutan terbukti dengan adanya beberapa gugatan maupun permohonan pernyataan pailit terhadap BUMN, misalnya PT. Dok Kodja Bahari, PT. Tridarma Wahana, PT. Hutama Karya, PT. Jasindo, PT. Garuda

1 Andriani Nurdin, Kepailitan BUMN Persero Berdasarkan Asas Kepastian Hukum (Bandung: PT. ALUMNI, 2012), hlm. 1.

(11)

Indonesia, PT. Dirgantara Indonesia, PT. IGLAS, PT. Industri Soda Indonesia, PT. Kertas Gowa dan PT. Istaka Karya. Dari beberapa kasus kepailitan BUMN tersebut ada beberapa dinyatakan pailit, walaupun pada akhirnya tidak ada yang dapat dinyatakan pailit.3 Seandainyapun dinyatakan pailit di Pengadilan Niaga akan dibatalkan ditingkat kasasi, atau seandainya dikabulkan di tingkat Kasasi akan dibatalkan ditingkat Peninjauan Kembali.

Terdapatnya inkonsistensi terhadap putusan hakim atas permohonan pernyataan pailit terhadap BUMN khususnya persero baik di pengadilan tingkat pertama, maupun tingkat Mahkamah Agung karena terdapat pemahaman yang berbeda tidak saja di kalangan hakim tetapi juga di kalangan praktisi hukum dan akademisi bahkan pemerintah, mengenai kedudukan hukum aset BUMN Persero terhadap keuangan negara. Rancunya konsep kuangan negara dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (selanjutnya disebut UU KN) yang mencampuradukkan kuangan publik dengan keuangan privat serta bertentangnya perundang-undangan yang terkait yakni Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut UU BUMN), Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang selanjutnya disebut (UU KPKPU), Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT), dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (selanjutnya disebut UU PN), mengakibatkan pertentangan pemahaman

3 Ilyas Istianur Praditya, “Dahlan Gerah Terhadap Dua BUMN Ini,” Liputan6.com

(12)

mengenai apakah BUMN Persero dapat dinyatakan Pailit, sehingga muncul putusan hakim yang inkonsisten.4

Badan Usaha Milik Negara Persero maupun yang berbentuk perum pada dasarnya dapat dinyatakan pailit, tetapi di dalam ketentuan UU KPKPU ada pengecualian dalam ketentuan Pasal 2 ayat (5) yang mengecualikan perusahaan Asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun, dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik. Disebutkan bahwa terhadap perusahaan-perusahaan tersebut, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan. Selanjutnya apabila melihat penjelasan Pasal 2 ayat (5) yang dimaksud dengan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diartikan bahwa terdapat diversifikasi antara BUMN yang begerak di bidang kepentingan publik dengan BUMN yang tidak bergerak di bidang kepentingan publik. Apabila dibaca secara a contrario jelas bahwa BUMN yang tidak bergerak di bidang kepentingan publik adalah BUMN yang tidak seluruh modalnya dimiliki oleh negara dan tidak terbagi atas saham.5

Prespektif keuangan negara mengenai hal kedudukan aset BUMN sebagai aset negara menimbulkan polemik bagi hakim, praktisi, maupun akademisi. Banyak pendapat yang muncul terkait hal tersebut, ada yang mengatakan bahwa aset BUMN khususnya BUMN Persero adalah aset BUMN itu sendiri. Pendapat yang lain mengatakan bahwa aset BUMN adalah aset Negara. Pasal 1 UU KN menegaskan bahwa yang dimaksud dengan kuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa

4 Andriani Nurdin, Op.Cit., hlm 3.

(13)

uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.6 Selanjutnya ruang linkup keuangan negara meliputi kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah.

Ruang lingkup keuangan negara yang luas tersebut menimbulkan kerancuan dari aspek yuridis, karena dengan ruang lingkup yang seperti itu maka bisa saja aset BUMN Persero dinyatakan sebagai aset negara. Hal ini tentunya tidak akan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang lainnya serta doktirn-doktrin yang ada tentang perseroan. Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang.7

Guru Besar Fakultas Hukum UI (FHUI) Erman Radjagukguk mengatakan bahwa kekayaan BUMN Persero sebagai badan hukum bukanlah menjadi bagian dari kekayaan negara. Pasalnya, kekayaan negara yang dipisahkan di dalam BUMN hanya berbentuk saham. Artinya, kekayaan BUMN tidak menjadi kekayaan negara. Pasal 1 Ayat (2) UU BUMN yang menyatakan bahwa Perusahaan Persero, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk PT yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 persen dimiliki oleh negara yang tujuan utamanya adalah mengejar

6 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

Bab I, Pasal 1angka 1 dan Pasal 2 huruf g.

7 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

(14)

keuntungan. Selanjutnya, Pasal 11 menyatakan terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi PT sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang PT yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang PT.8

Berdasarkan ketentuan UU PT, UU BUMN dan para pendapat sarjana dapat dilihat bahwa ada perbedaan cara pandang terkait kedudukan aset BUMN yang dikaitkan dengan harta kekayaan negara. Belum lagi dikaitkan dengan UU PN, di mana adanya suatu larangan penyitaan terhadap barang-barang milik negara/daerah atau yang dikuasai oleh negara/daerah. Adapun bunyinya sebagai berikut:9

Pihak mana pun dilarang melakukan penyitaan terhadap;

1. Uang atau surat berharga milik negara/daerah baik yang berada pada instansi Pemerintah maupun pada pihak ketiga;

2. Barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik negara/daerah. Sementara itu kepailitan pada hakekatnya adalah merupakan sita umum atas semua kekayaan debitur pailit (Pasal 1 angka 1 UU KPKPU). Sehingga terhadap penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa terhadap BUMN Persero tidak dapat dilakukan pailit, karena sebagian atau seluruh aset perusahaan adalah milik negara, apabila bisa dipailitkan maka yang dimungkinkan untuk dapat disita adalah harta yang diluar dari milik negara. Tetapi hal ini bertentangan dengan hakekat kepailitan, karena kepailitan itu merupakan sita umum terhadap semua aset debitur.

8 “Kekayaan BUMN Bukan Bagian Keuangan Negara,” hukumonline.com (diakses Rabu,

31 Oktober 2012).

9 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

(15)

Larangan penyitaan inilah sebenarnya pokok dari permasalahan yang ada, tidak konsistennya putusan para hakim dikarenakan adanya suatu larangan penyitaan terhadap aset negara yang membuat para hakim tersebut menjadi bingung. Mereka menyadari bahwa BUMN Persero tersebut telah terbukti memiliki dua kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, yang menjadi dasar BUMN Persero tersebut dinyatakan pailit. Kepailitan merupakan sita umum atas semua kekayaan debitur pailit, sementara terhadap harta negara tidak bisa dilakukan penyitaan. Oleh karena itu terhadap BUMN Persero tidak berlaku Kepailitan. Ketidak harmonisan peraturan perundang-undangan ini menjadi polemik bagi para penegak hukum. Suatu hal yang aneh apabila suatu perusahaan tidak dapat dipailitkan. Ini menggambarkan tidak adanya suatu kepastian hukum dalam permasalahan kepailitan perusahaan BUMN. Tidak terjaminnya hak kreditur untuk kembali uangnya dari debitur yakni BUMN merupakan suatu ketidakadilan dari suatu dunia bisnis.

(16)

perekonomian global sangat membutuhkan aturan Hukum Kepailitan yang mampu memenuhi kebutuhan hukum para pelaku bisnis dalam penyelesaian utang piutang mereka.10

Zainal Asikin menyebutkan bahwa “hukum kepailitan mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu melalui hukum kepailitan akan diadakan suatu penyitaan umum (eksekusi massal) terhadap seluruh harta kekayaan debitur, yang selanjutnya akan dibagikan kepada kreditur secara seimbang dan adil di bawah pengawasan petugas yang berwenang.” Instrumen Hukum Kepailitan sangat penting, karena jika insrtumen ini tidak ada, kesemerawutan setidak-tidaknya yang menyangkut pelaksanaan hak-hak ganti kerugian akan timbul.11

Kepailitan merupakan suatu lembaga hukum perdata sebagai realisasi dari 2 (dua) asas pokok yang terdapat dalam Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata. Pasal 1131 KUHPerdata menentukan bahwa “semua benda bergerak dan tidak bergerak

dari seoarng debitur, baik yang sekarang ada, maupun yang akan diperolehnya (yang masih akan ada) menjadi tanggungan atas perikatan-perikatan pribadinya”. Pasal 1132 KUHPerdata menentukan bahwa “benda-benda itu dimaksudkan

sebagai jaminan bagi para krediturnya bersama-sama dan hasil penjualan atas benda-benda itu akan dibagi diantara mereka secara seimbang. Debitur dipaksa untuk memnuhi prestasinya kepada kreditur. Apabila debitur lalai yang berarti telah terjadi wanprestasi, maka seluruh harta kekayaannya akan menjadi jaminan seluruh utangnya. Hasil penjualan harta kekayaan debitur akan dibagi secara seimbang dan adil kepada kreditur berdasarkan perimbanagan jenis piutang dan

10 Sunarmi, Hukum Kepailitan Edisi 2 (Jakarta: PT. Sofmedia, 2010), hlm. 1.

(17)

besar kecilnya piutang masing-masing.12 Keadilan inilah yang ingin dicari dalam tulisan ini. Pemahaman tentang perusahaan BUMN seharusnya dapat diharmoniskan antara undang-undang dengan teori-teori hukum atau doktri-doktrin yang ada dan undang-undang yang satu dengan lainnya. Sehingga akan menimbulkan kepastian hukum yang jelas dan tidak merugikan pihak manapun.

Berdasarkan gambaran di atas, selain ketentuan yang rancu dan bertentangannya peraturan perundang-undang yang terkait, juga terdapat pola pikir mengenai konsep kepailitan yang telah diartikan salah oleh berbagai pihak, hal ini menyebabkan hakim selalu gamang dalam mengadili perkara kepailitan BUMN. Penerapan sita umum terhadap aset perusahaan BUMN Persero yang sudah dinyatakan pailit akan mengalami hambatan dalam proses pelaksanaannya, apabila pertentangan dan pola pikir yang salah tersebut tidak segera di luruskan. Hal ini yang menjadi dasar untuk mengangkat masalah ini menjadi sebuah judul skripsi dan penulisan ini akan dibatasi pada sita umum terhadap aset perusahaan BUMN Persero pailit terkait adanya larangan penyitaan terhadap aset negara di dalam UU PN.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang ada pada latar belakang tulisan ini, maka terdapat beberapa pokok permasalahan yang akan dibahas. Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Bagaimanakah keterkaitan Badan Usaha Milik Negara Persero dengan badan hukum perseroan terbatas?

(18)

2. Bagaimanakah status hukum keberadaan aset negara dalam Badan Usaha Milik Negara Persero?

3. Bagaimana penerapan sita umum terhadap aset Badan Usaha Milik Negara Persero pailit terkait Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan penulisan

Adapun tujuan penelitian yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui keterkaitan BUMN Persero dengan hukum perseroan pada umumnya.

b. Untuk mengetahui kedudukan hukum aset BUMN Persero dalam keuangan negara di Indonesia.

c. Untuk mengetahui sejauh mana kepastian hukum terhadap penerapan sita umum BUMN Persero pailit di Indonesia.

2. Manfaat penulisan

Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah : a. Secara teoritis

Diharapkan akan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan ilmu hukum, khususnya pengetahuan ilmu hukum ekonomi tentang kepailitan BUMN Persero.

(19)

Dapat diajukan sebagai bahan pedoman dan rujukan bagi rekan-rekan mahasiswa, masyarakat, praktisi hukum, dan pemerintah agar lebih mengetahui dan memahami tentang BUMN Persero sebagai PT, kedudukan aset BUMN Persero dalam keuangan negara dan pengaturan kepailitan BUMN Persero. Suatu peraturan yang baik adalah peraturan yang tidak saja memenuhi persyaratan-persyaratan formal sebagai suatu peraturan, tetapi menimbulkan rasa keadilan dan kepatutan yang dilaksanakan atau ditegakkan dalam kenyataannya.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil penelitian yang ada, skripsi ini berjudul “Penerapan Sita Umum Terhadap Aset Perusahaan Badan Usaha

Milik Negara (BUMN) Persero Pailit Terkait Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara” belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di lingkungan Universitas Sumatera Utara. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya surat yang dikeluarkan oleh Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum USU.

(20)

skripsi sebelum skripsi ini dibuat, maka hal itu dapat dimintakan pertanggungjawabannya.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian BUMN Persero

Pengertian BUMN di dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN Pasal 1 angka 1 adalah “Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.”

BUMN Persero adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas selanjutnya disebut (PT) yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.13 PT adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham.14

2. Pengertian keuangan negara dan perbendaharaan negara

Pengertian kuangan negara menurut M. Ichwan adalah “rencana kegiatan secara kuantitatif (dengan angka-angka di antaranya diwujudkan dalam jumlah mata uang), yang akan dijalankan untuk masa mendatang, lazimnya 1 (satu) tahun mendatang.”15 Pengertian keuangan negara menurut Geodhart adalah “keseluruhan undang-undang yang ditetapkan secara periodik yang memberikan kekuasaan pemerintah untuk melaksanakan pengeluaran mengenai periode tertentu dan menunjukan alat pembiayaan yang diperlukan untuk menutup pengeluaran tersebut.” 16

13 Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN Pasal 1

angka 2.

14 Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Pasal 1 angka 1.

(21)

Unsur-unsur keuangan negara menurut Geodhart meliputi: a. Periodik

b. Pemerintah sebagai pelaksana anggaran

c. Pelaksanaan anggaran mencangkup 2 (dua) wewenang, yaitu: wewenang pengeluaran dan wewenang untuk menggali sumber-sumber pembiayaan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran yang bersangkutan.

d. Bentuk anggaran negara adalah berupa suatu undang-undang.

Menurut Glenn A. Welsch keuangan negara (budget) adalah “suatu bentuk

statement dari rencana dan kebijaksanaan manajemen yang dipakai dalam suatu

periode tertentu sebagai petunjuk atau blue print di dalam periode itu.”17 Sedangkan Menurut John F. Due budget adalah18

suatu rencana keuangan untuk suatu periode waktu tertentu. Government

budget (anggaran belanja pemerintah) adalah suatu pernyataan mengenai

pengeluaran atau belanja yang diusulkan dan penerimaan untuk masa mendatang bersama dengan data tentang pengeluaran dan penerimaan sebenarnya untuk periode mendatang dan periode yang telah lampau. Unsur-unsur definisi John F. Due adalah:

a. Biasanya anggaran belanja memuat data-data keuangan mengenai pengeluaran-pengeluaran dan penerimaan-penerimaan dari tahun-tahun yang sudah lalu.

b. Jumlah-jumlah yang diusulkan untuk tahun yang akan datang. c. Jumlah taksiran-taksiran untuk tahu yang sedang berjalan. d. Rencana keuangan tersebut untuk suatu periode tertentu.

Pengertian keuangan negara menurut Otto Ekstein adalah “suatu pernyataan rinci tentang pengeluaran dan penerimaan pemerintah untuk waktu

17Ibid, hlm. 2.

(22)

satu tahun.”19 Sedangkan pengertian keuangan negara menurut Van der Kemp adalah “semua hak yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu (baik berupa uang ataupun barang) yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan hak-hak tersebut.”20 Sementara itu seminar ICW tanggal 30 Agustus 5 September 1970 di Jakarta merekomendasikan pengertian keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.21

Pengertian keuangan negara menurut UU KN Pasal 1 angka 1 adalah “semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu, baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara yang berkaitan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.” Adapun pengertian perbendaharaan negara di dalam UU PN Pasal 1 angka 1 adalah “pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan

kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD.” 3. Pengertian kepailitan

Menurut bahasa Perancis, istilah “faillite” artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran. Oleh sebab itu orang mogok atau macet atau berhenti membayar utangnya dalam bahasa Perancis disebut lefailli. Untuk arti yang sama di dalam bahasa Belanda dipergunakan istilah failliet.

19Ibid,

(23)

Sedangkan di dalam bahasa Inggris dikenal istilah “to fail” dan di dalam bahasa latin dipergunakan istilah “fallire.”22

Dalam Black’s Law Dictionary pailit atau Bankrupt adalah23

the state or condition of a person (individual, partnership, corporation,

municipality) who is unable to pay its debt as they are, or become due.”

The term includes a person against whom an involuntary petition has been filed, or who has filed a voluntary petition, or who has been adjudged a bankrupt.

Dari pengertian yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary tersebut dapat kita lihat bahwa pengertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari seorang (debitur) atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitur sendiri, maupun atas permintaan pihak ketiga (di luar debitur), suatu permohonan pernyataan pailit ke Pengadilan.

Peraturan kepailitan yang lama, yaitu Fv S. 1905 No. 217 jo. 1906 No. 348 yang dimaksud pailit adalah, setiap berutang (debitur) yang ada dalam keadaan berhenti membayar, baik atas laporan sendiri maupun atas permohonan seseorang atau lebih berpiutang (kreditur), dengan putusan hakim dinyatakan dalam keadaan pailit.24

Ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan Pasal 1 angka 1, yang menyebutkan kepailitan adalah:

Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2, baik atas permohonannya sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya.

22 Zainal Asikin, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002 ), hlm. 26.

23 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 11.

(24)

Menurut undang-undang tentang kepailitan yang baru yakni UU KPKPU Pasal 1 angka 1, bahwa yang dimaksud kepailitan adalah “sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusannya dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas.” Sita umum yang dimaksud dalam kepailitan adalah rangkaian penyitaan yang meliputi seluruh harta kekayaan debitur Pailit sejak putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Sita umum mengakhiri sita dan eksekusi sendiri-sendiri yang dilakukan oleh para kreditur sehingga para kreditur harus tunduk secara bersama-sama (concursus creditorum).25

F. Metode Penelitian 1. Spesifikasi penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dalam menyusun skripsi ini, maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Nama lain dari Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum doktriner, juga disebut sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen. Disebut penelitian hukum doktriner, karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum yang lain. Dikatakan sebagai penelitian perpustakaan ataupun studi dokumen, disebabkan penelitian ini lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan. Penelitian perpustakaan demikian dapat dikatakan pula sebagai lawan dari penelitian empiris (penelitian lapangan).26

25 Sita Umum Dalam Kepailitan, hukumkini.blogspot.com (diakses Kamis, 20 Februari

2014).

(25)

Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum obyektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum subyektif (hak dan kewajiban). Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian normatif ini menggunakan pendekatan yuridis. Metode ini digunakan agar dapat mengerti dan memahami gejala yang diteliti.27

2. Data penelitian

Materi dalam skripsi ini diambil dari data-data sekunder. Adapun data-data sekunder yang dimaksud adalah :

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikat atau yang membuat orang taat pada hukum dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang seperti peraturan perundang-undangan, dan putusan hakim. Dalam tulisan ini diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Noomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang PT, peraturan pemerintah, Peraturan Menteri BUMN, dan peraturan-peraturan lainnya serta Putusan-Putusan hakim.

b. Bahan hukum sekunder

(26)

Bahan hukum sekunder itu diartikan sebagai bahan hukum yang tidak mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum primer. Yaitu semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang Kepailitan BUMN Persero seperti buku-buku, seminar-seminar, jurnal hukum, majalah, koran, karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan permasalahan diatas.

c. Bahan hukum tersier

Yaitu semua dokumen yang berisi tentang konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedi, dan sebagainya.

3. Teknik pengumpulan data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara sistematis terhadap bahan-bahan yang digunakan seperti buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

4. Analisis data

Analisis data yang digunakan dalam skripsi ini yaitu dengan menggunakan metode penelitian deskriptif analitis, yaitu mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum sebagai objek penelitian.28 Dalam metode penelitian deskriptif analitis ini analisis data yang dipergunakan adalah analisis secara pendekatan kualitatif terhadap data sekunder.

(27)

G. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian judul, tinjauan pustaka, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II KETERKAITAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERSERO DENGAN BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS

Pada bab ini akan membahas tentang Badan Usaha Milik Negara, bentuk badan hukum PT dan pengelolaan BUMN Persero sebagai PT serta keterkaitan antara Badan Usaha Milik Negara Persero dengan PT.

BAB III ASET NEGARA DALAM BADAN USAHA MILIK NEGARA PERSERO

Bab ini akan membahas tentang keuangan negara, perbendaharaan negara, dan status hukum aset negara di dalam BUMN Persero Terkait Adanya Putusan MK. No. 48 dan 62/PPU-XI/2013.

BAB IV PENERAPAN SITA UMUM TERHADAP ASET BADAN USAHA MILIK NEGARA PERSERO PAILIT

(28)

permasalahan tersebut menjadi satu kesatuan pemahaman yang nantinya menjelaskan bagaimana sebenarnya Kepailitan BUMN Persero itu.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(29)

KETERKAITAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERSERO DENGAN BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS

A. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia 1. Sejarah BUMN di Indonesia

Pada saat menyusun Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, para perintis kemerdekaan menyadari bahwa Indonesia sebagai kolektivitas politik masih belum memiliki modal yang cukup untuk melaksanakan pembangunan ekonomi. Indonesia hanya memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia, sementara faktor produksi yang lain, seperti modal dan teknologi belum tersedia. Atas dasar kenyataan inilah kemudian dirumuskan landasan hukum tentang asas keadilan di bidang ekonomi dan kesejahteraan sebagaimana tertera dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Negara mengambil peran penting di bidang ekonomi untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan mendirikan BUMN melalui nasionalisasi perusahaan-perusahaan eks pemerintah Belanda.29

Sejarah BUMN di Indonesia banyak diwarnai dengan nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing, terutama milik Belanda yang dimulai pada tahun 1951. Perusahaan Belanda yang dikenakan nasionalisasi dilakukan melalui badan-badan penguasaan menurut bidangnya seperti perusahaan dagang, perusahaan farmasi, perkebunan, industri, dan sebagainya. Setelah diambil alih pemerintah, dibentuk perusahaan-perusahaan terbatas negara, seperti PT Indetins, PT Satya

(30)

Negara, dan PT Indevitra. Termasuk hasil nasionalisasi adalah Bank Indonesia yang semula merupakan sebuah bank milik Belanda, Jawasche Bank, yang dinasionalisasi pada tahun1953.30

Perkembangan perekonomian Indonesia, diawal kemerdekaan peraktis dikuasai oleh The Big Three Bank Belanda, The Big Five Trading House Belanda (struktur prusahaan Belanda), MNC Inggris dan Amerika Serikat. The Big Three, yaitu Nederlandsche Handel Maatschapij menjadi Ekspor Impor Indonesia, Escompto Bank menjadi Bank Dagang Negara, dan Nationale Handel Bank menjadi Bank Bumi Daya. Selain itu, pemerintah melanjutkan Bank Rakyat Indonesia berasal dari Aglemene Vols Crediet Bank, Bank Tabungan Negara berasal dari De Postspaarbank, dan pemerintah mendirikan BIN yang menjadi Bapindo. Selain perusahaan Belanda, maka perusahaan Inggris, Amerika Serikat, dan Eropa lainnya seperti, BPM/Shell, Caltex, Stanvac, Goodyear, General Motors, Union Carbide, Dunlop, BAT, Rothmans, Bata, Coca cola, IBM.31

Periode 1969, melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 ditetapkan 3 bentuk PN, yaitu sebagai berikut.32

a. Perusahaan Jawatan (Perjan), makna usaha adalah “public service,” artinya pengabdian serta pelayanan kepada masyarakat. Usahanya dijalankan, dan pelayanan diberikan, dengan memegang teguh syarat-syarat efesiensi efektifitas dan ekonomis serta manajement dan pelayanan kepada umum atau masyarakat yang baik dan memuaskan. Perjan tidak

30 A. Habibullah, Kebijakan Privatisasi BUMN Relasi State, Market Dan Civil Society (Malang: Averroes Press, 2009), hlm. 73.

31 Christianto Wibisono, Profil dan Anatomi BUMN, dalam, Ibrahim R, Prospek BUMN

dan Kepentingan Umum (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1997), hlm. 108.

(31)

dipimpin oleh Direksi tetapi oleh seoarang Kepala yang merupakan bawahan suatu bagian dari Departemen atau Direktorat Jenderal atau Pemerintah Daerah yang memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan. b. Perusahaan Umum (Perum), makna usahanya adalah melayani

kepentingan umum baik produksi, distribusi dan konsumsi secara keseluruhan dan sekaligus untuk memupuk keuntungan. Perum dipimpin oleh Direksi dan modal seluruhnya dimiliki oleh negara dari kekayaan negara yang dipisahkan.

c. Perusahaan Perseroan (Persero), makna usahanya adalah untuk memupuk keuntungan dalam arti,karena baiknya pelayanan dan pembinaan organisasi yang baik, efektif, efisien dan ekonomis secara

business-zakelijk, cost accounting principles, management effectiveness dan

pelayanan umum yang baik dan memuaskan memperoleh surplus atau laba. Persero dipimpin oleh Direksi dan modal seluruhnya atau sebagian merupakan milik negara yang dipisahkan serta terbagi atas saham.

Pada periode 2003 kembali pemerintah memperbaharui regulasi yang berhubungan dengan Perusahaan Negara dalam bentuk Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dalam undang-undang ini jenis BUMN disederhanakan menjadi dua, yaitu perusahaan perseroan dan perusahaan umum.33

2. Landasan yuridis keberadaan BUMN di Indonesia

Keberadaan BUMN dalam aktivitas perekonomian di Indonesia mendapat landasan yuridis berupa Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 yang memberikan

(32)

hak kepada Negara Indonesia untuk menguasai hajat hidup orang banyak.34 Secara lebih spesifik, BUMN juga diatur di dalam beberapa undang-undang dan peraturan dibawahnya.

Badan Usaha Milik Negara diatur dalam UU BUMN, Lembaran Negara Nomor 70 Tahun 2003. Undang-undang ini mengganti tiga undang-undang sebelumnya, yaitu Indonesische Berdrijvenwet (Stb. No. 419 Tahun 1927) sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1955; Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 Tentang Perusahaan Negara; dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969 Tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara Menjadi Undang-Undang. Sejak diundangkannya UU BUMN, ketiga undang-undang tersebut dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. UU BUMN mulai berlaku sejak tanggal diundangkan, yaitu tanggal 19 Juni 2003.35

3. Maksud dan tujuan pendirian BUMN

Berdasarkan ketentuan yang lama Pasal 4 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 19 Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara disebutkan secara jelas sifat pendirian BUMN, di mana BUMN merupakan kesatuan produksi yang bersifat:36 Memberi jasa, menyelenggarakan kemanfaatan umum; dan memupuk pendapatan. Adapun maksud dan tujuan didirikannya BUMN adalah untuk turut membangun ekonomi nasional sesuai dengan ekonomi terpimpin pada waktu itu dengan mengutamakan kebutuhan rakyat dan ketentraman serta kesenangan kerja dalam

34 A. Habibullah, Loc. Cit.

35 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2010) hlm. 169.

(33)

perusahaan menuju terwujudnya masyarakat adil dan makmur material dan spiritual.37

Berdasar sifat, maksud, dan tujuan pendirian BUMN seperti tersebut diatas, merupakan konsekuensi logis dari perwujudan tujuan bernegara, yakni untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, khususnya yang berkenaan dengan penguasaan negara dalam cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu, perumusan mengenai sifat, maksud, dan tujuan pendirian BUMN itu harus pula sejalan dengan tujuan umum dari negara, yakni meningkatkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga sudah selayaknya jika BUMN tidak hanya difungsikan sebagai unit ekonomi yang melaksanakan fungsi profitisasi semata, akan tetapi diharuskan pula melaksanakan fungsi sosial.38

Fungsi BUMN tidak hanya ditekankan pada fungsi melaksanakan fungsi komersil semata dengan mengedepankan orientasi keuntungan. Akan tetapi harus pula melaksanakan fungsi sosial, hal tersebut dikarenakan sifat, maksud, dan tujuan pendirian BUMN itu memang khas sifatnya. Itulah yang disebut karakteristik pendirian BUMN yang berbeda dengan pendirian usaha swasta maupun koperasi. Sebagaimana telah pula diuraikan dimuka, bahwa keberadaan dan kedudukan BUMN di Indonesia dengan melihat latar belakang pendiriannya itu bukan hanya didasarkan atas alasan ideologi semata, akan tetapi juga didasarkan atas alasan politis dan ekonomis.39

37Ibid, hlm. 76.

38Ibid,

(34)

Ada 5 (lima) tujuan pendirian BUMN yang diatur dalam UU BUMN Pasal 2, yaitu sebagai berikut.

Pertama, tujuan pendirian BUMN adalah untuk memberikan sumbangan

bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya. BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat sekaligus memberikan kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan membantu penerimaan negara.

Kedua, tujuan pendirian BUMN adalah untuk mengejar keuntungan.

Meskipun maksud dan tujuan Persero adalah untuk mengejar keuntungan, dalam hal-hal tertentu adalah untuk melakukan pelayanan umum. Persero dapat diberikan tugas khusus dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Dengan demikian, penugasan pemerintah harus disertai dengan pembiayaannya (kompensasi) berdasarkan perhitungan bisnis atau komersial. Sedangkan untuk Perum yang tujuannya adalah menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan umum, dalam pelaksanaannya harus memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.

Ketiga, tujuan pendirian BUMN adalah menyelenggarakan kemanfaatan

umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. Dengan maksud dan tujuan seperti ini, setiap hasil usaha dari BUMN, baik barang maupun jasa dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

Keempat, tujuan pendirian BUMN adalah menjadi perintis

(35)

dan/atau jasa yang dibutuhkan oleh maasyarakat. Namun, kegiatan tersebut belum dapat dilakukan oleh swasta atau koperasi karena secara komersial tidak menguntungkan. Oleh karena itu, tugas tersebut dapat dilakukan melalui penugasan kepada BUMN. Dalam hal adanya suatu kebutuhan masyarakat luas yang mendesak, pemerintah dapat pula menugasi suatu BUMN yang mempunyai fungsi pelayanan kemanfaatan umum untuk melaksanakan program kemitraan dengan pengusaha golongan ekonomi lemah.

Kelima, turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha

golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat. Sebagai wujud dari manfaat dan tujuan didirikannya BUMN Persero dalam percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.

B. Bentuk Badan Hukum Perseroan Terbatas 1. Konsep dasar Perseroan Terbatas

Perseroan Terbatas selanjutnya disebut (PT) merupakan badan hukum

(legal entity), yaitu badan hukum “mandiri” (persona standi in judicio) yang

memiliki sifat dan ciri kualitas yang berbeda dari bentuk usaha lainnya seperti

Matschap, baik firma maupun persekutuan komanditer (CV).40 Badan hukum

merupakan subyek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban. Badan hukum sebagai subyek hukum memiliki beberapa teori secara umum antara lain;41

a. Para sarjana yang menganggap bahwa badan hukum sebagai wujud yang nyata, dianggap mempunyai kelengkapan panca indera sendiri

40 I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Berbagai Peraturan dan Pelaksanaan

Undang-Undang di Bidang Usaha (Jakarta: Kesaint Blanc, 2006), hlm. 142.

41 Habib Adjie, Status Badan Hukum, Prinsip-Prinsip dan Tanggung Jawab Sosial

(36)

sebagaimana manusia, maka akibatnya badan hukum dapat dipersamakan seperti manusia.

b. Para sarjana yang menganggap bahwa badan hukum tidak sebagai wujud yang nyata, di belakang badan hukum itu sebenarnya berdiri manusia. Akibatnya, kalau badan hukum tersebut berbuat suatu kesalahan, maka kesalahan tersebut adalah kesalahan manusia yang berada di belakang badan hukum tersebut.

Secara khusus ada beberapa landasan teori yang berkembang tentang personalitas badan hukum, antara lain sebagai berikut:42

a. Teori fiksi (fictie-theoriey) dari Von Savigny, menurut teori ini, badan hukum adalah ciptaan atau rekayasa manusia, merupakan hasil suatu fiksi manusia. Kapasitas badan hukum ini didasarkan pada hukum positif. Oleh karena personalitas badan hukum ini didasarkan hukum positif, negara mengakui badan hukum tersebut dengan segala hak dan kewajiban yang dimilikinya, diperlakukan sama dengan manusia.

b. Teori harta kekayaan bertujuan (doelvermogens-theorie) dari Brinz, menurut teori ini, hanya manusia saja yang dapat menjadi subyek hukum. Tetapi juga tidak dibantah adanya hak-hak atas suatu kekayaan, sedangkan tiada manusiapun yang menjadi pendukung hak-hak itu. Apa yang dinamakan hak-hak dari suatu badan hukum, sebenarnya hak-hak yang tidak ada yang mempunyainya dan sebagai penggantinya adalah suatu harta kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan.

42 Kurniawan, Hukum Perusahaan Karakteristik Badan Usaha Berbadan Hukum dan

(37)

c. Teori organ (orgaan theories) dari Otto von Gierke, badan hukum itu adalah suatu realitas sesungguhnya sama seperti sifat kepribadian alam manusia ada di dalam pergaulan hukum. Badan hukum di sini tidak hanya merupakan pribadi yang sesungguhnya, tetapi juga mempunyai kehendak atau kemauan sendiri yang dibentuk melalui alat-alat perlengkapan atau organ-organnya. Dan apa yang mereka putuskan adalah khendak atau kemauan dari badan hukum.

d. Teori kekayaan bersama (propriete collective theorie; gezamenlijke

vermogens-theorie) dari Planiol dan Molengraaff, menurut teori ini, hak

dan kewajiban badan hukum itu pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban anggota bersama kekayaan bersama. Anggota-anggota badan hukum tidak hanya dapat memiliki masing—masing untuk bagian yang tidak dapat dibagi, tetapi juga sebagai pemilik bersama-sama untuk keseluruhan, sehingga mereka secara pribadi tidak bersama-sama semuanya menjadi pemilik. Orang-orang yang berhimpun itu semuanya merupakan suatu kesatuan dan membentuk suatu pribadi, yang dinamakan badan hukum. Atas dasar ini, maka badan hukum itu tidak lain adalah suatu konstruksi yuridis belaka.

Ditinjau berdasarkan doktrin mengenai badan hukum menurut Ridwan Syahrani, bahwa sesuatu lembaga atau badan disebut sebagai badan hukum karena memiliki unsur-unsur yaitu; pertama adanya harta kekayaan yang terpisah, kedua mempunyai tujuan tertentu, ketiga mempunyai kepentingan sendiri, dan yang keempat adanya organisasi yang teratur.43

43 Freddy Harris dan Teddy Anggoro, Hukum Perseroan Terbatas Kewajiban

(38)

Adanya pemisahan harta kekayaan antara perusahaan dan pemilik usaha.44 Badan hukum memiliki pertanggungjawaban sendiri, walaupun harta kekayaan itu berasal dari pemasukan para anggota, harta kekayaan itu terpisah sama sekali dengan harta kekayaan masing-masing anggota-anggotanya. Kekayaan yang terpisah itu akan mempunyai akibat:

a. Kreditur pribadi para anggota tidak mempunyai hak untuk menuntut harta kekayaan badan hukum itu.

b. Para anggota pribadi tidak dapat menagih piutang dari badan hukum terhadap pihak ketiga.

c. Kompensasi antara utang pribadi dan utang badan hukum tidak diperkenankan.

d. Hubungan hukum, baik persetujuan, maupun proses-proses antara anggota dan badan hukum mungkin saja seperti halnya antara badan hukum dengan pihak ketiga.

e. Pada kepailitan, hanya para kreditur badan hukum dapat menuntut harta kekayaan yang terpisah itu.45

Badan hukum dibentuk mempunyai tujuan tertentu. Tujuan dapat merupakan tujuan yang ideal atau tujuan yang komersial. Tujuan itu adalah tujuan tersendiri dari badan hukum dan karena itu tujuan bukanlah merupakan kepentingan pribadi dari satu atau beberapa orang anggota. Oleh karena badan hukum hanya dapat bertindak dengan perantara organnya, maka perumusan tujuan

44 Kurniawan, Op.Cit, hlm. 26.

45 Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan,

(39)

hendaknya tegas dan jelas. Ketegasan ini memudahkan pemisahan apakah organ bertindak dalam batas-batas kewenangannya atau tidak.46

Badan hukum mempunyai kekayaan sendiri untuk usaha-usaha mencapai tujuan tertentu itu, maka badan hukum itu mempunyai kepentingan sendiri. Kepentingan yang tidak lain adalah merupakan hak-hak subyektif sebagai akibat dari peristiwa-peristiwa hukum, maka kepentingan itu adalah kepentingan yang dilindungi oleh hukum. Sebab itu, badan hukum yang mempunyai kepentingan sendiri dapat menuntut dan mempertahankan kepentingannya terhadap pihak ketiga dalam pergaulan hukumnya.47

Perseroan Terbatas sebagai badan hukum yang mandiri memiliki organisasi yang teratur. Organisasi yang dibentuk bertujuan untuk menjalankan kegiatan badan hukum, karena badan hukum merupakan suatu kontruksi hukum yang dapat bertindak melalui organ-organnya. Dengan demikian maka organisasi adalah suatu hal yang sangat esensial bagi badan hukum.48

Adapun yang dimaksudkan dengan kedudukan mandiri adalah bahwa PT dalam hukum dipandang berdiri sendiri otonom terlepas dari orang perorangan yang berada dalam PT tersebut. Di satu pihak PT merupakan wadah yang menghimpun orang-orang yang mengadakan kerja sama dalam PT, namun di lain pihak segala perbuatan yang dilakukan dalam rangka kerjasama dalam PT itu oleh hukum dipandang semata-mata sebagai perbuatan badan itu sendiri. Karena itu konsekuensinya, keuntungan yang diperoleh, dipandang sebagai hak dan harta kekayaan badan itu sendiri. Demikian pula sebaliknya bila terjadi suatu utang atau

46Ibid,

(40)

kerugian dianggap menjadi beban PT sendiri yang dibayarkan dari harta kekayaan PT semata-mata.49

Definisi PT berdasarkan Pasal 1 butir 1 UU PT, bahwa;

“Perseroan terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan adalah badan

hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang.”

Berdasarkan definisi PT di atas, terdapat beberapa unsur dari PT, sebagai berikut.50

a. Perseroan terbatas merupakan badan hukum. Sejak sebuah PT berstatus sebagai badan hukum, maka sejak saat itu hukum memperlakukan pemegang saham dan pengurus terpisah dri PT itu sendiri yang dikenal dengan istilah separate legal personality, yaitu sebagai individu yang berdiri sendiri. Sebagai badan hukum, pada prinsipnya PT dapat memiliki segala hak dan kewajiban yang dapat dimiliki oleh setiap orang-perorangan, dengan pengecualian yang bersifat pribadi, yang hanya mungkin dilaksanakan oleh orang-perorangan yang dalam hubungan tertentu dengan PT.51

b. Perseroan terbatas merupakan persekutuan modal. PT merupakan lembaga usaha yang dilaksanakan atau diselenggarakan tidak seorang diri. Msing-masing pihak menyetorkan modalnya kedalam PT sebagai modal dasar.

49 Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hlm. 9.

(41)

Modal tersebut dikonversikan menjadi saham-saham, sehingga PT merupakan himpunan saham, yang menjadi ciri khas bentuk dari PT c. Didirikan berdasarkan perjanjian. PT merupakan sebuah persekutuan,

yaitu suatu hubungan kerjasama dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha. Hubungan tersebut didasarkan pada perjanjian, oleh sebab itu dalam pendirian PT harus didirikan oleh dua orang atau lebih, karena dalam melakukan perjanjian harus ada minimal 2 (dua) pihak. Hal ini didasarkan pada Pasal 1313 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian tersebut harus disahkan dengan akata notaris.52

d. Melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang terbagi dalam saham-saham. Pasal 31 UU PT, menjelaskan bahwa modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham. Saham-saham tersebut menjadi bukti kepemilikan aset perusahaan dan dengan bukti tersebut pemilik saham mendapatkan hak-hak sebagai pemegang saham, berupa deviden dan hak suara dalam RUPS.

Perseroan Terbatas merupakan suatu badan usaha yang sempurna baik sebagai kesatuan ekonomi maupun sebagai kesatuan hukum. PT sebagai kesatuan ekonomi ditata oleh pranata hukum agar dapat berfungsi dan bertanggung jawab secara sempurna. Sebaliknya PT sebagai kesatuan hukum mempunyai kedudukan

(42)

sebagai badan hukum yaitu sebagai subyek yang mampu melakukan perbuatan hukum, sebagai pendukung hak dan kewajiban di dalam lalu lintas hukum.53 2. Syarat dan prosedur pendirian perseroan

Pendirian PT memiliki beberapa syarat, yaitu syarat formal dan syarat materiil. Yang dimaksud dengan syarat formal disini adalah bahwa perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia.54 Akta notaris merupakan syarat formal yang harus dipenuhi, menurut KUHD pendirian PT dilakukan dengan akta otentik.

Oleh karena itu, jika suatu PT tidak didirikan dengan akta notaris, secara yuridis formal tidak sah. Kemudian pendirian PT pada prinsipnya paling tidak dilakukan oleh dua orang55. Hal ini berkaitan dengan pengertian PT, bahwa PT didirikan berdasarkan perjanjian. Sebagaimana diketahui untuk membuat suatu perjanjian harus ada dua pihak atau lebih saling mengikatkan diri. Oleh sebab itu sebagai konsekuensi logis pendirian PT sebagai suatu perjanjian harus ada paling tidak dua orang.56

Waktu saat perseroan didirikan, setiap pendiri perseroan wajib mengambil bagian saham. Apabila setelah perseroan memperoleh status badan hukum pemegang sahamnya menjadi kurang dari dua orang, dalam jangka waktu paling lama enam bulan, terhitung sejak keadaan tersebut terjadi, pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain atau perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain. Setelah jangka waktu

53 Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Perusahaan (Bandung: CV. Mandar Maju, 2000), hlm. 5.

54 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas, Pasal 7ayat (1).

55 Orang yang dimaksud adalah orang perorangan, baik warganegara Indonesia maupun

(43)

enam bulan terlampaui, jika pemegang saham tetap kurang dari dua orang, maka keadaan ini akan berpengaruh pada pertanggungjawaban, yakni pemegang saham bertanggungjawab secara pribadi atas segala perikatan dan kerugian perseroan, dan atas permohonan pihak yang berkepentingan, Pengadilan Negeri dapat membubarkan perseroan tersebut.57 Akan tetapi, menurut Pasal 7 ayat (7) UU PT, ketentuan mengenai pemegang saham minimal dua orang atau lebih tidak berlaku bagi yang tersebut di bawah ini.

a. Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara.

b. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga keliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pasar Modal.

Adapun yanga dimaksud dengan syarat materiil dalam pendirian PT adalah modal. Modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nominal saham dengan nilai tertentu. Modal dasar perseroan paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), yang paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar tersebut harus ditempatkan dan disetor penuh.58

Jika semua persyaratan, baik formal maupun materiil telah dipenuhi oleh para pendiri PT, selanjutnya yang harus dilakukan adalah mengajukan permohonan pengesahan akta pendirian PT. Akta pendirian yang otentik tersebut kemudian disampaikan terlebih dahulu kepada Menteri Kehakiman untuk mendapatkan pengesahan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik. Pengesahan dari Menteri Kehakiman baru akan diberikan apabila syarat-syarat dalam anggaran dasar perseroan tidak bertentangan

57 Mulhadi, Op.Cit, hlm. 85.

(44)

dengan kepentingan umum maupun kesusilaan. Setelah akta pendirian perseroan disahkan, maka tugas para pendiri adalah mendaftarkannya pada kepaniteraan pengadilan setempat, dan kemudian diumumkan dalam berita negara.59

3. Organ perseroan

a. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Rapat Umum Pemegang Saham adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan yang tidak dimiliki organ lain, hal ini dijelaskan dalam Pasal 1 butir 4 UU PT yang menyebutkan bahwa RUPS adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam uandang-undang dan/atau anggaran dasar.60

Kewenangan tersebut merupakan kewenangan eksklusif yang tidak dapat diserahkan kepada orang lain yang telah ditetapkan dalam UU PT dan anggaran dasar. Wewenang eksklusif yang ditetapkan dalam UU PT akan ada selama UU PT tidak diubah. Sedangkan wewenang eksklusif dalam anggaran dasar yang disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM dapat diubah sewaktu-waktu melalui perubahan anggaran dasar dan sepanjang tidak bertentangan dengan UU PT.61 Ada beberapa wewenang eksklusif RUPS yang ditetapkan dalam UU PT, antara lain sebagai berikut.62

1) Penetapan perubahan anggaran dasar. 2) Penetapan perubahan modal.

3) Pemeriksaan, persetujuan dan pengesahan laporan tahunan. 4) Penetapan penggunaan laba.

59 Mulhadi, Op.Cit, hlm. 84.

60 Sentosa Sembiring, Op.Cit, hlm. 54. 61 Mulhadi, Op.Cit, hlm. 100.

(45)

5) Pengangkatan dan pemberhentian Direksi.

6) Penetapan mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan. 7) Penetapan pembubaran perseroan.

b. Dewan komisaris

Dewan komisaris mempunyai tugas melakukan pengawasan dan memberi nasihat kepada direksi. Pengawasan tersebut ditujukan atas kebijakan pengurusan perseroan, dan jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan. Pengawasan dan pemberian nasehat tersebut dilakukan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Oleh karena itu pengawasan, dan pemberian nasihat yang dilakukan oleh dewan komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu, tetapi untuk kepentingan perseroan secara menyeluruh dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.63

Adapun tanggung jawab secara keseluruhan dari dewan komisaris diatur dalam Pasal 114 dan Pasal 115 UU PT, yaitu sebagai berikut:

Pasal 114 ayat (1), dewan komisaris bertanggung jawab atas pengawasan perseroan berkenaan dengan kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan. Pasal 114 ayat (2), dewan komisaris wajib dengan itikad baik, kehati-hatian dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Pasal 114 ayat (3), setiap anggota direksi ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perseroan apabila bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. Sehubungan dengan hal

(46)

ini, penjelasan Pasal 114 ayat (3) UU PT menyebutkan bahwa ketentuan pada ayat ini menegaskan bahwa apabila dewan komisaris bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya sehingga mengakibatkan kerugian pada perseroan karena pengurusan yang dilakukan direksi, anggota dewan komisaris tersebut ikut bertanggung jawab sebatas kesalahan atau kelalaiannya. Pasal 114 ayat (4), dalam hal anggota dewan komisaris terdiri atas 2 (dua) anggota atau lebih, tanggung jawab tersebut berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota dewan komisaris. Pasal 114 ayat (5), anggota dewan komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian tersebut apabila dapat dibuktikan:

1) telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;

2) tidak memiliki kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusam direksi yang mengakibatkan kerugian; dan

3) telah memberikan nasihat kepada direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

(47)

menerbitkan surat pengakuan utang atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit dua anggota dewan komisaris.64

Anggaran dasar perseroan dapat mengatur adanya satu oarang atau lebih komisaris independen dan satu orang komisaris utusan. Komisaris independen diangkat berdasarkan keputusan RUPS dari pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris lainnya. Komisaris independen yang ada di dalam pedoman tatakelola perseroan yang baik

code of good corporate governance adalah “Komisaris dari pihak luar”.

Sedangkan komisaris utusan merupakan anggota Dewan Komisaris yang ditunjuk berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris.65

c. Direksi

Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Dari definisi tersebut tampak bahwa istilah tugas, wewenang, dan tanggung jawab direksi hampir memiliki arah dan maksud yang sama, yakni melakukan pengurusan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan dalam anggaran dasar perseroan dan mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.66

Referensi

Dokumen terkait

lingkungan Universitas Sumatera Utara penelitian dengan judul “Pelayanan Umum yang Dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero dalam Melaksanakan Maksud dan

Perbedaan penafsiran terkait status keuangan Negara yang ditanamkan dalam BUMN khususnya berbentuk Persero tidak lepas dari inkoherensi antara Undang-Undang Nomor 31 Tahun

mengenai, “ Analisis Kinerja Perusahaan Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi Terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) .”. 1.2

Apabila kekayaan yang dimiliki BUMN Persero hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan tersebut dipandang sebagai milik Negara, maka pemaknaan yang demikian tidak

Hanya saja yang dimaksud dengan BUMN pada Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang adalah BUMN yang bergerak di bidang

Parluhutan Sagala, Penyebaran Kepemilikan Saham Pemerintah Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk Menciptakan Perusahaan yang Efektif dan Efisien, Disertasi,4. (Medan:

Penulisan Skripsi yang berjudul “Pelayanan Umum yang Dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Persero dalam Melaksanakan Maksud dan Tujuannya ditinjau dari Undang-Undang

Akibat hukum lahirnya UU Keuangan negara terhadap kepailitan BUMN adalah harta pailit yang harus dibayarkan kepada kreditor tidak hanya berasal dari harta kekayaan