• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi USU yang Mengalami Sindroma Premenstruasi dan Hubungannya dengan Pencapaian Nilai Akademis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakteristik Mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi USU yang Mengalami Sindroma Premenstruasi dan Hubungannya dengan Pencapaian Nilai Akademis"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK MAHASISWI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI USU YANG MENGALAMI SINDROMA PREMENSTRUASI DAN

HUBUNGANNYA DENGAN PENCAPAIAN NILAI AKADEMIS

Oleh :

NORNAIMAH BINTI MD ABAS NIM : 100100409

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KARAKTERISTIK MAHASISWI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI USU YANG MENGALAMI SINDROMA PREMENSTRUASI DAN

HUBUNGANNYA DENGAN PENCAPAIAN NILAI AKADEMIS

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

NORNAIMAH BINTI MD ABAS NIM : 100100409

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

i

LEMBAR PENGESAHAN

Karakteristik Mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi USU yang Mengalami Sindroma Premenstruasi dan Hubungannya dengan Pencapaian Nilai

Akademis

Nama : Nornaimah binti Md Abas NIM : 100100409

Pembimbing Penguji I

( Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, ( dr. Bugis Mardina, Sp.A )

M.Ked (OG), Sp.OG (K) ) NIP : 197010032000122001

NIP : 196405301989031019

Penguji II

( dr. Widiraharjo, Sp.P ) NIP : 195506201981031003

Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ii

ABSTRAK

Sindroma premenstruasi merupakan kumpulan gejala yang dialami oleh seorang wanita beberapa hari sebelum haid dan akan menghilang saat terjadi menstruasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara 2010 dan hubungannya dengan pencapaian akademis.

Penelitian analitik observasional dengan studi cross-sectional ini dilakukan mulai September hingga Oktober di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Kriteria diagnosis sindroma premenstruasi oleh American College of Obstetric and Gynecology telah digunakan dan subjek yang diperoleh 55 orang. Subjek diberikan satu set kuesioner. Data diolah menggunakan chi-square dan korelasi Spearman.

Pada penelitian ini didapatkan 36 orang (65,5%) mengalami sindroma premenstruasi ringan dan 19 orang (34,5%) mengalami sindroma premenstruasi sedang berat. Penelitian ini menunjukkan tiada hubungan antara umur, usia menarche, indeks massa tubuh, dan lama haid dengan tingkat sindroma premenstruasi (nilai p >0,05). Hubungan antara tingkat sindroma premenstruasi dengan pencapaian nilai akademis tidak signifikan dengan nilai p 0,302 (nilai p >0,05) dan umur, usia menarche, indeks massa tubuh dan lama haid mahasiswi yang menderita sindroma premenstruasi tidak berpengaruh kepada pencapaian nilai akademis (nilai p >0,05).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah tiada hubungan antara karakteristik umur, usia menarche, indeks massa tubuh, dan lama haid dengan sindroma peremenstruasi, antara sindrom premenstruasi dan pencapaian nilai akademis dan antara umur, usia menarche, indeks massa tubuh dan lama haid mahasiswi yang menderita sindroma premenstruasi dengan pencapaian nilai akademis. Penelitian selanjutnya perlu dilakukan dengan menggunakan metode prospektif.

(5)

iii

Abstract

Premenstrual syndrome is a group of symptoms experienced by a woman a few days before menstruation and will be dissappeared when menstruation happened. The aim was to determine the characteristics of Dentistry Faculty’s students of Universitas Sumatera Utara and its relationship with academic achievement.

This was a cross-sectional method of observasional analytical study which was done on September until October at Dentistry Faculty of Universitas Sumatera Utara. Criteria diagnosis of premenstrual syndrome by American College of Obstetric and Gynecology was used and 55 subjects were obtained. The subjects were given a set of questionnaire. Data was analysed by using chi-square and Spearman’s correlation.

There are 36 subjects (65.5%) have mild premenstrual syndrome and 19 subjects (34.5%) have moderate to severe peremstrual syndrome. The study had shown no significant relationship between age, age of menarche, body mass index, and length of menstruation and premenstrual syndrome which the p-value more than 0.05. There is no significant relationship between prementrual syndrome and academic achievement (p-value 0.302) and no significant relationship between age, age of menarche, body mass index, and length of menstruation of student with premensrual syndrome and academic achievement (p-value >0.05).

Therefore, there was no significant relationship between all the characteristics and premenstrual syndrome; between prementrual syndrome and academic achievement; and between the characteristics of student with premensrual syndrome and academic achievement. Further study is recommended by using prospective method.

(6)

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur ke hadrat Allah SWT yang Maha Pengasih

lagi Maha Penyayang. Salawat serta salam atas junjungan nabi kita Muhammad

SAW, keluarga serta sahabatnya. Hanya dengan segala rahmat dan karunia Allah

SWT, sehingga akhirnya karya tulis ilmiah ini dapat selesai dengan judul :

Karakteristik Mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi USU yang mengalami Sindroma Premenstruasi dan Hubungannya dengan Pencapaian Nilai

Akademis

Dengan tulus hati saya mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga dan

penghargaan setinggi-tingginya kepada Dr. dr. Muhammad Fidel Ganis Siregar,

M.Ked(OG), SpOG(K) atas kesediannya sebagai dosen pembimbing karya tulis

ilmiah, yang telah banyak membantu dalam pengarahan sehingga penulis mendapat

gambaran yang lebih luas dalam menuangkan ide dalam penelitian ini. Di tengah

kesibukannya, dengan penuh perhatian dan kesabaran, mendidik penulis, selalu

memberikan dorongan, bimbingan dan saran yang bermanfaat dalam pelaksanaan

dan penyusunan sampai selesainya karya tulis ilmiah ini.

Ucapan terima kasih yang tidak terhingga juga kepada dr. Bugis Mardina,

SpA sebagai dosen penguji 1 dan dr. Widiraharjo, SpP sebagai dosen penguji 2,

yang penuh kesabaran, kearifan, dan perhatian telah mengarahkan dan memberi

saran-saran sekaligus koreksi yang sangat berarti kepada penulis dalam

penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

Peneliti juga ingin mengucapkan ucapan terima kasih dan setinggi-tinggi

penghargaan kepada ibunda, ayahanda dan keluarga tercinta yang telah

memberikan segala dukungan dan sokongan baik dari segi moral atau material

sehingga peneliti dapat menyempurnakan karya tulis ilmiah ini. Selain itu, kepada

teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi

Angkatan 2010 yang telah memberikan dukungan dalam proses pembuatan karya

(7)

v

Akhirnya peneliti mengharapkan semoga karya tulis ilmiah ini dapat

membawa manfaat kepada semua.

Medan, 8 Desember 2013

Peneliti,

(8)

vi

2.8. Peran Stress dan Hormon Kortisol pada Sindroma

Premenstruasi

2.9. Penatalaksanaan

(9)

vii

3.3. Definisi operasional

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

4.3. Populasi dan Sampel

4.4. Teknik Pengumpulan Data

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

5.1.3. Hasil Analisa Data

5.2. Pembahasan

5.2.1. Pembahasan Hasil Penelitian

5.2.2. Keterbatasan Penelitian

(10)

viii

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Kriteria Diagnostik Sindroma Premenstruasi

menurut ACOG

13

5.1. Distribusi Data menurut Umur, IMT, Usia

Menarche, Siklus Haid, Lama Haid, Kriteria

PSST, dan IPK

34

5.2. Karakteristik Umur, IMT, Usia Menarche, Siklus

Haid, dan Lama Haid

35

5.3. Distribusi Subjek yang Mengalami Sindroma

Premenstruasi dan Pencapaian Nilai Akademis

36

5.4. Hubungan Variabel Umur, Usia Menarche, IMT,

Lama Haid, dan Siklus Haid terhadap Indeks

Prestasi Kumulatif pada Penderita Sindroma

Premenstruasi Derajat Ringan, Sedang- Berat

(11)

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Siklus Haid 16

2.2. Biosintesis steroid di zona fasikulata dan zona

retikularis korteks adrenal.

(12)

x

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Riwayat Hidup Peneliti

Lampiran 2 Kuesioner

Lampiran 3 Lembar Penjelasan

Lampiran 4 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed

Consent)

Lampiran 5 Surat Izin Penelitian

Lampiran 6 Ethical Clearance

Lampiran 7 Data Induk

(13)

ii

ABSTRAK

Sindroma premenstruasi merupakan kumpulan gejala yang dialami oleh seorang wanita beberapa hari sebelum haid dan akan menghilang saat terjadi menstruasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara 2010 dan hubungannya dengan pencapaian akademis.

Penelitian analitik observasional dengan studi cross-sectional ini dilakukan mulai September hingga Oktober di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Kriteria diagnosis sindroma premenstruasi oleh American College of Obstetric and Gynecology telah digunakan dan subjek yang diperoleh 55 orang. Subjek diberikan satu set kuesioner. Data diolah menggunakan chi-square dan korelasi Spearman.

Pada penelitian ini didapatkan 36 orang (65,5%) mengalami sindroma premenstruasi ringan dan 19 orang (34,5%) mengalami sindroma premenstruasi sedang berat. Penelitian ini menunjukkan tiada hubungan antara umur, usia menarche, indeks massa tubuh, dan lama haid dengan tingkat sindroma premenstruasi (nilai p >0,05). Hubungan antara tingkat sindroma premenstruasi dengan pencapaian nilai akademis tidak signifikan dengan nilai p 0,302 (nilai p >0,05) dan umur, usia menarche, indeks massa tubuh dan lama haid mahasiswi yang menderita sindroma premenstruasi tidak berpengaruh kepada pencapaian nilai akademis (nilai p >0,05).

Kesimpulan dari penelitian ini adalah tiada hubungan antara karakteristik umur, usia menarche, indeks massa tubuh, dan lama haid dengan sindroma peremenstruasi, antara sindrom premenstruasi dan pencapaian nilai akademis dan antara umur, usia menarche, indeks massa tubuh dan lama haid mahasiswi yang menderita sindroma premenstruasi dengan pencapaian nilai akademis. Penelitian selanjutnya perlu dilakukan dengan menggunakan metode prospektif.

(14)

iii

Abstract

Premenstrual syndrome is a group of symptoms experienced by a woman a few days before menstruation and will be dissappeared when menstruation happened. The aim was to determine the characteristics of Dentistry Faculty’s students of Universitas Sumatera Utara and its relationship with academic achievement.

This was a cross-sectional method of observasional analytical study which was done on September until October at Dentistry Faculty of Universitas Sumatera Utara. Criteria diagnosis of premenstrual syndrome by American College of Obstetric and Gynecology was used and 55 subjects were obtained. The subjects were given a set of questionnaire. Data was analysed by using chi-square and Spearman’s correlation.

There are 36 subjects (65.5%) have mild premenstrual syndrome and 19 subjects (34.5%) have moderate to severe peremstrual syndrome. The study had shown no significant relationship between age, age of menarche, body mass index, and length of menstruation and premenstrual syndrome which the p-value more than 0.05. There is no significant relationship between prementrual syndrome and academic achievement (p-value 0.302) and no significant relationship between age, age of menarche, body mass index, and length of menstruation of student with premensrual syndrome and academic achievement (p-value >0.05).

Therefore, there was no significant relationship between all the characteristics and premenstrual syndrome; between prementrual syndrome and academic achievement; and between the characteristics of student with premensrual syndrome and academic achievement. Further study is recommended by using prospective method.

(15)

1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Terjadinya menstruasi pada wanita bisa menjadi hal yang menggembirakan

apabila menstruasi menjadi salah satu penanda bermulanya usia reproduktif bagi

wanita. Periode ini pada wanita khususnya pada remaja secara fisiologis disebut

periode menarche yaitu masa timbulnya menstruasi atau haid untuk pertama

kalinya, dimana selanjutnya fase menstruasi ini akan terjadi secara siklik setiap

bulannya. Secara fisiologis, menstruasi terkait dengan regulasi hormonal yang

terkait dengan aksis hipotalamus-hipofisis dan ovarium (HPO axis). Sistem ini

diregulasi dalam suatu sistem endokrin yang akan menghasilkan suatu siklus yang

disebut siklus menstruasi (Siregar, 2012).

Menurut Depkes RI (2007) dalam Siregar (2012), wanita usia reproduktif

merupakan wanita yang berusia 15-49 tahun, di mana wanita pada usia ini masih

berpotensi untuk dapat mempunyai keturunan. Di Malaysia, menurut Jabatan

Perangkaan Malaysia (2011), wanita usia reproduktif mewakili sebanyak 55,4%

daripada seluruh wanita dan 26,9% daripada seluruh rakyat Malaysia. Pada

sebagian wanita, masa menstruasi dapat menjadi masa-masa yang menyiksa,

dikarenakan adanya gangguan pada siklus menstruasi mereka. Kumpulan dari

berbagai gejala yang terjadi menjelang menstruasi ataupun sampai saat menstruasi

terjadi disebut sindroma premenstruasi (premenstrual syndrome/PMS) (Kraemer,

1998 dalam Siregar, 2012).

Sindroma premenstruasi adalah kejadian gejala-gejala somatik, psikis, dan

emosional secara siklus yang berlangsung semasa fase luteal (premenstruasi) dari

siklus menstruasi dan menghilang saat terjadinya menstruasi (Monga dan Dobbs,

2011). Sindroma ini pertama kali diperkenalkan oleh Frank pada 1931 di mana

Frank mencoba untuk mengaitkan hubungan antara tegangan prahaid (premenstrual

(16)

2

sindroma premenstruasi digunakan oleh Dalton. Gejala-gejala sindroma ini berbeda

pada setiap wanita dan lebih dari 150 gejala telah dikaitkan dengan sindroma ini

(Katz, 2007). Keluhan-keluhan ini biasanya mulai satu minggu sampai beberapa

hari sebelum datangnya haid dan menghilang sesudah haid datang, walaupun

kadang-kadang berlangsung terus sehingga haid berhenti (Wiknojosastro,

Saifuddin, Rachimhadi, 2007).

Pada satu laporan epidemiologi oleh Mishell (2005) di United States,

diperkirakan sebanyak 70% hingga 90% wanita usia reproduktif di United States

mengalami sekurang-kurangnya satu keluhan yang tidak nyaman pada fase

premenstruasi.Satu studi epidemiologi menyimpulkan bahwa 20-40% wanita pada

usia remaja merasakan kurang sehat pada fase luteal akhir dan fase menstrual dini

(Greenspan et al., 1998 dalam Siregar, 2013) dan pada studi yang lain menyatakan

dianggarkan 20% wanita usia remaja menderita gejala-gejala sindroma menstruasi

yang sedang hingga berat (Freeman, 2005 dalam Siregar, 2013). Menurut Essel

(2007) di dalam Siregar (2013), satu studi besar yang disponsor oleh WHO pada

1981 menunjukkan gejala-gejala sindroma premenstruasi diderita oleh 23% wanita

Indonesia. Di Malaysia, satu studi yang dilakukan di Negeri Sembilan pada 2247

wanita menyatakan angka kejadian sindroma premenstruasi ialah 74,6%; 68,2%

menderita sindroma premenstruasi ringan dan 6,4% menderita sindroma

premenstruasi sedang-berat (Lee, Chen, Lee dan Kaur, 2006).

Menurut Halbreinch et al (2003) dalam Mishell (2005), sindroma

premenstruasi bisa dialami oleh seorang wanita pada setiap tahap dalam usia

reproduktifnya – mulai usia sekitar 14 tahun, atau sekitar 2 tahun selepas pertama

kali mendapat haid (menarche) dan berlanjut hingga usia sekitar 51 tahun, usia di

mana menopause selalunya terjadi. Keluhan-keluhan terdiri atas gangguan

emosional berupa iritabilitas, gelisah, insomnia, nyeri kepala, perut kembung, mual,

pembesaran dan rasa nyeri pada mamma, dan sebagainya. Pada wanita Asia,

gejala-gejala yang sering dikeluhkan ialah nyeri sendi, otot dan punggung (27,95%),

(17)

3

Pada tahun 2000, American College Of Obstetric and Gynecology (ACOG)

telah membuat satu panduan kriteria diagnostik untuk sindroma premenstruasi yang

dihasilkan oleh University of California di San Diego (UCSD) dan National

Institute of Mental Health (NIMH). Seorang wanita akan didiagnosa mengalami

sindroma premenstruasi apabila dia mengalami satu atau lebih gejala afektif atau

somatik yang memberikan dampak negatif pada fungsi dan cara hidupnya, berlaku

lima hari sebelum menstruasi, dan berlangsung selama 3 siklus.

Berbagai faktor bisa meningkatkan risiko wanita untuk menderita sindroma

premenstruasi. Salah satunya ialah ras. Hanya sedikit penelitian yang menunjukkan

adanya pengaruh perbedaan ras atau etnik melainkan sindroma premenstruasi ini

berlaku pada semua ras atau etnik yang diteliti. Menurut data daripada satu studi

oleh health maintenance organization (HMO) pada 1194 wanita tentang tingkat

keparahan sindroma premenstruasi di California, didapati Hispanik mengalami

simptom-simptom yang lebih berat daripada mereka yang berkulit putih atau hitam,

dan wanita Asia dilaporkan kurang (Katz, Lentz, Lobo dan Gershenson, 2007).

Faktor usia juga mempengaruhi sindroma premenstruasi ini. Beberapa

orang berpendapat bahwa wanita muda lebih rentan mendapat sindroma

premenstruasi (Benton, 2002; Mortola, 2002 dalam Mahmoodi et al, 2010).

Menurut beberapa sumber, sindroma premenstruasi sering berlaku di antara usia 20

dan 40 tahun (Rasheed and Al Sowielem, 2003 dalam Mahmoodi et al, 2010). Di

Pelotas, Rio Grande do Sul State, Brazil, satu studi populasi dasar pada tahun 2003

mendapati bahwa terdapat hubungan berbanding terbalik di antara prevalensi

sindroma premenstruasi dan usia wanita (Silva, Gigante, Carret dan Fassa, 2006

dalam Silva, Gigante dan Minten, 2008).

Hubungan antara usia menarche dan sindroma premenstruasi secara

biologisnya dapat diterima, mempertimbangkan seorang wanita yang menarche

pada usia yang lebih muda lebih awal terpapar kepada tingkat hormon yang lebih

tinggi. Pada penelitian di Brazil, prevalensi gejala dan sindroma premenstruasi

(18)

4

namun perbedaan ini tidak signifikan secara statistik (Silva, Gigante dan Minten,

2008). Malah, berdasarkan penelitian oleh Siregar pada tahun 2012 mendapati tidak

ada hubungan antara usia menarche terhadap kejadian sindroma premenstruasi

(Siregar, 2012).

Selain itu, peningkatan indeks masa tubuh (IMT) dapat meningkatkan angka

kejadian sindroma premenstruasi. Dalam satu studi oleh Bertone-Johnson et al.

(2010), mereka mendapati risiko mendapat sindroma menstruasi secara signifikan

lebih tinggi pada wanita dengan IMT melebihi 27,5 kg/m2 berbanding wanita yang

mempunyai IMT di bawah 20,0 kg/m2. Pada satu analisa univariat oleh Sadler et al. (2010), wanita dengan sindroma premenstruasi mempunyai IMT yang lebih

tinggi dan mengalami tingkat stres yang tinggi, namun pada model regresi multipel,

IMT tidak lagi mempunyai hubungan dengan sindroma premenstruasi.

Lama haid yang normal bagi seorang wanita ialah sekitar 3-5 hari, diikuti

dengan darah sedikit-sedikit selama 1-2 hari kemudiannya dan ada yang sampai

7-8 hari manakala panjang siklus haid normal seorang wanita adalah 25-32 hari

(Wiknojosastro, Saifuddin, dan Rachimhadi, 2007). Kedua karakteristik ini

menurut penelitian Siregar (2012) menunjukkan tidak ada hubungannya antara

lama haid dan siklus haid dengan kejadian sindroma premenstruasi.

Berdasarkan kriteria diagnosis sindroma premenstruasi menurut ACOG,

sindroma premenstruasi ini berlaku lima hari sebelum menstruasi dan mengganggu

aktivitas harian penderita. Hal ini akan menyebabkan kira-kira 60 hari dalam

setahun penderita sindroma premenstruasi mengalami gejala-gejala yang tidak

nyaman.

Menurut Anggraini (2007) dalam Siregar (2013), satu studi yang dilakukan

di Solo, Indonesia berkenaan dampak sindroma premenstruasi pada mahasiswi

akademi kebidanan menunjukkan mahasiswi yang menderita sindroma

premenstruasi akan mengalami keluhan fisik dan gangguan emosi. Selain itu, gejala

(19)

5

hadir kuliah disebabkan oleh gejala sindroma premenstruasi, dan 14,9% tidak dapat

menduduki ujian atau mendapat nilai yang lebih rendah sekurang-kurangnya sekali,

dan kedua-duanya sangat berhubungan dengan tingkat keparahan sindroma

premenstruasi (Tenkir, Fisseha, dan Ayele, 2002).

Pada penelitian Siregar di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(USU) (2012), dijumpai ada hubungan antara sindroma premenstruasi dengan

indeks prestasi akademis mahasiswi yang mengalami sindroma premenstruasi. Dari

hasil pengujian chi-square pada penelitian ini didapatkan nilai p-value sebesar

0,005 yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara sindroma

premenstruasi terhadap prestasi akademis mahasiswa.

Berbagai faktor yang bisa mempengaruhi sesorang wanita itu bisa menderita

sindroma premenstruasi menjadikan peneliti berminat untuk mengetahui apakah

usia, IMT, usia pertama kali mendapat haid dan lamanya menstruasi bisa menjadi

karakteristik untuk wanita sindroma premenstruasi. Selain itu, dampak sindroma

premenstruasi yang negatif juga menimbulkan pertanyaan kepada diri peneliti

bagaimanakah dampaknya pada pencapaian akademik seorang mahasiswi

kedokteran gigi yang mengalami sindroma premenstruasi.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Ada pun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

“Apakah karakteristik mahasiswi kedokteran gigi yang mengalami sindroma

premenstruasi ada hubungannya dengan pencapaian nilai akademis?”

1.3. TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik

mahasiswi kedokteran gigi yang mengalami sindroma premenstruasi dan

(20)

6

1.3.1. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui hubungan karakteristik mahasiswi kedokteran gigi seperti

usia, IMT, usia pertama kali mendapat haid, siklus menstruasi, dan lamanya

menstruasi dengan kejadian sindroma premenstruasi.

2. Untuk mengetahui dampak sindroma premenstruasi pada pencapaian nilai

akademis.

3. Untuk melihat hubungan antara karakteristik mahasiswi kedokteran gigi yang

mengalami sindroma premenstruasi dengan pencapaian nilai akademis.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

1. Dapat memprediksi kejadian sindroma premenstruasi berdasarkan usia, IMT,

usia pertama kali mendapat haid, siklus menstruasi, dan lamanya menstruasi.

2. Membantu mahasiswi yang menderita sindroma premenstruasi untuk mengatasi

sindroma premenstruasi berdasarkan karakteristik-karakteristik yang dapat

diubah.

3. Membantu kaunselor mengatasi dampak yang disebabkan oleh sindroma

premenstruasi terhadap pencapaian nilai akademis sehingga kaunselor bisa

(21)

7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Gejala-gejala premenstruasi terjadi pada hampir semua wanita. Setiap

wanita mengalami gejala-gejala yang berbeda. Ada yang mengalami gejala-gejala

yang ekstrim, malah ada juga yang gejalanya hanya minimal atau sama sekali tidak

mempunyai gejala-gejala premenstruasi (5-10%). Jumlah yang sama mengalami

gejala yang ekstrim sehingga memberikan dampak yang besar dalam kehidupan

mereka, sama ada dalam keluarga, hubungan interpersonal, dan fungsi normal

sehari-hari. Keadaan ini dikenal sebagai sindroma premenstruasi.

2.1. DEFINISI

Premenstrual tension adalah istilah medis yang awal digunakan tetapi

sekarang istilah yang biasa digunakan untuk gangguan premenstruasi ini adalah

sindroma premenstruasi atau premenstrual syndrome. Premenstrual dysphoric

disorder (PMDD) adalah sindroma premenstruasi yang sangat berat dan berlaku

pada 3-9% wanita (O’Brien, 2007).

Istilah sindroma premenstruasi ini telah didefinisikan dalam Tenth Revision

of the International Classification of Disease (ICD-10). Seorang wanita dikatakan

mengalami sindroma premenstruasi jika dia mengeluhkan gejala-gejala somatik

atau psikologikal atau kedua-duanya, yang berulang, yang berlaku secara

spesifiknya pada fase luteal dalam siklus menstruasi dan akan berkurang atau

menghilang pada fase folikuler selambat-lambatnya pada akhir menstruasi

(O’Brien, 2007).

2.2. EPIDEMIOLOGI

Berbagai laporan menyatakan prevalensi sindroma premenstruasi sebesar

30% sampai 80% dari wanita menstruasi, umumnya disepakati bahwa sekitar 40%

wanita terpengaruh secara signifikan. Gejala yang berat disebut sebagai

premenstrual dysphoric disorder (PMDD) terjadi hanya pada 3% hingga 8% wanita

(22)

8

risiko yang mungkin untuk sindroma premenstruasi termasuk riwayat keluarga

sindroma premenstruasi pada ibu, riwayat perjalanan hidup atau penyakit jiwa yang

dideritai sekarang yang melibatkan mood atau gangguan ansietas, riwayat

penyalahgunaan alkohol, dan riwayat depresi postpartum. Beberapa studi

menemukan bahwa nulparitas, usia onset menstruasi yang lebih awal, konsumsi

alkohol dan kafein yang tinggi, stres yang berlebihan, dan IMT yang tinggi adalah

faktor-faktor risiko untuk gejala sindroma premenstruasi tertentu. Penelitian terbaru

mendukung laporan sebelumnya bahwa faktor keluarga dan stres memiliki peran

dalam sindroma ini (Katz, Lentz, Lobo dan Gesherson, 2007). Di Malaysia, satu

studi yang dilakukan di Negeri Sembilan pada 2247 wanita menyatakan angka

kejadian sindroma premenstruasi ialah 74,6%; 68,2% menderita sindroma

premenstruasi ringan dan 6,4% menderita sindroma premenstruasi sedang-berat

(Lee, Chen, Lee dan Kaur, 2006).

2.3. GEJALA

Berbagai gejala sindroma premenstruasi telah dikenal pasti. Dalam

sindroma premenstruasi, yang paling penting ialah waktu berlakunya gejala dan

juga tingkat keparahan gejala. Kedua hal ini lebih penting daripada karakter

spesifik. Depresi, irritabilitas, kecemasan, ketegangan, agresi, ketidakmampuan

untuk adaptasi dan merasa di luar kendali adalah gejala-gejala psikologikal yang

tipikal. Kembung, mastalgia dan sakit kepala adalah gejala fisik yang klasik bagi

sindroma premenstruasi (O’Brien, 2007).

Gejala lain yang tersering pada sindroma premenstruasi adalah

ketidaknyamanan di abdomen, clumsiness, merasa kurang energi, perubahan pola

tidur, dan perubahan mood yang tidak menentu. Perubahan perilaku termasuklah

menarik diri daripada pergaulan, perubahan aktivitas sehari-hari, perubahan nafsu

makan yang jelas, dan perubahan dalam keinginan seksual. Secara keseluruhannya,

terdapat lebih 150 gejala yang dapat dikaitkan dengan sindroma premenstrual.

(23)

9

2.4. ETIOLOGI

Sindroma prementruasi terjadi bukan hanya kerana satu faktor. Genetik,

keadaan lingkungan, psikologikal, dan pengaruh hormonal merupakan

faktor-faktor penting dalam gangguan mood (O’Brien, 2007). Penyebab prinsip sindroma

premenstruasi masih belum jelas, walaupun ada beberapa teori telah diusulkan

termasuk ketidakseimbangan tingkat estrogen-progesteron, aldosteron yang tinggi,

hipoglikemia, hiperprolaktinemia, dan faktor-faktor psikogenik (Colin dan

Shushan, 2007).

Terdapat pendapat mengatakan progesteron endogen siklikal yang

dihasilkan pada fase luteal dalam siklus menstruasi bertanggungjawab terhadap

gejala-gejala yang terjadi pada wanita yang sangat sensitif pada tingkat

progesterone yang normal. Walaupun begitu, tidak ada perbedaan tingkat

progesteron yang ditunjukkan pada perempuan dengan sindroma premenstruasi

atau tanpa sindroma premenstruasi. Ada hipotesa mengatakan bahwa mekanisme

meningkatnya sensitivitas terhadap progesteron adalah berkaitan dengan faktor

neuroendokrin yang abnormal dan disregulasi metabolisme serotonin. Dalam usia

reproduktif, produksi progesteron berpengaruh pada kesehatan fisikal dan

psikologikal wanita. Progesteron dan metabolitnya seperti allopregnanolone

diproduksi oleh ovari dan adrenal, dan juga secara de novo di otak. Hormon ini

sendiri merupakan neurosteroid yang bisa melewati sawar otak. Progesteron

mempunyai efek sedatif apabila dikonsumsi.

Wanita tidak mempunyai sindroma premenstruasi sebelum pubertas,

sewaktu hamil atau selepas menopause – ini adalah masa-masa di mana siklus

hormon ovarian belum bermula ataupun telah berhenti. Oleh karena itu, dipercayai

fungsi fisiologik ovari adalah pemicu terjadinya sindroma premenstruasi. Supresi

siklus endokrin di ovari dengan danazol, diikuti dengan administrasi analog

gonadotropin releasing hormone (GnRH) atau dengan oophorektomi bilateral

berhasil mengsupresi gejala sindroma premenstruasi. Oleh itu, hipotesa bahwa

(24)

10

Sebaliknya, penggunaan prostagen pada terapi hormon (hormone replacement

therapy [HRT]) menimbulkan siklisitas dalam mood negatif dan gejala fisik, sama

seperti yang didapati pada sindroma premenstruasi (O’Brien, 2007; Colin dan

Shushan, 2007).

Penelitian tentang sindroma premenstruasi menghasilkan data-data yang

menyokong teori defisiensi progesteron, ketidakseimbangan estrogen/progesteron,

atau kelebihan progesteron. Namun, konsentrasi steroid ovarian di serum adalah

normal pada wanita-wanita ini dan interaksi fluktuasi jumlah steroid ovarian atau

metabolitnya dengan sistem neurotransmiter atau ketidakseimbangan reseptor di

otak secara langsung relevan dengan patogenesis sindroma premenstruasi. Hal ini

dipercayai menyebabkan wanita lebih sensitif terhadap tingkat progesteron yang

fisiologis (O’Brien, 2007).

Penelitian lanjutan menunjukkan neurotransmiter serotonin (

5-hydroxytryptamine [5-HT]) penting dalam patogenesis sindroma premenstruasi

atau PMDD. Estrogen dan progesteron telah dibuktikan mempengaruhi aktivitas

serotonin secara sentral. Banyak gejala gangguan mood yang lain yang menyerupai

sindroma premenstruasi atau PMDD mempunyai asosiasi dengan disfungsi

serotonergik (Colin dan Shushan, 2007). Estrogen mempunyai dampak yang jelas

terhadap beberapa neurotransmiter, termasuk serotonin, asetilkolin, noradrenalin,

dan dopamin. Secara kumulatif, ia bertindak sebagai satu agonis terhadap fungsi

serotonin dengan meningkatkan jumlah reseptor serotonin, respons serotonin di

postsinaptik, dan transpor dan uptake neurotransmiter. Ia juga akan meningkatkan

sintesis serotonin dan meningkatkan derajat metabolit 5-hydroxyl indoleacetic acid

(5-HIAA).

Sudah diketahui bahwa sistem serotonergik memainkan peranan penting

dalam meregulasi mood, tidur, aktivitas seksual, selera makan, dan kemampuan

kognitif. Serotonin merupakan bagian major dalam perkembangan terjadinya

depresi. Beberapa studi menunjukkan adanya kelainan metabolisme serotonin pada

(25)

11

adanya perubahan konsentrasi reseptor serotonin dengan berubahnya jumlah

estrogen dan progesteron. Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) seperti

Fluoxetine, Paroxetine, Citalopram dan Sertraline, telah menunjukkan adanya

efikasi yang luar biasa dalam mengobati sindroma premenstruasi dan PMDD

(O’Brien, 2007).

Vitamin B6 (piridoksin) adalah kofaktor pada langkah terakhir sintesis

serotonin dan dopamin daripada triptofan melalui diet. Walaubagaimanapun, tidak

ada data yang menunjukkan adanya abnormalitas yang konsisten pada sintesis amin

di otak atau defisiensi kofaktor seperti B6 (O’Brien, 2007).

Aktivitas gamma aminobutyric acid (GABA) yang menurun ada dilaporkan

terjadi pada pasien dengan depresi, PMDD dan sindroma premenstruasi. Estrogen

meningkatkan pengikatan agonis GABA dan up-regulation reseptor GABA. Selain

daripada efek SSRI terhadap sistem serotonergik, SSRI juga meningkatkan fungsi

GABA, dan memperbaiki gejala-gejala depresi. Pemeriksaan metabolit progesteron

pada wanita dengan sindroma premenstruasi menunjukkan jumlah allopregnanolon

yang rendah semasa fase luteal. Ini membuktikan teori ini diterima karena

allopregnanolon mempunyai aktivitas yang menyerupai GABA dan defisiensinya

akan bisa menginduksi gejala yang sama seperti yang dialami pada sindroma

premenstruasi (O’Brien, 2007).

Selain itu, dalam penelitian Siregar (2012), dari hasil penelitian didapatkan

stres sebagai trigger terjadinya sindroma premenstruasi terutama yang berkaitan

dengan keadaan keluarga.

2.5. DIAGNOSIS

Pada wanita yang khas menderita sindroma premenstruasi mungkin akan

menggambarkan dirinya sebagai seorang yang mampu beradaptasi dengan baik

pada hampir keseluruhan pada bulan tertentu dan juga produktif di tempat kerja dan

yang lainnya dan, jika wanita ini mempunyai anak, dia adalah seorang ibu yang

baik. Walaupun begitu, bermula pada hari ketujuh hingga hari kesepuluh sebelum

(26)

12

tempat kerja, dia mengalami kesukaran untuk fokus pada pekerjaannya dan

mungkin akan bertindak dengan berlebihan pada tindakan-tindakan yang biasa

dilakukan oleh teman sekerjanya, teman-temannya, pasangannya atau

anak-anaknya. Dia merasa depresi tetapi tidak dapat memahami kenapa dia berkelakuan

begitu karena sebelumnya dia selalunya menikmati hidupnya dan gembira dengan

hampir semua aspek kehidupannya. Adakalanya, depresi, marah, dan agresi atau

kecemasan bisa menjadi berlebihan dan mempengaruhi kehidupan wanita yang

menderita sindroma ini atau orang-orang di sekitarnya (Reid, 2008).

Tidak ada pemeriksaan yang objektif (fisik, biokimia atau endokrin) yang

bisa membantu dalam mendiagnosa sindroma ini. Oleh karena itu, grafik gejala

yang spesifik dan lengkap diperlukan. Hal ini sebahagiannya karena laporan

gejala-gejala secara retrospektif tidak akurat dan karena adanya jumlah yang berarti pada

wanita yang menderita sindroma premenstruasi dengan masalah lain yang

mendasari seperti perimenopause, gangguan tiroid, migrain, chronic fatigue

syndrome, irritable bowel syndrome, kejang, anemia, endometriosis,

penyalahgunaan narkoba atau alkohol, gangguan menstruasi yang lain, dan juga

gangguan psikiatrik seperti depresi, penyakit bipolar, gangguan panik, gangguan

kepribadian, dan gangguan kecemasan (O’Brien, 2007).

Berlangsungnya sindroma premenstruasi semasa fase luteal beserta

hilangnya gejala pada akhir menstruasi menjadi diagnostik di mana

gejala-gejalanya di tingkat keparahan yang bisa memberikan dampak pada fungsi normal

wanita tersebut. Penting juga untuk mengeksklusi wanita yang mengalami

eksaserbasi premenstrual (PME) akibat gangguan psikologi yang mendasarinya

(O’Brien, 2007).

ACOG telah membuat satu panduan kriteria diagnostik untuk sindroma

premenstruasi. Seorang wanita akan didiagnosa mengalami sindroma

premenstruasi apabila dia mengalami satu atau lebih gejala afektif dan somatik yang

memberikan dampak negatif pada fungsi dan cara hidupnya, berlangsung lima hari

(27)

13

Tabel 2.1. Kriteria Diagnostik Sindroma Premenstruasi menurut ACOG

Kriteria Diagnostik ACOG untuk Sindroma Premenstruasi

Pasien mengalami sekurang-kurangnya satu daripada gejala-gejala afektif dan somatik 5 hari sebelum periode menstruasi. Gejala mesti dialami pasien pada tiga

siklus menstruasi berturut-turut.

Afektif : Depresi/perasaan tertekan, marah tanpa sebab, cemas, perasaan sedih,

bingung dan menarik diri dari pergaulan.

Somatik : Nyeri payudara, perut terasa penuh, sakit kepala, tungkai kaki

membengkak.

Kriteria di bawah juga haruslah ditemukan pada pasien yang mengalami

gejala-gejala di atas :

• Berkurang dalam waktu 4 hari setelah terjadinya menstruasi, tanpa timbul kembali gejala hingga hari ke-13 siklus.

• Gejala dialami bukan disebabkan terapi farmakologik, konsumsi hormon, obat-obatan atau alkohol

• Menimbulkan gangguan dalam aktivitas sehari-hari. • Terjadi dalam 2 siklus secara prospektif.

Sindroma ini akan dapat ditegakkan sebagai diagnosa apabila seorang

wanita mengalami gejala-gejala yang akan menghilang 4 hari setelah terjadinya

menstruasi, tanpa kambuh sekurang-kurangnya sehingga hari ke-13 siklus

menstruasi. Berbagai penyebab lain yang bisa menyebabkan timbulnya

gejala-gejala yang mirip dengan sindroma premenstruasi juga harus dieksklusikan seperti

penggunaan obat-obatan, pemakaian hormon, konsumsi alkohol, atau

penyakit-penyakit seperti perimenopause, gangguan tiroid, migrain, chronic fatigue

(28)

14

menstruasi yang lain, dan juga gangguan psikiatrik seperti depresi, penyakit bipolar,

gangguan panik, gangguan kepribadian, dan gangguan ansietas.

Selain itu, gejala-gejala yang diderita juga menyebabkan disfungsi wanita

sindroma premenstruasi dalam sosial ataupun ekonominya. Gejala-gejala yang

dialami juga haruslah berlaku untuk dua siklus kedepannya.

2.6. SIKLUS MENSTRUASI

Sistem reproduksi wanita, tidak seperti pada pria, mempunyai perubahan

siklus reguler yang secara teologi dianggap sebagai persiapan untuk fertilisasi dan

kehamilan. Panjang satu siklus sangat bervariasi pada wanita, tetapi rata-ratanya

ialah 28 hari dari satu periode menstruasi sehingga ke periode yang seterusnya.

Panjang satu siklus mungkin hanya sekejap, 20 hari atau berlangsung lama,

sehingga bisa mencapai 45 hari pada beberapa wanita, walaupun panjang siklus

yang abnormal selalunya berhubungan dengan berkurangnya fertilitas. Biasanya,

panjang satu siklus diidentifikasi berdasarkan jumlah hari, bermula dari hari

pertama menstruasi (Ganong, 2005; Guyton, 2006).

2.6.1. Siklus Ovarian

Sejak lahir, terdapat banyak folikel primordial di kapsul ovari. Setiap

satunya mengandung satu ovum immatur. Pada permulaan setiap siklus, beberapa

folikel ini akan membesar, dan satu rongga akan terbentuk di sekeliling ovum

(formasi antrum). Rongga ini akan diisi dengan cairan folikuler. Pada manusia, satu

dari folikel pada satu ovari akan mulai membesar dengan cepat sekitar hari keenam

dan menjadi folikel dominan, sedangkan yang lain akan mengalami regresi,

membentuk folikel atretik (atretic follicles). Proses atretik ini melibatkan apoptosis.

Tidak diketahui bagaimana satu folikel bisa terpilih untuk menjadi folikel dominan

pada fase folikuler dari siklus mentruasi ini, tetapi sepertinya ini berkaitan dengan

kemampuan folikel untuk mensekresi estrogen menjadi penentu untuk maturasi

(29)

15

Siklus ini bermula dengan proliferasi sel-sel granulosa yang tersusun dalam

satu lapisan membentuk beberapa lapisan mengelilingi oocyte. Sel-sel granulosa

akan mensekresi cairan seperti agar-agar dan kental yang akan meliputi oocyte dan

memisahkannya dengan sel-sel granulosa di sekitarnya. Bersamaan dengan

pembesaran oocyte dan proliferasi sel-sel granulosa, sel-sel jaringan ikat khas yang

berhubungan dengan sel-sel granulosa berproliferasi dan berdifferensiasi untuk

membentuk lapisan luar thecacell sebagai respons terhadap parakrin yang disekresi

oleh sel-sel granulosa. Sel-sel theca dan granulosa yang secara kolektifnya dikenal

sebagai sel-sel folikuler, berfungsi sebagai satu unit untuk mensekresi estrogen

(Sherwood, 2010).

Folikel berkembang dari folikel primer menjadi folikel sekunder yang

mampu untuk mensekresi estrogen. Antrum, satu rongga yang dipenuhi cairan akan

terbentuk di antara sel-sel granulosa. Pada saat sel-sel folikuler mulai memproduksi

estrogen, sebahagian hormon ini akan disekresi ke darah untuk didistribusikan ke

seluruh tubuh dan sebahagian lagi akan berkumpul di cairan antral. Seterusnya,

folikel berkembang menjadi folikel matur (Graafian follicle) (Sherwood, 2010).

Pada sekitar hari ke-14 siklus, folikel yang matur ini ruptur, dan ovum akan masuk

ke rongga abdomen. Proses ini dinamakan ovulasi. Ovum ditangkap oleh ujung

fimbriae di tuba uterus (oviduct) dan ditransportasi ke uterus seterusnya keluar

melalui vagina jika fertilisasi tidak terjadi (Ganong, 2005).

Folikel yang ruptur sewaktu ovulasi akan segera diisi dengan darah,

membentuk corpus hemorrhagicum. Perdarahan minor daripada folikel ke rongga

abdomen akan menyebabkan iritasi peritoneal dan nyeri pada bagian bawah

abdomen (“mitterlschmerz”). Sel-sel granulosa dan theca follicle akan segera

berproliferasi, dan gumpalan darah akan segera diganti dengan sel-sel luteal yang

berwarna kuning dan kaya dengan lipid, membentuk corpus luteum. Ini akan

menginisiasi fase luteal siklus menstruasi, dimana sel-sel luteal akan mensekresi

estrogen dan progesteron. Perkembangan corpus luteum bergantung kepada

(30)

16

vascular endothelial growth factor (VEGF) diperlukan untuk proses ini (Ganong,

2005).

Jika kehamilan terjadi, corpus luteum akan menetap dan biasanya tidak akan

ada menstruasi hingga setelah melahirkan. Apabila kehamilan tidak terjadi, corpus

luteum akan mengalami degenerasi 4 hari sebelum menstruasi yang seterusnya (hari

ke-24 siklus). Sel-sel luteal mengalami degenerasi dan difagositosis, suplai vaskular

berhenti dan jaringan ikat akan membentuk fibrous tissue mass yaitu corpus albican

(Ganong, 2005; Sherwood, 2010).

(31)

17

2.7. SISTEM HORMONAL WANITA

Sistem hormonal wanita terdiri daripada tiga tingkatan hormon iaitu :

1. Hormon yang dilepaskan di hipotalamus, GnRH

2. Hormon seksual di kelenjar pituitari anterior, follicle-stimulating hormone

(FSH) dan luteinizing hormone (LH), kedua-duanya disekresi akibat

respons kepada pelepasan GnRH dari hipotalamus

3. Hormon ovarian, estrogen dan progesteron, yang disekresi oleh ovari

sebagai respons kepada dua hormon seks dari kelenjar pituitari anterior.

Hormon-hormon ini tidak disekresi dalam jumlah konstan sepanjang siklus

seksual bulanan wanita; mereka disekresi dengan jumlah yang berbeda dan secara

drastik pada bahagian siklus yang berbeda (Guyton, 2006).

2.7.1. Gonadotropic Hormone

Usia reproduktif normal pada wanita dikenal melalui perubahan kecepatan

sekresi hormon secara bulanan dan ritmis, dan berhubungan dengan perubahan fisik

pada ovari dan organ seksual lainnya.

Perubahan di ovari yang terjadi dalam siklus menstruasi bergantung

sepenuhnya kepada hormon gonadotropik FSH dan LH, disekresi oleh kelenjar

pituitari bahagian anerior. Jika FSH dan LH tidak ada, ovari akan kekal inaktif,

seperti yang terjadi sewaktu usia anak-anak, di mana hampir tiada hormon

gonadotropik disekresi. Pada usia 9 hingga 12 tahun, kelenjar pituitari akan mula

mensekresi lebih FSH dan LH, yang akan memacu onset siklus menstruasi bulanan

yang normal, bermula antara usia 11 dan 15 tahun. Periode ini dikenal dengan

pubertas, dan waktu berlakunya siklus menstruasi yang pertama dikenali dengan

menarche. FSH dan LH adalah glikoprotein yang kecil, mempunyai berat molekul

sekitar 30.000 (Guyton, 2006).

LH dan FSH mempunyai peran dalam sintesa dan sekresi estrogen oleh

folikel, tetapi hormon-hormon ini mempunyai sel target yang berbeda dan berperan

(32)

sel-18

sel theca yang nantinya akan menstimulasi produksi androgen, dan proses konversi

androgen menjadi estrogen dijalankan oleh sel-sel folikuler yang dipengaruhi oleh

FSH. LH juga akan menjadi pencetus kepada proses luteinisasi sehingga

menyebabkan differensiasi sel-sel folikuler menjadi sel-sel luteal (Sherwood,

2010).

Pada setiap bulan, akan ada peningkatan dan penurunan FSH dan LH secara

siklikal. Variasi siklikal ini disebabkan karena perubahan ovari yang siklikal.

Sewaktu fase folikuler, estrogen yang dilepaskan di sirkulasi akan memberikan

rangsangan secara direk kepada hipotalamus untuk menginhibisi sekresi GnRH,

seterusnya mengsupresi pelepasan FSH dan LH dari kelenjar pituitari anterior.

Estrogen juga bertindak pada kelenjar pituitari, namun secara spesifik menginhibisi

sekresi FSH. Inhibin juga menyebabkan supresi sekresi FSH, dan hal-hal ini akan

menyebabkan penurunan FSH, namun jumlah LH akan terus meningkat. Sekresi

LH hanya akan dapat diinhibisi secara total dengan bantuan estrogen dan

progesteron, yang akan berlaku semasa fase luteal (Guyton, 2006; Sherwood,

2010).

2.7.2. Hormon Ovarian 2.7.2.1. Estrogen

Estrogen disekresi secara primer oleh sel-sel granulosa di folikel ovarian,

corpus luteum, dan plasenta. Biosintesisnya bergantung kepada enzim aromatase

(CYP19), di mana ia akan menukar testosteron kepada estrodiol dan androstenedion

kepada estron. Reaksi yang kedua ini juga terjadi di jaringan lemak, hepar, otot, dan

otak (Ganong, 2005). Terdapat tiga tipe estrogen di plasma dengan jumlah yang

signifikan yaitu beta(β)-estradiol, estrone, dan estriol (Tortora dan Derrickson,

2009).

Estrogen menurunkan sekresi FSH oleh pituitari anterior. Di bawah keadaan

tertentu, estrogen akan menghambat sekresi LH melalui timbal balik negatif; pada

(33)

19

Estrogen juga menghambat pelepasan GnRH oleh hipotalamus (Ganong, 2005;

Tortora dan Derrickson, 2009).

Estrogen juga menyebabkan peningkatan sekresi angiotensinogen dan

thyroid-binding globulin. Selain itu, estrogen menyebabkan penutupan epifisial

pada manusia (Ganong, 2005). Estrogen meningkatkan kadar metabolik tubuh,

sepertiga lebih tinggi daripada kenaikan yang disebabkan oleh testosteron.

Hasilnya, persentasi lemak tubuh pada wanita lebih kurang daripada yang ada di

tubuh laki-laki. Estrogen juga mengurangkan kadar kolesterol darah dan ini

mungkin menjadi sebab kenapa wanita di bawah 50 tahun mempunyai risiko yang

cukup rendah terhadap penyakit arteri koroner daripada lelaki pada usia yang sama

(Guyton, 2006; Tortora dan Derrickson, 2009).

2.7.2.2. Progesteron

Progesteron adalah steroid yang disekresi oleh corpus luteum, plasenta dan

folikel (dalam jumlah yang kecil). Sebanyak 2% progestron di sirkulasi adalah

dalam bentuk bebas, 80% berikatan dengan albumin, dan 18% berikatan dengan

corticosteroid-binding globulin. Progesteron mempunyai waktu paruh yang pendek

dan diubah di hepar menjadi pregnanediol yang akan berkonjugasi dengan asam

glukoronat dan dieksresi di urin (Ganong, 2005).

Organ target untuk progesteron ialah uterus, payudara, dan otak.

Progesteron bertanggungjawab untuk perubahan progestasional di endometrium

dan perubahan siklus di serviks dan vagina. Ia mempunyai efek antiestrogenik pada

sel-sel myometrial, menurunkan eksitabilitasnya, sensitivitasnya kepada oksitosin,

dan aktivitas elektrik yang spontan sementara ia meningkatkan potensial

membrannya. Ia juga menurunkan jumlah reseptor estrogen di endometrium dan

meningkatkan kecepatan pertukaran 17β-estradiol kepada estrogen yang kurang

aktif (Ganong, 2005).

Di payudara, progesteron menstimulasi perkembangan lobulus-lobulus dan

alveoli. Ia menginduksi diferensiasi estrogen-prepared ductal tissue dan

(34)

20

Progesteron memicu sel-sel alveolar untuk berproliferasi, membesar dan menjadi

sekretorik. Namun, susu yang disekresi bukanlah disebabkan oleh progesteron,

tetapi distimulasi oleh prolaktin (Guyton, 2006).

Progesteron bersifat termogenik dan kemungkinan bertanggungjawab

terhadap kenaikan suhu tubuh dasar sewaktu ovulasi. Peningkatan ini terjadi

sewaktu fase luteal dan menjadi dasar kepada metode kontrasepsi. Selain itu, ia

menstimulasi respirasi, dan PCO2di alveoli pada wanita sewaktu fase luteal lebih

rendah dibanding pada pria. Sewaktu kehamilan, PCO2 menurun saat sekresi

progesteron meningkat. Namun begitu, signifikansi fisiologis pada respons

pernapasan tidak diketahui (Ganong, 2005; Costanzo, 2006).

2.8. PERAN STRES DAN HORMON KORTISOL PADA SINDROMA PREMENSTRUASI

Suatu penelitian yang dilakukan Hompes D, seorang ahli ginekologi Inggris

pada tahun 2009, menjelaskan pengaruh stres fisik, emosi dan lingkungan yang

dialami oleh seseorang terhadap aksis hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA). Dalam

penelitian yang dilakukan pada tahun 2012 di Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara, menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat

stres dengan sindroma premenstruasi (Siregar, 2012). Teori psikoendokrin

menyatakan bahwa pusat stres dikontrol di otak dan memberikan respon terhadap

sekresi hormonal sistemik, di mana pusat pengaturan hormonal terdapat pada

hipotalamus dan hipofisis. Adanya rangsangan stresor psikososial mengakibatkan

jaringan neuron di sistem limbik yaitu pada hipokampus dan amigdala ikut serta

dalam memberikan sinyal interseluler yang dimediasi oleh neurotransmiter tertentu.

Sehingga akhirnya akan menimbulkan perubahan kelenjar adrenal dalam hal sekresi

hormon kortisol sebagai master stress hormone (Hompes, 2009 dalam Siregar,

2012).

Sintesis steroid adrenal bermula dari kolesterol di zona fasikulata dan zona

retikularis. Sumber utama kolesterol di adrenal adalah lipoprotein plasma.

(35)

21

low-density lipoprotein. Terdapat tempat penyimpanan kolesterol bebas yang kecil

di adrenal yang berperan untuk sintesis steroid yang cepat apabila terjadi stimulasi

kelenjar adrenal. Apabila terjadi stimulasi, terdapat juga peningkatan hidrolisis

ester kolesterol yang disimpan menjadi kolesterol bebas, peningkatan uptake

lipoprotein plasma, dan peningkatan sintesis kolesterol di dalam kelenjar. Respon

akut terhadap stimulus steroidogenik dimediasi oleh steroidogenic acute protein

(StAR) (Aron, Findling, dan Tyrrell, 2007). StAR akan mengalami pembelahan dan proses oksidasi dari serangkaian rantai samping, yang selanjutnya diubah menjadi

A5-pregnenolon di mitokondria (Stewart, 2008 dalam Siregar, 2012). Pregnenolon

kemudiannya akan ditranspor keluar mitokondria sebelum proses sintesis steroid

yang seterusnya berlaku (Aron, Findling, dan Tyrrell, 2007).

Sintesis kortisol diteruskan dengan 17α-hidroksilasi pregnenolon oleh

CYP17 di smooth endoplasmic reticulum untuk membentuk 17α

-hidroksipregnenolon. Steroid ini nantinya akan melalui serangkai proses enzimatik

sehingga membentuk kortisol (Gambar 2.2) (Aron, Findling, dan Tyrrell, 2007).

Stres bisa mempengaruhi sekresi kortisol. Peningkatan dramatis sekresi

kortisol, dimediasi oleh sistem saraf pusat melalui peningkatan aktivitas sistem

corticotropin-releasing hormone (CRH) - Adrenocorticotopic hormone (ACTH) -

kortisol, terjadi dalam respon terhadap situasi yang menyebabkan stres.

Peningkatan konsentrasi kortisol plasma secara generalnya proporsional dengan

intensitas stimulasi stres: peningkatan level kortisol yang lebih besar, menandakan

adanya respon terhadap kejadian stres berat dibanding kejadian stres yang

sederhana (Sherwood, 2010). Pada penelitian Siregar (2012), didapatkan kadar

kortisol saliva ≥ 0,116 g/dl dapat menjadi petanda bahwa sudah terjadi sindroma

(36)

22

Gambar 2.2. Biosintesis steroid di zona fasikulata dan zona retikularis korteks

adrenal. P450scc, cholesterol 20,22-hydroxylase:20,22 desmolase activity;

3βHSD/ISOM, 3-hydroxysteroid dehydrogenase; δ5-oxosteroid isomerase

activity; P450c21, 21α-hydroxylase activity; P450c11, 11β-hydroxylase

activity; P450c17, 17α-hydroxylase activity; P450c17, 17,20-lyase/

desmolase activity; sulfokinase. (Aron, Findling, dan Tyrrell, 2007)

2.9. PENATALAKSANAAN 2.9.1. Non-farmakologi

Terapi non-farmakologi memegang peranan penting dalam penanganan

sindroma premenstruasi berupa edukasi penderita, terapi suportif dan modifikasi

gaya hidup. Perubahan pola psikologis merupakan efek yang bermakna karena

berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Abraham dan Head, tipe sindroma

premenstruasi yang disebabkan oleh stres merupakan tipe yang paling banyak

terjadi. Sehingga para penderita sindroma premenstruasi sebaiknya menghindari

stres berkepanjangan (Abraham, Head, 1997 dalam Siregar, 2012). Terapi suportif

seperti terapi konseling, cognitive behavioural theraphy, hipnoterapi, dan terapi

(37)

23

sindroma premenstruasi (Abraham, Head, 1997; Chau, Chang, 1999; Levin, 2004

dalam Siregar, 2012).

2.9.2. Farmakologi

Intervensi farmakologik yang mungkin efektif termasuklah kalsium

karbonat (1000-1200 mg/hari); magnesium (200-360 mg/ hari) untuk retensi air;

vitamin B dan vitamin E; anti inflamasi non steroid; spironolactone untuk edema;

dan bromocriptine untuk mastalgia. Untuk gejala sindroma premenstruasi berat,

bisa diberikan obat-obatan psikoterapik. Obat-obat psikoterapik yang efektif

termasuklah SSRIs, desipramine dan L-tryptophan. Anxiolitik (alpralozam dan

buspirone) menunjukkan efikasi, tetapi efek samping dan potensiNYA untuk

(38)

24

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. KERANGKA KONSEP

3.2. HIPOTESIS

3.2.1. Ada hubungan antara karakteristik mahasiswi kedokteran gigi terhadap

sindroma premenstruasi.

3.2.2. Ada hubungan antara sindroma premenstruasi dengan pencapaian nilai

akademis pada mahasiswi kedokteran gigi yang mengalami sindroma

premenstruasi. Karakteristik

Mahasiswi

• Umur

• Indeks Massa Tubuh (IMT) • Usia Onset Menstruasi • Siklus Menstruasi • Lama Haid

Sindroma Premenstruasi

Pencapaian Nilai Akademis

Variabel Independen

Variabel Perantara

(39)

25

3.3. DEFINISI OPERASIONAL

3.3.1. Umur

3.3.1.1. Definisi : Usia dalam tahun yang dihitung dari tahun

kelahiran

3.3.1.2. Cara ukur : Menghitung jumlah tahun dari tahun kelahiran

3.3.1.3. Alat ukur : Kalender dalam hitungan tahun

3.3.1.4. Hasil ukur : 22 tahun dan ke bawah, dan di atas 22 tahun

3.3.1.5. Skala pengukuran : Nominal

3.3.2. Indeks Massa Tubuh (IMT)

3.3.2.1. Definisi : IMT berdasarkan kriteria World Health

Organization (WHO) Asia Pasifik tahun 2000

3.3.2.2. Cara ukur : Rumus berat badan dalam satuan kilogram (kg)

dan kalkulator untuk menghitung IMT

3.3.2.4. Hasil ukur : Klasifikasi IMT berdasarkan Kriteria WHO 2000

pada orang Asia (kg/m

(40)

26

3.3.3. Usia onset menstruasi

3.3.3.1. Definisi : Umur mendapat menstruasi pertama kali

3.3.3.2. Cara ukur : Dihitung dari tahun kelahiran hingga tahun

mendapat menstruasi pertama kali dalam satuan

tahun

3.3.3.3. Alat ukur : Kalender dalam hitungan tahun

3.3.3.4. Hasil ukur : Usia onset menstruasi <13 tahun dan usia

onset menstruasi ≥13 tahun

3.3.3.5. Skala pengukuran : Nominal

3.3.4. Siklus Mentruasi Teratur

3.3.4.1. Definisi : Panjang siklus 24-35 hari

3.3.4.2. Cara ukur : Dihitung daripada hari pertama menstuasi dengan

hari pertama menstruasi yang berikutnya

3.3.4.3. Alat ukur : Kalender dalam hitungan hari

3.3.4.4. Hasil ukur : Siklus menstruasi <24 hari, 24-35 hari, >35 hari

3.3.4.5. Skala pengukuran : Ordinal

3.3.5. Lama haid normal

3.3.5.1. Definisi : Lama haid 3-5 hari yang diikuti darah sedikit-

sedikit kemudian, dan ada yang sampai 7-8 hari

dengan jumlah darah tidak melebihi 80 mL

3.3.5.2. Cara ukur : Jumlah hari terjadinya menstruasi dalam satu

siklus haid

3.3.5.3. Alat ukur : Kalender dalam hitungan hari

3.3.5.4. Hasil ukur : Lama haid <3 hari, 3-7 hari, >7 hari

(41)

27

3.3.6. Sindroma Premenstruasi

3.3.6.1. Definisi : Keluhan-keluhan yang biasanya mulai satu minggu

sampai beberapa hari sebelum menstruasi dan

menghilang sesudah haid datang, kadang-kadang

berlangsung terus sampai haid berhenti,

mengganggu aktivitas, diikuti dengan periode

bebas gejala

3.3.6.2. Cara ukur : Diagnosis sindroma berdasarkan ACOG,

seseorang dapat mengalami sindroma

premenstruasi apabila dia mengalami satu atau

lebih gejala afektif dan somatik yang memberikan

impak negatif pada fungsi dan cara hidupnya,

berlaku lima hari sebelum menstruasi, dan selama

3 siklus seperti di Tabel 2.1.

3.3.6.3. Alat ukur : Kriteria Diagnostik Sindroma Premenstruasi

ACOG

3.3.6.4. Hasil ukur : Sindroma premenstruasi atau tidak sindroma

premenstruasi

3.3.6.5. Skala pengukuran : Nominal

3.3.7. Tingkat Sindroma Premenstruasi

3.3.7.1. Definisi : Tingkat sindroma premenstruasi yang berdasarkan

Premenstrual Syndrome Screening Tool (PSST)

3.3.7.2. Cara ukur : Menghitung tanda X pada tahapan yang sudah

(42)

28

3.3.7.3. Alat ukur : Premenstrual Syndrome Screening Tool (PSST)

3.3.7.4. Hasil ukur : Premenstrual Syndrome Dysphoric Disorder

(PMDD), Sindroma Premenstruasi Sedang Berat,

Sindroma Prementruasi Ringan

3.3.7.5. Skala pengukuran : Ordinal

3.3.8. Pencapaian Nilai Akademis

3.3.8.1. Definisi : Indeks pencapaian prestasi akademis yang akan

dikonversikan dalam kategori penilaian pencapaian

prestasi akademis

3.3.8.2. Cara ukur : Indeks yang dinilai dari perkalian jumlah SKS

dengan nilai pencapaian akademis dibagi terhadap

total beban SKS yang telah dijalani semasa

perkuliahan

Indeks pencapaian = x × y + x × y + x × y …

+ + …

x = nilai akademis

y = jumlah SKS

Kriteria berikut mesti ada untuk mendiagnosa PMDD

1) Sekurang-kurangnya satu daripada #1, #2, #3, #4 adalah berat

2) Ditambah sekurang-kurangnya empat dari #1-#14 adalah sedang hingga berat 3) Sekurang-kurangnya satu daripada A, B, C, D, E adalah berat

(43)

29

3.3.8.3. Alat ukur : Lembar rencana studi mahasiswi

3.3.8.4. Hasil ukur : Prestasi buruk : IPK <2,75

Cukup : IPK 2,75-2,99

Baik : IPK 3,00-3,50

Sangat baik : IPK >3,50

(44)

30

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1. JENIS PENELITIAN

Penelitian ini ialah penelitian analitik observasional yang dilaksanakan

dengan studi cross-sectional. Dalam penelitian cross-sectional, peneliti

melakukan pengukuran variabel pada subjek satu kali saja. Dengan studi

cross-sectional ini, ingin diketahui kriteria mahasiswa kedokteran gigi yang

menderita sindroma premenstruasi serta hubungannya dengan pencapaian nilai

akademis.

4.2. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

4.2.1. Waktu penelitian : September - Oktober 2013.

4.2.2. Tempat penelitian : Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera

Utara, Medan.

4.3. POPULASI DAN SAMPEL 4.3.1. Populasi Target

Populasi target untuk penelitian ini adalah mahasiswi kedokteran gigi.

4.3.2. Populasi terjangkau

Populasi terjangkau untuk penelitian ini adalah mahasiswa kedokteran gigi

yang menderita sindroma premenstruasi.

4.3.3. Sampel penelitian

Sampel yang dikehendaki ialah bahagian dari populasi terjangkau yang

direncanakan untuk diteliti langsung. Sampel yang diambil adalah mahasiswi

Fakultas Kedokteran Gigi USU Angkatan 2010 dengan cara pengambilan

sampel melalui total sampling dengan terlebih dahulu melakukan informed

(45)

31

4.3.4. Besar Sampel

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik total sampling. Total

sampling adalah teknik pengambilan sampel yang menjadikan semua

mahasiswi kedokteran gigi yang mengalami sindroma premenstruasi sebagai

sampel setelah dinilai karakteristik inklusi dan eksklusinya. Sampel yang

didapatkan ialah 55 orang.

4.3.5. Karakteristik inklusi dan eksklusi 4.3.5.1. Karakteristik inklusi

• Mahasiswa yang secara sukarela berpatisipasi dalam penelitian ini • 18-25 tahun

• Riwayat haid yang teratur

• Mempunyai sindroma premenstruasi

• Tidak mempunyai riwayat gangguan penyakit kronis, diabetes, tinggi tekanan darah, penyakit jantung, mempunyai kelainan depresi dan/atau

ansietas atau asma

• Tidak sedang hamil

• Tidak menggunakan metode kontrasepsi hormonal • Tidak mengkonsumsi kortikosteroid

4.3.5.2. Karakteristik eksklusi

• Sewaktu penelitian, tiba-tiba terjadi haid yang tidak teratur

4.4. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Data yang diambil merupakan data primer dan diperoleh dari subjek

penelitian. Data primer merupakan data karakteristik yang meliputi usia, IMT,

usia menarche, siklus haid, dan lama haid, kuesioner untuk menentukan

diagnosis sindroma premenstruasi berdasarkan kriteria diagnostik sindroma

premenstruasi menurut ACOG serta data Indeks Prestasi Kumulatif (IPK)

(46)

32

4.5. PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

Data diolah dengan analisis statistik secara komputerisasi. Analisis data

meliputi statistik deskriptif dan statistik analitik. Statistik deskriptif digunakan

untuk menampilkan distribusi data karakteristik yang meliputi: usia, IMT, usia

menarche, siklus haid, dan lama haid, data proporsi penderita sindroma

premenstruasi serta data IPK mahasiswi kedokteran gigi.

Statistik inferensial yang digunakan adalah analisis univariat, bivariat

menggunakan chi square, dan dengan analitik korelatif berupa uji korelasi

Spearman’s untuk menilai hubungan variabel independen terhadap variabel

(47)

33

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. HASIL PENELITIAN

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian karakteristik individu mengalami sindroma premenstruasi dan

hubungannya dengan pencapaian nilai akademis ini telah dilakukan di Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara (USU) di mana penelitian ini telah

dilakukan dari September 2013 hingga Oktober 2013. Mahasiswi yang menyertai

penelitian ini merupakan mahasiswi angkatan 2010 Fakultas Kedokteran Gigi USU.

5.1.2. Karakteristik Individu

Subjek penelitian diperoleh dengan melakukan teknik total sampling.

Jumlah subjek adalah 55 orang daripada 159 orang mahasiswi kedokteran gigi.

Kesemua mahasiswi yang terpilih ini telah memenuhi kriteria penelitian. Data yang

diperoleh dianalisa dan ditampilkan pada Tabel 5.1.

Berdasarkan Tabel 5.1. dapat dilihat bahwa rata-rata usia subjek kedokteran

gigi adalah 20,93 (SD ±0,9) dengan rentang usia 20-24 tahun. Kebanyakan

mahasiswi yang menyertai penelitian ini adalah yang berusia 21 tahun (43,6%).

Kelompok karakteristik IMT yang terbanyak adalah kelompok normoweight yaitu

sebanyak 26 orang (47,3%), untuk usia menarche subjek yang terbanyak adalah

subjek yang pertama kali mendapat menstruasi di bawah usia 13 tahun, sebanyak

30 orang (54,5%), untuk siklus haid, seluruh subjek berada pada 24-35 hari (100%),

dan untuk karakteristik lama haid, yang terbanyak adalah 3 hingga 7 hari yaitu

sebanyak 49 orang (89,1%). Sebanyak 36 orang (65,5%) mengalami sindroma

premenstruasi ringan, manakala rata-rata IPK subjek penelitian adalah 2,85 (SD

±0,3) dengan kebanyakan subjek penelitian mendapat IPK yang cukup, yaitu

(48)

34

Tabel 5.1. Distribusi Data menurut Umur, IMT, Usia Menarche, Siklus Haid, Lama

(49)

35

5.1.3. Hasil Analisa Data

5.1.3.1. Hubungan Karakteristik Umur, IMT, Usia Menarche, Siklus Haid, dan Lama Haid dengan Sindroma Premenstruasi

Tabel 5.2. Karakteristik Umur, IMT, Usia Menarche, Siklus Haid, dan Lama Haid

Data-data yang diperoleh diolah dengan tabel tabulasi silang secara

(50)

36

diperoleh adalah 0,640. Nilai ini menunjukkan tiada hubungan yang signifikan

antara kriteria umur dengan tingkat sindroma premenstrasi.

Nilai p yang didapat untuk karakteristik IMT adalah 0,413 menunjukkan

tidak terdapat hubungan yang signifikan antara IMT terhadap sindroma menstruasi

(p >0,05), manakala untuk karakteristik usia menarche, didapatkan nilai p sebesar

0,836 menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia menarche

terhadap sindroma premenstruasi (p >0,05). Karakteristik lama haid juga tidak

berpengaruh terhadap sindroma premenstruasi apabila nilai p yang didapat ialah

0,622 (p>0,05).

Berdasarkan hasil pengujian chi-square didapatkan nilai p sebesar 0,302,

menunjukkan bahwa tiada hubungan yang signifikan antara tingkat sindroma

Gambar

Tabel 5.1. Distribusi Data menurut Umur,  IMT, Usia Menarche, Siklus Haid, Lama
Tabel 5.2. Karakteristik Umur, IMT, Usia Menarche, Siklus Haid, dan Lama Haid
Tabel 5.3. Distribusi   Subjek    yang  Mengalami    Sindroma    Premenstruasi    dan
Tabel 5.4. Hubungan Variabel Umur, Usia Menarche, IMT, Lama Haid, dan Siklus

Referensi

Dokumen terkait

Kalau keterangan mengenai keadaan di Indonesia bisa diperolehnya dari pengalamannya sendiri serta para mantan pegawai VOC atau dengan cara mengutip Rumphius, bagaimana

Kata Kunci : Punishment; Kedisiplinan Shalat Berjama’ah; Permasalahan yang sering terjadi di Dayah pada umumnya berkaitan dengan kedisiplinan santri di lingkungan

Banyak pemimpin besar meraih keberhasilan dalam pekerjaan dan kehidupannya melalui seperangkat hukum kepemimpinan yang mendetail. Sedangkan manajer &#34;biasa&#34;,

Endapan yang telah diperoleh selanjutnya dikeringkan dengan cabinet drying dengan suhu 50 0 C selama 24 jam, lalu dilakukan penghalusan dengan blender dan pengayakan

Gambar 7, menunjukan penjabaran diagram alir secara keseluruhan, di dalam diagram alir terdapat konfigurasi library untuk memproses semua library yang digunakan. Inisialisasi

Karena beacon frame merupakan hal yang penting pada suatu router dalam penyebaran informasi termasuk melakukan probe request authentication and association pada

Hasil akhir yang diperoleh adalah sebuah Sistem Sinkronisasi Data Berbasis Teks yang secara umum dapat berjalan dengan baik sehingga tidak menutup kemungkinan

Sesuai dengan data penelitian yang tersedia yaitu dana realisasi CSR dan total penjualan perusahaan otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia maka dari 13 perusahaan otomotif