ANALISA EFISIENSI DAN OPTIMALISASI POLA TANAM
PADA DAERAH IRIGASI TIMBANG DELI
KABUPATEN DELI SERDANG
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian pendidikan Sarjana Teknik Sipil
DINA NOVITASARI ALHINDUAN
07 0404 124
BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Irigasi merupakan komponen yang sangat penting guna meningkatkan produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat. Daerah irigasi adalah suatu wilayah daratan yang kebutuhan airnya dipenuhi oleh sistem irigasi. Daerah Irigasi Timbang Deli dengan luas 520 ha dengan debit rencana 0,624 m3/s kebutuhan air irigasinya sebelumnya dipenuhi bangunan free intake dan sekarang dipenuhi oleh bangunan Bendung Sungai Ular.
Untuk merencanakan pola tanam yang optimum memerlukan data hidrologi, klimatologi, topografi yang kemudian akan dianalisa untuk mendapatkan curah hujan efektif, evapotranspirasi, dan kebutuhan air irigasi, untuk mengefisiensikan pemakaian air diperlukan pola tanam optimum sesuai dengan tingkat curah hujan.
Dalam menentukan curah hujan regional digunakan metode rata-rata aljabar dengan data curah hujan 10 tahun dari tiga stasiun penakar hujan untuk mendapatkan nilai curah hujan efektif pada lokasi penelitian. Perhitungan Evapotranspirasi dilakukan dengan Metode Penmann. Nilai curah hujan efektif dan evapotranspirasi dibutuhkan dalam perhitungan kebutuhan air irigasi dan perencanaan pola tanam.
Berdasarkan hasil analisis data curah hujan didapat curah hujan maksimum rata – rata terjadi di bulan Oktober sebesar 322 mm dan terendah terjadi di bulan Februari sebesar 129 mm. Dengan menggunakan 24 alternatif pola tanam didapat pola tanam optimum pada alternatif ke -18 dengan nilai NFR 2,68 mm/hari dan DR 0,33 lt/dt/ha dengan tingkat efisiensi 72,57%.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi karunia
kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Shalawat dan salam ke atas Baginda Rasullah Muhammad SAW yang telah
memberi keteladanan tauhid, ikhtiar dan kerja keras sehingga menjadi panutan
dalam menjalankan setiap aktifitas kami sehari-hari, karena sungguh suatu hal
yang sangat sulit yang menguji ketekunan dan kesabaran untuk tidak pantang
menyerah dalam menyelesaikan penulisan ini.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
studi pada Program Studi Strata Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi yang diambil adalah:
“Analisa Efisiensi dan Optimalisasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi
Timbang Deli Kabupaten Deli Serdang”
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini tidak
terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :
1. Bapak Ivan Indrawan, ST, MT selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak
memberikan bimbingan yang sangat bernilai dalam membantu penulis
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME selaku Dekan Fakultas Teknik
3. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia, M.Sc, Bapak Zaid Perdana, ST, MT,
dan Ibu Emma P. Bangun, ST, M.Eng selaku Dosen Pembanding, atas saran
dan masukan yang diberikan kepada penulis terhadap Tugas Akhir ini.
6. Ayahanda Irvan Alhinduan dan Ibunda (Alm) Maimunah Tamba tercinta
yang telah banyak berkorban, memberikan motivasi hidup, semangat dan
nasehat, saudara-saudari tercinta: Irna Karlina Alhinduan, Santy Amelia
Alhinduan, Mhd Hilmansyah Alhinduan dan Mhd Fahmi serta keluarga besar
yang selalu mendoakan dan mendukung penulis.
7. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
8. Teristimewa dihati buat Arie Afrian, ST beserta keluarga yang selalu
memberikan dukungan, semangat dan doa kepada penulis dalam penyelesaian
Tugas Akhir ini.
9. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini
kepada penulis.
10. Kawan-kawan seperjuangan angkatan 2007, Faiz, Dikin, Dean, Dipa, Aulia,
Saki, Iqbal, Ghufran, Alfry, Tesa, Vivi, Putri, Falah, Arul, Alfi, Tomo, Dicky,
Ajo, Vina, Dita, Ade, Yowa, Dhani serta teman-teman angkatan 2007 yang
tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya
11.
Dan segenap pihak yang belum penulis sebut di sini atas jasa-jasanya dalammendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir
ini dapat diselesaikan dengan baik.
Mengingat adanya keterbatasan-keterbatasan yang penulis miliki, maka
penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca
diharapkan untuk penyempurnaan laporan Tugas Akhir ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan Tugas
Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Maret 2013 Penulis,
DAFTAR ISI
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI v
DAFTAR GAMBAR . viii
DAFTAR GRAFIK ix
DAFTAR TABEL x
DAFTAR NOTASI xii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Perumusan Masalah 3
1.3. Pembatasan Masalah 4
1.4. Tujuan 4
1.5. Manfaat 5
1.6. Sistematika Penulisan 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1. Siklus Hidrologi 7
2.2. Daerah Aliran Sungai 11
2.3. Jaringan Irigasi 12
2.4. Analisa Hidrologi 15
2.4.1 Perhitungan Curah Hujan Areal 15
2.4.2 Distribusi Frekuensi Curah Hujan 19
2.4.3 Debit Air 21
2.4.4 Pengukuran Debit 22
2.4.5 Debit Andalan 23
2.5. Analisa Kebutuhan Air untuk Irigasi 27
2.5.1 Curah Hujan Efektif 27
2.5.2 Efisiensi Irigasi 28
2.5.3 Kebutuhan Air di Sawah 29
2.5.4 Kebutuhan Penyiapan Lahan 30
2.5.5 Kebutuhan Air untuk Konsumtif Tanaman 31
2.5.6 Perkolasi 32
2.5.7Pergantian Lapisan Air 33
2.6. Analisa Keseimbangan Air (Neraca Air) 33
2.7. Pola Tanam . 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 36
3.1. Tempat Penelitian 36
3.2. Uraian Tahapan Penelitian 40
3.2.1 Survey Lapangan 40
3.2.2 Studi Literatur 40
3.2.3 Pengumpulan Data Sekunder 40
3.3 Analisa Hidrologi 41
3.4. Bagan Alir Pengerjaan Penelitian 41
3.5. Langkah-langkah Pengerjaan Studi 43
3.5.1 Curah Hujan Efektif 43
3.5.2 Evapotranspirasi 44
3.5.3 Kebutuhan Air Irigasi 44
3.5.4 Efisiensi Irigasi 46
3.5.6 Analisa Keseimbangan Air (Neraca Air) 48
3.5.7 Perencanaan Pola Tanam 48
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 50
4.1. Analisa Curah Hujan 50
4.2. Curah Hujan Efektif 51
4.3. Evapotranspirasi 53
4.4. Penyiapan Lahan dan Koefisien Tanaman 58
4.5. Analisa Kebutuhan Air Irigasi 62
4.6. Perhitungan Pemenuhan Air Pertanian 90
4.7. Perhitungan Efisiensi Irigasi 92
4.8. Perhitungan Debit 93
4.8.1 Perhitungan Metode Empiris Debit Sungai 93
4.9. Analisa Keseimbangan Air (Neraca Air) 101
4.10. Pola Tanam 101
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 103
5.1. Kesimpulan 103
5.2. Saran 104
DAFTAR PUSTAKA 105
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Ilustrasi Siklus Hidrologi ... 7
Gambar 2.2 Parameter Neraca Air pada Sebuah Danau ... 10
Gambar 2.3 Perhitungan dengan Cara Aljabar ... 16
Gambar 2.4 Perhitungan dengan Cara Thiessen ... 17
Gambar 2.5 Perhitungan dengan Cara Isohyet ... 18
Gambar 2.6 Skema Neraca Air...34
Gambar 3.1 Peta Lokasi ... 36
Gambar 3.2 Peta Topografi... ... 37
Gambar 3.3 Peta DAS ... 38
Gambar 3.4 Peta Administrasi DAS ... 39
Gambar 3.5 Bagan Alir Pengerjaan Penelitian ... 42
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Curah Hujan Rata-rata ... 51
Grafik 4.2 Kehandalan Pintu Pengambilan ... 91
DAFTAR NOTASI
A = luas daerah pengaliran (km2)
a = Kebutuhan air normal (ltr/dtk/Ha)
An = Luas daerah pada poligon 1,2,…...,n (Km2)
C = koefisien limpasan
c = Faktor koreksi terhadap perbedaan cuaca antara siang dan malam
DR = Kebutuhan air di pintu pengambilan (l/dt/ha)
E = Efisiensi irigasi
Eo = Evaporasi air tebuka
Eto = Evapotranspirasi acuan (mm/hari)
ea = Tekanan uap jenuh (mbar)
ed = Tekanan uap nyata (mbar)
Etc = Penggunaan konsumtif (mm/hari)
f(ed) = Fungsi tekanan uap
f(u) = Fungsi kecepatan angin
f(n/N) = Fungsi lama penyinaran
f(T’) = Fungsi temperatur
I = Masukan (Inflow)
Kc = Koefisien Tanaman
M = Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan airakibat evaporasi dan
perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan (mm/hari)
N = Lama penyinaran maksimum
NFR = Kebutuhan air bersih disawah (mm/hari)
n/N = Rasio lama penyinaran
O = Keluaran (Outflow)
P = Curah hujan tengah bulanan
R = curah hujan rata-rata (mm)
Reff = Curah hujan effektif
R80 = Curah hujan effektif 80 % (mm/hari)
Rn = Tinggi hujan tiap stasiun n (mm)
Rnl = Radiasi netto gelombang panjang
Rs = Radiasi gelombang pendek (mm/hari)
Rns = Radiasi netto gelombang pendek
S = Kebutuhan air untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50mm,
yakni 250 mm
t = Koefisien tegal
Wf = Jumlah air terdapat di areal persawahan
Ws = Jumlah air yang tersedia yang berasal dari pintu pengambilan
Wn = Faktor Pembobot daerah pengaruh stasiun n
W = faktor koreksi temperatur terhadap radiasi
WLR = Penggantian lapisan air (mm)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Irigasi………. ... 15
Tabel 2.2 Harga Koefisien Tanaman ... ………..31
Tabel 4.1 Curah Hujan Regional DAS Sungai Ular ... 50
Tabel 4.2 Curah Hujan Efektif ... ………..52
Tabel 4.3 Rekapitulasi Curah Hujan Efektif…… ... ………..53
Tabel 4.4 Perhitungan Evapotranspirasi………. ...54
Tabel 4.5 Rekapitulasi Evapotranspirasi ... ………..57
Tabel 4.6 Tabel Land Preperation ... …………...60
Tabel 4.7 Analisa Kebutuhan Air Irigasi untu Alternatif – 1 ……… ... 63
Tabel 4.8 Analisa Kebutuhan Air Irigasi untu Alternatif – 2 ... ………64
Tabel 4.9 Analisa Kebutuhan Air Irigasi untu Alternatif – 3 ... …………....65
Tabel 4.10 Analisa Kebutuhan Air Irigasi untu Alternatif – 4…………... 66
Tabel 4.11 Analisa Kebutuhan Air Irigasi untu Alternatif – 5 ……… ... 67
Tabel 4.12 Analisa Kebutuhan Air Irigasi untu Alternatif – 6 ... ………68
Tabel 4.13 Analisa Kebutuhan Air Irigasi untu Alternatif – 7 ... …………....69
Tabel 4.14 Analisa Kebutuhan Air Irigasi untu Alternatif – 8…………... 70
Tabel 4.15 Analisa Kebutuhan Air Irigasi untu Alternatif – 9 ……… ... 71
Tabel 4.16 Analisa Kebutuhan Air Irigasi untu Alternatif – 10 ... ……72
Tabel 4.17 Analisa Kebutuhan Air Irigasi untu Alternatif – 11 ... …………....73
Tabel 4.18 Analisa Kebutuhan Air Irigasi untu Alternatif – 12…………. ... 74
Tabel 4.19 Analisa Kebutuhan Air Irigasi untu Alternatif – 13 ……… ... 75
Tabel 4.20 Analisa Kebutuhan Air Irigasi untu Alternatif – 14 ... ………76
Tabel 4.22 Analisa Kebutuhan Air Irigasi untu Alternatif – 16…………. ... 78
Tabel 4.23 Analisa Kebutuhan Air Irigasi untu Alternatif – 17 ……… ... 78
Tabel 4.24 Analisa Kebutuhan Air Irigasi untu Alternatif – 18 ... ………80
Tabel 4.25 Analisa Kebutuhan Air Irigasi untu Alternatif – 19 ... …………....81
Tabel 4.26 Analisa Kebutuhan Air Irigasi untu Alternatif – 20…………. ... 82
Tabel 4.27 Analisa Kebutuhan Air Irigasi untu Alternatif – 21 ……… ... 83
Tabel 4.28 Analisa Kebutuhan Air Irigasi untu Alternatif – 22 ... …………84
Tabel 4.29 Analisa Kebutuhan Air Irigasi untu Alternatif – 23 ... …………....85
Tabel 4.30 Analisa Kebutuhan Air Irigasi untu Alternatif – 24…………. ... 86
Tabel 4.31 Rekapitulasi Hasil Analisa Kebutuhan Air ... …………....87
Tabel 4.32 Rekapitulasi Hasil Perbandingan Pemenuhan Air…………. ... 90
Tabel 4.33 Efisiensi Irigasi…………. ... 92
Tabel 4.34 Perhitungan Debit Metode F.J. Mock ... 94
Tabel 4.35 Rekapitulasi Debit Metode F.J. Mock…………. ... 97
Tabel 4.36 Nilai Debit Andalan... 98
Tabel 4.37 Probabilitas Kejadian Debit dalam 10 tahun...99
ABSTRAK
Irigasi merupakan komponen yang sangat penting guna meningkatkan produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat. Daerah irigasi adalah suatu wilayah daratan yang kebutuhan airnya dipenuhi oleh sistem irigasi. Daerah Irigasi Timbang Deli dengan luas 520 ha dengan debit rencana 0,624 m3/s kebutuhan air irigasinya sebelumnya dipenuhi bangunan free intake dan sekarang dipenuhi oleh bangunan Bendung Sungai Ular.
Untuk merencanakan pola tanam yang optimum memerlukan data hidrologi, klimatologi, topografi yang kemudian akan dianalisa untuk mendapatkan curah hujan efektif, evapotranspirasi, dan kebutuhan air irigasi, untuk mengefisiensikan pemakaian air diperlukan pola tanam optimum sesuai dengan tingkat curah hujan.
Dalam menentukan curah hujan regional digunakan metode rata-rata aljabar dengan data curah hujan 10 tahun dari tiga stasiun penakar hujan untuk mendapatkan nilai curah hujan efektif pada lokasi penelitian. Perhitungan Evapotranspirasi dilakukan dengan Metode Penmann. Nilai curah hujan efektif dan evapotranspirasi dibutuhkan dalam perhitungan kebutuhan air irigasi dan perencanaan pola tanam.
Berdasarkan hasil analisis data curah hujan didapat curah hujan maksimum rata – rata terjadi di bulan Oktober sebesar 322 mm dan terendah terjadi di bulan Februari sebesar 129 mm. Dengan menggunakan 24 alternatif pola tanam didapat pola tanam optimum pada alternatif ke -18 dengan nilai NFR 2,68 mm/hari dan DR 0,33 lt/dt/ha dengan tingkat efisiensi 72,57%.
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang
pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah
tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Irigasi dimaksudkan untuk mendukung
produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian dalam rangka
ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani yang
diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi.
Tujuan irigasi adalah mengalirkan air secara teratur sesuai kebutuhan
tanaman pada saat persedian air tanah tidak mencukupi untuk mendukung
pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman bisa tumbuh secara normal. Pemberian
air irigasi yang efisien selain dipengaruhi oleh tata cara aplikasi, juga ditentukan
oleh kebutuhan air guna mencapai kondisi air tersedia yang dibutuhkan tanaman.
Pembangunan saluran irigasi sangat diperlukan untuk menunjang
penyediaan bahan pangan, sehingga ketersediaan air di daerah irigasi akan
terpenuhi walaupun daerah irigasi tersebut berada jauh dari sumber air permukaan
(sungai). Hal tersebut tidak terlepas dari usaha teknik irigasi yaitu memberikan air
dengan kondisi tepat mutu, tepat ruang dan tepat waktu dengan cara yang efektif
Daerah irigasi (D.I.) adalah suatu wilayah daratan yang kebutuhan airnya
dipenuhi oleh sistem irigasi. Daerah irigasi biasanya merupakan areal persawahan
yang membutuhkan banyak air untuk produksi padi. Untuk meningkatkan
produksi pada areal persawahan dibutuhkan sistem irigasi yang handal, yaitu
sistem irigasi yang dapat memenuhi kebutuhan air irigasi sepanjang tahun.
Daerah Irigasi Timbang Deli (D.I. Timbang Deli) dilihat dari letak
geografis, maka D.I Timbang Deli terletak pada posisi 3º30’– 3º31’ LU dan
98º55’–98º56’ BT, dengan luas 520 ha dengan debit rencana 0,624 /s (Dinas
Pengairan Propinsi Sumatera Utara, 2006). Kebutuhan air irigasi pada D.I.
Timbang Deli sebelumya dipenuhi oleh bangunan free intake yang terletak pada
sisi kiri badan sungai. Sekarang kebutuhan air irigasi dipenuhi oleh adanya
bangunan Bendung Sungai Ular yang berada pada sisi kiri Bendung yang
memotong melalui bawah tanah dari sisi kanan ke sisi kiri badan Sungai Ular.
Dengan sistem free intake, kebutuhan air irigasi pada D.I Timbang Deli
sangat bergantung kepada curah hujan yang menaikkan elevasi permukaan air
Sungai Ular secara alami dan masuk ke areal persawahan. Jika musim kemarau
maka elevasi permukaan air dan debit air dari Sungai Ular akan turun Sehingga
hasil pertanian tidak maksimal.
Dengan adanya bangunan Bendung Sungai Ular, maka kebutuhan air
untuk irigasi tidak sepenuhnya bergantung pada curah hujan dan diharapkan
Dan untuk lebih memaksimalkan potensi dari adanya bangunan Bendung
Sungai Ular, diperlukan pola tanam yang tepat sehingga hasil pertanian yang
dihasilkan juga maksimal.
Dalam memenuhi kebutuhan air pada sektor pertanian di D.I Timbang Deli
dengan sistem irigasi, memang banyak permasalahan yang muncul. Salah satu
persoalan utama yang terjadi dalam penyediaan air irigasi adalah semakin
langkanya ketersediaan air pada waktu-waktu tertentu. Pada sisi lain permintaan
air untuk berbagai kebutuhan cenderung semakin meningkat sebagai akibat
peningkatan jumlah penduduk, beragamnya pemanfaatan air, berkembangnya
pembangunan, serta kecenderungan menurunnya kualitas air akibat pencemaran.
Diharapkan juga bahwa dengan adanya bangunan Bendung Sungai Ular ini
kebutuhan air irigasi D.I. Timbang Deli di saat musim kemarau dapat tetap
terpenuhi.
Oleh karena itu diperlukan suatu cara untuk mengatur cara pemberian air
dan sistem pola tanam yang lebih optimal yaitu dengan menganalisa efisiensi dan
optimalisasi pola tanam serta analisis kebutuhan air.
1. 2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang dibahas dalam analisa efisiensi dan optimalisasi pola
tanam daerah irigasi Timbang Deli adalah :
Berapakah kebutuhan air irigasi untuk pola tanam optimum ?
Berapakah kebutuhan air irigasi yang berasal dari curah hujan dan
Apakah pintu pengambilan mampu dalam memenuhi kebutuhan air
irigasi dengan pola tanam yang ada ?
Apakah dengan adanya bangunan bendung yang baru kebutuhan air
irigasi terpenuhi sepanjang tahun ?
Apakah penggunaan air pada pola tanam optimum sudah efisien ?
1. 3 Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ditulis di atas maka permasalahan
dibatasi mencakup hal-hal sebagai berikut :
Penulisan tugas akhir dilakukan pada awal tahun 2013, dengan
menggunakan data curah hujan dan klimatologi tahun 2002 sampai
tahun 2011.
Hanya menghitung irigasi daerah Timbang Deli dengan luas layanan
seluas 520 Ha.
Menghitung curah hujan efektif dengan metode aljabar rata-rata.
Mencari pola tanam yang optimum.
Menghitung kebutuhan air irigasi terhadap pola tanam.
Menganalisa efisiensi sesudah adanya bendung baru dari pola tanam
optimum.
1. 4 Tujuan
Penulisan tugas akhir analisa efisiensi dan optimalisasi pola tanam daerah
irigasi Timbang Deli ini bertujuan untuk :
Menganalisa kebutuhan air untuk irigasi dengan debit yang dapat
disediakan oleh bangunan Bendung Sungai Ular.
Untuk mengetahui kebutuhan air optimum dan menentukan pola tanam
terbaik untuk daerah irigasi tersebut.
Dapat mengetahui kehandalan pintu pengambilan dalam memenuhi
kebutuhan air irigasi dengan pola tanam yang ada.
Mendapatkan pola tanam optimum untuk menentukan pemakaian air yang
lebih efisien.
1. 5 Manfaat
Manfaat praktis
Manfaat dari studi ini adalah dapat diketahui berapa debit andalan yang
dihasilkan bendung untuk memperkirakan bagaimana alternatif pola tanam yang
tepat digunakan pada daerah irigasi Timbang Deli, sehingga dapat tercapai
pemerataan pola tanam dan petani juga dapat memperoleh keuntungan yang
maksimum.
Manfaat akademis
Sebagai aplikasi dari ilmu yang diperoleh dari bangku perkuliahan dengan
cara mempraktikkannya langsung di lapangan. Kemudian dari hasil Tugas Akhir
ini, pihak akademi akan dapat menjadikan sebagai dokumentasi sehingga
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan secara keseluruhan pada penelitian ini terdiri dari 5
bab, yang mana uraian masing – masing bab adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang, tujuan, data umum dan lingkup pekerjaan
yang dilaksanakan serta sistematika penulisan laporan penelitian.
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini mencakup segala hal yang dapat dijadikan sebagai dasar
pengambilan tema penelitian, penentuan langkah pelaksanaan dan metode
penganalisaan yang diambil dari beberapa pustaka yang ada yang memiliki tema
sesuai dengan tema penelitian ini.
Bab III Metodologi Penelitian
Bab ini menyajikan mekanisme pelaksanaan penelitian mulai dari
persiapan, pengambilan data, dan uraian tahapan.
Bab IV Analisis dan Pembahasan
Pada bab ini disajikan perhitungan curah hujan, evapotranspirasi, alternatif
pola tanam, perhitungan pemenuhan air dan perhitungan debit andalan.
Bab V Kesimpulan dan Saran
Pada bab ini disampaikan kesimpulan penelitian dan saran disertai dengan
rekomendasi yang ditujukan untuk penelitian selanjutnya atau untuk penerapan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Siklus Hidrologi
Hidrologi adalah suatu ilmu tentang proses terjadinya air dan gerakan air di alam.
Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang
dinamakan “siklus hidrologi”. Siklus Hidrologi adalah suatu proses yang
berkaitan, dimana air diangkut dari lautan ke atmosfer (udara), ke darat dan
kembali lagi ke laut, seperti digambarkan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Ilustrasi Siklus Hidrologi
Hujan yang jatuh ke bumi dapat langsung menjadi limpasan air maupun tidak
menjadi limpasan air yaitu melalui vegetasi atau media lainnnya akan membentuk
tempat yang rendah baik di permukaan tanah maupun di dalam tanah yang
berakhir di laut.
Hujan jatuh ke bumi akan jatuh ke tanah, baik secara langsung maupun melalui
media misalnya melalui tanaman (vegetasi). Di bumi air mengalir dan bergerak
dengan berbagai cara. Pada retensi (tempat penyimpanan) air akan menetap untuk
beberapa waktu. Retensi dapat berupa retensi alam seperti daerah-daerah
cekungan, danau tempat-tempat yang rendah dll., maupun retensi buatan seperti
tampungan, sumur, embung, waduk dll.
Secara gravitasi (alami) air mengalir dari daerah yang tinggi ke daerah yang
rendah, dari gunung-gunung, pegunungan ke lembah, lalu ke daerah yang lebih
rendah, sampai ke daerah pantai dan akhirnya akan bermuara ke laut. Aliran air ini
disebut aliran permukaan tanah karena bergerak di atas muka tanah. Aliran ini
biasanya akan memasuki daerah tangkapan atau daerah aliran menuju kesistem
jaringan sungai, sistem danau atau waduk. Dalam sistem sungai aliran mengalir
mulai dari sistem sungai kecil ke sistem sungai yang besar dan akhirnya menuju
mulut sungai atau sering disebut estuary yaitu tempat bertemunya sungai dengan
laut.
Air hujan sebagian mengalir meresap kedalam tanah atau yang sering disebut
dengan Infiltrasi, dan bergerak terus kebawah. Air hujan yang jatuh ke bumi
sebagian menguap (evaporasi dan transpirasi) dan membentuk uap air. Sebagian
lagi mengalir masuk kedalam tanah (infiltrasi, perkolasi, kapiler).
Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang –
disebut air lapisan dan yang terakhir disebut air celah (fissure water). Aliran air
tanah dapat dibedakan menjadi aliran tanah dangkal, aliran tanah antara dan aliran
dasar (base flow). Disebut aliran dasar karena aliran ini merupakan aliran yang
mengisi sistem jaringan sungai. Hal ini dapat dilihat pada musim kemarau, ketika
hujan tidak turun untuk beberapa waktu, pada suatu sistem sungai tertentu aliran
masih tetap dan kontiniu.
Sebagian air yang tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan keluar ke
permukaan tanah sebagai limpasan, yakni limpasan permukaan (surface runoff),
aliran intra (interflow) dan limpasan air tanah (groundwater runoff) yang
terkumpul di sungai yang akhirnya akan mengalir ke laut kembali terjadi
penguapan dan begitu seterusnya mengikuti siklus hidrogi.
Besarnya penyimpana air tanah tergantung dari kondisi geologi setempat dan
waktu. Kondisi tata guna lahan juga berpengaruh terhadap tampungan air tanah,
misalnya lahan hutan yang beralih fungsi mejadi daerah pemukiman dan curah
hujan daerah tersebut. Sebagai permulaan dari simulasi harus ditentukan
penyimpangan awal ( initial storage ).
Hujan jatuh ke bumi baik secara langsung maupun melalui media misalnya
melalui tanaman (vegetasi), masuk ke tanah begitu juga hujan yang terinfiltrasi.
Sedangkan air yang tidak terinfiltrasi yang merupakan limpasan mengalir ke
tempat yang lebih rendah, mengalir ke danau dan tertampung. Dan hujan yang
langsung jatuh di atas sebuah danau (reservoir) air hujan (presipitasi) yang
langsung jatuh diatas danau menjadi tampungan langsung. Air yang tertahan di
danau akan mengalir melalui sistem jaringan sungai, permukaan tanah (akibat
danau adalah inflow sedangkan yang mengalir atau merembes adalah outflow.
Lihat gambar 2.2.
Bentuk persaman neraca air suatu danau atau reservoir:
Perolehan (inflow) = Kehilangan (outflow) ... (2.1a)
Qi + Qg + P - ΔS = Qo + SQ + Eo (2.1b)
Qin – Qout = ΔS (2.1c)
dimana:
Qi = masukan air/ direct run-off (inflow)
Qg = base flow (inflow)
Qo = outflow
P = presipitasi
SQ = perembesan
E = evaporasi air permukaan bebas ΔS = perubahan dalam cadangan
t1 = muka air setelah kehilangan ; t2 = muka air sebelum kehilangan
Akibat panas matahari air dipermukaan bumi juga akan berubah wujud menjadi
gas/uap dalam proses evaporasi dan bila melalui tanaman disebut transpirasi. Air
akan di ambil oleh tanaman melalui akar-akarnya yang dipakai untuk kebutuhan
hidup dari tanaman trsebut, lalu air di dalam tanaman juga akan keluar berupa uap
akibat energi panas matahari (evaporasi). Proses pengambilan air oleh akar
tanaman kemudian terjadinya penguapan dari dalam tanaman disebut transpirasi.
Evaporasi yang lain dapat terjadi pada sistem sungai, embung, reservoir, waduk
maupun air laut yang merupakan sumber air terbesar. Walaupun laut adalah
tempat dengan sumber air terbesar namun tidak bisa langsung di manfaatkan
sebagai sumber kehidupan karena mengandung garam atau air asin (salt water).
2.2. Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan unit hidrologi dasar. Bila kita
memandang suatu system yang mengalir yang dapat diterapkan pada suatu daerah
aliran sungai, maka akan nampak struktur sistem dari daerah ini adalah Daerah
Aliran Sungai yang merupakan lahan total dan permukaan air yang di batasi oleh
suatu batas air, topografi dan dengan salah satu cara memberikan sumbangan
terhadap debit sungai pada suatu daerah. Daerah aliran sungai merupakan dasar
pengelolaan untuk sumber daya air. Nama sebuah DAS ditandai dengan nama
sungai yang bersangkutan dan dibatasi oleh titik kontrol, yang umumnya
merupakan stasiun hidrometri. Memperhatikan hal tersebut berarti sebuah DAS
Dalam mempelajari ekosistem DAS, dapat diklasifikasikan menjadi daerah hulu,
tengah dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, DAS
bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai arti
penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya
kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk
perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam
sistem aliran airnya. Dengan perkataan lain ekosistem DAS, bagian hulu
mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini
antara lain dari segi fungsi tata air, dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu
seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan
hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui siklus hidrologi.
Dalam memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh dalam pengelolaan
DAS, terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan mengenai DAS berdasarkan
fungsi, yaitu pertama DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang
dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi,
yang dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air,
kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan. Kedua DAS bagian tengah
didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat
memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang dapat
diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan
ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti
pengelolaan sungai, waduk, dan danau. Ketiga DAS bagian hilir didasarkan pada
fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat
kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait
untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah.
2.3. Jaringan Irigasi
Jaringan irigasi adalah satu kesatuan saluran dan bangunan yang diperlukan untuk
pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian,
pemberian dan penggunaannya. Secara hirarki jaringan irigasi dibagi menjadi
jaringan utama dan jaringan tersier. Jaringan utama meliputi bangunan, saluran
primer dan saluran sekunder. Sedangkan jaringan tersier terdiri dari bangunan dan
saluran yang berada dalam petak tersier. Suatu kesatuan wilayah yang
mendapatkan air dari suatu jarigan irigasi disebut dengan Daerah Irigasi
(Direktorat Jenderal Pengairan KP – 01, 1986).
Mengacu pada Direktorat Jenderal Pengairan (1986) cara pengaturan, pengukuran,
serta kelengkapan fasilitas, jaringan irigasi dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga)
jenis, yaitu (1) jaringan irigasi sederhana, (2) jaringan irigasi semi teknis dan (3)
jaringan irigasi teknis.Dari segi konstruksi jaringan irigasinya, Pasandaran (1991)
mengklasifikasikan sistem irigasi menjadi empat jenis yaitu :
1) Irigasi Sederhana
Adalah sistem irigasi yang sistem konstruksinya dilakukan dengan sederhana,
tidak dilengkapi dengan pintu pengatur dan alat pengukur sehingga air irigasinya
tidak teratur dan tidak terukur, sehingga efisiensinya rendah.
Adalah suatu sistem irigasi dengan konstruksi pintu pengatur dan alat pengukur
pada bangunan pengambilan (headwork) saja, sehingga air hanya teratur dan
terukur pada bangunan pengambilan saja dengan demikian efisiensinya sedang.
3) Irigasi Teknis
Adalah suatu sistem irigasi yang dilengkapi dengan alat pengatur dan pengukur
air pada bangunan pengambilan, bangunan bagi dan bangunan sadap sehingga air
terukur dan teratur sampai bangunan bagi dan sadap, diharapkan efisiensinya
tinggi.
4) Irigasi Teknis Maju
Adalah suatu sistem irigasi yang airnya dapat diatur dan terukur pada seluruh
jaringan dan diharapakan efisiensinya tinggi sekali.
Petak irigasi adalah petak lahan yang memperoleh air irigasi. Petak tersier adalah
kumpulan petak irigasi yang merupakan kesatuan dan mendapatkan air irigasi
melalui saluran tersier yang sama. Petak tersier terdiri dari beberapa petak kuarter
masing-masing seluas kurang lebih 8 - 15 hektar. Pembagian air, eksploitasi dan
pemeliharaan di petak tersier menjadi tanggung jawab para petani yang
mempunyai lahan di petak yang bersangkutan dibawah bimbingan pemerintah.
Petak tersier biasanya mempunyai batas-batas yang jelas, misalnya jalan, parit,
batas desa dan batas-batas lainnya. Ukuran petak tersier berpengaruh terhadap
efisiensi pemberian air. Beberapa faktor lainnya yang berpengaruh dalam
penentuan luas petak tersier antara lain jumlah petani, topografi dan jenis
Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang semuanya dilayani oleh
satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi
yang terletak di saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak sekunder pada
umumnya berupa tanda topografi yang jelas misalnya saluran drainase. Luas petak
sukunder dapat berbeda-beda tergantung pada kondisi topografi daerah yang
bersangkutan. Saluran sekunder pada umumnya terletak pada punggung mengairi
daerah di sisi kanan dan kiri saluran tersebut sampai saluran drainase yang
membatasinya. Saluran sekunder juga dapat direncanakan sebagai saluran garis
tinggi yang mengairi lereng medan yang lebih rendah
Tabel 2.1. Klasifikasi Irigasi
Klasifikasi Jaringan Irigasi
Teknis Semi-Teknis Sederhana
1 Bangunan utama Bangunan
permanen
3 Jaringan Saluran Saluran pemberi
4 Petak Tersier Dikembangkan
Sumber : Diktorat Jendral Pengairan. Standar Perencanaan Irigasi KP-01 : 1986
2.4. Analisa Hidrologi
2.4.1 Perhitungan Curah Hujan Areal
Dalam pembuatan rancangan dan rencana adalah distribusi curah hujan pada areal
yang bersangkutan. Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan
selama 10 tahun, dari 2002 hingga 2011 di 3 stasiun penakar hujan yang
Stasiun Bangun Purba dan Stasiun Tiga Runggu. . Ada tiga cara untuk
menghitung curah hujan rata-rata areal yang bisa dilakukan, yaitu :
1. Cara Rata-Rata Aljabar
Cara ini memberikan hasil yang dapat dipercaya jika pos-pos penakarnya
ditempatkan secara merata di areal tersebut, dan hasil penakaran masing-masing
pos penakar tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh pos di seluruh
areal. (Sumber: Soemarto, 1986).
R=n
1
(R1 + R2 + ... + Rn ) ... (2.2a)
dimana :
R = curah hujan rata-rata daerah (mm)
n = Jumlah stasiun pengamat
R1 ,R2 , ..., Rn = curah hujan di tiap titik pengamatan
2. Cara Poligon Thiessen
Cara ini berdasarkan rata-rata timbang. Masing-masing penakar mempunyai
daerah pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbu tegak
lurus terhadap garis penghubung di antara dua buah pos penakar. Hal
yang perlu diperhatikan dalam cara poligon thiessen ini adalah stasiun
pengamatan minimal tiga stasiun dan penambahan stasiun akan merubah seluruh
jaringan (Soemarto, 1995).
A1 R1 + A2 R2 + . . . + An Rn
= ... (2.4b) A1 + A2 + . . . + An
dimana :
R = Curah hujan maksimum rata-rata (mm)
R1, R2,...,Rn = Curah hujan pada stasiun 1,2,...,n (mm) A1, A2, …,An = Luas daerah pada poligon 1,2,…...,n (Km2)
Gambar 2.4. Perhitungan dengan cara thiessen
3. Cara Isohyet
Dengan cara ini, kita harus menggambar dulu kontur tinggi hujan yang sama
rata-rata, tetapi memerlukan jaringan pos penakar yang relatif lebih padat yang
memungkinkan untuk membuat isohyet. Pada waktu menggambar isohyet
sebaiknya juga memperhatikan pengaruh bukit atau gunung terhadap distribusi
hujan (hujan orografik).
R = Curah hujan rata-rata (mm)
R1, R2, ..., Rn = Curah hujan stasiun 1, 2,..., n (mm)
A1, A2, ….. , An = Luas bagian yang dibatasi oleh isohyet-isohyet ( )
4. Metode Meteorological Water Balance Dr. F.J. Mock
Metode ini ditemukan oleh Dr. F.J. Mock pada tahun 1973 dimana metode ini
didasarkan atas fenomena alam dibeberapa tempat di Indonesia. Dengan metode
ini, besarnya aliran dari data curah hujan , karakteristik hidrologi daerah
pengaliran dan evapotranspirasi dapat dihitung. Pada dasarnya metode ini adalah
hujan yang jatuh pada catchment area sebagian akan hilang sebagai
evapotranspirasi, sebagian akan langsung menjadi aliran permukaan (direct run
off) dan sebagian lagi akan masuk kedalam tanah (infiltrasi), dimana infiltrasi
pertama-tama akan menjenuhkan top soil, kemudian menjadi perkolasi
membentuk air bawah tanah (ground water) yang nantinya akan keluar ke sungai
sebagai aliran dasar (base flow).
2.4.2 Distribusi Frekuensi Curah Hujan
Sistem-sistem sumber daya air harus dirancang bagi hal-hal yang akan
terjadi pada masa yang akan datang, yang tak dapat dipastikan kapan akan terjadi.
Oleh karena itu, ahli hidrologi harus memberikan suatu pernyataan probabilitas
bahwa aliran-aliran sungai akan menyamai atau melebihi suatu nilai yang telah
ditentukan. Probabilitas adalah suatu basis matematis bagi peramalan, dimana
rangkaian hasil lengkap yang didapat merupakan rasio hasil-hasil yang akan
menghasilkan suatu kejadian tertentu terhadap jumlah total hasil yang mungkin.
Probabilitas-probabilitas tersebut penting artinya bagi evaluasi ekonomi
dan social dari suatu perencanaan bangunan air. Perencanaan untuk
mengendalikan banjir yang mempunyai probabilitas tertentu mengandung
kerusakan harus dialami. Namun, biaya perbaikan kerusakan itu akan lebih murah
setelah periode pengoperasian yang panjang jika dibandingkan dengan pembuatan
bangunan yang khusus dimaksudkan sebagai perlindungan terhadapa keadaan
yang paling buruk. Tujuan perencanaan itu bukan untuk menghilangkan semua
banjir tersebut, melainkan untuk mereduksi frekwensi banjirnya, yang berarti juga
mengurangi kerusakan yang ditimbulkan.
Curah hujan rancangan dihitung berdasarkan analisis Probabilitas Frekuensi
seperti yang yang mengacu pada SK SNI M-18-1989 tentang Metode Perhitungan
debit banjir. Tujuan dari analisa distribusi frekuensi curah hujan adalah untuk
memperkirakan besarnya variate-variate masa ulang tertentu.
Banyak macam distribusi teoritis yang kesemuanya itu dapat dibagi dua,
yaitu diskrit dan kontinu. Diskrit diantaranya adalah Binominal dan Poisson,
sedangkan kontinu adalah Normal, Log Normal, Gamma, Beta, Pearson dan
Gumbel. Untuk menganalisis probabilitas banjir biasanya dipakai beberapa
macam distribusi yaitu:
a) Distribusi Gumbel
Menurut Gumbel, persoalan tertua adalah berhubungan dengan nilai-nilai ekstrem
datang dari persoalan banjir. Tujuan teori statistik nilai-nilai ekstrem adalah untuk
menganalisis hasil pengamatan nilai-nilai ekstrem tersebut untuk memperkirakan
nilai-nilai ekstrem berikutnya.
Gumbel menggunakan teori nilai ekstrem untuk menunjukkan bahwa dalam deret
nilai-nilai ekstrem X1, X2, X3, ..., Xn, dengan sampel-sampel yang sama besar,
kumulatifnya P, pada sebarang nilai di antara n buah nilai Xn akan lebih kecil dari
nilai X tertentu (dengan waktu balik Tr).
b) Log Person Type III
Parameter-parameter statistic yang diperlukan oleh distribusi Pearson Type III adalah:
- Nilai tengah
- Standard deviasi
- Koefisiensi skewness
Untuk menghitung banjir perencanaan dalam praktek, the Hydrology Committee
of the Water Resources Council, USA, menganjurkan, pertama kali
mentransformasikan data ke nilai-nilai logaritma kemudian menghitung
parameter-parameter statistiknya. Karena transformasi tersebut, maka cara ini
disebut log Pearson type III.
c) Normal
d) Log Normal
2.4.3 Debit Air
Debit adalah suatu koefisien yang menyatakan banyaknya air yang
mengalir dari suatu sumber persatu-satuan waktu, biasanya diukur dalam satuan
liter / detik. Pengukuran debit dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
1. Pengukuran debit dengan bendung
3. Pengukuran kecepatan aliran dan luas penampang melintang, dalam hal ini
untuk mengukur kecepatan arus digunakan pelampung atau pengukur arus
dengan kincir
4. Pengukuran dengan menggunakan alat-alat tertentu seperti pengukur arus
magnetis, pengukur arus gelombang supersonis
Untuk memenuhi kebutuhan air pengairan irigasi bagi lahan-lahan
pertanian, debit air di daerah bendung harus lebih cukup untuk disalurkan ke
saluran-saluran (induk-sekunder-tersier) yang telah disiapkan di lahan-lahan
pertanaman. Agar penyaluran air pengairan ke suatu areal lahan pertanaman dapat
diatur dengan sebaik-baiknya (dalam arti tidak berlebihan atau agar dapat
dimanfaatkan seefisien mungkin, dengan mengingat kepentingan areal lahan
pertanaman lainnya) maka dalam pelaksanaanya perlu dilakukan
pengukuranpengukuran debit air. Dengan distribusi yang terkendali, dengan
bantuan pengukuran-pengukuran tersebut, maka masalah kebutuhan air pengairan
selalu dapat diatasi tanpa menimbulkan gejolak dimasyarakat petani pemakai air.
Dalam studi ini debit yang diberikan sebesar 0,624 m3/dt (Dinas Pengairan
Propinsi Sumatera Utara, 2006).
2.4.4 Pengukuran Debit
Pengukuran global kecepatan aliran dilakukan dengan mengukur waktu
pelampung melewati jarak yang terukur. Pelampung digunakan bila pengukuran
dengan pengukur arus tidak dapat dilakukan karena sampah, ketidakmungkinan
melintasi sungai, bila pengukuran membahayakan karena banjir yang sangat
Alat ukur arus adalah alat untuk mengukur kecepatan aliran. Apabila alat ini
ditempatkan pada suatu titik kedalaman tertentu maka kecepatan aliran pada titik
tersebut akan dapat ditentukan berdasarkan jumlah putaran dan waktu lamanya
pengukuran. Apabila keadaan lapangan tidak memungkinkan untuk melakukan
pengukuran dengan menggunakan alat ukur arus maka pengukuran dapat
dilakukan dengan alat pelampung. Alat pelampung yang digunakan dapat
mengapung seluruhnya atau sebagian melayang dalam air.
Pengukuran debit aliran yang paling sederhana dapat dilakukan dengan
metoda apung. Caranya dengan menempatkan benda yang tidak dapat tenggelam
di permukaan aliran sungai untuk jarak tertentu dan mencatat waktu yang
diperlukan oleh benda apung tersebut bergerak dari suatu titik pengamatan ke titik
pengamatan lain yang telah ditentukan. Kecepatan aliran juga bisa diukur dengan
menggunakan alat ukur current meter. Alat berbentuk propeler tersebut
dihubungkan dengan kotak pencatat (alat monitor yang akan mencatat jumlah
putaran selama propeler tersebut berada dalam air) kemudian dimasukkan ke
dalam sungai yang akan diukur kecepatan alirannya. Bagian ekor alat tersebut
menyerupai sirip dan akan berputar karena gerakan aliran sungai. Tiap putaran
ekor tersebut akan mencatat oleh alat monitor, dan kecepatan aliran sungai akan
ditentukan oleh jumlah putaran per detik untuk kemudian dihitung dengan
menggunakan persamaan matematik yang khusus dibuat untuk alat tersebut untuk
lama waktu pengukuran tertentu.
2.4.5 Debit Andalan
Debit andalan (dependable flow) adalah debit yang selalu tersedia
andalan merupakan debit yang memiliki probabilitas 80%. Debit dengan
probabilitas 80% adalah debit yang memiliki kemungkinan terjadi di bendung
sebesar 80% dari 100% kejadian. Jumlah kejadian yang dimaksud adalah jumlah
data yang digunakan untuk menganalisis probabilitas tersebut. Jumlah data
minimum yang diperlukan untuk analisis adalah lima tahun dan pada umumnya
untuk memperoleh nilai yang baik data yang digunakan hendaknya berjumlah 10
tahun data (KP – 01, 1986).
Debit minimum sungai dianalisis atas dasar debit hujan sungai.
Dikarenakan minimalnya data maka metode perhitungan debit andalan
menggunakan metode simulasi perimbangan air dari Dr. F.J.Mock (KP.01,1986).
Dengan data masukan dari curah hujan di Daerah Aliran Sungai, evapotranspirasi,
vegetasi dan karakteristik geologi daerah aliran.
Pada model F.J. MOCK ada lima parameter yang menggambarkan karak
teristik DAS yang besar pengaruhnya terhadap keluaran sistem, yaitu :
a. Singkapan lahan (exposed surface) (m).
b. Koefisien Infiltrasi.
c. Kapasitas kelembaban tanah (soil moisture capacity)
d. Initial Storage
e. Faktor Resesi Air tanah
Metode ini menganggap bahwa air hujan yang jatuh pada daerah aliran
sebagai air infiltrasi, kemudian jika kapasitas menampung lengas tanah sudah
terlampaui, maka air akan mengalir ke bawah akibat gaya gravitasi.
2.4.6 Analisa Evapotranspirasi
Gabungan dari dua peristiwa yakni evaporasi dan transpirasi yang terjadi
secara bersamaan disebut juga peristiwa evapotranspirasi. Kedua proses ini sulit
untuk dibedakan karena keduanya terjadi secar simultan. Faktor iklim yang sangat
mempengaruhi peristiwa ini, diantaranya adalah suhu udara, kelembaban,
kecepatan angin, tekanan udara, dan sinar matahari. Banyak rumus tersedia untuk
menghitung besarnya evapotranspirasi yang terjadi, salah satunya adalah Metode
Penman (KP – 01, 1986).
Evapotranspirasi adalah kebutuhan dasar bagi tanaman yang harus
dipenuhi oleh sistem irigasi yang bersangkutan untuk menjamin suatu tingkat
produksi yang diharapkan. Evapotranspirasi sebagai salah satu proses yang rumit
sangat dipengauhi oleh keadaan iklim.
Faktor – faktor yang mempengaruhi evapotranpirasi (ET) (Soemarto, 1986)
adalah :
a. Radiasi matahari (solar radiaton).
Evapotranspirasi adalah konversi dari air menjadi uap air, proses tersebut
terjadi sepanjang siang hari dan juga dapat terjadi pada malam hari. Perubahan
dari molekul air menjadi gas memerlukan energi. Proses ini sangat efektif jika
terjadi di bawah penyinaran matahari langsung. Dengan adanya awan yang
melindungi penyinaran langsung matahari yang sampai ke permukaan bumi akan
b. Temperatur
Apabila temperatur dari udara, tanah, dan tanaman cukup tinggi, proses
evapotranspirasi akan lebih besar dibandingkan jika keadaan dingin, karena energi
yang tersedia akan lebih besar, selanjutnya semakin tinggi temperatur udara
semakin tinggi pula kemampuan untuk mengabsorpsi uap air. Jadi temperatur
udara mempunyai pengaruh ganda di dalam proses terjadinya evapotranspirasi,
sedangkan permukaan tanah, daun tumbuhan, dan tenperatur air hanya
mempunyai pengaruh tunggal.
c. Kelembaban relatif (Relative Humidity)
Apabila kelembaban udara naik, kemampuan untuk mengabsorsi uap air
berkurang dan evaporasi menjadi lautan. Manakala stomata daun tanaman
terbuka, difusi uap udara yang keluar dari daun tergantung pada perbedaan antara
tekanan uap air di dalam rongga sel dan tekanan air pada atmosfir.
d. Angin
Dengan mengisapnya air ke atmosfir lapisan batas antara permukaan
tanah (daun tanaman) dan udara menjadi menjadi lembab dan harus digantikan
oleh udara kering ketika proses evapotranspirasi terjadi. Pergeseran udara pada
lapisan batas tergantung pada kepada angin sehingga kecepatan angin sangat
penting dalam hal ini.
e. Variasi elevasi/ketinggian
Pada suatu zona iklim tertentu ET akan berbeda sesuai dengan ketinggian
ketinggian itu sendiri tetapi diakibatkan oleh temperature, karena lengas dan
kecepatan angin berhembus yang berkaitan dengan ketinggian wilayah yang
dimaksud juga radiasi matahari untuk wilayah tinggi berbeda dengan wilayah
yang rendah.
Evapotranspirasi Potensial dapat dihitung dengan menggunakan Metoda
Penman modifikasi sebagai berikut :
ETO = c [ w Rn + (1 – w) f(u) (ea – ed) ] ... (2.4d)
dimana :
ETO = Evapotranspirasi acuan (mm/hari)
w = Faktor koreksi terhadap temperatur Rn = Radiasi netto (mm/hari)
f(u) = Fungsi angin
(ea – ed) = Perbedaan tekanan uap air jenuh dengan tekanan uap air nyata (mbar) c = Faktor pergantian cuaca akibat siang dan malam
(ea – ed) = Perbedaan antara tekanan uap jenuh pada temperatur rata-rata udara dengan tekanan rata-rata air di udara yang sebenarnya
ed = RH x ea
= Tekanan uap nyata (mbar), dimana RH = Kelembaban relatif (%) f(u) = 0,27(1 +u/100)
N = Lama penyinaran rnaksimum Rns = Rs . (1-α)
= Radiasi netto gelombang pendek, dimana α = 0,25 f(T’) = σ . T4
= Fungsi Temperatur f(ed) = 0,33- 0,044 . (ed)0,5
= Fungsi tekanan uap nyata f(n/N) = 0,1 + 0,9 . n/N
= Fungsi rasio lama penyinaran Rnl = f(T’) . f(ed) . f(n/N)
= Radiasi netto gelombang panjang
Rn = Rns - Rnl
= Radiasi netto
Rumus Penman didasarkan atas anggapan bahwa suhu udara dan
permukaan air rata-rata adalah sama.
2.5. Analisa Kebutuhan Air untuk Irigasi
2.5.1 Curah Hujan Efektif
Tidak semua curah hujan yang jatuh diatas tanah dapat dimanfaatkan oleh
tanaman untuk pertumbuhannya, ada sebagian yang menguap dan mengalir
sebagai limpasan permukaan. Air hujan yang jatuh diatas permukaan dapat dibagi
menjadi dua, yaitu:
Curah hujan nyata, yaitu sejumlah air yang jatuh pada periode
Curah hujan efektif, yaitu jumlah air hujan yang jatuh pada suatu
daerah atau petak sawah semasa pertumbuhan tanaman dan dapat
dipakai untuk memenuhi kebutuhannya.
Adapun curah hujan efektif untuk tanaman palawija menurut KP-01 dipengaruhi
oleh besarnya tingkat evapotranspirasi dan curah hujan daerah. Besaran curah
hujan efektif harian dihitung dengan analisis pendekatan rumus (KP-01, 1986)
sebagai berikut:
Untuk padi, Re = 70% x R80 ... (2.5a)
Untuk palawija, Re = 70% x R50 ... (2.5b)
2.5.2 Efisiensi Irigasi
Hampir seluruh air irigasi berasal dari pembagian dari saluran-saluran dari
reservoir. Kehilangan air terjadi ketika air berlebih. Efisiensi irigasi dapat dicari
dengan menggunakan rumus:
C
E = Wr
Wf
x 100 % ... (2.5c)
dimana :
Ec : efisiensi irigasi
Wf : jumlah air yang terdapat di areal persawahan
Wr : jumlah air yang tersedia yang berasal dari pintu pengambilan
Efisiensi pengairan merupakan suatu rasio atau perbandingan antar jumlah
air yang nyata bermanfaat bagi tanaman yang diusahakan terhadap jumlah air
yang tersedia atau yang diberikan dinyatakan dalam satuan persentase. Dalam hal
ini dikenal 3 macam efisiensi yaitu efisiensi penyaluran air, efisiensi pemberian
Jumlah air yang tersedia bagi tanaman di areal persawahan dapat
berkurang karena adanya evaporasi permukaan, limpasan air dan perkolasi.
Efisiensi irigasi adalah perbandingan antara air yang digunakan oleh tanaman atau
yang bermanfaat bagi tanaman dengan jumlah air yang tersedia yang dinyatakan
dalam satuan persentase.
Efisiensi irigasi adalah angka perbandingan dari jumlah air irigasi nyata
yang terpakai untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang
keluar dari pintu pengambilan (intake). Efisiensi irigasi terdiri atas efisiensi
pengaliran yang pada umumnya terjadi di jaringan utama dan efisiensi di jaringan
sekunder yaitu dari bangunan pembagi sampai petak sawah. Efisiensi irigasi
didasarkan asumsi sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang baik di
saluran maupun di petak sawah. Kehilangan air yang diperhitungkan untuk
operasi irigasi meliputi kehilangan air di tingkat tersier, sekunder dan primer.
Besarnya masing-masing kehilangan air tersebut dipengaruhi oleh panjang
saluran, luas permukaan saluran, keliling basah saluran dan kedudukan air tanah.
Pada dasarnya, semua kehilangan air yang mempengaruhi efisiensi irigasi
berlangsung selama proses pemindahan air dari sumbernya kelahan pertanian dan
selama pengolahan lahan pertanian.
2.5.3 Kebutuhan Air di Sawah
Kebutuhan air untuk tanaman pada suatu jaringan irigasi merupakan air
yang dibutuhkan untuk tanaman untuk pertumbuhan yang optimal tanpa
kekurangan air yang dinyatakan dalam Netto Kebutuhan Air Lapangan ( Net Field
Kebutuhan air bersih disawah (NFR) dipengaruhi oleh faktor-faktor NFR
seperti penyiapan lahan, pemakaian konsumtif, penggenangan, efisiensi irigasi,
perkolasi dan infiltrasi, dengan memperhitungkan curah hujan efektif (Re).
Bedanya kebutuhan pengambilan air irigasi (DR) juga ditentukan dengan
memperhitungkan faktor efisiensi irigasi secara keseluruhan (e). Perhitungan
kebutuhan air irigasi dengan rumus sebagai berikut:
NFR = Etc + P + WLR – Re ... (2.5d)
DR = (NFR x A)/e ... (2.5f)
dimana:
NFR = kebutuhan air irigasi disawah (mm/hari) atau (lt/det/Ha) DR = kebutuhan air di pintu pengambilan (lt/det/Ha)
Etc = penggunaan konsumtif (mm/hari) P = perkolasi (mm/hari)
WLR = penggantian lapisan air (mm/hari) Re = curah hujan efektif
A = luas areal irigasi rencana (Ha) e = efisiensi irigasi
2.5.4 Kebutuhan Penyiapan Lahan
Pada Standar Perencanaan irigasi disebutkan bahwa kebutuhan air untuk
penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan maksimum air irigasi pada
suatu proyek irigasi. Ada 2 faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan
air untuk penyiapan lahan ialah:
b. Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan.
Metode yang dapat digunakan untuk perhitungan kebutuhan air irigasi selama
penyiapan lahan salah satunya adalah metode yang dikembangkan oleh van de
Goor dan Zijlstra (KP-01,1968). Metode ini didasarkan pada laju air konstan
dalam l/dt selama penyiapan lahan dan menghasilkan rumus berikut :
LP = M. ek / ( ek – 1 ) ... (2.5g)
dimana :
LP = Kebutuhan air irigasi untuk pengolahan tanah (mm/hari)
M = Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan
perkolasi di sawah yang telah di jenuhkan (= Eo + P)
Eo = Evaporasi air terbuka (mm/hari) (= Eto x 1,10)
P = Perkolasi (mm/hari)
T = Jangka waktu penyiapan lahan (hari)
S = Kebutuhan air, untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm,
yakni 200 + 50 = 250 mm
k = MT / S
e = bilangan Napier (2,7183)
2.5.5 Kebutuhan Air untuk Konsumtif Tanaman
Kebutuhan air untuk konsumtif tanaman merupakan kedalaman air yang
tumbuh di areal pertanian pada kondisi cukup air dari kesuburan tanah dengan
potensi pertumbuhan yang baik dan tingkat lingkungan pertumbuhan yang baik.
Untuk menghitung kebutuhan air untuk konsumtif tanaman digunakan persamaan
empiris sebagai berikut :
Etc = Kc x Eto ... (2.5h)
dimana :
Kc : Koefisien tanaman
Eto : Evapotranspirasi potensial (mm/hari) Etc : Evapotranspirasi tanaman (mm/hari) Tabel 2.2 Harga Koefisien Tanaman
Bulan
Sumber : Standart Perencanaan Irigasi KP-01
Catatan
- * = untuk sisanya kurang dan 1/2 bulan
- Umur kedelai = 85 hari
- Umur kacang tanah = 130 hari
Kebutuhan air irigasi selama jangka waktu penyiapan lahan
IR = M.ek/(ek – 1) ... (2.5i)
dimana :
IR = kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan (mm/hari)
M = kebutuhan ait untuk mengganti menkonspensasi air yang hilang akibat evaporasi, M=Eo+P
E0 = Evaporasi air terbuka yang diambil dari 1,1 x ET0 selama penyiapan lahan
K = MT/S
T = jangka waktu penyiapan lahan (hari)
S = air yang dibutuhkan untuk penjenuhan ditambah dengan 50 mm e = bilangan Napier (2,7183)
Kebutuhan bersih air di sawah untuk padi (NFR)
NFR = ETc + P – Re + WLR ... (2.5j)
Kebutuhan irigasi untuk padi
IR = NFR/e ... (2.5k)
dimana :
ETc = penggunaan konsumtif (mm)
P = kehilangan air akibat per kolasi (mm/hari) Re = curah hujan per hari (mm/hari)
e = efisiensi irigasi secara keseluruhan WLR = penggantian lapisan air mm/hari
2.5.6 Perkolasi
Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari zona tidak jenuh yang terletak
diantara permukaan tanah ke permukaan air tanah (zona jenuh). Daya perkolasi
kondisi tanah dalam zona tidak jenuh yang terletak diantara permukaan tanah
dengan permukaan air tanah,
Laju perkolasi sangat bergantung pada sifat-sifat tanah. Dari hasil
penyelidikan tanah pertanian dan penyelidikan kelulusan, besarnya laju perkolasi
serta tingkat kecocokan tanah untuk pengolahan tanah dapat ditetapkan dan
dianjurkan pemakaiannya. Guna menentukan laju perkolasi, tinggi muka air tanah
juga harus diperhitungkan. Perembesan terjadi akibat meresapnya air melalui
tanggul sawah. Laju perkolasi normal pada tanah lempung sesudah dilakukan
genangan berkisar antara 1 sampai 3 mm/hari (KP – 01, 1986). Di daerah dengan
kemiringan diatas 5 %, paling tidak akan ter terjadi kehilangan 5 mm/hari akibat
perkolasi dan rembesan.
2.5.7 Pergantian Lapisan Air
a. Setelah pemupukan, usahakan untuk menjadwalkan dan mengganti lapisan
air menurut kebutuhan.
b. Jika tidak ada penjadwalan semacam itu, lakukan penggantian sebanyak 2
kali, masing-masing 50 mm ( atau 3,3 mm/hari selama ½ bulan ) selama
sebulan dan dua bulan setelah transplantasi.
2.6. Analisa Keseimbangan Air (Neraca Air)
Proses siklus air pada suatu daerah untuk periode tertentu terdapat
hubungan keseimbangan antara aliran masuk (inflow) dan aliran keluar (outflow).
keseimbangan, hubungan keseimbangan disebut “Neraca kebutuhan dan
ketersediaan air” sering disebut juga dengan “Neraca Air” atau water balance.
Konsep neraca air pada dasarnya menunjukkan keseimbangan antara
jumlah air yang masuk ke, yang tersedia di, dan yang keluar dari sistim
(sub-sistem) tertentu, seperti yang ditunjukkan dalam gambar berikut ini :
MASUKAN ( I ) KELUARAN ( O )
Gambar 2.6. Skema Neraca Air
I = O ± ΔS...(2.6a)
dimana:
I = masukan (inflow); O = keluaran (outflow);
ΔS = perubahan tampungan (change of storage).
Perumusan dari neraca air ketersediaan dan kebutuhan adalah :
Qketersediaan – Qkebutuhan= ΔS...(2.6b)
dimana:
Qketersediaan = Total ketersediaan debit (m3/detik)
Qkebutuhan = Total kbutuhan debit (m3/detik) ΔS= Perubahan kuantitas air (m3
/detik)
2.7. Pola Tanam
Pada umumnya, pola tanam di suatu daerah irigasi harus di atur
ialah susunan rencana penanaman berbagai jenis tanaman selama satu tahun.
Terbatasnya persediaan air adalah alasan yang mempengaruhi penyusunan pola
tanam dalam satu tahun (Suryadi, 2011).
Agar kebutuhan pengambilan puncak dapat dikurangi, maka areal irigasi
harus dibagi-bagi menjadi sedikitnya tiga atau empat golongan. Hal ini dilakukan
agar bisa mendapatkan luas lahan tanam maksimal dari debit yang tersedia.
Perencanaan golongan dilakukan dengan cara membagi lahan tanam dengan masa
awal tanam yang berbeda. Langkah ini ditempuh dengan alasan tidak
mencukupinya jumlah kebutuhan air apabila dilakukan penanaman secara
serentak atau bisa juga dengan asumsi apabila tidak turunnya hujan untuk
beberapa saat ke depan. Termasuk juga dikarenakan keterbatasan dari sumber
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Analisis yang dilakukan pada tugas akhir ini meliputi beberapa tahapan
penyelesaian, yaitu :
Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Daerah Irigasi Timbang Deli terletak di
Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara, tepatnya 3º30’– 3º31’ LU dan
98º55’–98º56’ BT, dengan luas 520 ha.
Peta lokasi studi diperlihatkan pada gambar 3.1.
Uraian Tahapan Penelitian
3.2.1. Survey Lapangan
Survey lapangan yang dilakukan bertujuan untuk peninjauan dan
identifikasi keadaan sebenarnya dari irigasi di D.I Timbang Deli sehingga nanti
dapat dibandingkan dengan hasil analisis secara teoritis. Kegiatan ini juga disertai
dengan pengambilan dokumentasi di lokasi studi. Pengambilan data dilapangan
ini diperlukan sebagai kondisi awal dan kondisi batas untuk pelaksanaan
penelitian ini.
3.2.2. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan dengan mengumpulkan dan mempelajari buku,
serta referensi-referensi yang akan digunakan sebagai dasar dalam penelitian.
Setiap pekerjaan yang berhubungan dengan sumber daya air, analisis hidrologi,
dan pola tanam mutlak diperlukan untuk memperoleh gambaran kondisi hidrologi
suatu daerah serta mendukung pembuatan keputusan. Salah satu parameter
hidrologi yang penting dalam suatu pekerjaan terkait sumber daya air adalah debit
air. Data-data yang diperlukan didapat dari Dinas Pengairan Propinsi Sumatera
Utara, Kantor Irigasi dan Rawa I, dan dari pihak terkait yang berhubungan dengan
pembahasan.
3.2.3. Pengumpulan Data Sekunder
Adapun data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi :
1. Data klimatologi
3. Data penunjang lain yang relevan dengan penelitian
Analisa Hidrologi
Setelah dilakukan pengumpulan data maka data-data yang di peroleh
dianalisa dengan analisis hidrologi, yang meliputi:
1. Curah hujan efektif
2. Evapotranspirasi
3. Kebutuhan air irigasi
4. Debit Andalan
3.4. Bagan Alir Pengerjaan Penelitian
Secara keseluruhan penelitian dan penulisan skripsi/tugas akhir ini dapat
Gambar 3.5. Bagan Alir Pengerjaan Penelitian
Studi Literatur
Pengumpulan Data Lokasi Penelitian
Dat a Klim at ologi Dat a Irigasi Dat a Hidrologi
Perhit ungan Curah Hujan
Perhit ungan
Debit Andalan Perhit ungan
Evapot ranspirasi
Kesimpulan dan Saran Pola Tanam
Perhit ungan Air
Irigasi
3.5. Langkah-langkah Pengerjaan Studi
Untuk menyelesaikan skripsi ini hingga mencapai maksud maupun tujuan
yang diharapkan, maka tahapan/prosedur perhitungan yang dilakukan dalam
studi ini dengan merujuk dari data-data yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :
3.5.1. Curah Hujan Efektif
Curah hujan efektif diartikan sebagai curah hujan yang dapat dimanfaatkan
oleh tanaman untuk memenuhi kehilangan air akibat evapotranspirasi tanaman,
perkolasi dan lain-lain. Jumlah hujan yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman
tergantung pada jenis tanaman. Data berasal dari data curah hujan yang tercatat di
stasiun hujan yang berdekatan atau berada dalam cakupan areal irigasi tersebut.
Besaran curah hujan efektif diprediksikan sebesar 70% dari curah hujan tengah
bulanan dengan probabilitas 80% untuk tanaman padi dengan bentuk persamaan
(KP-01, 1986) berikut :
= , ... (3.5a)
dimana : Reff = Curah hujan efektif (mm)
R80 = Data curah hujan tengah bulanan dengan probabilitas
terlampaui 80% (mm)
Untuk tanaman palawija, curah hujan efektif dihitung dengan persamaan berikut :
= , ... (3.5b)
Dimana : Reff = hujan efektif tanaman palawija (mm),