• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik dan pemanfaatan bakteri asam laktat asal susu kambing untuk pembuatan keju dengan sifat probiotik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik dan pemanfaatan bakteri asam laktat asal susu kambing untuk pembuatan keju dengan sifat probiotik"

Copied!
178
0
0

Teks penuh

(1)

BAKTERI ASAM LAKTAT ASAL SUSU KAMBING

UNTUK PEMBUATAN KEJU DENGAN SIFAT PROBIOTIK

TRIANA SETYAWARDANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Karakteristik dan Pemanfaatan Bakteri Asam Laktat Asal Susu Kambing untuk Pembuatan Keju dengan Sifat Probiotik adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir bab dalam disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

(4)
(5)

TRIANA SETYAWARDANI. Characterization and Utilization of Lactic Acid Bacteria from Goat Milk with Probiotic Cheese Characteristic. Under supervision of WINIATI P. RAHAYU, RARAH RATIH ADJIE MAHESWARI and NURHENI SRI PALUPI

The development of functional food products in Indonesia contributes to the increase in the utilization of lactic acid bacteria (LAB) as indigenous probiotic microorganisms. The research was conducted in 4 (four) stages, namely: (1) isolation and identification of LAB from goat milk, (2) determination of probiotic LAB in vitro (3) production of probiotic cheese and its characterization and (4) determination of functional properties of LAB. A total of 16 BAL from Peranakan Ettawa (PE) goat milk and 17 isolates from Peranakan Saanen (PESA) goat milk were successfully isolated and identified. BAL obtained from the first experiment met the general criteria as lactic acid bacteria. In vitro test on BAL showed that 18 isolates were endured to low acid (2.0, 2.5 and 3.2) with decline of viability <1.0 log cfu m-1, and 8 isolates were endured to bile salt (0.3%) with decline of viability 1-3 log cfu ml-1. Isolates with code TW 2, 3 and 32 were identified as L. rhamnosus with similarity level of 99.9; 99.3 and 99.9%. Isolates with code TW 4, 10, 14, 26 and 28 were identified as L. plantarum with similarity level of 89.2; 99.9; 99.9, and 99.9%. Then, the 8 isolates were tested for their antimicrobial properties. Eight isolates were able to slow down the growth of Gram negative bacteria and 5 isolates were able to successfully make attachment on the intestinal mucosa. The use of mixed cultures of isolate L.rhamnosus TW2 and L.plantarum TW14 produced cheese with good characteristics. Other findings have also revealed that the use of probiotic in combination or mixes gave more beneficial effects on cheese properties than single culture. The use of mixed cultures produced cheese with hardness 34.73 gf and cohesiveness -10.18 gs, protein content of 33.88%. fat content of 34.42%, and The cheese possessed texture, taste and flavor similar to soft cheeses from the markets. During storage, soft cheese showed an excellent stability with number of LAB remains high after four weeks of storage for all treatments, which was in the range of 8.59 – 9.69 log cfu g-1. Administration of mixed probiotic isolates was effective to prevent the intervention of S. Typhimurium after 13 days of administration. The prevention function was shown from the higher number of detected LAB in ileum and caecum by the time of intervention. The ability to prevent infection that might occur was shown from the lowering number of S. Typhimurium detected at the time of intervention, which was lower than control. The recovery function was shown from the absence of S. Typhimurium after 10 days post intervention, and the evidence of higher number of LAB in the caecum than control. In conclusion, L.rhamnosus TW2, and L.plantarum TW14 isolates possesses excellent probiotic characteristics in vitro, and mixed isolates is suitable as probiotic culture for cheese production and for functional foods development due to the excellent characteristics that have been investigated.

Key Words: cheese, functional foods, goat milk, L. rhamnosus, L.plantarum,

(6)
(7)

TRIANA SETYAWARDANI. Karakteristik dan Pemanfaatan Bakteri Asam Laktat Asal Susu Kambing untuk Pembuatan Keju dengan Sifat Probiotik. Dibimbing oleh WINIATI P RAHAYU, RARAH RATIH ADJIE MAHESWARI DAN NURHENI SRI PALUPI.

Susu kambing merupakan salah satu sumber bakteri asam laktat (BAL). Bakteri probiotik termasuk dalam kelompok BAL yang berperan sebagai pangan fungsional. Berkembangnya produk pangan fungsional di Indonesia ikut memacu peningkatan penggunaan BAL probiotik. Aplikasi probiotik pada produk-produk olahan harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh FAO/WHO.

Bakteri asam laktat membutuhkan persyaratan suhu, pH, kadar garam untuk hidup dan berkembang secara optimal. Isolat BAL dikelompokkan dan diseleksi ketahanan hidupnya pada lingkungan tertentu. Persyaratan BAL sebagai probiotik secara in vitro, antara lain : (1) bakteri tahan terhadap pH rendah, (2) tahan pada kondisi garam empedu saluran pencernaan, (3) memiliki aktivitas antibakteri, (4) mampu menempel dan berkolonisasi pada sel inang dan (5) tahan terhadap pengolahan. Persyaratan lain adalah ketahanan BAL pada saluran pencernaan hewan percobaan.

Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini dilakukan untuk menggali potensi BAL asal susu kambing untuk mendapatkan BAL yang berpotensi sebagai probiotik. Bakteri probiotik diaplikasikan untuk pengembangan pangan fungsional yaitu keju dengan sifat probiotik susu kambing. Tujuan khusus penelitian ini adalah (1) mendapatkan isolat BAL asal susu kambing jenis Peranakan Ettawa (PE) dan Peranakan Saanen (PESA) dengan karakteristik BAL, (2) mengkarakterisasi BAL sebagai probiotik secara in vitro terhadap ketahanannya pada pH rendah (2,0; 2,5 dan 3,2) dan kondisi garam empedu saluran pencernaan (0,3%), sifat antibakteri BAL dan tingkat penempelannya pada mukosa usus, (3) membuat keju dengan sifat probiotik dari isolat BAL asal susu kambing dan mempelajari karakteristik mikrobiologi, kimia fisik dan sensori dan (4) mengetahui karakteristik probiotik BAL secara in vivo dengan pengujian pada hewan percobaan terhadap profil mikroflora usus, potensinya sebagai imunomodulator dan profil morfologi usus.

Tahapan penelitian terbagi dalam empat tahapan penelitian, yaitu: (1) isolasi dan identifikasi BAL dari susu kambing, (2) pengujian sifat probiotik BAL secara in vitro, (3) produksi dan karakteristik keju dengan sifat probiotik dan (4) pengujian sifat fungsional probiotik BAL secara in vivo.

(8)

cfu ml-1, 8 isolat tahan terhadap garam empedu (0,3%) dengan penurunan 1-3 log cfu ml-1. Sebanyak 8 isolat BAL yang telah teridentifikasi kemudian ditentukan spesiesnya dengan Analytical Profile Index (API) tes. Kedelapan isolat adalah isolat kode TW 2, 3 dan 32 teridentifikasi sebagai L. rhamnosus dengan tingkat kesamaan 99,9; 99,3 dan 99,9 %. Isolat kode TW 4, 10, 14, 26 dan 28 teridentifikasi sebagai L. plantarum dengan persentase kemiripan 89,2; 99,9; 99,9; 99,9 dan 99,9 %. Kedelapan isolat selanjutnya diuji aktivitas antibakteri dan kemampuan penempelannya pada mukosa usus. Semua isolat mampu menghambat bakteri Gram negatif (E. coli ATCC 8739, S. Typhimurium ATCC 14028 dan P. aeruginosa ATCC 9027) dan 5 isolat mampu menempel pada mukosa usus.

Tahap aplikasi BAL probiotik pada produk keju dilakukan untuk memperoleh karakteristik produk pangan fungsional dengan isolat probiotik. Pemilihan isolat L. rhamnosus TW2 dan L. plantarum TW14 untuk pembuatan keju berdasarkan pada hasil pengujian in vitro. Penggunaan kultur campuran isolat L. rhamnosus TW2 dan L. plantarum TW14 untuk pembuatan keju menghasilkan karakteristik yang baik. Penggunaan kultur tersebut menghasilkan tingkat kekerasan 34,73 gf dan tingkat kelengketan -10,18 gs; kadar lemak 34,42 % dan kadar protein 33,88 %. Keju tersebut mempunyai testur, rasa dan aroma dengan nilai yang sama dengan keju lunak komersial. Stabilitas BAL

sangat baik selama penyimpanan dengan jumlah yang tetap tinggi selama 4 minggu penyimpanan yaitu pada kisaran 8,59-9,87 log cfu g-1. Isolat dan keju

yang dibuat dari isolat campuran BAL L.rhamnosus TW2 dan L. plantarum TW14 diberikan pada tikus jenis Sprague Dawley untuk mengetahui ketahanannya pada saluran pencernaan dan efektivitasnya terhadap infeksi S.Typhimurium. Pemberian isolat campuran BAL selama 13 hari efektif berperan sebagai pencegah infeksi S. Typhimurium. Fungsi pencegah BAL ditunjukkan dari jumlah BAL yang terdeteksi lebih tinggi pada ileum dan sekumnya pada saat

infeksi. Kemampuan pencegah juga ditunjukkan dengan menurunnya jumlah S. Typhimurium pada saat infeksi yang lebih rendah dibandingkan kontrol.

Fungsi BAL untuk perbaikan kembali pasca infeksi ditunjukkan dengan tidak adanya S. Typhimurium yang terdeteksi setelah 10 hari dan terjadi peningkatan jumlah BAL pada sekum dibandingkan kontrol.

Simpulan penelitian adalah isolat L. rhamnosus TW2, L. plantarum TW14 mempunyai sifat unggul probiotik dan dapat digunakan sebagai kultur probiotik untuk pembuatan keju dengan sifat probiotik.

(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

KARAKTERISTIK DAN PEMANFAATAN

BAKTERI ASAM LAKTAT ASAL SUSU KAMBING

UNTUK PEMBUATAN KEJU DENGAN SIFAT PROBIOTIK

TRIANA SETYAWARDANI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Ilmu Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Penguji pada Ujian Tertutup :

Prof. drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto MS, Ph.D., APVet. Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si.

Penguji pada Ujian Terbuka :

(13)

Probiotik

Nama : Triana Setyawardani

NIM : F261060011

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof.Dr. Winiati P. Rahayu Ketua

Dr. Ir.Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Pangan

Dr. Ir. Ratih Dewanti Hariyadi, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah M.Sc. Agr.

(14)
(15)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNYA, sehingga disertasi dengan judul Karakteristik dan Pemanfaatan Bakteri Asam Laktat Asal Susu Kambing untuk Pembuatan Keju dengan Sifat Probiotik dapat diselesaikan. Karya ilmiah ini dapat diselesaikan atas sebagai bantuan dari berbagai pihak

Penghargaan dan ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada ketua komisi dan anggota komisi pembimbing Prof. Dr. Winiati P. Rahayu, Dr.Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA, dan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si yang telah mencurahkan waktu, pikiran dan memberikan pencerahan serta saran selama masa bimbingan. Disamping itu, ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Ratih Dewanti H, M.Sc atas segala bantuannya hingga penulis bisa menyelesaikan kuliah pada Program Studi Ilmu Pangan. Penghargaan dan ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Prof. drh. Bambang Pontjo Priosoeryanto, MS, Ph.D., APVet dan Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si yang telah menguji penulis pada sidang tertutup dan Prof. Dr. Ir. I Komang Gede Wiryawan dan Dr. Rifda Naufalin, SP., M.Si yang telah menguji penulis pada sidang terbuka.

Penghargaan dan ucapan terimakasih juga penulis sampaikan pada Dikti melalui program BPPS yang telah memberikan beasiswa selama menempuh studi S3 dan Rektor UNSOED yang telah memberikan perpanjangan beasiswa. Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada Badan Litbang Pertanian atas dana penelitian melalui program KKP3T tahun 2010.

Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan pada kedua orang tua Prof. Dr. H. Iswanto, SH dan Hj. Astoeti (Alm) atas doa dan dorongannya demi keberhasilan penulis. Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan pada suami tercinta Ir. Sulistiono, M.Si dan anak-anakku tersayang : Shafira Ayu Permatasari, Ayunda Tasya Hapsari dan Fauzi Sulistyo Nugrahanto atas segala doa yang diberikan selama penulis menyelesaikan kuliah.

(16)

memberikan ilmu kepada penulis.

Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Januari 2012

(17)

Penulis dilahirkan di Purwokerto tanggal 4 Maret 1969 dari pasangan Iswanto dan Astoeti. Gelar sarjana diperoleh dari Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Peternakan UNSOED tahun 1993. Tahun 1996 penulis menempuh program master di Program Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Gadjah Mada dan lulus tahun 1999. Tahun 2006, penulis melanjutkan program doktor di Program Studi Ilmu Pangan IPB dengan beasiswa dari Pemerintah Republik Indonesia melalui program BPPS. Penulis mengawali karir sebagai staf pengajar di Fakultas Peternakan Unsoed sejak tahun 1994 pada laboratorium Teknologi Hasil Ternak, dengan bidang kajiannya adalah susu dan produk olahannya. Penulis mengikuti pelatihan keamanan dan ketahanan pangan produk hewani pada tahun 2002 di IPB untuk meningkatkan wawasan dan kemampuan meneliti.

(18)
(19)

Halaman

4. ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI ASAM LAKTAT

(BAL) INDIGENUS ASAL SUSU KAMBING

5. KARAKTERISTIK IN VITRO PROBIOTIK BAKTERI ASAM

LAKTAT (BAL) INDIGENUS ASAL SUSU KAMBING

(20)

6. KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA, SENSORI DAN STABILITAS KEJU LUNAK DENGAN PENGGUNAAN KULTUR TUNGGAL DAN CAMPURAN L.rhamnosus TW2 DAN L.plantarum TW14 Abstrak...

(21)

DAFTAR TABEL Morfologi isolat BAL dari susu kambing PE dan PESA

dengan pewarnaan Gram...

Karakteristik fisiologi isolat BAL dari susu kambing ... Penurunan jumlah populasi isolat BAL pada kondisi pH rendah

dan garam empedu 0,3 %...

Diameter penghambatan isolat BAL pada bakteri uji... Jumlah BAL keju lunak yang dibuat dari kultur tunggal dan kultur

(22)
(23)

DAFTAR GAMBAR Skema mekanisme probiotik (B.longum) terhadap pH asam dan garam empedu...

Respon kekebalan lokal usus oleh probiotik untuk menghasilkan IgA usus (sIgA)...

Skema koagulasi susu oleh renet...

Aksi S. Typhimurium menembus pertahanan sel epitel melalui sel M atau enterosit sebelum terjadinya infeksi...

Invasi Salmonella pada sel epitel inang... Diagram alir penelitian... Kenaikan jumlah BAL pada usus ... Penempelan BAL pada jejunum dan ileum... Diagram alir pembuatan keju susu kambing... Perubahan pH keju yang dibuat dari kultur tunggal dan campuran selama penyimpanan 4 minggu pada suhu 5oC...

Vili ileum tikus sebelum infeksi dengan pewarnaan Hematoksilin eosin (HE)...

Vili ileum tikus saat infeksi S. Typhimurium dengan pewarnaan Hematoksilin eosin (HE)...

Vili ileum tikus setelah infeksi S. Typhimurium dengan pewarnaan Hematoksilin eosin (HE)...

Vili ileum tikus setelah infeksi S. Typhimurium perlakuan (kej-typ-kej) dan (kej-typ-std) dengan pewarnaan Hematoksilin eosin (HE)....

Sekum tikus tanpa infeksi dan dengan infeksi S. Typhimurium dengan pewarnaan Hematoksilin eosin (HE)...

(24)
(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Hasil pengujian BAL dengan API CH 50... 121 2. Uji statistik isolat bakteri asam laktat pada pH 2,0... 122 3. Uji statistik isolat bakteri asam laktat pada pH 2,5... 123 4. Uji statistik isolat bakteri asam laktat pada pH 3,2... 125 5. Uji statistik isolat bakteri asam laktat pada garam empedu

0,3%... 126

6. Uji statistik daya hambat BAL terhadap bakteri uji

S. Typhimurium………... 127 7. Uji statistik daya hambat BAL terhadap bakteri uji

E. coli... 128 8. Uji statistik daya hambat BAL terhadap bakteri uji

P.aeruginosa………... 129

9. Uji statistik daya hambat BAL terhadap bakteri uji

B. cereus………...…... 130

10. Uji statisik daya hambat BAL terhadap bakteri uji

S. aureus………..... 131

11. Uji statistik penempelan BAL pada duodenum... 132 12. Uji statistik penempelan BAL pada jejunum... 133 13. Uji statistik penempelan BAL pada ileum ... 134 14. Uji statistik penempelan BAL pada sekum……... 135

15 16. 17.

Uji statistik penempelan BAL pada kolon…... Uji statistik jumlah BAL selama 4 minggu penyimpanan... Uji statistik pH keju lunak selama 4 minggu penyimpanan...

(26)

25. Uji statistik sensori rasa keju lunak………... 147 26. Pembebasan persetujuan etik (Exempted) ………... 148 27. Uji statistik nilai absorbansi sIgA pada ileum dan sekum

(27)

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan merupakan salah satu faktor yang memacu berkembangnya produk pangan fungsional. Persyaratan sebagai pangan fungsional antara lain pangan yang dikonsumsi mampu berperan terhadap fungsi fisiologis tubuh. Salah satu komponen pangan fungsional yang berasal dari mikroba adalah probiotik. Berkembangnya pangan fungsional sejalan dengan penggunaan BAL sebagai mikroba probiotik. Probiotik menurut FAO/WHO 2002 adalah mikroba hidup yang jika dikonsumsi dalam jumlah cukup akan memberikan keuntungan bagi inangnya. Pangan fungsional mengandung sedikitnya 7 log cfu g-1 bakteri probiotik. Konsumsi yang disarankan adalah 100 g per hari untuk mendapatkan manfaat kesehatan (Ishibashi & Shimamura 1993).

Bakteri asam laktat sebagai kandidat probiotik harus memenuhi persyaratan secara in vitro yaitu : aman, tahan terhadap asam dan garam empedu, mampu menempel pada sel inangnya, mempunyai aktivitas antagonis terhadap bakteri patogen dan mampu bertahan selama proses pengolahan dan penyimpanan. Bakteri asam laktat secara alami terdapat dalam bahan pangan seperti susu (Sujaya 2008), daging (Arief 2011) dan sayuran (Yang et al. 2010). Beberapa peneliti juga mengisolasi BAL dari berbagai sumber seperti dari usus tikus (Patil et al. 2007), air susu ibu (Puspawati 2008) dan feses bayi (Evanikastri 2008).

Peran probiotik pada saluran pencernaan secara umum adalah menjaga keseimbangan mikroflora usus. Ekosistem usus yang terjaga dengan baik akan mencegah terjadinya beberapa penyakit infeksi. Mikroba probiotik berperan antara lain mencegah penyakit saluran pencernaan dan enteritis akut (Coconnier et al. 2000), meningkatkan respon sistemik dan IgA mukosa (Isolauri 2001), anti tumor dan imunomodulator (Lee et al. 2004), anti kolesterol (Nowroozi 2004), mengurangi diare (Canani et al. 2007), dan sebagai inhibitor enzim angiotensin (Angiotensin I-converting Enzyme) (Rasyid et al. 2007).

Bakteri asam laktat probiotik telah diaplikasikan pada beberapa produk pangan antara lain yogurt probiotik dan sinbiotik (Maheswari et al. 2008), yogurt dalam bentuk

(28)

produk yang dikehendaki, karena kultur BAL mempunyai beberapa karakteristik metabolit. Karakteristik BAL antara lain tingkat keasaman, kemampuan mensintesis bakteriosin, ketahanan terhadap bakteriofak dan kemampuan memproduksi eksopolisakarida (Ayad et al. 2004).

Bakteri probiotik berperan sebagai starter dan membantu menciptakan flavor keju. Keju adalah curd susu yang digumpalkan dengan renet, dipisahkan dari whey dan dipres menjadi padatan. Selama pengolahan dan penyimpanan, keju akan mengalami perubahan, antara lain perubahan fisik, kimia dan mikrobiologi. Perubahan karakteristik keju selama penyimpanan antara lain, terjadi perubahan tekstur pada keju cheddar (Buriti et al. 2007), penurunan kadar air pada keju cheddar (Gardiner et al. 1998) dan ketahanan viabilitas BAL pada keju cheddar selama 8 bulan penyimpanan (Ong et al. 2006).

Penggunaan susu kambing sebagai bahan baku pembuatan keju dan pemilihan strain probiotik dilakukan untuk mendapatkan karakteristik yang diinginkan pada produk. Keunggulan susu kambing antara lain lebih mudah untuk dicerna dan diserap oleh tubuh karena lemak susu kambing memiliki diameter partikel kecil (<5 µm) lebih banyak (~ 80 %) dibandingkan susu sapi (~ 60 %). Susu kambing mempunyai komposisi kasein sangat mirip dengan ASI sehingga sangat baik untuk dikonsumsi oleh bayi dan anak-anak. Susu kambing juga berperan pada saluran pencernaan antara lain, mampu mencegah dan mengurangi kerusakan vili usus akibat tekanan suhu tinggi (Prosser et al. 2003).

Beberapa jenis keju lunak yang dihasilkan secara tradisional berbahan baku susu kambing, antara lain Camero keju segar dari Spanyol (Olarte et al. 2001), keju tradisional Idiazabal dari Spanyol (Vicente 2001), Batzos, keju whey dari Macedonia (Psoni et al. 2003), dan keju Galotry dari Greece (Kondyli et al. 2008). Beberapa pengujian untuk mengetahui karakteristik keju probiotik antara lain: sifat fisikokimia, viabilitas bakteri probiotik, tekstur dan sensori keju (Burns et al. 2008), viabilitas pada larutan hidroklorida (Vinderola 2000), serta penentuan plasmid dan plasmogen keju (Santillo & Albenzio 2008). Penerimaan konsumen terhadap produk keju dipengaruhi pada rasa, aroma dan teksturnya. Faktor-faktor tersebut merupakan kombinasi antara faktor mikrobiologi, biokimia dan teknologi yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap penerimaan konsumen (Adhikari et al. 2003).

(29)

kondisi lokal, dan terjamin ketersediaannya. Studi BAL asal susu kambing jenis Peranakan Ettawa (PE), Peranakan Saanen (PESA) belum dilakukan, sehingga potensi probiotiknya belum diketahui dan aplikasi pada produk keju juga belum dilakukan. Penelitian ini sangat penting untuk mendapatkan sifat unggul probiotik asal susu kambing dan menghasilkan produk pangan fungsional baru.

Tujuan Penelitian

Penelitian secara umum bertujuan menggali potensi BAL asal susu kambing Peranakan Ettawa (PE) dan Peranakan Saanen (PESA) untuk mendapatkan sifat-sifat unggul BAL probiotik dalam pengembangan produk pangan fungsional yaitu keju dengan sifat probiotik susu kambing. Tujuan dari penelitian umum dijabarkan dalam tujuan khusus sebagai berikut :

1. Mendapatkan isolat BAL asal susu kambing jenis Peranakan Ettawa (PE) dan Peranakan Saanen (PESA) dengan karakteristik umum BAL,

2. Mengkarakterisasi BAL sebagai probiotik secara in vitro terhadap ketahanannya pada pH rendah dan kondisi garam empedu saluran pencernaan, sifat antimikroba BAL terhadap bakteri uji dan tingkat penempelannya pada mukosa usus,

3. Membuat keju dengan sifat probiotik dari isolat BAL dan mempelajari karakteristik fisik, kimia dan mikrobiologinya,

4. Mengetahui karakteristik BAL probiotik secara in vivo dengan pengujian pada hewan percobaan terhadap profil mikroflora usus, potensinya sebagai imunomodulator dan profil morfologi usus.

Manfaat Penelitian

(30)

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian dasar dan aplikasi dalam cakupan mikrobiologi, biokimia dan pengolahan pangan. Tahapan penelitian terbagi dalam empat tahapan penelitian, yaitu (1) isolasi dan identifikasi BAL asal susu kambing, (2) pengujian in vitro probiotik BAL, (3) aplikasi BAL untuk pembuatan keju dan (4) pengujian isolat dan produk keju tersebut terhadap intervensi S. Typhimurium pada tikus percobaan.

(31)

2. TINJAUAN PUSTAKA

Susu Kambing

Susu merupakan hasil sekresi alami kelenjar susu pada hewan mamalia, mengandung berbagai nutrisi yang bervariasi, merupakan makanan alami untuk anak-anak serta orang dewasa. Susu umumnya bersumber dari sapi dan kambing, selain itu mengandung α-kasein, -kasein dan κ-kasein. Perbedaan keduanya ada pada jumlah dan susunan α-kaseinnya, yaitu susu sapi mengandung α-1s sebanyak 35 %, sedangkan susu kambing mengandung α-2s <10 % (Bevilacqua 2001). Komposisi kimia susu kambing dan susu sapi dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Komposisi kimia susu kambing dan susu sapi

Komposisi Susu kambing a Susu sapi b

Protein (%)

(32)

Kandungan protein susu dipengaruhi oleh jenis, periode laktasi, pakan, iklim, dan status kesehatan hewan. Susu kambing mempunyai kadar non-protein nitrogen lebih tinggi (0,4 %) dan nitrogen kasein lebih rendah (2,4 %) dibandingkan susu sapi (0,2 dan 2,6%). Protein susu terdapat dalam dua fase berbeda, yaitu fase misel yang tidak stabil dan fase larut. Fase misel berikatan dengan kalsium fosfat, magnesium, natrium, kalium dan sitrat membentuk warna putih dan bentuk opak pada susu. Fase larut terdiri dari protein whey ( -globulin, α-laktalbumin dan serum albumin) yang tetap larut pada pH rendah (4,6) (Park et al. 2006).

Secara umum susu kambing mempunyai Ca, P, K, Mg dan Cl, lebih tinggi dibandingkan susu sapi tetapi kadar Na dan S lebih rendah. Kadar Ca dan P pada susu kambing dan susu domba adalah 134 dan 121 mg dalam 100 g dan lebih tinggi dibandingkan pada ASI yaitu sekitar 33 mg untuk Ca dan 43 mg untuk P (Park et al. 2006).

Bakteri Asam Laktat sebagai Probiotik

Bakteri asam laktat (BAL) tersebar di alam dan sering diisolasi dari lingkungan kaya nutrisi organik seperti saluran pencernaan hewan dan manusia. Bakteri asam laktat memproduksi substansi antimikroba dengan cara mengubah karbohidrat untuk menghasilkan sejumlah molekul organik. Molekul tersebut antara lain asam laktat, asetat dan propionat (Salminen et al. 2004).

Bakteri asam laktat merupakan kelompok bakteri Gram positif, berbentuk bulat atau batang, tidak membentuk spora, mampu memfermentasi karbohidrat, bersifat katalase negatif dan merupakan kelompok mikroaerofilik (Axelsson 2004). Bakteri asam laktat menghasilkan berbagai komponen seperti asam laktat, diasetil, hidrogen peroksida dan bakteriosin (Ouwehand 1998). Secara umum yang termasuk kelompok BAL adalah Lactococcus, Enterococcus, Oenococcus, Pediococcus, Streptococcus, Leuconostoc dan Lactobacillus (Salminen et al. 2004).

Susu secara alami mengandung BAL dan umumnya digunakan untuk pembuatan kultur starter pada berbagai produk olahan. Bakteri asam laktat asal susu juga berpotensi dikembangkan sebagai probiotik untuk pengembangan pangan fungsional. Beberapa peneliti berhasil mengidentifikasi BAL dari berbagai sumber. Menurut Guessas dan

(33)

mengandung BAL yang teridentifikasi sebagai bakteri kelompok homofermentatif yaitu L. plantarum dan L. acidophilus, sedangkan dari susu kambing terindentifikasi sebagai L. fermentum (Elgandi et al. 2008). Bakteri asam laktat pada air susu ibu (ASI) teridentifikasi antara lain sebagai Pediococcus sp A16, L. fermentum A17, L. rhamnosus R21 (Puspawati 2008). Bakteri asam laktat pada rumen teridentifikasi sebagai L. lactis dan L. brevis (Suardana et al. 2007).

Identifikasi BAL dilakukan dengan pengujian morfologi, fisiologi dan sifat biokimia. Identifikasi BAL diuji dengan pewarnaan Gram; uji katalase (Tserovska et al. 2002), produksi CO2 dari glukosa, produksi dekstran dari sukrosa, produksi NH3 dari arginin, pertumbuhan pada suhu, pH dan kadar garam tertentu. Pengujian tersebut bertujuan menentukan genus BAL, sedangkan untuk menentukan tingkat spesies dilakukan dengan melihat pola fermentasi pada berbagai jenis gula. Identifkasi BAL secara molekuler dapat dilakukan dengan menggunakan urutan basa gen 16S rRNA (Arief et al. 2011).

Kultur campuran yang diproduksi secara komersial banyak digunakan untuk menggantikan fermentasi spontan. Strain BAL yang digunakan pada industri susu tergantung pada jenis dan karakteristik produk akhir yang dikehendaki. Kultur BAL mempunyai karakteristik tertentu seperti tingkat keasaman, kemampuan mensintesis bakteriosin, mempunyai ketahanan terhadap bakteriofak serta kemampuan untuk memproduksi eksopolisakarida (Ayad et al. 2004).

Beberapa produk fermentasi tradisional yang saat ini telah diproduksi, baik dengan proses fermentasi spontan ataupun telah melibatkan penggunaan BAL komersial, antara lain : Katyk-Bulgaria (Tserovaka et al. 2002), Fulani-Pakistan (Savagado et al. 2004), Dadih-Indonesia (Surono et al. 2004), Dahi-Bangladesh (Rasyid 2007), Raib-Algerian (Abdelbasset & Djamila 2008), Amasi-Zimbabwe (Todorov 2008), dan Garris-Sudan (Ashmaig et al. 2009).

(34)

2005). Beberapa respon penting bakteri probiotik terhadap kesehatan dapat dilihat pada pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Peranan bakteri probiotik terhadap kesehatan*

Spesies BAL Peran

L. acidophilus, L. casei, L. plantarum, L. delbrueckii, L. rhamnosus

menstimulasi sistem imun

L. acidophilus, L. casei, B. bifidum berperan dalam menjaga keseimbangan mikroflora usus

L. acidophilus, L. casei, L. gasseri, L. delbrueckii

L. rhamnosus, B. bifidum melindungi terhadap diare rotavirus L. rhamnosus, S. bulgaricus melindungi terhadap diare C. difficile L. acidophilus, L. rhamnosus,

B. bifidum

melindungi terhadap jenis diare lainnya

* Sumber Zieber dan Gibson (1998)

Beberapa mekanisme penghambatan probiotik terhadap bakteri patogen yang berkolonisasi di dalam intestinal (Rolfe 2000, Vandeplas et al. 2008) dapat dijelaskan sebagai berikut ini.

1. Mempunyai aktivitas antimikroba secara langsung

2. Menghasilkan substansi penghambat bagi bakteri patogen

Probiotik menghasilkan berbagai substansi penghambat bakteri patogen baik untuk bakteri Gram positif maupun bakteri Gram negatif. Substansi penghambat termasuk asam organik, hidrogen peroksida dan bakteriosin.

3. Mencegah penempelan (blocking of adhesion).

Probiotik mampu menempel pada sel epitel, sehingga dapat berkompetisi dengan bakteri patogen.

(35)

Probiotik berkompetisi dengan bakteri patogen untuk mendapatkan zat gizi yang dibutuhkan.

5. Degradasi reseptor toksin. 6. Menstimulasi kekebalan.

Mekanisme penghambatan bakteri probiotik terhadap bakteri patogen terangkum dalam Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kompetisi bakteri probiotik dengan bakteri patogen (Vandeplas et al. 2008)

Probiotik telah diformulasikan pada berbagai jenis produk termasuk produk pangan, obat-obatan dan suplemen, termasuk Lactobacillus dan Bifidobacterium. Strain Lactobacillus yang digunakan dalam fermentasi pangan juga berpengaruh positif pada kesehatan (World Gastroenterology Organisation 2008). Strain L. plantarum merupakan kelompok BAL probiotik yang banyak ditemukan dalam susu, daging, sayuran, produk fermentasi dan saluran pencernaan manusia. Strain L. rhamnosus GG terdapat dalam usus manusia, dan telah digunakan sebagai strain probiotik hampir 20 tahun (Ahrne et al. 1998). Beberapa karakteristik BAL sebagai probiotik secara in vitro, yaitu ketahanan terhadap pH rendah dan garam empedu, aktivitas antimikrobanya serta kemampuan menempel pada usus.

Ketahanan pada pH Rendah

Tekanan awal BAL masuk ke dalam tubuh manusia adalah terpapar asam lambung, dengan tingkat pH yang sangat rendah yaitu sekitar 2,0 pada kondisi lambung

kompetisi nutrisi

produksi antimikroba langsung

kompetisi pengikatan

produksi substansi bakteriosidal

nasuknya nutrisi produksi

komponen yang menguntungkan

epitelium

(36)

kosong dan sekitar 3,0 pada kondisi lambung berisi (Martini et al. 1987). Ketahanan hidup BAL dalam lambung akan meningkat dengan adanya makanan dalam lambung karena pengaruhnya terhadap pH dan akan melindungi BAL dari pengaruh enzim pepsin dan asam lambung. Beberapa strain BAL komersial memiliki perbedaan ketahanan terhadap pH rendah (Lin et al. 2006).

Faktor utama penentu ketahanan bakteri melewati lambung sampai dengan usus halus adalah pH lambung. Makanan yang masuk berperan sebagai bufer dan merupakan faktor utama yang mempengaruhi pH lambung. Laju pengosongan lambung dan jumlah serta keadaan fisiologi bakteri juga sangat berpengaruh terhadap ketahanan bakteri di saluran pencernaan. Probiotik dengan resistensi tinggi dapat bertahan dalam simulasi cairan lambung dengan pH 3,0 yang diinkubasi selama 90 menit (Minellia et al. 2004).

Ketahanan terhadap Garam Empedu

Garam empedu disintesis dari kolesterol dalam hati dan disimpan dalam kantung empedu kemudian disekresikan ke dalam usus halus. Konsentrasi garam empedu pada lumen manusia adalah 0,3 % (Dunne et al. 1999) dan 0,5 % (Zavaglia et al. 1998), kisaran tersebut digunakan untuk mengevaluasi ketahanan BAL terhadap garam empedu saluran pencernaan.

Keberadaan garam empedu merupakan kondisi kritis bagi bakteri karena garam empedu dapat merusak dan bersifat toksik terhadap struktur membran sel bakteri (Morgolles et al. 2003). Ketahanan terhadap garam empedu merupakan karakteristik penting bagi strain BAL untuk mampu bertahan dan berkembang pada kondisi kritis tersebut.

Toleransi bakteri terhadap garam empedu merupakan tahapan seleksi probiotik secara in vitro, terutama untuk strain Lactobacillus. Hal ini merupakan salah satu penyebab beberapa isolat BAL tahan terhadap keberadaan garam empedu. Beberapa strain L. acidophilus mempunyai ketahanan terhadap garam empedu yang cukup tinggi dan mampu meningkatkan jumlah Lactobacillus fakultatif pada usus halus (Chou & Weimer 1999).

(37)

P. acidilactici terhadap garam empedu, hasilnya menunjukkan bahwa bakteri tersebut mampu bertahan pada kondisi asam dan garam empedu 0,3 %.

Mekanisme mikroba probiotik terhadap pH rendah dan garam empedu dipelajari dari strain B. longum. Garam empedu terkonjugasi dipecah oleh Bile Salt Hidrolase (BSH), garam empedu kemudian masuk ke dalam sitoplasma secara difusi pasif dalam sitoplasma, garam empedu terionisasi dan terprotonasi. Selanjutnya mengeluarkan substansi tersebut dari sitoplasma.

Mekanisme toleransi BAL terhadap garam empedu juga dijelaskan dengan terjadinya peningkatan sintesis molekul chaperone dan terjadinya penurunan sintesis asam lemak rantai panjang KoA ligase. Kondisi pH asam atau adanya asam empedu menyebabkan deprotonasi sitoplasma. Kondisi ini dapat dinetralkan oleh produksi amonia dari deaminasi glutamin atau pemompaan proton dari sel oleh F1F0-ATPase yang dibutuhkan untuk menjalankan sistem ini (Sanchez et al. 2008). Mekanisme pertahanan probiotik B. longum terhadap pH rendah dan garam empedu terdapat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Skema mekanisme probiotik (B.longum) terhadap pH asam dan garam empedu (Sanchez et al. 2008)

Aktivitas Antimikroba

(38)

Zivanovic 2003). Beberapa strain BAL berperan sebagai pengawet dengan memproduksi bakteriosin (Brink et al. 1994).

Salah satu mekanisme antagonis BAL disebabkan asam organik yang dihasilkan oleh BAL terdapat dalam bentuk tidak terdisosiasi berdifusi secara pasif melewati membran sel bakteri. Asam organik akan terionisasi dalam sitoplasma, yang menyebabkan penurunan pH. Kondisi tersebut menyebabkan rusaknya gradien proton elektrokimia dan terjadinya kerusakan sistem transpor, sehingga sel kekurangan energi dan mengalami kematian (Lindgren & Dobrogosz 1990).

Pengukuran aktivitas antimikroba BAL dapat dilakukan dengan dua metode. Metode tersebut adalah difusi dan metode spot-on-lawn. Metode difusi sangat sensitif untuk pengujian P. aeruginosa ATCC 27853, E. coli ATCC 25927 dan P. aeruginosa ATCC 10145. Metode spot-on-lawn sangat sensitif terhadap B. subtilis ATCC 6633 dan E. coli O157:H7 (Caradici & Citak 2005). Penelitian terhadap sifat antibakteri BAL asal susu kambing Algeria dilakukan oleh Anas et al. (2008) yaitu L. plantarum, L. paracasei dan L. rhamnosus yang dapat menghambat pertumbuhan S. aureus. Beberapa bakteri patogen seperti S. aureus, E. coli, P. aeruginosa, S. Thypi, S. marcescens dan C. albicans telah diuji ketahanannya terhadap produk probiotik dengan metode overlay. Pengujian memberikan tingkat penghambatan yang berbeda-beda tergantung pada jenis produknya (yakult, yogurt dan susu bubuk) (Chuayana 2003).

Kemampuan Penempelan BAL

Kemampuan probiotik untuk menempel dan berkolonisasi pada usus memberikan pengaruh yang menguntungkan bagi inangnya, karena terjadi interaksi dengan membran mukosa, kompetisi dengan patogen, dan pengaturan sistem imun. Strain BAL mempunyai kemampuan penempelan yang berbeda terhadap inang spesifiknya (Saarela et al. 2000). Penempelan BAL pada mukosa usus merupakan proses kompleks, termasuk kontak bakteri dan interaksinya pada permukaan sel membran. Penempelan tersebut sangat dibutuhkan untuk terjadinya kolonisasi, mencegah eliminasi karena gerakan peristaltik usus dan memungkinkan terjadinya kompetisi dengan patogen.

(39)

(Evanikastri 2003), penghitungan mikrobiologi (Nitisinprasert et al. 2006), kultur sel seperti caco-2 (Collado et al. 2006) dan permukaan usus tikus (Anggraeni 2010).

Kos et al. (2003) mempelajari penempelan L. acidophilus M 92 pada ileum babi kemudian diamati dengan mikroskop. Hasilnya menunjukkan bahwa L. acidophilus M 92 mampu menempel dengan kuat pada ileum babi. Brink et al. (1994) memperlihatkan mikroba probiotik mampu menempel pada ileum setelah 6 jam dibiarkan pada suhu 8oC dengan kisaran 5-6 log cfu g-1. Penempelan strain L. curvatus dan L. casei LHS adalah 6-7 log cfu g-1, sedangkan penempelan untuk L. plantarum 423 dan P. pentosaceus lebih kecil dari 5 log cfu g-1.

Peranan BAL dalam Produksi IgA

Imunoglobulin A (IgA) pada manusia terdapat dalam serum dan mukosa usus. Imunoglobulin A serum dihasilkan oleh limfosit B dari sumsum tulang dan organ limfoid lainnya, bersifat sangat heterogen dan berbentuk monomer, sedangkan sekresi IgA mukosa (sIgA) terdapat dalam bentuk dimer atau polimer (pIgA). Imunoglobulin A dari organ mukosa disekresikan oleh lamina propria selanjutnya melewati permukaan mukosa usus. Sekitar 80 % IgA manusia dihasilkan mukosa dengan jumlah 40-60 mg/kg/hari (Suzuki et al. 2007). sIgA lebih mencerminkan respon humoral usus dibandingkan IgA monomerik serum. Respon sIgA terhadap keberadaan antigen diukur dengan sampel usus dan dikerjakan dengan teknik ELISA (Erickson & Hubbard 2000).

Salah satu respon humoral probiotik terhadap keberadaan antigen dalam usus adalah dengan meningkatnya sekresi IgA usus (sIgA). Mikroba probiotik berperan meningkatkan respon imun non-spesifik dan respon imun spesifik IgA dengan cara membantu mencegah atau mengurangi terjadinya infeksi usus. Probiotik mampu meningkatkan sIgA, berperan dalam transpor antigen dari lumen ke Peyer’s patches dan meningkatkan produksi IFN- .

(40)

Salah satu mekanisme peningkatan sistem imun sIgA oleh mikroba probiotik dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Keterangan : (EC: sel epitel, MC : sel microfold, DC : sel dendrit, MQ : makrofag, IFN : gamma interferon, TNF α : tumor nekrosis faktor, BL :

limfosit B, IL: interlukin, PC: sel plasma, MS : sel mastosit, TL: limfosit T, TGF- : Tumor growth faktor)

Gambar 2.3 Respon kekebalan lokal usus oleh probiotik dengan menghasilkan IgA usus (sIgA) (Galdeano et al. 2007)

Respon alami probiotik pada usus melalui jalur yang berbeda, dimulai dengan terjadi internalisasi bakteri probiotik dalam lumen usus melalui sel microfold (MC), sel epitel (EC) dan sel dendrit (DC). Makrofag dan atau sel dendrit berperan sebagai antigen presenting cell (APC) untuk berinteraksi dengan probiotik atau fragmennya. Interaksi probiotik dengan sel epitel juga menginduksi pelepasan IL-6. Makrofag dan sel dendrit memfagosit mikroba probiotik atau fragmennya sekaligus menginduksi sitokin seperti TNFα dan IFN . Sel mastosit juga dirangsang untuk memproduksi IL-4. Sitokin lainnya, seperti IL-10 dan IL-6 dihasilkan untuk merangsang limfosit B untuk menghasilkan antibodi IgA pada plasma sel dalam lamina propria usus. Interlukin 6 (IL6) selanjutnya bersama dengan IL-4 dan TGF- dapat menginduksi limfosit B untuk memproduksi sejumlah antibodi IgA dalam lamina propria usus.

Perlakuan pemberian sinbiotik mampu meningkatkan konsentrasi total sIgA lumen ileum usus tikus. Keberadaan prebiotik dalam ileum akan meningkatkan pertumbuhan probiotik sehingga akan menstimulasi sintesis sIgA (Roller et al. 2004). Pemberian campuran probiotik aktif L. acidophilus, E. faecium dan B. bifidum pada anak

fragmen bakteri

bakteri probiotik IgA non spesifik

(41)

babi mampu meningkatkan jumlah IgA serum, menjadikan vili usus lebih tinggi, kripta lebih dalam dan jumlah koliform pada fekal lebih rendah dibandingkan probiotik yang inaktif (Rodrigues et al. 2007).

Keju dengan Sifat Probiotik

Keju merupakan produk olahan susu yang bergizi, mudah diolah, serta mempunyai bentuk, tekstur dan aroma yang bervariasi (Farkye 2004). Nutrisi yang terkandung di dalam keju dipengaruhi oleh jenis susu yang digunakan, cara pembuatannya, dan derajat pematangan (O’Brien & O’Connor 2004). Pembuatan keju melibatkan empat kombinasi yaitu susu, mikroba, renet, dan garam dengan proses produksi asam, pembentukan gel, pemisahan whey, serta penambahan garam dan diikuti dengan pemeraman (Puerto et al. 2004). Prosedur pembuatan keju sangat bervariasi tergantung jenis keju yang dibuat. Keju dibuat dengan memanaskan susu pada suhu 65oC selama 30 menit, dan didinginkan pada suhu ruang (30oC). Renet komersial ditambahkan sebanyak 0,01 % dan diinkubasi pada suhu ruang selama 2 jam sampai terbentuk gumpalan, kemudian gumpalan dipotong segi empat dengan diameter kurang dari 1 cm selanjutnya disaring dengan kain penyaring dan ditambahkan bakteri probiotik serta diinkubasi semalam pada suhu ruang apabila akan dibuat keju probiotik. Penambahan garam sebanyak 10 % pada permukaan keju dilakukan dan selanjutnya tahap pemeraman dilakukan pada suhu 4-6oC selama 71 hari (Kourkoutas 2006).

Klasifikasi produk keju berdasarkan kadar air terbagi dalam tiga yaitu keju keras (20-42%), keju semi keras atau semi lunak (45-55%), dan keju lunak (> 55%) (Heller et al. 2008). Komposisi kimia beberapa jenis keju dengan bahan baku susu kambing terdapat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Komposisi kimia keju susu kambing Kandungan (%)

Jenis keju Kadar air Lemak Protein Abu

Lunak 59,8 22,5 18,9 1,74

Feta 52,3 25,3 25,1 4,30

Cheddar 41,7 26,6 30,3 3,60

Sumber Park (1990)

(42)

permukaan lemak semakin besar. Permukaan keju merupakan tempat penyebaran misel kasein yang terjerat pada permukaan globula lemak sekaligus melapisinya (Walstra et al. 1999). Protein susu merupakan komponen utama yang dikoagulasi membentuk padatan keju (curd), selanjutnya diolah menjadi keju. Curd merupakan tempat terkonsentrasinya lemak, protein, dan mineral susu seperti seperti kalsium, fosfor, dan magnesium (Miller et al. 2007).

Mekanisme penggumpalan protein susu diawali terjadinya pemecahan kappa-kasein (κ-kasein) oleh renet terutama pada misel kasein yang ada dipermukaan yang menyebabkan terjadinya koagulasi. Kappa-kasein dihidrolisis selama koagulasi oleh renet yang terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah hidrolisis κ-kasein pada ikatan Phe105-Met106 yang menghasilkan para-κ-kasein dan makropeptida, kemudian makropeptida yang mengandung ~γ0% κ-kasein berdifusi ke dalam fase cair. Hilangnya makropeptida menyebabkan tegangan permukaan dan stabilitas koloida misel menurun sehingga dapat terkoagulasi oleh Ca2 (McSweeney 2007). Proses dilanjutkan dengan aglomerasi yang menghasilkan massa protein seragam, yaitu misel yang tergabung satu sama lain, sehingga terjadi ikatan kuat diantara dua misel yang berdekatan membentuk gel. Gel tersebut memiliki pori dan jaringannya yang tidak teratur, selanjutnya terjadi pengeluaran air dengan adanya penekanan. Selama proses berlangsung, lemak akan mempertahankan integritas membran dan merupakan cara untuk memerangkap protein sehingga terbentuk matrik tiga dimensi (Pereira et al.2009). Skema koagulasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.4.

(a) (b) (c)

(43)

Atribut Sensori Keju

Rasa dan aroma merupakan penilaian terpenting keju. Rasa khas keju dihasilkan dari proses lipolisis, proteolitik dan degradasi lanjutan asam amino oleh kultur starter dan kultur nonstarter BAL. Pemecahan kasein menjadi peptida kecil dan asam amino akan membentuk flavor keju cheddar (Singh et al. 2003). Produk proteolisis akan memberikan flavor keju secara langsung atau berperan sebagai senyawa prekusor flavor keju. Perubahan tekstur terutama terjadi selama proses kyuring. Tekstur keju sendiri tergantung pada bahan baku dan perubahan biokimia selama pemeraman.

Bakteri asam laktat mempengaruhi flavor dan tekstur keju. Flavor dan tektur pada keju yang dibuat dari susu yang dipasteurisasi dan menggunakan starter BAL termofilik lebih disukai oleh konsumen (Awad 2006). Katabolisme asam amino oleh mikroba starter dan non starter akan menghasilkan flavor keju, seperti pada proses deaminasi, dekarboksilasi dan transaminasi yang akan menghasilkan asam keto, ammonia, amina, aldehida, asam dan alkohol yang akan membentuk rasa dan aroma keju. Sebanyak 38 komponen volatil teridentifikasi dalam keju Ras dari Egyptia dan yang berperan menghasilkan rasa dan aroma khas keju tersebut adalah senyawa alkohol, aldehida, keton, ester dan lainnya dengan konsentrasi yang berbeda-beda (Ayad et al. 2004).

Peran protease dan peptidase dalam matrik keju dibutuhkan selama pemeraman. Amino Acid Converting Enzymes (AACEs) menghasilkan komponen flavor volatil yang berperan terhadap flavor khas keju, seperti pada enzim yang telah dimurnikan dan dikarakterisasi dari strain Lactococcus lactis. Selama proses proteolisis, asam amino bebas dikonversi ke dalam komponen flavor volatil melalui peran AACEs. Pathway selanjutnya terutama untuk produksi flavor dan tergantung pada kultur yang digunakan (Smit et al. 2000).

Air, lemak, garam, peptida, asam amino, mikroflora, mineral dan komponen minor lainnya akan terperangkap dalam matrik kasein membentuk keju. Fraksi volatil keju mengandung lebih dari 200 senyawa. Asam lemak memberikan kontribusi terhadap flavor keju cheddar. Keju tanpa pemeraman sebaiknya mempunyai konsentrasi asam lemak rendah karena jika konsentrasi asam lemak sangat tinggi akan menyebabkan aroma menyimpang (House & Kelly 2002).

(44)

flavor keju Halloumi yaitu alkohol, aldehida, keton, asam, ester, hidrokarbon dan sulfur. Selama penyimpanan terjadi perubahan rasa dan tekstur serta keju Halloumi menjadi lebih asin dan agak asam sehingga terjadi sedikit penurunan total skor sensori dibandingkan keju segarnya (Kaminarides et al. 2007).

Penggunaan probiotik sebagai bakteri nonstarter tidak mengganggu proses pembuatan keju yang diterapkan secara komersial. Penggunaan strain L. paracasei sebagai probiotik pada produksi keju cheddar mempunyai viabilitas yang tinggi selama pemeraman dan mampu bertahan selama lebih dari delapan bulan dengan jumlah koloni lebih dari 8 log cfu g-1 (Gardiner et al. 1998). Penambahan bakteri probiotik dapat dilakukan pada awal dan akhir proses tergantung pada jenis produk yang diinginkan (Ahmed & Kawal 2004).

Bakteri S. Typhimurium

(45)

Gambar 2.5. Aksi S. Typhimurium menembus pertahanan epitel usus melalui sel M atau enterosit sebelum terjadinya infeksi (Lu & Walker 2007).

Pemberian S. Typhimurium strain SL 1344 sebanyak 0,1 ml dengan koloni 6-8 log cfu ml-1 pada tikus tanpa penambahan BAL dilakukan oleh Wickam et al (2007) yang hasilnya menunjukkan bahwa terjadi meningitis secara spontan dan infeksi otak setelah pemberian tersebut.

Gambar 2.6 Invasi Salmonella pada sel epitel inang (Goosney et al. 1999)

Gambar 2.6 menunjukkan invasi ke dalam sel epitelium inang. Invasi tersebut memerlukan beberapa gen kromosom SPII (Salmonella Pathogenicity Island I), selanjutnya SPII mengkode sistem sekresi tipe III dan beberapa faktor virulensi. Sekresi tipe III akan teraktivasi selama kontak dengan sel inang dan membantu mengeluarkan

apoptosis makrofag makrofag

penyebaran imun

lokal dan sitemik

Fosforilasi tirosin

Kerusakan sitoskeleton

(46)

faktor virulensi secara langsung ke sel inang. Adanya protein SptP (Salmonella protein tyrosine phosphatase) yang terletak di dalam SPII dipindahkan ke dalam sel epitel inang untuk memodulasi aktin sitoskleton inang melalui aktivitas tirosin fosfatase (Goosney et al. 1999). Penempelan Salmonella pada inang juga menguatkan respon transkripsi dalam sel epitel untuk mengkode proinflamasi cytokine dan chemokin, sebagai awal terjadinya penyakit gastroenteritis (Woo et al. 2008).

Patogenitas S. Typhimurium terhadap enterocolitis juga dipelajari secara molekuler dengan menggunakan kultur jaringan dan hewan model. Studi secara in vitro memperlihatkan aksi S. Typhimurium dalam mengaktifkan sistem sekresi tipe III, termasuk di dalamnya SipA, SopA, SopB, SopD dan SopE2 yang diperlukan untuk masuk ke dalam neutrofil sel inang pada hewan model. Tahap selanjutnya akan menghasilkan chemoattractant chemokines pada epitel usus dan terjadi infeksi yang ditandai dengan inflamasi akut. Infeksi juga menyebabkan luka pada epitelium usus dan mengakibatkan dinding menjadi rapuh dan cairan ekstraseluler berpindah dari neutrofil ke lumen usus (Zhang et al. 2003).

DAFTAR PUSTAKA

Abdelbasset M, Djamila K. 2008. Antimicrobial activity of autochthonous lactic acid bacteria isolated from Algerian traditional fermented milk “Raib”. Afric J Biotechnol 7 : 2908-2914.

Anas M, Eddine HJ, Mebrouk K. 2008. Antimicrobial activity of Lactobacillus species isolated from Algerian raw goat’s milk against Staphylococcus aureus. World J Dairy Food Sci 3: 39-49.

Ahmed R, Kanwal. 2004. Biochemical characteristics of lactic acid producing bacteria and preparation of Camel milk cheese by using starter culture. Pakist Vet J 24: 87-91.

Anggraeni D 2010. Studi penempelan bakteri asam laktat asal air susu ibu (ASI) [tesis] Bogor : Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Ahrne S, Nobaek S, Jeppsson B, Adlerberth I, Wold AE, Molin G. 1998. The normal Lactobacillus flora of healthy human rectal and oral mucosa. J Appl Microbiol 85: 88–94.

Adhikari K, Heymann H, Huff HE. 2003. Textural characteristics of lowfat, fullfat and smoked cheeses: sensory and instrumental approaches. Food Qual Pref 14: 211– 218.

(47)

Assefa E, Beyene F, Santhanam A. 2008. Isolation and characterization of inhibitory substance producing lactic acid bacteria from Ergo Ethiopian. Livest Res Rur Dev

20: 123-129.

Ashmaig A, Hasan A, Gaali EE. 2009. Identification of lactic acid bacteria isolated from traditional Sudanese fermented camel’s milk (Gariss). Afric J Microbiol Res 3 : 451-457.

Awad S. 2006. Texture and flavour development in Ras cheese made from raw and pasteurised milk. Food Chem 97: 394–400.

Axelsson L. 2004. Lactic acid bacteria: Classification and physiology. Di dalam: Salminen, S. and Von Wright A. (Eds.). Lactic Acid Bacteria: Microbiology and Functional Aspects. Marcel Dekker Inc, New York. 1-73.

Ayad EHE, Nashat S, El-Sadek N, Metwaly H, El-Soda M. 2004. Selection of wild lactic acid bacteria isolated from traditional Egyptian dairy products according to production and technological criteria. Food Microbiol 21:715-725.

Ayad EHE, Omran N, El-Soda M. 2006. Characterisation of lactic acid bacteria isolated from Artisanal Egyptian Ras cheese. Lait 86: 317-331.

Bevilacqua, M. 2001. Goats’milk in children of detective alfa (s-1)-casein genotipe decreases intestinal and systemic sensitization to beta-lactoglobulin in guinea pig. J Dairy Res. 68 : 217 – 227.

Bukola C, Adebayo-tayo, Onilude AA. 2008. Screening of lactic acid bacteria strains isolated from some Nigerian fermented foods for EPS production. World Appl Sci J 4: 741-747.

Burns, PF, Patrignani D, Serrazanetti GC, Vinderola JA, Reinheimer R, Lanciotti, Guerzoni ME. 2008. Probiotic Crescenza cheese containing Lactobacillus casei and Lactobacillus acidophilus manufactured with high-pressure homogenized milk. J Dairy Sci 91: 500–512.

Buriti FCA, Cardarelli HR, Filisetti Tullia MCC, Saad SMI. 2007. Synbiotic potential of fresh cream cheese supplemented with inulin and Lactobacillus paracasei in co-culture with Streptococcus thermophilus. Food Chem 104 :1605–1610.

Brink B, Minekns M, Vander Vossen JMB, Leer RJ,Huis in’t Veld JHJ. 1994. Anti microbial activity of Lactobacilli. J Appl Bacteriol 77 : 140-148.

Burns PG, Vinderolaa, Binettia A, Quiberonia A, Gavila CG, Reinheimera J. 2008. Bile-resistant derivatives obtained from non-intestinal dairy lactobacilli.Int Dairy J 18: 377–385.

(48)

Collado MC, Jalonen L, Meriluoto J. 2006. Protection mechanism of probiotic combination against human pathogens: in vitro adhesion to human intestinal mucus. Asia Pac J Clin Nutr 15 : 570-575.

Conter M, Muscariello T, Zanardi E, Ghidini S, Vergara A, Campanini G, Iani A. 2005. Characterization of lactic acid bacteria isolated from an Italian dry fermented sausage. Ann Fac MedicVet Parma 25: 167 -174.

Canani RB, Terrin AD, Vincenzo G.D, Guarino A. 2007. Probiotics for treatment of acute diarrhoea in children: randomised clinical trial of five different preparations. BMJ : 335-340, originally published online 9 Aug 2007 [10 Januari 2009].

Chou LS, Weimer B. 1999. Isolation and characterization of acid and bile tolerant isolates from strains of Lactobacillus acidophilus.J Dairy Sci 82 : 23 -31.

Coconnier MH, Lie´Vin V, Franc Ma, Camard OB, Hudault S, Servin AL. 1997. Antibacterial effect of the adhering human Lactobacillus acidophilus strain. Antimicro Agents Chem 41 : 1046–1052.

Chuayana EL, Ponce CV, Rivera RB, Cabrera EC. 2003. Antimicrobial activity of probiotics from milk products. Phil J Microbiol Infect Dis 32 : 71-74.

Davidson PM, Zivanovic S. 2003. Food antimicrobials. Di dalam: PM Davidson, Sofos JN, Branen AL. Antimicrobials in Foods, Boca Raton USA.

Dunne C, Murphy L, Flyin S, O’Mahony L, O’Halloran S, Feeney M, Morrisey D, Thorton G, Fitzgerald G, Daly C, Kiely B, Quigley EMM, O’Sullivan GC, Shanahan F, Collins K. 1999. Probiotics: from myth to reality. demonstration of functionality in animal models of disease and in human clinical trials. Ant Leeuw 76 : 279–292.

Edelman S, Leskel S, Ron E, Apajalahti J, Korhonen TK. 2003. In vitro adhesion of anavian pathogenic Escherichia coli 078 strain to surfaces of the chicken intestinal tract and to ileal mucus. Vet Microbiol 91 : 41-56.

Elgandi Z, Abdel Gadin WS, Dirar NA. 2008. Isolation and identification of lactic acid bacteria and yeast from raw milk in Khartoum State (Sudan). Res J Microbiol 3 : 163-168.

Evanikastri 2003. Isolasi dan karakterisasi bakteri asam laktat dari sampel klinis yang berpotensi sebagai probiotik [tesis] Bogor : Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Erkkilae SE, Petaeja. 2000. Screening of commercial meat starter cultures at low pH and in the presence of bile salts for potential probiotic use. Meat Sci 55 : 297-300. Erickskon KL, Hubbard NE. 2000. Probiotic immunomodulation in health and disease.

J Nutr Suppl : 403S-409S.

(49)

FAO/WHO 2002. Guidelines for evalution of probiotic in food. Report of Joint FAO/WHO Working Group on drafting Guidelines for the evaluation of probiotic in food. London Ontario, Canada.

Farkye NY. 2004. Cheese technology . Int J Dairy Tech 57 : 91-98.

Galdeano CM, LeBlanc AM, Vinderola G, Bonet ME, Perdigon G. 2007. Proposed Model: Mechanisms of immunomodulation induced by probiotic bacteria. Clin Vac Immunol 14 : 485–492.

Gardiner G, Ross RP,Collins JK, Fitzgerald G, Stanton C. 1998. Development of a probiotic Cheddar cheese containing human-derived Lactobacillus paracasei strains. App Env Microbiol 64 : 2192 – 2199.

Goosney DL, Knoechel DG, Finlay BB. 1999. Enteropathogenic E.coli, Salmonella, and Shigella : Masters of host cell cytoskeletal Exploitation. Emer Infect Dis 5 : 216-223.

Guessas, Kihal. 2004. Characteristization of lactic acid bacteria isolated from Algarian arid zone raw goat’s milk. Afric J Biotechnol 3 : 339-342.

Higgins JP, Higgins SE, Vicente JL, Wolfenden AD, Tellez G, Hargis BM. 2007. Temporal effects of lactic acid bacteria probiotic culture on Salmonella in neonatal broilers. Poult Sci 86 : 1662–1666.

Heller KJ. 2001. Probiotic bacteria in fermented foods : Product characteristics and starter organisms. Am J Clin Nutr Supl 73 : 374–379.

Heller KJ, Bockelmann W, Schrezenmeir J, de Vrese M. 2008. Cheese and its Potential as a Probiotic Food. In: Farnworth ER. (ed). Handbook of Fermented Functional Foods. 2nd ed. Boca Raton, USA: CRC Press, pp 243-266.

House KA, Kelly E. 2002. Sensory impact of free fatty acids on the aroma of a model Cheddar cheese. Food Qual Prefer 13 : 481–488.

Huijsdens XW, Linskens RK, Mak M, Meuwissen SGM, Vandenbroucke-Grauls CMJ, Savelkoul PHM. 2002. Quantification of bacteria adherent to gastrointestinal mucosa by Real-Time PCR. J Clin Microbiol 40 : 4423-4427.

Isolauri E. 2001. Probiotic in human disease. Am J Clin Nutr Supl 73: 1142 – 1146. Ishibashi N, Shimamura S. 1993. Bifidobacteria research and development in Japan.

Food Technol 47 : 126–135.

(50)

Kimoto NH, Mizumachi K, Nomura KM, Kobayashi M, Fujita Y, Okamoto T, Suzuki N Sutji M, Kurisaki JK, Ohmomo S. 2007. Lactococcus sp. as potential probiotic lactic acid bacteria. Rev JARQ 41 : 181-189.

Kimura M, Danno K, Yasu H. 2006. Immunomodulatory function and probiotic properties of lactic acid bacteria isolated from Mongolian fermented milk. Bio Microfl 25 : 147-155.

Kos B, Suskovic J, Simpraga M, Frece J, Matosic. 2003. Adhesion and aggregation ability of probiotic strain Lactobacillus acidophillus M92. J Appl Microbiol 94 : 981-987.

Kasımoglu A, Goncuoglu M, Akgun S. 2004. Probiotic white cheese with Lactobacillus acidophilus. Int Dairy J 14 : 1067–1073.

Kondyli E, Katsiari MC, Voutsinas LP. 2008. Chemical and sensory characteristics of Galotyri-type cheese made using different procedures. Food Cont 19 : 301–307. Kukkonen K, Kuitunen M, Haahtela T, Korpela R, Poussa T, Savilahti. 2009. High

intestinal IgA associates with reduced risk of IgE-associated allergic diseases. Ped Aller Immunol : 1-7.

Kourkoutas Y, Bosnea L, Taboukos S, Baras C, Lambrou D, Kanellaki M.2006. Probiotic cheese production using Lactobacillus casei cells immobilized on fruit pieces. J Dairy Sci 89:1439–1451.

Lin WH, Wang CFH, Chen LW, Tsen HY. 2006. Viable counts, characteristic evaluation for commercial lactic acid bacteria product. Food Microbiol 23 : 78 – 81.

Lindgren SE, Dobrogosz WJ. 1990. Antagonistic activities of lactic acid bacteria in food and feed fermentations. FEMS MicrobiolRev 7 : 149–163.

Lu L, Walker WA. 2007. Pathologic and physiologic interactions of bacteria with the gastrointestinal epithelium. Am J Clin Nutr Supl 73 : 1124 – 1130.

Martini MC, Bolweg GL, Levitt MD, Savaiano DA. 1987. Lactose digestion by yoghurt h-galactosidase influence of pH and microbial cell integrity. Am J Clin Nutr 45 : 432–437. bacteria of goat milk yogurt in rat digestive tract. Microbiol Indones 2 : 124-130. McSweeney PLH. 2007. Conversion of milk to curd. Di dalam: Mc Sweeney PLH. (ed).

(51)

Minellia EB, Beninia A, Marzottob M, Sbarbatic A, Ruzzenented O, Ferrarioe R, Hendriksf H, Dellaglio F. 2004. Assessment of novel probiotic Lactobacillus casei strains for the production of functional dairy foods. Int Dairy J 14 : 723–736. Miller GD, Jarvis JK, McBean LD. 2007. Handbook of Dairy Foods and Nutrition. 3rd ed.

Boca Raton: CRC Press.

Morgolles A, Gracia L, Sanchez B, Gueimonde M, Gavilan CG. 2003. Characterisation of a Bifidobacterium strain with acquired resistance to cholate-A preliminary study. Int J Food Microbiol 82 : 191-198.

Nowroozi J, Mirzaiin M, Norouzi M. 2004. Study of Lactobacillus as probiotic bacteria. Iran J Publ Health 33 : 1-7.

O’Brien NM, O’Connor TP. 2004. Nutritional aspects of cheese. In : Fox PF, McSweeney PLH, Cogan TM, Guinee TP. (eds). Cheese Chemistry, Physics and Microbiology. Vol. 2. Major Cheese Groups. London: Elsevier Academic Press. Ong L, Henriksson A, Shah NP. 2006. Development of probiotic cheddar cheese

containing Lb. acidophilus, Lb. casei, Lb. paracasei and Bifidobacterium spp. and the influence of these bacteria on proteolytic patterns and production of organic acid. Int Dairy J 16 : 446–456.

Olarte C, Fandos EC, Sanz S. 2001. A proposed methodology to determine the sensory quality of fresh’s cheese (Cameros cheese) : application to cheeses packaged under modified atmospheres. Food Qual Prefr 12 : 163 – 170.

Oyetayo, Oyetayo FL. 2005. Potential of review probiotic as biotherapic agents targeting the innate immune system. Afric Biotchnol 4 : 124 – 127.

Oyetayo VO, Adetuyi FC, Akinyosoye FA. 2003. Safety and protective effect of Lactobacillus acidophilus and Lactobacillus casei used as probiotic agent in vivo. Afric J Biotechnol 2 : 448-452.

Ouwehand AC. 1998. Antimicrobial components from lactic acid bacteria.In: Salminen, S. and Von Wright A. (Eds). Lactic Acid Bacteria: Microbiological and Functional Aspects, 2 nd edition. Marcel Dekker Inc, New York. 139-159.

(52)

Park YM. 1994. Hypoallergenic and terapeutic significance of goat milk. Small Rum Res 14 : 151-159.

Park YW. 1990. Nutrient profiles of commercial goat milk cheeses manufactured in the united states. J Dairy Sci 73 : 3059-3067.

Patil M, Pal A, Pal V, Yaddula RK. 2006. Isolation of bacteriocinogenic lactic acid bacteria from rat intestine. J Cult Coll 5 : 58-63.

Pereira CI, Gomes AMP, Malcata XF. 2009. Microstructure of cheese: Processing, technological and microbiological considerations Review. Trends Food Sci Technol 20 : 213-219.

Perdigon G, Vintini E, Alvarez S, Medina M, Medici M. 1999. Study of the possible mechanism involved in the mucosal immune system activation by lactic acid bacteria. J Dairy Sci 82 : 1108-1114.

Psoni L, Tzanetakis N, Litopoulou-Tzanetaki E. 2003. Microbiological characteristics of Batzos, a traditional Greek cheese from raw goat’s milk. Food Microbiol 20 : 575–582.

Puspawati NP. 2008. Penggunaan berbagai jenis bahan pelindung untuk mempertahankan viabilitas bakteri asam laktat yang diisolasi dari air susu ibu (ASI) pada proses pengeringan beku dan penyimpanan [tesis] Bogor : Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Puerto P, Baquero MF, Rodrıguez EM, Darıas Martın J, Romero CD. 2004. Chemometric studies of fresh and semi-hard goats’ cheeses produced in Tenerife (Canary Islands). Food Chem 88 : 361–366.

Rasyid H, Togo K, Ueda M, Miyamoto T. 2007. Probiotic characteristics of lactic acid bacteria isolated from traditional fermented milk ’Dahi’ in Bangladesh. Pakist J Nutr 6 : 647 – 652.

Rodrigues MAM, Silva DAO, Taketomi EA, Hernandez-Blazquez FJ. 2007. IgA production, coliforms analysis and intestinal mucosa morphology of piglets that received probiotics with viable or inactivated cells. Pesq Vet Bras 27: 241-245. Roller M, Rechkemmer G, Watzl B 2004. Prebiotic inulin enriched with oligofructose

in combination with the probiotics Lactobacillus rhamnosus and Bifidobacterium lactis modulates intestinal immune functions in rats. J Nutr 17 : 153-166.

Rolfe RD. 2000. The role of probiotic cultures in the control of gastrointestinal health. J Nutr Supl 130 : 396-402.

Santillo A, Albenzio M. 2008. Influence of lamb renet paste containing probiotic on proteolysis and rheological properties of Pecorino cheese. J Dairy Sci 91 : 1733-1742.

Gambar

Tabel 2.2  Peranan  bakteri probiotik terhadap kesehatan*
Gambar 2.1 Kompetisi bakteri probiotik dengan bakteri patogen
Gambar 2.3  Respon kekebalan lokal usus oleh probiotik dengan menghasilkan
Gambar  2.4.  Skema koagulasi susu oleh renet (a) misel kasein dengan lapisan κ-kasein diserang oleh chymosin, (b) misel kehilangan sebagian besar lapisan κ-kasein, (c) misel yang telah lepas lapisan κ-kasein selanjutnya masuk dalam proses agregasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dari hasil analisis keeratan hubungan menunjukkan nilai odd ratio (OR) 0.024 yang berarti bahwa responden dengan indeks massa tubuh (IMT) yang berlebih mempunyai

Sportivitas adalah sikap dan perilaku yang ditunjukan oleh individu dalam seting olahraga yang menunjukan penghormatan terhadap aturan, official, konvesi sosial dan hormat pada

Bank Mega Syariah tanggal 31 Desember 2010 dan 2009, dan hasil usaha, arus kas, rekonsiliasi pendapatan dan bagi hasil, serta sumber dan penggunaan dana zakat dan

c. Koperasi yang tidak melakukan penyesuaian angaran dasar dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf b ditindak ssesuai dengan ketentuan peraturan

Konsep pesan yang ingin disampaikan pada perancangan ini ialah mengenai konsep penghargaan pada diri sendiri untuk menjaga kesehatan mental emosional.Karena pada masa ini

Bakteri Gram negatif terbanyak yang ditemukan adalah Escherica coli (72%), hal ini disebabkan karena kurangnya perilaku higienis ibu hamil, disebabkan karena tingkat sosial

pengukuran dukungan SI/TI pada BPPT &amp; PM Kota Salatiga, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat dukungan SI/TI yang digunakan BPPT &amp; PM Kota Salatiga