FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JENIS ALAT
KONTRASEPSI YANG DIGUNAKAN AKSEPTOR DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS SERING
KECAMATAN MEDAN TEMBUNG
KOTA MEDAN TAHUN 2015
SKRIPSI
OLEH
ADE PUTRI YANI SIMARMATA
NIM:121021041
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JENIS ALAT
KONTRASEPSI YANG DIGUNAKAN AKSEPTOR DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS SERING
KECAMATAN MEDAN TEMBUNG
KOTA MEDAN TAHUN 2015
Skripsi ini diajukan sebagai
Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh
ADE PUTRI YANI SIMARMATA
NIM:121021041
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Jenis Alat Kontrasepsi Yang Digunakan Akseptor Di Wilayah Kerja Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2015” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakkan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Medan, Juli 2015
Yang Membuat Pernyataan
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi dengan judul
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JENIS ALAT KONTRASEPSI YANG DIGUNAKAN AKSEPTOR DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS SERING KECAMATAN MEDAN TEMBUNG
KOTA MEDAN TAHUN 2015
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh
ADE PUTRI YANI SIMARMATA NIM:121021041
Disahkan oleh: Komisi Pembimbing
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes Maya Fitria, S.K.M, M.Kes NIP.19581202 199103 1 001 NIP. 19761005 200912 2 003
Medan, Juli 2015 Fakultas Kesehatan Masyarakat Univesitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Data laporan Badan Pemberdayaan Perempuan Dan KB (BPPKB, 2014) untuk wilayah Puskesmas Kecamatan Medan Tembung angka cakupan pemakaian akseptor alat kontrasepsi sebanyak 13694 (68,71%) pasangan usia subur, dimana alat kontrasepsi yang paling banyak digunakan adalah alat kontrasepsi Non MKJP yaitu: Suntik 40,68%, Pil 29,63%, sedangkan IUD 11,52%,Implan 10,12%,MOW 4,18%,Kondom 2,82% sedangkan MOP sebanyak 1,04%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi jenis alat kontrasepsi yang digunakan akseptor di Wilayah Kerja Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung Kota Medan.
Jenis penelitian adalah penelitian survey bersifat deskriptif analitik. Penelitian dilakukan pada bulan November 2014-Mei 2015. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wanita pasangan usia subur yang memakai alat kontrasepsi di wilayah kerja Puskesmas Sering dan sampel berjumlah 86 orang dengan menggunakan rumus Lameshow dan ditarik dengan purposive sampling. Data yang ada dianalisis menggunakan uji regresi logistik ganda pada α = 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang bermakna antara jumlah anak (p=0,046), biaya pemasangan (p=0,0001), pengetahuan (p=0,001), petugas kesehatan (p=0,034) dan dukungan suami (p=0,018) terhadap jenis alat kontrasepsi yang digunakan akseptor di Wilayah Kerja Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung Tahun 2015 dan variabel yang dominan berpengaruh adalah biaya pemasangan (koefisien B=3,220).
Perlu dilakukan pengawasan kepada pasangan suami istri yang baru menikah atau ibu primigravida dan pemberian informasi tentang jenis alat kontrasepsi MKJP sehingga diharapkan dapat menjarangkan kehamilan dan memperkecil jumlah anak, penyuluhan mengenai alat kontrasepsi oleh petugas kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat. Dinas Kesehatan Kota Medan diharapkan dapat melakukan kerjasama dan pendekatan kepada penentu kebijakan lainnya dalam mengalokasikan dana untuk pelayanan alat kontrasepsi gratis kepada masyarakat khususnya kepada keluarga miskin dan perlu melakukan peningkatan kemampuan petugas kesehatan dan melakukan penyuluhan kepada akseptor terutama pada pasangan mereka (suami) sehingga suami mendukung pemakaian kontrasepsi dan dapat memutuskan secara bersama-sama alat kontrasepsi yang akan digunakan.
ABSTRACT
Data reports Women's Empowerment and Family Planning Agency (BPPKB, 2014) for the sub-district Puskesmas Medan Tembung figures acceptor coverage of contraceptive use as many as 13 694 (68.71%) couples of childbearing age, where contraceptives are the most widely used contraceptive Non MKJP namely: Injectable 40.68%, 29.63% pills, IUD while 11.52%, 10.12% implant, MOW 4.18%, 2.82% condom while MOP 1.04%. This study aims to determine the factors that influence the type of contraception used by acceptors in Puskesmas Often Tembung district of Medan Kota Medan.
This type of research is descriptive analytic survey research. The study was conducted in November 2014 and May 2015. The population in this study were all women of childbearing age couples who use contraceptives in Puskesmas often and the sample amounted to 86 people using the formula Lameshow and drawn by purposive sampling. Existing data were analyzed using multiple logistic regression at α = 0.05.
The results show that there is significant influence between the number of children (p = 0.046), the cost of installation (p = 0.0001), knowledge (p = 0.001), health (p = 0.034) and the support of her husband (p = 0.018) against the type of contraception used by acceptors in Puskesmas Frequently district of Medan Tembung 2015 and the dominant variable is the cost of installation (coefficient B = 3.220).
Supervision needs to be done to married couples newly married or primigravida and provision of information about the types of contraceptives LTCM which is expected to space pregnancy and reduce the number of children, education about contraception by health workers to improve public knowledge. Medan City Health Office is expected to conduct cooperation and approaches to other policy makers in allocating funds for contraceptive services free of charge to the public, especially to poor families and the need to increase the ability of health workers and conduct outreach to the acceptor primarily on their spouse (husband) so that the husband supports the use of contraceptives and can decide together which will be used contraception.
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
semua berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul
“Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Jenis Alat Kontrasepsi Yang
Digunakan Akseptor Di Wilayah Kerja Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung Kota Medan Tahun 2015”.
Dalam penyusunan Skripsi ini, penulis banyak memperoleh bimbingan,
bantuan dan dukungan dari beberapa pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D selaku Kepala Departemen
Kependudukan dan Biostatistika Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
3. Ibu dr. Halinda Lubis, M.KKK selaku Dosen Penasehat Akademi.
4. Bapak Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Skripsi
I yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan masukan.
5. Ibu Maya Fitria, SKM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan, dan masukan.
6. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.Si dan Ibu Asfriyati, S.K.M, M.Kes selaku
Dosen Penguji I dan Penguji II yang telah memberikan pengarahan dan
7. Seluruh dosen serta staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara, khususnya dosen dan staf di Departemen Kependudukan dan
Biostatistikan yang turut mendukung persiapan penyelesaian Skripsi ini.
8. Ibu Hj. Refrini selaku Kepala Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung
beserta Staf yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan
penelitian dan memperoleh data-data.
9. Ayah M. Simarmata dan Ibunda R. Sinaga yang selalu mendoakan dan
memberikan nasihat-nasihat baik yang tiada hentinya.
10.Suamiku Dearman Siagian yang selalu memberikan dukungan an motivasi
selama pengerjaan skripsi ini.
11.Teman-teman terbaik dan seperjuangan di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Ekstensi 2012 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas dukungan
dan motivasinya selama ini.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak demi kesempurnaan Skripsi ini. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Medan, Juli 2015
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
2.1.1 Pengertian Keluarga Berencana……….. 12
2.1.2 Tujuan Keluarga Berencana……… 13
2.1.3 Visi Dan Misi Keluarga Berencana………. 14
2.1.4 Macam-macam Akseptor Keluarga Berencana………... 14
2.2 Pemakaian Alat Kontrasepsi ... 15
2.2.1 Pengertian Pemakaian alat kontrasepsi ... 15
2.2.2 Metode Kontrasepsi Jangka Panjang Dan Non MKJP ... 15
2.2.3 Alat Kontrasepsi IUD (Intra Uteri Dispoporsi) ... 16
2.2.4 Alat Kontrasepsi Implant ... 17
2.2.5 Alat Kontrasepsi MOW (Metode Operasi Wanita)…………. 20
2.2.6 Alat Kontrasepsi Suntik ………. 21
2.2.7 Alat Kontrasepsi Pil ………... 22
2.3 Pasangan Usia Subur ... 24
2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jenis Alat Kontrasepsi Yang Digunakan Akseptor ... . 25
2.4.1 Umur ……….. 27
2.4.2 Pengetahuan ……… 28
2.4.4 Ketersediaan Alat Kontrasepsi……… 29
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 33
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 33
3.10 Uji Validitas Dan Reliabilitas ……….. 40
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 42
4.1.1 Sarana Penunjang Puskesmas Sering ... 42
4.2Analisis Univariat... 43
4.2.1 Distribusi Jenis Alat Kontrasepsi Di Wilayah Kerja Puskesmas Sering Tahun 2015 ……… 43
4.3 Analisis Bivariat . ………. 50 4.3.1 Hubungan Umur, Jumlah Anak, Pengetahuan, Ketersediaan Alat Kontrasepsi, Petugas Kesehatan, Media Informasi, Biaya Pemasangan, Dan Dukungan Suami Dengan Jenis Alat Kontrasepsi Di wilayah Kerja Puskesmas Sering Tahun 2015……….. .. 50 4.4 Analisis Multivariat.………. 54
4.4.1 Pengaruh Jumlah Anak, Biaya Pemasangan, Pengetahuan, Petugas Kesehatan Dan Dukungan Suami Terhadap Jenis Alat Yang Digunakan Akseptor Di Wilayah Kerja Puskesmas Sering
Tahun 2015 ……… 55
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Pengaruh Jumlah Anak, Biaya Pemasangan, Pengetahuan, Petugas Kesehatan, Dan Dukungan Suami Terhadap Jenis Alat Kontrasepsi Yang Digunakan Akseptor Di Wilayah
Kerja Puskesmas Sering Tahun 2015 ... 59 5.1.1 Pengaruh Jumlah Anak Terhadap Jenis Alat Kontrasepsi
Terhadap Jenis Alat Kontrasepsi Yang Digunakan Akseptor
Di Wilayah Kerja Puskesmas Sering Tahun 2015 ……….. 59 5.1.2 Pengaruh Biaya Pemasangan Terhadap Jenis Alat Kontrasepsi Yang Digunakan Akseptor Di Wilayah Kerja Puskesmas Sering
Tahun 2015 ……….. 60 5.1.3 Pengaruh Pengetahuan Terhadap Jenis Alat Kontrasepsi
Yang Digunakan Akseptor Di Wilayah Kerja Puskesmas Sering
Kecamatan Medan Tembung Tahun 2015 ……….. 62 5.1.4 Pengaruh Petugas Kesehatan Terhadap Jenis Alat
Kontrasepsi Yang Digunakan Akseptor Di Wilayah Kerja
Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung Tahun 2015 ..…. . 64 5.1.5 Pengaruh Dukungan Suami Terhadap Jenis Alat Kontrasepsi Yang Digunakan Akseptor Di Wilayah Kerja Puskesmas Sering
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Jenis Alat Kontrasepsi Di Wilayah
Kerja Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung
Tahun 2015 ... 43
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Umur, Pengetahuan, Jumlah Anak,
Ketersediaan alat kontrasepsi, Petugas kesehatan, Media Informasi,
Biaya Pemasangan, dan Dukungan Suami Di Wilayah Kerja
Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung Tahun 2015 …….. 44
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Tentang Alat Kontrasepsi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung Tahun 2015 …... 45
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Ketersediaan Alat Kontrasepsi Di Wilayah
Kerja Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung
Tahun 2015 ………. 47
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Petugas Kesehatan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung Tahun 2015 …… 48
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Dukungan Suami Di Wilayah Kerja
Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung Tahun 2015 …… 49
Tabel 4.7 Hubungan Umur, Jumlah Anak, Media Informasi, Biaya
Pemasangan, Pengetahuan, Ketersediaan Alat Kontrasepsi,
Petugas Kesehatan, dan Dukungan suami dengan Jenis Alat
Kontrasepsi Di Wilayah Kerja Puskesmas Sering Kecamatan
Tabel 4.8 Pengaruh Jumlah Anak, Biaya Pemasangan, Pengetahuan,
Petugas Kesehatan dan Dukungan Suami terhadap Jenis Alat
Kontrasepsi Yang Digunakan Akseptor Di Wilayah Kerja
Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung Tahun 2015 ……... 55
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2 Kerangka Konsep Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jenis
Alat Kontrasepsi Yang Digunakan Akseptor Di Wilayah Kerja
Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung Kota Medan
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Lembar Kuesioner Penelitian ... 73
Lampiran 2 Surat Survei Pendahuluan dari FKM USU ... 83
Lampiran 3 Surat Memberikan Izin Survei Pendahuluan ... 84
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian dari FKM USU ... 85
Lampiran 5 Surat Memberikan Izin Penelitian ... 86
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Ade Putri Yani Simarmata
Tempat/Tanggal Lahir : P.Siantar / 27 Agustus 1988
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Protestan
Anak ke : 6 dari 7 bersaudara
Status Pernikahan : Menikah
Nama Ayah : Mulden Simarmata
Suku Bangsa Ayah : Batak Toba
Nama Ibu : Rosmawati Sinaga
Suku Bangsa Ayah : Batak Toba
Riwayat Pendidikan
1. SD/ Tamat tahun : SD Budi Murni-7 Medan/ 2001
2. SLTP/ Tamat tahun : SLTP Budi Murni-1 Medan/ 2004
3. SMA/ Tamat tahun : SMA Mthodist-8/2007
4. Akademi/ Tamat tahun : Akademi Kebidanan Poltekkes Medan/2010
5. Lama Studi di FKM USU: 2012 2015
Riwayat Pekerjaan
ABSTRAK
Data laporan Badan Pemberdayaan Perempuan Dan KB (BPPKB, 2014) untuk wilayah Puskesmas Kecamatan Medan Tembung angka cakupan pemakaian akseptor alat kontrasepsi sebanyak 13694 (68,71%) pasangan usia subur, dimana alat kontrasepsi yang paling banyak digunakan adalah alat kontrasepsi Non MKJP yaitu: Suntik 40,68%, Pil 29,63%, sedangkan IUD 11,52%,Implan 10,12%,MOW 4,18%,Kondom 2,82% sedangkan MOP sebanyak 1,04%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi jenis alat kontrasepsi yang digunakan akseptor di Wilayah Kerja Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung Kota Medan.
Jenis penelitian adalah penelitian survey bersifat deskriptif analitik. Penelitian dilakukan pada bulan November 2014-Mei 2015. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wanita pasangan usia subur yang memakai alat kontrasepsi di wilayah kerja Puskesmas Sering dan sampel berjumlah 86 orang dengan menggunakan rumus Lameshow dan ditarik dengan purposive sampling. Data yang ada dianalisis menggunakan uji regresi logistik ganda pada α = 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang bermakna antara jumlah anak (p=0,046), biaya pemasangan (p=0,0001), pengetahuan (p=0,001), petugas kesehatan (p=0,034) dan dukungan suami (p=0,018) terhadap jenis alat kontrasepsi yang digunakan akseptor di Wilayah Kerja Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung Tahun 2015 dan variabel yang dominan berpengaruh adalah biaya pemasangan (koefisien B=3,220).
Perlu dilakukan pengawasan kepada pasangan suami istri yang baru menikah atau ibu primigravida dan pemberian informasi tentang jenis alat kontrasepsi MKJP sehingga diharapkan dapat menjarangkan kehamilan dan memperkecil jumlah anak, penyuluhan mengenai alat kontrasepsi oleh petugas kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat. Dinas Kesehatan Kota Medan diharapkan dapat melakukan kerjasama dan pendekatan kepada penentu kebijakan lainnya dalam mengalokasikan dana untuk pelayanan alat kontrasepsi gratis kepada masyarakat khususnya kepada keluarga miskin dan perlu melakukan peningkatan kemampuan petugas kesehatan dan melakukan penyuluhan kepada akseptor terutama pada pasangan mereka (suami) sehingga suami mendukung pemakaian kontrasepsi dan dapat memutuskan secara bersama-sama alat kontrasepsi yang akan digunakan.
ABSTRACT
Data reports Women's Empowerment and Family Planning Agency (BPPKB, 2014) for the sub-district Puskesmas Medan Tembung figures acceptor coverage of contraceptive use as many as 13 694 (68.71%) couples of childbearing age, where contraceptives are the most widely used contraceptive Non MKJP namely: Injectable 40.68%, 29.63% pills, IUD while 11.52%, 10.12% implant, MOW 4.18%, 2.82% condom while MOP 1.04%. This study aims to determine the factors that influence the type of contraception used by acceptors in Puskesmas Often Tembung district of Medan Kota Medan.
This type of research is descriptive analytic survey research. The study was conducted in November 2014 and May 2015. The population in this study were all women of childbearing age couples who use contraceptives in Puskesmas often and the sample amounted to 86 people using the formula Lameshow and drawn by purposive sampling. Existing data were analyzed using multiple logistic regression at α = 0.05.
The results show that there is significant influence between the number of children (p = 0.046), the cost of installation (p = 0.0001), knowledge (p = 0.001), health (p = 0.034) and the support of her husband (p = 0.018) against the type of contraception used by acceptors in Puskesmas Frequently district of Medan Tembung 2015 and the dominant variable is the cost of installation (coefficient B = 3.220).
Supervision needs to be done to married couples newly married or primigravida and provision of information about the types of contraceptives LTCM which is expected to space pregnancy and reduce the number of children, education about contraception by health workers to improve public knowledge. Medan City Health Office is expected to conduct cooperation and approaches to other policy makers in allocating funds for contraceptive services free of charge to the public, especially to poor families and the need to increase the ability of health workers and conduct outreach to the acceptor primarily on their spouse (husband) so that the husband supports the use of contraceptives and can decide together which will be used contraception.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada
pada posisi keempat di dunia, dengan laju pertumbuhan yang masih relative
tinggi. Esensi tugas program Keluarga Berencana (KB) dalam hal ini telah jelas
yaitu menurunkan fertilitas agar dapat mengurangi beban pembangunan demi
terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan bagi rakyat dan bangsa Indonesia.
Seperti yang disebutkan dalam UU No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, defenisi KB yakni upaya
meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia
perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, dan
peningkatan kesejahteraan keluarga guna mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan
sejahterah.
Jumlah Penduduk yang terus meningkat merupakan masalah besar bagi
negara-negara di dunia, khususnya negara berkembang.Indonesia merupakan
Negara berkembang dengan jumlah Penduduk terbesar keempat setelah Cina,
India, dan Amerika Serikat.Dari data Sensus Penduduk tahun 2000 diketahui
bahwa penduduk Indonesia berjumlah 203,6 juta jiwa dengan Laju Pertumbuhan
Penduduk sebesar 1,49% dan jumlahnya akan terus bertambah sesuai dengan laju
pertumbuhan penduduk. Laju Pertambahan penduduk 1,49% per tahun yang
artinya setiap tahun jumlah penduduk Indonesia bertambah 3-3,5 juta jiwa. Bila
per tahun, maka jumlah tersebut pada tahun 2010 akan terus bertambah menjadi
249 juta jiwa atau menjadi 293,7 juta jiwa pada tahun 2015 (BKKBN, 2010).
Untuk mencegah terjadinya laju pertumbuhan penduduk yang terus
meningkat, pemerintah terus berupaya untuk menekan laju pertumbuhan dengan
program Keluarga Berencana (KB). Sasaran program KB adalah terkendalinya
pertumbuhan penduduk dan meningkatnya keluarga kecil yang berkualitas. Untuk
mencapai sasaran tersebut, maka disusun beberapa arahan kebijakan, salah
satunya adalah peningkatan pemakaian alat kontrasepsi yang lebih efektif serta
efisien untuk jangka waktu panjang (Dyah Novianty, 2009).
Keluarga Berencana dirumuskan sebagai upaya pningkatan kepedulian dan
persn serta masyarakat melalui batas usia perkawinan, pengaturan kelahiran,
pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk
mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahterah (BKKBN, 2010).
Menurut WHO (1970) Keluarga Berencana adalah program yang
bertujuan membantu pasangan suami istri untuk menghindari kelahiran yang tidak
diinginkan, mendapatkan kelahran yang diinginkan, mengatur interval diantara
kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami
dan istri, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga.(Hartanto, 2009)
Usia antara 15 - 49 tahun merupakan usia subur bagi seorang perempuan
karena pada rentang usia tersebut kemungkinan prempuan melahirkan anak cukup
besar. Semakin banyak jumlah Pasangan usia subur (PUS) maka peluang
banyaknya anak yang dilahirkan juga semakin besar. Semakin banyak jumlah
kebutuhan material dan spiritual anggota rumah tangganya. Dengan demikian
pembatasan jumlah anak perlu diperhatikan agar tercapai keluarga yang
sejahterah. Salah satu cara untuk menekan laju pertumbuhan penduduk adalah
melalui program KB. Berdasarkan data Survei Kesehatan Nasional ( Susenas)
angka cakupan pemakaian alat kontrasepsi pada wanita berumur 15-49 tahun dan
berstatus kawin yang pernah menggunakan alat KB adalah 79,76%. Dari
perempuan usia 15-49 tahun yang berstatus kawin sebesar 57,91% diantaranya
sedang menggunakan alat KB (Susenas, 2009).
Pada awal tahun 2010, pemerintah telah melakukan sensus penduduk dan
diperoleh jumlah penduduk Indonesia saat itu adalah 237.556.363 jiwa yang
tersebar dari sabang sampai merauke dengan tingkat kepadatan 124/km² (BPS,
2010). Adapun jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara sebanyak 12.982.204
jiwa, mencakup mereka yang bertempat tinggal di perkotaan sebanyak 6.382.672
(49,16%), sedangkan yang tinggal di daerah pedesaan sebanyak 6.599.532
(50,84%) dengan kepadatan penduduk 178 jiwa/km² dan laju pertumbuhan
penduduk 1,10 % per tahun (BPS, 2010).
Penggunaan alat atau cara KB pada kelompok usia 10-49 tahun dan
pasangannya secara nasional adalah 55,85%. Kelompok usia reproduksi 25-39
tahun adalah pengguna alat kontrasepsi terbanyak 62%. Jenis alat kontrasepsi
yang digunakan secara nasional, di dominasi dengan cara suntik (32,3%)
selanjutnya pil (12,8%), AKDR/spiral (5,1%) sterilisasi wanita (2,1%), dan susuk
Berdasarkan penelitian Israr,Y, dkk (2008) tentang mutu pelayanan di
puskesmas dimana hasilnya menunjukkan masih rendahnya cakupan KB metode
kontrasepsi jangka panjang dikarenakan masih rendahnya pengetahuan wanita
pasangan usia subur tentang metode kontrasepsi jangka pnjang dengan 5%
pengunjung yang datang ke puskesmas tersebut disebabkan karena kualitas
pelayanan KB yang kurang baik. Hal ini juga berkaitan dengan penelitian Azwar,
A (1999) tentang upaya meningkatkan mutu pelayanan metode kontrasepsi jangka
panjang di rumah sakit masih rendah. Sedangkan hasil penelitian Endah Winarni,
dkk (2000) menunjukkan bahwa karakteristik responden wanita pasangan usia
subur dimana umur sangat mempengaruhi pemakaian metode kontrasepsi jangka
panjang dengan menyatakan semakin tua umur semakin tinggi proporsi wanita
memakai metode kontrasepsi jangka panjang dengan jumlah anak tidak
menunjukkan hubungan yang erat dengan pemakaian metode kontrasepsi jangka
panjang, sehingga proporsi tertinggi didapat pada wanita dengan jumlah anak 4
(empat) orang atau lebih dengan jarak anak kurang dari 2 tahun. Selain itu,
pemberian informasi juga sangat mempengaruhi pemilihan alat kontrasepsi jangka
panjang,dimana hasil penelitiannya juga menyatakan semakin banyak wanita
pasangan usia subur menerima informasi tentang metode kontrasepsi jangka
panjang,maka semakin tinggi angka proporsi pemakaian alat kontrasepsi jangka
panjang.
Sasaran strategis lain dilevel nasional adalah meningkatnya Contraseptive
Prevalence Rate (CPR) cara modern dari 57,4% menjadi 65% dan menurunnya
dari 9,1% menjadi 5%. Selain itu, menurunnya Age Spesific Fertility Rate
(ASFR) 15-19 tahun dari 35 menjadi 30 per 1000 perempuan,meningkatnya
median usia kawin pertama perempuan dari 19,8 menjadi 21 tahun, menurunnya
kehamilan tidak diinginkan dari 19,7% menjadi 15%, meningkatnya Peserta KB
Baru (PB) pria dari 3,6 menjadi 5 persen, juga meningkatnya kesertaan ber-KB
PUS Keluarga Pra Sejahtera dan KS I anggota kelompok usaha ekonomi produktif
dari 85,7% menjadi 87% dan Bina Keluarga menjadi 70%. Sasaran strategis
lainnya adalah meningkatnya partisipasi keluarga mempunyai anak dan remaja
dalam Bina Keluarga Balita (BKB) dan Bina Keluarga Keluarga Remaja (BKR),
menurunnya disparitas TFR, CPR dan unmet need antar wilayah dan antar sosial
ekonomi (tingkat pendidikan dan ekonomi), meningkatnya keserasian kebijakan
pengendalian penduduk dengan pembangunan lainnya, terbentuknya Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah (BKKBD) di 435
Kabupaten/Kota serta meningkatnya jumlah Klinik KB yang memberikan
pelayanan KB sesuai SOP (informed consent) dari 20% menjadi sebesar 85%
(Mardiya, 2010)
Salah satu strategi dari pelaksanaan program KB sendiri seperti tercantum
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2004-2009 adalah
meningkatnya penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang seperti IUD (Intra
Unterine Device),Implant (susuk),dan sterilisasi.(Imbarwati,2009). Salah satu
sasaran program KB dalam RKP 2011 menargetkan cakupan pasien baru yang
menggunakan MKJP sebesar 12,5% dan pasien aktif yang menggunakan MKJP
Hasil pelayanan Peserta KB Baru di Sumatera Utara sampai dengan bulan
Desember 2014 mencapai 419.691 peserta atau 101,1% dari perkiraan permintaan
masyarakat sebagai peserta (PPM) KB Baru tahun 2014 sebanyak 414.958
peserta. Berarti pencapaian rata-rata perbulan diatas 8% dan apabila persentase
pencapaian rata-rata ini dapat di pertahankan, maka sasaran pencapaian peserta
KB Baru tahun 2014 akan tercapai. Dari pencapaian sebanyak 419.691 peserta KB
Baru tersebut , peserta KB IUD mencapai 30.612 peserta atau 57,9%, KB dengan
metode Medis Operasi Pria (MOP) mencapai 3.671 peserta atau 74,0% dan
Medis Operasi wanita (MOW) mencapai 10.176 peserta atau 72,3%, KB Kondom
mencapai 49.431 peserta atau 141,9 %, KB Implant mencapai 58.034 peserta atau
57,4%, KB Suntik mencapai 135.252 peserta atau 159,2% dan KB PIL mencapai
132.515 peserta atau 108,4%. Dari 33 Kabupaten/ Kota di Sumatera Utara angka
persentase pencapaian peserta KB Baru sampai dengan bulan Desember 2014
yang paling tinggi adalah Kabupaten Batu Bara, yakni 129,3% dan yang paling
rendah adalah Kabupaten Nias Barat yakni hanya 26,3% dari sasaran yang telah
diperkirakan sampai akhir tahun 2014. Berdasarkan tempat pelayanan, ternyata
pada tahun 2014 peserta KB Baru yang dilayani melalui Klinik KB Pemerintah
mencapai 91,17% menyusul melalui bidan praktek swasta mencapai 84,04%,
melalui Klinik KB Swasta mencapai 86,40% dan sebanyak 68,94% melalui dokter
praktek swasta. Sedangkan perkembangan pasangan usia subur yang aktif sebagai
peserta KB yang dilaporkan dari kabupaten/kota sampai dengan bulan Desember
2014 mencapai 1.630.298 pasangan atau 69.3% dari 2.354.389 pasangan usia
kontrasepsi para pasangan usia subur yang masih aktif sebagai peserta KB terdiri
dari pemakaian alat kontrasepsi PIL mencapai 19,84% menyusul pemakaian
Suntikan mencapai 21,62%, mengunakan IUD mencapai 7,58%, dengan metode
medis operasi wanita (MOW) mencapai 5,10%, peserta Implant mencapai 9,25%,
pemakaian Kondom mencapai 5,27% dan dengan metode medis operasi pria
(MOP) hanya 0,6% dari jumlah pasangan usia subur yang aktif sebagai peserta
KB. Tantangan pelaksanaan Program KB di Sumatera Utara ke depan masih
cukup berat, terutama dari 2.354.389 pasangan usia subur yang ada di Sumatera
Utara, ada sebanyak 724.091 pasangan usia subur yang bukan peserta KB ,
dengan kondisi sebanyak 79.913 pasangan saat ini sedang dalam keadaan hamil,
sebanyak 258.337 pasangan tidak ikut KB dan masih ingin memiliki anak dengan
segera, 188.965 pasangan tidak ber KB tapi belum ingin memiliki anak dan ada
sebanyak 196.876 pasangan juga belum ber KB tapi tidak ingin memiliki anak
lagi. Untuk itu BKKBN Provinsi Sumatera Utara bersama dengan mitra kerja
terkait, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten / Kota akan lebih meningkatkan
pemerataan pelayanan , pemberian advokasi dan KIE disemua tingkatan wilayah ,
terutama pada wilayah-wilayah yang tertinggal, terpencil , pantai dan perbatasan
dalam rangka meningkatkan kesertaan masyarakat ikut dalam program KB
(BkkbN Provinsi Sumatera Utara, 2014).
Dari hasil pelayanan Peserta KB Baru di Kota Medan sampai dengan
bulan Desember 2014 mencapai 58.768 peserta atau 110,71% dari perkiraan
permintaan masyarakat sebagai peserta (PPM) KB Baru tahun 2014 sebanyak
persentase pencapaian rata-rata ini dapat dipertahankan, maka sasaran pencapaian
peserta KB Baru tahun 2014 tercapai. Dari pencapaian sebanyak 58.768 peserta
KB Baru tersebut , peserta KB IUD mencapai 3.120 peserta atau 5,87%, KB
dengan metode Medis Operasi Pria (MOP) mencapai 774 peserta atau 1,45% dan
Medis Operasi wanita (MOW) mencapai 2.307 peserta atau 4,34% , KB Kondom
mencapai 5.681 peserta atau 10,70%, KB Implant mencapai 4.052 peserta atau
7,63% , KB Suntik mencapai 24.091 peserta atau 45,38% dan KB PIL mencapai
18.743 peserta atau 35,30%.( BPPKB Sumut, 2014 ).
Data laporan Badan Pemberdayaan Perempuan Dan KB (BPPKB, 2014)
untuk wilayah Puskesmas Kecamatan Medan Tembung angka cakupan pemakaian
akseptor alat kontrasepsi sebanyak 13694 (68,71%) pasangan usia subur, dimana
alat kontrasepsi yang paling banyak digunakan adalah alat kontrasepsi Non MKJP
yaitu: Suntik 40,68%, Pil 29,63%, sedangkan IUD 11,52%,Implan 10,12%,MOW
4,18%,Kondom 2,82% sedangkan MOP sebanyak 1,04%.
Berdasarkan hasil survey pendahuluan peneliti bahwa Angka cakupan
akseptor yang diperoleh dari Wilayah Kerja Puskesmas Sering Kecamatan Medan
Tembung pada tahun 2014 (Januari-Desember) tercatat 1332 akseptor wanita
pasangan usia subur yang menggunakan metode alat kontrasepsi. Dari jumlah
tersebut pengguna yang paling banyak menggunakan alat kontrasepsi adalah alat
kontrasepsi yang bukan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang( alat Kontrasepsi Pil
sebesar 671 orang dan alat kontrasepsi Suntik sebanyak 642 orang), sedangkan
untuk pemakaian alat kontrasepsi Metode Kontrasepsi Jangka Panjang ( alat
dan MOW 0% (tidak ada). Dari jumlah tersebut pengguna yang paling banyak
menggunakan kontrasepsi adalah kontrasepsi yang bukan metode kontrasepsi
jangka panjang yaitu menggunakan kontrasepsi pil, dan suntik sedangkan untuk
pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang masih rendah yaitu implan, IUD,
MOW dan MOP. Dari hasil survei tersebut dapat dilihat bahwa masih rendahnya
wanita pasangan usia subur yang menggunakan metode kontrasepsi jangka
panjang dimana wanita pasangan usia subur yang ada diwilayah kerja puskesmas
sering mengalami kesulitan di dalam menentukan jenis alat kontrasepsi. Hal ini
tidak hanya karena terbatasnya metode yang tersedia, tetapi juga karena
ketidaktahuan wanita pasangan usia subur tentang persyaratan dan keamanan
metode kontrasepsi tersebut. Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh dalam
pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang yaitu umur, pengetahuan, jumlah
anak, ketersediaan alat kontrasepsi, pelayanan petugas kesehatan, media
informasi, biaya pemasangan, dan dukungan suami. Oleh karena masih
rendahnya wanita pasangan usia subur yang menggunakan pemakaian metode
kontrasepsi jangka panjang membuat penulis tertarik untuk mengetahui dan
melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi jenis alat
kontrasepsi yang digunakan akseptor di Wilayah Kerja Puskesmas Sering
Kecamatan Medan Tembung Tahun 2015.
1.2. Perumusan Masalah
Masih rendahnya wanita pasangan usia subur yang menggunakan
pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang membuat penulis tertarik untuk
jenis alat kontrasepsi yang digunakan akseptor di Wilayah Kerja Puskesmas
Sering Kecamatan Medan Tembung Tahun 2015.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi jenis alat kontrasepsi
yang digunakan akseptor di Wilayah Kerja Puskesmas Sering Kecamatan Medan
Tembung Tahun 2015.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengaruh umur terhadap jenis alat kontrasepsi yang
digunakan akseptor.
b. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan terhadap jenis alat kontrasepsi yang
digunakan akseptor.
c. Untuk mengetahui pengaruh jumlah anak terhadap jenis alat kontrasepsi yang
digunakan akseptor.
d. Untuk mengetahui pengaruh ketersediaan alat kontrasepsi terhadap jenis alat
kontrasepsi yang digunakan akseptor.
e. Untuk mengetahui pengaruh petugas kesehatan terhadap jenis alat kontrasepsi
yang digunakan akseptor.
f. Untuk mengetahui pengaruh media informasi terhadap jenis alat kontrasepsi
yang digunakan akseptor.
g. Untuk mengetahui pengaruh biaya pemasangan terhadap jenis alat
h. Untuk mengetahui pengaruh Dukungan Suami terhadap jenis alat kontrasepsi
yang digunakan akseptor.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung
dalam peningkatan pemakaian alat kontrasepsi yaitu khususnya pemakaian
metode kontrasepsi jangka panjang untuk bulan berikutnya.
2. Sebagai bahan informasi dan masukan pihak- pihak lain yang membutuhkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keluarga Berencana
2.1.1 Pengertian Keluarga Berencana
Menurut World Health Organisation (WHO) expert committee 1997
Keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk
menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang
memang sangat diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol
waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri serta menentukan
jumlah anak dalam keluarga (Suratun, 2008).
Keluarga berencana menurut Undang-Undang no 10 tahun 1992 (tentang
perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera) adalah upaya
peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia
perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga,
peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera(Arum, 2008).
Sasaran utama dalam pelayanan KB adalah pasangan usia subur (PUS).
Pelayanan KB diberikan diberbagai unit pelayanan baik oleh pemerintah maupun
swasta dari tingkat desa hingga ke tingkat kota dengan kompetensi yang sangat
bervariasi. Pemberi layanan KB antara lain adalah Rumah Sakit, Puskesmas,
Dokter praktek swasta, Bidan praktek swasta, dan Bidan desa. Jenis alat atau obat
kontrasepsi antara lain kondom, pil, suntik, IUD, Implant, Tubektomi dan
vasektomi. Untuk jenis pelayanan KB jenis kondom dapat diperoleh langsung dari
apotik atau toko obat, pos layanan KB dan kader desa. Kontrasepsi suntik KB
implant, vasektomi/tubektomi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih dan
berkompetensi (BKKBN,2002)
2.1.2 Tujuan Keluarga Berencana
Gerakan KB dan pelayanan kontrasepsi memiliki tujuan:
a. Tujuan demografi yaitu mencegah terjadinya ledakan penduduk dengan
menekan laju pertumbuhan penduduk (LLP) dan hal ini tentunya akan
diikuti dengan menurunnya angka kelahiran atau TFR (Total Fertility Rate)
dari 2,87 menjadi 2,69 per wanita (Hanafi, 2002). Pertambahan penduduk
yang tidak terkendalikan akan mengakibatkan kesengsaraan dan
menurunkan sumber daya alam serta banyaknya kerusakan yang
ditimbulkan dan kesenjangan penyediaan bahan pangan dibandingkan
jumlah penduduk. Hal ini diperkuat dengan teori Malthus (1766-1834) yang
menyatakan bahwa pertumbuhan manusia cenderung mengikuti deret ukur,
sedangkan pertumbuhan bahan pangan mengikuti deret hitung.
b. Mengatur kehamilan dengan menunda perkawinan, menunda kehamilan
anak pertama dan menjarangkan kehamilan setelah kelahiran anak pertama
serta menghentikan kehamilan bila dirasakan anak telah cukup.
c. Mengobati kemandulan atau infertilitas bagi pasangan yang telah menikah
lebih dari satu tahun tetapi belum juga mempunyai keturunan, hal ini
memungkinkan untuk tercapainya keluarga bahagia.
d. Married Conseling atau nasehat perkawinan bagi remaja atau pasangan yang
pengetahuan dan pemahaman yang cukup tinggi dalam membentuk keluarga
yang bahagia dan berkualitas.
e. Tujuan akhir KB adalah tercapainya NKKBS (Norma Keluarga Kecil
Bahagia dan Sejahtera) dan membentuk keluarga berkualitas, keluarga
berkualitas artinya suatu keluarga yang harmonis, sehat, tercukupi sandang,
pangan, papan, pendidikan dan produktif dari segi ekonomi(Suratun,2008).
2.1.3 Visi Dan Misi Keluarga Berencana
Visi KB berdasarkan dengan seiring dimasukinya Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014,BKKBN sebagai institusi yang
selama ini mengemban tugas menyukseskan program KB di Indonesia telah
merevitalisasi visi dan misinya. Visi BKKBN sekarang ini adalah “Penduduk
Seimbang 2015” dengan misi “Mewujudkan Pembangunan yang Berwawasan
Kependudukan dan Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera”
menggantikan visi sebelumnya “Seluruh Keluarga Ikut KB” dan misi
“Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera”.(BKKBN,2010)
2.1.4 Macam-Macam Akseptor Keluarga Berencana
a. Akseptor Aktif adalah Akseptor yang ada pada saat ini menggunakan salah
satu cara/alat kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan/mengakhiri
kesuburan.
b. Akseptor Aktif Kembali adalah Pasangan Usia Subur yang telah
menggunakan kontasepsi selama tiga bulan atau lebih yang tidak diselingi
cara yang sama maupun berganti cara setelah berhenti atau istirahat kurang
lebih tiga bulan berturut-turut dan bukan karena hamil.
c. Akseptor KB baru adalah Akseptor yang baru pertama kali menggunakan
alat/obat kontrasepsi atau PUS yang kembali menggunakan alat kontrasepsi
setelah melahirkan atau abortus.
d. Akseptor KB Dini adalah Para istri yang memakai salah satu cara
kontrasepsi dalam 2 minggu setelah melahirkan atau abortus.
e. Akseptor Langsung adalah Para istri yang memakai salah satu cara
kontrasepsi dalam waktu 40 hari setelah melahirkan atau abortus.
f. Akseptor dropout adalah akseptor yang menghentikan pemakaian
kontrasepsi lebih dari 3 bulan.(BKKBN,2007)
2.2 Pemakaian Alat Kontrasepsi
2.2.1 Pengertian Pemakaian Alat Kontrasepsi
Pemakaian alat kontrasepsi adalah salah satu upaya dalam Program
Keluarga Berencana untuk pengendalian fertilitas atau menekan pertumbuhan
penduduk yang paling efektif. Dimana dalam pelaksanaannya diupayakan agar
semua metode atau alat kontrasepsi yang disediakan dan ditawarkan kepada
masyarakat memberikan manfaat optimal dengan meminimalkan efek samping
maupun keluhan yang ditimbulkan.
2.2.2 Metode atau alat Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) Dan Metode Kontrasepsi Non MKJP
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang adalah cara kontrasepsi berjangka
panjang yang dalam penggunaannya mempunyai efektivitas dan tingkat
rendah.Penggolongannya terdiri dari : alat kontrasepsi IUD, Implan, dan MOW
(metode kontrasepsi Wanita), sedangkan alat kontrasepsi bukan metode
kontrasepsi jangka panjang adalah cara kontrasepsi yang tidak berjangka panjang
yang dalam penggunaannya mempunyai efektivitas dan tingkat kelangsungan
pemakaiannya yang rendah dengan angka kegagalannya yang tinggi.
Penggolongannya terdiri dari alat kontrasepsi Suntik, Pil dan alat kontrasepsi
Kondom (BKKBN,2010).
2.2.3 Alat Kontrasepsi (IUD Intra Uteri Dispoporsi)
Alat Kontrasepsi IUD adalah Suatu alat kontrasepi yang dimasukkan ke
dalam rahim yang bentuknya bermacam-macam terdiri dari plastik (BKKBN,
1993).
1. Efektifitas
Efektifitas penggunaan IUD 99,2%-99,4% (BKKBN, 2011).
2. Cara Kerja
a. Endometrium mengalami transformasi yang ireguler, epitel atrofi sehingga
mengganggu implantasi.
b. Mencegah terjadinya pembuahan dengan mengeblok bersatunya ovum
dengan sperma.
c. Mengurangi jumlah sperma yang mencapai tuba fallopi.
d. Menginaktifkan sperma (Prawirohardjo, 2013).
3. Kelebihan
a. Sebagai kontrasepsi, efektifitasnya tinggi.
c. Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A dan tidak perlu
diganti).
d. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat.
e. Tidak mempengaruhi hubungan seksual.
f. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil.
g. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-380A).
h. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI.
i. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila
tidak terjadi infeksi).
j. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid
terakhir).
k. Tidak ada interaksi dengan obat-obat.
l. Membantu mencegah kehamilan ektopik (Prawirohardjo, 2013).
2.2.4 Alat Kontrasepsi Implant
Implant adalah Kontrasepsi berupa kapsul sebesar korek api sebanyak 6
buah yang berisi hormon untuk mencegah kehamilan, yang disusupkan di bawah
kulit pada lengan sebelah atas (BKKBN, 1993).
1. Efektifitas
Efektif penggunaan AKDR 99,2%-99,4% (BKKBN, 2011).
2. Cara Kerja
a. Lendir serviks menjadi kental.
b. Mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi
c. Mengurangi trasnportasi sprema.
d. Menekan ovarium (Prawirohardjo, 2013).
3. Kelebihan
a. Daya guna tinggi.
b. Perlindungan jangka panjang (sampai 5 tahun).
c. Pengembalia tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan.
d. Tidak memerlukan pemeriksaan dalam.
e. Bebas dari pengaruh esterogen.
f. Tidak menggangu kegiatan sanggama.
g. Tidak mengganggu ASI.
h. Klien hanya perlu kembali ke klinik bila ada keluhan.
i. Dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan.
j. Mengurangi nyeri haid.
k. Mengurangi jumlah darah haid.
l. Mengurangi/memperbaiki anemia.
m.Melindungi terjadinya kanker endomterium.
n. Menurunkan angka kejadian kelainan jinak payudara.
o. Melindungi diri dari beberapa penyebab penyakit radang panggul.
p. Mengurangi angka kejadian endometriosis (Prawirohardjo, 2013).
4. Waktu Mulai Menggunakan Implan
a. Setiap saat selama siklus haid hari ke-2 sampai hari ke-7. Tidak diperlukan
b. Insersi dapat dilakukan setiap saat, asal saja diyakini tidak terjadi
kehamilan. Bila insersi setelah hari ke-7 siklus haid, klien jangan
melakukan hubungan seksual, atau mengguakan metode kontrasepsi lain
untuk 7 hari saja.
c. Bila klien tidak haid, insersi dapat dilakukan setiap saat , asa saja diyakini
tidak terjadi kehamiln, jangan melakukan hubungan seksual atau
digunakan kontrasepsi untuk 7 hari saja.
d. Bila menyusui anatara 6 minggu sampai 6 bulan pascapersalinan, insersi
dapat dilakukan setiap saat, tetapi jangan melakukan hubungan seksual
selama 7 hari atau menggunakan metode kontrasepsi lain.
e. Bila setelah 6 minggu melahirkan dan telah terjadi haid kembali, insersi
dapat dilakukan setiap saat, tetapi jangan melaukan hubungan seksual
selama 7 hari atau menggunakan metode kontrasepsi lain untuk 7 hari
saja.
f. Bila klien menggunakan konttrasepsi hormonal dan ingin menggantinya
dengan implan, insersi dapat dilakukan setiap saat, asal saja diyakini klien
tersebut tidak hamil atau klien menggunakan kontrasepsi suntikan
tersebut. Tidak dpat dilakukan metode kontrasepsi lain.
g. Bila kontrasepsi sebelumnya adalah kontrasepsi non hormonal (kecuali
AKDR) dan klien ingin menggantinya dengan implan, insersi implan,
dapat dilakukan setiap saat, asal saja diyakini klien tidak hamil. Tidak
h. Bila kontrasepsi sebelumnya adalah AKDR dan klien ingin menggantinya
dengan implan, implan dapat diinersikan pada saat haid hari ke-7 dan klien
jangan melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau digunakan metode
kontrasepsi lain untuk 7 hari saja. AKDR segera dicabut.
i. Pascakeguguran implan dapat segera diinersikan (Prawirohardjo, 2013).
2.2.5 Alat Kontrasepsi MOW (Metode Operasi Wanita)
MOW (Metode Operasi Wanita) adalah segala tindakan penutupan
(pemotongan, pengikatan, pemasangan cincin) pada kedua saluran kanan dan kiri,
yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati saluran telur tesebut. Dengan
demikian wanita tersebut tidak dapat hamil. Kontap wanita juga bukan
pengebirian (kastrasi). Pada tindakan kebiri kedua indung telur di buang.
Akibatnya, baik sel telur maupun beberapa hormone wanita tidak dihasilkan lagi.
Pada kontap wanita hormon wanita tetap dihasilkan, oleh karena itu gairah seks
wanita tersebut tidak akan menurun (PKMI, 1991).
1. Efektifitas
Efektifitas penggunaan MOW 99,5% (BKKBN, 2011).
2. Cara Kerja
Kontrasepsi bagi wanita melalui operasi pengikatan atau pemotongan saluran
indung telur sehingga menghambat pertemuan antara sperma dan sel telur
(BKKBN, 2007).
3. Kelebihan
a. Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama
b. Tidak mempengaruhi proses menyusui (breastfeeding).
c. Tidak bergantung pada faktor senggama.
d. Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan yang
serius.
e. Pembedahan sederhana dapat dilakukan dengan anastesi lokal.
f. Tidak ada efek samping dalam jangka panjang.
g. Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi
hormon ovarium).
h. Berkurangnya resiko kanker ovarium (Prawirohardjo, 2013).
2.2.6 Alat Kontasepsi Suntik
Suntik adalah Cara kontrasepsi perempuan yang berisi hormon esterogen
dan progestin yang disuntikan ke otot panggul tiap bulan atau tiga bulan sekali
(BKKBN, 2007).
1. Efektivitas : Efektivitas suntikan 99,7% (BKKBN, 2011).
2. Cara Kerja
a. Mencegah ovulasi.
b. Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi
sperma.
c. Menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi.
d. Menghambat transportasi gamet oleh tuba (Prawirohardjo, 2013).
3. Kelebihan
a. Sangat efektif.
c. Tidak berpengaruh pada hubungan suami-istri.
d. Tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap
penyakit jantung, dan gangguan pembekuan darah.
e. Tidak memiliki pengaruh terhadap ASI.
f. Sedikit efek samping.
g. Klien tidak perlu menyimpan obat suntik.
h. Dapat digunakan oleh perempuan usia >35 tahun sampai perimenopause.
i. Membantu mencegaj kanker endometrium dan kehamilan ektopik.
j. Menurunkan kejadian penyakit jinak payudara.
k. Mencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul.
l. Menurunkan krisis anemia bulan sabit (sickle cell) (Prawirohardjo, 2013).
2.2.7 Alat Kontrasepsi Pil
Pil adalah Kontrasepsi yang diberikan secara oral dalam bentuk pil yang
mengandung hormon progestin atau dikenal dengan istilah minipil (BKKBN,
2011).
1. Efektivitas
Efektivitas penggunaan minipil 98,5% (BKKBN, 2011).
2. Cara Kerja
a. Menekan sekresi gonadotropin dan sintesis steroid seks di ovarium (tidak
begitu kuat).
b. Endometrium mengalami transformasi lebih awal sehingga implantasi lebih
sulit.
d. Mengentalkan lendir serviks sehingga menghambat penetrasi sperma.
e. Mengubah motilitas tuba sehingga transportasi sperma terganggu
(Prawirohardjo, 2013).
3. Kelebihan
a. Sangat efektif bila digunakan secara benar.
b. Tidak mengganggu hubungan seksual.
c. Tidak mempengaruhi ASI.
d. Kesuburan cepat kembali.
e. Nyaman dan mudah digunakan.
f. Sedikit efek samping.
g. Dapat dihentikan setiap saat.
h. Tidak mengandung estrogen.
i. Mengurangi nyeri haid.
j. Mengurangi jumlah darah haid.
k. Menurunkan tingkat anemia.
l. Mencegah kanker endometrium.
m.Melindungi dari penyakit radang panggul.
n. Tidak meningkatkan pembekuan darah.
o. Dapat diberikan pada penderita endometiuosis.
p. Kurang menyebabkan peningkatan tekanan darah, nyeri kepala, dan depresi.
q. Dapat mengurangi keluhan premenstrual sindrom (sakit kepala, perut
r. Sedikit sekali mengganggu pengidap kencing manis yang belum megalami
komplikasi (Prawirohardjo, 2013).
2.3 Pasangan Usia Subur
Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang istrinya
berumur antara 15- 49 tahun atau pasangan suami istri yang istri berumur kurang
dari 15 tahun dan sudah haid atau istri berumur lebih dari 50 tahun, tetapi masih
haid (BKKBN, 2006). Sedangkan menurut pedoman potensi desa (Podes, 2008),
PUS adalah pasangan suami-istri yang masih berpotensi untuk mempunyai
keturunan atau biasanya ditandai dengan belum datangnya waktu menopause
(terhenti menstruasi bagi istri). Jumlah PUS di Indonesia pada tahun 2003
sebanyak 5.918.271; sedangkan tahun 2008 terdapat sekitar 38,9 juta PUS.
Adapun distribusi jumlah PUS tiap-tiap provinsi adalah sebagai berikut:
Sumatera; 7,57 juta, Jawa; 23,67 juta, Bali-Nusa Tenggara; 2,08 juta, Kalimantan;
2,15 juta, Sulawesi; 2,70 juta, Maluku-Papua; 0,76 juta. Jadi jumlah keseluruhan
di Indonesia 38,93 juta pasangan usia subur (Podes, 2008).
Pelayanan kesehatan pada PUS, yang dapat dilakukan adalah mengikuti
program KB, dengan tujuan berikut:
1. Mengendalikan pertumbuhan penduduk melalui pengaturan kehamilan (PUS
dan WUS).
2. Peningkatan kwalitas keluarga dan kemandirian keluarga.
3. Peningkatan kepedulian dan PSM.
4. Peningkatan serta pemantapan komitmen politis dan komitmen operasional.
2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jenis Alat Kontrasepsi Yang Digunakan Akseptor
Memiliki anak merupakan salah satu cara untuk memenuhi kewajiban
dalam budaya reproduksi. Menanamkan konsep pada pada kaum perempuan
bahwa mengandung dan melahirkan anak adalah kewajiban, tanpa diimbangi
dengan hak dan juga pilihan lainnya. Di banyak negara berkembang, bahkan
keputusan untuk menggunakan kontrasepsi pun bukan merupakan keputusan
perempuan, meskipun pada akhirnya yang menggunakan adalah perempuan itu
sendiri (Mohamad,1998). Hal ini berkaitan dengan kesehatan seorang wanita yang
tergambar dari perilaku hidup sehat yang diterapkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Perilaku hidup sehat adalah perilaku-perilaku yang berhubungan dengan
upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan
kesehatannya. Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap
stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan
respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang
bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan tersebut disebut dengan
determinan perilaku yang dibedakan menjadi dua yaitu: faktor internal (tingkat
kecerdasan/pengetahuan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya) dan
faktor eksternal (lingkungan baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi,
politik, masyarakat dan sebagainya). Kedua faktor tersebut akan dapat terpadu
menjadi perilaku yang selaras dengan lingkungannya apabila perilaku yang
terbentuk dapat diterima oleh lingkungannya, dan dapat diterima oleh individu
kesehatan mempelajari perilaku adalah sangat penting, karena pendidikan
kesehatan berfungsi sebagai media atau sarana untuk merubah perilaku individu
atau masyarakat sehingga sesuai dengan norma-norma hidup sehat
(Notoatmodjo,2003).
Lawrence Green (1980) seperti dikutip Notoatmodjo (2003) menyatakan,
terdapat 3 faktor yang mendasari perilaku individu dalam mengambil keputusan
untuk memilih menggunakan alat kontrasepsi yang tidak terlepas dari
masing-masing individu yaitu presdiposisi (predisposing), pendukung (enabling), dan
pendorong (reinforcing). Faktor prediposisi (faktor predisposing) meliputi umur,
pengetahuan dan jumlah anak yang merupakan kognitif domain yang mendasari
terbentuknya perilaku baru pada pasangan suami istri dalam menentukan jumlah
anak yang sesuai dengan diharapkan pada tujuan keluarga berencana. Hal lain dari
faktor ini adalah tradisi, sistem nilai, dan tingkat sosial ekonomi. Faktor
pendukung (faktor enabling) mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau
fasilitas kesehatan berupa ketersediaan alat kontrasepsi. Faktor pendorong (faktor
reinforcing) meliputi petugas kesehatan, media informasi, biaya pemasangan alat
kontrasepsi dan dukungan suami.
Dalam penelitian ini diambil faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan
alat kontrasepsi dalam ber-KB adalah faktor predisposisi (predisposing) yaitu
umur, pengetahuan, jumlah anak dan faktor pendukung (enabling) yaitu
ketersediaan alat kontrasepsi, sedangkan faktor pendorong (reinforcing) meliputi
2.4.1 Umur Istri
Menurut Radita Kusumaningrum (2009) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa umur dalam hubungan dengan pemakaian KB berperan sebagai faktor
intrinsik. Umur berhubungan dengan struktur organ, fungsi faaliah, komposisi
biokimiawi termasuk sistem hormonal seorang wanita. Perbedaan fungsi faaliah,
komposisi biokimiawi dan sistem hormonal pada suatu periode umur
menyebabkan perbedaan pada kontrasepsi yang dibutuhkan. Masa reproduksi
(kesuburan) dibagi menjadi 3, yaitu: masa menunda kehamilan (kesuburan), masa
mengatur kesuburan (menjarangkan kehamilan),dan masa mengakhiri kehamilan
(tidak ingin hamil lagi). Masa reproduksi (kesuburan) ini merupakan dasar pola
penggunaan alat kontrasepsi rasional.
1.Masa Menunda Kehamilan
Sebaiknya istri menunda kehamilan pertama sampai umur 20
tahun.Ciri-ciri kontrasepsi yang sesuai yaitu: kembalinya kesuburan yang tinggi dan
efektifitas yang tinggi.Hal ini penting karena akseptor belum mempunyai anak
dan karena kegagalan akan menyebabkan tujuan KB tidak tercapai.Prioritas
kontrasepsi yang sesuai : Pil, AKDR, dan kondom.
2.Masa Mengatur Kehamilan
Umur terbaik bagi istri melahirkan adalah 20-30 tahun.ciri-ciri kontrasepsi
yang sesuai yaitu kembalinya kesuburan cukup, efektifitas cukup tinggi, dapat
dipakai 2-4 tahun sesuai dengan jarak kehamilan yang aman bagi ibu dan anak,
dipakai yaitu AKDR, suntik, Pil, kondom, implant dan kontap (jika umur istri 30
tahun).
3. Masa mengakhiri kehamilan
Umumnya pada keluarga yang sudah memiliki jumlah 2 anak dan umur
istri telah melebihi umur 30 tahun, sebaiknya tidak hamil lagi. ciri-ciri kontrasepsi
yang sesuai yaitu: efektifitas yang sangat tinggi, dapat dipakai untuk jangka
panjang, tidak menambah kelainan/penyakit yang sudah ada, dimana pada masa
umur tua kelainan itu seperti penyakit jantung, hipertensi dan metabolik
meningkat. Prioritas kontrasepsi yang dipakai yaitu Kontap, IUD, Implan.
2.4.2 Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini
terjadi melalui panca indera manusia,yaitu indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo,2003).
2.4.3 Jumlah Anak
Salah satu faktor yang menentukan keikutsertaan pasangan suami istri
dalam gerakan Keluarga Berencana adalah banyaknya anak yang dimilikinya.
Dimana diharapkan pada pasangan yang memiliki jumlah anak lebih banyak,
kemungkinan untuk memulai kontrasepsi lebih besar dibandingkan pada pasangan
usia subur yang mempunyai anak lebih sedikit. BKKBN (2012) menerangkan
anaknya paling banyak 2 (dua ) orang, sedangkan keluarga besar adalah suatu
keluarga dengan jumlah anak lebih dari dua ( > 2 ) orang anak.
2.4.4 Ketersediaan Alat Kontrasepsi
Berdasarkan Dari hasil wawancara,diketahui bahwa ketersediaan alat
kontasepsi dari pemerintah seperti adanya KB safari sangat membantu masyarakat
untuk menggunakan alat kontrasepsi yang efektif dan efisien pada akseptor KB.
2.4.5 Petugas Kesehatan
Hasil penelitian wyadnyana (1995) menemukan adanya hubungan antara
sikap petugas kesehatan dengan pemanfaatan pelayanan kontrasepsi akseptor KB.
wyadnyana menyarankan agar petugas kesehatan perlu lebih interest terhadap
upaya pemberian pelayanan kontrasepsi dalam upaya memberikan pelayanan yang
terbaik pada masyarakat.
2.4.6 Media Informasi
Media informasi merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan informasi dari pengirim ke penerima sehingga dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat dari si penerima. Berdasarkan
hasil wawancara sementara bahwa dengan media informasi baik dari televisi,
majalah, radio maupun dari penyuluhan yang berfungsi untuk merangsang ibu
untuk memilih menggunakan alat kontrasepsi yang efektif dan efisien.
2.4.7 Biaya Pemasangan alat Kontrasepsi
Tingkat ekonomi mempengaruhi pemilihan pemakaian jenis alat
kontrasepsi. Hal ini disebabkan karena untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi
jika dihitung dari segi keekonomisannya, kontrasepsi jangka panjang lebih murah
dibanding dengan alat kontrasepsi jangka pendek, tetapi kadang masyarakat
melihatnya dari berapa biaya harus dikeluarkan untuk sekali pasang saja. Jika
patokannya adalah biaya setiap kali pasang, Mungkin alat kontrasepsi jangka
panjang terlihat jauh lebih mahal, tetapi jika dilihat masa/jangka waktu
penggunaannya, tentu biaya yang harus dikeluarkan untuk pemasangan alat
kontrasepsi jangka panjang akan lebih murah dibandingkan alat kontrasepsi
jangka pendek. Untuk sekali pemasangan alat kontrasepsi jangka panjang bisa
aktif selama 3-5 tahun, bahkan seumur hidup/sampai masa menopause. Sedangkan
alat kontrasepsi jangka pendek hanya mempunyai masa aktif 1-3 bulan saja, yang
artinya untuk mendapatkan efek yang sama dengan alat kontrasepsi jangka
panjang, seseorang harus melakukan 12-36 kali suntikan bahkan berpuluh puluh
kali lipat (Saifuddin, 2003).
2.4.8 Dukungan Suami
Berdasarkan hasil penelitian Syamsiah (2002) dalam Farahwati (2009)
bahwa dukungan suami menunjukkan adanya hubungan antara dukungan suami
dengan pemilihan pemakaian alat kontrasepsi yang digunakan ibu/istri. Dimana
dukungan suami merupakan faktor yang paling dominan untuk memilih
menggunakan alat kontrasepsi yang efektif dan efisien pada istri sebagai akseptor
2.5 Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jenis Alat Kontrasepsi yang Digunakan Akseptor Di Wilayah Kerja Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung Tahun 2015
2.6 Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh umur terhadap jenis alat kontrasepsi yang digunakan
akseptor.
2. Ada pengaruh pengetahuan terhadap jenis alat kontrasepsi yang digunakan
akseptor.
3. Ada pengaruh jumlah anak terhadap jenis alat kontrasepsi yang digunakan
akseptor.
4. Ada pengaruh ketersediaan alat kontrasepsi terhadap jenis alat kontrasepsi
5. Ada pengaruh petugas kesehatan terhadap jenis alat kontrasepsi yang
digunakan akseptor.
6. Ada pengaruh media informasi terhadap jenis alat kontrasepsi yang
digunakan akseptor.
7. Ada pengaruh biaya pemasangan alat kontrasepsi terhadap jenis alat
kontrasepsi yang digunakan akseptor.
8. Ada pengaruh dukungan suami terhadap jenis alat kontrasepsi yang
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian survey bersifat deskriptif
analitik yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
pemakaian alat kontasepsi pada wanita pasangan usia subur di wilayah kerja
Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung Kota Medan tahun 2015.
3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Sering
Kecamatan Medan Tembung Kota Medan yang terletak di Jalan Sering Kota
Medan.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan November tahun 2014 sampai Mei tahun
2015.
3.3 Populasi Dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek peneltian (Arikunto,2006). Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh akseptor di Wilayah Kerja Puskemas Sering
Kecamatan Medan Tembung tahun 2014 sebanyak 1332 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
Dalam menentukan besar sampel yang akan diteliti, peneliti menggunakan
rumus lameshow (1990 et al,dikutip oleh Ariawan,1998) sebagai berikut:
( )√ √
Dimana,
n = Besar Sampel
Z(1- /2) = NIlai deviasi standar pada tingkat kemaknaan ( ) 5% sebesar 1,96
Z(1- = Nilai deviasi standar pada tingkat ( ) 10% sebesar 1,282
Power = Kekuatan uji (1- ) sebesar 90%
Po = Proporsi cakupan pemakaian alat kontrasepsi berdasarkan data yang
diperoleh yaitu 68,71% (0,687) dan Qo sebesar 1-Po = 0,313
Pa = Proporsi cakupan pemakaian alat kontrasepsi yang diharapkan yaitu 85%
(0,85) dan Qa sebesar 1-Pa = 0,15
Maka:
Setelah dilakukan perhitungan menggunakan rumus diatas maka diketahui
jumlah sampel minimal 86 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara
Purposive Sampling yaitu cara pengambilan sampel yang didasarkan atas
kemungkinan dan dapat diperhitungkan berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi
yang sudah diketahui sebelumnya.
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Data yang diperoleh langsung dari responden melalui teknik wawancara
yang berpedoman pada kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya.
3.4.2 Data Sekunder
Data yang diperoleh dari wilayah kerja Puskesmas Sering Kecamatan
Medan Tembung yaitu berupa data jumlah kunjungan pasien di wilayah kerja
Puskesmas Sering tahun 2014.
3.5 Defenisi Operasional
3.5.1 Variabel Dependen
Pemakaian Metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) adalah cara
kontrasepsi berjangka panjang yang dalam penggunaanya mempunyai efektivitas
dan tingkat kelangsungan pemakaiaannya yang tinggi dengan angka kegagalan
yang rendah.
3.5.2 Variabel Independen
1. Umur ibu adalah lamanya hidup usia akseptor KB sampai pada pemakaian