• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Pelaksanaan Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni Di Kota Payakumbuh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Pelaksanaan Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni Di Kota Payakumbuh"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

Daftar Pertanyaan

Kepada Yth:

Bapak/ Ibu/ Sdr(i)

Di tempat Dengan hormat,

Sehubungan dengan penelitian yang akan saya lakukan dengan judul : Evaluasi Pelaksanaan Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni Di Kota Payakumbuh, saya mohon kepada Bapak/ Ibu/ Sdr(i) untuk dapat kiranya memberikan respon atas paertanyaan yang akan saya ajukan.

Akhirnya atas bantuan dan partisipasi Bapak/ Ibu/ Sdr(i), sebelumnya saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya

(2)

Petunjuk Pengisian

Berilah tanda silang (x) pada jawaban yang menurut anda tepat dan sesuai kondisi saudara sekarang.

I. Identitas Responden

1. Nama :

2. Usia :

3. Pendidikan : a. tamat SD b. tamat SLTP c. tamat SMA d. perguruan tinggi 4. Jumlah Anggota Keluarga:

5. Mata Pencaharian :

II. Pertanyaan mengenai program

6. Dari manakah anda mengetahui Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni Di Kota Payakumbuh ?

a. Dinas Sosial b. Kelurahan c. Teman

7. Apakah saudara mengetahui mengenai proses pelaksanaan program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni Di Kota Payakumbuh ?

a. Mengetahui b. Cukup mengetahui c. Tidak mengetahui

8. Apakah saudara mengetahui tujuan dari Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni Di Kota Payakumbuh ?

a. Mengetahui b. Cukup mengetahui c. Tidak mengetahui

……… ……… 9. Apakah saudara mengetahui sasaran dari Program Rehabilitasi

Sosial Rumah Tidak Layak Huni Di Kota Payakumbuh ? a. Mengetahui

b. Cukup mengetahui c. Tidak mengetahui

……….. ………. 10. Apakah anda setuju dengan adanya Program Rehabilitasi Sosial

(3)

b. Cukup setuju c. Tidak setuju

……… ……… 11. Apakah saudara mengetahui darimana sumber dana untuk

Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni Di Kota Payakumbuh?

a. Mengetahui b. Cukup mengetahui c. Tidak mengetahui

III. Pelaksanaan Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni Di Kota Payakumbuh

12. Apa jenis bahan bangunan yang anda gunakan ? a. Batu bata

b. Kayu c. triplek

13. Apakah bahan bangunan yang anda gunakan mudah diperoleh? a. Mudah

b. Cukup mudah c. Tidak mudah

14. Berapa orang tukang yang mengerjakan rehabilitasi rumah anda? a. 3 orang

b. 2 orang c. 1 orang

15. Apakah tukang yang bekerja dirumah anda selalu melaksanakan pekerjaannya dengan tepat waktu?

a. Tepat waktu b. Cukup tepat waktu c. Tidak tepat waktu

16. apakah hasil pekerjaan tukang sesuai dengan hasil yang anda inginkan ?

a. Sesuai b. Cukup sesuai c. Tidak sesuai

17. Apakah bapak/ ibu pernah terlibat dalam pengerjaan rehabiltasi rumah bapak ?

a. Terlibat b. Cukup terlibat c. Tidak terlibat

18. Apakah bahan bangunan yang bapak/ ibu gunakan dapat diperoleh dengan harga yang terjangkau ?

(4)

Daftar Pustaka

Adi, Isbandi Rukminto. 2005. Ilmu Kesejahteraan Sosial dan pekerjaa sosial: pengantar pada pengertian dan beberapa pokok bahasan. Jakarta: UI-press

Arikunto, Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. Badudu, J.S. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:Pustaka Sinar Harapan. James, Charles. 1996. Pengantar Kebijakan Publik. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Kementrian Sosial R.I .2012. Pedoman Pelaksanaan Bedah Kampung Melalui

Kegiatan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni(RS-RTLH), Sarana Prasarana Lingkungan (Sarling), dan Kelompok Usaha Bersama (KUBE).Jakarta.

Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial, Pedoman Praktis Penelitian Bidang Ilmu Sosial dan Kesehatan. Medan: Gfafindo Monoratama.

Siagian, Matias. 2012. Kemiskinan dan Solusi. Medan: PT. Grafindo Monoratama. Siagian, Matias; Suriadi, Agus. 2012. CSR Perspektif Pekerjaan Sosial. Medan. Grasindo Monoratama.

Silalahi, Uber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama Suhartono, Edi. Ph. D, 2008. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: PT. Refika Aditama.

Suhartono, Edi. Ph. D. 2009. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung. Alfabeta

Suryanto, Bagong, dan Sutinah. 2008. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sumber Lainnya:

(5)

(6)

BAB III

TIPE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif, penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan dengan tujuan menggambarkan atau mendeskripsikan objek dan fenomena yang diteliti. Termasuk didalamnya bagaimana unsure-unsur yang ada dalam variabel penelitian itu berinteraksi satu sama lain dan apa pula produk interaksi yang berlangsung (siagian, 2011:52).

Dalam jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Dari hal tersebut, maka jelas bahwa penelitian deskriptif bersifat menggambarkan dan melukiskan sesuatu hal berupa gambar atau foto yang didapat dari lapangan dan kemudian menjelaskannya dengan kata-kata. Melalui penelitian ini penulis menggambarkan tentang evaluasi pelaksanaan program rehabilitasi social rumah tidak layak huni di kota payakumbuh.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di Kota Payakumbuh, Provinsi Sumatera Barat. Alasan peneliti memilih lokasi ini karena pemilihan penerima bantuan RS-RTLH di Kota Payakumbuh lebih merata dan lebih transparan pelaksanaannya.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

(7)

akan dikaji dalam suatu penelitian. Berdasarkan pengertian ini dapat dipahami bahwa mengenal populasi termasuk langkah awal dan penting dalam proses penelitian (siagian 2011:155)

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi ialah seluruh kepala keluarga penerima bantuan RS-RTLH di Kota Payakumbuh tahun 2013. Populasi tersebut berjumlah 250 kepala keluarga yang terdiri dari 24 kelompok dari Nagari Koto Nan Gadang Kecamatan Payakumbuh Utara dan 18 kelompok dari Nagari Lampasi Kecamatan Lamposi Tigo Nagori.

3.3.2 Sampel

Roscoe ( 1998), mendefenisikan sampel sebagai bagian dari obyek, kejadian atau individu yang terpilih dari populasi yang akan diambil datanya atau yang akan diteliti. Dengan demikian dapat dikemukakan, bahwa sampel adalah bagian yang bersifat representative dari populasi yang diambil datanya secara langsung. Hal ini berarti bahwa sampel bukan sekedar bagian dari populasi, melainkan bagian yang benar-benar mewakili populasi (siagian, 2011:156).

Sampel merupakan bagian tertentu yang dipilih dari populasi. Apabila jumlah sampel lebih dari 100, maka yang diambil adalah 10%-20% dari jumlah populasi (silalahi,2009:225). Teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Stratified random sampling. Stratified random sampling adalah cara

pengambilan sampel di mana populasi distratifikasi menjadi beberapa lapisan berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria dimaksud dapat berupa variabel penelitian, bisa juga variabel yang dekat dengan variabel penelitian.

(8)

1. Studi Kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data atau informasi menyangkut masalah yang diteliti dengan mempelajari dan menelaah buku, majalah, surat kabar, tulisan yang ada kaitannya dengan terhadap masalah yang diteliti.

2. Studi Lapangan yaitu pengumpulan data atau informasi melalui kegiatan penelitian langsung turun ke lokasi penelitian untuk mencari fakta-fakta yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Dengan demikian, instumen penelitian disisni adalah alat-alat yang digunakan dalam rangka studi lapangan yang dalam penelitian dikenal tiga jenis, yaitu :

1) Observasi, yaitu pengamatan terhadap obyek dan fenomena yang berkaitan dengan penelitian.

2) Wawancara, yaitu percakapan atau tanya jawab yang dilakukan pengumpulan data dengan responden memberikan data atau informasi yang diperlukan dalam penelitian.

3) Kuesioner (angket), yaitu kegiatan mengumpul data dengan cara menyebar daftar pertanyaan untuk dijawab responden sehingga peneliti memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian (Siagian, 2011:206-207).

3.5 Teknik Analisis Data

(9)
(10)

BAB IV

LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Kota Payakumbuh

Ketika Belanda menginjakkan kaki di ranah Payakumbuh, dengan membentuk Residensi, Afdeling, Onder Afdeling, Kelarasan, dan Nagari, sebagai bentuk pemerintahan. Maka, di Payakumbuh yang merupakan bagian dari Afdeling Luhak Limopuluah, terdapat 13 Kelarasan dengan 13 laras alias “Angku Lareh”. Lantas, dimana 13 Lareh itu? Dan siapa saja yang pernah menjadi Angku Lareh-nya? Sebelum menjawab pertanyaan di atas, adalah pantas bila kita menyimak kembali tulisan Rusli Amran dalam buku Plakat Panjang

Menurut Rusli, Lareh dipimpin oleh seorang Tuanku Lareh (Angku Lareh). Jabatan ini merupakan jabatan tertinggi para pribumi (satu-satu ada juga kaum pribumi jadi regent, tapi sedikit jumlahnya.) Tugas Tuanku Lareh adalah menjalankan perintah dari atas. Bertanggangung jawab atas keamanan, tanaman paksa kopi, mengerjakan sawah, menjamin keadaan jalan-jalan maupun jembatan di larasnya. Kecuali itu, Tuanku Lareh menurut Rusli Amran, harus mengetahui keadaan di daerahnya dan menulis ke atas, menyelesaikan sengketa-sengketa tertentu, dan bekerjasama dengan para penghulu suku.

yang terkenal itu.

(11)

Selain itu, dia juga mendapat uang saku

Untuk memperlancar kegiatan dan urusannya, Tuanku Lareh diizinkan penjajah Belanda memiliki 2 sampai 6 orang pembantu pribadi yang disebut dengan istilah

dari pajak pasar dan pajak janjang atau pajak tiap rumah-rumah. Namun untuk yang terakhir (pajak janjang-red) hanya berlaku di sejumlah daerah. Kemudian, Tuanku Lareh juga memiliki penghasilan tambahan dari kerja sebagai pengangkat kopi di daerahnya. Bila ditotal, penghasilan Tuanku Lareh setiap bulannya mencapai 60 hingga 80 gulden. Sedangkan gaji seorang Kapalo Nagari sekitar 20 gulden tiap bulannya.

Masih menurut Rusli Amran, sekitar akhir abad 19 lalu dan awal abad ke 20, jumlah Lareh banyak sekali, kira-kira 140 (surat Heckler 23 Juni 1906, Mo.2874). Sedangkan jumlah penghulu kepala di tiap Lareh tidak tentu. Ada Tuanku Lareh yang membawahi 17 Kapalo Panghulu, seperti di Tujuah Koto Talago, Limopuluah Koto. Ada yang membawahi 10 Kapalo Panghulu, semisal di Lareh Banuhampu dan Ampek Koto Agam. Ada pula yang cuma membawahi satu Penghulu Kepala, contohnya di Lubuakatarab. Malahan, ada yang sama sekali tidak membawahi Penghulu Kepala, seperti di Ujuang Gadiang dan Sikilang, Pasaman.

Jaga. Sementara untuk kegiatan rodi alias kerja paksa, dia bersama 4 anggota

keluarganya, dibebaskan atau boleh tidak bekerja.

(12)

Payakumbuh mulai terkenal sejak Perang Paderi berkecamuk di Ranah Minang. Namun setelah perang itu usai sekitar tahun 1837, nama Payakumbuh justru tetap dikenal. Toh buktinya, penjajah Belanda yang mendirikan sistem pemerintahan baru di Sumatera Barat bernama Residensi, tetap memandang penting Payakumbuh dengan membentuk Afdeling Luhak Limopuluah yang berkedudukan di kota ini.

Residensi sendiri dikepalai oleh seorang Residen yang berkedudukan di Padang. Residensi dibagi atas beberapa Afdeling dan Onder Afdeling. Khusus untuk Luhak Limopuluah, dijadikan satu Afdeling yang dikepalai Assiten Residen dan berkedudukan di Payakumbuh (Baca: Buku 25 Tahun Payakumbuh). Sedangkan Afdeling Luhak Limopuluah, dipecah menjadi empat Onder Afdeling. Setiap Onder Afdeling dipimpin oleh seorang bergelar Controuleur.

Keempat Onder Afdeling di Luhak Limopuluah ialah Onder Afdeling Payakumbuh, Onder Afdeling Pangkalan Koto Baru, Onder Afdeling Suliki, dan Onder Afdeling Bangkinang. Kemudian, pada tiap Onder Afdeling terdapat Nagari yang dikepalai oleh Nagari Hoofd atau Kepala Nagari alias Tuak Palo. Namun, pada beberapa tempat, ada juga Nagari-Nagari yang justru dugabung menjadi satu Keselarasan dengan pimpinan Lareh atau

Semasa ini, jangankan bertemu dengan Residen, Assisten Residen, Controuleur, atau

Angku Lareh.

(13)

Pertukaran yang mirip dengan gaya pemerintahan Indonesia saat menyulap Nagari menjadi Desa dan kembali menjadi Nagari itu, dilakukan penjajah Belanda sekitar tahun 1913. Belum diketahui apa penyebab paling utama perubahan sistem pemerintahan ini dilakukan penjajah asal negeri kincir angin tersebut. Setelah nagari-nagari berkembang, lengkap dengan persyaratannya: punya Masjid, balai adat, jalan, pandam pekuburan, tepian tempat mandi, dan gelanggang permainan. Maka, sejumlah pemuka masyarakat dan cerdik cendikia Luhak Limopuluah tempoe doeloe, berkumpul untuk menentukan batas pembagian ulayat (tahun berkumpul masih dalam penelitian).

Dalam pertemuan tersebut, disepakati, batas-batas alias barih-balobeh Luhak Limopuluah. Lantas, dimanakan posisi Payakumbuh menurut barih-balobeh

Menurut orang tua-tua, yang dinamakan dengan daerah Luhak Limopuluah ialah daerah yang terletak dari Sialang Balantak Basi sampai ke Sisauik Sungai Rimbang, hilirnya sampai di Sipisak Pisau Hanyuik. Dari Durian Ditakuak Rajo sampai ke Siluka Pinang Tungga. Dari Pinang Mancuang Kulik sampai ke Gunung Sailan Mudiak. Mantan Pucuk Pimpinan Lembaga Adat Alam Kerapatan Minangkabau (Alm) H Kamardi Rais Datuk Panjang Simulie, dalam berbagai diskusi dengan penulis, membenarkan hal tersebut. Bahkan, tokoh tiga zaman ini dengan jelas memaparkan, dimana daerah-daerah yang disebut dengan Sialang Balantak Basi, Sipisak Pisau Hanyuik, Sisauak Sungai Rimbang, Durian Ditakuak Rajo, Siluka Pinang Tungga, Pinang Mancuang Kulik, dan Gunung Sailan Mudiak itu.

(14)

Mungkin, pada kesempatan lain dan tulisan yang lain pula, akan kita urai daerah-daerah ini. Sebab sekarang, kita kembali dulu pada musyawarah niniak mamak dan tokoh-tokoh masyarakat Luhak Limopuluah di Balai Koto Tinggi, Sitanang Muaro Lakin (sekarang Sitanang jadi Nagari dalam Kecamatan Lareh Sago Halaban, Kabupaten Limapuluh Kota). Ternyata, dalam musyawarah tersebut, juga ditetapkan, bahwa Luhak Limopuluah terbagi atas lima ulayat atau disebut juga dengan Ulayat Limo Rajo. Masing-masing ulayat dipimpin oleh seorang yang disebut

Para Rajo ini hanya didahulukan selangkah, ditingggikan seranting. Meskipun demikian, mereka memiliki peranan dan menjadi tokoh yang disegani dalam masyarakat. Adapun

Rajo.

Ulayat Limo Rajo

Masing-masing ulayat ini dilengkapi pula dengan batas, barih balobeh ulayat, serta orang-orang kebesarannya. Untuk Ulayat Rajo di Hulu, sebagai rajanya ialah Datuk Simagayur Nan Mangiang (tapi sebagian ada juga yang berpendapat Datuk Marajo Simagayur). Untuk Ulayat Rajo di Luhak sebagai rajanya ialah Datuk Majo Indo Nan Mamangun. Kemudian, untuk Ulayat Rajo di Lareh, ditetapkan sebagai rajanya Datuk Paduko Marajo. Sedangkan untuk Ulayat Rajo di Ranah yang menjadi rajanya ialah Datuk Bandaro Hitam. Sementara untuk Ulayat Rajo di Sandi sebagai rajanya ialah Datuk Parmato Alam Nan Putiah.

(15)

Pembentukan Pemerintah Daerah Tingkat II Payakumbuh berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1956 yang menetapkan Payakumbuh sebagai Kota Kecil. Kemudian berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 tahun 1970 tanggal 17 Desember 1970 ditetapkan Kota Payakumbuh menjadi daerah Otonom Pemerintah daerah Tingkat II Kotamadya Payakumbuh.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1975, wilayah Kotamadya Payakumbuh secara Administrasi terdiri atas 3 wilayah Kecamatan yaitu Payakumbuh Barat dengan 31 Kelurahan, Payakumbuh Timur dengan 14 kelurahan dan Payakumbuh Utara dengan 28 kelurahan. 73 Kelurahan ini dulunya merupakan 7 jorong yang terdapat di 7 kenagarian di Payakumbuh

(16)

4.2Demografi

Lokasi sasaran program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dari Dinas Sosial Kota Payakumbuh terletak di Nagari Koto Nan Gadang Kecamatan Payakumbuh Utara dan Nagari Lamposi Kecamatan Lamposi Tigo Nagori.

Koto Nan Gadang adalah satu-satunya Nagari Koto Nan Gadang terdapat 25

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

16.

(17)

18. 19. 20. 21.

22. 23.

24. 25.

Kecamatan Payakumbuh Utara adalah Kecamatan yang terletak di sebelah utara wilayah Kota Payakumbuh dan merupakan pintu gerbang sebelah utara untuk mencapai pusat Kota Payakumbuh. Terutama sekali bagi pendatang dari Kecamatan Harau Kabupaten 50 Kota dan pendatang dari Propinsi Riau.

Kecamatan Payakumbuh Utara mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:

1. Timur berbatas dengan Kec. Payakumbuh Timur 2. Selatan berbatas dengan Kec. Payakumbuh Barat 3. Barat berbatas dengan Kec. Lampasi Tigo Nagari

Kecamatan Payakumbuh Utara yang terletak 100o20’ – 10o40’ Bt dan 0o 8’--0o15’ LS dengan ketinggian antara 514 sampai dengan 517 meter diatas permukaan laut, suhu udara rata-rata 26oC sampai dengan 27oC dan kelembapan 45% - 50%.

(18)

2000 s/d 2500 mm/th. Keadaan topografi bervariasi antara dataran dan bukit serta kondisi tanah yang relatif subur dengan jenis tanah Latosol. Ketinggian tempat 514 m dpl, suhu rata-rata 26o

4.3Perekonomian

C dengan tingkat kelembaban 45% - 50%.

Struktur perekonomian Kota Payakumbuh didominasi kegiatan sektor tersier, antara lain meliputi perdagangan, angkutan, dan komunikasi, serta pelayanan jasa-jasa. Pemerintah Kota Payakumbuh dibawah kepemimpinan H. Josrizal Zain melakukan terobosan baru dengan membangun suatu pusat perbelanjaan modern ditengah-tengah Kota Payakumbuh yang dinamakan Plaza Payakumbuh. Hal ini akan membawa perubahan terhadap persaingan perdagangan yang akan memicu pertumbuhan perekonomian masyarakat.

Pelayanan jasa-jasa, terutama jasa pemerintahan, memberikan kontribusi terbesar. Selain menjadi ibu kota bagi Kota Payakumbuh, Payakumbuh masih menjadi ibu kota kabupaten yang mengelilinginya, Kabupaten 50 Kota. Meski Kabupaten 50 Kota telah memiliki pemerintahan sendiri, pusat peedagangan masih berada di wilayah Kota Payakumbuh. Ini menyebabkan sektor pelayanan jasa pemerintahan di Kota Payakumbuh memiliki porsi besar dalam total kegiatan perekonomian daerah. Ia akan menjadi pusat perdagangan kedua daerah.

(19)

berproduksi untuk memenuhi permintaan pasar luar negeri, diantaranya sulaman bordir dan songkok/peci.

4.4Kependudukan

Kota ini didominasi oleh etnis etnis sekitar 3.483 orang diantaranya merupakan pengangguran. Pada tahun

Dari segi jumlah penduduk, pada tahun 1970 Payakumbuh berada pada peringkat ketiga sesudah Padang dan Bukittinggi. Akan tetapi perbedaan jumlah penduduk Payakumbuh dengan Bukittinggi relatif kecil yaitu hanya 784 orang. Pada tahun 2009 atau 40 tahun kemudian, jumlah penduduk Payakumbuh meningkat pesat menjadi 106 726 jiwa. Akan tetapi masih tetap berada pada peringkat ketiga sesudah Bukittinggi dengan perbedaan jumlah 894 orang.

etnis Tionghoa di kota ini pernah mencapai 2.000 jiwa dari 10.000 jiwa total populasi masa itu.

Walaupun demikian, peningkatan jumlah penduduk ini meningkatkan status Kota Payakumbuh dari kota kecil (jumlah penduduk < 100.000 orang), menjadi kota menengah (jumlah penduduk > 100.000 orang).

4.5Pendidikan

(20)

Tabel 4.1

Data sekolah di kota Payakumbuh

negeri dan swasta swasta geri dan swasta geri dan swasta geri dan swasta Jumlah satuan

75 20 11 5 12 2

Sumber : nisn.jardiknas.org

4.6Kesehatan dan Sanitasi

Untuk meningkatkan taraf membangun sebuah rumah sakit yang bernama Selain itu di kota ini juga terdapat sebuah rumah sakit swasta yang bernama

(21)

Seperti kurenah warga yang lebih ingat "urusan masuk", tapi sering lupa dengan "urusan keluar". Maksudnya, banyak warga yang selalu ingat makan, bahkan rela mati demi mendapatkan makanan, namun lupa dengan tinja yang dihasilkan pencernaannya. Bahkan, tidak sedikit warga yang membuang tinja di sepanjang sungai, kolam ikan atau jamban terbang (jamban yang dibangun hanya dengan menggali lobang di dalam kebun atau di belakang rumah). Padahal, tinja manusia yang dibuang sembarang tempat, sangat mempengaruhi kualitas air bersih, sekaligus mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Apalagi bila tinja tersebut berasal dari warga penderita diare, disentri atau muntaber, bisa-bisa menular kepada warga lainnya, sehingga menimbulkan kejadian luar biasa.

Wali Kota Payakumbuh waktu itu, Josrizal Zain menyebut, jika separoh dari tinja yang dihasilkan warga Payakumbuh setiap harinya dibuang di sungai, tanah terbuka atau kolam ikan, maka beratnya bisa setara dengan puluhan ekor gajah dalam bentuk kotoran manusia. Sungguh tidak dapat dibayangkan, betapa menjijikkan dan menjadi ancaman persoalan tinja ini, terlebih tinja yang dihasilkan manusia di kawasan perkotaan. "Bisa-bisa, kawasan resapan air semakin tercemar dan ekosistem menjadi terganggu. Karena itu, pada tahun 2003, kami mulai memikirkan, bagaimana warga tidak lagi membuang air di sembarang tempat. Kami berkesimpulan, gerakan stop buang air besar sembarangan, harus dikampanyekan," ucap Josrizal. Hasilnya, sejak tahun 2004 sampai 2005, Pemko Payakumbuh getol berkampanye di tengah masyarakat, tentang pentingnya buang air besar di toilet yang memiliki septitank.

(22)

di sepanjang sungai dan kolam ikan. Tidak sekedar memanfaatkan APBD yang merupakan duit rakyat, Pemko Payakumbuh membangun water closed gratis bagi rakyat miskin, dengan memanfaatkan dana PNPM-MP dan zakat pegawai yang disalurkan lewat Badan Amil Zakat.

Kebijakan terakhir dilakukan karena Pemko Payakumbuh menyadari ajaran agama Islam yang menyatakan kebersihan sebagian dari iman. Dari septitank komunal yang dibangun di kawasan padat pemukiman, Pemko Payakumbuh tidak hanya mempersempit kawasan resapan air yang tercemar tinja, tapi mampu mendorong warga menciptakan biogas dari kotoran manusia, sebagai sumber energi alternatif yang ramah lingkungan.

(23)

BAB V

ANALISIS DATA

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis akan menganalisis data-data yang diperoleh dari teknik pengumpulan data-data penyebaran kuesioner kepada responden, yaitu sebanyak 25 kepala keluarga sasaran Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni di Kota Payakumbuh .

Analisis data adalah proses menjadikan data yang memberikan pesan kepada pembaca. Melalui analisis data, maka data yang diperoleh tidak lagi diam, melainkan berbicara. Analisi data menjadikan data itu mengeluarkan maknanya, sehingga para pembaca tidak hanya mengetahui data itu, melainkan juga mengetahui apa yang ada dibalik data itu (Siagian, 2011: 227).

Adapun data yang diperoleh dari penelitian beserta pembahasan data dalam penelitian ini dilakukan dengan membagi menjadi dua sub bab yaitu:

1. Analisi kharakteristik umum responden

2. Evaluasi pelaksanaan Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni di Kota Payakumbuh dilihat Pelaksanaan, Ketepatan Waktu, dan Ketepatan Hasil yang diperoleh.

5.1 Analisis karakter umum responden

(24)

Tabel 5.1

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

No. Jenis Pekerjaan Frekuensi %

1. 2. Petani Lainnya (wiraswasta) 20 5 80 20

Total 25 100

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Berdasarkan Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa lebih dari separuh responden bekerja sebagai petani. Kondisi geografis wilayah yang cocok untuk pertanian, baik lahan basah maupun lahan kering mendukung profesi masyarakat sebagai petani. Hanya sebagian kecil saja penduduk yang bekerja sebagai wiraswasta. Keadaan ini disebabkan Secara astronomis geografis berada pada 0o17`LS dan 100o35` sampai dengan 100o42` BT. Curah hujan rata-rata 2000 s/d 2500 mm/th. Keadaan topografi bervariasi antara dataran dan bukit serta kondisi tanah yang relatif subur dengan jenis tanah Latosol. Ketinggian tempat 514 m dpl, suhu rata-rata 26o

Tabel 5.2

C dengan tingkat kelembaban 45% - 50%.

Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

No. Pendidikan Terakhir Frekuensi %

1. 2. 3 Tamat SD Tamat SLTP Tamat SMA 16 5 4 64 20 16

Total 25 100

(25)

Berdasarkan Tabel 5.2 dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan responden yang menjadi sasaran program masih sangat rendah. Rata-rata dari responden mengaku tidak mempunyai biaya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan hal tersebut juga menjadi salah satu penyebab kemiskinan di wilayah ini. Permasalahan ini semestinya bisa ditanggulangi dengan meningkatkan pendidikan dan pengembangan pola pikir masyarakat untuk terus meningkatkan taraf hidup masyarakat itu sendiri, karena pada dasarnya fasilitas untuk pendidikan dikota payakumbuh sudah tersedia sejak lama yaitu tahun 1954 di Payakumbuh didirikan perguruan tinggi pertanian dan merupakan perguruan tinggi negeri yang tertua di luar Jawa. PTN inilah yang kemudian berkembang menjadi dari IAIN Imam Bonjol.

Tabel 5.3

Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga

No. Jumlah Anggota Keluarga Frekuensi %

1. 2. 3

0 – 1 2– 4 < 4

1 4 20

4 16 80

Total 25 100

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

(26)

sosialisasi dan pemahaman tentang program Keluarga Berencana kepada masyarakat sehingga masyarakat bisa lebih mengerti bahwa dengan mengikuti Program Keluarga Berencana hidup mereka bisa lebih terarah dan terencana untuk meningkatkan taraf hidup kearah yang lebih baik.

5.2 Sosialisasi Program

Pengetahuan responden mengenai Program Rehabilatasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni yang akan disajikan terdiri dari : tujuan program, sasaran program dan sumber dana. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini

Tabel 5.4

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Mengenai Tujuan Program

No. Kategori Frekuensi %

1. 2. 3

Mengetahui

Cukup Mengetahui Tidak mengetahui

15 6 4

60 24 16

Total 25 100

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui bahwa sebagian besar responden sudah mengetahui tujuan dari pelaksanaan program. Berdasarkan hasil penelitian, mereka mengetahui tujuan pelaksanaan program tersebut dari proses sosialisasi yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Payakumbuh secara berkala kepada masyarakat. Hal ini didukung dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada responden dimana responden yang bernama bapak Mirza memberikan jawaban sebagai berikut:

“ terciptanya perumahan yang layak huni bagi masyarakat, dan

(27)

“ agar tidak ada lagi rumah yang tidak layak huni.

Dalam hal ini petugas pemerintahan sudah melaksanakan fungsinya untuk mensosialisasikan tujuan dari program sehingga masyarakat benar-benar paham maksud dari pemberian bantuan kepada mereka.

Tabel 5.5

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Mengenai Sasaran Program

No. Kategori Frekuensi %

1. 2. 3

Mengetahui

Cukup Mengetahui Tidak Mengetahui

13 5 7

52 20 28

Total 25 100

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Berdasarkan Tabel 5.5 dapat diketahui bahwa sebagian masyarakat sudah mengetahui sasaran program, hal ini karena sebagian besar masyarakat yang merasa kurang mengetahui sasaran program tidak segan untuk bertanya ke kantor Dinas Sosial ataupun kepada petugas kelurahan dan Tim Survei dari kantor Dinas Sosial yang turun langsung kelapangan secara rutin selama pelaksanaan program. Hal ini didukung dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada responden dimana responden yang bernama bapak Sukarman memberikan jawaban sebagai berikut

“bahwa sasaran dari program adalah orang kurang mampu yang mempunyai rumah tidak layak huni”, Responden lainnya yang bernama

bapak mirza memberikan jawaban seperti berikut :

sasaran program adalah masyarakat yang tinggal dirumah yang tidak

(28)

Responden yang bernama bapak M. Yusuf

“menyatakan bahwa sasarannya tentunya rumah yang tidak layak huni”. Dalam hal ini bisa dikatakan jajaran pemerintahan telah melaksanakan

tugasnya untuk memberikan pendampingan dan supervise terhadap masyarakat penerima bantuan sesuai dengan ketetapannya.

Tabel 5.6

Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Mengenai Sumber Dana Yang

Digunakan

No. Kategori Frekuensi %

1. 2. 3

Mengetahui

Cukup Mengetahui Tidak Mengetahui

12 2 11

48 8 44

Total 25 100

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Berdasarkan Tabel 5.6 dapat diketahui bahwa banyak responden yang yang menyatakan tidak mengetahui dengan pasti dari mana asal dana yang mereka gunakan untuk melakukan rehabilitasi terhadap rumah mereka, sedangkan sebagian lainnya mengaku mengetahui dana bantuan yang mereka peroleh berasal dari Kementrian Sosial yang disalurkan kepada masyarakat dibawah naungan Dinas Sosial. Hal ini mereka ketahui dari proses interaksi dan supervisi yang dilakukan oleh aparat pemerintah yang terlibat dalam pelaksanaan program.

5.3 Pelaksanaan Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni di Kota

Payakumbuh

(29)

berikut : jenis bahan bangunan, jumlah tukang ahli, ketepatan waktu, ketepatan hasil, yang dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 5.7

Distribusi Responden Berdasarkan Bahan Bangunan

No. Kategori Frekuensi %

1. 2. 3 Batu Bata Kayu Triplek 8 12 5 32 48 20

Total 25 100

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Berdasarkan Tabel 5.7 dapat diketahui bahwa bahan bangunan yang dominan digunakan responden adalah kayu, hal ini dikarenakan keterbatasan biaya yang ada dengan dan mereka menganggap menggunakan kayu sebagai bahan bangunan karena harganya yang lebih terjangkau dan dapat dipilih kayu dengan kualitas yang sedang, sementara sebagian masyarakat yang memilih menggunakan batu bata sebagai bahan bangunan menyatakan bahwa dana swadaya yang mereka keluarkan lebih besar, dan hasilnya juga lebih memuaskan.

Tabel 5.8

Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Tukang Ahli

No. Jumlah (orang) Frekuensi %

1. 2. 3 3 2 1 8 10 7 32 40 28

Total 25 100

(30)
[image:30.595.113.524.346.495.2]

Berdasarkan Tabel 5.8 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden hanya menyewa jasa tukang ahli sebanyak dua orang, hal ini disebabkan karena prinsip pelaksanaan program yang menggunan prinsip swadaya dan kegotong royongan yang mengharuskan penerima bantuan ikut terlibat dalam proses pelaksanaan program. Hal ini juga demi mewujudkan salah tujuan pelaksanaan program yakni berkembangnya kegotong-royongan dan kesetiakawanan sosial dilingkungan masyarakat.

Tabel 5.9

Distribusi Responden Berdasarkan Ketepatan Waktu Penyaluran Dana

Bantuan Dengan Waktu Pengerjaan Rehabilitasi Rumah

No. Kategori Frekuensi %

1. 2. 3

Sesuai Cukup sesuai Tidak Sesuai

19 5 1

76 20 4

Total 25 100

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

(31)
[image:31.595.112.523.153.305.2]

Tabel 5.10

Distribusi Responden Berdasarkan Kesannggupan Masyarakat Dalam

Menggunakan Dana Swadaya

No. Kategori Frekuensi %

1. 2. 3

Memberatkan

Cukup Memberatkan Tidak Memberatkan

7 3 15

28 12 60

Total 25 100

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

(32)
[image:32.595.113.524.154.300.2]

Tabel 5.11

Distribusi Responden Berdasarkan Penyelesaian Laporan Yang Harus

Diserahkan Ke Kantor Dinas Sosial

No. Kategori Frekuensi %

1. 2. 3

Tepat Waktu

Cukup Tepat Waktu Tidak Tepat Waktu

18 - 7 72 - 28

Total 25 100

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Berdasarkan Tabel 5.11 dapat diketagui bahwa hampir seluruhnya responden dapat menyelesaikan laporann pertanggung jawaban dana program kepada dinas sosial kota payakumbuh. Hal ini membuktikan keantusiasan responden dalam melaksanakan program tersebut, sebagian penerima bantuan yang mengalami keterlambatan dalam menyelesaikan laporan disebabkan karena ketidak mampuan dalam baca- tulis dan untuk menyelesaikan laporan mereka harus menunggu bantuan dari aparat desa ataupun warga masyarakat sesama penerima bantuan.

Tabel 5.12

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kepuasan Masyarakat Terhadap

Hasil Rehabilitasi Rumah

No. Kategori Frekuensi %

1. 2. 3 Puas Cukup Puas Tidak Puas 15 8 2 60 32 8

Total 25 100

[image:32.595.113.522.599.740.2]
(33)

Berdasarkan Tabel 5. 12 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden merasa puas dengan hasil rehabilitasi rumah mereka, karena hasil yang mereka dapatkan sesuai dengan perencanaan yang mereka lakukan, namun ada juga masyarakat yang merasa tidak puas karena mereka merasa rumah yang mereka dapatkan tidak sesuai dengan perencanaan awal yang disebabkan kurangnya perhitungan masyarakat tentang cara penggunaan dana yang mereka miliki.

5.4 Terwujudnya hunian yang layak huni bagi keluarga penerima bantuan

[image:33.595.113.521.401.550.2]

Untuk mengetahui hasil dari pelaksanaan program yang mewujudkan hunian yang layak bagi masyakarat dapat dilihat pada tabel berikut ini

Tabel 5.13

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Keamanan Menempati Rumah

Yang Telah Direhabilitasi

No. Kategori Frekuensi %

1. 2. 3

Aman

Cukup Aman Tidak Aman

18 6 1

72 14 4

Total 25 100

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

(34)
[image:34.595.113.522.207.352.2]

meningkatkan kualitas hidup dan lingkungan masyarakat yang tercantum dalam tujuan program telah dapat dicapai dengan baik.

Tabel 5.14

Distribusi Responden Berdasarkan Pengaruh Hasil Rehabilitasi Rumah

Terhadap Kelas Sosial Dalam Hidup Bermasyarakat

No. Kategori Frekuensi %

1. 2. 3

Berpengaruh Cukup berpengaruh Tidak Berpengaruh

8 7 10

32 28 40

Total 25 100

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

(35)
[image:35.595.113.524.154.300.2]

Tabel 5.15

Distribusi Responden Berdasarkan Fasilitas Yang Tersedia Setelah Proses

Rehabilitasi Selesai

No. Kategori Frekuensi %

1. 2. 3

Memadai

Cukup memadai Tidak Memadai

18 5 2

72 20 8

Total 25 100

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

(36)

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, peneliti akan memberikan kesimpulan mengenai Evaluasi Pelaksanaan Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni di Kota Payakumbuh, sebagai berikut :

1. Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni di Kota Payakumbuh telah dilaksanakan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Payakumbuh. Pelaksanaan program dilakukan melalui tahapan persiapan, pelaksanaan, pengendalian hingga terminasi yang telah dilakukan dengan baik sehingga masyarakat merasa puas dengan hasil proses, dan tujuan dari program telah dapat dicapai.

2. Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni di Kota Payakumbuh telah mampu meningkatkan kulaitas hidup dan lingkungan bagi masyarakat, serta meningkatkan kemampuan masyarakat dalam melaksanakan peran dan fungsi sosialnya baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.

(37)

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan, peneliti mencoba memberikan masukan atau beberapa saran yang ditunjukkan kepada semua pihak yang mempunyai kepentingan. Adapun saran dari peneliti antara lain:

1. Selain pelaksanaan program pembangungan fisik (perumahan) pemerintah sebaiknya juga melaksanakan program- program yang mampu meningkatkan pola pikir masyarakat agar mereka lebih mengerti tentang arah dan tujuan dilaksanakannya suatu program dan mampu memotivasi masyarakat untuk berfikir optimis demi meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat itu sendiri.

(38)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Evaluasi

2.1.1 Pengertian Evaluasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, evaluasi memiliki arti penilaian. Penilaian berarti pengukuran atau penentuan manfaat daripada suatu kegiatan. Dalam perusahaan evaluasi dapat diartikan sebagai suatu proses pengukuran akan efektivitas strategi yang digunakan dalam upaya mencapai tujuan perusahaan. Data yang diperoleh dri hasil pengukuran tersebut akan digunakan sebagai analisis situasi program berikutnya.

Viviane dan gilbert de lansheere dalam bukunya menyatakan bahwa evaluasi adalah proses penentuan apakah materi dan metode pembelajaran telah sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Penentuannya bias dilakukan salah satunya dengan cara pemberian tes kepada pembelajar. Terlihat disana bahwa acuan tes adalah tujuan pembelajaran. Selanjutnya evaluasi adalah suatu aktivitas yang dirancang untuk menimbang manfaat atau efektivitas suatu program melalui indicator yang khusus, teknik pengukuran, metode analisis, dan bentuk perencanaan (siagian dan agus, 2010:117).

(39)

ukuran baik atau buruk,sehat atau sakit, pandai atau bodoh dan sebagainya. Serta penilaian bersifat kualitatif. Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk (bersifat kualitatif), dan evaluasi meliputi kedua langkah tersebut (arikunto,2009:3).

Dari rumusan evaluasi yang dikemukakan tersebut maka dapat diartikan bahwa evaluasi adalah sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk melihat sejauh mana keberhasilan (efektivitas dan efisiensi) sebuah program dengan menggunakan indicator yag khusus,teknik pengukuran, metode analisis, dan bentuk perencanaan. Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai oleh program tersebut.

2.1.2 Tujuan dan Fungsi Evaluasi

Setiap kegiatan yang dilaksanakan pasti mempunyai tujuan, demikian juga dengan evaluasi. Ada dua tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan kepada program dan secara keseluruhan sedangkan tujuan khusus lebih difokuskan pada masing-masing komponen (arikunto,2002:13).

Pada dasarnya tujuan akhir evaluasi adalah untuk memberikan bahan-bahan pertimbangan untuk menentukan/membuat kebijakan tertentu, yang diawali dengan suatu proses pengumpulan data yang sistematis.

Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan antara lain : 1. Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai

(40)

2. Evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan mendefenisikan dan mengoperasikan tujuan dan target.

3. Evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisi kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi. Informasi tentang tidak memadainya kinerja kebijakan dapat memberi sumbangan pada perumusan ulang masalah kebijakan. Evaluasi dapat pula menyumbang pada defenisi alternative kebijakan yang baru atau revisi kebijakan.

Dari fungsi-fungsi evaluasi yang telah dikemukakan beberapa ahli, dapatlah disimpulkan bahwa evaluasi merupakan sebuah proses yang dilkukan oleh seseorang untuk melihat sejauh mana keberhasilan sebuah program. Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai program tersebut.

Evaluasi berusaha mengidentifikasi mengenai apa sebenarnya terjadi pada pelaksanaan atau penerapan program. Evaluasi (Suhartono, 2008: 119) bertujuan untuk:

1. Mengidentificaksi tingkat pencapaian tujuan.

2. Mengukur dampak langsung yang terjadi pada kelompok sasaran.

3. Mengetahui dan menganalisis konsekuensi-konsekuensi lain yang mungkin terjadi diluar rencana (exterbalities).

2.1.3 Proses Evaluasi

(41)

1. Penilaian atas perencanaan, yaitu mencoba memilih dan menerapkan proiritas terhadap berbagai alternative dan kemungkinan atas cara mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya

2. Penilaian atas pelaksanaan, yaitu melakukan analisis tingkat kemajuan pelaksanaan dibandingkan dengan perencanaan, didalamnya meliputi apakah pelaksanaan program sesuai dengan apa yang direncanakan, apakah ada perubahan-perubahan sasaran maupun tujuan dari program yang sebelumnya direncanakan.

3. Penilaian atas aktivitas yang telah selesai dilaksanakan, yaitu menganalisis hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan yang sebelumnya ditetapkan.

2.1.4Tolak Ukur Evaluasi

Suatu program dapat dievaluasi apabila ada tolak ukur yang menantinya dijadikan penilaian suatu program. Berhasil atau tidaknya program berdasarkan tujuan yang dibuat sebelumnya harus memiliki tolak ukur, dimana tolak ukur ini harus dicapai dengan baik oleh sumber daya yang mengelolanya.

Adapun yang menjadi tolak ukur dalam evaluasi suatu program adalah 1. Ketersediaan sarana untuk mencapai tujuan tersebut

2. Apakah hasil proyek sesuai dengan hasil yang diinginkan

3. Apakah sarana atau kegiatan yang benar-benar membutuhkannya

4. Apakah sarana yang disediakan benar-benar dilakukan untuk tujuan semula 5. Berapa persen jumlah atau luasan sasaran sebenarnya yang dapat dijangkau

oleh program

6. Bagaimana mutu pekerjaan atau sasaran yang dihasilkan dari program

(42)

8. Apakah sumber daya dan kegiatan yang dilakukan benar-benar dimanfaatkan secara maksimal

9. Apakah kegiatan yang dilakukan benar-benar memberikan masukan terhadap perubahan

2.2 Pengertian Program

Program merupakan tahap-tahap dalam penyelesaian rangkaian kegiatan yang berisi langkah-langkah yang akan dikerjakan untuk mencapai tujuan dan merupakan unsure pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan implementasi. Manila(dalam jones, 1996:43) mengemukakan bahwa program akan menunjang implementasi, karena dalam program telah dimuat berbagai aspek antara lain:

a. Adanya tujuan yang ingin dicapai

b. Adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diambil dalam mencapai tujuan itu

c. Adanya aturan-aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui d. Adanya perkiraan anggaran yang dibutuhkan

e. Adanya strategi dalam pelaksanaan

2.3 Pengertian Evaluasi Pelaksanaan Program

Evaluasi program merupakan suatu langkah yaitu awal dalam supervise yaitu mengumpulkan data yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberian pembinaan yang tepat pula. Jika ditinjau dari aspek tingkat peaksanaannya secara umum evaluasi terhadap program dapat dikelompokkan kedalam tiga jenis, yaitu :

(43)

2. Penilaian atas pelaksanaan yaitu melakukan analisis tingkat kemajuan pelaksanaan dibandingkan denga perencanaan, didalamnya meliputi apakah pelaksanaan program sesuai dengan apa yang direncanakan, apakah ada perubahan-perubahan sasaran maupun tujuan dari program yang sebelumnya direncanakan.

Evaluasi dalam pelaksanaan suatu program yaitu, melakukan analisis tingkat kemajuan pelaksanaan dibandingkan dengan perencanaan,didalamnya meliputi apakah pelaksanaan program sesuai dengan apa yang direncanakan, apakah ada perubahan-perubahan sasaran maupun tujuan dari program yang sebelumnya direncanakan (siagian & suriadi, 2012:117-118).

Dapat diketahui bahwa pelaksanaan program adalah sejauh mana pelaksanaan suatu program, yaitu sosialisasi yang dilakukan, ketepatan sasaran dan waktu program, pelayanan program yang diberikan, manfaat dan tujuan serta penanganan dari pengaduan masyarakat terhadap program.

2.4 Kebijakan Publik dan Kebijakan Sosial

2.4.1. Kebijakan Publik

Kebijakan (policy) adalah sebuah instrument pemerintah, bukan saja dalam arti government yang hanya menyangkut aparatur Negara, melainkan pula gevermance yang menyentuh pengelolaan sumber daya publik. Kebijakan pada

(44)

Banyak definisi mengenai kebijakan public. Sebagian ahli member pengertian kebijakan publik dalam kaitannya dengan keputusan atau ketetapan pemerintah untuk melakukan sesuatu tindakan yang dianggap akan membawa dampak bagi kehidupan warganya. Kebijakan publik pada umumnya mengandung pengertian mengeni “whatever government choose to do or not to do”. Artinya kebijakan publik adalah “apa saja yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan” (Brigdman dan Davis, dalam Suhartono, 2009: 3).

Tidak berarti bahwa kebijakan hanyalah milik atau domain pemerintah saja. Organisasi non pemerintah, organisasi sosial dan lembaga-lembaga sukarela lainnya memiliki kebijakan-kebijakan pula. Namun, kebijakan mereka tidak dapat diartikan sebagai kebijakan publik karena kebijakan mereka tidak memakai sumber daya publik atau tidak memiliki legalitas hukum sebagaimana kebijakan lembaga pemerintah.

Kebijakan publik sedikitnya mencakup hal-hal sebagai berikut (Hogwood dan Gunn, dalam Suhartono, 2009: 5) :

1. Bidang kegiatan sebagai ekspresi dari tujuan umum atau pernyataan-pernyataan yang ingin dicapai.

2. Proposal tertentuyang mencerminkan keputusan-keputusan pemerintah yang telah dipilih.

3. Kewenangan formal seperti undang-undang atau peraturan pemerintah. 4. Program, yakni seperangkat kegiatan yang mencakup rencana penggunaan

sumber daya lembaga dan strategi pencapaian tujuan.

5. Keluaran, yaitu apa yang nyata tlah disediakan oleh pemerintah, sebagai produk dari kegiatan tertentu.

(45)

7. Proses yang panjang dalam periode waktu tertentu yang relative panjang (Hogwood dan Gunn, dalam Suhartono, 2009: 5).

Brigdman dan Davis (2004: 4-7)menerngkan bahwa kebijakan publik sedikitnya memiliki tiga dimensi yang saling bertautan yakni:

1. Kebijakan publik sebagai tujuan

Kebijakan adalah a means to an end yaitu alat untul mencapai sebuah tujuan. Kebijakan publik pada akhirnya menyangkut pencapaian tujuan publik. Artinya, kebijakan publik adalah seperangkat tindakan pemerintah yang didisain untuk mencapai hasil-hasil tertentu yang diharapkan oleh publik sebagai kenstituen pemerintah.

2. Kebijakan publik sebagai pilihan tindakan yang legal

Melalui kebijakan–kebijakan, pemerintah membuat ciri khas kewenangannya. Artinya, kompleksitas dunia politik disederhanakan menjadi pilihan-pilihan tindakan yang sah atau legal untuk mencapai ttujuan tertentu. Kebijakan kemudian dapat dilihat sebagai respon atau tanggapan resmi terhadap isu atau masalah publik.

3. Kebijakan publik sebagai hipotesis

Kebijakan dibuat berdasarkan teori, model atau hipotesis mengenai sebab dan akibat. Kebijakan kebijakan senantiasa bersandar pada asumsi-asumsi mengenai perilaku. Kebijakan selalu menngandung insentif yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu. Kebijakan juga selalu memuat disinsetif yang mendorong orang tidak melakukan sesuatu.

2.4.2. Kebijakan Sosial

(46)

bersifat publik, yakni mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat banyak (Bessant, Watts, dan Smith, dalam Suhartono, 2009: 10).

Dalam garis besar, kebijakan sosial diwujudkan dalam tiga kategori, yaitu perundang-undangan, program pelayanan sosial, dan sistem perpajakan. Berdasarkan kategori ini, maka dapat ditanyakan bahwa setiap perundang-undangan, hukum atau peraturan daerah yang menyangkut masalah dan kehidupan sosial adalah wujud dari kebijakan sosial. Namun, tidak semua kebijakan berbentuk perundang-undangan.

Kebijakan sosial sering kali melibatkan program-program bantuan yang sulit dilihat secara kasat mata. Karenanya,masyarakat luas kadang-kadang sulit mengenali kebijakan sosial dan membedakannya dengan kebijakan publik lainnya. Secara umum kebijakan publik lebih luas daripada kebijkan sosial. Kebijakan Transportasi.Jalan raya,Air bersih,Pertahanan Dan Keamanan merupakan beberapa kebijakan publik. Sedangkan,kebijakan mengenai jaminan sosial,seperti bantuan sosial dan asuransi sosial yang umumnya diberikan bagi kelompok mikin atau rentat,adalah contoh kebijakan sosial (Suhartono,2009: 11-12).

Kebijakan sosial sejatinya merupakan kebijakan kesejahteraan (welfare policy), yakni kebijakan pemerintah yang secara khusus melibatkan

program-program pelayanan sosial bagi kelompok-kelompok kurang beruntung yakni para pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial seperti keluarga miskin, anak terlantar, pekerja anak, korban HIV/AIDS, penyalahguna narkoba dan kelompok-kelompok rentan lainnya, baik secara ekonomi maupun psikososial. Setiap Negara memiliki perbedaan dalam mengkategorikan kebijakan public dan kebijakan sosial.

2.5 Pengertian Rehabilitasi Sosial

(47)

sosial, pekerjaan dan ekonomi. Rehabilitasi didefinisikan sebagai “satu program holistik dan terpadu atas intervensi-intervensi medis, fisik, psikososial, dan vokasional yang memberdayakan seorang (individu penyandang cacat) untuk meraih pencapaian pribadi kebermaknaan sosial, dan interaksi efektif yang fungsional dengan dunia.

Rehabilitasi mangandung makna pemulihan kepada kedudukan (keadaan, nama baik) yg dahulu (semula) atau perbaikan anggota tubuh yg cacat dan sebagainya atas individu supaya menjadi manusia yang berguna dan memiliki tempat di masyarakat (KBBI, 1998:92).

Jadi apabila kata rehabilitasi dipadukan dengan kata sosial, maka rehabilitasi sosial bisa diartikan sebagai pemulihan kembali keadaan individu yang mengalami permasalahan sosial kembali seperti semula.

(48)

Rehabilitasi sosial mempunyai beberapa tujuan, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Memulihkan kembali rasa harga diri, percaya diri, kesadaran serta tanggung jawab terhadap masa depan diri, keluarga maupun masyarakat atau lingkungan sosialnya.

2. Memulihkan kembali kemauan dan kemampuan untuk dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.

2. 6 Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni

2.6.1 Kriteria Kepala Keluarga Penerima Bantuan RS-RTLH

Adapun kriteria yang harus dimiliki kepala keluara penerima bantuan RS-RTLH adalah sebagai berikut;

a. Memiliki KTP/identitas diri yang berlaku;

b. Kepala keluarga /anggota keluarga tidak mempunyai sumber mata pencaharian atau mempunyai mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiian;

c. Kehidupan sehari-hari masih memerlukan bantuan pangan untuk penduduk miskin seperti zakat dan raskin;

d. Tidak memiliki asset lain apabila dijual tidak cukup untuk membiayai kebutuhan hidup anggota keluarga selama 3 bulan kecuali tanah dan rumah yang ditempati;

(49)

f. Rumah yang dimiliki dan ditempati adalah rumah tidak layak huni yang tidak memenuhi syarat kesehatan, keamanan dan sosial, dengan kondisi sebagai berikut

a. Tidak permanen dan / atau rusak;

b. Dinding dan atap dibuat dari bahan yang mudah rusak/lapuk, seperti : papan, ilalang, bamboo yang dianyam/gedeg, dsb;

c. Dinding dan atap sudah rusak sehingga membahayakan, mengganggu keselamatan penghuninya;

d. Lantai tanah/semen dalam kondisi rusak;

e. Diutamakan rumah tidak memiliki fasilitas kamar mandi, cuci dan kakus

2.6.2 Kriteria Sarana dan Prasarana Lingkungan

Sarana prasarana lingkungan yang menjadi sasaran kegiatan adalah :

1. Terletak pada lokasi RS-RTLH;

2. Merupakan fasilitas umum yang mendukung peningkatan kualitas hidup masyarakat terutama warga miskin;

3. Menjadi kebutuhan dan diusulkan oleh masyarakat; 4. Legal dan tidak berpotensi menimbulkan konflik sosial;

5. Masyarakat setempat bersedia untuk mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki seperti : lahan, tenaga dan material

2.6.3 Kelompok Penerima Bantuan

(50)

1. Membentuk pengurus kelompok terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara; 2. Membuka rekening di Bank Pemerintah atas nama kelompok dengan

specimen ditandatangani ketua dan bendahara;

3. Melakukan penilaian bagian rumah yang akan direhabilitasi;

4. Menetapkan toko bangunan yang akan menjamin penyediaan barang; 5. Mengusulkan pelaksana yang ahli dalam bidang bangunan (tukang);

6. Mengajukan usulan kebutuhan perbaikan rumah beserta dana yang diperlukan maksimal sebesar Rp. 10.000.000,- setiap rumah untuk disetujui oleh Dinas SosialKab/Kota;

7. Membantu tukang yang telah ditunjuk untuk mengerjakan perbaikan rumah secara gotong royong dalam satu kelompok;

8. Setelah uang diterima, ketua membuat dan menandatangani tanda terima uang bantuan dari Kementerian Sosial sejumlah yang tercantum dalam rekening dengan diketahui aparat desa/kelurahan setempat dan segera dikirim ke Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin melalui Dinas Sosial Kab/Kota; 9. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan dan kegiatan

RS-RTLH kepada Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin melalui Dinas Sosial Kab/Kota tembusan disampaikan kepada Dinas Sosial Provinsi dengan malampirkan bukti-bukti kwitansi pengeluaran dan surat pernyataan telah diselesaikannya pekerjaan yang diketahui kepala desa/lurah.

2.6.4 Tim Pembangunan Sarling

(51)

1. Menyusun pengurus Tim Sarling yang terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan anggota;

2. Membuka rekening di bank pemerintah atas nama kelompok dengan specimen ditandatangani ketua dan bendahara;

3. Menentukan jenis Sarling yang akan dibangun sesuai kebutuhan masyarakat; 4. Menggali dan mendayagunakan potensi dan sumber local;

5. Menggerakkan masyarakat dan dunia usaha untuk berpartisipasi; 6. Menunjuk tenaga ahli (tukang);

7. Melaksanakan pembangunan Sarling secara bergotong-royong;

8. Setelah uang diterima, ketua membuat dan menandatangani tanda terima uang bantuan dari Kementerian Sosial sejumlah yang tercantum dalam rekening dengan diketahui aparat desa/kelurahan setempat dan segera dikirim ke Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin melalui Dinas Sosial Kab/Kota; 9. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan dan kegiatan Sarling

kepada Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin melalui Dinas Sosial Kab/Kota tembusan disampaikan kepada Dinas Sosial Provinsi, dengan melampirkan bukti-bukti kwitansi pengeluaran dan surat pernyataan selesainya pekerjaan yang diketahui kepala desa/lurah.

2.6.5 Prosedur Pengusulan Kegiatan

Prosedur pengusulan penerima bantuan rehabilitasi social rumah tidak layak huni dan sarana prasarana lingkungfan adalah sebagai berikut :

(52)

2. Berdasarkan hasil pendataan tersebut, Dinas Sosial/Instansi Kab/Kota mengajukan permohonan bantuan rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni ke Kementerian Sosial dengan rekomendasi Dinas Sosial Provinsi dengan melampirkan data lokasi, data calon penerima (by name by address) dan foto rumah;

3. Ditjen Pemberdayaan Sosial cq Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin melakukan verifikasi administrasi dan verifikasi lapangan;

4. Berdasarkan hasil verifikasi administrasi dan lapangan Ditjen Pemberdayaan Sosial mengeluarkan SK Penerapan KK penerima bantuan RS-RTLH dan alokasi Sarling;

5. Nama penerima bantuan yang sudah ditetapkan dalam SK Dirjen Pemberdayaan Sosial tidak dapat diganti.

2.6.6 Pelaksanaan Kegiatan

2.6.6.1 Prinsip Pelaksanaan

Prinsip pelaksanaan kegiatan RS-RTLH dan Sarling adalah :

a. Swakelola; Baik secara individu maupun kelompok sesuai pasal 39 dan lampiran I Bab III Keppres No.80 tahun 2003.

b. Kesetiakawanan; Dilandasi oleh kepedulian sosial untuk membantu orang. c. Keadilan; Menekankan pada aspek pemerataan, tidak diskriminatif dan

seimbang antara hak dan kewajiban.

d. Kemanfaatan; Dilaksanakan dengan memperhatikan kegunaan atau fungsi dari barang/ruang/kondisi yang diperbaiki atau diganti.

(53)

f. Kemitraan; Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan fakir miskin dan masyarakat pada umumnya dibutuhkan kemitraan dengan berbagai pihak. g. Keterbukaan; Pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan ini berhak

mendapatkan informasi yang benar dan bersedia menerima masukan bagi keberhasilan pelaksanaan kegiatan RS-RTLH.

h. Akuntabilitas; Berbagai sumber daya digunakan dengan penuh tanggung jawab dan dapat dipertanggungjawabkan secara teknis maupun administratif. i. Partisipasi; Pelaksaan RS-RTLH dan Sarling dilaksanakan dengan melibatkan

unsur masyarakat termasuk dunia usaha dengan mendayagunakan berbagai sumber daya yang dimilikinya.

j. Profesional; Dilaksanakan dengan menggunakan manajemen yang baik dan pendekatan /konsep yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

k. Keberlanjutan; Dilaksanakan secara berkesinambungan untuk mencapai kesejahteraan dan kemandirian.

2.6.6.2 Tahapan Pelaksanaan Bantuan

a. Verifikasi proposal RS-RTLH dan Sarling;

b. Penjajagan calon lokasi kegiatan, dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang kesiapan daerah dan masyarakat, kelayakan calon penerima bantuan dan faktor lainnya nyang akan mendukung keberhasilan kegiatan;

c. Sosialisasi

Sosialisasi dilaksanakan dalam rangka memperoleh kesamaan pemahaman dan gerak langkah setiap pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan RS-RTLH dan Sarling. Sasaran kegiatan sosialisasi mencakup :

1) Dinas/Instansi Sosial Provinsi;

(54)

3) Unsur Masyarakat; 4) Pendamping (TKSK).

d. Membangun dan mengembangkan komitmen untuk menyepakati berbagai sumber daya yang dapat dan akan dialokasikan oleh Pemerintah Daerah, masyarakat dan dunia usaha dalam rangka mencapai keberhasilan pelaksanaan program;

e. Penentuan lokasi dan calon penerima; f. Verifikasi Calon Penerima Bantuan;

g. Pelaksanaan pembangunan RS-RTLH dan Sarling :

1) Melakukan penilaian dan menentukan bagian rumah yang akan diperbaiki;

2) Menetapkan prioritas bagian rumah yang akan diperbaiki berdasarkan pada fungsi dan ketersediaan dana dan sumber lainnya; 3) Membuat rincian jenis/bahan bangunan yang diperlukan serta

besarnya biaya;

4) Melaksanakan pembelian bahan bangunan;

5) Melaksanakan kegiatan perbaikan rumah dan pembangunan Sarling; 6) Pelaksanaan pembangunan RS-RTLH dan Sarling telah selesai

selambat-lambatnya 100 hari setelah dana masuk ke rekening kelompok.

2.6.6.3 Pelaporan

(55)

a. Laporan pertanggungjawaban keuangan dana operasional dan Sarling masing-masing Kab/Kota selambat-lambatnya akhir tahun anggaran;

b. Laporan pertanggungjawaban keuangan bantuan RS-RTLH masing-masing kelompok dan Sarling setelah selesai pelaksanaan pekerjaan;

c. Laporan hasil pelaksanaan kegiatan dengan melampirkan foto rumah dan Sarling dalam kondisi sebelum, proses dan hasil akhir kegiatan dengan disertakan surat pernyataan penyelesaian pekerjaan untuk kelompok, disampaikan selambat-lambatnya 14 hari setelah pekerjaan selesai.

2.6.7 Penyaluran, Pencairan dan Penggunaan Dana

2.6.7.1 Penyaluran

1. Pihak Dinas Sosial Kab/Kota mengajukan identitas penanggung jawab pengelola anggaran (nama dan alamat kantor, penanggung jawab program, nama bendahara pengeluaran, nomor rekening bank dan nomor pokok wajib pajak) ke Dit. PFM untuk dana operasional (tembusan disampaikan kepada Dinas/Instansi Sosial Provinsi);

2. Pihak Dinas Sosial Kab/Kota mengajukan identitas dan nomor rekening Dinas Sosial yang sudah ada, rekening kelompok penerima bantuan RS-RTLH dan rekening Tim Sarling;

(56)

4. Pejabat Pembuat Komitmen mengajukan SPM-LS ke KPPN dilampiri SK Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial tentang penerima bantuan RS-RTLH dan Sarling, serta dana operasional;

5. KPPN menerbitkan SP2D dan menyalurkan ke rekening Dinas Sosial Kab/Kota, rekening kelompok penerima bantuan RS-RTLH dan rekening tim Sarling;

6. Pencairan dana kegiatan RS-RTLH dari rekening kelompok dapat dilaksanakan setelah mendapatkan rekomendasi/persetujuan dari Dinas Sosial Kab/Kota.

2.6.7.2 Penggunaan Dana

[image:56.595.162.492.507.623.2]

1. Jumlah dana bantuan stimulant untuk setiap unit rumah; Rp. 10.000.000,- dengan proporsi penggunaan sebagai berikut :

Tabel 2.1

Rincian penggunaan dana bantuan RS-RTLH

Uraian % Jumlah (Rp)

Pembelian bahan bangunan dqn konsumsi 90 9.000.000,-

Biaya tukang 10 1.000.000,-

J u m l a h 100 10.000.000,-

(57)
[image:57.595.152.493.147.260.2]

Table 2.2

Rincian penggunaan dana bantuan sarling

Uraian % Jumlah (Rp)

Pembelian bahan bangunan dqn konsumsi 90 40.500.000,-

Biaya tukang 10 4.500.000,-

J u m l a h 100 45.000.000,-

3. Jumlah dana untuk operasional kegiatan sebesar Rp. 12.500.000,- yang digunakan untuk :

• Sosialisasi

• Monitoring dan Evaluasi • Pelaporan

4. Apabila sampai dengan akhir tahun anggaran masih terdapat sisa dana operasional, maka Dinas Sosial kab/Kota harus segera menyetor ke kas Negara dengan blanko Surat Setoran Pengembalian Belanja, belanja barang non operasional lainnya dengan kode 521218 an. Direktorat PFM kode Satker 440207.

(58)

2.6.8 Sanksi

Sanksi hukum akan dikenakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku apabila :

1. Dinas Sosial selaku penerima, pengelola dan penanggung jawab dana operasional tidak sepenuhnya dipergunakan sesuai dengan peruntukkannya; 2. Kelompok penerima bantuan stimulan RS-RTLH selaku penerima, pengelola

dan penanggung jawab dana bantuan tidak sepenuhnya dipergunakan sesuai dengan peruntukkannya;

3. Tim Sarling selaku pengelola dan penanggung jawab dana Sarling tidak sepenuhnya dipergunakan sesuai dengan peruntukkannya (Kementrian Sosial RI. 2013. Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni dan Sarana Prasarana Lingkungan

2.7. Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan (welfare) ialah dua kata benda yang dapat diartikan nasib yang baik, keseahatan, kebahagiaan, dan kemakmuran. Dalam istilah umum, sejahtera menunjuk pada keadaan yang baik, kondisi masyarakat dimana orang-orangnya dalam keadaan makmur, sehat, dan damai.

Kesejahteraan sosial dalam arti sangat luas mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik. Taraf kehidupan yang lebih baik ini tidak hanya diukur secara ekonomi dan fisiknya belaka, tetpi juga ikut memperhatikan aspek sosial, mental dan segi kehidupan spiritual (Adi, 2005: 40).

(59)

perbaikan-perbaikan penyakit-penyskit sosial tertentu saja. Kemudian pengertian tersebutdisempurnakan menjadi: suatu kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan membantu penyesuain timbale balik antara individu-individu dengan lingkungan sosial mereka. Tujuan ini dicapai secara seksama melalui teknik-teknik dan metode-metode dengn maksud agar supaya kemungkinan individu-individu, kebutuhan-kebutuhan dan memecahkan masalah-masalah penyesuaian diri mereka terhadap perubahan pola-pola masyarakat, serta melalui tindakan kerja sama untuk memperbaiki kondisi-kondisi ekonomi dan sosial.

Dalam Undang-Undang No. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial.

Penyelenggaraan kesejahteraan sosial dilakukan berdasarkan asas: 1. Kesetiakawanan.

(60)

9. Profesionalitas. 10. Keberlanjutan.

Kesejahteraan sosial memiliki beberapa makna yang relatif berbeda, meskipun substansinya tetap sama. Kesejahteraan sosial pada intinya mencakup tiga konsepsi, yaitu:

1. Kondisi kehidupan atau keadaan kesejahteraan, yakni terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan jasmani, rohani dan sosial.

2. Institusi, arena atau bidang kegiatan yang melibatkan lembaga kesejahteraan sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial.

3. Aktivitas, yakni suatu kegiatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir untuk mencapai kondisi sejahtera (Suhartono, 2009: 2).

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan informasi mengenai konsep dari istilah yang digunakan dalam statistik kesejahteraan sosial diantaranya adalah kondisi rumah tangga, luas lantai, daerah perkotaan atau pedesaan, probabilitas bayi mati sebelum mencapai usia satu tahun, keluhan masyarakat terhadap kesehatan imunisasi, pasien rawat inap, status gizi, narapidana, aksi dan korban kejahatan. Dari kelompok tersebut BPS melakukan pengelompokan menjadi lima indikator dalam pengukuran kesejahteraan sosial, yaitu:

a. Kesehatan b. Pendidikan

c. Akses menjangkau media massa d. Perumahan

(61)

2.7.1. Pengertian Usaha Kesejahteraan Sosial

Pengertian usaha kesejahteraan sosial sebagai suatu aktivitas biasanya disebut sebagai Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS). Dalam skala dan perspektif makro, Usaha Kesejahteran Sosial ini pada intinya menunjuk pada apa yang ditanah air dikenal dengn nama Pembangunan Kesejahteraan Sosial (PKS). Perlu dijelaskan disini b ahwa konsep mengenai pembangunan kesejahteraan sosial merupakan istilah khas di Indonesia. Dinegara-negara lain, seperti di AS, Selandia Baru, Inggris atau Australia, konsep mengenai Social Welfare Development kurang dikenal. Dalam benak publik UKS atau PKS (Suhartono, 2008: 4).

Peningkatan taraf hidup masyarakat diwujudkan dengan berbagai bentuk usaha kesejahteraan sosial yang konkret. Usaha kesejahteraan sosial mengacu pada program, pelayanan dan berbagai kegiatan yang konkret (nyata) berusaha menjawab kebutuhan atau masalah yang dihadapi anggota masyarakat. usaha kesejahteraan sosial itu sendiri dapat diarahkan pada individu, keluarga, kelompok, ataupun komunitas.

Usaha kesejahteraan sosial adalah usaha yang nyata untuk membangun seluruh masyarakat agar terciptanya kesejahteraan bangsa dan negara. Usaha ini dilakukan untuk memperbaiki tatanan yang dilihat sudah mempunyai nilai buruk yang fungsi sosialnya sudah tidak terlaksana. Hal ini diperlukan pembenahan agar terciptanya suasana yang sejahtera disetiap negara. Usaha kesejahteraan sosial ini dilakukan dngan cara melakukan pembangunan. Pembangunan yang dilakukan tujuannya adalah memberikan kesejahteraan bagi rakyat. Pembangunan ini dilakukan disetiap Negara dengan perencanaan dan strategi yang matang.

(62)

1. meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup. 2. memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian.

3. meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesejahteraan sosial.

4. meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggung jawab sosial dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan.

5. meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan; dan

6. meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Dalam kaitan dengan kesejahteraan sosial ada beberapa karakteristik usaha kesejahteraan sosial masa kini, yaitu:

1. Menanggapi kebutuhan manusia.

2. Usaha kesejahteraan sosial diorganisir guna menanggapi kompleksitas masyarakat perkotaan yang modern.

3. Kesejahteraan sosial mengarah ke spesialisasi, sehingga lembaga kesejahteraan sosialnya juga lebih terspesialisasi.

4. Usaha kesejahteraan sosial menjadi sangat luas (Adi, 1994: 10).

2.8 Kerangka Pemikiran

(63)

sejauhmana program pemerintah dapat dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan, tepat waktu, tepat pengerjaan dan tepat sasaran sehingga tujuan diadakannya RS-RTLH benar-benar dapat membantu meringankan kesulitan keluarga miskin untuk memiliki rumah yang layak untuk dihuni.

Program RS-RTLH adalah program yang diberikan kepada rumah tangga miskin yang rumahnya tidak memenuhi standar untuk dihuni, dengan dimaksud agar mereka dapat meningkatkan kehidupan secara wajar. Kegiatan Rehabilitasi Sosial - Rumah Tidak Layak Huni bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial penduduk miskin melaui pemberian kepada yang bersangkutan untuk berpartisipasi aktif dalam melaksanakan kegiatan secara swakelola dan melestarikan hasil pencapaian kegiatan secara mandiri dengan memanfaatkan dana dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten hubungan dengan pelaksanaan RS-RTLH, seseorang akan mengalami kesulitan apabila program itu tidak terealisasi dengan baik, maka dari itu dibutuhkan pemahaman mengenai tujuan ataupun mekanisme dari program yang dilakukan melalui sosialisasi, apapun bentuk program kalau tidak disosialisasikan akan sulit bagi masyarakat untuk mengerti.

(64)

Untuk memperjelas alur pemikiran tersebut, dapat dilihat bagan kerangka pemikiran dibawah ini:

Bagan Alir Pemikiran

2.9 Defenisi Konsep dan Operasional

2.9. 1 Defenisi Konsep

Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan dikaji, untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yanmg dijadikan objek penelitian, maka seorang peneliti harus menegaskan dan membatasi makna konsep-konsep yang

RS-RTLH(rehabilitasi social- rumah tidak layak huni

Pemberian bantuan kepada keluarga miskin untuk memiliki rumah yang layak huni

Kepala keluarga penerima bantuan program RS-RTLH di Kota

Payakumbuh

1. Kesesuaian sasaran yang direncanakan dengan pelaksanaan

(65)

diteliti. Proses dan upaya penegasan dan pembatasan mana konsep dalam suatu penelitian disebut dengan defenisi konsep.

Dengan kata lain, peneliti berupaya mengiring para pembaca hasil penelitian itu memaknai konsep itu sesuai dengan yang diinginkan dan dimaksudkan oleh si peneliti, jadi defenisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitin (Siagian, 2011:136-1

Gambar

Tabel 4.1
Tabel 5.1
Tabel 5.3
Tabel 5.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari permasalahan ini maka muncul rumusan masalah yaitu bagaimana pola interaksi sosial antara keluarga miskin dan pelaksana program dalam penanggulangan kemiskinan

Dari hasil singkronisasi antara pernyataan dari partisipan dan informan, peneliti menyimpulkan bahwa dampak psikologis yang dialami oleh siswi terkait, itu dikarenakan

Adapun masa sanggah dilaksanakan mulai hari Rabu, 20 Mei 2015 sampai dengan hari Jum’at, 22 Mei 2015, sanggahan dapat disampaikan kepada Ketua Pokja Pelelangan Sederhana

[r]

Analisis konsep sei dalam chanoyu aliran Urasenke adalah persiapan yang dilakukan teishu sebelum melaksanakan chanoyu, yaitu ketika teishu membersihkan roji dari kotoran

Metode ini serupa dengan metode disc diffusion, dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen

One of the ways how the Wagon Dolly can be moved within the factory is by using guide rail. Basically it is used to keep the Wagon Dolly straightly forward during moving

Dengan demikian, penelitian ini berfokus untuk menganalisis dampak yang terjadi pada pasar ekspor perikanan dengan komoditas udang dan ikan ke Eropa bila